penghapusan piutang pajak

20
PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK A. Pengertian Piutang Pajak yang Dapat Dihapuskan Pada pasal 24 UU KUP dijelaskan bahwa, tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur dengan/atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.03/2002 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Piutang Pajak. Dirjen Pajak memberikan kebijaksanaan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang masih memiliki kewajiban pajak yang masih terhutang namun dapat dihapuskan sebagaimana dalam ketentuan tersebut. Menteri Keuangan mengatur tata cara penghapusan dan menentukan besarnya jumlah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi, antara lain karena wajib pajak telah meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan. Wajib pajak badan yang telah selesai proses pailitnya, atau Wajib Pajak yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai subjek pajak dan hak untuk melakukan penagihan pajak telah daluarsa. Melalui cara ini dapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo piutang pajak yang akan dapat ditagih atau dicairkan. Piutang pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang tercantum dalam: a) Surat Tagihan Pajak (STP); b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); c) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT); d) Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT); e) Surat Ketetapan Pajak (SKP); 1

Upload: andreadante

Post on 26-Dec-2015

106 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Seminar Perpajakan

TRANSCRIPT

Page 1: Penghapusan Piutang Pajak

PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK

A. Pengertian Piutang Pajak yang Dapat Dihapuskan

Pada pasal 24 UU KUP dijelaskan bahwa, tata cara penghapusan piutang pajak dan

penetapan besarnya penghapusan diatur dengan/atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.03/2002

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2012 tentang

Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Piutang Pajak.

Dirjen Pajak memberikan kebijaksanaan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang

masih memiliki kewajiban pajak yang masih terhutang namun dapat dihapuskan sebagaimana

dalam ketentuan tersebut. Menteri Keuangan mengatur tata cara penghapusan dan

menentukan besarnya jumlah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi, antara lain karena

wajib pajak telah meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan. Wajib

pajak badan yang telah selesai proses pailitnya, atau Wajib Pajak yang tidak memenuhi syarat

lagi sebagai subjek pajak dan hak untuk melakukan penagihan pajak telah daluarsa. Melalui

cara ini dapat diperkirakan secara efektif besarnya saldo piutang pajak yang akan dapat

ditagih atau dicairkan.

Piutang pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang tercantum dalam:

a) Surat Tagihan Pajak (STP);

b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);

c) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);

d) Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT);

e) Surat Ketetapan Pajak (SKP);

f) Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT); atau

g) Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta

Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus

dibayar bertambah.

B. Gambaran Umum Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2012, dijelaskan

mengenai tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan. Pertama

kali, untuk memastikan keadaan Wajib Pajak atau piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi,

wajib dilakukan penelitian setempat atau penelitian administrasi oleh Kantor Pelayanan Pajak.

Penelitian tersebut dilakukan oleh Jurusita Pajak dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil

penelitian. Kemudian Laporan hasil penelitian tersebut harus menguraikan keadaan Wajib

Pajak dan piutang pajak yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang

pajak yang tidak dapat ditagih lagi dan diusulkan untuk dihapuskan.

1

Page 2: Penghapusan Piutang Pajak

Berdasarkan laporan hasil penelitian, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyusun daftar

usulan penghapusan piutang pajak. Daftar usulan penghapusan piutang pajak disampaikan

kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atasannya.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan daftar usulan

penghapusan piutang pajak yang telah dilakukan penelitian kepada Direktur Jenderal Pajak.

Direktur Jenderal Pajak mengusulkan penghapusan piutang pajak kepada Menteri

Keuangan. Berdasarkan usulan penghapusan piutang pajak sebagaimana dimaksud pada

penjelasan diatas, Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai

penghapusan piutang pajak. Dan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan

piutang pajak untuk menghapuskan piutang pajak, dibuat sesuai dengan contoh format

sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Menteri keuangan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak,

Direktur Jenderal Pajak melakukan:

a) penetapan mengenai rincian atas besarnya penghapusan piutang pajak; dan

b) hapus tagih dan hapus buku atas piutang pajak tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi

Pemerintahan yang berlaku.

Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan atas penugasan dari Menteri Keuangan

melakukan reviu atas usulan penghapusan piutang pajak yang disampaikan oleh Direktorat

Jenderal Pajak.

