pengendalian tbc dengan strategi dots

18
Pengendalian TBC dengan strategi DOTS Strategi DOTS (Direct Observed Treatment Short-Course Chemotherapy), terbukti efektif sebagai strategi penanggulangan TB. Strategi DOTS ini telah diadopsi dan dimanfaatkan oleh banyak negara dengan hasil yang bagus, termasuk di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu: 1. Komitmen politis dari pihak pemegang dan pelaksana kebijakan 2. Mikroskop Mikroskop merupakan komponen utama untuk mendiagnosa penyakit TB melalui pemeriksaan dahak langsung pada penderita tersangka TB. 3. Pengawas Minum Obat (PMO) PMO ini yang akan ikut mengawasi penderita minum seluruh obatnya. Keberadaan PMO ini untuk memastikan bahwa penderita betul minum obatnya dan bisa diharapkan akan sembuh pada masa akhir pengobatannya. PMO haruslah orang yang dikenal dan dipercaya oleh penderita maupun oleh petugas kesehatan. Mereka bisa petugas kesehatan sendiri, keluarga, tokoh masyarakat maupun tokoh agama. 4. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan ini merupakan bagian dari sistem survailans penyakit TB. Dengan rekam medik yang dicatat dengan baik dan benar akan bisa dipantau kemajuan pengobatan penderita, pemeriksaan follow up, sehingga akhirnya penderita dinyatakan sembuh atau selesai pengobatannya. 5. Paduan OAT jangka pendek Paduan OAT jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu pengobatan yang tepat sangat penting dalam keberhasilan pengobatan penderita. Kelangsungan persediaan panduan OAT jangka pendek harus selalu terjamin. DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course)

Upload: nesya-cindyana-musthofa

Post on 21-Jan-2016

126 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengendalian TBC Dengan Strategi DOTS

Pengendalian TBC dengan strategi DOTSStrategi DOTS (Direct Observed Treatment Short-Course Chemotherapy), terbukti efektif sebagai strategi penanggulangan TB. Strategi DOTS ini telah diadopsi dan dimanfaatkan oleh banyak negara dengan hasil yang bagus, termasuk di negara-negara maju seperti Amerika Serikat.Strategi DOTS terdiri atas 5 komponen, yaitu:1. Komitmen politis dari pihak pemegang dan pelaksana kebijakan2. MikroskopMikroskop merupakan komponen utama untuk mendiagnosa penyakit TB melalui pemeriksaan dahak langsung pada penderita tersangka TB.3. Pengawas Minum Obat (PMO)PMO ini yang akan ikut mengawasi penderita minum seluruh obatnya. Keberadaan PMO ini untuk memastikan bahwa penderita betul minum obatnya dan bisa diharapkan akan sembuh pada masa akhir pengobatannya. PMO haruslah orang yang dikenal dan dipercaya oleh penderita maupun oleh petugas kesehatan. Mereka bisa petugas kesehatan sendiri, keluarga, tokoh masyarakat maupun tokoh agama.4. Pencatatan dan PelaporanPencatatan dan pelaporan ini merupakan bagian dari sistem survailans penyakit TB. Dengan rekam medik yang dicatat dengan baik dan benar akan bisa dipantau kemajuan pengobatan penderita, pemeriksaan follow up, sehingga akhirnya penderita dinyatakan sembuh atau selesai pengobatannya.5. Paduan OAT jangka pendekPaduan OAT jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu pengobatan yang tepat sangat penting dalam keberhasilan pengobatan penderita. Kelangsungan persediaan panduan OAT jangka pendek harus selalu terjamin.

DOTS (Directly Observed Treatment,   Short- course)Pendahuluan

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang ditimbulkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dulunya bernama Consumption atau Pthisis dan semula dianggap sebagai penyakit turunan. Barulah Leannec (1819) yang pertama-tama menyatakan bahwa penyakit ini suatu infeksi kronik, dan Koch (1882) dapat mengidentifikasikan kuman penyebabnya. Penyakit ini dinamakan tuberkulosis karena terbentuknya nodul yang khas yakni tubercle. Hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling banyak adalah paru-paru (1,2).

Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga DEPKES tahun 1995 menunjukan angka kematian nomor satu dari seluruh golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan (2000) setiap tahun terjadi 583.000 kasus tuberkulosis baru dan kematian mencapai 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap

Page 2: Pengendalian TBC Dengan Strategi DOTS

100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penduduk baru dengan BTA positif. Kriteria yang menyatakan bahwa di suatu negara tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat adalah bila hanya terdapat satu kasus BTA (+) per satu juta penduduk. Sampai hari ini belum ada satu negarapun di dunia yang telah memenuhi kriteria tersebut, artinya belum ada satu negarapun yang bebas tuberkulosis. Bahkan untuk negara maju, yang pada mulanya angka tuberkulosis telah menurun, tetapi belakangan ini naik lagi sehingga tuberkulosis disebut sebagai salah satu reemerging diseases. Untuk Indonesia tuberkulosis bukanlah “reemerging diseases”, penyakit ini belum pernah menurun jumlahnya di negara kita, dan bukan tidak mungkin meningkat (2,3).

