pengertian, teori, dan klasifikasi metafora

44
Pengertian, Teori, dan Klasifikasi Metafora Pengertian Secara etimologis, terminologi metafora dibentuk melalui perpaduan dua kata Yunani—“meta” (diatas) dan “pherein” (mengalihkan/memindahkan). Dalam bahasa Yunani Modern, kata metafora juga bermakna “transfer” atau “transpor”. Dengan demikian, metafora adalah pengalihan citra, makna, atau kualitas sebuah ungkapan kepada suatu ungkapan lain (Classe: 2000: 941). Pengalihan tersebut dilakukan dengan cara merujuk suatu konsep kepada suatu konsep lain untuk mengisyaratkan kesamaan, analogi atau hubungan kedua konsep tersebut. Sebagai contoh, dalam metafora “Pelanggan adalah raja,” berbagai citra atau kualitas seorang raja, seperti kekuasaan, pengaruh, posisi, dan sebagainya dipindahkan kepada pelanggan. Ungkapan Shakespeare yang sangat terkenal “All the world's a stage” adalah contoh metafora yang sering

Upload: parlin-pardede

Post on 14-Aug-2015

2.980 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Makalah ini membahas konsep dan teori tentang metafora

TRANSCRIPT

Page 1: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

Pengertian, Teori, dan Klasifikasi Metafora

Pengertian

Secara etimologis, terminologi metafora dibentuk melalui perpaduan

dua kata Yunani—“meta” (diatas) dan “pherein” (mengalihkan/memindahkan).

Dalam bahasa Yunani Modern, kata metafora juga bermakna “transfer” atau

“transpor”. Dengan demikian, metafora adalah pengalihan citra, makna, atau

kualitas sebuah ungkapan kepada suatu ungkapan lain (Classe: 2000: 941).

Pengalihan tersebut dilakukan dengan cara merujuk suatu konsep kepada

suatu konsep lain untuk mengisyaratkan kesamaan, analogi atau hubungan

kedua konsep tersebut. Sebagai contoh, dalam metafora “Pelanggan adalah

raja,” berbagai citra atau kualitas seorang raja, seperti kekuasaan, pengaruh,

posisi, dan sebagainya dipindahkan kepada pelanggan. Ungkapan

Shakespeare yang sangat terkenal “All the world's a stage” adalah contoh

metafora yang sering dikutip. Metafora ini mengindikasikan bahwa “the world”

dan “stage” adalah dua hal yang analog.

Karena metafora merupakan sebuah topik kajian utama berbagai

disiplin ilmu, terutama linguistik, teori kesusastraan, filsafat, dan psikologi,

konsep-konsep tentang metafora, termasuk definisinya, sangat beragam

(Picken: 1988: 108). Hingga saat ini, terdapat paling tidak empat teori

metafora yang mengungkapkan metafora dengan berbagai sudut pandang.

Page 2: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

Berikut ini adalah uraian singkat tentang keempat teori tersebut, yang secara

khusus ditinjau dari perspektif penerjemahan.

2. Teori Metafora

a. Teori Perbandingan (Comparison Theory)

Teori perbandingan, yang identik dengan definisi etimologis di atas,

digagas oleh Aristoteles pada abad keempat masehi. Menurut Aristoteles,

metafora merupakan sarana berpikir yang sangat efektif untuk memahami

suatu konsep abstrak, yang dilakukan dengan cara memperluas makna

konsep tersebut dengan cara membandingkannya dengan suatu konsep lain

yang sudah dipahami. Melalui perbandingan itu terjadi pemindahan makna

dari konsep yang sudah dipahami kepada konsep abstrak. Batasan ini

biasanya diungkapkan dengan rumus “A adalah B dalam konteks X, Y, Z …”

Sebagai contoh, dalam metafora “Guru adalah matahari bangsa”, fungsi

‘matahari’ sebagai pemberi ‘terang’ dan ‘kehangatan’ dipindahkan kepada

‘guru’. Pemindahan ini membuat “guru” menjadi “pemberi terang dan

kehangatan” kepada bangsa. Oleh Aristoteles, ungkapan-ungkapan linguistik

yang dihasilkan dari metafora sebagai sarana berpikir itu disebut sebagai

stilistika.

Menurut Ortony (1993: 3), bagi Aristoteles, fungsi utama metafora

adalah sebagai stilistika atau ornamen retoris, khususnya majas. Danesi

Page 3: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

(2004: 118) menambahkan bahwa majas tersebut digunakan untu

memperindah ungkapan-ungkapan dalam puisi. Dengan kata lain, Aristoteles

lebih mementingkan metafora sebagai ekspresi linguistik, bukan sebagai

konsep berpikir yang menghasilkan ekspresi tersebut.

Sejak dicanangkan oleh Aristoteles, metafora menjadi salah satu

bidang kajian utama bidang filsafat, linguistik dan kritik sastra di Barat.

Namun, menurut Punther (2007: 10-12), penekanan pada fungsi metafora

sebagai ornamen retoris mengakibatkan kajian-kajian itu hanya terfokus pada

upaya upaya untuk membedakan bahasa harfiah dan bahasa figuratif.

Akibatnya, selama hampir 16 abad metafora tidak dianggap sebagai bagian

integral diskursus filsafat dan bahasa sehari-hari, dan pengertian metafora

sebagai perbandingan antara sebuah konsep yang asing (topik) dengan

suatu konsep lain yang sudah dipahami (citra) yang menghasilkan kemiripan

(titik kesamaan) diantara keduanya, yang kemudian dipindahkan kepada

topik sehingga pemahaman terhadapnya meningkat juga tidak mengalami

perubahan secara substantif.

