penggunaan sistem manajemen biaya untuk pengambilan keputusan stratejik : product profitability...

23

Click here to load reader

Upload: annisa

Post on 18-Dec-2015

1.016 views

Category:

Documents


185 download

DESCRIPTION

Product Profitability Analysis dan Target Costing

TRANSCRIPT

PENGGUNAAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN STRATEJIK :PRODUCT PROFITABILITY ANALYSIS DAN TARGET COSTING

Untuk Memenuhi Tugas Akuntansi Manajemen LanjutanDosen Pengampu: Achmad Zaky, S.E., MSA., Ak., CMA., SAS., CA

Disusun oleh:Annisa Sabrina DjunaedyYudianto

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS BRAWIJAYAMARET 2015A. Product Profitability Analysis1. Definisi Product Profitability AnalysisMenurut Hilton et al (2003) menyatakan bahwa profitabilitas berkaitan dengan profit atau laba dan merupakan ukuran bagi perusahaan apakah telah menjalankan usahanya untuk memenuhi kebutuhan konsumernya melalui produk atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan tersebut dalam rangka untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. sedangkan pengertian dari produk itu sendiri adalah hasil atau output dari proses manufacturing yang akan ditawarkan di pasar untuk memuaskan kebutuhan pelanggan.Berdasarkan definisi atas profitabilitas dan produk diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan profitabilitas produk merupakan laba atau profit yang diperoleh dari hasil penjualan produk barang atau jasa kepada konsumen yang dapat menghasilkan laba bagi perusahaan. Dengan demikian, Product Profitabilty Analysis merupakan sebuah analisis terhadap profitabilitas produk atau analisis atas kemampuan produk dalam menghasilkan laba bagi perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari selisih harga jual produk tersebut dengan biaya produksinya. 2. Manfaat Product Profitability AnalysisSetelah mendapatkan informasi mengenai profitabilitas atas suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan, pihak manajemen dapat menggunakan informasi tersebut untuk mengambil keputusan strategis untuk dapat bersaing dengan perusahaan lain yang sejenis. Misalnya, dengan cara menurunkan harga jual untuk produk yang menghasilkan keuntungan yang tinggi sehingga produk tersebut mempunyai daya saing yang kuat di pasar atau menghentikan produk yang ternyata menghasilkan kerugian bila terus menerus diproduksi oleh perusahaan.

3. Product Profitability Analysis dengan Activity Based CostingBila perusahaan menerapkan sistem perhitungan biaya menggunakan metode tradisional dengan perataan biaya atau dengan satu standar alokasi biaya saja, perusahaan dapat mengalami ketidakakuratan perhitungan biaya produksi yang dapat menyebabkan adanya kekurangan biaya pada produk yang berarti sebuah produk yang sebenarnya membutuhkan biaya sumber daya yang banyak tetapi justru perusahaan mentapkan biaya per unitnya lebih rendah dari yang seharusnya. Sebaliknya, produk dapat kelebihan biaya yang berarti sebuah produk yang sebenarnya mengkonsumsi sumber daya dalam jumlah sedikit tetapi justru perusahaan salah menetapkan biaya produksi per unit dengan menetapkan biaya produksi per unit yang lebih tinggi dari yang seharusnya. Oleh karena itu, dibutuhkan metode yang memeberikan informasi yang lebih rinci dan akurat terkait biaya produksi, agar tidak berimbas pada kesalahan pembebanan biaya produksi per unit yang tentunya juga akan berimbas pada perhitungan profitabilitas produk. Activity Based Costing (ABC) System dapat memberikan informasi yang cukup akurat mengenai biaya produksi suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga pihak manajemen dapat mengetahui produk-produk mana saja yang sebenarnya menghasilkan keuntungan dan produk mana saja yang mungkin menghasilkan kerugian bagi perusahaan yang dapat diketahui dengan cara mengurangi harga penjualan produk dengan biaya produk tersebut. Hal diatas, dapat dijelaskan dengan contoh penelitian yang tertulis dalam sebuah jurnal akuntansi dengan judul Penerapan Activity Based Costing (ABC) System dalam Perhitungan Profitabilitas Produk. Pada penelitian tersebut, melakukan analisis profitabilitas produk dengan melakukan perbandingan antara penggunaan metode tradisional dengan metode Activity Based Costing (ABC) terkait biaya produksinya. Perusahaan yang dijadikan sampel merupakan perusahaan yang memproduksi dua jenis sepatu, yaitu sepatu tipe A dan sepatu tipe B. Dari hasil data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan perhitungan Activity Based Costing, maka didapat hasil berikut:Tabel 1Perhitungan Profitabilitas Produk dengan Menggunakan Metode TradisionalNo.KeteranganSepatu Tipe ASepatu Tipe B

