pengenalan awal ekolinguistikpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya...

127

Upload: others

Post on 11-Nov-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan
Page 2: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

PENGENALAN AWAL

EKOLINGUISTIK

oleh

Nuzwaty Universitas Islam Sumatera Utara

Medan

SASTRA UISU PRESS - MEDAN – 2019

Page 3: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

ii

©Sastra UISU Press, Medan, 2019

Fakultas Sastra UISU Medan

Jalan Sisingamangaraja, Teladan, Medan, Indonesia

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruhnya tanpa ijin

dari penerbit.

Judul Buku : Pengenalan Awal Ekolinguistik

Penulis : Nuzwaty

Universitas Islam Sumatera Utara

Medan, Indonesia

Penerbit : Sastra UISU Press, Medan

Desain Cover : Junianto

Percetakan : Sastra UISU Press, Medan

ISBN : 978-602-50834-2-6

Cetakan ke-1, Tahun 2019 oleh Sastra UISU Press, Medan

Page 4: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

iii

KATA PENGANTAR

Penulisan buku ini saya lakukan dengan harapan dapat

memberikan kontribusi dalam pengadaan dan menambah khasanah

tulisan-tulisan yang bertautan dengan kajian linguistik, khususnya

kajian ekolinguistik. Keinginan untuk menulis buku ini juga

terinspirasi oleh beberapa hal, pertama karena kurangnya buku-

buku ekolinguistik yang disajikan dalam bahasa Indonesia, maka

saya berusaha menulis buku ini yang sudah mulai dikerjakan sejak

saya selesai kuliah S3 di Sekolah Pascasarjana FIB USU tiga tahun

yang lalu, tetapi buku ini baru selesai dikerjakan akhir tahun 2018.

Materi-materi yang saya sajikan merupakan pandangan dan

buah pikir dari beberapa pakar bahasa, ekologi dan ekolinguistik

baik dari luar maupun dari dalam Indonesia dan dibantu dengan

hasil pemikiran saya sendiri yang saya peroleh saat saya

mengerjakan penelitian bahasa yang berkaitan dengan konsentrasi

ekolinguistik. Kedua, penulisan buku ini dilakukan pula disebabkan

oleh kurangnya minat peneliti bahasa terhadap ekolinguistik,

padahal sesungguhnya lahan kajian untuk konsentrasi ini masih

sangat luas, dan peluang untuk melakukan penelitian dalam bidang

ini terbuka lebar,maka penyajian buku ini juga diharapkan sebagai

rangsangan bagi para peneliti bahasa untuk menoleh ke kajian

ekolinguistik. Mudah-mudahan harapan ini menjadi sebuah

kenyataan.

Pada kesempatan ini ucapan terima kasih ditujukan kepada

Prof Aron Meko Mbete tak pernah lelah membantu dan

Page 5: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

iv

menyemangati serta memberikan kontribusi dalam penyajian buku

ini. Ucapan yang sama diberikan kepada semua sahabat saya Dr

Muhammad Ali Pawiro, Dr Roswani Siregar, Dr Farida Yafitzam

dan rekan-rekan lainnya khususnya sahabat-sahabat di S3 linguistik

Sekolah Pasca Sarjana USU angkatan 2010 yang tidak dapat saya

sebutkan namanya satu persatu.

Di kesempatan yang sama ini saya haturkan salam sayang

kepada keluarga tercinta.

Buku ini masih belum sempurna, segala bentuk sapaan dan

keritik yang konstruktif untuk menuju kepada sajian yang lebih

baik, saya terima dengan senang hati.

Semoga persembahan buku ekolinguistik ini bermanfaat

bagi pembacanya. Akhirul kalam, wassalam.

Medan, Desember 2018

Nuzwaty

Page 6: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................

PENDAHULUAN .........................................................................................

BAB I: Interelasi dan Interdepensi Bahasa dan Ekologi .................................

A. Bahasa ...................................................................................................

B. Ekologi ..................................................................................................

C. Interelasi Bahasa dengan Lingkungan Ekologis ...................................

D. Bahasa dan Lingkungan Alam Semesta Ragawi .....................................

E. Iterelasi Bahasa dengan Lingkungan Sosiobudaya .................................

F. Kesimpulan ...........................................................................................

BAB II: Ekolinguistik ........................................................................... an Internal

A. Pemahaman Tentang Linguistik .............................................................

B. Linguistik Pada Ranah Ekolinguistik .....................................................

C. Kerjasama Linguistik Kognitif dengan Ekolinguitik ...............................

D. Kesimpulan ...........................................................................................

BAB III: Pustaka Ekolinguistik.......................................................................

A. Paramater Ekolinguistik .........................................................................

1. Parameter Keberagaman (Diversity) ...................................................

2. Parameter Kesalingterhubungan (Interrelationship) ...........................

3. Parameter Lingkungan (Environment) ................................................

B. Teori Dialetikal Sosial Praksis ...............................................................

ii

iii

1

4

4

12

16

18

28

35

39

39

42

53

55

58

60

61

63

65

66

Page 7: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

vi

C. Metafora .................................................................................................

1. Metafora Leksikal ..............................................................................

2. Metafora Konseptual ..........................................................................

3. Klasifikasi Metafora ...........................................................................

D. Evolusi Bahasa .......................................................................................

1. Evolusi Progresif................................................................................

2. Evolusi Seleksi Alam .........................................................................

Kesimpulan ...................................................................................................

Daftar Pustaka ...............................................................................................

77

81

84

97

99

100

104

107

109

Page 8: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

1

PENDAHULUAN

Sebelum kita mengulas tentang hubungan bahasa dan

ekologi, ada baik kita melihat terlebih dahulu masing-masing

komponen ini sebagai bagian dari sesuatu yang sama-sama

dibutuhkan oleh manusia dalam merajut kehidupannya. Pembicaran

awal dilakukan dengan tujuan agar lebih memudahkan kita dalam

memahami tentang keberadaan kedua komponen ini sebagai fokus

bahan kajian dalam ranah ekolinguistik.

Ketika pertama sekali kita mencoba untuk dapat memahami

ekolingistik sebagai suatu ilmu yang merupakan kolaborasi kajian

ekologi dengan linguistik, pastilah kita merasakan pertentangan di

dalam batin kita. Apakah mungkin menyatukan kedua bidang ilmu

yang sesungguhnya terpisah jauh satu sama lain. Kita juga

menyadari fokus dan parameter kedua kajian memang sangat

berbeda jika kedua komponen ini dipandang secara terpisah.

Namun bila kita mau menyadari bahwa bahasa adalah milik

manusia yang menyatu dengan kehidupannya dan manusia itu

sendiri merupakan mahluk ekologis yang sejak awal kejadiannya

(Nabi Adam diciptakan dari tanah merupakan bagian dari ekologi).

Sejak awal keberadaannya, manusia sebagai mahluk

ekologis berusaha mempertahankan keberlangsungan hidupnya

dengan sangat mengharapkan lingkungan ekologis sebagai

penyedia komoditas alami pada saat itu. Untuk memenuhi semua

kebutuhan ini, dapat dipastikan bahwa manusia tersebut

mengadakan kontak komunikasi antara sesamanya, dengan

Page 9: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

2

demikian amatlah tidak mungkin manusia tidak menggunakan

media komunikasi berupa bahasa untuk menyampaikan semua itu,

walaupun dalam pola yang sangat sederhana dan hanya dalam

kisaran tuturan atau ungkapan yang hanya merujuk kepada

lingkungan ekologis semata.

Bertolak dari uraian singkat dan ringkas diatas, dengan

demikian maka jarak pemisah antara kedua komponen ini terasa

dekat, sehingga penyatuan ekologi dan linguistik dalam satu wadah

kajian ekolinguistik dapat berterima.

Hal-hal yang dibicarakan dalam buku ini berkisar pada

materi yang dapat dijadikan sebagai pengantar untuk pengenalan

awal dalam memahami ilmu ekolingistik. Beberapa hasil penelitian

yang sudah dilakukan oleh beberapa pakar dan peneliti baik dari

luar maupun dari dalam Indonesia dibicarakan dan dijadikan

sebagai bahan ulasan.

Hasil penelitian yang sudah mereka lakukan pada

umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan

interdepensi manusia dengan lingkungan ekologisnya, baik

lingkungan alami ragawi (macrocosmos) maupun lingkungan

sosiobudaya atau socio cultural (microcosmos). Sehingga cerminan

lingkungan suatu komunitas bahasa identik pula dengan komunitas

penutur atau komunitas etnik tersebut.

Buku ini terdiri atas tiga bab, dan pada setiap bab dimulai

dengan suatu pengantar yang bertujuan untuk mengantarkan

pembaca kepada konten dan setiap bab ditutup pula oleh

kesimpulan.

Page 10: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

3

Bab pertama membicarakan tentang interelasi dan

interdepensi bahasa dan ekologi dalam kehidupan manusia, bab

kedua membicarakan tentang ekolinguistik yang bertujuan untuk

memberikan gambaran yang diharapkan agar pembaca memahami

tentang kajian ekolinguistik. Bab ketiga membicarakan tentang

teori-teori ekolinguistik yang dapat dijadikan sebagai pisau analisis

dan dapat pula diaplikasikan kepada kajian-kajian bahasa

berkolaborasi dengan kajian interdisipliner linguistik lainnya. yang

pada gilirannya dapat pula diaplikasikan kepada kajian-kajian

kebahasaan lainnya yang memiliki keterhubungan dengan kajian

ekolinguistik dan kognitif linguistik. Mahasiswa S2 dan S3 yang

tertarik meneliti kajian kebahasaan yang bernaung dibawah payung

kajian ekolinguistik dapat pula memanfaatkan buku ini sebagai

pengantar awal untuk pemahaman terhadap kajian tersebut.

Page 11: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

4

BAB I

Interelasi dan Interdepensi Bahasa dan Ekologi

Bab ini membicarakan tentang posisi keterkaitan ekologi

dan bahasa. Ekologi dimaksud mencakup semua lingkungan yang

ada di dalam dan berkaitan dengan kehidupan manusia.

Lingkungan tersebut terdiri atas lingkungan alam ragawi yaitu

lingkungan alam semesta dan lingkungan alam non ragawi yaitu

lingkungan sosial dan lingkungan budaya manusia. Sedangkan

bahasa adalah sebagai alat komunikasi interaksi manusia dalam

menata kehidupannya. Kedua komponen ini saling berpengaruh

secara timbal balik dalam kehidupan manusia.

A.Bahasa

Manusia sebagai mahluk zoon politicon (disebut oleh

Aristoteles ‘makluk yang hidup bermasyarakat’), mengisyaratkan

bahwa kodrat manusia secara alami tidak dapat hidup sendiri tanpa

berhubungan dengan orang lain. Dalam menjalin hubungan ini,

pastilah manusia sangat membutuhkan suatu alat yang dapat

dijadikan sebagai sarana komunikasi diantara mereka dengan

tujuan untuk saling berinteraksi, saling bertegur sapa, saling

mengenal, saling memahami, saling bekerja sama, dan lain

sebagainya. Sarana komunikasi inilah yang disebut sebagai bahasa.

Finergan dan Nico (2000: 1) menyatakan bahwa menurut

pandangan pakar bahasa aliran tradisional, bahasa merupakan

satuan bunyi berupa simbol-simbol atau lambang bunyi yang

Page 12: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

5

diproduksi oleh alat ucap manusia membentuk ujaran yang

mengandung makna atau arti yang dipergunakan oleh manusia

untuk saling memahami di dalam kehidupan masyarakatnya.

Melalui penggunaan bahasa, dengan demikian manusia dapat

menyampaikan segala sesuatu yang ada dalam pikirannya. Maka

tugas dan fungsi semua bahasa secara universal pada dasarnya

adalah sama yaitu menghubungkan bunyi atau suara dengan makna

atau arti untuk membentuk kata atau leksikal dengan tujuan untuk

mengekpresikan pikiran dan perasaan manusia dalam berinteraksi

antara sesamanya. Bila dicermati lebih mendalam sebenarnya

fungsi dan tugas bahasa tidak hanya sebatas pada ekspresi pikiran

dan perasaan belaka. Dalam kehidupan kita sehari-hari, bahasa

sangat berperan dalam semua hal dan kegiatan yang kita lakukan,

dan bahasa tidak hanya berperan sebagai media komunikasi yang

digunakan antara sesama manusia, namun lebih dari itu bahasa juga

digunakan oleh manusia kepada Sang Khalik. Sebagai contoh

ketika kita sholat dan berdoa kita tetap dalam kondisi

menggunakan bahasa. Sehingga dapat dikatakan bahwa

penggunaan bahasa ini berlangsung sejak kita bangun tidur di pagi

hari sampai kita tidur kembali di malam harinya. Oleh sebab itu

dapat dikatakan, bahwa bahasa merupakan media komunikasi

manusia yang amat tangguh untuk mengungkapkan atau

mengekspresikan segala sesuatu yang berkaitan dengan

kehidupannya secara menyeluruh yaitu yang berkaitan dengan

mental, sikap, perilaku, dan lain sebagainya.

Page 13: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

6

Bahasa sebagai media komunikasi dimaksud, merupakan

alat yang dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya dalam semua lini

kehidupannya, sehingga bahasa dalam sebuah masyarakat tutur

benar-benar berfungsi dalam penyampaian segala kebutuhan yang

ada di dalam pikiran atau kognitifnya serta segala sesuatu yang

bersemayam di dalam hati penuturnya.

Kebutuhan akan bahasa tersebut, dapat pula dirasakan

misalnya, dalam hal mengunggkapkan kebutuhan akan makanan,

minuman, berikutnya kebutuhan akan pembicarakan tentang

politik, ekonomi, agama, etika, kasih sayang, cinta, kesehatan serta

menyampaikan dan menyerap ilmu pengetahuan dan lain

sebagainya. Kesemuanya ini tentu saja akan dapat terwujud

melalui keberadaan bahasa yang dapat diungkapkan baik secara

verbal maupun secara non verbal.

Bahasa merupakan produk interaksi manusia dengan dunia

sekelilingnya. Kondisi ini berlangsung karena manusia itu sendiri

hadir dalam sebuah masyarakat, bermula dari masyarakat kecil

yaitu keluarga, kampung, hingga masyarakat yang lebih besar yaitu

negara bahkan dunia. Oleh sebab itu bahasa dapat dimaknani

sebagai suatu kebutuhan setiap individu dalam sebuah manyarakat,

sehingga bahasa tidak mungkin dilestarikan dan dikembangkan di

luar masyarakat atau komunitas. Secara keseluruhan suatu bangsa

dalam sebuah negara merupakan komunitas bahasa yang kreatif,

organis dan natural sehingga masing-masing anggota masyarakat

Page 14: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

7

diwajibkan berpegang teguh kepada norma-norma bahasa tersebut

dalam menyampaikan pesan- pesan dan gagasan.

Secara kodrati alami, sejak bayi manusia sudah mulai

dibekali kemampuan dasar berbahasa, namun pada saat itu

manusia hanya dapat memproduksi simbol-simbol atau lambang-

lambang bunyi yang tidak dapat dimaknai dalam bentuk kata-kata.

Bahasa tersebut hanya sebatas pada bentuk tangisan, dan tangisan

inilah yang berfungsi sebagai alat komunikasi si bayi untuk

mengekpresikan keadaan dirinya. Suara tangisan tersebut

biasanya dapat dibedakan berdasarkan volemenya saja. Ketika bayi

buang air besar, buang air kecil, gerah dan merasa tidak nyaman,

bayi akan menangis. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa,

tangisan bayi tersebut merupakan bentuk ekspresi komunikasi si

bayi kepada orang disekitarnya. Sehingga ketika bayi menangis ibu

atau orang yang mendengar akan berupaya mencari penyebab

tangisan itu.

Ketika bayi mulai memasuki usia enam bulan, dia mulai

menyuarakan bunyi yang secara lingusistik dikenal dengan istilah

meraban (babbling) dan mulai memberikan respon kepada

pembicaraan orang disekitarnya. Bahkan tidak jarang, bayi akan

menyuarakan bentuk suara yang menyerupai teriakan seperti

memanggil ketika tidak ada orang disekitarnya.

Ketika bayi berusia sepuluh bulan dia mulai memeroduksi

rangkaian bunyi menyerupai bahasa orang dewasa, namun bunyi-

Page 15: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

8

bunyi tersebut masih belum sempurna sebagaimana layaknya

bahasa orang dewasa. Dengan bahasanya ini dia sudah mulai

berbicara dengan ibu, ayah atau orang disekitarnya tentang benda-

benda yang diinginkan yang ada di lingkungan sekitarnya.

Penyampaian keinginannya ini biasanya dilakukan dengan cara

menunjuk benda tersebut sambil bersuara. Ketika bayi memasuki

usia satu tahun (menurut kebiasaan dalam masyarakat dia sudah

tidak dikatagorikan sebagai bayi lagi), dia mulai menirukan suara

orang disekitar lingkungannya.

Sehingga seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan

masyarakat bahasa Indonesia akan memeroduksi bunyi- bunyi

fonem yang sama atau mendekati dengan bunyi-bunyi fonem

bahasa Indonesia. Demikian pula halnya dengan seorang anak

yang dibesarkan dalam lingkungan bahasa Inggris akan

memeroduksi bunyi-bunyi fonem bahasa Inggris. Dapat dikatakan

bahwa pemerolehan bahasa pertama seseorang sangat bergantung

kepada lingkungan bahasa sebagai vernakular dimana dia

dibesarkan.

