pengujian logam

39
2 MODUL PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK 1. Pengujian Logam Proses pengujian logam adalah proses pemeriksaan bahan-bahan untuk diketahui sifat dan karakteristiknya yang meliputi sifat mekanik, sifat fisik, bentuk struktur, dan komposisi unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Adapun proses pengujiannya dikelompokkan ke dalam tiga kelompok metode pengujian, yaitu : 1. Destructive Test (DT), yaitu proses pengujian logam yang dapat menimbulkan kerusakan logam yang diuji. 2. Non Destructive Test (NDT), yaitu proses pengujian logam yang tidak dapat menimbulkan kerusakan logam atau benda yang diuji. 3. Metallography, yaitu proses pemeriksaan logam tentang komposisi kimianya, unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, dan bentuk strukturnya. Penjelasan mengenai pengujian logam akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab-subbab berikutnya. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai ketiga metode pengujian logam [6]. Uji Kekerasan (Hardness Test) Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh pembebanan, benda uji akan mengalami deformasi. Kita dapat menganalisis seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut [6]. Kita harus mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika memilih bahan benda tersebut. Dengan pertimbangan itu, kita cenderung memilih bahan benda kerja yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Alasannya, logam keras dianggap lebih kuat apabila dibandingkan dengan logam lunak. Meskipun

Upload: restu-agustina

Post on 12-Aug-2015

1.182 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengujian Logam

2

MODUL PRAKTIKUM

MATERIAL TEKNIK

1. Pengujian Logam

Proses pengujian logam adalah proses pemeriksaan bahan-bahan untuk

diketahui sifat dan karakteristiknya yang meliputi sifat mekanik, sifat fisik, bentuk

struktur, dan komposisi unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Adapun proses

pengujiannya dikelompokkan ke dalam tiga kelompok metode pengujian, yaitu :

1. Destructive Test (DT), yaitu proses pengujian logam yang dapat menimbulkan

kerusakan logam yang diuji.

2. Non Destructive Test (NDT), yaitu proses pengujian logam yang tidak dapat

menimbulkan kerusakan logam atau benda yang diuji.

3. Metallography, yaitu proses pemeriksaan logam tentang komposisi kimianya,

unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, dan bentuk strukturnya.

Penjelasan mengenai pengujian logam akan dijelaskan lebih lanjut pada

subbab-subbab berikutnya. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai ketiga

metode pengujian logam [6].

Uji Kekerasan (Hardness Test)

Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu

bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain,

ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh

pembebanan, benda uji akan mengalami deformasi. Kita dapat menganalisis

seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban yang

diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut [6].

Kita harus mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika memilih

bahan benda tersebut. Dengan pertimbangan itu, kita cenderung memilih bahan

benda kerja yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Alasannya, logam

keras dianggap lebih kuat apabila dibandingkan dengan logam lunak. Meskipun

Page 2: Pengujian Logam

3

demikian, logam yang keras biasanya cenderung lebih rapuh dan sebaliknya,

logam lunak cenderung lebih ulet dan elastis [6].

Dasar-Dasar Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan bahan logam bertujuan mengetahui angka kekerasan

logam tersebut. Dengan kata lain, pengujian kekerasan ini bukan untuk melihat

apakah bahan itu keras atau tidak, melainkan untuk mengetahui seberapa besar

tingkat kekerasan logam tersebut. tingkat kekerasan logam berdasarkan pada

standar satuan yang baku. Karena itu, prosedur pengujian kekerasan pun diatur

dan diakui oleh standar industri di dunia sebagai satuan yang baku. Satuan yang

baku itu disepakati melalui tiga metode pengujian kekerasan, yaitu penekanan,

goresan, dan dinamik [6]. Tabel 2.1 Logam Ferro Dan Pemakaiannya

Nama Komposisi Sifat Pemakaian Baja lunak (Mild Steel)

Campuran ferro dan karbon (0,1%-0,3%)

Ulet dan dapat ditempa dingin

Pipa, mur, baut, dan sekrup

Baja karbon sedang (medium carbon steel)

Campuran ferro dan karbon (0,4%-0,6%)

Lebih ulet Poros, rel baja, dan peron

Baja karbon tinggi (high carbon steel)

Campuran ferro dan karbon (0,7%-1,5%)

Dapat ditempa dan disepuh

Perlengkapan mesin perkakas, kikir, gergaji, pahat, tap, penitik, dan stempel

Baja kecepatan tinggi (high speed steel)

Baja karbon tinggi ditambah dengan nikel/krom/kobalt/tungsten/vanadium

Getas, dapat disepuh keras, dimudakan, dan tahan terhadap suhu tinggi

Alat potong yang digunakan ialah pahat bubut, pisau fris, mata bor, dan perlengkapan mesin perkakas

Pengujian kekerasan dengan cara penekanan banyak digunakan oleh

industri permesinan. Hal ini dikarenakan prosesnya sangat mudah dan cepat

dalam memperoleh angka kekerasan logam tersebut apabila dibandingkan dengan

metode pengujian lainnya. Pengujian kekerasan yang menggunakan cara ini terdiri

dari tiga jenis, yaitu pengujian kekerasan dengan metode Rockwell, Brinell, dan

Vickers. Ketiga metode pengujian tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya

masing-masing, serta perbedaan dalam menentukan angka kekerasannya. Metode

Brinell dan Vickers misalnya, memiliki prinsip dasar yang sama dalam

Page 3: Pengujian Logam

4

menentukan angka kekerasannya, yaitu menitikberatkan pada perhitungan

kekuatan bahan terhadap setiap daya luas penampang bidang yang menerima

pembebanan tersebut. Sedangkan metode Rockwell menitikberatkan pada

pengukuran kedalaman hasil penekanan atau penekan (indentor) yang membentuk

berkasnya (indentasi) pada benda uji [6].

Perbedaan cara pengujian ini menghasilkan nilai satuannya juga berbeda.

Karena itu, tiap-tiap pengujian memiliki satuannya masing-masing sesuai dengan

proses penekannya, yang mendapat pengakuan standar internasional. Perbedaan

satuan itu ditunjukkan dalam bentuk tulisan angka hasil pengujiannya. Berikut ini

merupakan uraian terperinci mengenai masing-masing metode pengujian.

Metode Pengujian Rockwell

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini diatur berdasarkan

standar DIN 50103. Adapun standar kekerasan metode pengujian Rockwell

ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2.2 Skala Kekerasan Metode Pengujian Rockwell

Skala Penekan Beban Skala Kekerasan

Warna Angka Awal Utama Jumlah

A Kerucut intan 120º 10 50 60 100 Hitam B Bola baja 1,558

mm (1/16”) 10 90 100 130 Merah

C Kerucut intan 120º 10 140 150 100 Hitam D Kerucut intan 120º 10 90 100 100 Hitam E Bola baja 3,175

mm (1/8”) 10 90 100 130 Merah

F Bola baja 1,558 mm

10 50 60 130 Merah

G Bola baja 1,558 mm

10 140 150 130 Merah

H Bola baja 3,175 mm

10 50 60 130 Merah

K Bola baja 3,175 mm

10 140 150 130 Merah

L Bola baja 6,35 mm (1/4”)

10 50 60 130 Merah

M Bola baja 6,35 mm 10 90 100 130 MerahP Bola baja 6,35 mm 10 140 150 130 MerahR Bola baja 12,7 mm

(1/2”) 10 50 60 130 Merah

S Bola baja 12,7 mm 10 90 100 130 MerahV Bola baja 12,7 mm 10 140 150 130 Merah

Page 4: Pengujian Logam

5

Tingkatan skala kekerasan menurut metode Rockwell dapat

dikelompokkan menurut jenis indentor yang digunakan pada masing-masing

skala. Dalam metode Rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya

bervariasi, yaitu :

1. Kerucut intan dengan besar sudut 120º dan disebut sebagai Rockwell Cone.

2. Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball.

Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan dan

memilih ketentuan angka kekerasan maksimum yang boleh digunakan oleh skala

tertentu. Jika pada skala tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang akuran,

maka kita dapat menentukan skala lain yang dapat menunjukkan angka kekerasan

yang jelas. Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar atau acuan,

dimana acuan dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui

melalui tabel sebagai berikut :

Tabel 2.3 Skala Kekerasan Dan Pemakaiannya

Skala Pemakaiannya A Untuk carbide cementite, baja tipis, dan baja dengan lapisan keras yang tipis B Untuk paduan tembaga, baja lunak, paduan alumunium, dan besi tempa C Untuk baja, besi tuang keras, besi tempa peritik, titanium, baja dengan lapisan keras

yang dalam, dan bahan-bahan lain yang lebih keras daripada skala B-100 D Untuk baja tipis, baja dengan lapisan keras yang sedang, dan besi tempa peritik E Untuk besi tuang, paduan alumunium, magnesium, dan logam-logam bantalan F Untuk paduan tembaga yang dilunakkan dan pelat lunak yang tipis G Untuk besi tempa, paduan tembaga, nikel-seng, dan tembaga-nikel H Untuk alumunium, seng, dan timbal K Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis L Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis M Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis P Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis R Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis S Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis V Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis

Pembebanan dalam proses pengujian kekerasan metode Rockwell

diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama disebut beban minor dan tahap kedua

(beban utama) disebut beban mayor. Beban minor besarnya maksimal 10 kg

sedangkan beban mayor bergantung pada skala kekerasan yang digunakan [6].