Teori perbandingan ini didukung oleh Larson (1998: 271-271) yang

menekankan bahwa, seperti simile, metafora merupakan ungkapan figuratif

yang didasarkan pada perbandingan. Dia menjelaskan bahwa metafora dan

simile merupakan bentuk-bentuk gramatikal yang mewakili dua proposisi

dalam struktur semantik. Sebuah proposisi terdiri sebuah topik dan

Page 4: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

penjelasan mengenai topik itu. Dalam ungkapan “Guru adalah matahari

bangsa”, “guru” merupakan topik dan “adalah matahari bangsa” merupakan

penjelasan. Hubungan antara kedua proposisi tersebut merupakan sebuah

perbandingan yang terdapat dalam bagian penjelasan. Penjelasan tersebut

mengungkapkan kemiripan atau menunjukkan titik kesamaan tertentu. Dalam

contoh di atas, bagian penjelasan mengungkapkan kemiripan antara “guru”

dan “matahari” sebagai pemberi ‘terang’ dan ‘kehangatan’.

b. Teori Interaksi

Pemunculan konsep metafora yang berbeda dengan konsep

Aristoteles diawali oleh Richards. Perbedaan itu terlihat paling tidak dalam

dua poin. Pertama, Richards (1936: 90) menyatakan bahwa metafora

sesuatu yang istimewa dan hanya digunakan oleh orang-orang berbakat

sebagai ornamen retoris. Dengan kata lain, dia menolak pandangan bahwa

metafora digunakan secara khusus hanya dalam karya sastra.

Kedua, Richards (1936: 93-96) menekankan bahwa metafora

merupakan proses kognitif yang dilakukan untuk memahami suatu gagasan

yang asing (vehicle) melalui interaksi gagasan tersebut dengan gagasan lain

yang maknanya secara harfiah sudah lebih dikenal (tenor), bukan melalui

pemindahan makna. Gagasan baru yang dihasilkan melalui interaksi vehicle

dan tenor disebut ground. Dalam “Guru adalah matahari bangsa”, misalnya,

Page 5: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

tidak terjadi pemindahan makna dari “matahari” kepada “guru”. Kedua kata itu

tetap pada makna harfiah masing-masing. Namun sebagian wilayah makna

kedua kata itu, seperti makna ‘mendidik’ dan ‘mengajar’ berinteraksi dengan

makna ‘menerangi’ dan ‘menghangatkan’, dan menghasilkan gagasan

“melalui pendidikan dan pengajaran yang dilakukannya, guru menerangi dan

memberi kehangatan pada bangsa”. Secara grafis, proses kognitif yang

menghasilkan metafora ini digambarkan dalam Bagan 3 di bawah ini.

Pada bagan tersebut, tampak dua lingkaran yang disatukan, masing-

masing menampilkan wilayah makna “guru” dan wilayah makna “matahari”.

Sebahagian dari kedua wilayah makna itu bertumpang tindih (ditampilkan

oleh bagian yang diarsir), dan hal itu menunjukkan adanya sekumpulan

komponen makna penyama (ground) atau makna yang sama-sama dimiliki

Page 6: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

kedua wilayah makna. Dalam konteks metafora ini, makna penyama tersebut

terdiri dari “hangat” dan “menerangi.” Meskipun wilayah makna itu menyatu,

makna harfiah “guru” dan “matahari” tidak menghilang, melainkan ada di latar

belakang makna metaforis. Itulah sebabnya Richard menekankan bahwa

dalam metafora tidak terjadi substitusi makna melainkan interaksi makna.

Istilah vehicle yang diajukan Richard ini mirip dengan ‘topik’, istilah

tenor mirip dengan “citra,” dan istilah ground mirip dengan “titik kesamaan”.

Menurut Stockwell (2002: 106), dalam ungkapan stilistik posisi vehicle selalu

mendahuli tenor, meskipun dalam skema proses kognitifnya tenor diletakkan

sebelum vehicle. Jadi, dalam metafora “Guru adalah matahari bangsa”,

“Guru” merupakan vehicle dan “matahari” merupakan tenor”. Fitur umum

yang terdapat diantara keduanya, seperti ‘hangat’ dan ‘menerangi’, disebut

ground.

Berdasarkan gagasan Richards, Black mengembangkan teori

interaksi dengan menekankan bahwa metafora pada hakikatnya merupakan

instrumen kognitif yang tidak dapat berlangsung tanpa adanya interaksi antar

elemen-elemen pembentuknya, yang terdiri dari aspek konteks, situasi,

pembicara/pendengar, penulis/pembaca, dan tema pertuturan. Esensi aspek-

aspek kontekstual ini dapat dilihat dalam contoh-contoh berikut.

(1) Ali adalah anak kecil.

Page 7: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

(2) Toto mahir berakting.

Kalimat (1) di atas merupakan metafora jika dilihat dari konteksnya

bahwa Ali berumur 40 tahun. Dalam konteks ini, “Ali” dianalogikan sebagai

“anak kecil’ karena memiliki sifat kekanak-kanakan. Akan tetapi, kalimat itu

bukan sebuah metafora jika diketahui Ali masih berumur lima tahun. Kalimat

(2) merupakan metafora jika diketahui Toto bukan seorang pemain film

(aktor) namun pandai bersandiwara bagaikan seorang aktor. Sebaliknya,

kalimat itu bukan metafora jika Toto benar-benar seorang aktor. Melalui

penjelasan dan contoh-contoh tersebut, terlihat bahwa dalam teori interaksi

Black kriteria pokok yang menentukan apakah sebuah tuturan merupakan

metafora atau hanya sekedar pernyataan harfiah adalah konteks dan

situasinya.

Jika konsep Aristoteles dibandingkan dengan konsep Richards dan

Black, akan terlihat bahwa konsep metafora Aristoteles dilandaskan pada

perbandingan antara tenor (citra) dan vehicle (topik), sedangkan konsep

metafora Richards dan Black didasarkan pada interaksi kedua ranah

tersebut. Namun, walau berbeda dalam hal hubungan antara tenor dan

vehicle, konsep Aristoteles, Richards, dan Black sama-sama menekankan

bahwa konteks yang terdapat dalam ungkapan metafora mengandung dua

sisi makna: makna metaforis di satu sisi dan makna harfiah di sisi yang

Page 8: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

lainnya. Selain itu, ketiga konsep itu juga sama-sama menekankan fungsi

metafora sebagai bahasa figuratif.

c. Teori Pragmatik

Teori pragmatik merupakan penolakan terhadap konsep adanya

perubahan makna pada topik karena adanya pemindahan makna dari citra,

atau karena adanya interaksi vehicle dengan tenor. Dengan kata lain, teori

pragmatik membantah konsep teori perbandingan dan teori interaksi.

