penglihatan normal

41
Penglihatan Normal 1. dinding bola mata beserta fungsinya: Kornea : merupakan bagian dari media refrakta, normalnya bersifat transparan dan avaskuler. Punya banyak sekali ujung saraf sensibel cabang dari N trigeminus. Terdiri dari 5 lapisan: epitel membrana bowman stroma membran descemet endotel Sklera : merupakan lanjutan kornea ke arah posterior, terdiri dari jaringan ikat kolagen, berfungsi memberikan bentuk bola mata 2. fungsi palpebra : a. Melindungi bola mata b. Meratakan hasil sekresi kelenjar air mata c. Mendorong corpus alienum keluar d. Fiksasi bola mata 3. tulang-tulang pembatas rongga orbita :

Upload: gabriellabonia

Post on 10-Feb-2016

89 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

penglihatan mata normal dan kelainannya

TRANSCRIPT

Page 1: Penglihatan Normal

Penglihatan Normal  

1. dinding bola mata beserta fungsinya:

Kornea     : merupakan bagian dari media refrakta, normalnya bersifat transparan dan avaskuler. Punya banyak sekali ujung saraf sensibel cabang dari N trigeminus.

Terdiri dari 5 lapisan:

epitel membrana bowman stroma membran descemet endotel

Sklera : merupakan lanjutan kornea ke arah posterior, terdiri dari jaringan ikat kolagen,

berfungsi memberikan bentuk bola mata 2. fungsi palpebra :

a. Melindungi bola mata

b. Meratakan hasil sekresi kelenjar air mata

c. Mendorong corpus alienum keluar

d. Fiksasi bola mata

 

3. tulang-tulang pembatas rongga orbita :

os frontalis os zygomatic os maksilaris os etmoidalis

Page 2: Penglihatan Normal

os sphenoidalis os lakrimalis os palatina

 

4. letak sinus paranasal terhadap organ penglihatan :

 a. Superior : sinus frontalis

b. Inferior : sinus maksilaris

c. Medial : sinus ethmoid dan sinus sphenoid

 

5. urutan pemeriksaan fisik mata untuk mengisi catatan medis:

Pemeriksaan visus Inspeksi, dengan urutan :

o Posisi bola matao Gerak bola matao Suprasiliao Palpebra

o Siliao Konjungtivao Sklerao Korneao Camera Oculi Anterior (COA)o Iris

Page 3: Penglihatan Normal

o Pupilo Lensao Korpus vitreum / badan kaca

o Retina

Peralatan yang dibutuhkan :

o Optotypeo Batereo Lampu pijar 75 watto Lensa +20 dioptrio Kaca pembesar /Lup

o Slit Lampo Cermin cekung dengan lobang ditengahnya (skiaskop)o Keratoskop placidoo Oftalmoskop

 

6. mekanisme penghantaran impuls saraf pd proses penglihatan (lintasan visual) :

Mata merupakan alat optik yang mempunyai system lensa (kornea, humor akuos, lensa dan badan kaca), diafragma (pupil), dan film untuk membentuk bayangan (retina). Proses penglihatan dimulai dengan adanya rangsangan pada sel fotoreseptor retina (sel batang dan kerucut), untuk selanjutnya diteruskan ke otak melalui lintasan visual. Lintasan visual dimulai dari sel-sel ganglioner di retina dan diakhiri pada polus posterior korteks oksipitalis. Lintasan visual terdiri dari :

1. Sel-sel ganglioner di retina2. Nervus optikus3. Khiasma optikum4. Traktus optikus5. Korpus genikulatum laterale6. Radiatio optik7. Korteks oksipitalis.

 

Page 4: Penglihatan Normal

8. mengapa perlu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan (visus) sentral dan bagaimana cara melakukannya :

Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui visus seseorang dan memberikan penilaian menurut ukuran baku yang ada. Visus harus diperiksa walaupun secara kasar untuk membandingkan visus kedua mata. Kedua mata diperiksa sendiri-sendiri, karena dengan diperiksa binokuler tidak dapat diketahui adanya kekaburan pada satu mata.

Pada bayi dan anak preverbal, pemeriksaan visus sentral dapat dilakukan dengan melihat reflek cahaya di kornea dan kemampuannya dalam fiksasi dan mengikuti obyek yang digunakan untuk pemeriksaan. Bila reflek cahaya terletak di sentral kornea, yang berarti terjadi fiksasi di fovea, dan ketika obyek digerakkan penderita mampu mengikuti dengan baik, maka disebut “kemampuan fiksasi dan mengikuti obyek adalah baik”, yang berarti kemungkinan anak tersebut mempunyai visus normal.

Pada umur 2½ – 3 tahun, anak sudah mampu mengenali dan mengerjakan uji gambar-gambar kecil (kartu Allen). Pada anak umur 3 – 4 tahun umumnya sudah dapat melakukan permainan “E” (“E” games), yaitu dengan kartu Snellen konvensional dengan huruf E yang kakinya mengarah ke berbagai arah, dan si anak diminta menunjukkan arah kaki huruf E tersebut dengan jarinya. Pada anak umur 5 – 6 tahun keatas, umumnya sudah dapat dilakukan pemeriksaan seperti pada orang dewasa.

Metode pengukuran visus yang umum adalah menggunakan optotipe Snellen (Snellen chart). Penderita menghadap optotipe pada jarak 6 meter (20 feet). Mata diperiksa satu persatu dimulai mata kanan lebih dulu, mata yang tidak diperiksa ditutup tanpa menekan bola mata. Penderita diminta membaca huruf-huruf pada optotipe mulai dari huruf yang paling besar pada deret paling atas berturut-turut ke deretan-deretan di bawahnya. Jika mampu membaca huruf terkecil yang dipinggirnya ada angka kecil 20 atau 6, berarti visusnya adalah 20/20 atau 6/6. ini dicatat, dan dengan urutan kerja yang sama dilakukan pula pemeriksaan untuk mata kiri.

Bila penderita mampu membaca huruf-huruf deretan paling atas tetapi tidak dapat membaca sampai deret 6/6 (20/20), maka nilai yang tercantum dipinggir deretan huruf terkecil yang masih dibaca dicatat. Jika huruf yang paling besarpun tidak dapat dibaca, penderita disuruh maju sampai huruf terbesar tadi dapat dibaca dan kemudian jarak tersebut dicatat.

 

9.  penyebab dasar penurunan visus :

Penurunan visus dapat terjadi karena 3 hal, yaitu :

1. gangguan pada media refrakta,

2. Refraksi anomali, dan

3. gangguan pada sistem saraf

 

Page 5: Penglihatan Normal

10. media refrakta :

yang termasuk media refrakta adalah kornea, humor akuos, lensa dan korpus vitreum

11. cara kerja lensa untuk membuat fokus benda yang kita lihat :

lensa berhubungan dengan badan silier melalui ligamentum suspensorium lentis (zonula Zinn). Mencembung dan memipihnya     lensa (proses akomodasi) tergantung pada kontraksi dan relaksasi dari badan silier. Ketika badan silier relaksasi, zonula zinn akan teregang sehingga lensa akan memipih, sedangkan pada saat badan silier kontraksi, zonula zinn mengendor sehingga lensa akan mencembung. Pada saat memandang jauh, mata normal tanpa akomodasi akan dapat melihat benda dengan jelas karena bayangan jatuh tepat di retina. Sedangkan pada saat melihat dekat, mata akan melakukan akomodasi dengan membuat lensa lebih cembung sehingga bayangan tetap dapat jatuh di retina.

12. refraksi anomali dan pengelolaannya :

   Yang termasuk refraksi anomali adalah Miopia, Hipermetropia, dan Astigmatisma.

A. MIOPIA : merupakan refraksi anomali dimana sinar sejajar yang masuk ke mata  tanpa akomodasi dibiaskan di depan retina.

Kausa :   a. Axis bola mata lebih panjang dari normal

b. Index refraksi media refrakta yang lebih besar dari normal

c. Kurvatura Cornea terlalu cembung ( misal pada keratokonus)

d. Posisi lensa terlalu kedepan (misal subluksasi lensa)

Pengelolaan : penggunaan lensa sferis negatif terkecil yang dapat memberi visus terbaik.