C. Syarat-Syarat Penghapusan Piutang Pajak

Penghapusan piutang pajak dapat dilakukan dalam hal hak menagih Direktorat Jenderal

Pajak telah melampaui jangka waktu dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak

penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan

Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.

Untuk memastikan keadaan Wajib Pajak atau piutang pajak yang tidak dapat atau tidak

mungkin ditagih lagi, Direktorat Jenderal Pajak wajib dilakukan penelitian setempat atau

penelitian administrasi dan hasilnya dilaporkan dalam Laporan Hasil Penelitian. Laporan

Hasil Penelitian tersebut harus menggambarkan keadaan Wajib Pajak atau Piutang Pajak yang

bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya Piutang Pajak yang tidak dapat

ditagih lagi sehingga diusulkan untuk dihapus.

Piutang Pajak hanya dapat diusulkan untuk dihapuskan setelah adanya Laporan Hasil

Penelitian dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak setiap akhir tahun takwim menyusun Daftar

Usulan Penghapusan Piutang Pajak berdasarkan Laporan Hasil Penelitian. Usulan

Penghapusan Piutang Pajak setiap awal tahun berikutnya disampaikan kepada Kepala Kantor

2

Page 3: Penghapusan Piutang Pajak

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atasannya. Selanjutnya, Kepala Kantor Wilayah Direktorat

Jenderal Pajak menyampaikan Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak yang telah diteliti

kepada Direktur Jenderal Pajak.

Piutang pajak yang dapat dihapuskan untuk Wajib Pajak orang pribadi adalah piutang

pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena:

a) Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak mempunyai harta

warisan atau kekayaan;

b) Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan;

c) hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;

d) dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan

penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang

perpajakan; atau

e) hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena

kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau

berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Piutang pajak yang dapat dihapuskan untuk Wajib Pajak badan adalah piutang pajak

yang tidak dapat ditagih lagi karena:

a) Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan Penanggung Pajak tidak dapat

ditemukan;

b) hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;

c) dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan

penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang

perpajakan; atau

d) hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan karena

kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau

berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

D. Penelitian Setempat dan Penelitian Administrasi

Usulan penghapusan piutang pajak harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

Untuk mencerminkan prinsip kehati-hatian tersebut, salah satu kewajiban Jurusita Pajak

adalah wajib melakukan penelitian atas piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi, baik

penelitian administrasi maupun penelitian setempat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2

ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2012 tanggal 2 Mei 2012 tentang

Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan. Hasil penelitian

tersebut dituangkan dalam laporan hasil penelitian.

Laporan hasil penelitian harus menguraikan keadaan Wajib Pajak dan piutang pajak

yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak yang tidak dapat

3

Page 4: Penghapusan Piutang Pajak

ditagih lagi dan diusulkan untuk dihapuskan. Berdasarkan laporan hasil penelitian, Kepala

Kantor Pelayanan Pajak menyusun daftar usulan penghapusan piutang pajak. Daftar usulan

penghapusan piutang pajak selanjutnya disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah

Direktorat Jenderal Pajak atasannya. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak

menyampaikan daftar usulan penghapusan piutang pajak yang telah dilakukan penelitian

kepada Direktur Jenderal Pajak. Direktur Jenderal Pajak mengusulkan penghapusan piutang

pajak kepada Menteri Keuangan. Berdasarkan usulan penghapusan piutang pajak, Menteri

Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak.

Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak

tersebut, Direktur Jenderal Pajak akan melakukan penetapan mengenai rincian atas besarnya

penghapusan piutang pajak serta hapus tagih dan hapus buku atas piutang pajak tersebut

sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku. Terakhir, Inspektorat Jenderal

Kementerian Keuangan atas penugasan dari Menteri Keuangan melakukan reviu atas usulan

penghapusan piutang pajak yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Penelitian administrasi adalah penelitian yang dilakukan dalam rangka penghapusan

piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2)

huruf c dan huruf d serta Pasal 1 ayat (3) huruf b dan huruf c Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan penetapan

Besarnya Penghapusan, karena :

a. Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa.

b. Dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan

penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang

perpajakan.

Pasal 1 ayat (2) huruf c dan huruf d serta Pasal 1 ayat (3) huruf b dan huruf c

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penghapusan

Piutang Pajak dan penetapan Besarnya Penghapusan menyatakan sebagai berikut:

Pasal 1 ayat (2) huruf c dan huruf d:

“Piutang pajak yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 ayat (1)

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 68/PMK. 03/2012 untuk Wajib

Pajak orang pribadi adalah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena:

hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;

dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan

penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang

perpajakan.

