pengolahan batubara

11
1.2 Proses Pengolahan Proses pengolahan batubara (Coal Processing Plant/CCP) bertujuan mengolah batubara menjadi produk batubara (Product Area) yang sesuai dengan permintaan pasar. Dengan mempertimbangan beberapa hal, misalnya kualitas atau mutu cadangan batubara, metode penambangan yang terpilih, serta kualitas permintaan pasar, maka proses pengolahan batubara Melakukan reduksi ukuran (Size Reduction) melalui penggerusan (Crushing) Melakukan pemisahan (classification) melalui Pengayakan (Screening) Melakukan pencampuran (Blending) batubara Melakukan penimbunan/ penumpukan batubara (Stockpilling) Melakukan penanganan limbah air (Water Pollution Treatment) 1.2 Desain Pengolahan BatuBara Rancang (design) bangun unit pengolahan didasarkan pada factor- factor antara lain: 1. Target atau permintaan pasar rata- rata. 2. Kualitas batubara dari tambang (Raw Coal). 3. Spesifikasi produk akhir yang diminta. ketersedian lahan untuk area pengolahan termasuk tempat penimbunan (Stockpile) Dan ketersedian air di sekitar area pengolahan. 4. Semua factor tersebut di atas akan menentukan jenis, dimensi dan kapasitas peralatan atau mesin pengolahan yang dibutuhkan serta Flowsheet pengolahan yang sesuai dengan memperhatikan unsur keselamatan kerja. 1.3 Kapasitas Pruduksi Kapasitas produksi pengolahan yang direncanakan yaitu 2.000.000 ton per tahun dengan kapasitas stockpile 200.000 ton/ 2 bulan. Berdasarkan target tahunan tersebut dapat dihitung kapasitas unit pengolahan yang beroperasi 2 shift/hari ( 8 jam/ shift, 28 hari per bulan dan efisiensi kerja 80 % sebagai berikut: Dik : Kapasitas Produksi Rencana = 2.000.000 ton/th 1

Upload: dios-widodo

Post on 18-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGOLAHAN BATUBARA

1.2 Proses Pengolahan Proses pengolahan batubara (Coal Processing Plant/CCP) bertujuan mengolah batubara menjadi produk batubara (Product Area) yang sesuai dengan permintaan pasar. Dengan mempertimbangan beberapa hal, misalnya kualitas atau mutu cadangan batubara, metode penambangan yang terpilih, serta kualitas permintaan pasar, maka proses pengolahan batubara Melakukan reduksi ukuran (Size Reduction) melalui penggerusan

(Crushing) Melakukan pemisahan (classification) melalui Pengayakan (Screening) Melakukan pencampuran (Blending) batubara Melakukan penimbunan/ penumpukan batubara (Stockpilling) Melakukan penanganan limbah air (Water Pollution Treatment) 1.2 Desain Pengolahan BatuBara

Rancang (design) bangun unit pengolahan didasarkan pada factor- factor antara lain:

1. Target atau permintaan pasar rata- rata. 2. Kualitas batubara dari tambang (Raw Coal). 3. Spesifikasi produk akhir yang diminta. ketersedian lahan untuk

area pengolahan termasuk tempat penimbunan (Stockpile) Dan ketersedian air di sekitar area pengolahan.

4. Semua factor tersebut di atas akan menentukan jenis, dimensi dan kapasitas peralatan atau mesin pengolahan yang dibutuhkan serta Flowsheet pengolahan yang sesuai dengan memperhatikan unsur keselamatan kerja.

