penjualan senjata negara demokrasi liberal: studi …
TRANSCRIPT
PENJUALAN SENJATA NEGARA DEMOKRASI
LIBERAL: STUDI KASUS AMERIKA SERIKAT DAN
PRANCIS 2011-2015
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Victoriana Melati
1113113000022
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017 M
PERI{YATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
PENJUALAN SENJATA DI NEGARA DEMOKRASI LIBERAL: STUDI
KASUS AMERIKA SERIKAT DAN PRANCIS 2OII.2OI5
Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri rufN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
S yarif Hidayatullah Jakarta'
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakaq karya milik orang lain, maka saya
bersedia menerima sanki yang berlaku di Universitas Islam Negeri OfN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.
J.
Victoriana Melati
r I
PERSETUJUAI\I PEMBIMBING SKRIPSI
Denganini, Pembimbing Skripsi bahwamahasiswa:
Nama : VictorianaMelati
NIM :1113113000022
Program Sflrdi : Hubungan Internasional
Telatr menyelesaikan skripsi dengan judul:
PENJUALA}I SENJATA NEGARA I}EMOKRASI LIBERAL: STTJDI
!$.suE 4lt4EBIE4 SEe&tg tlAll *0U-2015
dan telah memenuhi persyaratan untuk dit$i.
Mengetahui,
Jakarta 5 Juti 2017
Menyetujui,
Pembimbing,
m
Ketua Plogram Studi,
--JJl*l-*
7 7\
PANITIA PENGESAIIAN UJIAI\I SKRIPSI
SKRIPSIPENJUALAI\i SENJATA NEGARA DEMOKRASI LIBtrRAL: STUDI
KASUS AMERIKA SERIKAT DAI\T PRANCIS 2011'015
Oleh:Victoriana MelatiI I r3l 13000022
Telah dipertahankan dalan sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPotitik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Juli2017. Skripsi iili telah diterime sebagai salah satu syarat memperqleh gslarSarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.
Sekretaris,
Ingsid Galuh M.. MHSPS
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pda 14 Juli z}l7.
iv
Penguji II,
Ketua Program Studi
NIP.
v
ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis alasan-alasan negara demokrasi
liberal yang sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia tapi justru supply
senjatanya sangat tinggi, serta untuk mengetahui kebijakan negara demokrasi
liberal, khususnya Amerika Serikat dan Prancis terhadap senjata. Teori yang
digunakan adalah teori realisme klasik untuk memfokuskan bagaimana sifat
negara secara alami dan keadaan dunia internasional yang anarkhi mempengaruhi
suplai senjata di dunia. konsep yang digunakan adalah kepentingan nasional untuk
mengkerucutkan pembahasan bagaimana negara demokrasi liberal meletakkan
hak asasi manusia atas kepentingan nasionalnya.
Dalam skripsi ini ditemukan alasan-alasan mengapa Amerika Serikat dan
Prancis yang notabene sebagai negara demokrasi liberal namun penjualan
senjatanya sangat tinggi. Alasan-alasan tersebut yaitu karena sifat alami negara
yang ingin mendominasi dan juga dunia internasional saat ini bersifat anarkhi,
yaitu tiada kekuasaan yang bisa mengatur dan lebih tinggi dari negara,
menyebabkan negara saling berebut power yang tinggi di dunia. Power yang besar
dari suatu negara bisa dilihat dari alutsista yang dimiliki negara tersebut. Semakin
tinggi tingkat (kualitas dan kuantitas) persenjataan dan militer suatu negara, maka
semakin kuat negara tersebut, dan itulah yang menyebabkan adanya permintaan
terhadap senjata secara besar-besaran. Permintaan terhadap senjata justru lebih
banyak datang ketika negara-negara sedang berkonflik dan berperang. Maka,
senjata sangat erat kaitannya dengan konflik dan pelanggaran hak asasi manusia.
Dengan Amerika Serikat dan Prancis yang menjual senjata sangat tinggi kepada
negara-negara lain, itu sangatlah jauh dengan prinsip demokrasi liberal. Lalu,
ditemukan juga data bahwa, terdapat kepentingan nasional yang berupa
kepentingan ekonomi dan politik yang melatarbelakangi suplai senjata Amerika
Serikat dan Prancis, yang membulatkan kesimpulan bahwa Amerika Serikat dan
Prancis meletakkan kepentingan nasional lebih tinggi daripada hak asasi manusia.
Keyword: Penjualan Senjata, Power, Demokrasi Liberal, Kepentingan Nasional,
Hak Asasi Manusia, dan Konflik.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrrahim, segala puji dan syukur selalu penulis
ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmatnya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam tak lupa
dihaturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa
dukungan, motivasi, saran dan bantuan materi maupun immateri dari
berbagai pihak. Sehingga, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Keluarga penulis, Ayahanda Muhibbin dan Ibunda Mufida, kakak
dan adik penulis Fejriyan Yazdajird Iwanebel, Anisa Febriani, dan
Endiana Silviani, yang selalu memberikan semangat, doa,
dukungan, cinta, dan nasehat kepada penulis, hingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
2. Bapak Robi Sugara, selaku dosen pembimbing skripsi. Terima
kasih atas waktu, saran, arahan, nasehat dan kesabaran yang tak
henti-hentinya bapak berikan dalam membimbing penulis untuk
pengerjaan skripsi ini.
3. Dosen-dosen Hubungan Internasional UIN Jakarta. Terima kasih
telah mengajarkan dan berbagi ilmu kepada penulis selama masa
perkuliahan.
4. Sahabat bunga-bunga, Sherly Maisa Eka Putri, Alika Putri, Ratna
Oetami Putri, Sarah Hajar Mahmudah, dan Etika Sari Dalimunthe.
Teman-teman sepermainan dan seperjuangan, Fina Nurmaulia,
Fitrah Aisyah Adam, Vanny El Rahman, Ahmad Rizky Furkan,
dan Triswaldi Haryanda. Terima kasih atas segala waktu yang
diluangkan untuk mendengarkan keluh kesah penulis, serta doa dan
dukungan yang diberikan dalam penulisan skripsi ini.
vii
5. Teman-teman KKN DARATURA 2016, Siti Maria Ulfa, Syarifah
Indah, Aulia Adilla, Ida Parida, Heva Nurhayani, Gina Handayani,
Muhammad Fadli, M. Reza Rahmanda, Ryan Rahmatiadi, dan
Fadillah Yusuf. Terima kasih atas dukungan dan doa dalam
penulisan skripsi ini dan telah menghidupkan pengalaman penulis
selama KKN.
6. Senior-senior HI UIN Jakarta, kak Rizka Nurul Amanah, kak
Habibi Fahmi Amir dan kak Labib Syarif. Terima kasih atas
bantuan, dukungan dan doa yang diberikan dalam penulisan skripsi
ini.
7. Sahabat-sahabati PMII Komfisip. Terima kasih telah
menghidupkan pengalaman penulis di masa perkuliahan.
8. Teman-teman HI UIN Jakarta angkatan 2013 yang tidak bisa
penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih telah menghidupkan
pengalaman penulis di masa perkuliahan.
Penulis berharap segala dukungan dan bantuan ini mendapatkan
balasan dari Allah SWT.
Terakhir, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat
penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi setiap pembacanya dan
bagi perkembangan studi Hubungan Internasional.
Jakarta, Juli 2017
Victoriana Melati
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME..........................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI......................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iv
ABSTRAK..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL..................................................................................................x
DAFTAR GRAFIK...............................................................................................xi
DAFTAR DIAGRAM......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah.......................................................................1
B. Pertanyaan Penelitian.....................................................................8
C. Tujuan Penelitian...........................................................................8
D. Manfaat Penelitian.........................................................................9
E. Tinjauan Pustaka............................................................................9
F. Kerangka Dasar Pemikiran..........................................................12
G. Metode Penelitian.........................................................................15
H. Sistematika Penulisan...................................................................16
BAB II Negara-Negara Demokrasi Liberal dan Penjualan Senjata
A. Negara-Negara Penganut Demokrasi Liberal
A.1 Kehadiran Negara-Negara Demokrasi Liberal...................21
B. Senjata di Dunia Internasional.....................................................26
ix
BAB III Kebijakan Penjualan Senjata Negara Demokrasi Liberal
A. Kebijakan Penjualan Senjata Amerika Serikat
A.1 Penjualan Senjata pada Perang Dingin..............................38
A.2 Penjualan Senjata pasca 11 September 2001....................41
A.3 Penjualan Senjata pada Pemerintahan Barrack Obama....46
B. Kebijakan Penjualan Senjata Prancis
B.1 Penjualan Senjata pasca Perang Dunia Kedua...................52
B.2 Penjualan Senjata pasca Perang Dingin.............................54
B.3 Penjualan Senjata pada periode 2011-2015.......................56
BAB IV Analisis Penjualan Senjata di Negara Demokrasi Liberal Amerika
dan Prancis
A. Narasi Anarkisme Sistem Internasional Sebagai Peningkatan
Kebutuhan Senjata di Dunia.........................................................60
B. Kepentingan Politik dan Ekonomi di atas Kepentingan Hak Asasi
Manusia.
B.1 Kepentingan Ekonomi dan Politik Amerika Serikat.........64
B.2 Kepentingan Ekonomi dan Politik Prancis........................71
BAB V Penutup
A. Kesimpulan...................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................xiii
x
DAFTAR TABEL
Tabel A.1.1 Daftar 10 Negara Pengekspor Senjata Paling Besar........................6
Tabel 2.B.2 Kesepakatan Penjualan Senjata di Dunia, 2007-2014 dan
persentase kesepakatan dengan negara berkembang......................29
Tabel 2.B.3 Kesepakatan Penjualan Senjata dengan Negara-negara
Berkembang, 2007-2014 Dilihat Dari Penerima Senjata
Tertinggi.........................................................................................30
Tabel 2.B.4 Jumlah Senjata yang dikirim ke Negara Berkembang...................34
Tabel 3.A.5 Ekspor Senjata Terbesar pada Periode 1950-1991.........................39
Tabel 3.A.6 Ekspor Senjata Amerika Serikat Pasca Perang Dingin................. 41
Tabel 3.B.7 Kesepakatan Penjualan Senjata di Dunia Pada 2015.....................57
Tabel 3.B. 8 Jumlah Kontrak Ekspor Senjata Prancis (2011–2015)...................58
Tabel 3.B.9 Tipe Senjata yang Dijual Prancis...................................................58
xi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.A.1 Pengeluaran Militer Amerika Serikat Sejak 2001.........................43
Grafik 3.A.2 Pengeluaran Militer Amerika Serikat Sejak 2001
(Terkait dengan Perang)................................................................ 44
xii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 2.B.1 Kesepakatan Penjualan Senjata di Dunia...................................32
Diagram 2.B.2 Kesepakatan Penjualan Senjata Dengan Negara
Berkembang...............................................................................32
Diagram 3.A.2 Penjualan Militer Asing Pada Pemerintahan Presiden
Obama........................................................................................47
Diagram 3.A.3 Pengeluaran Militer di Dunia Pada 2012...................................49
Diagram 3.A.4 Alokasi Pajak Amerika Serikat pada 2012................................50
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini fokus pembahasannya pada negara-negara yang menggunakan
sistem demokrasi liberal tapi dalam praktiknya tercatat bahwa mereka memiliki
penjualan senjata paling tinggi di dunia. Negara-negara penganut demokrasi
liberal yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini adalah Amerika Serikat
dan Prancis. Kedua negara ini menarik dibahas karena memiliki kontribusi
penting dalam lahirnya sistem demokrasi liberal di dunia.
Istilah demokrasi liberal, pertama kali muncul pada abad pencerahan
dimana penggagasnya adalah Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-
1704), Jean-Jacques Rousseau (1712-1778), dan Immanuel Kant (1724-1804).
Pada masa Perang Dingin, demokrasi liberal sering dikontraskan dengan negara
komunis. Kemudian pada abad ke-20, sistem demokrasi liberal adalah sistem yang
paling popular dan dikenal oleh kebanyakan negara, khususnya pasca jatuhnya
rezim komunis Uni Soviet pada 1991.1
Secara prinsip sistem demokrasi liberal fokus pada keadilan, kebebasan,
sistem pemilihan umum langsung, penegakan hukum, hak asasi manusia (HAM),
hak-hak sipil, dan kebebasan berpolitik untuk semua warga. Ciri lain yang bisa
1 Christoper Hobson, The Rise of Democracy: Revolution, War and Transformations in
International Politics since 1776, (Edinburgh: Edinburgh University Press, 2015), 18-19.
2
ditemukan dalam negara demokrasi liberal adalah dimana kedudukan militer
berada di bawah orang sipil. Ini beranggapan karena sebuah kepemimpinan
negara ketika dipimpin militer, maka akan cenderung otoritarianisme. Robert P.
Clark menemukan banyak kasus di negara-negara berkembang yang mana
otoritarianisme itu dipimpin oleh militer. Akan tetapi, Clark mengatakan bahwa
tidak semua kasus negara yang menggunakan sistem otoritarianisme disebabkan
militer yang berkuasa. Banyak kasus juga dimana otoritarianisme juga dipimpin
oleh orang sipil.2 Meski begitu, Eric A. Nordlinger mengatakan bahwa jika sebuah
kekuasaan dikuasai oleh orang militer, maka hampir bisa diyakini akan
menghasilkan sistem otoritarianisme.3 Oleh karena itu, negara demokrasi liberal
bisa disederhanakan sebagai kebalikan dari negara yang menganut sistem
otoritarianisme.
Presiden Ronald Reagen (1911-2004) mengatakan bahwa dalam sistem
demokrasi liberal, perdamaian adalah ibarat dua sisi yang berbeda dengan
demokrasi akan tetapi sebenarnya satu koin yang sama. Karena itu, kebijakan luar
negeri yang diambil pastinya menghasilkan niat-niat damai (peaceful intentions),
bukan perang.4 Meski kemudian pernyataan Reagen ini sering kontras dengan
kebijakan Amerika Serikat selama ini yang mengatakan kebijakan perangnya
adalah untuk sebuah kebebesan dan pembangunan demokrasi.
2 Robert P Clark, Power and Policy in the Third World, (New York: John Wiley and
Sons, Inc., 1986), 164. 3 Daron Acemoglu, David Ticchi, dan Andrea Vindigni, A Theory of Military
Dictatorships, 4, diunduh pada 14 Juni 2017, tersedia di https://economics.mit.edu/files/5789. 4 Ronald Reagan, 1983/1984, "Peace and National Security," televised address to the
nation, Washington D.C., March 23, 1983, 40 in the U.S. State Department, Realism, Strength,
Negotiation, May 1984.
3
Immanuel Kant dalam karyanya yang berjudul ―Perpetual Peace‖ 1795,
menerangkan bahwa bentuk negara demokrasi liberal bisa ditemukan dalam
pemerintahan berbentuk republik diantaranya adalah Amerika Serikat, Australia,
Korea Selatan, Jepang, negara-negara Eropa seperti Prancis, Jerman, Austria,
Italia, Swiss, Yunani, dan Irlandia.5 Dalam perkembanganya, sistem demokrasi
liberal juga digunakan oleh negara monarki seperti Britania Raya dan Spanyol.
Karakteristik lainnya dalam negara demokrasi liberal, menurut Kant
seperti termaktub dalam sesi pertama (preeliminary articles) poin 3 Perpetual
Peace yang mana dia menuliskan ide bagaimana untuk mencapai sebuah
perdamaian yang abadi adalah salah satunya dengan “Standing armies are
eventually to be abolished” (keberadaan militer beserta persenjataannya suatu
negara harus diakhiri). Karena bagi dia dengan adanya kehadiran standing armies
suatu negara, itu akan menimbulkan kesan siap berperang dan membuat negara
lain merasa terancam dan akan mendorong timbulnya perlombaan senjata yang
tiada berujung (a never-ending arms-race).6 Oleh karena itu, negara yang
kemudian menggunakan sistem demokrasi liberal tetapi dalam kebijakan dalam
atau luar negerinya masih menggunakan cara-cara militer, maka itu jauh dari
prinsip-prinsip liberalisme.
Kemudian dalam artikel pertama sesi 2 Perpetual Peace, Kant
5 ―Creating French Culture From Empire to Democracy‖, Library of Congress, diakses
pada 29 Juni 2017, tersedia https://www.loc.gov/exhibits/bnf/bnf0006.html. 6 Jonathan Bennett, ―Toward Perpetual Peace A Philosophical Sketch Immanuel Kant‖, 2,
diunggah pada Oktober 2010, diunduh pada 12 Mei 2017, tersedia di:
http://www.earlymoderntexts.com/assets/pdfs/kant1795.pdf.
4
mengusulkan “The civil constitution of every state is to be republican.”7 Bagi
Kant, bentuk negara republik merupakan solusi untuk mencegah adanya perang.
Hal ini dikarenakan di dalam bentuk negara republik menggunakan sistem
pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif (yang mewakili partisipasi
masyarakat di dalam setiap keputusannya). Berbeda dengan sistem pemerintahan
despotik (tirani atau bahasa lainnya otoritarianisme) yang penguasanya bisa
semena–mena dalam mengambil keputusan untuk perang. Ini berbeda dengan
sistem republik dimana persetujuan rakyat sangat dibutuhkan. Kant berpendapat
bahwa secara natural, rakyat akan menolak keputusan berperang karena
menimbang konsekuensi yang didapatkan setelah perang (biaya dan kerusakan)
ditanggung sendiri oleh rakyat. Disinilah bentuk negara republik diposisikan
sebagai penghambat perang.8 Kini bentuk negara republik banyak ditafsirkan dan
diimplementasikan dengan negara demokrasi.
Prancis dan Amerika Serikat merupakan dua negara yang dianggap
sebagai tempat kelahiran demokrasi modern. Sejak diproklamasikannya Deklarasi
Kemerdekaan Amerika Serikat pada 4 Juli 1776, demokrasi telah menjadi tradisi
dan fondasi yang kokoh dan mengakar di dalamnya.9 Bahkan, Amerika Serikat
merupakan negara yang dianggap sebagai kiblat demokrasi negara-negara di
dunia.10
Begitu pula Prancis, salah satu negara Eropa yang sangat terkenal dengan
7 Kant, ―Toward Perpetual Peace‖, 24.
8 Kleingeld, P, Kant's Theory of Peace. in P Guyer (ed.), Cambridge Companion to Kant
and Modern Philosophy, (Cambridge: Cambridge University Press, 2006), 483. 9 Muhammad Nasir Badu, ―Democracy and the United States of America‖, The
POLITICS: Jurnal Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin 1 (January, 2015): 11. Diunduh
pada 23 Mei 2017, tersedia di http://journal.unhas.ac.id/index.php/politics/article/view/126. 10
―Creating French Culture From Empire to Democracy‖, Library of Congress.
