pengetahuan perawat tentang bantuan hidu p da...
TRANSCRIPT
PENGETAHUAN PERAWAT
DASAR (BHD) PADA PASIE
KECELAKAAN LALU LINT
“Untuk memenuhi
PROGRAM STUDI
i
PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG BANTUAN HIDU
SAR (BHD) PADA PASIEN KEGAWATAN
KECELAKAAN LALU LINTAS DI RSUD DR. SOEHADI
PRIJONEGORO SRAGEN
SKRIPSI
“Untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Ayu Wulandari
NIM S11007
ROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
TENTANG BANTUAN HIDUP
N KEGAWATAN
SOEHADI
mencapai Sarjana Keperawatan”
1 KEPERAWATAN
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG BANTUAN HIDUP
DASAR (BHD) PADA PASIEN KEGAWATAN
KECELAKAAN LALU LINTASDI RSUD DR SOEHADI
PRIJONEGORO SRAGEN
Oleh:
Ayu Wulandari
NIM. S11007
Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji pada tanggal1 Agustus 2015
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,
Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep Maria Wisnu Kanita S.Kep.,Ns
NIK. 201279102 NIK. 201490133
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ayu Wulandari
NIM : S1 1007
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1) Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (Sarjana), baik di STIkes Kusuma Husada Surakarta maupun di
perguruan tinggi lain.
2) Skripsi adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3) Dalam Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Surakarta, 1 Agustus 2015
Yang membuat pernyataan,
Materai Rp 6.000
Ayu Wulandari
NIM S11007
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas
segala rahmat, karunia, hidayah serta petunjuk yang telah dilimpahkan-Nya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGETAHUAN
PERAWAT TENTANG BHD PADA PASIEN KEGAWATAN KECELAKAAN
LALU LINTAS” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan ini dengan lancar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini,
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna untuk
memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi selanjutnya. Ucapan rasa
terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, sehingga dalam kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat:
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta,
yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.
2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Prodi S-1
Keperawatan yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.
3. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Pembimbing Utama yang
dengan sabar telah membinbing dan memberikan dukungan dan motivasi
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
v
4. Maria Wisnu Kanita S.Kep., Ns, selaku Pembimbing Pendamping yang juga
telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Rufaida Nur Fitriana S.Kep., Ns, selaku Pembimbing Pendamping yang juga
telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh kesabaran,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Direktur RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang telah memberikan izin
terlaksananyapenelitian ini.
7. Perawat IGD yang telah membantu peneliti dan bersedia menjadi responden
untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti sehingga
terselesaikannya penelitian ini dengan baik.
8. Bapak dan Ibu Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah
memberikan segenap ilmu dan pengalamannya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini.
9. Ayahanda serta Ibundaku tercinta, terima kasih atas do’a dan dukungan yang
senantiasa engkau berikan untuk keberhasilanku, serta segala kesabaranmu
dalam mendidik dan membesarkanku selama ini, aku sadar tugas itu
sangatlah berat bagimu, tapi dengan segala rasa kasih sayang dan
kesabaranmu, engkau mengantarkanku pada kelulusan ini. Kuhadiahkan
kelulusan ini padamu, meski itu tak sebanding dengan pengorbananmu
selama ini.
10. Semua keluarga besar saya, dan adikku tersayang lisa yang selalu mendukung
saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
vi
11. Seseorang yang berada di sana yang saya sayangi dan saya cintai yang
memberikan dukungan dan motivasi sehingga membuat saya semangat dalam
menyelesaikanskripsi ini.
12. Sahabat-sahabatku Ahmad Mujiono, Destriana, Sri ayu, Berlianti, Lila,
Nandung, Syahrul, Elfrida, dan Michaelyang telah banyak memberikan
bantuan, dorongan dan semangat kepadaku.
13. Teman-teman S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Angkatan
2011 yang telah berjuang menempuh skripsi bersamaku.
14. Semua pihak, yang tanpa mengurangi rasa terima kasih tidak dapat
disebutkansatu per satu.
Akhir kata penulis berharap semoga dengan do’a, motivasi, nasehat, dan
dukungan yang telah diberikan kepada penulis, dapat bermanfaat bagi penulis
untuk menjadi orang yang lebih baik, dan semoga dengan disusunnya karya
ilmiah ini, dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya, dan pembaca
pada umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Surakarta, 13 Januari 2015
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GRAFIK DAN BAGAN ............................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x
ABSTRAK .................................................................................................... xi
ABSTRACT .................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................ 5
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 6
1.4.1 Manfaat Teoritis.......................................................... 6
1.4.2 Manfaat Praktis ......................................................... 7
BABII TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ..................................................................... 8
2.2 Perawat ................................................................................. 15
2.3 Kerangka Berfikir................................................................. 32
2.4 Fokus Penelitian ................................................................... 33
2.5 Keaslian Penelitian .............................................................. 33
viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................... 35
3.2 Populasi dan Sampel ............................................................ 35
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 37
3.4 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ...................... 38
3.5 Analisa Data ........................................................................ 41
3.6 Keabsahan Data ................................................................... 42
3.7 Etika Penelitian .................................................................... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Karakteristik Informan ........................................................ 47
4.2. Hasil Penelitian .................................................................... 48
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Definisi Bantuan Hidup Dasar ............................................. 59
5.2. Tujuan Bantuan Hidup Dasar ............................................... 59
5.3. Tindakan Perawat untuk Mengontrol Jalan Nafas Pasien .... 60
5.4. Tindakan Perawat dalam Pemberian Bantuan Pernafasan ... 61
5.5. Tindakan Perawat dalam Menghentikan Perdarahan ........... 62
5.6. Tindakan Perawat dalam Merangsang Kesadaran Pasien .... 63
5.7. Tindakan Perawat dalam Pemeriksaan Kondisi Pasien ....... 64
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan ......................................................................... 66
6.2. Saran ..................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kerangka Teori ........................................................................ 32
Tabel 2.2 Keaslian Penelitian .................................................................. 33
x
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Lampiran
1. Usulan Topik Penelitian
2. Pengajuan Judul Skripsi
3. Permohonan Ijin Studi Pendahuluan
4. Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan
5. Permohonan Ijin Survey
6. Surat Balasan Ijin Survey
7. Pedoman Wawancara
8. Lembar Opponent
9. Lembar Audience
10. Lembar Konsultasi
11. Jadwal Penelitian
12. Informed Consent
13. Transkrip wawancara
14. Tabel Tematik Analisa Data
xi
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Ayu Wulandari
Pengetahuan Perawat Tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) Pada
Pasien Kegawatan Kecelakaan Lalu Lintas di RSUD DR Soehadi
Prijonegoro Sragen
Abstrak
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di
dunia, dimana sekitar 1,3 juta orang meninggal setiap tahunnya dikarenakan
kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan hal tersebut membuktikan bahwa begitu
pentingnya tindakan BHD harus dimiliki oleh semua perawat. Karena
keterlambatan serta kesalahan dalam BHD dapat menimbulkan efek yang sangat
fatal kepada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan
perawat tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) pada pasien kegawatan kecelakaan
lalu lintas.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Sampel pada penelitian ini adalah perawat IGD RSUD Dr.Soehadi
Prijonegoro Sragen yang diambil dengan menggunakan teknik sampling
purposive sampling. Didapatkan sebanyak 4 sampel/informan setelah data
tersaturasi. Cara pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan
analisis dokumen. Teknik analisis data menggunakan metode Collaizi
Penelitian ini memperoleh 7 tema, yaitu pengetahuan tentang definisi
BHD, tujuan BHD, tindakan kontrol jalan nafas, pemberian bantuan pernafasan,
menghentikan perdarahan, merangsang kesadaran, dan mengontrol kondisi tubuh
pasien.
Kata Kunci : Pengetahuan, Bantuan Hidup Dasar, Kecelakaan Lalu Lintas
Daftar Pusatka : 27 (2003-2014)
xii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Ayu Wulandari
Nurses’ Knowledge of Basic Life Support (BLS) of the Traffic
Accident Emergency Patients at DR Soehadi Prijonegoro Local
General Hospital of Sragen
ABSTRACT
Traffic accident is one of the biggest causes of death in the world, about
1.3 million people die every year due to the traffic accident. Therefore, all nurses
must have the knowledge of Basic Life Support (BLS). It is because the delay or
error in the application of the BLS can cause fatal effect on the patients. The
objective of this research is to investigate the nurses’ knowledge of the BLS of the
traffic accident emergency patients.
This research used the qualitative method with phenomenological
approach. The samples of research were 4 nurses of Emergency Installation of
Dr.Soehadi Prijonegoro Local General Hospital of Sragen and were taken by
using the sampling purposive technique. The data of research were collected
through interview, observation, and document analysis and were analyzed by
using the Collaizi’s method.
The result of this research shows that there were 7 themes; knowledge
about the definition of the BLS, objective of the BLS, airway control measure,
respiratory assistance, cessation of bleeding, awareness stimulation, and patients’
body condition control.
Keywords : Knowledge, basic life support, traffic accident
References : 27 (2003-2014)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba
sehingga sulit diprediksi kapan terjadinya (Rahmanta, 2007). Dan
kegawatan adalah keadaan yang mengancam jiwa yang membutuhkan
pertolongan tepat, cepat, cermat dan akurat. Bila tidak bisa mengakibatkan
kematian atau kecacatan (Magfuri, 2014). Penyebab tingginya angka
kematian dan kecacatan akibat kegawatdaruratan adalah tingkat keparahan
akibat kecelakaan lalulintas, kurangnya pengetahuan perawat terhadap peran
dalam penanganan pasien gawat darurat kecelakaan lalulintas, kurang
memadainya peralatan, sistem pertolongan dan sikap dalam penanganan
korban yang tidak tepat dalam melakukan prinsip pertolongan, hal ini di
dukung dengan tingginya angka kematian yang terjadi akibat kecelakaan
lalulintas.
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab kematian
terbesar di dunia. Secara global menurut WHO (2007) sekitar 1,3 juta orang
meninggal setiap tahunnya dikarenakan kecelakaan lalu lintas dan jumlah
ini kemungkinan akan terus bertambah menjadi 1,9 juta pada tahun 2020.
Data WHO tentang kecelakaan tersebut 90% nya terjadi di negara-negara
berkembang termasuk indonesia (Departemen Perhubungan, 2012).
2
Proyeksi yang dilakukan WHO antara tahun 2000 dan 2020
menunjukan, kematian akibat kecelakaan lalulintas akan menurun 30 persen
di negara-negara dengan pendapatan tinggi seperti Amerika, Inggris dan
Belanda, tetapi akan meningkat di negara-negara pendapatan rendah seperti
Timor-Timor, Laos dan negara berkembang seperti Indonesia, Vietnam.
Tanpa adanya tindakan yang nyata tahun 2020 kecelakaan lalu lintas akan
menjadi penyebab kematian nomor 3 di dunia (Itha, 2008).
