pengobatan diabetes melitus tipe ii

9
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 16, No.2, 2011, halaman 189-196 ISSN : 1410-0177 189 POLA PENGOBATAN PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD RADEN MATTAHER JAMBI Uce Lestari 1 , Deswinar Darwin 2 , Lusiana Estiana S 3 1,2 Program Studi Farmasi STIKES HI Jambi 3 Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang ABSTRACT A Study on hypertension therapy with comorbidity of type II diabets mellitus at hospitalized patients of Internal Desease Ward Raden Mattaher Hospital Jambi descriptively by using prospective data has been conducted. Samples were taken by using cencus method from patients medical record from February to June 2011. Appropriatenes of drug use was evaluated based on criterions stated. Results showed that the most common an hypertension drugs used was captopril (55.33%) and anti-diabetic was reguler insulin (R1) (31.25%). The rationality of indication reched 97.10% of patients, medicine 100%, dosage 74.12%, dosage interval 80.65%, route of administration 100% and rational of time was 45.16% KeyWord : Use Patterns, Hipertension, Diabetes mellitus Type 2 PENDAHULUAN Penyebab kematian yang paling utama pada penderita Diabetes Melitus adalah timbulnya penyakit kardiovaskuler. Banyak faktor resiko penyakit kardiovaskuler pada diabetes diantaranya adalah hipertensi, obesitas, dislipidemia, mikroalbuminuria, kelainan koagulasi, stroke, dan infark miokad. Diantara faktor resiko tersebut, hipertensi dengan Diabetes Melitus mencapai dua kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes dibandingkan dengan penderita non diabetes, pada Diabetes Melitus tipe 1 hipertensi terdapat 10-30% penderita, sedangkan pada Diabetes Melitus tipe 2 terdapat 30-50% penderita mengidap hipertensi (Soegondo:2008). Hipertensi dengan Diabetes Melitus tipe 2 merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya morbiditas dan mortalitas pasien Diabetes Melitus. Terapi yang tepat untuk pengelolaan tekanan darah sangat dibutuhkan untuk mengurangi resiko peningkatan kematian, memperlambat diabetik. Banyaknya golongan antidiabetik dan antihipertensi yang mempunyai mekanisme kerja, efektifitas, efek samping yang berbeda menjadi tantangan bagi farmasis untuk memberikan informasi secara jelas dan menyeluruh secara individual dalam rangka meningkatkan keberhasilan pengobatan dan meminimalkan efek samping yang terjadi (Murdiana:2007). Obat-obat yang digunakan dalam terapi diabetes (antidiabetik) merupakan salah satu obat yang perlu dievaluasi karena obat-obat diabetes merupakan obat yang digunakan untuk jangka panjang. Penggunaan obat diabetes dikombinasikan dengan obat lain seperti obat hipertensi (Siregar:2005. Dari hasil observasi dilapangan, dokter meresepkan obat dengan kombinasi yang berbeda-beda untuk terapi hipertensi dengan Diabetes

Upload: maria-magdalena

Post on 09-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

dghfnjgj

TRANSCRIPT

Page 1: Pengobatan Diabetes Melitus tipe II

Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 16, No.2, 2011, halaman 189-196 ISSN : 1410-0177

189

POLA PENGOBATAN PADA PASIEN HIPERTENSI DENGAN DIABETES

MELITUS TIPE 2 DI RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

Uce Lestari 1, Deswinar Darwin2, Lusiana Estiana S3

1,2Program Studi Farmasi STIKES HI Jambi 3Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang

ABSTRACT

A Study on hypertension therapy with comorbidity of type II diabets mellitus at hospitalized

patients of Internal Desease Ward Raden Mattaher Hospital Jambi descriptively by using

prospective data has been conducted. Samples were taken by using cencus method from

patients medical record from February to June 2011. Appropriatenes of drug use was

evaluated based on criterions stated. Results showed that the most common an hypertension

drugs used was captopril (55.33%) and anti-diabetic was reguler insulin (R1) (31.25%). The

rationality of indication reched 97.10% of patients, medicine 100%, dosage 74.12%, dosage

