pengetahuan dengan intellectual capital …eprints.undip.ac.id/26926/1/jurnal_netty_putri_r.pdf ·...

31
1 KORELASI BUDAYA ORGANISASI DAN KETIDAKPASTIAN PENGETAHUAN DENGAN INTELLECTUAL CAPITAL (STUDI PADA PT TELKOM TBK) Netty Putri Rosaelina Andri Prastiwi, SE, M.Si, Akt. UNIVERSITAS DIPONEGORO ABSTRACT The study of Intellectual Capital (IC) continues to interest Company to get the benefits of asset which generally not recorded on the balance sheet. Even though there are many studies about IC there is a few study that can identified the cultural organizational characteristic which support the development of IC and its elements (Human Capital, Structural Capital, Customer Capital). Therefore this study analyzed the relationships among the organizational cultural, uncertain knowledge, IC and the elements of it. This study used quantitative approach to find the information from the employee of Informatic System Division who represented as IC and experienced of rapid change in knowledge. Pearson Correlation analyze is used this study to get to know the relationships among cultural organizational, uncertain knowledge, IC and its elements. Findings suggest that the uncertainty knowledge associated with IC and its elements composition such as Structural Capital, and Customer Capital. The lower of the uncertainty knowledge will support the development of IC, Structural Capital, and Customer Capital. High power distance only associated with Structural Capital, and it will develop if the power distance is high. Short-term Orientation associated with IC and its elements: Structural Capital, and Customer Capital. IC, Structural Capital, and Customer Capital will develop if the organizations use the long term orientation culture. As for the individualism culture was not related with IC and its elements.

Upload: ngoduong

Post on 09-May-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

KORELASI BUDAYA ORGANISASI DAN KETIDAKPASTIAN

PENGETAHUAN DENGAN INTELLECTUAL CAPITAL

(STUDI PADA PT TELKOM TBK)

Netty Putri Rosaelina

Andri Prastiwi, SE, M.Si, Akt.

UNIVERSITAS DIPONEGORO

ABSTRACT The study of Intellectual Capital (IC) continues to interest Company to get

the benefits of asset which generally not recorded on the balance sheet. Even though there are many studies about IC there is a few study that can identified the cultural organizational characteristic which support the development of IC and its elements (Human Capital, Structural Capital, Customer Capital). Therefore this study analyzed the relationships among the organizational cultural, uncertain knowledge, IC and the elements of it.

This study used quantitative approach to find the information from the employee of Informatic System Division who represented as IC and experienced of rapid change in knowledge. Pearson Correlation analyze is used this study to get to know the relationships among cultural organizational, uncertain knowledge, IC and its elements.

Findings suggest that the uncertainty knowledge associated with IC and its elements composition such as Structural Capital, and Customer Capital. The lower of the uncertainty knowledge will support the development of IC, Structural Capital, and Customer Capital. High power distance only associated with Structural Capital, and it will develop if the power distance is high. Short-term Orientation associated with IC and its elements: Structural Capital, and Customer Capital. IC, Structural Capital, and Customer Capital will develop if the organizations use the long term orientation culture. As for the individualism culture was not related with IC and its elements.

2

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Saat ini minat terhadap Intellectual Capital (IC, selanjutnya akan

menggunakan singkatan ini) semakin tumbuh akibat dari perkembangan teknologi,

informasi, serta ilmu pengetahuan yang merupakan awal dari perspektif new

economy (Petty dan Guthrie, dikutip oleh Holgado 2005). Pada perspektif new

economy tersebut sistem manajemen baru sudah mulai berbasis pengetahuan.

Sehingga modal konvensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan,

dan aset fisik menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis

pengetahuan dan teknologi. Di Indonesia, penelitian mengenai cara pengukuran,

dan pengungkapan IC telah banyak dilakukan seperti penelitian mengenai

pengukuran IC dalam kinerja perbankan oleh Ulum (2009), kemudian penelitian

karakteristik yang mempengaruhi pengungkapan IC oleh Yunanto (2010), dan

penelitian yang banyak digunakan sebagai acuan untuk penelitian IC mengenai

perlakuan, pengukuran, dan pelaporan IC oleh Sawarjuwono (2003).

Sementara itu, walaupun banyak penelitian mengenai pengungkapan, dan

pengukuran mengenai IC, penelitian mengenai pengembangan IC masih sangat

jarang ditemui. Bahkan literatur-literatur tersebut banyak yang gagal meyakinkan

para manajer perusahaan dalam mengembangkan IC, karena belum ditemukan

elemen yang mendukung atau menghambat penekanan terhadap IC (Herremans

dan Isaac, 2007). Perusahaan perlu mengetahui dan mengidentifikasi karakteristik-

karakteristik apa saja yang menghambat atau mendukung penerapan program

pengembangan IC. Sehingga, perusahaan siap dalam menghadapi tantangan era

globalisasi saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

Kesadaran perusahaan saat ini terhadap peran IC di Indonesia, mendorong

perusahaan untuk mengetahui apakah ketidakpastian pengetahuan berhubungan

dengan IC dan memahami budaya apa saja yang menghambat atau mendukung

pengembangan IC. Untuk memecahkan permasalahan tersebut maka pertanyaan

penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ketidakpastian pengetahuan berhubungan

3

dengan IC dan unsur penyusunnya (Modal manusia, Modal struktural, Modal

pelanggan)? 2. Apakah budaya organisasi antara lain: individualisme, jarak

kekuasaan yang tinggi (high power distance), dan orientasi jangka pendek (short

term orientation) berhubungan dengan IC dan unsur penyusunnya?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan tersebut, maka

tujuan penelitian ini adalah yang pertama untuk menguji hubungan ketidakpastian

pengetahuan dengan IC dan unsur penyusunnya. Kedua, untuk menguji hubungan

budaya organisasi antara lain: budaya individualisme, jarak kekuasaan yang tinggi

(high power distance), dan orientasi jangka pendek (short term orientation) dengan

IC. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada perusahaan

yang telah menerapkan bisnis berbasis pengetahuan dalam perencanaan,

pengembangan, pengukuran aset tidak berwujud berupa IC. Sehingga perusahaan

dapat menciptakan lingkungan budaya organisasi serta memperoleh cara mengatasi

permasalahan ketidakpastian pengetahuan untuk mendukung pengembangan IC

yang diharapkan.

II. Tinjauan Pustaka

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Resource Based Theory

Pencapaian keunggulan kompetitif suatu perusahaan dapat dipahami

dengan Resource-based Theory. Barney (1991) mengemukakan bahwa dalam

Resource-based Theory, keunggulan kompetitif terjadi jika sumber daya bersifat

heterogen dan sumberdaya tidak dapat berpindah (dimana pesaing tidak dapat

mengambil sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan saat ini).

Lebih lanjut, Grover et al. dikutip oleh Caldeira dan Ward (2001)

menambahkan konsep inti kompetensi tersebut berhubungan dengan mekanisme

perusahaan dalam mengakumulasikan keterampilannya yang baru agar dapat

mengembangkan kemampuan kinerjanya dibanding dengan pesaingnya.

Sedangkan Campbell dan Luchs, dikutip oleh Caldeira dan Ward (2001)

4

menyatakan bahwa dalam Resource-Based Theory, perusahaan menerima atribut-

atribut yang berhubungan dengan kompetensi sebagai faktor yang mempengaruhi

kesuksesan perusahaan, budaya organisasi, dan pengalaman di masa lampau.

2. 1. 2 Intellectual Capital (IC)

Menurut Stewart (2002) “IC merupakan aset tidak berwujud dalam suatu

perusahaan, tetapi tidak tampak dalam laporan keuangan”. The Society of

Management Accountants of Canada (SMAC) mengartikan IC “Dalam laporan

keuangan, aset pengetahuan adalah semua yang berbasis pengetahuan, dimana

perusahaan yang memiliki aset tersebut akan mendapat manfaat dimasa yang akan

datang (IFAC 1998)”. Sedangkan menurut Sveiby (dikutip oleh Sawarjuwono,

2003) “ Aset yang tidak yampak pada laporan keuangan dapat diklasifikasikan

pada tiga bagian, yaitu: kompetensi individual, struktur internal, dan struktur

eksternal”.

