pengesahan pengusulan penelitian

25
Pengesahan Pengusulan Penelitian 1. a. Judul Penelitian : Implementasi Undang-Undang Ketenagalistrikan Terhadap PT. PLN (PERSERO) dan Peluang Swasta Dalam Industri Ketenagalistrikan Ditinjau Dari Perspektif Aspek Hukum Bisnis. b. Bidang Ilmu : Ilmu Hukum ( Bisnis ) c. Kategori Penelitian : Penelitian Untuk Mengembangkan Fungsi Kelembagaan Perguruan Tinggi. 2. Penelitian 1. a. Nama Lengkap dan Gelar : Roida, Nababan. SH., MH b. Jenis Kelamin : Perempuan c. Golongan Pangkat : III/d d. Jabatan Fungsional : Lektor e. Jabatan Struktural : Ketua Bagian Hukum Bisnis f. Fakultas/Jurusan : Hukum/Bisnis 2. a. Nama Lengkap dan Gelar : Baron. Fernando. Simarmata. SH., MH b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. Golongan Pangkat : III/b d. Jabatan Fungsional : Penata Muda e. Jabatan Struktural : - f. Fakultas/Jurusan : Hukum/Bisnis 3. Lama Penelitian : 3 ( tiga ) bulan (April 2015 s/d Juni 2015) 4. Biaya Penelitian : Rp 4.000.000,- (empat juta rupiah) Biaya dari lembaga Penelitian Universitas HKBP Nommensen Medan, Maret 2015 Mengetahui, Menyetujui, Fakutas Hukum Lembaga Penelitian Dekan, Ketua, Peneliti Marthin Simangunsong. SH., MH Prof. Dr. Monang Sitorus, MSi Roaida Nababan. SH., MH Baron. F. Simarmata. SH., MH

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengesahan Pengusulan Penelitian

Pengesahan Pengusulan Penelitian

1. a. Judul Penelitian : Implementasi Undang-Undang Ketenagalistrikan Terhadap

PT. PLN (PERSERO) dan Peluang Swasta Dalam Industri

Ketenagalistrikan Ditinjau Dari Perspektif Aspek Hukum

Bisnis.

b. Bidang Ilmu : Ilmu Hukum ( Bisnis )

c. Kategori Penelitian : Penelitian Untuk Mengembangkan Fungsi Kelembagaan

Perguruan Tinggi.

2. Penelitian

1. a. Nama Lengkap dan Gelar : Roida, Nababan. SH., MH

b. Jenis Kelamin : Perempuan

c. Golongan Pangkat : III/d

d. Jabatan Fungsional : Lektor

e. Jabatan Struktural : Ketua Bagian Hukum Bisnis

f. Fakultas/Jurusan : Hukum/Bisnis

2. a. Nama Lengkap dan Gelar : Baron. Fernando. Simarmata. SH., MH

b. Jenis Kelamin : Laki-laki

c. Golongan Pangkat : III/b

d. Jabatan Fungsional : Penata Muda

e. Jabatan Struktural : -

f. Fakultas/Jurusan : Hukum/Bisnis

3. Lama Penelitian : 3 ( tiga ) bulan (April 2015 s/d Juni 2015)

4. Biaya Penelitian : Rp 4.000.000,- (empat juta rupiah)

Biaya dari lembaga Penelitian Universitas HKBP

Nommensen

Medan, Maret 2015

Mengetahui, Menyetujui,

Fakutas Hukum Lembaga Penelitian

Dekan, Ketua, Peneliti

Marthin Simangunsong. SH., MH Prof. Dr. Monang Sitorus, MSi Roaida Nababan. SH., MH

Baron. F. Simarmata. SH., MH

Page 2: Pengesahan Pengusulan Penelitian

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG KETENAGALISTRIKAN

TERHADAP PT. PLN (PERSERO) DAN PELUANG SWASTA

DALAM INDUSTRI KETENAGALISTRIKAN

DITINJAU DARI PERSPEKTIF ASPEK HUKUM BISNIS

Disusun Oleh:

Roida. Nababan. SH., MH

Baron. F. Simarmata. SH., MH

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

MEDAN

2015

Page 3: Pengesahan Pengusulan Penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Tenaga listrik merupakan salah satu faktor yang menentukan untuk

mencapai sasaran pembangunan nasional. Dengan demikian pembangunan

ketenagalistrikan akan memperoleh prioritas yang tinggi dan merupakan bagian

terpadu dari pembangunan nasional sehingga selalu diusahakan serasi, selaras

dan serempak dengan tahapan pembangunan nasional. Hal ini berarti bahwa

sasaran pembangunan ketenagalistrikan harus selalu menunjang setiap tahap

mendorong peningkatan ekonomi.1

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang

ketenagalistrikan, baik undang-undang ketenagalistrikan yang lama (UU No. 15

Tahun 1985) maupun undang-undang ketenagalistrikan yang baru (UU No. 30

Tahun 2009), usaha ketenagalistrikan dibedakan atas usaha penyediaan tenaga

listrik dan usaha penunjang tenaga listrik. Sedangkan usaha penyedian tenaga

listrik terdiri atas usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan

usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri.

Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum merupakan

usaha memproduksi tenaga listrik yang diperuntukan bagi kemanfaatan umum

yang hanya dapat dilakukan oleh pelaku usaha sebagaimana diatur dalam undang-

undang ketenagalistrikan, sedangkan usaha penyediaan tenaga listrik adalah

mengenai usaha memproduksi tenaga listrik namun hanya dipergunakan bagi

keperluan atau kepentingan pihak yang memproduksi tenaga listrik itu sendiri.

Berbeda dengan kegiatan penyediaan tenaga listrik untuk keperluan

sendiri, kegiatan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, dalam

penyelenggaraannya tidak hanya mendapatkankan pengawasan yang mencakup

teknis saja (keselamatan, keamanan, keandalan, standarisasi dan lain-lain), namun

juga harus memperhatikan aspek pelayanan, aspek kelangsungan usaha, aspek

perizinan, wilayah usaha, harga dan tarif tenaga listrik dan sebagainya.

1 Bambang Purnomo. Tenaga Listrik, Profil dan Anatomi Hasil Pembangunan Dua Puluh Lima Tahun. (Jakarta :

PT Gramedia Pustaka Utama, 1994). Hal. 5

Page 4: Pengesahan Pengusulan Penelitian

Berdasarkan undang-undang ketenagalistrikan yang baru, usaha penyediaan

tenaga listrik untuk kepentingan umum dapat dilakukan oleh Badan Usaha

Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, swasta

dan swadaya masyarakat, yang meliputi usaha pembangkitan, transmisi,

distribusi, usaha penjualan tenaga listrik dan usaha penyediaan tenaga listrik

terintegrasi.

