peningkatan produksi sapi bali unggul melalui … filekualitas lahan di bali dan ntb cukup sesuai...
TRANSCRIPT
LAPORAN KEMAJUAN
PENELITIAN PRIORITAS NASIONALMASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN
PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025(PENPRINAS MP3EI 2011-2025)
TAHAP III
FOKUS/KORIDOR : BALI NUSA TENGGARA/ PETERNAKAN
TOPIK KEGIATAN :PENINGKATAN PRODUKSI SAPI BALI UNGGUL MELALUIPENGEMBANGAN MODEL PETERNAKAN TERINTEGRASI
Prof. Dr. Drh. Ni Ketut Suwiti, MKes./NIDN : 0016076309Dr. Ir. I Putu Sampurna, MS/NIDN : 0003055808
Ir. I Nyoman Puja, MS./NIDN: 0003035504Dra. Ni Luh Watiniasih, MSc, PhD./NIDN: 0009066608
UNIVERSITAS UDAYANATAHUN 2014
Koridor : PeternakanFokus Kegiatan : Bali Nusa Tenggara
LAPORAN KEMAJUAN
PENELITIAN PRIORITAS NASIONALMASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN
PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025(PENPRINAS MP3EI 2011-2025)
TAHAP III
FOKUS/KORIDOR : BALI NUSA TENGGARA/ PETERNAKAN
TOPIK KEGIATAN :PENINGKATAN PRODUKSI SAPI BALI UNGGUL MELALUIPENGEMBANGAN MODEL PETERNAKAN TERINTEGRASI
Prof. Dr. Drh. Ni Ketut Suwiti, MKes./NIDN : 0016076309Dr. Ir. I Putu Sampurna, MS/NIDN : 0003055808
Ir. I Nyoman Puja, MS./NIDN: 0003035504Dra. Ni Luh Watiniasih, MSc, PhD./NIDN: 0009066608
UNIVERSITAS UDAYANATAHUN 2014
Koridor : PeternakanFokus Kegiatan : Bali Nusa Tenggara
LAPORAN KEMAJUAN
PENELITIAN PRIORITAS NASIONALMASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN
PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025(PENPRINAS MP3EI 2011-2025)
TAHAP III
FOKUS/KORIDOR : BALI NUSA TENGGARA/ PETERNAKAN
TOPIK KEGIATAN :PENINGKATAN PRODUKSI SAPI BALI UNGGUL MELALUIPENGEMBANGAN MODEL PETERNAKAN TERINTEGRASI
Prof. Dr. Drh. Ni Ketut Suwiti, MKes./NIDN : 0016076309Dr. Ir. I Putu Sampurna, MS/NIDN : 0003055808
Ir. I Nyoman Puja, MS./NIDN: 0003035504Dra. Ni Luh Watiniasih, MSc, PhD./NIDN: 0009066608
UNIVERSITAS UDAYANATAHUN 2014
Koridor : PeternakanFokus Kegiatan : Bali Nusa Tenggara
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................... iDAFTAR ISI .............................................................................................................................iiRINGKASAN............................................................................................................................iiiBAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................. 41.2 Tujuan khusus ................................................................................................................... 51.3 Urgensi/Keutamaan penelitian.......................................................................................... 5
BAB 2. STUDI PUSTAKA....................................................................................................... 62.1 Mineral.............................................................................................................................. 62.2 Daya Dukung Pakan ......................................................................................................... 82.3 Daya Dukung Lahan. ..................................................................................................... 102.4 Aplikasi teknologi pakan ternak. .................................................................................... 11
BAB3. METODE PENELITIAN............................................................................................. 135.1 Alat dan Bahan Penelitian............................................................................................... 135.2.Metode Penelitian ........................................................... Error! Bookmark not defined.5.3 Analisis data.................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN........................................................................................
5.1 Simpulan .............................................................................................................................5.2 Saran ...................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 22
iii
RINGKASAN
Adanya penelitian (Tahap I) yang menunjukkan, sapi bali yang dipelihara di Bali danNTB pada lahan sawah, tegalan, kebun dan hutan, mengalami defisiensi mineral Zn, Mn danCl selain itu sapi bali di NTB mengalami defisiensi Se, Ca, Na dan K dan sapi bali di Balidefisiensi P, K dan Cu. Sumber pakan di Bali dan NTB, pada 4 tipe lahan (sawah, tegalan,kebun dan hutan) mengandung ke 12 unsur makro dan mikro mineral dengan konsentrasinyayang bervariasi dan sangat minim, oleh karena itu diperlukan formulasi ransum yang tepat,sehingga diperoleh formula standar agar sapi bali tidak mengalami defisiensi mineral.Kualitas lahan di Bali dan NTB cukup sesuai untuk pengembangan pakan, namun unsur haramakro (K, Mg dan Ca) tersedianya cukup tinggi dan unsur hara mikro ( Fe, Cu, Zn dan CO)sangat rendah menjadikan kendala dalam pengembangan pakan ternak.
Sapi bali yang dipelihara di Bali dan NTB mengalami defisiensi beberapa mineralyang disebabkan oleh ketersediaan sumber pakan yang miskin mineral akibat tumbuh padatanah dengan ketersediaan mineral rendah. Oleh karena itu untuk menghasilkan sapi baliunggul disarankan pemeliharaan sapi bali secara terintegrasi berbasis sumber pakan sesuaitipe lahan tempat sapi bali dipelihara, dengan aplikasi formulasi ransum dan pada lahandilakukan penambahan anorganik atau pemupukan sesuai dengan jenis mineral yangdiperlukan.
Penelitian tahap II dimulai dengan perlakuan sapi jantan umur muda denganpemberian pakan berbasis terintegrasi lingkungan dan aplikasi formulasi ransum, denganpemberian : rumput (15,72 kg), legum (8,13 kg), dedak padi (0,5 kg), jagung kuning (0,5 kg)dan penambahan mineral dengan konsentrasi : 0 gr, 2,5 gr, 5,0 gr dan 7,5 gr. Dipelihara padaempat tipe lahan, (kebun, sawah, tegalan dan hutan). Pada setiap bulan dilakukan pengukuranbobot badan (BB) dan akhir penelitian dilakukan perhitungan terhadap peningkatan bobotbadan (PBB) sapi bali.
Hasil penelitian membuktikan, formulasi ransum dengan penambahan mineral 7,5 grPBB sapi bali yang dipelihara pada lahan tegalan : 0,8 kg/ekor/hari, sedangkan di lahankebun dan hutan : 0,6 kg/ekor/hari. Sedangkan penambahan mineral 5,0 gr, PBB sapi baliyang dipelihara pada lahan sawah : 0,7 kg/ekor/hari. Sedangkan bobot badan sapi baliberbeda-beda pada empat tipe lahan pemeliharaan, BB tertinggi diperoleh pada sapi bali yangdipelihara di lahan tegalan (265,88) dan terendah dilahan hutan (249,90 kg). Oleh karena itudisarankan, sapi bali yang dipelihara pada lahan tegalan, kebun dan hutan pada ransumnyaperlu diberikan tambahan mineral 7,5 gr sedangkan sapi bali dilahan sawah sebanyak : 5,0 gr.Dari hasil penelitian tahap II ini dapat disarankan : perlu dibuatkan formulasi ransum yangdicetak untuk meningkatkan PBB sapi bali.