Davidson (1978: 32) mempertanyakan asumsi standar tentang keberadaan

makna metaforis yang berbeda dengan makna harfiah. Menurut Davidson,

metafora pada hakikatnya tidak berbeda dengan ungkapan linguistik lainnya.

Metafora mengungkapkan makna kata-kata sesuai dengan makna

harfiahnya, tidak lebih dari itu. Bagi Davidson, persoalan metafora

merupakan ranah pragmatik, bukan semantik. Metafora tidak membentuk

makna-makna yang berbeda karena metafora tidak berkreasi; metafora

merupakan kata-kata yang makna harfiahnya digunakan untuk membentuk

pemahaman. Dengan kata lain, makna sebuah metafora ditentukan oleh

makna harfiah kata-kata maupun kalimat yang membentuknya, dan

bagaimana makna tersebut digunakan. Jadi, metafora tidak memiliki makna

khusus. Metafora adalah penggunaan ungkapan harfiah untuk menyarankan,

Page 9: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

mengakrabkan, atau mengarahkan penutur kepada makna yang mungkin

diabaikannya.

Sama dengan Davidson, Searle (1981: 76-103) juga menolak konsep

perubahan makna pada topik karena adanya pemindahan makna dari citra,

atau karena adanya interaksi vehicle dengan tenor. Menurut Searle, di dalam

metafora sama sekali tidak ada perubahan makna. Searle mengakui bahwa

makna ungkapan metaforis berbeda dengan makna harfiah kata-kata atau

kalimat penyusunnya. Namun hal itu tidak disebabkan oleh perubahan makna

elemen-elemen leksikal, melainkan karena penutur bermaksud

mengungkapkan makna yang lain melalui kata-kata atau kalimat tersebut. Hal

ini, secara sederhana, diungkapkan dengan rumusan bahwa penutur

mengatakan “S adalah P”, padahal yang dimaksudkannya adalah “S adalah

R”.Sehubungan dengan itu, Searle mengusulkan bahwa untuk menjelaskan

metafora perlu dibedakan antara makna harfiah kata-kata atau kalimat

dengan makna yang disampaikan penutur (makna metaforis yang ingin

diungkapkan melalui makna harfiah kata-kata atau kalimat yang digunakan).

Sumbangan utama teori pragmatik terhadap konsep metafora adalah

pemahaman bahwa proses pembentukan makna metaforis tidak hanya

ditentukan oleh pemindahan makna dari citra ke topik atau oleh interaksi

antara kedua ranah tersebut. Makna metaforis itu juga dibentuk oleh

Page 10: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

hubungan internal elemen-elemen kontekstual tuturan tersebut, termasuk

makna yang disampaikan penutur.

d. Teori Kognitif

Wilayah kajian metafora yang dulu cenderung mengacu pada

ungkapan figuratif mulai berubah sejak Lakoff dan Johnson menerbitkan

Metaphors We Live By pada tahun 1980. Dalam buku ini mereka

menegaskan bahwa metafora tidak hanya digunakan dalam karya sastra

tetapi dalam kehidupan sehari-hari. Menurut mereka, “metaphors are

pervasive in our ordinary everyday way of thinking, speaking, and acting.”

Pendapat ini merupakan penolakan mereka terhadap pendapat umum dalam

linguistik konvensional bahwa ungkapan metaforis merupakan alternatif bagi

pertuturan harfiah. Danesi (2004: 120), menjelaskan bahwa secara khusus

mereka menentang asumsi Grice bahwa seseorang akan mencoba

mendahulukan interpretasi harfiah jika dia mendengar sebuah kalimat. Jika

konteks kalimat tersebut tidak memungkinkan baginya untuk memperoleh

pemahaman, barulah dia mencoba interpretasi metaforis. Menurut Lakoff dan

Johnson, asumsi ini terkesan benar hanya karena pengguna bahasa tidak

menyadari bahwa banyak ungkapan-ungkapan yang biasa mereka gunakan

sebenarnya didasarkan pada struktur metaforis. Sebagai contoh, kalimat

yang lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari, seperti: “Pendapatmu

Page 11: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

tidak dapat dipertahankan”, “Aku berhasil menghancurkan argumentasinya”

dan “Dia selalu menang dalam perdebatan”, sebenarnya merupakan variasi

metafora linguistik yang dibentuk berdasarkan metafora konseptual

ARGUMEN MERUPAKAN PERANG, seperti terlihat dari uraian yang

diadopsi dari penjelasan Lakoff dan Johnson berikut.

metafora konseptual: ARGUMEN MERUPAKAN PERANG

metafora linguistik a) Pendapatmu tidak dapat dipertahankan.

b) Aku berhasil mementahkan argumentasinya.

c) Dia selalu menang dalam perdebatan.

Selain itu, berbagai kalimat sering diinterpretasikan secara metaforis

tanpa memperhatikan makna sebenarnya. Sebagai contoh, kalimat

“Pembunuhnya adalah binatang” cenderung diinterpretasikan secara

metaforis. Biasanya, setelah dijelaskan bahwa kata “binatang” dalam kalimat

itu adalah hewan sesungguhnya (singa, beruang, dan sebagainya), barulah

pendengar menginterpretasikannya secara harfiah.

Menurut Ortony (1993: 208-209), prinsip utama dalam teori kongnitif

Lakoff dan Johnson adalah bahwa metafora berlangsung dalam tataran

proses berpikir. Metafora menghubungkan dua ranah konseptual, yang

disebut ranah sumber (source domain) dan ranah sasaran (target domain).