1.Harga JualRp 75.000Rp 45.000

2.Biaya ProduksiRp 62.496Rp 38.136

3.ProfitRp 12.504Rp 6.864

4.Presentase16,627 %15,25 %

Tabel 2Perhitungan Profitabilitas dengan Menggunakan Activity Based Costing ABC) SystemNo.KeteranganSepatu Tipe ASepatu Tipe B

1.Harga JualRp 75.000Rp 45.000

2.Biaya ProduksiRp 55.003,84Rp 27.356,93

3.ProfitRp 19.999,16Rp 17.643,07

4.Presentase26,67 %39,2 %

Berdasarkan data pada Tabel 1 dan 2, dapat diketahui bahwa perhitungan biaya produksi dengan menggunakan Activity Based Costing (ABC) System memberikan gambaran yang berbeda mengenai profitabilitas produk dibandingkan dengan perhitungan biaya produksi dengan menggunakan metode tradisional. Dari perhitungan pada tabel tersebut, ketika menggunakan metode tradisional, sepatu tipe A memiliki tingkat profitabilitas produk yang lebih tinggi dibandingkan dengan sepatu tipe B, yaitu besar profit yang dihasilkan oleh sepatu tipe A adalah sebesar 16,627% sedangkan profit yang dihasilkan oleh sepatu tipe B adalah sebesar 15,25%. Hal ini berbeda dengan ketika perusahaan menggunakan metode Activity Based Costing (ABC). Pada saat perusahaan menggunakan Activity Based Costing (ABC) System, produk dari perusahaan tersebut yang lebih memberikan kontribusi besar kepada perusahaan adalah sepatu tipe B. Dari perhitungan pada tabel tersebut, ketika menggunakanABC, sepatu tipe A justru memiliki tingkat profitabilitas produk yang lebih rendah dibandingkan dengan sepatu tipe B, yaitu besar profit yang dihasilkan oleh sepatu tipe A adalah sebesar 26,67% sedangkan profit yang dihasilkan oleh sepatu tipe B adalah sebesar 39,2%.Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya profitabilitas produk untuk model sepatu tipe B lebih bedar dibandingkan profitabilitas produk sepatu tipe A karena sebenarnya model sepatu tipe B mengkonsumsi lebih sedikit sumber daya dibandingkan dengan model sepatu tipe A. Hal inilah yang menajdi kesalahan penghitungan biaya yang dilakukan dengan cara membagi secara merata biaya sumber daya untuk semua jenis produk yang dihasilkan tanpa memperhitungkan proporsi penggunaan sumber daya untuk masing-masing produk. oleh karena hal tersebut, sistem ABC memberikan informasi yang lebih akurat dalam analisis profitabilitas produk dibandingkan dengan metode tradisional.