1.3 Kapasitas PruduksiKapasitas produksi pengolahan yang direncanakan yaitu 2.000.000 ton

per tahun dengan kapasitas stockpile 200.000 ton/ 2 bulan. Berdasarkan target tahunan tersebut dapat dihitung kapasitas unit pengolahan yang beroperasi 2 shift/hari ( 8 jam/ shift, 28 hari per bulan dan efisiensi kerja 80 % sebagai berikut:

Dik : Kapasitas Produksi Rencana = 2.000.000 ton/th: Kapasitas Stockpile = 200.000 ton/2 bln: Kapasitas Unit yang Beroperasi = 2 Shift/hari: 8 jam/shift x 2 = 16 jam/ shift: 28 hari/bln = 28 hari/bln: Efisiensi kerja = 80 %

Dit : Kapasitas yang Terpenuhi/ terpasang ?Dijawab:

Tproduksi = 0.80 x 16 jam/hari x 28 hari/bulan x 12 bulan/ tahun = 4300 jam/ tahun

K= = 465 ton/ jam

Loses factor = 8 % = 0.08 x 465 = 37 tom/ jam K = 465 + 37 = 502 ton/ jam

Dimana T dan K masing- masing adalah waktu produksi dan kapasitas produksi. Dengan loses factor sebesar 8 % akan diperoleh kapasitas terpasang sekitar 500 ton/jam 1.4 Kualitas Produksi

1

Page 2: PENGOLAHAN BATUBARA

Kualitas produksi hasil proses pengolahan batubara harus dapat memenuhi persyaratan yang diinginkan pasar. Berdasarkan survey pasar dapat disimpulkan bahwa kualitas batubara sangat diutamakan. 1.5 Prosedur Pengolahan BatuBara

Prosedur pengolahan memperlihatkan tahapan proses pengolahan batubara mulai dari penimbunan Raw Coal di lokasi pabrik pengolahan sampai produk akhir.a. Persiapan Pengumpanan (Feeding )

Sebagai umpan (feed) awal proses pengolahan adalah batubara dari tambang atau ROM atau raw coal yang ditumpuk di stockpile di lokasi pengolahan. Ukuran maksimum umpan awal ini direncanakan 300 mm, sedangkan terhadap umpan yang lebih besar dari 300 mm akan dilakukan pengecilan secara manual menggunakan hammer breaker. Baik umpan batubara dari tambang maupun hasil pengecilan ulang semuanya dimasukkan ke hopper menggunakan wheel loader untuk dilanjutkan ke proses reduksi dan pengayakan sampai diperoleh produkta akhir yang siap di jual.b. Pengayakan dengan Grizzly

Grizzly berfungsi memisahkan fraksi batubara berukuran + 300 mm dengan – 300 mm dan posisinya terletak tepat dibawah hopper. Lubang bukaan (opening) grizzly berukuran 300 mm x 300 mm. undersize grizzly – 300 mm diangkut belt conveyor untuk umpan crusher primer. Sedangkan fraksi + 300 mm dikembalikan ke tumpukan untuk direduksi ulang menggunakan hammer breaker. Hasil reduksi ulang dikembalikan lagi ke grizzly untuk pemisahan atau pengayakan ulang. Proses ini berlangsung terus- menerus selama shift kerja berlangsung. c. Peremukan Tahap Awal ( Primary crusher )

Proses peremukan awal bertujuan untuk mereduksi ukuran fraksi batubara – 300 mm menjadi ukuran rata- rata 150 mm. dengan demikian nisbah reduksi (reduction ratio) pada tahap primer ini adalah 2. alat yang digunakan adalah roll crusher yang berkapasitas 500 ton/ jam. Untuk menaksir power atau energi ( hp ) crusher digunakan rumus Bond Crusher Work Index Equation seperti terlihat berikut ini.

Hp/ton =

Total hp = Kapasitas crusher x hp/ton x factor Dimana Wi = Indeks kerja ( Work Indek ) yang diperoleh dari hasil uji

kemampuan- gerusan (grindability) di lab, untuk batubara sekitar 11,37

C = Konstanta dari pabrik pembuat unit crusher, biasanya di atas 10 tergantung jenis bahan mental pembentuk crusher tersebut. Untuk batubara diambil 10

F = Diameter umpan yang 80% lolos ( hasil uji analisa ayak di lab ),

P = Diameter produkta yang 80 % lolos (hasil uji analisa ayak di lab)