Dari sejumlah definisi yang diberikan oleh para pakar, dapat disimpulkan

IC adalah aktiva tak berwujud yang terdiri dari elemen-elemen seperti modal

manusia, struktur organisasi, dan struktur relasional. Ketiga elemen itulah, yang

kemudian menjadi penciptaan nilai, sehingga perusahaan mampu mempertahankan

daya kompetensinya dengan berbasis teknologi dan inovatif.

Maksud dari kompetensi individual oleh Sveiby (dikutip oleh

Sawarjuwono, 2003) adalah modal manusia, sedangkan struktur internal

dimaksudkan sebagai modal struktural, dan struktur eksternal adalah modal

pelanggan merupakan hubungan dengan pelanggan.

2. 1. 3 Budaya Organisasi

Dalam penelitiannya Hofstede (1980, 1990) menemukan beberapa

perbedaan budaya yang terjadi pada bisnis internasional. Hal tersebut kemudian

mempengaruhi keputusan perusahaan, karena keputusan yang diambil berdasarkan

operasi binis dari asal negara perusahaan tersebut akan menjadi keputusan yang

buruk jika diterapkan pada perusahaan di negara lain.

5

Riset yang dilakukan oleh Hofstede (1980, 1990) di Indonesia

menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tingkat Individualisme yang rendah. Hal

tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia cenderung memiliki budaya

kolektivisme. Dalam berbisnis perusahaan di Indonesia cenderung memiliki sifat

kekeluargaan dan komitmen jangka panjang.

Kemudian hasil riset oleh Hofstede (1980. 1990) yang lain menunjukkan

Indonesia memiliki jarak kekuasaan yang tinggi dimana kondisi sosial yang ada

sangat diatur oleh hukum, peraturan untuk mengendalikan dan menghindari

ketidakpastian. Hal tersebut juga didukung oleh tingkat penghindaran

ketidakpastian yang tinggi, dimana sosial masyarakat Indonesia takut untuk

mengambil risiko dari situasi yang baru. Perpaduan tingkat Jarak Kekuasaan yang

tinggi dengan tingkat Penghindaran Ketidakpastian yang tinggi membuat kondisi

sosial masyarakat yang patuh terhadap peraturan, dan hukum yang ada.

2. 1. 4 Ketidakpastian Pengetahuan

Ketidakpastian pengetahuan merupakan suatu konsep yang sulit dijelaskan.

Ketidakpastian pengetahuan menurut Petersen (2002) merupakan situasi yang sulit

ditentukan, hasilnya tidak dapat diperkirakan, tidak dapat diandalkan dan hanya

memberikan kemungkinan. Ketidakpastian pengetahuan terjadi akibat keterbatasan

pengetahuan dari keseluruhan pengetahuan yang ada.

Penelitian mengenai ketidakpastian pengetahuan juga dilakukan oleh

Brown dan Moberg (dikutip oleh Herremans dan Isaac, 2007). Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa ketidakpastian pengetahuan terjadi saat perusahaan

dihadapkan oleh situasi dimana pengetahuan cepat berubah. Mereka membahas

mengenai empat fitur dari ketidakpastian lingkungan yang berlaku pada tingkat

ketidakpastian pengetahuan. Dari penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan

bahwa ketidakpastian pengetahuan terjadi ketika suatu organisasi dihadapkan

dengan interaksi terhadap pengetahuan yang berbeda dan berubah dengan cepat.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan membutuhkan staf ahli yang

dapat menangani staf ahli yang dapat mengantisipasi dan menangani

ketidakpastian di masa depan.

6

2. 1. 5 Budaya Organisasi dengan IC

Hubungan mengenai budaya dalam organisasi dengan IC telah banyak

diteliti. Holgado dan Canizares (2006) menyatakan bahwa aset tidak berwujud

bergantung pada variabel budaya. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Guzmán,

et al. (2007) yang menunjukkan bahwa budaya merupakan komponen inti dari IC.

Penelitian budaya yang telah diakui di dalam literatur bisnis internasional

adalah penelitian oleh Hofstede (1980, 1991). Karena kemungkinan budaya yang

berlaku dalam suatu negara juga berlaku dalam suatu organisasi tersebut yang

diduga berpengaruh terhadap pengembangan IC. Berikut, tiga dimensi-dimensi

budaya oleh Hofstede dijelaskan sehubungan dengan pengembangan IC dalam

suatu organisasi.

Pertama, dimensi individualisme dan kolektifisme yaitu dimensi yang

mengukur tingkat prioritas seseorang dalam meletakkan kepentingan individu

dibandingkan kepentingan bersama. Organisasi yang menuntut kemandirian

karyawan dan kerja secara individu daripada kerja kolektif, kemungkinan

organisasi tersebut akan memiliki masalah dalam mentransfer pengetahuan, dan

berbagi pengetahuan. Sehingga perusahaan akan sulit dalam mengembangkan IC

(O’Dell dan Grayson, dikutip Herremans dan Isaac, 2007).

Kedua, jarak kekuasaan yang menghubungkan seseorang dengan yang lain

berdasarkan pada kekuasaan dan struktur otorisasi dari posisi sosial yang rendah

kepada posisi sosial yang lebih tinggi. Dimensi jarak kekuasaan mengukur tingkat

toleransi pada struktur organisasi yang hierarkis. Jarak kekuasaan yang kuat akan

cenderung memiliki gaya komunikasi yang formal (DeLong dan Fahey, dikutip

Herremans dan Isaac, 2007).

Ketiga, perusahaan dalam membuat perencanaan dipengaruhi oleh sosial

budaya antara lain sudut pandang jangka waktu yang panjang, dan yang lain adalah

sudut pandang jangka waktu yang pendek. Organisasi dengan orientasi jangka

pendek akan gagal dalam mengembangkan IC karena perusahaan hanya

memikirkan cara dalam mengatasi permasalahan saat ini saja, daripada

7

memikirkan cara dalam mencegah permasalahan yang akan datang di masa depan

(Chamis, dikutip Herremans dan Issac, 2007).

2. 1. 6 Ketidakpastian Pengetahuan dengan IC

Herremans dan Isaac (2007) mencoba mendeskripsikan ketidakpastian

pengetahuan Hubungan antara ketidakpastian pengetahuan dengan IC pada

organisasi bisnis. Mereka membandingkan antara perusahaan konstruksi dengan

perusahaan bioteknologi. Perusahaan konstruksi memiliki pengetahuan yang

relative tidak mengalami perubahan yang cepat, dibandingkan dengan perusahaan

bioteknologi.

Tingkat ketidakpastian pada perusahaan konstruksi yang rendah, bila

perusahaan tersebut memberikan tekanan yang rendah pada IC, tidak akan

mempengaruhi perusahaan. Perusahaan akan berada di status quo, dimana

perusahaan tetap berada di posisi yang aman. Sebaliknya, jika perusahaan

konstruksi memberikan tekanan yang tinggi pada IC, akan terjadi ketidakefisienan

dimana perusahaan akan membuang waktu dan sumberdaya dengan sia-sia.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya menyoroti tentang ketidakpastian pengetahuan pada

lingkungan organisasi dan dampaknya yang menghambat dan membangun IC.

Lebih lanjut lagi penelitian tersebut juga menggali dampak budaya internal

terhadap IC. Penelitian berjudul “Relationships Among Intellectual Capital,

Uncertainty Knowledge and Culture” oleh Herremans dan Isaac (2007), bertujuan

untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik penting yang mendorong

organisasi dalam membangun IC.

Hasil dari penelitian dari penelitian tersebut adalah ketidakpastian

pengetahuan merupakan variabel yang penting bagi penekanan terhadap IC.