Fenomena lakalantas seperti ini belum mendapat perhatian masyarakat
sebagai penyebab kematian yang cukup besar. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) telah menerbitkan laporan khusus sehubungan dengan masalah
lakalantas ini pada 14 April 2004 lalu dengan judul World Report on Road
Traffic Injury Prevention. Menurut WHO, setiap hari setidaknya 3.000 juta
orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Dari jumlah itu setidaknya 85
persen terjadi di negara-negara dengan pendapatan rendah dan sedang.
Kecelakaan lalu lintas juga menjadi penyebab 90 persen cacat seumur hidup
(Disability Adjusted Life Years/DALYs) (Rudi, 2007).
Keadaan para korban kecelakaan dapat menjadi semakin buruk dan
bahkan berujung kematian jika tidak ditangani secara cepat (Sunyoto,2010).
Sunyoto juga lebih lanjut menjelaskan bahwa satu jam pertama adalah
waktu yang yang sangat penting dalam penanganan penyelamatan korban
kecelakaan lalu lintas yaitu dapat menekan sampai 90% angka kematian.
Penanganan yang di maksud di sini adalah bantuan hidup dasar. Langkah
3
terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan melakukan upaya konkrit untuk
mengatasinya.
Berdasarkan fenomena di atas, membuktikan bahwa begitu pentingnya
tindakan BHD harus dimiliki oleh semua perawat. Karena keterlambatan
serta kesalahan dalam BHD dapat menimbulkan efek yang sangat fatal
kepada pasien. Maka dari itu, untuk perawat keterampilan BHD menjadi
sangat penting dalam pemberian pertolongan pertama. BHD diartikan
sebagai usaha yang di lakukan untuk mempertahankan kehidupan seseorang
yang terancam jiwanya (Frame,2003).
BHDadalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan
nafas,membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa
menggunakan alat bantu (Alkatiri, 2007). Tujuan BHD ialah untuk
oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung
melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat
menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009).
Frame (2003) juga mengatakan BHD dapat juga di lakukan pada
pasien yang mengalami henti nafas,henti jantung dan juga perdarahan.
Keterampilan BHD menjadi penting dimiliki oleh tenaga medis, karena di
dalamnya diajarkan teknik dasar bagaimana cara melakukan penyelamatan
pertama pada pasien yang mengalami kecelakaan atau musibah
lainnya(Frame, 2003).
4
Pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pelayanan keperawatan
yang ditujukan kepada pasien gawat darurat yaitu pasien yang tiba-tiba
berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya/ anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secara cepat tepat.Peran pearawat gawat darurat adalah
melakukan triage, mengkaji dan menetapkan dalam spektrum yang lebih
luas terhadap kondisi klinis pada berbagai keadaan yang bersifat mendadak
mulai dari ancaman nyawa sampai kondisi klinis (Musliha, 2010).
Penelitian terkait tentang BHD menurut Dede Kharisma Yanti Bala,
Abdul Rakhmat dan Junaidi (2014), juga menjelaskan bahwa pengetahuan
yang baik juga berpengaruh pada pemberian BHD yang benar. Selain itu
menurut Suharty, dkk (2014) menjelaskan bahwa pendidikan kesehatan
tentang BHD juga berpengaruh terhadap pengetahuan tenaga kesehatan di
Puskesmas Wori Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan yang baik sangat berpengaruh terhadap
keterampilan dalam pemberian BHD.
Studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Soehadi Prijonegoro
Sragen, didapatkan data bahwa terjadi peningkatan pasien kecelakaan lalu
lintas setiap tahunnya. Pada tahun 2013 angka kejadian kecelakaan 532
dengan angka kematian 6,3% dan terjadi peningkatan di tahun 2014 yaitu
612 kejadian kecelakaan lalu lintas dan angka kematian menjadi 10,9%. Jadi
terdapat peningkatan angka kejadian kecelakaan lalu lintas dari tahun 2013
sampai dengan tahun 2014 yaitu 3,6%.
5
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD dr
Soehadi Prijonegoro Sragen, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut tentang pengetahuan perawat dalam melakukan BHD pada pasien
kegawatan kecelakaan lalu lintas.
1.2 RUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Bantuan Hidup Dasar merupakan usaha yang pertama kali dilakukan
untuk mempertahankan kondisi jiwa seseorang pada saat mengalami
kegawatdaruratan (Musliha,2010).
Perawat sebagai anggota medis harus memiliki kemampuan dan
pengetahuan tentang BHD dalam melakukan pertolongan pertama pada
pasien kegawatan. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana
pengetahuan perawat tentang BHD pada pasien kegawatan kecelakaan lalu
lintas di RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui pengetahuan perawat tentang Bantuan Hidup Dasar pada
pasien kegawatan kecelakaan lalu lintas.
6
1.3.2 Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1.3.2.1 Mengetahui pengetahuan perawat tentang pengertian BHD.
1.3.2.2 Mengetahui pengetahuan perawat tentang tujuan BHD
1.3.2.3 Mengetahui pengetahuan perawat tentang cara memberikan
BHD pada tahap airway.
1.3.2.4 Mengetahui pengetahuan perawat tentang cara memberikan
BHD pada tahap breathing.
1.3.2.5 Mengetahui pengetahuan perawat tentang cara memberikan
bantuan BHD pada tahap circulation dan bleeding.
1.3.2.6 Mengetahui pengetahuan perawat tentang cara memberikan
bantuan BHD pada tahap disability.
1.3.2.7 Mengetahui pengetahuan perawat tentang cara memberikan
bantuan BHD pada tahap expose dan environment.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang di ambil dari penelitian ini adalah:
1.5.1 Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menambah referensi dan bahan masukan dalam
melakukan BHD pada pasien kegawatan kecelakaan lalu lintas dan
pasien kegawatan lainnya.
7
1.5.2 Bagi Perawat
Diharapkan perawat dapat menambah pengetahuan dan menerapkan
dalam praktek di lapangan dengan benar sesuai dengan teori saat
melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD) pada pasien kegawatan.
1.5.3 Bagi Peneliti
1. Menjadi pengalaman berharga bagi penulis dan menambah
pengetahuan peneliti tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD).
2. Memberikan gambaran dalam melakukan Bantuan Hidup Dasar
(BHD) pada pasien kegawatan kecelakaan lalu lintas.
1.5.4 Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan khususnya
dalam penanganan kegawatdaruratan dan dapat menjadi bahan
referensi untuk penelitian selanjutnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Pengetahuan
2.1.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dari pengindraan
manusia terhadap suatu obyek tertentu. Proses pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan melalui
kulit. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over
behavior) (Notoadmojo, 2010).
2.1.1.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut (Notoatmodjo, 2003) kedalaman
pengetahuan yang diperoleh seeorang terhadap suatu
rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam
tingkatan, yaitu:
1. Tahu (know)
Merupakan mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam tingkatan ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
9
rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu
merupakan tingkatan pengalaman yang paling rendah.
2. Memahami (comprehension)
Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar objek yang diketahui. Orang telah paham
akan objek atau materi harus mampu menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
4. Analisis (analysis)
Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu
objek dalam komponen-komponen, dan masuk ke
dalam struktur organisasi tersebut.
5. Sintesis (synthesis)
Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek.
10
2.1.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Erfandi (2009), menyebutkan bahwa ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang, yaitu:
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan
pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan
pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin
luas pula pengetahuannya. Peningkatan pengetahuan
tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan
tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
2. Media masa atau informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal
maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka
pendek (immmediate impact) sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Sebagai
sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa, surat
kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh
11
besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan
orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas
pokoknya, media masa membawa pula pesan-pesan
yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini
seseorang.
3. Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang
tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik
atau buruk. Dengan demikian seseorang akan
bertambah pengetahuan walaupun tidak melakukan.
Status ekonomi seseorang juga akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk
kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini
akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun
sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses
masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada
dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena
adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan
direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
12
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu
cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan
cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh
dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.
Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan
memberikan pengetahuan dan keterampilan
professional serta pengalaman belajar selama bekerja
akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil
keputusan yang merupakan manifestasi dari
keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang
bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
6. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola
pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin
membaik. Pada usia madya, individu akan lebih
berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial
serta lebih banyak melakukan persiapan demi
suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua,
selain itu orang usia madya akan lebih banyak
menggunakan banyak waktu untuk membaca.
13
Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan
kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada
penurunan pada usia ini.
2.1.2.4 Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa cara
untuk memperoleh pengetahuan, yaitu:
1. Cara Coba Salah (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba
kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua
ini gagal pula, maka dicoba dengan kemungkinan
ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba
kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah
tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara
ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau
salah) atau metode coba-salah coba-coba.
2. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali
kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan
oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang
dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan
ini biwwwwasanya diwariskan turun temurun dari
14
generasi ke generasi berikutnya, dengan kata lain
pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada
otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas
pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli-
ahli ilmu pengetahuan. Prinsip ini adalah, orang lain
menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang
mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu menguji atau
membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta
empiris atau pun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini
disebabkan karena orang yang menerima pendapat
tersebut menganggap bahwa yang dikemukakannya
adalah benar.
3. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi
pepatah, pepatah ini mengandung maksud bahwa
pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau
pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh pengetahuan.
4. Melalui Jalan Pikiran
Seiring dengan perkembangan umat manusia, cara
berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini
manusia telah mampu menggunakan penalarannya
dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain,
15
dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia
telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui
induksi maupun deduksi.
5. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini
disebut “metode penelitian ilmiah”, atau lebih popular
disebut metodologi penelitian (researchmethodology).
2.2 Perawat
2.2.1 Definisi Perawat
Menurut ICN (International Council of Nursing) 1965
(Widyawati, 2012), Perawat adalah seseorang yang telah
menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat serta
berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan
keperawatan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan.
Menurut UU RI. No. 23 tahun 1992 (Widyawati, 2012),
perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki
diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
16
2.1.2 Peran dan fungsi Perawat
2.1.2.1 Peran perawat
Menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan tahun 1989
(Widyawati, 2012), peran perawat terdiri dari:
1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran ini dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang
dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan.
Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang
sederhana sampai dengan kompleks.
2. Sebagai advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan
keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi
dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan.
3. Sebagai edukator (pendidik)
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala
penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga
terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan
pendidikan kesehatan.
17
4. Sebagai koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan,
merencanakan serta mengorganisasi pelayanan
kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien.
5. Sebagai kolabolator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi ahli gizi
dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi
pelayanan keperawatan yang diperlukan.
6. Sebagai konsultan
Peran berperan sebagai tempat konsultasi dengan
mengadakan perencanaan, perubahan yang sistematis
dan terarah dengan metode pemberian pelayanan
keperawatan.
7. Sebagai pembaharu
Perawat mengadakan perencanaan, kerjasama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan
metode pemberian pelayanan keperawatan.