Page 5: Pengujian Logam

6

Berikut ini merupakan cara pengujian dan penggunaan dengan

menggunakan metode pengujian Rockwell, yaitu :

1. Cara pengujian kekerasan Rockwell

Cara Rockwell ini berdasarkan pada penekanan sebuah indentor

dengan suatu gaya tekan tertentu ke permukaan yang rata dan bersih dari suatu

logam yang diuji kekerasannya. Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya

minor, maka yang akan dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan

Rockwell bukanlah hasil pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan,

tetapi justru dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah perbedaan metode

Rockwell dibandingkan dengan metode pengujian kekerasan lainnya.

Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu HRA,

HRB, dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan kekerasan Rockwell

atau Rockwell Hardness Number dan kadang-kadang disingkat dengan huruf

R saja [4].

2. Cara penggunaan mesin uji kekerasan Rockwell

Sebelum pengujian dimulai, penguji harus memasang indentor terlebih

dahulu sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan, yaitu indentor bola

baja atau kerucut intan. Setelah indentor terpasang, penguji meletakkan

specimen yang akan diuji kekerasannya di tempat yang tersedia dan menyetel

beban yang akan digunakan untuk proses penekanan. Untuk mengetahui nilai

kekerasannya, penguji dapat melihat pada jarum yang terpasang pada alat ukur

berupa dial indicator pointer [4].

Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara

lain :

1. Benda uji.

2. Operator.

3. Mesin uji Rockwell.

Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :

1. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras.

2. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.

3. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.

Page 6: Pengujian Logam

7

Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :

1. Tingkat ketelitian rendah.

2. Tidak stabil apabila terkena goncangan.

3. Penekanan bebannya tidak praktis.

Metode Pengujian Brinell

Cara pengujian Brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola baja

yang terbuat dari baja krom yang telah dikeraskan dengan diameter tertentu oleh

suatu gaya tekan secara statis ke dalam permukaan logam yang diuji tanpa

sentakan. Permukaan logam yang diuji harus rata dan bersih. Setelah gaya tekan

ditiadakan dan bola baja dikeluarkan dari bekas lekukan, maka diameter paling

atas dari lekukan tersebut diukur secara teliti, yang kemudian dipakai untuk

menentukan kekerasan logam yang diuji dengan menggunakan rumus (1) :

…………………...(1)

dimana :

P = beban yang diberikan (KP atau Kgf)

D = diameter indentor yang digunakan

d = diameter bekas lekukan

Kekerasan ini disebut kekerasan Brinell, yang biasa disingkat dengan HB

atau BHN (Brinell Hardness Number). Semakin keras logam yang diuji, maka

semakin tinggi nilai HB. Bahan-bahan atau perlengkapan yang digunakan untuk

uji kekerasan Brinell adalah sebagai berikut [4]:

1. Mesin uji kekerasan Brinell.

2. Bola baja untuk Brinell (Brinell

Ball).

3. Mikroskop pengukur.

4. Stopwatch.

5. Mesin gerinda.

6. Ampelas kasar dan halus.

7. Benda uji (test specimen).

Apabila kita memakai bola baja untuk uji Brinell, biasanya yang terbuat

dari baja krom yang telah disepuh atau cermentite carbide. Bola Brinell ini tidak

boleh berdeformasi sama sekali di saat proses penekanan ke permukaan logam uji.

BHN = ( )]dDπD[D

2P22 −−

Page 7: Pengujian Logam

8

Standar dari bola Brinell yaitu mempunyai Ø 10 mm atau 0,3937 in, dengan

penyimpangan maksimal 0,005 mm atau 0,0002 in. Selain yang telah distandarkan

di atas, terdapat juga bola-bola Brinell dengan diameter lebih kecil (Ø 5 mm, Ø

2,5 mm, Ø 2 mm, Ø 1,25 mm, Ø 1 mm, Ø 0,65 mm) yang juga mempunyai

toleransi-toleransi tersendiri. Misalnya, untuk diameter 1 sampai dengan 3 mm

adalah lebih kurang 0,0035 mm, antara 3 sampai dengan 6 mm adalah 0,004 mm,

dan antara 6 sampai dengan 10 mm adalah 0,005 mm. Penggunaannya bergantung

pada gaya tekan P dan jenis logam yang diuji, maka penguji harus dapat memilih

diameter bola yang paling sesuai [4].

Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji kekerasan

logam dengan metode Brinell, yaitu :

1. Memeriksa dan mempersiapkan specimen sehingga siap untuk diuji.

2. Memeriksa dan mempersiapkan mesin yang akan dipakai untuk menguji.

3. Melakukan pemeriksaan pada pembebanan, diameter bola baja yang

digunakan, dan alat pengukur waktu.

4. Membebaskan beban tekan dan mengeluarkan bola dari lekukan lalu

memasang alat optis untuk melihat bekas yang kemudian mengukur diameter

bekas sebelumnya secara teliti dengan mikrometer pada mikroskop.

Pangukuran diameter ini untuk sebuah lekuk dilakukan dua kali secara

bersilang tegak lurus dan baru dari dua nilai diameter yang diperoleh, diambil

rata-ratanya. Kemudian dimasukkan ke dalam rumus Brinell untuk

memperoleh hasil kekerasan Brinell-nya (HB).

5. Melakukan proses pengujian sebanyak lima kali sehingga diperoleh nilai rata-

rata dari uji kekerasan Brinell tersebut.

6. Yang perlu diperhatikan adalah jarak dari titik pusat lekukan baik dari tepi

specimen maupun dari tepi lekukan lainnya minimal 2 dari 3/2 diameter

lekukannya [4].

Metode Pengujian Vickers

Metode Vickers ini berdasarkan pada penekanan oleh suatu gaya tekan

tertentu oleh sebuah indentor berupa pyramid diamond terbalik dengan sudut

Page 8: Pengujian Logam

9

puncak 136º ke permukaan logam yang akan diuji kekerasannya, dimana

permukaan logam yang diuji ini harus rata dan bersih [4].

Setelah gaya tekan secara statis ini kemudian ditiadakan dan pyramid

diamond dikeluarkan dari bekas yang terjad, maka diagonal segi empat bekas

teratas diukur secara teliti, yang digunakan sebagai kekerasan logam yang akan

diuji. Permukaan bekas merupakan segi empat karena pyramid merupakan

piramida sama sisi. Nilai kekerasan yang diperoleh disebut sebagai kekerasan

Vickers, yang biasa disingkat dengan Hv atau HVN (Vickers Hardness Number).

Untuk memperoleh nilai kekerasan Vickers, maka hasil penekanan yang diperoleh

dimasukkan ke dalam rumus berikut ini :

………………..(2)

Bahan-bahan atau perlengkapan yang biasa digunakan untuk uji kekerasan Vickers

adalah sebagai berikut :

1. Mesin percobaan kekerasan Vickers. 5. Mesin gerinda.

2. Indentor pyramid diamond. 6. Ampelas kasar dan halus.

3. Mikroskop pengukur diagonal bekas. 7. Benda uji (test specimen).

4. Stopwatch.

Hal terpenting yang harus dipelajari dalam pengujian Vickers adalah bagaimana

menggunakan alat uji kekerasan Vickers dalam hal memasang indentor pyramid

diamond, meletakkan specimen di tempatnya, menyetel beban yang akan dipakai,

melihat dan mengukur diagonal persegi empat teratas dari bekas yang terjadi

seteliti mungkin [4].

