penggunaan bahasa alay (anak lebay) di kampus …
TRANSCRIPT
i
PENGGUNAAN BAHASA ALAY (ANAK LEBAY)
DI KAMPUS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
CANDRA
10533 6781 11
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2016
ii
iii
v
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah mencurahkan rahmat dan
taufik-Nya sehingga pembuatan skripsi ini tampa melalui hambatan dan dapat
berjalan sebagai mana mestinya dan dapat diselesaikan pada waktu yang
ditentukan. Salawat dan salam semoga tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
saw beserta keluarganya, para sahabatnya dan kaum muslimin yang senantiasa
mengikutinya sampai kiamat kelak dan semoga kita mendapatkan syafaatnya.
Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan akademik guna memperoleh
gelas Sarjana Pendidikan pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun
judul skripsi ini adalah Penggunaan Bahasa Alay (Anak Lebay) Di Kampus
Universitas Muhammadiyah Makassar. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tak
luput dari berbagai hambatan dan tantangan. Akan tetapi, semua itu dapat teratasi
berkat dari petunjuk Allah Swt serta kerja keras dan percaya diri dari penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis menerima iklas segala koreksi dan masukan-masukan
guna penyempurnaan tulisan ini agar kelak dapat bermanfaat. .
Dalam penyusunan skripsi ini pula, penulis memperoleh bantuan dari
berbagai pihak dalam bentuk bimbingan, arahan, saran, dan petunjuk. Oleh karena
itu, sewajarnya penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada semua pihak yang turut serta memberikan bantuan baik berupa
materi maupun moral, khususnya kepada Dr. Munirah, M. Pd. Sebagai
vi
pembimbing I dan kepada Andi Adam, S.Pd.,M.Pd. pembimbing II yang penuh
kesabaran, keterbukaan, dan semangat serta senantiasa meluangkan waktu untuk
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
Ucapan terimakasih diucapkan pula kepada kedua orang tua tercinta,
ayahanda Aiwa dan ibunda Saindah yang telah merawat, membesarkan,
membiayai dan mendoakan penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang yang tak
dapat diukur dengan seisi jagat raya ini sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi sebaik-baiknya, serta senantiasa memberikan semangat dan dorongan serta
doa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tak lupa juga penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dr. H. Irwan Akib, M.Pd., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar,
2. Dr.H. Andi Sukri Syamsuri, M.Hum.,Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar,
3. Dr. Munirah, M.Pd., ketua program studi pendidikan bahasa dan sastra
Indonesia yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu
pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis.
4. Syekh Adiwijya Latief, S. Pd., M. Pd., Sekretaris Jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia.
5. Bapak dan ibu dosen Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah
membagi ilmunya kepada penulis selama ini.
vii
Penulis menyadari bahwa apa yang ada dalam tulisan ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi selanjutnya. Semoga
Allah SWT membalas kasih sayang, cinta dan ketulusan yang telah dicurahkan
pada kita semua. Aamiin
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, April 2016
CANDRA
viii
DAFTAR ISI
HALAMJUDUL ........................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................................. iii
SURATPERYATAAN .............................................................................................. iv
SURAT PERJANJIAN .............................................................................................. v
MOTO DAN PEREMBAHAN .................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. x
BAB IPENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
E. Difinisi Istilah .................................................................................. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ......................................... 7
A. Kajian Pustaka ................................................................................. 7
B. Kerangka Pikir ................................................................................. 35
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................. 38
A. Jenis Penelitian ................................................................................ 38
B. Fokus Penelitian ............................................................................... 38
C. Difinisi Istilah .................................................................................. 38
D. Populasi dan Sampel ......................................................................... 38
E. Data dan Sumber .............................................................................. 39
ix
F. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 40
G. Teknik Analisis Data ....................................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................ 42
A. Hasil Penelitian ................................................................................ 42
B. Pembahasan ..................................................................................... 49
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 51
A. Simpulan ......................................................................................... 51
B. Saran ............................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa sebagai alat komunikasi yang paling efektif, mutlak dan diperlukan
setiap bangsa. Tanpa bahasa, bangsa tidak akan mungkin dapat berkembang.
Bahasa menunjukkan identitas bangsa. Bahasa sebagai bagian kebudayaan dapat
menunjukkan tinggi rendahnya kebudayaan bangsa. Pada perjalanan selanjutnya,
bahasa Indonesia tidak lagi sebagai bahasa persatuan, tetapi juga berkembang
sebagai bahasa negara, bahasa resmi, dan bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahasa Indonesia mempunyai empat kedudukan, yaitu sebagai bahasa persatuan,
bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi. Dalam perkembangannya lebih
lanjut, bahasa Indonesia berhasil mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan
bahasa ilmu. Keenam kedudukan ini mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun
dalam praktiknya dapat saja muncul secara bersama-sama dalam satu peristiwa,
atau hanya muncul satu atau dua fungsi saja.
Kebijakan pemerintah terhadap pembinaan dan pengembangan Bahasa
Indonesia dalam berbagai integrasi memang penting demi menjaga eksistensi
bahasa. Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan dengan baik karena
bahasa Indonesia itu merupakan salah satu identitas atau jati diri bangsa
Indonesia.
Pada saat ini, dalam lingkungan pergaulan telah dikenal dan berkembang
bahasa alay (anak lebay). Bahasa alay itu mencampur aduk antara tulisan, lisan,
dan gambar, sehingga semuanva menjadi kaeau. Kekacauan bahasa itu terlihat
2
karena peletakan gambar yang seenaknya dan kadang emosi juga diungkapkan
secara tidak tepat. Bahasa yang rusak itu justru dianggap sebagai kreatifitas.
Penutur bahasa dalam dunia maya memang kreatif, tapi kalau rusak-rusakan tidak
dapat dibilang kreatif, Kerusakan bahasa dan mudahnya perubahan identitas itu
melahirkan generasi yang berani bersikap dan asosial atau individuals. Tanpa
disadari, lama kelamaan bahasa alay bisa mengancam eksistensi Bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan karena semakin jauh berbeda dengan kaidah-kaidah
bahasa yang baik dan benar.
Bahasa Alay muncul pertama kalinya sejak ada program SMS (Short
Message Service) atau pesan singkat dari layanan operator yang mengenakan tarif
-per karakter yang berfungsi untuk menghemat biaya. Namun dalam
perkembangannya kata-kata yang disingkat tersebut semakin melenceng, apalagi
sekarang sudah ada situs jejaring sosial. Dan sekarang penerapan bahasa Alay
sudah diterapkan di situs jejaring sosial tersebut, yang lebih parahnya lagi sudah
bukan menyingkat kata lagi, namun sudah merubah kosakatanya bahkan cara
penulisannya pun bisa membuat sakit mata orang yang membaca karena
menggunakan huruf besar kecil yang diacak ditambah dengan angka dan karakter
tanda baca. Bahkan arti kosakatanya pun bergeser jauh dari yang dimaksud,
Semua kata dan kalimat 'dijungkirbalikkan' begitu saja dengan memadukan huruf
dan angka. Penulisan gaya alay atau anak lebay tidak membutuhkan standar baku
atau panduan khusus, semua dilakukan suka-suka dan bebas saja.
Dengan penggunaan bahasa alay oleh remaja yang semakin berkembang
ini, bisa jadi suatu saat nanti anak cucu kita (masyarakat) sudah tidak lagi
3
mengenal bahasa baku dan tidak lagi memakai EYD (Ejaan Yang
Disempurnakan) sebagai pedoman dalam berbahasa, kemudian menganggap
remeh bahasa Indonesia. Jika hal ini terus berlangsung, dikahawatirkan akan
menghilangkan budaya berbahasa Indonesia dikalangan remaja bahkan dikalangan
anak-anak. Padahal bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara kita dan
juga sebagai identitas bangsa. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus
bangsa, harusnya mampu menjadi tonggak dalam mempertahankan bangsa
Indonesia ini. Salah satu yang bisa kita lakukan adalah dengan menjaga,
melestarikan, dan menjunjung tinggi bahasa Indonesia. Seperti dalam ikrar ketiga
Sumpah Pemuda yang berbunyi, "Kami putra-putri Indonesia menjunjung tinggi
bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Sikap bangsa Indonesia terhadap bahasa Indonesia cenderung ambivalen,
sehingga terjadi dilematis. Artinya, di satu pihak kita menginginkan bahasa
Indonesia menjadi bahasa modern, dan dapat mengikuti perkembangan zaman
serta mampu merekam ilmu pengetahuan dan teknologi global, tetapi di pihak lain
kita telah melunturkan identitas dan citra diri itu dengan lebih banyak
mengapresiasi bahasa asing sebagai lambang kemoderan (Warsiman, 2006:42-43).
Atas dasar itu, tidak heran jika para remaja masa kini lebih cenderung
menggunakan bahasa asing atau bahasa gaul sebagai bagian dari hidupnya jika
mereka tidak ingin disebut ketinggalan zaman.Interaksi global dalam berbagai
bidang dewasa ini tidak bisa dihindari, Akibatnya proses transaksi nilai-nilai
global dengan sendirinya juga akan terjadi.
4
Masyarakat pada saat ini sering berkomunikasi dengan menggunakan
menggunakan bahasa gaul. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 116)
disebutkan bahwa bahasa gaul merupakan bahasa Indonesia nonformal yang
digunakan oleh komunitas tertentu atau di daerah tertentu untuk pergaulan.
Bahasa gaul tidak hanya dipakai oleh remaja ,tetapi juga digunakan oleh orang -
orang dewasa. Bahasa gaul dianggap lebih modern daripada bahasa Indonesia atau
bahasa daerah. Penggunanya pun akan dikatakan sebagai orang modern. Hal ini
dapat kita pahami karena bahasa gaul lahir dari masyarakat perkotaan yang
modern sehingga penggunanya pun akan dikatakan sebagai orang kota.