Laporan Internasional (1999) bahkan menunjukan Indonesia adalah “penyumbang kasus penderita tuberkulosis terbesar ke tiga di dunia sesudah Cina dan India” (2,3). Padahal pada tahun 1980 berdasarkan survei Departemen Kesehatan tergolong empat besar (1). Menurut prediksi WHO pada saat sekarang ini Indonesia menduduki peringkat pertama, sehingga WHO telah menyarankan untuk diterapkannya program DOTS di negara kita. WHO menyatakan bahwa kunci keberhasilan penanggulangan tuberkulosis adalah menerapkan strategi DOTS, yang telah teruji ampuh di berbagai negara. Karena itu, pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang amat penting agar tuberkulosis dapat ditanggulangi dengan baik(3).

Definisi

Apa itu DOTS? Kalau kita tulis dalam huruf kecil, “dots”, dan kemudian kita balik 180 derajat membacanya, akan terbaca sebagai “stop”. Memang demikianlah maksudnya stop tuberkulosis. DOTS (Directly Observed Treatment, Short-course) adalah pengawasan langsung pengobatan jangka pendek, yang kalau kita jabarkan pengertian DOTS dapat dimulai dengan keharusan setiap pengelola program tuberkulosis  untuk direct attention dalam usaha menemukan penderita dengan kata lain mendeteksi kasus dengan pemeriksaan mikroskop. Kemudian setiap penderita harus di observed dalam memakan obatnya, setiap obat yang ditelan penderita harus di depan seorang pengawas. Selain itu tentunya penderita harus menerima treatment yang tertata dalam sistem pengelolaan, distribusi dengan penyediaan obat yang cukup. Kemudian, setiap penderita harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan short course standard yang telah terbukti ampuh secara klinis. Akhirnya, harus ada dukungan dari pemerintah yang membuat program penanggulangan tuberkulosis mendapat prioritas yang tinggi dalam pelayanan kesehatan (3).

Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan DOTS adalah menjamin kesembuhan bagi penderita, mencegah penularan, mencegah resistensi obat, mencegah putus berobat dan segera mengatasi efek samping obat jika timbul, yang pada akhirnya dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis di dunia (4,5).

Strategi DOTS

DOTS mengandung lima komponen, yaitu:

1. Komitmen pemerintah untuk mendukung pengawasan tuberkulosis.

Page 3: Pengendalian TBC Dengan Strategi DOTS

2. Penemuan kasus dengan pemeriksaan mikroskopik sputum, utamanya dilakukan pada mereka yang datang ke pasilitas kesehatan karena keluhan paru dan pernapasan.

3. Cara pengobatan standard selama 6 – 8 bulan untuk semua kasus dengan pemeriksaan sputum positif, dengan pengawasan pengobatan secara langsung, untuk sekurang-kurangnya dua bulan pertama.

4. Penyediaan semua obat anti tuberkulosis secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu.5. Pencatatan dan pelaporan yang baik sehingga memungkinkan penilaian terhadap hasil pengobatan

untuk tiap pasien dan penilaian terhadap program pelaksanaan pengawasan tuberkulosis secara keseluruhan (3,4,6).

Komitmen Politik PemerintahKomitmen politik pemerintah dalam mendukung pengawasan tuberkulosis adalah penting terhadap keempat unsur lainnya untuk dijalankan dengan baik. Komitmen ini seyogyanya dimulai dengan keputusan pemerintah untuk menjadikan tuberkulosis sebagai perioritas penting/utama dalam program kesehatan. Untuk mendapatkan dampak yang memadai maka harus dibuat program nasional yang menyeluruh yang diikuti dengan pembuatan buku petunjuk (guideline) yang menjelaskan bagaimana DOTS dapat diimplementasikan dalam program/sistem kesehatan umum yang ada. Begitu dasar-dasar ini telah diletakan maka diperlukan dukungan pendanaan serta tenaga pelaksana yang terlatih untuk dapat mewujudkan program menjadi kegiatan nyata di masyarakat (3,4,6).

Penemuan Kasus dan DiagnosaPemeriksaan mikroskopis sputum adalah metode yang paling efektif untuk penyaringan terhadap tersangka tuberkulosis paru. WHO merekomendasikan strategi pengawasan tuberkulosis, dilengkapi dengan laboratorium yang berfungsi baik untuk mendeteksi dari mulai awal, tindak lanjutan dan menetapkan pengobatannya (7). Secara umum pemeriksaan mikroskop merupakan cara yang paling cost effective dalam menemukan kasus tuberkulosis. Dalam hal ini, pada keadaan tertentu dapat dilakukan pemeriksaan foto toraks, dengan kriteria-kriteria yang jelas yang dapat diterapkan di masyarakat (3).