Seorang anak baru mulai dapat menggunakan bahasa

sebagaimana layaknya bahasa orang dewasa ketika usia mereka

mendekati usia dua tahun. Pada fase ini, biasanya anak yang

dibesarkan dalam lingkungan keluarga bahasa Jawa akan

membentuk kemampuan linguistiknya sesuai dengan bahasa jawa

tersebut baik dalam pola tuturan maupun dalam bentuk nada dan

Page 16: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

9

intonasi atau aksen bahasanya. Penyesuaian tersebut berlangsung

secara alami. periksa Goodluck (1998:18-21)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa cara seseorang

menciptakan tuturannya dan membangun kemampuan linguistiknya

dapat langsung tergambar dari pengalaman yang diperolehnya dari

lingkungan yang terekam dalam kognitifnya. Selanjudnya

pengalaman tersebut diaplikasikan dalam komunikasi yang spesifik

antar sesama dalam kehidupan sosialnya, periksa Heine (1997: 3).

Rekaman pengalaman yang paling dekat dan paling lekat adalah

tentang dunia sekitar baik bersifat kultural maupun yang bersifat

alamiah.

Oleh karena itu, fungsi awal imajineri seseorang adalah

menggambarkan lingkungan di sekitarnya dengan menggunakan

bahasa karena bahasa didasari imajinari yang ada di otak dan

pengalaman manusia. Pandangan ini sejalan dengan pendapat

Halliday (2001:21-22) yang mengatakan bahwa secara biologis,

pada umumnya manusia normal memiliki kemampuan sama dalam

kapasitas mempelajari bahasanya. Semua anak manusia akan

melalui proses tahapan-tahapan dalam pemerolehan bahasa ibu

atau bahasa pertamanya. Kemampuan ini berbanding lurus dengan

kemampuan motorik manusia, untuk telungkup dan seterusnya

sampai dia dapat berjalan dan berlari. Berbeda dengan hewan,

hewan dapat langsung berdiri dan berjalan setelah beberapa hari dia

dilahirkan. Untuk sampai kepada kemampuan berjalan manusia

akan melalui beberapa tahapan proses pembelajaran, dimulai dari

Page 17: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

10

tengkurap, merangkak, belajar berdiri dan belajar berjalan serta

berlari dan kesemuanya ini tidak bergantung kepada tingkat

intelegensia sesesorang. Itulah sebabnya Halliday (2001)

berpendapat bahwa secara ekologis sesungguhnya manusia adalah

makhluk ekologis yang unik, karena setiap orang mempunyai

pengalaman yang berbeda antara satu dengan lainnya walaupun

berada dalam pola lingkungan yang sama dan bahasa yang sama

pula. Pemahaman seseorang tentang peran bahasanya akan sangat

bermanfaat pada saat dia berinteraksi dengan anggota

masyarakatnya sendiri atau dengan anggota masyarakat lainnya.

Sebagai media komunikasi manusia menurut Jojosuroto

(2007:74-75), bahasa memiliki berbagai fungsi untuk penyampaian

sesuatu yang berlaku sama pada semua bahasa-bahasa manusia.

Fungsi-fungsi bahasa tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut;

1. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi ekspresif:

Menyampaikan, mengekspresikan perasaan,pikiran,

kehendak kepada orang lain (simbolik, kognitif afektif).

2. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi argumentatif:

Menyampaikan suatu pengetahuan sebagai buah

pengetahuan lengkap dengan jalan pikiran yang

melatarbelakanginya (komunikasi ilmiah).

3. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi informatif:

Menyampaikan pesan atau amanat kepada orang lain.

4. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi eksplorasi:

Penggunaan bahasa untuk menjelaskan suatu hal, perkara

dan keadaan.

Page 18: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

11

5. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi persuasi:

Pengguanaan bahasa bersifat mempengaruhi atau

mengajak orang lain untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu secara baik-baik.

6. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi entertainmen:

Penggunaan bahasa untuk menghibur, menyenangkan

atau memuaskan perasaan batin.

sehingga dengan adanya bahasa manusia dapat hidup dalam

dunia pengalaman yang nyata dan dunia pengalaman yang

simbolik (yang diwujudkan dalam bentuk kata-kata) yang dapat

memberi arti pada kehidupannya.

Suatu ilustrasi yang sering terjadi sebagai berikut; seorang

mahasiswi A sedang mengantri untuk masuk ke bioskop, tiba-tiba

dia menoleh kebelakng dan melihat teman mahasiwanya B yang

sedang mengantri juga. Menurut logika biasanya A tidak perlu

bertanya apakah B mau menonton atau tidak sebab B sudah berada

di dalam antrian yang sama dengan antrian A untuk masuk ke

gedung dengan memegang tiket masuk bioskop. Tetapi yang terjadi

justru sesuatu yang tidak logis, yaitu A bertanya kepada B dengan

tuturan “ hai, nonton ya?”dan bentuk jawaban yang diucapkan juga

kadang-kadang bukan “ya”, tetapi sangat berbeda dari konteks

tersebut seperti pada jawaban “udah lama kepingin nonton film ini,

katanya enak” sehingga balasan atau jawaban yang diucapkan

terasa aneh dan tidak berhubungan, karena jawaban yang diberi

bukan “ya”. Pada suasana seperti ini bahasa bukan lagi hanya

Page 19: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

12

sekedar ungkapan pikiran dan perasaan, melainkan sudah berfungsi

sebagai representasi maksud dan menjalankan fungsi sosial.

B. Ekologi

Secara etimologi, ekologi berasal dari kata bahasa Yunani,

oikos dan logos, Oikos bermakna habitat dan logos bermakna ilmu.

Maka pada awalnya ilmu ini dipandang oleh para filosof Yunani

sebagai ilmu yang hanya membicarakan habitat alam semesta.

Namun seiring dengan berjalanya waktu dan berkembangnya ilmu

pengetahuan, ilmu ini tidak hanya membicarakan tentang habit

alam semesta belaka dan disebut sebagai ekologi.

Ekologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari

tentang interaksi antara makluk hidup yang satu dengan mahluk

hidup lainnya, dan interaksi antara mahluk hidup dengan

lingkungannya. Hubungan interaksi dimaksud dapat terjadi secara

timbal balik. Jika dilihat dari definisi ini maka interaksi antara

manusia sebagai mahluk hidup di jagat raya ini dengan

lingkungannya juga dapat dijadikan sebagai lahan kajian ekologi,

termasuk pula kedalamnya pengkajian terhadap manusia dan

bahasanya.

Sebelum sampai kepada pembicaraan tentang hubungan

antara alam dan bahasa, akan disingung sedikit tentang interakasi

antara manusia dengan alam. Menurut William Chang (2001:16)

dalam susilo (2008:54) bahwa keberlangsungan hubungan antara

Page 20: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

13

manusia dengan alam semesta paralel dengan latar belakang sejarah

hubungan antara manusia (dengan semua bentuk pola

kehidupannya) dengan alam tersebut, yang terjadi melalui tiga

tahapan atau fase penting. Fase pertama disebut sebagai masa

keseimbangan alam yang ditandai sebagai masa Paleolithikum

(590.000 SM). Pada masa itu, manusia masih hidup sangat

sederhana dan bersahaja. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

manusia berburu, memetik buah-buahan di hutan dan mencari ikan

di sungai disekitar tempat tinggalnya, dan pada masa itu alam

masih asri karena manusia masih menghormati eksistensi alam dan

semua yang ada didalamnya (flora, fauna, dan pohon yang

menjulang tinggi). Manusia memperlakukan alam dan mengambil

sumber-sumber alam hanya pada sebatas pada keperluan untuk

kehidupan sederhana. Selanjudnya dengan berbekal kesederhanaan

ini manusia mengembangkan pengetahuan-pengetahuan lokal dan

meperlakukan alam dengan cara menjaga harmonisasi hubungan

sehingga pada saat itulah terciptanya keseimbangan antara beragam

ekosistem.

Fase kedua merupakan fase dimana terjadi perubahan besar

fase ini disebut sebagai masa ketidakseimbangan alam karena pada

masa itu hewan-hewan dari kawasan dingin mulai berangsur pindah

menuju ke kewasan utara disebabkan oleh perubahan suhu bumi.

Pada saat itu pula manusia mulai sadar bahwa mereka tidak dapat

lagi menggantungkan hidupnya hanya kepada perburuan dan

mencari buah-buahan di hutan. Mereka mulai berusaha dengan

Page 21: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

14

jalan berternak dan bercocok tanam di lingkungan tempat tinggal

mereka. Fase ini dikenal sebagai revolusi Neolitikum dan disusul

pula dengan revolusi industri. Dikatakan sebagai revolusi industri

karena pada saat itu terjadinya perubahan fisik lingkungan alamiah

akibat dari berdirinya pabrik-pabrik dan pengenalan terhadap

mesin, disinilah bermulanya perubahan kebudayaan dan pola hidup

manusia.

Fase ketiga disebut sebagai masa sekarang, pada fase ini

fenomena alam sudah tidak lagi dipandang sebagai dunia misterius

atau dunia subjek karena manusia sudah mulai menganggap bahwa

hukum-hukum yang mengatur alam adalah rasional yang dapat

dirumuskan dan dijelaskan melalui pendekatan yang teruji.

Manusia melakukan rekayasa alam dan rekayasa sosial (social

engineering) dengan menggunakan peralatan moderen. Lingkungan

fisik alam semesta dan lingkungan biologis (flora dan fauna)

diperdayakan manusia demi kenikmatan dan kepentingan hidupnya

semata. Etika kepada dalam sudah bersifat antroposentrisme yang

sangat bersifat instrumentalis.

Sehingga pola hubungan antara manusia dan alam semesta

hanya sebatas hubungan instrumen belaka. Keraf (2002:34) dan

Susilo (2008:62) menyatakan bahwa orientasi kepada alam dinilai

hanya sebatas alat kepentingan manusia, tidak diletakkan sebagai

tujuan sikap sosial manusia. Perilaku tersebut juga tidak

mencerminkan rasa hormat kepada bentuk kehidupan non-manusia,

flora, fauna, dan habitat sekitarnya. Eksploitasi hutan yang

Page 22: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

15

mengakibatkan terjadinya gangguan ekosistem diabaikan begitu

saja yang mengakibatkan terjadi bencana alam atas ulah tangan

manusia itu sendiri sehingga erosi, tanah longsor, gempa bumi,

banjir, dan bencana alam lainnya tidak terelakkan. Sawah sebagai

lingkungan buatan yang sejatinya green speak dan laut yang

tadinya blue speak semuanya berubah menjadi brown speak.

Interaksi antara manusia dengan alam dan segala sesuatu

yang menyangkut sikap manusia dalam memperlakukan alam

sebagai bagian dari kehidupannya hanya disinggung sedikit saja di

dalam bab ini, yang hanya disinggung sebatas sebagaimana yang

telah diuraikan diatas. Uraian dimaksud hanya merupakan suatu

bentuk uraian yang bertujuan untuk mengantarkan kita kepada

pemahaman tentang penempatan bahasa sebagai media komunikasi

manusia dalam kaitanya dengan hubungan interaksi manusia

tersebut dengan lingkungan alam.

Terkait dengan beberapa peristilahan yang akan digunakan

berikutnya hanya diarahkan kepada hubungan antara bahasa

manusia dan dengan alam atau lingkungan semata disebabkan

fokus pembicaraan pada buku ini hanya pada hal- hal yang

berkaitan dengan hubungan antara ekologi dan bahasa manusia

semata. Oleh sebab itu, akan disuguhkan beberapa pandangan dan

pendapat pakar yang memusatkan peneliannya kepada hal-hal

yang berkaitan dengan hubungan antara linguistik dan ekologi

(ekolinguitik) semata.

Page 23: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

16

Beberapa pakar ekolinguistik seperti Haugen (1972), Fill

Muhlhausler (1995) Fill dan Muhlhausler (2001), Stibbe (2015),

berpendapat bahwa ekologi merupakan ilmu yang mengungkapkan

tentang hubungan dan interaksi manusia dengan lingkungan alam

yang memengaruhi semua kegiatan dalam kehidupannya.

Lingkungan alam dimaksud merupakan lingkungan alam yang

tidak hanya bertalian dengan lingkungan alam ragawi (kehidupan

flora, fauna dan kandungan mineral bumi) semata. Lebih dari itu,

para pakar tersebut menekankan bahwa ekologi dimaksud

merupakan suatu lingkungan yang mencakup keseluruhan

kandungan isi kealaman itu sendiri (kehidupan flora, fauna dan

kandungan mineral bumi) dan termasuk pula di dalam manusia

serta semua pola kehidupannnya. Dari pandangan ini maka,

lingkungan sosial dan lingkungan budaya manusia yang mengisi

semua lini kehidupan manusia tersebut, dianggap pula sebagai

bagian dari ekologis.

C. Interelasi Bahasa dengan Lingkungan Ekologis

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia

yang memilki alat komunikasi sempurna yang bernama bahasa.

Melalui keberadaan bahasa, manusia dapat saling berinteraksi

secara leluasa mengekspresikan segala sesuatu untuk memenuhi

semua kebutuhan hidupnya dan ceritra tentang hidupnya tanpa

dibatasi oleh ruang dan waktu. Melalui penggunaan bahasa

Page 24: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

17

manusia dapat pula menceritrakan semua hal yang berkaian dengan

kehidupannya, baik kehidupan masa lalu, masa kini dan prediksi

kehidupan mendatang. Berbeda dengan bahasa hewan yang hanya

terbatas dan hanya dapat digunakan saat itu saja dan untuk

kebutuhan tertentu pada saat itu pula, sehingga hewan tidak dapat

berceritra tentang pengalaman hidupnya yaitu kehidupan masa

lalunya, tidak pula dapat memprediksi kehidupan masa depannya.

Melalui penggunaan bahasanya, hewan tidak pula dapat

menceritrakan kisah-kisah lucu, senang, sedih dan bahagia yang

dialaminya pada masa lalu.

Dalam menata ceritra tentang kehidupannya, manusia

berada dalam lingkungan yang mengisi dan berpengaruh terhadap

keberadaannya di muka bumi ini. Lingkungan tersebut merupakan

lingkungan alam semeta ragawi dan lingkungan sosiobudaya

manusia itu. Lingkungan- lingkungan inilah yang disebut oleh

Haugen (1972:) sebagai lingkungan ekologis. Untuk memenuhi

kesinambungan hidup dalam lingkungan ekologis tersebut manusia

mutlak memerlukan bahasa sebagai media yang dipergunakannya

tanpa dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu.

Kebutuhan manusia akan bahasa dan lingkungan dapat

diibaratkan sebagai suatu kebutuhan yang hampir mendekati

dengan kebutuhan manusia itu sendiri terhadap kebutuhan akan

udara atau oxigen saat bernafas. Dikatakan demikian karena,

manusia hidup dalam sebuah lingkungan sosial masyarakat, baik

masyarakat kecil maupun masyarakat besar yang sangat

Page 25: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

18

membutuhkan keberadaan bahasa untuk mengkomunikasikan

semua hal yang berkaitan dengan hajat hidupnya dan

kehidupannya.

D. Bahasa dan Lingkungan Alam Semesta Ragawi

Segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta ragawi

baik dalam bentuk pelestarian alam maupun dalam

pengekplotasiannya, sangat erat kaitannya dengan perilaku

manusia. Perilaku manusia terhadap alam baik yang besifat positif

(pelestarian alam) dan yang bersifat negatif (pengeksplotasian

alam) tetap saja memanfaatkan bahasa sebagai bentuk ekspresi dari

kedua perilaku tersebut dan dengan pola penggunaan bahasa yang

sangat bergantung pula kepada kebutuhan manusia terhadap alam

semesta.

Pada awal abad ke sembilan belas, manusia saat itu sangat

membutuhkan air sebagai bahan pokok kehidupan, karena air,

secara manual digunakan untuk mendinginkan mesin-mesin pabrik,

digunakan pula sebagai pembangkit tenaga listrik. Selain dari

kedua hal tersebut, air juga dimanfaatkan dalam industri berupa

proses produksi dari bahan baku menjadi bahan jadi yang siap

dikomsumsi. Kebutuhan akan air tersebut secara ekslusif

disejajarkan dengan uang yang memunculkan ungkapan metaforik

seperti ‘central water supply’, dan water is money, sangat popular

saat itu. Dalam praksisnya metafora Inggris water is money juga

Page 26: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

19

jelas menggambarkan betapa sumber air (mineral) dieksploitasi dan

bernilai ekonomis tinggi, di antaranya juga merusak dan menggerus

lingkungan.

Dari uraian diatas dapat ditegaskan bahwa interelasi dan

interdependensi antara bahasa dengan ekologi merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Keberadaan

bahasa dimanfaatkan oleh manusia untuk saling berinteraksi antara

sesama dengan melibatkan keberadaan lingkungan ekologis, baik

dalam lingkungan alam semesta maupun dalam lingkungan

kehidupan sosiobudayanya (sociocultural), yang dipengaruhi pula

oleh pikiran, konsep, ideologi dan berbagai kegiatan yang

dilakukan oleh manusia itu sendiri.

