peningkatan kualitas kayu sawitforeibanjarbaru.or.id/wp-content/uploads/2016/07/galam...balfas...

12
PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWIT Dewi Alimah Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Jl. A. Yani Km 28,7 Landasan Ulin, Banjarbaru Kalimantan Selatan Telp./Fax : 0511-4707872 e-mail : [email protected] Website :www.foreibanjarbaru.go.id RINGKASAN Batang kelapa sawit (kayu sawit) merupakan limbah padat dengan potensi yang cukup besar dan belum dimanfaatkan secara optimal.Optimalisasi pemanfaatan limbah batang kelapa sawit dapat menjadi bahan substitusi penggunaan jenis kayu yang semakin mahal dan potensinya semakin berkurang.Akan tetapi kayu sawit memiliki sifat dasar kayu lebih rendah kualitasnya bila dibandingkan dengan kayu komersial atau kayu kelapa.Alasan ini membuat kayu tersebut tidak pernah digunakan oleh masyarakat dan dibiarkan percuma di lahan perkebunan. Berbagai cara telah dilakukan untuk memperbaiki karakteristik kayu sawit hingga mendekati karakteristik kayu konvensional. Tulisan ini memberikan informasi ilmiah mengenai berbagai cara memperbaiki karakteristik kayu sawit menjadi suatu produk yang berkualitas dan bernilai ekonomis. Berdasarkan hasil studi pustaka, beberapa cara peningkatan kualitas kayu sawit yaitu antara lain pengawetan dan pengeringan, impregnasi dan kompregnasi, hibridisasi pada produk plywood, dan perpanjangan daur tanaman sawit untuk mendapatkan karakteristik kayu sawit yang lebih baik. PENDAHULUAN Ditjen Perkebunan tahun 2006 menyebutkan bahwa perkebunan kelapa sawit telah menempati wilayah yang sangat luas, yaitu berkembang di 18 propinsi.Wilayah terluas terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Lima propinsi terluas berturut-turut adalah Riau (1,3 juta Ha), Sumatera Utara (964,3 ribu Ha), Sumatera Selatan (532,4 ribu Ha), Kalimantan Barat (466,9 ribu Ha) dan Jambi (466,7 ribu Ha). Kelima propinsi tersebut memiliki 3,770 juta Ha atau 67,4% dari 5,597 juta Ha di seluruh Indonesia. Saat ini Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia mencatat luas perkebunan kelapa sawit kini sudah mencapai 8 juta ha dengan total produksi 21,9 juta ton minyak sawit sepanjang tahun lalu (Saputra, 2012). Pemanfaatan kelapa sawit selama ini hanya terbatas pada buah untuk memproduksi minyak beserta segala turunannya, serta sampai pada tingkat tertentu pemanfaatan serat buah, tandan dan pelepah untuk memproduksi serat. Bagian batang hasil peremajaan tanaman tua yang mempunyai massa terbesar masih belum dimanfaatkan secara optimal. Dari sekitar 2 juta hektar tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 1997, diperkirakan potensi produksi batang kelapa sawit terbesar adalah Sumatera Utara dan Riau dengan volume sekitar lima juta m3/tahun. Secara umum potensi batang kelapa sawit di Indonesia terkonsentrasi di pulau Sumatera dengan volume lebih dari 17 juta m3/tahun atau sekitar 74% dari potensi batang kelapa sawit nasional (Balfas, 2003).Menurut Pustekolah (2011), kegiatan peremajaan kebun (rata-rata 4% dan volume kayu 200 m3/ha) secara periodik dapat menghasilkan lebih dari 80 juta m3 kayu bulat sawit per tahun.Dengan demikian, di Indonesia terdapat potensi limbah kayu sawit yang cukup besar, namun limbah tersebut hanya dibuang dan belum dimanfaatkan secara optimal. Kehadiran limbah batang pohon yang dihasilkan dari suatu kegiatan peremajaan kebun sawit sangat mengganggu bagi pemilik perkebunan, terutama peranannya sebagai sarang hama dan penyakit bagi tanaman muda. Menurut Prayitno dan Darmoko (1994), proses pelapukan batang sawit dapat menjadi sarang kumbang Oryctes rhinoceros dan penyakit Gonoderma yang sangat potensial menyerang tanaman muda lainnya.Secara tradisional pemusnahan pengerjaan limbah sawit yang mudah dan murah adalah dengan cara pembakaran. Akan tetapi praktek ini tidak dapat dilakukan sejak diberlakukannya larangan bakar pada tahun 1997 sehingga

Upload: hadien

Post on 02-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWITforeibanjarbaru.or.id/wp-content/uploads/2016/07/Galam...Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari kayu

PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWIT

Dewi Alimah

Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru

Jl. A. Yani Km 28,7 Landasan Ulin, Banjarbaru Kalimantan Selatan

Telp./Fax : 0511-4707872 e-mail : [email protected]

