penginderaan jauh dan aplikasinya
DESCRIPTION
EksplorasiTRANSCRIPT
-
PENGINDERAAN JAUH DAN APLIKASINYA
1. Jenis-Jenis Inderaja
Jenis pengideraan jauh yang umum ada 3 metoda, yaitu :
Metoda foto udara.
Metoda gelombang mikro.
Metoda citra satelit (antariksa).
1.1 Metoda foto udara
Metoda foto udara berisi rekaman rinci kenampakan permukaan bumi pada
saat pemotretan. Dalam interpretasi foto udara, terdapat tujuh karakteristik
dasar yang harus dipertimbangkan, yaitu :
Bentuk, adalah konfigurasi atau kerangka suatu objek. Bentuk beberapa
objek menunjukkan ciri tertentu sehingga citranya dapat diidentifikasi
langsung hanya berdasarkan kriteria ini.
Ukuran objek, yang harus dipertimbangkan mengingat hubungannya
dengan skala foto yang digunakan.
Pola, adalah hubungan susunan spasial objek.
Bayangan, penting bagi penaksir dalam 2 hal yang saling bertentangan,
yaitu :
Bentuk atau kerangka bayangan dapat memberikan gambaran profil
suatu objek yang dapat membantu interpretasi.
Objek di bawah bayangan hanya dapat sedikit memantulkan cahaya dan
sukar diamati pada foto, yang akhirnya dapat menghalangi interpretasi.
Rona, adalah warna atau kecerahan relatif objek pada foto.
Tekstur, adalah frekuensi perubahan rona pada citra fotografi. Tekstur
merupakan hasil gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, dan
ronanya.
Situs atau lokasi objek dalam hubungannya dengan objek yang lain, sangat
berguna untuk membantu pengenalan suatu objek.
-
Perlengkapan interpretasi foto udara biasanya digunakan untuk tujuan :
pengamatan foto,
pengukuran kenampakan pada foto, dan
memindahkan hasil interpretasi ke peta dasar.
Karakteristik medan utama yang dapat diperkirakan dengan interpretasi foto
udara yaitu jenis batuan, bentuk lahan (landform), tekstur tanah, kerentanan
banjir, dan tebal bahan lepas di atas batuan induknya.
Interpretasi foto udara untuk evaluasi medan didasarkan pada pengamatan
sistematik, dan evaluasi unsur kunci (key element) yang dianalisis secara
stereoskopik. Hal ini meliputi : topografi, pola aliran, tekstur, erosi, rona foto,
vegetasi, dan penggunaan lahan. Melalui analisis ini, penaksir foto dapat
mengenali kondisi medan yang berbeda-beda dan dapat menentukan batas-
batasnya.
1.2 Metoda gelombang mikro
Terdapat dua kenampakan berbeda yang mencirikan tenaga gelombang
mikro, dipandang dari sudut penginderaan jauh, yaitu :
Gelombang mikro dapat menembus atmosfer dalam berbagai keadaan,
tergantung pada panjang gelombang yang digunakan. Tenaga gelombang
mikro dapat menembus kabut tipis, hujan renyai dan salju, awan, asap, dan
lainnya.
Pantulan dan emisi mikro dari material muka bumi tidak ada kaitan langsung
dengan pasangannya pada bagian spektrum tampak atau termal. Misal
permukaan yang tampak kasar pada spektrum, mungkin tampak halus pada
gelombang mikro.
-
1.2.1 Radar (Radio Detection and Ranging)
Radar merupakan sensor gelombang mikro aktif. Sesuai dengan namanya,
radar dikembangkan sebagai suatu cara yang menggunakan gelombang radio
untuk mendeteksi adanya suatu objek dan menentukan jarak (posisinya).
Prosesnya meliputi transmisi ledakan pendek atau pulsa tenaga gelombang
mikro ke arah yang dikehendaki dan merekam kekuatannya, serta asal gempa
atau pantulan yang diterima dari objek dalam sistem medan pandang.
Sebagian besar radar penginderaan jauh berwahana udara dilakukan dengan
sistem yang menggunakan antena yang dipasang pada bagian bawah
pesawat dan diarahkan ke samping. Sistem ini dinamakan SLR (Side Looking
Radar) atau SLAR (Side Looking Airborne Radar).
1.2.2 SLAR (Side Looking Airborne Radar)
Sistem SLAR menghasilkan jalur citra yang berkesinambungan yang
menggambarkan daerah medan luas serta berdekatan dengan jalur terbang.
