pengolahan limbah

18
Dasar-Dasar Teknologi PENGOLAHAN AIR LIMBAH Industri primer pengolahan merupakan salah satu penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri- industri besar, seperti industri pulp dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan air limbah bagi lingkungan, penting bagi sektor industri untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan air limbah . Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara dengan sepatutnya. Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan: 1. pengolahan secara fisika 2. pengolahan secara kimia 3. pengolahan secara biologi Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri- sendiri atau secara kombinasi. Pengolahan Secara Fisika Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Pemilihan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang

Upload: rahmat-sunarya

Post on 19-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

waste

TRANSCRIPT

Dasar-Dasar Teknologi

Dasar-Dasar Teknologi PENGOLAHAN AIR LIMBAH Industri primer pengolahan merupakan salah satu penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pulp dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan air limbah bagi lingkungan, penting bagi sektor industri untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan air limbah .

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara dengan sepatutnya.

Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:

1. pengolahan secara fisika

2.pengolahan secara kimia

3.pengolahan secara biologi

Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.

Pengolahan Secara FisikaPada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Pemilihan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.

Gambar 1. Skema Diagram Pengolahan Fisik

Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).

Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.

Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.

Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.

Pengolahan Secara KimiaPengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

Gambar 2. Skema Diagram pengolahan Kimiawi

Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).

Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida.

Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.

Pengolahan secara biologiSemua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.

Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:

1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);

2.Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).

Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.

Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.

Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:

1. trickling filter2.cakram biologi

3.filter terendam

4.reaktor fludisasi

Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.

Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:

1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;

2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.

Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.

Gambar 3. Skema Diagram pengolahan Biologi

Dalam prakteknya saat ini, teknologi pengolahan limbah cair mungkin tidak lagi sesederhana seperti dalam uraian di atas. Namun pada prinsipnya, semua limbah yang dihasilkan harus melalui beberapa langkah pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan atau kembali dimanfaatkan dalam proses produksi, dimana uraian di atas dapat dijadikan sebagai acuan. [DAW]4. Proses Pengolahan Air Limbah 4.1. Pengolahan Biologis Pengolahan air buangan secara biologi adalah suatu cara pengolahan yang diarahkan untuk menurunkan atau menyisihkan substrat tertentu yang terkandung dalam air buangan dengan memanfaatkan aktifitas mikroorganisme untuk melakukan perombakan substrat tersebut. Menurut Djajadiningrat (1990) pengolahan secara biologis dapat diklasifikasikan berdasarkan 3 pendekatan, yaitu berdasarkan lingkungan proses biologi, macam-macam biotransformasi yang terjadi dan konfigurasi reaktor bioproses.

Menurut Grady & Lim (1980), proses pengolahan air buangan secara biologi merupakan suatu proses biokimia yang dapat berlangsung dalam 2 lingkungan utama, yaitu :

a. Lingkungan aerob,

b. Lingkungan anaerob.

Lingkungan aerob, yaitu lingkungan dimana kadar oksigen terlarut (DO) di dalam air terdapat cukup banyak, sehingga oksigen merupakan faktor pembatas. Pada keadaan ini oksigen bertindak sebagai akseptorelektron

akhir dalam metabolisme mikroba, dan pertumbuhan akan berlangsung secara efisien.

Sedangkan lingkungan anaerob merupakan kebalikan dari aerob, yaitu pada lingkungan ini tidak terdapat oksigen terlarut atau ada dalam konsentrasi yang sangat rendah, sehingga oksigen menjadi faktor pembatas berlangsungnya proses metabolisme aerob. Pada kondisi ini bahan lain akan bertindak sebagai akseptor elektron akhir. Jika bahan tersebut adalah molekul organik, maka istilah yang dipakai untuk menyebutkan proses yang berlangsung adalah fermentasi. Jika akseptor elektron akhir tersebut merupakan bahan anorganik, pertumbuh-an tersebut dikatakan mengalami respirasi anaerob.