Website :www.foreibanjarbaru.go.id

RINGKASAN

Batang kelapa sawit (kayu sawit) merupakan limbah padat dengan potensi yang cukup besar dan belum

dimanfaatkan secara optimal.Optimalisasi pemanfaatan limbah batang kelapa sawit dapat menjadi bahan

substitusi penggunaan jenis kayu yang semakin mahal dan potensinya semakin berkurang.Akan tetapi kayu sawit

memiliki sifat dasar kayu lebih rendah kualitasnya bila dibandingkan dengan kayu komersial atau kayu

kelapa.Alasan ini membuat kayu tersebut tidak pernah digunakan oleh masyarakat dan dibiarkan percuma di lahan

perkebunan. Berbagai cara telah dilakukan untuk memperbaiki karakteristik kayu sawit hingga mendekati

karakteristik kayu konvensional. Tulisan ini memberikan informasi ilmiah mengenai berbagai cara memperbaiki

karakteristik kayu sawit menjadi suatu produk yang berkualitas dan bernilai ekonomis. Berdasarkan hasil studi

pustaka, beberapa cara peningkatan kualitas kayu sawit yaitu antara lain pengawetan dan pengeringan, impregnasi

dan kompregnasi, hibridisasi pada produk plywood, dan perpanjangan daur tanaman sawit untuk mendapatkan

karakteristik kayu sawit yang lebih baik.

PENDAHULUAN

Ditjen Perkebunan tahun 2006 menyebutkan bahwa perkebunan kelapa sawit telah menempati

wilayah yang sangat luas, yaitu berkembang di 18 propinsi.Wilayah terluas terdapat di Sumatera, Kalimantan,

Sulawesi dan Irian Jaya. Lima propinsi terluas berturut-turut adalah Riau (1,3 juta Ha), Sumatera Utara (964,3

ribu Ha), Sumatera Selatan (532,4 ribu Ha), Kalimantan Barat (466,9 ribu Ha) dan Jambi (466,7 ribu Ha). Kelima

propinsi tersebut memiliki 3,770 juta Ha atau 67,4% dari 5,597 juta Ha di seluruh Indonesia. Saat ini Gabungan

Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia mencatat luas perkebunan kelapa sawit kini sudah mencapai 8 juta ha dengan

total produksi 21,9 juta ton minyak sawit sepanjang tahun lalu (Saputra, 2012).

Pemanfaatan kelapa sawit selama ini hanya terbatas pada buah untuk memproduksi minyak beserta

segala turunannya, serta sampai pada tingkat tertentu pemanfaatan serat buah, tandan dan pelepah untuk

memproduksi serat. Bagian batang hasil peremajaan tanaman tua yang mempunyai massa terbesar masih belum

dimanfaatkan secara optimal. Dari sekitar 2 juta hektar tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 1997,

diperkirakan potensi produksi batang kelapa sawit terbesar adalah Sumatera Utara dan Riau dengan volume

sekitar lima juta m3/tahun. Secara umum potensi batang kelapa sawit di Indonesia terkonsentrasi di pulau

Sumatera dengan volume lebih dari 17 juta m3/tahun atau sekitar 74% dari potensi batang kelapa sawit nasional

(Balfas, 2003).Menurut Pustekolah (2011), kegiatan peremajaan kebun (rata-rata 4% dan volume kayu 200

m3/ha) secara periodik dapat menghasilkan lebih dari 80 juta m3 kayu bulat sawit per tahun.Dengan demikian,

di Indonesia terdapat potensi limbah kayu sawit yang cukup besar, namun limbah tersebut hanya dibuang dan

belum dimanfaatkan secara optimal.

Kehadiran limbah batang pohon yang dihasilkan dari suatu kegiatan peremajaan kebun sawit sangat

mengganggu bagi pemilik perkebunan, terutama peranannya sebagai sarang hama dan penyakit bagi tanaman

muda. Menurut Prayitno dan Darmoko (1994), proses pelapukan batang sawit dapat menjadi sarang kumbang

Oryctes rhinoceros dan penyakit Gonoderma yang sangat potensial menyerang tanaman muda lainnya.Secara

tradisional pemusnahan pengerjaan limbah sawit yang mudah dan murah adalah dengan cara pembakaran.

Akan tetapi praktek ini tidak dapat dilakukan sejak diberlakukannya larangan bakar pada tahun 1997 sehingga

Page 2: PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWITforeibanjarbaru.or.id/wp-content/uploads/2016/07/Galam...Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari kayu

limbah batang pohon sawit menjadi hal dilematis bagi pihak perkebunan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya

pemanfaatan limbah batang kelapa sawit menjadi suatu produk bernilai ekonomis.