SLAR merupakan suatu sistem pengintaian kemiliteran yang ideal, tidak hanya
memberikan kemungkinan dapat diandalkan dalam segala cuaca tetapi juga
merupakan sistem aktif, sistem pencitraan siang malam.
Pada perkembangan selanjutnya, SLAR digunakan pula dalam bidang sipil,
serta termasuk alat yang baik untuk mendapatkan data sumber daya alam,
seperti analisis geologi, inventarisasi kayu, lokasi jalur transportasi, dan
eksplorasi mineral. Selain itu radar juga telah digunakan untuk memantau
permukaan lautan untuk menentukan kondisi angin, ombak, dan es. Asas
pengoperasian Radar Pandang Samping Wahana Udara (SLAR) dapat dilihat
pada Gambar 1, sedangkan pada Gambar 2 menunjukkan sistem
pengoperasiannya.
-
Gambar 1. Asas pengoperasian radar pandang samping wahana udara (SLAR).
Gambar 2. Pengoperasian sistem radar pandang samping wahana udara (SLAR).
Selain sistem SLAR, juga terdapat sistem penginderaan Mikro Pasif. Sistem
ini tidak menggunakan tenaga penyinaran sendiri, tetapi penginderaan tenaga
gelombang mikro yang diperoleh secara alamiah dalam medan pandangnya.
-
Pengoperasian sistem ini hampir sama dengan radiometer termal. Teori
radiasi benda hitam merupakan inti bagi pemahaman konseptual
penginderaan gelombang mikro pasif, tetapi sensor gelombang mikro pasif
lebih menekankan penggunaan antena, bukan unsur deteksi. Sinyal
gelombang mikro pada umumnya terdiri dari sejumlah komponen sumber yang
sebagian dipancarkan, sebagian dipantulkan, dan sebagian ditransmisikan
(Gambar 3).
Gambar 3. Komponen sinyal gelombang mikro pasif
Intensitas gelombang radiasi mikro pasif yang diindera dari jarak jauh atas
suatu objek tertentu tidak hanya tergantung pada temperatur objek dan radiasi
yang mengenainya, tetapi juga tergantung pada sifat pancaran pantulan. Sifat
ini dipengaruhi oleh :
sifat khas elektrik permukaan,
sifat khas kimiawi dan sifat khas tekstur objek,
paduan konfigurasi dan bentuk,
serta sudut arah pengamatan.
Dalam sistem ini, terdapat beraneka ragam kemungkinan sumber dan sinyal
yang dihasilkan tenaga gelombang mikro pasif sangat lemah, sehingga
interpretasi sinyal ini jauh lebih rumit daripada sensor lain.
Kegunaan sistem gelombang mikro pasif berkisar dari pengukuran profil
temperatur atmosfer hingga analisis variasi tanah di bawah permukaan air,
-
dan kandungan mineral. Konfigurasi dasar sistem gelombang mikro pasif
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram balok radiometer gelombang mikro pasif
Penginderaan gelombang mikro pasif bermanfaat sekali dalam bidang
oceanografi. Pemanfaatan ini berupa pengukuran daya pantul es laut, arus,
dan angin, juga untuk mendeteksi pencemaran minyak dan memperkirakan
jumlahnya. Meskipun sedikit penelitian yang berhubungan dengan
penginderaan gelombang mikro pasif dalam hidrologi, tapi potensinya besar
untuk mendapatkan informasi tentang kondisi pencairan salju, temperatur
tanah, dan kelembaban tanah untuk daerah yang luas.
1.3 Metoda citra satelit (penginderaan jauh dari antariksa)
Satelit-satelit yang digunakan dalam metoda ini adalah :
Satelit Landsat
Sistem satelit sumber daya bumi, Seasat-1, pesawat antariksa ulang alik
(space shuttle), SPOT
Satelit cuaca, satelit NOAA/TIROS, satelit GOES, satelit Nimbus, program
satelit cuaca pertahanan (Defense Meteorological Satellite Program/DMSP)
-
1.3.1 Satelit Landsat
Penginderaan jauh dari antariksa dengan Satelit Landsat terutama bertujuan
untuk pengamatan sumberdaya bumi. Satelit Landsat dimuati 2 sistem
penginderaan jauh pada wahananya, yaitu :
Sistem Return Beam Vidicom (RBV) dengan 3 saluran.
Sistem penyiam multispektral (MSS) dengan 4 saluran.
Konfigurasi pengoperasian sistem MSS ditunjukkan pada Gambar 5,
sedangkan Gambar 6 menunjukkan konfigurasi sistem RBV pada landsat.
