pengujian laju korosi baja aisi 1045 dengan variasi ph air laut menggunakan metode tafel...
DESCRIPTION
Laporan Kerja Praktek Redi Restu Fadilah12-2011-109Jurusan Teknik MesinFakultas Teknologi IndustriInstitut Teknologi Nasional BandungTRANSCRIPT
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korosi adalah proses elektrokimia yang terjadi pada material akibat
bereaksi dengan lingkungan. Korosi juga dapat diartikan menurunnya
kualitas suatu material akibat kontak dengan lingkungan. Semua material
akan mengalami korosi karena material akan selalu berkontak dengan
lingkungan. Korosi tidak dapat di cegah, namun dapat diperlambat
lajunya. Analisa terhadap laju korosi perlu dilakukan karena dapat
mengetahui dan memperkirakan suatu material akan terkorosi pada waktu
tertentu sehingga kerugian yang akan disebabkan oleh korosi dapat
dikurangi. Adapun kerugian tersebut dapat dilihat dari aspek-aspek,
seperti: massa material berkurang, nilai estetika material berkurang, dan
yang terpenting adalah nilai kekuatan dan sifat mekanik material akan
berkurang sehingga banyak mengakibatkan kerusakan dan kegagalan pada
suatu sistem.
Pada logam sendiri korosi dapat terlihat dengan jelas, salah satu
contohnya adalah permukaannya yang berkarat. Bila korosi ini dibiarkan
terjadi tanpa pencegahan maka kualitas dari logam sendiri akan terus
berkurang terutama kekuatannya. Sehingga dikhawatirkan akan
menimbulkan kecelakaan akibat kegagalan sistem karena material yang
terkorosi. [1]
Dalam aplikasinya logam menjadi material utama struktur
bangunan lepas pantai. Seperti diketahui bahwa lingkungan air laut
merupakan lingkungan yang korosif dan akan cepat bereaksi dengan
logam yang kontak dengannya sehingga perlu dilakukan sebuah penelitian
mengenai pengaruh air laut terhadap laju korosi logam.
Atas dasar tersebut penelitian dilakukan untuk mengetahui
pengaruh nilai pH air laut terhadap laju korosi logam baja K945 (ekivalen
AISI 1045) yang pengujian dan penelitiannya dilakukan di Pusat Sains
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 1
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Teknologi Nuklir Terapan Badan Tenaga Nuklir Nasional (PSTNT -
BATAN) Bandung.
B. Maksud Dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh tingkat pH air laut terhadap laju korosi logam baja
K945 yang ekivalen dengan AISI 1045 dengan menggunakan metode
Tafel Polarization.
C. Batasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi pada proses pengukuran nilai laju
korosi pada logam baja K945 (ekivalen AISI 1045) akibat lingkungan air
laut menggunakan metode Tafel Polarization.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penulisan laporan kerja
praktek ini adalah pengujian laju korosi pada material baja K945 (ekivalen
AISI 1045) dengan metode Tafel Polarization dengan berbagai variasi pH
pada air laut.
E. Sistematika Penulisan
Didalam penulisan laporan ini, penulis menyajikan laporan kerja
praktek kedalam 5 bab, adapun penyajiannya sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang melakukan pengamatan,
maksud dan tujuan pengamatan, batasan masalah yang dipakai
dalam menyusun laporan, metode penelitian yang dilakukan serta
sistematika penulisan yang disajikan pada laporan kerja praktek
ini.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 2
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
BAB II Studi Literatur
Bab ini berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan proses
pengukuran laju korosi terhadap baja K945 (ekivalen AISI 1045)
akibat air laut, dan teori-teori lain yang dapat memperkuat bahasan
penelitian.
BAB III Data Pengamatan
Bab ini berisi tentang tahapan penelitian yang dilakukan berupa
diagram alir proses pengamatan, material dan peralatan yang
digunakan, dan metode pengujian.
BAB IV Hasil dan Analisa
Bab ini berisi tentang hasil dari proses pengujian yang dilakukan,
dapat berupa data angka maupun grafik. Serta dilengkapi dengan
analisa dari pengujian proses pengukuran laju korosi yang
dilakukan.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang jawaban dari tujuan serta kesimpulan dari
pengujian proses pengukuran laju korosi yang dilakukan dan juga
beberapa hal yang disarankan oleh penulis untuk pengamatan lebih
lanjut.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 3
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Korosi
1.1. Definisi Korosi
Korosi berasal dari bahasa latin ”Corrodere” yang artinya
perusakan logam atau berkarat akibat lingkungannya. Korosi merupakan
proses elektrokimia yang terjadi pada logam, atau proses perusakan
material karena bereaksi dengan lingkungannya. Selain itu, korosi juga
diartikan sebagai kerusakan yang terjadi pada material akibat adanya
reaksi kimia. Tetapi dimasyarakat korosi lebih identik dengan istilah
”karat” yang merupakan korosi khusus pada baja, hal ini terjadi karena
baja merupakan logam yang paling banyak digunakan oleh masyarakat.