4

Page 5: Penghapusan Piutang Pajak

Pasal 1 ayat (3) huruf b dan huruf c:

“Piutang pajak yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 ayat (1)

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 68/PMK. 03/2012 untuk Wajib

Pajak badan adalah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena:

hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;

dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah dilakukan

penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang

perpajakan.

Penelitian setempat adalah penelitian yang dilakukan dalam rangka penghapusan

piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2)

huruf a dan b serta Pasal 1 ayat (3) huruf a Peraturan Menteri Keuangan Nomor

68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya

Penghapusan, karena :

Wajib Pajak Orang Pribadi dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak

mempunyai harta warisan atau kekayaan.

Wajib Pajak Orang Pribadi dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan.

Wajib Pajak Badan bubar, likuidasi, atau pailit dan Penanggung Pajak tidak dapat

ditemukan.

Penelitian yang dilakukan dalam rangka penghapusan piutang pajak yang tidak dapat

ditagih lagi karena hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan

karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan

pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1

ayat (2) huruf e serta Pasal 1 ayat (3) huruf d Peraturan Menteri Keuangan Nomor

68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya

Penghapusan, dapat dilakukan dengan penelitian administrasi maupun penelitian setempat

tergantung kondisi dan latar belakang penghapusan piutang pajak tersebut.

Pengusulan penghapusan piutang pajak dilakukan secara berjenjang dari Kepala

Kantor Pelayanan Pajak kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan

selanjutnya kepada Direktur Jenderal Pajak. Usulan penghapusan piutang pajak dari Kepala

Kantor Pelayanan Pajak harus telah diteliti kebenarannya oleh Kepala Kantor Wilayah

Direktorat Jenderal Pajak sebelum disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak. Berdasarkan

Keputusan Menteri Keuangan mengenai penghapusan piutang pajak, Direktur Jenderal Pajak

melakukan:

a. penetapan mengenai rincian atas besarnya penghapusan piutang pajak; dan

b. hapus tagih dan hapus buku atas piutang pajak tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi

Pemerintahan yang berlaku.

5

Page 6: Penghapusan Piutang Pajak

Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan atas penugasan dari Menteri Keuangan

melakukan reviu atas usulan penghapusan piutang pajak yang disampaikan oleh Direktorat

Jenderal Pajak.Keseluruhan proses pengusulan penghapusan piutang pajak dan tindak lanjut

penerbitan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) tentang penghapusan piutang pajak harus

diadministrasikan secara tertib dan cermat untuk tujuan pelaporan keuangan dan evaluasi

kinerja penagihan.

E. Temuan BPK Penetapan dan Penagihan Pajak Tidak Sesuai Ketentuan yang

Mengakibatkan Piutang Pajak Daluwarsa Sebesar Rp800,88 Miliar

Neraca LKPP Tahun 2013 (Audited) menyajikan jumlah piutang pajak bruto pada

Neraca sebesar Rp103.240.249.433.833,00. Dari nilai piutang pajak bruto tersebut, nilai

piutang pajak bruto pada DJP adalah sebesar Rp77.366.561.749.071,00 dengan nilai piutang

bersih yang dapat direalisasikan (Net Realizable Value) sebesar Rp28.581.451.198.172,00.

Piutang pajak berasal dari ketetapan pajak yang diterbitkan DJP, namun masih belum

dilakukan pelunasan oleh WP. Atas ketetapan yang belum lunas dan telah melewati jatuh

tempo pembayaran, DJP melakukan penagihan kepada WP. Untuk memberikan kepastian

hukum dan keadilan bagi WP, Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan diantaranya mengatur daluwarsa penetapan dan penagihan pajak. Hak untuk

melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak,

daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan STP, SKPKB,

serta SKPKBT, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan

Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.

Untuk Tahun Pajak 2007 ke bawah, hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk

bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu sepuluh

tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun

Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan. Atas piutang pajak yang telah daluwarsa, negara

tidak memiliki hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk Surat Teguran, Surat Paksa,

Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP), penyitaan, hingga pelaksanaan lelang.