Spesifikasi Alat Uji Kekerasan

Berikut ini merupakan spesifikasi alat uji kekerasan yang dimiliki oleh

Laboratorium Material Teknik & Pengecoran Logam, Jurusan Teknik Mesin,

Universitas Gunadarma, yaitu [4]:

Nama alat : Rockwell Hardness Tester

Merk : AFFRI Seri 206.RT – 206.RTS

Hv = 222

DF 1,8554

Dθsin F 2

=

Page 9: Pengujian Logam

10

Loading : Maximum 150 KP

Minimum 60 KP

Spesifikasi :

HRC Load : 150 KP

Indentor : Kerucut intan 120º

HRB Load : 100 KP

Indentor : Steel Ball Ø 1/16”

HRA Load : 60 KP

Indentor : Kerucut intan 120º

HRD Load : 100 KP

Indentor : Kerucut intan 120º

HRF Load : 60 KP

Indentor : Steel Ball Ø 1/16”

HRG Load : 150 KP

Indentor : Steel Ball Ø 1/16”

Berikut ini merupakan gambar dari alat uji kekerasan Rockwell.

Gambar 2.1 Alat Uji Kekerasan Rockwell

Keterangan Gambar:

1. Wrench to select tested loads

(kunci).

2. Tested loads mobile selector.

3. Loads scale.

4. Test Lever (handle).

5. Scale Indicator Pointer.

- Small pointer.

- Larger pointer.

- Red dot.

- Outer rings.

6. Ring nuts to fix the penetrator.

7. Penetrator (indentor)

8. Anvil (dudukan).

9. Anvil holder screw (capstan).

10. Handwheel to regulate the

rising screw.

Page 10: Pengujian Logam

11

Uji Metalografi

Ilmu logam dibagi menjadi dua bagian khusus, yaitu metalurgi dan

metalografi. Metalurgi adalah ilmu yang menguraikan tentang cara pemisahan

logam dari ikatan unsur-unsur lain. Metalurgi dapat dikatakan pula sebagai cara

pengolahan logam secara teknis untuk memperoleh jenis logam atau logam

paduan yang memenuhi kebutuhan tertentu. Sedangkan metalografi adalah ilmu

yang mempelajari tentang cara pemeriksaan logam untuk mengetahui sifat,

struktur, temperatur, dan persentase campuran logam tersebut [3].

Dalam proses pengujian metalografi, pengujian logam dibagi lagi menjadi

dua jenis, yaitu :

1. Pengujian makro (Macroscope Test)

Pengujian makro ialah proses pengujian bahan yang menggunakan

mata terbuka dengan tujuan dapat memeriksa celah dan lubang dalam

permukaan bahan. Angka kevalidan pengujian makro berkisar antara 0,5

hingga 50 kali [3].

2. Pengujian mikro (Microscope Test)

Pengujian mikro ialah proses pengujian terhadap bahan logam yang

bentuk kristal logamnya tergolong sangat halus. Sedemikian halusnya

sehingga pengujiannya memerlukan kaca pembesar lensa mikroskop yang

memiliki kualitas perbesaran antara 50 hingga 3000 kali [3].

Langkah-Langkah Pengujian Metalografi

Berikut ini merupakan langkah-langkah untuk melakukan pengujian

metalografi. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai

berikut :

1. Pemotongan

Pemotongan specimen cukup dalam dimensi yang tidak terlalu besar (<

10 × 10 × 10) mm dan tidak boleh menjadi panas berlebihan dalam proses

pemotongan untuk menghindari rusaknya struktur specimen tersebut akibat

panas [3].

Page 11: Pengujian Logam

12

2. Penyalutan (Mounting)

Benda kerja yang kecil sukar dipegang pada proses penggerindaan dan

pemolesan, maka perlu disalut terlebih dahulu. Bahan penyalutan yang

digunakan adalah termoplastik seperti resin, yang mencair pada temperatur

150º C. Berikut ini merupakan bahan-bahan yang digunakan pada proses

penyalutan, yaitu : Tabel 2.4 Bahan-Bahan Mounting

NO Plastik Tipe Catatan 1 Phenolic (contohnya

bakelit) Thermosetting Memerlukan pengontrolan panas dan

tekanan dengan secukupnya memberikan bahan pelarut secara perlahan-lahan.

2 Diall phthalete (prepolimer)

Thermosetting Memerlukan pengontrolan suhu panas antara 130º C - 140º C tekanan, penyusutan rendah, dan karakteristik polishing yang baik.

3 Phenolic varnish Thermosetting Untuk pengisian vakum oxide film 4 Epoxy resin (contohnya

Araldite) Liquid various Araltide grade ialah suatu cairan

tuangan resin yang memberikan penyalutan yang baik tanpa panas dan tekanan, perlahan-lahan waktu proses mounting.

5 Plyvinyl chloride Thermosetting Penyusutan rendah, lamban biasa pelarut, tetapi penyelesaian dengan glacialacetic acai.

3. Penggerindaan atau pengampelasan

Proses ini menggunakan kertas ampelas yang berjenjang dimulai dari

ampelas yang kasar sampai dengan yang halus. Tingkat kehalusan kertas

ampelas ini ditentukan oleh ukuran serbuk silikon karbida yang menempel

pada kertas tersebut [3].

Misalnya, terdapat ampelas yang memiliki tingkat kehalusan hingga

220, angka 220 menunjukkan bahwa serbuk silikon karbida pada kertas

ampelas itu bisa lolos dari ayakan hingga mencapai 220 lubang pada luas 1

inchi2 (sekitar 625 mm2) [3].

4. Pemolesan (polishing)

Benda uji yang sudah melewati proses penggerindaan, dieteruskan ke

proses pemolesan. Mesin yang digunakan adalah mesin poles metalografi.

Mesin ini terdiri dari piringan yang berputar dengan kain beludru (selvyt) [3].

Page 12: Pengujian Logam

13

Cara pemolesannya, benda uji diletakkan di atas piringan yang

berputar, kain poles diberi sedikit pasta oles. Pasta oles yang biasa digunakan

adalah alumina (Al2O3). Dalam istilah perdagangan diberi nama autosol atau

gama alumina. Bila garis-garis bekas pengampelasan masih terlihat,

pemolesan diteruskan. Apabila terlihat sudah rata, maka specimen dibersihkan

dan dilanjutkan dengan pengetsaan [3].

5. Pengetsaan

Hasil pemolesan yang terakhir akan menghasilkan suatu lapisan yang

menutupi permukaan struktur logam. Struktur mikro dapat terlihat dengan

jelas di bawah mikroskop dengan menghilangkan lapisan tersebut dengan cara

mengetsa [3].

Mengetsa dalam kamus, dapat diartikan sebagai proses pembuatan

gambar atau ukuran pada pelat tembaga, yang dilapisi lilin dengan benda

tajam kemudian membiarkan garis-garis yang diperoleh itu terkena korosi

cairan asam. Hasil proses itu ialah etsa, yaitu berupa gambar atau ukiran.

Berikut ini merupakan penjelasan beberapa larutan etsa untuk pengujian

makro dan mikro yang biasa dipakai dalam metalografi [3].

a) Adapun bahan-bahan larutan pada etsa makro adalah sebagai berikut :

(1) Hydrochloric, yang memiliki komposisi 50% asam hydrochloric dalam

air dengan suhu antara 70º C - 80º C dan waktu yang dibutuhkan 1

jam, serta digunakan untuk bahan baja dan besi.

(2) Sulphuric, yang memiliki komposisi 20% asam sulphuric dalam air

dengan suhu 80º C dan waktu yang diperlukan antara 10 sampai 20

detik, serta digunakan untuk bahan besi dan baja.

(3) Nitric, yang memiliki komposisi 20% asam nitric dalam air dan boleh

dalam keadaan dingin jika cocok, serta digunakan untuk bahan besi

dan baja.

(4) Alcoholic ferric chloride, yang memiliki komposisi 96 cm3 ethyl

alcohol, 59 gram ferric chloride, dan 2 cm3 asam hydrochloric.

Page 13: Pengujian Logam

14

(5) Bahan etsa, yang memiliki komposisi copper ammonium chloride 9

gram dan air 91 ml specimen untuk baja. Waktu etsa lebih lama

daripada etsa mikro struktur.

(6) Untuk mengetsa baja agar didapat hasil etsa yang dalam dan tebal

lapisannya, digunakan bahan etsa yang baik, yaitu hydrochloric acil

(HCl) 140 ml, sulphuric acid (H2SO4) 3 ml dan air 50 ml dengan

waktu etsa antara 15 sampai 30 menit.

(7) Specimen alumunium atau campuran alumunium bahan etsa ialah

hydrofloride acid (HF) 10 ml, nitrid acid (HNO3) 1 ml, dan air 200 ml.

Waktu pengetsaannya sangat singkat dan karena itu, jika terjadi lapisan

hitam yang tebal dapat dihilangkan dengan cara merendam pada asam

nitrat (HNO3). Waktu pengetsaan itu lebih l daripada etsa untuk mikro

struktur.