interval 80.65%, route of administration 100% and rational of time was 45.16%

KeyWord : Use Patterns, Hipertension, Diabetes mellitus Type 2

PENDAHULUAN

Penyebab kematian yang paling

utama pada penderita Diabetes Melitus

adalah timbulnya penyakit

kardiovaskuler. Banyak faktor resiko

penyakit kardiovaskuler pada diabetes

diantaranya adalah hipertensi, obesitas,

dislipidemia, mikroalbuminuria,

kelainan koagulasi, stroke, dan infark

miokad. Diantara faktor resiko tersebut,

hipertensi dengan Diabetes Melitus

mencapai dua kali lebih sering terjadi

pada penderita diabetes dibandingkan

dengan penderita non diabetes, pada

Diabetes Melitus tipe 1 hipertensi

terdapat 10-30% penderita, sedangkan

pada Diabetes Melitus tipe 2 terdapat

30-50% penderita mengidap hipertensi

(Soegondo:2008).

Hipertensi dengan Diabetes

Melitus tipe 2 merupakan faktor resiko

yang kuat untuk terjadinya morbiditas

dan mortalitas pasien Diabetes Melitus.

Terapi yang tepat untuk pengelolaan

tekanan darah sangat dibutuhkan untuk

mengurangi resiko peningkatan

kematian, memperlambat diabetik.

Banyaknya golongan antidiabetik dan

antihipertensi yang mempunyai

mekanisme kerja, efektifitas, efek

samping yang berbeda menjadi

tantangan bagi farmasis untuk

memberikan informasi secara jelas dan

menyeluruh secara individual dalam

rangka meningkatkan keberhasilan

pengobatan dan meminimalkan efek

samping yang terjadi (Murdiana:2007).

Obat-obat yang digunakan

dalam terapi diabetes (antidiabetik)

merupakan salah satu obat yang perlu

dievaluasi karena obat-obat diabetes

merupakan obat yang digunakan untuk

jangka panjang. Penggunaan obat

diabetes dikombinasikan dengan obat

lain seperti obat hipertensi

(Siregar:2005.

Dari hasil observasi dilapangan,

dokter meresepkan obat dengan

kombinasi yang berbeda-beda untuk

terapi hipertensi dengan Diabetes

Page 2: Pengobatan Diabetes Melitus tipe II

Uce L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

190

Melitus, hal ini karena adanya

perbedaan terhadap kondisi medis

pasien dan tingkat kepatuhan pasien.

Dalam hal penggunaan kombinasi obat,

sangat perlu diperhatikan efek yang

dapat ditimbulkan oleh penggunaan

bersama dari obat tersebut dan interaksi

yang dapat ditimbulkan dari pemakaian

obat secara bersamaan (Guyton:2004;

Gunawan:2007).

Berdasarkan pembahasan

sebelumnya, maka penting dilakukan

penelitian Pola Pengobatan pada pasien

Hipertensi dengan Diabetes Melitus tipe

2. Penelitian ini dilakukan dengan

analisis deskriptif yang dikerjakan

secara prosfektif tehadap suatu populasi

terbatas yaitu seluruh pasien hipertensi

dengan Diabetes Melitus tipe 2 bangsal

rawat inap Penyakit Dalam di RSUD

Raden Mattaher Jambi selama bulan

Maret sampai Juni 2011. Data pasien

Diabetes Melitus tipe 2 dengan

hipertensi didapat dari bangsal rawat

inap penyakit dalam, kemudian

dilakukan pencatatan rekam medik

dibangsal rawat inap. Kekurangan

rekam medik dilengkapi dengan melihat

catatan perawat, Depo farmasi Ilmu

Penyakit Dalam, melihat kondisi pasien

langsung dengan mengikuti visite

dokter dan wawancara pasien atau

keluarga pasien.

MOTODOLOGI

Sumber data meliputi rekam

medik pasien yang menjalani terapi obat

antihipertensi dan antidiabetes serta

wawancara pasien atau keluarga pasien

di bangsal rawat inap Penyakit Dalam

RSUD Raden Mattaher Jambi.