Di sisi lain, pada saat ini industri perkayuan mengalami kemerosotan jumlah pasokan bahan baku kayu,

baik itu dari hutan alam, HTI, maupun Hutan Rakyat. Optimalisasi pemanfaatan limbah batang kelapa sawit

dapat menjadi bahan substitusi penggunaan jenis kayu yang semakin mahal dan potensinya semakin

berkurang.Meskipun demikian, menurut Shari dkk (1991), kayu sawit memiliki karakteristik dasar yang kurang

baik dan sangat beragam dibandingkan dengan kayu konvensional sehingga sukar diolah dengan fasilitas

teknologi kayu konvensional.Bakar et.al. (1998, 1999a, 1999b) melaporkan bahwa stabilitas dimensi kayu sawit

sangat rendah, dengan persentasi penyusutan yang berkisar antara 9,2 - 74%, tergolong kelas kuat III – IV, dan

kelas awet V. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya 1/3 – 3/4 bagian kayu sawit saja yang memiliki sifat fi sika –

mekanika lebih baik.Berbagai cara telah dilakukan untuk memperbaiki karakteristik kayu sawit hingga mendekati

karakteristik kayu konvensional. Tulisan ini memberikan informasi ilmiah mengenai berbagai cara memperbaiki

karakteristik kayu sawit menjadi suatu produk yang berkualitas dan bernilai ekonomis.

KARAKTERISTIK BATANG KELAPA SAWIT

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan

umumnya tidak bercabang.Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan

mengangkut bahan makanan.Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20 – 75 cm.

Tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun.Pertambahan

tinggi batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun.Tinggi batang bertambah 25 – 45

cm/tahun.Jika kondisi lingkungan sesuai, pertambahan tinggi batang dapat mencapai 100 cm/tahun.

Tinggi maksimum yang ditanam diperkebunan antara 15 – 18 m, sedangkan yang di alam mencapai 30

m. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman, kesuburan lahan, dan iklim setempat (Fauzi

dkk, 2008).Tanaman kelapa sawit memiliki batas umur produktif yang relatif pendek, yaitu sekitar 25

tahun. Di atas umur tersebut pohon harus diremajakan karena produksi buah akan menurun dan

pohon sudah terlalu tinggi untuk dipanen.Pada umumnya pohon kelapa sawit yang diremajakan

mempunyai tinggi 9 – 12 m dengan diameter setinggi dada sekitar 45 – 65 cm. Ketebalan kulit batang

sekitar 3 – 3,5 cm (Prayitno dan Darmoko, 1994).

Kayu kelapa sawit mempunyai jaringan meristematik, cortex, xylem, phloem, dan jaringan parenkim.

Jaringan meristematik pada kayu sawit tersembunyi dalam daun mahkota terakhir dan bertanggung jawab pada

proses penebalan batang. Cortex kayu kelapa sawit sangat tipis, mengandung sejumlah fi brous strand yang

Page 3: PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWITforeibanjarbaru.or.id/wp-content/uploads/2016/07/Galam...Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari kayu

lebar dengan sedikit vascular bundle terpisah dari horizontal leaf-traces yang miring. Menurut Killmann dan Fink

(1996) dan beberapa hasil penelitian kayu sawit lainnya disimpulkan bahwa karakteristik kayu sawit sangat

ditentukan oleh kehadiran jaringan vaskular.Vascular bundle merupakan suatu jaringan yang terdiri atas

pembuluh sebagai penyalur makanan dan serabut sebagai penyokong batang.Vascular bundle di bagian tengah

tidak terlalu rapat, umumnya tersebar secara tidak teratur (Gambar 2 dan Gambar 3).Setiap vascular bundle

berikatan dengan phloem yang terlignifi kasi dan mataxylem yang tidak teratur (Tomlinson, 1961). Parenkim

kayu sawit bagian atas mengandung pati sampai 40%. Kadar air kayu sawit segar cukup tinggi yaitu sekitar 65%

(Prayitno dan Darmoko, 1994).

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KAYU SAWIT

Kayu sawit memiliki sifat dasar atau kualitas yang rendah dibandingkan dengan kayu komersial

atau kayu kelapa.Alasan ini membuat kayu tersebut tidak pernah digunakan oleh masyarakat dan

dibiarkan percuma di lahan perkebunan.Beberapa sifat fi sika mekanika dari kayu sawit untuk setiap

bagian batang disajikan pada Tabel 1.

Page 4: PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWITforeibanjarbaru.or.id/wp-content/uploads/2016/07/Galam...Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari kayu

Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari

kayu sawit dibandingkan kayu biasa di antaranya adalah :

1. Kandungan air pada batang segar sangat tinggi (dapat mencapai 500%)

2. Kandungan zat pati sangat tinggi (pada jaringan parenkim dapat mencapai 45%)

3. Keawetan alami sangat rendah

4. Kadar air keseimbangan relatif lebih tinggi

5. Pada saat proses pengeringan terjadi kerusakan parenkim disertai perubahan dan kerusakan fi sik

secara berlebihan terutama pada bagian kayu berkerapatan rendah.