Dapat diperjelas bahwa segala sesuatu kegiatan yang

dilakukan manusia yang berkaitan dengan alam semesta ragawi,

dan ekosistem tetap saja dalam rangkaian bahasa, contoh yang

paling sederhana, melalui penggunaan ungkapan-ungkapan verbal,

manusia dapat menjaga keberlangsungan hidup alam semesta

dengan menampilkan berbagai ragam bentuk-bentuk slogan bahasa

lingkungan (Hutan-Lindung, Hutan -Perawan, Ramah-Lingkungan

(eco-friendly) Green- speech, Brown- Speech , Green- Peace, go-

green, save our planet) yang dapat memengaruhi hati dan pikiran

atau kognitif manusia yang berada dalam lingkungan alam tersebut

(ecoregion). Bahkan tidak jarang, beberapa produk untuk

kebutuhan alat rumah tangga dan kantor mempromosikan jenis

produk mereka dengan logo “Ramah Lingkungan” (eco-friendly)

Page 27: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

20

dan beberapa perusahaan bahkan menempelkan label “Ramah

Lingkungan” pada kemasan produk- produk mereka. Ungkapan-

ungkapan verbal seperti ini sangat berpengaruh kepada kesadaran

masyarakat dalam hal pelestarian lingkungan alam. Dikatakan

demikian karena produk seperti ini banyak diminati oleh

konsumen, walaupun harga dari produk tersebut dapat dikatakan

lebih mahal bila dibandingkan dengan produk lainnya yang sejenis

dengannya. Dengan demikian, penggunaan “ Ramah –Lingkungan”

dapat meninggkatkan profit perusahaan tersebut. Dalam konteks

seperti ini perusahaan yang menyuarakan bahasa lingkungan

(“ Ramah –Lingkungan”) memperoleh keuntungan dan

berpengaruh positif kepada kemajuan perusahaannya.

Interelasi dan interdipensi bahasa dengan lingkungan alam

ragawi tidak hanya sebatas kepada hal-hal yang berkaitan dengan

penjagaan kelestarian lingkungan ekosisterm semata seperti yang

telah dibicarakan sebelumnya. Lebih dari itu dalam suatu bencana

alam sekalipun, bahasa tetap saja dimanfaatkan untuk

mengekspresikan keadaan atau efek dari peristiwa tersebut dengan

menggunakan beberapa istilah yang bersesuaian dengan peristiwa

tersebut. Masyarakat Jawa yang berdomisili di kawasan Gunung

Merapi yang terletak di Desa Kinahrejo, di wilayah perbatasan

Jawa Tengah dan Yokyakarta misalnya, sangat akrab dengan kosa

kata bahasa Jawa wedhus gembel yang secara harafiah berarti biri-

biri atau domba yang berbulu tebal. Keakraban dengan istilah

wedhus gembel terjadi bukan karena banyaknya jumlah binatang

Page 28: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

21

sejenis ini yang dibudidayakan oleh masyarakat di wilayah

tersebut, akan tetapi wedhus gembel merupakan makna figuratif

atau bentuk metafora yang mengekpresikan gumpalan-gumpalan

asap panas berwarna putih yang naik ke udara ketika Gunung

Merapi memuntahkan laharnya. Melalui pandangan inderawi

masyarakat tutur bahasa Jawa yang seterusnya terekam secara

verbal dalam kognitif masyarakat tutur tersebut, bahwa bentuk

gumpalan-gumpalan asap panas berwarna putih di udara

menyerupai binatang domba berbulu tebal, sehingga wedhus

gembel menjadi populer untuk mengekspresikan fenomena alam

tersebut. Melalui sarana media cetak dan media eletronik,

kepopuleran wedhus gembel meluas keseluruh nusantara bahkan

sampai ke manca negara.

Interelasi bahasa dengan lingkungan alam ragawi

sesungguhnya sudah berlangsung secara utuh sepanjang

perjalanan sejarah kehidupan manusia. Namun

Kesalingterhubungan ini baru mulai dibicarakan pada 427 SM oleh

filosof- filosof kuno seperti Plato (427-347 SM), Cratylus dan

lainnya. Dalam mencari kebenaran filsafati pada awalnya, bahasa

hanya dipandang sebagai sarana komunikasi dalam

mengungkapkan atau mentransfer ide-ide, inspirasi, dan faham

filsafati hasil perenungan mereka saja. Namun, eksistensi bahasa

yang pada awalnya hanya dipandang dan dipahami sebagai media

komunikasi belaka, lambat laun berubah mengarah kepada sebuah

kajian yang dapat disamakan dengan kajian filsafat dalam mencari

Page 29: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

22

dan menemukan kebenaran keilmuan. Sejak saat itu keberadaan

bahasa tidak lagi hanya diposisikan sebagai sarana komunikasi

belaka, lebih dari itu mereka mulai memposisikan dan menjadikan

bahasa sebagai objek material kajian dan mengklaimnya pula

sebagai sebuah cabang ilmu filsafat yang disebut filsafat bahasa.

Pengajian dalam bidang ilmu filsafat bahasa yang mereka

lakukan pada saat itu diawali oleh pengamatan terhadap bunyi-

bunyi yang dihasilkan oleh alam yang tertangkap oleh indera

manusia. Kemudian bunyi-bunyi tersebut diolah di dalam pikiran

dan pandangan mereka sehingga menghasilkan sederetan nama-

nama benda yang dirujuknya, seperti kokoriko untuk menyebutkan

ayam berkokok, cit-cit mengatakan burung bernyanyi atau

berbicara , bang-bang menyatakan ketukan, atau tembakan

senapang dan lain sebagainya.

Secara konsisten mereka melakukan pengamatan-

pengamatan terhadap bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alam

tersebut dan diikuti oleh karakter atau sifat kehidupan flora, fauna,

dan unsur mineral, serta bebatuan, kemudian kesemuanya ini

dihubungkan dengan unsur-unsur leksikal bahasa manusia.

Bersumber dari hasil kegiatan ini muncullah beberapa peristilahan

yang seterusnya bermuara kepada munculnya beberapa terminologi

seperti adanya terminologi onomatophe, metafora, adanya part of

speech, analogi versus anomaly, fisei dan nomos dan lainnya.

Berdasarkan hasil pengamatan-pengamatan tersebut pula akhirnya,

mereka membuat sebuah kesimpulan bahwa bahasa lahir dari

Page 30: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

23

alam, sehingga implementasi kajian bahasa dikaitkan dengan

ecoregion dan ekologi,serta ekosistem atau lingkungan alam

tempat keberadaan bahasa tersebut digunakan, periksa Lyon

(1995: 4-7), Djojosuroto (2007: 54-56).

Kesalingterhubungan antara kedua komponen ini baru

mulai dibicarakan secara ilmiah pada tahun 1912 oleh seorang

pakar di bidang antropologi dan linguistik berkebangsaan Amerika

bernama Edward Sapir. Melalui beberapa upaya pengamatannya,

pakar ini memperoleh kesimpulan bahwa lingkungan fisik dari

sebuah bahasa terdiri atas karakter geografis dan topografis tempat

bahasa tersebut digunakan. Topografis dari sebuah wilayah atau

negara dimaksud, berkaitan dengan iklim dan curah hujan, serta

sumber daya alam yang merupakan sumber kehidupan dan sumber

ekonomi manusia. Kesemuanya ini menjalin suatu kaitan yang erat

dengan pola penggunaan bahasa komunitas tutur wilayah atau

negara tersebut. Sehingga, menurut beliau bahwa kosa kata dalam

bahasa-bahasa tersebut akan berbeda antara satu bahasa dengan

bahasa lainnya, dan sangat bergantung pula pada sosiokultural dan

lingkungan alam ragawi (ecoregion) di tempat dimana bahasa itu

digunakan.

Kelengkapan vokabulari dari sebuah bahasa tidak pula

mutlak hanya bergantung atau dipengaruhi oleh lingkungan fisik

bahasa tersebut, lebih dari itu lingkungan sosiokultural penutur

juga sangat berperan dan dapat mewarnai keberadaan leksikal-

lesikal tersebut. Lebih lanjud beliau berpendapat bahwa pada

Page 31: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

24

umumnya perbedaan ini hanya terjadi pada sebatas perbedaan

unsur-unsur leksikal antara satu bahasa dengan bahasa lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang bersangkut paut dengan kaidah atau

prinsip struktur bahasa-bahasa tersebut menurutnya pada

umumnya jarang terjadi.

Namun seiring dengan perubahan zaman, perubahan yang

bersangkut paut dengan kaidah struktur bahasa-bahasa dunia saat

ini sudah banyak terjadi, hal ini disebabkan oleh kemajuan ilmu

pengetahuan, perluasan wilayah, dan pertumbuhan ekonomi

disusul pula oleh peningkatan jumlah mobilisasi masyarakat.

Akibat dari keadaan tersebut maka kontak bahasa antara bahasa

pendatang dan bahasa setempat atau bahasa lokal tidak terelakkan

dan pasti terjadi. Sehingga banyak bahasa kreol terbentuk, sebagai

contoh bahasa Singlish, Hinglish,bahasa AAVE , dan lainnya (

akan dibicarakan di bab 4).

Interelasi dan interaksi antara bahasa dengan lingkungan

alam ragawi pada wilayah bahasa-bahasa etnik di Nusantara ini

juga dapat dilihat dari ungkapan-ungkapan bahasanya yang sudah

terwaris dari generasi ke generasi. Keberlanjutan pewarisan dari

generasi sebelumnya ke generasi berikutnya dapat dilihat pada

contoh penelitian Nuzwaty (2012) yang ditulis (2016:20)

menggambarkan tentang keterhubungan ini, dalam bahasa Aceh

seperti pada ungkapan Laen lhok laen buya dan laen kreung laen

eungkeut yang dapat mengandung atau mengekspresikan banyak

makna. Secara harfiah ungkapan ini menyatakan ‘ lain lubuk lain

Page 32: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

25

buayanya’ dan ‘lain sungai lain ikannya’. Leksikon nama lhok

‘lubuk’ adalah kode lingual yang merupakan satuan leksikon dasar.

Sebelum menjadi unsur inti dalam ungkapan tersebut, leksikon lhok

secara leksikal memiliki makna denotasi referensial eksternal yang

merujuk pada entitas ekologis tertentu yaitu ‘bagian sungai atau

danau yang dalam’.

Pengetahuan dan pengalaman penutur bahasa Aceh tentang

lingkungan sungai yang dalam, selain yang dangkal, berbasiskan

pengenalan, pengetahuan, bahkan pengalaman komunitas tutur

yang tentunya bermula dari keteraturan interelasi dan interaksi

dengan kondisi sungai yang dalam (lhok) dan atau yang dangkal

(kreung) itu, seperti juga dengan biota eungkeut ‘ikan’ dan buya

‘buaya’ ataupun entitas-entitas lainnya di lingkungan sosial

komunitas tersebut. Berdasarkan kode-kode leksikal, dan dengan

cakupan makna denotasi, makna konotasi yang disepakati, daya

cipta para penuturnya memeroduksi ungkapan atau peribahasa

Laen lhok laen buya dan laen kreung laen eungkeut, menjadi

ungkapan-ungkapan yang sangat bermakna bagi masyarakat

tuturnya dan terwaris dari generasi ke generasi. Pewarisan itu

umumnya berlangsung secara lisan.

Ungkapan bahasa Indonesia kalau tidak ada api tidak

mungkin ada asap, menggambarkan fenomena alam di mana secara

alamiah asap sesungguhnya merupakan gejala alam yang pada

setiap kemunculannya pasti dimulai oleh adanya api sebagai

penyebab keberadaannya. Secara metaforis makna ungkapan itu

Page 33: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

26

mengekspresikan suatu kejadian tidak akan terjadi tanpa penyebab.

Jika komunitas bahasa Indonesia menggunakan dua komponen

yaitu asap dan api sebagai perujukan atau referen, untuk

menggambarkan sebab-akibat, akantetapi masyarakat tutur bahasa

Aceh menggunakan komponen ekologis angen (angin) dan on

kayee (daun) sebagai referensi untuk ungkapan yang maknanya

sama secara metaforis yaitu, ‘sesuatu tidak akan terjadi tanpa ada

penyebabnya’. Ungkapan tersebut adalah, Meung hana angen, pane

mumeet on kayee, yang secara literal atau secara harfiah bermakna,

‘jika tidak ada angin tidak mungkin daun bergoyang’. Pada kedua

ungkapan tersebut, terlihat adanya bentuk keselarasan makna

melalui penggunaan perujukan atau referen unsur ekologi yang

berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan ecoregion dan

perbedaan sosiokultural komunitas penuturnya, sebagai cerminan

perbedaan tingkat kedalaman interelasi, interaksi, dan interdipensi

dengan unsur-unsur yang ada di sekitar lingkungannya walaupun

berasal dari masyarakat tutur yang sama.

Bagi komunitas tutur bahasa Aceh misalnya, interelasi dan

interaksi yang terus menerus dengan eungkeut ‘ikan’, dengan abo

‘siput’, dengan boh limeng dan asam sunti ‘belimbing wuluh’dan

asam sunti’, dan tentunya dengan anekaragam hayati dan nonhayati

yang ada di lingkungan hidup mereka, memberikan ruang bagi

mereka untuk mengonstruksi pengetahuan dan memberi peluang

untuk menciptakan ungkapan-ungkapan metaforis yang kaya

makna sosial budaya, sekaligus juga memperkaya bahasa dan

Page 34: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

27

budaya Aceh pula. Dalam bahasa dan budaya lokal Nusantara,

dalam hal ini bahasa dan budaya Aceh, sesungguhnya tersimpan

kekayaan dan modal sosial budaya bangsa. Termasuk di dalamnya

adalah kekayaan kearifan lokal yang tersimpan di balik teks verbal

berupa ungkapan-ungkapan metaforik, peribahasa, dan sebagainya

ada di pelbagai wilayah Nusantara.

Hidup berdampingan antara manusia dengan lingkungan

alam di sebahagian wilayah nusantara saat ini sudah mulai

berkurang keharmonisanya, hal ini terlihat pada kurangnya minat

masyarakat untuk mencegah kerusakan lingkungan alam dalam

kaitannya dengan bentuk pelestarian yang dilakukan secara utuh,

sebagai contoh slogan-slogan bahasa yang menyerukan lingkungan

indah, nyaman, dan bersahaja, diabaikan begitu saja dan dianggap

sebagai sesuatu hal biasa saja dan sama sekali tidak menyentuh dan

tidak pula menjadi perhatian banyak orang contoh yang paling

umum yaitu masih banyaknya sampah di buang sembarangan yang

mengakibatkan banyaknya selokan dan parit tumpat.

Selain dari sikap kepedulian terhadap lingkungan ini sudah

parah, dan diperparah pula oleh masuknya imigran-imigran asing

yang secara otomatis berbarengan dengan perilaku dan budayanya

yang lambat laun akan memengaruhi perilaku dan pola pikir

masyarakat lokal. Akibat dari semua itu, kedudukan bahasa dan

kebudayaan daerah sudah mulai pula tercemar. Pencemaran ini

juga berimbas kepada lingkungan fisik dan lingkungan sosial pada

ranah penggunaan bahasa.

Page 35: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

28

Pemandangan yang memerihatinkan ini seolah-olah sudah

menjadi hal yang biasa di setiap tapak bumi nusantara.

Keberlangsungan hidup lingkungan alam dan seluruh isinya

termasuk pula hilangnya kosa kata yang menjadi rujukan pada alam

semesta seyogianya menjadi tanggung jawab semua masyarakat

Indonesia yang harus benar-benar dicermatinya dan sudah

selayaknya pula menjadi perhatian nasional.

Sudah menjadi suatu pemandangan yang lazim, kebanyakan

penutur jati dari suatu bahasa tidak lagi peka terdahap perubahan

ini, dan akan menganggapnya sebagai sesuatu hal yang wajar.

Kondisi yang memperihantin ini terutama banyak terjadi pada

kalangan anak-anak dan remaja. Mereka lebih mengenal istilah

atau kosa kata bahasa asing yang berkaitan dengan ungkapan

kealaman bila dibandingkan dengan pengenalam mereka ungkapan

kealaman bahasa Indonesia.

E. Iterelasi Bahasa dengan Lingkungan Sosiobudaya

Lingkungan sosiobudaya merupakan satu kekuatan yang terdiri atas

kekuatan masyarakat yang membentuk kehidupan dan pikiran

setiap individu untuk saling mengenal, saling memahami batasan-

batasan privasi anggota masyarakat, demi terciptanya suasana aman

di lingkungannya. Termasuk pula ke dalamnya rasa saling

menghormati antara sesama kelompok masyarakat seperti

masyarakat kelompok generasi muda, dapat memahami cara

Page 36: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

29

bersikap terhadap kelompok masyarakat yang usianya lebih tua,

dan atau generasi tua, demikian pula sebaliknya.

Tata cara hidup tersebut diatur oleh anggota masyarakatnya

yang bersesuaian dengan kebutuhan kehidupan masyarakat

tersebut. Termasuk pula pemahaman tentang keberagaman bahasa

dalam masyarakat heterogen sebagai suatu bentuk keberagaman

dalam satu wadah yang utuh.

Lingkungan sosiobudaya dapat merupakan kekuatan

kolektif masyarakat sebagai mahluk yang berakal dan berbudi

dalam menata kehidupannya untuk mengatur segala sesuatu yang

berkaitan dengan perilakunya seperti agama, kepercayaan, etika,

pemahaman tentang politik serta pemahaman tentang berbagai

aspek kehidupan lainnya, serta pemahaman tentang bahasanya yang

berada pada pusat kognitifnya.