Setelah kita mengetsa, kita langsung dapat melihat bagian mana yang

bengkok atau mengambang dari serat (alur) benda kerja tersebut. Macro test

ini biasanya dilakukan pada benda yang pembuatannya ditempa, dituang, dan

hasil pengerolan.

b) Adapun bahan-bahan larutan pada etsa mikro adalah sebagai berikut :

(1) Asam nitrat, yang memiliki komposisi asam nitrat 2 ml dan alkohol

95% atau 98 ml. Pemakaiannya untuk bahan karbon, baja paduan

rendah, dan baja paduan sedang. Waktu yang diperlukan beberapa

detik sampai 1 menit.

(2) Asam pikrat, yang memiliki komposisi 4 gram asam pikrat, alkohol

95% atau 98 ml. Pemakaiannya untuk baja karbon dalam keadaan

normal, dilunakkan, dikeraskan (hardening) dan ditemper (tempering).

Waktu pengetsannya beberapa detik sampai 1 menit.

(3) NH4OH.H2O2, yang memiliki komposisi NH4OH sebagai dasar dan

H2O2 beberapa tetes. Pemakaiannya untuk bahan tembaga dan

paduannya dengan waktu pengetsaan sampai bahan uji berwarna biru.

(4) Bahan etsa adalah nital 2%, yaitu 2 ml asam nitrat (HNO3) dan 98 ml

methyl alcohol dalam waktu 10 sampai 30 detik.

Page 14: Pengujian Logam

15

(5) Bahan etsa menggunakan asam yang terdiri dari 10% ammonium ferri

sulfat, 2,5% ammonium acrocide NH4(OH), dan 65% larutan asam

krom dalam waktu 10 sampai 30 detik, yang digunakan untuk tembaga

dan campurannya [3].

c) Cara mengetsa

Setelah bahan uji melalui beberapa tahapan, maka benda uji dapat

langsung dietsa. Pengetsaan dilakukan dengan cara menempatkan asam

yang akan digunakan pada sebuah cawan kemudian mencelupkan

permukaan benda uji pada asam tersebut sesuai dengan waktu yang telah

ditetapkan. Setelah itu, benda dicuci dengan air hangat atau alcohol untuk

menghentikan reaksi dan mengeringkan dengan udara dari mesin

kompresor [3].

d) Pengaruh etsa

Etsa larutan kimia sangat mempengaruhi bentuk permukaan benda

uji. Dengan kata lain, baik atau tidaknya hasil pengetsaan dapat

dipengaruhi oleh larutan kimia yang digunakan untuk mengetsa [3].

Setelah bahan uji dietsa, di atas seluruh permukaan benda uji akan

tampak garis-garis yang tidak teratur. Garis-garis yang tampak itu

menunjukkan adanya batas antar butir kristal logam tersebut [3].

Untuk memperjelas bentuk dan corak butir-butir kristal yang

berbeda jenisnya itu, dapat diamati pada mikroskop. Dengan mikroskop,

kita dapat menunjukkan adanya perbedaan beberapa elemen yang

terkandung dalam bahan uji tersebut. Meskipun demikian, tidak semua

proses pengetsaan menghasilkan hasil etsa yang memuaskan. Dengan kata

lain, dalam satu proses pengetsaan terkadang kita tidak berhasil mengetsa

benda yang diuji. Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya

kegagalan dalam mengetsa, yaitu :

(1) Benda kerja terlalu kotor karena terlalu lunak atau berminyak.

(2) Benda kerja tidak bersih pada waktu dicuci.

(3) Kurangnya waktu pengetsaan.

(4) Terlalu lama waktu yang digunakan dalam pengetsaan.

Page 15: Pengujian Logam

16

(5) Salah memilih dan menggunakan cairan etsa (etching reagent) [3].

6. Mikroskop

Pada dasarnya, mikroskop terdiri dari dua buah lensa positif, yaitu

lensa yang menerima sinar langsung dari bendanya atau lensa dekat dengan

benda yang akan dilihat, yang disebut lensa obyektif, sedangkan lensa yang

berada dekat dengan mata disebut lensa okuler [3].

Perbesaran total oleh mikroskop ini didefinisikan dengan perbandingan

antara tangen sudut buka baying akhir dengan sudut buka tanpa menggunakan

alat. Perbesaran sebuah mikroskop biasanya berkisar 50, 100, 200, 400, dan

1000 kali lebih besar dari benda uji [3].

Perbesaran struktur mikro dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

.….…………..(3)

dimana :

LOK = lensa okuler (nilai 2,5)

LOB = lensa obyektif/lensa yang dipakai pada mikroskop

FK = faktor kamera (nilai 1)

Ukuran foto 3R nilai 4 [3].

Spesifikasi Alat Uji Metalografi

Berikut ini merupakan spesifikasi alat uji metalografi (Mettalurgical

Microscope) yang dimiliki oleh Laboratorium Material Teknik & Pengecoran

Logam, Jurusan Teknik Mesin, Universitas Gunadarma, yaitu :

Tyepiece : NWF 10 X

Objective : MSFX, MF 10 X, MF 20 X, MF 40 X

Viewing head : Binocular body complete with interpupillary distance

Illuminator : Koehler-type illuminator complete with aperture and field

diaphragms, filter slots, and bulb cord. Uses EL-38 (8 V,

15 W) tungsten filamen bulb.

LOK × LOB × FK × UKURAN FOTO

Page 16: Pengujian Logam

17

Mechanical stage : Graduated 150 × 160 mm in size 30 × 30 mm cross

motion, reading to 0,1 mm by vernier. Provided with low

position stage controls.

Focusing control : Stage height is adjustable by the control knob and fixed

by locking knob. Fine controls are workable in arrange of

2 mm.

Photo mechanic : Optical path selector for visual observation and

photography, built in reflecting mirror and camera port.

Polarizing filters : Built-in slideway, complete with analyzer, rotatable

through 0-9º, and polarizer filter.

Microscope stand : Inverted stand, complete with built-in plane glass

reflector, built in power supply transformer, variable

light intensity control, out put sockets.

Color filters : Green filter for visual observation and monochromatic

film photography, and blue filter for color photography

[4].

Berikut ini merupakan gambar dari mikroskop untuk mengetahui struktur dari

benda uji.

Gambar 2.2 Mettalurgical Microscope

Page 17: Pengujian Logam

18

Uji Impact Charpy

Uji impact charpy digunakan untuk mengetahui kegetasan atau keuletan

suatu bahan (specimen) yang akan diuji dengan cara pembebanan secara tiba-tiba

terhadap benda yang akan diuji secara statik. Benda uji dibuat takikan terlebih

dahulu sesuai dengan standar JIS Z2202 dan hasil pengujian benda tersebut akan

mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk seperti bengkokan atau patahan

sesuai dengan keuletan atau kegetasan terhadap benda uji tersebut [5].

Mesin Uji Impact

Mesin uji impact adalah mesin uji untuk mengetahui harga impak suatu

beban yang diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. tipe dan bentuk

konstruksi mesin uji bentur beraneka ragam, yaitu mulai dari jenis konvensional

sampai dengan sistem digital yang lebih maju [5].

Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi

kalau bahan diberi takikan. Semakin tajam takikan, maka akan semakin besar

deformasi yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memungkinkan peningkatan

laju regangan beberapa kali lipat [5].

Patah getas menjadi permasalahan penting pada baja dan besi. Pengujian

impact charpy banyak dipergunakan untuk menentukan kualitas bahan. Benda uji

takikan berbentuk V yang mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai.

Mesin uji impact charpy dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini [5].

Gambar 2.3 Mesin Uji Impact Charpy

Page 18: Pengujian Logam

19

Gambar 2.4 Benda Uji Impact Charpy Bentuk “V”

Dasar Pengujian

Pada pengujian ini adalah suatu bahan uji yang ditakik, dipukul oleh

pendulum (godam) yang mengayun. Dengan pengujian ini dapat diketahui sifat

kegetasan suatu bahan. Cara ini dapat dilakukan dengan charpy atau cara izod [5].

Pengujian Charpy dan Izod

Pada pengujian kegetasan bahan dengan cara impact charpy, pendulum

diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji. Sedangkan pada pengujian

impact cara izod adalah pukulan pendulum diarahkan pada jarak 22 mm dari

penjepit dan takikannya menghadap pada pendulum [5].

Pengerjaan benda uji pada impact charpy dan izod dikerjakan habis pada

semua permukaan. Takikan dibuat dengan mesin fris atau alat notch khusus takik.

Semua dikerjakan menurut standar yang ditetapkan yaitu JIS Z 2202 [5].

Gambar 2.5 Sistem Uji Impact Charpy Dan Izod

Page 19: Pengujian Logam

20

Gambar 2.6 Benda Uji Standar JIS Z 2202

Prinsip Dasar Mesin Uji Impact

Apabila pendulum dengan berat G dan pada kedudukan h1 dilepaskan,

maka akan mengayun sampai kedudukan posisi akhir 4 pada ketinggian h2 yang

juga hampir sama dengan tinggi semula (h1), dimana pendulum mengayun bebas.

