pengenalan hama tanaman jagung dan kedelai
DESCRIPTION
pertanianTRANSCRIPT
PENGENALAN HAMA TANAMAN JAGUNG DAN KEDELAI(Laporan Praktikum Pengendalian Hama Tanaman)
Oleh
Nurul Wakhidah1314121132
JURUSAN AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG2015
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rendahnya hasil jagung disebabkan oleh banyak faktor diantaranya faktor fisik
(iklim, jenis tanah dan lahan) dan faktor biologis (varietas, hama, penyakit dan
gulma), serta faktor sosial ekonomi. Tidak kurang dari 50 spesies serangga telah
diketemukan dapat menyerang tanaman jagung di Indonesia. Hama dan penyakit
merupakan kendala dalam peningkatan produksi jagung. Beberapa jenis hama di
pertanaman jagung ada yang diantaranya berstatus penting yaitu lalat bibit
(Atherigona sp.), ulat tanah (Agrothis sp.), lundi/uret (Phylophaga hellen),,
penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), ulat grayak (Spodoptera litura,,
Mythimna sp.), penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), dan wereng jagung
(Peregrinus maydis) (Surtikanti, 2011).
Selain masalah hama yang dihadapi pertanaman jagung, adapula masalah dalam
proses produksi kedelai di Indonesia juga karena gangguan hama. Serangan hama
pada tanaman kedelai dapat menurunkan hasil hingga 80%. Tanaman kedelai
merupakan inang berbagai insekta, terbukti dari banyaknya hama yang
menyerang, terdiri atas hama dalam tanah, lalat bibit, ulat daun, hama penggerek
batang, dan hama polong kedelai (Marwoto dan Indiati, 2009).
Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan praktikum ini untuk mengetahui
hama apa sajayang biasa menyerang tanaman jagung dan juga hama penyerang
tanaman kedelai. Selain itu, untuk lebih mengetahui bioekologi masing-masing
hama tersebut dan juga cara-cara pengendaliannya.
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui beberapa hama penyerang tanaman jagung dan kedelai yang
disediakan saat praktikum.
2. Mengetahui gejala pada tanaman dan bioekologi hama pada tanaman jagung
maupun kedelai.
3. Mengetahui cara-cara pengendalian hama penyerang tanaman jagung dan
kedelai tersebut.
II. METODOLOGI
2.1. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Buku atau kertas
2. Pena
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai
berikut:
1. Penggerek batang jagung
2. Penggerek tongkol jagung
3. Ulat Grayak
4. Wereng Jagung
5. Belalang Kembara
6. Pengisap polong kedelai
2.2. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Dipersiapkan bahan-bahan berupa spesimen hama penyerang tanaman jagung
dan kedelai sebanyak 6 spesimen.
2. Dicatat penjelasan dari asisten praktikum mengenai setiap gejala serangan
dan bioekologi hama jagung maupun kedelai pada praktikum ini.
3. Dicatat pula fase-fase setiap hama saat menyerang tanaman jagung maupun
kedelai tersebut.
4. Digambar setiap spesimen hama yang diperkenalkan pada praktikum ini.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Praktikum
Berikut spesimen hama dan gejala serangannya pada tanaman jagung dan kedelai.
No.Gambar
KeteranganHama Gejala Pada Tanaman
1.
Penggerek Batang Jagung(Ostrinia furnacalis)
Gejala tanaman yang tersera yaitu batang jagung pada bagian tengahnya telah dimakan sehingga kopong.
2.
Ulat Grayak(Spodoptera litura)
Gejala tanaman yang terseran yaitu daun habis dimakan hanya menyisakan tulang daun saja.
3.
Wereng Jagung(Peregrinus maydis)
Gejala tanaman yang terserang yaitu bagian tanaman jagung yang terserang cairannya dihisap sehingga warnanya berubah menjadi kuning, kemudian kering dan mati
4.
Belalang Kembara(Locusta migratoria)
Gejala serangan hama ini yaitu bagian dari daun padi termakan oleh hama ini sehingga daun tidak terlihat utuh kembali
5.
Penggerek Tongkol Jagung(Helicoverpa armigera)
Bagian tongkol jagung terdapat ulat, biji jagung tidak utuh lagi dan terdapat bekas kotoran ulat berwarna hitam.
6.
Penghisap Polong Kedelai(Riptortus linearis)
Menghisap polong sehingga menjadi kosong atau kempis (biji tidak terbentuk) dan polong muda akan gugur. Sedangkan polong tua yg diserang kepik ini menyebabkan biji keriput dan berbintik-bintik kecil berwarna hitam, selanjutnya biji tersebut akan membusuk.
