pengolahan limbah b3 menggunakan insinerator

Upload: dedi-dananjaya

Post on 08-Apr-2018

262 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    1/28

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    2/28

    Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

    selalu melimpahkan karunia-Nya. Berkat rahmat-Nya, penulis dapat

    menyelesaikan makalah Termodinamika ini tepat pada waktunya.

    Materi yang ditampilkan dalam makalah ini bertujuan agar mahasiswa mampu

    mengembangkan pengetahuan dan menetapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Bapak M. S. Alim

    2. Bapak Amadeo, ST,

    3. Teman-teman Mahasiswa.

    Karena bantuannya sehingga dapat terwujud makalah ini. Penulis

    menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat

    mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna perbaikan

    selanjutnya dan kesempurnaan makalah

    ini.

    Semoga Tuhan selalu menyertai dan membimbing kita bersama dalam

    upaya menyelesaikan tugas kuliah. Amin.

    Banjarbaru, Mei 2010

    Penyusun

    2

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    3/28

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    4/28

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Akhir-akhir ini makin banyak limbah-limbah dari pabrik, rumah tangga, perusahaan,

    kantor-kantor, sekolah dan sebagainya yang beruupa cair, padat bahkan berupa zat gas dan

    semuanya itu berbahaya bagi kehidupan kita. Tetapi ada limbah yang lebih berbahaya lagi yang

    disebut dengan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Hal tersebut sebenarnya bukan

    merupakan masalah kecil dan sepele, karena apabila limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3)

    tersebut dibiarkan ataupun dianggap sepele penanganannya, atau bahkan melakukan penanganan

    yang salah dalam menanganani limbah B3 tersebut, maka dampak yang luas dari Limbah Bahan

    Berbahaya dan beracun tersebut akan semakin meluas, bahkan dampaknya pun akan sangat

    dirasakan bagi lingkungan sekitar kita dan tentu saja dampak tersebut akan menjurus pada

    kehidupan makhluk hidup baik dampak yang akan dirasakan dalam jangka pendek ataupun

    dampak yang akan dirasakan dalam jangka panjang dimasa yang akan datang dan kita tidak akan

    tahu seberapa parah kelak dampak tersebut akan terjadi namun seperti kata pepatahLebih Baik

    Mencegah Daripada Mengobati, hal tersebut menjadi salah satu aspek pendorong bagi kita

    semua agar lebih berupaya mencegah dampak dari limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

    tersebut, dari pada menyaksikan dampak dari limbah B3 tersebut telah terjadi dihadapan kita dan

    kita semakin sulit untuk menanggulanginya

    Secara garis besar, hal tersebut menjadi salah satu patokan bagi kita, bahwa segala

    sesuatu yang terjadi merupakan tanggung jawab kita bersama untuk menanggulanginya,

    khususnya pada masalah limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tersebut.

    Dan yang menjadi permasalahannya sekarang adalah bagaimana cara mengatasi

    ataupun menanggulangi limbah Bahan Berbahaya dan Beracun(B3) tersebut merupakan sesuatu

    yang sebenarnya harus menjadi perhatian khusus untuk pemerintah dan bahkan menjadi salahsatu hal yang juga patut menjadi perhatian kita bersama.

    Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah

    proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya

    dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun dan/atau

    memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Proses pengolahan limbah

    B3 dapat dilakukan dengan berbagai cara cara, salah satunya melalui proses pengolahan secara

    fisika yaitu insinerasi. Proses pengolahan secara fisik bertujuan untuk mengurangi daya racun

    4

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    5/28

    limbah b3 dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak

    berbahaya, selain itu untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi

    senyawa yang tidak mengandung B3.

    Teknologi insinerasi merupakan cara pengolahan yang baik bagi materi combustible

    yang mempunyai nilai kalor yang memadai untuk itu, misalnya limbah hidrokarbon (cair dan

    padat). Limbah berbahaya yang patogen, seperti dari rumah sakit sangat ampuh ditangani cara

    ini. Keuntungan lain adalah kemungkinan pemanfaatan panas yang ditimbulkannya. Kelemahan

    dari cara ini adalah modal awal yang relatif tinggi dibanding cara lain. Disamping itu masalah

    pencemaran udara yang dapat ditimbulkan, membutuhkan sarana yang baik dan cocok

    menanggulanginya.

    I.1 Latar Belakang

    Limbah berbahaya patogen misalnya dari rumah sakit, industri baik berupa gas, cair

    maupun padat umumnya termasuk kategori atau dengan sifat limbah B3. Kegiatan industri

    disamping bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, ternyata juga menghasilkan limbah

    sebagai pencemar lingkungan perairan, tanah, dan udara. Limbah cair, yang dibuang ke perairan

    akan mengotori air yang dipergunakan untuk berbagai keperluan dan mengganggu kehidupan

    biota air. Limbah padat akan mencemari tanah dan sumber air tanah. Limbah gas yang dibuang

    ke udara pada umumnya mengandung senyawa kimia berupa SOx, NOx, CO, dan gas-gas lain

    yang tidak diinginkan. Adanya SO2 dan NOx diudara dapat menyebabkan terjadinya hujan

    asam yang dapat menimbulkan kerugian karena merusak bangunan, ekosistem perairan, lahan

    pertanian dan hutan. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang sangat ditakuti adalah

    limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kimia pada umumnya mengandung berbagai

    macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga

    berbahaya bagi kesehatan manusia. Limbah pertanian yang paling utama ialah pestisida danpupuk. Walau pestisida digunakan untuk membunuh hama, ternyata karena pemakaiannya yang

    tidak sesuai dengan peraturan keselamatan kerja, pestisida menjadi biosida pembunuh

    kehidupan. Pestida yang berlebihan pemakaiannya, akhirnya mengkontaminasi sayuran dan

    buah-buahan yang dapat menyebabkan keracunan konsumennya. Pupuk sering dipakai

    berlebihan, sisanya bila sampai diperairan dapat merangsang pertumbuhan gulma penyebab

    timbulnya eutrofikasi. Pemakaian herbisida untuk mengatasi eutrofikasi menjadi penyebab

    terkontaminasinya ikan, udang dan biota air lainnya. Pertambangan memerlukan proses lanjutan

    5

    http://limbahb3.com/index.php/limbah-padat-2.htmlhttp://limbahb3.com/index.php/limbah-padat-2.html
  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    6/28

    pengolahan hasil tambang menjadi bahan yang diinginkan. Misalnya proses dipertambangan

    emas, memerlukan bahan air raksa atau merkuri akan menghasilkan limbah logam berat cair

    penyebab keracunan syaraf dan merupakan bahan teratogenik. Kegiatan sektor pariwisata

    menimbulkan limbah melalui sarana transportasi, dengan limbah gas buang di udara, tumpahan

    minyak dan oli dilaut sebagai limbah perahu atau kapal motor dikawasan wisata bahari.

    Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu

    usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat

    dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

    mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup,

    kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.

    I.2 Tujuan pengolahan limbah B3

    Tujuan pengolahan B3 adalah untuk untuk mengurangi daya racun limbah b3

    dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak berbahaya,

    selain itu untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi senyawa

    yang tidak mengandung B3.

    Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik

    penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus

    memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula.

    Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus

    dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi semula.

    I.3 Identifikasi limbah B3

    Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:

    1. Berdasarkan sumber 2. Berdasarkan karakteristik

    Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi:

    Limbah B3 dari sumber spesifik;

    Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;

    Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk

    yang tidak memenuhi spesifikasi.

    Sedangkan golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan:

    6

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    7/28

    Mudah meledak;

    Pengoksidasi;

    Sangat mudah sekali menyala;

    Sangat mudah menyala;

    Mudah menyala;

    Amat sangat beracun;

    Sangat beracun;

    Beracun;

    Berbahaya;

    Korosif;

    Bersifat iritasi;

    Berbahaya bagi lingkungan;

    Karsinogenik;

    Teratogenik;

    Mutagenik.

    Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 18

    tahun 1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:

    Mudah meledak;

    Mudah terbakar;

    Bersifat reaktif;

    Beracun;

    Menyebabkan infeksi;

    Bersifat korosif.

    Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan Pengendalian

    Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

    Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan:

    Lokasi pengolahan

    Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil

    limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus:

    1. Daerah bebas banjir;

    2. Jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter;

    7

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    8/28

    Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:

    1. Daerah bebas banjir;

    2. Jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya;

    3. Jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m;

    4. Jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m;

    5. Dan jarak dengan wilayah terlindungi (seperti: cagar alam,hutan lindung) minimum 300

    m.

    6. Fasilitas pengolahan

    Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:

    1. Sistem kemanan fasilitas;

    2. Sistem pencegahan terhadap kebakaran;

    3. Sistem pencegahan terhadap kebakaran;

    4. Sistem penanggulangan keadaan darurat;

    5. Sistem pengujian peralatan;

    6. Dan pelatihan karyawan.

    Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam

    pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume

    kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan.

    Penanganan limbah B3 sebelum diolah

    Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan

    prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan

    dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut

    sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.

    Pengolahan limbah B3

    Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah.Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb:

    1. Proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi,

    adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa.

    2. Proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan

    komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll.

    8

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    9/28

    3. Proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan

    kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun

    sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir

    4. Proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat

    khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih.

    Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg,

    maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr.

    Sebagian besar limbah organik berbahaya terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen

    dengan campuran halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Struktur molekul umumnya akan

    menentukan tingkat bahaya substansi organik terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Bila

    molekul sebuah limbah organik dapat dihancurkan atau direduksi menjadi karbondioksida, air

    dan substansi organik yang lebih sederhana, maka limbah tersebut bisa dikurangi tingkat

    bahayanya. Destruksi termal umumnya menjadi pilihan teknologi pengolahan dalam

    pengelolaan limbah berbahaya dan insinerator merupakan teknologi proses termal yang paling

    sering digunakan untuk mengolah limbah organik berbahaya, karena teknologi ini

    memungkinkan destruksi yang tinggi dalam banyak jenis limbah organik, walaupun pada saat

    yang sama dikeluarkan pencemaran udara dapat ditanggulangi dengan sarana dan kontrol yang

    sesuai.

    Insinerator adalah sebuah proses yang memungkinkan materi combustible (bahan

    bakar) seperti halnya limbah organik mengalami pembakaran, kemudian dihasilkan

    gas/partikulat, residu noncombustible dan abu. Gas/partikulat tersebut dikeluarkan melalui

    cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar udara yang sesuai. Residu yang bercampur

    debu dikeluarkan dari insinerator dan disingkirkan pada lahan-urug. Disamping pengurangan

    massa dan volume, sasaran utama insinerator bagi limbah berbahaya adalah mengurangi sifat

    bahaya dari limbah itu sendiri, misalnya dalam detoksifikasi. Oleh karenanya peranantemperatur serta waktu tinggal yang akan sesuai akan memegang peranan penting dalam

    insinerator limbah B3.

    Teknologi insinerasi merupakan cara pengolahan yang baik bagi materi combustible

    yang mempunyai nilai kalor yang memadai untuk itu, misalnya limbah hidrokarbon (cair dan

    padat). Limbah berbahaya yang patogen, seperti dari rumah sakit sangat ampuh ditangani cara

    ini. Keuntungan lain adalah kemungkinan pemanfaatan panas yang ditimbulkannya. Kelemahan

    dari cara ini adalah modal awal yang relatif tinggi dibanding cara lain. Disamping itu masalah

    9

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    10/28

    pencemaran udara yang dapat ditimbulkan, membutuhkan sarana yang baik dan cocok

    menanggulanginya. Kontrol atau pengoperasian insinerator membutuhkan operator yang terlatih

    secara baik. Operasi sebuah insinerator pengolah limbah berbahaya adalah jauh lebih kompleks

    dibanding teknlogi lainnya, terutama dengan adanya variasi komposisi limbah untuk mencapai

    efisiensi destruksi termal yang diinginkan.

    Bila sebuah insinerator tidak dilengkapi dan difungsikan dengan baik, maka akan

    menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan manusia misalnya dengan timbulnya bau,

    partikulat, gas-gas berbahaya yang mungkin lembur. Formasi pencemaran udara yang potensial

    seperti HCL, CO, SO2, NO, logam berat dan abu partikulat lainnya dapat menimbulkan dampak

    serius.