Dari nilai piutang pajak bruto pada DJP sebesar Rp77.366.561.749.071,00, CaLK

C.2.11 mengungkapkan bahwa terdapat Piutang Pajak daluwarsa sebesar

Rp15.331.353.474.096,00. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas daluwarsa penetapan dan

penagihan, diketahui permasalahan sebagai berikut.

1. DJP Menerbitkan SKP Senilai Rp74.357.250.010,00 Setelah Masa/Tahun

Pajaknya Daluwarsa

Selama TA 2013 DJP telah menerbitkan SKP yang berasal dari pemeriksaan dan

penelitian sejumlah 526.308 ketetapan senilai Rp36.380.287.616.910,00 dan

USD632,681,281.00. Dari penerbitan ketetapan sejumlah tersebut, terdapat 822 SKP

6

Page 7: Penghapusan Piutang Pajak

senilai Rp74.357.250.010,00 yang diterbitkan melewati jangka waktu atau daluwarsa

penetapannya. SKP tersebut merupakan ketetapan pajak atas PPh Pasal 21, PPh Pasal

22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 Ayat (2), PPN, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

(PPnBM) yang atas penetapan pajaknya melewati jangka waktu lima tahun dari

berakhirnya masa pajak. Hasil penelusuran ke data pembayaran pajak menunjukkan

dari SKP yang telah daluwarsa tersebut senilai Rp24.111.674.979,00 telah dibayar oleh

WP dan senilai Rp50.245.575.031,00 belum dibayar oleh WP

2. DJP Tidak Melakukan Penagihan Aktif atas Piutang Pajak Senilai

Rp81.818.152.650,00 Sehingga Piutang Tersebut Menjadi Daluwarsa

Berdasarkan penelitian pada database piutang pajak, diketahui terdapat piutang

pajak yang tidak dilakukan penagihan aktif oleh DJP baik tidak dilakukan penagihan

sama sekali, maupun hanya sampai dengan penerbitan Surat Paksa tanpa dilanjutkan

dengan kegiatan penyitaan

3. SKPKBT PT A.2.1 Tertanggal 21 November 2013 Senilai Rp668.818.723.800,00

Diterbitkan Menjelang Daluwarsa Penagihan Sehingga Tidak Dapat Dilakukan

Penagihan Aktif oleh KPP

Atas SKPKBT tersebut telah diterbitkan Surat Teguran tertanggal 10 Januari

2014, namun demikian, seharusnya atas SKPKBT tersebut tidak boleh diterbitkan Surat

Teguran karena telah melewati tanggal jatuh tempo daluwarsa penagihan dan tidak

menunda daluwarsa penagihannya. SKPKBT tersebut tidak dapat dilakukan penagihan

aktif dan telah daluwarsa penagihannya karena jangka waktu yang tidak memadai

untuk diterbitkan surat paksa. Dengan tidak setujunya PT A.2.1 atas pendapat

pemeriksa/ketetapan pajak tersebut dan tidak dapat dilakukannya penagihan aktif

menyebabkan hilangnya potensi penerimaan pajak sebesar Rp668.818.723.800,00.

Selain pengujian atas daluwarsa penetapan dan penagihan, BPK juga menemukan

tindakan penagihan tidak sesuai ketentuan yaitu:

1. DJP Menerbitkan Surat Paksa atas Piutang Pajak yang Telah Daluwarsa

Penagihan Sejumlah 40.274 SKP/STP Senilai Total Rp76.196.637.190,00

Berdasarkan hasil pemeriksaan atas database piutang pajak, diketahui terdapat

40.274 SKP/STP senilai total Rp76.196.637.190,00 yang telah daluwarsa penagihan,

tetapi diterbitkan Surat Paksa oleh DJP. BPK berpendapat bahwa penerbitan Surat

Paksa atas SKP/STP yang telah daluwarsa penagihan tidak sesuai dengan ketentuan

perpajakan yang berlaku. Atas SKP/STP yang telah daluwarsa penagihannya,

seharusnya Pemerintah tidak memiliki hak untuk melakukan penagihan secara aktif.