Gambar 5. Konfigurasi pengoperasian sistem MSS landsat
Gambar 6. Konfigurasi sistem RBV pada landsat
-
Interpretasi terapan citra landsat telah dilakukan dalam berbagai disiplin ilmu
seperti pertanian, botani, kartografi, teknik sipil, lingkungan, geografi,
kehutanan, geologi, geofisika, analisis sumber daya lahan, perencanaan tata
guna lahan, oceanografi, dan analisis sumber daya air.
Skala citra dan luas daerah liputan per kerangka sangat berbeda antara citra
landsat dan foto udara konvensional. Sebagai contoh untuk meliput satu citra
landsat diperlukan lebih dari 1600 foto udara berskala 1 : 20.000 tanpa adanya
overlap. Hasil landsat bila dibandingkan dengan foto udara adalah :
untuk suatu kenampakan geologi yang panjangnya ratusan kilometer akan
tampak lebih jelas pada citra landsat,
untuk mengkaji suatu pemukiman, foto udara lebih efektif karena penelitian
dilakukan dengan ketinggian rendah, dan
citra landsat hanya dapat dipelajari dalam 2 dimensi, sedangkan foto udara
sebagian besar dapat dilihat tiga dimensi.
oleh sebab itu citra landsat harus dianggap sebagai alat interpretasi
pelengkap dan bukan sebagai pengganti foto udara berskala besar.
1.3.2 Sistem satelit sumber daya bumi yang lain
Misi pemetaan kapasitas panas (HCMM) merupakan yang pertama di antara
seri Misi Peneliti Terapan (Application Explorer Missions/AEM) yang kecil dan
relatif tidak mahal biayanya. Satelit percobaan ini memiliki ketepatan orbit dan
stabilitas ketinggian yang kurang teliti bila dibandingkan dengan landsat yang
lebih besar, sehingga satelit ini diarahkan bagi percobaan kelayakan.
HCMM merupakan wahana antariksa pertama yang dibuat untuk menguji
kelayakan dalam melakukan pengukuran variasi termal kenampakan di muka
bumi untuk memperoleh identitas dan kondisinya. Data HCMM telah
diterapkan pada berbagai bidang seperti :
Penggunaan pengukuran termal untuk membedakan jenis batuan dan
lokasi sumber daya mineral.
-
Pengukuran temperatur tajuk tumbuhan pada interval waktu tertentu yang
sering digunakan untuk menentukan laju transpirasi tumbuhan dan tingkat
kesehatannya.
Pengukuran parameter kelembaban tanah dengan pengamatan siklus
temperatur tanah.
Pemetaan aliran termal alamiah.
Perbaikan prakiraan aliran air oleh mencairnya salju.
Salah satu jenis sistem ini adalah penggunaan Satelit Seasat-1 yang
merupakan seri satelit pertama yang diusulkan untuk penelitian oceanografi.
Jenis sistem yang lain adalah Pesawat Ulang Alik yang memiliki kemampuan
terbang ke antariksa pulang-pergi secara berulang. Pesawat ini memiliki
wahana 3 tahap (Gambar 7), yaitu :
Sepasang roket pendorong berbahan bakar padat (Solid Propellant
Rockets).
Satu tangki pendorong berbahan bakar cair.
Wahana pengorbit.
Gambar 7. Pesawat Ulang Alik
Sedangkan jenis SPOT-1 (Satellite Probobtoire Pour 1Observation de la
Terre) merupakan satelit Perancis yang pertama. Sistem penginderaan yang
diusulkan untuk misi ini terdiri atas 2 scanner spektrum sinar tampak
beresolusi tinggi (High Resolution Visible/HRV).
-
1.3.3 Satelit cuaca
Satelit cuaca jenis NOAA mengorbit dekat kutub bumi dan sejajar dengan orbit
matahari, serupa dengan landsat. Pada satelit ini dilengkapi dengan suatu
radiometer pembuat profil temperatur vertikal (vertical temperature profiling
radiometer/VTPR), suatu sistem yang tidak menjadikan citra VTPR mengukur
profil temperatur atmosferik.
Sedangkan Satelit Meteorologi Selaras (Synchronous Meteorology
Satellite/MSS) atau Satelit Operasional Lingkungan Geostasioner
(Geostationary Operational Environmental Satellites/GOES) merupakan
bagian jaringan global satelit cuaca yang ditempatkan pada jarak sekitar 700
bujur di seluruh dunia.