Pengambilan data dilakukan

pencatatan rekam medik di bangsal

rawat inap Penyakit Dalam di RSUD

Raden Mattaher Jambi meliputi data

kualitatif dan kuantitatif serta

kelengkapan data pasien (seperti umur,

jenis kelamin, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit sebelumnya,

riwayat penyakit keluarga, tindakan

terapi terhadap penyakit hipertensi

dengan Diabetes Melitus tipe 2,

diagnosa, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang, dan lain-lain).

Data yang diambil dipindahkan ke

lembaran pengumpul data yang telah

disiapkan. Kekurangan rekam medik

dilengkapi dengan melihat catatan

perawat, catatan obat depo farmasi Ilmu

Penyakit Dalam (IPD) melihat kondisi

pasien langsung dengan mengikuti

visite dokter, wawancara pasien atau

keluarga pasien.

Obat yang akan dievaluasi

adalah obat-obat yang digunakan

selama menjalani terapi hipertensi

dengan Diabetes Mellitus tipe 2.

Sampel yang dipilih adalah

pasien yang menjalani terapi hipertensi

dengan Diabetes Mellitus tipe 2 di

bangsal rawat inap Penyakit Dalam di

RSUD Raden Mattaher Jambi selama

bulan Februari sampai April 2011.

Penetapan sampel dilakukan dengan

metoda sensus.

Standard penggunaan obat

ditetapkan berdasarkan formularium

RSUD Raden Mattaher Jambi tahun

2009 dan literatur-literatur ilmiah

lainnya.

Analisa Kuantitatif, Data ditabulasi

berdasarkan persentase pasien yang

Page 3: Pengobatan Diabetes Melitus tipe II

Uce L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

191

menjalani terapi Hipertensi dengan

Diabetes Melitus tipe 2 di bangsal

penyakit dalam dan persentase jenis

obat antidiabetes dan obat antihipertensi

yang digunakan. Persentase jumlah

pasien berdasarkan rentang umur

pasien, jenis kelamin dan klasifikasi

penyakit hipertensi dan diabetes

mellitus dibuat dalam bentuk tabel-

tabel. Data yang diambil dipindahkan

ke lembaran pengumpul data yang telah

disiapkan.

Analisa kualitatif, Data

ditabulasikan kemudian bandingkan

hasil yang diperoleh dengan standar

yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Hasil perbandingannya akan

menunjukan rasional atau tidak

rasionalnya penggunaan obat

antihipertensi yang ditinjau dari :Tepat

indikasi, Tepat penderita, Tepat obat,

Tepat dosis, Tepat saat penggunaan,

Tepat interval, Tepat rute pemberian

HASIL

Hasil yang diperoleh dari

penggunaan obat antidiabetes dan obat

antihipertensi pada penderita hipertensi

Diabetes Melitus tipe 2 dengan pada

rawat inap di bangsal Penyakit Dalam

RSUD Raden Mattaher Jambi selama

bulan Februari sampai dengan April

tahun 2011, adalah sebagai berikut :

1. Persentase jenis obat antidiabetes

yang digunakan.

Berdasarkan data yang diperoleh,

diketahui bahwa obat antidiabetes

yang banyak digunakan adalah jenis

obat generik yang sesuai

formularium RSUD Raden Mattaher

Jambi yakni sebesar 68,75 %,

sedangkan obat merek dagang

sebesar 0%. Obat antidiabetes

generik non formularium sebesar

31,25 %, sedangkan obat merek

dagang non formularium sebesar

0%. Dari data yang diperoleh, obat

antidiabetes yang paling banyak

diresepkan adalah insulin short-

acting yaitu insulin regular (RI)

sebesar 31,25 %.

2. Persentase jenis obat antihipertensi

yang digunakan.

Berdasarkan data yang diperoleh,

diketahui bahwa obat antihipertensi

yang banyak digunakan adalah jenis

obat generik yang sesuai

formularium RSUD Raden

Mattaher Jambi yakni sebesar

100%, sedangkan obat merek

dagang sebesar 0%. Obat

antihipertensi generik non

formularium sebesar 0%, sedangkan

obat merek dagang non formularium

sebesar 0 %. Dari data yang

diperoleh, obat antidiabetes yang

paling banyak diresepkan adalah

captopril golongan ACE inhibitor

sebesar 53,33 %.

