penggunaan metode istihsan dalam akad...

88
PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISHAH PADA FATWA DSN-MUI NOMOR: 73/DSN- MUI/XI/2008 MENURUT PANDANGAN MAZHAB HANAFI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelas Sarjana Hukum (S.H) Oleh : Guntur Eka Arif Saputra 11150490000135 JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Upload: others

Post on 01-Nov-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD MUSYARAKAH

MUTANAQISHAH PADA FATWA DSN-MUI NOMOR: 73/DSN-

MUI/XI/2008 MENURUT PANDANGAN MAZHAB HANAFI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi

Syarat Mencapai Gelas Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

Guntur Eka Arif Saputra

11150490000135

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Page 2: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

PENGGTINAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD MUSYARAKAH

MUTANAQISHAH PADA FATWA DSN-MUI NOMOR: 73IDSN-MUIDU2008

MEI\URUT PANDANGAN MAZH.AB HANIAFI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Syarat

Mencapai Gelas Sarjana Hukum (S.H)

OIeh;

Guntur Eka Arif Sanutra

1 1 1s0490000135

Pembimbing:

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

f)r. Moch. Bukhori Mdslim, M.A.

N[IP. 197 6062620090 1\0 13

Page 3: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

PENGESAHAN PAI\ITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi berjudul "Penggunaan Metode Istihsan dalam Akad Musyarakah

Mutanaqishah pada Fatwa DSN-MUI Nomoor: 73IDSN-MUID02008 Menurut

Pandangan Mazhab Hanaff' yang ditulis oleh Guntur Eka Arif Saputra, NIM11150490000135, telah diajukan dalam dalam sidang skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum pada, 15 Januari 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Ekonomi

Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakart a, 20 Januari 2A20

Mengesahkan

i , - '':..

Dekaq Fafultas Syariah dan Hukum

Panitia Sidang:

Ketua A.M Hasan Ari. M.A. (.......M....................)NIP . 19751201 200501 1 005

Dr Abdurrauf, Lc.. M.A.NIP.l973l2l5 200501 I 00_

Sekretaris

Pembimbing Dr Moch. Bukhori Muslim" M.A. (... t . r......

NIP . 197 60626 200901 1 013

Penguji I : Dr. Hasanudin. M. AgNIP. 19610304 199503 1 001

Drs. Hamid Farihi. M.A.NrP. 19s811l9 198603 I 00 I

*tl/a;

. r r... '....)

Zl a6

44 .')

7*o'?4'Penguji II

Page 4: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

TEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1.

2.

.1J.

Sicripsi ini hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di universitas Islam Negeri (ulN)S yarif Hidayatullah Jakarta.

'sernua sumber ymg saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di universitas Islam Negeri (urN)

S yarif Hidayatullah Jakarta.

Jika dikemudian hari terbukti bahwa karyaini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri rur$ Syarif Hidayatullah

Jakarta.

a Arif Saputra

I

Page 5: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

i

ABSTRAK

Guntur Eka Arif Saputra. NIM 11150490000135. Penggunaan Metode

Istihsan Dalam Akad Musyarakah Mutanaqishah. Program Studi

Hukum Ekonomi Syariah (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis penggunaan metode istihsan

pada Fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Akad

Musyarakah Mutanaqishah, penelitian ini juga meneliti bagaimana nilai

istihsan yang terkandung dalam akad tersebut. Metode penelitian dalam

skripsi ini adalah menggunakan metode library research (penelitian

kepustakaan) yang bersifat deskriptif analisis dengan pendekatan falsafi,

yaitu suatu pendekatan yang didasarkan pada hasil penelitian ulama,

sarjana, cendikiawan dan para tokoh lainnya. Sumber data primer dalam

penelitian ini berupa pendapat Imam Abu Hanifah, Ulama Mazhab

Hanafiyah, Fatwa DSN-MUI, dan tokoh lain yang terkait dengan objek

penelitian ini yang kemudian dikumpulkan dan dianalisis oleh penulis.

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa

pandangan ulama mazhab hanafi terhadap istihsan sebagai ijtihad hukum

banyak didukung sebagai hujjah oleh kalangan ulama lain seperti Ulama

Hanbali dan Maliki, oleh sebab itu keluar dari qiyas haramnya akad bay’

salaf, yang juga mengandung dua akad dalam satu transaksi dipandang

mengandung lebih besar tujuan demi mewujudkan kemaslahatan

dibandingkan dengan mengikuti qiyas, maka qiyas itu boleh ditinggalkan

dan yang dipakai adalah istihsan yang disandarkan pada maslahah dengan

meninggalkan dalil yang bisa digunakan, dan untuk selanjutnya beramal

dengan cara lain karena didorong oleh pertimbangan kemaslahatan

manusia.

Kata Kunci: Penggunaan Metode Istihsan, Musyarakah Mutanaqishah.

Fatwa DSN-MUI

Page 6: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat serta

kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir

kuliah dengan judul “Penggunaan Metode Istihsan Dalam Akad Musyarakah

Mutanaqishah Pada Fatwa Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008 Menurut Mazhab

Hanafi”. Tujuan penulisan skripsi ini untuk memenuhi syarat memperoleh gelar

Sarjana Hukum (S.H) bagi mahasiswa program S-1 di Program Studi Hukum

Ekonomi Syariah (HES) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak,

sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa

hormat penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua

pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil baik secara langsung

maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai, terutama

kepada yang penulis hormati:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, Lc. M.A, selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H. MA. M.A, selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak AM. Hasan Ali, M.A, selaku Ketua Program Studi Hukum

Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., M.A, selaku Sekretaris Program Studi Hukum

Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Dr. H. Moch. Bukhori Muslim, Lc. M.A, selaku Dosen Pembinbing

Akademik sekaligus Dosen Pembimbing skripsi saya yang telah

memberikan kritik, saran, bimbingan maupun arahan yang sangat berguna

dalam penyusunan skripsi ini

Page 7: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

v

6. Teristimewa kepada kedua Orang Tua penulis (Alm.) Ahmad Arif, meski

penulis tidak dapat merasakan bimbingan serta kasih sayang seorang ayah

hingga dewasa tapi doa selalu teriring untuk Alm. Dan teruntuk ibu

tersayang Hj. Sunah, beliau ibu hebat yang merangkap tugas seorang ayah

sekaligus, tak pernah lelah memberi dukungan semangat, motivasi serta

dorongan moril dan materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

7. Tak lupa pula untuk Mochamad Galih Rakasiwi dan Galang Ta’jir

Muchtaraf selaku adik-adik penulis, yang banyak membantu dan

memotivasi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir kuliah.

8. Siti Nur Akmalia, perempuan yang penulis kagumi, selalu memberi

dukungan dan tak pernah henti memberi semangat terhadap penulis

apapun keadaan dan kondisi penulis. Dengannya penulis berharap untuk

dapat melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius.

9. Seluruh Teman-teman seperjuangan Program Studi Hukum Ekonomi

Syariah angkatan 2015, khususnya teman-teman HES D dan JOIN yang

tak bisa penulis sebutkan satu-persatu, bersama kalian masa perkuliahan

yang dihadapi penulis terasa lebih mudah.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita

semua dan menjadi bahan masukan dalam dunia pendidikan.

Jakarta, Januari 2020

Penulis,

Page 8: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

v

Page 9: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

iv

DAFTAR ISI

COVER

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING

SURAT PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN

ABSTRAK ........................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 5

C. Pembatasan Masalah ........................................................................................ 5

D. Perumusan Masalah ......................................................................................... 6

E. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 6

F. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 6

G. Tinjauan Studi Terdahulu ................................................................................ 7

H. Kerangka Konsep .............................................................................................. 9

I. Metode Penelitian .............................................................................................. 14

J. Sistematika Penulisan ....................................................................................... 16

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................. 18

A. Istihsan ..... ....................................................................................................... .. 18

1. Pengertian Istihsan ...................................................................................... 18

2. Istihsan dalam Pandangan Imam Hanafi ................................................. 21

3. Macam-macam Istihsan Menurut Mazhab Hanafi .................................. 26

B. Gambaran Akad Musyarakah Mutanaqishah ................................................. 32

1. Pengertian Akad Musyarakah Mutanaqishah ........................................... 32

2. Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqishah ......................................... 34

3. Rukun dan Syarat Musyarakah Mutanaqishah ........................................ 38

Page 10: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

v

BAB III GAMBARAN UMUM FATWA DSN-MUI NOMOR: 73/DSN-

MUI/XI/2008 TENTANG AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISHAH ..................... 43

A. Sekilas tentang Fatwa ....................................................................................... 43

1. Pengertian Fatwa ........................................................................................ 43

2. Dasar Hukum Fatwa ................................................................................... 44

B. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia ..................................... 46

1. Sekilas tentang Majelis Ulama Indonesia.................................................. 46

2. Dewan Syariah Nasional ............................................................................. 47

3. Tugas dan Wewenang Dewan Syariah Nasional MUI ............................. 48

4. Sekilas tentang Fatwa DSN-MUI No: 73/DSN-

MUI/XI/2008/Tentang Akad Musyarakah Mutanaqishah ...................... 49

C. Metode Istimbath Hukum Fatwa DSN-MUI .................................................. 51

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 53

A. Kehujjahan Istihsan Menurut Mazhab Hanafi .............................................. 53

B. Analisis Penggunaan Metode Istihsan dalam Fatwa DSN-MUI

Nomor. 73/DSN/MUI/XI/2008 tentang Akad Musyarakah

Mutanaqishah menurut Mazhab Hanafi ....................................................... 54

BAB V KESIMPULAN ...................................................................................................... 65

A. Simpulan ........................................................................................................... 65

B. Saran .................................................................................................................. 66

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 68

LAMPIRAN : Fatwa DSN-MUI Nomor. 73/DSN/MUI/XI/2008 tentang Akad

Musyarakah Mutanaqishah

Page 11: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bidang ekonomi khususnya perbankan syariah merupakan salah satu

lapangan Ijtihad yang menuntut jawaban-jawaban terhadap persoalan baru

dalam bidang ekonomi atau keuangan, dalam bidang ini muncul sederetan

bentuk-bentuk transaksi yang sifatnya tidak pernah dijumpai pada masa

dahulu. Di indonesia sendiri tata aturan mengenai hukum perbankan atau

ekonomi islam diatur melalui Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah

Nasional sebagai sebuah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama

Indonesia secara struktural berada dibawah MUI (DSN-MUI).1 Walaupun

sifat fatwa adalah anjuran dan tidak mengikat seperti peraturan perundang-

undangan, namun menjadi rujukan dalam mengetahui proses menjalankan

ekonomi sesuai dengan syariat islam.

Selain peraturan perundang-undangan, para praktisi ekonomi syariah,

masyarakat dan pemerintah juga membutuhkan Hukum Islam melalui Fatwa-

fatwa dari DSN-MUI yang berkenaan dengan ekonomi syariah untuk memuat

norma-norma dasar sebagai pedoman. Sedangkan operasionalnya secara rinci,

diserahkan kepada umat manusia sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan

mereka. Dengan demikian, praktik ekonomi syariah sesuai dengan

perkembangan masyarakat. Perubahan masyarakat itu dapat berupa perubahan

tatanan sosial budaya, sosial ekonomi, sosial politik, dan lain sebagainya.

Permasalah-permasalahan ekonomi yang muncul, jika dinisbatkan dengan

hukum Islam maka paling tidak terdapat dua kemungkinan jawaban sebagai

berikut :

1 Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI Tentang Pembentukan Dewan Pengawas Syariah

Nasional (DSN) No. Kep-75/MUI/II/1999.

Page 12: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

2

1. Permasalahan-permasalahan yang jawabannya terdapat langsung

dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

2. Permasalahan-permasalahan yang jawabannya tidak ditemukan

landasan syara’ yang eksplisit pada Al-Qur’an dan Sunnah

sehingga membutuhkan fatwa (jawaban yang menerangkan

kedudukan suatu persoalan) dari ulama yang memiliki otoritas

tentangnya.2

Terdapat rambu-rambu hukum Islam yang mengatur ketika manusia

melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Rambu-rambu

hukum yang dimaksud tersebut ada yang bersifat pengaturan dari Al-qur’an

secara langsung, Al-hadits, peraturan perundang-undangan (Ijtihad kolektif),

ijma, qiyas, istihsan, maslahat mursalah, maqadish as-syariah, maupun

istilah-istilah lain dalam teori hukum islam. Namun cara manusia untuk

memenuhi kebutuhan dan cara mendistribusikan kebutuhan yang dimaksud

terkadang didasari filosofi yang berbeda antara seorang manusia dengan

manusia yang lainnya.

Kondisi seperti inilah yang tidak dapat dipertahankan ketika

kekuasaan islam semakin bertambah luas. Dengan terpencar-perncarnya para

Ulama, Ijma’ menjadi hal yang tidak memungkinkan lagi. Akhirnya masing-

masing Ulama melakukan istimbath sendiri. Maka lahirlah bermacam-macam

metode istimbath hukum seperti qiyas, istihsan, istishlah, ‘urf, istishhab, dan

syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi

objek kajian ushul fiqih. 3

Hal ini terjadi akibat kelainan kepercayaan agama, ideologi, budaya

hukum, kepentingan politik yang tumbuh dan berkembang dalam suatu

komunitas masyarakat. Selain itu, dalam hal tertentu antara suatu masyarakat

2 Yusuf Al-Qardawi, fatwa: Antara Ketelitian dan Kecerobohan, Alih Bahasa As’ad asin

(Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 5. 3 Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, h.3.

Page 13: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

3

dengan masyarakat lainnya dalam melakukan aktifitas untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya mempunyai unsur kesamaan bila menjadikan Al-qur’an

dan Al-hadits sebagai rambu-rambu dalam beraktifitas untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Rambu-rambu pengaturan dalam beraktifitas yang

dimaksud, baik dalam bentuk perbankan, jual beli, asuransi, gadai, hutang

piutang, maupun dalam bntuk lainnya dalam bidang hukum ekonomi atau

ekonomi syariah.4

Fatwa merupakan perkara penting yang memiliki banyak keutamaan

terkait penyelesaian masalah yang dihadapi oleh kalangan masyarakat, hukum

memberikan fatwa adalah fardhu kifayah. Karenanya, segala kemungkinan

kesalahan pembuatan fatwa harus dihindari. DSN-MUI sebagai lembaga yang

berwenang mengeluarkan fatwa di bidang hukum Islam.5 DSN-MUI

membutuhkan metode yang tepat dalam menentukan dan merespon hukum

dari suatu persoalan baru di bidang ekonomi syariah, salah satu metode yang

digunakan adalah dengan menggunakan metode istihsan.

Kedudukan istihsan sebagai metode pengambilan hukum sendiri

sebenarnya masih diperdebatkan oleh kalangan fuqaha hanafi dan fuqaha

syafi’i. Ulama Syafi’i telah menolak penggunaan istihsan sebagai sumber

hukum karna bukan di dasari oleh argumentasi yang diperoleh secara

langsung menurut nash al-Qur’an dan sunnah, sedangkan ulama Hanafi

menggunakan istihsan dalam perspektif penggunaan dalil yang lebih kuat

karna didasari urusan darurat yang ditujukan untuk memudahkan urusan

manusia.6 Selain itu juga di dalam ayat qur’an sudah disebutkan bahwa agama

itu bukan untuk menyusahkan manusia. Allah SWT berfirman (Q.S. 22: 78).

“dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu

4 Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah ( Sinar Grafika, Jakarta, 2008), h.1

5 https://dsnmui.or.id/kami/sekilas/ (Lihat Tugas dan Fungsi DSN-MUI).

6 Muhammad Abu Zahra, Imam Syafi’i, Hayatuhu wa’asruhu wa Fikruhu Ara’uhu wa

Fiqhuhu, diterjemahkan oleh Abdul Syukur, dengan Judul, Imam Syafi’i; Biografi dan Pemikirannya

dalam Masalah Akidah, Politik dan Fiqh (Cet. II; Jakarta: Lentera, 2005), h.479

Page 14: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

4

kesempitan”. Istihsan atau dalil hukum syara’ tidaklah didasarkan pada akal

semata, tetapi memilih alternatif dalil terkuat. Metode ini merupakan hasil

induksi dari berbagai ayat dan hadits yang diaplikasikan dalam merespon

persoalan-persoalan umat demi menghindari kesulitan dan merealisasikan

kemaslahatan. Dalam menerapkan metode tersebut, seorang mujtahid

hanyalah mengesampingkan kaidah umum atau qiyas karena ilatnya tidak

terdapat dalam persoalan yang dihadapi.7

munculnya keraguan terhadap kepastian hukum yang menjadi

persoalan ekonomi syariah yang ada di masyarakat salah satunya adalah

keluarnya Fatwa mengenai akad Musyarakah Mutanaqishah pada Fatwa

DSN-MUI NOMOR: 73/DSN-MUI/XI/2008. Musyarakah Mutanaqishah

merupakan akad yang baru muncul sejak perkembangan perbankan saat ini,

tidak ada pendapat ulama madzhab mengenai hukum akad ini serta nash tidak

menjelaskan secara langsung mengenai akad ini.