Kondisi sekarang usaha penyediaan tenaga listrik di Indonesia masih

dimonopoli oleh PT PLN (Persero) selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN),

yang menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum

secara terintegrasi, mulai dari fungsi pembangkitan listrik, transmisi dan distribusi

tenaga listrik.

Keberadaan PT PLN (Persero) sebagai penyelenggara ketenagalistrikan di

Indonesia telah mengalami pasang surut melalui perjalanan sejarah yang cukup

panjang. Sejak proklamasi kemerdekaan, telah terjadi beberapa kali perubahan

kebijakan dibidang ketenagalistrikan terutama yang mengatur kelembagaan.

Awalnya pengelolaan kelistrikan Negara dipegang oleh Jawatan Listrik dan Gas

di bawah Departemen Pekerjaan Umum, yang kemudian pada tahun 1961 diubah

menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU PLN) sampai

dengan tahun 1965. Pada tahun ini PLN ditetapkan sebagai pengelola listrik

Negara dan PGN sebagai sebagai pengelola gas negara. Pada kurun waktu yang

hampir bersamaan juga telah dilakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan

listrik Belanda oleh pemerintah Indonesia.

Pada tahun 1972, bentuk perusahaan PLN ditegaskan menjadi Perusahaan

Umum (PERUM) berdasarkan PP 18 Tahun 1972 tentang Perusahaan Umum

(Perum) Listrik Negara. Tujuan dibentuknya perusahaan (Perum PLN) adalah

untuk ikut serta membangun ekonomi dan ketahanan Nasional sesuai dengan

kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pengusahaan tenaga listrik dengan

maksud untuk mempertinggi derajat masyarakat Indonesia.2

Dalam perkembangan selanjutnya PP No. 18 Tahun 1972 dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku dengan diterbitkannya PP No. 17 Tahun 1990 tentang

Perusahaan Umum Listrik Negara. Berdasarkan PP No. 17 Tahun 1990, PLN

2 Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara. PP No. 18 Tahun

1972. Pasal 5

Page 5: Pengesahan Pengusulan Penelitian

untuk pertamakalinya ditetapkan sebagai Pemegang Kuasa Usaha

Ketenagalistrikan (PKUK)3.

Kemudian PLN kembali mengalami perubahan kelembagaan atau

organisasi, dengan dialihkannya bentuk perusahaan, dari perusahaan yang

semula berbentuk Perusahaan Umum (Perum) menjadi Perusahaan Perseroan

(Persero), berdasarkan PP No. 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk

Perusahaan Umum Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).

Dengan adanya perubahan bentuk perusahaan tersebut, selanjutnya diharapkan

PLN dapat meningkatkan efisiensi, daya saing dan pengambangan usaha

Perseroan sebagai upaya mengantisipasi perkembangan ekonomi dan perdagangan

dunia serta menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip perseroan terbatas

sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Sebagai pelaku usaha di bidang ketenagalistrikan, PLN mempunyai

kewajiban untuk menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum yang terus

meningkat setiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan tenaga listrik sebagai akibat

dari peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat diikuti juga oleh

perkembangan industri di Indonesia, sementara PLN mengalami keterbatasan

dalam memenuhi peningkatan kebutuhan akan tenaga listrik tersebut. Kondisi

demikian menyebabkan beberapa sistim kelistrikan di luar Jawa-Bali mengalami

kekurangan pasokan daya dan mendorong PLN berinisiatif tidak hanya

memproduksi tenaga listrik dari pembangkitnya sendiri, namun juga dengan cara

menyewa pembangkit atau membeli listrik dari pihak swasta.4

Peran swasta dibidang ketenagalistrikan sebenarnya bukan merupakan hal

yang baru, karena sejak awal masuknya kelistrikan di Indonesia, yaitu pada masa

penjajahan Belanda sekitar awal abad 19, badan usaha swasta sudah mengambil

peran penting dalam penyediaan tenaga listrik di wilayah Indonesia berdasarkan

Ordonansi Tanggal 13 September 1890, Staatsblad Tahun 1890 Nomor 190,

tentang Ketentuan Mengenai Pemasangan dan Penggunaan Saluran untuk

Penerangan listrik dan Pemindahan Tenaga dengan Listrik di Indonesia

("Bepalingen omtrent den aanleg en het gebruik van geleidingen voor electrische

verlichting en het overbrengen van kracht door middel vanelectriciteit in

3 Ibid. Pasal 2. 4 PT PLN (Persero). Laporan Tahunan Tahun 2008. Jakarta, 2008. Hal. 68.

Page 6: Pengesahan Pengusulan Penelitian

Nederlandsch Indie"), yang kemudian mengalami beberapa perubahan, terakhir

dengan Ordonansi Tanggal 8 Pebruari 1934, Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63.5

Pada masa itu usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum di

Indonesia dilakukan oleh perusahaan-perusahaan listrik swasta. Perusahaan-

perusahaan listrik swasta tersebut antara lain adalah, Nerderlandsch– indisch

Electriciteit Maatschappij (NIEM) di kota Batavia, Nederlansch Indisch Gas

Maatshappij (NIGM), Gemeenschcappelijk Electriciteitsbedrifjf Bandoeng en

Omstreken (GEBEO), yang beroperasi di wilayah Jawa Barat, Algemeene

Nederlansch Indische Electriciteit Maatschapppij (ANIEM), yang beroperasi

antara lain di Jawa Tengah, Jawa Timur, Banjarmasin dan Pontianak.

Dalam perkembangannya, setelah nasionalisasi atas perusahaan-

perusahaan listrik Belanda oleh pemerintah Indonesia, pengelolaan

ketenagalistrikan di Indonesia dilakukan oleh Negara, namun tetap memberikan

kesempatan kepada badan usaha swasta dan koperasi untuk melakukan usaha

penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagalistrikan.

Berdasarkan UU No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, disebutkan

bahwa usaha penyediaan tenaga listrik diselenggarakan oleh BUMN sebagai

PKUK, namun sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik secara

lebih merata dan untuk lebih meningkatkan kemampuan negara dalam hal

penyediaan tenaga listrik, sepanjang tidak merugikan kepentingan negara, dapat

diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada koperasi dan badan usaha lain untuk

menyediakan tenaga listrik berdasarkan Izin Usaha Ketenagalistrikan6.

Pengaturan mengenai peran swasta dalam usaha penyediaan

ketenagalistrikan pernah mengalami perubahan yang sangat substantif dengan

diterbitkannya UU No. 20 Tahun 2004 tentang Ketenagalistrikan yang mencabut

UU No. 15 Tahun 1985. UU No. 20 tahun 2004 tidak diterima masyarakat karena

dianggap bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Undang-undang

ketenagalistrikan yang baru ini memerintahkan sistem pemisahan/pemecahan

(unbundling) dimana masing-masing jenis usaha penyediaan tenaga listrik akan

dilakukan oleh badan usaha yang berbeda. Namun undang-undang ini layu

5 Bambang Purnomo. Op.Cit. Hal. 7

6 Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Pengusahaan Tenaga Listrik. PP No. 36 Tahun 1979.