Bahasa gaul sebenarnya bukan bahasa yang dilarang penggunaanya. Jika
dikategorikan, varian bahasa gaul dapat dikategorikan sebagai bahasa alay yang
termasuk dalam bahasa slang yang menambah khazanah kekayaan bahasa di
Indonesia. Hala yang dapat menyebabkan bahasa gaul dapat disebut sebagai
masalah adalah apabila bahasa gaul menggeser penggunaan bahasa Indonesia.
Bahasa yang digunakan sering berubah. Hal ini terkait pribadi remaja yang
masih labil dan menginginkan smtu hal yang baru. Adanya kepribadian remaja
yang masih labil itulah, yang menyebabkan timbulnya berbagai macam bahasa
gaul, seperti bahasa alay, sing, vulgar, jargon dan prokem. Bahasa alay yang
digunakan sebagai alat komunikasi ini merupakan bahasa sandi yang digunakan
penuturnya sebagai bahasa khusus untuk kalangan mereka.
B. Rumusan Masalah
5
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan yang akan menjadi objek pembahasan yaitu "Bagaimana wujud
bahasa alay yang digunakan oleh mahasiswa di kampus Universitas
Muhammadiyah Makassar"?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas adalah
untuk mengetahui wujud bahasa alay yang digunakan di kampus Unismuh
Makassar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian teoris
yang mendukung kajian lebih lanjut dan bermanfaat penelitian ilmu
sosiolingustik, khususnya ragam bahasa gaul di kalangan mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan membina wawasan masyarakat
dalam mengembangkan kemampuan menggunakan kata-kata agar dapat
mewujudkan percakapan bahasa lisan akrab dan menarik.
3. Sebagai bahan acuan untuk penelitian yang berkaitan dengan skripsi ini
4. Sebagai bahan bacaan bagi yang berminat mengetahui tentang bahasa
gaul/alay di Universitas Muhammadiyah Makassar,
E. Difinisi Milan
1. Kata 'Alay' bisa diartikan sebagai Anak layangan, Anak lebay, Anak
kelayapan, dan lain sebagainya. Dimana anak-anak tersebut sering
didefinisikan sebagai anak-anak yang berkelakuan 'tidak biasa' atau dapat
6
dikatakan berlebihan. Anak-anak ini ingin diketahui statusnya diantara
teman-teman sejawatnya, mereka ingin selalu memperlihatkan ke-eksis-an
atau kenarsisan mereka dalam segala hal. Misalnya dalam hal berpakaian,
bertingkah laku, serta berbahasa (baik lisan maupun tulis). Sesuai dengan
paengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa bahasa alay adalah
bahasa yang digunakan oleh anak-anak alay.
2. Konteks adalah segala sesuatu yang mendukung suatu pembicaraan ,media
maupun formal tidaknya suatu pembicaraan.
3. Mahasiswa adalah individu yang secara teoritis dan empiris dari segi
psikologi mempunyai rentan usia 19-24 tahun.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
a. Penelitian Yang Relevan
a) Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Junaida DJ. Sa'ama yang berjudul "Analisis Bahasa Gaul
da/am Interaksi Antarmahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintah Universitas
Muhammadiyah Luwuk Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah". Dalam
penelitiannya, Junaida DJ. Sa'ama mengatakan bahwa penggunaan gaul
dikalangan mahasiswa jurusan ilmu pemerintahan Universitas
Muhammadiyah Luwu Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah merupakan
varian dari bahasa Indonesia. Bahasa gaul hanya digunakan oleh
sekelompok mahasiswa, sekalipun semua mahasiswa belum mengetahui
sepenuhnya tentang seluk beluk bahasa gaul.
b) Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Elza Riskiyani Arifuddin yang
berjudul " Penggunaan Bahasa Prokem pada Siswa Kelas X SMA Negeri 3
Takalar" Adapun hasil penelitiannya penunggunaan bahasa prokem hanya
digunakan oleh sekelompok social tertentu, kelompok remaja misalnya yang
dewasa ini semakin ramai dengan sejumlah istilah-istilah yang aneh dan
sering membingungkan, dan bahsa prokem lebih banyak digunakan
dikalangan laki-laki dibandingkan remaja perempuan karena
dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi, factor lingkungan dan status
sosialnya.
8
c) Penelitian selanjutnya juga dilakukan oleh Arifman yang berjudul
"Penggunaan Bahasa Gaul di Kalangan Remaja di Kelurahan Mannuuruki
Kecamatan Tamalate di Kola Makassar" Adapun hasil penelitiaanya5
penggunaan bahasa gaul di kalangan remaja di kelurahan Mannuruki
kecamatan Tamalate di Kota Makassar merupakan varian bahasa Indonesia.
Bahasa gaul hanya digunakan oleh sekelompok remaja, sekalipun semua
remaja belum mengetahui sepenuhnya tentang seluk beluk bahasa gaul, ciri
khas bahasa gaul memiliki penyimpangan makna yang lazim diketahui
dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa induknya. Bahasa gaul dapat
dinyatakan sebagai hasil modifikasi atau tuturan dari bahasa Indonesia,
b. Pengertian Bahasa
Secara etimologi, istilah bahasa berasal dari bahasa Latin lingua. Dalam
bahasa Itali "bahasa" disebut lingiiaggio dan lingua, bahasa Perancis menyebut
"bahasa" sebagai langage dan langue, dalam bahasa Spanyol "bahasa" disebut
dengan lengua dan disebut dengan language dalam bahasa Inggris. Penyebutan
"bahasa" terdiri dari dua konsep utama dalam kajian lingustik yaitu penyebutan
bahasa secara umum (bersifat koloquel) seperti langage (bahasa Prancis),
lingiiaggio (bahasa Itali) dan juga penyebutan bahasa pada bahasa tertentu atau
suatu sistem linguistik tertentu seperti langue (dalam bahasa Prancis), lingua
(bahasa Itali) dan lengua (bahasa Spanyol).
Akan tetapi, language dalam bahasa Inggris dapat digunakan untuk
menamakan bahasa secara umum atau digunakan untuk menyebut satu bahasa
tertentu, demikian halnya dengan istilah "bahasa" dalam bahasa Indonesia.
9
Pengertian terminologis dari bahasa itu sendiri telah banyak didefinisikan
oleh para ahli sebagai berikut:
1. Saphir (1921) dalam Chaedar Alwasilah (1990) bahwa bahasa adalah "apurely
human and non-instinctive method of communicating ideas, emotion and
desire by means of voluntarily produced symbol", Saphir menyebutkan lima
butir terpenting dalam definisi "bahasa" yaitu: manusiawi, dipelajari,
memilki sistem, arbitrer dan bersimbol.
2. Hall mengungkapkan bahwa bahasa merupakan suatu institusi dalam
pengertian alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar umat manusia.
3. Wardhough menyebutkan bahwa bahasa adalah sistem lambangbunyi yang
arbitrer yang digunakan manusia untuk berkomunikasi.
4. Hasan Lubis (1988) menyebutkan bahwa bahasa adalah sistem lambang-
lambang yang arbitrer yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk
menyampaikan fikiran dan perasaannya dengan bunyi-bunyi,
5. Kridalaksana (2008) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi
yang dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi
dan mengidentifikasikan diri.
c. Hakikat Bahasa
Pakar linguistik telah merumuskan banyak hal tentang hakikat bahasa.
rumusan-rumusan tersebut jika dibutirkan akan menghasilkan sejumlah ciri atau
sifat yang merupakan hakikat bahasa. Sifat-sifat tersebut pula yang telah
didefmisikan oleh pakar-pakar linguistik diatas dalam menemukan pelbagai sifat-
sifat bahasa.
10
Sifat-sifat tersebut sebagaimana yang disebutkan oleh Chaer (2007) antara
lain: (1) Bahasa adalah sebuah sistem, (2) Bahasa itu berwujud lambang, (3)
Bahasa itu berupa bunyi, (4) Bahasa itu bersifat arbitrer, (5) Bahasa itu bermakna,
(6) Bahasa itu bersifat konvensional, (7) Bahasa itu bersifat unik, (8) Bahasa itu
bervariasi, (9) Bahasa itu bersifat produktif, (10) Bahasa itu bervariasi, (11)
Bahasa itu bersifat dinamis, (12) Bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial,
(13) Bahasa itu merupakan identitas penuturnya.
Begitu pula yang dipaparkan oleh Chaeda Alwasilah (1993) yang secara
sederhana lagi menyebutkan hakikat bahasa itu antara lain: (1) Bahasa itu
sistematik, (2) Bahasa itu manasuka "arbitrer", (3) Bahasa itu ucapan/vokal, (4)
Bahasa itu simbol atau lambang, (5) Bahasa itu mengacu pada dirinya sendiri, (6)
Bahasa itu manusiawi dan (7) Bahasa itu komunikasi. Kemudian masih banyak
lagi paparan-paparan linguis tentang hakikat bahasa yang tentu tidak dapat
disebutkan satu persatu dalam tulisan ini.
Dari beberapa keterangan yang diambil dari berbagai sumber, maka
penulis akan menjelaskan tentang hakikat bahasa tersebut secara sederhana dan
hal-hal yang akan dijelaskan kemudian merupakan beberapa dari poin inti dari
hakikat bahasa. Berikut paparan dari sifat-sifat tersebut secara rinci:
1. Bahasa Sebagai Sistem
Sistem sangat identik dengan pengertian cara atau aturan. Sistem juga
berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang
bermakna atau berfungsi. Sistem ini dibentuk oleh sejumlah unsur atau komponen
yang satu dengan lainnya yang berhubungan secara fungsional.
11
Begitupun dengan bahasa, sebagai sebuah sistem, bahasa memiliki
komponen-komponen dan aturan-aturan. Dalam pengertian ini, bahasa memiliki
dua aspek penting yaitu unsur-unsur dan hubungan-hubungan yang dirajut oleh
unsur-unsur tersebut. Satuan-satuan bahasa tersebut selalu terkait satu dengan
yang lain sehingga membentuk kepaduan yang erat dan saling mendukung.