Selain itu, untuk saat ini banyak unsur rancangbangun satelit cuaca yang
operasionalnya berpangkal dari pengujian awal Satelit Nimbus, misalnya
Nimbus-7. Satelit ini dilengkapi dengan sensor berupa radiometer termal
multisaluran dan radiometer gelombang mikro. Program Nimbus-7 bertujuan
untuk penelitian pemetaan : es di laut; sifat khas spektral; timbunan es;
distribusi O3 (ozon), H2O, NO2, dan HNO3; putaran radiasi bumi; profil
temperatur vertikal; konsentrasi aerosol; distribusi global CO, CH4, dan NH3.
Program Satelit DMSP membawa sejumlah sensor cuaca. Scanner yang
dibawa menghasilkan citra pada saluran sinar tampak dan inframerah
pantulan, serta saluran inframerah termal. Baik citra termal maupun citra
tampak DMSP telah digunakan untuk berbagai terapan di bidang teknik sipil
seperti halnya pemetaan bentangan salju. Pada masa mendatang satelit ini
akan ditingkatkan resolusi dan jumlah terapannya di bidang teknik sipil.
-
2. Aplikasi Penginderaan Jauh
2.1 Bidang Geologi
Metoda fotogeologi merupakan penggunaan pemotretan udara untuk
mendapatkan informasi geologi baik kualitatif maupun kuantitatif. Pemotretan
udara saat ini digunakan untuk identifikasi dan pemetaan muka bumi, pola
drainase, kenampakan struktur seperti patahan dan lipatan, dan unit-unit
batuan atau litologi. Foto udara umumnya digunakan untuk jenis studi geologi
seperti berikut :
Mengkompilasi peta-peta topografi dan geologi.
Eksplorasi mineral, hidrokarbon, dan air tanah.
Identifikasi kenampakan tempat-tempat yang membahayakan seperti
patahan gempa bumi yang aktif dan tempat-tempat yang mudah mengalami
longsoran.
Identifikasi dan pemetaan perubahan muka bumi yang disebabkan oleh
musibah alami seperti angin topan dan gempa bumi.
Pemilihan wilayah yang potensial untuk konstruksi fasilitas-fasilitas bidang
rekayasa seperti bendungan dan bangunan-bangunan tenaga nuklir.
Kuantitas dan kualitas informasi geologi yang dapat diinterpretasi dari
pemotretan udara tergantung pada faktor-faktor berikut ini :
jenis dataran, vegetasi, dan tanah penutup, serta tahapan siklus erosi,
jenis dan skala pemotretan,
ketersediaan stereopair untuk mengamati bagian vertikal melalui model
stereografis,
pelatihan dan pengalaman orang yang melakukan interpretasi dalam
bidang geologi dan inderaja.
Foto udara oblique sering digunakan oleh ahli foto udara, tapi saat ini sebagian
besar studi menggunakan foto udara vertikal dan diikuti oleh analisis
stereoskopis.
-
Foto udara berskala sedang sampai besar merupakan pilihan terbaik untuk
studi detail melokalisir suatu daerah, sedangkan yang berskala kecil seperti
yang dilakukan dari orbit bumi banyak digunakan untuk survei-survei regional.
2.1.1 Informasi kualitatif dari foto udara
Informasi geologi yang dapat diinterpretasi dari pemotretan udara
dikelompokkan dalam 4 kategori utama, yaitu : litologi, struktur, drainase, dan
bentuk muka bumi.
Litologi yang umum atau jenis batuan diklasifikasikan beserta dengan proses
terbentuknya. Unit batuan dapat terbentuk melalui :
secara langsung dari material yang mengalami pelelehan (beku),
dari partikel-partikel batuan yang terbentuk lebih dulu atau dari sisa-sisa
hewan dan tumbuhan (sedimen), dan
oleh pengaruh panas dan tekanan terhadap batuan yang terbentuk lebih
dulu (metamorf).
Kenampakan umum yang sering diidentifikasi dalam foto udara meliputi : kipas
aluvial, ambang sungai berpasir dan daerah tanjung yang berpasir, teras-teras
sungai, esker, drumlin, bukit pasir, dan talus.
2.1.2 Informasi kuantitatif dari foto udara
Contoh pengolahan kuantitatif ini adalah menentukan tinggi kenampakan
topografi dengan mengukur perbedaan paralaks pada stereopair, tapi dalam
kondisi tertentu dapat dihitung dari pengukuran panjang bayangan.
Pengukuran langsung dapat juga dilakukan pada foto udara vertikal dengan
skala yang tepat (Gambar 8) untuk menentukan kemiringan dan jurus dari
suatu struktur planar (misalnya bidang perlapisan, patahan atau dike).