Di era modern ini, permasalahan akad ini termasuk dalam masail

fiqhiyyah yang butuh untuk dibahas mengenai sumber hukumnya agar tidak

ada keraguan dalam aplikasinya pada kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu

diperlukan untuk menggali hukum akad ini dengan metode yang telah

dijelaskan oleh ulama terdauhulu dalam ilmu Ushul al-Fiqh. Metode Istihsan

sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Malik merupakan metode penggalian

hukum yang relevan, yaitu dengan menerapkan yang terkuat diantara dua

dalil, atau menggunakan prinsip kemaslahatan yang bersifat parsial diantara

dua dalil, atau menggunakan prinsip kemaslahatan yang bersifat umum.8

Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, sangat penting

kiranya sebuah penelitian yang komprehensif terhadap Penggunaan Metode

7 Kasjim Salenda, Kehujjahan Istihsan dan Implikasinya dalam Istimbath Hukum, Jurnal al-

daulah Vol. 1/No.2/Juni 2013 h.13 8 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh (Jakarta: Amzah, 2011) h.111

Page 15: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

5

Istihsan dalam Fatwa DSN-MUI. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk

meneliti dan menganalisis bagaimana kesesuaian Teori PENGGUNAAN

METODE ISTIHSAN DALAM AKAD MUSYARAKAH

MUTANAQISHAH PADA FATWA DSN-MUI NOMOR: 73/DSN-

MUI/XI/2008 MENURUT PANDANGAN MAZHAB HANAFI. Penelitian

ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan sekaligus bahan evaluasi

bagi para regulator hukum Islam dalam mengeluarkan hukum baru di bidang

ekonomi syariah, ter-khusus fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI.

Sehingga menghasilkan produk hukum ekonomi syariah yang berkuaitas

sekaligus maslahat bagi umat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah-masalah yang

dapat diidentifikasikan adalah sebagai berikut:

1. Penyimpulan hukum mengenai penggunaan metode istihsan dalam akad

Musyarakah Mutanaqishah pada fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-

MUI/XI/2008 menurut pandangan mazhab hanafi

2. Nilai istihsan yang terkandung dalam akad Musyarakah mutanaqishah

pada fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak meluas serta menjaga

kemungkinan penyimpangan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan

batasan dengan hanya fokus pada masalah kehujjahan dalam penggunaan

metode Istihsan menurut mazhab hanafi pada fatwa DSN-MUI mengenai akad

Musyarakah Mutanaqishah. Pada penelitian ini penulis membahas tentang

Penggunaan Metode Istihsan dalam Akad Musyarakah Mutanaqishah pada

Fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008, objek atau jenis hukum

lainnya tidak termasuk ke dalam penelitian ini.

Page 16: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

6

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebarkan di atas,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Kehujjahan istihsan yang terkandung dalam fatwa DSN

Nomor: 73/DSN-MUI/2008 menrut para mazhab Hanafi?

2. Bagaimana penggunaan metode Istihsan yang dipakai MUI dalam

penerapan fatwa tentang Musyarakah Mutanaqisah Nomor: 73/DSN-

MUI/XI/2008 menurut mazhab hanafi?

E. Tujuan Peneliitian

Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kehujjahan penerapan metode istihsan yang dipakai

oleh MUI pada Fatwa Musyarakah Mutanaqisah Nomor: 73/DSN-

MUI/XI/2008 menurut pandangan mazhab hanafi

2. Untuk mengetahui nilai-nilai maslahat istihsan yang terkandung pada akad

Musyarakah Mutanaqisah dalam fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-

MUI/XI/2008

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan pengetahuan

dan mengembangkan pikiran serta memperluas informasi tentang

penggunaan metode istihsan dan nilai istihsan pada akad Musyarakah

Mutanaqisah dalam fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008

2. Manfaat praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi yang dapat

dijadikan bahan pertimbangan, saran dan masukan tentang masalah yang

perlu diadakan perbaikan dan kualitas pada Fatwa DSN-MUI

3. Masyarakat

Page 17: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

7

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada

masyarakat, khususnya berkaitan dengan penggunaan metode istihsan

dalam menentukan suatu hukum dan bagaimana bentuk tanggung jawab

DSN-MUI sebagai lembaga yang berwenang memberikan fatwa terhadap

suatu hukum baru sebagai jawaban terhadap persoalan masyarakat.

G. Tinjauan Studi Terdahulu

Sebelum pelaksanaan penelitian, penulis terlebih dahulu melakukan

peninjauan hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan materi

yang akan dibahas.

1. Penelitian oleh Sulistyowati Saputro (Skripsi, Fakultas Syariah,

Institut Agama Islam Negri Walisongo Semarang, 2008).9

Sulstyowati melakukan penelitian tentang “ Studi Analisis Terhadap

Istidlal Fatwa DSN-MUI Nomor: 41/DSN-MUI/III/2004 Tentang

Obligasi Syariah Ijaroh ”

Skripsi ini membahas mengenai pemakaian sumber hukum

islam yang digunakan dalam fatwa obligasi syariah Ijarah. Bentuk

penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif

analisis, yaitu suatu metode analisis untuk memecahkan masalah yang

sedang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek/obyek

penelitian berdasarkan pada fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana

adanya. Pokok permasalahan pada skripsi ini adalah melihat

bagaimana penerapan sumber hukum dan penggunaan metode istidlal

yang digunakan oleh MUI dalam menerapkan Fatwa Nomor: 41/DSN-

MUI/III/2004 tentang obligasi syariah ijarah.

9 Sulistyowati Saputro, “Studi Analisis Terhadap Istidlal Fatwa DSN-MUI Nomor: 41/DSN-

MUI/III/2004 Tentang Obligasi Syariah Ijaroh”. (Skripsi S-1 Fakultas Syariah, Institut Agama Islam

Negri Semarang, 2008).

Page 18: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

8

Persamaan pada penelitian penulis dengan skripsi tersebut

adalah pada kesamaan dalam mengkritisi metode penerapan fatwa

yang digunakan oleh DSN-MUI, lalu perbedaannya dengan penelitian

penulis terletak pada obyek penelitiannya dimana pada skripsi tersebut

Sulistyowati menganalisis metode istidlal yang digunakan pada Fatwa

Nomor: 41/DSN-MUI/III/2004 tentang obligasi syariah ijarah,

sedangkan penelitian penulis menggunakan metode istihsan.

2. Penelitian oleh Fika Nur Apriani (Skripsi, 2018). Fika melakukan

penelitian tentang “Perspektif Syariah terhadap Penerapan Jaminan

dalam Akad Musyarakah Mutanaqisah”.10

Dalam skripsi tersebut membahas tentang tinjauan hukum

islam yang digunakan terhadap penerapan sebuah jaminan dalam

pembiayaan rumah dengan akad Musyarakah Mutanaqisah di suatu

bank syariah, skripsi ini juga menjelaskan tentang pembiayaan

bermasalah yang kemudiaan pihak bank melakukan eksekusi pada

barang jaminan setelah nasabah melakukan penunggakan selama lebih

dari 90 hari dari tanggal jatuh tempo dan sudah tidak ada kesanggupan

dari nasabah untuk membayar, setelah sebelumnya nasabah yang

disertai dengaan diberi surat peringatan. Bentuk penelitian yang

digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kembali (research)

yang berorientasi pada pencarian terhadap pengetahuan yang benar

(ilmiah) dan dari hasil pencarian tersebut digunakan untuk menjawab

permasalahan tertentu.

Persamaan pada penelitian penulis dengan skripsi tersebut

terdapat pada kesamaan dalam objek pembahasan yakni tinjauan

hukum pada akad musyarakah mutanaqisah, lalu perbedaannya

10

Fika Nur Apriani “Perspektif Syariah Terhadap Penerapan Jaminan dalam Akad

Musyarakah Mutanaqisah”. (Skripsi S-1, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018).

Page 19: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

9

dengan penelitian penulis adalah penggunaan metode yang digunakan,

penelitian metode istihsan pada akad musyarakah menjadi subjek yang

hendak diteliti oleh penulis.

3. Penelitian oleh Kasjim Salenda (jurnal yuridis, 2013). Kasjim Salenda

melakukan penelitian tentang “Kehujjahan Istihsan dan Implikasinya

dalam Istimbat Hukum”.11

Pokok permasalahan penelitian pada jurnal yang Kasjim

Salenda muat membahas tentang macam-macam bentuk, alasan

penggunaan dan keterlibatan metode istihsan dalam menyimpulkan

hukum. Bentuk penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah

dengan menggunakan metode deskriptif analisis.

Persamaan penelitian penulis dengan jurnal tersebut terdapat

pada kesamaan dalam pembahasan istihsan sebagai suatu metode

hukum yang digunakan dalam menentukan suatu ketentuan hukum,

lalu perbedaannya dengan penelitian penulis adalah terletak pada

penggunaan objek yang hendak diteliti, dimana penulis memilih

penggunaan metode Istihsan yang dilakukan oleh DSN-MUI dalam

menentukan suatu fatwa.

Dengan demikian berdasarkan kajian pustaka diatas, penulis

merasa yakin bahwa belum ada penelitian yang serupa atau sama

dengan judul yang penulis hendak teliti.

H. Kerangka Konsep

1. Kerangka Teori

Dalam menghadapi era globalisasi, pengembangan hukum dalam

mengiringi perkembangan ekonomi sangat diperlukan sebagai suatu

landasan hukum, terlebih apabila suatu permasalahan ekonomi tersebut

11

Kasjim Salenda, “Kehujjahan Istihsan dan Implikasinya dalam Istimbat Hukum”. (Jurnal

al-daulah, vol. 1, No. 2, 2013).

Page 20: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

10

tidak terdapat secara rinci penjelasan hukumya dalam dalil al-Qur’an atau

Nash.

Akad Musyarakah Mutanaqishah pada Fatwa Nomor: 73/DSN-

MUI/XI/2008 menjadi sebuah dasar hukum yang digunakan dalam

melakukan kegiatan ekonomi syariah khususnya dalam transaksi yang

menggunakan akad kerjasama. Tapi seiring bertumbuh kembangnya

perekonomian dikalangan masyarakat, maka terdapat beberapa jenis akad

kerjasama, salah satunya adalah Musyarakah Mutanaqisah yang pada

dasarnya menggunakan beberapa akad gabungan (Hybrid contract)

sehingga menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat perihal

keabsahan dasar hukum terkait.

Demi meperoleh suatu kepastian hukum sebagai landasan yang

digunakan, maka MUI selaku lembaga yang memiliki wewenang untuk

menentukan fatwa harus menggunakan metode yang sesuai dengan kaidah

hukum islam.

Agar dapat memudahkan pemahaman dan tidak terjadi kekeliruan

dalam memahami judul skripi, maka perlu dijelaskan istilah-istilah yang

terdapat dalam judul ini sebaga berikut:

1. Istihsan

Istihsan menurut bahasa adalah menganggap baik terhadap

sesuatu, sedangkan menurut istilah ulama Ushul al-fiqh

berpalingnya seorang mujtahid dari tuntutan qiyas yang jali (nyata)

kepada tuntutan qiyas yang khafi (samar) atau dari hukum kulli

(umum) kepada istina’i (pengecualian), karena terdapat dalil yang

mementingan perpindahan. Apabila ada kejadian yang tidak

terdapat nash hukumnya, maka untuk menganalisisnya dapat

menggunakan 2 aspek yang berbeda yaitu12

, aspek yang nyata

12

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Semarang: Dina Utama, 2014), h.131

Page 21: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

11

yang menghendaki suatu hukum tertentu dan aspek tersembunyi

yang menghendaki hukum lain.

2. Akad

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dalam

konteks transaksi, akad adalah janji, perjanjian, atau kontrak.13

3. Musyarakah Mutanaqishah

Musyarakah Mutanaqishah merupakan akad turunan dari akad

musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara dua

pihak atau lebih. Sementara mutanaqishah berasal dari kata

yutanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti

mengurangi secara bertahap.14

4. Fatwa

Definisi fatwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu: (1)

jawaban berupa keputusan atau pendapat yang diberikan oleh mufti

(ahli tentang suatu masalah); dan (2) nasihat orang alim; pelajaran

baik; dan petuah.15

5. DSN-MUI

Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah dewan yang dibentuk oleh

Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menangani masalah-

masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan

syariah.

Majelis Ulama Indonesia adalah lembaga independen yang

mewadahi para ulama atau cendikiawan islam untuk membimbing,

membina, dan mengayomi umat islam di Indonesia.16

13

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) 14

Nadratuzzaman Hosen, Musyarakah Mutanaqishah, jurnal Al-Iqtishad, Vol. 1, N0. 2, Juli

2009, h. 47. 15

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, h.240 16

Profil MUI, mui.or.id. diakses tanggal 11 Oktober 2019

Page 22: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

12

6. Mazhab Hanafi

Yang dimaksud dengan mazhab adalah istilah dari bahasa Arab,

yang berarti jalan yang dilalui dan dilewati. Sesuatu dikatakan

mazhab bagi seseorang jika cara atau jalan tersebut menjadi ciri

khasnya. Menurut para ulama dan ahli agama islam, yang

dinamakan mazhab adalah metode yang dibentuk setelah melalui

pemikiran dan penelitian. Kemudia orang yang menjalaninya

menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasannya dan

bagiannya yang dibangun di atas prinsip-prinsip kaidah. Mazhab

ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah yang bernama lengkap Abu

Hanifah bin Nu’man bin Tsabit Al-Taimi Al-Kufi, dan terkenal

sebagai mazhab yang paling terbuka kepada ide modern. 17

17

https://id.m.wikipedia.org (diakses pada 26 November 2019)

Page 23: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

13

2. Kerangka Konseptual

di-qiyas-kan

berpindah dari Qiyas

Permasalahan ekonomi yang tidak terdapat

nash-nya dalam al-Qur’an dan Hadits

(Musyarakah Mutanaqishah)

Istihsan

Keharaman Musyarakah mutanaqishah

Haramnya jual beli salaf (bay’ wa salaf) yang mengandung dua

akad yang menyebabkan gharar (ketidakpastian) dan dapat

menimbulkan aniaya.

Sebab musyarakah mutanaqishah mengandung

kemaslahatan yang lebih besar

Ulama Hanafi

Page 24: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

14

I. Metode penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilihat dari segi jenisnya termasuk ke dalam penelitian

kepustakaan (library research). Adapun dari segi sifatnya termasuk ke

dalam penelitian deskriptif analisis yaitu dengan cara memaparkan

pendapat seorang tokoh atau ahli, kemudian dilakukan analisis. Jadi

penelitian ini termasuk ke dalam kajian studi tokoh yaitu pengkajian

terhadap pemikiran/gagasan keseluruhannya atau sebagiannya.18

Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan falsafi yaitu suatu pendekatan yang didasarkan pada hasil

penelitian ulama, sarjana, cendikiawan dan para tokoh lainnya.

2. Jenis Penelitian

Berdasarkan sumbernya, data dapat dibedakan menjadi data primer

dan sekunder. Data primer merupakan informasi yang dikumpulkan

peneliti langsung dari pernyataan tokoh atau ahli yang menjadi objek

dalam penelitian ini. Sedangkan data sekunder adalah informasi yang telah

dikumpulkan oleh pihak lain. Dalam hal ini, peneliti tidak langsung

memperoleh data dari sumbernya, peneliti bertindak sebagai pemakai data.

Data sekunder dibagi menjadi dua kelompok menurut sumbernya, yaitu

data internal yang tersedia di tempat penelitian dilakukan dan data

eksternal yang merupakan data perolehan dari pihak luar.19

a. Data Primer

Yaitu data yang diambil atau dikumpulkan langsung dari tokoh atau

ahli yang menjadi objek dalam penelitian ini. Sumber data primer

18

Moh. Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998) cetakan ke-3, h.111. 19

Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian Buku Panduan Mahasiswa (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1993), h.69

Page 25: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

15

tersebut adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Fatwa DSN-MUI, atau

tokoh lainnya yang menjadi objek penelitian ini.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari literatur kepustakaan dan dokumentasi

seperti buku, peraturan perundang-undangan, fatwa DSN-MUI, jurnal,

skripsi, dan internet baik dalam bentuk berita maupun data yang ada

dalam website resmi.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam

penelitian. Data yang terkumpul akan digunakan sebagai bahan analisis

dan pengujian hipotesis yang telah dirumuskan, teknik pengumpulan data

yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Studi Kepustakaan

Menurut Koentjaraningrat teknik kepustakaan merupakan cara

pengumpulan data bermacam-macam material yang terdapat diruang

kepustakaan, seperti koran, buku-buku, majalah, naskah, dokumen dan

sebagainya yang relevan dengan penelitian (Koentjaraningrat, 1983:

420).