Pyles dan algeo (1993) menyebutkan bahwa terdapat dua tingkatan dalam
sistem bahasa yang mereka sebut sebagai duality of patterning yang jika
diterjemahkan menjadi kaidah ganda sistem bahasa. Kedua tingkatan ini
mencakup komponen makna dan bentuk. Komponen bentuk yang berupa bunyi
dipelajari oleh cabang linguistik yaitu fonetik atau fonologi sedangkan komponen
makna ditelaah oleh semantik dan tata bahasa.
Lebih jaub, Chaer (2007) menjelaskan, sebagai sebuah sistem, bahasa itu
sekaligus bersifat sistemis. Dengan sistemis, artinya, bahasa itu tersusun menurut
suatu pola dan tidak tersusun secara acak atau secara sembarangan. Sedangkan
sistemis, artinya, bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga
dari sub-sub sitem atau sistem bawaan. Dapat disebutkan sistem bawaan tersebut
antara lain: subsistem fonologi, morfologi, sintaksis dan subsistem semantik.
2. Bahasa Sebagai Lambang
Kata lambang sering dipadankan dengan kata simbol yang diartikan
dengan pengertian yang sama. Lebih rinci, Chaedar Alwasilah (1993) menjelaskan
bahwa lambang atau simbol mengacu pada suatu obyek dan hubungan antara
simbol dan obyek itu bersifat manasuka. Lambang dapat dibuat dari bahasa apa
saja, ia bisa terbuat hari suatu benda seperti piramid yang melambangkan
12
keagungan, atau dari kain seperti warna putih atau hitam atau j u g a dalam bentuk
ujaran. Lambang dengan segala seluk beluknya dikaji dalam kegiatan ilmiah
dalam satu bidang kajian yang disebut dengan ilmu semiotika atau semiologi,
yaitu ilmu yang mempelajan tanda-tanda yang terdapat didalam kehidupan
manusia termasuk bahasa.
3. Bahasa Itu Berupa Bunyi
Bahasa adalah bunyi, maka sepenuhnya dapat dikatakan bahwa bahasa
adalah sistem lambang bunyi. Yaitu, sistem bahasa itu adalah berupa lambang
yang wujudnya berupa bunyi.
Kemudian, yang perlu dipertegas disini adalah tentang bunyi itu sendiri
menurut pandangan bahasa, apakah itu bunyi seperti yang dikenal secara umum?
Apakah semua bunyi disebut bahasa? dan lain sebagainya. Bunyi yang dimaksud
dalam bahasa disebut juga dengan "speech sound" adalah satuan bunyi yang
dihasilkan oleh alat uap manusia yang didalam fonetik diamati sebagai "fon" dan
didalam fonemik sebagai "fonem" yang keduanya dibahas dalam bidang
lingusitik,
4. Bahasa Itu Bersifat Arbitrer
Arbitrary berarti selected at random and without reason, dipilih secara
acak dan tanpa alasan. Ringkasnya, manasuka atau seenaknya, asal bunyi, tidak
ada hubungan logis antara kata-kata sebagi simbol atau lambang dengan yang
dilambangkannya. Atau, dengan bahasa lain, Chaer (2007) menjelaskan tentang
apa yang dimaksud dengan arbitrer adalah tidak adanya hubungan wajib antara
13
lambang bahasa dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang
tersebut.
Contoh pengertian arbitrer tersebut dapat kita lihat sehari-hari dalam
kehidupan kita, hal tersebut terbukti antra rangkaian bunyi-bunyi dengan makna
yang dikandungnya. Mengapa bahan bakar sepeda motor disebut dengan bensin
tidak kecap, binatang tertentu di Indonesia disebut kuda, di Inggris horse, di Arab
faras dan akan terus berbeda diwilayah-wilayah lain tentang penyebutannya.
Itulah yang disebut dengan arbitrer atau manasuka yang tidak akan bisa
ditemukan alsan penyebutannya yang berbeda-beda dikarenakan sifat ke-
arbitreran-nya. Andaikata bahasa itu tidak arbitrer, sudah barang tentu dapat kita
pastikan bahwa sebutan untuk kuda hanya akan ada satu kata dalam bahasa
manusia, tidak ada lagi penyebutan kuda, horse, faras dan lain sebagainya, hanya
akan ada satu penyebutan.
5. Bahasa Itu Bermakna
Bahasa, sebagai si stem lambang yang berwujud bunyi sudah pasti
melambangkan suatu pengertian tertentu. Maka, yang dilambangkan itu adalah
suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide atau suatu pikiran yang ingin
disampaikan dalam wujud bunyi tersebut. Karena lambang -lambang itu mengacu
pada suatu konsep, ide atau pikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu
memiliki makna.
Contohnya adalah lambang bahasa yang berwujud bunyi "kuda"; lambang
ini mengacu pada konsep "sejenis binatang berkaki empat yang dapat dikendarai",
kemudian konsep tersebut dihubungkan dengan benda yang ada didalam dunia
14
nyata. Jadi, secara sederhana dapat dikatakan bahwa "kuda" merupakan lambang
bunyi, "sejenis binatang berkaki empat yang dapat dikendarai" merupakan konsep
dan "kuda" yang ada didalam dunia nyata merupakan wujud dari lambang bunyi
tersebut.
6. Bahasa Itu Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dan yang dilambangkannya
bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu
bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa hams mematuhi
konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang
diwakilinya.
Contohnya adalah, adanya kesepakatan dalam masyarakat bahasa
Indonesia untuk menyebut suatu benda beroda dua yang dapat dikendarai dengan
dikayuh, yang secara arbitrer dilambangkan dengan bunyi "sepeda", maka anggota
masyarakat bahasa Indonesia "seluruhnya" harus mematuhinya. Jika tidak
diapatuhi dan kemudian diganti dengan dengan lambang lain, maka komunikasi
antar masyarakat akan terhambat,
6. Bahasa Itu Dinamis
Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari
segala kegiatan dan gerak manusia, sepanjang keberadaan manusia itu sebagai
makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat.
15
Karena keterkaitan dan keterikatan manusia dengan bahasa, dan kehidupan
manusiapun akan terus berubah dan tidak tetap, maka bahasa-pun menjadi ikut
berubah, menjadi tidak tetap, tidak statis. Karena itulah bahasa itu disebut
dinamis, Perubahan bahasa dapat terjadi pada semua tataran, baik fonoiogi,
morfologi, sintaksis, semantik maupun leksikon. Namun perubahan yang paling
terlihat dan paling sering terjadi adalah pada tataran leksikon dan semantik.
Hampir setiap saat terdapat kata-kata baru muncul sebagai akibat dari perubahan
budaya dan ilmu, atau terdapat kata-kata lama muncul dengan makna baru.
7. Bahasa itu bervariasi
Setiap bahasa yang digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk
dalam suatu masyarakat bahasa, dan adapun yang masuk dalam satu masyarakat
bahasa adalah mereka yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Jadi, jika
disebut masyarakat bahasa Indonesia adalah semua orang yang merasa memiliki
dan menggunakan bahasa Indonesia. Yang termasuk anggota masyarakat sunda
adalah orang-orang yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa sunda dan
seterusnya. Jadi, dapat ditarik sedikit konklusi bahwa banyak orang Indonesia
yang menjadi lebih dari satu anggota masyarakat bahasa, karena disamping dia
sebagai orang Indonesia, dia juga menjadi pemilik dan pengguna bahasa
daerahnya.
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang
dengan berbagai status sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama,
baik dari segi pendidikan, profesi, usia dan Iain-lain, Oleh karena latar belakang
dan lingkungan yang tidak sama, maka bahasa yang digunakan beragam atau
16
bervariasi, dimana antara variasi atau ragam yang satu dengan yang lain seringkali
memiliki perbedaan yang besar.
8. Bahasa Itu Manusiawi
Bahasa itu manusiawi dalam pengertian bahwa apa-apa yang sudah
dipaparkan sebelumnya adalah suatu kekayaan yang hanya dimiliki umat manusia.
Ringkasnya bahwa manusia-lah yang berbahasa sedangkan hewan-hewan lain
tidak berbahasa.
Keistimewaan bahasa manusia akan semakin terasa jika dibandingkan
dengan komunikasi binatang misalnya. Hal ini dapat ditelusuri dari sejarah
evolusi manusia dan evolusi bahasanya, ahli-ahli biologi-pun membuktikan
bahwa sistem komunikasi binatang itu sama sekali tidak mengenal ciri ganda
bahasa manusia yaitu sistem bunyi dan makna (duality feature).
d. Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-
beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan
bieara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman,
1990).
Ragam bahasa dapat timbul karena adanya kegiatan interaksi sosial yang
dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan
oleh para penuturnya yang tidak homogen, Dalam hal variasi atau ragam bahasa
ini ada dua pandangan yaitu :
1. Variasi itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu
dan keragaman fungsi bahasa itu
17
2. Variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat
interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian
bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa
baku dan tak baku, Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam
pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi,
seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Bahasa Indonesia memiliki banyak sekali ragamnya, hal ini dikarenakan bahasa
Indonesia sangat luas pemakaiannya dan bermacam-macam ragam penuturnya,
antara lain:
1. Ragam bahasa berdasarkan waktu penggunaan a. Ragam bahasa
Indonesia lama
Ragam bahasa Indonesia lama dipakai sejak zaman Kerajaan Sriwijaya
sampai dengan saat dicetuskannya Sumpah Pemuda. Ciri ragam bahasa Indonesia
lama masih dipengaruhi oleh bahasa Melayu . Bahasa Mel ay u inilah yang
akhirnya menjadi bahasa Indonesia. Alasan Bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia : Bahasa Melayu berfungsi sebagai lingua franca,
a) Bahasa Melayu sederhana karena tidak mengenal tingkatan bahasa.
b) Keikhlasan suku daerah lain.
c) Bahasa Melayu berfungsi sebagai kebudayaan.
b. Ragam bahasa Indonesia baru
Penggunaan ragam bahasa Indonesia baru dimulai sejak dicetuskannya
Sumpah Pemuda pada 28 oktober 1928 sampai dengan saat ini melalui
18
pertumbuhan dan perkembangan bahasa yang beriringan dengan pertumbuhan dan
perkembangan bangsa Indonesia.
c. Ragam bahasa sastra
Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra banyak
menggunakan kalimat yang tidak efektif. Pengambaran yang sejelas-jelasnya
melalui rangkaian kata bermakna konotasi sering dipakai dalam ragam bahasa
sastra. Hal ini dilakukan agar tercipta pencitraan di dalam imajinasi pembaca.
d. Ragam babasa bidang-bidang tertentu
Ragam bahasa ini digunakan pada bidang-bidang tertentu seperti
transportasi, komputer, ekonomi, hukum. dan psikologi. Contoh ; diagnosis, USG
dipakai dalam bidang kedokteran
Ragam bahasa berdasarkan pokok pembicaraannya / bidang
a. Ragam bahasa undang-undang.