Bahasa mempunyai efek terhadap bagaimana seseorang

berpikir tentang segala sesuatu yang ada di dunia ini dan sangat

bergantung kepada lingkugan budayanya. Bahasa yang

mengklasifikasikan gender dalam perujukan kepada objek atau

benda, apakah benda tersebut feminine, masculine atau neuter

tidak semua berlaku sama persis untuk semua masyarakat tutur

yang sama-sama memiliki tipe bahasa yang bercirikan

penglasifikasian gender pada benda sebagai contoh bahasa Jerman

dan bahasa Spanyol sama-sama mengklasifikasikan perujukan pada

objek atau benda berdasarkan gender.

Page 37: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

30

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lera Boroditsky

(2003) dalam Kovecses (2006:83-84) menemukan bahwa secara

garis besar tidak terdapat perbedaan dalam hal pengklasifikasian

nomina( inanimate objecks) antara penutur Jerman dan penutur

Spanyol. Namun tidak semua penetapan benda-benda mati tersebut

dalam klasifikasi yang betul-betul sama, contoh untuk benda key

‘kunci’dalam bahasa Jerman masuk ke dalam kelas maskulin tetapi

dalam bahasa Spanyol masuk ke dalam kelas feminine. Mengapa

ini terjadi karena dalam lingkungan budaya Jerman kunci terbuat

dari metal, keras, berat, bergerigi seperti gergaji, kesemua sifat-

sifat atau kriteria yang disesuaikan pada kunci berpadanan dengan

kriteria atau sifat-sifat yang ada pada diri laki-laki sehingga kunci

terinventarisir ke dalam kelas masculine. Sedangkan dalam

lingkungan budaya Spanyol, mereka menganggap kunci

merupakan suatu yang kecil, mungil, berwarna keemasan, berkilat,

indah dan menawan, kesemuanya ciri-ciri tersebut merupakan sifat-

sifat atau kriteria yang dimiliki seorang wanita secara umum.

Sehingga kunci terinventarisir dalam kelas feminine dalam bahasa

Spanyol.

Sebaliknya pada contoh lain yaitu bridge ‘Jembatan’,

bahasa Jerman memasukkannya ke dalam kelas feminine

sedangkan bahasa Spanyol memasukkannya dalam kelas

masculine. Dalam kognitif masyarakat tutur bahasa Jerman,

jembatan dipahami sebagai nomina yang cantik, indah, menawan,

elegan, tenang, rapuh dan ramping. Sedangkan, dalam kognitif

Page 38: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

31

masyarakat tutur bahasa Spanyol jembatan dipahami sebagai

nomina yang besar, kuat, berbahaya, panjang, dan kekar. Dalam

lingkungan budaya masyarakat bahasa yang secara gramatikal

membeda-bedakan klasifikasi nomina (noun) kedalam gender,

harus memperhatikan kaidah- kaidah pengklasifikasian itu. Pada

Nomina (noun) yang diklasifikasikan ke dalam masculine, penutur

akan menggunakan adjektiva yang menguraikan atau menjelaskan

pemarkah-pemarkah yang bersesuain dengan stereotipe laki-laki.

Demikian pula halnya dengan nomina yang berada pada klasifikasi

feminine akan menjelaskan pemarkah-pemarkah yang bersesuaian

dengan stereotipe wanita. Dari dua contoh yang telah diuraikan

diatas dapat dilihat bahwa dalam sistem pemarkah gender sebuah

bahasa akan sangat bergantung pada pemahaman masyarakat

penutur bahasa terhadap objek atau benda-benda mati tersebut.

Dapat dikatakan bahwa bahasa mempunyai efek bagaimana

penutur dalam suatu lingkungan budaya memandang benda-benda

di dunia dan lingkungan kehidupannya.

Lingkungan budaya suatu masyarakat terkait erat pula

dengan kelengkapan vokabulari suatu bahasa masyarakat tersebut

yang dapat amati pada pengetahuan, minat, pekerjaan serta

pandangan hidup penutur atau masyarakat bahasa dan wilayah

(ecoregion) penggunaan bahasa tersebut. Bila diperbandingkan

antara jumlah vokabulari yang dimiliki oleh penutur yang

bermukim di pegunungan dengan jumlah vokabulari penutur yang

bermukim di kawasan pantai atau pesisir. Maka pada umumnya,

Page 39: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

32

penutur bahasa yang menetap dipegunungan akan memiliki

khasanah vokabulari lebih banyak berkaitan dengan lembah, ciri

tanah, jenis unggas, jenis tumbuhan, kehidupan lebah, dan

kehidupan satwa liar. Sebagai contoh suku Noocka Indian yang

secara ekonomis hidupnya sangat bergantung kepada kekayaan

hutan memiliki vokabulari kelautan sangat minim. Demikian pula

halnya dengan penutur bahasa yang bermukin di pesisir pantai,

akan memiliki lebih banyak khasanah vokabulari yang berkaitan

dengan lingkungan kelautan. Suku Paiute , Arizona misalnya ,

lebih banyak menciptakan nama-nama ikan, ganggag, bunga

karang , pasir dan semua kandungan laut.

Contoh lain dapat pula dilihat pada kehidupan sebagian

masyakarat Indonesia yang menjadikan beras sebagai makanan

pokok dan bahan baku panganan sebagai kudapan memiliki

kekayaan khasanah vokabulari yang berkaitan dengan padi dan

beras. Satu diantaranya masyarakat tutur bahasa Aceh, memiliki

khasanah vokabulari kuliner yang lebih banyak berkaitan dengan

pade ‘padi’dan bu ‘nasi’, sebagai contoh, eumping pade ‘padi

sangrai yang ditumbuk’, bu kulah, bu phet, bu leukat, bu leumak,

bu kanji, bu kuneng, dan bu leugok. Masyarakat Indonesia yang

berdomisili di Indonesia Bagian Timur seperti NTT misalnya

menjadikan jagung sebagai makanan pokok jagung yang dalam

bahasa Tetun (bahasa etnik di Nusatenggara Tenggara Timur)

disebut batar.

Masyrakat Indonesia di Pulau Bali, mayoritas beragama

Hindu, memiliki beragam upacara ritual. Pada pelaksanaan

Page 40: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

33

upacara- upacara tersebut, masyarakat menyiapkan sesajen yang

berasal dari beberapa tanaman yang tumbuh disekitar lingkungan

alam pulau tersebut. Beberapa diantara adalah sekar’bunga’, tiying’

bambu’, dan nyuh ‘ kelapa’. Sehingga Masyarakat Hindu Bali

banyak mengenal berbagai ragam leksikon bunga, yaitu bunga

pucuk ‘bunga kembang sepatu’, bunga tunjung ‘bunga teratai’,

bunga cempaka ‘bunga cempaka’, bunga merak ‘bunga kembang

merak’, dan bunga pudak ‘bunga pandan duri’. Semua bunga-

bunga tersebut merupakan sarana pemujaan yang mewakili

ungkapan rasa syukur dan rasa terima kasih dengan tulus ikhlas dari

pemujanya kepada Hyang Widhi dan juga kepada leluhur yang

secara genitik melahirkan mereka. Sekar sebagai simbol Siwa

(tuhan), dalam acara pemujaan, sekar diletakkan ditelapak tangan

dan setelah selesai sekar diletakkan diatas kepala atau diselipkan

diantara pipi dan daun telinga.

Masyarakat Hindu Bali juga mengenal beragam tanaman

bambu seperti tiying ampel’ bambu hitam’, tiying santong ‘bambu

kuning’, tiying tali ‘bambu tali’, dan tiying tutul ‘bambu tutul’, dan

mereka mengenal pula berbagai jenis kelapa, yaitu nyuh bulan

‘kelapa kuning, nyuh cenik ‘kelapa genjah’, nyuh gadang ‘kelapa

hijau’, nyuh gading ‘kelapa gading’, dan nyuh udang ‘ kelapa

merah’. Untuk kegunaan acara ritual tersebut masyarakat Bali

berupaya membudidayakan dan melestarikan lingkungan alam

mereka.

Sapir (1912) juga beranggapan bahwa bahasa yang

diucapkan oleh seseorang sangat bergantung pula kepada pikiran

Page 41: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

34

dan perilaku orang tersebut, yang terefleksi kepada bentuk

vokabulari yang dituturkannya. Sehingga tidak mengherankan,

sebagian orang walaupun tidak semuanya menggunakan bentuk-

bentuk vokabulari yang bervariasi dan berbeda antara satu

kelompok penutur dengan kelompok penutur lainnya. Anggapan ini

dikenal dengan hipotesis Sapir–Whorf karena Whorf yang pertama

sekali membicarakannya dalam tulisan beliau tahun 1956.

Keberagaman Variasi bahasa tersebut dapat dilihat dalam

lingkungan sosiobudaya masyarakat tutur bahasa Jawa. Sebagai

media komunikasi bahasa Jawa memiliki strata bahasa atau

tingkatan yang disebut Undhak-Usuk. Tinggkatan teratas adalah

Kromo Inggil, merupakan bahasa yang digunakan oleh kelompok

penutur kaum bangsawan dan kaum terpelajar dan menduduki

strata tertinggi atau juga dikenal sebagai bahasa jawa halus. Pada

tingkatan ke dua adalah Madio, yaitu strata menengah merupakan

bahasa yang digunakan oleh kelompok penutur dari kalangan

menengah keatas. Terakhir adalah Ngoko yaitu strata bawah atau

dikenal pula sebagai bahasa Jawa kasar, bahasa yang digunakan

oleh kelompok penutur dari kalangan rakyat jelata atau rakyat

bawah dan abdi dalam.

Penutur dalam tinggkatan-tingkatan ini sangat

memperhatikan dan sangat peka terhadap kesesuaian leksikon atau

bentuk kata yang digunakan dalam hubungannya dengan komunitas

tutur, yaitu antara penutur dan mitra tutur. Dalam proses

komunikasi verbal antara penutur dari strata yang lebih tinggi

kepada mitra tutur dari strata yang lebih rendah dibenarkan

Page 42: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

35

menggunakan leksikon-leksikon yang ada dalam khasanah bahasa

tingkatan yang lebih rendah, namun sebaliknya penutur dari

tingkatan yang lebih rendah harus berusaha menggunakan

leksikon-lesikon yang ada dalam khasanah bahasa yang lebih

tinggi, sebagai contoh, untuk menyebutkan;

Kata anda digunakan sampean dari strata tinggi ke

strata bawah, sebalik dari strata bawah ke strata

tinggi tidak dibenarkan menggunakan sampean dan

harus digunakan leksikon panjenengan

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan keterhubungan

antara bahasa dengan lingkungan sosiobudaya yang pernah

dilakukan, satu diantaranya adalah penelitian yang dikerjakan oleh

Lucy (1996) terhadap bahasa Yucatec Maya, seperti yang diungkap

oleh Kovecses (2006:323) menghasilkan satu temuan bahwa

keberadaan bentuk plural dalam bahasa Yucatec bersifat opsional

dan kadangkala hanya diberlakukan kepada benda-benda hidup

saja. Pola bahasa ini berkaitan dengan pola pikir penutur jati yang

hanya peka kepada jumlah entitas yang hidup dan tidak kepada

yang mati. Hal ini juga terimbas kepada cara pandang masyarakat

Yucatec terhadap lingkungan hidup di pedesaan dalam kehidupan

keseharian, yang lebih memperhatikan kehidupan yang sedang

berlangsung.

G. Kesimpulan

Ditinjau dari konteks definisi, bahasa adalah bunyi-bunyi

yang berfungsi sebagai lambang yang bertujuan untuk

Page 43: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

36

melambangkan sesuatu makna yang disepakati secara konvensi

oleh anggota masyarakat bahasa tersebut. Ditinjau dari fungsinya,

bahasa merupakan media yang sangat tangguh yang dimiliki oleh

manusia yang dapat dipergunakannya untuk menyampaikan segala

sesuatu atau pesan baik yang tersimpan di dalam pikirannya, di

dalam sanubarinya maupun sesuatu yang berada di luar pikiran dan

sanubarinya, misalnya tentang lingkungan yang ada disekitarnya.

Disebabkan oleh keberadaan bahasa tersebut manusia dapat saling

berinteraksi, saling bekerjasama dan dapat menjalin hubungan

antara sesama kelompok masyarakatnya.

Keterhubungan antara bahasa dengan ekologi dapat dilihat

dari sudut pandang yang saling membantu dan bekerja sama.

Bahasa merupakan produk interaksi manusia dengan dunia

sekelilingnya yang terekam secara verbal dalam kognitif manusia

tersebut. Dunia sekeliling dimaksud merupakan lingkungan

ekologis yang berada dalam sebuah lingkaran hubungan yang

saling terjalin satu sama lain dalam satu kesatuan yang tidak

terpisahkan, yaitu hubungan antara bahasa tersebut (sebagai media

yang digunakan untuk berkomunikasi) dengan lingkungan alam

semesta ragawi, dengan lingkungan sosial dan dengan lingkungan

budaya atau kultur yang berada dalam kehidupan suatu masyarakat

bahasa. Kesalingterhubungan ini berpotensi menciptakan suasana

yang dapat diekspresikan melalui bahasa dalam lingkungan

ekologis tersebut.

Page 44: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

37

Kemampuan seseorang menciptakan tuturannya dan

membangun kemampuan linguistiknya terjadi melalui suatu proses

yang diperolehnya dari pengalaman di dalam lingkungan ekologis

yang terekam secara verbal dalam kognitifnya. Rekaman

pengalaman-pengalaman tersebut kemudian diaplikasikan dalam

komunikasi yang spesifik antar sesamanya. Rekaman pengalaman

yang paling dekat dan paling lekat adalah tentang dunia sekitar baik

bersifat kultural maupun yang bersifat alamiah. Sehingga, fungsi

awal imajineri seseorang adalah menggambarkan lingkungan di

sekitarnya. Melalui pola penggunaan bahasa yang terstruktur

karena bahasa dibangun oleh imajinri yang ada di otak dan

pengalaman manusia.

Setiap manusia mempunyai pengalaman yang berbeda

antara seseorang dengan seseorang lainnya. Pengalaman yang

bersifat personal ini senantiasa berhubungan dengan lingkungan

ekologis orang tersebut dan lingkungan ini pula yang membentuk

kultur seseorang. Pengalaman ini berkaitan pula secara langsung

kepada pola penggunaan bahasa yang terekam dalam kognitif orang

tersebut. Pada umumnya manusia, secara kodrati memiliki

kemampuan yang sama dalam kapasitas mempelajari bahasanya.

Kemampuan ini juga berbanding lurus dengan kemampuan

manusia tersebut ketika ia mulai belajar berjalan serta belajar

berdiri. Semua kemampuan ini tidak bergantung kepada tingkat

intelegensia seseorang namun, lebih banyak bergantung kepada

lingkungan ekologis, di ranah dia dibesarkan.

Page 45: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

38

Berbicara tentang lingkungan alam sebuah bahasa Haugen

(1972:326) menggambarkannya sebagai suatu bentuk kesatuan

lingual secara verbal yang terekam di dalam kognitif manusia yang

menghubungkannya dengan lingkungan alamnya. Lingkungan alam

sebuah bahasa menurutnya adalah masyarakat pengguna bahasa itu

sendiri. Sebab menurutnya, bahasa sesungguhnya hanya ada di

dalam otak atau kognitif penuturnya yang hanya berfungsi

menghubungkan penutur dengan sesamanya, dan dengan

lingkungan alam sekitarnya. Lingkungan alam sekitar dimaksud

adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan sosial dan

lingkungan budaya serta lingkungan alam ragawi. Makna

lingkungan disini juga mencakup pikiran seseorang yang merujuk

kepada dunia atau wilayah tempat bahasa itu ada dan digunakan.

Dari pernyataan ini kita akan memperoleh suatu gambaran tentang

hubungan bahasa dan ekologi yang pada dasarnya terjadi dalam

dua bagian. Bagian pertama adalah lingkungan psikologikal

(psychological environment) yaitu pengaruh lingkungan alam

ragawi terhadap satuan-satuan lingual yang terekam secara verbal

dalam pikiran atau kognitif penutur bahasa-bahasa tersebut. Bagian

ke dua adalah sosiologikal yaitu hubungan lingkungan sosial dan

lingkungan budaya masyarakat dengan masyarakat pengguna

bahasa tersebut.

Page 46: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

39

BAB II

EKOLINGUISTIK

Bab ini membicarakan tentang keberadaan ekolinguistik

sebagai bagian dari kajian linguistik yang khusus mengkaji

keterhubungan antara bahasa manusia dan lingkungan ekologis

yaitu lingkungan alam semesta ragawi, baik lingkungan yang biotik

maupun lingkungan yang abiotik, lingkungan sosial dan lingkungan

budaya atau kultur suatu masyarakat bahasa. Pemaparan-

pemaparan tentang keterkaitan kedua bidang kajian ini diharapkan

memberi peluang kepada para linguis untuk mengamati kajian ini

lebih mendalam, sehingga kolaborasi bidang kajian ini dengan

bidang kajian linguistik lainnya dapat terjalin dengan baik dan

dapat pula terukur secara ilmiah dalam kancah linguistik.

A. Pemahaman Tentang Linguistik

Secara umum linguistik diartikan sebagai ilmu yang

mempelajari bahasa. Maksud dari frasa ‘ilmu yang mempelajari

bahasa’ adalah bahwa bahasa dimanfaatkan sebagai objek atau

fokus kajian melalui pengamatan terhadap data-data kebahasaan.