Menurut Sugiyono, studi pustaka berkaitan dengan kajian

teoritis dan referensi lain yang berkaitan dengan nilai, budaya dan

norma yang berkembng pada situasi sosial yang diteliti, selain itu studi

kepustakaan sangat penting dalam melakukan penelitian, hal ini

dikarenakan penelitian tidak terlepas dari literatur-literatur ilmiah

(Sugiyono, 2012)

Berdasarkan pengertian tersebut, maka studi pustaka dilakukan

dengan menelaah literatur terkait dengan tema yang penulis bahas

bersumber dari buku, peraturan perundang-undangan, fatwa DSN-

Page 26: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

16

MUI, jurnal, skripsi maupun internet. Teknik ini dilakukan guna

memberi pemahaman terkait obyek yang dibahas.

2. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui

peninggalan tertulis berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku

tentang pendapat teori, dalil-dalil, atau buku-buku lain yang berkenaan

dengan masalah-masalah penyelidikan (Hadari Nawawi, 1991: 133).

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan,

misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan,

kebijakan. Dokumen yang berbentuk foto, gambar hidup, sketsa, dan

lain sebagainya. Dokumen yang berbentuk karya, misalnya karya seni

yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain sebagainya

(Sugiyono, 2012: 240).

Berdasarkan pengertian teknik dokumentasi tersebut, maka

penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen berupa

biografi, naskah, buku, serta peraturan perundang-undangan

peninggalan terdahulu.

J. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan: Berisi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,

Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,

Tinjauan Studi Terdahulu, Kerangka Konsep, Metode Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II Kajian Pustaka: BAB ini berisikan teori-teori yang berhubungan

dengan penelitian ini.

Page 27: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

17

BAB III Gambaran Umum: Bab ini menguraikan tentang objek penelitian

yang menjelaskan secara umum objek penelitian dan hal-hal yang berkaitan

dengan penelitian ini.

BAB IV Hasil Penelitian: Bab Berisikan tentang hasil dan analisa dari

penelitian yang dilakukan

BAB V Penutup: Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran yang dapat

diberikan dari hasil penelitian.

Page 28: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

18

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Istihsan

1. Pengertian Istihsan

a. Istihsan secara umum

Kata Istihsan merupakan bentuk masdar yang mempunyai arti

menganggap baik sesuatu atau bisa juga diartikan memegang teguh

sesuatu yang baik dan menolak sesuatu yang bertentangan. Menurut

bahasa Istihsan diambil dari kata husn yang artinya sesuatu yang indah.1

Menurut istilah adalah berpaling dari dalil syariat yang sudah

ditetapkan atas suatu peristiwa atau perilaku menuju ke hukum yang

lainnya.2 Pengertian ini merupakan pendapat ulam Ushul secara umum.

Menurut Al-Karkhi, Ulama’ Ushul fiqh mazhab Hanafi, menyatakan

bahwa isitihsan adalah mereposisi hukum masalah tertentu dengan hukum

lain yang lebih kuat yang menuntut reposisi dari yang pertama.3

Sementara menurut Abu Hasan al-Bashri menyatakan, bahwa istihsan

adalah meninggalkan salah satu bentuk ijtihad yang tidak komprehensif

berdasarkan cakupan lafadznya untuk mengambil bentuk yang lebih kuat.4

Sedangkan pandangan Istihsan menurut Ibn Badran, ulama’ ushul fiqh

mazhab Hambali, menyatakan bahwa istihsan adalah dalil yang terkesan

dalam diri seorang mujtahid, tetapi sulit baginya untuk

mengungkapkannya dengan ungkapan yang pas.5

1 Louis Ma’ruf, al-Munjid il Laughah wal A‟lam, (Beirut: Dar al-Mashruq, 1986), h.134.

2 Khalid Ramdhan Husn, Mu‟jam Ushul Fiqih, (Bani Suwaif: al-Rawdhah, 1989), h.29.

3 As-Sarahsi, Ushul as-Sarahsi , (Dar al-Ma’rifah, Juz II) h. 200.

4 Abu Hasan al-Bashri, al-Mu‟tamad fii Ushul al-Fiqh, (al-Ma’had al-‘Alami al-Faransi,

Damaskus, juz II), h. 840 5 Ibn Badran, al-Madkhal, juz I, h. 291.

Page 29: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

19

Namun, dipembahasan selanjutnya peneliti akan memaparkan lebih

rinci tentang bagaimana pemahaman dan pendapat Imam Hanafi mengenai

Istihsan agar pembaca dapat memahami serta mengamati konsep Istihsan

ini secara menyeluruh baik dari sisi pro dan kontranya.

b. Dasar Pertimbangan Istihsan

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, Istihsan berarti

berpalingnya seorang mujtahid dari suatu hukum pada suatu masalah dari

yang sedang sebandingnya kepada hukum yang lain karena ada dasar

pertimbangan yang lebih penting yang menghendaki berpalingan.

Adapun dasar pertimbangan ulama dalam menetapkan hukum dengan

Istihsan adalah terwujudnya tujuan hukum yang hendak dicapai untuk

kepentingan umat, atau dengan perkataan lain yang ingin dicapai untuk

kepentingan umat, atau dengan pekataan lain yang menjadi dasar

pertimbangan Istihsan adalah terealisasi dan terpeliharanya kemaslahatan

dan kepentingan umat sebagai tujuan Syariat yang dalam istilah ushul fiqh

disebut Muqashidus Syariah.6

c. Pro dan Kontra Istihsan dikalangan Ulama Mazhab

Istihsan merupakan salah satu dalil yang diperselisihkan

penggunaannya oleh para ulama, ada yang menerimanya sebagai salah

satu hujjah dalam penetapan hukum islam dan ada pula yang

menentangnya.

Istihsan dapat digunakan sebagai hujjah. Pendapat ini dipegangi

oleh kalangan ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah. Dalil yang

dipakai untuk menguatkan pendapat ini antara lain:

6 Husain Hamid Hasan, Nazhariyat al-Muslahat fil Fiqhi al-Islami. (Saudi: Darul Nahdhah al-

Arobiyat.t.t), h.242.

Page 30: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

20

1. Firman Allah pada Q.S Az-Zumar, Ayat 55:

ق سبن ن ضه إى ب أ احبعا أحغ ل حشعش خ أ اىعزاة بغخت أحن بو أ

Menurut mereka, ayat ini menunjukan adanya perintah untuk

mengikuti yang terbaik, perintah dalam ayat ini menunjukan pada wajib

karena tidak ada hal lain yang memalingkannya dari makna wajib. Hal ini

menunjukan Istihsan adalah hujjah.

2. Firman Allah pada Q.S Az-Zumar, Ayat 18:

أى ئل أى , الل ذا ئل اىز أحغ, أى ه فخبع اىق ع غخ الىببة اىز

Dalam ayat ini Allah memuji pada Hamba-hambanya yang

mendengar dan mengikuti perkataan terbaik, dan pujian tentu tidak

diujukan kecuali untuk sesuatu yang disyari’atkan oleh Allah.

3. Hadits Nabi SAW:

ب سا اىغي حغب ف عذا الل حغ

Dalam hadits ini menunjukan bahwa apa yang dipandang baik

oleh kaum muslimin, Maka hal itu juga baik disisi Allah SWT. Dan ini

menunjukan kehujjahan Istihsan.

Akan tetapi menurut ulama Syafi’i Istihsan tidak dapat dijadikan

sebagai hujjah. Pendapat ini dipegangi oleh Imam Syafi’i dalam dua

karyanya ar-Risalah dan al-Umm7 secara panjang lebar menjelaskan

alasan penolakannya terhadap istihsan. Diantara alasan yang digunakan

oleh imam Syafi’i adalah sebagai berikut:

1. Allah melarang adanya penetapan hukum kecuali dengan nash atau

yang diqiyaskan pada nash. Istihsan tidak termasuk kedua hal

tersebut, sehingga bisa dimasukkan pada kategori menetapkan

hukum dengan hawa nafsu yang terlarang, Allah berfirman pada

Q.S al-Maidah, Ayat 48:

7 Lihat lebih lengkap dalam Muhammad bin Idrus Asy-Syafi’i, ar-Risalah, (Beirut: Darul

Fikri, 1309 H), I/25 juga dalam al-Umm, (Mesir: al-Bab al-Halabi, t.t) VII/309-311.

Page 31: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

21

ضه الل ب أ ب ب اىحق ,فبحن ب جبءك ع اء ل حخبع أ

2. Rasulullah tidak pernah memberikan keputusan hukum dengan

dasar istihsan akan tetapi selalu menunggu turunnya wahyu.

Andaipun Nabi SAW menggunakan istihsan, pasti tidak akan salah

karena Nabi tidak pernah mengucapkan sesuatu berdasarkan pada

hawa nafsunya.

3. Dasar istihsan adalah akal, dan tidak ada perbedaan dalam hal ini

antara alim dengan jahil. Kalau setiap orang boleh memakai

istihsan, tentunya setiap orang boleh membuat hukum untuk

dirinya sendiri.8

2. Istihsan dalam Pandangan Imam Hanafi

a. Biografi Singkat Imam Hanafi

Imam Abu Hanifah adalah salah satu seorang imam yang ke-empat

dari Islam. Beliau terkenal sebagai seorang ahli dalam ilmu fiqih di

Negara Irak dan juga sebagai ketua kelompok pikir. Nama beliau dari

kecil adalah Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Maham at-Taymi. Beliau

dilahirkan ditengah-tengah keluarga Bangsa Persia. Dilahirkan di kota

Kufah, kota yang terletak di Iraq, pada tahun 80 Hijriyah (699 M). Abu

Hanifah hidup selama 52 tahun dalam masa kerajaan Umawiyah

Pemerintahan Abbasiyah. Ayah beliau adalah keturunan dari Bangsa

Persia (Kabul-Afganistan), tetapi sebelum beliau dilahirkan, ayahnya

sudah pindah ke Kufah. Oleh karena itu, beliau bukan keturunan Bangsa

Arab asli, melainkan dari Bangsa Ajam (bangsa selain bangsa Arab).9

Ayahnya dilahirkan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib. Abu

Hanifah dilahirkan dalam Islam. Bapaknya adalah seorang pedagang dan

8 Wahbah az-Zuhaili, Ushul Fiqh, h. 749

9 Ali Jum’ah, Sejarah Ushul Fiqih, (Jakarta: Keira Publishing, 2017), h. 267.

Page 32: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

22

salah satu keturunan dengan saudara Rasulullah Saw. Kakeknya Zauta

adalah suku (bani) Tamim. Sedangkan Ibu Hanifah tidak dikenal

dikalangan ahli-ahli sejarah tetapi walau bagaimanapun juga ia sangat

menghormati dan taat pada ibunya.

Dia juga hidup di waktu terjadi pergantian pemerintahan Umawiyah

pada raja Adhudh yang menyebabkan timbulnya fitnah dan kekacauan

dalam negeri. Serun kaum nasionalis Arab kelihatan dengan nyata dan

begitu juga unsur-unsur yang anti bangsa asing. Dalam hidupnya ia dapat

mengikuti bermacam-macam pertumbuhan dan perkembangan ilmu

pengetahuan baik di bidang ilmu politik maupun timbulnya agama baru.

Zaman ini memang terkenal dengan zaman politik agama dan ideologi

atau isme-isme.

Tekanan-tekanan yang kuat terhadap pemerintahan terjadi, sehingga

bermacam-macam hal telah timbul. Sering kedengaran isu-isu begitu juga

siksaan terhadap keluarga Rasulullah Saw. telah terjadi.10

Ia hidup dalam

masyarakat yang kacau balau disebabkan penduduk waktu itu terdiri dari

berbagai suku bangsa seperti Arab, asing (bukan Arab), Persia, dan

Romawi. Kehidupan yang eukun dan damai jauh sekali, pihak yang kaya

bertindak sesukanya dan penindasan dan perbudakan menjadi kebiasaan.

Ketika pemerintahan Abbasiyah ia juga dapat mengikuti perselisihan

hebat antara mereka yang pro Abbasiyah an yang pro Umawiyah. Dan

pada waktu itu muncullah bermacam-macam agama dan ideologi dari

penerjemahan buku-buku yang menyebabkan pertalian Islam dengan

falsafah Yunani tua lebih luas dan begitu juga dengan ideologi Persia dan

Hindu. Abu Hanifah hidup di Baghdad (ibukota Negara Irak) dimana

perkembangan ilmu pengetahuan amat pesat. Keadaan tersebut

10

Ahmad Asy-Syurbani, Sejarah dan Biografi 4 Imam Mazhab. (Jakarta: Amzah, 2008), h.13

Page 33: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

23

menyebabkan Irak terkenal sebagai pusat suku-suku ahli pikir dan situasi

itu boleh juga banyak terpengaruh kepada paham-paham ali pikir tersebut.

Ciri-ciri Abu Hanifah yaitu dia berperawakan sedang dan termasuk

orang yan mempunyai postur tubuh ideal, paling bagus suaranya saat

bersenandung dan paling bisa memberikan keterangan kepada orang-

orang yang diinginkannya (menurut pendapat Abu Yusuf). Abu Hanifah

berkulit sawo matang dan tinggi badannya, berwajah tampan, berwibawa

dan tidak banyak bicara kecuali menjawab pertanyaan yang dilontarkan.

Selain itu dia tidak mau mencampuri persoalan yang bukanurusannya

(menurut Hamdan Putranya). Abu Hanifah suka berpakaian yang baik-

baik serta bersih, senang memakai bau-bauan yang harum dan suka duduk

ditempat duduk yang baik. Lantaran dari kesukaannya dengan bebauan

yang harum, sehingga dikenal orang ramai tentang baunya, sebelum

melihat kepadanya.

Abu Hanafi juga amat suka bergaul dengan saudara-saudaranya dan

para kawan-kawannya yang baik-baik, tetapi tidak suka bergaul dengan

sembarangan orang. Berani menyatakan kebenaran kepada siapa pun

juga, tidak takut dicela atau pun dibenci orang, dan tidak pula gentr

bahaya bagaimanapun keadaannya.11

Pada waktu kecil Abu Hanifah

menghafal Al-Qur’an, seperti yang dilakukan anak-anak pada masa itu,

kemudian berguru kepada Imam Ashim salah seorang imam Qiro’ah

sab’ah. Keluarganya adalah keluarga pedagang sutera, oleh karena itu

tidaklah mengherankan apabila beliau sejak kecil sering mendampingi

ayahnya berdagang sutra dan kemudian beliaujuga menjadi seorang

pedagang.sampai pada suatu waktu beliau lewat di hadapan seorang Al-

Sya’bi salah seorang ulama besar di Kufah. Pertemuan Abu Hanifah

11

Ibid., h.14.

Page 34: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

24

dengan Al-Sya’bi tersebut menyadarkan Abu Hanifah untuk

meninggalkan kegiatan berdagang dan memulai menutut ilmu.

Selama 18 tahun, Abu Hanifah berguru kepada Syaikh Hammad bin

Abu Sulaiman, saatu itu ia masih 22 tahun. Karena dianggap telah cukup

ia mencari waktu yang tepat untuk bisa mandiri, namun setiap kali

mencoba lepas dari gurunya, ia merasakan bahwa ia masih

membutuhknnya. Kabar buruk terhembus dari Basrah untuk Syaikh

Hammad, seorang keluarga dekatnya telah wafat, sementara ia menjadi

salah satu ahli warisnya. Ketika ia memutuskan untuk pergi ke Basrah ia

meminta Abu Hanifah untuk menggantikan posisinya sebagai pengajar,

pemberi fatwa dan pengarah dialog.

Saat Abu Hanifah menggantikan posisi Syaikh Hammad, ia dihujani

oleh petanyaan yang sangat banyak, sebagian belum pernah ia dengar

sebelumnya, maka sebagian ia jawab dan sebagian yang lain ia

tangguhkan. Ketika Syaikh Hammad datang dari Basrah ia segera

mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut, yang tidak kurang dari 60

pertanyaan, 40 diantaranya sama dengan jawaban Abu Hanifah dan

berbeda pendapat dalam 20 jawaban. Dari peristiwa ini ia merasa bahwa

masih banyak kekurangan yang ia rasakan, maka ia memutuskan untuk

menunggu sang guru di halaqah ilmu, sehingga ia dapat mengoreksikan

kepadanya ilmu yang telah ia dapatkan, serta mempelajari yang belum ia

ketahui.12

b. Pengertian Istihsan menurut Mazhab Hanafi

Abu Hanifah banyak menetapkan hukum dengan Istihsan tetapi ia

tidak pernah menjelaskan pengertian dan rumusan dari Istihsan itu, karena

12

Ahmad Asy-Syurbani, Sejarah dan Biografi 4 Imam Mazhab, (Jakarta: Amzah, 2008),

h.16-17.