Pengawasan Pengobatan StandardPemberian obat yang diawasi secara langsung, atau dikenal dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy), pasien diawasi secara langsung ketika menelan obatnya, dimana obat yang diberikan harus sesuai standard (3). Dalam aturan pengobatan tuberkulosis jangka pendek yang berlangsung selama 6 – 8 bulan dengan menggunakan kombinasi obat anti TB yang adekuat. Pemberian obat harus berdasarkan apakah pasien diklasifikasikan sebagai kasus baru atau kasus lanjutan/kambuh,  dan seyogyanya diberikan secara gratis kepada seluruh pasien tuberkulosis.

Pengawasan pengobatan secara langsung adalah penting setidaknya selama tahap pengobatan intensif (2 bulan pertama) untuk meyakinkan bahwa obat dimakan dengan kombinasi yang benar dan jangka waktu yang tepat. Dengan pengawasan pengobatan secara langsung, pasien tidak

Page 4: Pengendalian TBC Dengan Strategi DOTS

memikul sendiri tanggung jawab akan kepatuhan penggunaan obat. Para petugas pelayanan kesehatan, petugas kesehatan masyarakat, pemerintah dan masyarakat semua harus berbagi tanggung jawab dan memberi banyak dukungan kepada pasien untuk melanjutkan dan menyelesaikan pengobatannya. Pengawas pengobatan bisa jadi siapa saja yang berkeinginan, terlatih, bertanggung jawab, dapat diterima oleh  pasien dan bertanggung jawab terhadap pelayanan pengawasan pengobatan tuberkulosis (6).

Penyediaan obatJaminan tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu, sangat diperlukan guna keteraturan pengobatan. Masalah utama dalam hal ini adalah perencanaan dan pemeliharaan stok obat  pada berbagai tingkat daerah.  Untuk ini diperlukan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat yang baik, seperti misalnya jumlah kasus pada setiap kategori pengobatan, kasus yang ditangani pada waktu lalu (untuk memperkirakan kebutuhan), data akurat stok masing-masing gudang yang ada, dan lain-lain (3).

Pencatatan dan PelaporanSistem pencatatan dan pelaporan digunakan untuk sistematika evaluasi kemajuan pasien dan hasil pengobatan. Sistem ini terdiri dari daftar laboratorium yang berisi catatan dari semua pasien yang diperiksa sputumnya, kartu pengobatan pasien yang merinci penggunaan obat dan pemeriksaan sputum lanjutan (6).

Setiap pasien tuberkulosis  yang diobati harus mempunyai kartu identitas penderita yang telah tercatat di  catatan tuberkulosis yang ada di kabupaten. Kemanapun pasien ini pergi, dia harus menggunakan kartu yang sama sehingga dapat melanjutkan pemgobatannya dan tidak sampai tercatat dua kali (3).

Di luar lima komponen penting ini, tentu juga  ada beberapa kegiatan lain yang penting, seperti pelatihan, supervisi, jaringan laboratorium, proses  jaga mutu (quality control), dll (3).

DOTS, Sebelum Pengobatan Pertama Dimulai

Seperti kita ketahui pengobatan tuberkulosa memakan waktu 6 bulan. Setelah memakan obat selama 2 atau 3 bulan, tidak jarang keluhan pasien telah menghilang, ia merasakan dirinya telah sehat dan meghentikan pengobatannya. Karena itu harus ada suatu sistem yang menjamin pasien mau menyelesaikan seluruh masa pengobatannya sampai selesai (3).

Siapa yang harus melihat pasien menelan obatnya ? Tentunya harus ditunjuk seorang Pengawas Menelan Obat (PMO),  yaitu bila :

Penderita dirawat jalan

Pengawasan dilakukan:

Page 5: Pengendalian TBC Dengan Strategi DOTS

1. Langsung di depan dokter2. Petugas kesehatan3. Pemuka masyarakat  atau orang yang disegani4. Suami/istri/keluarga/orang serumah

Penderita dirawat

Jika dirawat di RS, yang bertindak sebagai PMO adalah petugas RS. Sebagai perawatan pengobatan lanjutan, lihat cara berobat jalan diatas.

Ketentuan diatas pun harus disesuaikan dengan sumber daya manusia, dana serta lingkungan geografis masyarakatnya.

Sebelum pelaksanaan DOTS dimulai harus dilakukan langkah sebagai berikut. Penderita diberitahukan tentang cara pengobatan serta menetapkan terlebih dahulu seorang PMO. Kemudian PMO itu harus dihadirkan di poliklinik/tempat pelayanan kesehatan untuk diberi pelatihan mengenai DOTS.