18
8. Sebagai pengidentifikasi masalah kesehatan (Case
Finder)
Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi pada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat yang menyangkut masalah-
masalah kesehatan dan keperawatan yang timbul serta
berdampak terhadap status kesehatan melalui
kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan
pengumpulan data.
2.1.2.2 Fungsi perawat
Kozier dalam Hasyim, dkk (2014), mengemukakan tiga
fungsi perawat, yaitu:
1. Fungsi independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada
orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan
tugasnya secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam
melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia.
2. Fungsi dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan
kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain.
3. Fungsi interdependen
19
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat
saling ketergantungan diantara tim satu dengan yang
lainnya.
2.1.3 Tugas Perawat
Hasyim, dkk (2014), menyatakan bahwa tugas perawat adalah
sebagai berikut:
2.1.3.1 Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan
masyarakat serta sumber yang tersedia dan potensi untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Mengumpul data,
menganalisis dan menginterprestasikan data.
2.1.3.2 Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat berdasarkan diagnosis
keperawatan. Mengembangkan rencana tindakan
keperawatan.
2.1.3.3 Melaksanakan rencana keperawatan yang meliputi upaya
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
penyembuhan, pemenuhan dan pemeliharaan kesehatan
termasuk pelayanan klien dan keadaan terminal.
Menggunakan dan menerapkan konsep-konsep dan prinsip-
prinsip ilmu perilaku, sosial budaya, ilmu biomedik dalam
melaksanakan asuhan keperawatan dalam rangka memenuhi
kebutuhan dasar manusia.
20
2.1.3.4 Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan. Menentukan
kriteria yang dapat diukur dalam menilai rencana
keperawatan. Menilai tingkat pencapaian tujuan.
Mengidentifikasi perubahan-perubahan yang diperlukan.
2.1.3.5 Mendokumentasikan proses keperawatan. Mengevaluasi
data permasalahan keperawatan. Mencatat data dalam
proses keperawatan. Menggunakan catatan klien untuk
memonitor asuhan keperawatan.
2.1.3.6 Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari
serta merencanakan studi kasus guna meningkatkan
pengetahuan dan mengembangkan keterampilan dalam
praktek keperawatan. Mengidentifikasi masalah-masalah
penelitian dalam bidang keperawatan. Membuat usulan
rencana penelitian keperawatan. Menerapkan hasil
penelitian dalam praktek keperawatan.
2.1.3.7 Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan
kepada klien, keluarga, kelompok, serta masyarakat.
Mengidentifikasi kebutuhan pendidikan kesehatan.
Membuat rencana penyuluhan kesehatan. Melaksanakan
penyuluhan kesehatan. Mengevaluasi hasil penyuluhan
kesehatan.
21
2.1.3.8 Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada klien, keluarga,
kelompok, dan masyarakat. Berperan serta dalam pelayanan
kesehatan kepada individu, keluarga kelompok dan
masyarakat. Menciptakan komunikasi yang efektif baik
dengan tim keperawatan maupun tim kesehatan lain.
2.1.3.9 Mengelola perawatan klien dan berperan sebagai ketua tim
dalam melaksanakan kegiatan keperawatan. Menerapkan
keterampilan manajemen dalam keperawatan klien secara
menyeluruh.
2.1.4 Hak dan Kewajiban Perawat
Hasyim, dkk (2014), menyatakan hak dan kewajiban perawat
sebagai berikut:
2.1.4.1 Hak perawat
1. Perawat berhak mendapatkan perlindungan hukum dan
profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar
profesi dan Standart Operasional Prosedur (SOP). Ini
merupakan salah satu hak perawat dibidang hukum
serta menyangkut aspek legal atas dasar peraturan
perundang-undangan dari pusat maupun daerah.
2. Perawat berhak untuk memperoleh informasi yang
lengkap dan jujur dari klien dan atau keluarganya agar
mencapai tujuan keperawatan yang maksimal. Jadi
22
perawat berhak mengakses segala informasi mengenai
kesehatan klien, karena yang berhadapan langsung
dengan klien tidak lain adalah perawat itu sendiri.
3. Perawat berhak melaksanakan tugas sesuai dengan
kompetensi dan otonomi profesi. Ini dimaksudkan agar
perawat dapat melaksanakan tugasnya hanya yang
sesuai dengan ilmu pengetuhuan yang didapat
berdasarkan jenjang pendidikan dimana profesi lain
tidak dapat melakukan jenis kompetensi ini.
4. Perawat berhak mendapatkan penghargaan sesaui
dengan prestasi, dedikasi yang luar biasa dan atau
bertugas di daerah terpencil dan rawan.
5. Perawat berhak memperoleh jaminan perlindungan
terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya.
Di Indonesia biasanya kita kenal dengan Asuransi
kesehatan (ASKES
6. Perawat berhak menerima imbalan jasa profesi yang
proporsional sesuai dengan ketentuan/peraturan yang
berlaku.
2.1.4.2 Kewajiban perawat
1. Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat
berkewajiban untuk memberikan pelayanan
keperawatan sesuai dengan standar profesi, standar
23
praktek keperawatan, kode etik, dan SOP serta
kebutuhan klien atau pasien dimana standar profesi,
standar praktek dan kode etik tersebut ditetapkan oleh
organisasi profesi dan merupakan pedoman yang harus
diikuti oleh setiap tenaga keperawatan.
2. Perawat yang melaksanakan tugasnya diwajibkan untuk
menunjukan klien dan atau pasien ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan.
3. Perawat wajib untuk merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang klien dan atau pasien, kecuali
untuk kepentingan hukum. Hal ini menyangkut privasi
klien yang berada dalam asuhan keperawatan karena di
sisi lain perawat juga wajib menghormati hak-hak klien
dan atau pasien dan profesi lain sesuai dengan
ketentuan dan peraturan yang berlaku.
4. Perawat wajib melakukan pertolongan darurat atas
dasar prikemanusiaan.
5. Perawat berkewajiban menambah ilmu pengetahuan
dan mengikuti perkembangan ilmu keperawatan dalam
meningkatkan profesionalisme.
24
2.1.5 Bantuan Hidup Dasar (BHD)
2.1.5.1 Definisi BHD
Bantuan hidup dasar (BHD) adalah usaha yang
dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat
pederita mengalami keadaan yang mengancam nyawa
(Goiten, 2008). Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan
bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang
bertujuan untuk mencegah berhentinya sirkulasi atau
berhentinya respirasi (Frame,2003).
2.1.5.2 Karakteristik korban yang memerlukan Bantuan Hidup
Dasar (BHD)
Menurut Hardisman (2014) karakteristik korban yang
memerlukan BHD adalah korban yang mengalami henti
jantung dan henti nafas.
1. Henti Jantung
Dibedakan berdasarkan aktivitas listrik jantung
(elektrokardiogram) dan berdasarkan shockable dan
nonshockable yaitu:
a. Nonshockable:asistol dan aktivitas elektrik tanpa
nadi (pulseless electrical activity, PEA).
b. Shockable : fibrilasi ventrikel (VF), dan takikardia
ventrikel tanpa nadi (pulseless VT). Fibrilasi
ventrikel adalah masalah irama jantung yang
25
terjadi ketika irama jantung berdetak cepat dengan
impuls listrik yang tidak menentu. Pada VF terjadi
depolarisasi dan repolarisasi yang cepat dan tidak
teratur dimana jantung kehilangan fungsi
koordinasi dan tidak dapat memompa darah secara
efektif. Hal ini menyebabkan ventrikel
berkontraksi sia-sia, bukannya memompa darah.
Selama fibrilasi ventrikel, tekanan darah menurun
dan menghambat suplai darah ke organ vital.
2. Henti Nafas
Henti nafas adalah berhentinya pernafasan
spontan karena gangguan jalan nafas baik parsial
ataupun total karena gangguan pusat pernafasan.
2.1.5.3 Langkah-langkah pemberian BHD
Menurut Frame (2003), ada beberapa tahapan yang
harus dilakukan yaitu tahap airway, breathing, circulation
dan bledding, disability, expose/environment. Tapi sebelum
melakukan tahapan itu ada beberapa prosedur yang harus
dilakukan terlebih dahulu adalah:
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.
Penolong harus memastikan bahwa tidak ada bahaya
lain yang ada disekitar korban yang dapat memperparah
kondisi pasien.
26
2. Memastikan kesadaran dari pasien dalam hal ini,
penolong dapat mengetahuinya dengan cara menyentuh
atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan
lembut dan mantap untuk mencegah pergerakkan yang
berlebihan, sambil memanggil pasien.
3. Meminta pertolongan jika ternyata korban tidak
memberikan respon terhadap panggilan, segera minta
bantuan dengan cara berteriak minta tolong.
4. Memperbaiki posisi pasien. Tindakan BHD yang
dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi
terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan
keras. Jika pasien ditemukan dalam posisi miring atau
tengkurap, penolong harus mengubah posisi pasien ke
posisi terlentang. Penolong harus membalikkan pasien
sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bah
digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah
terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi
horizontal dengan alas tidur yang keras dan kedua
tangan diletakkan di samping tubuh.
5. Pengaturan posisi penolong. Posisi pasien harus
dipastikan telah dalam keadaan yang aman ketika
penolong segera memposisikan dirinya berlutut sejajar
27
dengan bahu korban ketika akan memberikan bantuan
nafas dan sirkulasi.
Setelah melakukan kelima prosedur tersebut,
Berdasarkan AHA (2010)dilakukan dengan urutan C-A-B
dimana penangan sirkulasi menjadi fokus utama.
1. Circulation dan bleeding (bantuan sirkulasi dan
perdarahan)
Pada tahap C, penolong dapat memulai bantuan
sirkulasi dengan cara memastikan apakah pasien benar-
benar kehilangan pompa jantung dengan cara meraba
denyut nadi karotis pasien, melihat warna kulit pasien
yaitu pucat atau tidak, merasakan apakah temperatur
korban dingin atau tidak, dan melihat capillary refill
pasien tidak lebih dari 2 detik. Penolong harus
melakukan kompresi jantung bila korban menunjukkan
hal-hal seperti disebut di atas. Teknik untuk melakukan
kompresi jantung adalah sebagai berikut: penolong
berlutut di sisi korban kemudian menempatkan satu
tumit tangan di tengah dada korban/sternum.
Tempatkan juga tumit tangan lainnya di atas tangan
lainnya. Jari-jari tangan dipautkan dan memastikan
tekanan tidak dilakukan di atas tulang rusuk korban.
Jaga lengan penolong tetap lurus. Jangan menerapkan
28
tekanan pada bagian atas perut atau bagian bawah
tulang sternun (tulang dada). Memposisikan diri secara
vertikal di atas dada korban dan tekan ke bawah pada
tulang dada minimal 5 cm tapi tidak melebihi 6 cm.