Untuk logam sendiri korosi dapat berarti kerusakan atau degradasi logam
akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat
dilingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak
dikehendaki. [1]
Korosi adalah suatu gejala alam yang tidak dapat di cegah, tetapi
dapat dikendalikan untuk mengurangi lajunya. Korosi merupakan suatu
konsekuensi dari usaha manusia untuk merubah keadaan unsur logam dari
kondisi yang lebih stabil yaitu dalam bentuk oksida dan ikatan lainnya
menjadi berbentuk unsur murni yang memiliki tingkat energi yang lebih
tinggi. Menurut hukum termodinamika selalu terdapat kecenderungan
untuk kembali kepada kondisi yang lebih stabil yaitu dengan terjadinya
korosi. Selain itu proses korosi juga merupakan kebalikan dari proses
ekstraksi logam dari bijih mineralnya.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 4
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
1.2. Faktor terjadi korosi
Adapun faktor yang mempengaruhi terjadinya korosi adalah
sebagai berikut :
- Kelembaban udara
- Elektrolit
- Zat terlarut pembentuk asam
- Adanya oksigen (O2)
- Adanya lapisan pada permukaan logam
- Letak logam dalam deret potensial reduksi [2]
Selain faktor yang menyebabkan korosi, laju korosi pada baja
dapat menjadi lebih cepat diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain :
tingkat keasaman, kontak dengan elektrolit, kontak dengan pengotor,
kontak dengan logam lain yang kurang aktif (nikel, timah, tembaga), serta
keadaan baja itu sendiri (kerapatan atau kekasaran permukaannya).
1.3. Kerugian akibat Korosi
Korosi merupakan gejala alam yang sulit dicegah dan juga
memberikan banyak kerugian baik terhadap material bajanya sendiri
ataupun kerugian terhadap lingkungan sekitarnya. Kerugian yang mungkin
terjadi yang diakibatkan korosi antara lain :
- Penipisan permukaan material (baja)
- Penurunan nilai sifat mekanik material (baja)
- Penurunan nilai massa atau berat material
- Perubahan warna atau tampilan material (estetika)
- Terkontaminasinya suatu produk ataupun lingkungan sekitarnya
- Berkurangnya nilai faktor keamanan suatu material (Safety Factor)
- Naiknya biaya perawatan [2]
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 5
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
1.4. Jenis – Jenis Korosi
1.4.1. Korosi Merata (Uniform Corrosion)
Gambar 2.1. Korosi Merata Pada Kaleng Minuman [3]
Korosi merata adalah jenis korosi dimana pada korosi tipe
ini laju korosi yang terjadi pada seluruh permukaan logam atau
paduan yang terpapar atau terbuka ke lingkungan berlangsung
dengan laju yang hampir sama. Hampir seluruh permukaan
logam menampakkan terjadinya proses korosi. Korosi merata
terjadi karena proses anodik dan katodik yang berlangsung
pada permukaan logam terdistribusi secara merata. Ini terjadi
karena adanya pengaruh dari lingkungan sehingga kontak yang
berlangsung mengakibatkan seluruh permukaan logam
terkorosi.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 6
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
1.4.2. Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion)
Gambar 2.2. Korosi Galvanik Pada Sambungan Baut [3]
Korosi galvanik adalah korosi yang terjadi ketika dua
macam logam yang berbeda berkontak secara langsung dalam
media korosif. Korosi ini terjadi akibat proses elektro kimiawi
dua macam logam yang berbeda potensial dihubungkan
langsung di dalam elektrolit yang sama, dimana elektron
mengalir dari logam kurang mulia (anodik) menuju logam yang
lebih mulia (katodik), karena proses tersebut logam yang
kurang mulia menjadi terkorosi.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 7
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
1.4.3. Korosi Celah (Crevice Corrosion)
Gambar 2.3. Korosi Celah Pada Pipa [3]
Korosi celah adalah korosi yang terjadi akibat adanya
kesenjangan atau celah yang terbentuk antara dua logam dan
bahan non logam sehingga memungkinkan terjadinya
penumpukan zat-zat korosif dan berkontak dengan logam,
akibat adanya penumpukkan zat korosif misalkan air sehingga
logam yang berkontak dengannya terkorosi.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 8
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
1.4.4. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
Gambar 2.4. Korosi Sumuran Pada Wastafel [3]
Korosi sumuran adalah korosi dari permukaan logam yang
dibatasi pada satu titik atau area kecil dan membentuk rongga,
dengan adanya gaya gravitasi membuat rongga menjadi dalam
dan merusak logam sehingga dinamakan korosi sumuran. Jenis
korosi ini adalah salah satu jenis korosi yang paling merusak.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 9
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
1.4.5. Korosi Erosi (Erosion Corrosion)
Gambar 2.5. Korosi Erosi Pada Blade [3]
Korosi erosi adalah korosi yang diakibatkan oleh efek
mekanik aliran atau kecepatan fluida sehingga menggerus
permukaan logam akibat adanya gesekan dengan fluida yang
bergerak. Biasanya korosi erosi terjadi pada permukaan dalam
pipa akibat tererosi oleh aliran fluida yang bergerak
didalamnya.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 10
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
1.4.6. Korosi Retak Tegangan (Stress Corrosion Cracking)
Gambar 2.6. Korosi SCC Pada Baja [3]
Korosi retak tegangan adalah proses retak yang terinisiasi
oleh korosi pitting dan dipengaruhi oleh tegangan tarik. Korosi
ini terjadi akibat 3 faktor, yaitu : Material yang rentan terhadap
korosi, adanya larutan elektrolit (lingkungan) dan adanya
tegangan.
