peningkatan kualitas dengan pendekatan...

Download PENINGKATAN KUALITAS DENGAN PENDEKATAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10673-Paper.pdf · Adapun tujuan penelitian dalam tugas akhir ini adalah : 1. ... terhadap kualitas

If you can't read please download the document

Upload: ngoduong

Post on 06-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • PENINGKATAN KUALITAS DENGAN PENDEKATAN KONSEP LEAN DAN MULTI ATTRIBUTE FAILURE MODE ANALYSIS

    (STUDI KASUS: PT. NESTLE INDONESIA, PASURUAN)

    Fathy Wahyu Al Hafiish, Ir. Hari Supriyanto MSIEJurusan Teknik Industri

    Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) SurabayaKampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

    E-mail: [email protected] ; [email protected]

    Abstrak Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan saat ini mendorong industri untuk meningkatkan daya saingnya terhadap competitor. Sehingga perbaikan kualitas menjadi suatu hal yang mutlak yang harus dijaga dan dikontrol agar konsumen mendapatkan produk yang baik dan perusahaan dapat memenangkan kompetisi dalam menarik pelanggan. Produk yang berkualitas bagus adalah produk yang memilki karakteristik-karakteristik sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen. PT. Nestle Indonesia adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi susu dengan berbagai macam jenis. Permasalahan yang dihadapi perusahaan ini adalah terjadinya inefisiensi atau pemborosan pada kandungan Fat di dalam bulk powder yang diproduksi. Penulis mencoba menemukan solusi dari permasalahan ini dengan menggunakan perpaduan konsep Lean Thinking untuk memperbaiki kualitas. Tools yang dipakai dalam penelitian ini adalah Big Picture Mapping, Pareto Chart, Multivariate Analysis, Root Cause Analysis, kemudian melakukan perbandingan mode kegagalan antara Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dengan Multi Attribute Failure Mode Analysis (MAFMA). Sehingga dari hasil penelitian didapatkan Waste yang sering terjadi (waste kritis) pada proses produksi Bulk Powder adalah Dosing Oil Mix. Kemudian dari kedua jenis proses evaporasi pada dosing Oil Mix (paralel dan seri) yang diuji berdasarkan perhitungan analisis multivariate dapat disimpulkan bahwa proses dosing Oil mix single evaporation (seri) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar fat dalam susu. Berdasarkan hasil FMEA dan MAFMA didapatkan penyebab kritis yang berbeda dari causes yang ada. Pada FMEA penyebab terkritis disebabkan oleh cause B, yakni setting awal heater, pompa yang membutuhkan waktu. Sedangkan pada MAFMA penyebab terkritis disebabkan oleh cause D, yakni separator yang sedang dibersihkan. Berdasarkan kedua metode tersebut dihasilkan tiga alternatif rekomendasi perbaikan dua alternatif untuk pemecahannya. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan baik pada pengukuran performansi alternatif dan pengukuran biaya dan value didapatkan hasil untuk alternatif bahwa kombinasi dari ketiga alternatif perbaikan merupakan rekomendasi yang terbaik..

    Kata Kunci: Lean, Pareto Chart, Multivariate Analysis, Root Cause Analysis, FMEA dan MAFMA

    ABSTRACT

    Along with the development of current science to encourage the industry to improve its competitiveness against competitors. So that quality improvement becomes an absolute thing that must be maintained and controlled so that consumers get a good product and the company can win the competition in attracting customers. Good quality products are products which have the characteristics according to the wishes and needs of consumers. PT. Nestle Indonesia is a manufacturing company that produces milk with a variety of types. Problems faced by these companies is the inefficiency or waste in Fat content in the bulk powder produced. The author tried to find a solution to this problem by using a combination of the concept of Lean Thinking to improve quality. Tools used in this study is the Big Picture Mapping, Pareto Chart, Multivariate Analysis, Root Cause Analysis, and then make comparisons between the failure mode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) and Failure Mode Multi-Attribute Analysis (MAFMA). So that research results obtained from Waste is often the case (critical waste) in the production process is the dosing Powder Bulk Oil Mix. Then from the two types of evaporation processes on the dosing Oil Mix (parallel and series) is tested based on multivariate analysis calculations can be

  • 2

    concluded that the single mix dosing Oil evaporation (series) have a significant influence on levels of fat in milk. Based on the results obtained MAFMA FMEA and critical causes that is different from the existing causes. In critical FMEA causes caused by cause B, the initial setting heater, pump that takes time. While the cause of critical MAFMA cause caused by D, the separator is being cleaned. Based on both methods produced three alternative recommendations for the improvement of two alternative solutions. While based on good calculations on alternative performance measures and measurement of costs and values obtained for the alternative that the combination of the three improvement alternatives is the best recommendation.

    Keywords: Lean, Pareto Chart, Multivariate Analysis, Root Cause Analysis, FMEA dan MAFMA

    1. PendahuluanDalam abad ke-21 ini kebutuhan akan

    produk yang berkualitas amatlah penting, untuk itu diperlukan peningkatan kualitas terhadap produk tersebut. Kualitas suatu produk mutlak harus dijaga dan atau dikontrol sebagai jaminan pada konsumen bahwa produk yang berada di pasaran memiliki mutu yang baik, sehingga perusahaan dapat bersaing dan memenangkan kompetisi dalam menarik pelanggan. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas produk yang konsisten agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Dengan variabilitas output yang rendah akan menuntun perusahaan untuk dapat menghasilkan kualitas produk yang konsisten sehingga memudahkan perusahaan untuk menentukan tingkat kualitas yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.