4.2. Proses Pengolahan Secara Anaerob Menurut Mosey (1983), secara garis besar mekanisme proses pengolahan air limbah secara anaerob adalah konversi bahan organik atau organik karbon menjadi gas bio atau gas methan dan karbondioksida. Proses konversi tersebut meliputi tiga tahapan proses, yaitu :

1) Tahap Hidrolisis dan Fermentasi Tahap hidrolisis adalah tahap penguraian polimer-polimer organik tak larut menjadi senyawa organik terlarut. Polimer organik tak larut tersebut hadir dalam bentuk protein, karbohidrat dan lemak. Proses hidrolisis seperti dijelaskan oleh Henze (1983) sebagai berikut :

Lemak dihidrolisis menjadi asam lemak yang selanjutnya diubah menjadi asam propionat

Protein dihidrolisis menjadi asam amino yang selanjutnya diubah menjadi asam keto

Karbohidrat dihidrolisis menjadi asam keto dan alkohol. Asam keto yang berasal dari hidrolisis protein dan karbohidrat diubah menjadi asam piruvat, yang selanjut-nya diubah lagi menjadi asam laktat, asam propionat dan asam butirat

Proses hidrolisis dan fermentasi dilakukan oleh aktivitas bakteri pembentuk asam yang merupakan bakteri fakultatif.

2) Tahap Asetogenesis Tahap asetogenesis merupakan tahap pembentukan asam asetat. Asam asetat yang terbentuk sebagian besar berasal dari asam propionat dan asam butirat. Pada tahap ini dihasilkan asam asetat, hidrogen dan

karbondioksida. Menurut Mosey (1983), reaksi kimia pembentukan asam asetat adalah sebagai berikut :

Asam propionat menjadi asam asetat :

CH3CH2COOH + 2 H2O CH3COOH + CO2 + 3H2 Asam butirat menjadi asam asetat :

CH3CH2CH2COOH + 2H2O 2 CH3COOH + 2H2 3) Tahap Metanogenesis Tahap ini merupakan tahap terakhir dari mekanisme proses anaerob. Pada tahap ini gas metana akan terbentuk, baik yang berasal dari asam asetat maupun dari hidrogen. Secara keseluruhan tahap ini merupakan tahapan yang paling menentukan dari keseluruhan tahap mekanisme proses secara anaerob. Menurut Mosey (1983), proses metanogenesis merupakan proses yang berjalan paling lambat dari keseluruhan mekanisme anaerob. Hal ini dikarenakan oleh karena lambatnya pembelahan diri dari bakteri metana asetoklastik. Reaksi pembentukan gas metana adalah sebagai berikut :

Pembentukan gas metana dari asam asetat :

CH3COOH CH4 + CO2 Pembentukan gas metana dari hidrogen :

3H2 + CO2 CH4 + H2O

Hal yang perlu diperhatikan dari ketiga tahapan pada mekanisme proses anaerob adalah bahwa secara keseluruhan proses konversi tersebut dilakukan oleh mikroorganisme yang berbeda. Dimana pada tahap hidrolisis dilakukan oleh bakteri fakultatif dan pada proses asetogenesis oleh bakteri anaerob.

4.3. Proses Pengolahan Secara Aerob Berbeda dengan proses anaerob, beban pengolahan pada proses aerob lebih rendah, sehingga prosesnya ditempatkan sesudah proses anaerob. Pada proses aerob hasil pengolahan dari proses anaerob masih mengandung zat organik dan nutrisi yang dapat diubah menjadi sel baru, hidrogen maupun karbondioksida oleh sel bakteri baru tersebut dalam kondisi oksigen yang cukup. Sistem penguraian aerob umumnya dioperasikan secara kontinyu. Persamaan umum reaksi penguraian secara aerob adalah sebagai berikut :

mikroba aerob

Bahan organik + O2 Sel baru + energi untuk sel + CO2 + H2O + produk akhir lainnya

4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Biologis Pada Reaktor Gabungan 7

1) Temperatur : Temperatur tidak hanya mempengaruhi aktifitas metabolisme mikroorganisme, tetapi juga mem-pengaruhi faktor lain seperti kecepatan transfer gas dan karakteristik pengendapan lumpur. Temperatur optimum untuk mikroorganisme untuk proses aerob adalah sama dengan untuk proses anaerob

2) pH : Nilai pH merupakan faktor kunci bagi pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa bakteri dapat hidup pada pH di atas 9,5 dan di bawah 4,0. Secara umum pH optimum bagi pertumbuhan mikroorganisme adalah 6,5-7,5.