Ragam bahasa yang digunakan pada undang-undang yang berlaku untuk
hukum Indonesia.
b. Ragam bahasa jurnalistik
Ragam bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita, disebut
juga bahasa komunikasi massa yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi
melalui media massa. Ciri utama dari ragam bahasa jurnalistik adalah komunikatif
dan spesifik.
c. Ragam bahasa ilmiah
Ragam bahasa yang harus memenuhi syarat diantaranya benar (menurut
kaidah bahasa Indonesia baku), logis, cermat , dan sistematis.
19
Ragam bahasa berdasarkan media pembicaraan
a. Ragam bahasa lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang diucapkan oleh pemakai bahasa.
Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam
ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau
tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
b. Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan
tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan
dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata.
Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan
unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan
kata. kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam
mengungkapkan ide.
4. Ragam bahasa berdasarkan situasi
a. Ragam bahasa resmia
Ciri-ciri ragam bahasa resmi:
a) Menggunakan unsur gramatikal secara eksplisit dan konsisten;
b) Menggunakan imbuhan secara lengkap
c) Menggunakan kata ganti resmi
d) Menggunakan kata baku
e) Menggunakan EYD
f) Menghindari unsur kedaerahan ,
20
b. Ragam bahasa tidak resmi
Ciri-ciri ragam bahasa tidak resmi kebalikan dari ragam bahasa resmi,
Ragam bahasa tidak resmi ini digunakan ketika kita berada dalam situasi yang
tidak normal.
c. Ragam bahasa akrab
Penggunaan kalimat-kaiimat pendek merupakan ciri ragam bahasa akrab.
Kalimat-kaiimat pendek ini menjadi bermakna karena didukung oleh bahasa
nonverbal seperti anggukan kepala , gerakan kaki dan tangan tangan,atau ekspresi
wajah.
d. Ragam bahasa konsultasi
Ketika kita mengunjunggi seorang dokter, ragam bahasa yang kita
gunakan adalah ragam bahasa resmi. Namun, dengan berjalannya waktu terjadi
alih kode. Bukan bahasa resmi yang digunakan, melainkan bahasa santai. Itulah
ragam bahasa konsultasi.
5. Ragam bahasa berdasarkan penutur
a. Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek)
Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian
bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di
Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah,
Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang
berbeda-beda.
b. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur Bahasa Indonesia yang
digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan
21
yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari
bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas.
Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah,
komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam
bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari
seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering
menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai
c. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur Ragam bahasa dipengaruhi juga
oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis
terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab,
dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur
atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat
mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada
atasannya.
e. Interferensi
Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi
berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan
kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderangan membiasakan
pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan
satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109)
mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa
menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata
22
kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik)
(Suwito,!985:55).
Interferensi, menurut Nababan (1984), merupakan kekeliruan yang terjadi
sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa ibu atau dialek ke
dalam bahasa atau dialek kedua. Senada dengan itu, Chaer dan Agustina (1995:
168) mengemukakan bahwa interferensi adalah peristiwa penyimpangan norma
dari sal ah satu bahasa atau lebih.
Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan paling
dominan dalam perkembangan bahasa. Dalam bahasa besar, yang kaya akan
kosakata seperti bahasa Inggris dan Arab pun, dalam perkembangannnya tidak
dapat terlepas dari interferensi, terutama untuk kosakata yang berkenaan dengan
budava dan alam lingkungan bahasa donor. Gejala interferensi dari bahasa yang
satu kepada bahasa yang lain sulit untuk dihindari. Terjadinya gejala interferensi
juga tidak lepas dari perilaku penutur bahasa penerima.
Menurut Bawa (1981: 8), ada tiga ciri pokok perilaku atau sikap bahasa.
Ketiga ciri pokok sikap bahasa itu adalah (1) language loyality, yaitu sikap
loyalitas/ kesetiaan terhadap bahasa, (2) language pride, yaitu sikap kebanggaan
terhadap bahasa, dan (3) awareness of the norm, yaitu sikap sadar adanya norma
bahasa. Jika wawasan terhadap ketiga ciri pokok atau sikap bahasa itu kurang
sempurna dimiliki seseorang, berarti penutur bahasa itu bersikap kurang positif
terhadap keberadaan bahasanya. Kecenderungan itu dapat dipandang sebagai latar
belakang munculnya interferensi.
23
Dari segi kemurnian bahasa, interferensi pada tingkat apa pun (fonologi,
morfologi dan sintaksis) merupakan penyakit yang merusak bahasa, jadi perlu
dihindari (Chaer dan Agustina (1998: 165). Jendral (1991:105) menyatakan
bahwa dalam interferensi terdapat tiga unsur pokok, yaitu bahasa sumber atau
bahasa donor, yaitu bahasa yang menyusup unsur-unsurnya atau sistemnya ke
dalam bahasa lain; bahasa penerima atau bahasa resipien, yaitu bahasa yang
menerima atau yang disisipi oleh bahasa sumber; dan adanya unsur bahasa yang
terserap (importasi) atau unsur serapan.
Dalam komunikasi bahasa yang menjadi sumber serapan pada saat tertentu
akan beralih peran menjadi bahasa penerima pada saat yang lain, dan sebaliknya.
Begitu juga dengan bahasa penerima dapat berperan sebagai bahasa sumber.
Dengan demikian interferensi dapat terjadi secara timbal balik.
Bertolak dari pendapat para ahli mengenai pengertian interferensi di atas,
dapat disimpulkan bahwa.
1. kontak bahasa menimbulkan gejala interferensi dalam tuturan
dwibahasawan.
2. interferensi merupakan gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam
bahasa lain
3. unsur bahasa yang menyusup ke dalam struktur bahasa yang lain dapat
menimbulkan dampak negatif, dan
4. interferensi merupakan gejala ujaran yang bersifat perseorangan, dan
ruang geraknya dianggap sempit yang terjadi sebagai gejala parole
{speech).
24
Interferensi berbeda dengan integrasi. Integrasi adalah unsur-unsur bahasa
lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah menjadi bagian
dari bahasa tersebut, serta tidak dianggap sebagai unsur pinjaman atau pungutan
(Chaer dan Agustina 1995:168). Senada dengan itu, Jendra (1991:115)
menyatakan bahwa dalam proses integrasi unsur serapan itu telah disesuaikan
dengan sistem atau kaidah bahasa penyerapnya, sehingga tidak terasa lagi sifat
keasingannya. Dalam hal ini, jika suatu unsur serapan (interferensi) sudah
dicantumkan dalam kamus bahasa penerima, dapat dikatakan bahwa unsur itu
sudah terintegrasi. Jika unsur tersebut belum tercantum dalam kamus bahasa
penerima, berarti bahasa tersebut belum terintegrasi.
Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan paling
dominan dalam bahasa (Hockett dalam Suwito, 1983:54). Dari pendapat hockett
tersebut perlu dicermati bahwa gejala kebahasaan ini perlu mendapatkan perhatian
besar. Hal ini disebabkan interferensi dapat terjadi di semua komponen
kebahasaan, mulai bidang tatabunyi, tatabentuk, tatakalimat, tatakata, dan
tatamakna Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa dalam proses
interferensi ada tiga hal yang mengambil peranan, yaitu:
a) bahasa sumber atau bahasa donor
b) bahasa penyerap atau resipien
c) unsur serapan atau importasi
1. Interferensi Dalam Bidang Fonologi
Contoh : jika penutur bahasa Jawa mengucapkan kata-kata berupa nama
tempat yang berawal bunyi /b/, Idl, /$/, dan 1)1, misalnya pada kata Bandung,
25
Deli, Gombong, dan Jambi. Seringkali orang Jawa mengucapkannya dengan
/mBandung/, /nDeli/Vn Jambi/, dan /nGgombong/.
2. Interferensi Dalam Bidang Morfologi
Interferensi morfologi dipandang oleh para ahli bahasa sebagai interferensi
yang paling banyak terjadi. Interferensi ini terjadi dalam pembentukan kata
dengan menyerap afiks-afiks bahasa lain. Misalnya kalau sering kali kita
mendengar ada kata kepukul, ketabrak, kebesaran, kekecilan, kemahalan,
sungguhan, bubaran, duaan. Bentuk-bentuk tersebut dikatakan sebagai bentuk
interferensi karena bentuk-bentuk tersebut sebenarnya ada bentuk yang benar,
yaitu terpukul, tertabrak, terlalu besar, terlalu kecil, terlalu mahal, kesungguhan,
berpisah (bubar), dan berdua. Berdasarkan data-data di atas jelas bahwa proses
pembentukan kata yang disebut interferensi morfologi tersebut mempunyai bentuk
dasar berupa kosa kata bahasa Indonesia dengan sfiks-sfiks dari bahasa daerah
atau bahasa asing.
3. Interferensi Dalam Bidang Kalimat
Interferensi dalam bidang ini jarang terjadi. Hal ini memang perlu
dihindari karena pola struktur merupakan ciri utama kemandirian sesuatu bahasa.