    PT. Nestle Indonesia yang berlokasi di Kejayan-Pasuruan, Jawa Timur adalah sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang milk powder manufacturing. Produk yang dihasilkan oleh PT. Nestle Indonesia berupa berbagai jenis Dancow, Milkmaid, Milo dan Nesvita. Nilai penjualan perusahaan ini meningkat secara signifikan setiap tahun dan mengalami perluasan pangsa pasar di Indonesia. Oleh karena itu, seiring dengan pangsa pasar yang semakin luas, maka peningkatan kualitas mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan konsumen dan meningkatkan performansi perusahaan. Namun saat ini perusahaan sedang mengalami masalah dengan proses produksinya, berdasarkan data losses pada bulan April tahun 2009 dari departemen Operation Performance tercatat bahwa tingkat losses proses produksi turut menyumbangkan biaya sebesar 81,7 % dari seluruh total Non Quality Cost, jadi tingkat losses pada proses produksi merupakan contributor terbesar dalam Non Quality Costdan sebesar 68,9 % tingkat losses itu sering

    terjadi di Milk Powder Plant tepatnya pada saat proses pembuatan bulk powder (semifinished products) yang menyumbangkan kontribusi sebesar 66 %.

    Pada penelitian kali ini difokuskan pada bulk powder (semifinished products) dikarenakan memiliki tingkat losses Fat yang lebih tinggi dibandingkan bahan yang lain. Metode peningkatan kualitas yang digunakan merupakan gabungan antara Konsep Lean Thinking yang betujuan untuk meningkatkan performansi yang sesuai dengan keinginan konsumen. Kelebihan dari konsep Lean thinkingadalah fokus kepada reduksi waste dimana waste itu sendiri adalah salah satu penghambat peningkatan performansi dan SPC adalah pada peminimalan variasi produk yang juga merupakan penghambat peningkatan performansi. Tools yang dipakai untuk meningkatkan kualitas dengan konsep Lean adalah Big Picture Mapping, Regression, Root Cause Analysis dan mencoba membandingkan hasil identifikasi penyebab kegagalan dengan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dengan metode Multi Attribute Failure Mode Analysis (MAFMA).

    Adapun tujuan penelitian dalam tugas akhir ini adalah :

    1. Mengidentifikasi dan mengetahui wasteyang paling sering terjadi pada proses produksi.

    2. Mengidentifikasi dan mengetahui penyebab waste yang berpengaruh terhadap kualitas produk.

    3. Mengidentifikasi dan membandingkan hasil penyebab kegagalan potensial antara metode FMEA dengan metode MAFMA.

    4. Memberikan rekomendasi perbaikan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas.Manfaat yang dapat diberikan dalam

    penelitian tugas akhir ini adalah :

  • 3

    1. Perusahaan dapat mengetahui waste yang yang paling berpengaruh terhadap kualitas produk, sehingga dapat mengidentifikasi penyebab dan menentukan langkah untuk mengeliminasi waste tersebut

    2. Perusahaan dapat memperoleh rekomendasi rencana perbaikan untuk mereduksi waste pada proses produksi Bulk Powder.Adapun ruang lingkup dalam penelitian

    tugas akhir ini adalah sebagai berikut :Batasan yang digunakan pada penelitian

    ini adalah :1. Penelitian dilakukan di PT. Nestle

    Indonesia, khususnya pada bagian Operation Performance.

    2. Fokus penelitian pada bulk powder(semifinished products).

    3. Waktu penelitian hanya 2 bulan.Asumsi yang digunakan dalam penelitian

    ini adalah :1. Proses produksi tidak mengalami

    perubahan secara signifikan. 2. Kebijakan perusahaan selama dilakukan

    penelitian tidak mengalami perubahan secara signifikan.

    2. Metodologi Penelitian2.1 Tahap identifikasi

    Tahap ini dijelaskan mengenai tahapan dalam meng-identifikasi permasalahan yang ada di dalam perusahaan dan kerangka umum penyelesaian masalahnya.1. Identifikasi Masalah

    Pada tahap ini peneliti menentukan topik penelitian serta masalah yang akan diangkat dan diteliti. 2. Perumusan dan Tujuan Penelitian

    Kemudian setelah mempunyai suatu permasalahan yang akan diteliti tersebut, ditentukan juga tujuan penelitian yang akan dilakukan.3. Studi Pustaka dan Studi Lapangan

    Tahap penelusuran referensi yang dapat bersumber dari buku, jurnal, maupun penelitian yang telah ada sebelumnya, serta juga studi tentang perusahaan yang diteliti untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

    2.2 Tahap Pengumpulan Dan Pengolahan Data

    Pada tahap ini akan dijelaskan tentang tahapan pengumpulan dan pengolahan data dari permasalahan yang ada di dalam perusahaan. Langkah yang diambil dalam tahap pengumpulan dan pengolahan data adalah sebagai berikut: Mendefinisikan dan mendeskripsikan

    kualitas dan waste pada bulk powder, serta mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dan melakukan identifikasi permasalahan pada proses produksi bulk powder.

    Pemetaan pada proses produksi bulk powderdengan menggambarkan kondisi existingyang menjadi obyek penelitian dengan cara menggambarkan aliran fisik dan aliran material menggunakan Big Picture Mapping.