2. Polarisasi Korosi
Polarisasi adalah proses ketika suatu logam tidak berada dalam
kesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion-ionnya, potensial
elektrodanya berbeda dari potensial korosi bebas dan selisih antara
keduanya. Polarisasi atau penyimpangan dari potensial kesetimbangan
sama dengan polarisasi anoda pada logam dan polarisasi katoda pada
lingkungannya. [4]
Ada dua metode yang tersedia untuk pengukuran korosi dengan
electrochemical polarization : tafel extrapolation and polarization
resistance.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 11
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
2.1. Ekstrapolasi Tafel / Tafel Polarization
Merupakan metode polarisasi pengukuran korosi yang
memiliki banyak keuntungan. Hanya memerlukan waktu lebih
singkat untuk menentukan laju korosi dengan tahanan polarisasi.
Metode ini sangat sensitif dan memerlukan faktor pemercepat.
Pengukuran polarisasi adalah pengujian tidak merusak dan dapat
dilakukan beberapa kali untuk mengukur laju korosi secara
berurutan pada elektroda yang sama.
Elektrokimia pada sebuah logam yang terkorosi dapat
dikarakteristikan dengan penentuan 3 parameter, seperti :
Corrosion current density (icorr), Corrosion potenstial (Ecorr), dan
tafel slopes (βa / βc). Kemudian perilaku korosi dapat diperlihatkan
oleh sebuah kurva polarisasi. Evaluasi dari 3 parameter tersebut
mengarah ke penentuan polarization resistance (Rp) dan corrosion
rate (CR ¿ yang memiliki satuan mm/year atau mpy. [5]
2.2. Persamaan Tafel
Persamaan tafel adalah persamaan dalam kinematika elektrokimia
antara laju reaksi elektrokimia dengan potensial. Persamaan tafel
pertama kali ditemukan oleh seorang ahli kimia asal swiss bernama
Julius Tafel.
Reaksi elektrokimia terjadi pada dua elektroda yang terpisah,
persamaan tafel diterapkan untuk masing-masing elektroda yang
terpisah. Persamaan tafel mengasumsikan bahwa laju rekasi kebalikan
(reverse reaction rate) akan diabaikan bila dibandingkan dengan laju
reaksi maju (forward reaction rate). Tafel biasanya diaplikasikan pada
daerah yang memiliki nilai polarisasi yang tinggi, kalaupun nilainya
rendah tergantung pada arus polarisasi biasanya berbentuk liner dan
tidak logaritmik.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 12
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Gambar 2.7. Diagram Tafel [4]
Persamaan tafel pada elektroda tunggal [6]
ΔV = A × ln ¿) ……………….. (Persamaan 1)
Keterangan :
ΔV : Over potensial (Volt)
A : Tafel slope (Volt)
i : : Current density (A
m2)
io : Exchange current density (A
m2)
Bentuk alternatif persamaan tafel
I = n . F . k . exp (± α . F . ΔV
R .T ) ……………… (Persamaan 2)
Dimana :
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 13
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
i : Current density (A
m2)
k : konstanta laju untuk reaksi elektroda
R : konstanta gas universal
F : konstanta faraday
(+) : Reaksi anodik
(-) : Reaksi katodik
3. Lingkungan Korosif
Lingkungan korosif adalah lingkungan yang dapat meningkatkan
laju korosi suatu benda yang bereaksi dengannya. Lingkungan korosif
sendiri biasanya merupakan lingkungan dengan tingkat kelembaban tinggi
atau dekat dengan air. Pada penelitian laju korosi ini, logam baja berada
pada lingkungan korosif, seperti :
3.1. Air Laut
Air laut adalah air yang berada di lautan atau samudera yang
memliiki kadar garam rata-rata 3,5%. Artinya dalam 1 Liter (100 mL)
air laut terdapat 35 gram garam , namun tidak seluruhnya berupa
garam dapur (NaCl ). Garam inilah yang dapat mempercepat laju
korosi pada logam baja bila bereaksi dengan air laut. [7]
3.2. Asam Sulfat ( H 2 SO4)
Asam sulfat atau disebut juga minyak vitriol adalah cairan
berwarna bening dan tidak memiliki bau. Adapun kelarutannya dalam
air adalah tercampur penuh (eksotermik). Berdasarkan klasifikasi,
asam sulfat termasuk kedalam golongan Korosif (C). Asam sulfat
encer bereaksi dengan kebanyakan logam yaitu baja, aluminium, seng,
mangan, magnesium dan nikel.[8]
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 14
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
BAB III
DATA PENGAMATAN
3.1. Diagram Alir Proses Pengujian
Gambar 3.1. Diagram Alir proses pengujian
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 15
5. Preparasi Peralatan Pengujian
1. Pembuatan Spesimen- Pemotongan- Pembubutan
MULAI
6. Pembuatan air laut
- Air laut tanpa H 2 SO4
- Air laut + 20 ml H 2 SO4
- Air laut + 40 ml H 2 SO4
- Air laut + 60 ml H 2 SO4