B. Target Costing1. Definisi Target CostingMenurut Hansen dan Mowen (2000) target costing adalah suatu metode penentuan biaya produk atau jasa berdasarkan harga (harga target) dimana pelanggan bersedia membayarnya. Menurut Ford(1923) dalam Blocher et al. terjemahan Tim Penerjemah Penerbit Salemba (2008:617) menjelaskan bahwa target costing adalah suatu metode dimana perusahaan menentukan biaya yang harus dikeluarkan untuk suatu barang dan jasa yang didasarkan pada harga pasar kompetitif, dengan demikian perusahaan dapat memperoleh laba yang diharapkan dengan menghitung selisih antara harga kompetitif dengan laba yang diharapkan. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa target costing merupakan Penentuan biaya yang diharapkan untuk suatu produk berdasarkan harga yang kompetitif, sehingga produk tersebut akan dapat memperoleh laba yang diharapkan dan proses ini dilakukan pada saat tahap perencanaan produk. Secara luas, target costing dapat diartikan sebagai metode perencanaan laba danmanajemen laba yang difokuskan pada produk dengan mempertimbangkan proses manufacturing sehingga target costing ini digunakan oleh perancang sebelum proses dan proses desain dilakukan untuk mencapai tujuan perbaikan usaha pada pengurangan biaya manufaktur produk di masa depan. Target costing digunakan selama tahap perencanaan dan menuntun dalam pemilihan produk serta proses desain yang akan menghasilkan suatu produk yang dapat diproduksi pada biaya yang diijinkan dan pada suatu tingkat laba yang dapat diterima.

2. Tujuan dan Alasan menggunakan Target CostingMenurut Malue (2013) tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dengan menerapkan target costing adalah untuk menurunkan total biaya dari total biaya sebelumnya sehingga perusahaan pun bisa mendapatkan laba yang maksimal tanpa harus menaikan harga jualnya. Hal yang serupa juga disampaikan oleh Himawan dan Pendajaya (2005) yang menyatakan bahwa metode target costing diterapkan dengan tujuan mengoptimalkan perencanaan laba lewat penentuan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dan mengurangi biaya pada tahap perancangan. Berdasarkan hal tersebut,dapat disimpulkan bahwa perusahaan menerapkan target costing dengan tujuan sebagai alat strategi perusahaan selama tahap perencanaan untuk meminimalkan biaya produksi untuk mencapai laba yang diinginkan oleh perusahaan. Menurut Garrison, Noreen (2001), alasan menggunakan metode target costing ini berkaitan dengan pengamatan dua karakteristik dari market dan cost cost yang penting,yaitu:1. Banyak perusahaan yang tidak dapat mengendalikan harga. Pada kenyataan yang terlihat saat ini, harga sangat bergantung kepada pasar. Permintaan dan penawaran yang terjadi dalam pasarlah yang sangat menentukan harga suatu produk atau jasa. sehingga perusahaan yang tidak berusaha mengetahui hal ini atau mengabaikan hal ini akan berbahaya karena mereka akan menanggung resikonya sendiri. Karena itu antisipasi dari harga pasar dilakukan dengan menggunakan target costing.2. Banyak perusahaan yang menentukan biaya dari suatu produk pada tahap desain, sehingga sekali produk tersebut telah selesai di desain dan masuk dalam proses produksi, tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengurangi biaya secara signifikan. Padahal kesempatan untuk mengurangi biaya kebanyakan berasal dari desain produk. misalnya, dengan ,menggunakan bahan baku yang tidak mahal namun masih tetap dapat memenuhi kebutuhan konsumen.