    Mendefiniskan waste yang terdapat pada bulk powder berdasarkan dan/atau selain tergolong E-DOWNTIME di sini menggunakan metode brainstorming dan pengamatan dengan pihak manajemen perusahaan.

    Melakukan identifikasi waste terbesarmelalui pengamatan terhadap proses produksi bulk powder.

    Setelah mengetahui waste terbesar (kritis) dan paling berpengaruh terhadap proses maka selanjutnya adalah menentukan CTQ (critical to quality) yang terjadi pada waste kritis, tools yang digunakan adalah diagram pareto.

    Setelah mengetahui waste kritis dan CTQ, maka tahap selanjutnya adalah mengulur waste tersebut dengan analisis multivariate. Hal ini berguna untuk melihat seberapa baik proses yang terjadi dalam proses produksi bulk powder.

    Penetapan sub waste kritis dari setiap item pada kategori Hasil-hasil Bisnis dengan cara brainstorming dengan pihak perusahaan.

    2.3 Tahap analisa dan perbaikanPada tahap ini akan dijelaskan tentang

    tahapan analisa dan perbaikan dari pendefinisian dan pengukuran permasalahan yang ada di dalam perusahaan. Langkah yang diambil dalam tahap analisa dan perbaikan adalah sebagai berikut:

    1. Menganalisa Faktor-Faktor penyebab setiap critical variabel mengunakan RCA (Root Cause Analyze) sehingga diketahui faktor-faktor penyebab variabel yang kritis dan

  • 4

    kemudian menggunakan FMEA dan MAFMA untuk menilai faktor-faktor penyebab variabel kritis dengan melihat nilai RPN yang tertinggi dari setiap variabel kritis.

    2. Mencari usulan-usulan perbaikan dari critical variabel yang ada Usulan-usulan perbaikan yang ada disesuaikan dengan faktor-faktor penyebab yang kritis. Sehingga nantinya terdapat alternatif perbaikan sesuai dengan sub critical variabel.

    2.4 Tahap Kesimpulan Dan SaranPada tahap ini peneliti dilakukan penarikan

    kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Departemen Operation Performance untuk menjawab tujuan yang telah dirumuskan. Saran diberikan untuk upaya peningkatan produktivitas proses pengemasan dengan melakukan eliminasi terhadap waste dan memberikan usulan perbaikan.

    3. Pengumpulan dan Pengolahan DataPada tahap ini dijelaskan mengenai proses

    dan hasil dari pengumpulan dan pengolahan data. Data dikumpulkan dari hasil wawancara, data sekunder perusahaan, serta pengambilan data langsung di lantai produksi. Dari data yang telah dikumpulkan, selanjutnya diolah berdasarkan metodologi penelitian yang sudah dilakukan.

    3.1. Penjelasan Proses Produksi Bulk Powder

    PT. NESTLE INDONESIA Kejayan-Pasuruan, merupakan perusahaan yang menghasilkan berbagai jenis susu. Secara umum proses produksi susu tampak pada gambar 4.2 sebagai berikut:

    Gambar 4.2 Flow Production Process Bulk Powder

    3.2. Identifikasi Produk AmatanTabel 4.1 Historical Data - Kejayan

    Berdasarkan data historical perusahaan di atas, kemudian dibuat besaran presentase dari masing-masing kriteria dan seperti yang terlihat bahwa Process Related Losses memang merupakan kriteria yang memberikan porsi terbesar di dalam total keseluruhan Non Quality Cost (NQC).

    Dari Process Related Losses ini, ditarik suatu hubungan bahwa Milk Powder (MP) Plant, merupakan Plant yang memiliki tingkat Process Related Losses paling tinggi di antara plant-plant yang lain yang ada di dalam perusahaan. Hal ini seperti yang terlihat pada pareto yang diilustrasikan seperti pada gambar 3.1 di bawah ini:

    Gambar 3.1 Pareto NQC by Plant Data KejayanProcess Related Losses di Milk Powder

    (MP) Plant, seringkali terjadi pada saat proses pembuatan bulk powder.3.3. Penggambaran Big Picture Mapping

    Big Picture Mapping merupakan sebuah tools yang digunakan untuk menggambarkan sistem secara keseluruhan dan value streamyang ada di dalam suatu organisasi dan industri. Sehingga Big Picture Mapping dapat diperoleh secara jelas gambaran mengenai aliran informasi dan aliran fisik dari perusahaan yang diamati. Selain itu, dengan menggunakan Big Picture Mapping, dapat diperoleh informasi mengenai lead time tiap proses dalam value stream mapping serta dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi dimana terdapat wasteserta keterkaitan dari setiap aliran fisik dan aliran informasi. Untuk menggambarkan peta ini, langkah awal yang dilakukan adalah memberikan penjelasan mengenai aliran informasi dan aliran fisik pemenuhan order dari Bulk Powder.

  • 5

    Gambar 3.2 Aliran Fisik Proses produksi bulk powder

    Gambar 3.3 Aliran Info Proses produksi bulk powderBerdasarkan tipe aktivitas dalam organisasi (Hines dan Taylor, 2000), maka aktivitas-aktivitas pada proses produksi bulk powderdapat diklasifikasikan seperti pada Tabel 3.2.