3. Persentase pasien hipertesi dengan

Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit

penyerta lain berdasarkan jenis

kelamin.

Berdasarkan data yang diperoleh

diketahui obat antidiabetes dan obat

antihipertensi yang paling banyak

diberikan kepada pasien perempuan

sebesar 73,33 % sedangkan pada

pasien laki-laki sebesar 26,67%.

4. Persentase pasien hipertensi dan

Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit

penyerta lain berdasarkan rentang

umur.

Page 4: Pengobatan Diabetes Melitus tipe II

Uce L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

192

Berdasarkan data yang didapat,

diketahui persentase pasien

hipertensi dengan Diabetes Melitus

tipe 2 dan penyakit penyerta lain

umur 30-40 tahun sebesar 13,33 %,

umur 41-50 tahun sebesar 13,33 %,

umur 51-60 tahun sebesar 60%,

umur 61-70 tahun sebesar 6,67 %

dan umur > 71 tahun sebesar 6,67

%. Dari data yang diperoleh bahwa

penyakit ini banyak terjadi pada

pasien umur 51-60 tahun yaitu

sebesar 60 %.

5. Persentase pasien hipertensi dengan

Diabetes Melitus tipe II berdasarkan

klasifikasi penyakit Diabetes

Melitus

Berdasarkan data yang diperoleh

diketahui bahwa pasien terdiagnosa

Diabetes Melitus tipe I sebesar 0 %,

pasien terdiagnosa Diabetes Melitus

tipe II sebesar 100 %, pasien

terdiagnosa Diabetes Melitus

gestasional sebesar 0 %, Dari data

yang diperoleh bahwa pasien

banyak terdiagnosa Diabetes

Melitus tipe 2 yaitu sebesar 100%.

6. Persentase pasien hipertensi dengan

Diabetes Melitus tipe II berdasarkan

klasifikasi penyakit hipertensi

Berdasarkan data yang diperoleh

diketahui bahwa pasien terdiagnosa

hipetensi stage I sebesar 20 %,

pasien terdiagnosa hipertensi stage

II sebesar 73,33 %, pasien

terdiagnosa hipertensi stage III

sebesar 6,67 %, pasien terdiagnosa

hipertensi stage IV sebesar 0 %.

Dari data yang diperoleh bahwa

pasien banyak terdiagnosa

hipertensi stage II yaitu sebesar

73,33%.

7. 7. Penggunaan obat antihipertensi dan

obat antidiabetes yang tepat

indikasi sebesar 87,10 %; tepat

pasien adalah sebesar 100 %; tepat

obat sebesar 100 %; tepat dosis

sebesar 74,12%; tepat interval

penggunaan sebesar 80,65% , tepat

rute pemberian sebesar 100 % dan

tepat saat penggunaan sebesar

45,16 %.

PEMBAHASAN

Tabel 1. Persentase ketepatan penggunaan obat antihipertensi dan antidiabetik pada

pasien hipertensi dan Diabetes Melitus type II rawat inap di bangsal Penyakit

Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi

No Jenis Ketepatan Jumlah (n=31) Persentase (%)

1. Indikasi 27 87,10

2. Penderita 31 100

3. Obat 31 100

Page 5: Pengobatan Diabetes Melitus tipe II

Uce L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

193

4. Dosis 23 74,12

5 Saat penggunaan 14 45,16

6 Interval 25 80,65

7 Rute Pemberian 31 100

Gambar 1. Persentase ketepatan penggunaan obat antihipertensi dan antidiabetik pada