Misalnya, Rumahnya ayahnya Ali yang besar sendiri di kampung itu, atau
Makanan itu telah dimakan oleh saya, atau Hal itu saya telah katakan kepadamu
kemarin. Bentuk tersebut merupakan bentuk interferensi karena sebenarnya ada
padanan bentuk tersebut yang dianggap lebih gramatikal yaitu: Rumah ayah Ali
yang besar di kampung ini, Makanan itu telah saya makan, dan Hal itu telah saya
katakan kepadamu kemarin. Terjadinya penyimpangan tersebut disebabkan karena
26
ada padanan konteks dari bahasa donor, misalnya: Omahe bapake Ali sing gedhe
dhewe ing kampung iku, dan seterusnya
4. Interferensi Simantik
Berdasarkan bahasa resipien (penyerap) interferensi semantis dapat
dibedakan menjadi,
a) Jika interferensi terjadi karena bahasa resipien menyerap konsep
kultural beserta namanya dari bahasa lain, yang disebut sebagai perluasan
(ekspansif). Contohnya kata demokrasi, politik, revolusi yang berasal dari
bahasa Yunani-Latin.
b) Yang perlu mendapat perhatian, interferensi hams dibedakan dengan alih
kode dan campur kode. Alih kode menurut Chaer dan Agustina
(1995:158) adalah peristiwa penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh
seorang penutur karena adanya sebab-sebab tertentu, dan dilakukan
dengan sengaja. Sementara itu, campur kode adalah pemakaian dua bahasa
atau lebih dengan saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke dalam
bahasa yang lain secara konsisten. Interferensi merupakan topik dalam
sosiolinguistik yang terjadi sebagai akibat pemakaian dua bahasa atau
lebih secara bergantian oleh seorang dwibahasawan, yaitu penutur yang
mengenal lebih dari satu bahasa. Penyebab terjadinya interferensi adalah
kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga
dipengaruhi oleh bahasa lain (Chaer, 1995:158). Biasanya interferensi
terjadi dalam penggunaan bahasa kedua, dan yang menginterferensi adalah
bahasa pertama atau bahasa ibu.
27
f. Jen is Interferensi
Interferensi merupakan gejala umum dalam sisiolinguistik yang terjadi
sebagai akibat dari kontak bahasa, yaitu penggunaan dua bahasa atau lebih dalam
masyarakat tutur yang multilingual. Hal ini merupakan suatu masalah yang
menarik perhatian para ahli bahasa. Mereka memberikan pengamatan dari sudut
pandang yang berbeda beda. Dari pengamatan para ahli tersebiit timbul
bermacam-macam interferensi.
Secara umum, Ardiana (1940:14) membagi interferensi menjadi iima
macam, yaitu
1. Interferensi kultural dapat tereermin melalui bahasa yang digunakan oleh
dwibahasawan. Dalam tuturan dwibahasawan tersebut muncul unsur-unsur
asing sebagai akibat usaha penutur untuk menyatakan fenomena atau
pengalaman baru.
2. Interferensi semantik adalah interferensi yang terjadi dalam penggunaan
kata yang mempunyai variabel dalam suatu bahasa.
3. Interferensi leksikal, harus dibedakan dengan kata pinjaman. Kata
pinjaman atau integrasi telah menyatu dengan bahasa kedua, sedangkan
interferensi belum dapat diterima sebagai bagian bahasa kedua. Masuknya
unsur leksikal bahasa pertama atau bahasa asing ke dalam bahasa kedua itu
bersifat mengganggu.
4. Interferensi fonologis mencakup intonasi, irama penjedaan dan artikulasi.
5. Interferensi gramatikal meliputi interferensi morfologis, fraseologis dan
sintaksis.
28
Interferensi menurut Jendra (1991:106-114) dapat dilihat dari berbagai sudut
sehingga akan menimbulkan berbagai macam interferensi antara lain:
1) Interferensi ditinjau dari asal unsur serapan
Kontak bahasa bisa terjadi antara bahasa yang masih dalam satu kerabat
maupun bahasa yang tidak satu kerabat. Interferensi antarbahasa sekeluarga
disebut dengan penyusupan sekeluarga (internal interference) misalnya
interferensi bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa. Sedangkan interferensi
antarbahasa yang tidak sekeluarga disebut penyusupan bukan sekeluarga (external
interference) misalnya bahasa interferensi bahasa Inggris dengan bahasa
Indonesia.
2) Interferensi ditinjau dari arah unsur serapan
Komponen interferensi terdiri atas tiga unsur yaitu bahasa sumber-bahasa
penyerap, dan bahasa penerima. Setiap bahasa akan sangat mungkin untuk
menjadi bahasa sumber maupun bahasa penerima. Interferensi yang timbal balik
seperti itu kita sebut dengan interferensi produktif. Di samping itu, ada pula
bahasa yang hanya berkedudukan sebagai bahasa sumber terhadap bahasa lain
atau interferensi sepihak, Interferensi yang seperti ini disebut interferensi reseptif.
3) Interferensi ditinjau dari segi pelaku
Interferensi ditinjau dari segi pelakunya bersifat perorangan dan dianggap
sebagai gejala penyimpangan dalam kehidupan bahasa karena unsur serapan itu
sesungguhnya telah ada dalam bahasa penerima. Interferensi produktif atau
reseptif pada pelaku bahasa perorangan disebut interferensi perlakuan atau
performance interference. Interferensi
29
2 Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima
Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung
akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal itu menyebabkan pengabaian kaidah
bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa sumber
yang dikuasai penutur secara tidak terkontrol. Sebagai akibatnya akan muncul
bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang digunakan oleh penutur,
baik secara lisan maupun tertulis.
3. Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima
Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada
pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang
bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika
masyarakat itu bergaul dengan segi kehidupan baru dari luar, akan bertemu dan
mengenal konsep baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum mempunyai
kosakata untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan
kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai
bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa sumber untuk
mengungkapkan konsep baru tersebut. Menghilangnya kata-kata yang jarang
digunakan Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata yang jarang
dipergunakan tersebut akan berakibat seperti interferensi yang disebabkan tidak
cukupnya kosakata bahasa penerima, yaitu unsur serapan atau unsur pinjaman
itu akan lebih cepat diintegrasikan karena unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa
penerima.
30
4. Kebutuhan akan sinonim
Sinonim dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting,
yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk raenghindari pemakaian kata
yang sama secara berulang-ulang yang bisa mengakibatkan kejenuhan. Dengan
adanya kata yang bersinonim, pemakai bahasa dapat mempunyai variasi kosakata
yang dipergunakan untuk menghindari pemakaian kata secara berulang-ulang.
Karena adanya sinonim ini cukup penting, pemakai bahasa sering melakukan
interferensi dalam bentuk penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa
sumber untuk memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan demikian,
kebutuhan kosakata yang bersinonim dapat mendorong timbulnya interferensi.
5. Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa
Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi, karena
pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa yang
dianggap berprestise tersebut. Prestise bahasa sumber dapat juga berkaitan dengan
keinginan pemakai bahasa untuk bergaya dalam berbahasa. Interferensi yang
timbul karena faktor itu biasanya berupa pamakaian unsur-unsur bahasa sumber
pada bahasa penerima yang dipergunakan
6. Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu
Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang
sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan
kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi pada
dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun
bahasa asing, Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-kadang
31
kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada saat
berbicara atau menulis dengan menggunakan bahasa kedua yang muncul adalah
kosakata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya.
h. Bahasa Alay
Memang dilihat dari wadahnya jika bahasa gaul (prokem) itu bersumber
dari lisan lain hal dengan bahasa alay bersumber dari tulisan. Jika bahasa gaul
(prokem) tersirat maka bahasa alaylah yang tersurat. Berikut adalah pengertian
alay menurut beberapa ahli Koentjara Ningrat."Alay adalah gejala yang dialami
pemuda-pemudi Indonesia, yang ingin diakui statusnya di antara teman-temannya.
Gejala ini akan mengubah gaya tulisan,dan gay a berpkaian, sekaligus
meningkatkan kenarsisan, yang cukup mengganggu masyarakat dunia maya
(baca:penggunaan internet sejati kaya blogger dan kaskuser ). Diharapkan sifat ini
segara hilang jika titak akan mengganggu masyrakat sekitar'.Selo Soemaridjan:
"Alay adalah perilaku remaja Indonesia , yang membuat dirinya merasa
keren,cantik hebat di antara yang lain. Hal ini bertentangan dengan sifat rakyat
Indonesia yang sopan,santun dan ramah. Faktor bisa melalui media TV(sinetron\
dan rausisi dengan dandanan yang seperti itu.
Bahasa alay menurut Wikipedia bebas adalah sebuah istilah yang merujuk
pada sebuah fenemena prilaku remaja di Indonesia alay merupakan singkatan dari
anak layangan atau anak lebay istilah ini merupakan gambaran gaya hidup norak
atau kampungan. Selain itu alay merujuk pada gaya yang dianggap berlebihan dan
selalu berusaha menarik perhatian. Seseorang yang dikategorikan alay umumnya
memiliki prilaku unik dalam berbahasa dan gaya hidup. Dalam gaya bahasa
32
terutama bahasa tubs alay merujuk pada kesenangan remaja menggabungkan
huruf besar huruf kecil, meneeabunekan huruf dengan angka dan symbol atau -
menyikat secara berlebihan. Dalam gaya berbicara mereka berbicara dengan
intonasi dan gaya berlebihan. Alay merupakan sekelompok minoritas yang
mempunyai karakteristik unik dimana penampilan dan bahasa yang mereka
gunakan terkadang menyilaukan mata dan menyakitkan telinga bagi mayoritas
yang tak terbiasa bersosialisasi dengannya. Biasanya para alayers (panggilan para
alay) mempunyai tren busana tersendiri yang dapat menyebar di kalangan alayers
yang lain, sehinga sehingga menciptakan satu keseragaan bentuk yang lazim.
i. Perkembangan Bahasa Alay
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa bahasa alay sudah mulai
berkembang pesat seiring dengan berkembangnya teknologi. Yang sebelumnya
hanya digunakan oleh kalangan tertentu, sekarang bahasa alay sudah dapat
digunakan oleh berbagai kalangan, tak terkecuali anak-anak. Yang semula hanya
digunakan dalam bentuk tulisan, sekarang bahasa alay sudah banyak ditemukan
dalam bentuk lisan. Bagaimana caranya? Banyak cara yang digunakan untuk
berbahasa alay dalam bentuk lisan, salah satunya yaitu dengan memonyongkan
bibir atau mendesah mengikuti kata-kata yang mereka ueapkan.