Seperti kajian terhadap bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap atau

artikulasi manusia membentuk sebuah tuturan yang mengandung

makna. Bunyi-bunyi tuturan tersebut dapat dikaji melalui ilmu

bahasa yang disebut fonologi. Fonologi merupakan kajian bahasa

yang berfokus kepada stuktur bunyi-bunyi yang secara sistematis

Page 47: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

40

membentuk rantai ujaran dalam sebuah bahasa, kajian ini juga

menjelaskan bagaimana bentuk atau posisi alat artikulasi saat

bunyi-bunyi tersebut dituturkan dan bagaimana pula bunyi-bunyi

tersebut tersimpan di dalam kognitif manusia sehingga secara

otomatis manusia dapat membedakan setiap bunyi-bunyi yang

diucapkan oleh penutur dan mitra tutur. Kajian ini juga menelaah

dan menetapkan ciri pembeda yang dapat membedakan arti antara

bunyi-bunyi tersebut dalam inventarisasi fonem-fonem bahasa

manusia. Kajian ini biasanya di tempatkan sebagai kajian awal dan

pada posisi tataran pertama dalam struktur kajian linguistik.

Pada urutan tataran ke dua, linguistik menelaah dan

mengkaji tentang leksikon sebagai bentuk atau unit terkecil yang

merepresentasikan arti, telaah ini ditempatkan kedalam sebuah

kajian yang disebut morfologi. Morfologi sebagai suatu bagian dari

kajian bahasa juga mengamati bentuk-bentuk leksikon sebagai unit

fundamental. Pengamatan dialamatkan pula kepada susunan unit –

unit tersebut dalam membentuk rangkaian ujaran atau kalimat

pembangun bahasa tersebut.

Pada pengkajian dalam tubuh atau konten bahasa dikenal

pula terminologi sintaksis yang berada pada urutan ke tiga. Dalam

kajian sintaksis pembicaraan tentang bahasa terfokus kepada

susunan kalimat dan tuturan yang dapat dideteksi pada susunan

bentuk atau struktur kalimat atau tuturan yang gramatikal dan atau

struktur kalimat yang tidak gramatikal. Kemudian Pada tataran ke

empat kajian adalah kajian semantik. Semantik merupakan kajian

Page 48: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

41

yang memfokuskan diri kepada makna atau arti yang

diekspresikan oleh kalimat atau ujaran.

Ilmu fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik

merupakan cabang linguistik yang khusus membicarakan materi-

materi dalam tubuh atau konten bahasa dan semua cabang ilmu ini

dijadikan sebagai kajian dasar dari linguistik. Kajian- kajian

tersebut merupakan bagian dari kajian linguistik murni, dikatakan

demikian sebab teori dan metode yang digunakan hanya

diaplikasikan mutlak kepada kisaran yang berkaitan dengan bahasa

itu saja yang bersifat universal.

Melalui berbagai ragam penerapan dan pendekatan metode

linguistik murni, kita dapat meneliti berbagai bahasa-bahasa dunia,

walaupun kita bukanlah bagian dari komunitas pengguna bahasa

tersebut. sebagai contoh, pada tahun 1819, seorang sarjana Jeman

Karl Grimm meneliti bunyi-bunyi bahasa Latin dan Yunani kuno,

menemukan persamaan dan pesesuaian-persesuaian bunyi-bunyi

yang teratur antara bahasa-bahasa tersebut. Dari hasil kerjanya ini

tercipta satu hukum bunyi yang disuaikan dengan namanya yaitu

Hukum Grimm. Di Indonesia dikenal adanya hukum bunyi hasil

karya sarjana Belanda yaitu hukum Van Der Took yang

membicarakan tentang bunyi-bunyi Bahasa Indonesia. Selain

terminologi linguistik murni, dalam telaah linguistik dikenal pula

terminologi linguistik terapan yang terfokus kepada metode-metode

yang berkaitan dengan pengajaran bahasa, pemerolehan bahasa ibu

(L1), pemerolehan bahasa kedua (L2). L2 dapat berupa

pemerolehan bahasa asing atau bahasa lain yang tidak sama dengan

Page 49: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

42

bahasa LI seseorang. Linguistik terapan juga membicarakan

pengajaran bahasa pada masyarakat bilingual serta pengajaran

bahasa yang bertalian dengan komputer yang dikenal dengan

terminologi komputasional linguistik. Linguistik terapan juga

menelaah pengajaran bahasa pada masyarakat Afasia.

Sebagai ilmu yang mempelajari bahasa manusia

sesungguhnya linguistik berada pada dua ranah fundamental

kehidupan manusia yaitu mental atau konitif manusia dan

kehidupan sosial manusia. Melalui dua ranah ini, pengamatan

linguistik dapat dilihat pertama bagaimana bahasa diorganisir

dalam mental kognitif manusia dan kedua bagaimana strukur

sosial masyarakat membentuk bahasa dalam penyampaian semua

kebutuhan mereka, yang terefleksi pada tatanan sosial dalam pola

penggunaan bahasa mereka. Dengan mengenal latar belakang ini

dapat dikatakan bahwa linguistik merupakan ilmu yang bersifat

saintifik dalam menganalisis bahasa yang berkaitan dengan stuktur

bahasa dan penggunaannya, serta hubungan antara unsur-unsur

dalam bahasa yang terorganisir dalam kognitif manusia.

B. Linguistik Pada Ranah Ekolinguistik

Kajian ekolinguistik merupakan paradigma baru dalam

pustaka linguistik pada tahun 1970, yang berawal dari sebuah

pemikiran seorang pakar bernama Einar Haugen. Pakar ini

berusaha memfokuskan kajiannya pada hubungan ekologi dengan

Page 50: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

43

bahasa sebagai suatu kajian interdisipliner. Dalam kajian

interdisipliner ini, hubungan antara keduanya dapat saling mengisi

untuk memperluas kajian yang berkaitan dengan kajian

kebahasaan. Secara konsisten selama waktu dua tahun Einar

Haugen terus menerus melakukan penelitian yang berfokus kepada

kajian bahasa yang dikolaborasikan dengan ekologi, dan pada

tahun 1972 dalam sebuah seminar bahasa, kajian interdisiplin ini

dinyatakan dan disahkan sebagai bagian dari kajian interdispliner

dalam ranah linguistik yang berinterelasi dengan isu-isu ekologi.

Kajian ini seterusnya disebut sebagai studi ekologi bahasa yang

ditulis oleh Einar Haugen (1972) berjudul The Ecology of

Language.

Seterusnya Haugen (1972) memberikan definisi tentang

ekologi bahasa yaitu suatu kajian interaksi antara bahasa dengan

lingkungannya. Lingkungan dimaksud pada hakekatnya

merupakan sesuatu yang ada dalam pikiran seseorang yang terekam

secara verbal dalam susunan pola leksikon dan pola gramatikal,

yang ada dalam khasanah bahasanya, terutama sekali yang

berkaitan dengan dunia dan lingkungan alam tempat dimana bahasa

tersebut digunakan. Sedangkan lingkungan bahasa adalah

kelompok masyarakat pengguna bahasa tersebut. Oleh sebab itu

bahasa hanya ada di dalam pikiran, kognitif penggunanya dan

berfungsi sebagai media komunikasi dalam hubungan interaksi

antara sesama pengguna dan antara pengguna dengan dunia alami,

yaitu lingkungan sosial dan lingkungan alam.

Page 51: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

44

Kajian ekologi bahasa ini dapat pula dipahami sebagai

sebuah kajian yang tidak hanya terfokus kepada interaksi antara

bahasa-bahasa dengan lingkungan alam semesta ragawi (flora,

fauna dan mineral dan tanah), lebih luas lagi ekolinguistik berusaha

mengkaji dan meneliti pula lingkungan tempat keberadaan bahasa

dan lingkungan tempat atau dimana bahasa tersebut digunakan

sebagai sarana komunikasi masyarakat tutur bahasa tersebut.

Sehingga terminologi ekologi dalam kajian ini mencakup semua

lingkungan yang berkaitan dengan kehidupan manusia, yaitu

lingkungan alam semesta, lingkungan sosial dan lingkungan

budaya masyarakat tersebut, periksa Haugen (1972:323).

Dalam penelitian-penelitiannya, Haugen berupaya

menggunakan analogi yang berasal dari parameter ekologi yang

dikaitkan dengan lingkungan yang berfungsi untuk menelaah

metafora berupa metafora ekosistem. Pemanfaatan parameter

tersebut bertujuan untuk menjelaskan hubungan dan interaksi

bermacam-macam bentuk bahasa dalam hal ini metafora, yang

bertalian dengan lingkungannya baik berupa lingkungan sosial,

maupun lingkungan budaya (abiotik) dan lingkungan alam itu

sendiri (biotik). Dalam bentuk metafora tersebut Haugen membuat

perbandingan hubungan antara ekologi dengan spesies hewan atau

fauna dan tanaman atau flora, serta seluruh kandungan mineral

yang berada di lingkungan ekologi tersebut. Haugen juga

menjelaskan hubungan kelompok komunitas penutur-penutur

bahasa dan lingkungannya baik lingkungan alam maupun

Page 52: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

45

lingkungan buatan, lihat Muhlhausler (1995) dalam Fill dan

Muhlhausler (2001:1). Lebih lanjud Fill dan Muhlhausler (2001:2)

menjelaskan pula bahwa Haugen berupaya menciptakan suatu

studi ekologi dan bahasa dalam hubungannya dengan kognitif

manusia. Penelitian tersebut dilakukan pada komunitas

multilingual dengan keberagaman bahasa yang mereka miliki.

Pada saat itu penelitian terhadap ekologi bahasa sudah

mulai merambah luas dan bekerja sama dengan antropologi,

sosiologi, psikologi dan ilmu politik. Kerjasama antara antropologi,

sosiologi psikologi dengan ekolinguistik dapat terjalin dengan baik

dan menghasilkan temuan-temuan yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Jalinan kerjasama antara

disiplin kajian- kajian tersebut dapat bersinergi karena fokus kajian

ekolinguistik sesungguhnya lebih kepada penelaahan terhadap

manusia pada semua aspek kehidupannya dan lingkungan

sosialnya, serta lingkungan alam semesta dan dengan semua isi

kandungannya yang direpresentasikan dan dihubungkan dengan

pola penggunaan bahasa tersebut, periksa Haugen (1972: 325).

Definisi lingkungan dimaksud, mencakup pikiran seseorang

yang merujuk kepada dunia tempat bahasa itu digunakan. Lebih

lanjud Haugen menjelaskan pula bahwa lingkungan alam atau

ekologi sebuah bahasa adalah masyarakat pengguna bahasa

tersebut, dan dalam hal ini termasuk pula kedalamnya lingkungan

sosial dan lingkungan budaya masyarakat tutur bahasa tersebut.

Berikutnya Haugen (1972: 326) menggambarkan bahwa bahasa

Page 53: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

46

sesungguhnya hanya berada di dalam otak atau kognitif

penggunanya yang ditransfer dalam bentuk kode-kode lingual.

Kode-kode lingual inilah yang berfungsi menghubungkan

penggunanya ke pada sesama dan kepada lingkungan alam.

Lingkungan alam dimaksud merupakan wujud lingkungan sosial,

lingkungan buatan, dan lingkungan alam semesta.

Seiring dengan berjalannya waktu kajian ekologi bahasa

mulai dikenal dan diminati oleh pakar-pakar linguistik prakmatik,

analisis wacana, antropo-linguistik dan berbagai cabang linguistik

lainnya. Dengan memanfaatkan parameter ekologi (interelasi,

lingkungan dan keberagaman), kajian yang berkaitan dengan

lingkungan mulai memasuki ranah konsentrasi kajian linguistik.

Kajian yang berkaitan dengan studi bahasa dan ekologi ini digiring

bersama dan berkumpul dalam satu wadah cabang linguistik. Pada

awal tahun 1990, disiplin ilmu ini dideklarasikan sebagai

ecolinguistics (ekolinguistik) dalam sebuah conferensi bahasa (

AILA) di Thessaloniki, Yunani.

Setelah deklarasi tersebut, penelitian dibidang ekolinguistik

berada pada kejayaannya, jurnal-jurnal yang mempublikasikan

penelitian ini berkembang pesat. Penelitian bahasa yang pada

umumnya banyak membicarakan permasalahan-permasalahan

bahasa yang berkaitan dengan fonologi serta kaidah-kaidah

gramatikal bahasa dan unsur-unsur leksikon sudah mulai

dikolaborasikan dengan kajian-kajian yang mengarah kepada

ekolinguistik.

Page 54: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

47

Hasil penelitian Ashok Kelkar tentang bahasa Inggris yang

dipergunakan oleh suku Marathi (1957) di India yang dibicarakan

oleh Haugen (1972:335) bahwa bahasa Inggris yang digunakan

oleh etnik Marathi sebagai media komunikasi tidak sama dengan

bahasa Inggris yang dituturkan oleh penutur asli Bahasa Inggris.

Masyarakat bahasa di Marathi menggunakan bahasa Inggris dengan

tidak hanya mengadopsi sistem bunyi bahasa Marathi ke dalam

bahasa Inggris, lebih dari itu mereka juga mengaplikasikan sistem

gramatikal bahasa mereka sendiri ke dalam bahasa Inggris. Sistem

gramatikal dan sistem bunyi yang mereka gunakan sebenarnya

tidak terdapat di dalam sistem bunyi dan kaidah bahasa Inggris

yang sesungguhnya. Sehingga apabila penutur asli bahasa Inggris

ingin berkomunikasi dengan penutur bahasa Inggris Marathi akan

mengalami kesulitan untuk mengerti dan memaknani isi

pembicaraan mereka.

Hal ini terjadi karena sistem bunyi dan sistem gramatikal

bahasa Inggris Marathi secara otomatis menyesuaikan diri dengan

sistem bunyi dan sistem gramatikal bahasa Marathi. Kondisi seperti

mengisaratkan bahwasanya bahasa dan lingkungan (ecoregion)

tempat bahasa itu digunakan terkait erat. Untuk kasus seperti ini

Kelkar (1957) menganggapnya sebagai salah satu dialek bahasa

Inggris yang digunakan di wilayah yang sangat jauh dari wilayah

asal bahasa tersebut (point of origin).

Penelitian yang dilakukan oleh Kelkar berfokus kepada

pergeseran bahasa Inggris ke bahasa Inggris Marati yang terjadi

Page 55: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

48

pada seluruh tatanan gramatikal sehingga timbul suatu pergeseran

disebabkan oleh penyesuaian stuktur bahasa lokal ke bahasa impor

atau bahasa pendatang. Pengkajian lain yang juga bisa diamati

melalui ekolinguistik adalah pengkajian terhadap ketergerusan

unsur-unsur leksikon, penyusutan unsur-unsur leksikon di wilayah

pedesaan yang terjadi disebabkan oleh perluasan lahan pada sektor

pertanian, pekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

kehidupan moderen yang memasuki wilayah tersebut. Beberapa

contoh dapat ditemukan pada leksikon -leksikon bahasa Aceh,

seperti pada verba piih ‘menggiling cabai’ dengan menggunakan

batu pengilingan cabai sudah jarang ditemukan dan tidak

digunakan lagi dan bahkan sudah asing ditelinga masyarakat

bahasanya, sebab sudah digantikan dengan verba blender (bahasa

Inggris). Selain itu nomina Jeungki yaitu alat penumbuk padi yang

lazim digunakan pada zaman dahulu sudah tergantikan oleh kilang

padi.

Pakar ekolinguistik Fill dan Muhlhausler (2001:57)

berpendapat bahwa ekolinguistik melibatkan teori-teori,

metodologi, dan studi empiris bahasa, serta berkontribusi dalam

perspektif semua level linguistik yang berkaitan atau berhubungan

dengan ekologi. Dengan demikian jangkauan ekolinguistik menjadi

luas karena kajian ini dapat menentukan beberapa disiplin ilmu

bahasa. Seperti:

a. Menemukan teori bahasa yang tepat.

b. Studi tentang sistem bahasa dan teks

Page 56: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

49

c. Studi keuniversalan bahasa yang relevan dengan isu-isu

lingkungan.

d. Studi bahasa yang bertalian dengan pendekatan kontrastif.

e. Mempelajari bahasa yang berkaitan dengan ekoliterasi

(ecoliteracy), seperti pengajaran tentang pemahaman

ekologi kepada anak-anak dan orang dewasa.

Cabang linguistik ini banyak menggunakan metafora

ekosistem untuk menjelaskan hubungan dan interaksi bermacam-

macam bentuk bahasa yang ada di dunia. Dalam bentuk metafora

tersebut Haugen membuat perbandingan hubungan antara ekologi

dengan spesies hewan atau fauna dan tanaman atau flora, serta

seluruh kandungan mineral yang berada di lingkungan ekologi

tersebut. Haugen juga menjelaskan hubungan kelompok

masyarakat pengguna bahasa- bahasa dan lingkungannya baik

lingkungan alam maupun lingkungan buatan. Muhlhausler (1995)

dalam Fill dan Muhlhausler (2001:1) menjelaskan bahwa Haugen

berupaya menciptakan suatu perpaduan studi ekologi dan bahasa

dalam hubungannya dengan kognitif manusia pada komunitas

multilingual.

Peneliti-peneliti dari Universitas Bielefelde di Jerman sudah

mulai mengarahkan penelitian mereka ke kajian ekolinguistik sejak

tahun 1982. Ide mentranfer konsep-konsep, prinsip-prisip, dan

metode-metode, ekologi dan biologi kepada bahasa berkembang

pesat. Pieter Finke (1983, 1993,1996) mentranformasikan konsep-

konsep ekosistem ke dalam sistem bahasa dan sistem kultural,

Page 57: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

50

seperti yang dilaporkan oleh Fill dan Muhlhausler (2001:44-45).