B. HIPERMETROPIA : merupakan refraksi anomali dimana sinar sejajar yang masuk dimata tanpa akomodasi dibiaskan di belakang retina.

Kausa : a. Axis bola mata lebih pendek dari normal

b. Index refraksi media refrakta yang lebih kecil dari normal

c. Kurvatura Cornea terlalu datar

d. Posisi lensa terlalu kebelakang

Pengelolaan : penggunaan lensa sferis positif terbesar yang dapat memberi visus terbaik.

C. ASTIGMATISMA : Merupakan refraksi anomali dimana refraksi tiap bidang meridian adalah lain. Dalam satu bidang meridian sinar-sinar sejajar dibiaskan pada satu titik, tetapi pada bidang meridian lain tidak pada titik ini.

Page 6: Penglihatan Normal

Kausa : Biasanya terjadi akibat kelengkunan permukaan kornea tidak sama pada semua bidang meridian, sehingga nilai kekuatan refraksi untuk semua bidang meridian tersebut tidak sama.

Pengelolaan : penggunaan lensa silinder.

 

13. Mengapa pada orang tua untuk melihat dekat perlu kaca mata baca 

Karena pada orang tua kemampuan lensa untuk akomodasi sudah berkurang (presbiopia) akibat elastisitas lensa yang sudah menurun, sehingga ketika melihat dekat bayangan akan jatuh di belakang retina. Untuk koreksinya diperlukan lensa sferis positif. Umumnya keadaan ini terjadi mulai usia 40 tahun, dimana saat itu kaca mata baca yang diperlukan adalah lensa sferis +1 dioptri. Setiap penambahan umur 5 tahun diperlukan tambahan koreksi +1/2 dioptri. Pada usia ³ 60 tahun diperlukan lensa koreksi +3 dioptri.

 

14. pergerakan bola mata :

bola mata dapat bergerak karena adanya 6 otot penggerak bola mata (otot ekstra okuler), yaitu:

m. rektus superior, m. rektus lateral, m. rektus inferior, m. rektus medial, m. oblikus superior, dan m. oblikus inferior.

Otot ekstra okuler masing-masing memainkan peran dalam menentukan kedudukan bola mata karena adanya 3 (tiga) sumbu rotasi (yaitu sumbu vertikal, transversal, dan  sagital), dan keseimbangan posisi tarikan keenam otot tersebut.

Pada arah pandang (direction of gaze) tertentu, otot agonis berkontraksi dan menggulir mata kearah tersebut, sedangkan otot antagonisnya mengendor. Gerak horizontal pada sumbu vertikal meliputi gerak adduksi dan abduksi. Gerak vertikal pada sumbu transversal meliputi gerak elevasi dan depresi, sedangkan gerak pada sumbu sagital menyebabkan siklorotasi bola mata berupa insikloduksi dan eksikloduksi.

Gerak bola mata berfungsi untuk menempatkan stimuli visual dari lapang pandangan perifer (retina perifer) ke titik pusat yang mempunyai tajam penglihatan paling baik (fovea), dan juga mempertahankan fiksasi fovea pada obyek yang bergerak. Fungsi ini bersama dengan fungsi mempertahankan bayangan obyek di fovea serta stabilisasi bayangan di fovea selama gerakan kepala adalah merupakan fungsi dasar gerakan mata pada manusia.

Gerak bola mata dikendalikan lewat pengaturan supranuklear yang berpusat di korteks frontalis, korteks oksipitoparietalis, jalur dari kedua korteks tadi ke batang otak, formatio retikularis paramedian pontis (FRPP) di batang otak, dan fasikulus longitudinalis medialis

Page 7: Penglihatan Normal

(FLM) di batang otak. FLM menghubungkan nukleus ketiga saraf penggerak bola mata (N III, IV dan VI) baik antara nuklei homolateral maupun kontra lateral, sehingga gerakan bola mata dapat terkoordinasi dengan baik dan maksud gerak bola mata seperti tersebut diatas dapat terlaksana

 

15. cara melakukan pemeriksaan gerak bola mata :

gerak bola diperiksa satu persatu / monokuler (duksi) dimulai mata   kanan lebih dahulu. Setelah masing-masing bola mata selesai diperiksa, dilakukan pemeriksaan gerak dua mata / binokuler  secara bersama-sama (versi). Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita duduk berhadapan dengan pemeriksa. Penderita diminta mengikuti obyek pemeriksaan (penlight / ujung jari pemeriksa) ke beberapa arah tanpa menggerakkan kepala.

Arah gerak obyek pada pemeriksaan adalah 9 posisi primer yaitu : atas, kanan atas, kanan, kanan bawah, bawah, kiri bawah, kiri, kiri atas, dan pandangan lurus ke depan. Pada pemeriksaan dua mata bersama sama, perhatikan arah kedua mata ketika melihat jauh dan melihat dekat, normal pada saat melihat jauh kedua mata mempunyai posisi lurus sejajar, sedang saat melihat dekat akan terjadi konvergensi (kedua mata saling mendekat).

 

16. fungsi pupil dan bagaimana cara pemeriksaan reflek pupil terhadap sinar :

              a. Mengatur banyaknya cahaya yang masuk mata

              b. Meningkatkan kedalaman fokus (untuk penglihatan 3 dimensi)

c. Mengurangi aberasi sferis dan aberasi kromatis

Dua reflek pupil yang penting diketahui adalah reflek terhadap sinar dan reflek melihat dekat (akomodasi).

Pemeriksaan reflek pupil terhadap sinar :

1. Reflek pupil langsung : mata disinari, perhatikan reaksi pupil pada mata tersebut, pupil akan mengecil.

2. Reflek pupil tak langsung : mata disinari, perhatikan reaksi pupil mata yang tidak disinari, pupil juga akan mengecil.

Pemeriksaan reflek pupil terhadap sinar sebaiknya dilakukan di kamar gelap. Pupil kecil (miosis) dapat terjadi karena cahaya yang terang atau pengaruh obat parasimpatomimetik, sedangkan pupil lebar (midriasis) dapat terjadi karena cahaya redup / gelap atau pengaruh obat simpatomimetik.

Karena pemeriksaan pupil sangat penting didalam neurooftalmologi, maka pemeriksaan ini harus telah dilakukan sebaik-baiknya sebelum merubah sifat fisiologis pupil, misalnya melebarkannya dengan obat untuk pemeriksaan fundus.

Page 8: Penglihatan Normal

 

17. cara melakukan pemeriksaan pupil

Pemeriksaan pupil dapat dilakukan dengan pen light, iluminasi fokal maupun slit lamp. Yang perlu dinilai saat melakukan pemeriksaan pupil adalah bentuk, letak, ukuran, jumlah, warna, efek akomodasi, dan reaksi terhadap rangsangan sinar langsung dan tidak langsung. Pupil normal berbentuk bulat, letaknya sentral, diameter normal ditempat gelap adalah 4,5 – 7 mm sedangkan ditempat terang 2,5 – 6 mm, jumlahnya satu, warna gelap, miosis saat akomodasi, dan bereaksi ketika diberi rangsang cahaya.

Jumlah pupil lebih dari satu disebut polikoria.

Ukuran pupil kedua mata sama besar disebut isokoria.

Ukuran pupil kedua mata tidak sama besar disebut anisokoria.

Ukuran pupil lebih kecil dari normal disebut miosis.

Ukuran pupil lebih besar dari normal disebut midriasis.

 

18. sistem lakrimalis :

sistem lakrimalis terdiri dari sistem sekresi dan sistem ekskresi.

Sistem sekresi terdiri dari komponen yang memproduksi air mata (tear film), yaitu kelenjar lakrimalis utama, kelenjar lakrimalis asesorius (kelenjar Krause dan Wolfring), kelenjar Meibom, dan sel Goblet conjunctiva. Sedangkan sistem ekskresi akan mengalirkan hasil sekresi kelenjar-kelenjar tersebut masuk ke rongga hidung melalui meatus nasi inferior. Untuk mencegah aliran balik udara maupun lendir dari hidung masuk kedalam saluran lakrimalis, maka mukosa saluran lakrimalis membentuk lipatan yang berfungsi sebagai katup (katup Hasner).