Bagi mereka yang sudah terbiasa dan menyukai kebiasaan mereka
berbahasa alay, hal tersebut merupakan kesenangan dan kebanggaan tersendiri,
Mereka meneineinkan untuk meniadi yang paling 'keren' dari teman-temannva,
Mereka menganggap bahwa bahasa alay merupakan bentuk kreativitas yang harus
mereka kembangkan untuk mencapai sebuah kepuasan dan untuk mendapatkan
33
pujian dari teman-temannya. Namun dalam pandangan orang lain yang tidak
terbiasa mendengar atau menggunakan bahasa alay, hal tersebut justru sangat
norak' dan kampungan. Mereka tidak mau menerima adanya bahasa alay karena
mereka terganggu dan menganggap bahasa alay adalah bahasa yang sangat sulit
untuk dipahamai serta tidak mudah dimengerti.
B. Kerangka Pikir
Dengan memperhatikan pada bagian terdahulu, maka pada bagian ini
diuraikan beberapa hal yang dijadikan penulis sebagai landasan daiam melaksakan
penelitian, Penyebab terjadinya bahasa alay karena adanya dua fungsi bahasa,
yakni bahasa resmi yang merupakan bahasa akademik dan bahasa nonresmi yang
salah satunya adalah bahasa alay. Hal ini terjadi kerena kebiasaan, kesantaian
berbahasa, menjaga kerahasiaan dan leih mengakrabkan, Oleh karena itu,
walaupun mahasiswa telah dapat berbahasa Indoesia maka perlu ditindak lanjuti
melalui penelitian ini sejauh manakah penggunaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar.
Adapun landasan pikir yang dijadikan pegangan penelitian ini adalah:
1. Bahasa gaul merupakan bahasa pengantar komunikasi dalam pergaulan sehari-
hari bagi mahasiswa Unismuh Makassar.
2. Bahasa yang digunakan tersebut mempengaruhi penggunaan bahasa resmi
dalam kegiatan akademik khususnya dalam penggunaan kosakata dan kalimat.
3. Penggunaan bahasa gaul dalam interaksi antarmahasiawa dipengaruhi oleh
lingkungan (kampus), media sosial, media eetak, dan elektronik serta-
kurangnya penguasaan terhadap suatu bahasa.
34
35
BAB III
METODE PENEL1TIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian tentang pemakaian bahasa alay di lingkungan mahasiswa ini
berkaitan dengan suatu gejala kebahasaan yang sifatnya alamiah. Artinya data
yang dikumpulkan berasal dari lingkungan nyata dan situasi apa adanya, yaitu
interaksi antarmahasiswa. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif. Hal ini disebabkan oleh karena data yang terkumpul dan
dianalisis dipaparkan secara deskriptif,
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah interaksi yang memiliki karakteristik tersendiri
dan sering digunakan oleh remaja di Makassar khususnya mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Makassar.
C. Difinisi Istilah
Untuk mempertegas istilah yang digunakan dalam laporan penelitian.
Penggunaan bahasa alay adalah sebuah istilah yang merujuk pada sebuah
fenomena prilaku remaja di Indonesia alay merupakan singkatan dari anak
layangan atau anak lebay istilah inilah merupakan gambaran gaya hidup norak
atau kampungan.
D. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelian, seluruh mahasiswa yang
dimaksud untuk diteliti atau diselidiki disebut populasi. Menurut Muhammad Ali
36
(1985: 54). Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian baik berupa manusia,
benda, peristiwa, maupun gejala yang terjadi.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa populasi
adalah seluruh mahasiswa atau objek yang menjadi sasaran penelitian dalam
usaha dalam memperoleh informasi dan menarik kesimpulan. Populasi dalam
penelitian ini adalah mahasiswa Unismuh Makassar yang sering berinteraksi
menggunakan bahasa alay.
2. Sampel
Jika kita hanya akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian
tersebut disebut penelitian sampel. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi
yang diteliti.
Berdasarkan pengertian tersebut sampel dalam penelitian ini adalah para
mahasiswa yang menggunakan bahasa alay di lingkungan kampus Universitas
Muhammadiyah Makassar yang berupa informan sebanyak 20 orang mahasiswa.
Dari informan ini dipilih dari masing-masing perwakilan setiap jurusan. Adapun
pemantapan sampelnya dilakukan dengan teknik purposive sampling. Dengan
demikian peneliti akan menghentikan pemantapan sampel apabila jumlahnya
mencapai 20 orang.
E. Data dan Sumber Data
1. Pengertian Data
Data merupakan suatu informasi atau fakta yang biasanya dinyatakan
dalam bentuk angka. Suatu data juga disebut skor atau observasi yang
37
memberikan suatu informasi tentang suatu topik atau peristiwa. Topik atau
peristiwa itu sendiri disebut baubah.
2. Sumber Data
Data dalam penelitian ini kosakata dan kalimat dalam percakapan
mahasiswa. Kedua bentuk data tersebut bersumber dari penggunaan bahasa gaul
dalam interaksi antarmahasiswa Unismuh Makassar.
F. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan data dan sumber data di atas, maka peneliti ini menggunakan
teknik merekam dan mencatat, kosa kata yang berkaitan dengan bahasa alay
diklasifikasikan menurut urutan abjad, Penelitian dekkriptif kualitatif, dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengamatan (observasi) dalam pelaksanaan bagian penelitian, berpartisipasi
sebagai pengamat dalam percakapan mahasiswa. Tujuan obsrvasi ini adalah
untu mengamati secara langsung proses percakapan, sebagai alat bantu
dalam kegiatan observasi ini dipergunakan tipe rekorder untuk merekam
percakapan mahasiswa.
2. Selama dalam pelaksanaan peneliti, peneliti juga mencatat kosakata dan
merekam istilah-istilah yang telah didengar dari berbagai sumber ke dalam
catatan.
3. Kosakata dan kalimat yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti dibukukan
dan berdasarkan urutan abjad secara khusus pada kosakata, sedangkan
kalimat dilakukan secara acak tampa berpedoman pada urutan abjad.
38
G. Teknik Analisis Data
Adapun teknik yang digunakan dalam menganalisis data yang ada yaitu
dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Langkah-langkah yang
dipergunakan sesuai dengan prosedur penelitian deskriptif yaitu mengumpulkan,
mengidentifikasi data yang telah ditemukan kemudian mengambil kesimpulan
akhir.
Data kosakata yang telah diperoleh disusun seeara berurutan berdasarkan
teknik penyusunan kamus dan sisipan ke kosakata bersumber dari kamus. Data
yang berupa kalimat disusun seeara acak dan makna kata yang terungkap dalam
setiap konteks kalimat diartikan berdasarkan denga makna setiap kata yang
terdapat dalam kamus bahasa gaul.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dalam penelitian bab ini disajikan hasil penelitian yang terdiri atas dua
bagian yaitu hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian dalam bab ini
berdasarkan dengan data pada lampiran 1, dan 2 pada bagian pembahasan
merupakan proses tanggagapan terhadap hasil penelitian. Untuk memperjelas
kedua hal tersebut maka diuraikan sebagai berikut.
1. Penggunaan Kosakata Bahasa Alay
Berdasarkan temuan penelitian, penggunaan kosakata bahasa alay di
kalangan mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Makassar yang berhasil
dicatat oleh peneliti sebanyak 56 kata secara alfabetis. Jumlah kata tersebut masih
sangat minim bila dibandingkan jumlah kata yang digunakan dalam
berkomunikasi seperti bahasa Indonesia dan diperkirakan masih terus berkembang
sesuai dengan perkembangan komunikasi dunia anak muda yang akan datang.