Setelah kompresi dilakukan, lepaskan semua tekanan
pada dada tanpa kehilangan kontak antara tangan
penolong dan mengulang kompresi minimal 100 kali
permenit. Baik kompresi dan relaksasi harus memakai
waktu yang sama. Setelah 30 kali kompresi dada,
dilanjutkan dengan melakukan pemberian napas.
Setelah hembusan pertama dilihat dada korban turun
sebagai udara keluar. Kemudian dilanjutkan kembali
kompresi dada dan pastikan tempatnya tepat diikuti
dengan pemberian napas dengan rasio 30:2. Tahap
terminasi setelah dilakukan kompresi dada adalah
apabila terdapat tanda-tanda kematian (bernapas dan
sirkulasi darah berhenti secara pasti/ireversibel, telah
terbukti terjadi mati batang otak, pada kasus darurat
setelah dilakukan resuitasi selama 15-30 menit pasien
tetap tidak sadar dan bernapas spontan, serta pupil
berdilatasi atau di bawah pengaruh anestesi umum).
Dan adanya asistol yang menetap selama 10 menit atau
lebih yang terlihat di monitor (Hardisman, 2014).
29
Penanganan perdarahan dilakukan dengan
melihat tanda-tanda kehilangan darah eksternal yang
masif dan tekan langsung daerah tersebut. Jika
memungkinkan, naikkan daerah yang
mengalamiperdarahan sampai di atas ketinggian
jantung (Kartikawati, 2011).
Penolong harus memberikan posisi pemulihan
setelah tahap A,B, dan C dilakukan dan pasien
menunjukkan tanda-tanda perbaikkan. Posisi pemulihan
dilakukan dengan cara memposisikan pasien dengan
posisi lateral atau yang biasa disebut dengan posisi
miring (Frame, 2003).
2. Airway (jalan nafas)
Penilaian jalan napas dilakukan bersamaan
dengan menstabilkan leher. Tahan kepala dan leher
pada posisi netral dengan tetap mempertahankan leher
dengan menggunakan sevicall collar dan meletakkan
pasien pada long spine board. Dengarkan suara spontan
yang menandakan pergerakan udara melalui pita suara.
Jika tidak ada suara, buka jalan napas pasien
menggunakan chin-lift atau manuver modified jaw-
thrust. Periksa orofaring, jalan napas mungkin
terhalang sebagian atau sepenuhnya oleh cairan (darah,
30
saliva, muntahan) atau serpihan kecil seperti gigi,
makanan, atau benda asing (Kartikawati, 2011).
3. Breathing (bantuan nafas)
Munculnya masalah pernapasan pada pasien
terjadi karena kegagalan pertukaran udara, perfusi, atau
sebagai akibat dari kondisi serius pada status neurologis
pasien. Untuk menilai pernapasan, perhatikan proses
respirasi spontan dan catat kecepatan, kedalaman, serta
usaha melakukannya. Periksa dada untuk mengetahui
penggunaan otot bantu pernapasan dan gerakan naik
turunnya dinding dada secara simetris saat respirasi.
Lakukan auskultasi suara pernapasan bila didapatkan
adanya kondisi serius dari pasien (Kartikawati, 2011 ).
4. Disability (mengkaji kerja otak)
Tahap D adalah untuk melihat tingkat kesadaran
pasien. Tahapan ini memiliki hal yang biasa dikenal
dengan istilah AVPU. Sebagai tambahan, cek kondisi
pupil, ukuran, kesamaan, dan reaksi terhadap cahaya.
Adanya penurunan tingkat kesadaran akan dilakukan
pengkajian lebih lanjut. Mnemonic AVPU meliputi:
awake (sadar), verbal (berespons terhadap suara), pain
(berespon terhadap rangsangan nyeri), dan
unresponsive (tidak berespon)(Kartikawati, 2011 ).
31
5. Exposure /environment control (Pemaparan dan
Kontrol)
a. Eksposure
Lepas semua pakaian secara cepat untuk
memeriksa cedera, perdarahan, atau keanehan
lainnya. Perhatikan kondisi pasien secara umum,
catat kondisi tubuh, atau adanya bau zat kimia
seperti alkohol, bahan bakar, atau urine.
b. Environment control
Pasien harus dilindungi dari hipotermia.
Hipotermia penting karena ada kaitannya dengan
vasokontriksi pembuluh darah dan koagulopati.
Pertahankan atau kembalikan suhu normal tubuh
dengan mengeringkan pasien dan gunakan lampu
pemanas, selimut, pelindung kepala, sistem
penghangat udara, dan berikan cairan IV hangat
(Kartikawati, 2011).
32
2.3 Kerangka Teori
Bantuan Hidup Dasar
(BHD):
• Circulation,bleeding
• Airway
• Breathing
• Disability
• Expose, environment
AHA, 2010
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan:
• Pendidikan
• Pengalaman
• Usia
• Media masa
atau informasi
• Sosial budaya
dan ekonomi
• Lingkungan
Erfandi, 2009
Diberikan (1 jam
pertama): 85%
selamat.
Tidak diberikan
peningkatan resiko
kematian.
Sunyoto, 2010
Pengetahuan:
• Tahu
• Memahami
• Aplikasi
• Analisis
• Sintesis
• Evaluasi
Notoatmodjo,
2003
Tindakan
perawat
Kecelakaan lalu
lintas di IGD
Keterangan :
: Yang diteliti : Yang tidak diteliti
Peran perawat:
• Pemberi asuhan
keperawatan
• Advokat klien
• Edukator (pendidik)
• Koordinator
• Kolaborator
• Konsultan
• Pembaharu
• Pengidentifikasi
masalah kesehatan
(Case Finder).
Konsorsium ilmu
kesehatan, 1989 di
dalam Widyawati,
2012
2.4 Fokus Penelitian
2.5 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti
Dede Kharisma
Yanti Bala, Abdul
Rakhmat dan
Junaidi.
Suharty, Dahlan
Lucky kumaat dan
Fokus Penelitian
Keaslian Penelitian
Nama Peneliti Judul Penelitian Metode yang
digunakan
Dede Kharisma
Yanti Bala, Abdul
Rakhmat dan
Gambaran
Pengetahuan Dan
Pelaksanaan Bantuan
Hidup Dasar
Perawat Gawat
Darurat Di Instalasi
Gawat Darurat
(IGD) RSUD
Labuang Baji
Makassar
Penelitian
kuantitatif
deskriptif
Suharty, Dahlan
Lucky kumaat dan
Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Tentang
Desain
penelitian
33
Metode yang Hasil Penelitian
Hasil penelitian
menunjukan bahwa dari
23 responden memiliki
tingkat pengetahuan
tentang Bantuan Hidup
Dasar baik yaitu (100
%), Dan pelaksanaan
tindakan BHD
baikyaitu (100 %).
Hasil uji statistik
Wilcoxon Signed Rank
34
Franly Onibala Bantuan Hidup
Dasar (BHD)
Terhadap Tingkat
Pengetahuan
TenagaKesehatan Di
Puskesmas Wori
Kecamatan Wori
Kabupaten Minahasa
Utara
one group
pre test-post
test design
testpada responden
yaitu terdapat pengaruh
yang signifikan dengan
nilai p-value = 0,000 (á
< 0,05). Maka dapat
disimpulkan bahwa ada
pengaruh pendidikan
kesehatan tentang
Bantuan Hidup Dasar
(BHD)terhadap tingkat
pengetahuan tenaga
kesehatan di Puskesmas
Wori Kecamatan Wori
KabupatenMinahasa
Utara.
Aziz Nur Fathoni,
Wahyu Rima
A.,S.Kep.,Ns.M.K
ep, Ariyani,
S.Kep.,Ns,M.Kes
Hubungan Tingkat
Pengetahuan
Perawat Tentang
Basic Life Support
(BLS) Dengan
Perilaku Perawat
Dalam Pelaksanaan
Primary Survey Di
RSUD Dr.Soediran
Mangun Sumarso
Kabupaten Wonogiri
Penelitian
kuantitatif
dengan jenis
rancangan
descriptif
corelational.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
tingkat pengetahuan
perawat 75%
dikategorikan baik dan
25% dikategorikan
cukup. Untuk perilaku
perawat dalam
pelaksanaan primary
survey 80%
dikategorikan terampil
dan 20% dikategorikan
kurang terampil.
Tingkat pengetahuan
perawat tentang BLS
tidak berhubungan
dengan perilaku
perawat dalam
pelaksanaan primary
survey.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Metode penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci (Sugiyono, 2012). Pendekatan fenomenologi adalah
memberikan deskripsi, refleksi, interpretasi, dan modus riset yang
menyampaikan intisari dari pengalaman kehidupan individu yang diteliti
(Husserl di dalam Afiyanti & Rachmawati, 2014). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengetahuan perawat IGD tentang BHD pada pasien
kegawatan kecelakaan lalu lintas.
3.2 Populasi dan Sampel
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi
“social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu:
tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi
secara sinergis (Spradley di dalam Sugiyono, 2012). Pada situasi sosial atau
obyek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara mendalam aktifitas
orang-orang yang ada pada tempat tertentu. Pada penelitian kualitatif
sumber data dari narasumber sangat penting perannya sebagai bahan
36
informasi dalam penyusunan laporan. Obyek dalam penelitian ini yaitu
perawat di IGD RSUD Soehadi Prijonegoro yang berjumlah 29 perawat.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut, untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-
betul representatif (mewakili) (Sugiyono, 2006).Sedangkan menurut
Notoatmodjo (2005), menjelaskan sampel adalah sebagian yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
tersebut. Sutopo menuliskan bahwa informan bukan sekedar memberikan
tanggapan pada apa yang ditanyakan peneliti, tetapi informan bisa lebih
memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang ia miliki
(Sutopo, 2006).
Teknik sampling pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini,
misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita
harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan
peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2012).
Kriteria sampel pada penelitian ini adalah:
1. Perawat yang sudah bekerja di IGD Soehadi Prijonegoro lebih dari 1
tahun.
2. Pernah melakukan pelatihan BTCLS.
3. Bersedia menjadi informan.
37
4. Mempunyai pengalaman melakukan tindakan BHD pada pasien
kecelakaan lalu lintas.
5. Pendidikan minimal D3 keperawatan.
Menurut peneliti, perawat yang memiliki kriteria tersebut cukup tahu
dan paham terhadap penanganan BHD pada pasien kecelakaan lalu lintas.
Penelitian ini menggunakan 4 informan perawat di IGD RSUD DR. Soehadi
Prijonegoro sragen yang telah memenuhu kriteria yang ditetapkan oleh
peneliti. Pengambilan sampel dihentikan bila peneliti sudah mendapatkan
kelengkapan informasi atau data yang sudah diperlukan, atau dengan kata
lain telah tercapai kejenuhan (saturated) pada data yang diperlukan atau
tidak terdapat informasi baru yang ditemukan (Santoso &Royanto, 2009 di
dalam Afiyanti & Rachmawati, 2014).