Penelitian tahap III, bertujuan untuk menguji formulasi pakan tahap II, untuk sapi baliyang dipelihara dengan sistem konvensional. Sapi bali dipelihara tanpa perlakuan pakan dansistem management pemeliharaan yang baik. Sapi bali dipelihara dalam kandang individudengan kondisi seadanya, tanpa memperhatikan aspek kesehatan hewan. Perlakuan berupaformulasi ransum yang diperoleh pada tahun ke II diberikan terhadap sapi bali tersebutdalam 2 (dua) bentuk, yakni : bentuk konsentrat campuran dan konsentrat cetak.
Terhadap seluruh sampel dilakukan pengukuran bobot badan awal (saat dibeli), bulanI (awal perlakuan), bulan ke II (1 bulan post perlakuan), bulan ke III (tengah perlakuan) danbulan ke IV (akhir perlakuan). Keseluruhan penelitian akan berakhir pada Tgl 26 September2014. Selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap 4 kali pengukuran bobot badan sehinggapada akhir penelitian akan ditemukan Peningkatan Bobot Badan (PBB) sapi bali. Hasilpenelitian sementara tahap III menunjukkkan, belum ada perbedaan yang nyata (P ≥0,05)antara sapi bali yang diberikan : bentuk konsentrat campuran dan konsentrat cetak.
4
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi pengembangan sapi lokal Indonesia sangat besar, sehingga perlu usaha
pemberdayaan dan peningkatan kualitas maupun kuantitas. Diantara sapi lokal yang ada di
Indonesia adalah sapi bali, yang diketahui memili potensi dan banyak dipelihara oleh
masyarakat. Keadaan ini sangat mendukung upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani
asal ternak berbasis sumberdaya domestik melalui Program Swasembada Daging Sapi tahun
2014 (PSDS-2014). PSDS merupakan salah satu program untuk menurunkan impor daging
sapi bakalan, yang kini telah mencapai 30% dari kebutuhan daging Nasional, oleh karena itu
sapi bali harus terus dikembangkan, dengan cara meningkatkan produktivitasnya dan selalu
melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan pada sapi.
Dari penelitian tahap I yang dilakukan Suwiti, dkk. (2012), sapi bali yang dipelihara
di Bali dan NTB mengalami penyakit defisiensi mineral Zn, Mn dan Cl selain itu sapi bali di
NTB mengalami defisiensi Se, Ca, Na dan K dan sapi bali di Bali defisiensi P, K dan Cu.
Keadaaan tersebut dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan sistem dan
fungsi immun pada sapi.
Sumber pakan di Bali dan NTB mengandung ke 12 unsur makro dan mikro mineral
yang diperlukan sapi bali, namun dengan kadar yang sangat rendah dan bervariasi, oleh
karena itu diperlukan aplikasi formulasi ransum yang tepat. Pada penelitian ini juga
membuktikan lahan di daerah Prov. Bali dan Nusa Tenggara Barat cukup sesuai untuk
pengembangan pakan ternak, walaupun ketersediaan K, Mg, Ca tanah sangat tinggi dan Fe,
Cu, Zn, Co sangat rendah, untuk perbaikannya dapat dilakukan penambahan bahan organik
dan pemupukan. Mengingat ketersediaan sumber hijauan pakan tumbuh di tanah yang miskin
unsur mineral maka ternak yang mengkonsumsi hijauan tersebut akan menunjukkan gejala
defisiensi mineral, sehingga berdampak pada kejadian defisiensi pada sapi bali dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan.
Dari hasil penelitian tersebut maka pemberian suplemen makro dan mikromineral
pada sapi bali harus dilakukan, sesuai dengan dosis yang diperlukan. Hal ini disebabkan
karena elemen-elemen mikromineral berinteraksi sangat komplek. Disamping itu, jumlah
mikromineral yang dibutuhkan sangat kecil, dan apabila diberikan berlebihan dapat
menyebabkan keracunan pada ternak.
Penyediaan hijauan bermutu dapat menambah bobot badan sapi, namun hijauan di
daerah Bali dan terutama NTB sulit tumbuh mengingat bulan kering pada kedua daerah
5
tersebut sangat penjang mencapai 6 bulan atau bahkan lebih. Oleh karena itu, untuk produksi
sapi bali unggul harus diberikan konsentrat disamping pemberian hijauan dengan formulasi
yang tepat, agar tercapai pertumbuhan ternak yang maksimum.
Pada lahan sawah, kebun, tegalan dan hutan memungkinkan pengembangan ternak
dengan pola integrasi ternak-tanaman yang saling menunjang dan saling menguntungkan.
Sapi dimanfaatkan tenaganya untuk mengolah tanahnya, sedangkan limbahnya dapat
digunakan sebagai pupuk organik yang mengandung unsur hara yang lengkap. Pengembangan
pakan ternak untuk Daerah Nusa Tenggara Barat dan Daerah Bali perlu dilakukan
penambahan bahan organik dan pemupukan terhadap lahan yang miskin unsur hara (Suwiti,
dkk. 2012).
1.2 Tujuan khusus
Penelitian Tahap III ini bertujuan, untuk memformulasikan pakan ransum yang
berasal dari sumber pakan dilingkungan sapi dipelihara dengan penambahan beberapa
mineral. Lebih lanjut penelitian ini bertujuan membuat SOP ( standar operasional procedure)
pemeliharaan sapi berbasis agribisnis melalaui management dan pemeliharaan kesehatan
hewan sesuai dengan tipe lahan.
1.3 Urgensi/Keutamaan penelitian
Penelitian ini menjadi sangat penting dilakukan untuk dapat memproduksi sapi
unggul dengan sumber pakan berbasis pada lingkungannya. Hasil penelitian menunjukkan,
sekitar 70% dari produktivitas ternak, terutama untuk pertumbuhan dan kemampuan
produksinya dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sedangkan 30% lainnya dipengaruhi oleh
faktor genetik. Di antara faktor lingkungan tersebut, faktor pakan, kandungan nutriennya,
dan teknologi memformulasi ransum berpengaruh paling besar, yakni 60%. Besarnya
pengaruh faktor lingkungan, terutama faktor nutrisi menunjukkan bahwa walaupun potensi
genetik ternak tinggi. Namun, produksi yang tinggi tidak akan mampu dicapai tanpa
pemberian ransum yang memenuhi persyaratan, terutama mampu memenuhi kebutuhan
ternak akan nutrien.
Hijauan di daerah tropis pada umumnya cepat tumbuh, namun kualitasnya lebih
rendah dibandingkan hijauan yang tumbuh di daerah subtropis. Oleh karena itu, sapi bali
ataupun ternak ruminansia lainnya yang diperuntukkan sebagai produksi daging harus
memperoleh konsentrat disamping pemberian hijauan agar tercapai pertumbuhan ternak yang
6
lebih cepat. Kualitas pakan hijauan, selian dipengaruhi oleh faktor tumbuh (jenis tanah dan
kesuburannya, topografi, musim, dan mikro klimit juga jenis pakannya sendiri
Kualitas unsur hara makro dan mikro berdasarkan hasil analisis tanah yang terdiri
atas P, K, Ca, Mg, Na, Fe, Cu, Zn, Co, Mn, Se dan Cl. Kadar P sangat rendah terdapat di tipe
lahan sawah, sedangkan kadar P sangat tinggi terdapat pada lahan kebun. Di Bali, kadar P
sangat rendah terdapat pada lahan hutan dan kebun dan kadar P rendah terdapat pada lahan
sawah, sedangkan pada lahan tegalan kadar P sangat tinggi (Suwiti, dkk. 2012).