Page 35: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

25

banyak orang mengatakan bahwa ia hanya menetapkan hukum menurut

keinginannya saja tanpa memakai metode. Karena demikianlah arti yang

ditujukan oleh kata Istihsan itu.13

Bahkan banyak para fuqoha yang tidak

mengetahui hakikat Istihsan yang dipraktekan oleh Abu Hanifah. Dan

karena itu, menurut Husein Hamid Hassan berpeganganya Abu Hanifiah

kepada Istihsan menjadi sumber kritikan kepadanya.14

Setelah timbul kritikan-kritikan itu maka para sahabat dan murid abu

hanifah berusaha menjelaskan pengertian dan rumusan Istihsan yang

banyak dilakukan oleh imam mereka. Mereka berusaha menjelaskan

bahwa sesungguhnya Istihsan itu tidak keluar dari dalil-dalil syara’.

Sebagian ulama Hanafiyah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

Istihsan ialah qiyas yang wajib beramal dengannya, karena illatnya

didasarkan pada pengaruh hukumnya. Illat yang mempunyai hukum yang

lemah mereka namakan dengan qiyas dan yang mempunyai hukum yang

kuat dinamakan Istihsan. Istihsan ini seolah-olah satu macam cara

beramal dengan salah satu qiyas yang paling kuat dan ini disimpulkan

dari masalah-masalah yang ada dalam Istihsan menurut ketentuan

ketentuan fiqih mereka. Menurut Al-Karkhi yang dimaksud dengan

Istihsan ialah berpalingnya seorang mujtahid dari suatu hukum pada suatu

masalah dari yang sebandingnya kepada hukum yang lain karena ada

suatu pertimbangan yang lebih utama yang menghendaki perpalingan.15

Menurut Abu Zahrah16

definisi istihsan menurut Al-Kharki ini

merupakan definisi yang paling jelas menggambarkan hakikat istihsan

golongan Hanafiyah. Karena definisi ini mencakup semua jenis istihsan

13

Usman, Istihsan dan Pembaharuan Hukum Islam, h. 43 14

Husain Hamid Hassan, Nazhariyat al-Maslahat fil Fiqhi al-Islami, (Saudi: Darul Nahdhah

al-Arobiyat, t.tp), h.585. 15

Husain Hamid Hassan, Nazhariyat al-Maslahat , h.585.

16

Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, (Beirut: Daarul Fikr Arobi, 1947), h. 262.

Page 36: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

26

dan menunjukan kepada asas serta isinya, sebab asas istihsan itu adalah

penetapan hukum yang berbeda dengan kaidah umum, karena ada sesuatu

yang menjadikan keluar dari kaidah umum itu. karena menghasilkan

ketentuan hukum yang lebih sesuai dengan kehendak syara’ daripada

tetap berpegang kepada kaidah itu. Maka berpegang pada istihsan

merupakan cara penetapan hukum yang lebih kuat dalam masalah

tersebut daripada berpegangan kepada qiyas. Definisi Al-Karkhi itu juga

menggambarkan bahwa istihsan itu bagaimanapun bentuk dan macamnya

secara relatif merupakan cara beramal dengan masalah juz‟iyyat dalam

berhadapan dengan kaidah kulliyat. Maka seorang faqih yang menempuh

cara istihsan dalam masalah juz‟iyyat itu sebenarnya supaya tidak

tenggelam dalam ketentuan qiyas yang pada satu hukum menghasilkan

ketentuan hukum yang kurang sesuai dengan jiwa dan maqashid Syariah.

3. Macam-Macam Istihsan menurut Mazhab Hanafi

Ulama Hanafi membagi Istihsan menjadi enam macam. Sebagaimana

dijelaskan oleh al-syatibi dalam kitabnya yang berjudul al-Muwaffaqat Fi

Ushul al-Syariah (Beirut : Dar al-Makrifah, jilid IV, 1975), adalah

sebagai berikut:

1) Istihsan bin nash (istihsan berdasarkan ayat dan hadits)

Istihsan dengan Nash seperti berpalingnya mujtahid dari

hukum yang dikehendaki oleh kaidah umum kepada hukum yang

dikehendaki oleh Nash. Karena memang ada masalah atau peristiwa

yang termasuk atau tercakup dalam salah satu kaidah umum. Namun

pada masalah atau peristiwa tertentu ditemui dalil khusus yang

menghendaki pengecualian terhadap masalah tersebut dan menetapkan

hukum yang lain daripada hukum yang ada pada kaidah umum.

Page 37: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

27

Contohnya ialah makan siang di bulan Ramadhan . menurut qiyas

dalam arti kaidah umum perbuatan itu merusak atau membatalkan

puasa karena telah cacat rukunnya yaitu rukun menahan diri. Sebab

menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa termasuk

rukun puasa. Dan sesuatu yang telah hilang rukunnya berati batal.

Akan tetapi jika makan di siang hari di bulan Ramadhan karena lupa,

dilakukan pemalingan. Pemalingan itu adalah pemalingan dari hukum

batalnya puasa yang dikehendaki oleh kaidah umum namun kepada

hukum yang dikehendaki oleh Nash.17

Nash disini adalah sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Abu

Hurairah yang berbunyi:

ع اب ششة قب ه: قب ه سعه الل صي الل عيى عي غ صب ئ فب مو

ا لله اغع عقب )سا اىجبعت الاىغبئ( ا ششة فيىخ ص فب

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda: Orang

berpuasa yang makan atau minum karena lupa, maka hendaklah ia

menyempurnakan puasanya. Karena Allah-lah yang telah memberinya

makan dan minum. (Hadist Riwayat jamaah kecuali an-nasa‟i).

Hadist ini menjelaskan bahwa orang yang makan atau minum

karena lupa tidak membatalkan puasanya. Begitu pula keadaan pada

setiap nash ada yang berbeda dengan kaidah-kaidah asal atau kaidah-

kaidah umum (al-qawwaid ammah) yang dihasilkan dengan cara

istimbat dari nash-nash syariat. Apabila ada nash yang berbeda dengan

kaidah umum itu maka digolongkan Hanafiyah berpegang kepada nash

yang juz’i dan cara yang demikian mereka menamakan Istihsan

dengan Nash.18

17

Abdul Aziz bin Aburrahman bin Ali al-Rabi’ah, Adillat al-Tasyri‟ al-Mukhtalaf fil Ijtihad

biha, (t.tp: Mu‟assasat al-Risalat, 1979), h,. 165-166. 18

Husain Hamid Hasan, Nazhariyat al-Maslahat, h.589.

Page 38: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

28

2) Istihsan bil ijma‟ (istihsan yang didasarkan pada Ijma‟)

Istihsan dengan Ijma’ berarti meninggalkan qiyas baik qiyas

asal (qiyas ushuli) maupun kaidah umum yang di-istimbath-kan

(qa’idah ammah mustanbathah),19

Apabila ijma’ menetapkan hukum

yang berbeda dengan hukum yang ditetapkan dengan qiyas ini. Contoh

Istihsan dengan ijma’ ialah perjanjian untuk membuatkan suatu barang

(bai‟ salam). Perjanjian semacam itu tidak dibolehkan menurut qiyas,

demikian juga menurut kaidah asal atau kaidah umum. Karena

merupaka jual-beli tanpa barang.

Golongan Hanafiyah juga memberikan contoh Istihan macam

ini dengan Istihsan umat dalam hal pemakaian kamar mandi umum

tanpa kejelasan sewa dan lamanya masa pemakaian. Menurut qiyas,

perjanjian sewa-menyewa. Akan tetapi orang yang masuk itu tidak

mengetahui baik jumlah air yang diperjanjikan maupun lamanya tinggl

di kamar mandi sebagai masa sewa.20

Padahal dalam aturan sewa-

menyewa segala sesuatu seperti jumlah bayaran, lamanya masa

pemakaian, dan lain-lain harus disebutkan dengan jelas. Tidak

disebutkan dengan jelas jumlah sewa, lamyanya masa pemakaian

kamar mandi dan jumlah air yang dipergunakan tidak sah akan tetapi

secara Istihsan hal itu dibolehkan karena ijma’ umat dan sudah

menjadi „urf bagi kaum muslimin.

Dengan demikian sandara ijma’ itu adalah pemeliharaan

kemaslahatan manusia yang pokok atau kemaslahatan yang bersifat

kebutuhan, selama kebutuhan itu merupakan kebutuhan umum yang

19

Kaidah Umum yang diistimbathkan ialah kaidah yang buka ditetapkan dengan nash, akan

tetapi ditetapkan dengan ijtihad. Lihat Husain Hamid Hassan, Nazhariyat al-Maslahat, h. 859. 20

Husain Hamid Hassan, Nazhariyat al-Maslahat, h. 590.

Page 39: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

29

menduduki tempat darurat. Oleh karena itu dasar Istihsan semacam ini

adalah kemaslahatan yang sesuai dengan kehemdak Syara’.21

3) Istihsan bil qiyasil khafi (istihsan berdasarkan qiyas yang

tersembunyi).

Sebelum dibahas Istihsan dengan Qiyas Khafi alangkah

baiknya kalau terlebih dahulu dibahas sedikit tentang qiyas, karena

Istihsan semacam ini mempunyai hubungan erat dengan qiyas.

Qiyas dalam fiqih Islam berarti menghubungkan dengan

masalah yang tidak ada hukumnya dalam nash dengan masalah yang

ditemukan hukumnya dengan nash, karena ada illat yang sama antara

keduanya. Jadi Istihsan dengan qiyas Khafi dilakukan karena adanya

pertentangan antara kedua qiyas.22

Golongan Hanafiyah memberikan contoh terhadap Istihsan ini

dengan tidak najisnya sisa minuman burung buas seperti burung elang,

burung gaurda dan burung gagak. Qiyas menetapkan najis terhadap

sisa minuman burung buas itu sebuah hukum yang ditetapkan dengan

mengqiyaskan kepada binatang buas dengan Illat bahwa daging

keduanya tidak boleh dimakan.

Illat di atas tidak terdapat pada burung buas, karena daging

burung itu meskipun najis tetapi najisnya tidak berhubungan dengan

air. Sebab burung tidak munum dengan mulut. Burung minum dengan

paruhnya yang tidak terdapat air liur padanya. Dengan demikian qiyas

tidak di perlakukan terhadap burung itu. Maka dikembalikan kepada

21

Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, 108 22

Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, h.264-265.

Page 40: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

30

asal yang halal. Artinya sisa air yang diminum itu adalah halal sesuai

dengan hukum asalnya.23

4) Istihsan bil Maslahah (Istihsan berdasarkan kemaslahatan)

Ketentuan umum menetapkan bahwa buruh pabrik tidak

bertanggung jawab atas kerusakan hasil komoditas yang diproduksi

pabrik tersebut, kecuali atas kelalaian dan kesengajaan mereka, karena

mereka hanya sebagai buruh yang menerima upah. Akan tetapi, demi

kemaslahatan dalam memelihara harta orang lain dari sikap acuh para

buruh dan sulitnya memercayai sebagian pekerja pabrik dalam

masalah keamanan produk, maka Ulama Mazhab Hanafi

mempergunakan istihsan dengan menyatakan bahwa buruh harus

bertanggung jawab atas kerusakan setiap produk pabrik tersebut, baik

disengaja maupun tidak disengaja.

Ulama Maliki sebagai salah satu kalangan yang mendukung

istihsan sebagai istinbat hukum juga mencontohkan dengan kebolehan

dokter melihat aurat wanita dalam berobat. Menurut kaidan umum

(qiyas), seorang dilarang melihat aurat orang lain. Akan tetapi, dalam

keadaan tertentu seseorang harus membuka bajunya untuk kepentingan

diagnosis atas penyakitnya, maka untuk kemaslahatan diri orang

tersebut, maka kaidah istihsan seorang dokter boleh melihat aurat

wanita yang berobat kepadanya.

5) Istihsan bil Urf (Istihsan berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku

umum)

Contohnya sama dengan contoh istihsan yang berdasarkan

ijma‟, yaitu dalam masalah pemandian umum yang tidak ditentukan

23

Husain Hamid Hassan, Nazariyat al-Maslahat, h. 590-591.

Page 41: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

31

banyak air dan lama pemandian itu dipergunakan oleh seseorang,

karena adat kebiasaan setempat bisa dijadikan ukuran dalam ukuran

dalam menentukan lama dan jumlah air yang terpakai.

6) Istihsan bid darurah (istihsan berdasarkan dengan keadaan darurat)

Bila qiyas menghendaki suatu hukum terhadap suatu peristiwa,

akan tetapi disana fuquha menemukan darurat yang menghendaki

ditetapkannya hukum lain yang berbeda dengan hukum kaidah umum,

maka penetapan hukum hukum seperti itu dinamakan Istihsan dengan

darurat.

Golongan Hanafiyah mengemukakakan contoh Istihsan macam

ini dengan masalah membersihkan sumur. Mereka mengatakan, apaila

jatuh suatu najis ke dalam sumur itu tidak mungkin dibersihkan,

karena setiap air yang dituangkan ke sumur untuk mensucikannya

akan menjadi najis dengan najis yang ada dalam sumur. Karena itu

fuqaha menetapkan bahwa sumur dapat dibersihkan dari najis dengan

menuangkan beberap timba air ke dalamnya.

Para fuqaha mengatakan sesungguhnya fatwa terhadap

masalah ini, sandaran atau dasarnya adalah Istihsan bukan qiyas.

Darurat itu sebagaimana diketahui adalah suatu kaidah yang tegas

dalam agama yang bukan hanya diambil dari satu nash dan bukan

berdasarkan hanya kepada suatu dasar tertentu akan tetapi disimpulkan

dari kympulan nash syariat melalui kasus-kasus yang melahirkan

ketentuan yang qoth‟i kepada dasar kaidah.24

24

Abdul Wahab Khalla, Ilmu Ushul Fiqih, h.90-94.

Page 42: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

32

B. Gambaran Akad Musyarakah Mutanaqishah

1. Pengertian Akad Musyarakah Mutanaqishah

Secara bahasa musyarakah atau syirkah berarti al-ikhtilat atau

penggabungan atau pencampuran. Menurut ulama fiqih, syirkah secara

istilah adalah penggabungan harta untuk dijadikan modal usaha dan

hasilnya yang bisa berupa keuntungan atau kerugian dibagi bersama.25

Musyarakah mutanaqishah sendiri merupakan produk turunan dari akad

musyarakah.

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk

suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi

dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung

bersama sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan.26

Secara spesifik

bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang

dagangan (trading asset), kewiraswastaan (entreprenuership), kepandaian

(skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset

(seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness)

dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.27

Musyarakah

(kemitraan) adalah dasar kedua dari konsep profit and Loss Sharing (PLS)

dalam perbankan islam.28

Berdasarkan Pedoman Standar akuntansi Keuangan (PSAK),

musyarakah terbagi menjadi dua yaitu:

a. Musyarakah Permanen

Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan

bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap

25

Naf’an Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 96. 26

Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 183. 27

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2009), h. 83 28

Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo

Revivalis, (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 88.

Page 43: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

33

hingga akhir masa akad (PSAK No. 106 par. 04). Di dalam

musyarakah permanen, bagian setiap mitra ditentukan sesuai akad dan

jumlahnya tetap sampai berakhirnya masa akad.29

b. Musyarakah Menurun/Musyarakah Mutanaqishah

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama

Indonesia No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tanggal 16 November 2008

tentang Musyarakah Mutanaqishah, yang dimaksud dengan

musyarakah mutanaqishah adalah musyarakah atau syirkah yang

kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik)

berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.30

Di dalam musyarakah menurun, bagian pemilik modal atau bank

dialihkan secara bertahap kepada mitra, sehingga bagian modal

pemilik dana atau bank akan menurun dan pada akhir masa akad, mitra

akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut.31

Pada musyarakah mutanaqishah, pengembalian pokok

investasi bank oleh nasabah dilakukan sesuai dengan jadwal dan

jumlah yang ditentukan bersama pada saat akad musyarakah

dilakukan.32

Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan

bahwa musyarakah mutanaqishah adalah:

a. Merupakan produk turunan musyarakah, yang merupakan bentuk

akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk kepimilikan suatu

barang.

29

Kautsan Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah, (Jakrta:

Akademia Permata, 2012), h.247. 30

Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012),

h. 249 31

Slamet Wiyono dan Taufan Maulamin, Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia,

(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 203. 32

Rizal Yaya, Aji ErlanggaMartawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah

Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), h. 145.

Page 44: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

34

b. Kepemilikan salah satu pihak terhadap barang secara bertahap akan

berkurang sedangkan hak kepemilikan pihak lainnya bertambah.

c. Perpindahan porsi kepemilikan kepada salah satu pihak terjadi

melalui mekanisme pembayaran.33

2. Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqishah

Dalam musayarakah mutanaqishah ini ada beberapa dasar hukum yang

menjadi landasan implementasi akad musyarakah mutanaqishah ini. Dasar

hukum dari musyarakah mutanaqishah ini adalah sebagai berikut:

a. Al-Qur’an

1) QS. Shad ayat 24

اىخيطبء ىبغ بعع مثشا إ عبج ل بغؤاه عجخل إى قبه ىقذ ظي

بعط ب عي د أ دا ظ ب قيو بىحبث يا اىص ع ا آ إل اىز

أبة خش سامعب فخب فبعخغفش سب

“Daud berkata: “Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim

kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan

kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-

orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada

sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman ini”.

Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya., maka ia

meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan

bertaubat.”34

2) QS. Al-Maidah ayat 1

ن عي ب خي إل عب ت ال ب فا ببىعقد أحيج ىن ا أ آ ب اىز ش ب أ غ

الل إ حش خ أ ذ حي اىص ب شذ حن

33

Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012),

h. 250. 34

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2010), h.

437

Page 45: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

35

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad

itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan

dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak

menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.

Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang

dikehendaki-Nya.”35

b. Hadits

1) Hadits Riwayat Abu Daud dan Abu Hurairah.

عي: قبه قبه: قبه سعه الل صي الل عي ع الل شة سظ أب ش ع

حعبى: أب ثبىث الل خشجج ب صبحب، فئرا خب أحذ خ ب ى ن ش اىش

ب ب

صحح اىحبم د ا أب دا س

“Allah SWT berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua

orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak

mengkhianati yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat,

Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan

oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).”36

2) Hadits Riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani. Nabi

Muhammad SAW bersabda:

اى يح جبئض ب ب اىص أحو حشا حلال أ إل صيحب حش غي

35

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2010), h.

106 36

Muhammad Abdul Aziz Al-Kholidi, Sunan Abi Dawud, Juz III, (Beirut Lebanon: Dar al-

kotob al-ilmiyah, 1996), h. 462.

Page 46: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

36

“Perdamaian diantara kaum muslimin itu boleh, kecuali

perdamaian yang mengharamkan sesuatu yang halal atau

menghalalkan sesuatu yang haram.”37

c. Pendapat Ulama

1) Ibnu Qudamah, dalam kitab al-Mughni juz 5 halaman 173:

ش يل غ شخش جبص، ل ن ت شش حص ن ش اشخش أحذ اىش ى

“apabila salah satu dari yang bermitra (syarik) membeli

porsi (bagian, hishah) dari syarik yang lainnya, maka hukumnya

boleh, karena sebenarnya ia membeli untuk pihak lain.”38

2) Ibn Abidin dalam kitab Raddul Mukhtar juz III halaman 365:

جبص ن ىشش ص، ل ج ب خ لج ف اىببء حص ن ش ببع أحذ اىش ى

“Apabila salah satu dari dua orang yang bermitra (Syarik)

dalam kepemilikan suatu bangunan menjual porsi (hishah) nya

kepada pihak lain, maka hukumnya tidak boleh, sedangkan jika

menjual porsinya tersebut kepada syariknya, maka hukumnya

boleh”.39

37

Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Juz VI, Penerjemah: Misbah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),

h. 289-290. 38

Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Juz V, (Beirut, Lebanon: Daar al-kotob al-Ilmiyah), h. 173. 39

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, (Semarang: Erlangga,

2014), h. 407.

Page 47: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

37

3) Pendapat Wahbah Zubaili dalam Kitab Al-Muamalah Al-

Maliyah Al-Muasirah

بدب عت لعخ ش عت ف اىش شش شبسمت اى ل -ز ي ت ببىخ خ مبلإجبسة اى

د ى شمت إرا عذ خ ف اىش ع ى حص ب بأ ن ل ىشش اىب عذ خبعي ق

به، بشأط اى اىطشفب ث غب ، ح دب حعذ ششمت عب ج أثبء ف

ع شش ل بئداسة اى ش ي اىش ل ع ض اىب ف

خ صشف حص ع اى خبء اىششمت ب بعذ ا جضئب، ببعخببس زا ب أ ل مي ش ىيش

شمت غخقلا، ل صيت ى بعقذ اىش اىعقذ عقذا

"Musyarakah mutanaqishah ini dibenarkan dalam syariah,

karena sebagaimana Ijarah Muntahiyah bi al-Tamlik bersandar

pada janji dari Bank kepada mitra (nasabah) nya bahwa Bank akan

menjual kepada mitra porsi kepemilikannya dalam Syirkah apabila

mitra telah membayar kepada Bank harga porsi Bank tersebut.

Di saat berlangsung, Musyarakah mutanaqishah tersebut

dipandang sebagai Syirkah 'Inan, karena kedua belah pihak

menyerahkan kontribusi ra'sul mal, dan Bank mendelegasikan

kepada nasabah-mitranya untuk mengelola kegiatan usaha. Setelah

selesai Syirkah Bank menjual seluruh atau sebagian porsinya

kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini dilakukan

secara terpisah yang tidak terkait dengan akad Syirkah."40

4) Kamal Taufiq Muhammad Hathab dalam jurnal Dirasat

Iqtishadiyyah, Muharram 1434 jilid 10, volume 2, halaman 48:

ظ اىب ج عخب شبسمت بطب اى ث إ ح ششاء ب حعبش ع ع، ىن

شمبء اىخخبسج إرا أساد أحذ اىش ه، فئ الص أصو شبع ف ت عي اى حص

ش، ب ىيغ خينب إ ا بئعت اىخ خ اىش ع حص ب شمت، ف اىش ب إى ببق إ

شمت ف اىش ش غخ شمبء اى اىش

40

Wahbah Zuhaili, Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muasirah, (Beirut, Lebanon: Daar al-kotob

al-Ilmiyah), h. 436-437.

Page 48: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

38

“Mengingat bahwa sifat (tabiat) musyarakah merupakan jenis

jual beli, karena musyarakah dianggap sebagai pembelian suatu

porsi (hishah) secara musya‟ (tidak ditentukan batas-batasnya) dari

sebuah pokok, maka apabila salah satu mitra (syarik) ingin

melepaskan haknya dari syirkah, maka ia menjual hishah yang

dimilikinya itu, baik kepada pihak ketiga maupun kepada syarik

lainnya yang tetap melanjutkan muyarakah tersebut.”41

3. Rukun dan Syarat Musyarakah Mutanaqishah

Tidak berbeda dengan akad-akad yang lainnya. Akad musyarakah

mutanaqishah juga memiliki rukun dan syarat-syarat yang harus dipenuhi

dalam pelaksanaannya. Semua rukun dan ketentuan yang ada di dalam

akad musyarakah sebagaimana Fatwa DSN-MUI Nomor 8 tahun 2000

Tentang Pembiayaan Musyarakah berlaku juga pada musyarakah

mutanaqishah. Menurut T.M Hasby Ash-Shaddiqy ada empat komponen

dalam suatu akad yaitu al-„aqidain, mahall al-„aqd, maudhu„ „al-aqd,

sighat al-„aqd. Keempat komponen tersebut merupakan unsur yang harus

dipenuhi dalam suatu akad.42

1) Al-„aqidain

Al-„aqidain atau subjek akad adalah para pihak yang

melakukan akad. Pelaku dari suatu tindakan hukum tertentu yaitu

berupa akad, maka dari sudut hukum adalah sebagai subjek hukum.

Subjek hukum sebagai pelaku perbuatan hukum adalah mereka

sebagai pihak pengemban hak dan kewajiban.

Dalam akad musyarakah, pihak-pihak yang terlibat dalam

transaksi musyarakah harus cakap hukum, serta berkompeten dalam

41

Kamal Taufiq Muhammad Hathab, Dirasat Iqtishadiyyah Islamiyyah, Jilid 10, Vol.II,

(Juenal, Muharram 1434), h. 48. 42

Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 99-

100

Page 49: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

39

memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. Para mitra harus

memperhatikan hal-hal yang terkait dengan ketentuan syar’i transaksi

musyarakah. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 8 Tahun 2000

disebutkan bahwa setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan

serta setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil. Setiap mitra

memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis

normal. Dalam hal pengelolaan aset, setiap mitra memberi wewenang

kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing

dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas

musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa

melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja. Kendati demikian

seorang mitra tidak diizinkan menginvestasikan dana untuk

kepentingannya sendiri.43

2) Mahall al-„aqd

Mahall al-„aqd atau objek akad adalah sesuatu yang dijadikan

objek dari suatu akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang

ditimbulkan. Syarat yang harus dipenuhi dalam mahall al-„aqd yaitu

sebagai berikut:

1. Objek akad telah ada saat akad dilangsungkan

2. Objek akad dibenarkan oleh syari’ah. Benda-benda yang menjadi

objek akad harus memiliki nilai dan manfaat bagi manusia.

3. Objek akad harus jelas dan diketahui oleh „aqd. Hal ini bertujuan

agar tidak terjadi kesalahpahaman diantara para pihak yang dapat

menimbulkan sengketa.

43

Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurahim, Akuntansi Perbankan Syariah

Teori dan Praktik Kontemporer Berdasarkan PAPSI 2013, (Jakarta: Salemba Empat, 2016), h. 137-

138

Page 50: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

40

4. Objek akad dapat diserahterimakan, maksudnya bahwa objek akad

dapat diserahkan pada saat akad terjadi atau pada waktu yang telah

disepakati oleh para pihak yang melakukan akad.

Berdasarkan Fatwa DSN-MUI Nomor 8 Tahun 2000 dalam

akad musyarakah, objek akad musyarakah meliputi tiga aspek yaitu:44

a) Modal

1. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang

nilainya sama. Modal dapat terdiri atas aset perdagangan seperti

barang-barang, properti dan sebagainya. Jika modal berbentuk

aset harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati

oleh para mitra.

2. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan,

menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah

kepada pihak lain kecuali atas dasar kesepakatan.

3. Pada prinsipnya dalam pembiayaan musyarakah tidak ada

jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan,

LKS dapat meminta jaminan.

b) Kerja

1. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar

pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi kerja

bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan

kerja lebih banyak dari yang lainnya dan dalam hal ini ia boleh

menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.

2. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama

pribadi dan wakil dari mitranya. Keudukan masing-masing

dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.

44

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya,

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 337-338.

Page 51: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

41

c) Keuntungan dan kerugian

1. Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk

menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi

keuntungan atau penghentian musyarakah.

2. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional

atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang

ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.

3. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan

melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau presentase itu diberikan

kepaadanya.

4. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam

akad.

5. Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional

menurut saham masing-masing dalam modal.

3) Maudhu„ al-„aqd

Maudhu„ al-„aqd merupakan tujuan atau motif dari akad yang

dilkakuan. Terdapat beberapa syarat agar tujuan dari sebuah akad itu

dipandang sah dan mempunyai akibat hukum yaitu:

a) Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-

pihak yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan.

b) Tujuan harus berlangsung selama dimulainya akad sampai pada saat

akad tersebut berakhir.

c) Tujuan akad harus dibenarkan oleh syara’

4) Sighat al-‟aqd

Sighat al-‟aqd atau ijab dan kabul merupakan suatu ungkapan

yang dilakukan oleh para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan

kabul. Ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak

pertama untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan melakukan

Page 52: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

42

sesuatu. Sementara kabul adalah suatu pernyataan menerima dari pihak

kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak pertama

Ijab dan kabul dalam transaksi musyarakah harus dinyatakan

oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam

mengadakan kontrak (akad). Akad penerimaan dan penawaran yang

disepakati harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak. Akad

selanjutnya dituangkan secara tertulis melalui korespondensi atau

dengan menggunakan cara yang lazim dalam suatu masyarakat bisnis.45

45

Rizal Yaya, Aji Erlangga Martawireja, Ahim Abdurrahim, Akuntansi Perbankan Syariah

Teori dan Praktik Kontemporer Berdasarkan PAPSI 2013, (Jakarta: Salemba Empat, 2016), h.139.

Page 53: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

43

BAB III

GAMBARAN UMUM FATWA DSN-MUI NOMOR: 73/DSN-MUI/XI/2008

TENTANG AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISHAH

A. Sekilas Tentang Fatwa

1. Pengertian Fatwa

Fatwa berasal dari bahasa arab yang artinya nasihat, petuah, jawaban atau

pendapat. Adapun yang dimaksud adalah sebuah keputusan atau nasihat resmi

yang diambil oleh sebuah lembaga atau perorangan yang diakui otoritasnya,

disampaikan oleh seorang mufti atau ulama sebagai tanggapan atau jawaban

terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti) yang tidak

mempunayai keterikatan. Dengan demikian peminta fatwa tidak harus mengikuti

isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya.1

Secara terminologis, menurut Wahbah al-Zuhaili fatwa didefinisikan:

Jawaban atas pertanyaan mengenai hukum syariat yang sifatnya tidak mengikat.

Sedangkan menurut Yusuf al-Qardhawi, Fatwa diartikan sebagai sebuah

keterangan atau ketentuan hukum syara‟ dari suatu permasalahan sebagai jawaban

dari suatu pertanyaan, baik yang bertanya itu jelas identitasnya maupun tidak baik

secara personal maupun kolektif.2

Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, al-Fatwa berarti petuah, penasehat,

jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan hukum.3 Sedangkan dalam istilah

ushul fiqh, Fatwa berarti pendapat yang dikemukakan seorang Mujtahid atau

Faqih sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dalam

suatu kasus yang sifatnya tidak mengikat. Pihak yang meminta fatwa tersebut bisa

bersifat pribadi, lembaga, maupun kelompok masyarakat. Pihak yang memberi

1 Rachma Taufik Hidayat dkk., Almanak Alam Islam, (Pustaka Jaya: Jakarta 2000), h. 21

2 Yusuf Qardawi, al-Fatwa Baina al-Indibad aw al-Tasayyub, (Mesir: Maktabah

Wahbah,1997), h. 5 3 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Jilid 2, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hove, 1993), h. 6

Page 54: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

44

fatwa dalam istilah ushul fiqh disebut mufti dan pihak yang meminta fatwa

disebut al-mustafti.

2. Dasar Hukum Fatwa

a. Al-Quranul Karim

Firman Allah Swt. QS. Surah An-Nisa ayat 127;4

ه ويستفتىك في انساء قم تي ل تؤتىه ه ويا يتهى عهيكى في انكتاب في يتايى انساء انله يفتيكى فيه الله

تقىيىا نهيتايى ت وأ انىندا ي ستضعفي ه وان كحىه ت أ ه وتزغثى ويا تفعهىا انقسظ يا كتة نه

ا ته عهي كا ه الله خيز فئ ي

“Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita, Katakanlah:

“Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan

kepadamu dalam Al-Qur‟an (juga memfatwakan) tentang Para wanita yatim

yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk

mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang

masih dipandang lemah dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus

anak-anak yatim secara adil, dan kebjikan apa saja yang kamu kerjakan,

Maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahuinya.”

Kemudian Firman Allah Swt. QS. Ash-Shaffat ayat 11:5

لسب طي خهقا إها خهقاهى ي فاستفتهى أهى أشد خهقا أو ي

“Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik mekah):

“apakah mereka yang telah kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami

ciptakan itu?” sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah

liat.”

4 Departemen Agama, Al-Qur‟an dan terjemah, (Bandung: Syamil Al-Quran, 2007), h. 98

5 Ibid., h. 446

Page 55: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

45

b. Hadits Nabi

Terminologi fatwa yang ada di dalam Al-Quran juga terdapat di dalam

hadis-hadis Rasulullah SAW yang mana digunakan sebagai jawaban

Rasulullah SAW atas berbagai kejadian, peristiwa, kasus ataupun

permasalahan yang terjadi kala itu. Diantara hadis Nabi yang menguatkan

adanya fatwa pada masa Nabi yaitu hadis sebagai berikut:

ى ياتت وعهيها ذر صم اللالل ع ات عثاس ا سعد ت عثا دج استفتى رسىل ا ه أي عهيه وسهى فقا ل إ

هاالل صم االل فقال رسىل ا عهيه وسهى اقضه ع

Artinya: Dari ibnu abbas r.a bahwa Sa‟ad Bin „Ubadah r.a Minta Fatwa

kepada Nabi SAW., Yaitu dia mengatakan; sesungguhnyaa ibuku meninggal

dunia padahal beliau mempunyai kewajiban nadzar yang belum

ditunaikanya? Lalu Rasulullah SAW. Menjawab: “tunaikan nadzar itu atas

nama ibumu”. (HR. Abu Daud dan Nasai).6

Begitu pula dengan hadits mengenai mandi junub yakni pada hadits

berikut yang artinya: “berkata Tsauban: Mintalah fatwa dari Rasulullah SAW

tentang mandi sehabis junub, Rasulullah SAW bersabda: “Adapun seorang

lelaki, maka ia harus menguraikan rambutnya, lalu membasuhnya sampai ke

ujung pangkal rambutnya. Adapun seorang perempuan, tidaklah ia

menggosok rambutnya, cukup guyurkan air dari atas kepalanya sebanyak tiga

kali guyuran secukupnya.” (HR. Abu Daud).7

6 Mu‟ammal Hamidy, Imron AM dan Umar Fanany, Terjemahan Nailul Authar, Himpunan

Hadis-hadis Hukum, Jilid 6, (Surabaya: Bina Ilmu, 1986), h. 597-598. 7 Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Panduan Hukum Islam, buku IV, (Jakarta: Pustaka Azam, 2000),

h. 779.