Faktor = Konstanta jenis crusher, untuk primer = 0,75 dan sekunder = 1

Hasil perhitungan untuk menaksir kebutuhan energi crusher primer di PT indocoal Pratama Jaya dengan menggunakan persamaan 1 dan 2 hasilnya sebagai berikut :

2

Page 3: PENGOLAHAN BATUBARA

Hp/ ton = = 0,086

Total hp = 500 x0,086 x 0,75 = 32,25 hp/jam

Toleransi 10 % = 32,25 + 3 = 35,25 hp/jam = 28 kWh d. Pengayakan ( screening ) tahap – 1

Proses pengayakan adalah salah satu proses yang bertujuan untuk mengelompokkan ukuran fraksi batubara, sehingga disebut juga dengan proses classification. Alat yang dipakai untuk pengayakan biasanya ayakan getar (vibrating screen) pada pengolahan batubara ini proses pengayakan tahap awal menggunakan vibrating screen- 1 untuk memisahkan fraksi ukuran + 150 mm dan – 150 mm. Fraksi – 150 mm adalah umpan secondary crusher, sedangkan + 150 mm disirkulasi sebagai umpan crusher primer untuk diremuk ulang. Produkta dari proses pengayakan harus selalu dijaga konsisten laju kapasitasnya sebanyak 500 ton/jam. Untuk itu perlu dilakukan penaksiran dimensi (panjang dan lebar) dari ayakan ( Screen ) yang harus dipasang.

Terdapat beberapa metode untuk menentukan dimensi screen dan cara yang dipakai dalam rancangan unit screen dalam studi ini adalah cara grafis dengan beberapa rangkuman konstanta ( factor ) yang diperlukan seperti dilihat pada table 2. konstanta tersebut merupakan factor yang telah disesuaikan dengan kondisi dilapangan yang umumnya digunakan untuk pengayakan batubara. Gambar 2.a adalah kurva untuk menghitung produkta hasil pengayakan (ton/jam/ft) dan gambar 2.b hubungan antara lebar ayakan dengan laju produkta per inci bed depth ( ketebalan lapisan aggregate batubara diatas ayakan ) dengan kecepatan 1 ft/ sec. kapasits screen dirumuskan sebagai berikut : K= P x E x D x F x W x T x B Dimana : K = Kapasitas, ton/jam/aqft

P = Produksi, ton/jam/adftE,D,F,W,T, dan B adalah factor seperti terlihat pada table 2

Table 1. Faktor dan Konstanta pengukuran luas screen Faktor Kondisi Konstanta KeteranganEfisiensi (E) 90% 1,23Posisi deck(D) Atas 1,00Kehalusan (F) 60% 1,40Pengayakan basah(W) - - Tidak terpakaiBentuk bukaan(T) Sguare 1,00Densitas aggregate( B) Kering 60 lb/cuff

Berikut adalah tahapan perhitungan dimensi vibrating screen -1 untuk mengayak batubara 150 mm.( 1 ) Asumsi kondisi proses ( sesuai konstanta atau screening pada table 2 )

3

Page 4: PENGOLAHAN BATUBARA

Posisi deck paling atas dengan opening 150 mm = 6 inci ; D= 1,00 Diasumsikan umpan bemuatan 60 % berukuran -3 inci ; F= 1,40 Spesifikasi oversize hasil pengayakan masih mengandung 10 % berukuran

– 6 inci ; E= 1,25 Bentuk lubang bukaan bujur sangkar (sguare) berukuran 6 x 6 ;