Hasil analisis mineral yang dilakukan Suwiti, dkk. (2012) terhadap sumber pakan di
Bali dan NTB terdapat secara lengkap unsur makro dan mikromineral, dengan jumlah yang
sangat bervariasi, namun konsentrasi yang sangat kecil. Sehingga untuk memenuhi ketentuan
seperti dianjurkan oleh NRC (2000), harus diformulasikan ransum/pakan agar sesuai dengan
kebutuhan sapi tersebut. Hal ini disebabkan, kekurangan salah satu makromineral seperti Ca
dan P pada sapi dapat menyebabkan penyakit bungkuk (arch back) (Yaremcio 2010).
Mineral Ca dan P di dalam tubuh hewan bekerja saling mendukung sehingga jika kekurangan
salah satu dari elemen tersebut akan berpengaruh terhadap keduanya misalnya dalam
pembentukan tulang harus ada kedua mineral tersebut. Kalsium juga penting dalam fungsi
otot, sedangkan phosphor merupakan mineral penting dalam fungsi metabolisme seperti
metabolisme karbohidart, protein dan lemak dan dalam fungsi otot dan saraf (Ward and Lardy
2005). Kekurangan mineral magnesium dapat memberikan gejala seperti sapi menjadi tidak
tenang, minat makan berkurang (anorexia) dan peningkatan tekanan darah. Kekurangan
potassium (K) juga menyebabkan turunnya minat makan dari sapi yang berakibat penuruanan
berat badan, rambut kasar dan lemah otot dan jika kekurangan berlebihan dapat menyebabkan
sapi tidak bisa berdiri (Parish and Rhinehart 2008).
Pemberian bahan pakan yang tepat pada sapi bali dapat membantu kekurangan
makromineral yang dibutuhkan seperti dengan pemberian bahan makanan yang berasal dari
kelompok leguminosae dapat membantu untuk meningkatkan kandungan Ca and K (Ward
and Lardy 2005). Mereka juga mengatakan bahwa pemberian pakan dari limbah jagung
(lahan kebun) dapat membantu mengatasi kekurangan K pada bahan pakan sapi bali.
BAB 2. STUDI PUSTAKA
2.1 Mineral
Mineral adalah senyawa alami yang terbentuk melalui proses geologiss. Mineral
termasuk dalam komposisi unsur murni dan garam sederhana sampai silikat yang sangat
7
kompleks dengan ribuan bentuk. Ada dua jenis mineral yaitu mineral makro dan mineral
mikro, kedua mineral ini dapat dipenuhi dari bahan pangan. Makro mineral dibutuhkan atau
diperlukan dalam jumlah relatif besar merupakan unsur yang sangat penting yang dibutuhkan
untuk proses fisiologis ternak. Unsur mineral esensial makro seperti Ca, Mg, Na, K dan P
diperlukan untuk menyusun struktur tubuh seperti tulang dan gigi, penyusun nutrisi organik,
seperti lipid dan protein yang ditemukan dalam jaringan sel, otot dan organ tubuh. Sebagai
garam terlarut dalam darah, cairan tubuh dan berperan dalam mempertahankan hubungan
osmotik serta keseimbangan asam-basa cairan tubuh. Sedangkan mikro mineral hanya
diperlukan dalam jumlah relatif kecil, seperti Fe, Cu, Zn, I, Co, Cr, Mn, Se dan Mo yang
berfungsi untuk aktifitas sistem enzim dan hormon dalam tubuh. Mencegah kerusakan
oksidatif pada sel, sebagai katalis dan regulator dan berperan dalam reproduksi dan
kekebalan tubuh. Dibawah ini disajikan tabel kebutuhan mineral sapi per hari dari berbagai
sumber ( McDowell., 1992. Beran and Dilex, 2006., Arifin, 2008).
Tabel 2.1 Standar Konsentrasi makro dan mikro mineral
No. Parameter Standar (mg/l)
1 Ca 8 – 122 Mg 1,8 - 3,13 Na 13,5 – 16,04 K 205 P 16 Fe 1-87 Cu 0,67 – 0,788 Zn 1-59 Co 0,02-1,010 Mn 2-611 Se 3-512 Cl 70-85
Defisiensi mineral adalah suatu keadaan dimana terjadi “kekurangan” dalam hal
pemenuhan mineral baik yang dilihat dari segi kwalitas maupun kuantitas. Defisiensi mineral
merupakan hal yang harus diperhatikan untuk menghindari penyakit yang timbul akibat
defisiensi tersebut. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian defisiensi
mineral pada ternak, yakni : (1). Kondisi tanah dan jenis tanaman, pada tanah berpasir yang
sangat miskin unsur mineral, kondisi tanah yang tidak dipupuk, dan ditanami terus-menerus
akan mempengaruhi kandungan mineral tanaman yang tumbuh di tanah tersebut. (2) Tingkat
kemasaman (pH) tanah, pada tanah alkalis dengan pH 8 akan terjadi defisiensi Fe, Mn, dan
Zn, sebaliknya pada pH 5 terjadi defisiensi Cu. Defisiensi mineral dapat mengakibatkan
8
beberapa penyakit pada ternak, seperti : rapuh tulang, kelumpuhan, grass tetani (Ahmed,
2002).
Mineral penting untuk berbagai fungsi tubuh, mineral ini diperoleh asupan pakan.
Keberadaan mineral pada pakan sangat tergantung kondisi lahan pertumbuhannya.
Kandungan mineral pada berbagai spesies tanaman sangat bervariasi tergantung dari musim,
kondisi tanah dan jenis tanaman. Pada musim penghujan kandungan mineral pada tanaman
lebih tinggi dibandingkan dengan pada musim kemarau. Tumbuhan jenis kacang-kacangan
mengandung Cu, Zn, Mo dan Co lebih tinggi dibandingkan dengan rumput-rumputan
sedangkan sebaliknya kandungan Se lebih tinggi pada rumput-rumputan (Khan et al, 2007).
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap konsentrasi mineral dalam darah, antara
lain : musim, spesies, jenis kelamin, umur makanan, status kesehatan dan keadaan fisiolgi
tubuh hewan tersebut, seperti dalam keadaan bunting, atau laktasi (Beran dan Dilex, 2006).
Para peternak sering mengabaikan asupan mineral yang dibutuhkan oleh ternaknya.
Kejadian defisiensi mineral banyak ditemukan pada ternak di daerah kering, daerah
yang sebagian besar tanahnya berpasir dan daerah bergambut. Di daerah yang kering dan
curah hujan rendah, kandungan mineral dalam pakan ternak pada musim kemarau lebih
rendah dibandingkan pada musim hujan (Prabowo et al. 1984). Kondisi tanah yang asam atau
berpasir akan dapat melarutkan unsur mineral dan masuk ke dalam lapisan tanah yang lebih
dalam, sehingga tanah menjadi miskin unsur hara termasuk mineral.
2.2 Daya Dukung Pakan
Keberhasilan maupun kegagalan usaha pemeliharaan sapi bali banyak ditentukan
oleh pakan yang diberikan, baik secara kuantitatif atau pun kualitatif dan teknologi formulasi
ransum dalam memenuhi kebutuhannya akan nutrien. Sementara di satu sisi pakan
didefinisikan sebagai bahan pakan (non konvensional, konvensional, maupun komersial)
yang sangat potensial sebagai bahan penyusun ransum. Di sisi yang lain, ransum
didefinisikan sebagai satu atau beberapa jenis pakan yang diberikan untuk seekor ternak
selama sehari semalam (24 jam).
Di Pulau Bali dijumpai daerah iklim E-F yaitu di Bukit (Badung) dan Nusa Penida
(Klungkung) yang mata pencaharian pokoknya dari sector peternakan (Manik, dkk. 1977).
Pada musim kering yang panjang sering kekurangan hijauan untuk pakan ternaknya.