2. Pemolesan Permukaan Spesimen Mesh : 120, 320, 600, 1000, 1200
4. Pengambilan foto permukaan spesimen
7. Pengujian korosi
SELESAI
8. Pengambilan foto permukaan spesimen
3. Pemeriksaan Permukaan : visual
& mikroskopik
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
3.2. Pembahasan
Langkah 1 ( Pembuatan spesimen )
Spesimen yang digunakan pada pengujian ini adalah K945 yang eqivalen
dengan material AISI 1045 diambil dari spesifikasi Bohler High Grade
Steel. Adapun spesifikasi materialnya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1. Spesifikasi material K945 (komposisi kimia) berdasarkan standard
Bohler [9]
BOHLER
Unsur (% wt) Standard Ekivalen
C Si Mn DIN JIS AISI
K 945
EMS 45
0,48 0,30 0,70 1.1730
C45W
῀ S45C 1045
Tabel 3.2. Spesifikasi material K945 (Heat Treatment) berdasarkan standard
Bohler[9]
Temperatur
Annealing
(ºC)
Temperatur
Pengerasan
(ºC)
Media
Quench
Harga
Kekerasan
(HRC)
- -
680 - 710 800 - 830 Water 50-57 - -
Kekerasan Rata-Rata dalam HRC setelah Tempering (ºC)
100 ºC 200 ºC 300ºC 400 ºC 500 ºC 550 ºC
57 54 48 49 42 38
Spesimen awalnya berbentuk silinder dengan diameter ±26 mm
dan panjang 100 mm. Lalu mengalami proses pemotongan dan
pembubutan sehingga dimensinya menjadi lebih kecil disesuaikan dengan
ukuran holder alat pengujian. Setelah dilakukan proses pemesinan dimensi
akhirnya berdiameter 16 mm dan tebal 3 mm. Dari dimensi awal dapat
dibuat hingga 10 spesimen yang memiliki dimensi yang sesuai spesifikasi
holder alat pengujian. Pada pengujian ini, penulis hanya menggunakan 4
buah spesimen yang nantinya setiap spesimen digunakan untuk beberapa
variasi pengujian.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 16
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Gambar 3.2. Material awal sebelum menjadi spesimen
Gambar 3.3. Material yang telah mengalami proses pemesinan
dan menjadi spesimen uji
Langkah 2 ( Pemolesan Permukaan Spesimen )
Pemolesan spesimen bertujuan untuk menghaluskan salah satu permukaan
spesimen, karena pengujian korosi dilakukan pada satu sisi permukaan
yang halus. Pemolesan dilakukan dengan menggunakan mesin poles dan
menggunakan tingkatan kekasaran abrasive dari mulai mesh : 120, 320,
600, 1000, 1200 .
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 17
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Gambar 3.4. Mesin poles dan proses pemolesan spesimen
Proses pemolesan (gambar 3.4.) juga menggunakan air yang
bertujuan untuk membuang geram spesimen hasil pemakanan oleh
abbrasive, mengurangi gesekan berlebih dan juga agar alur pada
permukaan searah. Proses pemolesannya dilakukan sistematis dan
berurutan dari mesh yang paling kasar yaitu mesh 120 hingga mesh yang
paling halus yaitu mesh 1200. Permukaan spesimen harus sampai memliki
alur searah pada setiap penggunaan mesh, bila itu belum tercapai maka
tidak diperboehkan untuk mengganti ke mesh yang lebih halus.
Gambar 3.5. Spesimen setelah proses pemolesan
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 18
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
pada salah satu permukaan
Gambar 3.5. adalah gambar dari spesimen yang telah mengalami
proses pemolesan di salah satu permukaannya. Spesimen di poles hingga
mencapai permukaan yang halus, rata dan alur nya searah pada mesh
paling halus yang digunakan yaitu mesh 1200.
Langkah 3 ( Pemeriksaan Permukaan Spesimen )
Pada proses pemeriksaan ini dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Pemeriksaan secara visual dengan mata telanjang
Proses ini dilakukan pada saat pemolesan berlangsung, setiap beberapa
menit dilakukan pemeriksaan permukaan spesimen dengan mata
telanjang, yang dilihat adalah kerataan permukaan dan juga alur dari
permukaan spesimen.
Gambar 3.6. Proses pemeriksaan permukaan spesimen
dengan mata telanjang
2. Pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop
Proses pemeriksaan ini adalah dengan mengamati spesimen lebih
detail dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 5x untuk
melihat alur permukaan lebih jelasnya. Bila hasil pemeriksaan ini
menunjukkan masih banyak alur yang belum searah maka dilakukan
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 19
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
proses pemolesan kembali hingga didapatkan alur permukaan yang
searah.
Gambar 3.7. Pemeriksaan spesimen dengan mikroskop
Langkah 4 ( Pengambilan Foto Permukaan Spesimen )
Spesimen yang telah lolos dari pemeriksaan tahap selanjutnya adalah
proses pengambilan gambar atau foto permukaan yang telah dipoles.