Page 7: Pengesahan Pengusulan Penelitian

sebelum berkembang, begitu undang-undang ini diterbitkan, pro-kontra dari

segenap elemen masyarakat begitu deras, hingga ada pihak yang mengajukan

judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah melalui persidangan yang

lama dan alot, akhirnya gugatan tersebut dikabulkan. Dengan dikabulkannya

gugatan tersebut oleh MK maka Undang-undang No. 20 Tahun 2004 dinyatakan

tidak berlaku dan Undang-undang No. 15 tahun 1985 kembali diberlakukan.

Regulasi bidang ketenagalistrikan kembali mengalami perubahan dengan

diterbitkannya UU No. 30 Tahun 2009 tanggal 23 September 2010 tentang

Ketenagalistrikan yang mencabut Undang – Undang No. 15 Tahun 1985. Salah

satu pertimbangan diterbitkannya undang-undang ini adalah untuk meningkatkan

peran pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyelengaraan ketenagalistrikan,

dikarenakan penyediaan tenaga listrik merupakan kegiatan padat modal dan

teknologi dan sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan Demokratisasi

dalamn tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2009, penyediaan tenaga listrik dikuasai

oleh negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah

Daerah berlandaskan prinsip otonomi daerah, yang dilaksanakan oleh BUMN dan

BUMD. Namun demikian, badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat

dapat berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik.

Untuk penyediaan tenaga listrik tersebut, Pemerintah dan Pemerintah

Daerah menyediakan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu,

pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik di daerah yang belum berkembang,

pembangunan tenaga listrik di daerah terpencil dan perbatasan, dan pembangunan

listrik perdesaan7.

Berdasarkan undang-undang ketenagalistrikan yang baru, usaha

penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum meliputi Jenis usaha

pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik

dan/atau penjualan tenaga listrik, serta usaha penjualan tenaga listrik terintegrasi.

Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum terintegrasi dilakukan

oleh satu badan usaha dalam satu wilayah usaha. Ketentuan mengenai wilayah

usaha berlaku juga untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan

7 Republik Indonesia. Undang-undang Tentang Ketenagalistrikan. UU No. 30 Tahun 2009. Pasal 3 ayat (4).

Page 8: Pengesahan Pengusulan Penelitian

umum berupa usaha distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga listrik.

Selain itu, berdasarkan undang-undang ketenagalistrikan yang baru ini

PLN tidak lagi memegang monopoli penyediaan tenaga listrik di Indonesia dan

tidak lagi berperan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK)

tetapi ”hanya” sebagai Pemegang Ijin Usaha Kelistrikan Untuk Kepentingan

Umum. Walaupun demikian, BUMN diberi prioritas pertama (first right of

refusal) untuk melakukan usaha penyediaan listrik. Dalam undang-undang ini

diatur dengan tegas mengenai pelaku usaha penyediaan tenaga listrik untuk

kepentingan umum yang terdiri atas BUMN, BUMD, koperasi, badan usaha

swasta dan swadaya masyarakat.

Selain itu berubahnya peran atau kedudukan PLN dari yang semula sebagai

PKUK menjadi Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk

Kepentingan Umum, akan mempengaruhi struktur industri ketenagalistrikan di

Indonesia, yang berdampak pada pengusahaan tenaga listrik PLN, karena disini

PLN tidak lagi memonopoli penyediaan tenaga listrik. Termasuk disini terkait

dengan ketentuan mengenai wilayah usaha yang berlaku bagi semua pelaku usaha

penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, termasuk bagi PLN,

kemudian harga jual tenaga listrik dan tarif tenaga listrik.

Dengan berubahnya peran dan kedudukan PLN sebagaimana diuraikan di

atas, baik langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap peran

swasta dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang

selama ini menjadi mitra PLN dalam beberapa usaha pembangkitan listrik yang

dijalankan swasta. Berdasarkan UU ini, swasta mendapat kesempatan yang lebih

besar untuk berpartisipasi di sektor ketenagalistrikan, yang tentunya akan

berpengaruh juga terhadap bisnis ketenagalistrikan PLN dengan kondisi sekarang.

Misalnya mengenai wilayah usaha yang akan bersinggungan dengan wilayah

usaha penyediaan tenaga listrik yang dilakukan swasta, demikian juga

konsekuensi bagi usaha PLN sehubungan dengan penerapan otonomi daerah.

Terkait dengan harga jual tenaga listrik, dalam UU Ketenagalistrikan yang

baru memungkinkan terjadinya perbedaan harga jual tenaga listrik antara wilayah

yang satu dengan wilayah yang lain (tarif regional), karena berdasarkan undang-

undang ketenagalistrikan ini, pemerintah daerah juga mempunyai kewenangan

dalam mengatu dan menetapkan harga jual dan tarif tenaga listrik.

Page 9: Pengesahan Pengusulan Penelitian

Membahas peran dan kedudukan PLN sebagai salah satu pelaku usaha di

bidang usaha penyediaan tenaga listrik dan sebagai satu-satunya BUMN yang

bergerak di bidang ketenagalistrikan, maka sebagai bahan perbandingan disini

juga akan dijelaskan mengenai peran badan usaha lain, khususnya swasta dalam

industri ketenagalistrikan. Selain itu, dalam tesis ini terlebih dahulu juga perlu

dibahas terlebih dahulu mengenai struktur industri ketenagalistrikan berdasarkan

UU No. 30 Tahun 2009.

Kondisi yang ada, peran badan usaha swasta dalam penyediaan tenaga

listrik baru terbatas pada sektor pembangkitan melalui proyek-proyek IPP

(Independence Power Producer), dimana energi listrik yang dihasilkan dijual

kepada PLN dan selanjutnya PLN menyalurkannya kepada konsumen akhir

tenaga listrik. Selain itu ada juga badan usaha swasta yang membangun

pembangkit listrik untuk kepentingan sendiri, misalnya untuk keperluan pabrik,

hotel, dan lain-lain serta menyelenggarakan penyediaan tenaga listrik secara

isolated exclusive right (di luar jaringan PLN) serta menjual kelebihan listriknya

kepada PLN melalui (PPA) Power Purchase Agreement, sebagai contoh adalah

PT Cikarang Listrisindo.

Pengaturan mengenai usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan

umum oleh swasta, untuk pertama kali diatur secara khusus dalam Keputusan

Presiden No. 37 Tahun 1992 tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Oleh

Swasta. Berdasarkan Keputusan Presiden ini swasta dapat melakukan usaha

penyediaan tenaga listrik, baik kelistrikan swasta yang telah ditentukan

pemerintantah (solicited) maupun proyek kelistrikan berdasarkan usulan dari

pihak swasta itu sendiri (unsolicited).