T=1.00 Densitas aggregate batubara 60 lbs/cuft ( dibandingkan dengan densitas

batubara berbasis 60 lbs/cuft, sesuai kurva pada gambar 2.a ) ; B= =

1,00 Tidak dilakukan penyemprotan diatas screen ; W = Tidak ada skor Laju pengumpanan 625 ton/jam dengan kandungan -6” = 80 %. Jadi

kemungkinan produktanya lolos = 0.8 x 625 = 500 ton/jam( 2 ) Luas screen yang diperlukan Dari kurva pada gambar 2.a diperoleh 4 ton,jam per sqft Kapasitas ( pers, 3 ) = 4 x 1,25 x 1 x 1,4 x 1 x 1 = 7 ton/jam per sqft Laju produksi = 0.8 x 625 = 500 ton.jam

luas screen yang diperlukan = = 71,43 sqft

( 3 ) Perhitungan bed depth Digunakan kurva pada gambar 2. b dengan kemiringan screen 18 Dipertimbangkan pengurangan lebar screen totol akibat diameter kawat

ayakan sekitar 6”. Kemudian di coba lebar screen 5 ft ( lebar bersih 4 ft – 6 )

Dari gambar 2.b diestimasi laju produksi terbaca 40 ton/jam per inci ketebalan aggregate batubara pada kec 1 ft/sec = 60 ft/ men ( densitas aggregate 60 lbs/cuft dan lebar afektif screen 4 ft- 6 “

Bila kecepatan aliran batubara pada kemiringan 18 = 55 ft/men, maka laju

aggregate perinci bed depth = 40 x = 37 ton/jam per inci bed depth

Oversize= (0.20 x 625) + (0,10 x 500) = 175 ton/jam

jadi bed depth = = 5”

Bila dibandingkan bed depth (5”) dengan ukuran fraksi batubara yang diayak rata-rata 6” maka akan terbentuk hanya satu layer diatas permukaan screen. Untuk memperoleh effisiensi pengayakan yang tinggi perlu dilakukan simulasi dengan mengubah sudut screen.

Dari perhitungan luas screen diatas, yaitu 71,43 sqft, kemudian disesuaikan dengan spesifikasi unit screen dari pabrik pembuatannya. Sebagai contoh screen buatan NORDBERG seri RS yang berukuran 5 x 16 ft yaitu TY516RS dapat digunakan. Luas screen TY516RS adalah 80 sqft berarti lebih besar dari perhitungan dan power yang diperlukan antara 15- 20 HP ( 11-15kW ). Pemilihan screen tersebut didasari oleh tidak adanya dimensi screen yang sesuai persis dengan perhitungan dan screen dengan seri tersebut yang paling mendekati. Disamping itu scteen jenis ini partikel kasar maupun halus serta material yang bersifat lembab dan lengket. Jadi cocok untuk pengayakan batubara. Keuntungan lainnya adalah kapasitas pengayakan dapat ditambah. e. Peremukan sekunder ( Secondary Crushing )

Proses perumukan sekunder bertujuan untuk mereduksi ukuran fraksi batubara – 150 mm menjadi ukuran rata- rata 50 mm, dengan demikian nisbah

4

Page 5: PENGOLAHAN BATUBARA

reduksi pada tahap sekunder ini adalah 3. alat yang digunakan sama seperti peremukan primer, yaitu roll crusher berkapasitas 500 ton/jam. Dilihat dari besarnya nisbah reduksi, yang lebih besar dibanding peremuk primer, maka dapat diperkirakan bahwa energi yang diperlukan akan lebih besar pula. Taksiran energi tersebut dihitung sebagai berikut :

f. Pengayakan Tahap -2 Jenis alat yang dipakai adalah vibrating screen yang digunakan untuk

memisahkan fraksi berukuran -50 mm. umpan yang masuk adalah hasil peremukan dari crusher sekunder berukuran 150 mm. agar memperoleh kapasitas sesuai dengan target, maka perhitungan dimensi ayakan pada tahap-2 ini sama seperti yang telah diuraikan pada perhitungan dimensi ayakan tahap -1

( 1 ) Asumsi kondisi proses ( sesuai konstanta atau screening pada table 2 ) Posisi deck paling atas dengan opening 50 mm = 2 inci ; D= 1,00 Diasumsikan umpan bemuatan 60 % berukuran -1 inci ; F= 1,40 Spesifikasi oversize hasil pengayakan masih mengandung 10 % berukuran