6. Pada pengolahan mekanis batang sawit, pisau, gergaji dan amplas lebih cepat tumpul.

7. Kualitas permukaan kayu setelah pengolahan relatif lebih rendah

8. Dalam proses pengerjaan akhir (fi nishing) memerlukan bahan yang lebih banyak

Balfas (2003) juga menyebutkan bahwa salah satu masalah serius dalam pemanfaatan limbah

kayu sawit adalah sifat higroskopis yang berlebihan. Meskipun telah dikeringkan hingga kadar air

kering tanur, kayu sawit dapat kembali menyerap air dari udara hingga mencapai kadar air lebih dari

20%. Pada kondisi ini beberapa jenis jamur dan cendawan dapat tumbuh subur baik pada permukaan

maupun bagian dalam kayu sawit.Hal ini terutama berhubungan dengan karakteristik kimia kayu sawit

yang memiliki kandungan ekstraktif (terutama pati) yang lebih banyak dibandingkan kayu

biasa.Menurut Rahayu dkk (1994), batang pohon kelapa sawit tergolong lunak dan kaya akan pati

terutama bagian pucuknya. Kandungan pati pada bagian pucuk dapat mencapai 20 – 25%.Persentase

kandungan dan kelarutan karakteristik kimia kayu sawit lebih banyak dibandingkan kayu biasa seperti

agathis dan jati (Tabel 2).

Page 5: PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWITforeibanjarbaru.or.id/wp-content/uploads/2016/07/Galam...Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari kayu

Berdasarkan klasifi kasi kelas awet, kayu kelapa sawit termasuk kelas awet V. Ini berarti

bahwa kayu kelapa sawit sangat rentan terhadap serangan faktor-faktor perusak kayu terutama dari

faktor biologis. Menurut Bakar dkk (1999), batang kayu kelapa sawit dapat membusuk akibat serangan

jenis cendawan Ganoderma seperti G. applanatum, G. cochlear, G. laccatum, dan G. tropicum

(Tomlinson, 1961).Bagian batang kelapa sawit di atas ketinggian 3 meter dapat lapuk secara alami

dalam jangka waktu satu tahun setelah penebangan. Beberapa hama yang sering menyerang pohon

kelapa sawit antara lain kumbang (Oryctes rhinoceros L.), rayap (Coptotermes curvignatus Holmg.),

cacing (Mahasena corbetti Tams), belalang (Valanga nigricornis Brunn.) dan sebagainya (Pursglove,

1972). Oleh karena itu, dalam pemakaiannya sangat dianjurkan dilakukan pengawetan terlebih

dahulu.

Dibalik beberapa kekurangan batang kelapa sawit di atas, batang kayu sawit memiliki

beberapa hal yang menguntungkan bila dibandingkan kayu biasa antara lain sebagai berikut (Balfas,

2003) :

1. Harga batang kelapa sawit atau biaya eksploitasi sangat rendah

2. Warna batang lebih cerah dan lebih seragam

3. Tidak memiliki mata kayu

4. Relatif tidak memiliki sifat anisotropis

5. Mudah diberi perlakuan kimia

6. Mudah dikeringkan

7. Pada bagian yang cukup padat (kerapatan >500 gr/cm3) tidak dijumpai perubahan atau kerusakan

fi sis yang berarti

CARA-CARA PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWIT.

1. HIBRIDISASI UNTUK OPTIMASI PEMANFAATAN BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI KAYU LAPIS

Salah satu upaya mengoptimalkan limbah batang kelapa sawit adalah aplikasi produk panil

dengan teknik laminasi dan kayu lapis.Namun sifat higroskopis yang berlebihan pada kayu sawit

dimungkinkan berpengaruh terhadap rendahnya stabilitas dimensi dari produk panel yang tidak diberi

perlakuan.Adapun batang kelapa sawit tidak memiliki sifat anisotropis seperti halnya pada kayu

konvensional, yaitu sifatsifat yang berbeda pada bidang radial, tangensial, dan longitudinal.Menurut

Nuryawan dan Rachman (2011), bidang tangensial dan radial pada batang sawit seolah-olah menyatu

menjadi satu bidang sehingga kembang susutnya menjadi lebih besar.Oleh karena itu, jika dibuat venir

kemudian direkatkan, stabilitas dimensinya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kayu lapis

konvensional.Untuk meminimalkan rendahnya stabilitas dimensi, batang kelapa sawit dapat

Page 6: PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWITforeibanjarbaru.or.id/wp-content/uploads/2016/07/Galam...Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari kayu

dikombinasikan baik dengan kayu konvensional maupun dengan bagian penampang batang terluar

dari kayu sawit itu sendiri.Bagian terluar dari batang kelapa sawit diketahui memiliki kekuatan fi sik

dan mekanik lebih baik daripada bagian tengah dan bagian pusat.

Sebagai solusi untuk optimasi pemanfaatan batang kelapa sawit sebagai bahan baku kayu

lapis maka dibuatlah kayu lapis hybrid. Kayu lapis hybrid merupakan kayu lapis yang tersusun atas

venir-venir dari batang sawit dan venir-venir kayu konvensional (Sitorus, 2009).Perbandingan tekstur

penampang kayu lapis batang sawit, kayu lapis hybrid, dan kayu lapis konvensional dapat dilihat pada

Gambar 4.