    Secara umum tahapan proses dari sebuah insinerator dapat dipisahkan menjadi

    beberapa langkah, yaitu :

    - Penyiapan Limbah

    - Pemasokan limbah

    - Pembakaran limbah

    - Pengolahan gas dan partikulat hasil pembakaran

    - Penanganan residu abu

    Penangkapan panaas dapat pula dimasukkan sebagai salah satu bagian dari sistem

    sebuah insinerator.

    10

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    11/28

    Gambar 1 : Komponen komponen dari sebuah insinerator

    Gambar 1 merupakan gambaran dari bagian-bagian tersebut. Sebuah

    insinerator beroperasi layaknya sebuah sistem, masing-masing langkah tersebut saling

    berhubungan. Penyiapan limbah agar sesuai dengan kriteria rancaangan (dimensi butiran dan

    sebagainya) serta pemasokan limbah kedalam tungku pembakaran akan menentukan seberapa

    jauh limbah tersebut terbakar sempurna dan akhirnya akan mempengaruhi kualitas gas dan abu

    yang dihasilkan.

    I.4 Beberapa Parameter Operasional

    Destruksi limbah B-3 dalam sebuah insinerator tercapai dengan

    terpaparnya limbah pada temperatur tinggi, biasanya di atas 850 0C. Bila dirancang dan

    dioperasikan secara tepat maka cara ini akan memberikan hasil yang baik dalam mengancurkan

    limbah berbahaya dan sekaligus mengurangi volume dan massanya. Di USA, sistem sebuah

    insinerator limbah biasanya mengacu pada aturan yang terdapat pada RCRA dan SCA. Aturan-

    aturan tersebut menggariskan adanya temperatur minimum untuk destruksi yang harus

    dipertahankan dengan tanggal waktu tinggal (Td) tertentu pada keadaan oksigen berlebih.

    11

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    12/28

    Insenerator limbah B-3 biasanya beroperasi dengan aliran yang panas

    dan terjadi turbulensi diantara refractori (dinding tungku). Beberapa faktor penting yang akan

    mempengaruhi terjaminnya destruksi panas antara lain:

    a. Temperatur

    Dalam proses thermal, maka parameter temperatur agaknya

    merupakan faktor yang signifikan dalam menjamin destruksi yang baik bagi limbah B-3.

    Efisiensi destruksi dan penyisihan atau DRE dalam setiap insenerator akan tergantung pada

    temperatur insenerator. Dikenal threshold temperatur yang didefinisikan sebagai temperatur

    operasi untuk memulai terjadinya destruksi termal terhadap limbah B-3.

    b. Waktu tinggal

    Volume sebuah insenerator akan menentukan waktu tinggal untuk

    debit aliran tertentu. Parameter ini berinteraksi dengan temperatur destruksi untuk menjamin

    terjadinya DRE. Waktu tinggal yang cukup diperlukan agar DRE tercapai. Dengan kata lain PIC

    harus cukup waktu untuk tinggal dalam insenerator dengan panas tertentu agar destruksi limbah

    organik menjadi CO2 dan H2O dapat terjamin. Bila POC tidak tecapai, maka dibutuhkan

    perlengkapan di hilir sistem untuk menanggulangi masalah pencemaran udara.

    c. Turbulensi

    Derajat turbulensi dapat digunakan secara efektif untuk mencapai

    DRE yang diinginkan dan mengurangi kegagalan operasional untuk memperoleh temperatur dan

    waktu tinggal yang merata. Konfigurasi sebuah insenerator akan mempengaruhi kemampuan

    DRE secara keseluruhan. Pemilihan pompa, blower dan penyekat (baffle) hendaknya didasarkan

    atas jenis limbah yang akan dibakar serta kebutuhan DRE yang harus dicapai. Transfer panas

    dan aliran fluida perlu dipertimbangkan dalam perancangan agar parameter turbulensi ini dapat

    terpenuhi.

    d. TekananBanyak insenerator limbah B-3 dirancang atas pengoperasian pada

    tekanan sedikit negatif untuk mengurangi emisi yang terlalu cepat. Kebocoran udara dapat

    terjadi pada tekanan rendah ini, tetapi pengendapan yang sangat ketat tidak dibutuhkan. Beda

    halnya bila insenerator dioperasikan pada tekanan tinggi, maka masalah kebocoran udara perlu

    mendapat perhatian yang serius, dan penambal yang digunakan juga harus tahan panas, salah

    satu kelemahan pada insenerator jenis ini adalah masalah kebocoran yang mungkin terjadi.

    E. Pasokan udara

    12

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    13/28

    Operasi sebuah insenerator didasarkan atas reaksi komponen-

    komponen limbah dengan oksigen. Biasanya udara digunakan sebagai sumber oksigen.

    Insenerator pada dasarnya membutuhkan oksigen yang cukup untuk mencapai pembakaran yang

    sempurna. Namun beberapa jenis insenerator dioperasikan dengan sistem pirolisis (starved

    incenerator) pada pembakaran limbah padatnya, dilanjutkan dengan pembakaran sempurna

    dengan oksigen berlebih pada bagian gas yang dihasilkan. Suplai udara yang berlebihan akan

    mempengaruhi waktu tinggi (lebih pendek), temperatur (lebih rendah). Terjadinya kebocoran

    udara juga akan mempengaruhi banyaknya suplai udara.

    f. Bahan konstruksi

    Insenerator dibuat atau dibangun dengan bahan terpilih untuk

    memungkinkan operasi menerus yang bebas masalah dengan kondisi limbah B-3 yang tidak

    homogen. Bahan yang digunakan biasanya mulai dari baja biasa sampai exotic alloy. Prediksi

    jenis atau karakteristik limbah yang akan masuk pada insenerator sangat membantu dalam

    pemilihan jenis bahan insenerator, sehingga alat ini dapat beroperasi dengan baik dan berumur

    panjang.

    g. Perlengkapan tambahan

    Terdapat beragam perlengkapan tembahan yang perlu

    dipertimbangkan pada sebuah insenerator, seperti :

    - Sistem pemasokan yang harus cocok dengan karakter limbahnya.