Page 56: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

46

B. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

1. Sekilas tentang Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal 17 Rajab 1395 H. yang

bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 M.8 di Jakarta sebagai hasil Munas

I Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung pada tanggal 12-18 Rajab

1395 H atau bertepatan dengan tanggal 21-27 Juli 1975 di balai sidang

Jakarta. Musyawarah ini diselenggarakan oleh sebuah panitia yang

diangkat oleh menteri Agama dengan Surat Keputusan No. 28 tanggal 1

Juli 1975, yang diketuai oleh Letjen. Purn. H. Soedirman dan Tim

Penasehat yang terdiri dari Prof. Dr. Hamka, K. H. Abdullah Syafe‟i dan

K. H. Syukri Ghazali.9

Berdirinya MUI dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran kolektif

pimpinan umat islam bahwa negara Indonesia memerlukan suatu landasan

kokoh bagi pembangunan masyarakat yang maju yang berakhlak. Oleh

karena itu, keberadaan para ulama dan cendekiawan muslim seperti ini

sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa dan bagi berkembangnya

hubungan harmonis antara berbagai potensi untuk kemaslahatan seluruh

rakyat Indonesia.

Pada tanggal 24 Mei 1975, presiden Soeharto menyatakan dengan

menekankan akan pentingnya sebuah majelis ulama setelah menerima

kunjungan dari Dewan Masji Indonesia. Akhirnya pada tanggal 21-27 Juli

1975 digelarlah sebuah konferensi ulama nasional, yang pesertanya terdiri

dari utusan atau wakil majelis ulama daerah yang baru berdiri, pengurus

pusat organisasi Islam, sejumlah ulama independen, dan empat wakil dari

ABRI. Konferensi ulama tersebut menghasilkan sebuah deklarasi yang

ditanda tangani oleh lima puluh tiga peserta yang hadir, deklarasi tersebut

8 Muhammad Atho Madzhar, Fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah Studi Tentang

Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988, (Jakarta: INIS 1993), hal 63. Lihat pula

http://mui.or.id/mui /tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html, diakses pada tanggal 9 Desember 2019. 9 20 Tahun Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: Sekretariat MUI, 1995), h. 13.

Page 57: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

47

menyatakan berdirinya sebuah organisasi atau kumpulan para ulama

dengan sebutan Majelis Ulama Indonesia ( MUI).10

2. Dewan Syariah Nasional MUI

Dewan Syariah Nasional MUI adalah lembaga independen dalam

mengeluarkan fatwa sebagai rujukan yang berhubungan dengan masalah

ekonomi, keuangan, dan perbankan.11

Pembentukan Dewan Syariah

Nasional dilatar belakangi dengan keberadaan regulasi yang mengatur

mengenai ekonomi syariah baik sejak UU Perbankan Tahun 1992 hingga

1998, dirasa perlu dan pentingnya suatu lembaga yang dapat memberikan

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai ekonomi syariah, dimana

jawaban tersebut akan dijadikan landasan dalam melaksanakan kegiatan

ekonomi syariah.12

Latar belakang tersebut akhirnya dibahas dalam Lokakarya Ulama

tentang Reksa Dana Syariah pada tanggal 20-30 Juli 1997 yang juga pada

saat bersamaan membahas tentang pandangan syariah terhadap reksa dana.

Hasil dari lokakarya tersebut adalah merekomendasikan untuk membuat

suatu lembaga sebagai wadah atas kebutuhan para praktisi ekonomi.13

Artinya memang awal pembentukan DSN pada tahun 1997 sebagaimana

diungkapkan oleh Muhammad Syafi‟i Antonio,14

namun SK

pembentukannya disahkan oleh MUI dua tahun berselang, yakni pada

tanggal 10 Februari 1999 dengan SK MUI No. Kep-754/MUI/II/1999.15

10

Gambaran Umum Organisasi MUI dalam Pedoman Penyelenggaraan Organisasi MUI,

(Jakarta: Sekretariat MUI, 2002), hal. 7. 11

Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 206. 12

Yeni Salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional, h.119. 13

Ibid., h. 120 14

Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, h. 32. 15

Yeni Salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional, h. 120.

Page 58: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

48

3. Tugas dan Wewenang Dewan Syariah Nasional MUI

Tugas dan wewenang termuat dalam lampiran II SK MUI No. Kep-

754/MUI/II/1999 tentang pembentukan Dewan Syariah Nasional. Tugas

DSN adalah sebagai berikut:

a) Menumbuh-kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan

perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.

b) Mengeluarkan fatwa atau jenis-jenis kegiatan keuangan.

c) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.

d) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.16

Sedangkan wewenang Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah sebagai

berikut:

a) Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah

dimasing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar

tindakan hukum pihak terkait.

b) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan atau

peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti

kementrian keuangan dan bank Indonesia.

c) Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama-

nama yanga akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu

Lembaga Keuangan Syariah.

d) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang

diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas

moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.

e) Memberikan peringatan kepada Lembaga Keuangan Syariah untuk

menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh

Dewan Syariah Nasional.

16

Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasional, (Jakarta: Erlangga, 2014), h.

5.

Page 59: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

49

f) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil

tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.17

4. Sekilas tentang Fatwa DSN-MUI No: 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang

Akad Musyarakah Mutanaqishah.

Fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Akad

Musyarakah Mutanaqishah sendiri dikeluarkan oleh Majelis Ulama

Indonesia untuk memberikan ketentuan hukum terkait akad musyarakah

mutanaqishah. Fatwa tersebut disahkan di Jakarta pada tanggal 14

November 2008 dan ditandatangani oleh DR. K.H, M.A. Sahal Mahfudhi

selaku ketua Majelis Ulama Indonesia saat itu, dalam Fatwa tersebut

Majelis Ulama Indonesia memutuskan beberapa ketentuan yang termuat

didalamnya, antara lain sebagai berikut:18

a) Ketentuan umum

1. Musyarakah mutanaqishah adalah musyarakah atau syirkah

yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak

(syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh

pihak lainnya.

2. Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah

(musyarakah).

3. Hishah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan

musyarakah yang bersifat musya‟.

4. Musya‟ adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan

musyarakah (milik bersama) secara nilai dan tidak dapat

ditentukan batas-batasnya secara fisik.

b) Ketentuan Hukum

17

Ahmad Ifham Sodikin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2010), h. 52. 18

Dewan Syariah Nasional MUI, (Jakarta: Sekretariat MUI, 2008), h. 4-6.

Page 60: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

50

Hukum musyarakah mutanaqishah adalah boleh

c) Ketentuan Akad

1. Akad musyarakah mutanaqishah terdiri dari akad

musyarakah/syirkah dan Ba‟i (jual beli)

2. Dalam msuyarakah mutanaqishah berlaku hukum sebagaimana

yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000

tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para mitranya memiliki

hak dan kewajiban, diantaranya:

a. Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan

pada saat akad.

b. Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang

disepakati pada saat akad.

c. Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.

3. Dalam akad musyarakah mutanaqishah, pihak pertama (syarik)

wajib berjanji untuk menjual seluruh hishah-nya secara

bertahap dan pihak kedua (syarik) wajib membelinya.

4. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan

sesuai kesepakatan.

5. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishah LKS

beralih kepada syarik lainnya (nasabah).

d) Ketentuan Khusus

1. Aset musyarakah mutanaqishah dapat di-ijarah-kan kepada

syarik atau pihak lain.

2. Apabila aset musyarakah menjadi obyek ijarah, maka syarik

(nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan ujrah yang

disepakati.

3. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai

dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan

kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah

Page 61: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

51

keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan

sesuai kesepakatan para syarik.

4. Kadar/ukuran bagian/porsi kepemilikan aset musyarakah

syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik

(nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad.

5. Biaya perolehan aset musyarakah menjadi beban bersama

sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban

pembeli.

C. Metode Istimbath Hukum Fatwa DSN-MUI

Pedoman Fatwa MUI ditetapkan dalam surat keputusan MUI Nomor:

U-596/MUI/X/199719

, dalam surat keputusan tersebut, terdapat tiga bagian

proses utama dalam menentukan fatwa, yaitu dasar-dasar umum penetapan

fatwa, prosedur penetapan fatwa dan teknik dan kewenangan organisasi dalam

penetapan fatwa. Dasar-dasar umum penetapan fatwa MUI ditetapkan dalam

Pasal 2 (1 dan 2). Pada ayat 1 dikatakan bahwa setiap fatwa didasarkan pada

adillat al-ahkam yang paling kuat dan membawa kemaslahatan bagi umat.

Dalam ayat berikutnya dijelaskan bahwa dasar-dasar fatwa adalah al-Qur‟an,

Hadits, Ijma‟, Qiyas, dan dalil-dalil lainnya.

Sedangkan prosedur-prosedur penetapan fatwa dilakukan dengan

langkah-langkah berikut:

1. Setiap masalah yang diajukan (dihadapi) MUI dibahas dalam rapat

komisi untuk mengetahui subtansi dan duduk masalahnya.

2. Dalam rapat komisi dihadirkan ahli yang berkaitan dengan

masalah yang akan di fatwakan untuk di dengarkan pendapatnya

untuk dipertimbangkan.

19

Surat Keputusan MUI Nomor: U-596/MUI/X/1997 tentang Pedoman Penetapan Fatwa

Majelis Ulama Indonesia

Page 62: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

52

3. Setelah ahli didengar dan dipertimbangkan Ulama melakukan

kajian terhadap pendapat para Imam Mazhab dengan Fuqaha

dengan memperhatikan dalil-dalil yang digunakan dengan berbagai

cara Istidlal-nya dan kemaslahatannya bagi umat. Apabila

pendapat ulama seragam atau hanya satu ulama yang memiliki

pendapat, komisi bisa menjadikan pendapat tersebut sebagai fatwa.

4. Jika Fuqaha memiliki ragam pendapat komisi melakukan pemilihat

pendapat melalui tarjih dan memilih salah satu pendapat untuk

difatwakan.

5. Jika tarjih tidak menghasilkan produk yang memuaskan. Komisi

bisa melakukan ijtihad jama‟i menggunakan al-Qawaid al-

Fiqhiyyat.20

Teknik berfatwa yang dilakukan oleh MUI adalah rapat komisi dengan

menghadirkan ahli yang diperlukan dalam membahas suatu permasalahan

yang akan difatwakan. Rapat komisi dilakukan apabila ada pertanyaan atau

permasalahan itu sendiri berasal dari perintah, lembaga sosial kemasyarakatan

maupun MUI sendiri.21

20

Jaih Mubarok, Metodologi Ijtihad Hukum Islam, h. 170 21

Jaser „Audah, Al-Maqasid untuk pemula, (Yogyakarta: Suka press, 2013), h. 15

Page 63: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

53

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Kehujjahan Istihsan Menurut Mazhab Hanafi

Menurut golongan Hanafiyah, Istihsan itu bisa menjadi dalil syara‟

Istihsan dapat menetapkan hukum yang berbeda dengan hukum yang

ditetapkan oleh qiyas atau umum Nash. Tegasnya menurut merekan

Istihsan dapat dijadikan dalil (hujjah). Untuk mendukung kehujjahan

Istihsan, golongan Hanafiah mengemukakan alasan atau Dalil dari Al-

Qur‟an, Sunnah, dan Ijma‟. Dalil dari Al-Qur‟an yang mereka

keumukakan adalah:

a. Surat Al-Zumar (39) ayat 18 yang berbunyi:

ل ي ست معن انذيه ف ي تبعن انق ى ئك ,أ حس امانذيه أن ذ مأنال نب بة,الل ئك أن

“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang

paling baik di antaranya, mereka itulah orang-orang yang telah

diberi Allah petunjuk dari mereka itulah orang-orang yang

mempunyai akal”.

b. Surat Al-Zumar (39) ayat 55 yang berbunyi:

أ اةب غت ت ذ بكممهق بمأ ني أتي كمانع إن يكممهر بأوزل م ه اتبعاأ حس ت شعزن وتمل

“Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan

kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan

tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya”.

Ayat pertama, menurut mereka memuji orang-orang yang

mengikuti pendapat paling baik. Sedangkan ayat kedua memerintahkan

untuk mengikuti yang paling baik dri apa yang diturunkan Allah Swt.

Page 64: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

54

Sedangkan sunnah yang mereka jadikan dalil adalah hadist yang

berbunyi:

مبرايانمسهمنحسىبفعىذاللحسه

“Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, Maka hal itu juga

baik disisi Allah SWT.”

Adapun Ijma‟ yang mereka jadikan alasan adalah ijma‟ ulama

terhadap masalah pemakaian kamar mandi umum tanpa disebutkan

lamanya masa pemakaian dan banyaknya air yang dipergunakan.1

B. Analisis Penggunaan Metode Istihsan dalam Fatwa DSN-MUI

Nomor: 73/DSN/MUI/XI/2008 tentang Akad Musyarakah

Mutanaqishah menurut Mazhab Hanafi

Musyarakah Mutanaqishah merupakan akad yang baru muncul

sejak perkembangan perbankan saat ini. Tidak ada pendapat ulama‟

mazhab mengenai hukum akad ini serta nash tidak menjelaskan secara

langsung mengenai akad ini. Di era modern ini, permasalahan akad

termasuk ke dalam masail fiqhiyyah yang butuh untuk dibahas

mengenai sumber hukumnya agar tidak ada keraguan dalam

aplikasinya dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu diperlukan

untuk menggali hukum akad ini dengan metode yang telah dijelaskan

oleh ulama terdahulu dalam ilmu Ushul al-Fiqh. Dalam membahas

musyarakah mutanaqishah, metode istihsan sebagaimana yang

dijelaskan oleh Imam Malik merupakan metode penggalian hukum

yang relevan, yaitu dengan menerapkan yang terkuat diantara dua

dalil, atau menggunakan prinsip kemaslahatan yang bersifat parsial

dalam posisi yang bertentangan dengan dalil yang bersifat umum.2

1 Usman, Istihsan Pembaharuan Hukum Islam, h. 63.

2 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh (Jakarta: Amzah, 2011), h. 111

Page 65: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

55

Sampai saat ini satu-satunya peraturan yang mengatur mengenai

pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah ini hanya terdapat dalam

Fatwa DSN NO: 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang akad Musyarakah

Mutanaqishah. Berdasarkan ketentuan fatwa yang terdapat dalam

Fatwa DSN NO: 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang akad Musyarakah

Mutanaqishah berakhirnya akad pembiayaan Musyarakah

Mutanaqishah adalah ketika syarik (nasabah) telah mengambil alih

seluruh porsi kepemilikan yang dimiliki oleh Lembaga Keuangan

Syariah (LKS) atas aset bersama tersebut. Ketika nasabah telah

mengambil alih porsi kepemilikan yang dimiliki oleh LKS dan telah

terjadi pengalihan seluruh porsi kepemilikan kepada nasabah maka

akad pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah telah berakhir.3

Akad Musyarakah Mutanaqishah jika ditinjau dari hukum fiqih,

akad Musyarakah Mutanaqishah pada dasarnya menggunakan

beberapa akad gabungan (hybrid contract). Dan adapun hadits yang

menerangkannya yaitu dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad dalam

kitabnya Musnad, dari Abdullah bin Mas‟ud bahwa Rasulullah

Saw melarang dua akad dalam satu transaksi. Rasulullah SAW

bersabda:

ت ت يهفيب يع هب يع و ىع هم س ه ي هىاللع ص انىبي أ ن

“Nabi telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian.”4

Dan dalam riwayat lain Nabi bersabda:

ة احذ فق ت فق ت يهفيص هص سلاللصهىاللعهيسهمع و ىر

“Rasulullah telah melarang dua transaksi dalam satu transaksi”

3 Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, No. 73/DSN-MUI/XI/2008.