Pada mesin uji yang baik, skala akan menunjukkan usaha lebih dari 0,05 kilogram

meter (kg m) pada saat pendulum mencapai kedudukan 4 [5].

Apabila batang uji dipasang pada kedudukannya dan pendulum

dilepaskan, maka pendulum akan memukul batang uji dan selanjutnya pendulum

akan mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian h2. Usaha yang dilakukan

pendulum waktu memukul benda uji atau usaha yang diserap benda uji sampai

patah dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut :

………………………..(4)

Atau dapat juga diselesaikan dengan menggunakan rumus berikut ini :

.…………………….(5)

dimana :

W1 = usaha yang dilakukan (kg m)

G = berat pendulum (kg)

h1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)

λ = jarak lengan pengayun (m)

cos λ = sudut posisi awal pendulum

W1 = G × h1 (kg m)

W1 = G × λ(1 - cos α) (kg m)

Page 20: Pengujian Logam

21

Sedangkan sisa usaha setelah mematahkan benda uji dapat diketahui melalui

rumus sebagai berikut :

…..…………………….(6)

Sehingga dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :

.……………………..(7)

dimana :

W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)

G = berat pendulum (kg)

h2 = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)

λ = jarak lengan pengayun (m)

cos β = sudut posisi akhir pendulum

Besarnya usaha yang diperlukan untuk memukul patah benda uji dapat diketahui

melalui rumus sebagai berikut :

……………………...(8)

Sehingga persamaan yang diperoleh dari rumus di atas adalah sebagai berikut :

…..……………...(9)

dimana :

W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m)

W1 = usaha yang dilakukan (kg m)

W2 = sisa usaha setelah mematahkan benda uji (kg m)

G = berat pendulum (kg)

λ = jarak lengan pengayun (m)

cos λ = sudut posisi awal pendulum

cos β = sudut posisi akhir pendulum

W2 = G × h2 (kg m)

W2 = G × λ(1 - cos β) (kg m)

W = W1 - W2 (kg m)

W = G × λ(cos β - cos λ) (kg m)

Page 21: Pengujian Logam

22

Dan besarnya harga impact dapat diketahui dari rumus berikut ini :

…….…………………….(10)

dimana :

K = nilai impact (kg m/mm2)

W = usaha yang diperlukan untuk mematahkan benda uji (kg m)

Ao = luas penampang di bawah takikan (mm2)

Gambar 2.7 Prinsip Dasar Mesin Uji Impact

Spesifikasi dan Bagian Utama Alat Uji Impact Charpy

Adapun spesifikasi alat uji impact tipe charpy adalah sebagai berikut [5] :

Tipe alat uji : charpy

Kapasitas : 85 Joule

Berat pendulum (godam) : 8 kg

Jarak titik ayun dengan titik pukul : 600 mm

Posisi awal pemukulan : 140º

Sudut pisau pemukul : 30º

K = oA

W

Page 22: Pengujian Logam

23

Dimensi alat uji : 750 mm × 400 mm × 1000 mm

Standar bahan uji : alumunium

Tampak Depan Tampak Samping Kiri Tampak Belakang

Gambar 2.8 Alat Uji Impact Tipe Charpy Kapasitas 85 Joule

Gambar 2.9 Bagian-Bagian Utama Alat Uji Impact Tipe Charpy

Sedangkan bagian-bagian utama dari alat uji impact tipe charpy terdiri atas :

1. Badan alat uji impact

Badan alat uji impact terbuat dari baja profil U 70 mm × 40 mm

dengan tebal baja 5 mm. Sedangkan dimensi dari badan alat uji impact ini

adalah 750 mm × 400 mm × 1000 mm. Proses pengerjaan yang dilakukan

dalam pembuatan badan alat uji impact ini adalah proses penyambungan atau

proses pengelasan. Badan alat uji impact berfungsi sebagai tempat dudukan

Page 23: Pengujian Logam

24

dari bearing dan tempat benda uji. Berikut ini merupakan gambar alat uji

impact tipe charpy [5].

Gambar 2.10 Badan Alat Uji Impact Tipe Charpy

2. Pendulum

Pendulum berfungsi sebagai beban yang akan diayunkan ke benda uji

dan juga terdapat pisau pemukul untuk mematahkan benda uji. Pendulum

terbuat dari baja pelat silinder Ø 230 × 30 mm dengan berat 8 kg. Pada bagian

atas pendulum dihubungkan ke bagian lengan pengayun dengan cara dilas [5].

3. Lengan pengayun

Lengan pengayun berfungsi untuk menentukan gerakan ayunan dari

poros ke pendulum. Lengan pengayun ini terbuat dari baja silinder Ø 20 × 600

mm dan pada bagian atasnya dihubungkan ke poros dengan dilas, serta pada

bagian bawahnya dihubungkan ke pendulum dengan cara dilas [5].

4. Poros pengayun

Poros pengayun berfungsi sebagai penerus ayunan dari bearing ke

lengan pengayun dan pendulum. Poros pengayun terbuat dari baja silinder Ø

25 × 450 mm. Pada bagian ujung kanan dan kirinya dihubungkan ke bearing

dan pada bagian tengahnya dihubungkan ke lengan pengayun dengan cara

dilas [5].

Page 24: Pengujian Logam

25

5. Bearing

Bearing berfungsi sebagai pengayun poros dan bearing yang

digunakan adalah bearing dengan ukuran diameter dalam atau diameter poros

25 mm. Bearing ditempatkan pada bagian kanan atas dan kiri atas pada badan

alat uji impact dengan cara dibaut [5].

Gambar 2.11 Bearing

6. Tempat benda uji

Tempat benda uji berfungsi sebagai tempat diletakkannya benda uji

yang akan dilakukan pengujian. Tempat benda uji ini terbuat dari baja profil U

70 × 40 mm dengan tebal 5 mm. Tempat benda uji dilas menyatu dengan

badan alat uji impact [5].

7. Busur derajat dan jarum penunjuk

Busur derajat berfungsi sebagai alat pengukur atau alat baca dari hasil

pengujian. Jarum penunjuk berfungsi untuk menunjukkan angka pada busur

derajat yang merupakan hasil dari pengujian. Jarum penunjuk dihubungkan ke

poros pengayun dengan dibaut sehingga arah ayunannya sesuai dengan arah

ayunan poros pengayun [5].

Gambar 2.12 Busur Derajat Dan Jarum Penunjuk

Jarum penunjuk Busur derajat

Page 25: Pengujian Logam

26

8. Pisau pemukul

Pisau pemukul berfungsi untuk memukul benda uji yang telah dibuat

takikan. Posisi pisau pada saat akan memukul adalah di belakang takikan

benda uji. Bahan pisau pemukul ini harus lebih keras dari benda yang akan

diuji dan sudut pisau pemukul adalah 30º [5].

Gambar 2.13 Pisau Pemukul

Berikut ini merupakan dimensi dari alat uji impact yang ditunjukkan dari

berbagai tampak.

Gambar 2.14 Dimensi Alat Uji Impact Gambar 2.15 Dimensi Alat Uji Impact

Tampak Samping Tampak Depan

Page 26: Pengujian Logam

27

Besar energi (W1) pada setiap sudut ayun dapat diketahui dari data pada tabel

berikut ini. Tabel 2.5 Besar Energi (W1) Pada Setiap Ayun

Besar Sudut (α) Energi (W1) (kg m) Energi (W1) (Joule) 10º 0,0768 0,768 20º 0,292 2,92 30º 0,6432 6,432 40º 1,1232 11,232 50º 1,7184 17,184 60º 2,4 24 70º 3,1584 31,584 80º 3,9667 39,667 90º 4,8 48 100º 5,6332 56,332 110º 6,4416 64,416 120º 7,2 72 130º 7,8816 78,816 140º 8,4768 84,768

Sedangkan sisa usaha (W2) pada setiap sudut ayun dapat diketahui dari data pada

tabel berikut ini. Tabel 2.6 Sisa Usaha (W2) Pada Setiap Ayun

Besar Sudut (β) Sisa Usaha (W2) (kg m) Sisa Usaha (W2) (Joule) 10º 0,0768 0,768 15º 0,168 1,68 20º 0,292 2,92 25º 0,4512 4,512 30º 0,6432 6,432 35º 0,8688 8,688 40º 1,1232 11,23245º 1,4064 14,064 50º 1,7184 17,184 55º 2,0496 20,496 60º 2,4 24 65º 2,7744 27,744 70º 3,1584 31,584 75º 3,5616 35,616 80º 3,9667 39,667 85º 4,3824 43,824 90º 4,8 48 95º 5,2176 52,176 100º 5,6332 56,332 105º 6,0384 60,384 110º 6,4416 64,416 115º 6,8256 68,256 120º 7,2 72 125º 7,5504 75,504 130º 7,8816 78,816 135º 8,1936 81,936 137º 8,3088 83,088

Page 27: Pengujian Logam

28

Langkah-Langkah Uji Impact Charpy

Adapun langkah-langkah pengujian impact tipe charpy ini adalah sebagai

berikut :

1. Meletakkan benda uji di tempat benda uji pada alat uji impact. Penempatan

benda uji harus benar-benar berada pada posisi tengah dimana pisau pada

pendulum berada sejajar dengan takikan benda tersebut.