    - After burnerdibutuhkan untuk menjamin DRE.

    - Pengolahan di hilir yang biasnya dibutuhkan untuk mengolah produk tidak

    diinginkan, misalnya asam-asam mineral.

    - Sarana penyingkir debu untuk menjamin destruki termal bagian limbah padat atau

    lumpur.

    Isolasi insenerator dengan bahan refractrory dibutuhkan untukmenjamin bertahannya panas dalam insenerator. Insenerator beroperasi pada kondisi siklus

    temperatur tinggi dan rendah, sehingga akan mempengaruhi kekeuatan dinding, disamping

    pengaruh jenis kimia yang ada pada limbah, jadi sebuah insenerator limbah B-3 harus

    mempunyai ketahanan fisis dan kimia agar berumur lama. Beberapa jenis refractory yang biasa

    digunakan adalah : fireclay, alimina, silica, chromium, magnesia, dan berbagai oksida lainnya.

    Bahan ini biasanya dipasok dalam bentuk kering dan dicampur dengan air sebelum dicetakkan

    pada insenerator.

    13

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    14/28

    I.5 Beberapa Jenis Insenerator

    Banyak limbah berbahaya yang bernilai kalor tinggi dibakar pada

    industri yang menggunakan boiler dan tungku, sehingga mengurangi bahan bakar sampai 5 10

    %, misalnya pada pabrik semen. Namun biasanya sarana ini tidak dilengkapi dengan

    pencegahan pencemaran udara (misalnya HCl).

    Beberapa jenis insenerator untuk limbah berbahaya tersebut akan

    dibahas secara ringkas.

    a. Insenerator dengan injeksi cair (liquid injection inceneration)

    Metode insenerasi untuk limbah berbahaya yang paling umum adalah didasarkan atas

    injeksi cair, baik horizontal, vertikal maupun tangensial. Mayoritas dari insenerasi ini adalah

    melalui nozel-pengatoman (atomizing nozzle) ke ruang pembakaran. Pemasok bahan bakar

    tambahan (gas dan cair) atau auxiliary fueldigunakan. Temperatur yang digunakan biasanya

    antara 1500 3000 0F (815 1650 0C). Limbah cair dengan pengatoman disemburkan ke dalam

    ruang pembakaran dengan ukuran partikel antara 40 sampai 100 m. Efesiensi destruksi

    ditentukan oleh banyaknya pengembunan dan uap yang bereaksi. Turbulensi sangat diinginkan

    untuk mendapatkan destruksi limbah organik berbahaya setinggi mungkin. Penambahan dan

    peletakan alat pembakar (fuel burner) serta nozel penginjeksi akan tergantung pada aliran cairan

    yang akan diinsenerasi (aksidal, radial ataupun tangensia l0 untuk mencapai temperatur, tingkat

    turbulensi dan waktu tinggal yang diinginkan.

    b. Insinerator rotary kiln

    Jenis insinerator rotary kiln sering digunakan dalam menangani

    limbah berbahaya (padat maupun cair) karena kemampuannya yang baik. Gambar 2 merupakan

    insenerasi jenis insenerator ini yang menerima segala jenis limbah cair atau padat.

    14

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    15/28

    Gambar 2 Insenerator Rotary Kiln

    Limbah padat atau limbah cair dalam drum biasanya dipasok dengan sistem

    conveyor atau ram, limbah cair atau lumpur yang dapat terpompa diinjeksi melalui nozel.

    Insinerator rotary kiln biasanya mempunyai diameter 1,5 sampai 3,6

    m dengan panjang 3 sampai 6 meter serta ratio panjang ke diameter (P/D) antara 2 sampai 8.

    Rotasi yang digunakan biasanya 0,2 sampai 1 inchi perdetik. Rotasi lebih kecil digunakan bagi

    limbah yang membutuhkan waktu tinggal lebih lama. Waktu tinggal limbah padat didasarkan

    atas kecepatan rotasi dan sudutnya.

    Persamaan yang biasa digunakan adalah:

    = (0,9 L)/ NDS

    = waktu tinggal (menit)

    L = panjang kiln (ft)

    15

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    16/28

    N = rotari klin (h/menit)

    D = diameterkiln (ft)

    S = kemiringan kiln (ft/ft)

    Drum-drum atau karto-karton limbah berbahaya langsung dipasok ke

    dalam kiln, tetapi biasanya perlu dipotong-potong terlebih dahulu. Umumnya sistem kiln terdiri

    dari 2 kamar, yaitu :

    - Kamar -1 beroperasi pada 1500-2000 0F (815-15400C), serta

    - Kamar-2 agar pembakaran sempurna (after-burner) bekerja pada 1800-30000F

    (98000-16500C). Limbah cair biasanya diinjeksikan lansung pada kamar-2. Limbah

    yang tervelatil meninggalkan kiln lalu masuk kamar-2, oksigen serta limbah cair

    berkalori tinggi atau bahan bakar ditambahkan. Limbah dihancurkan sesuai dengan

    DRE yang diinginkan di kamar-2. Kedua kamar biasanya dilengkapi dengan sistem

    pengapian untuk startup.

    Kelebihan rotary klin adalah kemampuannya untuk menerima limbah

    yang bervariasi, dioperasikan pada temperatur tinggi dan pencampuran yang menerus.

    Insenerator ini dapat dioperasikan dalam kondisi kekurangan oksigen (pirolisis). Tetapi

    insenerator ini membutuhkan biaya yang tinggi serta tenaga yang terlatih. Jenis lain yang sejenis

    adalah cement-kiln. Pabrik semen dapat menghemat energi dengan meninsenerasi limbah cair.