Sedangkan temuan terhadap variabel budaya yaitu: jarak kekuasaan yang tinggi,

orientasi hubungan jangka pendek menghambat pembentukan lingkungan yang

kondusif dalam pengembangan IC.

8

2.3 Model Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini, budaya dan ketidakpastian pengetahuan diduga

memiliki hubungan terhadap IC dan unsur penyusunnya yaitu: Modal manusia,

Modal struktural dan Modal pelanggan.

Gambar Kerangka konseptual 2.2

2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis dan Hipotesis

2. 4. 1 Korelasi ketidakpastian pengetahuan dengan IC dan indikator

penyusun IC (Modal manusia, Modal struktural , Modal pelanggan)

Dari penelitian Brown dan Moberg (dikutip Herremans dan Isaac, 2007))

disimpulkan bahwa ketidakpastian pengetahuan terjadi ketika suatu organisasi

dihadapkan dengan interaksi terhadap pengetahuan yang berbeda dan berubah

dengan cepat. Organisasi akan menghadapi kesulitan dalam memprediksi masa

depan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya jika pengetahuan berubah

dengan cepat. Hal ini akan mempersulit perusahaan dalam mengembangkan IC

yang terdiri dari elemen penyusun yaitu: Modal manusia, Modal struktural, Modal

pelanggan.

Pada Resource-based Theory, perusahaan akan mencapai keunggulan

kompetitifnya jika perusahaan memiliki sumberdaya yang heterogen, unik dan

tidak dimiliki oleh pesaingnya. Namun, saat ketidakpastian pengetahuan tinggi

akibat pengetahuan yang berubah dengan cepat, perusahaan akan kesulitan

membuat sumberdaya yang heterogen dan unik. Karena pesaing akan dapat

memanfaatkan situasi dari perubahan pengetahuan tersebut. Dari uraian tersebut

maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan IC.

H2: Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan Modal

manusia.

H3: Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan Modal

struktural .

H4: Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan Modal

pelanggan.

9

2. 4. 2 Korelasi budaya individu dengan IC dan indikator penyusun IC

(Modal manusia, Modal struktural , Modal pelanggan)

Budaya organisasi terbentuk melalui proses yang panjang dan diterima oleh

sekelompok orang dan memiliki peran penting dalam pencapaian tujuan

perusahaan. Pada Resource-Based Theory, perusahaan akan menerima atribut-

atribut yang berhubungan dengan kompetensi sebagai faktor yang mempengaruhi

kesuksesan perusahaan seperti: budaya organisasi, dan pengalaman di masa

lampau (Campbell dan Luchs, dikutip oleh Caldeira dan Ward, 2001).

Pengembangan Modal manusia akan terhambat jika para anggota

perusahaan lebih mementingkan dirinya dan tidak ingin bekerjasama dalam

pencapaian tujuan bersama. Budaya individual tidak mendukung berkembangnya

pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan sebagai IC (O’Dell dan Grayson,

dikutip Herremans dan Isaac, 2007). Modal struktural berhubungan dengan budaya

individu, karena dengan adanya struktur pada suatu perusahaan, manajemen

dengan kewenangannya dapat mengatur karyawan untuk bekerja secara individu

ataupun kelompok. Pengembangan Modal pelanggan juga akan terhambat jika

anggota perusahaan memiliki budaya individu yang sulit berbagi pengetahuan

mengenai Pelanggan. Dari uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:

H5: Budaya individualisme berkorelasi dengan IC.

H6: Budaya individualisme berkorelasi dengan Modal manusia.

H7: Budaya individualisme berkorelasi dengan Modal struktural .

H8: Budaya individualisme berkorelasi dengan Modal pelanggan.

2. 4. 3 Korelasi budaya jarak kekuasaan tinggi dengan IC dan indikator

penyusun IC (Modal manusia, Modal struktural , Modal pelanggan)

Resource-based Theory mengasumsikan sebuah kerangka kerja yang

menganalisis implikasi kompetitif dari berbagai sumberdaya. Dari kerangka kerja

tersebut terdapat konsep yang terdiri dari sumberdaya perusahaan, keunggulan

kompetitif, dan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

10

Budaya jarak kekuasaan pada Resource-based Theory termasuk pada

kategori sumberdaya modal organisasional. Jarak kekuasaan menghubungkan

seseorang dengan yang lain berdasarkan pada kekuasaan dan struktur otorisasi dari

posisi sosial yang rendah kepada posisi sosial yang lebih tinggi. Jarak kekuasaan

menentukan cara komunikasi diantara anggota suatu grup atau kelompok, dimana

jarak kekuasaan yang kuat akan cenderung memiliki gaya komunikasi yang formal

(DeLong dan Fahey, dikutip Herremans dan Isaac, 2007).

Lingkungan yang memiliki tingkat hierarki yang rendah akan mendukung

pengembangan IC (Chiavenato, dikutip Herremans dan Isaac, 2007). Begitu pula

untuk pengembangan Modal pelanggan yang bergantung pada pengetahuan suatu

perusahaan akan selera, tren, daya beli pelanggan, gaya komunikasi formal yang

terjadi akibat jarak kekuasaan yang tinggi, akan meghambat transformasi

pengetahuan individu menjadi pengetahuan yang umum (Szulanski, dikutip

Herremans dan Isaac, 2007). Modal struktural adalah kemampuan organisasi atau

perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang

mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal

serta kinerja bisnis secara keseluruhan (Sawarjuwono, 2003). Dengan Modal

struktural tersebut perusahaan kemudian dapat menerapkan budaya jarak

kekuasaannya.

Dari uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H9: Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan IC.

H10: Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan Modal

manusia.

H11: Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan Modal

struktural .

H12: Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan Modal

pelanggan.

2. 4. 4 Korelasi budaya orientasi jangka pendek dengan IC dan indikator

penyusun IC (Modal manusia, Modal struktural , Modal pelanggan)

11

Dalam Resource-based Theory, sumber daya yang menciptakan

keunggulan kompetitif merupakan sumber daya yang tidak dapat dibeli dengan

mudah, dan membutuhkan proses pembelajaran yang lama untuk berubah di dalam

suatu budaya korporasi, sehingga sumberdaya dapat menjadi sesuatu yang unik dan

pesaing tidak dapat menirunya (Conner, dikutip oleh Caldeira dan Ward (2001).

Modal manusia tidak akan berkembang jika karyawan perusahaan hanya dituntut

untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi untuk saat ini saja, tanpa

belajar untuk menghadapi permasalahan yang akan datang. Kebijakan perusahaan

untuk berorientasi jangka pendek ataupun jangka panjang dapat diatur oleh

manajemen dengan Modal struktural yang ada. Modal pelanggan bergantung pada

orientasi jangka pendek atau orientasi jangka panjang suatu perusahaan dalam

menjaga hubungan dan loyalitas pelanggan.

Dari uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H13: Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan IC.

H14: Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan Modal manusia.

H15: Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan Modal Struktural .

H16: Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan Modal pelanggan.

III. Metode Penelitian

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

3.1.1 Intellectual Capital (IC)

IC adalah aset tidak berwujud yang terdiri dari modal manusia, modal

struktural, modal pelanggan yang kemudian menjadi penciptaan nilai sehingga

perusahaan dapat mempertahankan keungulan kompetitifnya dalam teknologi dan

informasi (Sveiby, dikutip oleh Sawarjuwono, 2003). Untuk mengukur IC

digunakan 13 item pertanyaan dengan Skala Likert 5 yang terdiri dari 3 Indikator

penyusun IC yaitu: Modal manusia dengan 5 pertanyaan, Modal struktural dengan

3 pertanyaan, dan Modal pelanggan dengan 5 pertanyaan. IC diukur dengan

menjumlahkan rata-rata ketiga unsur-unsur tersebut. Angka 5 (sangat berguna)

menunjukkan unsur IC tersebut berguna bagi perusahaan, skala 4 (berguna), skala

12

3 (netral), skala 2 (kurang berguna), dan skala 1 (tidak berguna) yang

menunujukkan bahwa unusr IC tersebut tidak berguna bagi perusahaan.