Disamping itu saat ini ternak sering dipakai mengolah tanah, akibatnya ternak yang kurus dan
dikerjakan akan bertambah kurus lagi, sehingga sering ternaknya akan mati kekurangan
pakan. Petani dihadapkan pada pilihan apakah ternak dipelihara yang kemungkinan akan
9
mati, atau dijual dengan harga yang sangat murah dan untuk menghindari kerugian petani
biasanya menjual ternaknya.
Rendahnya produktivitas dan mutu hijauan pakan di daerah tropis umumnya
disebabkan kekurangan N, yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan rumput. Rumput yang
tumbuh adalah rumput natif (local) yang produksinya rendah yaitu rata-rata 0,8 t/ha dan
mutunya juga rendah (Himphreys. 1974). Akibatnya sapi yang mengkonsumsi rumput
pertumbuhan lambat yaitu rata-rata 0,1 kg/ekor/hari dengan daya dukung 1 ekor/ ha sehingga
untuk dapat mencapai berat pasar (375 kg) diperlukan waktu 5-6 tahun.
Kendatipun pengembangan palawija pada lahan kering sulit dan penuh resiko
kegagalan, namun petani masih beranggapan bahwa keperluan tanaman pangan lebih penting
dari tanaman pakan. Oleh karena itu lahan produktif dimanfaatkan untuk tanaman pangan
sedangkan yang non produktif untuk tanamanan pakan. Hal ini menyebabkan petani pada
lahan kering telah menetapkan sistem bertanam untuk tanaman pangan tetapi untuk tanaman
pakan belum belum diterapkan karena dianggap kurang penting.
Telah dicoba menanam hijauan unggul (rumput dan legume) pada perkebunan kelapa
di Sanghyang (Negara) (Rika dkk.1981). Hasil penelitian mendapatkan, produksi hijauan
yang ditanam tercampur antara rumput dengan legume adalah 15 t/ha. Penyediaan hijauan
bermutu dapat menambah tambahan berat sapi rata-rata 0,35 kg/ekor/hari dengan daya
dukung 4 ekor/ha. Pada daerah kering di Bukit (iklim E) dengan menerapkan STS
(SistemTiga Strata) dapat menyediakan hijauan 13 ton/ha dengan daya dukung 4 ekor/ha.
Pada lahan agak basah dengan memberikan hijauan unggul dengan tambahan
konsentrat (limbah) sesuai dengan keperluan nutrisi ternak dapat menambah berat 0,7
kg/ekor/hari. Ternak yang digunakan berat 250-300 kg dan diperlukan untuk dapat dipasarkan
berat ≥ 400kg diperlukan waktu 0,5 – 1 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa
peningkatan penyediaan hijauan bermutu dapat meningkatkan tambahan berat dan daya
tampung lahan.
Telah dikembangkan dibawah pohon kelapa rumput unggul (Brachiaria decumbent,
Paicum max, Parpalumspp ) dan jenis legume (Centro, stylo, desmodium) yang tujuannya
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hijauan untuk ternak. Hasil penelitian
mendapatkan bahwa produksi hijauan dapat ditingkatkan menjadi 15 t/ha dengan tambahan
berat sapi 0,35 kg/ekor/hari dan daya dukung lahan 4 ekor/ha. Dilain pihak produksi buah
pohon kelapa tidak dipengaruhi.
10
Sistem penggemukan dengan menerapkan system cut and carry yaitu memotong
hijauan dan diberikan di kandang ternak. Sistem kereman adalah untuk penggemukkan sapi
daging yang dimulai saat ternak tumbuh cepat yaitu berat 250-300 kg untuk digemukkan
dalam waktu singkat yaitu 0,5-1 tahun. Untuk penggemukkan ini pakannya harus baik dan
memenuhi standar nutrisi. Biasanya dipergunakan hijauan unggul (rumput, legume) dan
kekurangan nutrisinya diberi tambahan konsentrat berupa dedak, bungkil kelapa atau materi
sebagai sumber protein dan tenaga. Hasil pengamatan mendapatkan bahwa tambahan berat
sapi mencapai 0,7 kg/ekor/hari dengan daya dukung 10 ekor/ha. Penggemukkan dilakukan
dari berat 250 kg selama 1 tahun, sedangkan berat 300 kg digemukkan selama 6 bulan untuk
siap dipasarkan.
2.3 Daya Dukung Lahan.
Lahan atau tanah merupakan sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan penting
bagi setiap kehidupan, karena lahan atau tanah merupakan tempat tinggal dan hidup,
melakukan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, pertambangan, kehutanan dan
sebagainya. Pentingnya peranan lahan atau tanah bagi kehidupan manusia dan
ketersediaannya sangat terbatas menyebabkan penggunaan lahan menjadi tumpang tindih
(overlaping), misalnya kehutanan dan pertanian atau perkebunan, sawah untuk memelihara
ikan, peternakan, perkebuan tebu atau padi dan sebagainya.
Pendayagunaan lahan atau tanah memerlukan pengelolaan yang tepat dan sejauh
mungkin mencegah dan mengurangi kerusakan serta dapat menjamin kelestarian sumberdaya
alam tersebut untuk kepentingan generasi yang akan datang. Pada sistem lingkungan tanah,
usaha-usaha yang perlu dikerjakan adalah rehabilitasi, pengawetan, perencanaan dan
pendayagunaan yang optimum (Soerianegara, 1977). Penggunaan lahan yang kurang tepat
dapat menyebabkan lahan menjadi rusak, misalnya lahan yang curam seharusnya tidak boleh
dibuka, tetapi karena kebutuhan akan lahan maka lahan terpaksa digunakan untuk
kepentingan usaha pertanian. Konsekuensi lahan yang terbuka, kecepatan dan volume
limpasan permukaan serta erosi menjadi besar, sehingga tanah menjadi rusak atau kritis. Luas
lahan kritis akhir pelita VI (awal tahun 1999/2000) di Indonesia telah mencapai 23.242.880
hektar, sedangkan di Bali mencapai 33.425 hektar (Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan
Perhutanan Sosial, 2001).
Ditinjau dari kelestarian sumberdaya alam, setiap tanah mempunyai daya guna yang
berbeda sesuai dengan sifat dan daya dukungnya. Ada tanah yang dapat ditanami tanaman
semusim secara intensif tanpa adanya kerusakan, tetapi sebaliknya ada tanah yang baru
11
ditanami 2 - 3 kali saja sudah tidak produktif lagi. Jadi langkah konservasi tanah adalah
menggunakan tanah sesuai dengan kemampuannya.
Penggunaan tanah untuk tanaman semusim akan menimbulkan proses pemiskinan dan
perusakan pada tanah tersebut. Pemiskinan dan perusakan tersebut dapat terjadi karena
pengangkutan unsur hara (termasuk bahan organik) oleh tanaman dan karena terjadi erosi.
Tingkat kerusakan yang terjadi tentu saja berbeda antara satu tanah dengan tanah yang
lainnya. Kita untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari suatu lahan untuk jangka waktu
yang lama, maka kita harus memperlakukan tanah tersebut sesuai dengan syarat yang
diperlukan agar disuatu pihak tanah dapat memberikan hasil yang maksimal dan dipihak lain
tanah tidak menjadi cepat rusak.