pasien hipertensi dan Diabetes Melitus type II rawat inap di bangsal

Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Jambi

Pada analisa kuantitatif, salah

satunya adalah ketepatan indikasi. Dari

hasil yang diperoleh persentase pasien

yang tidak tepat indikasi sebesar 12,90

%. Tidak tepat indikasi berarti OAD

yang diberikan tidak sesuai dengan

diagnosa pasien, dalam hal ini indikasi

DM tipe 1 atau DM tipe 2 atau DM tipe

2 dengan kondisi tertentu. Persentase

yang didapatkan cukup kecil . Sebagai

contoh yang tidak tepat indikasi adalah

pasien YE dengan BB 70 kg, S dengan

BB 70 kg, NP dengan BB 80 kg, MA

dengan BB 70 kg didiagnosa oleh

dokter DM tipe 2 + hipertensi grade II

diberikan terapi diabetes regular insulin

2x10UI sc, Novolet 3x 10 UI sc an

glukodex 2 x 80 mg. Dalam hal ini

pemberian regular insulin, Novolet dan

Glukodex kurang tepat karena regular

insulin digunakan untuk DM tipe 1 dan

untuk pasien DM dalam keadaan

tertentu dengan BB kurus, sedangkan

golongan sulfonil urea (glukodex)

digunakan untuk pasien dengan BB

normal, sementara pasien dengan BB

gemuk (70 kg) seharusnya diberikan

obat metformin (Dollery: 1991). Dalam

hal ini karena metformin dapat menekan

nafsu makan dan tidak meningkatkan

berat badan (Tjay :2002). Metformin

juga meningkatkan jumlah reseptor

insulin, dimana pada pasien dengan

kelebihan berat badan jumlah reseptor

insulin berkurang (Misnadiarly:2006).

Dari data yang diperoleh, tidak

ditemukan ketidaktepatan penderita (0

Persentase (%)

87,1

100

10074,12

45,16

80,65

100

Indikasi Penderita Obat Dosis Saat penggunaan Interval Rute Pemberian

Page 6: Pengobatan Diabetes Melitus tipe II

Uce L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

194

%). Tidak tepat penderita dapat

diartikan bahwa obat yang diberikan

kontraindikasi dengan penderita dan

kemungkinan reaksi yang merugikan

tinggi (Siregar :2005).

Dari data yang diperoleh, tidak

ditemukan ketidaktepatan obat (0 %).

Tepat obat artinya mempertimbangkan

kemanjuran, keamanan, kecocokan bagi

pasien dan harga yang sesuai (Siregar

:2005).

Pada analisa ketepatan dosis,

ditemukan sebesar 25,81 % penggunaan

OAD tidak tepat dosis. Adanya

ketidaktepatan dosis ini dapat

menimbulkan efek samping yang tidak

diharapkan pada pasien. Dosis yang

kurang akan menyebabkan tidak

tercapainya dosis terapi sehingga kadar

obat dalam darah tidak cukup untuk

menurunkan gula darah secara optimal.

Dosis yang berlebih akan menyebabkan

akumulasi obat dalam tubuh sehingga

menyebabkan toksisitas dalam tubuh

pasien. Pada kasus penyakit diabetes

melitus, penetapan dosis obat sangat

bergantung pada kadar gula darah

pasien. Pasien DM baik tipe 1 maupun

tipe 2 dengan kadar gula darah sangat

tinggi diberikan regular insulin secara

sliding scale. Ini dimaksudkan agar

pemberiannya lebih efisien dan tepat

karena didasarkan pada kadar gula

darah pasien pada waktu itu.

Berdasarkan literatur bahwa pemberian

insuin tergantung kadar gula darah

sewaktu yaitu : GDS (gula darah

sewaktu) 150-200 mg/dl diberikan

insulin dengan dosis 2 UI, GDS 201-

250 md/dl diberikan insulin dengan

dosis 4 UI, GDS 251-300 mg/dl

diberikan insulin dengan dosis 6 UI,

GDS 302 -350 mg/dl diberikan insulin

dengan dosis 8 UI dan GDS 351-400

mg/dl diberikan insulin dengan dosis 10

UI secara subkutan.

Berdasarkan data yang ada

bahwa beberapa pasien yang

mendapatkan dosis insulin tidak sesuai

GDSnya seperti pasienYE dan pasien H

dilihat dari hasil laboratorium nilai GDS

188 mg/dl GDS 200 mg/dl dan

diberikan RI 2x10 UI sc dan RI 3x 12

UI seharusnya untuk GDS 150-200

mg/dl diberikan RI dengan dosis 2 UI.