Selain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang

ketenagalistrikan, keberadaan listrik swasta juga telah diatur dalam peraturan

perundang-undangan di bidang penanaman modal, yaitu Undang-undang Nomor

25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal8. Ini artinya, usaha penyediaan tenaga

listrik swasta dapat merupakan kegiatan dalam rangka penanaman modal, baik

modal dalam negeri maupun modal asing.

8 Republik Indonesia. Keputusan Presiden tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Oleh Swasta. Keppres No. 37

Tahun 1992.

Page 10: Pengesahan Pengusulan Penelitian

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 Jo Peraturan Presiden

No. 111 Tahun 2007 tentang “Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 77 Tahun

2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang

Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal”, bidang usaha yang

terbuka dengan persyaratan dalam penanaman modal yang terkait dengan usaha

penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum adalah pembangkitan tenaga

listrik, transmisi tenaga listrik, distribusi tenaga listrik, pembangkit listrik nuklir,

dengan komposisi kepemilikan saham asing yang dizinkan, masing-masing

adalah 95 % 9.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka dalam tesis ini, penulis ingin

membatasi pembahasan pada implikasi berlakunya UU 30 Tahun 2009 tentang

Ketenagalistrikan terhadap PT PLN (Persero) dan pengaruhnya terhadap peluang

swasta dalam industri ketenagalistrikan, khususnya di bidang usaha penyediaan

tenaga listrik untuk kepentingan umum.

1. Perumusan Masalah :

Berdasarkan uraian mengenai latar belakang di atas, maka dapat

dirumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah struktur industri ketenagalistrikan di Indonesia

berdasarkan Undang-undang No. 30 Tahun 2009 tentang

Ketenagalistrikan ?

2. Bagaimanakah peran dan kedudukan PT. PLN (Persero) dalam industri

ketenagalistrikan di Indonesia ?

3. Bagaimana peluang swasta dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk

kepentingan umum ?

2. Tujuan Penelitian :

Sesuai dengan rumusan permasalahan sebagaimana diuraikan di aats,

maka tujuan penulisan ini adalah :

9 Lihat Lampiran II Peraturan Presiden RI No. 77 Tahun 1997 jo Peraturan Presiden RI No. 111 Tahun 1997

tentang perubahan Atas Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup

Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal

Page 11: Pengesahan Pengusulan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana struktur industri ketenagalistrikan di

Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 30 Tahun 2009 tentang

Ketenagalistrikan.

b. Untuk mengetahui bagaimana peran dan kedudukan PT PLN

(Persero) dalam industri ketenagalistrikan di Indonesia.

c. Untuk mengetahui bagaimana peluang swasta dalam usaha

penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.

3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sekurang-

kurangnya meliputi dua aspek, sebagai berikut :

a. Manfaat sosial (social value), diharapkan berguna untuk :

1) Memberi informasi kepada masyarakat umum mengenai kondisi

ketenagalistrikan di Indonesia dengan diberlakukannya undang-undang

No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, khususnya terkait

dengan usaha penyediaan tenaga listrik yang dilakukan PT PLN

(Persero) dan peran serta swasta dalam industri ketenagalistrikan.

2) Menjadi suatu referensi terhadap pihak-pihak yang berkepentingan

berkaitan dengan permasalahan ketenagalisterikan.

b. Manfaat akademik (academic value), diharapkan berguna untuk :

1) Diharapkan penulisan penelitian tentang implikasi berlakunya

Undang- undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

terhadap PT PLN (Persero) dan peluang swasta dalam industri

ketenagalistrikan ditinjau dari perspektif aspek hukum bisnis, dapat

dijadikan sebagai pemenuhan salah satu persyaratan dalam penelitian

ini.

2) Manfaat lain dari penulisan penelitian ini diharapkan bisa menambah

khazanah keilmuan dalam bidang ketenagalistrikan.

Page 12: Pengesahan Pengusulan Penelitian

5. Kerangka Teori Dan Konsepsional

5.1. Kerangka Teori

Kerangka teori yang digunakan untuk menganalisis data dalam

penulisan penelitian ini adalah teori sistem hukum dari Lawrence M

Friedman dan teori mengenai implementasi kebijakan publik dari G.

Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli (1983).

Menurut Lawrence M. Friedman, setiap sistem hukum selalu

mengandung tiga unsur hukum, yaitu Structure, Substance dan Legal Culture.

P e r t a m a , Structure sebagai bagian dari sistem hukum meliputi institusi-

institusi yang diciptakan mencakup judikatif, legislative dan eksekutif.

Komponen struktur hukum merupakan representasi dari aspek institusional

yang memerankan pelaksanaan hukum dan hukum dan pembuatan undang-

undang. Struktur dalam implementasinya merupakan sebuah keseragaman

yang berkaitan satu sama lain dengan yang lain dalam suatu sistem hukum.

Kedua, Substance. Substansi Hukum meliputi hasil dari structure

yang diantaranya meliputi peraturan perundang-undangan, keputusan-

keputusan dan doktrin. Subtstansi hukum sebagai suatu aspek dari sistem

hukum merupakan refleksi dari aturan-aturan yang berlaku, norma dan

perilaku masyarakat dalam sistem tersebut10.

Ketiga, Legal Culture (Budaya). Legal Culture meliputi pandangan,

sikap atau nilai yang menentukan bekerjanya sistem hukum. Pandangan dan

sikap masyarakat terhadap budaya hukum sangat bervariasi, karena

dipengaruhi sub culture seperti etnik, jenis kelamin, pendidikan, keturunan,

keyakinan (agama) dan lingkungan. Pandangan dan sikap masyarakat ini

sangat mempengaruhi tegaknya hukum.

Di bidang ketenagalistrikan, yang termasuk dalam Struktur adalah

institusi yang mengeluarkan peraturan-peraturan di bidang ketenagalistrikan

serta yang mengawasi berfungsinya peraturan perundangan tersebut. Setiap

lembaga pemerintah yang atau non pemerintah yang memiliki kewenangan

untuk menentukan dalam implementasi peraturan perundangan bidang

ketenagalistrikan juga merupakan bagian dari struktur ini.

10 Suparji. Penanaman Modal Asing Di Indonesia, Insentif Vs Pembatasan ( Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Al

Azhar Indonesia, 2008) Hal. 13

Page 13: Pengesahan Pengusulan Penelitian

Yang termasuk Struktur di bidang ketenagalistrikan antara lain

Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Listrik

Dan Pengembangan Energi, yang menerbitkan kebijakan-kebijakan teknis di

bidang ketenagalistrikan, Departemen Keuangan selaku pemegang saham

PLN yang dalam hal ini telah dialihkan kepada Kementerian Pembinaan

BUMN, PLN sebagai penyelenggara ketenagalistrikan di Indonesia,

Pemerintah Daerah (PEMDA) sebagai pembuat kebijakan di bidang

ketenagalistrikan di daerah dan lain-lain.