Tujuannya adalah sebagai pembanding kondisi spesimen sebelum dan
sesudah pengujian korosi. Pengambilan foto dilakukan dengan
menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi kamera dengan
pembesaran hingga 5x. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
1. Spesimen 1
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 20
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Gambar 3.8. Permukaan spesimen 1 setelah pemolesan
Pada gambar 3.8. terlihat permukaan spesimen sudah rata, halus
dan yang terpenting adalah alur hasil pemakanan oleh abrasive searah.
Namun gambar sedikit terlihat gelap karena pencahayaan dari
mikroskopnya kurang.
2. Spesimen 2
Gambar 3.9. Permukaan spesimen 2 setelah pemolesan
Pada gambar 3.9. terlihat permukaan spesimen sudah rata, halus
dan yang terpenting adalah alur hasil pemakanan oleh abrasive searah
sama dengan spesimen 1 (gambar 3.8.). Pada gambar 3.9. pencahayaan
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 21
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
dari mikroskop pas sehingga tidak terlalu gelap dan juga tidak terlalu
terang.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 22
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
3. Spesimen 3
Gambar 3.10. Permukaan spesimen 3 setelah pemolesan
Pada gambar 3.10. terlihat permukaan spesimen sudah rata, halus
dan yang terpenting adalah alur hasil pemakanan oleh abrasive searah
sama seperti spesimen sebelumnya (Gambar 3.8. dan gambar 3.9.).
Namun gambar sedikit terlihat gelap karena pencahayaan dari
mikroskopnya kurang sama seperti gambar 3.7.
4. Spesimen 4
Gambar 3.11. Permukaan spesimen 4 setelah pemolesan
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 23
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Pada gambar 3.11. terlihat permukaan spesimen sudah rata, halus
dan yang terpenting adalah alur hasil pemakanan oleh abrasive searah.
Namun gambar terlalu terang karena pengaturan pencahayaan dari
mikroskopnya berlebih.
Langkah 5 (Preparasi Peralatan Pengujian )
Pada pengujian laju korosi ini, digunakan beberapa peralatan yang
menunjang proses pengujian.
1. Satu set komputer
Gambar 3.12. Satu set komputer
Satu set komputer (gambar 3.12.) digunakan sebagai alat bantu
pengujian laju korosi, karena penggunaan software Gamry Echem
Analyst dapat dilakukan dengan adanya seperangkat komputer. Selain
itu selama proses pengujian berlangsung kurva potensial dan arus
dapat terlihat pada monitor komputer.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 24
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
2. Software
Pengujian laju korosi ini menggunaka software bernama Gamry Echem
Analyst.
Gambar 3.13. Tampilan menu pengujian pada software Gamry
Software Gamry Echem Analyst (gambar 3.13.) merupakan
software yang biasa digunakan untuk eksperimen elektrokimia untuk
evaluasi korosi. Selain metode polarisasi tafel software ini juga dapat
digunakan untuk pengujian dengan metode : polarization resistance
dan galvanic polarization.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 25
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
3. Volt meter
Volt meter digunakan untuk mengukur potensial dari spesimen yang
telah berada pada sel korosi sebelum pengujian pengukuran laju korosi
dilakukan.
Gambar 3.14. Volt meter
4. Alat pengujian
- Sel Korosi
Sel korosi adalah wadah yang terbuat dari kaca yang digunakan
sebagai media pengujin laju korosi, pada penelitian ini didalamnya
diisi oleh cairan air laut.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 26
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Gambar 3.15. Sel korosi sebagai media pengujian
- Elektroda dan kabel
Ada 3 buah jenis elektroda dengan fungsi yang berbeda yang
digunakan pada pengujian ini. Namun intinya elektroda ini
berfungsi sebagai alat pengubah sinyal dari sensor yang diterima
oleh spesimen dan merubahnya kedalam bentuk arus dan potensial
sehingga dapat terbaca pada display software di komputer. Kabel
yang digunakan ada dua jenis kabel yaitu kabel positif (+) dan
negatif (-). Adapun ketiga elektroda tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Elektroda Kerja
Elektroda ini merupakan elektroda yang dipasang bersama
spesimen dan berfungsi untuk menangkap dan mengalirkan
arus dari spesimen ke perangkat komputer.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 27
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Gambar 3.16. Elektroda kerja
2. Elektroda Konter (Counter Electrode)
Elektroda ini terbuat dari bahan platina. Fungsinya adalah
untuk mengalirkan arus pada saat pengujian berlangsung dan
juga sebagai elektroda pembantu.
Gambar 3.17. Elektroda Konter (Counter Electrode)
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 28
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
3. Elektroda Referensi (Reference Electrode)
Elektroda ini berfungsi untuk mengukur potensial dan tegangan
yang terjadi. Diletekan berhadapan dengan spesimen yang
menempel pada elektroda kerja.
Gambar 3.18. Elektroda Referensi (Reference Electrode)
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 29
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Gambar 3.19. Tiga buah elektroda dan rangkaian kabel
Langkah 6 ( Pembuatan Air Laut )
Pengujian korosi ini menggunakan air laut sebagai lingkungan korosif bagi
spesimen logam yang digunakan. Komposisi air laut ini terdiri dari :
- Aquades : 100 ml
- Garam : 35 gram
Gambar 3.20. Proses pencampuran aquades dengan
garam
Proses pencampuran aquades dengan garam (gambar 3.20.)
dilakukan secara manual dengan bantuan media berupa botol plastik,
setelah aquades dan garam dimasukan kedalam botol plastik, botol lalu di
kocok agar garam melebur pada aquades.