Ranah sumber terdiri dari sekumpulan entitas, atribut atau proses yang

Page 12: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

terhubung secara harfiah, dan secara semantis terhubung dan tersimpan

dalam pikiran. Hal-hal itu diungkapkan dalam pertuturan melalui seperangkat

kata atau ungkapan yang dianggap terhimpun dalam kelompok-kelompok

yang serupa dengan kumpulan tersebut—yang sering disebut oleh linguis

sebagai ‘kelompok leksikal’ (lexical sets) atau ‘bidang-bidang leksikal’ (lexical

fields). Ranah sasaran cenderung bersifat lebih abstrak dan mengikuti

struktur yang dimiliki ranah sumber melalui pemetaan ontologis. Pemetaan

inilah yang disebut metafora konseptual. Oleh karena itu, entitas, atribut, dan

proses dalam ranah sasaran diyakini berhubungan satu sama lain seperti

pola yang dipetakan dari hubungan antara entitas, atribut, dan proses dalam

ranah sumber. Pada tataran bahasa, seluruh. entitas, atribut, dan proses

dalam ranah sasaran dileksikalkan melalui kata-kata dan ungkapan dari

ranah sumber. Kata-kata atau ungkapan inilah yang disebut dengan metafora

linguistik.

Senada dengan penjelasan Ortony tentang teori Lakoff dan Johnson di

atas, Kovecses (2010: 4) juga menyatakan bahwa metafora konseptual

berada pada tataran proses berpikir, yang digunakan untuk memahami suatu

ranah konseptual dengan cara mengaitkannya dengan suatu ranah

konseptual lain. Pendapat ini dirumuskan (dengan hurup kapital) sebagai

berikut: RANAH KONSEPTUAL A ADALAH RANAH KONSEPTUAL B.

Sedangkan metafora linguistik adalah berbagai ungkapan linguistik yang

Page 13: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

dihasilkan dari sebuah metafora konseptual. Berdasarkan rumusan ini,

sebagai contoh, untuk konsep DUNIA dapat dibentuk metafora konseptual

DUNIA ADALAH PANGGUNG SANDIWARA. Dalam konteks ini pemahaman

tentang sandiwara digunakan untuk memahami kehidupan. Dari metafora

konseptual DUNIA ADALAH PANGGUNG SANDIWARA dapat dibentuk

berbagai metafora linguistik, seperti: “Pertolongan yang diberikannya

hanyalah sandiwara”; “Para anggota parlemen itu hanyalah badut-badut

politik”; “Kehidupan pernikahannya tak lebih dari sinetron belaka”; dan

sebagainya.

Bagi pendukung teori kongnitif, pikiran dianggap lebih penting dari

bahasa. Teori kongnitif tidak dimaksudkan untuk menjelaskan ungkapan-

ungkapan bahasa yang digunakan, yang dianggap hanya sebagai

manifestasi permukaan dari fenomena yang jauh lebih penting. Meskipun

demikian, pola-pola ungkapan bahasa merupakan data yang digunakan

sebagai bukti utama untuk menyajikan teori ini. Data-data linguistik tersebut

biasanya dihasilkan secara intuitif, baik oleh peneliti maupun informan.

Namun selama beberapa tahun terakhir beberapa peneliti mulai menganalisis

data linguistik yang diperoleh secara alami.

Berdasarkan berbagai teori dan definisi yang cukup beragam tersebut,

terlihat bahwa pengertian metafora relatif sama sejak zaman Aristoteles.

Meskipun dinyatakan melalui ungkapan-ungkapan yang cukup variatif,

Page 14: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

definisi-definisi itu tetap bermuara kepada dua tataran, yakni: metafora

konseptual dan metafora linguistik. Metafora konseptual merupakan proses

pemindahan sebuah konsep yang dikenal kepada konsep lain yang masih

asing agar konsep yang asing itu dapat dipahami. Pemindahan konsep itu

bisa melalui perbandingan, interaksi, atau pemetaan. Metafora linguistik

merupakan ekspresi linguistik yang diperoleh dari sebuah metafora

konseptual.

Perbedaan yang terdapat dalam berbagai definisi dan teori metafora di

atas terletak pada penekanan esensi dan fungsi kedua jenis metafora

tersebut. Bagi Aristoteles, metafora linguistik lebih penting dari metafora

konseptual dan sangat diperlukan sebagai bahasa figuratif (majas) dalam

puisi dan kajian sastra. Bagi Lakoff dan Johnson, metafora yang paling

esensial adalah metafora konseptual, dengan alasan bahwa metafora

linguistik merupakan manifestasi linguistis dari metafora konseptual (sebagai

sistem berpikir yang terlibat dalam kehidupan sehari-hari manusia).

Krennmayr (2011: 11) menegaskan bahwa berbeda dengan pandangan filsuf

dan linguis terdahulu, yang memandang bahasa terpisah dari pikiran, linguis

kontemporer sejak pemunculan linguistik kognitif memandang bahasa

berinteraksi dengan persepsi, memori, dan pikiran.

Karena dilandaskan pada perbandingan antara sebuah benda, ide,

atau tindakan dengan sebuah benda, ide, atau tindakan lain, metafora juga

Page 15: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

mencakup personifikasi, karena personifikasi juga didasarkan pada

perbandingan benda atau binatang dengan manusia. Dalam personifikasi

“Nyiur melambai-lambai” terdapat perbandingan antara gerakan daun nyiur

dengan gerakan tangan manusia. Perbandingan itu menghasilkan titik

kesamaan berupa “gerakan gemulai dari kanan ke kiri atau sebaliknya”. Jadi,

proses pembuatan personifikasi sama dengan metafora. Mendukung konsep

ini, Alm-Arvius (2003: 129) menegaskan bahwa personifikasi merupakan sub-

kategori metafora yang bersifat lebih umum dan komprehensif. Dengan kata

lain, metafora merupakan atasan personifikasi, dan personifikasi merupakan

subordinat metafora. Penjelasan Alm-Arvius ini menjelaskan bahwa

perbedaan di antara metafora dan personifikasi terletak hanya pada ruang

lingkup. Metafora membandingkan semua benda ide, atau tindakan dengan

sebuah benda, ide, atau tindakan lain, sedangkan personifikasi khusus

menampilkan benda atau hewan sebagai manusia.