Pasien S (61 tahun) dan pasien R

memiliki nilai GDS 300 mg/dl sama-

sama diberikan Novolet 3x10 UI serta

Pasien NP memeiliki GDS 290 mg/dl

diberikan RI 3x10 UI, seharusnya

untuk GDS 251-300 mg/dl diberikan

Novolet dan RI dengan dosis 6 UI.

Pasien S (48tahun) memiliki nilai GDS

250 mg/ dl diberikan RI 2x10 UI,

seharusnya untuk GDS 201-250 mg/dl

diberikan RI dengan dosis 4 UI. Pasien

M memiliki GDS 360 mg/dl diberikan

RI 3x8 UI, seharusnya GDS 351-400

mg/dl diberikan insulin dengan dosis 10

UI secara subkutan.

Dilihat dari kasus diatas bahwa

setiap pasien mengalami peningkatan

dosis insulin, hal ini dapat

mengakibatkan toksik karena dosis obat

melebihi MTC hal ini disebabkan

karena dosis obat terlalu tinggi untuk

efek obat yang diinginkan, jarak

pemberian obat terlalu dekat, durasi

obat terlalu panjang, interaksi obat

menimbulkan toksik, obat diberikan

terlalu cepat (Priyanto:2000).

Pada analisa ketepatan saat

penggunaan, ditemukan sebesar 54,84

% penggunaan obat antidiabetes tidak

tepat saat penggunaan. Secara umum,

Page 7: Pengobatan Diabetes Melitus tipe II

Uce L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

195

obat anti diabates diberikan sebelum

makan, sesudah makan atau bersama

dengan suapan pertama. Obat anti

diabetes diberikan sebelum makan

bertujuan untuk mencegah terjadinya

hipoglikemi, biasanya 15-30 menit atau

sesaat sebelum makan. Sedangkan Obat

anti diabetes yang diberikan bersamaan

atau sesudah makan dimaksudkan untuk

mencegah efek samping mual seperti

pada pemberian metformin

(Dollery:1991).

Hal tersebut dapat dilihat pada

pemberian insulin dimana Insulin RI

dan Novolet disuntikkan setiap pagi,

sore dan malam,tetapi tidak ditanyakan

apakah pasien sudah makan/belum

seperti pada pasien YE, S, K, R, H, M,

NP. Sehingga ada pasien mengalami

hipoglikemi (pasien NP)

Pasien MA dan K mendapatkan

obat metformin, glukodex dan

glibenklamid hanya digunakan pada

pagi dan sore hari, pasien tersebut tidak

diberitahukan penggunaan metformin

sesudah makan sedangkan glukodek an

glibenklamid digunakan sebelum makan

Pada penggunaan obat hipertensi

(captopril) hampir seluruh pasien

menggunakan obat sesudah makan,

dimana seharusnya penggunaan

captopril pada saat perut kosong (1 jam

sebelum makan dan 2 jam sesudah

makan), hal ini disebabkan karena

dengan adanya makanan bioavalabilitas

captopril akan lambat (Gunawan:2007)

Pada analisa ketepatan interval,

ditemukan sebesar 19,35 % penggunaan

OAD tidak tepat dosis. Gula darah

diperiksa setiap 6 jam sekali obat

antidiabetes diberikan dengan dosis

awal yang rendah kemudian

ditingkatkan secara bertahap untuk

mencapai hasil yang optimal. Pada

kasus ketoasidosis akut atau keadaan

gawat regular insulin diberikan dengan

dosis awal 6 UI/ jam secara iv (Dollery

vol 2:1991). Berikutnya diberikan dosis

pemeliharaan sesuai dengan kadar gula

darah, biasanya diambil dosis lazim

yaitu 3x8 UI secara sc dan dapat

ditingkatkan bertahap sesuai kebutuhan

pasien, misalnya 3x12 UI (Dollery vol

1:1991). Dimana ditemukan pasien YE,

S, R yang mendapatkan terapi insulin

diberikan 2x sehari, berdasarkan

literatur bahwa setiap 6 jam GDS harus

diperiksa dan diberikan insulin setiap 6

jam (3 kali sehari)

Glibenklamid diberikan dengan

dosis awal 1,25mg - 2,5 mg, terutama

pada pasien lanjut usia karena obat ini

memiliki masa kerja lama yakni hingga

24 jam. Dosis pemeliharaannya 5-10

mg sebagai dosis tunggal

(Katzung:1997). Dosis awal metformin

adalah 500 mg – 1000 mg. Jika kontrol

gula darah sudah dicapai dosis harus

dikurangi. Dosis glikazid yang

direkomendasikan adalah 40-320 mg

per hari (Dollery :1991). Dosis awal

glimepirid adalah 1 mg sehari dalam

dosis tunggal, maksimal 6 mg sehari

(Dollery : 1991).