Pemanfaatan lahan untuk pengembangan peternakan, menimbulkan pandangan
dualisme yang bertentangan dalam dua kubu terhadap dampak dari ternak terhadap lahan. Di
satu pihak terdapat pandangan ekstrim yang memandang ternak sebagai salah satu penyebab
terjadinya kerusakan sumberdaya lahan, karena ternak dianggap sebagai hama bagi
sumberdaya alam. Di pihak lain terdapat keyakinan ternak justru dapat dimanfaatkan untuk
menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah. Kedua pandangan tersebut sama-sama
mengandung kebenaran, karena ternak ibarat pisau bermata dua. Pengelolaan ternak yang
tepat dapat dimanfaatkan sebagai pelestarian sumberdaya alam, sebaliknya bila ternak
dikelola secara ceroboh maka dapat menjadi faktor penyebab kerusakan lahan. Pemanfaatan
lahan untuk peternakan diperlukan usaha penyerasian antara peruntukan lahan dengan sistem
produksi peternakan dan pemanfaatan untuk usaha tani terpadu. Prioritas utama dalam
pemanfaatan lahan adalah peningkatan penyediaan hijauan baik kualitas maupun
kontinuitasnya.
2.4 Aplikasi teknologi pakan ternak.
Kemampuan produktivitas ternak dipengaruhi oleh dua faktor,yakni : lingkungan
(70%) dan genetik (30%). Diantara faktor lingkungan tersebut, faktor pakan/nutrisi,
kandungan nutrien, dan teknologi memformulasi ransum berpengaruh paling besar (60%).
Untuk sapi penghasil daging, arah distribusi nutrien yang berasal dari nutrien yang
dikonsumsinya adalah untuk hidup pokok dan peningkatan bobot selama penggemukan
dalam meningkatkan kualitas karkas (daging), baik secara fisik, kimia, maupun
mikrobiologis.
Penentuan standar kebutuhan nutrien ternak akan nutrien disebut sebagai konsep
Feeding Standards (FS), yaitu sebuah tabel yang menunjukkan jumlah bahan makanan dan
12
zat-zat makanan (nutrien) yang harus disediakan dalam ransum untuk jenis ternak berbeda
dan untuk tujuan berbeda pula.
Dalam memformulasi ransum untuk memenuhi kebutuhan ternak akan nutrien,
minimal memperhatikan 3 hal penting, yakni : (1) tabel standar kebutuhan ternak akan
nutrien sesuai dengan status fisiologisnya , (2) ketersediaan pakan hijauan dan atau
konsentrat, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, terutama nutrien yang terkandung di
dalamnya dan (3) teknik atau cara memformulasinya.
Pemberian pakan hijauan berupa rumput saja secara terus-menerus dalam kurun
waktu lama, tidak jarang terjadi pertumbuhan yang negatif atau mengalami penurunan bobot
badan atau prestasi produksi. Hasil penelitian Putra (2008) menunjukkan bahwa untuk
menghasilkan produktivitas sapi bali yang memuaskan dalam pemberian pakan hijauan saja,
sebaiknya dalam memformulasi ransum minimal ada tiga jenis pakan hijauan, yakni rumput
gajah, gamal, dan waru. Lebih lanjut dijelaskan bahwa masing-masing pakan hijauan
tersebut mempunyai peran tertentu : rumput gajah sebagai sumber energi siap pakai, gamal
sebagai sumber protein fungsional, dan waru selain sebagai protein struktural juga sebagai
agen defaunasi. (Hartadi, dkk.1990)
Ransum untuk sapi bali yang digemukkan harus cukup mengandung karbohidrat dan
lemak, supaya peningkatan dagingnya cepat terbentuk. Untuk sapi penggemukan imbangan
protein dan lemaknya adalah 1 berbanding 7 (IP = 1 : 7) atau 1 berbanding 8 (IP = 1 : 8).
Macam hijauan yang baik diberikan pada sapi antara lain, rumput-rumputan, dedaunan,
kacang-kacangan, konsentrat, pakan tambahan/suplemen dan probiotik. Jumlah hijauan yang
diberikan minimal 10-15% dari bobot badan (BB) dan konsentrat 1-2% dari bobot badan
(BB). Porsi rumput dan legume adalah 60 : 40 atau 75 : 25 tergantung dari ketersediaan
legume. Pemberian pakan pelengkap tergantung dari jenis dan merknya, biasanya sekitar 1
sendok makan. Frekuensi pemberian pakan, semakin sering semakin baik, biasanya 2-3 kali
sehari, hindari pemberian pakan sekaligus dalam jumlah banyak, karena akan banyak yang
terbuang. Pemberian pakan yang cukup dan seimbang merupakan salah satu faktor
lingkungan yang menentukan besarnya biaya produksi. Biaya pakan dapat ditekan melalui
pemberian pakan yang efisien sehingga keuntungan yang diperolah menjadi lebih besar.
13
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan Penelitian
Sampel penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Catur Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli Provinsi
Bali. Dua puluh empat ekor sapi bali jantan digunakan sebagai sampel penelitian, telah
dikastrasi dengan bobot badan berkisar antara : 250kg - 325 kg. Sapi yang digunakan sebagai
sampel tidak menunjukkkan gejala sakit, dengan pemeliharaan yang konvensional, tanpa
memperhatikan sistem managemen pakan, kandang dan kesehatan hewan, diberikan pakan
bersumber dari lingkungan tempat pemeliharaan berupa rumput dan leguminosa.
Ransum yang diberikan
Ransum yang di berikan terdiri dari 3 jenis yaitu : formulasi ransum I (kontrol), terdiri
dari 70 % rumput dan 30 % leguminosa ( lamtoro, kaliandra, dadap dan lain-lain). Formulasi
ransum II diberikan suplementasi berupa konsentrat sebanyak 1 kg terdiri dari 0,5 gram dedak
padi, 0,5 gram jagung kuning dan 7,5 gram mineral premix. Formulasi ransum III diberikan
suplementasi sebanyak 1 kg kosentrat cetak yang susunannya sama dengan formulasi ransum
II.
Alat Penelitian
Untuk pembuatan konsentrat cetak digunakan peralatan sebagai berikut : Timbangan,
Alat pencetak pakan, mortir, kompor, panci penangas, oven, plastik pembungkus, aluminium
foil. Sedangkan untuk pengukuran bobot badan digunakan alat tongkat ukur dan meteran
merek Bravo Veterinary Equiefment serta dibantu dengan meteran laser Extech, dengan
ketelitian pembacaan 0,1 cm dan mampu mengukur dari 5 cm – 20000 cm . Tongkat ukur
berukuran panjang atau tinggi 0 – 225 cm, dan meteran dengan panjang maksimum 250 cm,
dan meteran laser digital, seperti disajikan pada Gambar 3.1
14
Gambar 3.1 . Alat Ukur Dimensi Tubuh
3.2. Metode Penelitian
a. Pembuatan konsentrat
Sebanyak 0,5 gram dedak padi, 0,5 gram jagung kuning dan 7,5 gram mineral premix,
ditimbang, kemudian dicampur sampai rata dan dimasukkan kedalam kantung plastik.
b. Pembuatan konsentrat cetak
Disiapkan 1 liter air yang dicampur dengan 15 gr tepung tapioka, diaduk dan
dimasak sampai mendidih, kemudian dituangkan kedalam campuran konsentrat ( 0,5 gram
dedak padi, 0,5 gram jagung kuning dan 7,5 gram mineral premix ). Diaduk sampai rata.