Syarat dan tugas menjadi PMO adalah:

Seorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui oleh petugas kesehatan maupun pederita. Bersedia dengan sukarela membantu penderit tuberkulosis sampai sembuh selama 6 bulan. Bersedia dilatih. Mau merujuk kalau ada gejala efek samping obat. Bersedia antar jemput  OAT sekeli seminggu atau dua kali seminggu jika penderita tidak bisa

datang ke RS. Bersedia antar jemput pemeriksaan ulang sputum bulan ke-2, 5 dan 6 pengobatan. Mengawasi penderit tuberkulosis agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobataan. Memberi dorongan kepada penderita agar mau minum obat secara teratur. Memberi penyuluhan kepada anggota keluarga penderita tuberkulosis yang mempunyai gajala-

gejala tersangka tuberkulosis untuk segara memeriksakan diri ke pusat kesehatan (4,5).

DOTS di Beberapa Negara yang Telah Menerapkannya

Pada tahun 1992 – 1993 Global Tuberculosis Program (GTB) WHO menetapkan tuberkulosis sebagai global emergency, kemudian  GTB mulai memperkenalkan strategi yang dipakai Dr. Karel Styblo dari InternationalUnion Against Tuberculosis & Lung Diseases (IUATLD) dalam suatu paket manajemen dan teknik yang kemudian dikenal dengan nama DOTS. Dibuat pula berbagai perangkat manajemen yang diperlukan, seperti buku pedoman teknik, bahan pelatihan dan modul-modul untuk memesyarakatkan dan mengimplementasikan DOTS. Dan GTB WHO juga memberikan bantuan teknik pada lebih dari 60 negara di tahun 1990 dan menjadi 102  negara ditahun 1997. Persentase  pasien tuberkulosis yang tercakup dalam DOTS juga meningkat yang mana kurang dari 1%  di tahun 1990 menjadi 16 % ditahun 1997 (4).

Di Nepal, sebuah kerajaan di Himalaya, DOTS diperkenalkan tahun 1996 dengan bantuan JICA Project yang pada saat itu dipimpin oleh Dr. Katsurani Osuga, seorang kebangsaan Jepang. Setelah berjalan 3 tahun 8 bulan, mencapai angka kesembuhan rata-rata 85%. Kesulitan yang dialami oleh Dr Otsuga adalah bagaimana memberikan pelayanan kesehatan yang cukup bagi

Page 6: Pengendalian TBC Dengan Strategi DOTS

penduduk yang tinggal di wilayah pegunungan dan perbukitan dimana fasilitas kesehatan terdekat berkilo-kilo meter jauhnya. Namun dengan bantuan sukarelawan yang berasal dari masyarakat, sebagai pengawas pengobatan DOTS akhirnya pada bulan Juli 2000, penduduk yang tercakup oleh DOTS mejadi 70% di Nepal (7).

Di Philipina, menurut laporan Dr Maxxilanda Z. Paulin yang menjabat sebagai Direktur Regional I di Mindanao  yang membawahi 2 Rumah Sakit Paru dan 6 pusat laboratorium yang menerapkan DOTS  telah mencapai 85% rata-rata penyembuan pada tahun 2000.

Untuk mengefektifkan penerapan DOTS, beliau membentuk 4 tim monitor, yaitu (8):

1. Tim montior fungsi

Kunjungan dilakukan tiap minggu pada fase intensif  bulan pertama dan dua kali pada bulan kedua.

Memonitor  pasien akan efek samping obat. Mengunjung sukarelawan untuk memonitor masalah yang dihadapi. Memberikan  pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarganya. Memberikan penyuluhan tuberkulosis.

1. Memberikan pelatihan  pekerja tuberkulosis.2. Membentuk komite diagnostik tuberkulosis untuk membantu petugas kesehatan propinsi.3. Mewawancarai  pasien  dan dokter.

Di Rusia program DOTS  tidak begitu dapat diterima, karena negara tersebut telah mempunyai sistem pemberantasan tuberkulosis tersendiri  yang ditemukan oleh Prof. Alexander Rabhun, seorang  ilmuwan, guru besar, dan kepala Departemen Penanggulangan TB di Rusia, yang menerapkan:

Setiap pasien dengan tuberkulosis aktif harus dirawat di RS dalam wakktu 6-8 bulan. Diterapi dengan obat-obat yang telah ada . Dilakukan pengawasan menelan (termasuk injeksi streptomisin)  yang dilakukan oleh perawat. Memasukkan seluruh catatan pengobatan pasien ke dalam rekam medik.