3. Kegunaan Target CostingTarget costing mempertimbangkan faktor eksternal perusahaan (pasar). Melalui analisis pasar dan pesaing dapat membantu manajemen dalam merancang produk yang dibutuhkan konsumen dengan harga yang kompetitif. Menurut Albano, Bird, Clifton, Townsend (2003), metode target costing membantu perusahaan untuk: a) Menjamin bahwa produk disesuaikan dengan kebutuhan konsumen dengan lebih baikPenggunaan target costing di dalam sebuah perusahaan akan menjamin produk yang diproduksi tersebut telah disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Hal ini dikarenakan, pada tahap awal proses target costing juga melihat kondisi pasar, maksudnya disini melihat seberapa tingkat kebutuhan konsumen pada produk tersebut. sehingga, produk yang akan diluncurkan oleh perusahaan tersebut dapat lebih disesuaikan dengan baik terkait kebutuhan konsumen. b) Menyesuaikan harga dari keistimewaan produk dengan kesediaan konsumen untuk membayarnyaPenggunaan target costing dapat menyesuaikan harga dari kualitas yang dimiliki oleh produk tersebut dan didasarkan pada tingkat berapakah kemampuan dan kesediaan konsumen untuk membayar produk tersebut. Hal ini dikarenakan tahap awal dalam proses target costing adalah melihat harga kompetitif produk tersebut di pasar yang disesuaikan dengan kualitas produk serta kesediaan konsumen untuk membayarnya. c) Mengurangi siklus pengembangan produkPerusahaan yang menerapkan proses target costing dapat mengurangi siklus pengembangan produk. siklus pengembangan produk disini adalah siklus dimana perusahaan harus melakukan perubahan-perubahan atau pengembangan-pengembangan terhadap biaya produksi suatu produk ketika produk tersebut telah memasuki tahap produksi. Sedangkan apabila perusahaan menggunakan proses target costing yang telah dilakukan pada tahap perencanaan dalam memproduksi suatu produk, pihak manajemen telah benar-benar menghitung biaya yang minim tanpa mengurangi laba yang kita harapkan serta tanpa menaikkan harga jual kepada konsumen. d) Mengurangi biaya produk secara signifikanSeperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa pada proses target costing, pihak manajemen akan membuat pengurangan pada biaya produk tersebut. Pengurangan biaya produk pada proses target costing dapat menjadi lebih signifikan daripada melakukan pengurangan biaya ketika telah memasuki tahap memproduksi produk.e) Meningkatkan kerjasama antar departemen dalam perusahaan berkaitan dengan penyusunan, pemasaran, perencanaan, pengembangan, pembuatan, penjualan, pendistribusian, dan penempatan produkDalam proses target costing diperlukan kerjasama antar fungsi-fungsi seperti pemasaran, perencanaan, pendistribusian dan lain sebagainya demi melakukan proses pengoptimalan atau pengurangan biaya atas suatu produk dengan tidak meningkatkan harga jual dan tidak menurunkan laba yang diinginkan oleh perusahaan. f) Menggunakan konsumen dan pemasok untuk merancang produk yang benar dan untuk mengintegrasikan seluruh rantai persediaan dengan lebih efektif.Pada proses target costing, dalam merancang sebuah produk juga digunakan pandangan terkait konsumen dan pemasok. Sehinnga, pada tahap perencanaan, konsumen dan pemasok juga menjadi pertimbangan bagi manajemen dalam menentukan biaya atas produk yang akan diluncurkan tersebut.