3. 1.2 Ketidakpastian Pengetahuan

Ketidakpastian pengetahuan dapat diartikan sebagai kondisi perusahaan

saat menggunakan berbagai macam tipe pengetahuan sehingga perusahaan

dihadapkan dengan interaksi berbagai macam pengetahuan yang berubah dengan

cepat (Brown dan Moberg, dikutip Herremans dan Isaac, 2007). Pengukuran

ketidakpastian pengetahuan dilakukan untuk mendapatkan temuan apakah

perusahaan di tempat responden bekerja memiliki tingkat ketidakpastian

pengetahuan yang tinggi. Variabel ketidakpastian pengetahuan terdiri dari 7

pertanyaan dan diukur dengan Skala Likert 5. Angka 5 (sangat setuju)

menunjukkan ketidakpastian pengetahuan pada organisasi sangat rendah dan

sangat mendukung pengembangan IC, skala 4 (setuju), skala 3 (netral), skala 2

(kurang setuju), dan skala 1 (tidak setuju) yang menunjukkan ketidakpastian

pengetahuan pada organisasi tinggi dan tidak mendukung pengembangan IC.

3.1.3. Budaya Individualisme

Budaya Individualisme yaitu dimensi yang mengukur tingkat prioritas

seseorang dalam meletakkan kepentingan individu dibandingkan kepentingan

bersama (O’Dell dan Grayson, dikutip Herremans dan Isaac, 2007). Untuk

mengukur variabel budaya individualisme digunakan Skala Likert 5. Angka 5

(sangat setuju) yang berarti budaya individualisme sangat rendah, skala 4 (setuju),

skala 3 (netral), skala 2 (kurang setuju), dan skala 1 (tidak setuju) yang berarti

perusahaan memiliki budaya individualisme.

3.1.4 Budaya Jarak Kekuasaan Tinggi (High Power Distance)

Budaya jarak kekuasaan yaitu struktur yang menghubungkan seseorang

dengan yang lain berdasarkan pada kekuasaan dan otorisasi dari posisi sosial yang

rendah kepada posisi sosial yang lebih tinggi (DeLong dan Fahey, dikutip

Herremans dan Isaac, 2007). Untuk pengukuran variabel ini digunakan Skala

13

Likert 5, responden diminta untuk menyatakan apakah perusahaanya memiliki

budaya jarak kekuasaan yang tinggi, dalam skala 5 (sangat setuju) yang

menunujukkan bahwa budaya jarak kekuasaan sangat rendah, skala 4 (setuju),

skala 3 (netral), skala 2 (kurang setuju), dan skala 1 (tidak setuju) yang

menunjukkan bahwa budaya jarak kekuasaan pada perusahaan tinggi.

3.1.5 Budaya Orientasi Jangka Pendek (Short Term Orientation)

Budaya orientasi jangka pendek adalah sosial budaya dengan sudut

pandang jangka pendek (Chamis, dikutip Herremans dan Issac 2007). Untuk

mengukur variabel Orientasi Jangka Pendek digunakan 4 item pertanyaan. Skala

Likert 5 dimana responden diminta untuk menyatakan apakah perusahaannya

memiliki budaya orientasi jangka pendek, dalam skala 5 (sangat setuju) yang

memiliki arti bahwa perusahaan memiliki orientasi jangka panjang, skala 4

(setuju), skala 3 (netral), skala 2 (kurang setuju), dan skala 1 (tidak setuju) yang

memiliki arti bahwa perusahaan memiliki budaya orientasi jangka pendek.

3. 2 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh divisi karyawan PT TELKOM

Tbk di Semarang. Populasi ini diambil karena perusahaan yang berbasis teknologi

komunikasi selalu dihadapkan dengan ketidakpastian pengetahuan yang tinggi, dan

karyawan menjadi aset perusahaan yang dapat merepresentasikan sebagai IC.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling.

Sampel penelitian ini adalah para karyawan dari PT TELKOM Tbk, dan

TELKOMSEL (anak perusahaan PT TELKOM Tbk) yang mengerti tentang

teknologi yang kemudian merujuk pada divisi Sistem Informatika.

3. 3 Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini digunakan jenis data primer. Data primer secara

langsung dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Instrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data adalah daftar pertanyaan berupa

kuesioner yang disebar kepada para karyawan pada divisi sistem informatika di

14

perusahaan berbasis teknologi komunikasi di Semarang. Sumber data primer pada

penelitian ini diperoleh langsung dari para karyawan PT TELKOM TBK dan

TELKOMSEL divisi informatika di kota Semarang yang menjadi responden

terpilih dalam penelitian.

3. 4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dengan teknik kuesioner dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner

diperoleh langsung dari karyawan divisi Sistem Informatika. Kuesioner diberikan

kepada salah satu karyawan yang menjabat sebagai Sekretaris divisi tersebut untuk

kemudian dikoordinir dalam pembagian kuesioner kepada karyawan yang lain.

Hasil kuesioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan oleh sekretaris divisi

tersebut dan dikembalikan kepada peneliti. Responden menilai setiap pertanyaan

dengan menggunakan a five point Likert-Scale questioner.

3. 5 Metode Analisis Data

Penelitian mengenai hubungan IC dengan ketidakpastian pengetahuan dan

budaya masih terbatas di Indonesia, terlebih penelitian yang bersifat kuantitatif.

Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan melalui desain pertanyaan terstruktur

atau korelasi hingga mendapatkan kesimpulan yang objektif. Analisis kuantitatif

dalam penelitian ini dilakukan untuk mengukur pengaplikasian pengembangan IC

dan budaya yang diterapkan pada perusahaan saat ketidakpastian pengetahuan

terjadi.

3.5.1 Uji Kualitas Data

3.5.1.1 Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana konsistensi

hasil pengukuran bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala

yang sama dengan menggunakan alat pengukur yang sama. Instrumen yang dipakai

dalam variabel itu dikatakan handal apabila memiliki Cronbach’s alpha lebih dari

0.60 (Nunnally, dikutip Ghozali, 2001).

15

3.5.1.2 Uji Validitas

Uji validitas yang digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu

kuesioner (Ghozali, 2001). Uji validitas yang digunakan adalah uji validitas item,

yaitu pengujian terhadap kualitas item-itemnya. Pengujian dilakukan menggunakan

Pearson Correlation dengan peluang ralat p dari korelasi maksimum 5% .

3.5.2 Statistik Deskriptif dan Normalitas Data

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang

dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum,

sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2001).

Statistik deskriptif juga memberikan penjelasan gambaran umum demografi

responden penelitian. Untuk melihat data terdistribusi normal atau tidak, diukur

dengan Kolmogorov-Smirnov.

3. 5.3 Uji Hipotesis

Analisis kuantitatif dalam penelitian ini dilakukan dalam rangka

menentukan adanya korelasi antara pengembangan IC, tingkat ketidakpastian

pengetahuan, budaya individualisme, jarak kekuasaan, dan orientasi jangka

pendek. Pengujian dan analisis penelitian dilakukan dengan menggunakan Pearson

Correlation dengan software SPSS versi 17 for Windows dengan tingkat taraf

signifikansi α = 0,05 artinya derajad kesalahan sebesar 5%.

IV. Hasil dan Pembahasan

4.1.1 Hasil Pengumpulan Kuesioner

Jumlah kuesioner yang diberikan kepada karyawan divisi Sistem

Informatika pada perusahaan berbasis teknologi komunikasi PT TELKOM Tbk

dan TELKOMSEL adalah 40 buah kuesioner. Sedangkan jumlah kuesioner yang

kembali dari kedua perusahaan PT TELKOM Tbk dan TELKOMSEL kepada

peneliti adalah 36 buah kuesioner.