Selain itu departemennya melakukan pelatihan-pelatihan tuberkulosis bagi dokter-dokter di seluruh penjuru  negeri dan mewajibkan bagi selurruh fakultas kedokteran  untuk memasukkan materi kuliah tenteng tuberkulosis sebanyak 85 – 95 jam tatap muka dan 10 – 20 jam di laboratorium. Sistem tersebut sebenarnya tidak berbeda dengan DOTS yang direkomendasikan WHO.

Yang menjadi pertentangan sebagai mana yang dikutip dari makalah “Tuberkulosis di Rusia” oleh M.I Peleman adalah:

“Bagaimanapun, mustahil bagi Rusia untuk menerima secara keseluruhan  cara pengobatan rawat inap menjadi rawat jalan bagi seluruh pasien”.

“Para ahli barat kelihatannya tidak menyadari bahwa pasien-pasien dalam kondisi eksaserbasi tidak cocok untuk dirawat di rumah termasuk penderita tuberkulosis kronik dan atau resisten obat”.

Page 7: Pengendalian TBC Dengan Strategi DOTS

Bagian lain yang menimbulkan kekurang setujuan adalah dalam hal cara mendiagnosa tuberkulosis dengan pemeriksaan laboratorium. Rusia menganggap foto toraks lebih sensitif dibanding pemeriksaan sputum (8).

Pada bulan Mei 2000 di RIT dilakukan pertemuan yang diikuti oleh Korea, Jepang, Taiwan, Hongkong, Singapura, Macau, Malaisya dan Brunai dengan tamu dari WHO dan IUATLD untuk membicarakan analisa dan strategi dari pengurangan insiden tuberkulosis di tahun-tahun belakangan ini dan mendiskusikan penerapan DOTS dan pembangunan sistem informasi tuberkulosis di Asia seperti yang ada di Eropa (10). Bagaimana dengan Indonesia?.

Di Indonesia DOTS belum dilaksanakan secara menyeluruh. Berdasar hasil pengalaman penanganan tuberkulosis dengan strategi DOTS yang dilakukan oleh dr. Sri Ani pada Puskesmas Sibela Kotamadya Surakarta sejak bulan Januari 2000 didapatkan angka konversi 100% dan drop out 0% (4).

DOTS Plus

DOTS Plus merupakan sistem strategi penanggulangan tuberculosis yang resisten terhadap berbagai macam obat/MDR (Multi Drug Resistant). Mengapa tuberkulosis yang sebelumnya dapat diobati menjadi tuberkulosis yang resisten terhadap pengobatan? Resistensi terhadap pengobatan muncul sebagai akibat penggunaan antibiotika yang tidak tepat, termasuk di dalamnya pengaturan pemberian obat yang kurang baik oleh petugas kesehatan dan lemahnya sistem kontrol terhadap penderita.

Di daerah yang memiliki resistensi yang minimal atau tidak ada resistensi, DOTS memiliki tingkat keberhasilan penyembuhan lebih dari 95%; merupakan tingkat keberhasilan yang cukup mengagumkan dalam mengurangi permasalahan tuberkulosis disamping mencegah resistensi tuberkulosis terhadap pengobatan (11).

Menurut data yang dikumpulkan WHO dari 28 negara menunjukan angka MDR di berbagai negara tersebut berkisar 0 – 22,1% dengan median 2,2%. Di Indonesia sendiri, pada beberapa kota berdasarkan data PDPI tahun 1998 berkisar 0 – 8% untuk tuberkulosis primer dan 42% untuk tuberkulosis sekunder (3). Adanya resistensi ini dapat membuat hasil pengobatan DOTS tidak berhasil maksimal. Karena itu ada ide untuk melaksanakan apa yang kemudian dikenal dengan DOTS Plus.

Pada tahun 1998, WHO dan beberapa organisasi lain di seluruh dunia meluncurkan DOTS Plus, suatu strategi yang terus dikembangkan dan diuji dalam menangani MDR-TB.

Pada strategi DOTS Plus upaya pengobatan untuk menyembuhkan tuberkulosis dengan resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (MDR-TB) adalah dengan menggunakan anti tuberkulosis second-line (11). Namun beberapa pakar di beberapa negara berpendapat bahwa DOTS Plus masih perlu ditelaah terlebih dulu, baik dari sudut epidemiologi maupun segi ekonomis.

Dari sudut epidemiologis perlu dipertimbangkan angka keberhasilan yang dicapai regimen pengobatan jangka pendek terhadap mereka yang sensitif dan mereka yang resisten terhadap OAT. Sebab berdasarkan laporan dari beberapa negara dengan menggunakan pengobatan jangka

Page 8: Pengendalian TBC Dengan Strategi DOTS

pendek saja angka keberhasilan pengobatan terhadap mereka yang sensitif tidaklah terlalu berbeda dengan mereka yang resisten terhadap satu OAT.