Dari data yang diperoleh, tidak

ditemukan ketidaktepatan rute

pemberian OAD (0 %). Insulin pada

umumnya diberikan secara sub kutan,

karena absorpsi biasanya terjadi secara

lambat dan konstan sehingga efeknya

bertahan lama. Tetapi, pada keadaan

tertentu seperti pada saat pre operasi

diberikan secara iv atau pada pasien

dengan ketoasidosis akut diberikan

Page 8: Pengobatan Diabetes Melitus tipe II

Uce L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

196

insulin 6 UI/ jam secara iv atau injeksi

im. Hal ini bertujuan obat agar tidak

mengalami tahap absorpsi sehingga

kadar obat dalam darah diperoleh secara

cepat, tepat dan disesuaikan langsung

dengan respon penderita. Akan tetapi,

insulin kerja menengah atau panjang

tidak boleh diberikan secara iv karena

dapat menyebabkan bahaya emboli

(Misnadiarly:2006). Sedangkan obat

hipoglikemi oral, tentu saja diberikan

secara per oral

KESIMPULAN

Penggunaan obat antidiabetes dan anti

hipertensi pada penderita rawat inap di

bangsal Penyakit Dalam RSUD Raden

Mattaher Jambi selama bulan Maret

sampai Mei tahun 2010 sudah

mendekati tepat penggunaan (rasional),

yang dapat dilihat dari persentase

ketepatan yang besar yaitu tepat

penderita 100 % ; tepat indikasi 87,10

%; tepat obat 100% ; tepat dosis 74,12

%; tepat rute pemberian 100 % , tepat

saat pemberian 45,16 % dan tepat

interval pemberian 80,65 %.

DAFTAR PUSTAKA

Dollery SC., 1991, Therapeutic Drugs,

Volume I, Churchill Livingstone,

Edinburg London.

Guyton., Hall., 2004, Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Gunawan., Sulistia G., 2007., Farmakologi

dan Terapi edisi V., Departemen

Farmakologi dan Terapeuti, EGC,

Jakarta

Murdiana, H. 2007, Evaluasi Penggunaan

Obat Antihipertensi pada Pasien

Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rawat

Jalan RS DR Muwardi Surakarta

,Tesis Program Studi Farmasi Klinis,

Sekolah Pasca Sarjana, Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta

Misnadiarly.,2006., Diabetes Melitus,

Gangren, Ulcer, Infeksi, Pustaka

Populer Obor., Jakarta.

Priyanto., 2000., Diabetes Melitus Pada

Lanjut Usia, Kepaniteraan

Gerantologi Medik, Fakultas

Kedokteran Universitas

Trumanagara, Jakarta.

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)., 2009.,

Formularium Rumah Sakit Perjan

RSUD Raden Mattaher Jambi., Jambi

Perhimpunan Peneliti Penyakit Tropik dan

Infeksi (PETRI).,2009., Compendium

of Indonesian Medicine IPD 1 st

Edition., Jakarta.

Soegondo S., 2008, ”Diabetes, The Silent

Killer”, at

http://www.medicastore.com., Bagian

Metabolik dan Endokrin.,

FKUI/RSCM., Jakarta., akses 9

Oktober 2010

Siregar, C. J. P, Farmasi Klinik : Teori dan

Penerapan, Penebit Buku

Keedokteran EGC, Jakarta, 2005

Tan Hoan Tjay & K. Rahardja., 2002.,

Obat-Obat Penting, Elex Media

Komputindo Gramedia., Jakarta.

Page 9: Pengobatan Diabetes Melitus tipe II

Uce L., et al. J. Sains Tek. Far., 16(2), 2011

197