Sudut kemiringan () dalam permukaan topografi ditentukan dengan rumus
berikut : tan = H / D ,
di mana :
-
H = perbedaan tinggi atau elevasi antara 2 titik, yang dapat diketahui dari
pengukuran paralaks stereoskopis
D = jarak horisontal antara 2 titik yang sama
Gambar 8. Diagram garis jurus dan sudut kemiringan pada suatu perlapisan batuan sedimen.
Batuan sedimen yang kemiringannya hampir horisontal dapat ditentukan
tebalnya secara langsung dengan mengkonversi menjadi satuan meter atau
kaki dari perbedaan paralaks antara top dan bottom dari bidang perlapisan
yang tampak pada stereopair.
Rumus yang dipakai adalah : T = (H) cos + (D) sin ,
di mana :
T = ketebalan stratigrafi
= sudut kemiringan yang ditentukan dari rumus sebelumnya H = perbedaan tinggi antar beberapa titik pada batas lapisan yang paling
bawah. D = jarak horisontal yang terkoreksi antar titik yang terukur pada batas
lapisan bagian atas dan bawah
2.1.3 Pola dan struktur drainase
Jenis sistem drainase yang umum pada suatu permukaan dataran dikontrol
oleh jenis tanah atau endapan surfisial, lereng, material induk, dan struktur
yang hadir.
-
Beberapa pola drainase yang umum (Gambar 9) adalah : pola dendritik, pola
trelis, pola rektangular, pola paralel, pola radial, pola anular, pola dikotomik,
pola memita atau mengelabang (braided), pola anastomotik, pola deranged
(kacau atau menggila), pola sinkhole, pola pinnate.
Pola drainase dapat lebih jauh diklasifikasikan menurut variasi densitas kanal
per unit luas (ditentukan secara subjektif), yang disebut dengan tekstur
drainase dan dibagi dalam 3 kategori (Gambar 10) berikut :
Drainase bertekstur halus, memiliki densitas drainase yang tinggi dan
terbentuk pada formasi yang mudah mengalami erosi sehingga runoff
permukaan tinggi. Tekstur ini dapat berasosiasi dengan srata sedimentasi
lemah atau tanah berpermeabilitas kecil (misalnya serpih dan lempung).
Drainase bertekstur sedang, memiliki densitas drainase sedang dan
terbentuk di tanah atau bedrock yang memiliki permeabilitas sedang
(misalnya batupasir dengan perlapisan yang tipis).
Drainase bertekstur kasar, memiliki densitas drainase rendah dan
terbentuk pada formasi batuan yang keras dan resistan (misalnya granit,
gneiss, dan kuarsit) serta pada material yang sangat permeabel (misalnya
pasir dan kerikil) sehingga hanya sedikit air yang dapat menjadi runoff
permukaan.
-
Gambar 9. Sketsa dari 12 pola drainase yang umum (diambil dari von Bandat [1962] dan Strandberg [1967])
Gambar 10. Sketsa dari pola drainase dendritik dengan tekstur halus, sedang, dan kasar (diambil dari gambar di U.S. Geological Survey).
2.1.4 Analisis litologi
Karakteristik utama batuan sedimen yang mempengaruhi kenampakan medan
pada foto udara meliputi : bidang perlapisan, bidang rekahan, dan daya tahan
terhadap erosi. Sebagai contoh adalah batupasir yang sering tampak jelas
pada foto udara terutama bila lapisan batupasir berada di atas formasi yang
-
lebih lunak dan mudah tererosi seperti serpih. Bidang rekahan tampak jelas
dengan sistem rekahan yang terdiri dari dua atau tiga arah utama.
Kenampakan endapan sedimen yang berselang-seling pada foto udara
tergantung pada ketebalan dan kemiringan bidang perlapisan.
Batuan beku dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu intrusif dan
ekstrusif. Sebagai contoh adalah kenampakan foto udara untuk batuan
granitik, yaitu : memiliki pola topografi masif membulat, tidak berlapis, bukit
berbentuk seperti kubah dengan ketinggian puncak bervariasi dengan lereng
yang terjal. Kenampakan aliran lava pada foto udara adalah : memiliki pola
topografi berupa serangkaian aliran berbentuk seperti lidah yang mungkin
bertindihan atau berselang-seling, dan sering berasosiasi dengan kerucut
bara. Identifikasi foto udara untuk batuan basal adalah : memiliki pola topografi
yang permukaannya hampir datar, sering terpotong oleh sungai utama dan
membentuk lembah yang dalam.
Identifikasi foto udara untuk batuan metamorf lebih sulit dibandingkan dengan
batuan yang lainnya, dan cara identifikasinya belum dikembangkan dengan
baik. Selain itu batuan metamorf umumnya memiliki penyebaran yang
terbatas.