Pakar ini mengkritik satuan leksikon yang digunakan industri

agrikultur untuk kepentingan bisnis dan perdagangan. Kata atau

leksikal seperti ‘production ‘produksi’ replace’menempati,

growing ‘tumbuh’, dan giving ‘pemberian’ yang sesungguh dapat

mengandung makna positif yaitu mengarah kepada kemajuan

industri agrikultur . Akantetapi di dalam dunia industri secara luas,

terjadi pergeseran makna leksikal-lesikal tersebut ke arah makna

negatif. Interpretasi terhadap leksikon tersebut berubah menjadi

makna metaforis yaitu pembunuhan (killing)dan pelenyapan

(taking away).

Bentuk keritik lain pernah disampaikan oleh (Grundler

1977, Halliebach 1978, Gigon 1983) pada saat debat tentang energi

nuklir. Ketiga-tiga pakar ini beranggapan bahwa dalam

pemanfaatan bahasa yang digunakan dalam mengekspresikan

keberadaan lingkungan hidup yaitu hal-hal yang berkaitan dengan

keberlangsungan hidup ekologi dan alam semesta, mengalami

kemiskinan istilah sehingga beberapa istilah yang seharus ditujukan

untuk menjelaskan hal-hal positif bergeser dan beralih kepada

perujukan yang mengandung nilai-negatif, seperti pada

penggunaan efumisme hutan perawan

Di Indonesia, ekolinguistik mulai diperkenalkan tahun 2002

oleh Aron Meko Mbete seorang pakar bahasa dari Universitas

Udayana, Bali yang meneliti tentang Ungkapan-Ungkapan dalam

Bahasa Lio dan Fungsinya dalam Melestarikan Lingkungan. Dari

Page 58: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

51

hasil penelitin ini diperoleh satu bentuk kebertahanan bahasa Lio

yang berkaitan dengan lingkungan alam. Kebertahanan ini

berlangsung disebabkan oleh adanya minat masyarakat untuk

melestarikan ungkapan-ungkapan verbal yang berfungsi sebagai

pemeliharaan keharmonisan hubungan manusia dengan alam

semesta. Hubungan dengan Yang Maha Kuasa khususnya,

senantiasa dijunjung tinggi dan dengan diikuti oleh ungkapan–

ungkapan verbal kepada leluhur yang disadari secara genitis telah

melahirkan mereka.

Kebertahanan ini terus terpelihara disebabkan pula oleh

adanya kandungan nilai, norma, dan fungsi penting ungkapan-

ungkapan budaya verbal masyarakat etnik Lio secara kognitif dan

secara konseptual cukup potensial dalam kaitannya dengan

pelestarian lingkungan alam dan lingkungan sosial. Ungkapan-

ungkapan verbal yang berfungsi melestarikan lahan dengan

menggunakan teknik tradisional bermanfaat mendukung pelestarian

lingkungan alam. Ungkapan- ungkapan verbal yang

mengamanatkan dan mereprentasikan pemeliharan hutan lindung,

sumber air, dan pelestarian pantai, termasuk laut dan sumber

alamnya yang diamanatkan oleh leluhur mereka masih tetap

dipertahankan dan tetap digunakan.

Ekolingiuistik, sebagai satu bentuk kajian yang berlaku

pada semua bahasa manusia yaitu mahluk ekologis pemilik bahasa,

maka metode dan teknik penerapan penelitiannya mempunyai

keterhubungan dan dapat disepadankan dan disandingkan

Page 59: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

52

(kolaborasi) dengan ruang kajian subdisiplin linguistik lainnya,

yaitu Dialektologi, Linguistik Historis Komparatif, Linguistik

Demografi, Dialinguistik, Filologi, Glotopolitik, Linguistik

Preskriptif, Tipologi Bahasa, dan Etnolinguistik termasuk pula

Antropolinguistik, atau Linguistik Kultural.

Untuk melihat tepat atau tidaknya bentuk kolaborasi antara

ekolinguistik dengan sub-subdisiplin lainnya sebaiknya terlebih

dahulu disusun beberapa pertanyaan ekologis sehingga batasan-

batasan kerjasama antara Ekolinguistik dengan subdisiplin ilmu

tersebut dapat dilihat dan diamati. Jika suatu pertanyaan berkaitan

dengan klasifikasi bahasa maka jawaban untuk pertanyaan seperti

ini akan dijawab oleh para linguis atau peneliti bahasa yang

memfokuskan kajian kepada Historis Komparatif. Jika

pertanyaannya berkisar tentang pengguna bahasa yang berkaitan

tentang dengan wilayah, agama, minat, pekerjaan. maka jawaban

akan diperoleh dari disiplin ilmu Linguistik Demografis. Jika

pertanyan ekologis tersebut mengarah kepada ranah atau domain

penggunaan bahasa yang berkaitan dengan pola pemertahan bahasa

maka kajian tersebut merupakan lahan kajian Sosiolingistik. Jika

pertanyaan tersebut menyangkut masalah yang berkaitan dengan

bilingual seperti tentang identifikasi kadar kebilingualannya dan

juga tingkat percampuran penggunaan bahasa yang saling tumpang

tindih merupakan lahan kajian Dialinguistik. Jika pertanyaanya

berkaitan dengan variasi-variasi bahasa yang berkaitan dengan

regional dan hubungan sosial dan percampuran beberapa bahasa

Page 60: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

53

etnik, kajian tersebut merupakan wilayah pengamatan Dialektologi.

Jika pertanyaan tersebut berkaitan dengan tulisan naskah-naskah

kuno maka kajian ini merupakan lahan kajian Filologi. Jika

pertanyaan tersebut berkisar tentang sikap pengguna bahasa

memandang bahasanya dalam hal ini tentang kedaerahannya, dan

keakraban penggunanya, maka hal ini akan dibicarakan pada

bidang Etnolinguitik. Yang terakhir adalah pertanyaan ekologis

yang berkaitan dengan tipe-tipe bahasa berdasarkan

pengolongannya dan perbandingannya dengan bahasa-bahasa

dunia, maka jawaban akan diperoleh dari Tipologi Linguistik.

C.Kerjasama Linguistik Kognitif dengan Ekolinguitik

Linguistik kognitif merupakan kajian linguistik yang

dianggap masih baru kemunculannya. Walaupun tahun

kelahirannya masih belum diketahui secara jelas tetapi Barcelona

dan Javier (2007:17) menyatakan bahwa kajian ini muncul

diseputaran tahun 1987. Pada tahun tersebut tiga buku yang

berkenaan dengan lahan kajian linguistik kognitif ditulis oleh pakar

linguistik seperti Lakoff (1987) yang menulis, Woman, Fire, and

Dangerous Things, Langacker (1987) menulis, Foundation of

Cognitive Grammar, dan Johnson (1987) menulis The Body in The

Mind. Kemudian dua tahun berikutnya, pada tahun 1989 mereka

membentuk sebuah asosiasi yang bernama International Cognitive

Linguistic Association (ICLA) dan pada tahun 1999 asosiasi ini

mengadakan konferensi pertamanya dengan tajuk bahasan

Page 61: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

54

mengarah kepada hubungan bahasa dengan kognisi manusia dalam

menjalani kehidupannya.

Lebih lanjut Barcelona dan Javier (2007:18-22)

menjelaskan bahwa linguistik kognitif mengganggap, kemampuan

seseorang belajar dan menggunakan bahasa ibunya merupakan

kemampuan yang unik yang berada pada mental seseorang yang

khusus dibawa sejak lahir. Kemampuan ini berbeda dengan

kemampuan kognitif manusia secara umum (kemampuan

ketajaman mata, sensori motorik, kemampuan kinesthetic seseorang

atau kemampuan lainnya). Kemampuan manusia berbahasa dalam

memahami makna ucapan dan kalimat banyak dipengaruhi oleh

kultur, konteks, dan fungsi ucapan. Seseorang membentuk,

membangun dan mengerti ucapan pada umumnya berdasarkan

pengalaman yang bersumber dari pengalaman tubuh manusia.

Itulah sebabnya linguistik kognitif beranggapan bahwa

bahasa merupakan sebuah produk kemampuan kognitif yang

mendasar berkaitan dengan pengalaman yaitu pengalaman berdasar

pada pengalaman diri pribadi (bodily experience) dan juga

pengalaman sosio- kultural (social/cultural experience). Demikian

pula hal dengan pakar ekolinguistik mengeluarkan suatu postulat

yang persis sama dengan pandangan kognitif linguistik yaitu bahwa

bahasa merupakan perpaduan kemampuan kognitif dengan

pengalaman pribadi yang diperoleh dari pengalaman sosio-kultural

(lingkungan sosial dan lingkungan budaya).

Page 62: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

55

Pada umumnya semua pakar linguistik kognitif dan pakar

ekolinguistik sama-sama berargumentasi bahwa pengalaman diri

manusia memainkan peranan yang paling utama dalam semantik

dan struktur garamatikal sebuah bahasa yang berada dalam kognitif

manusia. Teori linguistik dan metodologis linguistik kognitif dan

ekolinguistik sama-sama konsisten sebagai studi empiris yang

dikenal dengan terminologi, kognitif, otak dan bahasa. Studi ini

juga beranggapan bahwa makna sebuah ujaran tidak muncul secara

terpisah dengan orang yang menuturkannya. Bukti empiris dapat

dilihat dalam kehidupan sosial masyarakat, orang-orang yang

banyak berkecimpung dalam masalah-masalah politik lebih banyak

mengukapkan kata-kata atau leksikon-leksikon yang berhubungan

dengan hal-hal yang bertalian dengan politik. Bidang kajian

pustaka kognitif banyak mengarah kepada kajian metafora,

metonimi, mental space, conceptual blending theory, iconic, dan

image- scema.

D.Kesimpulan

Ekolinguistik merupakan kajian interdisipliner, yang

berfungsi sebagai payung untuk kajian-kajian dan penelitian yang

terfokus kepada keterhubungan antara bahasa dan ekologi secara

menyeluruh. Pada awal keberadaannya kajian ini disebut sebagai

Ekologi Bahasa (The ecology of Language). Kajian interdisipliner

ini diprakarsai oleh Einar Haugen pada tahun 1970, kemudian dari

Page 63: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

56

hasil penelitiannya Haugen menuliskannya di dalam buku yang

bertajuk The Ecology of Language Hasil penelitian ini berusaha

memadukan konsep ekologi dan linguistik. Fokus kajian saat itu

hanya diarahkan kepada metafora ekologis yang disambungkaitkan

dengan isu-isu lingkungan. Keberadaan disiplin ilmu ini dianggap

perlu disebabkan oleh kondisi ekologis sudah mulai

memerihatinkan. Melalui kajian ini Haugen banyak menilik

metafora khususnya metafora ekologis. Pada penelitian-

penelitiannya Haugen berupaya mengadopsi konsep dasar

ekologis berupa parameter ekologi bersatu padu dengan konsep

linguistik kognitif.

Di Indonesia sendiri, ekolinguistik baru diperkenalkan di

era tahun dua ribuan oleh Aron Meko Mbete, tepatnya pada tahun

2002. Rentang waktu antara awal pemunculannya (1970) sebagai

ecology of Language dan pembakuaannya sebagai ecolingistik

(1990) di Eropa dengan pengenalan bidang ilmu ini di Indonesia

(2002) terbilang relatif lama. Pada hal ekolinguistik dapat

memberikan sumbangan pada kajian bahasa Indonesia dan

termasuk pula kedalamnya kajian keberagaman bahasa-bahasa

etnik yang dapat memerkaya khasanah kebahasaan Indonesia.

Keadaan ini juga terkait erat dengan penjagaan terhadap

kelestarian lingkungan alam, budaya serta lingkungan sosial

manusia yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia saat

ini.

Page 64: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

57

Hal ini terjadi disebabkan oleh kurangnya minat peneliti-

peneliti bahasa di Indonesia terhadap kajian ini. Keadaan ini dapat

diperhatikan dari minimnya jumlah tulisan yang berkaitan dengan

ekolinguistik pada saat itu. Namun sejak awal tahun 2010,

penelitian yang terfokus pada ekolinguistik di Indonesia sudah

mulai dilakukan oleh mahasiswa program pasca sarjana FIB

Udayana dan FIB USU. Pada saat ini pula penelitian tidak lagi

hanya terfokus kepada metafora belaka, lebih dari itu penelitian di

bidang ini sudah pula mengarah kepada bentuk ketergerusan,

pelesapan kode-kode lingual dalam satu ranah bahasa.

Ekolinguistik sebagai kajian interdispliner bahasa dapat

berfungsi sebagai payung bagi kajian-kajian linguistik. Teori-teori

kajian ini dapat dikolaborasikan dan disandingkan dengan ruang

kajian subdisiplin linguistik lainnya, yaitu Dialektologi, Linguistik

Historis Komparatif, Linguistik Demografi, Dialinguistik, Filologi,

Glotopolitik, Linguistik Preskriptif, Tipologi Bahasa, dan

Etnolinguistik termasuk pula Antropolinguistik, atau Linguistik

Kultural.

Page 65: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

58

BAB III

PUSTAKA EKOLINGUISTIK

Bab ini membicarakan ekolinguistik dan lahan garapan

yang dapat amati oleh masyarakat linguistik. Dalam bab ini juga

dibicarakan teori-teori yang dapat diaplikasikan ke dalam kajian

kolinguistik.

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa

ekologi merupakan ilmu yang menggeluti hubungan timbal balik

antara makhluk hidup dengan alam sekitarnya, termasuk pula

penjelasan tentang hubungan antara manusia dan alam sekitarnya.

Hubungan ini terkait pula dengan pola bahasa manusia itu sendiri

dan pola penggunaanya dalam masyarakat tuturnya.

Untuk menggambarkan keterkaitan antara bahasa dan

lingkungan diperlukan adanya kajian interdisipliner yang

menyandingkan kajian ekologi dan linguistik, seperti yang

diungkap oleh Mbete (2011:1). Menurut Stibbe (2015:1)

bahwa ekolinguistik merupakan kajian unik karena pada satu sisi

kajian ini membicarakan bahasa dan di sisi lainnya membicarakan

ekologi pada waktu yang bersamaan, sedangkan kedua-dua bidang

ini menempati ranah kehidupan manusia yang terpisah jauh.

Sepintas lalu anggapan ini dapat dibenarkan, namun bila dicermati

lebih jauh kita akan mendapatkan gambaran tentang sebuah ilmu

yang dapat digunakan untuk menjaga pelestarian lingkungan alam,

sosial dan budaya melalui kajian linguistik. Sehinggga akan

Page 66: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

59

diperoleh satu kolaborasi dua bidang ilmu menjadi satu kesatuan

yang utuh untuk keutuhan pelestarian tersebut. Dalam

membicarakan ekolinguistik dan mengkaji suatu masalah yang

terkait dengan ilmu ini, kita akan bertemu dengan beberapa istilah

dan terminologi yang berkaitan dengannya. Istilah-istilah dan

terminologi tersebut akan diupayakan untuk dibicarakan secara

mendetail pada sub bab berikut dan diharapkan dapat memberikan

gambaran tentang keberadaan ekolinguistik dalam pustaka

linguistik.

Sains praksis sesungguhnya merupakan semata-mata sosial

praksis secara historis dan susunan sosio kultural. Berbeda kultur

akan berbeda pola susunan (tatanan) sains. Dan setiap saintik

praksis akan mengorganisir orang dan problemnya dengan cara-

cara nya sendiri yang bersesuain dengan kultur masyarakatnya

secara utuh. Hubungan antara saintifik praksis dan kultur adalah

dilektikal. Dalam hubungan dialektikal ini adalah hubungan

dialektikan dimana partisipan dalam hubungan ini saling berkaitan

dan saling beraksi dimana satu part mendominasi yang lain. Dan

hubungan ini merupakan hubungan secara historikal dan dinamikal

yang sangat, dan semua akan kolap jika salah satu bagian keluar

dari unity(perusahaan). Hubungan saintifik ini bukan fenomena

homogen tetapi hubungan heterogen. Dia berisikan bagian dan

hubungn masa lalu dan sebagian mungkin saja akan menjadi atau

mendominasi pola kultur masa mendatang atau masa depan.

Page 67: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

60

A. Parameter Ekolinguistik

Kajian interdisipliner yang diprakarsai oleh Einar Haugen

ini berusaha memadukan konsep ekologi dan linguistik. Pada awal

keberadaan kajian ini, fokus pengamatan diarahkan kepada

pengkajian terhadap metafora ekologis. Dalam kajian metafora

ekologis tersebut, Haugen berupaya mengadopsi konsep dasar

ekologis berupa parameter ekologi bersatu padu dengan konsep

linguistik kognitif. Dari perpaduan ini menghasilkan suatu konsep

dalam ekolinguistik yaitu parameter ekolinguistik. Parameter

ekologi dimaksud adalah kesalingterhubungan (interrelationship),

lingkungan (environment), keberagaman (diversity), yang

digunakan sebagaimana berlaku dalam analisis wacana lingkungan,

antropolinguistik pragmatik, semantik kognitif, dan lainnya.