    Tabel 3.2 Identifikasi Aktivitas pada Proses Produksi Bulk Powder

    Berdasarkan keseluruhan aktivitas pada proses produksi. 58,06 % merupakan value adding activity, 25,81 % merupakan necessary but non value adding activity, dan 16,13 % merupakan non value adding activity. Adanya non value adding activity mengakibatkan kinerja perusahaan dalam proses produksi Bulk powderkurang efektif dan efisien.3.4. Identifikasi 9 WasteAda 9 waste yang diidentifikasi dari pengamatan kondisi existing dari proses produksi Bulk Powder, yaitu sebagai berikut (Gaspersz, 2007): Environmental, Health and Safety (EHS); Defect; Overproduction; Waiting,Not Utilizing employees knowledge, skill and abilities; Transportation; Inventory; Motion; dan Excess Processing.3.4.1. Pengukuran Waste Paling Berpengaruh

    Identifikasi waste paling berpengaruh menurut konsep lean dilakukan dengan penyebaran kuesioner.Tabel 3.3 Rekap waste proses produksi bulk powder

    3.4.2. Membangun CTQ (Critical to Quality)Critical to Quality adalah atribut-atribut

    yang berkaitan langsung dengan kebutuhan dan

  • 6

    kepuasan pelanggan yang merupakan elemen dari suatu produk, proses atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan.

    Gambar 3.4 Jumlah Losses akibat defect yang ditimbulkan bulk powder selama 5 bulan

    Dari gambar 3.4 dilihat bahwa jumlah losses akibat defect yang terjadi pada bulk powdermasih tidak stabil dan berkisar 3 berbanding 10 dari seluruh total bahan-bahan baku tambahan yang di dosing ke dalam susu. Total cacat produk pada gambar 4.9 masih di atas target yang ditetapkan perusahaan.

    Jum

    lah

    Loss

    es

    Pe

    rce

    nt

    Je nis Ba han T a m ba hanC ount

    9.2C um % 42 .7 69.5 90 .8 100.0

    1180007024 740586277 589354201 254681891Pe rcen t 42 .7 26.8 21 .3

    O therGluco se S yrupF is h O ilO il M ix

    3000000000

    2500000000

    2000000000

    1500000000

    1000000000

    500000000

    0

    100

    80

    60

    40

    20

    0

    J um la h L os se s B a ha n T a mba ha n

    Gambar 4.11 Diagram Pareto Jumlah Losses Bahan Baku Tambahan

    Berdasarkan 80/20 pareto chart bisa didapat bahwa prioritas perbaikan untuk waste defect lebih banyak terjadi pada saat dosing Oil Mix. Sehingga perbaikan difokuskan untuk penentuan prioritas perbaikan pada dosing Oil Mix karena Oil Mix merupakan komponen yang mempengaruhi kadar Fat (lemak) dalam susu. Proses dosing Oil Mix terjadi pada saat proses evaporation berlangsung dan dilakukan melalui 2 proses yakni secara single dan double. Sehingga untuk mengukur perbedaan hasil antara kedua proses tersebut, diperlukan pengambilan sampel data. Berikut ini adalah rekap hasil/output pengolahan data sampel untuk Oil Mix FT2120408 dan FT2120412 untuk kedua jenis proses evaporation, baik Single (seri) maupun double (paralel) selama 2 minggu mulai tanggal 25 Mei 2009 - 07 Juni 2009 :

    Tabel 4.7 Rata-rata Harian Dosing Oil Mix

    Dari hasil rata-rata harian Oil Mix di atas. Maka dapat dilakukan pengujian ANOVA untuk menguji perbedaan hasil yang diperoleh antaraparalel FT2120408, paralel FT2120412, seri FT2120408, dan seri FT2120412. Berikut ini adalah rekapan data untuk pengolahan data uji ANOVA:

    Gambar 4.12 Output ANOVADengan tingkat kepercayaan 95%, diketahui bahwa P-value > alpha (0.393 > 0.05), sehingga terima Ho dan dapat dinyatakan bahwa dosingOil Mix diantara FT2120412_Paralel, FT2120408_Paralel, FT2120412_Seri, dan FT2120408_Seri selama 2 minggu mulai tanggal 25 Mei 2009 07 Juni 2009 tidak berbeda secara signifikan. Untuk melihat hubungan antara Oil Mix dengan Fat maka diperlukan juga data rata-rata harian Fat yang dihasilkan.

    Tabel 4.9 Rekap Rata-rata Harian Fat

    Berdasarkan data rata-rata harian Oil Mix di atas terdapat beberapa rata-rata yang bernilai 0

  • 7

    untuk untuk jenis evaporation yang seri (single evaporation). Angka 0 pada data di atas menunjukkan bahwa pada hari tersebut mesin sedang tidak beroperasi dengan proses seri.Koefisien korelasi merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui bagaimana keeratan hubungan antara suatu variabel dengan variabel lain. Jadi Uji korelasi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tersebut. Ho : = 0 (tidak ada korelasi)H1 : 0 (ada korelasi)Uji korelasi ini dibagi menjadi 2, yaitu untuk melihat hubungan keeratan antara Fat dengan Oil Mix untuk masing-masing proses paralel dan seri.

    Berdasarkan pengolahan data di atas maka dapat dilihat bahwa untuk jenis proses evaporation yang paralel pada Oil Mix baik FT2120408 (PValue = 0,074) maupun FT2120412 (PValue = 0,077) tidak memiliki pengaruh atau hubungan dengan Fat, karena PValue nya > 0,05.