Pada Gambar 4 terlihat bahwa kayu lapis batang kelapa sawit cenderung lebih bergelombang

bila dibandingkan dengan kayu lapis hybrid dan kayu lapis konvensional.Hal ini menunjukkan bahwa

dimensi kayu lapis hybrid cenderung lebih stabil daripada kayu lapis batang kelapa sawit murni.

2. KOMPREGNASI DAN IMPREGNASI DENGAN RESIN

Haygreen dan Bowyer (1989) menyatakan bahwa terdapat beberapa cara untuk mengurangi

perubahan dimensi kayu akibat perubahan-perubahan dalam kandungan air. Salah satu pendekatan

yang sudah berhasil yaitu dengan memperlakukan kayu dengan bahan yang menggantikan sebagian

atau semua air terikat di dalam dinding sel. Bahan ini akan tetap tinggal di dalam sel dan menyumbat

noktah pada dinding serta mengakibatkan kondisi pembengkakan sebagian. Matsuda (1996)

menyebutkan bahwa perlakuan kayu dengan memasukkan bahan kimia yang mampu berpenetrasi ke

dalam sel kayu tanpa tekanan (compress) disebut impregnasi sedangkan proses impregnasi yang

dilanjutkan dengan tekanan sebelum bahan kimia yang masuk ke dalam kayu mengeras disebut

dengan kompregnasi. Stamm (1962) menyebutkan bahwa proses kompregnasi/impregnasi secara

nyata juga dapat meningkatkan daya tahan listrik, daya tahan terhadap organisme perusak kayu, dan

meningkatkan keteguhan tekan.

Perlakuan impregnasi atau kompregnasi resin organik kedalam struktur kayu monokotil dapat

menyempurnakan karakteristik fi sis maupun mekanis kayu tersebut (Balfas, 2003).Peningkatan

kualitas tersebut dapat memperbaiki keindahan tekstur, stabilitas dimensi, keawetan kayu, kekerasan

kayu, dan ketahanan terhadap air (Dungani dkk, 2013).Hampir semua resin dapat dijadikan sebagai

zat pengisi (bulking agent) ke dalam struktur kayu yang mudah mengembang. Berbagai resin yang

digunakan dalam proses impregnasi dan kompregnasi antara lain :

Page 7: PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWITforeibanjarbaru.or.id/wp-content/uploads/2016/07/Galam...Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari kayu

a. Resin getah Pinus merkusii

Resin ini merupakan resin alam yang diperoleh dari penyadapan kulit pohon Pinus

merkusii. Getah Pinus merkusii mengandung oleoresin (rosin), yaitu asam asam resin,

asam asam lemak dan senyawa senyawa yang tak dapat disafonifi kasi.Konsentrasi resin

getah pinus yang diimpregnasi ke dalam kayu sawit berpengaruh terhadap peningkatan

sifat mekanika dan penurunan porositas kayunya (Sukatik dan Y. Yunida, 2006).

b. Resin Phenol Formaldehida (Resin PF)

Bulking agent ini merupakan resin sintetik yang paling baik secara komersial, dimana

kelarutan dalam air tinggi, bersifat thermosetting, dan berat molekul rendah. PF dengan

berat molekul rendah sampai sedang (Mn 290 – Mn 470) mampu berpenetrasi pada

dinding sel kayu dan mampu meningkatkan stabilitas dimensi (Takeshi et. al., 1998).

Keuntungan hasil kompregnasi kayu dengan PF menyebabkan kayu lebih awet, stabilitas

dimensi meningkat 25 – 30%, kekuatan meningkat sejalan dengan peningkatan berat jenis

(BJ) yang umumnya naik 15 – 20% bahkan dapat mencapai BJ 1,0 – 1,4. Sementara

kelemahannya memerlukan biaya yang besar untuk kompregnasi, bersifat korosif pada

logam dan adanya emisi formaldehida pada produk yang dihasilkan (USDA, 1999).

c. Resin JRP2 (organic resin)

Aplikasi perlakuan resin JRP-2 pada sortimen kayu sawit, mampu menghasilkan produk

kayu sawit yang lebih kuat, awet dan stabil. Pada proses produksinya, perlakuan densifi

kasi kayu sawit bagian keras dan bagian lunak berbeda. Kayu sawit bagian keras

dikompregnasi resin dengan absorbs sebesar 40 kg/m3 sedangkan kayu sawit bagian

lunak dikempa setelah kayu dipanaskan. Tingkat kompresi yang diberikan berkisar antara

20 – 50% tergantung ketebalan sortimen awal.Setelah proses ini selesai kayu sawit

tersebut dimasukkan ke ruang pengering untuk mencapai kadar air sebesar 10 – 12%

sehingga kayu siap dibuat produk komersial. Namun kelemahannya,cara ini sangat

tergantung pada ketersediaan resin sehingga membatasi penerapannya dalam aplikasi

secara masal(Balfas, 2003).