Selanjutnya yang termasuk dalam Substansi adalah setiap regulasi dan

kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan usaha ketenagalistrikan, antara

lain yang berkaitan dengan perijinan usaha penyediaan tenaga listrik, tarif,

hak dan kewajiban pelaku usaha penyediaan tenaga listrik untuk

kepentingan umum, wilayah usaha ketenagalistrikan, jual beli tenaga listrik,

dan lain-lain yang terkait dengan usaha ketenagalistrikan. Selain itu, dalam

penelitian ini yang juga termasuk Substansi adalah regulasi dan kebijakan

yang terkait dengan penanaman modal.

Kemudian, yang termasuk budaya hukum dalam industri

ketenagalistrikan adalah hal-hal yang terkait dengan cara para aparat atau

pejabat yang terkait melaksanakan ketentuan dan kebijakan sebagaimana

diatur dalam undang-undang bidang ketenagalistrikan dan bagaimana

pengurus pelaku usaha di bidang ketenagalistrikan memahami, mematuhi

dan melaksanakan ketentuan serta kebijakan di bidang ketenagalistrikan.

Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy

makers bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam

pengertian ditaati dan diimplementasikan dengan baik. Ada banyak variable

yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan publik.

Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy makers

untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan

pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran11.

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak

variable atau faktor dan masing-masing variable tersebut saling berhubungan

satu sama lain. Demikian juga dengan kebijakan negara dibidang

11 Subarsono, AG. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi (Pustaka Belajar : Jakarta, 2005), Hal.101

Page 14: Pengesahan Pengusulan Penelitian

ketenagalistrikan sebagaimana dituangkan dalam UU No. 30 Tahun 2009

tentang Ketenagalistrikan. Dalam bagian penjelasan undang-undang

ketenagalistrikan ini antara lain diuraikan bahwa berbagai permasalahan

ketenagalistrikan yang saat ini dihadapi oleh bangsa dan negara telah

diantisipasi, antara lain yang mengatur mengenai pembagian wilayah usaha

penyediaan tenaga listrik yang terintegrasi, penerapan tarif regional yang

berlaku terbatas untuk satu wilayah usaha tertentu, pemanfaatan

jaringan tenaga listrik untuk kepentingan telekomunikasi, multimedia dan

informatika serta mengatur tentang jual beli tenaga listrik lintas negara

yang tidak diatur dalam UU No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.

Kemudian, teori yang penulis gunakan untuk menganalisa

implementasi kebijakan di bidang ketenagalistrikan adalah teori dari G.

Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli. Menurut Cheema dan

Rondinelii, variable yang mempengaruhi kinerja implementasi suatu

kebijakan publik, yaitu : (1) Kondisi Lingkungan; (2) Hubungan antar

organisasi; (3) Sumberdaya organisasi untuk implementasi program dan (4)

Karakteristik dan kemampuan agen pelaksanan.

Proses implementasi teori Cheema dan Rondinelii tersebut di atas,

dapat diuraikan sebagai berikut di bawah ini.

a. Kondisi Lingkungan : antara lain dipengaruhi oleh karakteristik

politik lokal, kendala sumberdaya, sosio-kultural, keterlibatan para

penerima program dan tersedianya infrastruktur fisik yang cukup.

b. Hubungan Antar Organisasi : Untuk keberhasilan implementasi

kebijakan atau program dipengaruhi oleh kejelasan dan konsistensi

sasaran program, standarisasi prosedur perencanaan, anggaran

implementasi dan evaluasi, Ketepatan, konsistensi dan kualitas

komunikasi antar instansi terkait dan efektivitas jejaring untuk

mendukung progam.

c. Sumberdaya Organisasi. Keberhasilan suatu kebijakan sangat

dipengaruhi oleh faktor Sumberdaya organisasi, yang meliputi

kontrol terhadap sumber dana, keseimbangan antara pembagian

anggaran dan kegiatan program, ketepatan alokasi angaran,

pendapatan dan birokrasi.

Page 15: Pengesahan Pengusulan Penelitian

d. Karakteristik Dan Kemampuan Agen Pelaksana: Mencakup

ketrampilan teknis, manajerial dan politis petugas, kemampuan

mengkoordinasi, mengontrol dan mengintegrasikan keputusan,

komunikasi internal, hubungan yang baik antara instansi dan

kelompok sasaran, hubungan yang baik antara instansi dengan pihak

diluar pemerintahan, kualitas pempimpin instansi, komitmen petugas

terhadap program, kedudukan instansi dalam hierarki sistim

administrasi.

e. Kinerja dan dampak dari faktor-faktor tersebut, adalah tingkat sejauh

mana program dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan,

adanya perubahan kemampuan administrasi pada organisasi lokal,

berbagai keluaran dan hasil yang lain.

Faktor kondisi lingkungan sebagaimana dimaksud Cheema dan

Rondinelii, terkait dengan bidang ketenagalistrikan antara lain dukungan

dari elite politik lokal sehubungan dengan implementasi peraturan

perundang- undangan bidang ketenagalistrikan, sumber daya manusia,

keterlibatan para pelaku usaha bidang ketenagalistrikan dan unsur

pemegang otoritas bidang ketenagalistrikan dan tersedianya infrastruktur

fisik yang cukup dalam menunjang sistim ketenagalistrikan di Indonesia.

Faktor hubungan antar organisasi. Untuk keberhasilan implementasi

kebijakan di bidang ketenagalistrikan antara lain sangat dipengaruhi oleh

kejelasan dan konsistensi sasaran kebijakan di bidang ketenagalistrikan,

anggaran implementasi kebijakan dan evaluasi, serta komunikasi yang baik

diantara “Struktur” yang terkait di bidang ketenagalistrikan. Misalnya antara

Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral dengan PLN, Pemerintah

Daerah dan pelaku usaha lainnya di bidang ketenagalistrikan.

Faktor sumber daya organisasi. Sumber daya organisasi di bidang

ketenagalistrikan terkait dengan pembiayaan program-program

ketenagalistrikan dan mekanisme kontrolnya, keseimbangan antara

pembagian anggaran dan kegiatan program, ketepatan alokasi anggaran dan

birokrasi terkait dengan penyelenggaraan ketenagalistrikan berdasarkan

Page 16: Pengesahan Pengusulan Penelitian

Undang-undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

Karakteristik Dan Kemampuan Agen Pelaksanaan, terkait dengan

ketrampilan teknis, manajerial dan politis petugas pemegang otoritas di

bidang ketenagalistrikan, kemampuan mengkoordinasi, mengontrol dan

mengintegrasikan keputusan, komunikasi internal, hubungan yang baik antara

instansi dan kelompok sasaran, hubungan yang baik antara instansi dengan

pihak diluar pemerintahan, kualitas pempimpin instansi, komitmen pejabat

terhadap program dan kebijakan ketenagalistrikan, kedudukan instansi dalam

hierarki sistim administrasi ketenagalistrikan.