3.3 Tempat dan waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di IGD RSUD Soehadi Prijonegoro. Peneliti
lebih memilih meneliti di IGD RSUD Soehadi Prijonegoro karena RSUD ini
merupakan Rumah Sakit yang menjadi tujuan utama dalam area kegawatan
kecelakaan lalu lintas karena RSUD Soehadi Prijonegoro merupakan salah
satu Rumah Sakit yang menjadi rujukan utama untuk daerah Sragen dan
dianggap sebagai salah satu runah sakit besar untuk daerah Sragen dengan
peralatan yang sudah memadai. Hal ini mempermudah peneliti dalam
pengumpulan data. Dan waktu untuk melakukan penelitian ini adalah pada
bulan Februari hingga Mei 2015.
38
3.4 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.4.1 Alat penelitian
Peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan instrumen/alat dalam
penelitian, karena peneliti berperan sebagai perencana, penafsir data
dan pengevaluasi hasil penelitian. Alat bantu dalam pengumpulan
data yang digunakan yaitu:
1. Buku catatan: berfungsi untuk mencatat semua percakapan
dengan sumber data.
2. Tape recorder: berfungsi untuk merekam semua percakapan
atau pembicaraan. Penggunaan tape recorder dalam wawancara
perlu memberi tahu kepada informan apakah diperbolehkan atau
tidak.
3. Camera: untuk memotret kalau peneliti sedang melakukan
pembicaraan dengan informan/sumber data. Dengan adanya foto
ini, maka dapat meningkatkan keabsahan penelitian akan lebih
terjamin, karena peneliti betul-betul melakukan pengumpulan
data (Sugiyono, 2012).
3.4.2 Cara pengumpulan data
1. Wawancara
Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono,
2012). Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang
39
paling sering digunakan pada banyak penelitian kualitatif.
Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan
yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan
informal (Afiyanti & Rachmawati, 2014).
Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif
adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai narasumber
atau informan. Para peneliti/ pewawancara memiliki peran yang
penting yang wajib dilakukan agar wawancara berhasil dengan
baik. Peran peneliti diantaranya: mempertahankan kesadaran
dirinya untuk berusaha bagaimana wawancara yang sedang
dilakukan berlangsung, memerhatikan bagaimana orang yang
diwawancarai bereaksi terhadap pertanyaan, dan seperti apa
umpan balik yang tepat untuk mempertahankan berjalannya
komunikasi dua arah yang terjadi saat wawancara. Hal yang
paling penting dan perlu disadari oleh pewawancara adalah
melakukan reflexivity, yaitu bertanggung jawab untuk
mengidentifikasi pengaruh dirinya (self-reflection) dalam segala
aspek hasil wawancaranya (Afiyanti & Rachmawati, 2014).
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara dengan percakapan informal. Pada jenis
wawancara ini peneliti mengasumsikan memiliki peran yang
lebih aktif dari pada peran interaktifnya (Afiyanti &
Rachmawati, 2014).
40
2. Observasi
Nasution (1998) di dalam Sugiyono (2012) menyatakan
bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan.
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui suatu pengamatan, dengan disertai dengan pencatatan-
pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran
(Fathoni, 2006).
Ketika peneliti menjadi observer, mereka tidak membuat-
buat situasi atau tempat tetapi semuanya dalam bentuk apa
adanya atau alami (Rachmawati & Afiyanti, 2014). Untuk
memperoleh hasil observasi yang akurat dan tepat, peneliti
diwajibkan memiliki keterampilan dalam melakukan observasi
dan mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan
pendalaman dalam situasi yang akan diteliti (Patton, 2002 di
dalam Rachmawati & Afiyanti, 2014). Yang diamati oleh
peneliti adalah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan perawat di
IGD dalam menangani pasien kegawatan kecelakaan lalu lintas.
3. Analisis dokumen
Studi dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan
mempelajari catatan-catatan mengenai suatu data
(Fathoni,2006). Peneliti menggunakan pengumpulan data
dengan metode studi dokumen karena dokumen dapat memberi
informasi tentang situasi yang tidak dapat diperoleh langsung
41
melalui observasi langsung atau wawancara (Hammersley &
Atkinson, 2007 di dalam Rachmawati & Afiyanti, 2014). Pada
penelitian ini sumber data dokumen diperoleh dari rekam medik
yang berisi angka kejadian pasien kecelakaan lalu lintas.
3.5 Analisa Data
Analisa data merupakan proses pengumpulan data,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari peneliti dan menulis
catatan singkat sepanjang penelitian (Pollit & Beck, 2013).
Teknik analisis yang dapat digunakan pada penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode Collaizi (Pollit & Back, 2013).
Adapun langkah-langkah analisa sebagai berikut:
a. Membuat deskripsi informan tentang fenomena dari
informan dalam bentuk narasi yang bersumber dari
wawancara.
b. Membaca kembali secara keseluruhan deskripsi informan
dari informan untuk memperoleh perasaan yang sama
seperti pengalaman informan.
c. Mengidentifikasi kata kunci melalui penyaringan
pernyataan informan yang signifikan dengan fenomena
yang diteliti. Pernyataan-pernyataan yang merupakan
pengulangan dan mengandung makna yang sama atau mirip
maka pernyataan ini diabaikan.
42
d. Memformulasikan arti dari kata kunci dengan
mengelompokkan kata kunci yang sesuai pernyataan
penelitian, selanjutnya mengelompokkan lagi kata kunci
yang sejenis. Peneliti sangat berhati-hati agar tidak
membuat penyimpangan arti dari pernyataan informan
dengan merujuk kembali pada pernyataan informan yang
signifikan. Cara yang perlu dilakukan adalah menelaah
kalimat satu dengan yang lain.
e. Mengorganisasikan arti-arti yang telah teridentifikasi dalam
beberapa kelompok tema. Setelah tema-tema terorganisir,
peneliti memvalidasi kembali kelompok tema tersebut.
f. Mengintegrasikan semua hasil penelitian ke dalam suatu
narasi yang menarik dan mendalam sesuai dengan topik
penelitian.
g. Mengembalikan semua hasil penelitian pada masing-masing
informan lalu diikutsertakan pada diskripsi hasil akhir
penelitian.
3.6 Keabsahan Data
Keabsahan data pada pada penelitian kualitatif (Rachmawati &
Afiyanti, 2014):
1. Credibility (Keterpercayaan data)
Kredibilitas data atau ketepatan dan keakurasian suatu data
yang dihasilkan dari studi kualitatif menjelaskan derajat atau
43
nilai kebenaran dari data yang dihasilkan termasuk proses
analisis data tersebut dari penelitian yang dilakukan.
Pada penelitian ini kreadibilitas dicapai dengan melakukan
validitasi kembali hasil wawancara kepada informan. Peneliti
memperlibatkan data dan interpretasi peneliti yang telah ditulis
dalam bentuk transkip wawancara dan catatan lapangan untuk
dilihat dan dibaca informan apakah ada diantara ungkapan dan
pernyataan tidak sesuai dengan maksud informan. Informan juga
diberi kesempatan untuk memberi gambaran yang sebenarnya
dirasakan oleh informan. Peneliti juga berkonsultasi dengan
pembimbing dan penguji terkait dengah hasil pengumpulan data
yang diperoleh. Prinsip ini untuk mengetahui apakah kebenaran
hasil penelitian kualitatif dapat dipercaya dalam
mengungkapkan kenyataan sesungguhnya antara konsep peneliti
dan konsep informan.
2. Transferability (Keteralihan Data)
Seberapa mampu suatu hasil penelitian kualitatif dapat
diaplikasikan dan dialihkan pada keadaan atau konteks lain atau
kelompok atau partisipan lainnya merupakan pertanyaan untuk
menilai kualitas tingkat keteralihan atau transferabilitas.
Penulis melibatkan pembimbing dalam penulisan dan
pelaporan hasil agar mudah dipahami oleh pembaca, selain itu
peneliti membuat uraian yang teliti dan secermat mungkin
44
sehingga menghasilkan diskripsi yang padat dan dapat
digunakan pada setting lain dengan konsep dan karakteristik
konsep yang sama.
3. Dependability (Ketergantungan)
Pertanyaan dasar untuk memperoleh nilai dependabilitas
atau reliabilitas dari studi kualitatif adalah bagaimana studi
yang sama dapat diulang atau direplikasi pada saat saat yang
berbeda dengan menggunakan metode yang sama, partisipan
yang sama, dan dalam konteks yang sama.
Peneliti sebagai instrumen kunci dapat membuat kesalahan
dalam menginterpretasikan data sehingga timbul ketidak
percayaan pada peneliti. Agar penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, peneliti melibatkan
seseorang yang berkompeten dibidangnya yaitu selalu
melibatkan pembimbing dan penguji selama penelitian, analisa
data dan penulisan hasil penelitian untuk menjaga dependabilitas
hasil penelitian (Afiyanti, 2014).
4. Confirmability
Konfirmabilitas yaitu kesediaaan peneliti untuk
mengungkap secara terbuka proses dan elemen-elemen
penelitiannya. Konfirmabilitas akan diperoleh peneliti ketika
terdapat hubungan data yang dihasilkan dengan sumbernya
akurat, yaitu pembaca dapat menentukan bahwa kesimpulan dan
45
penafsiran dituliskan peneliti muncul secara langsung dari
sumber-sumber data tersebut.
3.7 Etika Penelitian
1. Informed consent (lembar persetujuan)
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan informan
dengan memberikan lembar persetujuan menjadi informan.
Tujuannya agar informan mengetahui maksud dan tujuan
peneliti serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data.
Jika informan setuju, maka diminta untuk menandatangani
lembar persetujuan.
2. Anonimity (tanpa nama)
Merupakan masalah etika dengan tidak memberikan nama
informan pada alat bantu penelitian, cukup dengan kode yang
hanya dimengerti oleh peneliti.
3. Confidentially (kerahasiaan)
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan
informasi yang diberikanoleh informan. Peneliti hanya
melaporkan kelompok data tertentu saja.
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di RSUD Soehadi Prijonegoro Sragen. RSUD DR.
Soehadi Prijonegoro Kab. Sragen merupakan Rumah Sakit Negeri yang
berlokasi di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah yang didirikan pada tahun 1958
dengan klasifikasi type D tetapi pada saat ini telah menjadi rumah sakit type B.
RSUD DR. Soehadi Prijonegoro Sragen menjadi rumah sakit pilihan dan
telah memiliki pasien dari berbagai daerah di sekitar Kabupaten Sragen seperti
Kabupaten Ngawi Jawa Timur, Grobogan, Karanganyar dan masyarakat Sragen
sendiri pada umumnya. RSUD DR. Soehadi Prijonegoro Sragen selain
memberikan pelayanan pasien secara individu juga melayani pasien karyawan
perusahaan dan klien perusahaan asuransi. Guna memenuhi kebutuhan dan
harapan pasien, RSUD DR. Soehadi Projonegoro Sragen (RSSP Sragen) terus
mengembangkan Pusat Layanan Unggulan/Center of Excellent dan Diagnostic
Center yang lengkap dengan peralatan kedokteran terkini guna mendukung
diagnosa penyakit secara paripurna dan akurat.