16

4. 1.2 Hasil Responden

Penelitian ini menggunakan 36 responden yang terdiri dari karyawan PT

TELKOM Tbk, PT TELKOMSEL yang terdiri dari 20 karyawan TELKOM, dan

16 karyawan TELKOMSEL yang bekerja pada divisi Sistem Informatika dengan

berbagai jabatan dari tingkatan Manajer.

4.2 Analisis Data

4.2.1 Hasil Uji Validitas

Dari tabel 4.4 terlihat bahwa korelasi masing-masing indikator variabel

terhadap total skor konstruk menunjukkan hasil yang signifikan. Kecuali variabel

Individualisme (ID) semua pertanyaan signifikan terhadap total skor konstruk

kecuali pertanyaan untuk ID3. Sehingga pertanyaan ID3 kemudian tidak

diperhitungkan dalam penelitian ini.

Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas

4.2.2 Hasil Uji Reliabilitas

Hasil uji reliabilitas pada tabel 4.5 terdapat pada penelitian ini antara lain:

Variabel IC, terdiri dari tiga unsur: (HC), (SC), (CC), Individualisme (ID), Jarak

Kekuasaan Tinggi (JK), Orientasi Jangka Pendek (OJP) dan Ketidakpastian

Pengetahuan (KP) dengan menghapus butir soal 6 agar reliabel menghasilkan nilai

Cronbach alpha lebih besar dari 0,60 memenuhi kriteria Nunnaly (Ghozali, 2001).

Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas

4.2.3 Hasil Statistik Deskriptif

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa Variabel Modal manusia (HC) memiliki rata-

rata 4,61 yang menunjukkan bahwa rata-rata responden cenderung menjawab

setuju bahwa Modal manusia merupakan bagian IC yang berguna bagi perusahaan.

Variabel Modal struktural (SC) memiliki rata-rata 4,44. Ini menunjukkan sebagian

responden cenderung menjawab Modal struktural merupakan bagian IC yang

17

berguna bagi perusahaan. Pada variabel Modal pelanggan (CC) sebagian besar

responden menjawab berguna dengan nilai rata-rata 4,33. Artinya Modal

pelanggan merupakan bagian IC yang dianggap berguna oleh sebagian besar

responden dalam perusahaan Variabel IC yang diukur dari menjumlahkan rata-rata

unsur penyusunnya yaitu: Modal manusia, Modal struktural, Modal pelanggan

memiliki rata-rata 13.39 yang menunjukkan bahwa mayoritas responden

menganggap pengembangan IC berguna bagi perusahaan.

Rata-rata 4,44 untuk variabel Ketidakpastian Pengetahuan (KP) menunjukkan

bahwa sebagian besar responden menjawab setuju bahwa di dalam perusahaannya

terjadi Ketidakpastian Pengetahuan yang rendah. Variabel Individualisme (ID)

memiliki rata-rata 3,06 yang menunjukkan sebagian responden cenderung

menjawab netral untuk pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan masalah

budaya Individualisme pada perusahaan. Nilai rata-rata variabel Jarak Kekuasaan

(JK) adalah 2,42 yang berarti responden sebagian besar kurang setuju bahwa

budaya yang ada dalam perusahannya adalah jarak kekuasaan yang rendah.

Variabel Orientasi Jangka Pendek (OJP) memiliki rata-rata nilai 4,33 yang berarti

mayoritas responden cenderung menjawab setuju bahwa bahwa perusahaannya

saat ini tidak berorientasi jangka pendek. Tabel 4.6 Deskripsi hasil penelitian

4.2.4 Hasil Normalitas

Uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk mendeteksi normalitas data.

Dengan menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujian. Hipotesis Nol (Ho): data

terdistribusi secara normal. Dan Hipotesis Alternatif (HA): data tidak terdistribusi

secara normal. Dapat dilihat pada tabel 4.7, hasil tampilan output SPSS nilai K-S

untuk semua variabel normal. Tabel 4.7 Nilai Kolomogorov Smirnov Z

4.3 Hasil Uji Hipotesis

Untuk menjawab permasalahan, mencapai tujuan dan pembuktian hipotesis,

dilakukan uji korelasi dengan menggunakan Pearson Correlation. Hasil analisis

korelasi. Tabel 4.8 Hasil Uji Statistik dan Keputusan Hipotesis

18

4.3.1 Hubungan Ketidakpastian Pengetahuan dengan IC dan Unsur

Penyusunnya.

Variabel Ketidakpastian Pengetahuan berkorelasi dengan variabel IC yang

memiliki nilai koefisien .637**. Berdasarkan hal tersebut maka Hipotesis 1 yang

menyatakan Ketidakpastian Pengetahuan berkorelasi dengan IC, diterima.

Hipotesis 2 yang menyatakan Ketidakpastian Pengetahuan berkorelasi dengan

Modal manusia, ditolak. Ketidakpastian Pengetahuan tidak berkorelasi dengan

variabel Modal manusia (HC) ditunjukkan pada tabel dengan nilai koefisien .126.

Hal ini menunjukkan bahwa nilai koefisien tidak signifikan. Hipotesis 3, hasil

analisis korelasi variabel Ketidakpastian Pengetahuan dengan variabel Modal

struktural (SC) memiliki nilai koefisien .437** dengan tingkat signifikansi pada

level 0,05. Dapat disimpulkan Hipotesis 3 yang menyatakan Ketidakpastian

Pengetahuan berkorelasi dengan Modal struktural, diterima. Hipotesis 4 pada tabel

output analisis korelasi menunjukkan variabel Ketidakpastian Pengetahuan

berkorelasi dengan variabel Modal pelanggan (CC) dengan nilai koefisien .831**.

Sehingga Hipotesis 4 yang menyatakan Ketidakpastian Pengetahuan berkorelasi

dengan Modal pelanggan, diterima.

4.3.2 Hubungan Budaya Individualisme dengan IC dan Unsur Penyusunnya.

Tabel 4.8 menunujukkan nilai koefisien untuk Hipotesis 5 adalah .119.

Oleh karena itu, Hipotesis 5 yang menyatakan Budaya Individualisme berkorelasi

dengan IC, ditolak. Hipotesis 6 menunjukkan hasil bahwa variabel Budaya

Individualisme tidak berkorelasi dengan variabel Modal manusia (HC) dengan

nilai koefisien .229. Maka Hipotesis 6 yang menyatakan Budaya Individual

berkorelasi dengan Modal manusia, ditolak. Hipotesis 7 bahwa Budaya

Individualisme berkorelasi dengan Modal struktural, ditolak. Diketahui pada tabel

4.8 hasil analisis korelasi bahwa variabel Budaya Individualisme tidak berkorelasi

dengan variabel Modal struktural SC yang memiliki nilai koefisien -.080.

Hipotesis 8 yang menyatakan Budaya Individualisme berkorelasi dengan Modal

pelanggan juga ditolak. Karena dari hasil analisis diketahui bahwa variabel Budaya

19

Individualisme tidak berkorelasi dengan variabel Modal pelanggan (CC) dengan

nilai koefisien .089.

4.3.3 Hubungan Budaya Jarak Kekuasaan Tinggi dengan IC dan Unsur

Penyusunnya.

Variabel Jarak Kekuasaan (JK) tidak berkorelasi dengan variabel IC,

terlihat pada tabel 4.8 nilai koefisien untuk Hipotesis 9 adalah -.287. Maka

Hipotesis 9 yang menyatakan Jarak Kekuasaan berkorelasi dengan IC, Hipotesis

10, dari hasil analisis dapat diketahui bahwa variabel Jarak Kekuasaan (JK) tidak

berkorelasi dengan variabel Modal manusia (HC) yang memiliki nilai koefisien -

.110. Berdasarkan hal tersebut maka Hipotesis 10 yang menyatakan Jarak

Kekuasaan berkorelasi dengan Modal manusia, ditolak. Sedangkan untuk Hipotesis

11, yang menyatakan Jarak Kekuasaan berkorelasi dengan Modal struktural,

diterima. Variabel Jarak Kekuasaan (JK) berkorelasi dengan variabel Modal

struktural (SC) dengan nilai koefisien -.375*. pada level signifikansi 0,05.