3. Komponen Metafora

Berdasarkan paparan di atas, terungkap bahwa struktur sebuah

metafora dapat dibagi ke dalam tiga komponen: (1) konsep atau hal yang

dibicarakan agar lebih dipahami (topik atau vehicle); (2) konsep yang sudah

dipahami (citra atau tenor); dan (3) makna atau kualitas yang memperlihatkan

Page 16: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

persamaan antara citra dan topik (ground atau “titik kesamaan”). Dengan

demikian, dalam contoh “Guru adalah matahari bangsa” di atas, “Guru”

merupakan ‘topik”, “matahari” merupakan “citra”, dan “menerangi” dan

“menghangatkan” merupakan “titik kesamaan”.

Ketiga komponen pembangun metafora tidak selalu disebutkan secara

eksplisit. Adakalanya, salah satu dari ketiga bagian itu (topik, sebagian dari

citra, atau titik kemiripan) dinyatakan secara implisit. Sehubungan dengan itu,

Orrecchioni (dalam Zaimar, 2002: 48-49) membedakan metafora ke dalam

dua jenis: metafora in praesentia, yang bersifat eksplisit dan metafora in

absentia, yang bersifat implisit. Dalam metafora “Tono adalah buaya darat”,

misalnya, kedua unsur yang dibandingkan muncul--“Tono” sebagai vehicle

dan “buaya darat” sebagai tenor). Sedangkan dalam metafora “Banyak

pemuda yang ingin mempersunting mawar desa itu”, kata mawar

dibandingkan secara in absentia dengan gadis. Dalam konteks ini, “mawar”

sebagai citra muncul, sedangkan “gadis” sebagai topik tidak muncul. Dengan

demikian, terjadi perbandingan implisit. Untuk mengetahui titik kemiripan

dalam metafora seperti ini, diperlukan pengetahuan tentang konteks tempat

metafora tersebut digunakan, pemahaman terhadap makna ‘mawar’ dalam

masyarakat penutur, dan unsur implisit lainnya.

Page 17: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

4. Prosedur Mengidentifikasi Metafora

Pemahaman atas definisi, komponen, dan tipe metafora belum

menjamin kemampuan mengidentifikasi keberadaan majas ini dalam wacana,

apalagi bila wacana yang dianalisis merupakan korpus yang besar.

Krennmayr (2011: 15-16) menegaskan bahwa pendekatan “I-know-it-when-I-

see-it” atau intuitif tidak bisa diharapkan untuk menghasilkan identifikasi

metafora yang akurat. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu prosedur yang

terukur. Untuk menjawab kebuutuhan ini, kelompok Pragglejaz menyusun

Metaphor Identification Procedure (MIP), yang dirancang secara khusus bagi

para peneliti untuk mengenali metafora dalam bahasa lisan dan tulisan.

Prosedur ini bertujuan untuk menentukan apakah unit leksikal tertentu dalam

wacana berperan sebagai metafora dengan melihat hubungan unit leksikal

tersebut dalam wacana. Karena banyak kata yang berfungsi sebagai

metafora dalam konteks yang berbeda, untuk menerapkan MIP diperlukan

kemampuan untuk membedakan kata-kata yang menyampaikan makna

metaforis dan yang tidak.

Secara terperinci, kelompok Pragglejaz (2007) merumuskan MIP

sebagai berikut:

1. Baca wacana secara menyeluruh untuk membangun pemahaman umum

tentang maknanya.

2. Tentukan unit leksikal dalam wacana:

Page 18: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

3. (a) Untuk setiap unit leksikal dalam teks, lihat maknanya dalam konteks,

yaitu, bagaimana makna itu berlaku sebagai suatu entitas, relasi, atau

atribut dalam situasi yang ditimbulkan oleh teks (makna kontekstual).

Perhitungkan apa yang datang sebelum dan setelah unit leksikal.

(b) Untuk setiap unit leksikal, tentukan apakah unit itu memiliki makna

kontemporer yang lebih mendasar dalam konteks lain daripada dalam

konteks tersebut. Dalam identifikasi metafora ini, makna dasar

cenderung: (i) lebih nyata (apa yang diungkapkan lebih mudah

dibayangkan, dilihat, didengar, diraba, dicium, dan dirasakan); (ii)

terkait dengan tindakan fisik; (iii) Lebih tepat (tidak samar-samar); dan

(iv) secara historis lebih tua.Makna dasar harus merupakan makna

yang paling sering muncul dari unit leksikal tersebut.

(c) Jika unit leksikal memiliki makna kontemporer yang lebih mendasar

dalam konteks lain dibandingkan dengan konteks yang ada, periksa

apakah makna kontekstual berbeda dengan makna dasar tetapi dapat

dimengerti melalui perbandingan dengan makna dasar tersebut.

4. Jika ya, tandai unit leksikal tersebut sebagai metafora.

Untuk membantu pemahaman terhadap MIP, kelompok Pragglejaz

menyajikan kalimat pertama sebuah artikel berjudul “Sonia Gandhi stakes

claim for top job with denunciation of Vajpayee” sebagai contoh. Kalimat

Page 19: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

tersebut berbunyi: “For years, Sonia Gandhi has struggled to convince

Indians that she is fit to wear the mantle of the political dynasty into which she

married, let alone to become premier.” Berdasarkan pembacaan menyeluruh

atas wacana tersebut (langkah 1) dipahami bahwa artikel itu membahas

politik kontemporer di India, khususnya kontroversi mengenai peran Sonia

Ghandi sebagai politisi.

Pada langkah ke-2, unit-unit leksikal kalimat tersebut diidentifikasi

sebagai berikut: / For / years /, Sonia Gandhi / has / struggled / to /

convince / Indians / that / she / is / fit / to /wear/ the / mantle / of / the / political

/ dynasty / into / which / she / married / let alone / to / become / premier /.