2. Menyetel posisi jarum penunjuk pada 0º.

3. Mengangkat pendulum sejauh 140º dengan cara memutar berlawanan arah

jarum jam secara perlahan-lahan.

4. Melepaskan pendulum untuk mengayun dan mematahkan benda uji.

5. Melihat dan mencatat hasil data yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada

busur derajat.

6. Melakukan perhitungan dari data pengujian yang telah diperoleh, yaitu

menghitung besarnya usaha (W) dan harga impact (K) [5].

Berikut ini merupakan gambar dari dimensi benda uji dan cara menempatkan

benda uji.

Gambar 2.16 Dimensi Benda Uji

Gambar 2.17 Cara Menempatkan Benda Uji

Page 28: Pengujian Logam

29

Logam

Logam adalah unsur kimia yang mempunyai sifat-sifat kuat, liat, keras,

penghantar listrik dan panas, serta mempunyai titik cair tinggi. Bijih logam

ditemukan dengan cara penambangan yang terdapat dalam keadaan murni atau

bercampur. Bijih logam yang ditemukan dalam keadaan murni yaitu emas, perak,

bismut, platina, dan ada yang bercampur dengan unsur-unsur seperti karbon,

sulfur, fosfor, silikon, serta kotoran seperti tanah liat, pasir, dan tanah [2].

Bijih logam yang ditemukan dengan cara penambangan terlebih dahulu

dilakukan proses pendahuluan sebelum diolah dalam dapur pengolahan logam

dengan cara dipecah sebesar kepalan tangan, dipilih yang mengandung unsur

logam, dicuci dengan air untuk mengeluarkan kotoran, dan terakhir dikeringkan

dengan cara dipanggang untuk mengeluarkan uap yang mengandung air [2].

Selain logam ada yang disebut dengan istilah bukan logam dan unsur

metaloid, yang menyerupai logam, yaitu :

1. Logam berat : besi, nikel, krom, tembaga, timah putih, timah hitam, dan

seng.

2. Logam ringan : alumunium, magnesium, titanium, kalsium, kalium,

natrium, dan barium.

3. Logam mulia : emas, perak, dan platina.

4. Logam tahan api : wolfram, molibden, titanium, dan zirkonium.

Dalam penggunaan serta pemakaiannya, logam pada umumnya tidak

merupakan senyawa logam, tetapi merupakan paduan. Logam dan paduannya

merupakan bahan teknik yang penting, dipakai untuk konstruksi mesin,

kendaraan, jembatan, bangunan, dan pesawat terbang [2].

Bahan Logam

Logam dapat dibagi dalam dua golongan yaitu logam besi (ferro) dan

bukan besi (non ferro). Berikut ini merupakan pembagiannya, yaitu :

1. Logam besi (ferro)

Logam besi adalah suatu logam paduan yang terdiri dari campuran

unsur karbon dengan besi. Untuk menghasilkan suatu logam paduan yang

Page 29: Pengujian Logam

30

mempunyai sifat yang berbeda dengan besi dan karbon maka dicampur

dengan bermacam-macam logam lainnya. Logam besi terdiri dari komposisi

kimia yang sederhana antara besi dengan karbon. Masuknya unsur kimia ke

dalam besi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Adapun jenis-jenis logam

besi antara lain :

a. Besi tuang

Komposisinya yaitu campuran besi dan karbon. Kadar karbon sekitar 4%,

sifatnya rapuh tidak dapat ditempa, baik untuk dituang, liat dalam

pemadatan, lemah dalam tegangan. Digunakan untuk membuat alas mesin,

meja perata, badan ragum, bagian-bagian mesin bubut, blok silinder, dan

cincin torak [2].

b. Besi tempa

Komposisi besi tempa terdiri dari 99% besi murni, sifat dapat ditempa,

liat, dan tidak dapat dituang. Besi tempa antara lain dapat digunakan untuk

membuat rantai jangkar, kait keran, dan landasan kerja pelat [2].

c. Baja lunak

Komposisi campuran besi dan karbon, kadar karbon 0,1%-0,3%,

mempunyai sifat dapat ditempa dan liat. Digunakan untuk membuat mur,

sekrup, pipa, dan keperluan umum dalam pembangunan [2].

d. Baja karbon sedang

Komposisi campuran besi dan karbon, kadar karbon 0,4%-0,6%. Sifat

lebih kenyal daripada yang keras. Digunakan untuk membuat benda kerja

tempa berat, poros, dan rel baja [2].

e. Baja karbon tinggi

Komposisi campuran besi dan karbon, kadar karbon 0,7%-1,5%. Sifat

dapat ditempa, dapat disepuh keras, dan dimudakan. Digunakan untuk

membuat kikir, pahat, gergaji, tap, stempel, dan alat mesin bubut [2].

f. Baja karbon tinggi dengan campuran

Komposisi baja karbon tinggi ditambah nikel atau kobalt, khrom, atau

tungsten. Sifat rapuh, tahan suhu tinggi tanpa kehilangan kekerasan, dapat

Page 30: Pengujian Logam

31

disepuh keras, dan dimudakan. Digunakan untuk membuat mesin bubut

dan alat-alat mesin [2].

2. Logam bukan besi (non ferro)

Logam bukan besi yaitu logam yang tidak mengandung unsur besi

(Fe). Adapun yang termasuk logam bukan besi antara lain :

a. Tembaga (Cu)

Warna cokelat kemerah-merahan, sifatnya dapat ditempa, liat, baik untuk

penghantar panas, listrik, dan kukuh. Tembaga digunakan untuk membuat

suku cadang bagian listrik, radio penerangan, dan alat-alat dekorasi [2].

b. Alumunium (Al)

Warna biru putih, sifatnya dapat ditempa, liat, bobot ringan, penghantar

panas dan listrik yang baik, mampu dituang. Alumunium digunakan untuk

membuat peralatan masak, elektronik, industri mobil, dan pesawat terbang

[2].

c. Timbel (Pb)

Warna biru kelabu, sifatnya dapat ditempa, sangat liat, tahan korosi, air

asam, dan bobot sangat berat. Timbel digunakan sebagai bahan pembuat

kabel, baterai, bubungan atap, dan bahan pengisi [2].

d. Timah (Sn)

Warna bening keperak-perakan, sifatnya dapat ditempa, liat, dan tahan

korosi. Timah digunakan sebagai pelapis lembaran baja lunak (pelat

timah) dan industri pengawetan [2].

Faktor Penentu Kualitas Bahan

Adapun beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas suatu jenis bahan

adalah sebagai berikut :

1. Sifat mekanik

Untuk memperoleh kualitas bahan yang baik dan sesuai dengan mutu

yang disyaratkan sifat mekaniknya, perlu dipahami lebih dahulu berbagai

aspek kekuatan bahan terhadap pembebanan. Aspek kekuatan ini harus

dikendalikan sedemikian rupa agar dapat memberikan jaminan ketahanan, usia

Page 31: Pengujian Logam

32

penggunaan (nilai teknis) yang layak, dan jaminan keamanan selama

pemakaian.

Karena itu, kita perlu melakukan analisis terhadap bentuk, arah,

besarnya gaya, dan posisi dimana konsentrasi tegangan itu bekerja. Untuk itu,

proses pengujiannya bisa menggunakan pengujian kekerasan, tarik, lengkung,

geser, pukul tarik (impact test), puntir, dan kelelahan.

Dalam proses pelaksanaannya, bentuk-bentuk pengujian tersebut

dimaksudkan untuk merusak (destructive test). Dengan demikian, specimen

atau benda ujinya harus dipilih dari bagian bahan kerja yang ada sebelum

proses pembentukan dilakukan [6].