3.2. Pembahasan
Berikut pembahasan mengenai hama tanaman jagung dan kedelai, serta gejala
serangan hamanya, dan upaya pengendaliannya.
3.2.1. Penggerek Batang Jagung (Ostrinia furnacalis)
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Crambidae
Upafamili : Pyraustinae
Genus : Ostrinia
Spesies : Ostrinia furnacalis
Umumnya telur Ostrinia furnacalis yang mencapai 90 butir diletakkan pada
tulang daun bagian bawah dari tiga daun teratas. Telur yang telah menetas
menjadi ulat selanjutnya menuju bunga jantan dan menyebar bersama angin.
Adapula ulat yang langsung menggerek tulang daun yang telah terbuka, kemudian
menuju batang dan menggerek batang tersebut serta membentuk lorong mengarah
ke atas. Setelah sampai dibuku batang bagian atas, ulat segera turun kebuku
batang bagian bawah. Ulat berpupa di dalam batang. Seekor ngengat betina
mampu bertelur 300– 500 butir. Siklus hidup hewan ini hanya 22–45 hari.
Batang tanaman jagung biasanya patah-patah kemudian tanaman mati karena
terhentinya translokasi hara dari akar tanaman ke daun (Kalshoven 1981).
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk hama ini yaitu secara bercocok tanam
melalui rotasi tanaman dan penggunaan varietas tahan; secara biologi dapat
dengan memanfaatkan musuh alami; secara kimia dapat dengan menggunakan
insektisida Carbofuran 3% di pucuk tanaman sebanyak 2-3 g pertanaman
(Surtikanti, 2011).
3.2.2. Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Subfamili : Amphipyrinae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura F.
Imago dari ulat ini dapat bertelur dalam 2 – 6 hari dengan jumlah seluruh telur
mencapai 2000 – 3000 butir. Telur diletakkan dalam kelompok yang bentukya
bermacam-macam. Masing-masing kelompok berisi telur sekitar 350 butir. Telur
akan menetas setelah 3 – 5 hari. Setelah menetas, ulat kecil masih tetap
berkumpul untuk sementara. Beberapa hari kemudian, ulat tersebar mencari
makan sendiri. Saat berumur sekitar 2 minggu panjang ulat mencapai 5 cm. Ciri
khas dari ulat grayak adalah pada ruas perut yang keempat dan kesepuluh terdapat
bentuk bulan sabit berwarna hitam yang dibatasi garis kuning pada samping dan
punggungnya. Setelah cukup dewasa, ulat mulai berkepompong di dalam taanah.
Pupanya dibungkus dengan tanah (Pracaya, 2009).
Cara-cara pengendalian yang dapat dilakukan terhadap ulat grayak ini antara lain:
secara mekanis yaitu telur yang ada diambil bersama dengan daun tempat
menempelnya. Pengambilannya jangan sampai terlambat sebab ulat akan
bersembunyi di dalam tanah jika telah besar. Secara biologis dapat dilakukan
dengan disemprot bakteri Bacillus thuringiensis atau Borrelinavirus litura.
Secara kimia dapat dengan aplikasi insektisida seperti Azodrin sedini mungkin
sebelum ulat pergi bersembunyi ke dalam tanah. Selain itu, dapat pula dengan
menggunakan perangkap, dan melalui pembersihan gulma agar tidak menjadi
tempat berkembang biak untuk hama ini (Pracaya, 2009).
3.2.3. Wereng Jagung (Peregrinus maydis)
Kingdom : Animalia
Fhylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Family : Delphacidae
Genus : Peregrimus
Species : Peregrimus maydis
Tubuh wereng dewasa berwarna kuning kecoklatan, sayap bening dan kedua mata
berwarna hitam. Terdapat duri pada tibia belakang yang dapat berputar.
Serangga dewasa ada yang mempunyai sayap panjang dan ada yang mempunyai
sayap pendek. Mempunyai bintik pada ujung sayap dan bergaris kuning pada
belakangnya. Sedangkan pada yang bersayap pendek mempunyai sayap
transparan dengan bintik warna gelap. Keduanya mempunyai karakteristik
dengan corak warna hitam dan putih pada bagian ventral abdomen (Kalshoven,
1981).
Gejala serangan pada daun tampak bercak bergaris kuning, garis-garis pendek
terputus-putus sampai bersambung terutama pada tulang daun kedua dan ketiga.