–2 inci ; E= 1,25 Bentuk lubang bukaan bujur sangkar (sguare) berukuran 2 x 2 ;

T=1.00 Densitas aggregate batubara 60 lbs/cuft ( dibandingkan dengan densitas

batubara berbasis 60 lbs/cuft, sesuai kurva pada gambar 2.a ) ; B= =

1,00 Tidak dilakukan penyemprotan diatas screen ; W = Tidak ada skor Laju pengumpanan 625 ton/jam dengan kandungan -2” = 80 %. Jadi

kemungkinan produktanya lolos = 0.8 x 625 = 500 ton/jam( 2 ) Luas screen yang diperlukan Dari kurva pada gambar 2.a diperoleh 2,9 ton,jam per sqft Kapasitas ( pers, 3 ) = 2,9 x 1,25 x 1 x 1,4 x 1 x 1 = 5,10 ton/jam per sqft Laju produksi = 0.8 x 625 = 500 ton.jam

luas screen yang diperlukan = = 98,04 sqft

( 3 ) Perhitungan bed depth Digunakan kurva pada gambar 2. b dengan kemiringan screen 18 Dipertimbangkan pengurangan lebar screen totol akibat diameter kawat

ayakan sekitar 6”. Kemudian di coba lebar screen 5 ft (lebar bersih 4 ft – 6)

Dari gambar 2.b diestimasi laju produksi terbaca 40 ton/jam per inci ketebalan aggregate batubara pada kec 1 ft/sec = 60 ft/ men ( densitas aggregate 60 lbs/cuft dan lebar afektif screen 4 ft- 6 “

Bila kecepatan aliran batubara pada kemiringan 18 = 55 ft/men, maka laju

aggregate perinci bed depth = 40 x = 37 ton/jam per inci bed depth

Oversize= (0.20 x 625) + (0,10 x 500) = 175 ton/jam

jadi bed depth = = 5”

Bila dibandingkan bed depth (5”) dengan ukuran fraksi batubara yang diayak rata-rata 2” maka akan terbentuk hanya dua layer diatas permukaan

5

Page 6: PENGOLAHAN BATUBARA

screen. Untuk memperoleh effisiensi pengayakan yang tinggi perlu dilakukan simulasi dengan mengubah sudut screen

Dari perhitungan luas screen diatas yaitu 98,04 sqft, kemudian disesuaikan dengan spesifikasi uni screen dari pabrik pembuatannya, sebagai contoh screen buatan NORDBERG seri RS yang berukuran 6 x 20 ft yaitu TY620RS dapat digunakan. Luas screen TY620RS adalah 20 sqft berarti lebih besar dari perhitungan yang mempunyai keuntungan bahwa kapasitas pengayakan dapat ditambah. Atau dengan pesanan khusus agar dimensi screen sesuai dengan hasil perhitungan. Power yang diperlukan oleh seri screen di atas antara 20- 40 HP ( 15 – 30 Kw). 1.6 Proses Pencampuran Batubara ( Blending )

Hasil pengolahan terhadap batubara dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu batubara higg grade dan low grade. Untuk mendapatkan kualitas batubara yang sesuai dengan permintaan pasar dilakukan blending batubara high dan low grade dengan perbandingan tertentu. Factor penting yang harus diperhatikan dalam proses blending adalah a. Kuantitas batubara yang ada di stockpile b. Parameter apa yang menjadi tolak ukur blending, biasanya kalori c. Variasi parameter batubara yang akan diblending d. Peralatan blending yang memadai e. Kapasitas stockpile harus mencukupi

Apabila permintaan pasar sesuai dengan kualitas batubara yang ada di stockpile, maka tidak perlu dilakukan blending.Persamaan umum yang digunakan untuk blending sebagai berikut ;

Q =

Dimana : Q = Kualitas blending Q = Kualitas variasi tumpukan batubara-1.2.3…., nN = Berat batubara yang diambil dari tumpukan batubara -1,2,3,…,n

Terdapat dua cara melakukan blending yaitu menggunakan system stacking conveyor ( stacker ) dan melalui bin yang dilengkapi conveyor feeder dengan sketsa pada gambar 3 dan 4.