2. Sifat fisik

Kondisi fisik bahan berpengaruh besar terhadap kekuatan dan

ketahanan ketika bahan tersebut digunakan berdasarkan sifat fisik ini. Kita

dapat menganalisis kemungkinan terjadinya cacat sehingga dapat memilih

metode pengujian yang tepat. Beberapa jenis cacat bahan berikut metode

pengujiannya dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Cacat luar dengan metode pengujian yang tepat adalah menggunakan die

penetrant dan spectromagnetic.

b. Cacat dalam dengan metode pengujian yang tepat adalah menggunakan

radiografi dan ultrasonik [6].

3. Sifat geometri

Sifat ini merupakan bagian dari persyaratan kualiatas bahan yang harus

dipenuhi. Nilai kualitas geometris bahan kerja diperoleh dari hasil analisis

gaya yang akan diberikan dan sifat mekanik bahan yang berhubungan dengan

fungsi bahan tersebut [6].

4. Sifat kimia

Pada dasarnya, dalam setiap bahan logam dipastikan memiliki unsur

kimia. Unsur kimia logam yang satu dengan logam lainnya mudah bersenyawa

dan beroksidasi. Hal ini dilakukan mengingat susunan kristal dari unsur kimia

logam, sangat besar pengaruhnya terhadap sifat mekanik logam tersebut di

samping jenis yang berbeda dengan komposisi tertentu, susunan kristal unsur

Page 32: Pengujian Logam

33

kimia logam tersebut sering pula digunakan untuk memperbaiki sifat mekanik

dari logam tersebut [6].

Karakteristik Bahan Logam

Bahan logam memiliki beberapa karakteristik. Adapun karakteristik

tersebut digolongkan menjadi empat sifat, yaitu :

1. Sifat mekanis

Sifat mekanis suatu logam adalah kemampuan atau kelakuan logam

untuk menahan beban yang diberikan, baik beban statis maupun dinamis pada

suhu biasa, suhu tinggi, ataupun suhu di bawah 0º C. Beban statis adalah

beban yang tetap, baik besar maupun arahnya pada setiap saat, sedangkan

beban dinamis adalah beban yang besar dan arahnya berubah menurut waktu.

Beban statis dapat berupa beban tarik, tekan lentur, puntir, geser, dan

kombinasi dari beban tersebut. Sementara itu, beban dinamis dapat berupa

beban tiba-tiba, berubah-ubah, dan beban jalar. Sifat mekanis logam meliputi

kekuatan kekenyalan, keliatan, kekerasan, kegetasan, keuletan, tahan aus,

batas penjalaran, dan kekuatan stress rupture. Berikut ini merupakan

pembagian dari sifat mekanis, yaitu [2] :

a. Sifat logam pada pembeban tarik

Bila suatu logam dibebani beban tarik, maka akan mengalami deformasi,

yaitu perubahan ukuran atau bentuk karena pengaruh beban yang

dikenakan padanya. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis dan plastis.

Deformasi elastis yaitu suatu perubahan yang segera hilang kembali

apabila beban ditiadakan. Sedangkan deformasi plastis yaitu suatu

perubahan bentuk yang tetap ada meskipun beban yang menyebabkan

deformasi ditiadakan [2].

b. Sifat logam pada pembeban dinamis

Bahan yang dibebani secara dinamis akan lelah dan patah meskipun

dibebani di bawah kekuatan statis. Kelelahan adalah gejala patah dari

bahan disebabkan oleh beban yang berubah-ubah. Kekuatan kelelahan

suatu logam adalah tegangan bolak-balik tertentu yang dapat ditahan oleh

Page 33: Pengujian Logam

34

logam itu sampai banyak balikan tertentu. Sementara itu, batas kelelahan

adalah tegangan bolak-balik tertinggi yang dapat ditahan oleh logam itu

sampai banyak balikan tak terhingga [2].

c. Penjalaran

Penjalaran adalah pertambahan panjang yang terus-menerus pada beban

yang konstan. Bila suatu bahan mengalami pembebanan tarik tertentu dan

tetap, maka pertambahan panjangnya mungkin tidak berhenti sampai ia

patah atau mungkin berhenti bergantung pada besarnya beban tarik

tersebut [2].

d. Sifat logam terhadap beban tiba-tiba

Bila deformasi mempunyai kecepatan regangan yang tinggi, maka bahan

umumnya akan mengalami patah getas, akibat bahan dikenai beban tiba-

tiba. Untuk melihat sifat tersebut dilakukan percobaan pukul, yang

dilakukan pada batang uji dan diberi tarikan menurut standar yang telah

ditentukan [2].

e. Sifat kekerasan logam

Kekerasan adalah ketahanan bahan terhadap deformasi plastis karena

pembebanan setempat pada permukaan berupa goresan atau penekanan.

Sifat ini banyak hubungannya dengan sifat kekuatan, daya tahan aus, dan

kemampuan dikerjakan dengan mesin (mampu mesin). Cara pengujian

kekerasan terdiri dari tiga macam, yaitu goresan, menjatuhkan bola baja,

dan penekanan [2].

f. Sifat penekanan

Sifat ini hampir sama dengan sifat tarikan. Untuk bahan getas, besaran

sifat tekanannya cenderung lebih tinggi daripada sifat tariknya. Sebagai

contoh, besi cor kelabu, yang sifat tekanannya kira-kira empat kali lebih

besar daripada sifat tariknya [2].

g. Sifat logam terhadap geser dan puntir

Pengujian geser suatu bahan akan sulit dilakukan dengan cara memberi

beban berlawanan pada titik yang berlainan (tidak terletak pada suatu garis

lurus dan salah satu arah beban), karena akan terjadi pembengkokan. Yang

Page 34: Pengujian Logam

35

lebih praktis adalah memberikan beban puntir pada sumbu suatu bahan

yang berbentuk tabung. Pada pengujian ini, besarnya tegangan geser tidak

sama dari permukaan ke pusat, tegangan geser di permukaan maksimum

dan di sumbu nol [2].

h. Sifat redaman logam

Apabila suatu logam ditarik atau ditekan sehingga terjadi deformasi elastis

kemudian beban tersebut dihilangkan. Dengan demikian, energi yang

dibutuhkan untuk mengubah bentuk asal selalu lebih rendah daripada

energi untuk deformasi elastis, karena penekanan atau tarikan tersebut. Hal

ini terjadi karena adanya tahanan dalam. Tahanan dalam adalah

kemampuan logam untuk meredam beban atau getaran tiba-tiba. Sebagai

contoh, besi cor kelabu walaupun memiliki kekuatan dan tahanan kejut

yang rendah, tetapi mempunyai tahanan redam yang tinggi sehingga untuk

memegang perkakas, mesin besi cor kelabu tersebut akan memperoleh

hasil yang lebih baik karena dapat meredam getaran [2].

i. Sifat plastis

Sifat plastis adalah kemampuan suatu logam atau bahan dalam keadaan

padat untuk dapat diubah bentuk yang tetap tanpa pecah. Sifat itu penting

untuk dipertimbangkan dalam pengolahan bentuk suatu logam.

Kebanyakan logam pada suhu tinggi mempunyai sifat plastis yang baik

dan cenderung bertambah dengan kenaikan suhu. Logam yang tidak plastis

pada suhu tinggi disebut getas panas, yaitu mudah retak karena deformasi

disebabkan adanya suatu beban pada suhu tersebut. Bila gejala ini terjadi

pada suhu kamar biasa disebut getas dingin [2].

2. Sifat fisik

Sifat fisik adalah sifat bahan karena mengalami peristiwa fisika seperti

adanya pengaruh panas dan listrik.

a. Sifat karena pengaruh panas antara lain mencair, perubahan ukuran, dan

struktur karena proses pemanasan.

b. Sifat listrik yang terkenal adalah tahanan dari suatu bahan terhadap aliran

listrik atau sebaliknya sebagai daya hantar listrik [2].

Page 35: Pengujian Logam

36

3. Sifat pengerjaan atau teknologis

Sifat pengerjaan logam adalah sifat suatu bahan yang timbul dalam

proses pengolahannya. Sifat itu harus diketahui lebih dahulu sebelum

pengolahan bahan dilakukan. Pengujian yang dilakukan antara lain pengujian

mampu las, mampu mesin, mampu cor, dan mampu keras [2].

4. Sifat kimia

Sifat kimia dari suatu bahan mencakup kelarutan bahan tersebut pada

larutan basa atau garam, dan pengoksidasian bahan tersebut. Hampir semua

sifat kimia erat hubungannya dengan kerusakan (deterisasi) secara kimia.

Kerusakan tersebut berupa gejala korosi dan ketahanan bahan terhadap

serangan korosi. Hal ini sangat penting dalam praktik [2].

Besi dan Baja

Besi dan baja paling banyak dipakai sebagai bahan industri yang

merupakan sumber sangat besar, dimana sebagian ditentukan oleh nilai

ekonomisnya tetapi yang paling penting karena sifat-sifatnya yang bervariasi.