2.2 Bidang Rekayasa
Proyek-proyek rekayasa yang memanfaatkan pemotretan udara banyak
dilakukan oleh teknisi di bidang geologi dan teknik sipil. Beberapa bidang
rekayasa yang menggunakan pemotretan udara adalah :
Survei-survei material konstruksi.
Pemilihan rute-rute lokasi untuk sistem transportasi.
Pemilihan lokasi yang potensial untuk struktur-struktur rekayasa yang kritis,
seperti bendungan, pembangkit tenaga nuklir, dan terowongan.
Penyelidikan longsoran.
Survei-survei kerusakan akibat bencana alam.
Penyelidikan polusi air.
-
Pengawasan gangguan-gangguan di lokasi pertambangan.
Inventarisasi stockpile.
2.2.1 Survei material konstruksi
Survei-survei material konstruksi melalui studi stereoskopis foto udara adalah
untuk pendekatan analisis dataran (Mintzer et al., 1983). Bentuk muka bumi
pertama kali diidentifikasi dan digambarkan secara regional, sehingga secara
umum dapat diperkirakan tentang jenis material yang diharapkan. Landform
yang paling prospek dianalisis secara detail tentang topografi, pola drainase,
erosi, rona atau warna tanah, vegetasi penutup, dan lokasi yang terbaik
sebagai tempat penyelidikan di lapangan. Skala fotografi yang digunakan
pada survei ini bervariasi dari satu wilayah ke wilayah selanjutnya, tapi
pankromatik awal dengan skala 1 : 15.000 sampai 1 : 25.000 lebih sering
digunakan.
2.2.2 Lokasi rute jalan raya
Dalam proyek-proyek transportasi, foto udara digunakan pada tahap-tahap
perencanaan, peninjauan lokasi, dan konstruksi. Informasi yang diharapkan
dari foto udara untuk suatu proyek jalan raya adalah :
informasi kualitatif dari interpretasi fotografi, dan
informasi kuantitatif dari teknik-teknik fotogrametrik.
Sedangkan pemilihan rute jalan raya yang baru dibagi dalam 3 fase, yaitu :
Survei-survei pengamatan atau peninjauan awal.
Membandingkan rute-rute yang dapat digunakan.
Survei detail rute yang terbaik.
Data-data yang diharapkan pada survei peninjauan awal adalah :
bentuk muka bumi (landform),
pola dan tekstur drainase,
jenis tanah dan batuan, dan
pola penggunaan tanah.
-
Skala fotografi yang digunakan pada fase ini sekitar 1 : 20.000 sampai 1 :
80.000. Selanjutnya terdapat beberapa kontrol lokasi yang dapat diidentifikasi
pada stereopair, yaitu :
kondisi dataran (misalnya elevasi, perbukitan, atau daerah pegunungan)
yang secara ekonomis mempengaruhi derajat tikungan dari jalan yang
diinginkan,
tanah yang tidak stabil, seperti daerah lempungan yang dapat mengalami
penyusutan dan membengkak dengan perubahan kadar air, atau daerah
yang mudah longsor,
barrier-barrier fisik, seperti bukit pasir di daerah pesisir, rawa, atau danau,
daerah-daerah yang mudah terkena banjir dan longsoran salju,
kenampakan-kenampakan khusus seperti gunung-gunung, terowongan,
dan perpotongan sungai-sungai yang sempit,
daerah-daerah yang berpotensial memiliki material konstruksi,
perpotongan jalan-jalan raya dan jalan kereta api,
batas-batas kota atau perkotaan,
daerah-daerah hutan yang baru dibuka atau operasi cut-and-fill,
daerah-daerah yang sensitif secara ekologi, dan
jarak.
Pada fase membandingkan rute, digunakan skala foto antara 1:2500 dan
1:5000. Fotografi pada fase ini digunakan untuk :
Menguji kondisi fisik dan tingkat budaya dengan teliti sepanjang tiap koridor
dalam kenampakan tiga dimensi.
Menghitung tinggi, elevasi, dan grade dengan pengukuran gambar
paralaks pada stereopair.
Menyiapkan peta topografi skala besar dengan interval kontur antara 2-3
m untuk setiap koridor.
Selama konstruksi jalan raya baru, foto udara dan peta topografi dapat
digunakan untuk sejumlah tugas-tugas berikut :
melakukan sedikit penyusunan ulang untuk menghindari penghambat yang
tidak tampak pada fase kontruksi awal,
-
memperkirakan volume cut-and-fill,
menemukan tambahan sumber-sumber material konstruksi, dan
menentukan lokasi yang tepat untuk saluran bawah permukaan.