5
perjuangan demokrasinya. Ketika Revolusi Prancis meletus, hal itu telah
membawa negara tersebut pada kebebasan dari absolutisme, dan dari situlah
demokrasi hadir di Prancis.11
Sebagai penjelasan, Amerika Serikat telah menanamkan nilai-nilai dan
budaya demokrasi sejak abad ke-18. Terlihat dari Deklarasi Kemerdekaannya
yang berbunyi “Life, Liberty, and Pursuit of Happiness”, menegaskan bahwa
kebebasan dan kemaslahatan individu merupakan hal dasar yang harus dipenuhi
sebuah negara. Demokrasi bukan hanya mengenai sistem politik, akan tetapi juga
mencakup sistem ekonomi dan sosial.12
Bahkan sistem demokrasi sangatlah
mempengaruhi arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Kebijakan luar negeri
Amerika Serikat misalkan selalu bersandar pada penegakan demokrasi di banyak
negara dengan ―menjual‖ HAM,13
meski sering penegakan demokrasi tersebut
dengan menggunakan cara-cara perang.
Untuk kasus Prancis, itu bisa dilihat setelah Referendum Konstitusi
Republik kelima Prancis pada 1958. Negara ini tumbuh menjadi salah satu negara
demokrasi terkuat dan menjadi negara dengan perekonomian cukup baik di dunia.
Sejauh ini, Prancis tumbuh dengan masyarakatnya yang dinamis, media yang
independen dan juga tradisi intelektual, yakni kebebasan berbicara dan perdebatan
kritis.14
11
Paul A. Bishop, ―The French Revolution and Radical Change‖, diunduh pada 24 Mei
2017, tersedia di: https://www.hccfl.edu/media/173893/em1frenchrevolution.pdf. 12
Badu, ―Democracy and the United States of America‖, 12. 13
Badu, ―Democracy and the United States of America‖, 12-13. 14
―Constitutional Limits on Government: Country Studies — France‖, Democracy Web:
Comparative Studies in Freedom, 2016, diunduh pada 1 Juni 2017, tersedia di:
6
Oleh karena itu, baik Amerika Serikat dan Prancis memiliki sejarah yang
penting diantara negara-negara demokrasi liberal yang ada di dunia. Keduanya
juga memiliki kontribusi yang sangat penting dalam penyebaran dan
pembangunan nilai-nilai demokrasi khususnya HAM dan hak-hak sipil. Tapi
seiring dengan penyebaran demokrasi, dua negara ini juga tercatat sebagai negara
yang tertinggi dalam hal penjualan senjata, khususnya ke negara-negara
berkembang termasuk ke negara yang non-demokrasi (otoritarianisme) sekalipun.
Kedua negara ini tercatat sejak Perang Dunia Kedua sudah aktif sebagai pemasok
senjata. Pada 1950 misalkan, Amerika Serikat telah menjual senjata sebanyak
1,77 miliar USD dan Prancis menjual sejumlah 8 juta USD.15
Jika dibandingkan Amerika Serikat, Prancis sesungguhnya tidak terlalu
menonjol, namun di tahun-tahun selanjutnya kedua negara ini terus menunjukkan
perkembangan bisnis senjatanya sebagaimana data di bawah ini.
Tabel A.1.1 Daftar 10 Negara Pengekspor Senjata Paling Besar16
(Per Juta Dolar Amerika Serikat)
2011 2012 2013 2014 2015 Total
AS 9100 9132 7647 10312 10184 46375
Rusia 8658 8317 7779 5103 5554 35411
Prancis 1766 1033 1517 1705 2080 8101
China 1274 1599 2113 1168 1764 7919
Jerman 1354 820 727 1762 1792 6445
Spanyol 1429 546 728 1050 1151 4903
http://democracyweb.org/node/31.
15 Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php. 16
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia
di:https://www.sipri.org, data telah diolah penulis.
7
Italia 939 753 877 700 692 3960
Ukraina 568 1492 671 640 347 3718
Belanda 540 805 348 654 474 2822
Tahun 2011-2015 Amerika Serikat dan Prancis tercatat sebagai negara
ketiga terbesar dalam penjualan senjatanya di dunia. Diketahui jumlah penjualan
senjata Amerika Serikat menduduki peringkat pertama dengan jumlah 46,375
miliar USD dan Prancis menduduki peringkat tiga dengan jumlah penjualannya
sebanyak 8,1 miliar USD. Dimulai dari 2011, Amerika Serikat menambah jumlah
penjualan senjatanya terlebih di negara-negara berkembang, seperti Angola,
Bolivia, Bulgaria, Bahrain, Bangladesh, Brunei, Denmark, Finlandia, Libanon,
Filipina dll.17
Begitu juga dengan Prancis, yang menambah jumlah ekspor
senjatanya di Albania, Bangladesh, Belgia, Brunei, Ekuador, Mesir, Estonia,
Ghana, Kazakhstan, Selandia Baru, Peru, Qatar, Romania, Senegal, Spanyol,
Swedia, Thailand, Turki dan Uzbekistan.18
Oleh karena itu, untuk penjualan senjata yang dilakukan Amerika Serikat
dan Prancis sangat menarik diteliti dimana konflik dan perang terjadi sering
dibarengi dengan peningkatan penjualan senjata ke area-area konflik dan perang
tersebut. Sebagai contoh, adanya perang sipil di Suriah pada 2011, impor senjata
Suriah semakin meningkat 24,5% dari tahun sebelumnya. Selain itu juga perang
Yaman sejak 2015 yang melibatkan koalisi yang dipimpin Arab Saudi dimana
ekspor senjata meningkat pada perang tersebut ke Arab Saudi.
17
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php. 18
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php.
8
Kemudian tahun 2011-2015 juga sangat strategis untuk diteliti karena
proses penjualan senjata (arms sales) dari Amerika Serikat dan Prancis
berkembang pesat dengan makin banyak tujuan pasar baru serta semakin banyak
negara berkembang yang menjadi target penjualannya. Lalu, apa sebenarnya
alasan Amerika Serikat dan Prancis semakin tahun, mereka terus meningkatkan
penjualan senjatanya. Penting dicatat bahwa penjualan senjata kedua negara ini
juga ditujukan ke beberapa negara yang memiliki catatan pelanggaran HAM-nya
cukup buruk seperti salah satunya Arab Saudi. Ini tentu sangat bertentangan
dengan negara yang tercatat sebagai kelahiran demokrasi itu sendiri.
B. Pertanyaan Penelitian
Dari pemaparan pernyataan masalah di atas, maka pertanyaan
penelitiannya adalah “Mengapa Amerika Serikat dan Prancis yang
merupakan negara penganut demokrasi liberal tetapi kegiatan penjualan
senjatanya sangat tinggi di dunia?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui alasan perdagangan senjata yang dilakukan oleh
Amerika Serikat dan Prancis;
b. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengapa Amerika Serikat dan
Prancis yang merupakan negara penganut demokrasi liberal tetapi
penjualan senjatanya sangat tinggi diantara negara-negara lain di dunia.
9
c. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan dan sikap negara demokrasi
liberal dengan perdagangan senjata, khususnya senjata-senjata yang
dijual ke negara-negara pelanggar HAM.
D. Manfaat Penelitian
a. Memperkaya wawasan dan pengetahuan bagi mahasiwa hubungan
internasional, khususnya dalam kajian penjualan senjata di negara-
negara demokrasi liberal seperti Amerika Serikat dan Prancis.
b. Penelitian ini bisa dimanfaatkan untuk menambah bahan dan informasi
mata kuliah pengkajian stratejik dalam ilmu hubungan internasional.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang pertama adalah dari Jurnal International Studies
Quarterly oleh Shannon Lindsey Blanton yang berjudul Foreign Policy in
Transition? Human Rights, Democracy, and U.S. Arms Exports. Jurnal ini
membahas tentang peran penjualan senjata Amerika Serikat dalam menentukan
masa depan hak asasi manusia dan demokrasi. Penjualan senjata merupakan
instrumen kebijakan, sampai batas tertentu mencerminkan konseptualisasi
keamanan yang ada. Demi keamanan dan ketakutan akan strategi militer Uni
Soviet, maka Amerika tetap melakukan penjualan senjata sebagai kebijakan
manuvernya.
Perbedaan skripsi ini dengan jurnal Blanton terletak pada periodisasi dan
pendekatan yang digunakan. Skripsi ini difokuskan pada periode 2011-2015
sedangkan pada jurnal Blanton lebih menekankan pada periode perang dingin dan
10
beberapa tahun setelah itu. Mengenai pendekatan, skripsi ini menggunakan teori
realisme klasik, sedangkan Blanton menggunakan teori a two-model stages.
Persamaan jurnal Blanton dengan skripsi ini adalah sama-sama membahas
mengenai kebijakan Amerika Serikat tentang penjualan senjata. Bagaimana
sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia tetapi tetap
aktif dalam melakukan penjualan senjata. Oleh karena itu, jurnal ini sangat
dibutuhkan penulis sebagai referensi untuk membantu memetakan kebijakan
Amerika Serikat pada periode tersebut.
Tinjauan pustaka yang kedua adalah tulisan dari Edward A. Kolodziej
yang berjudul France and the Arms Trade. Edward membahas bagaimana
kebijakan Prancis terhadap perdagangan senjata. Tulisan Edward ini juga
mengulas sejarah bagaimana Prancis membangun basis persenjataan dan
militernya.
Tulisan Edward berfokus pada kebijakan penjualan senjata Prancis saja
sedangkan skripsi ini membahas tidak hanya kebijakan penjualan senjata Prancis
namun juga Amerika Serikat. Periodisasi pembahasan tulisan Edward adalah
selama masa perang dingin sedangkan skripsi ini memfokuskan pembahasan pada
2011-2015.
Namun, baik tulisan Edward maupun skripsi ini sama-sama membahas
mengenai kebijakan penjualan senjata Prancis. Penulis sangat membutuhkan
karya Edward ini sebagai referensi untuk memetakan sejarah kebijakan penjualan
11
senjata Prancis pada perang dingin serta untuk menguatkan data pola kebijakan
senjata negara demokrasi liberal.
Tinjauan pustaka yang ketiga adalah dari jurnal yang berjudul “Guns and
Human Rights: Major Powers, Global Arms Transfers, and Human Rights
Violations” karya Lerna K. Yanik. Jurnal ini menjelaskan mengenai negara-
negara yang cukup aktif dalam melakukan kampanye tentang arms control dan
human rights salah satunya Amerika Serikat yang justru penjualan senjatanya
terbesar diantara negara-negara lainnya. Beberapa negara yang menerima
penjualan senjata adalah negara-negara yang memiliki rekam jejak sebagai
pelanggar HAM.
Perbedaan skripsi ini dengan karya dari Lerna K. Yanik ini terletak pada
fokus pembahasannya. Skripsi ini fokus pada pembahasan mengenai alasan-alasan
negara demokrasi liberal tetapi mereka melakukan penjualan senjata, sedangkan
jurnal karya Lerna ini fokus pada solusinya yaitu merealisasikan kembali agenda
arms control. Persamaan skripsi ini dan jurnal karya Lerna ini terletak pada
pembahasan penjualan senjata oleh negara-negara adidaya ke negara dunia ketiga.
Serta pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang ditimbulkan karena suplai
senjata yang tidak memperhatikan kondisi hak asasi di negara penerima.
12
F. Kerangka Dasar Pemikiran
Skripsi ini bermula dari sebuah asumsi dasar dalam pemikiran realisme
dimana politik internasional adalah sebuah perebutan kekuasaan.19
Dalam politik
internasional, struktur internasional itu bersifat anarki dan setiap negara-bangsa
akan terus berusaha untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Dalam kondisi
yang anarki, maka perilaku alamiah negara-bangsa yang mementingkan dirinya
sendiri dilihat sebagai suatu tindakan yang rasional. Realisme sendiri merupakan
cara pandang klasik yang menjadi bagian dari arus utama kajian ilmu hubungan
internasional.
Ada tiga prinsip yang dicanangkan dalam realisme. Pertama, negara
merupakan aktor utama dalam kajian hubungan internasional. Kedua, ada
perbedaan yang tajam antara politik dalam negeri dan politik internasional.
Ketiga, fokus kajian hubungan internasional adalah tentang kekuatan (power) dan
perdamaian. Karya yang dianggap penting untuk paradigma realisme ini adalah
Morgenthau dalam Politics Among Nations dan E.H. Carr dalam The Twenty
Years Crisis.20
Mengutip William Tow bahwa dalam kajian hubungan internasional
realisme “attempts to deal with human nature as it is and not as it ought to be,
and with historical events as they occured, not as they should have occured”. Ini
19
H.J. Morgenthau, Politics Among Nations: the Struggle for Power and Peace, edisi
Bahasa Indonesia Politik Antarbangsa, diterjemahkan oleh S.Maimoen, A.M. Fatwan, dan Cecep
Sudrajat, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obro Indonesia, 2010), 33. 20
M. Saeri, ―Teori Hubungan Internasional Sebuah Pendekatan Paradigmatik‖, Jurnal
Transnasional 3 (Februari 2012): 5, diunduh pada 2 Juli 2017, tersedia di:
file:///C:/Users/User/Downloads/70-129-1-SM.pdf.
13
berarti realisme berusaha untuk menjelaskan sifat dasar manusia itu dengan ―apa
adanya,‖ bukan ―sebagaimana apa yang seharusnya‖. Dalam pandangan realis,
Tow menerangkan bahwa tiap negara-bangsa dalam struktur internasional yang
anarki, senantiasa mengejar kepentingan nasional melalui penguatan power yang
dimiliki masing-masing. Sederhananya, upaya untuk meraih kepentingan politik
itu berada di atas wilayah sosial dan ekonomi.21
Oleh karena itu, untuk
menjelaskan penjualan senjata di negara demokrasi liberal seperti Amerika
Serikat dan Prancis, skripsi ini menggunakan teori realisme klasik.
Teori realisme merupakan teori yang cukup mendominasi dalam kajian
hubungan internasional di era Perang Dingin. Sederhananya, teori ini menjelaskan
tentang perebutan kekuasaan diantara negara-negara yang mengejar kepentingan
nasionalnya untuk kepentingannya masing-masing. Realisme memandang pesimis
tentang penyelesaian konflik dan perang. Dalam Perang Dingin, realisme bisa
memberikan penjelasan yang cukup sederhana tentang perang, aliansi,
imperalisme, hambatan pada kerjasama, dan berbagai konflik internasional yang
merujuk pada persaingan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Realisme ―klasik‖ seperti yang dibawa Hans Morgenthau dan Reihold
Niebuhr meyakini bahwa negara juga sebagaimana manusia, dia memiliki
keinginan alamiah untuk menjadi dominan atas negara-negara lainnya sehingga
menjadikan mereka saling berperang. Morgenthau menyebutkan tentang peran
penting pada sistem perimbangan kekuatan multi-polar klasik ketimbang diyakini
oleh relisme berikutnya yakni neo-realisme yang mana lebih menekankan sistem
21
W.T. Tow, Asia-Pacific Strategic relations: Seeking Convergent Security, (New York:
Cambridge University Press, 2001), 3.
14
bipolaristik.22
Oleh karena itu, pelaku kegiatan penjualan senjata di dunia
internasional bukanlah Amerika Serikat satu-satunya ataupun hanya dikuasai oleh
dua kekuatan, akan tetapi dilakukan oleh banyak negara.
Gagasan lain dalam realisme adalah kepentingan nasional dan penempatan
aktor negara sebagai aktor penting dalam kajian hubungan internasional. Realisme
melihat bahwa kepentingan nasional adalah sebuah titik kunci yang memandu
negara untuk mengambil kebijakan dan keputusan atau tindakan terhadap negara
lain. Oleh karena itu, kepentingan nasional adalah rumusan dari semua kebutuhan
umum suatu bangsa tentang pilihan rasional dari suatu negara. Kemudian realis
melihat bahwa negara sebagai organisme yang hidup, berperan dan bertindak
secara rasional dan tindakan-tindakannya berdasarkan kepentingan yang
dirumuskan secara rasional.
Daniel S. Papp mengatakan bahwa konsep kepentingan nasional (national
interest) terdapat beberapa aspek, seperti ekonomi, ideologi, kekuatan dan
keamanan militer, moralitas dan legalitas. Dalam hal ini, yang mana faktor
ekonomi pada setiap kebijakan yang diambil oleh suatu negara selalu berusaha
untuk meningkatkan perekonomian negara yang dinilai sebagai suatu kepentingan
nasional. Kepentingan nasional dalam aspek ekonomi diantaranya adalah untuk
meningkatkan keseimbangan kerjasama perdagangan suatu negara dalam
memperkuat sektor industri, dan sebagainya.23
Seperti halnya Amerika Serikat dan Prancis, kedua negara ini pasti
memiliki kepentingan nasional yang ingin diraih dalam penjualan senjatanya.
22
H.J. Morgenthau, Politics Among Nations: the Struggle for Power and Peace, 35. 23
Daniel S. Papp, Contemporary International Relation: A Framework for
Understanding, Second Editions. (New York: MacMillan Publishing Company, 1998), 29.
15
Dengan melakukan penjualan senjata, Amerika Serikat dan Prancis juga ingin
mencapai kepentingan nasionalnya yang berupa kepentingan ekonomi dan
kepentingan politik.
G. Metodologi Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan menggunakan teori dan konsep yang telah dipaparkan pada sub-
bagian kerangka teoritis sebagai dasar acuan. Jenis penelitian yang akan dilakukan
bersifat deskriptif dengan tujuan untuk menjelaskan fenomena-fenomena sosial
tertentu secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat, serta
hubungannya.24
Menurut Creswell, metode kualitatif adalah suatu pendekatan atau
penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral.25
Tujuannya adalah mencari pengertian yang mendalam mengenai suatu gejala,
fakta atau realita.26
Kemudian model deskriptif digunakan untuk menerangkan masing-masing
subjek yang dipakai dalam penelitian ini dan untuk melihat hubungan antar subjek
yang terkait, khususnya dalam mencari tahu terkait dengan pertanyaan penelitian
dalam skripsi ini.27
Untuk pertanyaan penelitian yang membahas tentang mengapa
24
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif, Cetakan 13, (Jakarta: Erlangga, 2009), 15. 25
John W. Creswell, Educational Research: Planning, Conducting, and Evaluating
Quantitative and Qualitative Research, (Michigan: Pearson Education, 2008), 12. 26
Jozef R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya,
(Jakarta: Grasindo, 2010), 1. 27
Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, 16.