Hipotesis 12 yang menyatakan Jarak Kekuasaan berkorelasi dengan Modal

pelanggan, ditolak. Hasil output menunjukkan bahwa variabel Jarak Kekuasaan

(JK) tidak berkorelasi dengan variabel Modal pelanggan (CC) dengan nilai

koefisien -.152.

4.3.4 Hubungan Budaya Orientasi Jangka Pendek dengan IC dan Unsur

Penyusunnya.

Pada tabel 4.8, variabel Orientasi Jangka Pendek (OJP) berkorelasi dengan

variabel IC karena memiliki nilai koefisien .504** dengan nilai signifikansi 0,01.

Maka Hipotesis 13 yang menyatakan Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan

IC, diterima. Hasil analisis korelasi Hipotesis 14, menunjukkan bahwa Orientasi

Jangka Pendek (OJP) tidak berkorelasi dengan variabel Modal manusia (HC)

dengan nilai koefisien .252. Berdasarkan hal tersebut maka Hipotesis 14 yang

menyatakan Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan IC, ditolak. Hipotesis 15

yang menyatakan bahwa variabel Orientasi Jangka Pendek (OJP) berkorelasi

dengan variabel Modal struktural (SC), diterima. Dengan nilai koefisien .350*

pada signifikansi 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 15 yang

20

menyatakan Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan Modal struktural,

diterima. Hipotesis 16 membuktikan variabel Orientasi Jangka Pendek (OJP)

berkorelasi dengan variabel Modal pelanggan (CC) dengan nilai koefisien .447**.

pada level signifikansi 0,01. Hipotesis 16 yang menyatakan Orientasi Jangka

Pendek berkorelasi dengan Modal struktural, diterima.

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian

4. 4.1 Hubungan Ketidakpastian Pengetahuan dengan IC dan Unsur

Penyusunnya.

Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis 1 dapat disimpulkan bahwa

Hipotesis1 Ketidakpastian Pengetahuan berkorelasi dengan IC, diterima. Secara

logika dapat terlihat bahwa semakin tinggi tingkat ketidakpastian pengetahuan

pada suatu perusahaan, dimana pengetahuan selalu berubah dan berkembang

dengan cepat akan semakin mempersulit dalam mengembangkan IC.

Hipotesis 2 bahwa Ketidakpastian Pengetahuan berhubungan dengan

Modal manusia, ditolak karena Ketidakpastian Pengetahuan tidak terjadi dalam diri

seseorang. Karyawan dapat mengukur tingkat pengetahuan yang mereka miliki.

Perubahan pengetahuan yang cepat bergantung pada masing-masing karyawan

dalam menyikapi datangnya pengetahuan yang baru.

Hipotesis 3 bahwa Ketidakpastian Pengetahuan berhubungan dengan

Modal struktural, diterima. Struktur organisasi mengatur tingkat informasi, arus

informasi dan berbagi pengetahuan pada seluruh karyawan. Temuan ini

mendukung DeLong dan Fahey (dikutip Herremans dan Isaac, 2007) yang

mengemukakan bahwa struktur organisasi dengan tingkat hierarki yang tinggi,

akan mempengaruhi cara berkomunikasi lebih bersifat formal. Yang

mengakibatkan ketidakpastian pengetahuan akan meningkat, karena sulitnya

berbagi pengetahuan.

Hipotesis 4 bahwa Ketidakpastian Pengetahuan berhubungan dengan

Modal pelanggan, diterima. Karyawan perusahaan akan selalu dihadapkan dengan

ketidakpastian pengetahuan terhadap sikap dan selera pelanggan. Studi mengenai

21

sikap dan selera pelanggan sangat diperlukan karena pengetahuan ini penting untuk

pengembangan IC.

4. 4.2 Hubungan Budaya Individualisme dengan IC dan Unsur

Penyusunnya.

Berdasarkan hasil pengujian terhadap Hipotesis 5 dapat disimpulkan bahwa

Budaya Individualisme berkorelasi dengan IC, ditolak. Temuan ini menunujukkan

bahwa Budaya Individualisme bukan merupakan variabel yang berhubungan

dengan IC. Penelitian sebelumnya oleh Herremans dan Isaac (2007) juga

menunjukkan hasil yang sama bahwa budaya Individualisme pada suatu organisasi

tidak memiliki hubungan terhadap IC.

Hipotesis 6 bahwa Budaya Individualisme berhubungan dengan Modal

manusia, ditolak. Hal ini terjadi karena kemungkinan nilai individualisme dalam

diri seseorang berbeda-beda. Karyawan jika dikondisikan untuk bekerja secara tim,

mereka harus dapat bekerja dengan tim secara profesional

Hipotesis 7 bahwa Budaya Individualisme berhubungan dengan Modal

struktural, juga ditolak. Temuan ini ditolak karena walaupun melalui Modal

struktural perusahaan dapat mengatur karyawan untuk bekerja secara individual

maupun kolektif, hal tersebut tidak dapat mencerminkan budaya individu ataupun

kolektif yang dianut oleh anggota suatu perusahaan.

Kemudian Hipotesis 8 bahwa Budaya Individualisme berhubungan dengan

Modal pelanggan, juga ditolak. Karena budaya individualisme pada karyawan

tidak ditentukan oleh pelanggan.

4. 4.3 Hubungan Budaya Jarak Kekuasaan dengan IC dan Unsur

Penyusunnya.

Berdasarkan hasil pengujian terhadap Hipotesis 9 bahwa Budaya Jarak

Kekuasaan berkorelasi dengan IC, ditolak. Hal tersebut menunujukkan Budaya

Jarak Kekuasaan tidak memiliki hubungan keseluruhan dengan IC. Ini dapat terjadi

karena karyawan mau tidak mau harus menerima jarak kekuasaan yang ada tinggi

maupun rendah pada perusahaan sejak mereka bekerja. Sehingga karyawan tidak

menganggap jarak kekuasaan memiliki hubungan dengan upaya pengembangan IC.

22

Sedangkan hasil pengujian terhadap Hipotesis 10 adalah Budaya Jarak

Kekuasaan berkorelasi dengan Modal manusia, ditolak. Hal ini mengindikasikan

bahwa Budaya Jarak Kekuasaan bukan merupakan variabel yang berhubungan

dengan Modal manusia. Hal ini terjadi karena sejak perusahaan berdiri, hierarki

kekuasaan sudah ada dengan struktur organisasi manajemen. Oleh karena itu

karyawan harus menerima jarak kekuasaan yang telah ada.

Untuk hasil pengujian terhadap Hipotesis 11 dapat disimpulkan bahwa

Budaya Jarak Kekuasaan berkorelasi dengan Modal struktural, diterima. Hasil

temuan studi ini mendukung Resource based Theory oleh Barney (1991) karena

jarak kekuasaan pada suatu perusahaan dapat diterapkan melalui sumberdaya

modal struktural yang mencakup struktur formal (Modal struktural

Kemudian hasil pengujian terhadap Hipotesis 12 menunjukkan bahwa

Budaya Jarak Kekuasaan berkorelasi dengan Modal pelanggan ditolak, karena

pelanggan merupakan eksternal perusahaan yang diluar kendali perusahaan.

Sehingga pelanggan tidak memiliki hubungan dengan jarak kekuasaan yang

merupakan internal perusahaan.

4. 4.4 Hubungan Budaya Orientasi Jangka Pendek dengan IC dan Unsur

Penyusunnya.

Hasil pengujian terhadap Hipotesis 13, menunujukkan bahwa Hipotesis13

Budaya Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan IC, diterima. Temuan ini

mendukung temuan sebelumnya oleh Herremans dan Isaac (2007). Secara logika

dapat terlihat bahwa semakin tinggi tingkat Budaya Orientasi Jangka Pendek pada

suatu perusahaan, dimana perusahaan tidak berusaha untuk mengembangkan IC

yang mereka miliki akan menghambat suatu perkembangan IC.