Bahan tersebut mempunyai berbagai sifat yang paling lunak dan mudah dibuat

sampai yang paling keras dan tajam pun untuk pisau pemotong dapat dibuat, atau

apa saja dengan bentuk apapun dapat dibuat dengan pengecoran. Dari unsur besi

berbagai bentuk struktur logam dapat dibuat. Itulah sebabnya mengapa besi dan

baja disebut bahan yang kaya dengan sifat-sifat. Pembahasan dimulai dengan

struktur mikro dari besi dan baja, dimana unsur paduan utamanya adalah karbon.

Adapun penggolongan baja dibandingkan dengan kadar C dari komposisi

eutektoid adalah sebagai berikut :

1. Baja yang berkadar C = komposisi eutektoid dinamakan baja eutektoid.

2. Baja yang berkadar C < komposisi eutektoid dinamakan baja hipoeutektoid.

3. Baja yang berkadar C > komposisi eutektoid dinamakan baja hipereutektoid.

Berikut ini merupakan istilah-istilah yang terdapat pada diagram besi baja, yaitu :

1. Austenit : larutan padat karbon di dalam Fe γ dengan kelarutan

maksimal 2,14% C pada suhu 1.147° C.

Page 36: Pengujian Logam

37

2. Besi α (ferit) : larutan padat karbon di dalam besi α (fcc) dengan kelarutan

maksimal 0,02% C pada suhu 727° C (titik eutektoid).

3. Besi δ (delta) : larutan padat karbon di dalam besi δ dengan kelarutan

maksimal 0,1% C pada suhu 1.499° C.

4. Ledeburit : campuran mekanis yang homogen antara kristal-kristal

halus austenit (γ) dengan kadar 2,14% C dan kristal-kristal

halus sementit (Fe3C) dengan kadar 6,687% C, yang rapat

terletak bersebelahan, serta terjadi pada suhu tetap 1.147° C

(suhu eltektikuin).

5. Pearlit (Pt) : campuran mekanis yang homogen antara kristal-kristal

halus ferit (α) dengan kadar 0,02% C dan kristal-kristal

halus sementit (Fe3C) dengan kadar 6,687% C, yang rapat

terletak bersebelahan, serta terjadi pada suhu 727° C (suhu

eutektoid). Hal ini terjadi bukan dari larutan cair tetapi dari

larutan pada austenit (ke kiri pearlit berkurang).

6. Sementit (Fe3C) : ikatan kimia besi karbon (Fe3C) yang terbentuk pada

konsentrasi 6,687% C melalui reaksi 3 Fe + C → Fe3C,

yang disebut sebagai karbid besi berwarna terang/keputih-

putihan.

7. Grafit : kristal karbon dengan elemen kristal berwarna gelap dan

bersifat stabil (Pt + Ld + Fe3C) [3].

Fase-fase tersebut memiliki sifat-sifat khas. Ferit mempunyai sel satuan

kubus pusat badan atau body centered tetragonal (bcc), yang menunjukkan titik

mulur yang jelas dan menjadi getas pada temperatur rendah. Austenit mempunyai

sel satuan kubus pusat muka atau face centered cubic (fcc), yang menunjukkan

titik mulur yang jelas tanpa kegetasan pada keadaan dingin. Akan tetapi, kalau

berupa fase metastabil dapat berubah menjadi α’ pada temperatur rendah dengan

pengerjaan. Martensit adalah fase larutan padat lewat jenuh dari karbon dalam sel

satuan tetragonal pusat badan atau body centered tetragonal (bct). Semakin tinggi

derajat kelewatjenuhan karbon, semakin besar pula perbandingan satuan sumbu

Page 37: Pengujian Logam

38

sel satuannya dan semakin keras, serta semakin getas martensit tersebut.

Sedangkan bainit mempunyai sifat-sifat antara martensit dengan ferit [7].

Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon, dan unsur lainnya.

Baja dapat dibentuk melalui pengecoran, pencanaian, atau penempaan. Karbon

merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan

kekuatan baja. Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan dalam

teknik, bentuk pelat, lembaran, pipa, batang, profil, dan sebagainya. Berdasarkan

unsur paduannya, klasifikasi baja mengikuti SAE (Society of Automotive

Engineers) dan AISI (American Iron and Steel Institute). Baja paduan yang

meliputi ± 15% dari seluruh produksi baja mempunyai kegunaan khusus karena

sifatnya yang unggul dibandingkan dengan baja karbon. Pada umumnya baja

paduan memiliki :

1. Keuletan yang tinggi tanpa pengurangan kekuatan tarik.

2. Kemampukerasan sewaktu dicelup dalam minyak atau udara dan dengan

demikian kemungkinan retak atau distrosinya kurang.

3. Tahan terhadap korosi dan keausan yang bergantung pada jenis paduannya.

4. Tahan terhadap perubahan suhu, yang berarti bahwa sifat fisisnya tidak

banyak berubah.

5. Memiliki kelebihan dalam sifat-sifat metalurgi seperti butir yang halus [1].

Berikut ini merupakan pengaruh unsur kimia terhadap besi cor, yang

terdiri dari :

1. Karbon

Besi yang mengandung > 2% karbon termasuk kelompok besi cor, besi

cor kelabu mengandung 3-4% karbon. Kadar karbon bergantung pada jenis

besi kasar, besi bekas, dan karbon yang diserap, yang berasal dari kokas

selama proses peleburan. Sifat fisis logam selain bergantung pada jumlah

kadar karbon, bergantung pula pada bentuk karbon tersebut. Morfologi grafit

bergantung pada laju pendinginan dan kadar silikon. Kadar silikon yang tinggi

memperbesar kemungkinan pembentukan grafit. Grafit meningkatkan

kemampuan permesinan. Kekerasan dan kekuatan besi meningkat dengan

Page 38: Pengujian Logam

39

bertambahnya kadar karbon. Sifat besi cor tersebut dapat diubah melalui

perlakuan panas [1].

2. Silikon

Silikon sampai kadar 3,25% bersifat menurunkan kekerasan besi.

Kadar silikon menentukan berapa bagian dari karbon terikat dengan besi dan

berapa bagian berbentuk grafit atau karbon bebas setelah tercapai keadaan

seimbang. Kelebihan silikon membentuk ikatan yang keras dengan besi

sehingga dapat dikatakan bahwa silikon di atas 3,25% akan meningkatkan

kekerasan [1].

3. Mangan

Dalam jumlah rendah tidak seberapa pengaruhnya, dalam jumlah di

atas 0,5% mangan bereaksi dengan belerang membentuk sulfida mangan.

Ikatan ini rendah bobot jenisnya dan dapat larut dalam terak. Mangan

merupakan unsur deoksidasi, pemurni sekaligus meningkatkan fluiditas,

kekuatan, dan kekerasan besi. Bila kadar ditingkatkan, kemungkinan

terbentuknya ikatan kompleks dengan karbon meningkat dan kekerasan besi

cor akan naik. Mangan yang hilang selama proses peleburan berkisar antara 10

sampai 20% [1].

4. Belerang

Belerang sangat merugikan, oleh karena itu selama proses peleburan

selalu diusahakan untuk mengikat belerang tersebut, antara lain dengan

menambahkan ferro mangan. Belerang yang menyebabkan terjadinya lubang-

lubang (blow holes) membentuk ikatan dengan karbon dan menurunkan

fluiditas sehingga mengurangi kemampuan tuang besi cor. Setiap kali kita

melebur besi cor, kadar belerang meningkat sebesar 0,03%, yang berasal dari

bahan bakar [1].

5. Fosfor

Fosfor dapat meningkatkan fluiditas logam cair dan menurunkan titik

cair. Oleh karena itu, biasa digunakan fosfor sampai 1% dalam benda cor kecil

dan benda cor yang mempunyai bagian-bagian yang tipis. Benda cor yang

besar tidak memerlukan kadar fosfor yang tinggi karena tidak diperlukan

Page 39: Pengujian Logam

40

fluiditas tambahan. Sewaktu peleburan umumnya terjadi penungkatan kadar

fosfor sampai 0,02%. Unsur fosfor sulit beroksidasi, kecuali bila dipenuhi

beberapa persyaratan tertentu. Untuk mengendalikan kadar fosfor, perlu

dipilih grade besi bekas yang tepat. Fosfor juga membentuk ikatan yang

dikenal dengan nama steadit, yaitu campuran besi dengan fosfida. Ikatan ini

keras, rapuh, dan mempunyai titik cair yang lebih rendah. Steadit mengandung

fosfor sebanyak 10%. Dengan demikian, besi dengan 0,5% fosfor akan

mengandung sekitar 5% steadit [1].