16
Amerika Serikat dan Prancis yang merupakan negara penganut demokrasi liberal
tetapi menjadi penjual senjata yang sangat tinggi di dunia.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan studi
kepustakaan (library research).28
Penulis memanfaatkannya untuk mendapatkan
informasi yang diperlukan dengan cara membaca, memahami, membandingkan
serta mencarikan argumen dari buku-buku, jurnal ilmiah, artikel, dan media
terkait dengan mengapa Amerika Serikat dan Prancis yang merupakan negara
penganut demokrasi liberal tetapi ekspor senjatanya sangat tinggi.
Setelah mendapatkan informasi dan data terkait dengan tema skripsi ini,
selanjutnya penulis mengolahnya secara sistematis dan teratur sesuai dengan
urutan dan relevansi pembahasan dalam karya tulis ini yang disesuaikan dengan
buku panduan penulisan skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP),
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2015.
H. Sistematika Penulisan
Bab I: Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka,
metodologi penelitian, serta sistematika tulisan. Tujuannya adalah untuk
mengetahui maksud dan tujuan dari penelitian ini.
28
Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, 19-20.
17
Bab II: Negara-Negara Demokrasi Liberal dan Ekspor Senjata
Bab ini fokus pada pembahasan negara-negara penganut demokrasi
liberal serta akan diterangkan gambaran mengenai senjata di dunia
internasional. Bagian ini penting dibahas karena untuk memposisikan
terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan negara demokrasi liberal dan
posisi dua negara Amerika Serikat dan Prancis yang dijadikan sebagai
kajian berada pada posisi di sebelah mana diantara negara-negara lainnya.
Selain itu, penting dibahas terkait senjata di dunia internasional,
khususnya juga membahas soal persaingan industri pertahanan antara
Amerika Serikat dengan Eropa dalam hal persenjataan.
Bab III: Kebijakan Penjualan Senjata Negara Demokrasi Liberal
Bab ini berisi kebijakan Penjualan Amerika Serikat dan Prancis
yang masing-masing dibagi dalam tiga periode. Kebijakan Penjualan
Senjata Amerika Serikat dibagi pada Perang Dingin, pasca 11 September
2001, dan pada masa pemerintahan Presiden Obama. Sedangkan Prancis
pada periode pasca Perang Dunia Kedua, pasca Perang Dingin, dan
periode 2011-2015. Tujuan bab ini adalah ingin memotret kebijakan dua
negara terkait penjualan senjata selama ini, khususnya dalam rentang
waktu 2011-2015.
Bab IV: Analisis Penjualan Senjata di Negara Demokrasi Liberal
Bab ini berisikan analisis penjualan senjata di negara demokrasi
18
liberal seperti Amerika Serikat dan Prancis. Pertama penjualan senjata
tersebut sangat berkaitan dengan narasi yang dikembangkan oleh aktor-
aktor internasional bahwa sistem internasional adalah anarki. Kepemilikan
senjata bagi negara-negara untuk bisa bertahan hidup adalah sebuah
pilihan. Kedua, penjualan senjata juga sangat berkaitan dengan
kepentingan nasional dari kedua negara tersebut, khususnya dalam
kepentingan politik dan ekonominya. Jadi kepentingan nasional merekalah
yang menjadi prioritas ketimbang prinsip-prinsip yang dibangun oleh
negara demokrasi liberal tersebut seperti salah satunya tentang HAM.
Bab V: Penutup
Kemudian bab terakhir ini berisikan sebuah kesimpulan dari
beberapa pembahasan pada bab-bab sebelumnya yang mana akan
tergambar penjelasan tentang mengapa dua negara penganut demokrasi
liberal akan tetapi menjadi negara yang melakukan penjualan senjatanya
paling tinggi.
19
BAB II
NEGARA-NEGARA DEMOKRASI LIBERAL DAN PENJUALAN
SENJATA
Bab ini berisikan pembahasan tentang negara-negara penganut demokrasi
liberal di dunia, khususnya Amerika Serikat dan Prancis sebagai role model nya.
Selain itu juga membahas tentang gambaran umum mengenai informasi penjualan
senjata di dunia internasional. Bagian ini penting dibahas karena untuk
memposisikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan negara demokrasi
liberal dan posisi dua negara, Amerika Serikat dan Prancis yang dijadikan sebagai
kajian berada pada posisi di sebelah mana diantara negara-negara lainnya,
khususnya pada penjualan senjata di dunia.
A. Negara-Negara Penganut Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal atau liberal democracy terdiri dari dua suku kata yakni
liberal dan democracy. Menurut Gaubatz, liberal mengacu pada konsepsi negara
yang menghadapi pembatasan secara yuridis atas power dan fungsinya.
Sedangkan democracy mengacu pada bentuk pemerintahan di mana kekuasaan
berada pada pihak mayoritas.29
Menurut bahasa Yunani kuno, demokrasi berasal dari kata ―demokratia‖
29
Kurt Taylor Gaubatz, ―Democratic States and Commitment in International Relations‖,
International Organization 50 (Winter 1996): 111, diunduh pada 4 Juni 2017, tersedia di:
http://web.stanford.edu/class/polisci243b/readings/v0002546.pdf.
20
yang artinya kekuasaan ada di tangan rakyat.30 Dalam democracy atau demokrasi,
untuk tetap mempertahankan kekuasaannya, pemerintah harus bisa memperoleh
persetujuan (rakyat) mayoritas atas kinerja mereka. Di sisi yang lain, liberalism
justru sangat menghargai ekspresi dan pendapat setiap orang, sekalipun itu kaum
minoritas. Meskipun begitu, sejumlah ilmuwan berpendapat bahwa demokrasi
modern dalam pengertian yuridis atau institusionalnya merupakan perpanjangan
alami dari liberalisme.31
Di tingkat domestik, kelangsungan hidup demokrasi liberal atau liberal
democracy dan kemampuan pemerintah untuk membuat komitmen yang kredibel
terjalin secara inheren. Keberadaan demokrasi liberal pada akhirnya bergantung
pada kemampuan kaum mayoritas untuk meyakinkan kalangan minoritas bahwa
mereka tidak akan mengabaikan kepentingan rakyat dan akan memegang teguh
gagasan tentang pembatasan atas kekuasaan.
Di tingkat internasional, demokrasi liberal sangat erat dikaitkan dengan
perdamaian. Perdamaian secara luas dikonseptualisasikan suatu keadaan dimana
tidak ada kekerasan. Yaitu, tidak adanya gejolak, ketegangan, konflik dan
perang.32 Michael Doyle telah menunjukkan bahwa selama 200 tahun lebih negara
demokrasi liberal hadir, belum pernah ada kasus saling serang antara satu dengan
yang lain. Ini menunjukan bahwa negara dengan menggunakan sistem demokrasi
30
Han Shuifa and Hu Jinglei, ―The Concept of Democracy‖, Frontiers of Philosophy in
China 3 (December 2008): 623, diunduh pada 12 Juni 2017, tersedia di:
http://www.jstor.org/stable/40343902. 31
Gaubatz, ―Democratic States and Commitment‖, 112 32
Resat Bayer, ―Peaceful transitions and democracy‖, Journal of Peace Research 47
(September 2010): 535, diunduh pada 6 Juni 2017, tersedia di:
http://www.jstor.org/stable/20798924.
21
setidaknya kemungkinan besar untuk berperang sangat jauh.
Namun, kaum realis berpendapat bahwa sesama negara demokrasi tidak
saling menyerang karena mereka tidak saling bersentuhan, atau menghadapi
saling mengancam yang memaksa mereka untuk membandingkan perbedaan
mereka. Jadi, wajar saja apabila mereka tidak berkonflik.33 Penting diketahui
bahwa teori dominan di kajian hubungan internasional, yaitu realisme lebih
pesimistik ketimbang liberalisme dalam memandang perdamaian dalam politik
internasional.
A.1 Kehadiran Negara-Negara Demokrasi Liberal
Pada abad pencerahan, Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean-
Jacques Rousseau menggagas istilah demokrasi liberal. Sistem demokrasi
liberal kemudian semakin lama semakin mengalami kemajuan. Hingga pada
abad ke-20, sistem demokrasi liberal merupakan sistem yang mendunia,
khususnya pasca jatuhnya rezim komunis Uni Soviet pada 1991.34 Pada
periode 1950-1959, Indonesia pernah menganut sistem demokrasi liberal
dengan menggunakan landasan Undang-Undang Sementara 1950 dengan
karekteristik utamanya adalah berdirnya banyak partai politik. Namun sistem
demokrasi liberal dianggap tidak cocok kala itu diterapkan di Indonesia
sehingga Indonesia kembali lagi pada Undang-Undang Dasar 1945.
33
Francis Fukuyama, ―Liberal Democracy as a Global Phenomenon‖, Political Science
and Politics 24 (December 1991): 662, diunduh pada 15 Juni 2017, tersedia di:
http://www.jstor.org/stable/419399. 34
Christoper Hobson, The Rise of Democracy: Revolution, War and Transformations in
International Politics since 1776, 18-19.
22
Thomas Hobbes menganggap setiap orang di alam memiliki hak untuk
melestarikan dirinya sendiri atau yang ia sebut ―hak alam‖, yang berisi “A
Law of Nature is a precept or general rule, found out by reason, by which a
man is forbidden to do that which is destructive of his life or which takes
away the means of preserving the same. . . . For though they that speak of
this subject used to confound jus and lex (right and law), yet they ought to be
distinguished, because Right consists in liberty to do or forbear, whereas
Law binds to one of them; so that law and right differ as much as obligation
and liberty.”35 Ini artinya bahwa hukum alam adalah aturan umum yang
berasal dari akal yang mana manusia dilarang melakukan kerusakan kecuali
melestarikannya. Oleh karena itu harus dibedakan antara hak dan hukum.
Hak terdiri dari kebebasan, sedangkan hukum adalah aturan yang mengikat
salah satu dari mereka. Sehingga hukum dan hak berbeda sebanyak
kewajiban dan kebebasan.
Menurut John Locke “Political power is the power that every man in
the state of nature possesses but which is given over to the society that they
form: i.e., to the government set up to create an established and known set of
laws, to arbitrate in disputes, and to preserve the life and property of its
members”. Negara tidak boleh memiliki kekuasaan yang absolut dan mutlak
atas kehidupan dan hak milik warga sipil, serta harus mementingkan
35
Thomas Hobbes, Leviathan Parts I dan II, diedit oleh A.P. Martinich, (Canada:
Broadview Press, 2005), 64-65.
23
kemaslahatan publik dan bersikap demokratis.36
Menurut Jean-Jacques Rousseau “by joining together through the
social contract and abandoning their claims of natural right, individuals can
both preserve themselves and remain free”. Hal ini dikarenakan tunduk pada
wewenang kehendak umum rakyat secara keseluruhan menjamin individu
agar tidak saling bertentangan dan juga memastikan bahwa mereka mematuhi
diri mereka sendiri karena secara kolektif adalah penulis undang-undang
tersebut.37
Negara demokrasi liberal merupakan suatu sistem yang
menggabungkan tiga institusi dasar yaitu negara, aturan hukum, dan
akuntabilitas demokratis. Sistem demokrasi liberal hadir untuk
menyeimbangkan lembaga-lembaga yang berpotensi kontradiktif ini. Negara
menghasilkan dan menggunakan power, sementara peraturan hukum dan
akuntabilitas demokratis berusaha untuk membatasi kekuasaan dan
memastikan bahwa hal itu digunakan untuk kepentingan umum.38 Negara
yang dipercayai menganut sistem demokrasi liberal antara lain negara-negara
anggota Uni Eropa, Norwegia, Islandia, Swiss, Jepang, Argentina, Brasil,
Cile, Korea Selatan, Taiwan, Amerika Serikat, India, Kanada, Meksiko,
Uruguay, Kosta Rika, Israel, Afrika Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
36
John Locke: ―Political Philosophy‖, diakses pada 22 Juni 2017, tersedia di:
http://www.iep.utm.edu/locke-po/. 37
New World Encyclopedia, ―Jean Jacques Rousseau‖, tersedia di:
http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Jean-Jacques_Rousseau. 38
Francis Fukuyama, ―Why is Democracy Performing So Poorly‖, Journal of Democracy
26 (January 2015): 12, diunduh pada 22 Juni 2017, tersedia di:
https://fsi.stanford.edu/sites/default/files/ff_jod_jan2015.pdf.
24
Negara demokrasi liberal berbanding terbalik dengan negara tirani
atau otoriter. Demokrasi liberal sangat menghargai dan menjunjung tinggi
hak asasi manusia (HAM), sedangkan negara tirani atau otoriter justru
mengabaikan hak asasi dan kebebasan masyarakatnya. Menurut John Locke,
negara tirani adalah negara yang menggunakan kekuasaannya tanpa
memikirkan hak kodrat manusia.39
Satu yang paling dominan dalam negara demokrasi liberal adalah
terkait soal HAM. Mereka tidak sesuai dengan kediktatoran militer atau rezim
otoriter manapun. Mereka juga tidak sesuai dengan sistem sosialis seperti
yang ada di Uni Soviet dan di blok negara komunis di Eropa Timur. Inilah
sebabnya mengapa Uni Soviet dan negara komunis seperti Yugoslavia,
Polandia, dan Cekoslovakia tidak memilih untuk memberikan suara pada
Deklarasi HAM di Majelis Umum kala itu. Bahkan, pelanggaran HAM
seringkali menjadi masalah dalam hubungan antara negara-negara demokrasi
barat dan negara-negara di Timur Tengah, China, Myanmar, dan banyak
negara di Afrika.40
Negara-negara yang memiliki militer dan persenjataan yang kuat
cenderung melakukan kekerasan dan mengabaikan hak asasi manusia.
Kekerasan semacam itu dipahami mencakup penggunaan dan
penyalahgunaan small arms dan light weapons, bahan peledak, bom, dan
39
Reza Antonius, Melampaui Negara Hukum Klasik, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), 35. 40
Nilanjana Jain, ―Human Rights Under Democracy‖, The Indian Journal of Political
Science 1, (Jan-Maret 2006): 146, diunduh pada 3 Juni 2017, tersedia di:
http://www.jstor.org/stable/41856200.
25
laporan menunjukkan bahwa kekerasan dengan senjata telah membunuh
sekitar 525.000 orang setiap tahunnya.41
Kekerasan senjata selain memberi dampak pada pengabaian hak asasi
manusia, juga memberikan dampak bagi perekonomian suatu negara untuk
perbaikannya kembali. Di Amerika Serikat, perkiraan biaya terkait kekerasan
senjata (termasuk biaya psikologis dan penurunan kualitas hidup) telah
dihitung sekitar 100 miliar dolar per tahun.42 Di negara berpenghasilan rendah
dan menengah, hal itu bisa lebih besar lagi dibandingkan dengan
produktivitas ekonomi nasionalnya. Brasil diketahui telah menghabiskan 10%
GDP tahunannya untuk menanggapi kekerasan bersenjata. Venezuela sekitar
11%, Kolombia dan El Salvador masing-masing menghabiskan sekitar 25%
dari PDB mereka.43
Hubungan antara transfer senjata dengan munculnya konflik serta
pelanggaran HAM sangatlah erat. Dalam melakukan penjualan senjata,
seharusnya negara pemasok memperhatikan siapa negara yang akan
menerima, apakah ada catatan pelanggaran HAM yang berat atau tidak. Hal
ini dikarenakan dampak yang akan terjadi apabila hal ini diabaikan cukup
berat. Semakin negara yang sering melakukan pelanggaran HAM disuplai
senjata, maka tak mengherankan apabila senjata itu digunakan dengan
41
Cate Buchanan, ―The Health And Human Rights Of Survivors Of Gun Violence:
Charting A Research And Policy Agenda‖, Health and Human Rights 13 (December 2011): 52,
diunduh pada 17 Juni 2017, tersedia di: http://www.jstor.org/stable/healhumarigh.13.2.50. 42
Buchanan, The Health And Human Rights, 52 43
Small Arms Survey, Small Arms Survey 2007: Guns and the City (Cambridge, UK:
Cambridge University Press, 2007), 39.
26
semena-mena tanpa memperhatikan keselamatan masyarakat sipilnya atau
justru digunakan sebagai alat penekan masyarakatnya sendiri.44
Pasal 2 dalam The Universal Declaration of Human Rights (1948)
menyebutkan bahwa ―setiap orang berhak atas seluruh hak dan kebebasan
yang tercantum dalam Deklarasi ini, tanpa pembedaan apapun‖.45 Tidak ada
pembedaan yang harus dilakukan atas dasar politik, yurisdiksi atau status
internasional negara atau wilayah tempat seseorang berada. Hak dan
kebebasan yang dikatalogkan dalam 30 pasal Deklarasi HAM ini adalah hak
sipil, personal, politik, sosial dan budaya yang harus terjamin untuk warga
negara di negara merdeka, terutama dalam sistem demokrasi.46
B. Senjata di dunia Internasional
Ketika perhatian internasional tersita dan terfokus pada kebutuhan
pengendalian senjata pemusnah massal atau kegiatan non-proliferasi nuklir, justru
perdagangan senjata konvensional semakin gencar dan terus beroperasi. Saat ini,
semakin banyak negara mulai memproduksi senjata dalam skala ringan dengan
tanpa memiliki kemampuan dan keinginan untuk mengontrol penggunaannya.
Terlebih lagi, anggota Dewan Keamanan Tetap Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), yaitu Amerika Serikat, Russia, Prancis, China, dan Inggris semakin
44
Lerna K. Yanik, ―Guns and Human Rights: Major Powers, Global Arms Transfers, and
Human RightsViolations‖, Human Rights Quarterly 28 (May 2006), 363, diunduh pada 13 Juni
2017, tersedia di: http://www.jstor.org/stable/20072741. 45
Universal Declaration of Human Rights, tersedia di
http://www.ohchr.org/EN/UDHR/Documents/UDHR.pdf. 46
Jain, ―Human Rights Under Democracy‖, 146.