    Asam hidroklorida dari limbah hidrokarbon-berkhlorida misalnya, dapat menetralisir kapur

    dalam kiln sehingga menurunkan alkalinitas pada produksemen. Cara ini yang diterpkan pada

    Pusat Pengolah Limbah B-3 di Cibinong, antara Waste Management Indonesia dengan Pabrik

    Semen di dekatnya.

    c. Insenerasi dengan media terfluidasi (fluidized bed)

    Proses temperatur tinggi dengan fluidized bedtelah digunakan lama

    dalam industri. Pada awalnya teknologi ini digunakan dalam gasifikasi batubara, kemudianberkembang pada aplikasi catalytic crackingdalam refineri minyak. Teknologi fluized bed ini

    diadaptasi dalam berbagai proses karena teknologi ini mempunyai kemampuan memberikan

    derajat turbulensi yang tinggi, area transfer panas yang besar untuk mencampur limbah

    berbahaya, oksigen dan media terfluidisasi. Dengan pencampuran yang baik antara media inert

    (biasanya pasir) akan memberikan hasil insenerisasi yang baik, dengan udara berlebih rendah

    dan gradien temperatur yang minimal di seluruh media. Waktu tinggal yang digunakan antara

    5-8 detik atau lebih, pada temperatur 1400-16000F (760-8700C).

    16

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    17/28

    Kelebihan jenis insinerator ini adalah nilai DRE yang tinggi

    temperatur yang relatif seragam (uniform), residu nya yang relatif tidak berbahaya serta biaya

    operasi dan pemeliharaan yang rendah. Beberapa jenis fluidized bed ini antara lain : bubling

    fluidized beddan circulating fluidized bed.

    Insinerasi bubling-bed mempunyai media dari pasir yang diaduk

    dengan lewatnya udara melalui media serta yang memungkinkan media pasir terekspensi dan

    terfluidisasi. Pemanasan awal dari media dilakukan melalui sebuah burner. Aliran limbah

    dilakukan langsung ke media pasir. Dengan terpaparnya limbah secara langsung dengan media,

    maka didapat efisiensi insinerasi yang tinggi. Kedalaman media biasanya anatara 0,60 2,4 m.

    Teknik circulating-bed merupakan pengembangan bubbling-bed

    dengan kenaikan turbulensi per-unit area. Teknik ini membutuhkan kecepatan udara yang tinggi

    dan sirkulasi padatan unuk menimbulkan turrbulensi yang tinggi serta memungkinkan waktu

    tinggal yang cukup guna menghancurkan limbah. Padatan dari area sirkulasi dipisahkan dari gas

    yang keluar melalui cyclone dan dikembalikan pada insinerator. Temperatur dari jenis ini

    biasanya lebih rendah dari jenis rotary klin atau bubling-bed, namun cukup mampu untuk

    menghancurkan limbah berbahaya dengan pencampuran yang lebih sempurna.

    d. Insinerator di lautan

    Di negara industri juga dikembangkan kapal insinerator menangani

    limbah berbahaya. Insinerator ini mula-mula dikembangkan di Jerman (1967) dengan

    menggunakan coastal tanker membakar limbah yang berkhlor yang menghasilkan HCl.

    Sejak saat itu beberapa negara Eropa dan Amerika mengembangkan insinerator jenis

    ini terutama untuk limbah organik berhorinasi. Insinerator vulkanis merupakan contoh

    insinerator tersebut yang digunaan di USA, dengan kapasitas 25 metrik ton per jam, dilakukan

    denga liquid-injection pada tekanan pengembunan limbah yang dipasok sekitar 100 150 psig,

    temperatur 2300

    0

    F (1260

    0

    C) dan waktu tinggal sebesar 0,5 detik.Sifat laut yang alkalin akan menetralisir asam yang keluar dari

    cerobong bila berkontrak dengan air laut, sehingga tidak dibutuhkan scrubber, dengan demikian

    akan mengurangi biaya. Namun di Amerika jenis insinerator ini mendapat kritik, salah satu

    alasannya karena sulit dipantau dampaknya sebab tidak menetap di satu titik.

    e. Insinerator kamar-jamak

    Rancangan insinerator tradisional yang biasa digunakan adalah

    insinerator kamar-jamak (multiple chambre incineration), dikenal dua jenis yaitu in-line hearth

    17

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    18/28

    dan retort hearth. Pada model in-line, gas pembakaran mengalir lurus melaui insinerator, dan

    membelok secara vertikal ke atas, sedang pada model retort aliran gas disamping berbelok secara

    vertikal tetapi juga berbelok ke samping. Model in-line berfungsi baik pada kapasitas di atas 340

    Kg/jam, sedang model retort berfungi baik pada kapasitas di bawah 340 Kg/jam, dan biasa

    digunakan untuk limbah rumah sakit.

    f. Insinerator dengan kontrol udara

    Jenis insinerator yang sekarang banyak dikembangkan, misalya untuk

    insinerasi limbah rumah sakit adalah dari jenis controlled-air, yang dikenal di pasaran sebagai

    pembakaran secara starved air atau secara modular atau secara pyrolytic.

    Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value)

    limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses

    pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem

    insinerasi. Dari semua jenis insinerator diatas, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat

    tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.

    18

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    19/28

    BAB II

    PEMBAHASAN

    II.1 Reaksi Kimiawi Dan Prinsip Pembakaran, Termodinamika Dalam Insenerasi, Serta

    Pengukuran Efisiensi

    II.1.1Reaksi Kimiawi dan Prinsip Pembakaran

    Insinerasi adalah proses oksidasi senyawa organik dengan kontrol temperatur tinggi

    untuk dikonversi menjadi CO2 dan air. Adanya substansi anorganik semacam garam, senyawa-

    senyawa metalik dalam limbah perlu dipertimbangkan dalam teknologi ini. Proses insinerasi

    untuk pengolahan limbah berbahaya relatif sangat kompleks, sehingga dibutuhkan kontrol

    kinetika reaksi-reaksi kimiawi dalam kondisi non-steady-state. Kontrol juga dibutuhkan dalam

    kaitannya dengan mekanisme transfer panas, baik secara konduksi. Konveksi dan radiasi, serta

    reaksi kimai terhadap limbah yang mempunyai fase padat, cair maupun gas dalam kondisi reaksi

    temperatur tinggi dengan laju pelepasan panas yang tinggi.

    Kerumitan kombinasi kendala kimia dan transfer-panas ini diperberatlagi dengan kondisi aliran yang dapat berlangsung secara bersamaan, yaitu laminer maupun

    turbulen. Variasi perubahan komposisi kimia-fisis limbah berbahaya juga merupakan kendala

    menetukan agar insinerator itu berfungsi secara baik.