Sedangkan hasil pengujian terhadap Hipotesis 14 dapat disimpulkan bahwa

Hipotesis14 Budaya Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan Modal manusia,

ditolak. Budaya Orientasi Jangka Pendek tidak berhubungan dengan Modal

manusia secara langsung, karena budaya Orientasi Jangka Pendek pada suatu

perusahaan tidak dikendalikan oleh karyawan namun dikendalikan oleh kebijakan

yang diambil oleh perusahaan.

23

Untuk pengujian terhadap Hipotesis 15 hasilnya adalah Budaya Orientasi

Jangka Pendek berkorelasi dengan Modal struktural, diterima. Secara logika dapat

terlihat bahwa suatu Budaya Orientasi Jangka Pendek ditentukan oleh manajemen

perusahaan melalui struktur organisasi. Dengan menggunakan kewenangan dari

struktur organisasi, perusahaan dapat menetukan budaya yang akan mereka

terapkan budaya berorientasi jangka pendek ataupun berorientasi jangka panjang.

Pengujian terakhir terhadap Hipotesis 16 disimpulkan bahwa Budaya

Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan Modal pelanggan, diterima. Temuan

menunjukkan bahwa Budaya Orientasi Jangka Pendek merupakan variabel yang

memiliki peran yang penting hubungannya dengan Modal pelanggan. Budaya

Orientasi Jangka Pendek berhubungan dengan Modal pelanggan karena loyalitas

suatu pelanggan merupakan suatu bagian dari orientasi perusahaan.

V. Penutup

5.1 Kesimpulan

Kesimulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1.Ketidakpastian

Pengetahuan berhubungan dengan IC. Koefisien korelasi positif menunjukkan

bahwa semakin rendah ketidakpastian pengetahuan semakin mendukung

pengembangan IC. 2.Ketidakpastian Pengetahuan tidak berkorelasi dengan

Modal manusia. Ketidakpastian Pengetahuan tidak terjadi dalam diri seseorang

karena karyawan dapat mengukur tingkat pengetahuan yang mereka miliki.

3.Ketidakpastian Pengetahuan berhubungan dengan Modal struktural. Koefisien

korelasi yang positif menunjukkan semakin berkembangnya Modal struktural

ketidakpastian pengetahuan akan semakin rendah. 4.Ketidakpastian Pengetahuan

berkorelasi dengan Modal pelanggan. Koefisien yang positif menunjukkan bahwa

semakin rendah ketidakpastian pengetahuan semakin mendukung pengembangan

Modal pelanggan. 5.Budaya Individualisme tidak berkorelasi dengan IC.

Mendukung temuan sebelumnya oleh Herremans dan Isaac (2007) budaya

Individualisme dalam perusahaan sulit diukur karena hal ini tergantung pada

masing-masing karakteristik karyawan. 6.Budaya Individualisme tidak berkorelasi

dengan Modal manusia. Karena karyawan bekerja secara kolektif dengan tim atau

24

bekerja secara individu bergantung pada tuntutan pekerjaan. Sehingga hal ini sulit

untuk diteliti. 7.Budaya Individualisme tidak berkorelasi dengan Modal struktural.

Karena walaupun melalui Modal struktural perusahaan dapat mengatur karyawan

untuk bekerja secara individu maupun bekerja secara kolektif, hal tersebut tidak

dapat mencerminkan budaya individu ataupun kolektif yang dianut oleh anggota

suatu perusahaan. 8.Budaya Individualisme tidak berkorelasi dengan Modal

pelanggan. Karena nilai pelanggan, seperti sikap dan selera pelanggan tidak

memiliki peran dalam terbentuknya budaya individualisme pada diri karyawan,

begitupula sebaliknya. 9.Jarak Kekuasaan tidak berkorelasi dengan IC. Karyawan

mau tidak mau harus menerima jarak kekuasaan yang ada tinggi maupun rendah

pada perusahaan sejak mereka bekerja. Sehingga karyawan tidak menganggap

jarak kekuasaan memiliki hubungan dengan upaya pengembangan IC. 10.Jarak

Kekuasaan tidak berkorelasi dengan Modal manusia. Hal ini terjadi karena sejak

perusahaan berdiri, hierarki kekuasaan sudah ada dengan struktur organisasi

manajemen. 11.Jarak Kekuasaan berkorelasi dengan Modal struktural. Koefisien

negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi jarak kekuasaan semakin mendukung

pengembangan Modal struktural. 12.Jarak Kekuasaan tidak berkorelasi dengan

Modal pelanggan. Jarak kekuasaan tidak berhubungan dengan Modal pelanggan,

karena pelanggan merupakan eksternal perusahaan yang diluar kendali

perusahaan. 13.Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan IC. Korelasi koefisien

positif menunjukkan bahwa semakin rendah orientasi jangka pendek pada suatu

perusahaan akan semakin mendukung pengembangan IC. 14.Orientasi Jangka

Pendek tidak berkorelasi dengan Modal manusia. Karena Budaya Orientasi

Jangka Pendek ditentukan oleh kebijakan yang diambil perusahaan, bukan

ditentukan oleh karyawan. 15.Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan Modal

struktural. Koefisien positif menunjukkan hubungan bahwa semakin rendah

Orientasi Jangka Pendek, semakin mendukung pengembangan Modal struktural.

16.Orientasi Jangka Pendek berkorelasi dengan variabel Modal pelanggan.

Koefisien positif menunjukkan bahwa semakin rendah Orientasi Jangka Pendek

akan semakin mendukung pengembangan Modal pelanggan. Budaya Orientasi

25

Jangka Pendek berhubungan dengan Modal pelanggan karena loyalitas suatu

pelanggan merupakan suatu bagian dari orientasi perusahaan.

5. 1 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah: 1.Penelitian ini hanya terbatas pada karyawan

divisi Sistem Informatika dari 2 perusahaan komunikasi di Semarang (PT

TELKOM Tbk, TELKOMSEL) sehingga hasil penelitian tidak dapat

digeneralisasikan untuk seluruh karyawan PT TELKOM Tbk dan TELKOMSEL.

2.Demografi responden tidak didapat secara langsung dari karyawan, namun dari

database perusahaan pada tahun 2010. Sehingga tidak mencerminkan keadaan

responden saat penelitian. 3.Fokus penelitian ini hanya pada tiga budaya yang

dikategorikan oleh Hofstede (1980, 1991) yaitu: Individualisme, Jarak Kekuasaan,

dan Orientasi Jangka Pendek di Indonesia khususnya Semarang. Sehingga tidak

dapat digeneralisasikan pada budaya yang berlaku umum di negara lain.

4.Penelitian ini mengabaikan faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan

IC perusahaan dan faktor eksternal yang mempengaruhi ketidakpastian

pengetahuan. 5.Uji penelitian ini menggunkan uji korelasi. Sehingga pengujian

dengan menggunakan regresi berganda akan memiliki hasil yang berbeda.

5. 2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan dan keterbatasan penelitian, maka diajukan

saran sebagai berikut: 1.Untuk penelitian berikutnya dapat mengambil sampel dari

perusahaan-perusahaan teknologi lainnya agar penelitian selanjutnya dapat

menemukan variasi budaya yang ada dari bermacam-macam perusahaan. 2.Data

demografi untuk penelitian selanjutnya lebih baik didapatkan langsung dari

koresponden. 3.Penelitian berikutnya dapat dilakukan pada budaya lain yang

diklasifikasikan oleh Hofstede (1980, 1990) seperti: Maskulinisme dengan

femininisme, dan Penghindaran ketidakpastian. 4.Sampel dari pihak eksternal

perusahaan yang mempengaruhi tingkat ketidakpastian pengetahuan dan

pengembangan IC, seperti konsultan yang membantu divisi tersebut dapat

diperhitungkan.