Ketiga-tiga parameter ini akhirnya diaplikasikan kedalam kajian

penelitian ekolinguistik. Ketiga tiga parameter ini saling terkait

erat dan saling melengkapi, membentuk suatu kesatuan yang

mendasar dan solid yang senantiasa diaplikasikan secara bersamaan

dalam penelitian ekolinguistik, periksa Fill dan Muhlhausler

(2001:1)

Penelitian ekolinguistik dewasa ini sudah mulai dikenal dan

diminati di Indonesia, dibuktikan dengan beberapa jumlah

penelitian yang dilakukan oleh Mahasiwa program S2 dan S3

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana dan Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara. Saat ini pula penelitian yang

dilakukan tidak hanya berfokus kepada kajian metafora semata,

Page 68: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

61

namun lebih dari itu penelitian pada bidang ini juga dapat

diarahkan kepada penelitian terhadap penyusutan atau penggerusan

dan pergeseran unsur-unsur leksikal bahasa yang terjadi akibat dari

pengaruh budaya luar dan arus moderenisasi. Penelitian-penelitian

dilakukan dengan penerapan konsep parameter ekolinguistik

sebagai contoh, penelitian yang pernah dilakukan oleh Mbete

(2009) pada bahasa Bali. Dengan mengaplikasikan parameter

ekolinguitik diperoleh gambaran tentang ketergerusan beberapa

unsur-unsur leksikal bahasa Bali yang digambarkan, seperti

hilangnya istilah kekalen: ‘air yang mengalir ke sawah/irigasi’,

telajakan: ‘jalan setapak’ yang sudah asing didengar, dan menjadi

tidak umum lagi penggunaannya dalam masyarakat tutur bahasa

Bali. Sehingga Mbete menyatakan (2009) bahwa bahasa akan

mengalami perubahan ketika ekologi yang menunjangnya berubah.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kajian ekolinguistik banyak bertumpu kepada konsep parameter

ekolinguistik. Ketika kajian ekolinguistik membicarakan

parameter ekolinguistik pastilah ketiga-tiga terminologi parameter

tersebut dibicarakan saling berkaitan. Berikut ini akan dibicarakan

dan diuraikan keberadaan ketiga-tiga parameter tersebut.

1.Parameter Keberagaman (Diversity)

Fill dan Muhlhausler (2001:2) mengutarakan bahwa

keberagaman (diversity) perbendaharan kosa kata sebuah bahasa

Page 69: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

62

terpancar dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial atau

lingkungan budaya tempat (ecoregion) dimana bahasa itu berada

dan digunakan. Lingkungan fisik dimaksud merupakan lingkungan

alam, geografi yang menyangkut topografi seperti, iklim, biota,

curah hujan sedangkan lingkungan kebudayaan berkaitan dengan

hubungan antara pikiran dan aspek kehidupan masyarakat tersebut

seperti agama, etika, politik, seni dan lain sebagainya. Kelengkapan

kosa kata suatu bahasa sangat bergantung pula kepada cara

pandang, sikap, dan perilaku serta pekerjaan dari masyarakat tutur

bahasa tersebut.

Keberagam jenis species fauna, flora di satu lingkungan

alam (ecoregion) paralel dengan keberagaman vokabulari bahasa

di dalam lingkungan sosial masyarakat bahasa tersebut.

Keberagaman biota ini akan memperkaya khasanah vokabulari

bahasa tersebut. Keberagaman etnis yang berada dalam satu

wilayah dan ranah pakai atau lingkungan alam (ecoregion) juga

akan memengaruhi dalam penciptaan keberagam kode-kode

leksikal yang berada dalam lingkungan alam tersebut.

Pada skala makro keberagaman bahasa terdapat diberbagai

belahan bumi ini, sehingga di dalam suatu negara selain dari bahasa

resmi yang dijadikan sebagai bahasa negara, masih jumpai banyak

bahasa etnik yang berfungsi sebagai bahasa pertama atau bahasa

ibu bagi anggota masyarakat bahasa etnik-etnik tersebut. Bahasa-

bahasa ini dapat hidup berdampingan dengan bahasa resmi

kenegaraan, sebab masing-masing bahasa tersebut miliki ranah

Page 70: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

63

penggunaan bahasa yang pada umumnya berbeda dan tidak saling

tumpang tindih.

Ketika di sekolah, di kantor pemerintah dan di berbagai

instansi, para pelaku didik, pegawai baik pemerintah maupun

swasta harus menggunakan bahasa resmi negara dalam berbagai

kegiatan pembelajaran dan administrasi. Ketika di luar sekolah, di

luar kegiatan pemerintahan dan dalam acara-acara yang tidak

resmi, masyarakat bahasa biasa menggunakan bahasa etniknya agar

komunikasi dapat berjalan dengan santai dan dengan leluasa.

Sehingga keberagaman tersebut mewarnai kehidupan masing-

masing anggota suatu masyarakat bahasa.

2. Parameter Kesalingterhubungan (Interrelationship)

Sebuah komunitas bahasa sangat memiliki keterhubungan

yang erat sekali dengan keberadaan lingkungan ekologis

penuturnya sehingga eksistensi sebuah bahasa sangat bergatung

pula kepada jumlah penuturnya. Seterusnya penamaan dan

pengklasikasian nama tumbuhan dan hewan serta jenis batu-batuan

bergantung pula kepada konvensi penuturnya. Istilah konvensi di

sini tidak dapat diartikan sebagaimana lazimnya istilah konvensi

yang digunakan dalam linguistik yaitu istilah yang mengacu kepada

hubungan arbitrer antara bentuk atau lambang linguistik dengan

makna yang dikandungnya. Istilah konvensi ini dialamatkan kepada

Page 71: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

64

tingkat kesepakatan masyarakat tutur dalam hal penggunaan bahasa

dalam komunitas bahasa tesebut.

Parameter interelasi atau kesalingterhubungan antara

linguistik dengan ekologi merupakan hubungan timbal balik antara

bahasa dalam suatu komunitas tutur dengan lingkungan ekologis

penuturnya. Hubungan ini merupakan keserasian relasi antara

masyarakat tutur dengan lingkungan ekologis yang terpantul dari

kemasan verbal pada unsur-unsur leksikal, gramatikal dan metafora

yang bernuansa isu lingkungan, dikodekan ke dalam bahasa dalam

jangkauan yang luas. Metafora mata keranjang, hidung belang

(Bahasa Indonesia) mempunyai muatan makna metaforis sama

dengan beberapa bahasa etnik nusantara; miang arti secara harfiah ‘

bulu-bulu yang menempel di batang bambu’ yang bila tersentuh

terasa gatal (bahasa Melayu Kualuh), bandot ‘ kambing jantan yang

besar dan kadang-kadang tanduknya melengkung panjang (Aceh),

gatai ‘gatal’, gatal ‘gatal’ getek ‘ rakit’ (Melayu), gata ‘

gatal’bingkaruang ‘kadal’ (bahasa Padang) Perbedaan bentuk

metafora yang mengekpresikan karakter manusia mata keranjang

tidak sama pada semua bahasa dalam khasanah verbal bahasa-

bahasa etnik di seluruh nusantara sebagaimana yang telah

diunggkapkan diatas. Kesemuanya ini merupakan representasi

interelasi dan interaksi antara masyarakat tutur dengan lingkungan

ekologis yang mungkin saja berbeda antara satu etnik dengan etnik

lainnya bergantung kepada ecoregion keberadaan bahasa- bahasa

tersebut.

Page 72: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

65

3.Parameter Lingkungan (Environment)

Manusia berinterelasi, berinteraksi, bahkan

berinterdependensi dengan pelbagai entitas yang ada di lingkungan

tertentu (ecoregion), memberi nama dalam bahasa lokalnya,

memahami sifat-sifat dan karakter yang dikodekan secara verbal,

semata-mata demi tujuan dan kepentingan-kepentingan manusia

(antroposentrisme). Hal ini juga disebabkan oleh keberadaan

manusia sebagai makhluk ekologis yang memang tidak dapat

dipungkiri sangat dipengaruhi oleh keberagaman kebutuhan yang

ada demi keberlangsungan hidupnya secara biologis (biosentrisme),

baik kebutuhan terhadap hewan, tumbuhan, bebatuan, maupun

udara dan keluasan pandangan secara ragawi (kosmosentrisme).

Berbagai keberagaman karakter manusia memengaruhi

lingkungannya, sebagaimana yang pernah dibicarakan sebelumnya.

Sikap masyarakat terhadap lingkungan alam banyak didasari oleh

pola sosiokultural masyarakat tersebut. Sebagai contoh pandangan

suatu masyarakat terhadap daging binatang seperti lembu, babi,

ayam, itik kambing sebagai makanan manusia berkaitan dengan

kebutuhan manusia tersebut.

Keberadaan binatang-binatang tersebut yang menyangkut

dengan perkembangbiakannya sangat diperhatikan oleh masyarakat

yang ada dalam lingkungan alam itu. Pada gilirannya sifat alamiah

dari binatang itupun menjadi bagian dari perhatian masyarakat

dengan kata lain pengetahuan lokal dan pengetahuan manusia

tentang lingkungan alam telah berpengaruh kepada pandangan

Page 73: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

66

hidup, kultur, bahasa dan kosmologi masyarakat yang bergantung

kepadanya. Menurut Muhlhausler (2003:37) bahwa klasifikasi

hewan dan tumbuhan secara nyata merupakan refleksi dari

lingkungan dengan keanekaragaman hayatinya pada tempat tinggal

masyarakat tersebut.

Lingkungan alam dijadikan sebagai parameter membangun

atau memberi nama-nama tersebut dalam kurun waktu yang sangat

panjang, yang diturunkan secara berkesinambungan dari generasi

sebelumnya ke generasi berikutnya yang pada umumnya

berlangsung secara lisan. Dari hasil penelitiannya Muhlhausler

(2003:59) mengemukakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk

pelabelan nama dapat memakan waktu lebih kurang tiga ratus

tahun lamanya untuk menghubungkan sebuah bahasa dengan

lingkungan biologis penuturnya.

B.Teori Dialektikal Sosial Praksis

Pada umumnya kajian-kajian linguistik di abad ke 21

merupakan turunan dari kajian linguistik yang berasal dari

pandangan Ferdinand de Saussure yang pada dasarnya meletakan

fokus kajian kepada langage, la lange dan parol, dimana Tidak

demikian halnya dengan kajian ekolinguistik, seperti yang

dinyatakan oleh Lindo dan Jeppe (2000:9) bahwa ekolinguistik

merupakan payung yang dapat memayungi dan menyelesaikan

keberagaman-keberagaman lingkungan alam dan lingkungan

bahasa melalui pendekatan-pendekatan teoritis secara luas.

Page 74: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

67

Menurut pandangan kajian ini norma-norma bahasa

merupakan bagian dari praksis sosial (social praxis). Berpatokan

kepada teori yang bertalian dengan praksis sosial, pakar

ekolinguistik menganggap bahwa bahasa merupakan produk sosial

dari semua kegiatan manusia, namun pada waktu bersamaan bahasa

itu sendiri dapat mengubah atau memodifikasi kegiatan-kegiatan

manusia dan praksis sosial manusia tersebut. Berikut ini diagram

yang menggambarkan konsep praksis sosial (social praxis) tersebut

yang diperoleh dari Bang & Doors (1998)

Keterangan gambar:

S1 : komunikator (penutur atau penyedia pesan)

S2 : komunikan (mitra tutur atau penerima pesan)

S3 : objek pesan

O : penghubung kepada objek pesan

Interelasi dan interdependensi yang tergambar antara

keterhubungan bahasa dan praksis sosial, menurut Lindo dan Jeppe

Bio-logics

Environment

socio-logics

S1

S3

S2

O

Situation Topos Ideo-logics

M

Page 75: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

68

(2000:9), merupakan sebuah hubungan dialektikal antara bahasa

dan praksis sosial, sebagaimana yang tergambar pada gambar

konsep praksis sosial diatas. Lebih lanjut Lindo dan Jeppe (2000:9)

menjelaskan bahwa dalam hubungan dialektikal, praksis sosial ini

mendominasi bahasa. Pendominasian praksis sosial terhadap

bahasa disebabkan oleh satu pemahaman bahwa praksis sosial

tanpa bahasa mungkin saja terjadi, akan tetapi sebaliknya, secara

historis maupun secara logis, bahasa tanpa praksis sosial mustahil

terjadi. Para pakar ekolinguistik berpendapat bahwa penelitian

ilmiah terhadap bahasa juga merupakan penelitian ilmiah tentang

praksis sosial, dimana semua teori –teori linguistik secara

menyeluruh mempunyai hubungan dialektikal dengan teori-teori

praksis sosial. Hal ini terjadi karena studi bahasa merupakan kajian

yang terfokus kepada bahasa setiap insan manusia dan bukan hanya

berlaku kepada bahasa dari suatu golongan tertentu. Sehingga teori-

teori linguistik juga merupakan teori-teori praksis sosial. Ini berarti

secara disadari maupun tidak ,semua teori bahasa berkaitan erat

dengan praksis sosial.

Akibat keterhubungan antara teori bahasa dan teori praksis

sosial, kajian ekolinguistik merancang sebuah teori linguistik yang

dihubungkan dengan teori dialektikal praksis sosial yang dikenal

sebagai The Three dimensionality of social praxis (Tiga Dimensi

Praksis Sosial). Teori tiga dimensi praksis sosial merupakan teori

ekolinguistik yang banyak dipergunakan oleh Odense School yaitu

sekolah yang didirikan oleh Bang and Door pada tahun 1998. Teori

Page 76: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

69

ini diaplikasikan dalam mengamati lingkungan dan isu-isu

lingkungan untuk menjelaskan tentang norma-norma bahasa

lingkungan yang direpresentasikan dalam bentuk kerangka teori.

Menurut Lindo dan Jeppe (2000:10), dalam teori tiga

dimensi tersebut, dimensi ideologis (the ideological dimension)

diposisikan pada urutan pertama yaitu, hubungan individual

dengan mental kolektif, kognitif dan sistem psikhis seseorang yang

terlefleksi pada pola penggunaan bahasanya, khasanah kebahasaan

dengan kandungan maknanya dan perilakunya. Berikutnya adalah

dimensi sosiologis (sociological dimension) yaitu dimensi atau

ukuran tentang cara seseorang mengorganisasi hubungan antara

sesama untuk membangun, menjalin dan memelihara keharmonisan

hubungan individual secara kolektif, seperti rasa saling menyayangi

satu sama lain di antaranya rasa saling menyayangi dalam anggota

keluarga, atau antara sesama teman. Saling menghormati dalam

kelompok masyarakat, kemudian saling mengenal antara sesama

tetangga atau suku termasuk pula kedalamnya saling menghargai

dan saling menghormati kehidupan masing-masing individu

anggota masyarakat. Ketiga adalah dimensi biologis (biological

dimension) yaitu yang bertautan dengan lingkungan alam dan hidup

berdampingan dengan alam serta seluruh isinya, termasuk ke

dalamnya spesies flora, fauna, batu-batuan, mikro dan makro

organisme.

Berdasarkan teori dialektikal ini, dapat dikatakan tidak ada

satu kejadianpun atau perwujutan yang monodimensi atau

Page 77: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

70

monologikal. Jika demikian, maka kegiatan atau aktivitas bernafas

sekalipun, sebenarnya bukan sekedar kegiatan biologis manusia,

melainkan juga berkaitan dengan aktivitas mental dan sosial

manusia. Teori kajian ekolinguistik tiga dimensi praksis sosial ini

mengandung arti bahwa bahasa juga merupakan tiga dimensi

entitas dari praksis sosial. Oleh sebab itu kajian linguistik perlu

mengurai bahasa dalam tiga dimensi ini. Menurut pandangan kedua

pakar ini, ekolinguistik merupakan sebuah kajian keterhubungan

bio-, sosio-, dan ideo-logis dimensi bahasa, sehingga hubungan

mental, kognitif, lingkungan sosial dan lingkungan alam harus

saling bahu membahu.

Teori ini penah diaplikasikan oleh beberapa pakar

ekolinguistik seperti Mishra (2009); penelitiannya terfokus kepada

ungkapan-ungkapan verbal yang berkenaan dengan kegiatan ritual

agama dan mitos pada suku-suku di India di desa Kalahandi,

sebuah desa terpencil di wilayah di Oriss State Of India dengan

judul, Sacred Worldview in Tribal Memory: Sustaining Nature

through Cultural Actions.