27
mendominasi perdagangan senjata dunia.47
Senjata seringkali dijadikan oleh negara-negara maju sebagai bantuan
kepada negara-negara berkembang. Meskipun begitu, justru ini merupakan ajang
promosi senjata oleh para negara penghasil senjata tersebut karena dengan
diberinya bantuan, nantinya negara-negara berkembang akan menjadi
ketergantungan dan menjadikan senjata sebagai sebuah kebutuhan. Diperoleh data
dari tahun 1998-2001, Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris mendapatkan lebih
banyak pendapatan dari penjualan senjata mereka ke negara-negara berkembang
ketimbang dengan pengeluaran yang mereka berikan dalam bentuk bantuan.48
Terkait dengan penjualan senjata di internasional, sebenarnya mengacu
kepada United Nations Register of Conventional Arms (UNROCA) yang
menjelaskan tentang aturan main penjualan senjata di internasional dari segi jenis
dan transparansi penjualannya.49
Oleh karena itu, setiap negara seharusnya
melaporkan data-data penjualan senjatanya ke UNROCA yang tujuannya untuk
menghindari perlombaan senjata (arms race) dan konflik bersenjata.50
Dari sini
terlihat bahwa UNROCA bisa berfungsi dalam konteks arms control yang juga
mendorong kepatuhan pemerintah kepada aturan yang patut diikuti dari hukum
nasional dan internasional yang bisa mencega konflik, pelanggaran hak asasi
47
Debbie Hillier and Brian Wood, Shattered Lives: The Case For Though International
Arms Control, Amnesty International and Oxfam International, (Oxford: Eynsham Information
Press, 2003), 54. 48
Hillier and Wood, Shattered Lives, 54-55. 49
UN General Assembly. United Nations Register of Conventional Arms. Sumber :
http://www.un.org/Depts/ddar/Register/a52316.html Diakses pada 28 Mei 2017 50
Paul Holtom, Lucie Beraud-sudreau dan Henning Weber, ―Reporting To The United
Nations Register Of Conventional Arms‖, SIPRI Fact Sheet, diunggah pada Mei 2001, diunduh
pada 15 Juli 2017, tersedia di: http://books.sipri.org/files/FS/SIPRIFS1105.pdf.
28
manusia dan transfer senjata terlarang.51
Meski sudah sudah ada aturannya tentang pengaturan senjata ini, akan
tetapi pada implementasi aturannya tidak bisa diterapkan secara tegas. Hillier dan
Wood mengatakan bahwa ―It suffers from widespread corruption and bribes, And
it makes its profits on the back of machines designed to kill and maim human
beings”.52 Lima negara Dewan Keamanan tetap PBB (Amerika Serikat, Russia,
China, Prancis dan Inggris) lah yang seharusnya bertanggung jawab atas 88%
hasil penjualan senjata konvensional dunia (yang dilaporkan).53 Mantan presiden
Amerika Serikat, Jimmy Carter mengatakan bahwa ―We can’t have it both ways.
We can’t be both the world’s leading champion of peace and the world’s leading
supplier of arms”.54Jimmy menekankan bahwa perdamaian dan senjata tidak akan
bisa bersatu. Kita tidak bisa menjadikan dunia damai apabila tetap menjadi
pemasok senjata di dunia.
Negara-negara dunia ketiga paling sering dijadikan destinasi penjualan
senjata oleh para eksportir senjata. Berikut merupakan tabel destinasi ekspor dan
impor senjata.
51
Paul Holtom, Lucie Beraud-sudreau dan Henning Weber, ―Reporting To The United
Nations Register Of Conventional Arms‖. 52
Hillier and Wood, Shattered Lives, 56. 53
Anup Shah, ―The Arms Trade is Big Bussiness‖, Global Issue, diunggah pada Januari
2013, diakses pada 12 Mei 2017, tersedia di: http://www.globalissues.org/article/74/the-arms-
trade-is-big-business. 54
Dwight D Eisenhower, Quotes on the UN and Armaments, diakses pada 11 Mei 2017,
tersedia di: http://www.arcwebsite.org/pages/quotes.htm.
29
Tabel 2.B.2 Kesepakatan Penjualan Senjata di Dunia, 2007-2014 dan
Persentase Kesepakatan dengan Negara Berkembang55
55
Catherine A. Theohary, ―Conventional Arms Transfers to Developing Nations‖, 2007-
2014‖, Congressional Research Service (December 2015): 23, dunduh pada 24 Juli 2017, tersedia
di: https://fas.org/sgp/crs/weapons/R44320.pdf
Pemasok Nilai Kesepakatan di
Dunia 2007-2010
Persentase Total
Kesepakatan Dengan
Negara Berkembang
Amerika Serikat 98178 67,13%
Rusia 38300 93,73%
Prancis 20700 87,92%
Inggris 13100 92,37%
China 9700 98,97%
Jerman 11400 62,28%
Italia 10000 53,00%
Negara-negara Eropa 23700 59,07%
Dan lain-lain 14000 70,00%
Total 239079 74,41%
Pemasok Nilai Kesepakatan di
Dunia 2011-2014
Persentase Total
Kesepakatan Dengan
Negara Berkembang
Amerika Serikat 152100 75,40%
Rusia 46900 88,91%
Prancis 17000 83,53%
Inggris 10100 93,07%
China 13000 100,00%
Jerman 15400 81,82%
Italia 7900 60,76%
Negara-negara Eropa 29500 75,59%
Dan lain-lain 19200 78,13%
Total 312400 75,54%
Pemasok Nilai Kesepakatan di
Dunia 2014
Persentase Total
Kesepakatan Dengan
Negara Berkembang
Amerika Serikat 36233 82,22%
Rusia 10200 99,02%
Prancis 4400 97,73%
Inggris 300 66,67%
China 2200 100,00%
Jerman 900 66,67%
Italia 1300 61,54%
Negara-negara Eropa 10700 91,59%
Dan lain-lain 4300 93,02%
Total 71823 86,02%
30
Tabel 2.B.3 Kesepakatan Penjualan Senjata dengan Negara-negara
Berkembang, 2007-2014 Dilihat dari Penerima Senjata Tertinggi56
(Per Juta Dolar Amerika Serikat 2017)
56
Theohary, ―Conventional Arms Transfers to Developing Nations‖, 39.
Peringkat Penerima Nilai Kesepakatan
2007-2010
1 Arab Saudi 29.600
2 India 18.300
3 Uni Emirat Arab 13.500
4 Venezuela 9.300
5 Brazil 9.100
6 Mesir 8.700
7 Israel 8.400
8 Pakistan 8.100
9 Korea Selatan 7.300
10 Taiwan 5.100
Peringkat Penerima Nilai Kesepakatan
2011-2014
1 Arab Saudi 56.400
2 Irak 21.700
3 India 19.800
4 Algeria 13.100
5 Korea Selatan 13.100
6 Mesir 9.100
7 Uni Emirat Arab 9.100
8 Israel 8.400
9 Brazil 6.700
10 China 6.500
Peringkat Penerima Nilai Kesepakatan
2007-2014
1 Saudi Arabia 86.000
2 India 38.100
3 Iraq 27.300
4 Uni Emirat Arab 22.600
5 Korea Selatan 20.400
6 Mesir 17.800
7 Algeria 16.200
8 Brazil 15.800
9 Israel 10.300
10 Venezuela 9.300
31
Gambar 2.B.1 Pemain Terbesar dalam Pasar Senjata Global57
Negara yang paling banyak mengekspor senjata ke negara-negara
berkembang adalah Amerika Serikat. Diketahui pada 2014, Amerika Serikat
melakukan kesepakatan penjualan senjata ke negara-negara berkembang dengan
persentase 48,2%. Disusul kemudian oleh negara-negara Eropa Barat yang
mencapai 16%.58
57
Hazel Sheffield, “Arms trade: One chart that shows the biggest weapons exporters of
the last five years‖, Independent, diunggah pada 5 Januari 2013, diakses pada 7 Juni 2017, tersedia
di: http://www.independent.co.uk/news/business/news/arms-trade-exporters-importers-weapons-
transfers-sipri-a6891491.html. 58
Theohary, ―Conventional Arms Transfers to Developing Nations‖, 20.
32
Diagram 2.B.1 Kesepakatan Penjualan Senjata di Dunia59
(Nilai Persentase Pemasok)
Diagram 2.B.2 Kesepakatan Penjualan Senjata Dengan Negara
Berkembang60
(Nilai Persentase Pemasok)
59 Theohary, ―Conventional Arms Transfers to Developing Nations‖, 20.
60 Theohary, ―Conventional Arms Transfers to Developing Nations‖, 21
33
Senjata yang paling banyak di ekspor ke negara berkembang adalah jenis
Tanks and Self-Propelled Guns, Surface-to-Air Missiles, Artillery, APCs and
Armored Cars dan Anti-Ship Missiles.61 Pada 2011-2014, Surface-to-Air Missiles
merupakan senjata yang paling diminati di kalangan negara-negara berkembang
dan terjual sebanyak 13.325 pada periode ini.62
61
Theohary, ―Conventional Arms Transfers to Developing Nations‖, 53 62
Theohary, ―Conventional Arms Transfers to Developing Nations‖, 53
34
Tabel 2.B.4. Jumlah Senjata yang dikirim ke Negara Berkembang63
Tipe Senjata U.S. Russia China Eropa
Barat
Negara
Eropa
lainnya
Lain-
lain
2007-2010 Tanks and Self-
Propelled Guns 635 720 500 390 440 40
Artillery 274 50 420 130 540 1.050 APCs and Armored
Cars 244 430 820 560 1.770 550
Major Surface
Combatants 0 0 3 15 4 6
Minor Surface
Combatants 0 10 98 57 40 98
Guided Missile Boats 0 2 0 0 7 0
Submarines 0 1 0 5 0 0 Supersonic Combat
Aircrafts 60 170 40 50 90 70
Subsonic Combat
Aircrafts 0 0 20 50 20 80
Other Aircraft 74 10 120 30 140 20 Helicopters 50 230 20 120 60 70
Surface-to-Air-
Missiles 532 7.290 1.730 670 721 270
Surface-to-Surface-
Missiles 0 20 0 0 0 20
Anti-Ship Missiles 142 190 80 60 40 20
2011-2014 Tanks and Self
Propelled Guns 104 530 140 170 550 20
Artillery 230 170 130 20 730 650 APCs and Armored
Cars 419 860 430 960 840 410
Major Surface
Combatants 0 5 5 7 4 2
Minor Surface
Combatants 0 6 45 68 76 85
Guided Missile Boats 0 0 2 2 0 11
Submarines 0 3 0 2 0 1 Supersonic Combat
Aircrafts 48 130 20 20 60 50
Subsonic Combat
Aircrafts 0 0 0 40 0 20
Other Aircraft 58 20 50 80 220 40
Helicopters 2 340 30 170 30 40 Surface-to-Air- 835 9.420 1.390 350 420 910
63
Theohary, ―Conventional Arms Transfers to Developing Nations‖, 530
35
Missiles
Surface-to-Surface-
Missiles 0 90 0 50 0 0
Anti-Ship Missiles 144 180 80 230 0 40
Di samping gencarnya para eksportir dan berbagai perusahaan senjata
dalam mencari strategi untuk memperluas penjualan senjatanya, hak asasi
manusia justru diabaikan karena seringkali senjata dijual tanpa membeda-bedakan
pembelinya, termasuk kepada negara-negara pelanggar HAM. Heavy
militarization di suatu wilayah meningkatkan resiko penindasan terhadap
masyarakat lokal. Hal ini mengakibatkan reaksi dari orang-orang yang tertindas
bersifat kekerasan pula.64
Di negara-negara yang sedang berkonflik, justru segala bentuk bantuan,
penjualan dan transfer senjata malah meningkat. Sejak adanya perang sipil di
Suriah pada 2011, impor senjata Suriah semakin meningkat 24,5% dari tahun
sebelumnya.65 Contoh lain adalah konflik Yaman, konflik yang melibatkan Arab
Saudi yang mendukung pemerintah Mansour Hadi.66 Konflik ini menyebabkan
tingkat impor senjata Arab Saudi meningkat di 2015. Diketahui impor senjata
Arab Saudi meningkat 22.55% menjadi 3,34 miliar USD.67
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa penjuaan senjata sangat
diuntungkan dengan adanya konflik di suatu negara. Semakin banyak negara
64
Hillier and Wood, Shattered Lives, 33. 65
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php. 66
―Yemen crisis: Who is fighting whom?‖, BBC, diakses pada 5 Juni 2017, tersedia di:
http://www.bbc.com/news/world-middle-east-29319423. 67
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php.
36
berkonflik, semakin banyak keuntungan yang diperoleh negara-negara penjual
senjata. Sementara yang menjadi perhatian dalam skripsi ini adalah negara-negara
penganut sistem demokrasi liberal turut berkontribusi dalam penjualan senjata di
negara-negara berkonflik yang sudah memakan korban sipil tidak berdosa.
37
BAB III
KEBIJAKAN PENJUALAN SENJATA NEGARA DEMOKRASI LIBERAL
Bab ini menjelaskan kebijakan penjualan senjata di negara Amerika
Serikat dan Prancis. Untuk pembahasan Amerika Serikat dibagi dalam tiga
periode yakni yang pertama pada periode Perang Dingin, pasca 11 September
2001, dan pada masa pemerintahan Barrack Obama. Kemudian untuk Prancis juga
membahas kebijakan penjualan senjatanya pada periode Perang Dunia Kedua,
Perang Dingin, dan pada periode 2011-2015. Tujuan bab ini yaitu ingin memotret
kebijakan dua negara terkait penjualan senjata selama ini, khususnya dalam
rentang waktu 2011-2015.
A. Kebijakan Penjualan Senjata Amerika Serikat
Amerika Serikat merupakan negara yang sangat aktif terlibat dalam
aktivitas penjualan senjata global. Amerika Serikat bahkan menjadi negara yang
paling tinggi tingkat penjualan senjatanya. Baik pemerintah maupun pihak swasta
Amerika Serikat saling mendukung kebijakan penjualan senjata. Pihak swasta
Amerika Serikat yang paling aktif melakukan penjualan senjata adalah Lockheed
Martin Corporation, Northrop Grumman, dan Boeing yang merupakan kontraktor
pertahanan yang sangat besar didunia. Ketiganya menyumbang sekitar 1% GDP
Amerika Serikat.68
68
The U.S. Defense Industry And Arms Sales, diakses pada 1 Juli 2017, tersedia di:
https://web.stanford.edu/class/e297a/U.S.%20Defense%20Industry%20and%20Arms%20Sales.ht
m.
38
Dalam persoalan senjata, Amerika Serikat memiliki undang-undang yang
mengatur soal itu yakni Undang-undang Pengendalian Ekspor Senjata (Arms
Export Control Act) yang dikeluarkan pada 1976. Undang-undang itu mengatur
bahwa Presiden Amerika diberikan wewenang secara langsung untuk
mengendalikan impor dan ekspor persenjataan.69
Untuk selanjutnya penjualan
senjata itu bisa dilaporkan ke kongres. Tujuan yang utama sebagaimana yang
tertulis dalam undang-undang tersebut adalah bahwa penerima senjata dari
Amerika hanya digunakan untuk pertahanan atau pembelaan sebuah negara yang
sah.70
Secara prinsip, ini sebenarnya tidak bertentangan dengan aturan
internasional mengacu pada UNROCA selagi penjualan senjata itu dilakukan
secara transparan dan Amerika melakukan pelaporan ke Kongres Amerika Serikat
terkait dengan ini. Selain itu, juga secara aturan tidak bertentangan dengan aturan
internasional lainnya yakni Arms Trade Treaty (ATT) yang sudah disahkan pada
24 Desember 2014 dimana kebijakan penjualan senjata tidak digunakan untuk
konflik berdarah seperti genosida, dan pelanggaran HAM.71
A.1 Penjualan Senjata pada Perang Dingin
Pasca Perang Dunia Kedua, Amerika Serikat dan Uni Soviet saling
berkompetisi untuk menjadi kekuatan hegemoni di dunia, termasuk bersaing
69
Gerald Ford, ―Statement on Signing the International Security Assistance and Arms
Export Control Act of 1976‖, The American Presidency Project, diunggah pada 1 Juli 1976,
diakses pada 16 Juli 2017, tersedia di: http://www.presidency.ucsb.edu/ws/?pid=6167. 70
―Control of Arms Exports and Imports‖, Legal Information Institute, diakses pada 16
Juli 2017, tersedia di: https://www.law.cornell.edu/uscode/text/22/2778. 71
―Arms Control‖, Amnesty International, diakses pada 16 Juli 2017, tersedia di:
https://www.amnesty.org/en/what-we-do/arms-control/.
39
dalam penjualan senjata. Sampai pada periode Perang Dingin, Amerika
Serikat merupakan peringkat kedua eksportir senjata terbesar di dunia setelah
Uni Soviet. Penjualan senjata Amerika Serikat mencapai 412,42 miliar
USD.72
Tabel 3.A.5 Ekspor Senjata Terbesar pada Periode 1950-199173
Selama Perang Dingin, kebijakan Amerika Serikat hanya berfokus
pada pembendungan terhadap komunisme. Pembuat kebijakan Amerika
percaya bahwa memerangi penyebaran komunisme sangat penting bagi
keamanan Amerika Serikat. Dalam perang melawan komunisme, penjualan
senjata merupakan instrumen pengaruh dan indikator dukungan politik
Amerika Serikat. Dalam konteks persaingan superpower, transfer senjata
Amerika Serikat adalah bagian dari upaya yang lebih besar untuk
mempromosikan hubungan patron-klien di negara-negara dunia ketiga untuk
72
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php 73
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php
Peringkat Negara Ekspor Senjata
1950-1990
Per juta USD
1 Uni Soviet 449614
2 Amerika Serikat 412426
3 Inggris 105263
40
memperkuat keberpihakan politik di perang dingin.74
Penjualan senjata Amerika Serikat ditujukan ke negara-negara
demokrasi atau non-demokrasi yang sama-sama menyuarakan perlawanan
terhadap komunisme. Dengan meningkatkan kemampuan militer negara-
negara penerima, penjualan senjata diharapkan berfungsi untuk melemahkan
posisi saingan strategis di wilayah impor, mengalahkan gerakan politik yang
tidak bersahabat, dan melindungi rezim yang berkuasa.75
Dalam Perang Dingin, promosi demokrasi, anti-komunisme, dan
keamanan berjalan beriringan. Amerika Serikat telah lama memegang hak
asasi manusia dan demokrasi sebagai nilai ideologis. Namun, lain halnya
apabila Amerika Serikat berhadapan dengan berbagai konflik. Nilai-nilai
semacam itu mungkin terhalang oleh tuntutan keamanan. Bahkan, Amerika
Serikat sering melakukan penjualan senjata ke rezim otoriter yang represif
yang memang sejalan dengan Amerika Serikat untuk melawan komunisme.