Sistem ekskresi terdiri dari :

1. Pungtum lakrimalis (superior dan inferior)2. Kanalikuli lakrimalis (superior dan inferior)3. Sakus lakrimalis4. Duktus nasolakrimalis

 

19. komponen air mata (tear film) :

1. Lipid, lapisan paling superficial yang dihasilkan oleh kelenjar Meibom yang terdapat di palpebra superior dan inferior. Tebal lapisan ini ± 0,1 um

2. Akuos, lapisan tengah (paling tebal) yang dihasilkan oleh kelenjar Lakrimalis utama dan kelenjar lakrimalis asesorius (kelenjar Krause dan Wolfring). Tebal lapisan ini ±

Page 9: Penglihatan Normal

7 um. Selain air sebagai komponen utama, juga terdiri dari elektrolit, glukosa, oksigen, protein (termesuk imunoglobulin A), enzim dan komponen lainnya.

3. Mucin, lapisan paling profunda yang dihasilkan oleh sel Goblet conjunctiva. Tebal lapisan ini ± 0,02 – 0,05 um. Selain dihasilkan oleh sel Goblet, mucin juga diproduksi oleh epitel permukaan conjunctiva dan kornea yang disebut dengan N-linked mucin. Sedangkan mucin yang dihasilkan oleh sel Goblet disebut dengan O-linked mucin.

Tear film mempunyai fungsi utama untuk :

1. Melapisi dan melumasi permukaan kornea (sebagai sistem optik)2. Membersihkan debris dari permukaan bola mata3. Suplai oksigen dan nutrisi untuk epitel kornea4. Mengandung faktor pertumbuhan dan antibakteri

 

20. dinamika humor akuos :

Banyak hal telah diketahui tentang dinamika Humor akuos, tetapi mekanisme yang pasti tentang produksi dan pembatasannya belum diketahui dengan sempurna. Humor akuos dibentuk di badan silier melalui proses difusi, sekresi dan ultrafiltrasi, yang akan mengisi bilik mata belakang, melalui pupil akan menuju bilik mata depan. Dari bilik mata depan humor akuos akan melewati sistem ekskresi yaitu jaringan trabekulum, kanalis Schlemm’s menuju vena-vena episklera.

fungsi humor akuos :

a. Untuk mengatur tekanan bola mata (normal 10 – 20 mmHg)

b. Sebagai media refrakta

c. Penyedia nutrisi lensa dan kornea bagian dalam

penyebab peningkatan TIO:

1. Akibat produksi yang meningkat, misalnya ada radang pada badan silier.

2. Akibat hambatan pengaliran. Terjadi blok pupil akibat intumesensi atau dislokasi lensa, seklusio atau oklusio

3. Akibat hambatan pengeluarannya, misalnya ada sinekia posterior (oklusio / seklusio pupil), lekoma adheren, Perifer Anterior  Synaechia

pengukuran tekanan intraokuler :

a. Secara palpasi (dengan ujung jari telunjuk dua tangan)

b. Dengan tonometer Schiotz

c. Dengan tonometer aplanat

Page 10: Penglihatan Normal

d. Dengan tonometer non kontak (NCT)

 

By banun ^_~ • Tagged anatomi mata, astigmatisma, fisiologi mata, miopia, pemeriksaan mata Feb 24 2012

HERPES ZOSTER OFTALMIKUS 1. DefinisiHerpes zoster merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh Human Herpes Virus 3 (Varisela Zoster Virus), virus yang sama menyebabkan varisela (chicken pox). Virus ini termasuk dalam famili Herpes viridae, seperti Herpes Simplex, Epstein Barr Virus, dan Cytomegalovirus.1Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) merupakan hasil reaktivasi dari Varisela Zoster Virus (VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V). Semua cabang dari nervus tersebut bisa terpengaruh, dan cabang frontal divisi pertama N.V merupakan yang paling umum terlibat. Cabang ini menginervasi hampir semua struktur okular dan periokular.2Blefarokonjungtivitis pada HZO ditandai dengan hiperemis dan konjungtivitis infiltratif disertai dengan erupsi vesikuler yang khas sepanjang penyebaran dermatom N.V cabang oftalmikus. Konjungtivitis biasanya papiler, tetapi pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Lesi palpebra mirip lesi kulit di tempat lain, bisa timbul di tepi palpebra ataupun palpebra secara keseluruhan, dan sering menimbulkan parut.3Lesi kornea pada HZO sering disertai keratouveitis yang bervariasi beratnya, sesuai dengan status kekebalan pasien. Keratouveitis pada anak umumnya tergolong jinak, pada orang dewasa tergolong penyakit berat, dan kadang-kadang berakibat kebutaan.3

2. EtiologiHerpes zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus (VZV). VZV mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 sub unit protein dan berbentuk simetri isohedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm, dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan dengan pH yang tinggi.4 HZO merupakan reaktivasi dari VZV di N.V divisi oftalmik (N.V1).5

3. EpidemiologiHZO khas mempengaruhi 10-20 % populasi. HZO biasanya berpengaruh pada usia tua dengan meningkatnya pertambahan usia. Dari data insiden terjadinya HZO pada populasi Caucasian adalah 131 : 100.000. Populasi American-Afrika mempunyai insiden 50 % dari Caucasian. Alasan untuk perbedaan ini tidak sepenuhnya dipahami. Kebanyakan kasus HZO disebabkan reaktivasi dari virus laten.6Lebih dari 90 % dewasa di Amerika terbukti mempunyai serologi yang terinfeksi VZV. Dari hasil tahunan, insiden dari herpes zoster bervariasi, dari 1,5 – 3, 4 kasus per 1000 orang. Faktor resiko dari perkembangan oleh herpes zoster adalah menyusutnya sel mediated dari sistem imun yang berhubungan dengan perkembangan usia. Insiden HZO pada usia 75 tahun ke atas melebihi 10 kasus per 1.000 orang per tahun, dan risiko seumur hidup diperkirakan 10-20 %.5

Page 11: Penglihatan Normal

Faktor risiko lain untuk herpes zoster diperoleh dari hambatan respon sel mediated imun, seperti pada pasien dengan obat imunosupresif dan HIV, dan yang lebih spesifik dengan AIDS. Pada kenyataannya, risiko relatif dari herper zoster sedikitnya 15x lebih besar dengan HIV dibandingkan tanpa HIV.5HZO terdapat 10-25 % dari semua kasus herpes zoster. Resiko komplikasi oftalmik pada pasien herpes zoster tidak terlihat berhubungan dengan umur, jenis kelamin, atau keganasan dari ruam kulit.5

4. Faktor predisposisiFaktor predisposisi timbulnya herpes zoster oftalmikus ini adalah:7a. Kondisi imunocompromise (penurunan imunitas sel T)– Usia tua– HIV– Kanker– Kemoterapib. Faktor reaktivasi– Trauma lokal– Demam– Sinar UV– Udara dingin– Penyakit sistemik– Menstruasi– Stres dan emosi