Dari sudut ekonomis, mereka masih mempersoalkan tentang diperlukannya pemeriksaan resistensi pada semua penderita tuberkulosis untuk mengetahui ada tidaknya resisten ganda/MDR bila DOTS Plus ini akan diberlakukan. Untuk ini tentu diperlukan managemen yang cukup rumit dan juga biaya yang tinggi untuk pelaksanaannya (3).

Kesimpulan

Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS) merupakan pengawasan langsung pengobatan jangka pendek dan merupakan strategi yang direkomendasikan WHO dalam mendeteksi dan menyembuhkan tuberkulosis.

DOTS mengkombinasikan lima unsur, yaitu: komitmen politik pemerintah, pelayanan mikroskopik, penyediaan obat, sistem monitoring, dan pengawasan langsung pada pengobatan. Kelima unsur tersebut saling mendukung guna mencapai keberhasilan penanganan tuberkulosis dengan strategi DOTS.

Yang perlu diperhatikan sebelum melaksanakan kelima strategi DOTS pada pengobatan seorang penderita tuberkulosis adalah memberikan pemahaman terhadap penderita tentang penyakitnya dan kemudian menetapkan seorang pengawas menelan obatnya. Pengawasan menelan obat apabila penderita dirawat jalan dapat dilakukan oleh: dokter, petugas kesehatan, pemuka masyarakat  atau orang yang disegani, suami/istri/keluarga/orang serumah. Apabila penderita dirawat di RS, yang bertindak sebagai PMO adalah petugas RS.

Dengan diberlakukannya DOTS angka kesembuhan penderita tuberkulosis dapat mencapai 95%. Ini terbukti pada negara-negara yang telah menerapkan strategi DOTS tersebut.

DOTS dapat menyembuhkan tuberkulosis dengan cepat dan tidak terlalu tinggi biayanya, serta dapat mencegah infeksi baru dan perkembangan resistensi ganda/MDR-TB.

Bagi tuberkulosis dengan resistensi ganda dapat diberlakukan strategi DOTS Plus, namun strategi ini masih perlu ditelaah mengingat perbedaan angka sukses penerapan DOTS terhadap penderita tuberkulosis sensitif dengan penderita tuberkulosis resisten terhadap salah satu obat tidaklah terlalu jauh berbeda. Dari segi ekonomis, diperlukan dana yang lebih besar mengingat untuk mengetahui ada tidaknya resistensi ganda/MDR diperlukan pemeriksaan resistensi pada pemua penderita tuberkulosis bila sekiranya DOTS Plus ini akan diberlakukan.

6 standar diagnosis TB Menurut ISTC6 standar diagnosis TB Menurut ISTC

Standar 1 : Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih, yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis (TB).

Page 9: Pengendalian TBC Dengan Strategi DOTS

Mengapa 2-3 minggu ?

Hasil penelitian di India (2005), mengatakan bahwa kasus TB yang terdeteksi meningkat 46% pada pemeriksaan setelah batuk 2 minggu dibanding batuk 3 minggu.

Standar 2 : Semua pasien (dewasa, remaja dan anak yang dapat mengeluarkan dahak) yang diduga menderita TB paru harus menjalani pemeriksaan dahak mikroskopis minimal 2 dan sebaiknya 3 kali. Minimal satu spesimen harus berasal dari dahak pagi hari.

Pemeriksaannya mudah, dapat dilakukan di hampir semua pusat pelayanan kesehatan. Data terakhir menunjukkan :

· Pemeriksaan Sputum 1 : positif 83-87%

· Pemeriksaan Sputum 2 : positif bertambah 10-12%

· Pemeriksaan Sputum 3 : positif bertambah 3-5%

Standar 3 : Pada semua pasien (dewasa, remaja dan anak) yang diduga menderita tuberkulosis ekstraparu, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil untuk pemeriksaan mikroskopis dan jika tersedia fasilitas dan sumber daya, dilakukan pemeriksaan biakan dan histopatologi.

Hal ini dikarenakan sedikitnya Mycobacterium Tb . yang ditemukan pada ekstra paru. Pada pleuritis TB BTA positif hanya 5-10%, pada meningitis TB lebih rendah lagi.

Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada tidaknya TB paru dan TB millier.

Standar 4 : Semua orang dengan gambaran foto toraks diduga tuberkulosis seharusnya menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.

Hasil penelitian dari 2229 pasien yang dilakukan pemeriksaan foto toraks, 227 pasien dianggap TB, 36 % ternyata BTA negatif, sisa nya (2002 pasien) yang dianggap tidak TB, ternyata pada 31 pasien kultur BTA nya positif.

Foto toraks bermanfaat pada kasus-kasus BTA negatif.