    Sedangkan untuk jenis proses evaporation yang seri pada Oil Mix baik FT2120408 (PValue = 0,048) maupun FT2120412 (PValue = 0,023) sebaliknya memiliki pengaruh atau hubungan dengan Fat, karena PValue nya < 0,05.

    Setelah melakukan uji korelasi, data yang sudah ada kemudian digunakan untuk membangun persamaan regresi dari variable-variabel yang saling berkorelasi dengan menggunakan software Minitab.

    Berdasarkan pengolahan data diatas maka diperoleh persamaan regresi EG2FAT_Seri = 8,98 + 0,0136 Oil Mix_FT2120412_Seri + 0,0118 Oil Mix_FT2120408_Seri.Sehingga dapat dilakukan uji-t, uji-R2 dan uji-F untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen dengan variabel dependen.

    4. Analisa dan PeningkatanPada tahap ini dilakukan analisa

    terhadap waste dan penyebabnya. Selanjutnya dilakukan penentuan prioritas perbaikan berdasarkan RCA, FMEA dan MAFMA kemudian dilakukan improve untuk meminimasi waste.

    4.1. Analisa Faktor-Faktor Penyebab Wasteyang Kritis

    Setelah kita mengetahui waste-wastekritis yang akan menjadi obyek penelitian maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi faktor-faktor penyebab waste kritis tersebut dimana untuk mengidentifikasinya dilakukan dengan menggunakan RCA, FMEA dan MAFMA. RCA atau dapat dikatakan 5 Why ini digunakan untuk mengidentifikasi akar-akar penyebab permasalahan dari subwaste dari waste defect. FMEA digunakan untuk mengidentifikasi akar penyebab yang kritis atau memiliki nilai RPN tertinggi. Sedangkan MAFMA merupakan metode yang mengintegrasikan FMEA konvensional dengan aspek ekonomi (Braglia, 2000).

    4.1.1. Root Cause Analyze (RCA)RCA adalah suatu metode untuk

    mencari akar penyebab dari permasalahan yang terjadi. Untuk mencari akar permasalahan ini digunakan metode 5 Why. Secara umum, RCA pada waste defect terbagi kedalam subwaste

  • 8

    defect yang berupa tingginya tingkat losses pada Oil Mix pada proses single evaporation (seri). Untuk mencari akar penyebab masalah pada waste defect, maka pencarian akar penyebab dibagi menjadi dua sesuai dengan banyaknya subwaste defect yang ada. Dimana Rekap akhir RCA untuk subwaste Defect adalah seperti terlihat pada tabel 4.1.

    Tabel 4.1 Rekap Akhir RCA Sub Waste Oil Mix

    Tingkat Losses Oil Mix pada proses single evaporation diindikasikan dengan kurangnya tingkat pemanasan sehingga material tidak mencapai total solid ang diinginkan. Ada 5 penyebab yang menimbulkan hal ini terjadi. Penyebab pertama adalah mesin menunggu material, yang disebabkan karena keterlambatan pada proses sebelumnya. Keterlambatan ini disebabkan karena keterlambatan pengiriman Oil Mix dari Departemen Produksi.

    Penyebab kedua adalah mesin sedang di-setting, yaitu untuk aktivitas start up mesin yang membutuhkan waktu 15 menit, antara lain meliputi setting heater, tingkat tekananpada pompa sebagai akibat perubahan proses dari double ke single ataupun sebaliknya. Perubahan ini disesuaikan dengan planning yang sudah dibuat oleh operator sebelumnya..

    Penyebab ketiga adalah adanya perawatan mesin (machine maintenance), yaitu adanya aktivitas untuk pembersihan screen dan separator yang menimbulkan waktu tunggu bagiproses berikutnya. Adanya aktivitas ini ketika mesin dioperasikan disebabkan karena tidak ada jadwal preventive maintenance secara rutin/secara berkala oleh operator terhadap kedua komponen mesin tersebut.

    Penyebab keempat adalah operator tidak ada karena sedang melaksanakan aktivitas lain. Hal ini terkadang karena adanya pekerjaan tambahan dari atasan dan harus segera dikerjakan pada saat itu juga.

    Penyebab kelima adalah mesin tidak dapat digunakan dikarenakan terjadi trouble

    elektrik pada mesin. Hal ini dapat disebabkan karena separatornya yang rusak, sehingga dibutuhkan waktu untuk melakukan perbaikan oleh operator.

    4.1.2. FMEA Waste dosing Oil MixSetelah memperoleh informasi yang

    dibutuhkan dari RCA, selanjutnya membentuk FMEA dari RCA tersebut yaitu Potential Failure Mode (Effect), Potential Cause (Cause) dan Current Process Control (Control).Sementara itu nilai severity (Sev.), occurrence(Occ.) dan detection (Det.) diperoleh dengan cara brainstorming dengan pihak manajemen perusahaan, dengan begitu nilai RPN (risk priority number) dapat diketahui. Besarnya nilai RPN mengindikasikan permasalahan pada potential failure mode tersebut, semakin besar nilai RPN maka menunjukkan semakin bermasalah dan memerlukan perhatian yang lebih. Waste dosing Oil Mix hanya terdapat 1 sub waste kritis, yaitu tingkat losses Oil Mix pada proses single evaporation. Tabel 5.3 merupakan potential failure mode dari waste Oil Mix yang memiliki nilai RPN tertinggi.Tabel 4.2 FMEA dengan RPN Tertinggi pada Waste

    Oil Mix

    Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa penyebab kritis atau yag memiliki RPN tertinggi pada sub waste tingkat losses Oil Mix pada proses Single Evaporation disebabkan karena Setting awal heater, dan tekanan dalam pompa yang membutuhkan waktu.