Daun tampak bergaris kuning panjang, begitu pula pada pelepah daun.
Pertumbuhan tanaman akan terhambat, menjadi kerdil, tanaman menjadi layu dan
kering (hopper burn). Pengendalian : waktu tanam serempak, waktu tanam
dilakukan pada akhir musim hujan dan bila menggunakan insektisida gunakan
insektisida Carbofuran 3% (Surtikanti, 2011).
3.2.4. Belalang Kembara (Locusta migratoria)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropada
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Famili : Acrididae
Genus : Locusta
Spesies : Locusta migratoria L.
Hewan ini meletakkan telurnya di dalam lubang dalam tanah dengan kedalaman 6
cm. Panjang telur 5,5 – 6 cm. Betina bertelur selama6 – 9 hari dan mampu
memproduksi telur sebanyak 200 – 270 butir bahkan dilaporkan sampai 5000
butir telur. Penetasan telur terjadi setelah umur 17 – 22 hari dan berkembang
menjadi dewasa dalam waktu 1 – 1,5 bulan. Betina matang siap kawin dalam26
hari an periode kopulasi 6 hari. lamahidup serangga dewasa baik jantan maupun
betina rata-rata 3 bulan. Lama periode dari telur hingga telur lagi adalh 70 – 110
hari, sedangkan dari telur sampai dewasanya mati mencapai 160 hari
(Kartohardjono dkk., 2008).
Tanaman yang diserang belalang kembara ini daunnya akan terpotong dan tinggal
tulang daunnya. Cara pengendalian yang dapat dilakukan yaitu secara mekanis
dengan menghindari terbentuknya tempat-tempat lembab sebagai tempat
berkembang biak; secara bilogi dengan pengendalian hayati menggunakan
cendawan dalambentuk miko-insektisida seperti Beauveria bassiana dengan
konsentrasi tertentu; secara kimiawi dengan insektisida kimia seperti golongan
fipronil atau betasiflutrin dan tiodicarb (Kartohardjono dkk., 2008).
3.2.5. Penggerek Tongkol Jagung (Helicoverpa armigera)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Lepidoptera
Family : Noctuidae
Genus : Helicoverpa
Species : Helicoverpa armigera
Ngengat betina Helicoverpa armigera umumnya meletakkan telur pada daun
pucuk, batang, kelopak bunga, dan rambut tangkai bunga. Telur yang baru
diletakkan kuning muda dan berbentuk setengah bulat seperti kubah. Telur yang
akan menetas berubah warna menjadi abu-abu dan akhirnya hitam. Telur
umumnya diletakkan pada bagian tanaman yang banyak rambut-rambutnya,
seperti pucuk, batang, kelopak bunga, dan tangkai bunga. Lama masa
prapeneluran sekitar 1 hari. Pada hari kedua ngengat betina mulai meletakkan
telurnya. Lama masa peneluran mencapai 10 hari. Jumlah telur yang diletakkan
oleh seekor betina rata-rata 263,12 butir, produksi telur tertinggi saat umur
ngengat 3 hari (40,56 butir). Selama hidupnya, ngengat mampu meletakkan telur
setiap hari hingga mati. Dengan demikian, pada kondisi lapangan apabila hasil
monitoring menunjukkan awal kemunculan ngengat H. armigera, perlu
diwaspadai bahwa ngengat mampu hidup dan terus bertelur selama lebih kurang
10 hari (Herlinda, 2005).
Lama stadium telur berkisar antara 2-4 hari dan rata-rata adalah 50,81 jam atau
2,12 hari. Larva yang baru keluar dari telur berbentuk silinder dan tubuhnya
berwarna kuning pucat. Berdasarkan bekas mandibelnya yang mengelupas,maka
dapat diketahu larva Helicoverpa armigera mempunyai enam instar. Tiap instar
berbeda cara makannya pada tanaman tomat yang telah disediakan. Pada instar
satu, dan dua lebih menyukai makan daun dan pucuk bunga. Tetapi pada instar
tiga, empat, lima dan enam larva akan makan daging buah tomat dengan cara
menggerek buah kemudian memakan dagingnya (Herlinda, 2005).
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan parasit
Trichogramma sp., menggunakan insektisida bila ditemui 3 tongkol rusak per 50
tanaman pada saat tanaman baru terbentuk buah dengan mengaplikasikan
insektisida Carbofuran 3% pada saat menjelang berbunga (Surtikanti, 2011).