26

DAFTAR PUSTAKA

Afiouni, F. 2009. “Leveraging Human Capital and Value Creation by Combining HRM and KM initiatives”, Int J Learning and Intellectual Capital, Vol 6 No.3. 2009.

Balogun, J. dan Jenkins, M. 2003. “Re-conceiving Change Management: A Knowledge-based Perspective”, European Management Journal, Vol 21 No.2, pp.247-257.

Barney, J. 1991. “Firm Resource and Sustained Competitive Advantage”, Journal of Management, Vol. 17. No.1, 99-120.

Bontis, N. 2001.”Assesing Knowledge assets: a review of the models used to measure Intellectual Capital”, International Journal of Technology Management. Vol.3 No.1.pp.41-60.

Caldeira, M.M dan Ward, J.M (2001) “Using Resource-Based Theory to Intrepret The Successful Adoption and Use of Information System and Technology in Manucfaturing Small and Medium Sized Enterprises”, The 9th European Conference on Information System, 27-29.

Curado, C. 2006. “The Knowledge Based View of The Firm: From Theoretical Origins To Future Implications”. Working Paper1.

Edvinsson, L. (2008). Knowledge Navigation and The Cultivating Ecosystem for Intellectual Capital, http://corporatelongitude.com, diakses 20 Oktober 2009.

Ghozali, I. 2001. Analisis Multivariate. Cetakan Empat. Semarang: Universitas Diponegoro.

Guzmán, Tomás, Cañizares., Miguel Á.A.M. 2007. “Organizational culture and Intellectual Capital: a new model”, Emerald Group Publishing Limited, Vol.8 No.3.n.p.

Herremans, I. dan Isaac. 2007. “Relationships Among Intellectual Capital, Uncertain Knowledge, and Culture”, Global Journal of Business Research, Vol. 1 No. 1.n.p.

Hofstede, G. 1980. Culture’s Consequences: International Differences in Work-Related Values. Sage, Beverly Hills.

. 1991. Cultures and Organizations: Software of the Mind. McGraw-Hill, London.

27

Holgado, M.A.T dan Canizares, S.S. 2005. “Influencia de la cultura organizativa en el concepto de capital intellectual”, Intangible Capital , Vol. 2 No. 11, pp. 164-180.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.19. Jakarta: Salemba Empat.

International Federation of Accounting (IFAC). 1998. The Measurement and Management of Intellectual Capital: An Introduction, Finacial and Management Accounting Committee, http://ifac.org, diakses 20 Oktober 2009.

Kiernan, M.J. 1996. New Game, New Rules, http://mustamu.wordpress.com, diakses 10 November 2009.

Koontz, H dan Heinz W. 2005. Management: A Global Perspective 11Ed. Singapore: McGraw Hill Education Asia.

Lumbantobing. 2010. Integrasi Knowledge Management (KM) dan Proses Pengambilan Keputusan, http://onknowledge.wordpress.com, diakses 6 Juni 2010.

Ohmae. 1990.The Borderless World. Power and Strategy in the interlinked Economy.

Petersen, A. 2002. “The Precautionary Principle, Knowledge Uncertainty, and Eviromental Assesment.” Paper for NOB/NIG workshop.

Sahrawat, K. 2008. “Intellectual Capital: Acquisition and Maintenance: The Case of New Zealand Banks”, Journal of Internet Banking and Commerce, Vol. 13 No. 1.n.p.

Sawarjuwono, T. dan A.P. Kadir. 2003.”Intellectual Capital: perlakuan,pengukuran, dan pelaporan (sebuah library research)”, Jurnal Akuntansi Keuangan.Vol. 5 No.1, pp.35-57.

Setiarso, B. 2005. “Knowledge Sharing in Organizations: models and mechanism”. Kualalumpur (Malaysia): Special Library Conference (Slib 2005), May 15-17, 2005.p 14.

Setyawan, A.A. 2001. Pengembangan Knowledge Management di Dalam Organisasi Bisnis. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah.

Stewart, T.A. 2002. “The World of Knowledge: Intellectual Capital and The Twenty-First Century Organization.” Currency Doubleday. Page 320.

28

Ulum, I. 2009. Intellectual Capital Konsep dan Kajian Empiris.Yogyakarta: Graha Ilmu.

29

Lampiran

Gambar 2.2 Model Kerangka Pemikiran Teoritis

Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini (2011)

Tabel 4.4 Hasil Uji Validitas

Variabel Pertanyaan Nilai Pearson Correlation Kesimpulan HC HC1 .647** Valid

HC2 .642** Valid HC3 .695** Valid HC4 .874** Valid HC5 .856** Valid

SC SC1 .827** Valid SC2 .785** Valid SC3 .695** Valid

CC CC1 .864** Valid CC2 .797** Valid CC3 .608** Valid CC4 .847** Valid CC5 .845** Valid

KP KP1 .585** Valid KP2 .639** Valid KP3 .591** Valid KP4 .489** Valid KP5 .534** Valid KP6 .466** Valid KP7 .441** Valid

ID ID1 .848** Valid ID2 .768** Valid ID4 .758** Valid

JK JK1 .677** Valid

Intellectual Capital (IC):

Modal manusia

Modal Struktural

Modal Pelanggan

Budaya Jarak Kekuasaan

Tinggi

Budaya Orientasi Jangka

Pendek

Ketidakpastian

Pengetahuan

Budaya Individualisme

30

JK2 .751** Valid JK3 .531** Valid JK4 .703** Valid

OJP OJP1 .816** Valid OJP2 .887** Valid

Sumber: Data primer diolah, 2011.

Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel CronBach’s Alpha Kesimpulan HC .802 Reliabel SC .654 Reliabel CC .853 Reliabel KP .649 Reliabel ID .779 Reliabel JK .618 Reliabel OJP .636 Reliabel

Sumber: Data primer diolah, 2011.

Tabel 4.6 Deskripsi Variabel Penelitian

Variabel Min Teoritis

Maks Teoritis

Min aktual

Maks aktual

Rata-rata

HC 1 5 3 5 4.61 SC 1 5 4 5 4.44 CC 1 5 2 5 4.33 IC 3 15 10 15 13.39 KP 1 5 4 5 4.44 ID 1 5 2 4 3.06 JK 1 5 1 3 2.42 OJP 1 5 2 5 4.33

Sumber: Data primer diolah, 2011.

Tabel 4.7 Nilai Kolmogorov-Smirnov Z

Sumber: Data primer diolah, 2011.

Variabel KS Z Sig.

HC 1.048 .222 SC 1.283 .074

CC .915 .372

KP 1.222 .101

ID .807 .533

JK 1.405 .059 OJP 1.293 .071

31

Tabel 4.8 Hasil Uji Statistik dan Keputusan Hipotesis

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Sumber: Data primer diolah, 2011.

Hipotesis Koef. Korelasi

Keputusan

H1 Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan IC.

.637** Diterima

H2 Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan HC.

.126 Ditolak

H3 Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan SC.

.437** Diterima

H4 Ketidakpastian pengetahuan berkorelasi dengan CC.

.727** Diterima

H5 Budaya individualisme berkorelasi dengan IC.

.119 Ditolak

H6 Budaya individualisme berkorelasi dengan HC

.229 Ditolak

H7 Budaya individualisme berkorelasi dengan SC

-.080 Ditolak

H8 Budaya individualisme berkorelasi dengan CC.

.089 Ditolak

H9 Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan IC.

-.287 Ditolak

H10 Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan HC.

-.110 Ditolak

H11 Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan SC.

-.375* Diterima

H12 Budaya jarak kekuasaan yang tinggi berkorelasi dengan CC

-.152 Ditolak

H13 Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan IC.

.504** Diterima

H14 Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan HC.

.252 Ditolak

H15 Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan SC.

.350* Diterima

H16 Budaya orientasi jangka pendek berkorelasi dengan CC

.447** Diterima