    4.1.3. MAFMAMetode MAFMA melakukan

    perhitungan dimana FMEA didekati dengan mengintegrasikan empat faktor yakni chance of failure (occurrence), detection, severity, danexpected cost.Biaya akibat kegagalan dihitung dengan perbandingan kualitatif (qualitative pairwise comparison). Formulasi ranking prioritas penyebab kegagalan dilakukan dengan pendekatan Analytic Hierachy Process (AHP), sehingga mempermudah analisis secara efektif dan efisien. Faktor-faktor tersebut dan alternative penyebab kegagalan disusun dalam struktur hirarki seperti terlihat pada tabel 5.4

  • 9

    dan diolah lebih lanjut dengan menggunakan pairwise comparison setelah melakukan uji konsistensi terlebih dahulu.

    Gambar 4.1 Struktur Hierarki Cause of Failure Selection

    Berikut ini adalah tabel 5.3 penyebab kegagalan yang diperoleh dari hasil FMEA.

    Tabel 4.3 Hasil perhitungan RPN dari FMEA

    Hasil rekapitulasi bobot alternative causes pada MAFMA dapat dilihat seperti pada table 4.4berikut:

    Tabel 4.4 Perhitungan Bobot Alternatif (Causes)

    Hasil penentuan dengan FMEA menunjukkan bahwa setting awal heater, pompa yang membutuhkan waktu (Cause B) merupakan penyebab kegagalan potensial dengan nilai RPN tertinggi yakni 90. Sedangkan dengan MAFMA terlihat bahwa separator yang harus dibersihkan (Cause D) merupakan penyebab kegagalan potensial dengan bobot tertinggi yakni 0,256. Cause D memiliki high cost sehingga merupakan penyebab yang paling kritis dan perlu mendapat perhatian yang lebih.

    4.2. Usulan Perbaikan Untuk MengurangiWastePada FMEA dapat diketahui cause yang

    kritis dengan melihat nilai RPN tertinggi,

    sedangkan pada MAFMA cause yang terkritis dengan melihat bobot alternatif tertinggi. Dari hasil rekap nilai RPN pada tabel 5.3 dan rekap nilai bobot alternatif pada tabel 5.13, maka dapat diambil beberapa alternatif solusi dari setiap cause yang ada. Beberapa alternatif perbaikan yang diusulkan dijelaskan pada tabel 5.14 berikut:Tabel 4.5 Alternatif Perbaikan untuk Cause yang ada

    Pada Tabel 4.5 di atas, alternative untuk perbaikan waste ada tiga yaitu controlling pada awal penerimaan barang dan pelaksanaan setting mesin, serta melakukan Preventive Maintenance secara berkala dan teratur.

    Alternatif 1Pada Cause A controlling bisa

    dilakukan perusahaan dengan pembuatan form table identifikasi awal penerimaan barang seperti yang terlihat pada tabel 4.6 berikut:

    Tabel 4.6 Form Identifikasi Awal Penerimaan Barang

    Tabel 4.6 dibutuhkan untuk mengetahui kondisi dari material saat datang. Dengan menggunakan table ini dapat diketahui langkah secara pasti apakah material yang datang harus diklaim ke customer atau tidak. Tabel ini membantu perusahaan untuk membantu untuk mengetahui kondisi material saat dating mulai dari kesesuaian jumlah yang dikirim dengan keterangan pada saat surat pengiriman. Selain itu perusahaan tentunya dapat dengan mudah mengetahui hasil identifikasi kondisi fisik material, dan akan ter-record dengan jelas sebelum treatment yang

  • 10

    berikutnya datang. Selain itu dengan adanya table ini operator yang memeriksa dan pihak quality control terlebih dahulu harus melakukan identifikasi permaslahan material yang datang. Identifikasi ini digunakan sebagai informasi material harus diklaim atau tidak. Serta dapat diketahui rekapan data setiap pengiriman yang terjadi. Dengan begitu pihak perusahaan dapat mengetahui bahwa material telah siap untuk dilakukan treatment berikutnya. Untuk melakukan alternative 1 diperlukan perhitungan biaya. Biaya-biaya yang dikeluarkan antara lain:

    Tabel 4.7 Biaya untuk Alternatif 1

    Alternatif 2Sama halnya dengan cause A, pada

    cause B juga dilakukan dengan pembuatan form pencatatan waktu setting mesin sebagai record bagi operator, sehingga operator bisa memperkirakan rata-rata waktu setting mesin setiap perpindahan proses. Berikut ini adalah contoh bentuk form pencatatan waktu setting mesin seperti yang terlihat pada tabel 4.8:

    Tabel 4.8 Form Pencatatan Waktu Setting Mesin

    Tabel 4.8 dibutuhkan untuk mengetahui kondisi dari waktu mesin saat di setup pada saat perpindahan proses. Dengan menggunakan table ini dapat diketahui langkah secara pasti berapa lama mesin biasanya membutuhkan waktu rata-rata untuk di setting. Sehingga tabel ini dapat membantu operator perusahaan dalam membuat planning/perkiraan kapan mesin harus mulai di setting sehingga tidakmembuat proses berikutnya menunggu. Tabel ini bisa ditempel di ruang proses produksi dengan menggunakan papan sehingga memudahkan operator dalam pengisiannya. Seperti halnya alternative 1,

    alternative 2 juga diperlukan adanya perhitungan biaya. Biaya-biaya yang dikeluarkan antara lain:

    Tabel 4.9 Biaya untuk Alternatif 2

    Alternatif 3Di dalam pembuatan penjadwalan

    preventive maintenance, untuk menyamakan persepsi dari masing-masing pihak dilakukan melalui media diskusi terlebih dahulu. Diskusi bias dilakukan dengan pendekatan focus group discussion, pendekatan ini lebih dipilih karena melibatkan aktivitas diskusi 2 arah bukan dari 1 pemikiran saja. Sehingga diharapkan dengan adanya jadwal maintenance yang lebih teratur turut memudahkan operator dalam melakukan tindakan preventive maintenance. Berikut ini adalah perhitungan biaya untuk alternative 3 seperti pada table 4.10:

    Tabel 4.10 Biaya untuk Alternatif 3

    4.3. Pengukuran Performansi Alternatif Perbaikan

    Untuk mengetahui tingkat performansi yang dihasilkan oleh setiap alternatif perbaikan maka dilakukan pengukuran performansi melalui brainstorming dengan pihak manajemen PT. NESTLE INDONESIA untuk mengetahui dan mengukur perbandingan performansi sekarang dan performansi hasil improvement. Penilaian ini berdasarkan pada konsep value management. Value diperoleh dari perbandingan antara performansi dibagi dengan biaya. Performansi existing bernilai 1, dan dibandingkan dengan nilai setiap alternatif pada tiap cause.

    Karena alternatif-alternatif yang diusulkan merupakan solusi masing-masing cause kritis, maka biaya merupakan jumlah nilai produksi yang ditimbulkan tiap. Kriteria Performansi yang digunakan sesuai dengan kategori hasil-hasil bisnis yang memiliki enam

  • 11

    buah sub kriteria cause. Untuk memudahkan memasukkan nilai performansi maka nilai performansi dikalkulasikan kedalam suatu nilai yang standar mengkalikan dengan 10 untuk memudahkan penilaian pihak manajemen. Sehingga nilai kalkulasi performansi ini memilki batas dari 0-10 dimana 0 adalah paling buruk dan 10 paling baik. Nilai rata-rat performansi untuk kondisi existing dan alternatif perbaikan ini dapat dilihat pada Tabel 4.11.

    Tabel 4.11Rata-rata Performansi

    Dari Tabel 4.11 menunjukkan nilai rata-rata performansi dari perusahaan apabila menerapkan beberapa alternatif perbaikan dan alternatif kombinasi. Dari semua alternatif dapat dilihat bahwa nilainya lebih dari alternatif awal sehingga dapat dikatakan perusahaan harus menerapkan alternatif apabila menginginkan adanya perbaikan performansi. Kemudian apabila dilihat dari rata-rata nilai performansi dapat disimpulkan bahwa nilai performansi alternatif kombinasi lebih baik dari pada nilai performansi ketiga alternatif lainnya. Tetapi dari hasil ini belum bisa dipastikan apakah alternatif ini adalah alternatif terbaik. Untuk mendapatkan alternatif terbaik maka harus melihat biaya yang dikeluarkan untuk membangun alternatif atau dengan kata lain melihat nilai value dimana value adalah nilai antara performansi dan biaya.4.4. Pengukuran Biaya dan Value

    Evaluasi biaya dan value ini diperlukan untuk memilih alternatif perbaikan yang sebaiknya dilakukan oleh pihak perusahaanuntuk meningkatkan performansi perusahaan. Di mana untuk melihat sebaik mana performansi yang diberikan adalah dengan melihat nilai value dari setiap alternatif yang diberikan. Pada Tabel 5.21 dan Tabel 5.22diberikan rekap nilai biaya dan value dari tiap alternatif baik itu ketiga alternatif perbaikan

    ataupun alternatif total untuk FMEA dan MAFMA. Dari tabel tersebut dapat dilihat besarnya performansi dalam arti biaya dan value awal. Perhitungan nilai value ini adalah perbandingan performansi total dibagi dengan biaya yang dikeluarkan perusahaan dan biaya awal sebelum adanya alternatif tersebut. Pada Tabel 5.13 dan Tabel 5.14 dapat dilihat value tiap alternatif.

    Tabel 5.21 Rekap Nilai Biaya dan Value Tiap Alternatif Perbaikan berdasarkan Potential of Failure

    dari FMEA

    Tabel 5.22 Rekap Nilai Biaya dan Value Tiap Alternatif Perbaikan berdasarkan Potential of Failure

    dari MAFMA

    Dari Tabel 5.21 di atas dapat disimpulkan bahwa alternatif terbaik berdasarkan biaya , performansi dan potential of failure yang diperoleh dari FMEA adalah kombinasi alternatif 1, 2, dan 3. Sedangkan pada Tabel 5.22 juga didapatkan nilai value tertinggi pada kombinasi alternatif 1, 2, dan 3 berdasarkan biaya , performansi dan potential of failure yang diperoleh dari MAFMA. Sehingga dengan adanya penerapan alternatif ini untuk membantu mengatasi permasalahan waste kritis diharapkan proses produksi akan berjalan lebih efisien dan efektif.