4. Karakteristik target costing1. Target harga jual ditentukan selama perencanaan produk, pada cara orientasi pasarPenetapan target harga jual merupakan poin awal dalam proses target costing. Hal ini juga diungkapkan oleh Kato (1993) dalam Everaert (2006) yang menjelaskan bahwa penawaran tingkat harga dari produk yang ada atau tingkat harga kompetitor merupakan sebuah poin awal dalam proses target costing. Apabila manajemen percaya bahwa produk yang dimilikinya memiliki fungsi atau kualitas yang lebih bagus daripada produk kompetitor, maka harga dari produknya tersebut dapat lebih tinggi dari harga produk kompetitor. Sebaliknya, apabila produk yang dimiliki perusahaan tersebut memiliki fungsi atau kualitas yang lebih rendah dari produk kompetitor, maka harga produk tersebut bisa dinilai rendah. Selain dilihat dari nilai konsumen dan tingkat harga dari produk kompetitor, Kato (1993) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan dalam penentuan harga jual sebuah produk. Faktor-faktor tersebut misalnya konsep dari produk tersebut, karakteristik konsumen yang berpartisipasi, siklus hidup produknya, kuantitas penjualan yang diharapkan, strategi kompetitor, dan lain sebagainya. 2. Target profit margin ditentukan selama perencanaan produk, berdasarkan perencanaan profit yang strategisKarakteristik kedua dari sistem target costing adalah penetapan awal target profit margin selama perencanaan produk produk baru. Kato (1993) dan Monden and Hamada (1991) menjelaskan bahwa total target profit untuk sebuah produk di masa depan dapat berasal dari rencana profit jangka menengah, yaitu startegi manajemen dan bisnis antara 3 sampai 5 tahun. Target profit ini dapat diuraikan menjadi target profit tiap-tiap produk. Dengan adanya estimasi volume penjualan produk di masa depan, target profit untuk suatu produk di masa depan dapat diubah menjadi target profit margin per unit.3. Target cost ditentukan sebelum NPD (new product development) dimulai yang didasarkan pada pengurangan atau penambahan metodeKarakteristik ketiga dalam target costing adalah target cost (target biaya) ditentukan sebelum proses NPD dimulai, yaitu sebelum desain dan pengembangan produk benar-benar dimulai. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memutuskan berapa target cost untuk sebuah produk baru, yaitu:a. Perhitungan The Ongoing cost (biaya yang sedang berlangsung). Ketika NPD dimulai, perhitungan Ongoing cost ini didasarkan pada biaya aktual dari produk dengan mempertimbangkan faktor-faktor pengurangan atau penambahan biaya. Rhe Ongoing cost ini disebut juga sebagai Drifting Cost. b. Perhitungan The as-if cost. The as-if cost merupakan biaya pembuatan suatu produk hanya jika perusahaan mengimplementasikan semua ide pengurangan biaya yang tersedia. The as-if cost sebenarnya merupakan sebuah pengurangan biaya yang nyata. c. Perhitungan The allowable costThe allowable cost dihitung dengan perbedaan antara target harga jual dan target profit margin. The allowable cost merupakan biaya dimana produk harus diproduksi dengan tujuan untuk mendapatkan target profit margin ketika terjual pada target harga jual yang telah ditetapkan. d. Target cost ditentukan pada suatu tempat antara as-if cost dan allowable cost, baik menggunakan metode top down atau bottom up.Dalam metode top-down, target cost ditetapkan pada tingkat allowable cost, yaitu pada selisih antara target harga jual dan target profit margin. Kemudian, biaya target ini kurang lebih dibebankan pada tim NPD. Hal ini bertentangan dengan apa yang disebut metode bottom-up, dimana target biaya dimulai dalam departemen NPD itu sendiri. 4. Target cost dibagi menjadi target cost untuk komponen, fungsi, biaya item, desainer atau pemasok.5. Target costing membutuhkan kerjasama lintas fungsionalKerjasama dari berbagai departemen diperlukan dalam pelaksanaan target costing (Monden dan Hamada, 1991). Yoshikawa et al. (1993) melaporkan bahwa proses target costing memerlukan upaya partisipatif yang melibatkan perwakilan dari produksi, teknik, desain, pemasaran, akuntansi dan penjualan. Sebuah perusahaan harus menggunakan bakat, inovasi dan kesadaran sederhana setiap anggota organisasi dalam rangka untuk melihat peluang untuk pengurangan biaya (Carr dan Ng, 1995).6. Informasi biaya yang detail tersedia untuk mendukung pengurangan biayaKato (1993) berpendapat bahwa seorang perancang desain biaya membutuhkan informasi biaya yang rinci setiap saat. Target costing membutuhkan manajer untuk mengestimasi secara konstan biaya produksi suatu produk ketika bergerak melalui proses NPD, dan mereka harus memanfaatkan informasi dari seluruh bagian organisasi. Salah satu contoh yang terkenal dari informasi biaya, terutama digunakan oleh perusahaan-perusahaan Jepang selama target costing, adalah tabel biaya. Yoshikawa et aL (1990) menjelaskan bahwa tabel biaya adalah database terkomputerisasi yang besar, yang merupakan sumber informasi yang mudah diakses terkait efek biaya produk dengan menggunakan sumber daya(bahan baku), metode produksi, fungsi atau desain produk yang berbeda. Pada tabel biaya tersebut juga tercantum informasi terkait peralatan yang digunakan, jenis bahan yang digunakan dan variabel desain utama yang mempengaruhi kegiatan produksi serta biayanya. 7. Tingkat biaya dari produk masa depan (drifing costing) dibandingkan dengan target cost pada titik yang berbeda selama NPD8. Menetapkan atau membuat sebuah aturan umum bahwa target cost tidak dapat dilampauiAturan tentang target cost tidak dapat dilampaui memiliki tiga konsekuensi, diantaranya adalah sebagai berikut:a. Pertama,setiap kali kenaikan biaya pada suatu produk selama NPD, menyebabkan harus adanya pengurangan pada bagian lain dengan jumlah yang setara. b. Kedua, meluncurkan produk dengan biaya di atas target tidak diperbolehkan; hanya produk yang menguntungkan yang diluncurkan. c. Ketiga, proses produksi dikelola dengan hati-hati untuk memastikan bahwa target cost benar-benar tercapai.