3.2.6. Penghisap Polong Kedelai (Riptortus linearis)
Kingdom : Animalia
Fhylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Coreoidae
Genus : Riptortus
Species : Riptortus linearis
Siklus hidup R. linearis meliputi stadium telur, nimfa yang terdiri atas lima instar,
dan stadium imago. Imago memilki badan yang panjang dan berwarna kuning
kecokelatan dengan garis putih kekuningan di sepanjang sisi badannya. Imago
datang pertama kali pada kedelai saat tanaman mulai berbunga diawali dengan
meletakkan telur satu per satu pada permukaan atas dan bawah daun. Seekor
imago betina mampu bertelur hingga 70 butir selama 4 – 47 hari. Perbedaan
antara imago jantan dan betinanya dapat terlihat dari bentuk perutnya, yaitu imago
jantan ramping dengan panjang 11 – 13 mm dan betina agak gemuk dengan
panjang 13–14 mm (Tengkano dan Dunuyaali 1976).
Telur R. linearis berbentuk bulat dengan bagian tengah agak cekung, rata-rata
berdiameter 1,20 mm. Telurnya berwarna biru keabuan kemudian berubah
menjadi cokelat suram. Setelah 6–7 hari, telur menetas dan membentuk nimfa
instar I selama 3 hari. Pada stadium nimfa, R. linearis berganti kulit (molting)
sebanyak lima kali. Setiap berganti kulit terlihat perbedaan bentuk, warna,
ukuran, dan umur. Rata-rata panjang tubuh nimfa instar ke-1 adalah 2,60 mm,
instar ke-2 adalah 4,20 mm, instar ke-3 adalah 6 mm, instar ke-4 yaitu 7 mm, dan
instar ke-5 itu 9,90 mm (Tengkano dan Dunuyaali 1976).
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk hama ini yaitu antara lain dengan
bercocok tanam yang baik dan benar seperti sanitasi, pola tanam serempak,
pergiliran tanaman, dan penanaman tanaman perangkap; menanam varietas
tanaman yang tahan terhadap hama tersebut; secara kimiawi dapat dengan
penggunaan insektisida; serta dengan cara mekanis. Selain itu, dapat pula
menggunakan agensia hayati dengan cendawan entomopatogen seperti
Verticillium lecanii (Prayogo dan Suharsono, 2005).
IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Hama penyerang tanaman jagung dan kedelai yang diperkenalkan saat
praktikum meliputi penggerek batang jagung, penggerek tongkol jagung, ulat
grayak, belalang kembara, wereng jagung, serta pengisap polong kedelai
2. Sebagian besar gejala yang nampak dari serangan hama yang diperkenalkan
dalam praktikum ini meliputi hilangnya sebagian atau seluruh bagian tanaman
akibat dimakan atau digerek, polong yang hampa atau keriput, tanaman layu
dan menjadi kerdil.
3. Cara-cara pengendalian hama pada tanaman jagung maupun kedelai sebagian
besar menggunakan teknik bercocok tanam, menggunakan agen hayati, dan
beberapapengendalian secara kimia.
DAFTAR PUSTAKA
Herlinda, S. 2005. Bioekologi Helicoverpa armigera (Hübner) (Lepidoptera: Noctuidae) PadaTanaman Tomat. Agria 2(1):32-36.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest Of In Indonesia. Resived and translated by P.A. van der Laan. PT Ichtiar Baru. Jakarta.
Kartohardjono, A., D. Kertoseputro, dan T. Suryana. 2008. Hama Potensial Dan Pengendaliannya. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang.
Marwoto dan S.W. Indiati. 2009. Strategi Pengendalian Hama Kedelai Dalam Era Perubahan Iklim Global. Iptek Tanaman Pangan Vol. 4 No. 1.
Pracaya. 2009. Hama Dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prayogo, Y., dan Suharsono. 2005. Optimalisasi Pengendalian Hama Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis) Dengan Cendawan Entomopatogen Verticillium lecanii. Jurnal Litbang Pertanian: 24(4).
Surtikanti. 2011. Hama Dan Penyakit Penting Tanaman Jagung Dan Pengendaliannya. Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Tengkano, W. dan M. Dunuyaali. 1976. Biologi Dan Pengaruh Tiga Macam Umur Polong Kedelai Terhadap Produksi Telur Riptortus linearis F. Laporan Kemajuan Penelitian Seri Hama/Penyakit (4): 19−34.
LAMPIRAN