Standar 5 : Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif harus didasarkan pada kriteria berikut :

· Minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3 kali negatif (termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari)

· Gambaran foto toraks sesuai tuberkulosis

Page 10: Pengendalian TBC Dengan Strategi DOTS

· Tidak ada respon terhadap antibiotika spektrum luas (Catatan : fluorokuinolon harus dihindari karena aktif terhadap M.Tuberculosis complex sehingga dapat menyebabkan perbaikan sesaat pada penderita tuberkulosis).

Untuk pasien ini, jika tersedia fasilitas, biakan dahak seharusnya dilakukan. Pada pasien yang diduga terinfeksi HIV evaluasi diagnostik harus disegerakan.

Standar 6 : Diagnosis tuberkulosis intratoraks (yakni, paru, pleura dan kelenjar getah bening hilus atau mediastinum) pada anak dengan gejala namun sediaan apus dahak negatif seharusnya didasarkan atas kelainan radiografi toraks sesuai tuberkulosis dan terdapat riwayat kontak atau uji kulit tuberkulin atauinterferron gamma release assay positif.

Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasilitas, harus dilakukan pemeriksan biakan dari bahan yang berasal dari batuk, bilas lambung atau induksi dahak.

Dengan berdasarkan 6 standar diagnosis di atas, diharapkan setiap dokter baik dari instansi pemerintah maupun swasta dapat mendiagnosis penderita TBC dengan tepat sehingga menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB , resiko penularan TB, mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat TB

StandarUntukPengobataStandar7Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung jawab kesehatan masyarakat yang penting. Untuk memenuhi tanggung jawab ini praktisi tidak hanya wajib memberikan paduan obat yang memadai tapi juga harus mampu menilai kepatuhan pasien kepada pengobatan serta dapat menangani ketidakpatuhan bila terjadi. Dengan melakukan hal itu, penyelenggara kesehatan akan mampu meyakinkan kepatuhan kepada paduan sampai pengobatanselesai.Standa8Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah diobati harus diberi paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang bioavailabilitinya telah diketahui. Fase awal seharusnya terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Etambutol boleh dihilangkan pada fase inisial pengobatan untuk orang dewasa dan anak dengan sediaan apus dahak negatif, tidak menderita tuberkulosis paru yang luas atau penyakit ekstra paru yang berat, serta telah diketahui HIV negatif. Fase lanjutan yang dianjurkan terdiri dari isoniazid dan rifampisin yang diberikan selama 4 bulan. Isoniazid dan etambutol selama 6 bulan merupakan paduan alternatif pada fase lanjutan yang dapat dipakai jika kepatuhan pasien tidak dapat dinilai, akan tetapi hal ini berisiko tinggi untuk gagal dan kambuh, terutama untuk pasien yang terinfeksi HIV.Dosis obat anti tuberkulosis yang digunakan harus sesuai dengan rekomendasi internasional. Kombinasi dosis tetap yang terdiri dari kombinasi 2 obat (isoniazid dan rifampisin), 3 obat (isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid), dan 4 obat (isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol) sangat direkomendasikan terutama jika menelan obat tidak diawasi.