5. Proses Target CostingMenurut Morgan (1993), proses penerapan metode target costing terdiri dari 3 tahapan yang dapat diringkas pada gambar dibawah ini.

Penjelasan atas gambar tahapan proses target costing diatas adalah sebagai berikut:1. Mengidentifikasi produk berkualitas tinggi yang memenuhi permintaan konsumenPada tahap ini, manajemen akan mengidentifikasi produk-produk mana yang memenuhi permintaan konsumen. Selain itu, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan pada tahap ini, yaitu:a. Pihak manajemen akan menentukan harga jual produk yang akan diluncurkan ke pasar. Dalam hal ini, pihak manajemen akan menentukan harga jualnya berdasarkan kualitas produk yang akan diluncurkan tersebut, harga kompetitif produk tersebut di pasaran, serta seberapa besar konsumen bersedia membayar produk tersebut.b. Setelah pihak manajemen menetapkan harga jual produk yang akan diluncurkan tersebut, kemudian pihak manajemen akan menentukan berapa besar target profit yang diinginkan oleh perusahaan atas produk yang akan diluncurkan tersebut.c. Hal yang harus dilakukan berikutnya adalah proses perhitungan target cost. Perhitungan target cost dapat ditentukan dengan cara mencari selisih antara harga jual yang telah ditetapkan untuk produk tersebut dengan target profit yang juga telah ditentukan untuk produk yang akan diluncurkan tersebut. secara ringkas, perhitungan target cost dapat dilihat sebagai berikut:Target Cost = Selling PriceTarget Profittarget cost pada tahap ini sering disebut juga sebagai allowable cost atau biaya yang diijinkan. Allowable cost juga dapat diartikan sebagai jumlah biaya yang diperkenankan oleh perusahaan yang didapat dari selisih antara harga jual dengan laba yang dinginkan oleh perusahaan.d. Setelah allowable cost diketahui, maka langkah yang harus dilakukan berikutnya adalah menghitung drifting cost (biaya taksiran). Drifting cost adalah penjumlahan biaya bahan baku, biaya proses, dan biaya lainlain yang diperkirakan akan terjadi untuk memproduksi produk yang bersangkutan. Drifting cost merupakan biaya yang diestimasi berdasarkan biaya produk yang sedang berjalan. Komponen-komponen yang termasuk dalam penentuan drifting cost ini antara lain, biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya overhead, dan biaya-biaya lainnya. 2. Menetapkan target cost dengan menerapkan value engineering (VE) Setelah mengetahui berapa besarnya allowable cost dan drifting cost, maka tahap selanjutnya dalam metode target costing adalah melakukan value engineering. Value engineering adalah sebuah upaya sistematis dengan cara mengevaluasi fungsi-fungsi dan proses dalam organisasi serta melakukan perbaikan yang dibutuhkan agar dapat menurunkan biaya sekaligus memuaskan kebutuhan konsumen. Value engineering dilaksanakan dengan tujuan agar drifting cost atau biaya taksiran mencapai angka yang sama atau kurang dari allowable cost atau target cost yang telah dihitung pada tahap awal. Proses ini memerlukan peran serta semua fungsi dalam perusahaan untuk bekerjasama menekan biaya sampai mencapai target. Proses awal value engineering yaitu dengan mengevaluasi kegitan perusahaan mulai dari merancang, mengembangkan, memproduksi, memasarkan, dan melayani konsumen yang memakai produk tersebut. Tugas setiap departemen adalah untuk memeriksa biaya dan kinerjanya kemudian mencari cara untuk memperbaikinya dengan tujuan agar target cost dapat tercapai dan meningkatkan kepuasan pelanggan atas produknya.Menurut Cowe (1994) dalam Himawan dan Pendajaya (2005), value engineering melibatkan penilaian sistematis mengenai bahan-bahan. Komponen penampilan, desain, dan sebagainya. Proses tersebut termasuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:a. Apakah penggunaan produk tersebut menyumbangkan nilai?b. Apakah biaya sesuai dengan kegunaannya?c. Apakah produk tersebut memerlukan semua sifat-sifat (ciri-ciri/keistimewaannya)?d. Adakah sesuatu yang lebih baik untuk kegunaan yang dimaksud?e. Dapatkah bagian (komponen) yang terpakai dibuat dengan metode biaya yang lebih rendah?f. Dapatkah ditemukan produk standar yang akan dapat digunakan?g. Apakah produk tersebut dibuat dengan alat-alat yang sesuai dan sudahkan mempertimbangkan jumlah yang digunakan?h. Apakah bahan-bahan tenaga kerja, biaya tak langsung, dan laba sesuai dengan harganya?i. Dapatkah pemasok lain yang dapat diandalkan menyediakan produk tersebut dengan biaya yang lebih murah?j. Adakah orang yang membelinya lebih murah?3. Mencapai target cost pada tahap produksi berdasarkan perubahan praktek saat ini.Setelah melakukan desain dan value enginering, maka target cost diharpakan dapat tercapai dengan artian bahwa drifting cost sama dengan atau kurang dari biaya yang diijinkan atau allowable cost.