    5. Penutup5.1 Kesimpulan

    Kesimpulan yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

  • 12

    1. Waste yang sering terjadi (waste kritis) pada proses produksi Bulk Powder adalah Oil Mix. Kemudian dari kedua jenis proses evaporasi pada dosing Oil Mix (paralel dan seri) yang diuji berdasarkan perhitungan analisis multivariate, yakni Oil Mix_FT2120408 dan Oil Mix_FT2120412, dapat disimpulkan bahwa proses dosing Oil mix single evaporation (seri) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar fat dalam susu.

    2. Berdasarkan hasil FMEA dan MAFMA didapatkan penyebab kritis yang berbeda dari causes yang ada. Pada FMEA penyebab terkritis disebabkan oleh cause B, yakni setting awal heater, pompa yang membutuhkan waktu. Sedangkan pada MAFMA penyebab terkritis disebabkan oleh cause D, yakni separator yang sedang dibersihkan. Berdasarkan kedua metode tersebut dihasilkan tiga alternatif rekomendasi perbaikan dua alternatif untuk pemecahannya.

    3. Berdasarkan hasil perhitungan baik pada pengukuran performansi alternatif dan pengukuran biaya dan value didapatkan hasil untuk alternatif bahwa kombinasi dari ketiga alternatif perbaikan merupakan rekomendasi yang terbaik.

    5.2 SaranBeberapa saran dan masukan yang dapat

    diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Penelitian untuk peningkatan kualitas proses produksi ini dilakukan perusahaansecara berkala.

    2. Pengukuran potential of Failure dengan menggunakan metode FMEA dan MAFMAdiharapkan nantinya di dalam pemilihan potential of Failure tidak hanya didasari oleh potensi penyebab kegagalannya saja, tetapi juga perlu diperhatikan biaya yang ditimbulkan dari penyebab kegagalan tersebut.

    6. Daftar PustakaAndersen, B. dan Fagerhaug, T. 2006. Root

    Cause Analysis: Simplified Tools Techniques. American Society for Quality. Milwaukee: Quality Press.

    Evans, J. R. dan Lindsay, W. M. 2007. Pengantar Six Sigma; An Introduction

    to Six Sigma and Process Improvement. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

    Gaspersz, V. 2006. Continuous Cost Reduction Through Lean-Sigma Approach. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama.

    Gaspersz, V. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

    Grizzell, P. 2004. Alignment of the Malcolm Baldrige Criteria for Performance Excellence with Six Sigma, Lean Thinking and Balanced Scorecard. American Society for Quality. Milwaukee: Quality Press.

    Braglia, Marcello, 2000, MAFMA: Multi Attribute Failure Mode Analysis, University of Pisa, Italy.

    Hadiyansah, Y. 2008. Peningkatan Kualitas dengan pendekatan Lean Sigma Green Company. Tugas Akhir Teknik Industri ITS. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

    Ridha, Novia, 2009. Perancangan Upaya Peningkatan Kualitas Produk Gallon New Design (ND) dengan Pendekatan Lean Six Sigma. Tugas Akhir Teknik Industri ITS. Institut Teknologi SepuluhNopember, Surabaya.

    Hines, P. dan Taylor, D. 2000. Going Lean. Cardiff: Lean Enterprise Research Centre Cardiff Business School.

    Kmenta, S., Jan. 2002. Scenario-based FMEA Using Expected Cost A New Perspective on Evaluating Risk in FMEA. IIE Workshop.

    Liker, J. K. 2004. The Toyota Way: 14 Management Principles from the World's Greatest Manufacturer. McGraw-Hill.

    Maleyeff, J. 2007. Improving Service Delivery In Government With Lean Six Sigma.Strategy and Transformation Series.Washington: IBM Center for The Business of Government.

    Susanty, 2006 Identifikasi Kegagalan Potensial pada Proses Perakitan Evaporator Produk Kulkas Tipe A Menggunakan Metode Mlti attribute Failure Mode Analysis di PT. LG Electronics Indonesia, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Industri Universita Trisakti, Jakarta

  • 13

    Manggala, D. 2005. Mengenal Six Sigma Secara Sederhana. . Diakses tanggal 28 Oktober 2008 pukul 19.15 WIB.

    MeDermott, R. E., Mikulak, R. J., dan Beauregard, M. 2002. Failure Modes and Effects Analysis (FMEA). FMEA Team Instruction Guide. Southern California: Kaiser Permanente.

    Montgomery, D. C. 1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

    Joseph F.Hair,Rolph E.Anderson (1999), Multivariate Data Analysis, PrenticeHall, Inc, New Jersey

    National Institute of Standart and Technology (NIST). 2007. Criteria for Performance Excellence. U.S. Department of Commerce: Baldrige National Quality Program.

    Pande, P. S., Neuman, R. P., dan Roland, C. R. 2002. The Six Sigma Way: Team Fieldbook, An Implementation Guide for Process Improvement Teams. McGraw-Hill.

    Purdianta. Okt. 2008. Failure Modes and Effects Analysis (FMEA).. Diakses tanggal 30 Oktober 2008 pukul 19.00 WIB.

    Reidenbach, R. E., dan Goeke, R. W. 2006. Value-Driven Channel Strategy: Extending the Lean Approach. American Society for Quality. Milwaukee: Quality Press.

    Six Sigma Institute. Oct. 2008. Lean Six Sigma, . Diakses tanggal 28 Oktober 2008 pukul 19.00 WIB.