Kemudian dimasukkan kedalam cetakan. Dioven selama 24 jam pada suhu 70oC. Pakan
yang sudah dicetak dan dioven dikemas dalam kantong plastik .
c.Uji Palatabilitas
Sebelum dilakukan true penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji palatabilitas . Uji ini
dilakukan selama 1 minggu yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan sapi bali
terhadap formulasi ransum yang akan dijadikan perlakuan, dan secara tidak langsung
melakukan adaptasi dan mencari metode yang digunakan selama penelitian.
d. Perlakuan/pemberian formulasi ransum sapi bali
Penelitian dilakukan selama empat bulan dengan alokasi waktu sebagai berikut :
Bulan pertama untuk adaptasi sapi bali, mengingat sapi bali yang digunakan sampel berasal
dari berbagai daerah di Provinsi Bali. Bulan kedua dilakukan pemberian pakan dengan
formulasi ransum yang telah dilakukan , dan dilakukan pengukuran bobot badan. Data ini
dianggap sebagai data awal sebelum penelitian dilakukan. Seiring dengan perlakuan formulasi
ransum selanjutnya setiap bulannya dilakukan pengukuran bobot badan sapi bali yang
dijadikan sebagai sampel penelitian. Penelitian dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan 26
14
Gambar 3.1 . Alat Ukur Dimensi Tubuh
3.2. Metode Penelitian
a. Pembuatan konsentrat
Sebanyak 0,5 gram dedak padi, 0,5 gram jagung kuning dan 7,5 gram mineral premix,
ditimbang, kemudian dicampur sampai rata dan dimasukkan kedalam kantung plastik.
b. Pembuatan konsentrat cetak
Disiapkan 1 liter air yang dicampur dengan 15 gr tepung tapioka, diaduk dan
dimasak sampai mendidih, kemudian dituangkan kedalam campuran konsentrat ( 0,5 gram
dedak padi, 0,5 gram jagung kuning dan 7,5 gram mineral premix ). Diaduk sampai rata.
Kemudian dimasukkan kedalam cetakan. Dioven selama 24 jam pada suhu 70oC. Pakan
yang sudah dicetak dan dioven dikemas dalam kantong plastik .
c.Uji Palatabilitas
Sebelum dilakukan true penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji palatabilitas . Uji ini
dilakukan selama 1 minggu yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan sapi bali
terhadap formulasi ransum yang akan dijadikan perlakuan, dan secara tidak langsung
melakukan adaptasi dan mencari metode yang digunakan selama penelitian.
d. Perlakuan/pemberian formulasi ransum sapi bali
Penelitian dilakukan selama empat bulan dengan alokasi waktu sebagai berikut :
Bulan pertama untuk adaptasi sapi bali, mengingat sapi bali yang digunakan sampel berasal
dari berbagai daerah di Provinsi Bali. Bulan kedua dilakukan pemberian pakan dengan
formulasi ransum yang telah dilakukan , dan dilakukan pengukuran bobot badan. Data ini
dianggap sebagai data awal sebelum penelitian dilakukan. Seiring dengan perlakuan formulasi
ransum selanjutnya setiap bulannya dilakukan pengukuran bobot badan sapi bali yang
dijadikan sebagai sampel penelitian. Penelitian dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan 26
14
Gambar 3.1 . Alat Ukur Dimensi Tubuh
3.2. Metode Penelitian
a. Pembuatan konsentrat
Sebanyak 0,5 gram dedak padi, 0,5 gram jagung kuning dan 7,5 gram mineral premix,
ditimbang, kemudian dicampur sampai rata dan dimasukkan kedalam kantung plastik.
b. Pembuatan konsentrat cetak
Disiapkan 1 liter air yang dicampur dengan 15 gr tepung tapioka, diaduk dan
dimasak sampai mendidih, kemudian dituangkan kedalam campuran konsentrat ( 0,5 gram
dedak padi, 0,5 gram jagung kuning dan 7,5 gram mineral premix ). Diaduk sampai rata.
Kemudian dimasukkan kedalam cetakan. Dioven selama 24 jam pada suhu 70oC. Pakan
yang sudah dicetak dan dioven dikemas dalam kantong plastik .
c.Uji Palatabilitas
Sebelum dilakukan true penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji palatabilitas . Uji ini
dilakukan selama 1 minggu yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan sapi bali
terhadap formulasi ransum yang akan dijadikan perlakuan, dan secara tidak langsung
melakukan adaptasi dan mencari metode yang digunakan selama penelitian.
d. Perlakuan/pemberian formulasi ransum sapi bali
Penelitian dilakukan selama empat bulan dengan alokasi waktu sebagai berikut :
Bulan pertama untuk adaptasi sapi bali, mengingat sapi bali yang digunakan sampel berasal
dari berbagai daerah di Provinsi Bali. Bulan kedua dilakukan pemberian pakan dengan
formulasi ransum yang telah dilakukan , dan dilakukan pengukuran bobot badan. Data ini
dianggap sebagai data awal sebelum penelitian dilakukan. Seiring dengan perlakuan formulasi
ransum selanjutnya setiap bulannya dilakukan pengukuran bobot badan sapi bali yang
dijadikan sebagai sampel penelitian. Penelitian dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan 26
15
Mei 2014 sampai dengan tgl 26 September 2014. Sehingga pada akhir penelitian akan
diperoleh data Pertambahan Bobot Badan (PBB) sapi bali .
e. Pengukuran bobot badan sapi bali, dilakukan sebagai berikut
1. Panjang Badan (PB) adalah jarak antara tepi depan sendi bahu (toberositas laetralis
dari humerus) dan tepi belakang bungkul tulang duduk (tuber echiadicum). Diukur
dari garis tegak tuberositas lateralis dari humerusi (depan sendi bahu) sampai dengan
tuber ischii.(tepi belakakang bungkul tulang duduk)
2. Lingkar dada(LD) adalah ukuran besarnya tubuh bagian depan dari sapi yang
bersangkutan. Pengukuran lingkar dada dengan jalan melingkari dada dibelakang
sendi siku, tegak lurus vertikal bidang median tubuh.
Gambar 3.2 Cara Mengukur Panjang Badan dan Lingkar Dada
3. Perhitungan Bobot Badan (BB) dan Pertambahan Bobobt Badan (PBB)
dihitung dengan rumus :
BB =a
xPB2LD, disini adalah suatu kostanta yang besarnya tergantung dari umur
sapi dan)(
...
harikuranJarakPengu
AwalBAkhirBTBB
15
Mei 2014 sampai dengan tgl 26 September 2014. Sehingga pada akhir penelitian akan
diperoleh data Pertambahan Bobot Badan (PBB) sapi bali .
e. Pengukuran bobot badan sapi bali, dilakukan sebagai berikut
1. Panjang Badan (PB) adalah jarak antara tepi depan sendi bahu (toberositas laetralis
dari humerus) dan tepi belakang bungkul tulang duduk (tuber echiadicum). Diukur
dari garis tegak tuberositas lateralis dari humerusi (depan sendi bahu) sampai dengan
tuber ischii.(tepi belakakang bungkul tulang duduk)
2. Lingkar dada(LD) adalah ukuran besarnya tubuh bagian depan dari sapi yang
bersangkutan. Pengukuran lingkar dada dengan jalan melingkari dada dibelakang
sendi siku, tegak lurus vertikal bidang median tubuh.
Gambar 3.2 Cara Mengukur Panjang Badan dan Lingkar Dada
3. Perhitungan Bobot Badan (BB) dan Pertambahan Bobobt Badan (PBB)
dihitung dengan rumus :
BB =a
xPB2LD, disini adalah suatu kostanta yang besarnya tergantung dari umur
sapi dan)(
...
harikuranJarakPengu
AwalBAkhirBTBB
15
Mei 2014 sampai dengan tgl 26 September 2014. Sehingga pada akhir penelitian akan
diperoleh data Pertambahan Bobot Badan (PBB) sapi bali .
e. Pengukuran bobot badan sapi bali, dilakukan sebagai berikut
1. Panjang Badan (PB) adalah jarak antara tepi depan sendi bahu (toberositas laetralis
dari humerus) dan tepi belakang bungkul tulang duduk (tuber echiadicum). Diukur
dari garis tegak tuberositas lateralis dari humerusi (depan sendi bahu) sampai dengan
tuber ischii.(tepi belakakang bungkul tulang duduk)
2. Lingkar dada(LD) adalah ukuran besarnya tubuh bagian depan dari sapi yang
bersangkutan. Pengukuran lingkar dada dengan jalan melingkari dada dibelakang
sendi siku, tegak lurus vertikal bidang median tubuh.