    Ada 2 teknologi yang dipergunakan dalam proses oksidasi termal,

    yaitu pembakaran (combustion) dan insinerasi. Perbedaan antara pembakaran dan insinerasi

    adalah aplikasi kimiawi serta hubungannya dengan pengaruh konversi sumber daya dan

    destruksi materi. Proses pembakaran menggunakan bahan bakar (sumber daya alam) seperti

    19

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    20/28

    batu bara, mengoksidasinya dalam keadaan apa adanya untuk menghasilkan produk yang

    bermanfaat seperti energi, serta produk yang tidak diinginkan seperti pencemaran udara, abu dan

    debu. Insinerasi menggunakan bahan yang sudah tidak berguna (limbah) dan secara termal

    mendestruksi bahan tersebut untuk menghasilkan produk yang tidak berbahaya seperti CO2 dan

    air serta energi panas yang mungkin dapat dimanfaatkan. Tetapi pencemaran udara, abu dan

    debu juga dihasilkan. Raeksi yang terjadi dapat dikatakan kompleks, dengan produk final yang

    sama.

    Materi organik yang umumnya terdapat dari unsur karbon ( C ),

    hidrogen ( H ) dan oksigen ( O ) mengalami proses oksodasi, dan dihasilkan energi, uap air dan

    gas selama insinerasi. Elemen lain dalam limbah B-3 organik yang umumnya dijumpai dalam

    proporsi kecil adalah sulfur ( S ), nitrogen ( N ) dan khlor ( K ). Elemen-elemen ini dikenal

    sebagai sumber utama pencemaran udara. Jadi reaksi kimia dalam zone pembakaran akan

    melibatkan sejumlah materi organik yang bervariasi beserta komponen radikal bebasnya.

    Reaksi pembakaran karbon yang disederhanakan adalah :

    C + O2 CO2 + panas

    2H2 + O2 2H2O + panas

    Contoh hasil reaksi misalnya insinerasi alkane, dengan produk akhirnya adalah :

    2C2 H6 + 7O2 4CO2 + 6H2O + panas

    Bila hidrokarbon aromatis diinsenarasi dengan jalan yang sama, dihasilkan:

    CH3 - C6H5 + 9O2 7CO2 + 4H2O + panas

    Insenerasi campuran limbah berbahaya seperti ethanol dan tolune

    dimulai saat temperatur limbah tersebut serta campuran udaranya naik sangat memungkinkannya

    reaksi oksidasi terjadi secara spontan. Panas pembakaran, yang merupakan resultan panas yang

    terlepas oleh pembakaran sempurna limbah berbahaya tersebut, umunya akan menghasilkan

    panas dengan laju tinggi dan fenomena terbakar akan terlihat. Dengan terpecahnya ikatan

    kimiawi elemen-elemen limbah, maka terbentuklah radikal yang bebas untuk kemudian

    menghasilkan produk pembakaran sempurna seperti CO2 dan air. Bila pembakaran tidak

    sempurna maka dihasilkan gas CO.

    Berdasarkan keseimbangan termodinamika serta test skala batch

    ternyata bhawa khlor organik hampir secara tuntas akan bereaksi dalam ruang pembakaran

    membentuk HCl serta sedikit elemen Cl2. Kecuali bila sistem mempunyai rasio H : Cl yang

    20

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    21/28

    kecil, maka prkatis tidak ada Cl2, yang terbentuk. HCl dan Cl2 ini akan meninggalkan ruang

    pembakaran dalam fase uap.

    Sulfur yang secara kimiawi terikat dalam materi organik akan terurai

    menjadi SO2. Sejumlah SO2 akan berekasi dengan komponen alkali. Namun reaksi ini praktis

    dapat diabaikan, karena alkali yang ada lebih dulu akan bereaksi dengan HCl. Jadi dapat

    dikatakan bahwa sulfur organik dalam limbah akan meninggalkan insinerator dalam bentuk

    uap/gas SO2.

    Komponen nitrogen dalam insinerator akan menghasilkan nitrogen

    oksida (NO2) dan masuk kedalam sistem dalam 2 cara, yaitu melalui udara yang dipasok dikenal

    sebagai thermalNOx serta melalui bahan bakar (limbah) yang dikenal sebagai fuelNOx.

    Mekanisme pembentukan NOx ini belum banyak dimengerti.

    Insinerasi nyata dilapangan membutuhkan oksigen berlebih untuk menjamin

    pembakaran sempurna, dikenal sebagai products of complete combustion (POC), bila tidak

    disempurnakan dihasilkan products of incomplete combustion (PIC). Disamping itu udara

    berlebih dibutuhkan untuk memungkinkan pengenceran ataupun pendinginan.

    Limbah yang sangat volatif, seperti limbah cair hidrokarbon, akan membutuhkan

    lebih sedikit udara dibanding lumpur hidrokarbon yang mengandung lebih sedikit volatile.

    Insenarasi limbah berlumpur dan padat biasanya membutuhkan udara berlebih 2 sampai 3 kali

    diatas ekuivalensi stoichiometrisnya. Namun suplai udara yang berlebihan perlu dihindari

    karena akan menaikkan kebutuhan bahan bakar untuk sampai pada panas tertentu, serta

    mengurangi waktu tinggal limbah yang akan dibakar dan menaikkan volume emisi udara yang

    dikeluarkan.

    Insenerasi materi organik-berhalogen (halogenated organic) menghasilkan formasi

    asam-asam halogen yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut. Organik-berkhlor (chlorinated

    organic) merupakan komponen organik-berhalogen yang paling sering dijumpai pada limbahorganik berbahaya, misalnya :

    2C2H4Cl2 (dichloroethane) + 5O2 4CO2 + 2H2O + 4HCl

    HCl yang terbentuk akan berkontribusi dalam hujan asam. HCl ini dapat disisihkan

    dengan scrubberair, soda atau kapur, atau dapat pula disisihkan selama operasi pembakaran

    dengan menggunakan sorben kering seperti kapur. Sorpsi HCl dalam air menghasilkan asam

    yang sangat korosif. Hal yang sama akan dijumpai dalam insenarasi organik-berhalogen yang

    21

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    22/28

    lain. Asam hidroflourik yang dihasilkan merupakan asam yang sangat korosif. Sedangkan asam

    bromida tidak sekorosif HCl atau HF, tetapi HBr ini akan menghasilkan emisi yang berwarna.