Oleh karena itu, selama tahun-tahun perang dingin, nilai-nilai hak asasi
manusia (HAM) dan demokrasi masih dibayang-bayangi oleh masalah
keamanan tradisional dalam menentukan penjualan senjata ke luar negeri.76
Namun, setelah kekalahan Uni Soviet dalam perang dingin dan
runtuhnya komunisme, Amerika Serikat tetap saja melakukan penjualan
74
Shannon Lindsey Blanton, ―Foreign Policy in Transition? Human Rights, Democracy,
and U.S. Arms Exports‖, International Studies Quarterly 49 (December 2005): 648, diakses pada
12 Mei 2017, tersedia di: http://www.jstor.org/stable/3693504. 75
Blanton, ―Foreign Policy in Transition?‖, 649 76
Blanton, ―Foreign Policy in Transition?‖, 650.
41
senjata. Terlebih lagi, Amerika Serikat justru muncul bukan hanya sebagai
kekuatan dominan di dunia, tetapi juga menjadi kekuatan hegemonik di
bidang senjata. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya ekspor senjata
Amerika Serikat pasca Perang Dingin.77
Tabel 3.A.6 Ekspor Senjata Amerika Serikat Pasca Perang Dingin78
Per Juta Amerika Serikat
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 Total
14130 13843 11519 11212 10888 14547 15715 11559 7607 111020
Karena ekspor senjata Amerika Serikat setelah runtuhnya komunisme
masih saja tinggi dan malah meningkat, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
sebenarnya kebijakan penjualan senjata Amerika Serikat bukan untuk
membendung komunisme. Pembendungan komunisme sendiri justru seperti
alat kampanye Amerika Serikat untuk melanggengkan bisnis senjatanya ini.
A.2 Penjualan Senjata pasca 11 September 2001
Pasca tragedi 11 September 2001, Presiden Amerika Serikat George
Bush dengan tegas menyerukan kepada dunia untuk War on terrorism. Setelah
adanya seruan perang tersebut, pemerintah Amerika Serikat pun dengan
77
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php. 78
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php.
42
terang-terangan meningkatkan anggaran militernya secara terus menerus.79
Namun, Amerika Serikat sendiri juga sebenarnya khawatir akan
potensi efek sampingnya. Bush mengatakan bahwa ―The increase in
militarism itself is risking both the restriction of people’s rights, and the
entrenching of power of those who violate human rights”.80
Oleh karena itu,
pada periode ini, pemerintah Amerika Serikat menetapkan kebijakan untuk
menjual dan memberi bantuan senjata hanya kepada negara-negara yang telah
berjanji untuk membantu Amerika Serikat dalam memerangi terorisme dan
bukan negara yang pernah memiliki rekam jejak sebagai pelanggar HAM.81
79
Tom Shanker, ―U.S. Sold $40 Billion in Weapons in 2015, Topping Global Market‖,
New York Times, diakses pada 21 Mei 2017, tersedia di:
https://www.nytimes.com/2016/12/26/us/politics/united-states-global-weapons-sales.html?_r=0. 80
Edward Helmore, ―US increased weapons sales in 2015 despite slight drop in global
arms trade‖, The Guardian, diunggah pada 26 Desember 2016, diakses pada 7 Juni 2017, tersedia
di: http://amp/.theguardian.com/world/2016/dec/26/global-weapons-trade-sales-exports-united-
states. 81
Edward Helmore, “US increased weapons sales in 2015 despite slight drop in global
arms trade‖, diunggah pada 26 Desember 2016, The Guardian.
43
Grafik 3.A.1 Pengeluaran Militer Amerika Serikat Sejak 200182
82
Anup Shah, ―World Military Spending‖, Global Issue, diunggah pada 30 Juni 2013,
diakses pada 12 Mei 2017, tersedia di: http://www.globalissues.org/article/75/world-military-
spending.
44
Grafik 3.A.2 Pengeluaran Militer Amerika Serikat Sejak 200183
(Terkait dengan Perang)
Namun, pada kenyataannya Amerika Serikat malah aktif menjual
senjata ke negara-negara yang terlibat konflik. Sekitar 80% dari 25 negara-
negara pembeli senjata tertinggi dari Amerika Serikat merupakan bagian dari
rezim yang non-demokrasi liberal ataupun tercatat sebagai suatu
pemerintahan yang sering melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia,
83
Anup Shah, ―World Military Spending‖, Global Issue.
45
seperti konflik di Turki dan Timur Tengah.84
Penjualan senjata Amerika Serikat ke Turki merupakan salah satu
contoh kasus kontroversial yang sangat diperdebatkan. Meskipun Turki
merupakan negara demokrasi, ia pernah memiliki rekam jejak yang tidak baik
dalam menegakkan HAM. Pemerintah Turki pernah melakukan ethnic
cleansing terhadap salah satu suku di negaranya, yaitu suku Kurdi. Bahkan,
Turki menggunakan tank F-16, M-60 dan helikopter Black Hawk yang
diimpornya dari Amerika Serikat untuk melawan suku ini. Konflik ini tentu
sangat bertentangan dan mengabaikan HAM dalam nilai-nilai demokrasi itu
sendiri. Namun, Amerika Serikat menutup mata atas kekejaman yang terjadi
di Turki dan terus suplai senjata ke pemerintah Turki.85
Begitu pula Timur Tengah yang merupakan wilayah yang paling
termiliterisasi di dunia juga terdukung dari suplai senjata Amerika Serikat.
Padahal, pelanggaran HAM sering terjadi di kawasan ini. Dilihat dari rezim-
rezim yang otoriter dan diktator lalu dipersenjatai dengan kuat, maka
masyarakat di kawasan tersebut secara terang-terangan akan merasa tertekan.
Oleh karena itu, tidak mustahil apabila rasa tertekan dari masyarakat berubah
menjadi perlawanan yang ekstrim yang menjelma seperti gerakan fanatisme
dan ekstrimisme yang menuntut keadilan. Inilah yang membuat Timur
Tengah menjadi destinasi penjualan senjata yang menarik bagi Amerika
84
Anup Shah, ―The Arms Trade is Big Bussiness‖, Global Issue, diunggah pada 5 Januari
2013, diakses pada 12 Mei 2017, tersedia di: http://www.globalissues.org/article/74/the-arms-
trade-is-big-business. 85
Anup Shah, ―The Arms Trade is Big Bussiness‖, Global Issue.
46
Serikat karena kawasan ini sangat konfliktual dan hampir tak berujung.86
Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak konflik yang terjadi, semakin
banyak senjata yang terjual dan ini sangat menguntungkan negara penjual
senjata.
Pada akhirnya bisa ditarik kesimpulan bahwa penjualan senjata
Amerika Serikat bukan murni untuk mendorong gerakan perang terhadap
terorisme. Dengan penjualan senjata Amerika Serikat yang tidak sesuai
dengan kebijakannya, yaitu seharusnya memilih negara penerima senjata
adalah negara yang bersih dari pelanggaran HAM, penjualan senjata
Amerika Serikat ini justru terkesan murni sebagai bisnis yang
menguntungkan saja
A.3 Penjualan Senjata pada Pemerintahan Barrack Obama
Periode pemerintahan Presiden Barrack Obama (2009-2017)
merupakan periode pemerintahan yang paling banyak melakukan penjualan
senjata daripada yang sebelum-sebelumnya. Pada Pemerintahan ini,
kesepakatan penjualan senjata diketahui mencapai lebih dari 278 miliar USD
dalam kurun waktu delapan tahun (2008-2015).87
Persetujuan penjualan
senjata di era Obama ini meningkat dua kali lipat dari pemerintahan Bush
yang hanya mencapai 128,6 miliar USD.88
86
Anup Shah, ―The Arms Trade is Big Bussiness‖, Global Issue 87
Edward Helmore, ―US increased weapons sales in 2015 despite slight drop in global
arms trade‖, The Guardian. 88
Edward Helmore, ―US increased weapons sales in 2015 despite slight drop in global
arms trade‖, The Guardian.
47
Diagram 3.A.2 Penjualan Militer Asing Pada Pemerintahan Presiden
Obama89
Pada 2015, penjualan senjata Amerika Serikat mencapai pangsa 33%
dari jumlah penjualan pasar global. Penjualan senjata Amerika Serikat telah
meningkat 27% dalam kurun waktu 5 tahun, yaitu pada 2011-2015.90
Diketahui, Amerika merupakan agen senjata terbesar di dunia dengan
penjualan senjata sekitar 40 miliar USD pada 2015, yang mewakili setengah
dari penjualan senjata di dunia.91
Dalam aktivitas penjualan senjata global, negara-negara berkembang
tetap menjadi fokus pangsa para pemasok sampai saat ini. Arab Saudi
89
Marcus Weisgerber, ―Obama Final Arms-Export Tally More Than Double Bush’s‖,
Defense one, diunggah pada 8 November 2016, diakses pada 31 Mei 2017, tersedia di:
http://www.defenseone.com/business/2016/11/obamas-final-arms-export-tally-more-doubles-
bushs/133014/ 90
Hazel Sheffield, ―Arms Trade: One Chart that shows the biggest weapons exporters of
the last five years‖, Independent. 91
Tom Shanker, ―U.S. Sold $40 Billion in Weapons in 2015, Topping Global Market‖,
New York Times.
48
merupakan negara pembeli senjata terbesar dari Amerika Serikat. Dalam
kisaran waktu 2011-2015, impor senjata Arab Saudi dari Amerika Serikat
mencapai 4571 juta USD.92
Adapun jenis-jenis senjata yang diekspor oleh Amerika Serikat
yakni: Tanks and Self-propelled Guns, Artillery, Armored Personnel
Carriers (APCs) and Armored Cars, Major Surface Combatants, Minor
Surface Combatants, Submarines, Guided Missile Patrol Boats, Supersonic
Combat Aircraft, Subsonic Combat Aircraft, Helicopters, Surface-to-air-
Missiles, Surface-to-surface-Missiles, dan Anti-ship Missiles.93
Jenis
Aircraft merupakan produk ekspor unggulan dari Amerika Serikat.94
Diketahui sampai akhir 2015, Amerika serikat terlibat kontrak untuk
memasok pesawat tempur new generations F-35 ke aliansi-aliansinya di
Eropa seperti Inggris, Italia, Norwegia, Belgia, Denmark and Turki.95
Peningkatan anggaran militer Amerika Serikat memang menjadi
prioritas pada masa pemerintahan Barrack Obama. Pada 2012, sebanyak
37% alokasi dana dari pajak Amerika Serikat dikerahkan untuk biaya
pengembangan dan pemutakhiran militernya.96
Bahkan, pada tahun yang
92
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php. 93
Matthew Munson, ―Arms trade‖, diunggah pada 26 Desember 2016, diakses pada 30
Mei 2017, tersedia di: http://www.matthewmunson.co.uk/arms-trade/. 94
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php. 95
Brad Lendon, ―U.S. Send Newest F-35 Stealth Fighters to Europe‖, CNN, diunggah
pada 17 April 2017, diakses pada 30 Mei 2017, tersedia di:
http://edition.cnn.com/2017/04/17/politics/us-f-35-stealth-fighters-europe-england/. 96
Hazel Sheffield, “Arms trade: One chart that shows the biggest weapons exporters of
the last five years‖, Independent.
49
sama, pengeluaran militer Amerika Serikat menjadi peringkat tertinggi
dengan pencapaian 39% dari seluruh total anggaran militer di dunia.97
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa periode pemerintahan
Presiden Obama merupakan periode dimana penjualan senjata Amerika
Serikat meningkat drastis dari pemerintahan sebelumnya. Hal ini di
pengaruhi pula ada banyaknya konflik dan military force yang terjadi pada
periode ini. Hal ini juga menunjukan bahwa tidak ada perubahan antara
Amerika Serikat oleh ―partai demokrat‖ (Obama) yang menjunjung HAM
ataupun ―republik‖ yang lebih konservatif sebenarnya dalam kebijakan luar
negerinya, khususnya mengenai penjualan senjatanya.
Diagram 3.A.3 Pengeluaran Militer di Dunia Pada 201298
97 Hazel Sheffield, “Arms trade: One chart that shows the biggest weapons exporters of
the last five years‖, Independent. 98
Anup Shah, ―World Military Spending‖, Global Issue.
50
Diagram 3.A.4 Alokasi Pajak Amerika Serikat pada 201299
B. Kebijakan Ekspor Senjata Prancis
Prancis merupakan negara yang sangat aktif dalam penjualan senjata.
Banyaknya penjualan senjata yang dilakukan Prancis membuatnya menjadi
peringkat ke 4 penjual senjata terbesar di dunia. Salah satu pihak swasta
Prancis yang terlibat dalam penjualan senjata, yakni Thales. Thales
merupakan perusahaan penghasil senjata terbesar di Prancis, dan merupakan
peringkat 11 produsen senjata terbesar di dunia pada 2010, dengan menjual
sekitar 57% dari seluruh total penjualan.100
Prancis mengatur banyak aturan terkait dengan persenjataan. Misalkan
diantaranya ada Nuclear Non-proliferation Treaty (1992), Comprehensive Test
99
Anup Shah, ―World Military Spending‖, Global Issue. 100
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
https://www.sipri.org/databases/armsindustry.
51
Ban Treaty (1998), Convention on the Physical Protection of Nuclear
Material (CPPNM) yang diamandemen pada 2013, Chemical Weapons
Convention (1995), Biological Weapons Convention (1984), dan International
Convention for the Suppression of Acts of Nuclear Terrorism (2005).101
Pada
prinsipnya, aturan ini sudah sesuai dengan apa yang tercantum dalam kode
etik (Code of Conduct) tentang penjualan senjata yang dikeluarkan oleh
Dewan Uni Eropa pada 5 Juni 1998 dimana penjualan senjata anggota negara-
negara Uni Eropa harus mempertimbangkan HAM.102
Selain aturan dari Uni Eropa, secara prinsip juga aturan kebijakan
Prancis tidak bertentangan dengan aturan internasional mengacu pada
UNROCA selagi penjualan senjata itu dilakukan secara transparan dan
Amerika Serikat melakukan pelaporan ke Kongres Amerika Serikat terkait
dengan ini. Secara bersamaan, penjualan senjata tersebut juga secara aturan
tidak bertentangan dengan aturan internasional lainnya yakni Arms Trade
Treaty (ATT) yang sudah disahkan pada 24 Desember 2014 dimana kebijakan
penjualan senjata tidak digunakan untuk konflik berdarah seperti genosida,
dan pelanggaran HAM.103
101
―Arms Control and Proliferation Profile: France‖, Arms Control Association, diunggah
pada April 2017, diakses pada 16 Juli 2017, tersedia di:
https://www.armscontrol.org/factsheets/franceprofile#major. 102
―European Union Code of Conduct on Arms Export‖, European Union The Councils,
diunggah pada 5 Juni 1998, diunduh pada 15 Juli 2017, tersedia di: http://www.consilium.europa.eu/uedocs/cmsUpload/08675r2en8.pdf
103 ―Arms Contol‖. Amnesty Internasional, diakses pada 17 Juli 2017, tersedia di:
https://www.amnesty.org/en/what-we-do/arms-control/.
52
B.1 Penjualan Senjata Pasca Perang Dunia Kedua
Sejak perang dunia kedua, Prancis memang sudah aktif dalam
kegiatan pengembangan militer dan penjualan senjata. Pada mulanya,
Prancis hanya bergantung pada bantuan-bantuan senjata aliansinya
(Amerika Serikat) pada waktu itu untuk mengalahkan Jerman dan
mempertahankan colonial empire-nya. Melalui aliansi Atlantik, Amerika
Serikat menyalurkan bantuannya untuk mendukung colonial wars and
rearmament Prancis beserta proses modernisasi dan perluasan basis industri
militernya.104
Pada 1950, Prancis membeli 450 unit pesawat jet tempur Dassault's
M.D. Ouragon untuk pertama kalinya dari Amerika Serikat dan sekaligus
telah berhasil menjualnya ke India (104 unit) dan Israel (60 unit). Melalui
bantuan Amerika Serikat, Prancis juga berhasil menjual light tank AMX-13
kepada Israel (150 unit), Mesir (20 unit), Peru (40 unit), dan Venezuela (20
unit).105
Kebijakan penjualan senjata Prancis datang dari insentif ekonomi.
Diketahui pada periode 1974-1977, penjualan senjata Prancis naik dua kali
lipat dari kira-kira 1,4 miliar USD menjadi 3 miliar USD. Pada periode
yang sama, pesanan peralatan militer baru melonjak 45% dari 3,8 miliar
104
Edward A Kolodziej, ―France And The Arms Trade,‖ International affairs 56 (Jan
1980): 55, diunduh pada 12 Mei 2017, tersedia di: http://www.jstor.org/stable/2615719. 105
Kolodziej, ―France And The Arms Trade‖, 56
53
USD menjadi 5.5 miliar USD.106
Antara tahun 1972 dan 1977, ekspor senjata dan militer Prancis naik
dari 3 persen dari seluruh perdagangan menjadi 4,6 persen. Pada periode
1972 sampai 1976 ekspor barang modal meningkat dari 12,5 persen menjadi
15,3 persen. Dalam periode tiga tahun antara 1974 dan 1976, ekspor barang
modal naik 48 persen sementara penjualan senjata meningkat sebesar 75
persen.107
Dengan tidak adanya penjualan senjata, posisi ekonomi eksternal
Prancis dan kekuatan Prancis akan berada dalam ancaman serius. Antara
1974-1977 per tahun Prancis rata-rata mengalami defisit komersial sebesar
5,1 miliar USD. Defisit tahun 1976 adalah yang defidsit terbesar dalam
sejarah pasca perang Prancis sebesar 7,3 miliar USD. Pada periode yang
sama, penjualan senjata rata-rata sekitar 1,4 miliar USD. Tanpa penjualan
senjata ini, Prancis mungkin akan mengalami defisit lebih dari 6 miliar USD
setiap tahunnya.108
Prancis telah berhasil memperkuat basis militer dan senjatanya dari
tahun ke tahun. Selama pasca Perang Dunia Kedua hingga berakhirnya
Perang Dingin, jumlah ekspor senjata Prancis menduduki posisi ke 4 di
dunia dengan jumlah 75,55 miliar USD setelah Uni Soviet (455,26 miliar
USD), Amerika Serikat (424,93 miliar USD), dan Inggris (106,78 miliar
106
Kolodziej, ―France And The Arms Trade,‖ 61-62 107
Kolodziej, ―France And The Arms Trade,‖ 62 108
Kolodziej, ―France And The Arms Trade,‖ 62
54
USD).109
Pada sub bab ini dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan
penjualan senjata Prancis di masa pasca Perang Dunia Kedua didasarkan
atas kepentingan ekonomi. Penjualan senjata Prancis di dalam periode ini
memberikan sumbangsih cukup besar bagi kestabilan perekonomian
Prancis, karena bisnis senjata ini bisa menutup anggaran devisit negara ini.