5. PatogenesisSeperti herpes virus lainnya, VZV menyebabkan infeksi primer (varisela/ cacar air) dan sebagian lagi bersifat laten, dan ada kalanya diikuti dengan penyakit yang rekuren di kemudian hari (zoster/ shingles). Infeksi primer VZV menular ketika kontak langsung dengan lesi kulit VZV atau sekresi pernapasan melalui droplet udara. Infeksi VZV biasanya merupakan infeksi yang self-limited pada anak-anak, dan jarang terjadi dalam waktu yang lama, sedangkan pada orang dewasa atau imunosupresif bisa berakibat fatal. Pada anak-anak, infeksi VZV ini ditandai dengan adanya demam, malaise, dermatitis vesikuler selama 7-10 hari, kecuali pada infeksi primer yang mengenai mata (berupa vesikel kelopak mata dan konjungtivitis vesikuler). VZV laten mengenai ganglion saraf dan rata-rata 20 % terinfeksi dan bereaktivasi di kemudian hari.8HZO timbul akibat infeksi N.V1. Kondisi ini akibat reaktivasi VZV yang diperoleh selama masa anak-anak. Varisela zoster adalah virus DNA yang termasuk dalam famili Herpes viridae. Selama infeksi, virus varisela berreplikasi secara efisien dalam sel ganglion. Bagaimanapun, jumlah VZV yang laten per sel terlalu sedikit untuk menentukan tipe sel apa yang terkena. Imunitas spesifik sel mediated VZV bertindak untuk membatasi penyebaran virus dalam ganglion dan ke kulit.6Kerusakan jaringan yang terlihat pada wajah disebabkan oleh infeksi yang menghasilkan inflamasi kronik dan iskemik pembuluh darah pada cabang N. V. Hal ini terjadi sebagai respon langsung terhadap invasi virus pada berbagai jaringan. Walaupun sulit dimengerti, penyebaran dermatom pada N. V dan daerah torak paling banyak terkena.6Tanda-tanda dan gejala HZO terjadi ketika N.V1 diserang virus, dan akhirnya akan mengakibatkan ruam, vesikel pada ujung hidung (dikenal sebagai tanda Hutchinson), yang merupakan indikasi untuk resiko lebih tinggi terkena gannguan penglihatan. Dalam suatu studi, 76 % pasien dengan tanda Hutchinson mempunyai gangguan penglihatan.6

Page 12: Penglihatan Normal

6. Manifestasi KlinisAdapun manifestasi klinis HZO ini, antara lain:7a. Prodormal (didahului ruam sampai beberapa hari)– Nyeri lateral sampai mengenai mata– Demam– Malaise– Sakit kepala– Kuduk terasa kakuGejala-gejala di atas terjadi pada 5 % penderita, terutama pada anak-anak, dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.b. Dermatitisc. Nyeri matad. Lakrimasie. Perubahan visualf. Mata merah unilateralGejala-gejala mata yang dapat dilihat yaitu:– Kelopak mataHZO sering mengenai kelopak mata. Hal ini ditandai dengan adanya pembengkakan kelopak mata, dan akhirnya timbul radang kelopak, yang disebut blefaritis, dan bisa timbul ptosis. Kebanyakan pasien akan memiliki lesi vesikuler pada kelopak mata, ptosis, disertai edema dan inflamasi. Lesi pada palpebra mirip lesi kulit di tempat lain.9– KonjungtivaKonjungtivitis adalah salah satu komplikasi terbanyak pada HZO. Pada konjungtiva sering terdapat injeksi konjungtiva dan edema, dan kadang disertai timbulnya petechie. Ini biasanya terjadi 1 minggu. Infeksi sekunder akibat S. aureus bisa berkembang di kemudian hari.9– SkleraSkleritis atau episkleritis mungkin berupa nodul atau difus yang biasa menetap selama beberapa bulan.9– KorneaKomplikasi kornea kira-kira 65 % dari kasus HZO. Lesi pada kornea sering disertai dengan keratouveitis yang bervariasi beratnya sesuai dengan kekebalan tubuh pasien. Komplikasi pada kornea bisa berakibat kehilangan penglihatan secara signifikan. Gejalanya adalah nyeri, fotosensitif, dan gangguan visus. Hal ini terjadi jika terdapat erupsi kulit di daerah yang disarafi cabang-cabang N. nasosiliaris.3Berbeda dengan keratitis pada HSV yang bersifat rekuren dan biasanya hanya mengenai epitel, keratitis HZV mengenai stroma dan uvea anterior pada awalnya, lesi epitelnya keruh dan amorf, kecuali kadang-kadang ada pseudodendrit linear yang mirip dendrit pada HSV. Kehilangan sensasi pada kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering berlangsung berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sudah sembuh.3Keratitis epithelial : gejala awal, berupa punctat epitel. Multipel, lesi vocal dengan fluoresen atau rose Bengal. Lesi ini mengandung virus keratitis stroma. Ini merupakan reaksi imun selama serangan akut dan memungkinkan perpindahan virus dari ganglion. Keratitis stroma kronik bisa menyerang vaskularisasi, keratopati, penipisan kornea dan astigmatisme.9– Traktus uveaSering menyebabkan peningkatan TIO. Tanpa perawatan yang baik penyakit ini bisa menyebabkan glaukoma dan katarak.9– RetinaRetinitis pada HZO digambarkan sebagai retinitis nekrotik dengan perdarahan dan eksudat, oklusi pembuluh darah posterior, dan neuritis optik. Lesi ini dimulai dari bagian retina perifer.9

Page 13: Penglihatan Normal

7. KomplikasiHampir semua pasien akan pulih sempurna dalam beberapa minggu, meskipun ada beberapa yang mengalami komplikasi. Hal ini tidak berhubungan dengan umur dan luasnya ruam, tetapi bergantung pada daya tahan tubuh penderita. Ini akan terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah serangan awal.10– Komplikasi mata terjadi pada 50 % kasus. Nyeri terjadi pada 93% dari pasien tersebut, 31% nya masih ada sampai 6 bulan berikutnya. Pengaruh itu semua, terjadi anterior uveitis pada 92% dan keratitis 52%. Pada 6 bulan, 28% mengenai mata dengan uveitis kronik, keratitis, dan ulkus neuropatik.10– Komplikasi mata yang jarang, termasuk optik neuritis, retinitis, dan kelumpuhan nervus kranial okuler. Ancaman ganguan penglihatan oleh keratitis neuropatik, perforasi, glaukoma sekunder, posterior skleritis, optik neuritis, dan nekrosis retina akut.10– Komplikasi jangka panjang, bisa berhubungan dengan lemahnya sensasi dari kornea dan fungsi motor palpebra. Ini beresiko pada ulkus neuropati dan keratopati. Resiko jangka panjang ini juga terjadi pada pasien yang memiliki riwayat HZO, 6-14% rekuren.10– Infeksi permanen zoster oftalmik bisa termasuk inflamasi okuler kronik dan kehilangan penglihatan.10

8. Diferensial Diagnosis6a. Kondisi yang memperlihatkan penampakan luar yang sama– Herpes simplek– Ulkus blefaritisb. Kondisi yang menyebabkan penyebaran nyeri– Tic Douloureux– Migrain– Pseudotumor orbita– Selulitis orbita– Nyeri akibat sakit gigic. Kondisi yang menyebabkan inflamasi stromal kornea– Epstein-Barr Virus– Mumps– Sipilis

9. Pemeriksaan LaboratoriumDiagnosis laboratorium terdiri dari beberapa pemeriksaan, yaitu:11a. Pemeriksaaan langsung secara mikroskopikKerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat adanya sel-sel raksasa berinti banyak (Tzanck) yang khas dengan badan inklusi intranukleus asidofilb. Pemeriksaaan serologikc. Isolasi dan identifikasi virus

10. PenatalaksanaanSebagian besar kasus herpes zoster dapat didiagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Cara terbaru dalam mendiagnosis herpes zoster adalah dengan tes DFA (Direct Immunofluorence with Fluorescein-tagged Antibody) dan PCR (jika ada), terbukti lebih efektif dan spesifik dalam membedakan infeksi akibat VZV dengan HSV. Tes bisa dilanjutkan dengan kultur virus.2Pasien dengan herpes zoster oftalmikus dapat diterapi dengan Acyclovir ( 5 x 800 mg sehari) selama 7-10 hari. Penelitian menunjukkan pemakaian Acyclovir, terutama dalam 3 hari setelah gejala muncul, dapat mengurangi nyeri pada herpes zoster oftalmikus. Onset