Bab ini peneliti menyajikan mengenai hasil penelitian mengenai
pengetahuan perawat tentang Bantuan Hidup Dasar pada pasien kegawatan
kecelakaan lalu lintas di RSUD DR. Soehadi Prijonegoro Sragen. Hasil penelitian
diuraikan menjadi dua bagian, bagian yang pertama menjelaskan karakteristik
partisipan yang terlibat dalam penelitian secara singkat, bagian kedua
menguraikan hasil tentang pengetahuan perawat tentang Bantuan Hidup Dasar
pada pasien kegawatan kecelakaan lalu lintas.
46
47
4.1. Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini berjumlah 4 adalah perawat di RSUD
DR. Soehadi Prijonegoro Sragen. Adapun karakteristik informan antara lain
adalah sebgai berikut :
4.1.1. Informan 1
Informan pertama adalah perempuan yang bernama Ny. H yang
berusia 35 tahun. Tingkat pendidikan DIII Keperawatan. Agama Islam.
Pengalaman kerja di IGD selama 4 tahun. Alamat di Sragen dan
pelatihan yang pernah diikuti adalah BTCLS.
4.1.2. Informan 2
Informan kedua adalah perempuan yang bernama Ny. P dengan
usia 36 tahun. Tingkat pendidikan DIII Keperawatan. Agama Islam.
Pengalaman kerja di IGD selama 12 tahun. Alamat di Banaran 21
Jenggrik Kedawung Sragen. Pelatihan yang pernah diikuti adalah
PPGD dan BTCLS.
4.1.3. Informan 3
Informan ketiga adalah laki-laki yang bernama Tn M. dengan usia
40 tahun. Tingkat pendidikan S1 Keperawatan. Agama Islam.
Pengalaman kerja di IGD selama 3 tahun. Alamat di Padas Glonggong
Gemolong Sragen. Pelatihan yang pernah diikuti adalah BTCLS.
4.1.3. Informan 4
Informan keempat adalah laki-laki yang bernama Tn A. dengan
usia 34 tahun. Tingkat pendidikan DIII Keperawatan. Agama Islam.
48
Pengalaman kerja di IGD selama 7 tahun. Alamat di Padas Glonggong
Gemolong Sragen. Pelatihan yang pernah diikuti adalah BTCLS.
4.2. Hasil Penelitian
Peneliti telah mengidentifikasi 7 tema yang sesuai dengan tujuan
dalam penelitian ini yaitu : 1) definisi bantuan hidup dasar, 2) tujuan bantuan
hidup dasar, 3) Tindakan perawat untuk mengontrol jalan nafas pasien, 4)
Tindakan perawat dalam pemberian bantuan pernafasan, 5) Tindakan perawat
dalam menghentikan perdarahan, 6) Tindakan perawat dalam merangsang
kesadaran pasien dan 7) Tindakan perawat dalam pemeriksaan kondisi pasien
4.2.1. Definisi tentang Bantuan Hidup Dasar
Perawat merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan
khususnya dalam pemberian bantuan hidup dasar pada pasien
kecelakaan. Dalam tema definisi bantuan hidup dasar dihasilkan 2
kategori yaitu : 1) bantuan pada pasien dan 2) bantuan tanpa alat
4.2.1.1. Bantuan pada pasien
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...bantuan yang diberikan pada seseorang atau
pasien/korban...” (I.1)
“...pertolongan kepada pasien...” (I.2)
“...bantuan yang kita berikan kepada pasien yang sangat-
sangat dibutuhkan...” (I.4)
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkan bahwa
pengetahuan bantuan hidup dasar pada intinya adalah bantuan
pada pasien yang mengalami kecelakaan.
49
4.2.1.2. Bantuan tanpa alat
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...memberikan bantuan yang tanpa alat...”(I.3)
Hasil analisis dari satu informan menghasilkan bahwa
bantuan hidup dasar adalah pemberian bantuan pada pasien
tanpa alat yaitu dimana pada saat di lapangan dan tidak ada alat
bantu maka perawat tetap harus berupaya untuk memberikan
bantuan hidup dasar pada pasien kecelakaan.
4.2.2. Tujuan Pemberian Bantuan Hidup Dasar
Tujuan Bantuan Hidup Dasar bagi perawat adalah memberikan
bantuan dengan cepat mempertahankan kehidupan pasien. Dalam tema
tujuan bantuan hidup dasar dihasilkan 2 kategori yaitu : 1)
mengoptimalkan kerja jantung dan 2) membantu kelanjutan hidup
pasien.
4.2.1.1. Mengoptimalkan kerja jantung
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...pengoptimalan jantung untuk bisa bekerja kembali...” (I.1)
“...pengoptimalan kerja jantung pasien...” (I.4)
Hasil analisis dari dua informan menghasilkan bahwa
tujuan pemberian bantuan hidup dasar bagi pasien kecelakaan
adalah untuk mengoptimalkan kerja jantung kembali.
4.2.1.2. Membantu kelanjutan hidup pasien
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...agar dapat melanjutkan hidup pasien (I.4)
50
Hasil analisis dari satu informan menghasilkan bahwa
tujuan pemberian bantuan hidup dasar adalah berupaya untuk
membantu kelanjutan hidup pasien yang mengalami kecelakaan.
4.2.3. Tindakan perawat untuk mengontrol jalan nafas pasien
Dalam tema tindakan perawat untuk mengontrol jalan nafas
pasien terdapat kategori yaitu : 1) membuka mulut pasien, 2)
melihat/inspeksi adanya sumbatan, 2) melakukan hisap cairan dan 4)
bersihkan jalan nafas.
4.2.3.1. Membuka mulut pasien
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...itu lho mulutnya dibuka pakai dua jari..“(I.1).
“...untuk pasien kecelakaan cidera kepala berat, kita lihat
dulu, kita buka mulutnya...” (I.2.)
“...kita buka mulutnya ada sumbatan darah atau tidak...” (I.4)
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkan bahwa
pada tahap airway adalah membuka mulut pasien kegawatan
kecelakaan lalu lintas.
4.2.3.2. Melihat/inspeksi adanya sumbatan
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...kita lihat/inspeksi dulu ada gangguan gak di airways itu
mungkin ada sumbatan di mulut atau hidung...” (I.1).
“...untuk pasien kecelakaan cidera kepala berat, kita lihat
dulu, kita buka mulutnya ada muntahan atau sumbatan
darah...” (I.2).
51
“...Pada tahap airway pasien kecelakaan kita lihat dulu, kita
buka mulutnya ada sumbatan darah atau tidak...” (I.4)
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkan bahwa
pada tahap airway juga dilakukan kegiatan pengkajian atau
penatalaksanaan untuk melihat adanya muntahan atau
sumbatan darah pada pasien kegawatan kecelakaan lalu lintas
4.2.3.3. Melakukan hisap cairan
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...karena jika pasien kejang, maka kita pakai suction...” (I.1).
“...mulutnya kita buka kita suction...” (I.2).
“...Atur posisi dulu...kalau ada cairan yang mengganggu jalan
napas kita lakukan suction...” (I.3).
“...adanya cairan darah yang masuk ke rongga pernafasan itu
kita bersihkan dulu, dengan cara di suction...” (I.4)
Hasil analisis dari empat informan menghasilkan bahwa
pada tahap airway juga dilakukan kegiatan suction yaitu
tindakan pengisapan yang dilakukan untuk mempertahankan
jalan napas, sehingga memungkinkan terjadinya proses
pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret
dari jalan nafas, pada pasien kegawatan kecelakaan yang tidak
mampu mengeluarkannya sendiri.
4.2.3.4 Bersihkan jalan nafas
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“..isinya dikeluarkan pakai jari, kemudian kita suction,
kemudian membersihkan jalan napas...” (I.1)
52
“...Pada tahap airway itu bersihkan jalan nafas...” (I.2)
“...kalau ada cairan atau yang mengganggu maka kita
bersihkan jalan nafas...” (I.3)
“...Iya, kalau di IGD ya hanya pembersihan jalan nafas
saja...” (I.4)
Hasil analisis dari empat informan menghasilkan bahwa
pada tahap airway adalah bersihkan jalan nafas pasien.
4.2.4. Tindakan perawat dalam pemberian bantuan pernafasan
Pengetahuan perawat pada tema tindakan perawat dalam
pemberian bantuan pernafasan dihasilkan 4 kategori yaitu : 1)
dengarkan suara nafas 2) melihat pengembangan dada, 3) menghitung
respiration rate dan 4) diberikan oksigen
4.2.4.1. Dengarkan suara nafas
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...dengar...jadi kita di rumah sakit kita tidak tahu riwayat
penyakitnya apa, maka minimal kita pakai masker lalu kita
dekatkan pipi kita ke hidung...” (I.1).
“...didengarkan apakah ada stridor atau enggak...” (I.4)
Hasil analisis dari dua informan menghasilkan bahwa
pada tahap breathing adalah mendengarkan suara nafas
tambahan yang dihasilkan dari suatu kondisi abnormal.
4.2.4.2. Melihat pengembangan dada
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...kita lihat pengembangan perut sama dadanya maka sambil
dilihat ada pengembangan dada ndak ada nafas yang keluar
ndak...” (I.1).
53
“...yang kita lihat ya itu pengembangan dadanya...” (I.2).
“...itu biasanya yang kita lihat reaksi otot atau pengembangan
dadanya, ambekkan apa enggak, simetris apa enggak...” (I.3)
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkan bahwa
pada tahap breathing adalah melihat pengembangan dada
pasien untuk mengetahui apabila pernapasan pasien
kecelakaan optimal dengan melihat pengembangan dadanya
bernafas atau tidak dan simetris atau tidak.
4.2.4.3. Menghitung RR
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...itu kita hitung RR...” (I.2).
“...Kalau untuk inspeksi saat kita melihat pasien dengan
gangguan pernafasan atau breathing lalu dihitung RRnya...”
(I.4)
Hasil analisis dari dua informan menghasilkan bahwa pada
tahap breathing adalah menghitung respiration rate (RR).
Pelaksanaan perhitungan RR yaitu menghitung jumlah
pernafasan dalam satu menit.
4.2.4.4. Berikan oksigen
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...Ya tetep pemberian oksigen...” (I.3)
“...nah pada tahap breathing tetap menggunakan oksigen...”
(I.4)
Hasil analisis dari dua informan menghasilkan bahwa
pada tahap breathing adalah memberikan oksigen pada pasien.
54
4.2.5. Tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan
Tahap circulation dihasilkan tema tindakan perawat dalam
menghentikan perdarahan. Dalam tema tindakan perawat dalam
menghentikan perdarahan dihasilkan 4 kategori yaitu : 1) cek detak
jantung, 2) kolaborasi pemberian obat-obatan, 3) menghentikan
perdarahan dan 4) mengatur posisi pasien.