4 Imam Malik ibn Anas, Al-Muwaththa‟, j. 2, h. 663

Page 66: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

56

Suatu tansaksi yang diwadahi oleh dua akad sekaligus sehingga

terjadi ketidak pastian (gharar) mengenai akad mana yang digunakan

(berlaku), dalam terminology fiqh, hal ini disebutkan dengan

Shafqatain fil Al- Shafqah. Adiwarman karim menyatakan bahwa ada

tiga faktor yang melandasi adanya Shafqatain fil Al- Shafqah yaitu:5

1. Objeknya sama

2. Pelakunya sama

3. Jangka waktunya sama

Jika salah satu faktor tidak terpenuhi maka tidak dapat dikatakan

sebagai Shafqataini fii al-Shafqah. Musyarakah mutanaqishah sendiri

bukan hanya terdiri dari dua akad namun tiga bahkan lebih jika suatu

saat nanti perkembangan zaman menuntutnya seperti itu. musyarakah

mutanaqishah ini merupakan multi akad. Multi akad yang jatuhnya

akan ke riba, Malikiyah melarang multi akad dari akad-akad yang

berbeda hukumnya, seperti antara akad Qardh dan Ijarah.6

Musyarakah mutanaqishah jika diqiyaskan dengan hadits tersebut,

maka jelas hukumnya dilarang oleh nash syara‟ sebab musyarakah

mutanaqishah terdiri dari beberapa akad dalam satu transaksi

diantaranya, musyarakah, ijarah serta jual beli. Hal ini tidak

diperbolehkan dalam islam, sebab ini menimbulkan kesamaran atau

gharar mengenai akad mana yang berlaku, syarat serta rukun apa

yang harus berlaku di dalamnya. Berdasarkan hadits tersebut muncul

keraguan bahwa adanya musyarakah mutanaqishah yang terdiri dari

5 Adiwarman Karim, Bank Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 7

6 Agustianto,“Hybrid Contract dalam Keuangan Syariah”.

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/09/24/hybrid-contract-dalam-keuangan-syariah/

diakses tanggal 18 februari 2012 lihat juga Al-„Imrani, Al-‟uqud al-Maliyah al-Murakkabah,h.

181-182.

Page 67: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

57

beberapa akad menimbulkan gharar sehingga dapat berdampak pada

teraniayanya salah satu pihak sebagaimana dijelaskan dalam Surat

Shad Ayat 24. Jika hal ini terjadi tentu saja syara‟ tidak

memperbolehkan akad ini. Tetapi jika menggunakan metode istihsan

yaitu mengutamakan tujuan syara‟ (maqashid syariah), maka akan

mengandung lebih besar kemaslahatan dibandingkan dengan

mengikuti qiyas.

Musyarakah mutanaqishah jika diqiyaskan pada hadits tersebut

maka hukumnya tidak boleh menurut syara‟ sebab ada beberapa akad

dalam satu transaksi, padahal kombinasi akad di zaman sekarang

adalah menjadi keniscayaan. Dua akad dalam satu transaksi saja tidak

boleh menurut hadits tersebut lalu bagaimana dengan beberapa akad

yang terkandung. Hanya saja permasalahannya, literatur ekonomi

syariah yang ada di indonesia sudah lama mengembangkan teori

bahwa syariah tidak membolehkan dua akad dalam satu transaksi (two

in one). Artinya, kontrak yang mengandung two in one terlarang

dalam syariah. Larangan tersebut kemudian digeneralisasikan untuk

seluruh kontrak, sehingga setiap kontrak yang mengandung dua akad

atau lebih dipandang bertentangan dengan syariah.

Berikut ini metode istimbath hukum istihsan pada akad

musyarakah mutanaqishah dalam Fatwa DSN-MUI No. 73/DSN-

MUI/XI/2008 menurut Mazhab Hanafi :

Page 68: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

58

di-qiyas-kan

berpindah dari qiyas

Hukum asal

Musyarakah

mutanaqishah

ه سلاللصهىاللعهيسهمع و ىر

ة احذ فق ت فق ت يهفيص ص

هى ص انىبي ت يهأ ن هب يع و ىع هم س ه ي اللع

ت فيب يع

Haramnya jual beli salaf

(bay‟ wa salaf)

Illat-nya

Mengandung dua akad yang

menyebabkan ketidakpastian

(gharar), dan dapat

menimbulkan aniaya dan

kedhaliman antar pihak

Mengandung lebih dari

dua akad yang dapat

menyebabkan

ketidakpastian (gharar)

atau dapat menimbulkan

aniaya/kedhaliman antar

pihak

Keharaman Musyarakah

Mutanaqishah

QIYAS

ISTIHSAN (bi al-Mashalah)

Karna Musyarakah Mutanaqishah mengandung kemaslahatan

yang lebih besar

Mashlahat hajiyyah (kebutuhan sekunder)

Menghilangkan kesulitan dalam kehidupan masyarakat

khususnya dalam bidang perdagangan

Pengembangan kegiatan transaksi dan produk Lembaga

Keuangan Syariah

Kebolehan Musyarakah Mutanaqishah

H

A

R

A

M

B

O

L

E

H

Page 69: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

59

Diterangkan bahwa bay‟ salaf merupakan akad yang

menggabungkan akad bay‟ (jual beli) dengan salaf (pinjaman) dalam

satu transaksi objek, Rasulullah SAW melarang akad ini karena

mengandung gharar (ketidakpastian).7 Musyarakah mutanaqishah

jika diqiyaskan dengan bay‟ salaf maka hukumnya haram, sebab

mempunyai illat yang sama yaitu dapat menimbulkan gharar karena

akad ini mengandung beberapa akad yang berakibat ketidakpastian

rukun serta syarat mana yang harus dipenuhi. Apalagi Allah telah

berfirman dalam Q.S. Shad Ayat 24:

ك ن ق ذق بل الظ ه م تك بسؤ إن ىو عج بج إن,وع ثيزا ه ىب عضمن ي بغيانخه ط بءمه ك ب عض ع إل

ىاانذيه مهاآم ع بث بنح ق هيم انص ب ظ ه,مم د ا بد ف بست غف ز ف ت ىبيأ وم ب زر خ اكعب ر

أ و بة

Kebanyakan orang yang berkongsi (syirkah) mendzalimi para

pihak yang lain, lalu bagaimana jika musyarakah digabung dengan

akad lain, ini menimbulkan peluang bagi para syarik untuk

mendzalimi pihak lainnya.

Berdasarkan atas istihsan bil maslahah, keluar qiyas dipandang

mengandung lebih besar kemaslahatan dibandingkan dengan

mengikuti qiyas, maka qiyas itu boleh ditinggalkan dan yang dipakai

adalah istihsan yang disandarkan pada maslahah dengan

meninggalkan dalil yang bisa digunakan, dan untuk selanjutnya

beramal dengan cara lain karena didorong oleh pertimbangan

kemaslahatan manusia.8

Imam Malik yang juga satu pandangan dengan Imam Hanafi soal

kehujjahan istihsan berpendapat yaitu mengutamakan tujuan untuk

mewujudkan kemaslahatan-kemaslahatan atau menolak bahaya-

7 Agustianto, Inovasi,

8 Rahmat Dahlah, Ushul, h. 144

Page 70: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

60

bahaya secara khusus, sebab dalil umum menghendaki dicegahnya

bahaya tersebut. Dalil umum tersebut jika dipertahankan dapat

mengakibatkan tidak tercapainya maslahat yang dikehendaki oleh

dalil umum itu.9 Hadits tersebut merupakan dalil umum yang berlaku

bagi setiap transaksi yang mengandung dua akad atau lebih sebab

dapat menimbulkan gharar yang dapat merugikan masyarakat. Qiyas

pada dalil umum tersebut dianggap tidak dapat mengoptimalisasi

maslahat sedangkan istihsan sebagai koreksi dari qiyas dengan tujuan

mendatangkan kemaslahatan sesuai dengan tujuan syara‟ (maqashid

as-syariah). Keluar dari dalil umum tersebut dan beramal dengan dalil

syara‟ yang lain yaitu berupa maslahat dianggap lebih sesuai dengn

tujuan syara‟ atas akad musyarakah mutanaqishah tersebut.

Tidak ada halangan beramal dengan dengan mashlahat itu

meskipun bertentangan dengan dalil umum atau qiyas, karena yang

bertentangan dengan dalil umum atau qiyas ini adalah mashlahat yang

juga merupakan dalil syara‟. Mashlahat menurut Malikiyah adalah

mashlahat yang merujuk kepada dasar yang qath‟i yang diambil dari

induksi nash-nash syara‟ atau mashlahat yang mula‟imat (sesuai)

yang dibenarkan oleh nash-nash syara‟ bukan didukung oleh

mashlahat gharibah.10

Adanya mashlahah yang perlu lebih diperhatikan, menjadikan

musyarakah mutanaqishah diperbolehkan dalam syara‟ sebab adanya

mashlahah tersebut masuk dalam level dharuriyyah dan ada kalanya

masuk level hajiyyah. Dalam prakteknya musyarakah mutanaqishah

bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan barang konsumsi,

pengadaan rumah atau barang properti lainnya.11

Kebutuhan ini

kebutuhan hidup manusia kepadanya tidak berada pada tingkat

9 Iskandar Usman, Istihsan, h.20., lihat juga As-Syatibi, Al-Muwafaqat, h.207.

10 Ibid., h. 31

11 Ascarya, Akad Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2008), h. 127

Page 71: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

61

dharury (darurat), namun merupakan kebutuhan sekunder yang jika

tidak dipenuhi akan timbul beberapa kesulitan. Bentuk

kemaslahatannya tidak secara langsung bagi pemenuhan kebutuhan

pokok yang lima, tetapi secara tidak langsung menuju ke arah

tersebut.12

Misalnya membeli rumah untuk menjaga jiwa, namun

membeli rumah dalam hal ini bukan masalah dharury sebab biasanya

seseorang membeli rumah dengan bekerja sama dengan LKS

(Lembaga Keuangan Syariah) merupakan orang yang sudah mampu

memiliki rumah yang sederhana namun membutuhkan rumah yang

lebih layak lagi.

Beberapa pertimbangan kemaslahatan dalam musyarakah

mutanaqishah diantaranya untuk menghilangkan kesukaran dan

kesulitan jalannya kehidupan manusia khususnya dalam bidang

perdagangan. Sebab manusia merupakan makhluk sosial yang dalam

memenuhi kebutuhannya dibutuhkan bantuan dari pihak lain, seiring

berkembangnya zaman maka barang-barang semakin melonjak

sedangkan kebutuhan turut meningkat, banyak masyarakat yang

terjebak dalam kredit macet bahkan beberapa diantaranya meminjam

kepada rentenir untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hal ini

tentu saja membahayakan hidup mereka. Untuk menghindari hal ini,

maka Lembaga Keuangan Syariah berusaha mengatasi kebutuhan

masyarakat dengan pola kerjasama salah satunya dengan akad

musyarakah mutanaqishah.

Pengembangan kegiatan transaksi dan produk Lembaga Keuangan

Syariah juga merupakan salah satu pertimbangan mashlahah yang

diperhatikan, jika Lembaga Keuangan Syariah terpaku pada ketentuan

umum syara‟ tanpa melakukan beberapa inovasi maka perekonomian

Islam bisa kalah saing dengan perekonomian konvensional yang

12

Amir Syarifuddin, Ushul, h. 349

Page 72: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

62

berakibat pada terjerumusnya mereka kepada pembiayaan dengan

sistem bunga yang mengandung riba di dalamnya.

Perkembangan pada zaman modern ini menjadikan transaksi

keuangan serta bisnis semakin kompleks, bisnis semakin bergerak

maju dan rasanya sangat sulit diwujudkan dalam sebuah kontrak atau

akad simpel yang hanya mengandung satu ketentuan akad saja,

misalnya hanya akad syirkah atau ijarah saja. Oleh sebab itu

dibutuhkan design kontrak akad dalam bentuk kombinasi beberapa

akad yang disebut hybrid contract (multi akad), karna bentuk akad

tunggal sudah tidak mampuh meresponi transaksi keuangan

kontemporer.

Melihat dari kebutuhan masyarakat, maka dicarilah alternatif

dalam kebolehan menggunakan hybrid contract ini, termasuk salah

satunya akad musyarakah mutanaqishah yang merupakan

percampuran akad syirkah dengan ijarah yang mutanaqishah atau jual

beli yang disifati dengan mutanaqishah (decreasing). Percampuran

akad-akad ini melahirkan nama baru, yaitu musyarakah

mutanaqishah. Musyarakah mutanaqishah merupakan hybrid contract

yang mukhtalithah (bercampur) yang memunculkan nama baru.13

Musyarakah mutanaqishah, jika dilihat dari segi pemenuhan

rukun-rukun serta syarat-syarat maka sudah memenuhi beberapa

ketentuan umum dalam syirkah, meliputi pencampuran modal, dalam

usaha tertentu dan ada pembagian hasilnya. Ini adalah poin penting

dalam syirkah. Dalam hal ini para syarik sama-sama mengeluarkan

modalnya namun dalam musyarakah mutanaqishah jumlah nominal

modalnya tidak sama, karena tujuan dari musyarakah mutanaqishah

ini umtuk menalangi masyarakat atau pihak yang butuh suntikan dana

13

Agustianto, Hybrid Contract dalam Keuangan syariah.

http://ekonomi.kompasiana.com./moneter/2011/09/24/hybrid-contract-dalam-keuangan-syariah/

diakses pada tanggal 23 desember 2018

Page 73: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

63

dalam sebuah proyek atau pengadaan rumah. Oleh sebab itu porsi

modal salah satu pihak lebih besar daripada yang lainnya, maka dalam

jenisnya musyarakah mutanaqishah ini dapat dikategorikan sebagai

syirkah „inan yang dalam pelaksanaannya tidak ada pendapat ulama

yang mengharamkannya.

Akad musyarakah mutanaqishah pada hakikatnya merupakan akad

kepercayaan artinya dalam pelaksanaan kontrak ini para syarik harus

saling percaya serta sama-sama menaati kesepakatan yang telah

mereka buat. Hal ini diperbolehkan karena dianggap mendatangkan

manfaat bagi masyarakat dan memudahkan masyarakat dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya, seandainya konsep istihsan ini tidak

diterapkan di masyarakat maka mereka akan banyak mendapati

kesulitan-kesulitan dalam hidup ini, sedangkan syariat islam tidak

diturunkan kecuali untuk membuat pengikutnya menjadi lebih mudah

dalam mengarungi persoalan hidup ini, seperti dalam keterangan

firman Allah14

:

ب م م ع ه يكمج ج مهانذيهيفع ز ح

dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam

agama suatu kesempitan.

Ayat tersebut menunjukan bahwa tujuan penetapan syara‟ ialah

kemaslahatan bagi umat manusia dalam menjalani dan memenuhi

kebutuhan hidupnya. Semakin berkembang pengetahuan manusia

serta semakin majunya teknologi saat ini, maka kebutuhan manusia

manusia akan semakin meningkat pula. Oleh sebab itu nash-nash al-

Qur‟an dan hadits yang tidak pernah bertambah, sudah seharusnya

sesuai dengan kebutuhan umat dengan melakukan beberapa metode

penggalihan hukum islam yang telah dijelaskan oleh beberapa ulama‟

14

Q.S. Al-Hajj (22): 78.

Page 74: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

64

Ushul fiqh, salah satunya adalah dengan menggunakan metode

istihsan sebagai istimbath hukum.

Page 75: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

65

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian yang sudah diteliti

dan dianalisis berdasarkan bahan pustaka yang ada maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsep kehujjahan istihsan menurut Ulama Mazhab Hanafi

sesungguhnya tidak keluar dari dalil syara’, sebagian ulama

Hanafiyah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Istihsan

ialah qiyas yang wajib beramal dengannya, karena illat-nya

didasarkan pada pengaruh hukumnya. Illat yang mempunyai

hukum yang lemah mereka namakan dengan qiyas dan yang

mempunyai hukum yang kuat dinamakan Istihsan. Istihsan ini

seolah-olah satu macam cara beramal dengan salah satu qiyas yang

paling kuat dan ini disimpulkan dari masalah-masalah yang ada

dalam Istihsan menurut ketentuan ketentuan fiqih mereka. Yang

dimaksud dengan Istihsan ialah berpalingnya seorang mujtahid

dari suatu hukum pada suatu masalah dari yang sebandingnya

kepada hukum yang lain karena ada suatu pertimbangan yang lebih

utama yang menghendaki perpalingan.

2. Penggunaan metode istihsan dalam Fatwa DSN-MUI NOMOR:

73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Akad Musyarakah Mutanaqishah

menurut Mazhab Hanafi adalah hukumnya boleh demi

kemaslahatan umat, karna mengutamakan tujuan syara’ (maqashid

syariah), maka dipandang mengandung lebih besar kemaslahatan

dibandingkan dengan mengikuti qiyas. Berdasarkan atas istihsan

bil maslahah, keluar qiyas dipandang mengandung lebih besar

kemaslahatan dibandingkan dengan mengikuti qiyas, maka qiyas

itu boleh ditinggalkan dan yang dipakai adalah istihsan yang

disandarkan pada maslahah dengan meninggalkan dalil yang bisa

Page 76: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

66

digunakan, dan untuk selanjutnya beramal dengan cara lain karena

didorong oleh pertimbangan kemaslahatan manusia.

3. Penggunaan metode istihsan yang dipakai pada akad musyarakah

mutanaqishah dalam fatwa DSN Nomor: 73/DSN-MUI/2008

adalah isitihsan Istihsan bil Maslahah. Yaitu Istihsan berdasarkan

kemaslahatan, karna penggunaan akad musyarakah mutanaqishah

dalam kegiatan ekonomi dan perdagangan dianggap memiliki lebih

banyak kemaslahatan dan kemudahan bagi masyarakat.