Selanjutnya sebagai hasil kinerja dan dampak dari faktor-faktor

tersebut, adalah sejauh mana program dan kebijakan ketenagalistrikan

sebagaimana diatur dalam undang-undang bidang ketenagalistrikan dapat

mencapai sasaran yang telah ditetapkan, adanya perubahan kemampuan

administrasi pada organisasi lokal, berbagai keluaran dan hasil yang lain

yang menunjang kebijakan bidang ketenagalistrikan.

Selain itu, untuk menganalisa faktor – faktor yang dapat mendorong

investasi di Indonesia, khususnya investasi di bidang ketenagalistrikan, dalam

penulisan tesis ini, penulis juga menggunakan teori JD. Ny. Hart yang

menyatakan bahwa terdapat tiga unsur yang harus dikembangkan dalam

sistem hukum agar hukum tersebut berperan dalam pembangunan ekonomi,

yaitu prediktabilitas (predictability), stabilitas (stability) dan keadilan

(fairness).

Predictability, maksudnya adalah bahwa agar hukum dapat

menciptakan kepastian. Dengan adanya kepastian, investor dapat

memperkirakan akibat tindakan-tindakan yang dilakukannya dan memiliki

kepastian bagaimana pihak lain akan bertindak. Selanjutnya adalah Stability,

peranan negara yang dikuasakan melalui hukum pada dasarnya dalam rangka

menjaga keseimbangan untuk mencapai suatu tujuan. Keseimbangan ini

meliputi kepentingan individu, kelompok dan kepentingan umum yang

dikaitkan dengan dengan tantangan yang sedang dihadapi baik dalam

maupun luar negeri. Jadi melalui undang-undang ini diharapkan akan

mengakomodasi kepentingan Negara dan investor ketenagalistrikan,

kepentingan pertumbuhan ekonomi dan kepastian dalam perijinan-perijinan.

Page 17: Pengesahan Pengusulan Penelitian

Kemudian yang terakhir adalah fairness, yaitu hukum harus dapat

menciptakan keadilan bagi masyarakat dan mencegah terjadinya praktik-

praktik yang tidak adil dan diskriminatif.

5.1. Konsepsional

Untuk menghindarkan perbedaan pengertian terhadap istilah-istilah

yang dipergunakan dalam penulisan ini, berikut di bawah ini adalah definisi

dan atau definisi operasional dari istilah-istilah tersebut.

a. Badan Usaha Swasta adalah badan usaha berbentuk badan hukum

atau bukan yang diselenggarakan oleh pihak swasta yang melakukan

usaha penyediaan tenaga listrik.

b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), adalah badan usaha yang seluruh

atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui

penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang

dipisahkan.

c. Distribusi tenaga listrik, adalah penyaluran tenaga listrik dari sistem

transmisi atau dari pembangkitan ke konsumen.

d. Kuasa Usaha Ketenagalistrikan, adalah kewenangan yang diberikan

oleh Pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara (PLN) yang

diserahi tugas semata-mata untuk melaksanakan usaha penyediaan

tenaga listrik untuk kepentingan umum dan diberi tugas untuk

melakukan usaha penunjang tenaga listrik. Dengan berlakunya UU

No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, maka tidak dikenal

lagi istilah Kuasa Usaha Ketenagalistrikan. Yang ada adalah Izin

Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.

e. Konsumen, adalah konsumen tenaga listrik.

f. Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik adalah adalah izin untuk

melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan

umum12.

g. IPP (Independent Power Producer), adalah perusahaan-perusahaan

yang membangun dan mengoperasikan pembangkit sebagai “aktivitas

12 Republik Indonesia. Undang-undang tentang Ketenagalistrikan. UU No. 30 Tahun 2009, Pasal 1 butir 10.

Page 18: Pengesahan Pengusulan Penelitian

bisnis utama” tetapi tidak secara langsung melayani dan

mendistribusikan listrik kepada masyarakat umum. Kondisi eksisting,

IPP menjual energi listriknya kepada PT PLN (Persero) dan

kemudian disalurkan kepada pelanggan listrik.

h. PPA (power purchase agreement) adalah perjanjian jual beli tenaga

listrik antara PT PLN (Persero) selaku pembeli dengan IPP selaku

penjual energi listrik.

i. Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (PIUPTL), adalah

pelaku usaha yang mendapat izin untuk melakukan usaha penyediaan

tenaga listrik untuk kepentingan umum.

j. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, adalah pengadaan tenaga listrik

meliputi pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan tenaga

listrik kepada konsumen.

k. Pembangkitan, adalah adalah kegiatan memproduksi tenaga listrik,

yang energi pembangkitannya, yaitu Pusat Listrik Tenaga Air

(PLTA), Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pusat Listrik Tenaga

Gas (PLTG), Pusat Listrik Tenaga Gas/ Uap (PLTGU), Pusat Listrik

Tenaga Panas Bumi (PLTP), dan beberapa jenis pembangkitan

dengan bahan bakar alternative, seperti Pusat Listrik Tenaga Bayu

(Angin), Pusat Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pusat Listrik Tenaga

Sampah.

l. PT PLN (Persero) atau PLN, adalah Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) yang berbentruk Perseroan (Persero) yang bergerak di bidang

usaha ketenagalistrikan, yang didirikan berdasarkan Akta Notaris

Sutjipto, SH No. 169 Tahun 1994, sebagaimana telah beberapa kali

dirubah, terakhir Akta Notaris Lenny Janis Ishak No. 31 tanggal 28

Desember 2009.

m. Rasio elektrifikasi, adalah jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik

dibagi dengan jumlah rumah tangga yang ada. Angka rasio

elektrifikasi untuk menggambarkan jumlah rumah tangga masyarakat

Indonesia yang sudah menikmati energy listrik.

n. Transmisi, adalah penyaluran tenaga listrik dari Pembangkitan ke

sistem distribusi atau ke konsumen atau penyaluran tenaga listrik

Page 19: Pengesahan Pengusulan Penelitian

antar sistem.

o. Usaha penjualan tenaga listrik, adalah usaha penjualan tenaga listrik

kepada konsumen.

p. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, adalah

kegiatan usaha di bidang penyediaan tenaga listrik bukan untuk

kepentingan sendiri namun untuk keperluan di jual kepada masyarakat

pengguna tenaga listrik.

q. Wilayah usaha, adalah wilayah yang ditetapkan Pemerintah sebagai

tempat badan usaha distribusi dan/atau penjualan tenaga listrik

melakukan usaha penyediaan tenaga listrik.

6. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam Tesis ini adalah pendekatan yuridis

normative bersifat statuta approach yang merupakan pendekatan dari aspek

hukum yang membahas peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

bidang ketenagalistrikan dan investasi ketenagalistrikan. Yaitu Undang-undang

tentang ketenagalistrikan berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya dan

peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.

6.1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang akan digunakan dalam penulisan tesis ini

adalah tipe penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif. Penelitian

yuridis normatif adalah penelitian yang mengacu pada norma-norma

hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, konvensi-

konvensi dan keputusan pengadilan. Penelitian yuridis normatif

dilakukan terhadap data sekunder baik berupa dokumen maupun

kepustakaan.

Penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif ini digunakan

karena alasan-alasan sebagai berikut :

a. penelitian ini dilakukan mengacu kepada norma-norma hukum

yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, bahan-bahan

seminar dan tulisan pakar dan putusan Pengadilan tentang

gugatan Undang-undang Ketenagalistrikan.

b. Penelitian ini akan memfokuskan pada peraturan perundang-

Page 20: Pengesahan Pengusulan Penelitian

undangan bidang ketenagalistrikan sejak awal berdirinya

ketenagalistrikan di Indonesia, UU No. 15 Tahun 1985 dan UU

No, 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

c. Penelitian ini juga akan menggunakan fakta-fakta sejarah

ketenagalistrikan di Indonesia dan akan membandingkan di

antara peraturan perundang- undangan yang berlaku di bidang

ketenagalistrikan dari masa ke masa.

Penelitian sejarah dilakukan karena untuk meneliti sejarah

perkembangan industri ketenagalistrikan dari masa ke masa. Penelitian

ini akan membandingkan proses bisnis penyelenggaraan

ketenagalistrikan berdasarkan undang-undang yangmbaru dengan

undang-undangmyang lama untuk mendapatkan data sampain seberapa

jauh perubahan-perubahan yang ada. Metode penelitian Legal History

digunakan dalam penelitian ini karena penelitian ini akan menganalisis

kejadian-kejadian dimasa lalu mengenai ketenagalistrikan di Indonesia

dengan melakukan penelusuran terhadap perkembangan hukum bidang

ketenagalistrikan, yang berawal dari masa sebelum kemerdekaan

hingga masa kemerdekaan sampai berlakunya UU No. 30 Tahun 2009

tentang Ketenagalistrikan.

6.2. Sumber Bahan Hukum

Secara umum didalam penelitian biasanya dibedakan antara data

yang diperoleh secara langsung dari masyarakat (mengenai

perilakunya; data empiris) dan dari bahan pustaka. Yang diperoleh

secara langsung dari masyarakat dinamakan Data Primer atau Data

Dasar dan yang kedua diberi nama Data Sekunder.

Page 21: Pengesahan Pengusulan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan Data Sekunder,

yang menurut Gregory Churchil, dari sudut kekuatan mengikatnya di

golongkan kedalam:

a. Bahan Hukum Primer, yang terdiri atas : Norma atau kaidah

dasar (Pembukaan UUD 45), Peraturan Dasar (UUD 1945, Tap

MPR), Bahan Hukum yang tidak dikodifikasikan (hukum adat),

Peraturan Perundang- undangan (UU, PP, Peraturan Presiden,

Peraturan Menteri, Peraturan Daerah), Yurisprudensi, Traktat dan

bahan-bahan hukum warisan penjajahan (KUHP);

b. Bahan Hukum Sekunder, bahan-bahan yang memberi penjelasan

terhadap bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-

undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah hukum, dan lain-

lain;

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberi petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer atau sekunder,

contohnya Ensiklopedi, Kamus, Indeks, dan lain-lain.

Bahan Hukum Primer yang digunakan oleh penulis dalam

penelitian ini yaitu UUD 1945 tentang Ketenagalistrikan, UU No. 30

Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, UU No. 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal dan beberapa peraturan pelaksanaannya,

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 149/PUU- VII/2009 tanggal 30

Desember 2010 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 001-021-

022/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2003, Makalah-makalah

mengenai ketenagalistrikan, Naskah Akademis dan lain-lain.

Bahan Hukum Sekunder yang dipergunakan oleh penulis dalam

penelitian hukum ini adalah buku, jurnal, artikel, majalah, internet,

surat kabar, makalah dan lain-lain yang terkait dengan masalah

ketenagalistrikan dan penanaman modal. Dalam penulisan tesis ini,

penulis juga menggunakan bahan hukum tertier berupa data-data

statistik.

Page 22: Pengesahan Pengusulan Penelitian

20

6.3. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Semua bahan hukum yang telah diperoleh yang terdiri atas

Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder dan Bahan Hukum

Tertier diinventarisir dan disusun secara sistematis, diuraikan, dianalisa

berdasarkan sifat serta keadaan data dengan metode penulisan hukum

normative, kemudian dipadukan dengan beberapa teori yang

dipergunakan dalam tesis ini dan selanjutnya diolah dan dirumuskan

secara sistematis sesuai pokok bahasan dengan mengemukakan

argumentasi hukum.

Penajaman akan dilakukan pada penarikan kesimpulan tentang

implikasi hukum berlakunya UU No. 30 Tahun 2009 tentang

Ketenagalistrikan terhadap peran dan kedudukan PLN dalam

penyelenggaraan ketenagalistrikan di Indonesia, kemudian juga

mengenai peran badan usaha lain selain PLN dalam penyelelenggaraan

ketenagalistrikan, khususnya badan usaha swasta.

6.4. Pengolahan Dan Analisa Bahan Hukum

Berdasarkan pendekatan yang digunakan dalam penyusunan

tesis ini, analisis hukum dilakukan setelah semua bahan hukum

terkumpul, kemudian disusun dan dikelompokan selanjutnya dianalisis

sesuai dengan permasalahan yang dikaji dengan saling mengkaitkan

beberapa pengaturan di bidang ketenagalistrikan hingga dirumuskan

suatu pengetahuan baru mengenai hal sebagaimana yang diteliti dalam

penulisan ini.

Analisis ini diharapkan dapat memperoleh gambaran yang jelas

terkait dengan berlakunya UU No. 30 tahun 2009 tentang

Ketenagalistrikan dan implikasinya terhadap kedudukan dan peran PLN

dalam industri ketenagalistrikan di Indonesia dan pengaruhnya

terhadap peran swasta dalam penyediaan tenaga listrik untuk

kepentingan umum.

Page 23: Pengesahan Pengusulan Penelitian

21

7. Sistimatika Penulisan

Keseluruhan penelitian ini disajikan dalam 5 (lima) bab, yang akan

kami uraikan di bawah ini dan terkait satu dengan yang lainnya.