Selanjutnya, makna setiap unit leksikal diperiksa secara berurutan.

Sebagai contoh, makna kontekstual preposisi “for” mengungkapkan durasi

sebuah periode waktu. Makna dasar “for” bisa menyatakan pengenalan

terhadap penerima suatu tindakan, seperti dalam kalimat “I’ve brought a cup

of tea for you.” Inilah makna utama “for” yang disajikan dalam kamus. Makna

kontekstual yang ditemukan di atas berbeda dengan makna dasar. Namun

makna kontekstual tidak bisa dipahami melalui perbandingan dengan makna

dasar tersebut. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa preposisi “for”

bukanlah sebuah metafora (langkah ke-4).

Hal yang sama ditemukan pada kata “years’, ‘Sonia Gandhi” dan “has’.

Ketiganya bukan merupakan metafora. Namun hasil berbeda ditemukan pada

Page 20: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

kata “struggled”. Dalam wacana ini, kata “struggled” mengindikasikan upaya,

kesulitan, dan kendala dalam mencapai suatu tujuan, yaitu merubah

pandangan dan sikap negatif orang lain. Penelusuran di kamus

mengungkapkan bahwa makna dasar verba “struggled” adalah

‘menggunakan kekuatan fisik terhadap sesuatu atau seseorang. Terlihat

bahwa makna kontekstual berbeda dengan makna dasar, dan makna

kontekstual tersebut dapat dipahami melalui perbandingannya dengan makna

dasar. Makna berbentuk upaya, kesulitan, perlawanan dan konflik psikis

dapat dipahami melalui makna berbentuk upaya, kesulitan, perlawanan dan

konflik fisik. Dengan demikian, kata “struggled” dalam wacana ini merupakan

metafora.

Melalui penerapan MIP pada kalimat di atas, ditemukan bahwa enam

dari seluruh 27 unit leksikal yang ada merupakan metafora, yakni

“struggled”, “fit”, “wear”, “mantle”, “dynasty” dan “into”.

5. Jenis-Jenis Metafora

Metafora dapat diklasifikasikan dalam berbagai kelompok sesuai

dengan banyaknya sudut pandang dan kriteria yang bisa digunakan sebagai

landasan. Dalam paparan ini, yang diuraikan hanyalah klasifikasi yang

banyak diacu oleh bidang sastra dan penerjemahan.

Page 21: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

a. Klasifikasi Berdasarkan Unsur Fungsional Sintaksis

Ditinjau dari segi sintaksis, Wahab (1995: 72) membagi metafora ke

dalam tiga kelompok, yaitu metafora nominatif, metafora predikatif, dan

metafora kalimatif. Metafora nominatif merupakan metafora yang makna

kiasnya terdapat pada nomina kalimat, sedangkan komponen-komponen lain

hanya menyatakan makna langsung. Karena nomina bisa berposisi sebagai

subjek dan objek dalam kalimat, metafora ini dibagi lagi menjadi dua macam,

yaitu metafora subjektif dan metafora objektif. Dalam metafora subjektif, yang

juga disebut sebagai metafora nominatif, makna kias hanya muncul pada

subjek saja. Sebagai contoh, dalam ungkapan “Badai derita tak henti

melanda”, subjek “badai derita” mengaitkan ‘badai’ dengan sesuatu yang

abstrak, yaiutu ‘derita’. Subjek ini merupakan metafora, sedangkan

komponen lainnya, yaitu “tak henti melanda” mengungkapkan makna literal.

Dalam metafora objektif, yang juga disebut sebagai metafora komplementatif,

makna kias hanya muncul pada objek saja. Dalam ungkapan “Wajahnya

diselimuti mendung kelabu”, misalnya, kelompok kata “diselimuti mendung

kelabu” berfungsi sebagai komplemen dan mengungkapkan makna kias,

yang berarti “kemuraman atau kesedihan.”

Dalam metafora predikatif, makna kias hanya terdapat pada predikat

kalimat saja, sedangkan subjek dan komponen lain dalam kalimat itu (jika

Page 22: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

ada) menyatakan makna literal. Sebagai contoh, dalam ungkapan “Sumpah

serapah mengalir dari mulutnya”, kata “mengalir” merupakan predikasi yang

cocok untuk air. Namun dalam konteks kalimat ini, kata itu merupakan

metafora yang menekankan bahwa orang dimaksud tak henti-hentinya

mengucapkan sumpah serapah.

Dalam metafora kalimatif, seluruh lambang kias yang dipakai tidak

terbatas pada nomina (baik yang berlaku sebagai subjek maupun yang

berlaku sebagai komplemen) dan predikat saja, melainkan pada seluruh

komponen dalam kalimat metaforis itu, seperti dalam “Fajar kemerdekaan

akan mengusir kelam derita.”

b. Klasifikasi Larson

Larson (1998: 274-275) membedakan metafora ke dalam dua

kelompok: metafora mati (dead metaphor) dan metafora hidup (live

metaphor). Metafora mati merupakan bagian dari konstruksi idiomatis dalam

leksikon sebuah bahasa. Ketika sebuah metafora mati digunakan, pendengar

atau pembaca tidak memikirkan makna literal kata-kata pembentuknya, tetapi

langsung memikirkan makna idiomatik ungkapan tersebut secara langsung.