Gambar 3.2 Cara Mengukur Panjang Badan dan Lingkar Dada
3. Perhitungan Bobot Badan (BB) dan Pertambahan Bobobt Badan (PBB)
dihitung dengan rumus :
BB =a
xPB2LD, disini adalah suatu kostanta yang besarnya tergantung dari umur
sapi dan)(
...
harikuranJarakPengu
AwalBAkhirBTBB
16
3.3. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang
terdiri dari 3 jenis ransum (Kontrol, Suplementasi kosentrat Mix dan Suplementasi kosentrak
cetak (pelet). Setiap perlakuan digunakan 8 ekor sapi, sehingga sapi yang digunakan
sebanyak 3x8 = 24 ekor.
3.4. Analisis data
Data yang diperoleh berupa berat badan akhir dan tambahan berat badan dianalisis
dengan analisis kovarian, sebagai kovariatnya adalah berat badan awal. Untuk menguji
perbedaan antar rataan dilakukan uji BNT pada taraf signifikasi 5 %.
17
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dibawah ini disajikan hasil pengukuran saat pembelian dan awal penelitian akandiberikan perlakuan formulasi ransum, dan satu bulan setelah perlakuan.
Tabel 1. Pertambahan Bobot Badan Sapi Bali di Desa Catur Kabupaten Bangli
No EarTag
Perlalkuan TanggalPembelian
BeratBeli (kg)
BeratAwal(Kg)
BeratBln 1(Kg)
PBB(Kg/hr)
1 502 Kontrol 03/05/2014 270 291.7 301.6 0.332 509 Kontrol 07/05/2014 300 320.3 332.9 0.423 510 Kontrol 07/05/2014 323 343.2 355.4 0.414 505 Kontrol 07/05/2014 325 346.6 353.9 0.255 522 Kontrol 18/05/2014 342 358.7 374.0 0.516 512 Kontrol 13/05/2014 243 262.1 282.7 0.697 511 Kontrol 13/05/2014 275 294.1 317.9 0.798 525 Kontrol 27/05/2014 290 302.0 315.9 0.469 524 Kosentrat Mix 18/05/2014 262 279.6 291.5 0.4010 516 Kosentrat Mix 13/05/2014 323 341.0 349.4 0.2811 514 Kosentrat Mix 13/05/2014 291 309.2 314.2 0.4112 501 Kosentrat Mix 03/05/2014 310 332.0 354.2 0.7413 503 Kosentrat Mix 03/05/2014 250 272.9 294.7 0.7314 508 Kosentrat Mix 07/05/2014 247 266.9 280.4 0.4515 519 Kosentrat Mix 04/05/2014 300 323.0 328.8 0.1916 521 Kosentrat Mix 04/05/2014 290 311.5 335.6 0.8017 507 Kosentrat Cetak 07/05/2014 262 283.4 292.3 0.3018 506 Kosentrat Cetak 07/05/2014 300 320.3 331.7 0.3819 504 Kosentrat Cetak 07/05/2014 280 300.9 311.6 0.3520 520 Kosentrat Cetak 13/05/2014 304 322.0 338.1 0.5321 518 Kosentrat Cetak 13/05/2014 323 340.1 348.3 0.2722 513 Kosentrat Cetak 13/05/2014 270 288.8 306.6 0.5923 515 Kosentrat Cetak 13/05/2014 325 343.5 352.7 0.3024 517 Kosentrat Cetak 13/05/2014 340 359.5 368.0 0.28
Rata-rata 294 313.1 326.3 0.45
Hasil sidik ragam Tabel 1. menunjukkan bahwa selama pengamatan dari awal
penelitian hingga bulan pertama perlakuan yang diberikan pada sapi bali jantan di desa Catur,
kecamatan Kintamani, kabupaten Bangli, Bali belum menunjukkan perbedaan berat badan
dan pertambahan berat badan yang nyata (P>0,05). Hal ini disebabakan karena sapi tersebut
masih melakukan adaptasi terhadap pakan yang diberikan maupun lingkuanagn yang baru
18
karena sapi-sapi tersebut di datangkan atau di beli dari daerah berbagai daerah di luar desa
tersebut.
Tabel 2. Hasil Sidik Ragam Berat Badan (gram) dan Pertambahan Berat Badan (gram/hari).
Variabel SurmberKeragaman
JumlahKuadrat
DerajatBebas
KudratTengan
FHitung
Sig.(P)
Berat BadanBerat Awal 15963.464 1 15963,464 508,62 0,000
Perlakuan 31.372 2 15,686 0,50 0,614
Galat 627.722 20 31,386
Total 17327.820 23
TambahanBerat Badan
Berat Awal 0,091 1 0,091 3,01 0,098Perlakuan 0,430 2 0,021 0,70 0,507Galat 0,608 20 0,030Total 0,768 23
4.2 Pembahasan
Faktor lingkungan yang berkaitan dengan fisiologi ternak antara lain adalah
temperatur atau panas, iklim, dan kelembaban. Toleransi ternak terhadap temperatur
lingkungan bervariasi, tergantung pada spesies dan lingkungan hidup (Ensminger et al.
,1990). Secara fisiologis tubuh ternak akan bereaksi terhadap rangsangan yang mengganggu
fisiologis normal, sebagai ilustrasi ternak akan mengalami cekaman panas jika jumlah rataan
produksi panas tubuh dan penyerapan radiasi panas dari sekelilingnya lebih besar daripada
rataan panas yang hilang dari tubuhnya (Devendra dan Faylon, 1989). Ternak membutuhkan
lingkungan yang cocok untuk mempertahankan hidup, pertumbuhan, dan produksi maksimal
serta kebutuhan fisiologinya. Berkurangnya performa pada ternak yang mengalami cekaman
panas dan dingin merupakan akibat dari gangguan pada proses termogulasi yang
mempengaruhi perubahan keseimbangan energi, air, dan endokrin (Johnson, 1983).
Tabel 1. dapat dilihat bahwa berat awal berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
berat badan akhir penelitian, sedangakan berat awal tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap pertambahan berat badan. Hal ini disebabkan karena berat akhir atau berat pada
bulan pertama merupakan pertumbuhan komulatif, berat kumulatif suatu ternak tergantung
dari berat sebelumnya atau berat awalnya. Sedangkan pertambahan berat badan tidak
dipengaruhi oleh berat awal, hal ini disebabakan karena pertambahan berat badan merupakan
pertumbuhan absolut, pertumbuhan absolut dipengaruhi oleh umur ternak dan kondisi fisik
ternak. Perubahan pertumbuhan absolute ternak tergantung dari umur ternak tersebut, karena
19
setiap fase pertmbunan mempunyai pertumbuhan absolute yang berbeda, oleh karena sapi
yang digunakan pada penelitian ini umurnya hampir sama yaitu ± 30 bulan, dan kondisi fisik
dan kesehatan sapi hampir sama maka berat awal tidak berpengaruh terhadap tambahan berat
badan.