Standar 9

Page 11: Pengendalian TBC Dengan Strategi DOTS

Untuk membina dan menilai kepatuhan (adherence) kepada pengobatan, suatu pendekatan pemberian obat yang berpihak kepada pasien, berdasarkan kebutuhan pasien dan rasa saling menghormati antara pasien dan penyelenggara kesehatan, seharusnya dikembangkan untuk semua pasien. Pengawasan dan dukungan seharusnya sensitif terhadap jenis kelamin dan spesifik untuk berbagai usia dan harus memanfaatkan bermacam-macam intervensi yang direkomendasikan serta layanan pendukung yang tersedia, termasuk konseling dan penyuluhan pasien.Elemen utama dalam strategi yang berpihak kepada pasien adalah penggunaan cara-cara menilai dan mengutamakan kepatuhan terhadap paduan obat dan menangani ketidakpatuhan, bila terjadi. Cara-cara ini seharusnya dibuat sesuai keadaan pasien dan dapat diterima oleh kedua belah pihak, yaitu pasien dan penyelenggara pelayanan. Caracara ini dapat mencakup pengawasan langsung menelan obat (directly observed therapy-DOT) oleh pengawas menelan obat yang dapat diterima dan dipercaya oleh pasien dan sistem kesehatan.Standar10Semua pasien harus dimonitor responnya terhadap terapi, penilaian terbaik pada pasien tuberkulosis ialah pemeriksaan dahak mikroskopik berkala (dua spesimen) paling tidak pada waktu fase awal pengobatan selesai (dua bulan), pada lima bulan, dan pada akhir pengobatan. Pasien dengan sediaan apus dahak positif pada pengobatan bulan kelima harus dianggap gagal pengobatan dan pengobatan harus dimodifikasi secara tepat (lihat standar 14 dan 15). Pada pasien tuberkulosis ekstra paru dan pada anak, respon pengobatan terbaik dinilai secara klinis. Pemeriksaan foto toraks umumnya diperlukan dan dapat menyesatkan.Standar11Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan, respon bakteriologis dan efek samping seharusnya disimpan untuk semua pasien.Standar12Di daerah dengan prevalensi HIV tinggi pada populasi umum dan daerah dengan kemungkinan tuberkulosis dan infeksi HIV muncul bersamaan, konseling dan uji HIV diindikasikan bagi semua pasien tuberkulosis sebagai bagian penatalaksanaan rutin. Di daerah dengan prevalensi HIV yang lebih rendah, konseling dan uji HIV diindikasikan bagi pasien tuberkulosis dengan gejala dan/atau tanda kondisi yang berhubungan dengan HIV dan pada pasien tuberkulosis yang mempunyai riwayat risiko tinggi terpajan HIV.Standar13Semua pasien dengan tuberkulosis dan infeksi HIV seharusnya dievaluasi untuk menemukan perlu/tidaknya pengobatan anti retroviral diberikan selama masa pengobatan tuberkulosis. Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat anti retroviral seharusnya dibuat untuk pasien yang memenuhi indikasi. Mengingat kompleksnya penggunaan serentak obat anti tuberkulosis dan anti retroviral, konsultasi dengan dokter ahli di bidang ini sangat direkomendasikan sebelum mulai pengobatan serentak untuk infeksi HIV dan tuberkulosis, tanpa memperhatikan mana yang muncul lebih dahulu. Bagaimanapun juga pelaksanaan pengobatan tuberkulosis tidak boleh ditunda. Pasien tuberkulosis dan infeksi HIV juga seharusnya diberi kotrimoksazol sebagai pencegahan infeksi lainnya.Standar 14Penilaian kemungkinan resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan terdahulu, pajanan dengan sumber yang mungkin resisten obat dan prevalensi resistensi obat dalam masyarakat seharusnya dilakukan pada semua pasien. Pasien gagal pengobatan dan kasus kronik seharusnya selalu dipantau kemungkinannya akan resistensi obat. Untuk pasien dengan kemungkinan resisten obat, biakan dan uji sensitiviti obat terhadap isoniazid, rifamisin, dan etambutol seharusnya dilaksanakan segera.

Page 12: Pengendalian TBC Dengan Strategi DOTS

Standar15Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR) seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua. Paling tidak harus digunakan empat obat yang masih efektif dan pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan. Caracara yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR TB harus dilakukan.

Standar Untuk Tanggung Jawab Kesehatan MasyarakatStandar16Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien tuberkulosis seharusnya memastikan bahwa semua orang (khususnya anak berumur di bawah 5 tahun dan orang terinfeksi HIV) yang mempunyai kontak erat dengan pasien tuberkulosis menular seharusnya dievaluasi dan di tata laksana sesuai dengan rekomendasi internasional. Anak berumur di bawah 5 tahun dan orang terinfeksi HIV yang telah terkontak dengan kasus menular seharusnya dievaluasi untuk infeksi laten M. tuberkulosis maupun tuberkulosis aktif.Standar17Semua penyelenggara pelayanan kesehatan harus melaporkan kasus tuberkulosis baru maupun kasus pengobatan ulang serta hasil pengobatannya ke kantor Dinas Kesehatan setempat sesuai dengan peraturan hukum dan kebijakan yang berlaku.

ADENDUMStandar1Untuk pasien anak, selain gejala batuk, entry untuk evaluasi adalah berat badan yang sulit naik dalam waktu kurang lebih 2 bulan terakhir atau gizi buruk.Standar3Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada tidaknya TB paru dan TB milier. Pemeriksaan dahak juga dilakukan, bila mungkin, pada anak.Standar6Untuk penatalaksanaan di Indonesia, diagnosis didasarkan atas pajanan kepada kasus tuberkulosis yang menular atau bukti infeksi tuberkulosis (uji kulit tuberkulin positif atau interferon gamma release assay) dan kelainan radiografi toraks sesuai TB.Standar8Etambutol boleh dihilangkan pada fase inisial pengobatan untuk orang dewasa dan anak dengan sediaan apus dahak negatif, tidak menderita tuberkulosis paru yang luas atau penyakit ekstra paru yang berat serta telah diketahui HIV negatif.Secara umum terapi TB pada anak diberikan selama 6 bulan, namun pada keadaan tertentu (meningitis TB, TB tulang, TB milier dan lainlain) terapi TB diberikan lebih lama (9-12 bulan) dengan paduan OAT yang lebih lengkap sesuai derajat penyakitnya.Standar10Respons pengobatan pada pasien TB milier dan efusi pleura atau TB paru BTA negatif dapat dinilai dengan foto toraks.Standar17Pelaksanaan pelaporan seharusnya difasilitasi dan dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.

Page 13: Pengendalian TBC Dengan Strategi DOTS