    Limbah berbahaya dapat pula mengandung senyawa-senyawa sulfur,

    baik anorganik maupun organik. Bila limbah ini diinsenerasi, akan dihasilkan SO2, misalnya

    pada insenerasi ethyl mercaptan :

    2C2H5SH + 9O2 4CO2 + 6H2O + 2SO2

    Biasanya scrubberalkalin yang mengandung kapur atau soda digunakan untuk menanggulangi

    SO2 ini yang relatif tidak begitu larut dalam air. Demikian halnya senyawa fosfor organik bila

    diinsenerasi akan menghasilkan fosfor pentoxida dan bereaksi dengan air membentuk asam

    fosfor. Scrubber alkalin biasanya digunakan untuk menanggulangi pencemaran udara ini.

    II.1.2 Termodinamika Dalam Insinerasi

    Terdapat 2 hukum termodinamika yang langsung berhubungan dengan teknologi

    insinerasi. Yang pertama adalah bahwa walaupun energi berada dalam berbagai bentuk, namun

    total dalam energi tersebut adalah konstan. Artinya dalam setiap proses insenerasi, output dalam

    sistem harus selalu sama dengan input dari sistem tersebut. Hukum termodinamika yang kedua

    adalah mengekspresikan kenyataan bahwa setiap proses yang hanya terdiri dari transfer panas

    dari sebuah temperetur ke temperatur lain akan menghasilkan transfer panas dari daerah

    temperatur lebih tinggi ke daerah temperatur lebih rendah. Temperatur akan berfungsi sebagai

    penggerak (driving force) dari transfer energi panas. Laju transfer akan proporsional dengan

    perbedaan temperatur antara dua media. Satuan kuantitatif energi didasarkan atas perubahan

    temperatur dalam satuan massa air, yaitu kalori.

    Disamping itu digunakan pula beberapa terminologi yang berkaitan dengan energi, yaitu :

    a. Kalori : didefinisikan sebagai kuantitas panas (kalori) yang harus ditransfer pada satu gram air

    untuk menaikkan temperaturnya 1o

    Celcius Satuan lain adalah British Thermal Unit (BTU)adalah kuantitas panas untuk menaikkan temperatur 1o Fahreinheit dari 1 pound air.

    b. Panas pembakaran : panas yang dihasilkan akibat reaksi antara materi dalam bahan bakar

    dengan oksigen untuk memebntuk CO2 dan H2O sebagai akhir produk.

    c. Nilai Kalor Bruto ( gross calorific value) : kuantitas panas yang

    dihasilkan dengan pengukuran calorimeter (bomb calorimeter) dan produk

    pembakaran yang didinginkan sampai 16o C serta seluruh uap air terkondensasi

    menjadi cairan yang dinyatakan sebagai Kcal/Kg atau Kcal/m3 atau Btu/lb.

    22

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    23/28

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    24/28

    Gambar 3 : Hubungan Temperatur dan Udara Berlebih

    Dengan kenaikan udara berlebih, maka volume oksigen yang tidak bereaksi dengan

    limbah akan meningkat sehingga konsentrasi oksigen di cerobong akan pula meningkat dan

    menurunkan konsentrasi CO2 akibat pengenceran. Konsentrasi oksigen dan CO2 di hilir proses

    merupakan indikator yang baik bagi tingkat kelebihan udara serta berguna untuk memantau

    proses pembakaran.

    II.1.3 Pengukuran Efisiensi

    Berdasarkan TSCA, insinerator limbah cair PCB mendapat perhatian yang sangat

    ketat, selain insinerator tersebut harus disetujui oleh EPA, maka kriteria yang diberlakukan

    adalah :

    a. Limbah cair yang dimasukkan harus dipertahankan selama paling tidak 2 detik pada 1200o C

    100o C, dengan 3 % kelebihan oksigen pada cerobong; alternatifnya adalah limbah cair

    dipertahankan selama 1,5 detik pada 1600o C 100o C dengan 2 % kelebihan oksigen.

    b. Efisiensi destruksi dan penyisihan (destruction and removal efficiency atau DRE) untuk PCB

    adalah 99,9999 % yang merupakan total penyisihan PCB dari masuk sampai ke cerobong.

    c. Efisiensi pembakaran paling tidak sebesar 99,99 % yang dihitung

    sebagai :

    Efisiensi pembakaran = [ Cco2 / ( Cco2 + Cco)] x 100 %

    Cco2 = konsentrasi karbondioksida

    Cco2 = konsentrasi karbon monoksida

    d. Debit PCB yang dimasukkan pada sistem pembakaran harus diukur

    dan dicatat secara reguler pada rentang tidak lebih dari 15 menit.

    e. Temperatur pembakaran insinerator harus selalu diukur dan dicatat.

    24

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    25/28

    f. Aliran PCB ke dalam insinerator harus dihentikan secara otomatis bila

    temperatur dalam ruang peembakaran turun di bawah 1600o C atau 1200o C.

    g. Monitoring emisi pada cerobong yang dilakukan adalah terhadap :

    oksigen (O2), karbon monoksida (CO), oksida nitrogen (NOx), hidrogen khlorida

    (HCl), total organik-berkhlor, PCB dan total materi partikulat.

    h. Aliran PCB ke dalam insinerator harus dihentikan secara otomatis bila

    terdapat kegagalan operasional, kegagalan dalam memonitor dan mencatat debit

    PCB, atau kelebihan oksigen.

    i. Scrubberdigunakan untuk mengontrol HCl selama insinerasi PCB.