Sebagai contoh, ketika mendengar metafora berbentuk idiom 'kaki meja',

pendengar tidak perlu memikirkan makna kata “kaki” dan “meja” secara

terpisah untuk memahami metafora tersebut. Ungkapan ini sudah digunakan

Page 23: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

terus-menerus dalam bahasa Indonesia hingga penutur tidak perlu berpikir

tentang perbandingan anatara kata “kaki” dan “meja”. Dalam bahasa Inggris,

terdapat banyak idiom seperti “run into debt”, “foot of the stairs”, dan “the

head of state”. Ungkapan-ungkapan ini merupakan metafora karena penutur

bahasa Inggris dapat langsung memahami maknanya tanpa harus berpikir

tentang perbandingan antara kata-kata penyusunnya. Metafora mati disebut

“mati” karena eksistensinya sebagai metafora hampir tidak disadari oleh

penutur. Ungkapan yang termasuk dalam metafora mati cenderung tidak lagi

dianggap sebagai metafora tetapi sebagai kata-kata sederhana dengan

makna fungsional sederhana. Kecenderungan ini merupakan salah satu

pendorong berkembangnya bahasa. Penutur mencoba untuk menjelaskan

sesuatu dengan membuat sebuah ungkapan yang memunculkan citra yang

tidak lazim, dan akhirnya ungkapan itu menjadi standar sedangkan citra

aslinya yang hilang atau berevolusi.

Metafora hidup adalah metafora yang dibentuk oleh penulis atau

pembicara pada saat dia ingin menjelaskan sesuatu yang kurang dikenal

dengan membandingkannya kepada sesuatu yang sudah dipahami. Berbeda

dengan metafora mati yang sudah lama digunakan sehingga kesan

metaforisnya tidak begitu menonjol, kesan metaforis metafora hidup terasa

sangat kental setelah perbandingan antar dua hal dalam ungkapan tersebut

dipahami dengan baik. Metafora hidup sering digunakan untuk menarik minat

Page 24: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

pembaca atau pendengar, karena jika ungkapan yang didengar atau dibaca

tidak sesuai dengan pola makna yang biasa, seorang pendengar atau

pembaca akan dipaksa untuk berpikir keras tentang makna ungkapan

tersebut, penggunaannya, dan tujuan pembicara atau penulis

menggunakannya. Kata kata bercetak-miring dalam kalimat berikut adalah

beberapa contoh metafora hidup.

(1) Banyak partai politik yang ada saat ini hanya berfungsi sebagai perahu

pemimpinnya untuk memuaskan syahwat politik mereka menjadi

presiden.

(2) Pemimpin sekarang perlu menjadikan korupsi musuh utama.

c. Klasifikasi Newmark

Newmark (1998: 106) mengklasifikasikan metafora ke dalam enam

jenis: metafora mati (dead metaphor), metafora klise (cliché metaphor),

metafora standar (standard or stock metaphor), metafora kontemporer

(recent metaphor), metafora orisinal (original metaphor), dan metafora

saduran (adapted metaphor). Masing-masing metafora tersebut diuraikan

pada bagian berikut.

Metafora mati merupakan metafora yang eksistensinya sebagai

metafora hampir tidak disadari oleh penutur. Metafora jenis ini biasanya

menggunakan kata-kata yang universal mengenai ruang, waktu, ide, bagian-

Page 25: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

bagian tubuh, unsur-unsur ekologi, dan aktivitas-aktivitas utama manusia,

seperti puncak, dasar, kaki, mulut, warna, dan sebagainya. Beberapa contoh

metafora mati adalah: “kaki gunung”, “mulut sungai”, dan “puncak karir”.

Menurut Newmark, metafora mati banyak digunakan untuk memperjelas atau

mendefinisikan konsep dan bahasa ilmiah, seperti “landasan teori” dan “dari

lubuk hati yang terdalam”. Kutipan dari puisi Rendra (dalam McGlynn, 1990:

70) berikut adalah satu contoh lain metafora mati: “di perut kota New York.”

Metafora klise merupakan metafora yang digunakan oleh penutur

secara otomatis. Karena sudah sering digunakan, kesan metaforisnya tidak

begitu kental. Menurut Newmark, metafora ini biasa digunakan untuk

menggantikan ungkapan (khususnya yang bersifat emosional) yang secara

harfiah sudah jelas namun kaitannya dengan inti permasalahan tidak ada.

Newmark memberikan kalimat “The country school will in effect become not a

backwater but a breakthrough” sebagai contoh metafora klise. Kata

backwater secara harfiah mengacu pada “bagian sungai yang airnya

mengalir perlahan-lahan”, namun dalam konteks kalimat di atas, kata ini

mengacu pada sebuah “tempat yang tenang”. Kata breakthrough pada

awalnya bermakna “sebuah dorongan penyerangan yang menembus dan

melampaui garis pertahanan lawan dalam peperangan.” Tapi, dalam konteks

kalimat di atas, kata ini bermakna “terobosan”.

Page 26: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

Metafora standar merupakan metafora yang sudah mapan dan

digunakan secara efektif dalam komunikasi informal untuk mengungkapkan

situasi mental atau fisik. Newmark menambahkan bahwa metafora jenis ini

memiliki kehangatan emosional dan tidak “mati” walaupun sering digunakan.

Beberapa contoh metafora standar adalah: “muka tembok”, “Biarkan ketel itu

tetap mendidih”, “secercah sinar harapan”.

Metafora kontemporer merupakan metafora berbentuk neologisme

(ungkapan bentukan baru, atau kata lama yang dipakai dengan makna baru)

namun penggunaannya sudah meluas bahkan di dalam bahasa-bahasa lain.

Beberapa contoh metafora jenis ini adalah: “walkman”, yang dibentuk dari

kata lama “walk” dan “man” namun dalam pengertian baru mengacu pada

“alat pemutar kaset yang bisa dibawa-bawa (portable casette player)”;

“software”, dibentuk dari kata lama “soft” dan “ware” namun dalam pengertian

baru mengacu pada perangkat pemrograman dalam komputer; dan “head-

hunting”, yang mengacu pada “proses rekrutmen sumber daya manusia”.

Jika digunakan untuk mengungkapkan obyek atau proses yang masih

baru, metafora kontemporer identik dengan metonimi (majas yang

mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena

mempunyai pertalian yang sangat dekat, seperti pertalian antara penemu

dengan temuannya, pemilik dengan barang yang dimiliki, akibat dengan

sebab, isi untuk menyatakan kulitnya, dan sebagainya). Sebagai contoh,

Page 27: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

dalam ungkapan “Mingguan itu banyak memuat gosip”, kata “mingguan” yang

pada awalnya berarti sesuatu yang terjadi seminggu sekali dihubungkan

dengan surat kabar sehingga membentuk makna baru: “surat kabar yang

terbit sekali seminggu.”