Keterbatasan jumlah tersebut dapat dipastikan bahwa bahasa alay belum dapat
mewakili sepenuhnya dalam mengungkapkan semua ide, gagasan, perasaan dan
sebagainya kepada orang lain. Oleh karena itu, pengguna kosakata dalam bahasa
alay hanya digunakan melalui proses penyisipan dalam berkomunikasi bahasa
Indonesia sehingga bagi orang mendengar tidak dapat langsung menebak atau
mengetahui informasi yang disampaikan. Sebab, adanya hal-hal spesifik dalam
40
bahasa alay, tidak terdapat pada bahasa Indonesia. Bahasa alay itu menggunakan
kosakata yang bercirikan. Untuk jelasnya dapat dilihat dalam paparan berikut:
Tabel 1. Bahasa alay masalah percintaan
No Bentuk bahasa alay Artinya 1 Carpa Cari pacar
2. Cinlok Cinta lokasi
3. CLBK Cinta lama bersemi kembali
4. Doi Pacar
5. Jablai Jarang dibelai
6. LDR Hubungan jarak jauh
7. Lending Berduaan dengan pacar
8. PHK Putus hubungan kekasih
9. PHP Pemberi harapan palsu
Tabel 2. Bahasa alay masalah makanan
No Bentuk bahasa alay Artinya
1. Ajib Lejat
2. BSS Bayar sendiri-sendiri 3. Intel Indomi telur
4. Mabak Makan bakso
5. Maco Makan coto
6. Masako Masak
Tabel 3. Bahasa alay masaiah seks
No Bentuk bahasa alay Artinya
1. Ayam kampus Perempuan nakal yang ada di kampus
2. Belah duren Hubungan badan
3. Bupati Buka paha tinggi-tinggi
4. CD Celana dalam
5. Jablay Jarang dibelai
6. Keong racun Pria hi dung belang
7. Kupu-kupu malam Wanita penghibur malam
41
Tabel 4. Bahasa alay dengan nama orang
No Bentuk bahasa alay Artinya
1 Aminah Aman
2. Andika Anak sedikit kampungan
3. Hadijah Hati-hati di jalan
4. Harmoko Hari-hari omong kosong
Tabel 5. Bahasa alay masalah Iain-lain
No Bentuk bahasa alay Artinya
1 Saya
2. Asbun Asal bunyi
3. Bokek Tidak puny a uang
4. Bondeng Gendut
5. Bonek Orang nekat tidak bermodal
6 Bonyok Bokap-Nyokap (orang tua)
7. Boker Buang air besar
8. BT/Bete Bosan
9. Caper Cari perhatian
10. Cius miapa Demi siapa
11. Cumi Cuman miskol
12. Ember Memang begitu
13. Ente Anda/kamu
14. Ganteng Gangguan telinga
15. Garing Sok asyik
16. Githo loh Memang begitu
17. Gue Saya;Aku
18. Jayus Jayus
19. Jutek Sombong dan jarang tersenyum
20. Katro Orang kampong
21. Kepo Orang yang ingin serba tau
22. Kicep Diam mematung
23. Kuper Kurang pergaulan
24. Lebay Tingkat berlebihan
25. Lo/Lu Anda/Kamu
26. Ma,am Makan
27. Masbrow Panggilan untuk teman pria
28. Ngebuburit Ngobrol menjelang malam
29. Narsis Senang dengan diri sendiri
42
2. Kalimat Bahasa Alay
Kalimat-kalimat bahasa alay digunakan dalam percakapan yang sifatnya
obrolan, tidak terikat situasi santai atau rileks. Makna kata yang timbul dalam
kalimat sangat kontras dengan makna yang telah lazim diketahui. Kekontrasan
makna kata yang timbul menjadikan kalimat dapat menjadi salah tafsir dan lucu
kedengarannya bagi yang belum paham sama sekali tentang bahasa alay, misalnya
Dimande, azizah.
Kalong Australia, hadijah
Kedua kalimat di atas sulit diduga maknanya karena semua kata yang digunakan
dalam kalimat tersebut tidak diketahui. Kata yang sulit diketahui maknanya
karena kontras atau tidak sama dalam bahasa Indonesia nama orang, tetapi dalam
bahasa alay ternyata kalimat tersebut bermakna hati-hati di jalan. Jadi maksud
bahasa alay tidak dapat diprediksikan maksudnya, karena kata yang digunakan
telah menyimpang dari makna yang sudah lazim diketahui.
Pada kalimat ke 2, kata yang telah diketahui maknanya dalam bahasa
Indonesia adalah kata kalong yang bermakna kelelawar, Australia bermakna nama
benua/Negara, dimana bahasa bermakna nama kota, dan kata hadijah bermakna
nama orang. Jadi, dari segi makna konteks kalimat dinyatakan bahwa makna
kalimat tersebut tidak dapat diketahui maksudnya secara jelas, sebab tidak
memiliki pertalian makna antara satu kata dengan kata yang lain dalam kalimat
sebagai makna yang sudah lazim diketahui. Makna kalimat tersebut tidak dapat
diprediksikan bahwa maknanya tidak memiliki hubungan atau keterikatan dari
makna yang lazim diketahui. Dengan demikian, kalimat bahasa alay mengandung
43
unsur rahasia yang ingin disampaikan oleh para komunikan bahasa alay. Selain
dari dua contoh kalimat di atas, masih banyak contoh yang sama ditemukan dalam
bahasa alay.
Berbagai ungkapan bahasa alay dalam bentuk kalimat seperti: "pede aja
kelles", "kasihan deh loh", "loh gue end", "loh gue cut", "gaul dong", "nyantai aja
bro", "aku rapopo", "sebel bmgits", "ngumpul bareng", "epenkah?",
"kenapapipa?","awas juragan", dan daerah bebas baroka. Seringkali dalam
konteksnya tidak tepat atau tidak sesuai dengan fungsi bahasa Indonesia. Karena
kalimat-kalimat "bahasa alay" itu mempunyai pengaruh yang relative cukup kuat
dalam pengaruhi sekelompok anak muda (mahasiswa) dalam kehidupannya, maka
perlu ada semacam upaya membudayakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
di kalangan mahasiswa.
Ditinjau dari segi struktur kalimat penggunaan bahasa alay tidak terlalu
terikat pola sintaksis seperti subjek, objek, dan keterangan. Kalimat bahasa alay
lebih mengutamakan proses komunikasi dalam menyampaikan maksud daripada
memperhatikan pola-pola sintaksis. Hal tersebut berlaku secara umum pada
kalimat di atas yang dijadikan sebagai contoh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa alay sulit dipahami sebab
banyak kata yang kurang tepat dimengerti maknanya sekalipun konteks
percakapannya diketahui misalnya kata maknanya nama bunga,ember makananya
tempat air berbentuk slinder, tinta maknanya tinta cair yang berwarna untuk
menulis, sutra maknanya benangnya halus dan lembut berasal dari ulat
kepompong, jangkar artinya pemberat pada kapal atau perahu. Arti kata tersebut
44
dalam bahasa alay mawar makna mau, ember maknanya memang, sutra maknanya
sudah, jangkar maknanya jangan. Dengan demikian makna kata yang telah lazim
diketahui dalam bahasa Indonesia tidak sama dalam bahasa alay. Perbedaan
makna tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman bahkan ketidaktahuan
maksud bagi orang tidak tau seluk beluk bahasa alay. Bentuk dan posisi kata-kata
yang lain masih banyak ditemukan dalam dialog di atas.
Selain kata-kata yang mengalami pergeseran makna dalam bahasa alay di
atas, juga terdapat kata-kata yang tidak lazim atau tidak diternukan/digunakan
dalam bahasa Indonesia. Artinya, hanya terdapat pada bahasa alay seperti jarum
super, jarang di rumah suka pergi, atm maknanya agak telat mikir, anjas
maknanya saja, mungria maknanya mungkin, kawarua maknanya kamu. Kata-kata
tersebut tidak ada dalam bahasa Indonesia, tetapi ada dalam bahasa alay. Bentuk
kata yang lain dengan posisinya sama masih banyak ditemukan dalam dalam
dialog di atas.
Keberadaan pengguna bahasa alay dalam percakapan (dialog) sulit
dipahami baik secara harfiah pada setiap kata yang digunakan dalam percakapan,
maupun secara konteks. Artinya, konteks percakapan tidak dapat membantu untuk
memahami maksud pembicaraan atau arah pembicaraan. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya kata dalam bahasa alay yang menyimpang dari makna yang sudah
lazim diketahui selama ini. Selain itu, yang dominan dimunculkan dalam
percakapan bahasa alay bukan situasi formal, atau resmi, melainkan situasi santai
(rileks) atau obrolan yang bersifat serta merta spontan berdasarkan apa adanya.
45
Percakapan bahasa gaul bersifat rahasia. Kerahasiaan yang disampaikan
bersumber dari banyaknya kata yang menyimpang dari makna yang sudah lazim
diketahui. Hal tersebut dapat menimbulkan efek ketersinggungan bagi pendengar
lain, bila berada di situasi yang sama. Oleh karena itu bahasa alay selalu dalam
situasi santai atau rileks.
B. Pembahasan Basil Penelitian
Pemaknaan kosakata bahasa Alay
Proses pemeknaan bahasa Alay tidak sama dengan proses pemaknaan bahasa
Indonesia. Proses pemaknaan dalam bahasa Alay dilakukan dengan sistem
silang. Sistem silang dimaksud meliputi antara kata yang dimaknai dengan
kata yang memaknai: kata yang dimaknai sebagai kata yang digunakan untuk
mengungkapkan maksud, sedangkan kata yang memaknai adalah kata yang
menjadi maksud dengan demikian, kata yang dimaknai dan memaknai satu
sumber yang telah ditetapkan sebelumya, seperti:
Birahi artinya biru
Belimbing artinya bilang
Jantung artinya jangan
Kosakata bahasa Alay di atas dapat dinyatakan bahwa penggunaan kosakata
bahasa Alay bersumber dari kosakata bahasa Indonesia sebagai kosakata asal
kosakata bahasa Alay diposisikan secara integrative sehingga membentuk
suatu pembaharuan kosakata dalam bahasa Alay yang dapat menciptakan
maksud tertentu. Maksud yang diciptakan dalam bahasa Alay menyimpang
dari maksud yang telah lazim diketahui dalam bahasa Indonesia. Dengan
46
demikian, penggunaan kosakata Alay hanya komukatif pada kalangan
penggunanya saja atau sekelompok remaja yang telah menggunakannya
Pemaknaan kalimat bahasa Alay
Kalimat "pede aj kelles" mengungkapkan perlunya seseorang untuk percaya
diri, namun ironisnya himbauan atau saran ini mendapat tambahan "kelles"
yang dalam bahasa Alay berarti "kali atau lagi" sedangkan dalam bahasa
Indonesia kata "kelles" tidak memiliki makna. Misalnya seseorang gadis
memakai pakaian ketat disarankan untuk pede dengan pakaiaannya itu.
Bahkan faktanya si gadis memang merasa lebih pede dengan model pakaian
demikian. "pede aja kelles" begitulah bahasa mereka. Contoh penggunaan
ungkapan "pede aja lagi" yang baik dan benar : "kalau sudah belajar, pede aja
lagi", "kalau kita berada dalam kebenaran, pede aja lagi", "kalau sudah
berpakaian sopan, pede aja lagi" dalam kalimat ini, terdapat peningkatan,
penghilangan (fonem) awal, dan penambahan kata. Penyingkatan yang
dimaksud adalah "pede (PD)" dari kata "percaya diri", penghilangan huruf
fonem awal yaitu "aja" dari kata "saja", dan penambahan kata yaitu "kelles"
yang tidak memliki makna dalam bahasa Indonesia.