4. Manfaat dan nilai istihsan yang terkandung dalam fatwa DSN

Nomor: 73/DSN-MUI/2008 adalah kemaslahatan dalam

menjalankan kegiatan ekonomi, menghilangkan kesulitan dalam

bidang perdagangan, dan Pengembangan kegiatan transaksi dan

produk Lembaga Keuangan Syariah, karna dalam akad

musyarakah mutanaqishah memiliki unsur kebersamaan dan

keadilan dalam menjalankan kerjasama antar mitra usaha, baik

dalam berbagi keuntungan dan menanggung resiko kerugian,

sehingga dapat menjadi alternatif dalam proses kepemilikan aset

(barang) atau modal.

B. Saran

Berdasarkan simpulan penelitian seperti yang telah diuraikan

diatas, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Kepada pemerintah atau regulator penyusun peraturan perundang-

undangan mengenai persoalan ekonomi syariah di Indonesia, terlebih

kurangnya regulasi yang mengatur dan mengawasi permasalahan

ekonomi syariah seperti pada akad musyarakah mutanaqishah yang

hanya terdapat dalam Fatwa DSN-MUI, agar persoalan mengenai

ekonomi syariah lebih terproteksi, mengingat agama islam yang

menjadi kepercayaan mayoritas masyarakat Indonesia.

2. Kepada peneliti hukum islam, khususnya para mahasiswa, agar dapat

meningkatkan pengkajian terhadap pemikiran hukum (konsep ijtihad)

Page 77: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

67

Imam Hanafi untuk dikembangkan pada masa sekarang ini dalam

menemukan konsep (rumusan) yang bisa dijadikan solusi terhadap

perkembangan hukum dan persoalan yang timbul seiring

berkembangnya zaman.

3. Kepada para peneliti, karna skripsi ini masih memiliki keterbatasan

dan kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi

pengambilan data sehingga penulis harapkan dikemudian hari dapat

menindak lanjuti penelitian ini, khususnya mengenai konsep istihsan

yang ditawarkan oleh mazhab Hanafi, agar dapat dipahami dengan

baik dan benar dan pada akhirnya akan ditemukan suatu rumusan yang

bisa digunakan pada masa sekarang ini dalam menjawab permasalahan

yang timbul.

Page 78: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

68

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ali, Zainuddin, Hukum Ekonomi Syariah ( Sinar Grafika, Jakarta, 2008).

Al-Jauziyah, Ibn al-Qayyim, Panduan Hukum Islam, buku IV, (Jakarta: Pustaka

Azam, 2000).

Al-Qardhawi, Yusuf, fatwa: Antara Ketelitian dan Kecerobohan, Alih Bahasa As’ad

asin (Jakarta: Gema Insani Press, 1997).

Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah dari Teori ke Praktek 20 Tahun Majelis

Ulama Indonesia, (Jakarta: Sekretariat MUI, 1995).

Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008)

Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh (Jakarta: Amzah, 2011) .

Asy-Syurbani, Ahmad, Sejarah dan Biografi 4 Imam Mazhab. (Jakarta: Amzah,

2008).

Barlinti, Yeni Salma, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional.

Basyir, Ahmad Azhar, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta: UII Press, 2000).

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro,

2010).

Hamidy, Mu’ammal, Imron AM dan Umar Fanany, Terjemahan Nailul Authar,

Himpunan Hadis-hadis Hukum, Jilid 6, (Surabaya: Bina Ilmu, 1986).

Hassan, Husain Hamid, Nazhariyat al-Maslahat fil Fiqhi al-Islami, (Saudi: Darul

Nahdhah al-Arobiyat, t.tp).

Hidayat, Rachmat Taufik dkk., Almanak Alam Islam, (Pustaka Jaya: Jakarta 2000).

Page 79: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

69

Jum’ah, Ali, Sejarah Ushul Fiqih, (Jakarta: Keira Publishing, 2017).

Karim, Adiwarman, Bank Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2009).

Khalid, Ramdhan Husn, Mu’jam Ushul Fiqih, (Bani Suwaif: al-Rawdhah, 1989).

Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh (Semarang: Dina Utama, 2014).

Ma’ruf Louis, al-Munjid il Laughah wal A’lam, (Beirut: Dar al-Mashruq, 1986).

Madzhar Muhammad Atho, Fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah Studi Tentang

Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988, (Jakarta: INIS 1993)

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, (Semarang:

Erlangga, 2014).

Naf’an, Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014).

Nasir, Mohammad, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998)

Qudamah, Ibnu, Al-Mughni, Juz VI, Penerjemah: Misbah, (Jakarta: Pustaka Azzam,

2009).

Qudamah, Ibnu, Al-Mughni, Juz V, (Beirut, Lebanon: Daar al-kotob al-Ilmiyah).

Saed, Abdullah. Menyoal Bank Syariah Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum

Neo Revivalis, (Jakarta: Paramadina, 2004).

Salman, Kautsan Riza, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah,

(Jakarta: Akademia Permata, 2012).

Sekretariat MUI, Gambaran Umum Organisasi MUI dalam Pedoman

Penyelenggaraan Organisasi MUI, (Jakarta: 2002).

Sjahdeini, Sutan Remy, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek

Hukumnya, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014).

Page 80: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

70

Sodikin, Ahmad Ifham, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2010).

Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2009).

Syafi’ie, Rachmat, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001).

Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

2012).

Wasito, Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian Buku Panduan Mahasiswa

(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993).

Wiyono, Slamet dan Taufan Maulamin, Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia,

(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013).

Yaya, Rizal, dkk , Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer,

(Jakarta: Salemba Empat, 2014).

Yaya, Rizal, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer

Berdasarkan PAPSI 2013, (Jakarta: Salemba Empat, 2016).

Zahra, Muhammad Abu, Imam Syafi’i, Hayatuhu wa’asruhu wa Fikruhu Ara’uhu wa

Fiqhuhu, diterjemahkan oleh Abdul Syukur, dengan Judul, Imam Syafi’i;

Biografi dan Pemikirannya dalam Masalah Akidah, Politik dan Fiqh (Cet. II;

Jakarta: Lentera, 2005).

Zahrah, Muhammad Abu, Ushul Fiqih, (Beirut: Daarul Fikr Arobi, 1947).

Zuhaili, Wahbah, Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muasirah, (Beirut, Lebanon: Daar al-

kotob al-Ilmiyah).

Page 81: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

71

JURNAL DAN SKRIPSI

Salenda, Kasjim, Kehujjahan Istihsan dan Implikasinya dalam Istimbat Hukum,

Jurnal al-daulah Vol. 1/No.2/Juni 2013.

Hosen, Nadratuzzaman, Musyarakah Mutanaqishah, jurnal Al-Iqtishad, Vol. 1, N0.

2, Juli 2009.

Kamal Taufiq Muhammad Hathab, Dirasat Iqtishadiyyah Islamiyyah, Jilid 10, Vol.II,

(Jurnal, Muharram 1434).

Fika Nur Apriani “Perspektif Syariah Terhadap Penerapan Jaminan dalam Akad

Musyarakah Mutanaqisah”. (Skripsi S-1, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018).

Sulistyowati Saputro, “Studi Analisis Terhadap Istidlal Fatwa DSN-MUI Nomor:

41/DSN-MUI/III/2004 Tentang Obligasi Syariah Ijaroh”. (Skripsi S-1

Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negri Semarang, 2008).

KAMUS

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN LAINNYA

Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI Tentang Pembentukan Dewan Pengawas

Syariah Nasional (DSN) No. Kep-75/MUI/II/1999.

Surat Keputusan MUI Nomor: U-596/MUI/X/1997 Tentang Pedoman Penetapan

Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, No. 73/DSN-MUI/XI/2008.

WEBSITE

Page 82: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

72

http://ekonomi.kompasiana.com./moneter/2011/09/24/hybrid-contract-dalam-

keuangan-syariah/

http://mui.or.id/mui/tentang-mui/profil-mui.html

https://id.m.wikipedia.org

Page 83: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

DEWAN SYARI’AH NASIONAL FATWA

DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 73/DSN-MUI/XI/2008

Tentang

MUSYARAKAH MUTANAQISAH

بسم االله الرحمن الرحيم

Dewan Syari’ah Nasional setelah

Menimbang : a. bahwa pembiayaan musyarakah memiliki keunggulan dalam kebersamaan dan keadilan, baik dalam berbagi keuntungan maupun resiko kerugian, sehingga dapat menjadi alternatif dalam proses kepemilikan aset (barang) atau modal;

b. bahwa kepemilikan aset (barang) atau modal sebagaimana dimaksud dalam butir a dapat dilakukan dengan cara menggunakan akad musyarakah mutanaqisah;

c. bahwa agar cara tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, Dewan Syariah Nasional MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang musyarakah mutanaqisah untuk dijadikan pedoman.

Mengingat : 1. Firman Allah SWT.:

a. QS. Shad [38]: 24:

وإن كثيرا من الخلطاء ليبغي بعضهم على بعض، إلا الذين آمنوا …ما هل مقليات والحملوا الصعو…

"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…."

b. QS. al-Ma’idah [5]: 1:

…ياأيها الذين آمنوا أوفوا بالعقود “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”

2. Hadis Nabi

a. Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata:

Page 84: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

Fatwa Musyarakah Mutanaqisah 2

Dewan Syariah Nasional MUI

أنا ثالث الشريكين ما لـم يخـن أحـدهما : إن االله تعالى يقول من تجرخ هاحبا صمهدان أحفإذا خ ،هاحباصنهميب.

“Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).

b. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:

الصلح جائز بين المسلمين إلا صلحا حرم حلالا أو أحل حرامـا رل حأح لالا أوح مرطا حرإلا ش وطهمرلى شون علمسالماوام.

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

3. Taqrir Nabi terhadap kegiatan musyarakah yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu sebagaimana disebutkan oleh al-Sarakhsiy dalam al-Mabsuth, juz II, halaman 151.

4. Ijma’ Ulama atas bolehnya musyarakah sebagaimana yang disebut oleh Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, juz V, halaman 3 dan al-Susiy dalam Syarh Fath al-Qadir, juz VI, halaman 153.

5. Kaidah fiqh:

.الأصل فى المعاملات الإباحة إلا أن يدل دليل على تحريمها “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Memperhatikan : 1. Pendapat Ulama

a. Ibnu Qudamah, al-Mughni,(Bayrut: Dar al-Fikr, t.th), juz 5, hal. 173:

ري شترى أحد الشريكين حصة شريكه منه جاز، لأنه يـشت ولو ا .ملك غيره

Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi (bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak lain.

b. Ibn Abidin dalam kitab Raddul Mukhtar juz III halaman 365:

Page 85: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

Fatwa Musyarakah Mutanaqisah 3

Dewan Syariah Nasional MUI

هكيرشلو ،زوجي لا بينجلأ هتصح اءنبال يف نيكيرالش دحأ اعب ولجاز.

Apabila salah satu dari dua orang yang bermitra (syarik) dalam (kepemilikan) suatu banguan menjual porsi (hissah)-nya kepada pihak lain, maka hukumnya tidak boleh; sedangkan (jika menjual porsinya tersebut) kepada syarik-nya, maka hukumnya boleh.

c. Wahbah Zuhaili dalam kitab Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muasirah, hal. 436-437:

ـادمتع لا ةعير الـش يف ةعورش م ةكارشم ال ههذ ـلإاك-ا ه جةار ـب ي نأ ب هكيرش ل كنب ال ن م دعى و ل ع _كيلمالت ب ةيهتنمال يـ ع ه ل . له قيمتهاددا سذ إةكر الشي فهتصح

ء وجودها تعد شركة عنان، حيث يساهم الطرفـان وهي في أثنا .برأس المال، ويفوض البنك عميله الشريك بإدارة المشروع

يا، وبعد انتهاء الشركة يبيع المصرف حصته للشريك كليا أو جزئ .باعتبار هذا العقد عقدا مستقلا، لا صلة له بعقد الشركة

“Musyarakah mutanaqishah ini dibenarkan dalam syariah, karena –sebagaimana Ijarah Muntahiyah bi-al-Tamlik—bersandar pada janji dari Bank kepada mitra (nasabah)-nya bahwa Bank akan menjual kepada mitra porsi kepemilikannya dalam Syirkah apabila mitra telah membayar kepada Bank harga porsi Bank tersebut.

Di saat berlangsung, Musyarakah mutanaqishah tersebut dipandang sebagai Syirkah ‘Inan, karena kedua belah pihak menyerahkan kontribusi ra’sul mal, dan Bank mendelegasikan kepada nasabah-mitranya untuk mengelola kegiatan usaha. Setelah selesai Syirkah Bank menjual seluruh atau sebagian porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini dilakukan secara terpisah yang tidak terkait dengan akad Syirkah.”

c. Kamal Taufiq Muhammad Hathab dalam Jurnal Dirasat Iqtishadiyyah Islamiyyah, Muharram 1434, jld. 10, volume 2, halaman 48:

وا تنهع، لكوويس البجن من ا هيتهعكة بطبيارشث إن الميح ربع ادإذا أر هل، فإنوالأص ل منأص اع فيشلى المة عاء حصشر نع

Page 86: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

Fatwa Musyarakah Mutanaqisah 4

Dewan Syariah Nasional MUI

فهو يبيع حصته الشائعة التي أحد الشركاء التخارج من الشركة، اقي الشا إلى بإمر، ويا للغا إملكهتكةامرفي الش نيمرتسكاء المر.

Mengingat bahwa sifat (tabiat) musyarakah merupakan jenis jual-beli --karena musyarakah dianggap sebagai pembelian suatu porsi (hishshah) secara musya’ (tidak ditentukan batas-batasnya) dari sebuah pokok-- maka apabila salah satu mitra (syarik) ingin melepaskan haknya dari syirkah, maka ia menjual hishshah yang dimilikinya itu, baik kepada pihak ketiga maupun kepada syarik lainnya yang tetap melanjutkan musyarakah tersebut.

d. Nuruddin Abdul Karim al-Kawamilah, dalam kitab al-Musyarakah al-Mutanaqishah wa Tathbiqatuha al-Mu’ashirah, (Yordan: Dar al-Nafa’is, 2008), hal. 133:

دأح ربتعة ياقصنتكة المارشل بأن المة إلى القواسرلت الدصوتحيث إن التمويل بشكلها العام، مشاركةالأنواع التمويل ب

عتاع موأنن بكوي اما العكلهكة بشارشار بالمتبباعلفة، وتخمة ودد صفقة تمويل :استمرارية التمويل فهو تقسم إلى ثلاثة أنواع

.واحدة، وتمويل مشاركة ثابتة، وتمويل مشاركة متناقصةStudi ini sampai pada kesimpulan bahwa Musyarakah Mutanaqisah dipandang sebagai salah satu macam pembiayaan Musyarakah dengan bentuknya yang umum; hal itu mengingat bahwa pembiayaan musyarakah dengan bentuknya yang umum terdiri atas beberapa ragam dan macam yang berbeda-beda. Dilihat dari sudut “kesinambungan pembiayaan” (istimrariyah al-tamwil), musyarakah terbagi menjadi tiga macam: pembiayaan untuk satu kali transaksi, pembiayaan musyarakah permanen, dan pembaiayaan musyarakah mutanaqishah.

2. Surat permohonan dari BMI, BTN, PKES dan lain-lain.

3. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Jumat, tanggal 15 Zulqa’dah 1429 H./ 14 Nopember 2008.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA MUSYARAKAH MUTANAQISAH Pertama : Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan :

a. Musyarakah Mutanaqisah adalah Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak

Page 87: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

Fatwa Musyarakah Mutanaqisah 5

Dewan Syariah Nasional MUI

(syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya;

b. Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah (musyarakah).

c. Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah yang bersifat musya’.

d. Musya’ )ع���( adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah (milik bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara fisik.

Kedua : Ketentuan Hukum Hukum Musyarakah Mutanaqisah adalah boleh.

Ketiga : Ketentuan Akad 1. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/

Syirkah dan Bai’ (jual-beli).

2. Dalam Musyarakah Mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya: a. Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan

pada saat akad. b. Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang

disepakati pada saat akad. c. Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.

3. Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama (syarik) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik) wajib membelinya.

4. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan sesuai kesepakatan.

5. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS beralih kepada syarik lainnya (nasabah).

Keempat : Ketentuan Khusus 1. Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik

atau pihak lain.

2. Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.

3. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.

4. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset Musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad;

Page 88: PENGGUNAAN METODE ISTIHSAN DALAM AKAD ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/50390...syar’u man qoblana. Metode-metode istimbath hukum itu saat ini menjadi objek kajian

Fatwa Musyarakah Mutanaqisah 6

Dewan Syariah Nasional MUI

5. Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli;

Kelima : Penutup 1. Jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya

dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai prinsip syariah.

2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 15 Zulqa’dah 1429 H

14 Nopember 2008 M

DEWAN SYARI’AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua, Sekretaris, DR. K.H. M.A. SAHAL MAHFUDH DRS. H.M. ICHWAN SAM