Page 14: Penglihatan Normal

Acyclovir dalam 72 jam pertama menunjukkan mampu mempercepat penyembuhan lesi kulit, menekan jumlah virus, dan mengurangi kemungkinan terjadinya dendritis, stromal keratitis, serta uveitis anterior.1,5,10Terapi lain dengan menggunakan Valacyclovir yang memiliki bioavaibilitas yang lebih tinggi, menunjukkan efektivitas yang sama terhadap herpes zoster oftalmikus pada dosis 3 x 1000 mg sehari. Pemakaian Valacyclovir dalam 7 hari menunjukkan mampu mencegah komplikasi herpes zoster oftalmikus, seperti konjungtivitis, keratitis, dan nyeri. Pada pasien imunocompromise dapat digunakan Valacyclovir intravena. Untuk mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zoster oftalmikus dapat digunakan analgetik oral.1,5,10Untuk mengobati berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh herpes zoster oftalmikus disesuaikan dengan gejala yang ditimbulkan. Pada blefarokonjungtivitis, untuk blefaritis dan konjungtivitisnya, diterapi secara paliatif, yaitu dengan kompres dingin dan topikal lubrikasi, serta pada indikasi infeksi sekunder oleh bakteri (biasanya S. aureus). Pada keratitis, jika hanya mengenai epitel bisa didebridemant, jika mengenai stromal dapat digunakan topikal steroid, pada neurotropik keratitis diterapi dengan lubrikasi topikal, serta dapat digunakan antibiotik jika terdapat infeksi sekunder bakteri.1,2,9,10

 

DAFTAR PUSTAKA

Shaikh S. Evaluation and management of herpes zoster. Diakses dari: http://www.AAFP.org. Last update: November 1, 2002.Moon EJ. Herpes zoster. Diakses dari http://www.emedicine.com. Last update: November 27, 2007.Voughan D, Tailor A. Penyakit virus: ophtalmologi umum. Edisi 14. Widya Medika. 1995: 112, 336.Djuanda Adhi. Penyakit virus: ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi !!!. FKUI.1999: 107-109Moon CH. Herpes zoster oftalmikus.Diakses dari: http://www.emedicine.com. Last update: April 4, 2006.Gurwood AS. Herpes zoster ophtalmicus. Diakses dari: http://www.optometry.co.uk. Last update: November 16, 2001.Moses S. Herpes zoster ophtalmicus. Diakses dari: http://www.fpnotebook.com. Last update: January 13,2008.American Academy of Ophtalmology. External cornea and disease. Section 8. 2005-2006.Wiafe B. Herpes zoster ophtalmicus in HIV/ AIDS. J. Comm Eye Health. 2003; 16(47): 35-36.Ophtalmic Shingles. Diakses dari: http://www.ophtalmicshinles.htm. Last update: January 2, 2008.Staf Pengajar FKUI. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Bina Rupa Aksara. 1993: 303-318.

By banun ^_~ Feb 24 2012

UVEITIS ANTERIOR BAB I

Page 15: Penglihatan Normal

PENDAHULUAN

Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata,dimana dinding bola mata terdiri atas sclera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa,uvea,badan kaca dan retina.Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sclera dan tenon.Uvea merupakan jaringan lunak,terdiri dari iris,badan siliar dan koroid.7

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebabnya.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis.Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.1,2

Uveitis umumnya unilateral,biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit,fotofobia,dan penglihatan yang kabur,mata merah (merah sirkumneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil atau ireguler.Berdasarkan reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non granulomatosa. Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen. Penyebab uveitis anterior meliputi: infeksi, proses autoimun, yang berhubungan dengan penyakit sistemik, neoplastik dan idiopatik.1

Pola penyebab uveitis anterior terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknik pemeriksaan laboratorium sebagai sarana penunjang diagnostik. Lebih dari 75% uveitis endogen tidak diketahui penyebabnya, namun 37% kasus di antaranya ternyata merupakan reaksi imunologik yang berkaitan dengan penyakit sistemik. Penyakit sistemik yang berhubungan dengan uveitis anterior meliputi: spondilitis ankilosa, sindroma Reiter, artritis psoriatika, penyakit Crohn, kolitis ulserativa, dan penyakit Whipple. Keterkaitan antara uveitis anterior dengan spondilitis ankilosa pada pasien dengan predisposisi genetik HLA-B27 positif pertama kali dilaporkan oleh Brewerton et al.1,2

Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang.Sekitar 75% merupakan uveitis anterior.Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait.Di Amerika Serikat,uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah Retinopati Diabetik dan Degenerasi Macular.Umur penderita biasanya bervariasi antara usia prepubertal sampai 50 tahun. 1,3

Variasi gejala sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan faktor penyebabnya dan dimana kelainan itu terjadi,biasanya pasien datang mengeluh nyeri ocular,Fotofobia,penglihatan kabur, dan mata merah.Pada pemeriksaan didapatkan tajam penglihatan menurun,terdapat injeksi siliar,KP,flare,hipopion,sinekia posterior,tekanan intra okuler bisa meningkat hingga sampai edema macular.1,2,3

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum mengenai definisi, etiologi dan fisiologi anatomi, patofisiologi dan patogenesis, manifestasi klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis dari uveitis anterior.

BAB II

Page 16: Penglihatan Normal

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebabnya.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.

ETIOLOGI

Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan akut maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran klinisnya saja. Iritis dan iridisiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi alergi mata.5

Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu: idiopatik; penyakit sistemik yang berhubungan dengan HLA-B27 seperti; ankylosing spondilitis, sindrom Reiter, penyakit crohn’s, Psoriasis, herpes zoster/ herpes simpleks, sifilis, penyakit lyme,inflammatory bowel disease; Juvenile idiopathic arthritis; Sarcoidosis, trauma dan infeksi. 1,3, 4,5,6

ANATOMI FISIOLOGI

Uvea terdiri dari : iris, badan siliaris (corpus siliaria) dan koroid. Bagian ini adalah lapisan vascular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga ikut memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior sedangkan koroid disebut uvea posterior. 6,7

Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen posterior, di tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (camera oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi posterior). Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. 5,6

Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat lekukan-lekukan dipermukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripa. Didalam stroma terdapat

sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah dan saraf.

Dipermukaan anterior ditutup oleh endotel terkecuali pada kripta, dimana pembuluh darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan dicamera oculi anterior, yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke coa dan sebaliknya. Dibagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan lanjutan dari epitel pigmen retina, warna iris tergantung dari sel-sel pigmen yang bercabang yang terdapat di dalam stroma yang banyaknya dapat berubah-ubah, sedangkan epitel pigmen jumlahnya tetap.6

Didalam iris terdapat otot sfingter pupil (M.Sphincter pupillae), yang berjalan sirkuler, letaknya didalam sroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saaraf parasimpatis, N III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator pupillae), yang berjalan radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan diurus saraf simpatis. 5,6,7

Page 17: Penglihatan Normal

Pasokan darah ke iris adalah dari circulus major iris, kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlobang. Persarafan iris adalah melalui serat-serat didalam nervi siliaris. 7

Badan Siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian yaitu: pars korona, yang anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2mm dan pars plana, yang postrior tidak bergerigi panjangnya kira-kira 4 mm. Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk humor aquous. Badan siliar merupakan bagian terlemah dari mata. Trauma, peradangan, neoplasma didaerah ini merupakan keadaan yang gawat. 5

Pada bagian pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel iris. Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh karena tidak mengandung pigmen, sedangkan di lekukannya berwarna hitam, karena mengandung pigmen. Didalam badan siliaris terdapat 3 macam otot silier yang berjalan radier, sirkuler dan longitudinal. Dari processus siliar keluar serat-serat zonula zinii yang merupakn penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk akomodasi. kontraksi atau relaksasi otot-otot ini mengakibatkan kontraksi dan relaksasi dari kapsula lentis, sehingga lensa menjadi lebih atau kurang cembung yang berguna pada penglihatan dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung pembuluh darah dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan darah ke V.vortikosa. Pada bagian pars plana, terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah diliputi epitel. 6,7

PATOFISIOLOGI

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen endogen).Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius .Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. 2,8

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior). 2,8Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebutkoeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion.2,8

Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam camera okuli posterior lebih besar dari tekanan dalam

Page 18: Penglihatan Normal

camera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang disebut iris bombe (Bombans). 2,8

Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder.Pada fase akut terjadi glaucoma sekunder karena gumpalan – gumpalan pada sudut bilik depan,sedang pada fase lanjut glaucoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil.Naik turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin. 2,8

KLASIFIKASI UVEITIS ANTERIOR

Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis uveitis anterior, yaitu granulomatosa dan non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortokosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior traktus yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.