Langkah 7 ( Pengujian )
Pengujian dilakukan setelah semua peralatan pengujian dan spesimen siap.
Pengujian dilakukan dengan beberapa tahap, dan penjabaran lengkapnya
seperti dibawah ini :
1. Preparasi spesimen dan alat pengujian
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 30
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Gambar 3.21. Peralatan pengujian
Gambar 3.21. menunjukan peralatan seperti sel korosi, kabel,
volt meter sudah siap dan kabel sudah terpasang dengan benar.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 31
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Gambar 3.22. Holder untuk memegang spesimen
Gambar 3.22. menunjukkan gambar holder bahwa spesimen
saat pengujian dipasang pada holder tersebut.
Gambar 3.23 Spesimen yang telah di pasang pada holder
2. Pengukuran nilai potensial
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 32
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Gambar 3.24. Proses pengukuran potensial
3. Pengujian laju korosi
Gambar 3.25. Spesimen saat proses pengujian
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 33
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Pada gambar 3.25. terlihat spesimen tenggelam dalam cairan air
laut pada wadah sel korosi dan elektroda referensi sedang mengukur
arus yang terjadi pada spesimen.
Gambar 3.26. Display kurva saat pengujian berlangsung
Gambar 3.26. menunjukan display kurva potensial dan arus korosi saat
pengujian sedang berlangsung. Pengujian dilakukan selama ± 10 menit.
Dari 3 tahapan diatas semuanya dilakukan pada setiap spesimen yang
jumlahnya 4 buah, hanya pada setiap spesimen dibedakan berdasarkan
nilai pH dengan cara menambahkan H 2 SO4pada air lautnya.
1. Spesimen 1 tanpa tambahan H 2 SO4
2. Spesimen 2 dengan tambahan 20 ml H 2 SO4
3. Spesimen 3 dengan tambahan 40 ml H 2 SO4
4. Spesimen 4 dengan tambahan 60 ml H 2 SO4
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 34
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Langkah 8 ( Pengambilan foto permukaan setelah pengujian )
Setelah semua tahapan proses pengujian dilakukan, permukaan
spesimen yang telah terkorosi harus di ambil gambarnya. Tujuannya
adalah untuk memudahkan pengamat dalam melihat proses pengkorosian
yang terjadi juga sebagai dokumentasi atas penelitian yang dilakukan.
Gambar permukaan (gambar 3.27 s/d gambar 3.30.) diambil dari
mikroskop dengan pembesaran 5x lipat yang telah dihubungkan dengan
satu set camera DSLR. Hasil dari pengambilan gambar permukaan
spesimen setelah pengujian adalah sebagai bentuk pengujian secara
kualitatif serta dapat menyimpulkan jenis korosi yang terjadi pada
spesimen tersebut.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 35
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
1. Spesimen 1 tanpa tambahan H 2 SO4
Gambar 3.27. Permukaan spesimen 1 setelah pengujian
Gambar 3.27. menunjukan hasil permukaan spesimen 1 setelah
pengujian, ketiga gambar diatas diambil dari 3 daerah berbeda dari
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 36
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
spesimen 1. Terlihat pada gambar 3.27. korosi terjadi diseluruh
permukaan spesimen.
2. Spesimen 2 dengan tambahan 20 ml H 2 SO4
Gambar 3.28. Permukaan spesimen 2 setelah pengujian
Gambar 3.28. menunjukan hasil permukaan spesimen 2 setelah
pengujian, ketiga gambar diatas diambil dari 3 daerah berbeda dari
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 37
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
spesimen 2. Terlihat pada gambar 3.28. korosi terjadi pada seluruh
permukaan spesimen.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 38
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
3. Spesimen 3 dengan tambahan 40 ml H 2 SO4
Gambar 3.29. Permukaan spesimen 3 setelah pengujian
Gambar 3.29. menunjukan hasil permukaan spesimen 3 setelah
pengujian, ketiga gambar diatas diambil dari 3 daerah berbeda dari
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 39
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
spesimen 3. Terlihat pada gambar 3.29. korosi terjadi pada seluruh
permukaan spesimen.
4. Spesimen 4 dengan tambahan 60 ml H 2 SO4
Gambar 3.30. Permukaan spesimen 4 setelah pengujian
Gambar 3.30. menunjukan hasil permukaan spesimen 4 setelah
pengujian, ketiga gambar diatas diambil dari 3 daerah berbeda dari
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 40
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
spesimen 4. Terlihat pada gambar 3.30. korosi terjadi pada seluruh
permukaan spesimen.