2. Tahapan Penagihan Pajak pada KPP Madya Semarang Belum Sepenuhnya

Dilaksanakan Sesuai Ketentuan

7

Page 8: Penghapusan Piutang Pajak

Berdasarkan data saldo akhir piutang pajak per 31 Desember 2013, data Surat

Teguran, dan data Surat Paksa serta Kertas Kerja Kualitas Piutang per 31 Desember

2013 diketahui bahwa belum seluruh tahapan penagihan dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan dengan rincian sebagai berikut.

a) Terdapat 955 SKP/STP tidak diterbitkan Surat Teguran tujuh hari setelah jatuh

tempo;

b) Terdapat 338 SKP/STP belum diterbitkan Surat Paksa setelah 21 hari sejak ST

terbit;

c) Terdapat 382 SKP/STP belum diterbitkan SPMP setelah 2 x 24 jam sejak SP;

dan

d) Terdapat 62 SKP/STP belum dilakukan penyitaan setelah 14 hari sejak SPMP.

Permasalahan tersebut mengakibatkan Piutang Pajak sebesar Rp800.882.451.481,00

(Rp50.245.575.031,00 + Rp81.818.152.650,00 +Rp668.818.723.800,00) tidak dapat ditagih

oleh negara untuk menjadi penerimaan pajak.

Atas permasalahan tersebut, Pemerintah dhi. Kementerian Keuangan memberikan

tanggapan:

1. Terkait daluwarsa penetapan pajak, DJP mengakui hal ini terjadi karena keterbatasan

waktu penyelesaian pemeriksaan dari sejak diterimanya surat perintah pemeriksaan

pajak sampai dengan diterbitkannya laporan hasil pemeriksaan pajak. DJP akan

melakukan pembenahan manajemen pemeriksaan dalam rangka memonitor

penyelesaian pemeriksaan pajak.

2. Piutang pajak yang melewati jatuh tempo daluwarsa penagihan tanpa dilakukan

tindakan aktif secara memadai.

a) Kanwil DJP Jawa Barat II

Berdasarkan sampling dokumen yang disampaikan, Piutang Pajak daluwarsa

sebesar Rp49.381.912.116,00 tanpa tindakan penagihan pajak aktif, di dalamnya

terdapat piutang pajak yang telah lunas sebesar Rp297.351.229,00. Selanjutnya

piutang pajak telah daluwarsa sebesar Rp34.543.397.368,00 akan diusulkan

penghapusan. Sedangkan piutang pajak sebesar Rp14.541.163.519,00 akan

dilakukan tindakan penagihan aktif.

b) Kanwil DJP Jawa Tengah I

Berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 25 ayat (7) dan Pasal 27

ayat (5a), PP Nomor 74 Tahun 2011 Pasal 48, dan PMK Nomor 85/PMK.03/2010

Pasal 9, bahwa atas SKP yang diajukan keberatan/banding, tindakan

penagihannya tertangguh sampai dengan satu bulan setelah keluarnya surat

8

Page 9: Penghapusan Piutang Pajak

keputusan keberatan/banding dan atas STP yang SKP-nya diajukan

keberatan/banding tindakan penagihannnya juga ditangguhkan sampai dengan

SKP tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap, maka kemungkinan dari data

temuan tersebut ada WP yang mengajukan keberatan maupun banding dan belum

ada keputusan, sehingga terhadap SKP dan/atau STP-nya belum dilakukan

tindakan penagihan. Sesuai ketentuan tersebut, bahwa seluruh tindakan penagihan

yang dilakukan oleh KPP Madya Semarang telah dilakukan sesuai dengan

ketentuan yang ada.

c) Kanwil DJP Jawa Timur II

Selain penagihan aktif yang dilakukan sampai dengan Surat Paksa sesuai UU

PPSP, KPP melakukan upaya persuasif. Untuk WP yang tidak masuk dalam

Laporan 100 Besar KPP maka lebih diutamakan tindakan penagihan persuasif ini

ini karena memiliki risiko rendah. Selain itu juga terdapat SKP yang berasal dari

WP Pindahan dari KPP Lain.

d) Kanwil DJP Jakarta Selatan

Untuk keterangan WP telah mengakui hutang dan akan dilakukan

pembayaran agar dilampirkan bukti pendukung untuk yang nilainya diatas Rp100

juta sedangkan jika telah pengakuan hutang untuk dilampirkan bukti

pendukungnya.