Studi kasus: Tantalus CompanyStudi kasus berikut menyangkut proses penentuan target cost untuk Tantalus Company, sebuah produsen/pabrikan yang spesialisasinya memproduksi komponen otomotif yang berkualitas tinggi. Sebagai bagian dari tujuan strategis, Tantalus memiliki target return on sales yang bertujuan untuk mencapai harga yang kompetitif dan generasi dana yang cukup untuk pemeliharaan keuntungan dan reinvestment. Tantalus menerima pesanan untuk auto part complex, Produk A, dari Icarus Corporation. Pesanan Pertama untuk 1.000 unit yang selanjutnya akan diikuti oleh volume yang lebih tinggi dan ketika produksi massal produk itu dimulai. Menurut proposal dari Icarus, permintaan awal dengan harga yang kompetitif adalah 50 per unit. Tantalus itu menargetkan laba atas penjualan atau Return on Sales (ROS) adalah 20 persen, yaitu 10 ( 50 x 20%) per unit.

Dengan demikian biaya yang diperbolehkan dihitung dengan perhitungan sebagai berikut: 50 - 10 = 40 per unit

Jadi, Jika jumlah pesanan adalah 1.000 unit, maka total biaya yang diperbolehkan untuk memproduksi produk pesanan dari Icarus Corporation adalah 40.000.