Pertumbuhan ternak secara optimum dapat tercapai apabila faktor
makanan mengandung semua zat gizi (nutrisi; nutrient) yang diperlukan oleh tubuh (protein,
energi, vitamin, mineral) serta diberikan dalam jumlah yang cukup dan seimbang sesuai
dengan jenis ternak, periode pertumbuhannya (umur, berat) dan tujuan pemeliharaan
(Damarapeka. 2011), Pertmbuhan komulatif yaitu berat badan pada waktu tertentu sangat
dipengaruhi oleh berat badan sebelumnya, sedangkan pertambahan berat badan tergantiung
dari umur ternak, pada saat lahir sampai puberitas terjadi peningkatan berat badan yang
semakin cepat, setelah puberitas pertambahan bobot badannya semakin menurun sampai
tercapainya titik nol setalah dicapainya kedewasaan tubuh (Tulloh, 1978; Sampurna at al
2014).
Tabel 3. Ratan bobot badan saat dibeli, bobot awal, bobot badan bulan pertama dan PBBpada tiga perlakuan yang diberikan.
PerlakuanBerat SaatDibeli (Kg)
Berat Awal(Kg)
Berat Bulanke-1(Kg)
Pertambahan BeratBadan (gram/hari)
Kontrol Rataan 292,5 314,8 329,3 0,48
S D 35,2 33,1 30,6 0,18
KosentratMix
Rataan 287,6 304,5 318,6 0,50
S D 26,7 28,1 27,7 0,23
KosentratCetak
Rataan 300,5 319,8 331,2 0,38
S D 28,1 27,2 25,8 0,12
Total Rataan 293,5 313,1 326,3 0,45
SD 29,4 29,0 27,4 0,18
Hasil pengamat pada saat awal dan hasil rataannya (Tabel 3.), sapi yang digunakan
untuk penelitian di desa Catur, kecamatan Kintamani, kabupaten Bangli, Bali adalah sapi
jantan yang berumur ± 30 bualan, kondisi fisik dan kesehatan sangat baik dan cukup seragam
dengan rataan berat badan saat dibeli 293,5 kg dan raaat berat awal 313,1 kg (kontrol 314,8
kg, kosentrat Mix 304,5 kg dan kosentrat Cetak 319,8 kg). Sedangkan setalah dipelihara
20
selama sebulan diperoleh hasil rataan berat badan 326,3 kg (kontrol 329,3 kg, kosentrat Mix
318,6 kg dan kosentrat Cetak 331,2 kg) dan rataan pertambahan berat badan 0,45 gram/hari
(kontrol 0,48 gram/hari, kosentrat Mix 0,50 gram/hari dan kosentrat Cetak 0,38 gram/hari).
21
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan sementara yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah:
1. Sapi bali jantan yang dipelihara di desa Catur, kecamatan Kinmani, kabupataen
Bangli, Bali berumur ± 30 bulan dengan rataan berat badan saat dibeli 293,5 kg
dan raaat berat awal 313,1 kg
2. Berat badan dan pertambahan berat badan pada bulan ke-1 belum menunjukkan
perbadaan yang nyata antara sapi yang diberikan rumput dan hijauahan saja
(kontrol), suplementasi kosentral Mix dan suplementasi kosentrak cetak.
3. Berat awal sangan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat akhir
penelitian pada bulan ke-1, tetapi tidak berpangaruh nyata (P>0,05) terhadap
pertambahan berat badannya
5.2 Saran
Penelitian ini belum mencapai waktunya sehingga disarankan menunggu sampai empat
bulan perlakuan formulasi ransum sapi bali.
22
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, M.M.M., I.M.T. Fadlalla, and M.E.S. Barri. 2002. Tropical Animal. Health and Prod.34(1): 75−80.
Arifin, Z. 2008. Beberapa Unsur Mineral Esensial Mikro Dalam Sistem Biologi dan Metodeanalisisnya . Balai Besar Penelitian Veteriner. Jurnal Litbang Pertanian, 27(3), 2008.
Beran, Y dan C.Dilex. 2006. Seasonal and Physiological Variations in Serum Chemistry andMineral Concentrations in Cattle. Dept. of Biochemistry, Faculty of Veterinary DicleUniversity. J.of.Biological Trace Element. Vol.109.
Damarapeka. 2011. Pertumbuan Ternak Potong dan Seleksi Ternak Potong http://damarapeka.wordpress.com/2011/07/14/pertumbuhan-ternak-potong-2/.
Devendra, C. and P.S. Faylon. 1989. Sheep Production in Asia. Philipine Council ForAgriculture, Forestry and National Research and Development Departement of Scienceand Technology, Los Banos. Philipina.
Esminger, M. E., J. E. Oldfield and W.W. Hammeman. 1990. Feed and Nutrition. The EnsmingerPublishing Company, California.
Johnston, R.D. 1983. Introduction to Sheep Farming. Granada Publishing Ltd. London
Himphreys, LR (1974). Pasture spesies evaluation, Nitritive value and management. A Coursemanual in Tropocal Pasture science, AAUCS, Australia.
Khan, Z I, M. Ashraf, K. Ahmad, I. Mustafa, M. Danish. 2007. Evaluation of MicroMineralsComposition of Different Grasses in Ration to Livestock Reqruirements. Pak. J. Bot.,39(3): 719-728, 2007.
Manik, I.G, I.G.R Haryana dan Ramli (1977). Pembagian iklim di daerah Bali berdasarkanpembagian iklim Schanidt dan Furguson, FKHP Bull, No 08, Unud.
McDowell, L. R. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. Academic Press Inc. HarcourtBrace Jovanovich Publishers, San Diego, CA.
Parish J and J Rinehart. 2008. Mineral and Vitamin Nutrition for Beef Cattle. Extension Serviceof Mississippi State University, Cooperating with US Department of Agriculture. Actsof Congress. Melissa J.Mixon (Interim Director)
Prabowo, A., J.E. Van Eys, I.W. Mathius, M. Rangkuti, and W.I. Johnson. 1984. Studies on themineral nutrition on sheep in West Java. Balai Penelitian Ternak, Bogor. p. 25.
Rika, I K, I M Nitis and C R Hamphreys, (1981). Effect of stocking rate on cattle growth, pastureproduction and coconut yield in Bali, Trop. Grassland 15-149-157.
23
Tulloh, N.M. 1978. Growth, Development, Body Composition, Breeding and Management. In:Tulloh, N.M. (ed): A Course Manual in Beef Cattle Management and Economics. Pp.59-94. AAUCS. Canberra.
Soerianegara, I. 1997. Pengelolaan Sumberdaya Alam dalam Rangka Pengembangan PolaPemukiman Transmigrasi dengan Usaha Pokok Peternakan. Makalah Sidang PlenoForum Komunikasi Transmigrasi III, Jakarta
Sampurna, I P., IK Saka, I.G.. Oka and P. Sentana. 2014. Patterns of Growth of Bali CattleBody Dimensions. ARPN Journal of Science and Technology. Vol. 3. No.1. Januari2014. Hal 20-30.
Suwiti NK, P. Sentana, Watiniasih. N. Puja. 2012. Peningkatan Produksi Sapi Bali UnggulMelalui Pengembangan Model Peternakan Terintegrasi. Laporan Penelitian Tahap IPenprinas MP3EI 2011-2025.
Ward M and G Lardy. 2005. Beef Cattle Mineral Nutrition. NDSU, www.ag.ndsu.edu.
Yaremcio B. 2010. Trace Minerals for Beef Cows. Adapted from Alberta Agriculture BeefHerd Management. On Web pada Tanggal 16Agustus 2002.