Sedangkan pada uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab (misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan granuloma khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab spesifik lainnya.

Perbedaan uveitis granulomatosa dan non granulomatosa

Non granulomatosa GranulomatosaOnset Akut TersembunyiSakit Nyata Tidak ada atau ringanFotofobia Nyata RinganPenglihatan kabur Sedang NyataMerah sirkumkorneal Nyata RinganPerisipitat keratik Putih halus Kelabu besarPupil Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teratur (bervariasi)Synechia posterior Kadang-kadang Kadang-kadangNodul iris Kadang-kadang Kadang-kadangTempat Uvea anterior Uvea posterior dan posteriorPerjalanan Akut MenahunRekurens Sering Kadang-kadang

Page 19: Penglihatan Normal

Sedangkan berdasarkan waktu uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang dari 6 minggu,jika inflamasi kambuh diikuti dengan serangan inisial disebut rekuren akut dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu.

Beberapa keadaan yang menyebabkan tanda dan gejala yang berhubungan dengan uveitis anterior akut, yaitu:

1. Traumatic Anterior Uveitis

Trauma merupakan salah satu penyebab Uveitis Anterior, biasanya terdapat riwayat truma tumpul mata atau adneksa mata. Luka lain seperti luka bakar pada mata, benda asing, atau abrasi kornea dapat menyebabkan terjadinya Uveitis Anterior. Visual aquity dan tekanan intraocular mungkin terpengnaruh, dan mungkin juga terdapat darah pada anterior chamber. 9

2.Idiopathic Anterior Uveitis

Istilah idiopatik dipergunakan pada Uveitis Anterior dengan etiologi yang tidak diketahui apakah merupakan kelainan sistemik atau traumatic. Diagnosis ini ditegakan sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan anamnesis dan pemeriksaan.9

3.HLA-B27 Associated Uveitis

HLA-B27 mengacu pada spesifik genotype atau chromosome. Mekanisme pencetus untuk Uveitis Anterior pada pasien dengan genotype seperti ini tidak diketahui. Ada hubungan yang kuat dengan ankylosing spondylitis, sindrom Reiter, Inflamatory bowel disease, psoariasis, arthritis, dan Uveitis Anterior yang berulang. 9

4.Behcet’s Diseases/syndrome

Sebagian besar menyerang laki-laki dewasa muda dari bangsa mediterania atau jepang. Terdapat trias penyakit Behcets, yaitu akut Uveitis Anterior dan ulkus pada mulut dan genital. Penyakit behcet yang menyebabkan Uveitis Anterior akut adalah sangat langka. 9

5.Lens Associated Anterior Uveitis

Ada beberapa keadaan yang ditemukan pada peradangan anterior chamberdan penyebab yang disebabkan oleh keadaan lensa, yaitu : phaco-anaphylactic andhopthalmitis dan phacogenic (phacotoksik) uveitis; phacolitic glaukoma; dan UGH syndrome ( Uveitis, Glaukoma dan Hifema).9

6.Masquerade syndrome

Merupakan keadaan yang mengancam, seperti lymphoma, leukemia, retinoblastoma, dan malignant melanoma dari choroid, dapat menimbulkan Uveitis Anterior.9

Beberapa keadaan yang dapat menghasilkan tanda dan gejala yang terdapat pada diagnosis Uveitis Anterior kronik adalah :

1. Juvenile Rheumatoid Arthritis

Page 20: Penglihatan Normal

Anterior Uveitis terjadi pada penderita JRA yang mengenai beberapa persendian. Karena kebanyakan dari pasien JRA adalah positif dengan test ANA ( Anti Nuklear Antibody ), yang merupakan pemeriksaan adjuvant. JRA lebih banyak mengenai anak perempuan dibanding anak lelaki. Merupakan suatu anjuran pada semua anak yang menderita JRA untuk diperiksa kemungkinan terdapatnya Uveitis Anterior. 9

2. Anterior Uveitis Associated with Primary Posterior Uveitis

Penyakit sistemik, seperti sarcoidosis, toksoplamosis, sipilis, tuberculosis, herpes zoster, cytomegalovirus, dan AIDS mungkin saja terlibat dalam Uveitis Anterior baik primer ataupun sekunder dari uveitis posterior.9

3. Fuch’s Heterochromatic Iridocyclitis

Merupakan suatu penyakit kronik, biasanya asimptomatik, terdapat 2% pasien Uveitis Anterior.9

MANIFESTASI KLINIS

Keluhan subyektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri , terutama di bulbus okuli, sakitnya spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit kepala di kening yang menjalar ke temporal, fotofobia, bervariasi dan dapat demikian hebat pada uveitis anterior akut, lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fotofobia, gangguan visus dan bersifat unilateral. 2

Riwayat yang berhubungan dengan uveitis adalah usia, kelamin, suku bangsa penting untuk di catat karena dapat memberikan petunjuk ke arah diagnosis uveitis tertentu. Riwayat pribadi tentang penderita, yang utama adalah adanya hewan peliharaan seperti anjing dan kucing, serta kebiasaan memakan daging atau sayuran yang tidak dimasak termasuk hamburger mentah. Hubungan seks diluar nikah untuk menduga kemungkinan terinfeksi oleh STD atau AIDS. Penggunaan obat-obatan untuk penyakit tertentu atau narkoba (intravenous drug induced), serta kemungkinan tertular penyakit infeksi menular (seperti Tbc) dan terdapatnya penyakit sistemik yang pernah diderita. Riwayat tentang mata didapatkan apakah pernah terserang uveitis sebelumnya atau pernah mengalami trauma tembus mata atau pembedahan.2

Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal atau berkurang sedikit., konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea keruh karena udem dan keratik presipitat. Keratik presipitat merupakan kumpulan sel-sel yang menempel pada endotel kornea, biasanya di bagian bawah. Pada uveitis non granulomatosa, keratik presipitat berukuran kecil dan sedang berwarna putih. Pada uveitis granulomatosa, keratik presipitat besar-besar dan lonjong dan dapat menyatu membentuk bangunan yang lebih besar, sehingga dapat mencapai diameter 1mm. Adanya keratik presipitat dijumpai pada keratouveitis karena herpes simpleks dan sangat spesifik pada Heterokromik Fuch.2,8

Grade Flare Cells

0 tidak ada tidak ada

1+ flare tipis atau lemah 5-10 /lapang pandang

Page 21: Penglihatan Normal

2+ Flare tingkat sedang (Iris dan lensa secara 10-20/lapang pandang

diteil masih tampak)

3+ kekeruhan lebih berat (Iris dan lensa 20-50/lapang pandang

diselimuti kekeruhan

4+ flare sngat berat (penggumpalan fibrin pada >50/lapangpandang

humur aquos)

Adapted from Hogan MH, Kimura SJ, Thygeson P. Signs and symptoms of uveitis: I. Anterior uveitis. Am J Ophthalmol 1959;47:162-3.