2.2.3 Penyelidikan lokasi bendungan
Terdapat beberapa faktor fisik yang menentukan kelayakan lokasi bendungan
yang sebagian besar dapat diidentifikasi dan dievaluasi dengan interpretasi
foto udara. Faktor-faktor tersebut meliputi :
Karakteristik lembah, yang meliputi landform, jenis tanah, dan dimensi.
Karakteristik watershed, yang meliputi jaringan drainase dan vegetatif
penutup.
Karakteristik daerah yang dialiri, yang meliputi sistem transportasi yang
harus diganti dan tipe wilayah (misalnya berupa daerah terbuka, daerah
hutan, dan daerah yang dikembangkan).
Identifikasi dan pertimbangan kenampakan geologi regional maupun lokal.
Akses ke lokasi bendungan dengan berjalan kaki atau berkendaraan.
Lokasi dan tingkat longsoran atau lereng-lereng yang mudah longsor di
dekat lokasi bendungan yang diusulkan.
Ketersediaan dan kecocokan material konstruksi yang digunakan untuk
membangun bendungan.
2.2.4 Penyelidikan daerah longsoran
Fotografi dengan skala 1 : 15.000 sampai 1 : 30.000 biasa digunakan untuk
pengenalan dan klasifikasi longsoran (Gambar 11), tetapi jika daerahnya
terlalu rumit atau longsorannya kecil, foto udara yang digunakan untuk analisis
berskala 1 : 5000 sampai 1 : 10.000 (Belcher et al., 1960). Sedangkan
beberapa kondisi yang dapat menimbulkan longsoran meliputi :
Lereng yang curam (misalnya jurang yang terjal, ngarai, lembah-lembah
yang mengalami glasiasi, dan patahan besar).
Batuan yang licin dan impermeabel (misalnya serpih, batulempung,
batulanau, batusabak, dan sekis yang terfoliasi kuat).
-
Bedrock yang yang mengalami rekahan, khususnya saat rekahan paralel
atau rekahan yang melintasi lereng.
Lapisan batuan yang miring menuju ujung lereng.
Endapan permukaaan tak terkonsolidasi yang memiliki daya geser yang
lemah.
Tanah lempungan, yang mudah bergerak saat basah.
Lapisan es abadi yang paling atas jika mencair pada musim kemarau.
Lereng bukit yang gundul atau yang memiliki tumbuhan berakar dangkal.
Longsoran dikenal melalui pemotretan udara dengan kondisi seperti berikut ini
:
Lereng bukit yang tampak tergores.
Pola tanah dan vegetasi yang mengalami gangguan.
Perubahan pola lereng atau drainase.
Permukaan (topografi) yang tidak teratur.
Depresi yang kecil dan tidak mengalir.
Teras-teras yang mirip anak tangga.
Lereng bukit yang curam.
-
Gambar 11. Sketsa yang menggambarkantipe dasar longsoran tanah : (A) longsoran debris, (B) slump, (C) aliran tanah (earthflow), dan (D) reruntuhan batu (rockfall) (diambil dari Nilsen et al., 1979).
Pemotretan udara juga berguna untuk mengenal dataran yang mudah
mengalami longsoran.
2.2.5 Survei kerusakan akibat bencana alam
Film pankromatik sering digunakan bersamaan dengan kamera pemetaan
untuk menaksir kerusakan, karena :
memiliki cakupan ruang gerak yang lebar dan sesuai untuk berbagai
kondisi pencahayaan,
memiliki kemampuan untuk menembus tingkat perlakuakn atmosferik yang
berbeda saat dilakukan penyaringan (filtering) dengan tepat,
memiliki resolusi yang bagus (beberapa film dapat diperbesar lebih dari 15
kali tanpa kehilangan gambar yang detail), dan
memiliki kemampuan memproses dan mencetak pada waktu yang tepat.
Skala pemotretan udara yang berbeda digunakan untuk variasi jenis
penaksiran tempat-tempat yang mengalami kerusakan. Foto skala kecil
-
(misalnya 1 : 50.000 atau lebih kecil lagi) biasa digunakan untuk mempelajari
zone-zone kerusakan yang terbatas dalam suatu kenampakan wilayah yang
besar (Gambar 12). Sedangkan pemotretan udara skala sedang (misalnya 1 :
20.000 sampai 1 : 50.000) memberikan kenampakan yang cukup detail
terhadap wilayah yang dilanda bencana.