3. PERPANJANGAN DAUR TANAMAN SAWIT

Perbedaan kelas umur pada pohon sawit secara konsisten menunjukkan perbedaan yang

sangat nyata menurut kondisi struktur, kadar air, kerapatan dan stabilitas dimensi. Kayu sawit yang

berasal dari pohon tua memiliki warna kayu cokelat kehitaman dengan dominasi jaringan vaskular,

sedangkan kayu dari pohon sawit usia penjarangan berwarna lebih cerah dengan dominasi jaringan

parenkim (Gambar 5). Perbedaan kesan warna antara kedua kelas umur kayu tersebut berhubungan

dengan jumlah jaringan vaskular yang terdapat pada masing-masing jaringan kayu (Balfas, tanpa

tahun).

Page 8: PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWITforeibanjarbaru.or.id/wp-content/uploads/2016/07/Galam...Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari kayu

Perbedaan umur pohon sawit juga memberikan pengaruh nyata terhadap sifat fi sis kayunya.

Kayu sawit yang berasal dari pohon sawit berumur 50 tahun,yang selanjutnya disebut kayu sawit tua,

memiliki kadar air segar maupun kering udara yang lebih rendah dibandingkan dengan kayu sawit

peremajaan. Balfas (tanpa tahun) menyebutkan bahwa kayu sawit dari pohon peremajaan memiliki

kadar air segar sekitar 50% lebih banyak dibandingkan dengan kayu sawit dari pohon tua. Perbedaan

ini mungkin disebabkan oleh adanya aktivitas fi siologi yang lebih besar dan kandungan pati yang lebih

tinggi pada pohon yang lebih muda (Killmann dan Lim, 1985).Rendahnya kadar air pada kayu sawit tua

bila dibandingkan dengan kayu sawit peremajaan menunjukkan bahwa kayu sawit tua memiliki

stabilitas dimensi lebih baik daripada kayu sawit peremajaan. Menurut Shaari dkk (1991)

penyempurnaan sifat fi sik tersebut lebih disebabkan oleh adanya pertumbuhan sel dan jaringan

vaskular yang lebih dewasa pada batang pohon yang lebih tua

Faktor umur pohon dan bagian kayu dalam batang juga berpengaruh terhadap karakteristik

mekanis kayu kelapa sawit(Tabel 3).Kayu sawit tua secara konsisten memiliki berbagai sifat keteguhan

yang lebih baik dibandingkan dengan kayu sawit peremajaan.Keragaman radial pada batang sawit

menunjukkan adanya penurunan sifat keteguhan secara drastis dari bagian luar ke arah dalam

batang.Perbedaan dan keragaman tersebut tampak proporsional dengan nilai kerapatan kayu pada

masing-masing kelas umur dan bagian batang.Menurut Killmann dan Lim (1985) nilai kerapatan dan

keteguhan pada kayu sawit ditentukan oleh jumlah komponen mekanis (jaringan vaskular) yang

terdapat pada kayu tersebut.Karakteristik mekanis pada kayu sawit tua relatif setara dengan

karakteristik yang dimiliki oleh kayu kelapa (Tabel 3).Secara umum sifat mekanis kedua jenis kayu

semakin kecil dengan pertambahan posisi kayu dari luar ke dalam batang.

Page 9: PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWITforeibanjarbaru.or.id/wp-content/uploads/2016/07/Galam...Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari kayu

Berdasarkan data karakteristik kayu sawit pada Tabel 3 di atas diketahui bahwa kayu sawit

yang berasal dari pohon sawit umur di atas 50 tahun menunjukkan kualitas kayu yang lebih baik jika

dibandingkan dengan kayu sawit peremajaan. Dengan demikian kayu sawit yang berasal dari pohon

sawit umur di atas 50 tahun tersebut layak digunakan sebagai material substitusi untuk kayu

pertukangan.

4. PENGAWETAN DAN PENGERINGAN KAYU KELAPA SAWIT

Pengawetan merupakan perlakuan yang penting untuk dilakukan terutama pada kayu sawit

bagian lunak.Hal ini perlu dilakukan mengingat kayu sawit yang baru dibelah sangat rentan terhadap

serangan mikroorganisme seperti serangga dan jamur akibat kandungan patinya yang tinggi. Pada

umumnya kayu sawit yang telah berbentuk papan atau balok diawetkan dengan cara direndam dalam

larutan kaporit selama 2 jam. Hasil uji coba menunjukkan bahan pengawet yang diperlukan sebesar

20 kg/m3 kayu sawit dengan konsentrasi 30% (w/v). Setelah diawetkan, kayu sawit dikeringkan hingga

mencapai kadar air yang berkisar antara 15 – 20% (www.antaranews.com, 2009). Selain itu,

pengawetan kayu kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kalsium hypoklorit,

bahan pengawet berbasis copper, dan asap cair (Fakhri, tanpa tahun).