Pada kamera okuli anterior terdapat flare, terlihat sebagai peningkatan kekeruhan dalam humor akuos dalam COA, dapat terlihat dengan menggunakanslitlamp atau lampu kecil dengan intensitas kuat dengan arah sinar yang kecil sehingga menimbulkan fenomena Tyndal. Pada uveitis non granulomatosa, reaksi flare sangat menonjol tapi reaksi sel biasanya terdiri dari sel-sel kecil dan jarang sel besar seperti monosit atau sel raksasa. Sedangkan pada uveitis granulomatosa, sel besar-besar dan reaksi flare biasanya sangat ringan. 2,8

Pada iris tampak suram, gambaran radier tak nyata, karena pembuluh darah di iris melebar, sehingga gambaran kripta tak nyata. Warna iris dapat berubah, kelabu menjadi hijau, coklat menjadi warna Lumpur. Terdapat nodul iris, ditandai sebagai benjolan di iris, bila pada tepi pupil disebut nodul koeppe, bila pada permukaan depan iris disebut nodul busacca. Adanya nodul-nodul tersebut merupakan pertanda uveitis granulomatosa dan terdapat adanya sinekia posterior.2,8

Tabel 2 Pembagian Uveitis Anterior secara klinis* *

Ringan Sedang BeratKeluhan ringan sampai sedang

VA 20/20 to 20/30

Kemerahan sirkumkornel superficial

Tidak ada KPs (keratic presipitat)

1+ cells and flare

tekanan intraokuler berkurang < 4 mmHg

Keluhan sedang sampai berat

VA from 20/30 to 20/100

Kemerahan sirkumkornel dalam

Page 22: Penglihatan Normal

Tampak KPs

1-3+ cells and flare

Miotic, sluggish pupil

Sinekia posterior ringan

Udem iris ringan

tekanan intraokuler berkurang 3-6 mm Hg

Anterior virtreous cells

Keluhan sedang sampai berat

VA < 20/100

Kemerahan sirkumkornel dalam

Tampak KPs

3-4+ cells and flare

pupil terfiksir

Sinekia posterior (fibrous)

Tidak tampak kripte pada iris

tekanan intraokuler meningkat

cells anterior sedang sampai berat

* Reprinted with permission. Catania LJ. Primary care of the anterior segment,2nd ed. Norwalk, CT: Appleton & Lange, 1995:371.

Pada pupil terjadi miosis, pinggir tak teratur karena adanya sinekia posterio atau seklusio pupil. Pupil dapat terisi membran yang berwana keputiih-putihan yaitu oklusi pupil. Pada lensa terdapat uveitis rekurens yang dapat menimbulkan kekeruhan pada bagian belakang lensa (katarak kortikalis posterior).2,8

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential count, eosinofilia : kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, FTA, Autoimun marker (ANA, Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), Calcium, serum ACE level (sarcoidosis), Toxoplasma serologi dan serologi TORCH lainnya. Pemeriksaan urin berupa kalsium urin 24 jam (sarcoidosis) dan Kultur (bechet’s reitters). Pemeriksaan Radiologi, yaitu Foto thorax

Page 23: Penglihatan Normal

(Tbc, Sarcoidosis, Histoplasmosis), Foto spinal dan sendi sacroiliaka (Ankylosing sponfilitis), Foto persendian lainya (Reumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto tengkorak, untuk melihat adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis)

Skin Test, yaitu Mantoux test, untuk Tbc, Pathergy test, untuk Bechet’s diseaseakan terjadi peningkatan sensivitas kulit terhadap trauma jarum pada pasien bila disuntikkan 0,1 ml saline intradermal dalam 18-24 jam kemudian terjadi reaksi pustulasi. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diperlukan untuk mengetahui etiologi secara spesifik, bila  dicurigai adanya kecurigaan penyakit sistemik, Uveitis rekuren, Uveitus bilateral, Uveitis berat, Uveitis posterior dan Onsetnya muda. 10,11

Tabel 3: Anjuran pemeriksaan Untuk mengetahui penyebab sistemik uveitis anterior

Penyakit yang dicurugau

berdasarkan riwayat dan pemeriksaan

fisik

Hasil laboratorium

Pemeriksaan radiologi

konsultasi Pemeriksaan lainnya

Ankylosing spondylitis

ESR,(+)

HLA-B27

Sacroiliac x-

rays

Rheumatologist

Inflammatory bowel disease

(+)HLA-B27 Internist or

gastroenterologistReiter’s

syndromeESR,(+)

HLA-B27

Joint x-

rays

Internist,

urologist,

rheumatologist

Cultures;

conjunctival,

urethral, prostatePsoriatic arthritis (+)HLA-B27 Rheumatologist,

dermatologistHerpes Diagnosis klinis Dermatologist

Behcet’s disease (+)HLA-B27 Internist or

Rheumatologist

Behcet’s skin puncture

testLyme disease ELISA or Lyme immunofluorescen

t assayInternist,

rheumatologisJuvenile

rheumatoid arthritis

ESR,(+)ANA,

(-)Rheumatoid factor

Joint x- rays Rheumatologist or

pediatrictianSarcoidosis Angiotensin

converting

enzyme (ACE)

Chest x-ray Internist

Syphilis (+)RPR or Internist

Page 24: Penglihatan Normal

VDRL

FTA-ABS or MHA-

TPTuberculosis Chest x-ray Internist Purified protein

derivative (PPD)

skin test

Adapted from Cullen RD,Chang B,eds.The Wills eye manual.Philadelphia:JBLippincott,1994:354-5.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding uveitis anterior adalah konjungtivitis,Keratitis atau keratokonjungtivitis dan Glukoma akut. Pada konjunctivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia, atau injeksi ciliar.

Pada keratitis atau keratokonjunctivitis, penglihartan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simplek dan zoster dapat mengenai uveitis anterior sebenarnya. Pada glaucoma akut, pupil melebar, tidak ada synekia posterior, dan korneanya “beruap”. 7

KOMPLIKASI

Pada uveitis anterior dapat terjadi komplikasi berupa katarak, retinitis proliferans, ablasi retina, glukoma sekunder yang dapat terjadi pada stadium dini dan stadium lanjut, pada uveitis anterior dengan visus yang sangat turun, sangat mungkin disertai penyulit edema macula kistoid. 7,8

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan bagian organ yang terkena. Baik pengobatan topical atau oral adalah ditujuan untuk mengurangi peradangan.12 Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah memperbaiki visual acuity, meredakan nyeri pada ocular, menghilangkan inflamasi ocular atau mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya sinekia, dan mengatur tekanan intraocular.13

Pengobatan uveitis anterior adalah tidak spesifik, pada umumnya menggunakan kortikosteroid topical dan cycloplegics agent. Adakalanya steroid ataunonsteroidal anti inflammatory ( NSAIDs) oral dipergunakan. Namun obat-obatan steroid dan imunosupresan lainnya mempunyai efek samping yang serius, seperti gagal ginjal, peningkatan kadar gula darah, hipertensi, osteoporosis, dan galukoma, khususnya pada steroid dalam bentuk pil. 13

Kortikosteroid

Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan secepatnya diberikan.8 Tujuan penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan uveitis anterior adalah mengurangi peradangan, yaitu

Page 25: Penglihatan Normal

mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel, menghambat penglepasan lysozym oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limposit.9

Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai, bentuk larutan. 15

Konsentrasi dan frekuensi pemberian, makin tinggi konsentrasi obat dan makin sering frekuensi pemakaiannya, maka makin tinggi pula efek antiinflamasinya. Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan preparat dexametason, betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular baik, sedangkan preparat medryson, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada peradangan pada palpebra, konjungtiva dan kornea superfisial. 15

Kornea terdiri dari 3 lapisan yang berperan pada penetrasi obat topikal mata yaitu, epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, endotel yang terdiri dari selapis sel. Lapisan epitel dan endotel lebih mudah ditembus oleh obat yang mudah larut dalam lemak sedangkan stroma akan lebih mudah ditembus oleh obat yang larut dalam air. Maka secara ideal obat dengan daya tembus kornea yang baik harus dapat larut dalam lemak maupun air (biphasic). Obat-obat kortikosteroid topikal dalam larutan alkohol dan asetat bersifat biphasic. 15

Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk solutio karena bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini memerlukan pengocokan terlebih dahulu sebelum dipakai. Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan komplikasi seperti: Glaukoma, katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis pupil, pseudoptosis dan lain-lain.15

Beberapa kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolon acetate 0,125% dan 1%, prednisolone sodium phospat 0,125% , 0,5%, dan 1%, deksamentason alcohol 0,1%, deksamethasone sodium phospat 0,1%, fluoromethasone 0,1% dan 0,25%, dan medrysone 1%. 12

Cycloplegics dan mydriatics

Semua agent cycloplegic adalah cholinergic antagonist yang bekerja memblokade neurotransmitter pada bagian reseptor dari sphincter iris dan otot ciliaris. Cycloplegic mempunyai tiga tujuan dalam pengobatan uveitis anterior, yaitu untuk mengurangi nyeri dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan iris dengan lensa anterior ( sinekia posterior ), yang akan mengarahkan terjadinya iris bombe dan peningkatan tekanan intraocular, menstabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah terjadinya protein leakage (flare) yang lebih jauh.Agent cycloplegics yang biasa dipergunakan adalah atropine 0,5%, 1%, 2%, homatropine 2%, 5%, Scopolamine 0,25%, dan cyclopentolate 0,5%, 1%, dan 2%. 9