    Untuk limbah PCB non-cair, seperti perlengkapan yang berkaitan dengan PCB, container PCB

    dan sebagainya, maka kriteria yang di gumakan adalah :

    a. Massa emisi udara dari insinerator harus tidak lebih besar dari 0,001 gram PCB per

    kilogram PCB yang di masukkan, atau DRE 99,9999 %

    b. Aturan lain yang berlaku bagi limbah cair PCB juga di berlakukan di sini

    Untuk insinerasi limbah B-3 lainnya, maka aturan umum RCRA adalah:

    Insinerator harus mempunyai kemampuan DRE bagi setiap konstituen organik utama

    yang berbahaya (principal organic hazardous constituent atau POHC) sebesar 99,99% ; dalam

    hal ini DRE = [(WinWout)] / Win] x 100%

    Win= laju massa POHC yang di masukkan

    Wout=laju massa POHC keluar dari cerobong

    Sebuah insinerator yang menginsinerasi limbah B-3 dan menghasilkan emisi HCl

    lebih besar dari 1,8 kg/jam harus melengkapi pengontrol-pengontrol pencemaran udara sehingga

    emisinya tidak melebihi (di pilih yang terbesar) 1,8 kg/jam atau 1% HCl.

    Materi partikulat yang keluar dari cerobong tidak melebihi 180 mg/M3 kering bila di

    koreksi dengan persamaan :

    Pc = Pm [14 (21 Y) ]

    Pc = konsentrasi konsentrasi partikulat

    Pm= konsentrasi partikulat terukur

    Y = pengukuran konsentrasi oksigen di cerobong dengan metode Orsal

    Prinsip Kerja Incenerator

    Proses insenerasi akan berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu:

    25

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    26/28

    1. Tahapan pertama adalah membuat air dalam limbah B3 menjadi uap

    air, hasilnya limbah menjadi kering dan siap terbakar.

    2. Selanjutnya terjadi proses pirolisis, yaitu pembakaran tidak sempurna,

    dimana

    temperatur belum terlalu tinggi.

    3. Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna. Ruang bakar pertama

    digunakan sebagai pembakar limbah, suhu dikendalikan antara 400 C - 600 C.

    Ruang bakar kedua digunakan sebagai pembakar asap dan bau dengan suhu antara antara

    600 C ~ 1200 Suplay oksigen dari udara luar ditambahkan agar terjadi oksidasi sehingga

    materi-materi limbah akan teroksidasi dan menjadi mudah terbakar, dengan terjadi proses

    pembakaran yang sempurna, asap yang keluar dari cerobong menjadi transparan.

    BAB III

    KESIMPULAN

    1. Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses untuk

    mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak

    beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun dan/atau memungkinkan agar

    limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang).

    2. Proses pengolahan limbah B3 bertujuan untuk mengurangi daya racun limbah b3

    dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak

    26

  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    27/28

    berbahaya, selain itu untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya

    menjadi senyawa yang tidak mengandung B3.

    3. Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam

    teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga

    sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari

    sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari

    bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi

    menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di

    mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang

    dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 2010. Metode Pengolahan B3.http://limbahb3.com/index.php/metode-pengolahan-limbah-padat-b3.html

    Diakses Tanggal 14 Mei 2010

    Anonim1, 2010.Bahan Berbahaya dan Beracun.

    http://Limbahb3.Com/Index.Php/Pengelolaan-Limbah-Bahan-Berbahaya-Dan-

    Beracun-B3.Html 2010.

    Diakses Tanggal 14 Mei 2010

    27

    http://limbahb3.com/index.php/metode-pengolahan-limbah-padat-b3.htmlhttp://limbahb3.com/Index.Php/Pengelolaan-Limbah-Bahan-Berbahaya-Dan-Beracun-B3.Html%202010http://limbahb3.com/Index.Php/Pengelolaan-Limbah-Bahan-Berbahaya-Dan-Beracun-B3.Html%202010http://limbahb3.com/index.php/metode-pengolahan-limbah-padat-b3.htmlhttp://limbahb3.com/Index.Php/Pengelolaan-Limbah-Bahan-Berbahaya-Dan-Beracun-B3.Html%202010http://limbahb3.com/Index.Php/Pengelolaan-Limbah-Bahan-Berbahaya-Dan-Beracun-B3.Html%202010
  • 8/7/2019 PENGOLAHAN LIMBAH B3 MENGGUNAKAN INSINERATOR

    28/28

    Fachrozi Muallif, 2010. Mengenal Limbah Radiaktif dalam Limbah B3.

    http://www.jasamedivest.com/files/kep-03-bapedal-09-1995.pdf

    Diakses Tanggal 14 Mei 2010

    http://majarimagazine.com/wp-content/uploads/2007/12/incinerator_1.jpg

    http://www.maxpelltechnology.com/images/incineratormedis_image006.gif

    http://www.ingvar.is/Sorp/RotaryKilnVerticalAfterBurn.gif

    http://www.pollutionissues.com/images/paz_01_img0124.jpg

    PT. Oxtrimed Reka Mandiri , 2010. Incinerator.

    http://www.produkdalamnegeri.com/pt.php?page=pt_produk&id=109&produk=212

    Diakses Tanggal 14 Mei 2010

    PT. Tenang Jaya Sejahtera, 2010. Limbah B3 dan Kesehatan.

    http://limbahb3.com/index.php/limbah-b3-dan-kesehatan.html

    Diakses Tanggal 14 Mei 2010

    http://www.jasamedivest.com/files/kep-03-bapedal-09-1995.pdfhttp://majarimagazine.com/wp-content/uploads/2007/12/incinerator_1.jpghttp://www.ingvar.is/Sorp/RotaryKilnVerticalAfterBurn.gifhttp://www.pollutionissues.com/images/paz_01_img0124.jpghttp://www.produkdalamnegeri.com/pt.php?page=pt_produk&id=109&produk=212http://www.tenangjaya.com/http://limbahb3.com/index.php/limbah-b3-dan-kesehatan.htmlhttp://www.jasamedivest.com/files/kep-03-bapedal-09-1995.pdfhttp://majarimagazine.com/wp-content/uploads/2007/12/incinerator_1.jpghttp://www.ingvar.is/Sorp/RotaryKilnVerticalAfterBurn.gifhttp://www.pollutionissues.com/images/paz_01_img0124.jpghttp://www.produkdalamnegeri.com/pt.php?page=pt_produk&id=109&produk=212http://www.tenangjaya.com/http://limbahb3.com/index.php/limbah-b3-dan-kesehatan.html