Bab Pertama, sebagai pendahuluan Pada bab ini akan diuraikan mengenai

latar belakang penulisan, yaitu bahwa dengan diterbitkannya UU No. 30

Tahun 2009 berimplikasi langsung terhadap peran dan kedudukan PLN yang

selama ini merupakan Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK)

berubah menjadi “hanya” sebagai Pemegang Ijin Usaha Penyediaan Tenaga

Listrik (PIUKU). Intinya, pada bab ini akan diuraikan mengenai perumusan

masalah, tujuan penelitian, konsepsi dan kerangka teori serta metode penelitian

yang terdiri atas : tipe penelitian, sumber bahan hukum, prosedur pengumpulan

bahan hukum, pengolahan dan analisa bahan hukum dan Sistematika

Penulisan. Penelitian ini akan beranjak dari beberapa pertanyaan sebagai

berikut : Bagaimanakah struktur industri ketenagalistrikan di Indonesia

berdasarkan Undang-undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

bagaimanakah peran dan kedudukan PT PLN (Persero) dalam industri

ketenagalistrikan di Indonesia dan bagaimana peran swasta dalam usaha

penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.

Bab Kedua. Secara umum pada bab ini akan diuraikan mengenai

implikasi Undang – undang No. 30 tahun 2009 terhadap struktur industri

Ketenagalistrikan berdasarkan UU No. 30 Tahun 2009 Tentang

Ketenagalistrikan. Pada bab ini akan diuraikan mengenai industri

ketenagalistrikan di Indonesia berdasarkan UU No. 30 Tahun 2009, yang akan

diuraikan dalam beberapa sub bab yang akan membahas : perkembangan

industri ketenagalistrikan di Indonesia dari masa kemasa, mulai dari zaman

penjajahan Belanda, penjajahan Jepang dan masa setelah proklamasi

kemerdekaan, yang menguraikan kelistrikan di Indonesia sejak nasionalisasi

perusahaan-perusahaan listrik Belanda oleh Negara Republik Indonesia dan

perkembangan organisasi PLN; sistem ketenagalistrikan menjelaskan sistem

ketenagalistrikan mulai dari proses pembangkitan, transmisi dan distribusi

tenaga listrik; dan industri ketenagalistrikan berdasarkan UU No. 30 Tahun

2009, meliputi wilayah usaha ketenagalistrikan, pelaku usaha, harga jual

Page 24: Pengesahan Pengusulan Penelitian

22

tenaga listrik, perizinan, kewenangan pemerintah atau pemerintah daerah.

Bab Ketiga. Pada Bab ini akan di bahas mengenai peran dan

kedudukan PT PLN (Persero) dalam industri ketenagalistrikan di Indonesia.

Dalam bab ini akan diuraikan dan dibahas mengenai profil PT PLN (Persero),

yang meliputi organisasi dan pengusahaan tenaga listrik PT PLN (Persero)

mulai dari pembangkitan tenaga listrik, transmisi dan distribusi tenaga listrik;

peran dan kedudukan PT PLN (Persero) dalam industri ketenagalistrikan, yang

akan menguraikan peran dan kedudukan sebagai Pemegang Kuasa Usaha

Ketenagalistrikan (PKUK), pengertian Kuasa Usaha Ketenagalistrikan, maksud

dan tujuan PT PLN (Persero) selaku PKUK, hak dan kewajiban, wilayah usaha

PT PLN (Persero) sebagai PKUK. Kemudian juga dibahas mengenai peran PT

PLN (Persero) sebagai Pemegang izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik

(PIUPTL) berdasarkan UU No. 30 tahun 2009, perizinan, wilayah usaha, hak

dan kewajiban, serta peran dan kedudukan PT PLN (Persero) sebagai BUMN.

Bab Keempat. Pada bab ini diuraikan mengenai peran swasta di bidang

usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Untuk itu akan

uraikan disini mengenai masuknya listrik swasta di Indonesia; kebijakan

mengenai listrik swasta, meliputi kebijakan sebelum berlakunya UU No. 15

Tahun 1985, kebijakan listrik swasta berdasarkan UU No. 15 tahun 1985 dan

kebijakan listrik swasta berdasarkan UU No. 30 Tahun 2009; terakhir pada

bab ini akan di bahas dan diuraikan mengenai pengusahaan tenaga listrik oleh

swasta yang meliputi perizinan dan jenis usaha penyediaan tenaga listrik oleh

swasta, hak dan kewajiban, wilayah usaha listrik swasta dan harga jual tenaga

listrik swasta.

Bab Kelima. Merupakan penutup dari penelitian ini yang berisi

kesimpulan dan saran, berdasarkan pembahasan dan uraian-uraian sebelumnya.

Bab ini menyimpulkan jawaban terhadap pokok permasalahan dalam penelitian

ini dan saran- saran lebih lanjut terkait dengan penyelenggaraan

ketenagalistrikan di Indoenesia berdasarkan UU No. 30 Tahun 2009.

Page 25: Pengesahan Pengusulan Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Purnomo. Tenaga Listrik, Profil dan Anatomi Hasil Pembangunan Dua Puluh

Lima Tahun. (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1994)

Suparji. Penanaman Modal Asing Di Indonesia, Insentif Vs Pembatasan ( Jakarta : Fakultas

Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, 2008)

Subarsono, AG. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi (Pustaka Belajar :

Jakarta, 2005)

Ishak Rafick dan Baso Amir. BUMN Expose, Menguak Pengelolaan Aset Negara Senilai

2000 Triliun Lebih. Jakart a

Lukman hakim. Babak Baru Liberalisasi Sektor Ketenagalistrikan Nasional <http:/ /hmi

news.com /opini/babak-baru-liberalisasi-sektor-ketenagalistrikan-nasional/> tanggal 2 mei

2011.

Anonim. Sejarah Dan Perkembangan Kelistrikan Di Indonesia, Tahun 1913 – 1978.

Soerjono Soekarno. Pengantar Penelitian Hukum (Universitas Indonesia : Jakarta, 2006)

Subarsono, AG. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi (Pustaka Belajar:

Jakarta, 2005).

Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara.

PP No. 18 Tahun 1972.

PT PLN (Persero). Laporan Tahunan Tahun 2008. Jakarta, 2008.

Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Pengusahaan Tenaga Listrik. PP No. 36

Tahun 1979

Republik Indonesia. Undang-undang Tentang Ketenagalistrikan. UU No. 30 Tahun 2009. Pasal

3 ayat (4).

Republik Indonesia. Keputusan Presiden tentang Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Oleh

Swasta. Keppres No. 37 Tahun 1992.

Dari Listrik Kolonial ke listrik nasional. <ht t p:/ / basundoro. blo g.unair. ac.id/ 2009/

01/ 31/ dari- listrik-kolonial-ke-listrik-nasional-studi-awal-tentang-nv-aniem-surabaya/ / >

tanggal 2 Mei 2011.