3. Penerbitan surat paksa atas piutang pajak yang telah melewati jangka waktu

daluwarsa penagihan

DJP memahami bahwa tindakan penagihan pajak tidak dilaksanakan apabila

telah daluwarsa sesuai ketentuan Pasal 41 UU Nomor 19 Tahun 2000. Dengan

mempertimbangkan hal tersebut, DJP telah menegaskan agar KPP menerbitkan Surat

Pencabutan/Pembatalan atas Surat Paksa yang tidak seharusnya terbit tersebut sesuai

Surat Direktur Pemeriksaan dan Penagihan tentang Penegasan Terkait Surat Teguran

dan Surat Paksa yang Seharusnya Tidak Diterbitkan atau Belum Saatnya Diterbitkan

Terhadap WP Penanggung Pajak. Pembatalan Surat Paksa tersebut dilakukan jika

dalam satu Surat Paksa memuat seluruh utang pajak yang telah daluwarsa. Namun,

jika dalam Surat Paksa terdapat utang pajak yang daluwarsa dan tidak daluwarsa

maka akan dilakukan pembetulan Surat Paksa sebagaimana diatur dalam Pasal 39

ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2000 yang mengatur bahwa Pejabat karena jabatan

dapat membetulkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis,

Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah

Melaksanakan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang dan

Surat Penentuan Harga Limit yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau

9

Page 10: Penghapusan Piutang Pajak

kekeliruan. Sedangkan untuk koreksi atas nilai penyisihan piutang pajak akan

dilakukan oleh DirektoratPemeriksaan dan Penagihan.

4. SKBKBT PT A.2.1 diterbitkan menjelang daluwarsa penagihan

a) SKPKBT tersebut diterbitkan dari hasil pemeriksaan ulang berdasarkan Instruksi

Direktur Jenderal Pajak tertanggal 23 September 2013;

b) Proses pemeriksaan dimulai dari SP2 yang diterbitkan tanggal 03 Oktober 2013

s.d. terbitnya Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) tanggal 23 Oktober

2013, yang ditanggapi WP tanggal 11 November 2013;

c) WP mengajukan Quality Assurance (QA) dan dilakukan pembahasan QA tanggal

20 November 2013; dan

d) SKPKBT terbit tanggal 21 November 2013.

Atas tanggapan Pemerintah huruf b angka 2), BPK sampai dengan pembahasan terakhir

(9 Mei 2014) belum menerima dokumen/bukti pendukung atas tindakan penagihan yang telah

dilakukan terhadap SKP/STP tersebut.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Pemerintah c.q. Menteri

Keuangan agar menginstruksikan Direktur Jenderal Pajak untuk:

1. Menerbitkan instruksi terkait dengan kegiatan pemeriksaan pajak dengan

memperhatikan waktu daluwarsa penetapan pajak;

2. Memberikan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada pemeriksa

pajak, petugas penagihan, kepala seksi penagihan, kepala KPP terkait, Direktur

Keberatan dan Banding, Direktur Peraturan Perpajakan I, dan Direktur

Pemeriksaan dan Penagihan; dan

3. Meningkatkan pengawasan secara berjenjang terkait dengan kegiatan

pemeriksaan, penetapan dan penagihan pajak secara aktif.

F. Daluarsa Piutang Pajak

1. Ketentuan Daluwarsa dan Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak

Ketentuan mengenai daluwarsa pajak diatur dalam Pasal 22 UU KUP (UU No. 16

Tahun 2009) yang berbunyi:

1. Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya

penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak

penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat

Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan,

Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.

Isi pasal 22 di atas tidak bisa diterapkan tanpa memperhatikan isi dari Ketentuan

Peralihan Pasal II UU KUP yang berbunyi:

10

Page 11: Penghapusan Piutang Pajak

1. “Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai dengan

Tahun Pajak 2007 yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-Undang

Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000.”

Berdasarkan pasal peralihan tersebut, daluwarsa penagihan tahun pajak 2007 dan

sebelumnya akan mengikuti pasal 22 UU No. 6 tahun 1983 stdt. UU No. 16. Tahun 2000

sebelum perubahan ketiga yaitu yang berbunyi sebagai berikut:

1. “ Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan

biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun

terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun

Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa:

i. Untuk utang pajak 2008 akan daluwarsa pada tahun 2013. Tahun pajak 2009 akan

daluwarsa pada tahun 2014, demikian seterusnya (daluwarsa dalam jangka waktu 5

tahun).