Dengan menggunakan stacker conveyor harus dilakukan proses penimbunan yang menghasilkan perlpisan teratur agar diperoleh ratio campuran yang realtif memadai, oleh sebab itu terdapat 3 model blending yaitu chevron, windrow dan chevron- windrow, yang menghasilkan berbagai perlapisan seperti terlihat pada gambar 5.

Blending menggunakan system control melalui bin dan feeder dengan kecepatan bervariasi biasanya menghasilkan blending yang lebih baik disbanding menggunakan stacker conveyor. Hal ini disebabkan adanya pengontrolan sebagai berikut: Kecepatan feeder dari setiap bin dapat divariasikan, sehingga tonase yang

diproduksi setiap feeder bervariasi juga sesuai dengan yang telah ditetapkan:

Umpan yang masuk bin dan yang keluar dari setiap feeder dapat dikontrol menggunakan alat Ratio Unit.

6

Page 7: PENGOLAHAN BATUBARA

Pemantauan tonnage produksi blending dilakukan oleh control belt weigthter

Distribusi hasil blending pada tumpukan akhir relative lebih merata. 1.7 Kolam Pengendap ( settling pond )

Kolam pengendap perlu direncanakan dibangun dilokasi pengolahan batubara. Air hujan yang melewati tumpukan batubara di areal stockpile berpeluang mencemarkan lingkungan, baik secara fisik maupun kimia. Secara fisik terjadi ketika aliran air hujan yang melewati tumpukan batubara akan membawa partikel batubara halus keluar dari tumpukan batubara yang membuat aliran air tersebut menjadi berrwarna hitam. Apabila aliran air yang keluar dari tumpukan batubara masuk ke sungai, maka dapat menimbulkan pencemaran secara fisik terhadap sungai. Secara kimia terjadi ketika air hujan bereaksi dengan unsure-unsur kimia yang terkandung dalam mineral yang berasosiasi dengan batubara, misalnya pirit dan marchasite. Reaksi kimia ini berupa reaksi oksidasi yang dapat menjadikan air hujan bersifat asam seperti ditunjukan oleh persamaan berikut ini :2 FeS + 7O + 2 H O ------- 2 FeSO + 2 H SO

Dengan adanya kolam pengendap, maka partikel halus didalam air limbah atau buangan yang keluar dari lokasi pengolahan batubara akan diendapkan dan sekaligus dinetralkan kembali menggunakan gamping ( lime ). Air limbah yang sudah diolah ( treatment ) dapat dialirkan ke sungai. Diharapakan kolam pengendap ini menjadi solusi untuk mengurangi dampak negative lingkungan akibat aliran air kotor dari tumpukan batubara. Kolam pengendap dibuat pada topografi paling rendah yang biasanya dekat dengan sungai, sehingga jarak pengaliran air bersih ke sungai menjadi pendek. 1.8 Tata Letak di Unit Pengolahan dan Sekitarnya

Pada prinsipnya unit pengolahan harus selalu dekat dengan sungai karena kaitannya dengan pekerjaan pembersihan unit- unit pengolahan, aktifitas penyaliran dan sarana transportasi, pengiriman produk akhir ke konsumen. Untuk mendapatkan luas lahan minimum bagi lokasi pengolahan dan sekitarnya perlu dipertimbangkan beberapa factor antara lain Jumlah dan luas stockpile untuk timbunan raw batubara agar memenuhi

target Jumlah dan luas produk akhir( finished product) batubara yang siap

diangkut ke konsumen Luas pabrik pengolahan atau processing area Luas perkantoran dan sekitarnya Sarana penunjang lainnya, misalnya jalan angkut, panjang conveyor, area

maneuver alat muat ( loader ) dan water treatment.

7