4.2.5.1. Cek detak jantung
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...Kalo untuk sirkulasi dan bleeding maka dicek dulu ada detak
jantungnya ndak...” (I.1)
Hasil analisis dari satu informan menghasilkan bahwa pada
tahap circulation adalah melakukan cek detak jantung.
4.2.5.2. Kolaborasi pemberian obat-obatan
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“terus kita kasih obat-obatan...” (I.2).
“...kalo ada perdarahan yang dalam dengan advis dokter kita
berikan obat-obatan untuk menghentikan perdarahan...”(I.3).
Hasil analisis dari dua informan menghasilkan bahwa
pada tahap circulation adalah memberikan obat-obatan pada
pasien untuk membantu menghentikan perdarahan.
4.2.3.2. Menghentikan Perdarahan
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...untuk penghentian perdarahan, misalnya kita beri cairan
infus...” (P.2)
“...Sirkulasi kaitannya dengan menghentikan perdarahan, kalau
ada perdarahan yang terbuka kita hentikan...” (I.3)
55
“...kalau banyak harus kita hentikan perdarahannya...” (I.4)
Hasil analisis dari tiga informan menghasilkan bahwa pada
tahap circulation adalah melakukan penghentian perdarahan
dengan menggunakan infus dan bila terjadi perdarahan yang
banyak dan terbuka harus dihentikan.
4.2.5.4. Mengatur posisi pasien
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...kasus pada pasien kecelakaan, itu pasien posisi ....., dan
pasien muntah kita miringkan pasien, biar nggak kesedak...”
(I.2).
Hasil analisis dari satu informan menghasilkan bahwa
pada tahap circulation adalah menempatkan posisi kecelakaan
dengan benar dalam hal ini adalah pasien diposisikan terlentang
sedangkan apabila pasien muntah, maka posisi pasien adalah
dimiringkan.
4.2.6. Tindakan perawat dalam merangsang kesadaran pasien
Tahap disability yang dilakukan oleh perawat dalam pemberian
bantuan hidup dasar pada pasien kecelakaan dengan merangsang
kesadaran pasien. Dalam tema merangsang kesadaran pasien dihasilkan
2 kategori yaitu : mengkaji GCS
4.2.6.1. Mengkaji GCS (Glasgow Coma Scale)
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
56
“...mirip-mirip kita mengkaji GCS nya..jadi kita panggil
dulu..kalo tau namanya ya dipanggil namanya kalo tidak ya
dipanggil pak pak ..buk buk sambil ditepuk tepuk...” (I.1).
“...yang kita lihat GCS nya...” (I.2)
“...pada tahap dissability itu yang kita lihat GCS, jadi tingkat
kesadaran pasien...” (I.3)
“...Dengan cara kita lihat GCS nya...” (P.4)
Hasil analisis dari empat informan menghasilkan bahwa
pada tahap disability adalah mengkaji GCS (Glasgow Coma
Scale) yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas.
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...penurunan kesadaran itu biasanya kita rangsang pupil
rangsang cahaya di pupilnya..kalo pasien penurunan kesadaran
kalo pura pura gak sadar dikasih cahaya maka pupilnya
mengecil..kalo bener-bener tidak sadar maka dengan rangsang
cahaya gak ada respon...” (I.1).
“...diupayakan untuk dirangsang pupilnya dengan cahaya...”
(I.4)
Hasil analisis dari dua informan menghasilkan bahwa
pada tahap disabilty adalah melakukan rangsang pupil. Penilaian
ukuran pupil dan responnya terhadap rangsangan cahaya
merupakan pemeriksaan pada pasien penurunan keadaan akibat
kecelakaan lalu lintas.
57
4.2.7. Tindakan perawat dalam mengontrol kondisi tubuh pasien
Tahap exposure atau environment perawat melakukan tindakan
dalam pemberian bantuan hidup dasar pada pasien dengan mengontrol
kondisi tubuh pasien untuk melihat jelas jejas atau tanda-tanda
kegawatan yang mungkin tidak terlihat dengan menjaga supaya tidak
terjadi hipotermi.
Dalam tema tindakan perawat dalam pemeriksaan kondisi pasien
dihasilkan 3 kategori yaitu : 1) kaji kondisi fisik pasien, 2) menjaga
suhu tubuh pasien dan 3) melakukan inspeksi posterior tubuh
4.2.7.1. Melakukan pemeriksaan kondisi fisik pasien
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...kita mengkaji seluruh keadaan pasien/korban jadi sebisa
mungkin kita bisa melihat dengan cepat karena kondisinya
gawat darurat kalo bisa kita lepas semua...“ (I.1.).
“...kita lihat dari kepala dulu, ada hematom nya ndak, ada
robekannya ndak nah terus turun kebawah biasanya
keperdarahan telinga, mulut atau hidung ndak, trauma thorak
dada ndak, kondisi pasien...” (I.2)
“...dilakukan semua pemeriksaan pasien di periksa lagi
semuanya dari atas sampe bawah....” (I.3).
“...kita mengkaji kondisi pasien/korban jadi secara umum,
kalau kondisinya gawat maka kita lepas semua pakainnya, kita
juga lihat ada traumanya atau tidak...” (I.4)
Hasil analisis dari empat informan menghasilkan bahwa
pada tahap exposure adalah melakukan pemeriksaan kondisi
fisik pasien untuk memastikan kondisi pasien. Pemeriksaan
kondisi fisik dilakukan dengan cara melepas semua pakaian,
58
dilihat dari kepala sampai kaki, dilihat ada perdarahan,
hematom, robekan atau tidak secara cepat.
4.2.7.2. Menjaga suhu tubuh pasien
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...berarti kita mempertahankan agar tidak bertambah buruk
keadaan pasien...misalnya menjaga suhu tubuhnya, diselimuti,
kalo kepanasan kita buka pakaiannya...” (I.1).
“...kita jaga suhu tubuhnya...” (I.4)
Hasil analisis dari dua informan menghasilkan bahwa pada
tahap expose dan environment adalah menjaga suhu tubuh
pasien hal ini karena bahwa setelah pakaian dibuka, penting agar
penderita tidak kedinginan sehingga harus dipakaikan selimut
hangat, ruangan yang cukup hangat sehingga suhu tubuh
penderita terjaga.
4.2.7.2. Melakukan inspeksi posterior tubuh
Hal ini ditemukan pada ungkapan informan sebagai berikut :
“...apakah ada jejas, bila perlu kita miringkan juga untuk
melihat jejas dibagian belakang...” (I.3).
Hasil analisis dari satu informan menghasilkan bahwa
pada tahap expose dan environment adalah memperhatikan
bagian posterior tubuh dengan cara memiringkan untuk
mengetahui adanya trauma pada posterior tubuh.
59
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Definisi Bantuan Hidup Dasar
Hasil penelitian mengenai definisi bantuan hidup dasar pada pasien
yang mengalami kecelakaan lalu lintas diperoleh kategori yaitu bantuan yang
diberikan pada pasien dan bantuan tanpa alat. Hal tersebut sesuai dengan
penyataan dari Goiten (2008) tentang definisi dari Bantuan hidup dasar
(BHD) adalah usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada
saat pederita mengalami keadaan yang mengancam nyawa. Bantuan Hidup
Dasar (BHD) merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang
bertujuan untuk mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi
(Frame, 2003). Alkatiri (2007) menyatakan bahwa bantuan hidup dasar
adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan nafas, membantu
pernafasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat
bantu.
Perawat harus memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang BHD
(Bantuan Hidup Dasar) dalam melakukan pertolongan pertama pada pasien
kecelakaan lalu lintas.
5.2. Tujuan Bantuan Hidup Dasar
Hasil penelitian tentang tujuan Bantuan Hidup Dasar bagi perawat
dalam menangani pasien kecelakaan adalah memberikan bantuan dengan
59
60
cepat mempertahankan kehidupan pasien dengan 2 kategori yaitu
mengoptimalkan kerja jantung dan membantu kelanjutan hidup pasien.
Tujuan bantuan hidup dasar untuk mengoptimalkan kerja jantung
sesuai dengan pernyataan dari Latief (2009) bahwa tujuan bantuan hidup
dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti
otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru
dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara
normal. Hutapea (2012) menyatakan bahwa tujuan Bantuan hidup dasar
terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu mempertahankan
hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah
bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan
bantuan penafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat
yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga
untuk mencegah matinya sel otak.
5.3. Tindakan perawat untuk mengontrol jalan nafas pasien
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tahap airway diperoleh
tema tindakan perawat untuk mengontrol jalan nafas pasien dengan kategori
adalah membuka mulut pasien, melihat/inspeksi adanya sumbatan,
melakukan hisap cairan dan bersihkan jalan nafas.
Hasil penelitian tersebut mendukung penelitian dari Hutapea (2012)
bahwa pada tahap airway adalah membuka jalan napas. Tindakan tersebut
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda
asing. Sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau
61
jari tentah yang dilapisi sepasang kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras
dapat dikeluarkan dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkkan,
dimana pasien harus dibuka mulutnya terlebih dahulu.
Fathoni (2014) menyatkan bahwa dalam tahap airway, pada orang yang
tidak sadar, tindakan pembukaan jalan nafas harus dilakukan. Pada tahap
airway juga harus melihat adanya sumbatan benda asing, dan jika terdapat
benda asing maka harus dikeluarkan dengan usapan jari. Bila terdapat
sumbatan jalan napas karena benda cair yang ditandai dengan terdengar suara
tambahan berupa “gargling”, maka harus dilakukan pengisapan (suctioning).
5.4. Tindakan perawat dalam pemberian bantuan pernafasan
Hasil penelitian pengetahuan perawat pada tahap breathing diperoleh
tema tindakan perawat dalam pemberian bantuan pernafasan dengan empat
kategori yaitu mendengarkan suara nafas, melihat pengembangan dada,
menghitung respiration rate dan diberikan oksigen.
Hasil penelitian ini mendukung pernyataan dari Kartikawati (2011)
bahwa munculnya masalah pernapasan pada pasien terjadi karena kegagalan
pertukaran udara, perfusi, atau sebagai akibat dari kondisi serius pada status
neurologis pasien. Untuk menilai pernapasan, maka dilakukan perhitungan
respiration rate dan catat kecepatan, kedalaman, serta usaha melakukannya,
hal yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan dada untuk mengetahui
penggunaan otot bantu pernapasan dan gerakan naik turunnya dinding dada
62
secara simetris saat respirasi dan juga lakukan auskultasi suara pernapasan
bila didapatkan adanya kondisi serius dari pasien.
Tindakan perawat dalam pemberian bantuan pernafasan diperoleh
kategori bahwa pasien diberikan oksigen. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dari Kusnanto (2004) bahwa tindakan yang dilakukan pada tahap breathing
adalah pemberian oksigen.