B.2 Penjualan Senjata Pasca Perang Dingin
Pasca Perang Dingin, Prancis terus-menerus mengembangkan
industri persenjataannya. Pada 1992, total ekspor senjata Prancis mencapai
1,185 miliar USD yang meningkat sekitar 6,8% dari tahun sebelumnya,
yaitu 1,109 miliar USD. Namun, Prancis sempat mengalami sedikit
penurunan jumlah penjualan pada 1993 dan 1994 yaitu hanya mencapai
sebesar 927 juta USD dan 849 juta USD. Akan tetapi, Prancis mulai
kembali bersemangat meningkatkan penjualan senjatanya di 1995 dengan
total penjualan 971 juta USD dan terus meningkat di tahun-tahun
selanjutnya.110
Pada 1997, penjualan senjata Prancis pun meningkat tajam sebesar
73,36% dari tahun sebelumnya, yaitu dari 1,892 miliar USD menjadi 3,230
miliar USD. Destinasi penjualan senjata terbesar Prancis pada periode ini
109
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php. 110
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php.
55
adalah Taiwan dengan jumlah 1,833 miliar USD yang merupakan 43,25%
dari total penjualan senjata Prancis pada tahun ini. Jenis senjata yang paling
laris adalah jenis aircraft yang mencapai 32,16% dari seluruh ekspor senjata
Prancis pada tahun ini.111
Jumlah penjualan senjata Prancis pada 1997 merupakan total ekspor
senjata Prancis tertinggi selama satu dekade pasca perang dingin. Jumlah
penjualan ini menjadikan Prancis menduduki peringkat kedua negara
pengekspor senjata tertinggi setelah Amerika Serikat pada tahun tersebut.112
Pada 2010, jumlah penjualan senjata Prancis mencapai 33,76 miliar
USD dan tetap bertahan pada posisi keempat ekportir senjata terbesar di
dunia. Jenis senjata yang paling laris dijual Prancis pada periode ini adalah
jenis aircraft yang penjualannya mencapai 43,5% dari total ekspor senjata
Prancis.113
Prancis semakin aktif dalam melakukan penjualan senjata. Bukan
hanya aktif dalam penjualan senjata saja, bahkan Prancis merupakan negara
yang paling konsisten karena selalu menduduki peringkat ketiga atau
keempat negara penjual senjata tertinggi di dunia. Posisi ini menunjukkan
keseriusan Prancis dalam melakukan penjualan senjata di dunia.
111
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php. 112
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php. 113
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php.
56
B.3 Penjualan Senjata pada 2011-2015
Pada 2011, jumlah penjualan senjata Prancis meningkat 25% dari
€1,5 miliar menjadi €6,5 miliar.114
Hal ini meliputi penjualan mistral-class
amphibious assault ships ke Rusia, upgrade mirage 2000 fighters ke India,
dan penjualan armored vehicles ke Arab Saudi.115
Ekspor senjata Prancis pun diketahui naik 18% pada 2014 dan ini
menjadi tahun ekspor senjata tertinggi Prancis dari sebelum-sebelumnya.
Prancis berhasil menjual senjata sejumlah €8,2 miliar atau 9,1 miliar USD.
Dimulai dari 2014 juga, Prancis mendapat 5 kontrak besar penjualan
senjata. Kontrak yang paling besar yakni €4,79 miliar, yang meraup
keuntungan 71% lebih tinggi dari tahun sebelumnya.116
Importir utama Prancis pada rentang 2011-2014 yaitu kawasan
Timur Tengah (38%) dan Asia (30%), yang kemudian disusul oleh Eropa
(13%), Amerika (11%), dan Afrika (4%).117
Negara-negara pengimpor
senjata terbesar Prancis pada periode ini adalah Maroko dengan 1,33 miliar
USD, kemudian disusul oleh China dengan 1,02 miliar USD, serta Arab
114
Amy Svitak, ―French Arms Exports Climb 25% In 2011‖, Aviation Week Network,
diunggah pada 23 Feb 2012, diakses pada 15 Juni 2017, tersedia di:
http://aviationweek.com/defense/french-arms-exports-climb-25-2011. 115
Amy Svitak, ―French Arms Exports Climb 25% In 2011‖, Aviation Week Network. 116
Agence France-Presse, ―French 2014 Arms Exports Best in 15 Years‖, Defense News,
diunggah pada 2 Juni 2015, diakses pada 11 Juni 2017, tersedia di:
http://www.defensenews.com/story/defense/policy-budget/industry/2015/06/02/french-arms-
exports-best-years/28367351/. 117
Agence France-Presse, ―French 2014 Arms Exports Best in 15 Years‖, Defense News.
57
saudi dan Uni Emirat Arab yang mencapai sekitar 400-450 juta USD.118
Peningkatan angka penjualan senjata Prancis berlanjut ke 2015.
Menurut Congressional Research Service, Prancis merupakan pesaing
Amerika Serikat dalam menjual senjata di pasar global. Diketahui pada
2015, arms trade agreements Prancis sebanyak 15 miliar USD dan
merupakan peringkat terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat.119
Tabel 3.B.7 Kesepakatan Penjualan Senjata di Dunia pada 2015120
No Negara USD
1. Amerika Serikat $40,157 Miliar
2. Prancis $15,3 Miliar
3. Rusia $11,1 Miliar
4. China $6 Miliar
5. Swedia $1,5 Miliar
6. Italia $1 Miliar
7. Jerman $900 Juta
8. Turki $800 Juta
9. Inggris $700 Juta
10. Israel $700 Juta
Bahkan, jumlah ekspor Prancis meningkat tajam dari €6,5 miliar
atau setara dengan 9 miliar USD pada 2011, menjadi €16,9 miliar atau
setara dengan 18,8 miliar USD pada 2015.121
Berikut adalah data Ekspor
118
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php 119
Catherine A. Theohary, ―Conventional Arms Transfers to Developing Nations‖, 2008-
2015‖, Congressional Research Service (December 2016): 60, diakses pada 24 Juli 2017, tersedia
di: https://fas.org/sgp/crs/weapons/R44716.pdf. 120
Catherine A. Theohary, ―Conventional Arms Transfers to Developing Nations‖, 2008-
2015‖, Congressional Research Service.. 121
Lucy Beraud Sudreau, ―French Arms Exports Success –The Data Behind The
Number‖, IISS, diunggah pada 12 Oktober 2016, diakses pada 3 Juni 2017, tersedia pada
https://www.iiss.org/en/militarybalanceblog/blogsections/2016-629e/october-96af/french-arms-
exports-success-a148.
58
Senjata dan Pengiriman Prancis dari 2011-2015.
Tabel 3.B. 8 Jumlah Kontrak Ekspor Senjata Prancis (2011–2015)122
Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
Nilai Kontrak (€bn) 6.5 4.8 6.9 8.2 16.9
Pengiriman (€bn)* 3.8 3.4 3.9 4.0 6.2
Dengan peningkatan angka penjualan senjata yang diraih, Prancis
menjadi negara pengekspor senjata terbesar ketiga di dunia dengan jumlah
8,1 miliar USD setelah Amerika Serikat (46,37 miliar USD) dan Rusia
(35,41 miliar USD).123
Jenis senjata yang paling banyak diekspor oleh
Prancis yaitu aircraft, ships, and sensors.124
Tabel 3.B.9 Tipe Senjata yang Dijual Prancis125
Tipe Senjata 2011 2012 2013 2014 2015 Total
Aircraft 972 360 385 432 613 2762
Air defence
systems
30 50 33 46 28 186
Armoured
vehicles
4 18 48 35 66 170
Artillery 70 14 4 31 39 158
Engines 56 94 136 86 88 459
Missiles 206 305 325 157 167 1160
Sensors 214 167 359 390 421 1551
Ships 215 25 227 529 658 1654
Total 1766 1033 1517 1705 2080 8101
122
Lucy Beraud Sudreau, ―French Arms Exports Success –The Data Behind The
Number‖, IISS. 123
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php. 124
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) 125
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI)
59
Semakin tahun, peningkatan penjualan senjata Prancis kian melaju
cepat namun masih tetap menempatkannya pada posisi yang konsisten.
Kepemilikan senjata dan tingkat penjualannya yang tinggi membuat posisi
Prancis menjadi pesaing Amerika Serikat (yang notabene-nya sebagai
negara adidaya) dalam perdagangan global. Ini berarti, dalam hal
persenjataan, Prancis merupakan negara yang mapan dan tak diragukan lagi.
60
BAB IV
ANALISIS PENJUALAN SENJATA DI NEGARA DEMOKRASI
LIBERAL AMERIKA DAN PRANCIS
Bab ini berisikan analisis penjualan senjata di negara demokrasi liberal
seperti Amerika Serikat dan Prancis. Ada dua ulasan penting terkait alasan
penjualan senjata di dua negara tersebut. Pertama penjualan senjata tersebut
sangat berkaitan dengan narasi yang dikembangkan oleh aktor-aktor internasional
bahwa sistem internasional adalah anarki. Kepemilikan senjata bagi negara-negara
untuk bisa bertahan hidup adalah sebuah pilihan. Kedua, penjualan senjata juga
sangat berkaitan dengan kepentingan nasional dari kedua negara tersebut,
khususnya dalam kepentingan politik dan ekonominya. Jadi kepentingan nasional
merekalah yang menjadi prioritas ketimbang prinsip-prinsip yang dibangun oleh
negara demokrasi liberal tersebut, khususnya soal HAM.
A. Narasi Anarkisme Sistem Internasional Sebagai Peningkatan Kebutuhan
Senjata di Dunia
Dunia internasional yang bersifat anarki dan itu memiliki banyak potensi
konflik. Anarki sendiri merupakan keadaan dimana tidak ada otoritas yang lebih
tinggi dari sebuah negara dan bagi sesama negara, tidak ada yang lebih tinggi
derajatnya.126
Karena tidak adanya kekuatan yang lebih tinggi yang bisa mengatur
behaviour suatu negara, maka tak mengherankan jika banyak negara yang saling
126
Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith, International Relations Theory: Dicipline
and Diversity, (Inggris: Oxford University Press, 2013), 79.
61
menyerang dan berkonflik. Oleh karena tidak adanya jaminan bagi suatu negara
untuk tidak menyerang negara lainnya, maka membuat negara-negara berlomba-
lomba untuk meningkatkan powernya untuk melindungi negaranya dari serangan
negara lain. Negara-negara sangat membutuhkan power untuk tetap survive di
dunia internasional yang anarki ini. Power merupakan kunci bagi setiap negara
untuk bisa tetap menjalankan kehidupan negaranya.127
Presiden Richard Nixon dan sekertaris negara, Henry Kissinger yang
menggambarkan bahwa anarkismenya sistem internasional adalah usaha negara
untuk mencapai power. Sebagai contoh Amerika Serikat berusaha untuk
memaksimalkan power dan meminimalkan kemampuan dari negara lain yang
membahayakan keamanan Amerika Serikat. Menurut realisme, permulaan dan
akhir dari politik internasional adalah kondisi yang individualis dalam interaksi
dengan negara-negara lainnya.128
Suplai senjata yang dilakukan oleh Amerika
Serikat dan Prancis di dunia adalah sebagai upaya mempertahankan power
keduanya, khususnya dalam bersaing dengan negara-negara non-demokratis
seperti Rusia dan China yang juga menempatkan posisi atas dalam penjualan
senjatanya.
Dalam pandangan realis, badan internasional seperti Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) yang memiliki landasan hukum internasional pun tidak bisa
sepenuhnya mengatur negara. Meskipun PBB didirikan untuk menciptakan hirarki
127
Tim Dunne, Milja Kurki, dan Steve Smith, International Relations Theory: Dicipline
and Diversity, 79. 128
Joseph S. Nye, Jr, Understanding International Conflicts: An Intriduction to Theory
and History, (U.S.: Longman, 1997), 4-7.
62
internasional, namun pada kenyataannya hirarki tersebut tidak mampu
membohongi bahwa dunia internasional ini memang anarki secara alami. Hukum
internasional yang berlaku pun juga tidak bisa mengikat negara secara mutlak.
Bahkan, apabila suatu negara tidak mau mengikatkan diri dengan hukum
internasional, lembaga internasional pun tidak bisa berbuat apa-apa. Karena,
memang sejatinya, lembaga dan hukum internasional akan mengikat bagi negara
yang bersedia mengikatkan dirinya saja.129
Pada keaadan dunia internasional yang anarki ini, kebutuhan militer dan
persenjataan suatu negara yang sedang berkonflik dan dalam kondisi perang
semakin meningkat. Oleh karena itu, permintaan negara terhadap pembelian
senjata juga meningkat. Hal inilah mendasari negara-negara penjual senjata
seperti Amerika Serikat dan Prancis untuk suplai senjata dalam rangka untuk
memenuhi permintaan tersebut.130
Sebagai contoh Arab Saudi ketika melakukan intervensi ke Yaman,
permintaan Arab Saudi terhadap senjata menjadi meningkat drastis. Diketahui
pada 2011-2015, permintaan senjata Arab Saudi meningkat sebanyak 275 persen
jika dibandingkan dengan periode 2006-2010.131
Arab Saudi membutuhkan
kekuatan militer dan senjata yang tinggi untuk kegiatan offensive. Arab saudi pun
tak segan-segan membeli senjata dalam jumlah besar ke Amerika Serikat. Ketika
129
Sefriani, Hukum Internasional: Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2012 ), 34. 130
Aude Fleurant, dkk, “Trends in International Arms Transfers, 2015”, SIPRI Fact
Sheet: 8, diunduh pada 10 Juni 2017, tersedia di https://www.sipri.org/sites/default/files/Trends-in-
international-arms-transfers-2016.pdf . 131
Fleurant, dkk, SIPRI Fact Sheet: 8.
63
intervensi Arab Saudi ke Yaman berlangsung, Amerika Serikat hanya berlaku
sebagai sewajarnya seorang penjual. Ketika Arab Saudi memiliki permintaan
senjata dan berniat membelinya dari Amerika Serikat, maka Amerika Serikat
mensuplai senjata sesuai yang diminta. Ketika itu, Arab Saudi membutuhkan 150
combat aircraft, ribuan air-to-surface missiles dan anti-tank missiles, dan
Amerika Serikat pun mengirimkan senjata sesuai dengan permintaannya.132
Dalam kasus ini bagi Amerika Serikat dan Prancis, berangkat dari
kebutuhan pasar yang meningkat kalaupun tidak mereka ambil, maka pasar
senjata akan diambil oleh negara-negara non-demokrasi seperti Rusia dan China.
Ini tentu akan jauh lebih berbahaya karena selama ini negara-negara non-
demokrasi acuh kepada pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Meskipun begitu,
dalam beberapa kasus Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa juga ada
yang mempertimbangkan aspek HAM dalam penjualan senjatanya misalkan
terjadi dalam kasus embargo ke Indonesia pada 1995 sampai 2005.
Namun meski begitu, Thomas Hobbes dalam menjawab bahwa realis
pesimis tentang sebuah perdamaian antar negara dan realis menggambarkan
sistem internasional penuh konfliktual, dia mengandaikan masalah ini seperti
cuaca badai yang tidak berarti akan menunjukan hujan terus menerus, jadi begitu
juga dalam kondisi perang tidak berarti akan perang terus menerus. Sederhananya,
bahwa mendung bukan berarti akan turun hujan. Atau pengandaian orang London
yang kebiasaan membawa payung di musim cerah bulan April bukan berarti untuk
menadah hujan. Oleh karena itu, prospek perang dalam sistem anarki membuat
132
Fleurant, dkk, February 2016, ―Trends in International Arms Transfers, 2015”, 8.
64
negara tetap memiliki tentara meskipun dalam kondisi damai.133
Dengan begitu dalam kasus Amerika dan Prancis sebagai negara adidaya,
paradigma realisme bisa menjelaskan bahwa penjualan senjata yang dilakukannya
adalah untuk mempertahankan power selama ini. Apalagi Amerika Serikat
sebagai pemenang Perang Dunia yang mana penting bagi negara ini untuk unggul
dari segala bidang termasuk dalam rating tertinggi dalam penjualan senjatanya di
dunia. Ini tentu berbeda dengan negara-negara berkembang pembeli senjata dari
Amerika dan Prancis yang mana untuk kepentingan bertahan hidup (survival)
sebagaimana dijelaskan dalam paradigma neorealisme.
B. Kepentingan Politik dan Ekonomi di atas Kepentingan Hak Asasi
Manusia
B.1 Kepentingan Politik dan Ekonomi Amerika Serikat
Pasca runtuhnya Uni Soviet pada Perang Dingin, Amerika Serikat
muncul sebagai kekuatan tunggal (hegemoni) di dunia. Amerika Serikat
menjadi center negara-negara lain dalam banyak bidang, khususnya militer
dan persenjataan. Ini disebabkan sebelum Perang Dingin, Uni Soviet lah
yang menjadi negara paling besar militernya dan pengekspor senjata paling
tinggi di dunia.134
Namun, setelah runtuhnya Uni Soviet, peta perpolitikan
dunia pun berubah drastis termasuk sektor militer dan persenjataan.
133
Joseph S. Nye, Jr, Understanding International Conflicts: An Intriduction to Theory
and History (US: Longman, 1997), 4-7. 134
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php.
65
Amerika Serikat kemudian hadir menjadi kekuatan militer paling besar serta
negara penjual senjata tertinggi di dunia.135
Meskipun begitu, Rusia pun hadir sebagai pecahan Uni Soviet yang
paling besar dan kuat. Rusia juga mewarisi kekuatan militer Uni Soviet.
Rusia sendiri pun diakui dan dipercaya sebagai negara yang duduk di kursi
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk menggantikan Uni
Soviet. Rusia dewasa ini menjadi negara yang sangat kuat dalam bidang
militer dan persenjataan. Kebijakan pun tak jauh-jauh mengenai upaya
peningkatan dan pengembangan basis militernya baik di domestiknya
maupun di negara-negara aliansinya.