Gambar 12. Foto udara vertikal daerah Xenia, Ohio setelah mengalami kerusakan akibat badai tornado pada bulan April 1974, dengan skala foto 1 : 73.000 (dari Rush et al., 1977; U.S. Air Force photograph)
2.2.6 Penyelidikan polusi air
Secara prinsipal, yang merupakan polutan-polutan air adalah :
Sebagian pembuangan kotoran baik yang terpelihara maupun tidak.
Sampah-sampah industri.
Sisa-sisa pemrosesan pertambangan dan mineral.
Sisa-sisa kegiatan pertanian (misalnya hasil pencucian pupuk dan
pestisida).
Vegetasi yang membusuk.
Sisa-sisa minyak mentah dan petrokimia.
Air panas buatan (berupa polusi panas).
-
Sedimen-sedimen yang terlalu banyak mengalami suspensi (berupa polusi
sedimen).
Beberapa bentuk polusi air dapat dideteksi secara langsung dengan
pemotretan udara dan yang lainnya, secara tidak langsung. Deteksi langsung
memungkinkan jika polutan memiliki tanda-tanda spektral dalam spektrum
fotografi. Sedangkan deteksi tidak langsung diperhatikan dengan mengamati
perubahan lingkungan akuatik yang disebabkan oleh agen-agen penyebab
polusi yang tidak terlihat secara visual.
2.2.7 Pengamatan gangguan di lokasi pertambangan
Kegiatan pengerukan tailing di area pertambangan mineral-mineral placer
(Gambar 13) dapat mempengaruhi lingkungan dengan sejumlah cara yang
meliputi :
Penempatan tailing yang merupakan subjek terjadinya erosi dan
mempengaruhi tempat-tempat dan sejumlah aliran air di sekitarnya.
Flora, fauna, dan tempat-tempat ikan bertelur untuk memancing di daerah-
daerah bekas pengerukan yang telah rusak.
Jumlah sedimen yang sangat besar yang mengalami suspensi dapat
mempengaruhi lingkungan akuatik.
Sejumlah studi yang menggunakan pemotretan udara untuk pengawasan
operasi tambang permukaan. Sebagai contoh seperti yang dilakukan oleh
Mamula (1978) yang menggunakan pankromatik dan fotografi udara warna
inframerah dalam berbagai skala untuk mengidentifikasi dan menggambarkan
beberapa kategori operasi tambang permukaan dan tahap reklamasi yang
terjadi bersamaan di area pertambangan batubara besar di dekat Colstrip,
Montana.
Kategori-kategori yang termasuk dalam interpretasi meliputi :
Area jenjang-jenjang dan highwall yang aktif.
Spoil pile yang tidak berguna.
Area-area yang ditingkatkan dan dikontur ulang.
-
Area yang dihijaukan pada tahun pertama dan tahun kedua.
Area yang dihijaukan pada tahun ketiga dan tahun keempat.
Kenampakan air permukaan alami dan yang jumlahnya terbatas.
Gambar 13. Stereogram yang menggambarkan wilayah pertambangan emas placer di Yuba County, California. Kegiatan pengerukan dilakukan di daerah yang dilingkari. Skala foto adalah 1 : 20.000 (diambil dari U.S. Department of Agriculture).
2.2.8 Inventarisasi stockpile
Stockpile material dasar yang besar seperti batubara, batugamping, pasir dan
kerikil, mineral-mineral bijih, dan pupuk harus diukur secara periodik untuk
inventarisasi dan perhitungan biaya. Volume (kubik) material dasar pada
stockpile dapat ditentukan dengan akurat dan efisien menggunakan metoda
fotogrametrik. Beberapa keuntungan yang diperoleh adalah :
Metoda tersebut cukup akurat, ekonomis, dan sesuai.
-
Inventarisasi dapat dilakukan dalam satu hari, karena semua fotografi
dapat dilakukan dalam sekali waktu.
Kontrol lapangan hanya dilakukan sekali saja.
Metoda tersebut memberikan catatan permanen terhadap ukuran pile pada
saat fotografi diambil; volume dapat diperiksa pada masa mendatang jika
timbul pertanyaan terhadap keakuratan catatan.
Tidak ada perataan dan pencucian pile yang diharapkan, sebaliknya
operasi-operasi tersebut biasanya diperlukan dalam metoda penampang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Evans, A.M., Introduction of Mineral Exploration., Blackwell Science Ltd, 1995.
2. Avery, T.E., and G.L. Berlin., Fundamentals of Remote Sensing and
Airphoto interpretation., Fifth Edition., Mac. Millan, 1992.