5.5. Tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan
Hasil penelitian dalam tahap circulation dan bleeding dihasilkan tema
tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan dengan kategori cek detak
jantung, kolaborasi pemberian obat-obatan, menghentikan perdarahan dan
mengatur posisi pasien.
Tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan dimulai dengan
cek detak jantung. Hasil ini sesuai dengan pernyataan dari Frame (2003)
bahwa pada tahap circulation dan bleeding maka penolong dapat memulai
bantuan sirkulasi dengan cara meraba denyut nadi karotis korban,
Tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan adalah melakukan
kolaborasi pemberian obat-obatan. Hasil ini sesuai dengan pernyataan dari
Frame (2003) bahwa pada tahap circulation adalah penolong meminta
bantuan dari tim medis atau tim ahli untuk memberikan obat-obatan dalam
rangka menghentikan perdarahan pasien.
Tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan adalah dengan
melakukan penghentian perdarahan. Hasil penelitian ini sesuai dengan
63
pernyataan dari Frame (2003) bahwa penanganan perdarahan dilakukan
dengan cara menekan perdarahan secara langsung atau menekan daerah
sekitar perdarahan dan mengangkat bagian tubuh yang mengalami perdarahan
agar lebih tinggi dari bagian tubuh yang lain, karena jika perdarahan tidak
segera dihentikan atau ditangani maka sirkulasi korban akan menurun secara
dramatis dan potensial kematian korban akan meningkat.
Tindakan perawat dalam menghentikan perdarahan adalah mengatur
posisi pasien. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Frame (2003) bahwa
penolong harus memberikan posisi pemulihan setelah tahap airway dan
breathing dan circulation dilakukan dan korban menunjukkan tanda-tanda
perbaikan. Posisi pemulihan dilakukan dengan cara memposisikan korban
dalam posisi lateral atau yang biasa disebut dengan posisi miring.
5.6. Tindakan perawat dalam merangsang kesadaran pasien
Hasil penelitian pada tahap disability yang dilakukan oleh perawat
dalam pemberian bantuan hidup dasar pada pasien kecelakaan diperoleh
tema tindakan perawat dalam merangsang kesadaran pasien dengan kategori
mengkaji GCS.
Tindakan perawat untuk mengkaji GCS sesuai dengan pernyataan dari
Darwis (2005) bahwa GCS adalah sistem skoring yang sederhana dan dapat
meramal outcome dari penderita yang berfungsi untuk mengukur derajat
keparahan berdasarkan tingkat kesadaran cedera otak sedangkan merangsang
pupil pada pasien berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya perubahan pada
64
pupil. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan dari Kartikawati (2011) bahwa
tahap disability adalah untuk melihat tingkat kesadaran pasien.
5.7. Tindakan perawat dalam mengontrol kondisi tubuh pasien
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahap exposure atau
environment perawat melakukan tindakan dalam pemberian bantuan hidup
dasar pada pasien dengan mengontrol kondisi tubuh pasien dengan
beberapa kategori yaitu mengkaji kondisi fisik pasien, menjaga suhu tubuh
pasien dan melakukan inspeksi posterior tubuh.
Hasil penelitian pada pemeriksaan seluruh penderita diperoleh
kategori mengkaji kondisi fisik pasien, hal ini sesuai dengan pernyataan dari
Kartikawati (2011) bahwa pada tahap expose maka kegiatan yang perlu
dilakukan oleh perawat adalah lepas semua pakaian secara cepat untuk
memeriksa cedera, perdarahan, atau keanehan lainnya, memperhatikan
kondisi pasien secara umum, catat kondisi tubuh, atau adanya bau zat kimia
seperti alkohol, bahan bakar, atau urine
Hasil penelitian pada pemeriksaan seluruh penderita diperoleh
kategori menjaga suhu tubuh pasien, hal ini sesuai dengan pernyataan dari
Kartikawati (2011) bahwa pada tahap environment control maka perawat
harus melindungi pasien dari hipotermia. Hipotermia penting karena ada
kaitannya dengan vasokontriksi pembuluh darah dan koagulopati.
Pertahankan atau kembalikan suhu normal tubuh dengan mengeringkan
pasien dan gunakan lampu pemanas, selimut, pelindung kepala, sistem
penghangat udara, dan berikan cairan hangat.
65
Hasil penelitian pada pemeriksaan seluruh penderita diperoleh
kategori melakukan inspeksi posterior tubuh. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Frame (2003) bahwa pada tahap expose maka perawat
membuka pakaian yang dikenakan korban untuk mengetahui apakah ada
jejas, luka ataupun trauma yang dialami korban. Pelepasan pakaian korban
bukan semata-mata untuk melihat apakah ada trauma, tetapi juga untuk
menghindarkan pasien dari hipotermi.
66
BAB VI
PENUTUP
6.1.Kesimpulan
Hasil dari penelitian ini didapatkan 7 tema yaitu : pengetahuan tentang
definisi BHD, tujuan BHD, tindakan kontrol jalan nafas, pemberian bantuan
pernafasan, menghentikan perdarahan, merangsang kesadaran, mengontrol
kondisi tubuh pasien.
Tujuan Bantuan Hidup Dasar adalah memberikan bantuan dengan cepat
mempertahankan kehidupan pasien dengan kategori mengoptimalkan kerja
jantung dan membantu kelanjutan hidup pasien.
Pada tahap airway diperoleh tema tindakan perawat untuk mengontrol
jalan nafas pasien dengan kategori adalah membuka mulut pasien,
melihat/inspeksi adanya sumbatan, melakukan hisap cairan dan bersihkan
jalan nafas. Pada tahap breathing diperoleh tema tindakan perawat dalam
pemberian bantuan pernafasan dengan empat kategori yaitu mendengarkan
suara nafas, melihat pengembangan dada, menghitung respiration rate dan
diberikan oksigen.
Pada tahap circulation dan bleeding dihasilkan tema tindakan perawat
dalam menghentikan perdarahan dengan kategori cek detak jantung,
kolaborasi pemberian obat-obatan, menghentikan perdarahan dan mengatur
posisi pasien. Tahap disability yang dilakukan oleh perawat dalam pemberian
bantuan hidup dasar pada pasien kecelakaan diperoleh tema tindakan
perawat dalam merangsang kesadaran pasien dengan kategori mengkaji GCS
66
67
dan merangsang pupil. Tahap exposure atau environment perawat melakukan
tindakan dalam pemberian bantuan hidup dasar pada pasien dengan
melakukan pemeriksaan pada seluruh tubuh penderita dengan beberapa
kategori yaitu mengkaji kondisi fisik pasien, menjaga suhu tubuh pasien dan
melakukan inspeksi posterior tubuh.
6.2.Saran
Saran yang dapat diberikan antara lain adalah sebagai berikut :
6.2.1. Bagi Rumah Sakit
Rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan pelatihan
kegawatdaruratan kepada perawat rumah sakit guna meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat.
6.2.2. Bagi Perawat
Perawat hendaknya menambah pengetahuan dengan mengikuti
pelatihan kegawatdaruratan dan menerapkan dalam praktek di lapangan
dengan benar sesuai dengan teori saat melakukan Bantuan Hidup Dasar
(BHD) pada pasien kegawatan.
6.2.3. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti tentang
penanganan kegawatdaruratan khususnya Bantuan Hidup Dasar di rumah
sakit.
6.2.4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya hendaknya melakukan penelitian ini dengan
metode penelitian yang berbeda dengan menggunakan kuantitatif untuk
68
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perawat tentang BHD terhadap
tindakan BHD yang dilakukan oleh perawat di IGD pada pasien dengan
kecelakaan lalu lintas.
DAFTAR PUSTAKA
Alkatiri, JBS. (2007). Resusitasi Jantung Paru. Dalam: Sudoyo, Aru S., dkk.
(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta:Rineka Cipta
Brunner & Suddarth. (1996). Textbook of medical surgical nursing. (8th ed).
(dr. H.Y. Kuncara et al.penerjemah). philadelphia: Lippincot.
Darwis, Y, dkk. (2005). Pedoman Pemeriksaan Laboratorium untuk Penyakit
Diabetes Melitius. Jakarta : Departemen Kesehatan.
Dephub RI. (2012). 72 persen kecelakaan jalan raya melibatkan sepeda motor.
Juni 21, 2012. http://www.dephub.go.id/read/berita/direktorat-jenderal-
perhubungan-darat/13119
Fathoni, AN. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Basic Life
Support (BLS) dengan Perilaku Perawat dalam Pelaksanaan Primary
Survey di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.
Skripsi. Program Studi S-1 Keperawatan. Surakarta : STIKES Kusuma
Husada.
Erfandi, F & Makhfudli. (2009), Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktek dalam Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta
Frame, Scottn B. (2003). PHTLS: basic and advanced prehospital trauma life
support. (5th ed). Missouri; Mosby.
Hardisman. (2014). Gawat Darurat Medik Praktis. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Hasyim, M. J, Prasetyo. A, Ghofar. (2014). Buku Pedoman Keperawatan.
Yogyakarta: Indoliterasi.
Hazinski, M. F &Field, J. M . (2011). American Heart Association and American.
122. 642. Red Cross Guidelines for First Aid
Hutapea, EL. (2012). Gambaran Tingkat Pengetahuan Polisi Lalu Lintas Tentang
Bantuan Hidup Dasar di Kota Depok. Skripsi. Jakarta : Fakultas
Keperawatan Universitas Indonesia.
Itha. (2008). Kinerja pelayanan perawat UGD dalam Menghadapi pasien gawat
Darurat. http://eprints.undip.ac.id. Diakses pada tanggal 22 bulan
November tahun 2012.
Kartikawati, D. (2011). Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat.
Jakarta: Salemba Medika.
Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi Dan Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta: EGC.
Latief, SA. (2009). Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Magfuri, A. (2014). Buku Saku Keterampilan Dasar P3K & Kegawatan di
Rumah. Jakarta: TIM.
Musliha, (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medikal.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan prilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Rudi. (2007). Efektivitas Dari Proses Perancangan Buku Panduan Mengenali
Dan Mengatasi Kondisi Lalu Lintas Di Jalan Raya.
http://digilib.its.ac.id. Diakses pada tanggal 24 bulan November tahun
2012.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sunyoto.(2010). Presentasi Case Study, Simulasi. Maret 29, 2012.
http://fkm.unsri.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=
44:presentasicase-study-simulasi&catid=8:informasi
Sutopo, HB (2006), Metodologi Penelitian Kualitatif (Dasar Teori dan
Terapannya dalam Penelitian), UNS Press, Surakarta.
Wawan, A & Dewi, M. (2011). Teori & Pengukuran pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia, Nuha Medika, Yogyakarta.
WHO. (2011). Mortality, road traffic deaths. Maret 29, 2012.
http://apps.who.int/ghodata/?vid=5120
Widyawati, S.N. (2012). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka
Raya.