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
A. HASIL
Hasil yang didapatkan dari proses pengujian korosi dengan
menggunakan software Gamry Echem Analyst adalah berupa data angka,
tabel dan juga grafik. Adapun data tabel dan grafik yang didapat adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.1. Hasil pengujian laju korosi semua spesimen
Spesimen Nilai
pH
Potensial
(Volt)
Laju Korosi
(mpy)
Waktu
(menit)
S1 (Air Laut) 6,694 -0,493 1.619 10
S2 (Air Laut + 20 Ml
H 2 SO4)
6,154 -0,492 3.476 10
S3 (Air Laut + 40 Ml
H 2 SO4)
5,428 -0,492 25.95 10
S4 (Air Laut + 60 Ml
H 2 SO4)
4,157 -0,500 4.771 10
Tabel 4.1. menunjukan data hasil pengujian semua spesimen. Dari
durasi waktu pengujian serta nilai pH masing-masing spesimen hingga laju
korosinya.
1. Spesimen 1 tanpa tambahan H 2 SO4
Data table hasil pengujian
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 41
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Tabel 4.2. Hasil pengujian spesimen 1
Beta A 108.0e-3 V/decadeBeta C 69.10e-3 V/decadeIcorr 3.500 µAEcorr -624.0 mVCorrosion Rate 1.619 mpyDari tabel 4.2. menunjukkan data hasil pengujian dari software
Gamry Echem Analyst yaitu :
- Beta A : Nilai dari reaksi anoda yang terjadi
- Beta C :Nilai dari reaksi katoda yang terjadi
- Icorr : Nilai dari arus korosi
- Ecorr : Nilai dari potensial
- Corrosion Rate : Nilai dari laju korosi yang terjadi
Kurva
Gambar 4.1. Kurva hasil pengujian spesimen 1 tanpa H 2 SO4
Gambar 4.1. menunjukan distribusi dari arus atau Icorr
(sumbu X) dan potensial atau Ecorr (sumbu Y). Nilai dari Icorr
dan Ecorr dapat dilihat pada tabel 4.2.
Nilai Icorr yang tertera pada tabel 4.2. pada kurva
ditunjukan oleh titik ujung paling kanan garis yang menurun.
Nilai Icorr nya adalah 3.500 µA.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 42
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Nilai Ecorr yang tertera pada tabel 4.2. pada kurva
ditunjukan oleh titik paling kiri. Nilai Ecorr nya adalah -624.0
mV.
Nilai laju korosi didapat dari kedua nilai tersebut (Icorr dan
Ecorr) yang di ekstrapolasi.
2. Spesimen 2 dengan tambahan 20 ml H 2 SO4
Data table hasil pengujian
Tabel 4.3. Hasil pengujian spesimen 2
Beta A 121.5e-3 V/decadeBeta C 78.20e-3 V/decadeIcorr 7.520 µAEcorr -634.0 mVCorrosion Rate 3.476 mpy
Dari tabel 4.3. menunjukkan data hasil pengujian dari software
Gamry Echem Analyst yaitu :
- Beta A : Nilai dari reaksi anoda yang terjadi
- Beta C :Nilai dari reaksi katoda yang terjadi
- Icorr : Nilai dari arus korosi
- Ecorr : Nilai dari potensial
- Corrosion Rate : Nilai dari laju korosi yang terjadi
Kurva
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 43
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Gambar 4.2. Kurva hasil pengujian spesimen 2 dengan 20 ml H 2 SO4
Gambar 4.2. menunjukan distribusi dari arus atau Icorr
(sumbu X) dan potensial atau Ecorr (sumbu Y). Nilai dari Icorr
dan Ecorr dapat dilihat pada tabel 4.3.
Nilai Icorr yang tertera pada tabel 4.3. pada kurva
ditunjukan oleh titik ujung paling kanan garis yang menurun.
Nilai Icorr nya adalah 7.520 µA.
Nilai Ecorr yang tertera pada tabel 4.3. pada kurva
ditunjukan oleh titik paling kiri. Nilai Ecorr nya adalah -634.0
mV.
Nilai laju korosi didapat dari kedua nilai tersebut (Icorr dan
Ecorr) serta nilai Beta A dan Beta C yang di ekstrapolasi.
3. Spesimen 3 dengan tambahan 40 ml H 2 SO4
Data table hasil pengujian
Tabel 4.4. Hasil pengujian spesimen 3
Beta A 142.2e-3 V/decadeBeta C 200.1e-3 V/decadeIcorr 56.10 µAEcorr -556.0 mVCorrosion Rate 25.95 mpy
Dari tabel 4.4. menunjukkan data hasil pengujian dari software
Gamry Echem Analyst yaitu :
- Beta A : Nilai dari reaksi anoda yang terjadi
- Beta C :Nilai dari reaksi katoda yang terjadi
- Icorr : Nilai dari arus korosi
- Ecorr : Nilai dari potensial
- Corrosion Rate : Nilai dari laju korosi yang terjadi
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 44
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Kurva
Gambar 4.3. Kurva hasil pengujian spesimen 3 dengan 40 ml H 2 SO4
Gambar 4.3. menunjukan distribusi dari arus atau Icorr
(sumbu X) dan potensial atau Ecorr (sumbu Y). Nilai dari Icorr
dan Ecorr dapat dilihat pada tabel 4.4.
Nilai Icorr yang tertera pada tabel 4.4. pada kurva
ditunjukan oleh titik ujung paling kanan garis yang menurun.
Nilai Icorr nya adalah 56.10 µA.