Perbedaan kerapatan dan kadar air kayu sawit membuatnya mustahil untuk terhidar dari

cacat pengeringan (Lim dan Gan, 2005). Pada umumnya kayu sawit menunjukkan serat tercerabut,

melengkung, dan kolap (collapse) ketika dikeringkan (Gambar 6) (Ho dkk, 1985; Anis dkk., 2005;

Haslett, 1990).Masalah ini sebagian besar terjadi di bagian tengah, dimana bagian ini memiliki

kerapatan rendah dan hampir mustahil untuk dikeringkan tanpa penyusutan dan collapse yang

berlebihan. Abdullah (2010) menyebutkan bahwa pengeringan dengan microwave efektif

menurunkan kadar air dan waktu pengeringan.

Page 10: PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWITforeibanjarbaru.or.id/wp-content/uploads/2016/07/Galam...Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari kayu

PEMANFAATAN KAYU KELAPA SAWIT

Kayu sawit yang telah ditingkatkan sifat dasar kayunya dapat digunakan untuk berbagai

keperluan seperti komponen bahan baku kayu bangunan dan mebel (produk panil pintu, bahan

bekisting, bahan partisi ruangan, komponen meja, kursi dan sebagainya), bahan baku asesoris interior,

dan bahan baku produk kerajinan (Gambar 7).Selain itu, kayu kelapa sawit dapat digunakan sebagai

bahan peredam kebisingan (Fakhri, tanpa tahun).

PENUTUP

Kayu sawit memiliki karakteristik dasar yang kurang baik dan sangat beragam dibandingkan dengan

kayu konvensional, sehingga sukar diolah dengan fasilitas teknologi kayu konvensional. Untuk itu

diperlukan upaya peningkatan kualitas kayu sawit seperti pengawetan untuk meningkatkan umur

pakai, pengeringan untuk mempertinggi kekuatan dan mencegah biodeteriorasi oleh mikroorganisme

perusak kayu, impregnasi dan kompregnasi untuk meningkatkan sifat fi sis dan mekanik, melakukan

hibridisasi pada produk plywood, dan melakukan perpanjangan daur tanaman sawit untuk

mendapatkan karakteristik kayu sawit yang lebih baik.

Page 11: PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWITforeibanjarbaru.or.id/wp-content/uploads/2016/07/Galam...Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari kayu

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, C. K. 2010. Impregnation of Oil Palm Trunk Lumber (OPTL) Using Thermoset Resins for

Structural Applications.Thesis.Universsiti Sains Malaysia.

Anis, M., H. Kamarudin, W. H. W. Hasamudin dan K. H. Chua. 2005. Oil Palm Plywood Manufacture in

Malaysia. Proceeding of the 6th National Seminar on The Utilization of Oil Palm Tree, 51-55. Malaysia.

Bakar, E. S. 2003. Kayu Sawit Sebagai Substitusi Kayu dari Hutan Alam.Forum Komunikasi Teknologi

dan Industri Kayu.Vol 2. Bogor

Bakar, E. S., O. Rachman, W. Darmawan, L. Karlinasari, dan N. Rosdiana. 1998. Pemanfaatan Pohon

Kelapa Sawit Sebagai Bahan Bangunan dan Perabot (I) : Sifat Fisika dan Kimia dan Keawetan Batang

Kelapa Sawit. Jurnal Hasil Hutan 11(1) : 1 – 12.

Bakar, E. S., O. Rachman, W. darmawan, dan I. Hidayat. 1999a. Pemanfaatan Pohon Kelapa Sawit

Sebagai Bahan Bangunan dan Perabot (II) : Sifat Mekanika Kayu Kelapa Sawit. Jurnal Teknologi Hasil

Hutan 11(1) : 10-20.

Bakar, E. S. Y. Massijaya, T. L. Tobing, dan A. Ma’mur. 1999b. Pemanfaatan Batang Kelapa Sawit (Elaeis

guineensis Jacq.) sebagai Bahan Konstruksi dan Perabot (III) : Sifat Keterawetan kayu kelapa sawit

dengan Basilite-CFK dan Impralite-BL. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 11(2) : 13-20.

Balfas.Tanpa tahun. Karakteristik Kayu Kelapa Sawit Tua. http://pustekolah.org/data_content/attachment/

KARAKTERISTIK_KAYU_KELAPA_SAWIT_TUA.pdf. Diakses pada 27-02-2013.

_____. 2003. Potensi Kayu Sawit Sebagai Alternatif Bahan Baku Industri Perkayuan.Makalah Seminar

Nasional Himpunan Alumni-IPB dan HAPKA Fakultas Kehutanan IPB Wilayah Regional Sumatera Utara.

Medan.

Dungani, R., M. Jawaid, H. P. S. Abdul Khalil, Jasni, S. Aprilia, K. R. Hakeem, S. Hartati, dan M. N. Islam.

2013. A Review on Quality Enhancement of Oil Plam Trunk Waste by Resin Impregnation : Future

Materials. BioResources 8(2) : 3136 – 3156.

Erwinsyah. 2008. Improvement of Oil Palm Wood Properties Using Bioresin. Disertasi.Dresden Technic

University.Jerman.

Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, I. Satyawibawa, dan R. Hartono. 2008. Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan

Hasil dan Limbah, dan Analisis Usaha dan Pemasaran (Edisi Revisi). Penebar Swadaya. Jakarta.

Fruhwald, A. Rolf D.P. and S. Matthias. 1992. Utilization of coconut timber. Deutsche Gesellschaft fur

Technische Zasammenarbeit (GTZ) GmbH. Hamburgh.

Haslett, A. N. 1990. Sustainability of Oil Palm Trunk for Timber Uses. Journal of Tropical Forest Science

2(3) : 43 – 51.

Ho, K. S., K. T. Choo, dan L. T. Hong. 1985. Processing, Seasoning, and Protection of Oil Palm Lumber.

Proceeding of the National Symposium on Oil Palm By Products for Agro-Based Industries. 43 – 51.

Malaysia.

Killmann, W. and S.C. Lim. 1985.Anatomy and Properties of Oil Palm Stem. Proceedings of the National

Symposium of oil palm by-products for Agro-based industries. PORIM Bulletin No.11:18-42. PORIM,

Malaysia.

Page 12: PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWITforeibanjarbaru.or.id/wp-content/uploads/2016/07/Galam...Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari kayu

___________ dan D. Fink. 1996. Coconut Palm Stem Processing. Protrade.Eschborn. Lim, S. C. dan K.

S. Gan. 2005. Characteristics and Utilization of Oil Palm Stem. Timber Technology Bulletin 35 : 1 – 2.

Malaysia

Lubis, A. U., P. Guritno, dan Damoko. 1994. “Prospek Industri dengan Bahan Baku Limbah Padat Kelapa

Sawit di Indonesia”. Berita PPKS 2.

Matsuda, H. 1996. Chemical Modifi cation of Solid Wood. In David N. S. Hon (ed) Chemical Modifi

cation of Lignocellulosic Materials, Marcell Dekker, Inc. New York. Basal.Hongkong.129-137.

Nuryawan, A. dan O. Rachman.2011. Kayu Lapis dari Venir Limbah Batang Sawit. Buletin Hasil Hutan

17(2) :124-135.

Purseglove, J. W. 1972. Tropical Crops Monocotyledons 2. Longman Group Limited. London.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengelolaan Hasil Hutan

(Pustekolah).2010. Limbah Batang Sawit Bahan Baku Substitusi Kayu Untuk Produk Masa Depan. Lefl

et. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.

______. 2011. “Batang Sawit Untuk Kayu Lapis”. Brosur.Badan Litbang Kehutanan. Kementerian

Kehutanan. Prayitno, T. A. dan Darmoko. 1994. Karakteristik Papan Partikel dari Pohon Kelapa Sawit.

Berita PPKS 2. Medan.

Rahayu, I. S. 2006. Sifat Fisis, Mekanis, serta Keawetan Batang Kelapa Hibrida. Jurnal Ilmu Pertanian

Indonesia Vol 11(1) : 24 – 30.

Rahayu, K., Haryadi, D., Mangunwidjaya, dan Hardjono. 1994. Karakteristik Pati dan Pengembangan

Proses Produksi Pati Termodifi kasi.Laporan Riset Unggulan Terpadu I. Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta.

Shaari, K., K.K. Choon and A.R.M. Ali. 1991. Oil palm stem-Review of research. Research Pamphlet No.

107. Forest Research Institute, Malaysia. Kuala Lumpur.

Saputra, S. M. 2012. “SAWIT SINARMAS: Proposal Perluasan Hutan Industri Diajukan”.

http://en.bisnis.com/ articles/sawit-sinarmas-proposal-perluasan-hutan-industri-diajukan. Diakses

pada tanggal 04-062012

Sitorus, O. R. 2009. Survey Industri Kayu Sekunder di Kota Medan.Skripsi.Departemen Kehutanan

Fakultas Pertanian USU.

Stamm, A. J. 1962. Stabilization of Wood. Forest Products Journal Vol 12(4) : 158-160.

Sukatik dan Y. Yunida. 2006. Impregnasi Kayu Kelapa Sawit (KKS) dengan Resin Getah Pinus merkusii

Berbasis Air. Rekayasa Sipil 2(1).

Tekeshi, F., Y. Imamura, and H. Kajita. 1998. Modifi cation of Wood by Treatment with Low Molecular

PhenolFormaldehyde Resin Penetration into Wood Cell Walls. Seminar Proceeding. The Fourth Pacifi

c Rim Bio Based Composites Symposium. Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University.P : 296 –

304.

Tomlinson, P. B. 1961. Anatomy of Monocotyledon.University Press. London.

USDA. 1999. Wood Hand Book, Wood as on Engineering Material. Forest Products Society. USA.

http://www.antaranews.com/print/31430/pemanfaatan-limbah-batang-pohon-sawit-sebagai-

bahan-bakualternatif-kayu-pertukangan--konstruksi. Diakses pada 03 – 05 – 2013.