Rusia merupakan negara pesaing Amerika Serikat di bidang
penjualan senjata. Diperoleh data dari Stockholm International Peace
Researcher Insitute pada tahun 1991-2015, Amerika Serikat merupakan
peringkat pertama negara pengekspor senjata tertinggi di dunia dengan
jumlah ekspor 237,07 miliar USD dan disusul Rusia sebagai peringkat
kedua dengan jumlah ekspor 120,43 miliar USD.136
Jelas bahwa
berkembangnya Rusia menjadi negara yang kuat dalam militer dan
persenjataannya merupakan ancaman bagi Amerika Serikat untuk
mempertahankan hegemoninya.
Militer dan persenjataan Rusia semakin lama semakin kuat. Apalagi
135
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php 136
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php
66
ditambah dengan kerjasamanya dengan China dalam berbagai bidang
membuat bargaining position Rusia semakin menguat di mata dunia. Hal ini
pastilah membuat Amerika Serikat merasa terancam dan takut tersaingi
olehnya.
Karena dalam perihal perkembangan perekonomian Rusia masih
jauh tertinggal dari Amerika Serikat, maka Amerika Serikat tidak membuat
tandingan di sektor ekonomi, melainkan di bidang militer dan senjata.
Amerika Serikat menjual senjata dalam skala besar maupun kecil ke banyak
negara dan menambah pasar setiap tahunnya.
Penjualan senjata Amerika Serikat ini dijalankan dalam rangka untuk
memanuver kekuatan militer Rusia saat ini, sehingga Amerika Serikat tetap
menjadi negara hegemoni yang kuat dalam sektor militer. Seperti dalam
teori realisme, bahwa semakin kuat power suatu negara maka akan semakin
kuat pula bargaining position suatu negara dimata dunia.137
Semakin kuat
militer dan persenjataan suatu negara, maka akan semakin segan pula
negara-negara lain untuk menyerang.
Selain itu, di dunia yang anarki dan penuh persaingan ini, negara-
negara membutuhkan tingkat militer dan persenjataan yang kuat untuk
bertahan dan meningkatkan bargaining position-nya.138
Negara-negara
butuh memperbarui dan mengembangkan militer dan persenjataannya
137
Kenneth N. Waltz, Man, the State and War, (New York: Columbia University Press,
2001), 165. 138
Waltz, Man, the State and War, 132.
67
dengan membeli dari negara yang dianggap lebih mapan militer dan
persenjataannya. Oleh karena itu, seperti halnya dalam dependency theory,
negara-negara khususnya negara berkembang akan menjadi ketergantungan
impor senjata terhadap negara-negara maju. Ini merupakan kesempatan bagi
Amerika Serikat menggunakan penjualan senjata sebagai bentuk
pelanggengan posisi Amerika Serikat menjadi negara core di dunia, dan
melanggengkan negara-negara berkembang untuk terus ketergantungan dan
menjadi negara peri-peri yang abadi.
Dalam kasus embargo senjata yang dilakukan Amerika ke Indonesia
dari 1995 sampai 2005, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT
Dirgantara Indonesia, Andi Alisjahbana mengatakan ketika suatu negara
membeli persenjataan ke negara lain dan sudah sangat kebergantungannya
terlalu tinggi, maka ketika ada kasus embargo, itu akan memperlemah
kekuatan militer negara yang memiliki ketergantungan tersebut, sebab suku
cadangnya harus juga membeli ke nagara pengekspor. Jadi pada tahun
dimana embargo itu dilakukan, pertahanan militer Indonesia sangat
dilemahkan. Meski pada akhirnya, Indonesia mencari pasar lain untuk
pembelian senjatanya.139
Karena pada sektor penjualan-penjualan yang lain Amerika Serikat
sudah memiliki banyak pesaing seperti China, India, dan Korea Selatan,
139
Anggi Kusumadewi,dan Resti Armenia,―Kisah Embargo AS dan Sukhoi Rusia di
Balik Jet Tempur RI‖, CNN Indonesia, diakses pada 17 Juli 2017, tersedia di:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160301150059-20-114600/kisah-embargo-as-dan-
sukhoi-rusia-di-balik-jet-tempur-ri/.
68
maka Amerika Serikat meningkatkan penjualan senjata untuk
menopangnya. Bahkan, Amerika Serikat juga menjual senjatanya ke China,
India dan Korea Selatan dan membuatnya menjadi ketergantungan. Tentu,
hal ini memperkuat posisi dan menjadikan Amerika Serikat tetap langgeng
menjadi negara core.
Suatu negara yang memiliki ketergantungan terhadap negara core,
pasti tidak akan pernah berani menyerang, karena negara tersebut
membutuhkannya untuk keberlangsungan kehidupan negaranya. Jadi, secara
tidak langsung penjualan senjata Amerika Serikat ini menjadi tameng bagi
keamanan Amerika Serikat sendiri dan membuat negara-negara yang
ketergantungan terhadap senjatanya menjadi sarana perluasan kekuatan
Amerika Serikat di dalam perpolitikan internasional karena
ketergantungannya ini akan menjelma sebagai keberpihakan nantinya.
Kemudian untuk kepentingan ekonomi Amerika Serikat terhadap
penjualan senjata, Amerika Serikat merupakan negara pengekspor senjata
terbesar di dunia. Pada 2014, Amerika Serikat berhasil menjual senjata
sebanyak 31,9 miliar USD yang telah menyumbang sebesar 0,18% pada
Gross Domestic Product (GDP) Amerika Serikat.140
Sedangkan tahun 2015,
penjualan senjata meningkat menjadi 40,2 miliar USD yang menyumbang
140
The World Bank, diakses pada 18 Juni 2017, tersedia di:
http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.CD?end=2015&start=2012&year_high_desc
=true
69
0.22% pada GDP Amerika Serikat.141
Tiga negara pengimpor senjata terbesar Amerika Serikat yaitu Saudi
Arabia dengan 9,7% atau 3,89 miliar USD, Uni Emirat Arab dengan 9,1%
atau 3,66 miliar USD, dan Turki dengan 6.6% atau 2,65 miliar USD.142
Pada level regional, Timur Tengah merupakan pembeli senjata terbesar
Amerika Serikat dengan persentase sebesar 41%.143
Pada 2015, terjadi intervensi di Yaman, salah satu negara di Timur
Tengah oleh koalisi negara Arab (Mesir, Qatar, Saudi Arabia, dan Uni
Emirat Arab). Konflik ini didukung oleh suplai senjata yang sangat tinggi ke
negara-negara yang memimpin intervensi ini, salah satunya adalah Arab
Saudi. Diketahui impor senjata Arab Saudi meningkat sebanyak 275% pada
periode 2011-2015 dari periode 2006-2010.144
Amerika Serikat juga
memiliki peran dalam konflik ini. Impor senjata Arab Saudi ke Amerika
Serikat mencakup 150 pesawat tempur dan ribuan air-to-surface missiles
dan anti-tank missiles digunakan untuk menyerang Yaman.
Tidak hanya Arab Saudi saja yang menerima suplai senjata dari
Amerika Serikat untuk keperluan menyerang negara lain, tetapi juga Qatar
dan Mesir. Masih dalam kasus yang sama, Amerika Serikat juga
mentransfer senjata 24 combat helicopters, 9 air defence systems dan 3
airborne early warning aircraft kepada Qatar, serta 12 combat aircraft
141
The World Bank. 142
Aude Fleurant, dkk, ―Trends in International Arms Transfers, 2015”, 2. 143
Aude Fleurant, dkk, ―Trends in International Arms Transfers, 2015”, 2. 144
Aude Fleurant, dkk, ―Trends in International Arms Transfers, 2015”, 8.
70
kepada Mesir yang digunakan untuk menyerang Yaman.145
Ini berarti
Amerika Serikat telah mengabaikan prinsip liberal democracy karena
dengan sengaja mensuplai senjata untuk kebutuhan perang tanpa
mempedulikan efek dari perang tersebut.
Penjualan senjata Amerika Serikat ternyata merupakan sarana untuk
mencapai kepentingan nasionalnya, seperti untuk mempertahankan
hegemoni dan meningkatkan bargaining position-nya, serta untuk
memperoleh keuntungan pendapatan negaranya. Namun, kembali pada
prinsip demokrasi liberal sendiri yang menjunjung tinggi nilai-nilai hak
asasi manusia, kegiatan penjualan senjata Amerika Serikat justru jauh dari
prinsip ini. Ini dikarenakan Amerika Serikat hanya suplai senjata tanpa
mempedulikan dipakai untuk apa senjata-senjata yang dibeli tersebut, dan
pada kenyataannya justru pembelian senjata digunakan sebagai military
force.
Untuk kasus lain yang sebagai pengecualian dimana Amerika Serikat
juga dalam beberapa kasus bahwa dia melakukan penghentian penjualan
senjatanya ke negara yang dianggap telah melakukan pelanggaran HAM
sebagaimana kasus Indonesia dalam merespon kasus Timor Timur
(sekarang Timor Leste) yang kemudian memisahkan diri dengan Indonesia.
Amerika Serikat dan dunia internasional menilai Indonesia telah melakukan
pelanggaran HAM, khususnya pada proses referendum. Juga dilakukan oleh
Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa ke negara-negara lainnya
145
Aude Fleurant, dkk, ―Trends in International Arms Transfers, 2015”, 8.
71
seperti Argentina, Iran, Myanmar, Congo, Sudan, Afrika Selatan, China,
Somalia, Korea Utara, dan Vietnam. Jadi dalam kasus ini, penulis menilai
itu juga terkait dengan kepentingan nasional negara bersangkutan. Dalam
hal ini tentunya Amerika Serikat selalu menggunakan kebijakannya yang
mendua (double standar).
B.2 Kepentingan Politik dan Ekonomi Prancis
Penjualan senjata Prancis tidak luput dari motif Prancis untuk
mencapai kepentingan politiknya. Prancis menjadikan penjualan senjata
sebagai alat untuk memperkuat power dan bargaining position-nya di mata
dunia, terutama power Prancis di Afrika.
Kawasan Afrika sangatlah berharga bagi Prancis. Kawasan ini
merupakan tambang emas bagi Prancis karena sangat menguntungkan
Prancis dalam berbagai bidang. Kawasan ini juga merupakan kawasan yang
paling banyak terdapat negara bekas jajahan Prancis, seperti Togo, Tunisia,
dan Mali.146
Bahkan, sampai pada 2014, 14 negara Afrika seperti Benin, Burkina
Faso, Guinea-Bissau, Ivory Coast, Mali, Niger, Senegal, Togo, Cameroon,
Central African Republic, Chad, Congo-Brazzaville, Equatorial Guinea dan
Gabon masih saja berada di bawah kendali Prancis.147
Mereka bahkan harus
146
Mawuna Koutonin, ―14 African Countries Forced by France to Pay Colonial Tax For
the Benefits of Slavery and Colonization‖, diakses pada 20 Juni 2017, tersedia di:
http://siliconafrica.com/france-colonial-tax/. 147
Koutonin, ―14 African Countries Forced by France‖.
72
menempatkan 85% cadangan asing mereka di central bank Prancis dan
berada di bawah kendali Menteri Keuangan Prancis.148
Mantan Presiden Prancis, Jacques Chirac, mengatakan bahwa
“Without Africa, France will slide down into the rank of a third [world]
power”. Bahkan pendahulu Presiden Chirac, François Mitterand, pada 1957
meramalkan bahwa: “Without Africa, France will have no history in the
21st century”. Ini cukup meyakinkan bahwa kawasan Afrika ini sangatlah
menentukan arah kebijakan Prancis sekarang maupun di masa depan.149
Karena semakin lama semakin banyak negara-negara besar lainnya
yang menyadari betapa menguntungkannya kawasan Afrika, maka Prancis
dengan penuh kehati-hatian mengarahkan fokus kebijakannya untuk tetap
bisa mempertahan power nya di Afrika. Penjualan senjata ke negara-negara
Afrika yang merupakan mantan jajahan maupun yang bukan secara merata,
merupakan cara Prancis untuk tetap melanggengkan power nya di kawasan
ini.
Hal ini terbukti dari penjualan senjata Prancis tertinggi juga dari
kawasan Afrika, yaitu Maroko sebesar 16% atau 2,4 miliar USD dan Mesir
sebesar 9,5% atau 1,425 miliar USD.150
Meskipun kawasan Afrika bukan
merupakan kawasan yang paling banyak menerima senjata dari Prancis,
namun paling tidak Prancis merupakan negara yang memiliki dasar
148
Koutonin, ―14 African Countries Forced by France‖. 149
Koutonin, ―14 African Countries Forced by France‖. 150
Aude Fleurant, dkk, ―Trends in International Arms Transfers, 2015”, 2.
73
kekuatannya di Afrika selangkah lebih maju dari negara-negara maju
lainnya yang diperoleh dari negara-negara mantan jajahannya di kawasan
tersebut. Prancis memiliki hak eksklusif untuk memasok peralatan militer
dan senjata, serta melatih perwira militer negara-negara bekas jajahannya,
khususnya 14 negara tersebut.151
Untuk kepentingan ekonominya terkait penjualan senjata
sebagaimana diketahui bahwa industri senjata Prancis semakin meningkat
dari tahun ke tahun hingga mencapai puncaknya pada 2015. Prancis
menduduki peringkat keempat pengimpor senjata terbesar di dunia. Prancis
berhasil menjual senjata sebanyak 15 miliar USD, yang merupakan 5,6%
dari total penjualan senjata di dunia. Penjualan senjata ini telah
menyumbang sekitar 0,62% pada GDP Prancis pada tahun tersebut.
Importir senjata terbesar Prancis adalah Maroko dengan 16% atau
2,4 miliar USD, China dengan 13% 1,95 miliar USD, dan Mesir dengan
9,5% atau 1,425 miliar USD.152
Pada level regional, penjualan senjata
Prancis paling tinggi berada pada Asia dan Oceania yaitu 28%, disusul oleh
Timur Tengah sebanyak 27%, serta Afrika 18%.153
Dalam kasus intervensi di Yaman, ternyata Prancis juga memiliki
andil di dalamnya. Prancis turut serta mensuplai senjata ke Qatar dan Mesir
151
Koutonin, ―14 African Countries Forced by France‖. 152
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php 153
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php
74
yang secara terang-terangan menggunakan senjata tersebut untuk
menyerang Yaman. Sebagai contoh, sebanyak 24 combat aircraft dan 24
rafale combat aircraft dijual Prancis kepada Qatar dan Mesir untuk
kebutuhan perang di Yaman tersebut.154
Bisa disimpulkan bahwa motif penjualan senjata Prancis tidak begitu
berbeda dengan Amerika Serikat yang mengabaikan prinsip-prinsip
demokrasi liberal. Prancis hanya mementingkan keuntungan yang didapat
dari penjualan senjata dan mengabaikan hak asasi manusia yang dilanggar
karena efek perang tersebut.
Namun, tak dipungkiri juga bahwa Prancis melakukan transfer
senjata karena hanya memenuhi demand suatu negara terhadap senjata yang
tinggi. Entah untuk digunakan dalam bentuk penyerangan maupun
pertahanan, Prancis hanya menjalankan roda perekonomian negaranya
sebagai pemasok bagi negara yang memiliki permintaan terhadap produk
yang dihasilkannya.
Penjualan senjata Prancis ternyata memiliki maksud lain, yaitu
dalam rangka pencapaian kepentingan ekonomi dan Politik Prancis. Prancis
menjual senjata, terutama ke wilayah Afrika adalah untuk melanggengkan
kolonialisasinya dan kembali menguasai Afrika seutuhnya. Serta, dengan
penjualan senjata Prancis ke banyak negara menguntungkan Prancis dalam
segi perekonomian. Namun, lagi-lagi kepentingan nasional membuat suatu
154
Aude Fleurant, dkk, ―Trends in International Arms Transfers, 2015”, 8.
75
negara menutup mata akan hak asasi manusia. Prancis juga mensuplai
senjata kepada negara yang sedang terlibat perang, seperti Qatar dan Mesir
dalam Intervensi ke Yaman. Ini membuktikan bahwa tujuan utama
penjualan senjata Prancis bukanlah untuk defensif, melainkan untuk bisnis
semata.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amerika Serikat dan Prancis merupakan dua negara penganut sistem
demokrasi liberal. Demokrasi sendiri merupakan bentuk negara yang dimana
kekuasaan berada di tangan rakyat mayoritas. Sedangkan demokrasi liberal
merupakan bentuk negara demokrasi yang menganut nilai-nilai liberalisme.
Liberalisme sendiri merupakan paham yang sangat menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan menghindari perang untuk menjaga perdamaian dunia.
Namun, realita yang terjadi adalah bahwa Amerika Serikat dan Prancis
juga merupakan negara penjual senjata tertinggi di dunia. Bahkan, Amerika
Serikat merupakan negara pengekspor senjata tertinggi di dunia selama hampir 2
dekade ini. Destinasi penjualan senjata justru paling banyak berada di negara-
negara berkembang dan justru non-demokrasi. Terlebih lagi, ketika semakin
banyak negara berkonflik atau berperang, maka fenomena suplai senjata juga kian
banyak. Maka, senjata dan konflik atau perang sangat erat kaitannya.
Kebijakan-kebijakan Amerika Serikat dan Prancis dari tahun ke tahun pun
justru mendukung suplai senjata dan bahkan penjualan senjatanya pun semakin
tinggi. Amerika Serikat sudah lama konsen dalam bisnis penjualan senjata.
Bahkan sejak pasca perang dunia kedua, Amerika Serikat merupakan peringkat
kedua pengekspor senjata tertinggi di dunia.
77
Kemudian pasca kejadian 11 September 2001, Amerika Serikat
menyerukan kebijakan War on Terror. Namun bersamaan dengan seruan
kebijakan tersebut, Amerika Serikat juga menetapkan kebijakan untuk suplai
senjata kepada negara-negara demokrasi atau non-demokrasi yang bersedia
membantunya untuk memerangi terorisme. Akan tetapi data menunjukkan bahwa
sebenarnya tujuan utama Amerika Serikat suplai senjata adalah murni karena
bisnis senjata.
Lalu, kebijakan Amerika Serikat dalam hal senjata semakin cemerlang
ketika masa pemerintahan Presiden Obama. Suplai senjata Amerika Serikat
meningkat secara signifikan dari pemerintahan sebelumnya. Namun, diketahui
pula bahwa senjata yang dijual dialokasikan untuk perang dan pelanggaran hak
asasi manusia seperti kasus perang di Turki dan kawasan Timur Tengah.