Oral steroid dan Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs

Prednisone oral dipergunakan pada uveitis anterior yang dengan penggunaan steroid topical hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAIDs ( biasanya aspirin dan ibuprofen ) dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai catatan, NSAIDs dipergunakan untuk

Page 26: Penglihatan Normal

mengurang peradangan yang dihubungkan dengan cystoids macular edema yang menyertai uveitis anterior. 9

Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dan perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis awal antara 12 mg/kg BB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang sehari(alternating

single dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal selama 2 minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametaxon dosis diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu. 9

Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah Uveitis posterior, Uveitis bilateral, Edema macula, Uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama akan terjadi efek samping yang tidak diingini seperti Sindrom Cushing, hipertensi, Diabetes mellitus, osteoporosis, tukak lambung, infeksi, hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain.9

Pengobatan lainnya

Jika pasien tidak koperatif atau iritis tidak berespon banyak dengan penggunaan topical steroid, injects subkonjuctival steroid ( seperi celestone ) akan berguna. Depot steroid seharusnya dihindari pada kasus uveitis sekunder, seperti yang diakibatkan oleh herpes atau toksoplasmosis karena dapat memperparah. 8

Injeksi peri-okular dapat diberikan dalam bentuk long acting berupa Depo maupun bentuk short acting berupa solutio. Keuntungan injeksi periokular adalah dicapainya efek anti peradangan secara maksimal di mata dengan efek samping sistemik yang minimal. 15

Indikasi injeksi periokular adalah apabila pasien tidak responsif terhadap pengobatan tetes mata, maka injeksi periokular dapat dianjurkan, Uveitis unilateral,pre operasi pada pasien yang akan dilakukan operasi mata, anak-anak, dan komplikasi edema sistoid makula pada pars planitis. Penyuntikan steroid peri-okular merupakan kontra indikasi pada uveitis infeksi (toxoplasmosis) dan skleritis. 15

Lokasi injeksi peri-okular sub-konjuctiva dan sub-tenon steroid repositoryserta Injeksi sub-tenon posterior dan retro-bulbar. Keuntungan injeksi sub-konjungtiva dan sub-tenon adalah dapat mencapai dosis efektif dalam 1 kali pemberian pada jaringan intraokular selama 24 minggu sehingga tidak membutuhkan pemberian obat yang berkali-kali seperti pemberian topikal tetes mata. Untuk kasus uveitis anterior berat dapat dipakai dexametason 24 mg. Injeksi sub-tenon posterior dan retro-bulbar, cara ini dipergunakan pada peradangan segmen posterior (sklera, koroid, retina dan saraf optik). 15

Komplikasi injeksi peri-okular adalah Perforasi bola mata, Injeksi yang berulang menyebabkan proptosis, fibrosis otot ektra okular dan katarak sub-kapsular posterior, Glaukoma yang persisten terhadap pengobatan, terutama dalam bentuk Depo di mana dibutuhkan tindakan bedah untuk mengangkat steroid tersebut dari bola mata, Astrofi lemak sub-dermal pada teknik injeksi via palpebra.15

Follow-up awal pasien uveitis anterior harus terjadwal antara 1 – 7 hari, tergantung pada keparahannya. Yang dinilai pada setip follow-up adalah visual aquity, pengukuran tekanan

Page 27: Penglihatan Normal

intraocular, pemeriksaan dengan menggunakan slitlamp, assasment cel dan flare, dan evaluasi respon terhadap terapi. 9

Table 4 frekuensi dan komposisi terhadap penilaian dan penanganan uveitis anterior

Tingkat keparahan

Uveitis

Anterior

Banyknya kunjungan follow up

Visual

Acuity

Cells

danFlare pada pemerisaan

Slit

Lamp

Tono-

metry

Ophthalmo-

scopy

Rencana penetalaksanaan

Ringan Setiap 4-7 hari

Ya Ya Ya Jika pada visit awal

belum terdiagnosa

Tatalaksana seperti di Table 6

Sedang Setiap 2-4hari

Ya Ya Ya Jika pada visit awal

belum terdiagnosa

Tatalaksana seperti di Table 6

berat Setiap 1-2hari

Ya Ya Ya Jika pada visit awal

belum terdiagnosa

Tatalaksana seperti di Table 6

Tabel 5 : penanganan pada uveitis anterior dan follow up

A. Mild uveitis (Optional depending on symptoms)

1. Cyclopentolate, 1% (t.i.d.) atau homatropine, 5% (b.i.d.-t.i.d.)

2. Prednisolone, 1% (b.i.d.-q.i.d.)

3. Aspirin atau ibuprofen, 2 tablet (q.4h)b secara oral

4. Penggunaan β bloker jka TIO meningkat

5. Reevaluasi 4-7 hari (atau jika berambah parah)

B. Refer to primary care physician for systemic evaluation (when indicated)

C. Moderate uveitis

1. Homatropine, 5% (q.i.d.) atau scopolamine, 0.25% (b.i.d.)

2. Prednisolone, 1% (q.i.d.)a

3. Aspirin atau ibuprofen, 2 tablets (q.4h)b secara oral

Page 28: Penglihatan Normal

4. Penggunaan β bloker jka TIO meningkat

5. Paca mata gelap

6. Anjuran kepada pasien agar berhati-hati

7. Re-evaluasi 2-4 hari (atau bila perlu)

D. Severe uveitis

1. Atropine, 1% (b.i.d.-t.i.d.) atau homatropine, 5% (q.4h)

2. Prednisolone, 1% (q.2-4h)a

3. Aspirin atau ibuprofen, 2 tablets (q.3-4h) secara oral

4. Penggunaan β bloker jka TIO meningkat

5. Paca mata gelap

6. Anjuran kepada pasien agar berhati-hati

7. Reevaluasi 1-2 hari

Adapted from Catania LJ. Primary care of the anterior segment, 2nd ed.Norwalk, CT: Appleton & Lange, 1995:372.

PROGNOSIS

Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal dan diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada penyebab sistemiknya. Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan mengobati dengan segera. Prognosis visual pada iritis kebanyak akan pulih dengan baik, tanp adanya katarak, glaucoma atau posterior uveitis.

BAB III

KESIMPULAN

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebab.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Uveitis anterior merupakan radang iris dan badan siliar bagian depan atau pars plikata, yang disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul karena reaksi alergi mata. Uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang dari 6 minggu dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu. Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai penyebab uveitis. Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan bagian organ yang terkena dan prognosis kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal.

Page 29: Penglihatan Normal

DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan wasisdi, Gambaran Klinis Uveitis Anterior Akua pada HLA B27 Positif, FKUGM, Yogyakarta

2. Ilyas Sidarta, Uveitis Anterior, Ilmu Penyakit Mata, ed II, FKUI, Jakarta: 20023. www_preventblindness. Co.id, Causes of Anterior Uveitis . Accessed. September th.

2006:1-24. www_nlm.nih.gov. co_id, veitis . Accessed. September th. 2006:1-2

1. Wijana Nana, Uvea, Ilmu Penyakit Mata, hal 126-1272. K George Roger, MD, Uveitis, Nongranulomatous. www emedicine.co.id, Accessed.

June th. 2005:1-33. Vaughan G Daniel, anatomi dan Embriologi Mata, Oftalmologi Umum ed 14, Widya

Medika, Jakarta: 2000 hal8-94. www.emedicine.com 5. www.oao.com 6. www.healthatoz.com 7. Wong tien YN, ” Uvetis Systemic and Tumots” , The Opthlmolgy Examinations

Review, Wrld Scientific, Singapura:2001. P321-323.8. www.stlukesEye.com 9. www.allaboutvision.com 10. www.cerminduniakedokteran.com 11. www.healthline.com 12. www.medicallibrary.com 13. http://www.mersi ocular imunology.htm