ii. Sementara untuk utang pajak 2007 dan sebelumnya, penagihannya akan daluwarsa

dalam jangka waktu 10 tahun sesuai pasal 22 UU No. 16 tahun 2000. Contoh,

tahun pajak 2007, daluwarsa penagihannya pada tahun 2017. Begitu pula dengan

utang pajak tahun 2002 akan daluwarsa tahun 2012. Demikian pula dengan utang

pajak tahun 2003 baru daluwarsa pada tahun 2013.  

iii. Sedangkan untuk tahun pajak 2000 dan sebelumnya, daluwarsa penagihan mengikuti

pasal 22 UU No. 9 tahun 1994 yaitu 10 tahun sejak saat terutang pajak. Artinya

utang pajak tahun 2000 akan daluwarsa 2010.

Disamping itu, daluwarsa pajak bisa saja tertangguh berdasarkan ketentuan pasal 22

UU KUP (UU No. 16 Tahun 2009) yang berbunyi:

2. Daluwarsa penagihan pajak akan tertangguh apabila:

1. Diterbitkan Surat Paksa,

2. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak

langsung,

3. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13 ayat (5) UU KUP, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasa 15 ayat (4) UU KUP,

4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

2. Permasalahan Terkait Daluwarsa Penagihan Pajak

Ada salah satu permasalahan yang sering menjadi perdebatan antara pihak DJP dan

non-DJP (WP dan lainnya) terkait daluwarsa penagihan pajak ini, yaitu: “Apakah utang pajak

yang telah daluwarsa yang belum diusulkan penghapusan tetap harus diperhitungkan

11

Page 12: Penghapusan Piutang Pajak

sebagai perhitungan utang pajak dalam hal AR hendak menerbitkan SPMKP dan proses

perhitungan PLB WP?”

Sebelumnya perlu diketahui kaitan antara daluwarsa penagihan pajak dengan SPMKP

dan PLB. Seorang AR biasanya akan meminta konfirmasi utang pajak kepada seksi

penagihan. Jawaban konfirmasi utang pajak inilah yang nantinya akan digunakan sebagai

dasar perhitungan PLB jika masih ada tunggakan pajak. Nah, di sini masalahnya adalah

kadangkala seksi penagihan seringkali memilih untuk tidak mengajukan usul penghapusan

piutang pajak yang telah daluwarsa sehingga jawaban konfirmasi utang pajak seringkali

memperhitungkan hutang pajak yang telah daluwarsa. Alasan yang dipegang adalah karena

dalam PMK 68/PMK.03/2012 mengenai Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak Dan

Penetapan Besarnya Penghapusan, pasal 1 digunakan kata “Dapat” bukan kata “Wajib”

sebagaimana tertuang dalam pasal berikut:

2. “Piutang pajak yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk

Wajib Pajak Orang Pribadi adalah piutang pajak yang tidak dapat ditagih lagi

karena:

…(c) hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa.”

Lalu apakah tindakan yang harus diambil oleh AR? Tidak ada aturan khusus yang

mengatur mengenai tata cara PLB dengan memperhitungan utang pajak yang telah daluwarsa.

Bagi kebanyakan orang (terutama pihak non-DJP) menganggap bahwa utang pajak telah

dianggap lunas oleh negara meskipun belum diajukan usul penghapusan piutang. Dengan

demikian, lunas sama artinya dengan tidak diperhitungkan sebagai tunggakan pajak.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa utang pajak yang telah daluwarsa meskipun belum

diusulkan untuk dilakukan penghapusan tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan Lebih

Bayar dalam penerbitan SPMKP dan PLB. AR sudah seharusnya berpegang pada Undang-

Undang di sini, bukan pada disposisi jawaban konfirmasi dari seksi penagihan seperti yang

selama ini dipraktekkan. Pertanyaannya adalah bagaimana mengatasi perbedaan penafsiran

terkait permasalahan seperti ini?

12

Page 13: Penghapusan Piutang Pajak

Daftar Referensi

http://rizmy-otlani.blogspot.com/2012/10/gonjang-ganjing-daluwarsa-penagihan-pbb.html

http://ziajaljayo.blogspot.com/2012/02/timbul-dan-berakhirnya-utang-pajak.html

http://padeliman.blogspot.com/2012/08/penghapusan-piutang-pajak-normal-0.html

http://kuwatslametgemiadi.wordpress.com/tag/daluwarsa/

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penghapusan

Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan

13