Nilai Ecorr yang tertera pada tabel 4.4. pada kurva
ditunjukan oleh titik paling kiri. Nilai Ecorr nya adalah -556.0
mV.
Nilai laju korosi didapat dari kedua nilai tersebut (Icorr dan
Ecorr) serta nilai Beta A dan Beta C yang di ekstrapolasi.
4. Spesimen 4 dengan tambahan 60 ml H 2 SO4
Data tabel hasil pengujian
Tabel 4.5. Hasil pengujian spesimen 4
Beta A 126.1e-3 V/decadeBeta C 91.50e-3 V/decadeIcorr 10.30 µAEcorr -619.0 mV
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 45
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
Corrosion Rate 4.771 mpy
Dari tabel 4.5. menunjukkan data hasil pengujian dari software
Gamry Echem Analyst yaitu :
- Beta A : Nilai dari reaksi anoda yang terjadi
- Beta C :Nilai dari reaksi katoda yang terjadi
- Icorr : Nilai dari arus korosi
- Ecorr : Nilai dari potensial
- Corrosion Rate : Nilai dari laju korosi yang terjadi
Kurva
Gambar 4.4. Kurva hasil pengujian spesimen 4 dengan 60 ml H 2 SO4
Gambar 4.4. menunjukan distribusi dari arus atau Icorr
(sumbu X) dan potensial atau Ecorr (sumbu Y). Nilai dari Icorr
dan Ecorr dapat dilihat pada tabel 4.5.
Nilai Icorr yang tertera pada tabel 4.5. pada kurva
ditunjukan oleh titik ujung paling kanan garis yang menurun.
Nilai Icorr nya adalah 10.30 µA.
Nilai Ecorr yang tertera pada tabel 4.5. pada kurva
ditunjukan oleh titik paling kiri. Nilai Ecorr nya adalah -619.0
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 46
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
mV. Nilai laju korosi didapat dari kedua nilai tersebut (Icorr
dan Ecorr) serta nilai Beta A dan Beta C yang di ekstrapolasi.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 47
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
B. ANALISA
Setelah melakukan serangkaian tahapan proses pengujian laju korosi
pada material K945 yang ekivalen dengan AISI 1045, Ada beberapa hal
yang menjadi bahan pertimbangan untuk dianalisa. Hal-hal tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Nilai laju korosi spesimen 4 (4.771 mpy) lebih kecil dari spesimen 3
(25.95 mpy), seharusnya nilainya lebih tinggi karena larutan air
lautnya memiliki tingkat keasamanan lebih tinggi yaitu dengan
tambahan 60 ml H 2 SO4. Ini bisa terjadi dikarenakan waktu persiapan
pengujian spesimen terlalu lama dan bukan di hari yang sama dengan
ketiga spesimen sebelumnya, jadi diduga terbentuk lapisan pasif pada
permukaan spesimen 4 yang membuat kemampuan spesimen menahan
korosi lebih baik sehingga nilai laju korosinya kecil dan lebih rendah
dari spesimen 3.
2. Proses penghalusan permukaan spesimen perlu mendapat perhatian
terutama mengenai teknik pengampelasan, posisi spesimen dan
tekanan yang terjadi pada spesimen dengan abbrasive saat
pengampelasan akan mempengaruhi kualitas dari permukaan
spesimen.
3. Permukaan spesimen yang telah diratakan dan dihaluskan oleh proses
pengampelasan dan telah dicuci serta siap diuji tidak sepenuhnya steril,
karena pada proses preparasi ataupun pemindahan spesimen dari suatu
tempat ke tempat lain permukaan spesimen bersentuhan dengan tangan
yang mengandung keringat. Karena keringat merupakan asam
sehingga secara tidak sadar keringat telah mengkorosi spesimen
sebelum pengujian dilakukan dengan metode tafel polarization.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 48
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan tahapan pengujian laju korosi pada logam baja
K945 yang ekivalen dengan AISI 1045 dengan pengaruh beberapa variasi
nilai pH pada air laut dengan menggunakan metode Tafel Polarization
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Material K945 ekivalen dengan AISI 1045 merupakan logam yang
dapat terkorosi pada lingkungan air laut.
2. Semakin kecil nilai pH maka semakin asam air laut tersebut maka
semakin korosif bila bereaksi dengan logam baja, sebaliknya semakin
besar nilai pH maka tingkat keasaman air lautnya berkurang dan
tingkat korosif-nya pun berkurang bila bereaksi dengan logam baja.
3. Hasil foto permukaan setelah pengujian menunjukan pengujian secara
kualitatif. Semakin gelap permukaan spesimen maka diindikasi daerah
tersebut terkorosi lebih banyak dibandingkan dengan daerah yang
berwarna kuning cerah.
4. Pengujian laju korosi suatu material dapat lebih mudah dan cepat
dengan metode Tafel Polarization karena menggunakan bantuan
software Gamry Echem Analyst .
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 49
LAPORAN KERJA PRAKTEK REDI RESTU FADILAH (12-2011-109)
B. SARAN
Mencoba fitur metode lain pada software Gamry Echem Analyst selain
Tafel Polarization, kemudian bandingkan hasilnya dari setiap metode
pengujian.
PUSAT SAINS TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN-BATAN BANDUNG 50