Drifting Cost Selanjutnya, perhitungan Drifting Cost. Ini disebut biaya yang diijinkan atau allowable cost yang didasarkan pada data saat ini dan dievaluasi pada saat perusahaan mampu mencapai dalam hal biaya pada saat ini. Kesenjangan antara tingkat kinerja saat ini dan tingkat yang diperlukan oleh kebutuhan target cost yang harus ditutup. Target cost secara efektif ditetapkan oleh manajemen puncak dalam rencana strategis dan konsekuensinya mereka ketat.Untuk mencapai target ini, pertama biaya elemen atau kompnen-komponen relevan yang terkait produk tersebut perlu ditentukan. Mengingat fakta bahwa tawaran kompetitif diperlukan untuk mengamankan kontrak dan juga karena pabrik memiliki kapasitas berlebih tetapi telah melewati titik impas (Break Event Point) dengan produk saat ini, diputuskan bahwa biaya marjinal telah relevan. Keputusan ini didukung oleh fakta bahwa, karena resesi, kapasitas produksi suku cadang adalah pada tingkat yang bahkan bisa menggabungkan volume yang lebih tinggi kemudian tergambar ketika produksi penuh produk ibu (mother product) pelanggan mulai. Seandainya hal ini tidak pernah terjadi, perusahaan tidak bisa pergi pada tingkat harga ini karena volume yang lebih besar akan diperlukan untuk peningkatan biaya tetap marjinal. Selain itu, dampak biaya volume produksi yang direncanakan diperhitungkan pada tahap ini. Maka rencana produksi untuk item tersebut telah dipersiapkan. Berdasarkan pada pekerjaan ini, insinyur menentukan bahwa drifting cost per unit adalah 43,70, memberikan 43.700 secara total. Biaya per unit itu harus dipecah menjadi seperti berikut: Bahan baku langsung (direct material) 13.700 Tenaga kerja langsung (direct labor) 7.500 Variable overhead terhadap Produk A 22.500 Total drifting product cost 43.700Perlu dicatat terutama berkaitan dengan struktur biaya, tenaga kerja langsung terdiri dari 17% persen dari total biaya, tetapi jumlah overhead hingga 51%..

Target cost Langkah selanjutnya adalah untuk mulai mencoba untuk mencapai target cost bagi perusahaan. Mandor memeriksa area produksi potensial per item dengan para pemimpin kelompok. Para mandor membuat setiap usaha untuk mengurangi total drifting cost dari 43.700 ke biaya yang diijinkan sebesar 40.000. Dengan demikian target pengurangan biaya yang dihitung dari selisih antara keduanya, sebesar 3.700. Proses awal untuk menghilangkan perbedaan antara drifting cost dan target cost dicapai melalui Value Engineering (VE) dan desain penilaian (appraisal design). Proses ini didorong oleh pengakuan bahwa sesuatu seperti 90 persen dari biaya siklus hidup yang dapat diidentifikasi pada tahap desain produk. Oleh karena itu, jauh lebih mudah untuk biaya merancang keluar (design out) sebelum produksi daripada biaya kontrol keluar (control out) pada tahap pasca-produksi. The Instituts Official Terminology of Management Accounting mendefinisikan biaya siklus hidup (life cycle cost) sebagai 'praktek memperoleh, selama masa hidup mereka, penggunaan terbaik dari aset fisik pada total biaya terendah untuk entitas (terotechnology). Pada tahap ini, Tantalus berfokus dalam dua hal, yaitu pengurangan dari unit yang rusak atau cacat dan mendesain kembali proses perakitan untuk mengurangi biaya tenaga kerja dan terkait variabel beban pabrik.

DAFTAR PUSTAKA

Dicky, Yoanes. 2011. Penerapan Activity Based Costing (ABC) System dalam Perhitungan Profitabilitas Produk. Jurnal Akuntansi Universitas Kristen Maranatha,Vol.3,No.1Himawan dan Pendajaya. 2005. Penerapan Metode Target Costing sebagai Alat Bantu Manajemen dalam Mengoptimalkan Perencanaan Laba. e-Journal ESENSI, volume 8 No.2Malue, Jurgen. 2013. Analisis Penerapan Terget Costing sebagai Sistem Pengendalian Biaya Produksi Pada PT Celebes Mina Pratama. Ejournal.unsrat.ac.idMorgan, Malcom J. 1993. A case study in target costing : Accounting for Strategy. Research in Management Accounting. Vol 5, pg 20.Patricia Everaert,Stijn Loosveld,Tom Van Acker,Marijke Schollier,Gerrit Sarens. 2006. Characteristics of target costing: theoretical and field study perspectives.Qualitative Research in Accounting & Management, Vol. 3 Iss: 3, pp.236 - 263