Metafora orisinal merupakan metafora yang mengandung inti pesan,

kepribadian dan pandangan seorang penulis. Metafora orisinal biasanya

merupakan metafora puitis yang diciptakan untuk mengungkapkan sesuatu

yang spesifik pada sebuah peristiwa. Sebagai contoh, kesan yang

ditangkapnya setelah menyaksikan berbagai bantuan kemanusiaan bagi para

korban tsunami di Asia awal tahun 2005, Presiden World Vision, Stearns

menyatakan: “This tidal wave of generosity will help them rebuild…” Dalam

ungkapan ini, “tidal wave” yang biasanya mengacu pada bencana alam

digunakan untuk mengungkapkan kebaikan. Kutipan dari puisiTaufik Ismail

(dalam McGlynn, 1990: 70) berikut adalah contoh lain metafora orisinal:

“Bukit-bukit yang ditumbuhi rumah-rumah Eropa, Meksiko, Habsyi dan Cina,

…” Sebagai hasil kreativitas, metafora orisinal tidak berhubungan erat

dengan konvensi-konvensi budaya dan linguistik. Oleh karena itu, faktor

paling krusial dalam upaya memahaminya adalah konteks.

Metafora saduran, menurut Dickins (2005: 237), adalah metafora yang

diadaptasi (dengan cara membuat perubahan) dari sebuah metafora

kontemporer. Contoh yang diberikan Newmark (1998: 108) untuk metafora

Page 28: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

saduran adalah ungkapan “the ball is a little in their court”, yang diadaptasi

dari idiom metaforis kontemporer “the ball is in their court”.

Klasifikasi Wahab, yang membedakan metafora ke dalam metafora

nominatif, metafora predikatif, dan metafora kalimatif, di atas menegaskan

bahwa unsur ungkapan yang membentuk metafora bisa berbentuk sebuah

kata, frasa, klausa maupun kalimat. Sebuah metafora bisa berwujud subjek,

objek, prediket, atau mencakup seluruh komponen sebuah kalimat. Klasifikasi

Larson dilandaskan pada sadar atau tidaknya penutur akan eksistensi

ungkapan metaforis tersebut sebagai metafora. Kriteria ini diikuti oleh

Newmark ketika membedakan metafora mati dan metafora kontemporer.

Akan tetapi, selain kriteria tersebut, Newmark juga menggunakan kriteria

rentang waktu penggunaan ketika membedakan metafora klise dan metafora

kontemporer dan kriteria keberadaan dan ketiadaan kreativitas penulis atau

pembicara ketika membedakan metafora orisinal dan metafora saduran.

Dengan demikian, meskipun klasifikasi Newmark terkesan lebih terperinci,

hal itu didasarkan pada kriteria yang multidimensional sehingga kriteria-

kriteria yang membedakan ke enam jenis metafora tersebut tidak begitu

tegas. Bahkan, Newmark sendiri mengakui kriteria metafora klise tumpang

tindih dengan metafora standar (1998: 108).

Page 29: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

Referensi

Alm-Arvius, Christina. Figures of Speech. (Sweden: Studentlitteratur, Lund, 2003).

Classe, Oliver (Ed.). Encyclopedia of Literary Translation into English. (Vol. 2). (London: Fitzroy Dearborn Publishers, 2000).

Danesi, Marcel. Messages, Signs, and Meanings: A Basic Textbook in Semiotics and Communication Theory (3rd Ed.) (Toronto: Canadian Scholars’ Press Inc., 2004)

Davidson, Donald. "What Metaphors Mean," Critical Inquiry 5(1), 31-47. (Chicago: The University of Chicago Press, 1978).

Dickins, James. “Two Models for Metaphor Translation”. Target, 17(2), 2005

Krennmayr, Tina. Metaphor in Newspapers. (Utrecht: LOT, 2011).

Lakoff, George and Mark Johnson. “Conceptual Metaphor in Everyday Language”. Dalam The Journal of Philosophy, Vol. 77, No. 8 (Aug., 1980), pp. 453-486, http://www.jstor. org/stable/2025464 (diakses 20 Februari 2011)

Larson, Mildred L. Meaning-Based Translation: a Guide to Cross-Language Equivalence. (Lanham and London: University Press of America, 1998).

McGlynn, John H. (Ed. & Transl.).On Foreign Shores: American Images in Indonesian Poetry. (Jakarta: The Lontar Foundation, 1990).

Newmark, Peter. A Textbook of Translation. (New York: Prentice-Hall International, 1988).

Ortony, Andrew (Ed.). Metaphor and Thought. (2nd ed.). (Cambridge: Cambridge University Press, 1993)

Pragglejaz Group. MIP: A Method for Identifying Metaphorically Used Words in Discourse. Dalam Metaphor and Symbol, 22(1), 1–39. (Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2007).

Picken, Jonathan D. Literature, Metaphor, and the Foreign Language Learner. (Hampshire: Palgrave Macmillan, 2007)

Page 30: Pengertian, Teori, Dan Klasifikasi Metafora

Punter, David. Metaphor. (New York: Routledge, 2007).

Richards, Ivor Amstrong. The Philosophy of Rhetoric. (New York: Oxford University, Press, 1936).

Searle, John R. Expression and Meaning: Studies in the Theory of Speech Acts. (Cambridge: Cambridge University Press, 1981).

Stockwell, Peter. Cognitive Poetics: An introduction. (New York: Routledge, 2002).

Wahab, Abdul. Isu Linguistik dan Pengajaran bahasa dan Sastra. (Surabaya: Airlangga University Press., 1995).

Zaimar, Okke Kusuma Sumantri. Majas Dan Pembentukannya. Jurnal Makara, Sosial Humaniora, Vol. 6, No. 2, (Depok: Universitas Indonesia, 2002) hh. 48-49, 1986.