Kekeliruan lain juga menggejala dalam bahasa Alay remaja adalah ungkapan
"nyatai aja, coy" tentu tidak masalah dalam kondisi tertentu kata "nyantai" lebih
tepatnya adalah "santai". Sebagai contoh seorang remaja mengatakan "nyantai aja,
coy" kepada temannya karena temannya itu terlihat gelisah lantaran belum belajar
untuk persiapan ujian besok pagi. "nyantai aja coy" terkadang bisa pula
menunjukan ketidakperdulian terhadap lingkungan social atau orang lain.
47
Misalnya, seseorang remaja putrid sedang asyik mengobrol di telepon umum
sementara banyak orang antri menunggu giliran. Ketika salah seorang
menegurnya, ia malah menjawab "nyantai aja coy" Kalimat lainnya adalah
"saking jadulnya, jadi garing" kata saking memang merapakan kosakata bahasa
Indonesia yang berarti sebab, begitupun dengan kata garing, namun "garing"
dalam bahasa Alay memiliki makna yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia garing
berarti kering dan keras sedangkan dalam bahasa Alay berarti tidak lucu
Penggunaan bahasa alay yang dipakai oleh mahasiswa umumya bersuniber
dari kosakata Indonesia baik bentuk maupun maknanya. Bentuk dan maknanya
menyimpang secara umum dari makna yang diketahui dalam bahasa Indonesia.
Menurut Kridalaksana, penggunaan bahasa gaul/alay hasil pemodifikasian
mengubah, menambah, atau mengurangi atau bentuk variasi dari kosakata yang
telah ada dalam bahasa Indonesia. Hal pemodifikasian tersebut dilakukan dengan
serta merta sesuai dengan kehendak atau kebutuhan yang bersifat kontemporer.
Dengan demikian, penggunaan kosakata bahasa alay tidak hams mutlak ada di
dalam bahasa Indonesia, Waupun bahasa Indonesia sebagai dasar pembentukan
bahasa alay, tetapi kosakata alay yang digunakan mahasiswa, memeiliki otonomi
tersendiri sebagai suatu bahasa yang dijadikan sebagai sarana komunikasi.
Ditinjau dari konteks kalimat, kalimt-kalimat bahasa alay umumnya
bernunsa kesetaraan status social kepada para pengguna bahasa alay. Bahasa alay
tidak membedakan situasi kapan dan dimana digunakan. Bahasa alay tidak
membedakan strata social misalnya antara tua atau muda, dewasa atau anak-anak.
laki-laki atau perempuan (gender) dan bidang-bidang lainya. Bahasa alay hanya
48
tepat digunakan secara khusus dalam situasi pergaulan oleh kalangan mahasiswa.
Straktur kalimat bahasa alay hampir dikatakan tidak ada aturan atau pola tertentu
seperti halnya dalam bahasa Indonesia yaitu subjek, predikat, objek, dan
keterangan. Bahasa alay lebih mementingkan komunikasi dan makna kerahasiaan
kata-katanya daripada strukturnya, termasuk situasi yang diciptakan tidak formal.
Bahasa alay hanya dapat diperankan dalam komunikasi lisan daripada tulisan dan
digunakan oleh kelompok mahasiswa utamanya di kota-kota besar. Dengan
demikian, bahasa alay diperuntukan untuk pergaulan dalam kondisi atau situasi
yang tidak resmi dan tidak perlu dipelajari secara formal di sekolah-sekolahkarena
wujud penggunaannya masih sangat terbatas,bersifat obrolan, dan nonilmia.
49
BABV
KESIMPULAN DAN SARAIS
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa,
penggunaan bahasa alay dikalangan mahasiswa di kampus Universitas
Muhammadiyah Makassar, merupakan varian dari bahasa Indonesia. Bahasa alay
hanya digunakan oleh sekelompok mahasiswa, sekalipun semua mahasiswa belum
mengetahui sepenuhnya tentang seluk-beluk bahasa alay. Ciri khas bahasa alay
memiliki penyimpangan makna yang lazim diketahui dalam bahasa Indonesia
sebagai bahasa induknya. Bahasa alay dapat dinyatakan sebagai hasil modifikasi
atau tuturan dari bahasa Indonesia.
Penggunaan kosakata bahasa alay di kalangan mahasiswa masih sangat
terbatas dan akan diperkirakan perkembangan dan bertambah terus pada masa
yang akan datang sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh mahasiswa
dalam menyampaikan sesuatu jumlah penggunaan kosakata sementara yang
sempat dipantau sekitar 56 kata. Jumlah penggunaan kosakata tersebut masih
sangat minim belum dapat mewakili sepenuhnya dalam mengungkapkan semua
ide, gagasan, perasaan, dan sebagainya kepada orang lain. Namun sudah dapat
menjadi cikal bakal perkembangan bahasa alay di masa yang akan datang.
Kalimat-kalimat dalam bahasa alay dinyatakan, bahwa kalimat-kalimat
bahasa alay digunakan dalam percakapan yang sifatnya obrolan tidak terikat
situasi resmi, melainkan dalam situasi santai atau rileks. Nada kalimatnya lebih
berorentasi pada pemakaian kalangan anak alay. Kalimat-kalimat bahasa alay
50
bentuknya bebas dan tidak terikat dari aturn-aturan tertentu. Struktur kalimat
bahasa alay tidak memiliki pola hubungan antara subjek, dan keterangan. Konteks
kalimat bahasa alay bersifat situsional, kontemporer, tidak terikat pada situasi
resmi, obrolan, dan dapat menggelitik perasaan bagi yang tidak mendengarkan
bahasa alay.
Struktur kalimat bahasa alay tidak terikat atau berdasarkan pola sintaksis
bahasa Indonesia seperti pada subjek dan predikat. Pola kalimat-kalimat bahasa
gaul bentuknya bebas dan tidak terikat dari aturan-aturan tertentu. Makna kata
yang digunakan dalam kalimat banyak ditemukan.
B. Saran
Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, bahasa alay merupakan
bahasa yang digunakan oleh kelompok komunitas tertentu yaitu mahasiswa. Jadi
bahasa alay merupakan suatu bahasa hasil modifikasi atau bentuk variasi dalam
hal kriativitas penggunaan bahasa yang dapat dikategorikan sebagai register dan
jargon bagi remaja sebagai pengguna utama bahasa alay. Oleh karena itu peneliti
menyarankan dalam hal:
1. Hendaknya setiap mahasiswa membiasakan diri untuk menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
2. Hendaknya setiap dosen atau pendidik untuk selalu menanamkan ke dalam
diri mahasiswa untuk menggunakan bahasa Indonesia secara utuh dengan
baik dan benar dalam kegiatan akademik maupun di luar kegiatan akademik.
3. Bahasa Indonesia memanglah terbuka untuk bahasa lainya, namun bukan
berarti bahasa-bahasa tersebut dapat mengubah ataupun merusak kaidah
51
kaidah bahasa Indonesia yang telah ditetapkan. Oleh kerena itu diharapkan
kepada pengguna bahasa Indonesia, khususnya pada penutur bahasawan
untuk tetap menjaga keutuhan bahasa Indonesia.
52
DAFTAR PUSTAKA
Alieva, N.F. dkk. 1991. Bahasa Indonesia: Deskripsi dan Teori. Yogyakarta:
Kanisius
Alwasilah, A Chaedar. 1985. Beberapa Madhab dan dikotomi Teori Linguistik
Bandung: Angkasa.
Ardiana, Leo Idra. 1990. Analisis Kesalahan Berbahasa. FPBS IKIP Surabaya.
Azhari, Ari. 2013. Analisis Semantik Bahasa Gaul Siswa SMA Negeri II
Makassar. Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.
Barber, C.L. 1972. The Story of Language. London: The Causer Press
Bawa, I Wayan. 1981. "Pemakaian Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar".
Denpasar: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra .
Universitas Udayana.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
.................1995. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Hafidz, 2011. Serba-serbi Tentang Alay Yang Menghantui Remaja Indonesia.
(Online).Tersedia:http//menarik news.blogspot.com/2011/12 serba-serbi
tentang alay yang.html. diakses tanggal 20/11/2015
Hayi, Abdul dkk. 1985. Interferensi Gramatika Bahasa Indonesia dalam Bahasa
Jawa. Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Huda, Nuril dkk. 1981. Interferensi Bahasa Madura Terhadap Bahasa Indonesia
Tulis Murid Sekolah Dasar Jawa Timur. Jakarta. Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Kridalaksana, Harimurti.1998. Introduction to Word Formation and Word
Classes. Jakarta. Universitas Indonesia
Meyke, 2013. Tesis Pengaruh Kosa Kata Alay Oleh Remaja Pada Facebook Di
Kota Bengkulu. Bengkulu: Universitas Bengkulu.
Muhammad. 2004. Belajar Mibro Linguistik. Yogyakarta: Liebe Book Press.
Nababan. P.W.J. 1984. Sosiolingustik Jakarta: Gramedia.
Sa'ama, Junaida DJ. 2014. Skipsi^4nafo/ Bahasa Gaul dalam Interaksi
Antarmahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas
53
Muhammadiyah Luwuk Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Makassar:
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik. Medan: Poda.
Utmi, M. 2011. Pengaruh Bahasa Alay Terhadap Eksistensi Bahasa
Indonesia. (Online)
Tersedia:Http.//siimute.blogspot.com/2011 /12/pengaruh-bahasa-alay-
terhadap.html. diakses tanggal 20/11/2015
Wednesdai, 2011. Sejarah,Pengertian,Ciri-ciri Bahasa Alay. (Online)
Tersedia:Http//www.Ipmjournal.comuncategorized/bahasa-alay.html.
diakses tanggal 20/11/2015
http://myth90.blogspot.com/2010/10/variasi-dan-ragam-bahasa-indonesia.html.
diakses tanggal 14/11/2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Ragam bahasa. diakses tanggal 14/11/2015