Kebijakan-kebijakan Prancis juga mendukung kegiatan penjualan
senjatanya. Importir senjata Prancis paling banyak adalah dari kawasan Timur
Tengah. Pada 2011-2015 penjualan senjata Prancis semakin meningkat. Meskipun
tidak terlalu terlihat jelas seperti Amerika Serikat, namun Prancis sangat konsisten
dengan kegiatan ekspor senjatanya. Hal ini dibuktikan dengan konsistennya
Prancis sebagai peringkat lima besar penjual senjata tertinggi di dunia.
Dilihat dari kebijakan-kebijakan dan peningkatan penjualan senjata
Amerika Serikat dan Prancis, merupakan hal yang bertentangan dengan prinsip
demokrasi liberal itu sendiri. Apalagi ditambah dengan data yang menunjukkan
bahwa justru suplai senjata Amerika Serikat dan Prancis digunakan untuk perang
78
yang memakan banyak korban dan melanggar hak asasi manusia.
Setelah dianalisis, telah didapat alasan-alasan mengapa Amerika Serikat
dan Prancis yang menganut sistem demokrasi liberal, namun senjatanya sangat
tinggi. Pertama, sesuai dengan teori realisme bahwa dunia internasional yang
anarki, yaitu tidak ada kekuasaan yang mengatur dan lebih tinggi dari negara,
menjadikan senjata sebagai kebutuhan dan pilihan. Hal ini disebabkan karena
tiadanya kekuasaan yang mampu menundukkan negara, menjadikan perilaku
negara saling tidak beraturan dan potensi konflik sangat tinggi.
Tujuan utama negara dalam realisme adalah mendapatkan power. Untuk
bertahan di dunia internasional yang anarki ini sebuah negara memerlukan power
yang kuat. Power yang kuat sering diartikan dengan kepemilikan militer dan
persenjataan yang tinggi. Oleh karena itu, permintaan negara-negara terhadap
senjata sangat tinggi karena negara membutuhkannya.
Kedua, alasan Amerika Serikat dan Prancis aktif sebagai penjual senjata
adalah karena untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Kepentingan tersebut
berupa kepentingan ekonomi dan kepentingan politik. Baik Amerika Serikat
maupun Prancis menggunakan penjualan senjata sebagai sarana untuk mencapai
kepentingan nasionalnya.
Untuk Amerika Serikat, dari jumlah penjualan senjatanya telah
memberikan sumbangsih terhadap GDP negaranya. Meskipun tidak terlalu
signifikan, tetapi bisnis senjata ini membawa keuntungan yang konsisten bagi
perekonomian Amerika Serikat. Sedangkan kepentingan politik diperoleh karena
79
negara membutuhkan tingkat militer dan persenjataan yang kuat untuk bertahan,
seperti halnya dalam dependency theory, negara-negara khususnya negara
berkembang akan menjadi ketergantungan impor senjata terhadap negara-negara
maju. Ini merupakan kesempatan bagi Amerika Serikat menggunakan penjualan
senjata sebagai bentuk pelanggengan posisi Amerika Serikat menjadi negara core
di dunia, dan melanggengkan negara-negara berkembang untuk terus
ketergantungan dan menjadi negara peri-peri yang abadi.
Untuk Prancis, dengan penjualan senjata yang dilakoninya memberikan
keuntungan ekonomi berupa pendapatan yang menyumbang untuk peningkatan
perekonomian Prancis. Sedangkan salah satu kepentingan politik Prancis dalam
penjualan senjata adalah pelanggengan kolonialisme dan memperluas
kekuasaannya di kawasan Afrika. Karena, selama ini 14 negara di Afrika yang
notabenenya sebagai mantan jajahan Prancis masih sangat erat dikuasai Prancis
dan bahkan masih diatur oleh prancis dalam segi perekonomian, perpolitikan dan
perumusan kebijakan. Untuk bisa kembali menguasai kawasan ini, Prancis
menggunakan penjualan senjata sebagai cara untuk melanggengkan kekuasaanya
di kawasan ini.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
A. Jurnal dan Artikel Jurnal
Badu, Muhammad Nasir. ―Democracy and the United States of America‖, The
POLITICS: Jurnal Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin 1
(January, 2015): 11. Diunduh pada 23 Mei 2017, tersedia di:
http://journal.unhas.ac.id/index.php/politics/article/view/126.
Bayer, Resat. ―Peaceful transitions and democracy‖. Journal of Peace Research
47 (September 2010). Diunduh pada 6 Juni 2017, tersedia di:
http://www.jstor.org/stable/20798924.
Blanton, Shannon Lindsey. ―Foreign Policy in Transition? Human Rights,
Democracy, and U.S. Arms Exports‖. International Studies Quarterly 49
(December 2005). Diakses pada 12 Mei 2017, tersedia di:
http://www.jstor.org/stable/3693504.
Buchanan, Cate. ―The Health And Human Rights Of Survivors Of Gun Violence:
Charting A Research And Policy Agenda‖. Health and Human Rights 13
(December 2011). Diunduh pada 17 Juni 2017, tersedia di:
http://www.jstor.org/stable/healhumarigh.13.2.50.
Fukuyama, Francis. ―Liberal Democracy as a Global Phenomenon‖. Political
Science and Politics 24 (December 1991). Diunduh pada 15 Juni 2017,
tersedia di: http://www.jstor.org/stable/419399.
Fukuyama, Francis. ―Why is Democracy Performing So Poorly‖. Journal of
Democracy 26 (January 2015: 12). Diunduh pada 22 Juni 2017, tersedia
di: https://fsi.stanford.edu/sites/default/files/ff_jod_jan2015.pdf.
Gaubatz, Kurt Taylor. ―Democratic States and Commitment in International
Relations‖. International Organization 50 (Winter 1996). Diunduh pada 4
Juni 2017, tersedia di:
http://web.stanford.edu/class/polisci243b/readings/v0002546.pdf.
Kolodziej, Edward A. ―France And The Arms Trade,‖. International affairs 56
(Jan 1980). Diunduh pada 12 Mei 2017, tersedia di:
http://www.jstor.org/stable/2615719.
Nilanjana Jain, ―Human Rights Under Democracy‖. The Indian Journal of
Political Science 1 (Januari-Maret 2006). Diunduh pada 3 Juni 2017,
tersedia di: http://www.jstor.org/stable/41856200.
Saeri, M. ―Teori Hubungan Internasional Sebuah Pendekatan Paradigmatik‖,
Jurnal Transnasional 3 (Februari 2012): 5, diunduh pada 2 Juli 2017,
xiv
tersedia di: file:///C:/Users/User/Downloads/70-129-1-SM.pdf.
Shuifa, Han and Hu Jinglei. ―The Concept of Democracy‖. Frontiers of
Philosophy in China 3 (December 2008. Diunduh pada 12 Juni 2017,
tersedia di: http://www.jstor.org/stable/40343902.
Yanik, Lerna K. ―Guns and Human Rights: Major Powers, Global Arms
Transfers, and Human RightsViolations‖. Human Rights Quarterly 28
(May 2006). Diunduh pada 13 Juni 2017, tersedia di:
http://www.jstor.org/stable/20072741.
B. Buku
Antonius, Reza.Melampaui Negara Hukum Klasik. Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Burchill, Scott, dkk. Theories of International Relations: Third Edition. New
York: Palgrave Macmillan, 2005.
Clark, Robert P. Power and Policy in the Third World. (New York: John Wiley
and Sons, Inc., 1986).
Creswell, John W. Educational Research: Planning, Conducting, and
Evaluating Quantitative and Qualitative Research. Michigan: Pearson
Education, 2008.
Dunne, Tim, Milja Kurki, dan Steve Smith. International Relations Theory:
Dicipline and Diversity. Inggris: Oxford University Press, 2013.
Hillier, Debbie and Brian Wood. Shattered Lives: The Case For Though
International Arms Control: Amnesty International and Oxfam
International. Oxford: Eynsham Information Press, 2003.
Hobbes, Thomas. Leviathan Parts I dan II, diedit oleh A.P. Martinich. Canada:
Broadview Press, 2005.
Hobson, Christoper. The Rise of Democracy: Revolution, War and
Transformations in International Politics since 1776. Edinburgh:
University Press, 2015.
Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif
dan Kuantitatif, Cetakan 13. Jakarta: Erlangga, 2009.Ikbar, Yanuar.
Metodologi & Teori Hubungan Internasional. Bandung: PT Refika
Aditama, 2014.
Jr, Joseph S. Nye. Understanding International Conflicts: An Intriduction to
Theory and History. U.S.: Longman, 1997.
Morgenthau, H.J. “Politics Among Nations: the Struggle for Power and Peace”,
xv
edisi Bahasa Indonesia Politik Antarbangsa, diterjemahkan oleh S.
Maimoen, A.M. Fatwan, dan Cecep Sudrajat. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obro Indonesia, 2010.
P, Kleingeld. Kant's Theory of Peace. in P Guyer (ed.), Cambridge
Companion to Kant and Modern Philosophy. Cambridge: Cambridge
University Press, 2006.
Papp, Daniel S. Contemporary International Relation: A Framework for
Understanding, Second Editions. New York: MacMillan Publishing
Company, 1998.
Raco, J.R. Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan
Keunggulannya. Jakarta: Grasindo, 2010.
Sefriani. Hukum Internasional: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2012.
Tow, W.T. Asia-Pacific Strategic relations: Seeking Convergent Security. New
York: Cambridge University Press, 2001.
Waltz, Kenneth N. Man, the State and War. New York: Columbia University
Press, 2001.
C. Laporan, dan Penelitian
Bennett, Jonathan. ―Toward Perpetual PeaceA Philosophical Sketch Immanuel
Kant‖, 2. Diunggah pada Oktober 2010. Diunduh pada 12 Mei 2017,
tersedia di: http://www.earlymoderntexts.com/assets/pdfs/kant1795.pdf.
Fleurant, Aude, dkk. ―Trends in International Arms Transfers, 2015‖. SIPRI Fact
Sheet. Diunggah pada Februari 2016. Diunduh pada 10 Juni 2017, tersedia di
https://www.sipri.org/sites/default/files/Trends-in-international-arms-
transfers-2016.pdf.
Holtom, Paul, Lucie Beraud-sudreau dan Henning Weber. ―Reporting To The
United Nations Register Of Conventional Arms‖. SIPRI Fact Sheet.
Diunggah pada Mei 2001. Diunduh pada 15 Juli 2017, tersedia di:
http://books.sipri.org/files/FS/SIPRIFS1105.pdf.
Small Arms Survey. Small Arms Survey 2007: Guns and the City. (Cambridge,
UK: Cambridge University Press, 2007).
Theohary, Catherine A. ―Conventional Arms Transfers to Developing Nations‖.
2007-2014‖. Congressional Research Service (December 2015). Diunduh
pada 24 Juli 2017, tersedia di: https://fas.org/sgp/crs/weapons/R44320.pdf.
xvi
Theohary, Catherine A. ―Conventional Arms Transfers to Developing Nations‖.
2008-2015‖. Congressional Research Service (December 2016). Diunduh
pada 24 Juli 2017, tersedia di: https://fas.org/sgp/crs/weapons/R44716.pdf.
Universal Declaration of Human Rights, tersedia di :
http://www.ohchr.org/EN/UDHR/Documents/UDHR.pdf
D. Artikel dan Berita
Acemoglu, Daron, David Ticchi, dan Andrea Vindigni. A Theory of Military
Dictatorships, 4. Diunduh pada 14 Juni 2017, tersedia di
https://economics.mit.edu/files/5789.
Agence France-Presse. ―French 2014 Arms Exports Best in 15 Years‖, Defense
News, diunggah pada 2 Juni 2015. Diakses pada 11 Juni 2017, tersedia di:
http://www.defensenews.com/story/defense/policy-
budget/industry/2015/06/02/french-arms-exports-best-years/28367351/.
Bishop, Paul A. ―The French Revolution and Radical Change‖, diunduh pada 24
Mei 2017, tersedia di:
https://www.hccfl.edu/media/173893/em1frenchrevolution.pdf.
Eisenhower, Dwight D. Quotes on the UN and Armaments. Diunduh pada 11 Mei
2017, tersedia di: http://www.arcwebsite.org/pages/quotes.htm.
Shah, Anup. The Arms Trade is Big Bussiness. Global Issue. Diunggah
pada Januari 2013. Diakses pada 12 Mei 2017, tersedia di:
http://www.globalissues.org/article/74/the-arms-trade-is-big-business.
―European Union Code of Conduct on Arms Export‖. European Union The
Councils. Diunggah pada 5 Juni 1998. Diunduh pada 15 Juli 2017, tersedia
di: http://www.consilium.europa.eu/uedocs/cmsUpload/08675r2en8.pdf
Ford, Gerald. ―Statement on Signing the International Security Assistance and
Arms Export Control Act of 1976‖. The American Presidency Project.
Diunggah pada 1 Juli 1976. Diakses pada 16 Juli 2017, tersedia di:
http://www.presidency.ucsb.edu/ws/?pid=6167.
Helmore, Edward. ―US increased weapons sales in 2015 despite slight drop in
global arms trade‖. The Guardian. Diunggah pada 26 Desember 2016.
diakses pada 7 Juni 2017, tersedia di:
http://amp/.theguardian.com/world/2016/dec/26/global-weapons-trade-
sales-exports-united-states.
John Locke: ―Political Philosophy‖, diunduh pada 22 Juni 2017, tersedia di:
http://www.iep.utm.edu/locke-po/.
xvii
Koutonin, Mawuna. ―14 African Countries Forced by France to Pay Colonial Tax
For the Benefits of Slavery and Colonization‖. Diakses pada 20 Juni 2017,
tersedia di: http://siliconafrica.com/france-colonial-tax/.
Kusumadewi, Anggi dan Resti Armenia.―Kisah Embargo AS dan Sukhoi Rusia di
Balik Jet Tempur RI‖. CNN Indonesia. Diakses pada 17 Juli 2017, tersedia
di: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160301150059-20-
114600/kisah-embargo-as-dan-sukhoi-rusia-di-balik-jet-tempur-ri/.
Lendon, Brad. ―U.S. Send Newest F-35 Stealth Fighters to Europe‖. CNN.
Diunggah pada 17 April 2017. Diakses pada 30 Mei 2017, tersedia di:
http://edition.cnn.com/2017/04/17/politics/us-f-35-stealth-fighters-europe-
england/.
Munson, Matthew. ―Arms trade‖. Diunggah pada 26 Desember 2016, diakses
pada 30 Mei 2017, tersedia di: http://www.matthewmunson.co.uk/arms-
trade/
New World Encyclopedia, ―Jean Jacques Rousseau‖, tersedia di:
http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Jean-Jacques_Rousseau.
Reagan, Ronald. 1983/1984, "Peace and National Security," televised address to
the nation, Washington D.C., March 23, 1983, 40 in the U.S. State
Department, Realism, Strength, Negotiation, May 1984.
Shah, Anup. ―The Arms Trade is Big Bussiness‖. Global Issue. Diunggah pada
Januari 2013. Diakses pada 12 Mei 2017, tersedia di:
http://www.globalissues.org/article/74/the-arms-trade-is-big-business.
Shah, Anup. ―World Military Spending‖. Global Issue. Diunggah pada 30 Juni
2013. Diakses pada 12 Mei 2017, tersedia di:
http://www.globalissues.org/article/75/world-military-spending.
Shanker, Tom. ―U.S. Sold $40 Billion in Weapons in 2015, Topping Global
Market‖. New York Times. Diakses pada 21 Mei 2017, tersedia di:
https://www.nytimes.com/2016/12/26/us/politics/united-states-global-
weapons-sales.html?_r=0.
Sheffield, Hazel. “Arms trade: One chart that shows the biggest weapons
exporters of the last five years‖. Independent. diunggah pada 5 Januari
2013, diakses pada 7 Juni 2017, tersedia di:
http://www.independent.co.uk/news/business/news/arms-trade-exporters-
importers-weapons-transfers-sipri-a6891491.html.
Sudreau, Lucy Beraud. ―French Arms Exports Success –The Data Behind The
xviii
Number‖. IISS. Diunggah pada 12 Oktober 2016. Diakses pada 3 Juni
2017, tersedia pada
https://www.iiss.org/en/militarybalanceblog/blogsections/2016-
629e/october-96af/french-arms-exports-success-a148.
Svitak, Amy. ―French Arms Exports Climb 25% In 2011‖. Aviation Week
Network. Diunggah pada 23 Feb 2012. Diakses pada 15 Juni 2017,
tersedia di: http://aviationweek.com/defense/french-arms-exports-climb-
25-2011.
The U.S. Defense Industry And Arms Sales. Diunduh pada 1 Juli 2017, tersedia di:
https://web.stanford.edu/class/e297a/U.S.%20Defense%20Industry%20an
d%20Arms%20Sales.htm.
Weisgerber, Marcus. ―Obama Final Arms-Export Tally More Than Double
Bush’s‖. Defense one. Diunggah pada 8 November 2016. Diakses pada 31
Mei 2017, tersedia di:
http://www.defenseone.com/business/2016/11/obamas-final-arms-export-
tally-more-doubles-bushs/133014/
―Yemen crisis: Who is fighting whom?‖, BBC. Diakses pada 5 Juni 2017,
tersedia di: http://www.bbc.com/news/world-middle-east-29319423.
E. Website
―Arms Control‖. Amnesty International. Diakses pada 16 Juli 2017, tersedia di:
https://www.amnesty.org/en/what-we-do/arms-control/
Arms Control Association, tersedia di:
https://www.armscontrol.org/factsheets/franceprofile#major.
https://www.amnesty.org/en/what-we-do/arms-control/
―Constitutional Limits on Government: Country Studies — France‖, Democracy
Web: Comparative Studies in Freedom. 2016. Diunduh pada 1 Juni 2017,
tersedia di: http://democracyweb.org/node/31.
―Control of Arms Exports and Imports‖. Legal Information Institute. Diakses pada
16 Juli 2017, tersedia di:
https://www.law.cornell.edu/uscode/text/22/2778.
―Creating French Culture From Empire to Democracy‖. Library of Congress.
Diakses pada 29 Juni 2017, tersedia di:
https://www.loc.gov/exhibits/bnf/bnf0006.html.
xix
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) , tersedia di:
http://armstrade.sipri.org/armstrade/html/export_values.php.
https://www.sipri.org/databases/armsindustry.
The World Bank. Diakses pada 18 Juni 2017, tersedia di:
http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.CD?end=2015&start
=2012&year_high_desc=true.