3) Waktu tinggal hidrolis : Waktu Tinggal Hidrolis (WTH) adalah waktu perjalanan limbah cair di dalam reaktor, atau dapat pula dikatakan lamanya proses pengolahan limbah cair tersebut. Semakin lama waktu tinggal maka penyisihan yang terjadi akan semakin besar. Waktu tinggal dalam reaktor biologis sangat bervariasi dari 1 jam hingga berhari-hari. (Gair, 1989)

4) Nutrien : Di samping kebutuhan karbon dan energi, mikroorganisme juga membutuhkan nutrien untuk sintesa sel dan pertumbuhan. Kebutuhan nutrien dinyatakan dalam bentuk perbandingan karbon dan nitrogen dan fosfor yang merupakan nutrien anorganik utama yang diperlukan mikroorganisme dalam bentuk BOD:N:P (Benefield & Randall, 1980).

4.5. Biotransformasi Yang Terjadi Dalam Pengolahan Air Buangan Berdasarkan macam biotransformasinya, pengolahan air buangan secara biologi dapat dibagi menjadi 3 proses, yaitu :

(a) Penyisihan bahan organik terlarut,

(b) Stabilisasi bahan organik yang tak terlarut, dan

(c) Konversi bahan anorganik terlarut.

Pada dasarnya salah satu tujuan pengolahan air buangan secara biologis adalah menyisihkan bahan organik terlarut yang dapat digunakan sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme yang ada. Jika hal ini terjadi, maka karbon akan dikonversikan menjadi karbondioksida, dan sisanya akan dijadikan bahan sel baru yang dapat dipisahkan melalui proses fisis, sehingga akan diperoleh air yang bersih dari bahan organik asal, atau konsentrasinya berkurang.

4.6. Konfigurasi Reaktor Berdasarkan atas kondisi pertumbuhan mikroorganisme yang bertanggungjawab dalam proses penguraian yang terjadi, bioreaktor dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu :

a. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor)

b. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor)

c. Lagoon (kolam)

Pada reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi dalam fasa cair. Reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh dan berkembang di atas suatu media dengan membentuk suatu lapisan lendir untuk melekatkan diri di atas permukaan media tersebut membentuk lapisan biofilm dan pada proses lagoon dengan cara menampung air limbah pada suatu kolam dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga mikroorganisme akan tumbuh secara alami akan menguraikan bahan-bahan pencemar di dalamnya. Tetapi terkadang juga proses lagoon ini dapat pula digolongkan sebagai pertumbuhan tersuspensi.

4.7 Peranan Mikroorganisme Dalam Pengolahan Biologis Dalam pengolahan biologis keberadaan mikroorganisme sangat dibutuhkan karena proses tidak akan berlangsung tanpa kehadiran mikroorganisme pengurai. Menurut Metcalf & Eddy (1991), berdasarkan kebutuhan nutrisi yang digunakan, mikro-organisme dapat dibedakan menjadi :

1) Mikroorganisme heterotrof, yaitu mikroorganisme yang memakai substrat organik karbon sebagai sumber energi.

2) Mikroorganisme autotrof, mikroorganisme yang memakai senyawa CO2 atau HCO3- sebagai sumber karbon untuk proses metabolismenya, dimana sumber karbon diperoleh dari proses oksidasi dari bakteri heterotrof.

3) Mikroorganisme fakultatif autotrof, yaitu mikroorganisme yang dapat menggunakan CO2 dan senyawa organik sebagai sumber karbon.

Bakteri, jamur, alga, protozoa, crustacea dan virus adalah mikroorganisme yang berperan penting dalam proses pengolahan air buangan. Diantara mikroorganisme yang memegang peranan terpenting adalah bakteri dan juga yang paling banyak digunakan dalam proses pengolahan air buangan, sehingga struktur sel mikroorganisme lainnya dapat disamakan dengan bakteri (Metcalf & Eddy, 1991). Seperti dikutip oleh Metcalf & Eddy (1991) dari Hoover & Porges (1952), bahwa sel bakteri sebagian besar terdiri dari air (80%) dan sisanya merupakan materi kering (20%). Materi kering tersebut terdiri dari 10 % bahan anorganik dan 90 % bahan organik (C5H7O2N).

Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dari suatu proses pengolahan air limbah secara biologis diperlukan desain sistem pengolahan yang efektif. Menurut Benefield & Randall (1980), untuk mendapatkan desain yang efektif diperlukan faktor-faktor berikut :

1) Kebutuhan nutrisi mikroorganisme

2) Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme

3) Metabolisme mikroorganisme

4) Hubungan antara pertumbuhan mikroorganisme dan pemakaian substrat

Berdasarkan temperatur untuk tumbuh dan berkembang biak, maka mikroorganisme dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

1. Mikroorganisme Psikofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada temperatur (10 30)oC, dengan temperatur optimal (12 18)oC.

2. Mikroorganisme Mesofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada temperatur (20 50)oC, dengan temperatur optimal (25 40)oC.

3. Mikroorganisme Thermofilik, yaitu mikroorganisme yang hidup dan tumbuh pada temperatur (35 75)oC, dengan temperatur optimal (55 65)oC.

Berdasarkan sumber energi yang dibutuhkan untuk proses metabolismenya, dapat digolongkan menjadi :

1. Mikroorganisme fototrof, yaitu mikroorganisme yang memakai cahaya sebagai sumber energi.

2. Mikroorganisme kemototrof, yaitu mikroorganisme yang memanfaatkan hasil reaksi oksidasi-reduksi untuk memenuhi kebutuhan energi.

Mikroorganisme mengalami proses metabolisme yang terdiri dari katabolisme dan anabolisme. Proses anabolisme memerlu-kan energi (reaksi endergonik) dan terjadi pada proses sintesa mikroorganisme. Sedangkan proses katabolisme yang terjadi pada proses oksidasi dan respirasi merupakan reaksi eksergonik karena melepaskan energi (Reynolds, 1982). Proses transformasi substrat berlangsung dalam suatu kelompok protein yang berperan sangat penting dalam proses biologis, yaitu enzim yang bersifat katalis.

Menurut Metcalf & Eddy (1991), kultur bakteri melakukan konversi yang dapat digambarkan menurut reaksi berikut ini :

Oksidasi dan sintesa :

(bahan organik) bakteri COHNS + O2 + Nutrien CO2 + NH3 + C5H7NO2 Respirasi endogenous : bakteri

C5H7NO2 + 5 O2 5 CO2 + NH3 + 2H2O + energi

Bahan organik seperti C, O, H, N dan S terkandung dalam air buangan.

4.8 Proses Biofilter Unggun Tetap (Fixed Bed Biofilter) Reaktor fixed film upflow biasa disebut dengan biofilter. Sebenarnya nama ini kurang sesuai karena dalam hal ini penyaringan tidaklah berperan penting. Sebenarnya reaktor ini merupakan paket reaktor biologis yang diisi dengan batu ataupun modul plastik yang dapat disesuaikan dengan berbagai macam saluran dan daerah penyerapan yang luas. Air buangan masuk ke reaktor melalui dasar reaktor, kemudian secara overflow akan mencapai atas. Bakteri terdapat dalam bentuk gumpalan seperti menempel pada permukaan filter (Droste, 1997).

Biofilter lekat terendam merupakan reaktor yang dilengkapi dengan media seperti kerikil, pasir, plastik dan partikel karbon aktif sebagai tempat pertumbuhan mikroorganisme. Di dalam pengoperasiannya, media dapat terendam sebagaian ataupun seluruhnya, maupun juga hanya dilewati air (sama sekali tidak terendam). Reaktor ini merupakan reaktor dengan pertumbuhan terlekat di atas suatu media dengan membentuk suatu lapisan lendir untuk melekat di atas permukaan media tersebut. Lapisan ini disebut biofilm. Beberapa keuntungan dari jenis reaktor ini antara lain :

Proses relatif tidak sensitif (tidak mudah terpengaruh) oleh perubahan debit aliran maupun besarnya beban pencemar baik itu yang bersifat mendadak (shock loading) ataupun tidak.

Pengontrolan terhadap senyawa beracun yang masuk secara tiba-tiba ke dalam reator lebih mudah. Hal ini sering terjadi pada limbah industri, dimana komposisinya sering berubah-ubah.

Dapat dipergunakan pada reaktor berukuran kecil.

Menurut Grady & Lim (1980), biofilm merupakan lapisan yang terdiri dari sel-sel bio solid dan material inorganik dalam bentuk polimerik matriks yang menempel pada suatu media penyokong. Akumulasi dari biofilm pada media solid merupakan suatu hasil dari proses mikrobiologi, fisis dan kimia yang terjadi di dalam fase liquid-biofilm-media. Mekanisme proses yang terjadi adalah :

Transportasi dan adsorpsi zat organik dan nutrien dari fase liquid ke fase biofilm atau media.

Transportasi mikroorganisme dari fasa liquid ke biofilm atau media.

Adsorpsi mikroorganisme pada biofilm

Reaksi metabolisme mikoorganisme yang terjadi pada biofilm memungkinkan terjadinya mekanisme pertumbuhan, pemeli-haraan dan kematian sel.

Pelekatan dari sel yaitu pada saat lapisan biofilm mulai terbentuk dan terakumulasi secara lanjut dan granual pada lapisan biofilm-media.

Mekanisme pelepasan biofilm dan produk lainnya.

Winkler (1981) mengutip pernyataan Mc Kinney (1962) yang menyatakan bahwa pertumbuhan mikroorganisme akan terus berlangsung pada slime

yang sudah terbentuk sehingga ketebalan slime bertambah. Difusi makanan dan O2 akan berlangsung sampai ketebalan maksimum. Pada saat ketebalan maksimum makanan dan O2 tidak mampu lagi mencapai permukaan padat atau bagian terjauh dari fasa cair. Hal ini menyebabkan lapisan biomassa akan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu lapisan aerob dan lapisan anaerob.

4.8.1 Media Penyangga Sebagai tempat tumbuh dan berkembang mikroorganisme, media yang akan digunakan dapat terbuat dari bahan organik dan anorganik. Untuk media dari bahan organik antara lain terdapat dalam bentuk tali, jaring, butiran tak teratur, plate dan sarang tawon. Media organik ini banyak yang dibuat dengan cara dicetak dari bahan tahan karat dan ringan semisal PVC dengan luas permukaan spesifik yang besar dan porositas rongga yang besar sehingga dapat melekatkan mikroorganisme dalam jumlah besar tanpa menyebabkan kebuntuan. Sedangkan untuk media anorganik antara lain batu pecah, kerikil, batu marmer, tembikar, batu bara muda (kokas).

Menurut Metcalf & Eddy (1991), untuk mendapatkan permukaan media yang luas, media dapat dimodifikasikan dalam berbagai bentuk seperti bergelombang, saling-silang dan sarang tawon. Sedangkan menurut Hooran (1990), dua sifat paling penting yang harus ada dari suatu media adalah :

1. Luas permukaan media, semakin luas permukaan media maka semakin besar jumlah biomassa per unit volume.

2. Persentase ruang kosong, semakin besar ruang kosong maka semakin besar kontak antara substrat dalam air buangan dengan biomassa yan menempel pada media pendukung.

Berikut ini dapat dilihat perbandingan beberapa media berdasar-kan luas permukaan spesifiknya. Tabel 2. Karakteristik Perbandingan Media

Pemisahan Cair - Padatan

Penapisan

Presipitasi

Filtrasi

Flotasi

Filtrasi

Filter membran

Filtrasi lambat

Filtrasi cepat

Tipe bertekanan

Tipe gravitasi

Mikro filter

Ultra filter

Reverse osmosis

Dialisis elektris

Filtrasi precoat

Klarifier

Tipe resirkulasi berlumpur

Tipe pallet selimut lumpur

Tipe selimut lumpur

Tipe konvensional

Pemekatan

Dewatering

Filter vacuum rotasi

Filter tekan/press

Belt press

Contrifugasi

Presipitasi sentrifugasi

Dehidrasi sentrifugasi

Pengolahan Kimia - Fisik

Netralisasi

Penukar ion

Koagulasi & Flokulasi

Alumina aktif

Karbon aktif

Adsorbsi

Oksidasi dan/atau Reduksi

Aerasi

Ozonisasi

Elektrolisis

Oksidasi kimia/reduksi

UV

Resin penukar anion

Resin penukar kation

Zeolite

Koagulasi & Flokulasi

Pengolahan Biologi

Pengolahan aerob

Anaerobic treatment

Pencerna anaerobi

Proses UASB

Proses lumpur aktif

Aerasi

Saluran oksidasi

Proses bebas bulki

Metode standar

Proses nitrifikasi dan denitrifikasi

Pengolahan film biologi

Lagoon

Cakram biologi

Proses filter biologi diaerasi

Aerasi kontak

Filter trikling

Proses media unggun biologi