Penelitian ini berusaha memecahkan beberapa

permasalahan Permasalahan pertama yaitu penggunaan ungkapan

verbal yang berkaitan dengan ritual agama dan mitos dalam

kehidupan sosial masyarakat asli India. Ke dua bagaimana pola

ungkapan verbal yang digunakan oleh masyarakat bahasanya dalam

menjalin keterhubungan antara agama dan mitos dengan

lingkungan alam di sekitar mereka. Dalam memecahkan ke dua-

Page 78: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

71

dua masalah tersebut Mishra mengamatinya melalui kajian

ekolinguistik yang menitik-beratkan pada teori tiga dimensi praksis

sosial dan teori sosiolinguistik yaitu teori yang berkaitan dengan

kebertahanan bahasa, dan yang berkaitan pula dengan lingkungan

alam dan lingkungan sosial penutur asli terhadap perkembangan

teknologi.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa ritual agama dan

mitos berfungsi sebagai perekat dalam menyatukan pikiran dan

tindakan penduduk asli India (dimensi ideologis) dengan

menghubungkan yang bernyawa dan yang tidak, serta mengaitkan

masa lalu dan masa sekarang yang menyatu dengan alam sekitar

lingkungan mereka. Ekspresi disampaikan dalam ungkapan verbal,

melalui doa dan harapan. Ungkapan verbal dalam bentuk doa-doa

tersebut ditujukan kepada Earth Mother Goddess yaitu dewa

wanita dipercayai sebagai dewa bumi yang menciptakan alam

semesta. Dia adalah ibu dari semua jenis flora, semua jenis fauna

dan manusia. Dalam kepercayaan tersebut semua jenis flora, semua

jenis fauna dan manusia dipercayai sebagai putra dan putrinya

(dimensi sosiologis). Earth Mother Goddess memelihara

ciptaannya dengan menyediakan fasilitas bumi, udara, air, dan

hutan yang diperuntukkan untuk kesejahteraan putra putrinya

(dimensi biologis). Setiap kata ungkapan mengandung makna yang

dihubungkan dengan ketiga dimensi tersebut yang terekam secara

verbal dalam kognitif masyarakat tutur tersebut. Contoh dari

Page 79: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

72

bentuk doa mereka kepada Earth Mother Goddess, yang sudah

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris adalah sebagai berikut;

O Mother,

As inside the earth pit,

Covered by a big stone, the offering is secured

The Earth is a great pit

The Sky the cover and

We the nature and creatures are inside

O Mother, save us likewise

Namun saat ini, sikap dan perilaku masyarakat terhadap

alam sedikit demi sedikit mulai mengalami perubahan beriringan

dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi. Pengadaan

transfortasi moderen dan ekploitasi lahan memaksa masyarakat

lokal menerima budaya baru dan hampir melupakan alam yang

tadinya merupakan bagian yang sarat dengan mitos dari sosio-

kultural mereka. Selanjutnya dengan masuknya bahasa asing ke

desa tersebut disebabkan oleh kebutuhan komoditas berupa bahan

sandang pangan di sektor ekonomi, berimbas pula kepada

masuknya budaya asing yang mengakibatkan bahasa dan budaya

lokal semakin terdesak. Akibat dari semua ini pemusnahan tradisi

lisan yang sarat dengan kearifan lokal sudah mulai dirasakan. Dan

semua ini pula menimbulkan perubahan prilaku penduduk asli

dalam memerlakukan alam dan sumber daya yang mereka miliki.

Mereka sudah mulai menebang pohon-pohon besar yang selamani

mereka percayai sebagai bersemayamnya Earth Mother Goddess.

Penebangan hutan mereka lakukan disebabkan oleh besarnya nilai

imbalan finansial yang diberikan oleh pihak perusahaan terkait.

Page 80: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

73

Penelitian tentang metafora bahasa Aceh Di Desa Trumon,

Aceh Selatan yang pernah dilakukan oleh Nuzwaty selama enam

bulan (2011), juga menggunakan teori tiga dimensi sosial praksis

sebagai pisau analisis. Salah satu metafora yang dibicarakan adalah

metafora ASAM SUNTI. Asam sunti berasal belimbing wuluh atau

belimbing sayur yang sudah dikeringkan, dalam bahasa lokal

disebut Boh limeng eungkot. Secara linguistik, konstruksi

gramatikal frasa Boh limeng eungkot merupakan bentuk kompleks

atau kata majemuk yang menjadi nama dari tetumbuhan ini. Relasi

tanaman dan boh limeng eungkot ini sangat dekat dengan

masyarakat tutur bahasa Aceh, khususnya di Desa Trumon dan

Aceh umumnya. Kedekatan relasi itu tampak pada pemahaman

perkembangan biologis tanaman tersebut dalam tatanan dimensi

biologis yang diidentifikasi dengan warna hijau dan warna hijau

kekuning-kuningan atau dalam bahasa Aceh disebut boh limeng

mutik dan boh limeng tuha. Pemahaman karakter biologis buah dari

tetumbuhan pada tataran dimensi biologis yang kemudian

diidentifikasi sebagai rasa asam, dan selanjutnya oleh para penutur

bahasa Aceh menjadikannya sebagai salah satu bumbu masakan.

Melalui indra perasa masyarakat Aceh rasa asam yang terkandung

dalam boh limeng eungkot memberikan kenikmatan cita rasa

makanan yang terekam dalam tatanan dimensi sosiologis dan

dimensi ideologis di kehidupan sosial masyarakat tersebut.

Buah-buah boh limeng eungkot ‘belimbing wuluh’ yang

dijemur untuk diawetkan dalam bahasa Aceh diberi nama asam

Page 81: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

74

sunti yang secara linguistik termasuk ke dalam kelas kata nomina.

Asam sunti sangat dibutuhkan oleh komunitas tersebut dalam

tatanan dimensi sosiologis, sebab asam ini merupakan bahan

bumbu dasar masakan Aceh, dan juga merupakan bahan bumbu

dasar masakan di Trumon. Tidak akan ada masakan di tempat ini

tanpa dibubuhi asam sunti.

Dikarenakan keberadaan asam sunti sebagai bumbu dasar

masakan sangat dibutuhkan menempatkannya sebagai ranah

sumber yang dipetakan kepada manusia sebagai ranah target.

Pemetaan ini terpusat dalam mental dan kognitif masyarakat tutur

pada tataran dimensi ideologis. Pemetaan ini akhirnya bermuara

kepada terbentuknya metafora ASAM SUNTI yang mengandung

makna tentang sifat seseorang yang sangat baik, suka membantu

sesama, berbakti pada orang tua dan keluarga. Manusia seperti ini

sama halnya dengan asam sunti yang benar-benar sangat

dibutuhkan oleh anggota komunitas tersebut. Perikalu manusia

yang demikian memiliki persamaan yang berkenaan dengan sama-

sama sangat dibutuhkan anggota komunitas tersebut. maka

perilaku tersebut dianalogikan sebagai asam sunti. Maka metafora

untuk manusia yang demikian disebut ASAM SUNTI.

Parameter keterhubungan (interrelationship) pada pemetaan

silang ranah sumber boh limeng eungkot dalam hal ini ASAM

SUNTI kepada ranah target yaitu manusia terjadi karena kedua-

duanya sama-sama sangat dibutuhkan di dalam kehidupan sosial

Page 82: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

75

komunitas tersebut (dimensi sosiologis). Sebagai contoh tuturan

seperti:

Jih ASAM SUNTI kamo

Secara harfiah bermakna,

jih ‘dia’

asam sunti ‘asam sunti’

kamo ‘ kami’

Makna metaforis yang terkandung dalam ucapan ini menjadi;

‘Dia anak yang berbakti pada kami’

Jika ujaran ini diucapkan oleh orang tua atau keluarganya

(jih), maka makna ‘berbakti pada kami’ mengisyaratkan bahwa si

anak tersebut menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Apabila

tuturan tersebut diucapkan oleh orang yang bukan orang tua dan

keluarga dari orang yang dialamatkan tersebut (jih), maka tuturan

tersebut dapat bermakna ‘dia baik hati’, dia sangat suka membantu

dan sangat dibutuhkan oleh anggota masyarakat tempat tinggalnya.

Metafora ini bentuk metafora sudah digunakan sejak dahulu kala

yang diwariskan secara turun temurun ini sehingga metafora ini

masih dipergunakan oleh masyarakat tutur bahasa Aceh di Desa

Trumon.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang dokter,

tentang kesehatan, penyakit dan bahasa memberikan satu contoh

ilustrasi keadaan seseorang yang berkeinginan untuk absen dari

kantornya ketika dia dalam keadaan sehat walafiat, kemudian

Page 83: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

76

mengirim pesan atau menelefon bawahannya (‘halo pak..maaf saya

gak masuk kantor, saya kurang sehat) dan mengatakan dia sakit.

Dia menyembunyikan kebohongan dan membenarkan perilaku

bohong tersebut karena dia mempunyai keinginan yang kuat untuk

santai dan tidur-tidur di rumah tanpa terganggu oleh pekerjaanya.

Menurutnya penelitian medis moderen mengatakan bahwa

terdapat suatu jalinan yang sangat erat antara bahasa yang kita

gunakan dengan susunan saraf dan organ tubuh kita. Dalam

beberapa hal adakalanya kita berbicara pada diri kita dan sekaligus

pada pikiran atau kognitif kita, baik dengan suara lembut, atau

dalam volume suara kecil maupun dalam suara keras yang kita

tujukan kepada diri sendiri atau kepada orang lain. Pada saat seperti

itu kita sudah mulai menganggap bahwa bahasa adalah suatu

kekuatan hidup dimana makna tuturan kita memiliki hubungan

yang sangat kuat dengan kekuatan sosio-logikal dan kekuatan bio-

logikal. Ketika tuturan tersebut berkekuatan sosio-logikal, tuturan

tersebut dan sosio-logikal akan saling mempengaruhi kehidupan

sosial kita dan ketika tuturan tersebut berkekuatan bio-logikal

,maka tuturan tersebut dan bio-logikal akan saling mempengaruhi

pula kehidupan bilogis kita. oleh sebab itu ketika seseorang

berpidato di atas pentas tuturannya akan berkekuatan ideo-logikal.

Tuturan-tuturannya akan mewarnai dan berproses di dalam

pikirannya walaupun tidak tampil nyata tetapi, emosi, perasaan ,

tanggapan dan sensasi yang ada dalam diri dapat diamati dari

tuturan tersebut.

Page 84: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

77

Maka kekuatan sosio-logikal yang terdapat pada ‘halo

pak..maaf saya gak masuk kantor, saya kurang sehat pada ilustrasi

diatas bahwa tuturan tersebut membuatnya merasa dibenarkan atau

legal untuk tidak masuk kantor dan tinggal di rumah dan dia

memberikan legitimasi bahwa berbohong dibenarkan agar dia

dapat istirahat di rumah.

Bernie S. Siegal menulis

Our daughter Carolyn handed me a cartoon one day

that showed a gentlement walking up and saying:” I

feel great what a beautiful day, I’ll call in sick”. Of

course, we often think we have to get sick literally in

order to get the rest or pleasure we need in our lives.

Bobbie and I therefore taught our children when they

were youngger that if they need a day off from school,

they shoud just say that and the health day, not a sick

day. That made them look at life differently. I think all

of us need to rethink our attitude toward health and

sickness.

(Bernie S. Siegel. Peace,Love& Healing. Harper Perennial,

1993:48)

C. Metafora

Ketika ekolinguistik pertama sekali diklaim sebagai kajian

interdisipliner, dalam hal mengupas hubungan bahasa dan

lingkungan, baik lingungan fisik atau lingkungan non-fisik,

metafora merupakan fokus kajian yang sangat diperhatikan. Kajian

metafora difokuskan kepada pola tranformasi atau pemetaan silang

kode-kode lingual yang dihubungkan dengan lingkungan alam.

Page 85: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

78

Kode-kode lingual tersebut biasanya merupakan bentuk-bentuk

leksikal yang terdapat dalam khasanah bahasa tersebut. Secara

umum sebuah metafora dianggap sebagai sebuah unsur linguistik

yang dibangun dari unsur-unsur leksikal sebuah bahasa dan adanya

suatu referensi yang dirujuknya.

Monroe Beardsley, menurut Recoeur (2005:81) mengklaim

bahwa metafora adalah “sebuah puisi miniatur” dan

menggolongkan nya sebagai sebuah kiasan yaitu sebagai sebuah

gambaran yang mengklasifikasikan adanya variasi makna dalam

penggunaan leksikal.

Teori metafora yang dikenal sebagai kajian linguistik,

menurut Recoeur (2005:81), Sugiharto (2006: 102) sesungguhnya

berasal dari pandangan para pakar retorika kuno yang sudah

mengalami revisi. Kata metafora itu sendiri berasal dari bahasa

Yunani metaforaa yang terdiri atas dua leksis yaitu meta yang

berarti setengah atau sebagian atau tidak sepenuhnya dan phora

yang berarti referensi atau acuan.

Lebih lanjut, Recoeur (2005:82) menjelaskan bahwa dalam

kajian retorika kuno metafora diklasifikasikan sebagai sebuah

kiasan, yaitu sebagai sebuah gambaran yang mengklasifikasikan

adanya variasi makna dalam penggunaan kata dalam proses

denominasi. Kemudian Recoeur (2005:84) menambahkan bahwa

Aristoteles (seorang pakar retorika kuno yang menciptakan

terminologi metafora dalam karyanya Poetic) menyebutkan bahwa

Page 86: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

79

sebuah metafora adalah hasil dari sebuah proses pemindahan secara

analogi dari sebuah nama yang menjadi milik sesuatu kepada

sesuatu lainnya. Proses pemindahan ini berlangsung dari genus ke

spesies, dari spesies ke genus dan dari spesies ke spesies. Oleh

sebab itulah maka sudah berabad-abad lamanya metafora selalu

dikaitkan dengan nomina saja dan tidak dikaitkan pada diskursus.

Menurut Sugiharto (2006:103) Aristoteles juga menandai

metafora ke dalam tiga ciri penting. Pertama, metafora adalah

sesuatu yang dikenakan pada nomina. Ciri kedua, metafora

didefinisikan dalam konteks gerakan (epiphora) yaitu pemindahan

atau pergerakan dari sesuatu kepada sesuatu lainnya dan berlaku

bagi semua bentuk transposisi istilah. Ciri ketiga, metafora

merupakan tranposisi sebuah nama yang ‘asing’ (allotrios) yaitu

nama yang sesungguhnya milik nama sesuatu benda yang lain.

Implikasi dari ketiga ciri tersebut bahwa istilah metafora

mengandung tiga gagasan yang berbeda berpadu dalam sebuah

kesatuan yang tak terpisahkan yaitu substitusi sebuah leksikon

biasa yang semestinya ada dan peminjaman dari suatu ranah asal ke

ranah lain atau ranah target sebagai tujuan.

Para filosof selain Aristoteles pada awalnya menganggap

metafora hanya sebagai lahan kajian yang kurang diminati dan

hanya dibicarakan pada kajian-kajian yang menyangkut bidang

kesusasteraan, bidang seni, dan bidang retorika. Hal ini terjadi

karena bentuk metafora dianggap tidak dapat menggambarkan atau

menyatakan keadaan yang sebenarnya. Mereka menganggap arti

Page 87: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

80

yang dikandung oleh sebuah metafora selalu mengaburkan dan

menimbulkan ketaksaan makna. Oleh sebab itu para filosof saat itu

berkeyakinan bahwa penggunaan metafora dalam membicarakan

filsafat sangat tidak dibenarkan dan dianggap tidak akan dapat

mengekspresikan kebenaran filosofis. Namun ketika mereka

menemukan ihwal filsafat yang tidak bisa mereka selesaikan

melalui penggunaan bahasa secara umum, mereka mulai beralih

kepada pemanfaatan metafora dan akhirnya penggunaan metafora

dalam membicarakan kajian filsafat dibenarkan, seperti diungkap

oleh Goatly (1997:1-3).

Hingga saat ini metafora terus berkembang untuk

memenuhi perannya sebagai perangkat bahasa manusia dalam

semua aspek kehidupan manusia. Diyakini pula bahwa metafora

merupakan karakter fundamental hubungan linguistik manusia

dengan dunia alam sekitarnya. Dan ini bukanlah semata-mata

sekedar bentuk semantik tertentu saja. Goatly (1997:1) berpendapat

metafora sangat bergantung pada bahasa dan pikiran. Metafora dan

proses mental saling bertalian yang berasal dari bahasa dan

kognitif. Bahasa yang digunakan oleh orang yang sedang kasmaran

untuk merayu, membujuk dan menyapa selalu dalam bentuk-bentuk

metafora seperti, sayangku, oh belahan jiwaku, wahai permata hati,

dear, honey, hi my sweet heart, you an apple of my eyes.

Bentuk metafora sebagai perangkat bahasa manusia yang

bergayut dengan lingkungan berkembang pesat sampai merambah

kepada media elektronik di dunia periklanan. Sebagai contoh

Page 88: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

81

adanya penayangan iklan produk makanan, minuman di televisi di

antaranya iklan biskuit biskuat yang menampilkan harimau, macan

sebagai ranah asal yang dipinjamkan ke ranah lain yaitu manusia

yg memakan biskuit tersebut. Ketika selesai memakan biskuit

tersebut manusia tersebut menjadi kuat seperti macan.

1. Metafora Leksikal

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa metafora

tercipta karena adanya persamaan kandungan maknawi antara satu

leksikon dengan leksikon lainnya, dan dikatakan pula bahwa

metafora milik bahasa yang menata penamaan sesuatu dalam

penggunaan leksikal. Penggunaan leksikal dimaksud meliputi

hubungan antara makna literal dan makna figuratif yang

terkandung dalam leksikal tersebut, memberikan karakter tuturan

sebagai sebuah keutuhan yang berada pada kognitif manusia.

Secara sederhana metafora leksikal dapat dipahami

sebagai suatu transfer atau pemindahan makna leksikal dari sebuah

ekspresi kepada ekspresi lain disebabkan oleh adanya bentuk

persamaan ciri maupun sifat dari keduanya yang bersandar pada

pengalaman kognitif masyarakat tutur suatu bahasa periksa Cruse

(2000: 202).

Metafora leksikal merupakan pemaknaan lain dari sebuah

leksikon dengan merujuk kepada gambaran sebagian sifat atau

Page 89: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

82

makna dari sebuah situasi. Gambaran sifat dan atau makna dari

sebuah situasi tersebut tidak semata- mata hanya milik bahasa.

Dalam pemerkayaan metafora leksikal pembentukan metafora

melibatkan banyak unsur seperti pikiran, sosio-kultural, lingkungan

alam dan lingkungan buatan, otak, dan bagian angggota tubuh

makhluk sebagaimana yang diungkapkan oleh Kovecses

(2006:126).

Lebih lanjut Kovecses memberi contoh metafora time

(waktu) yang dalam lingkungan sosio-kultural dan kognitif

masyarakat tutur bahasa Inggris menggandung makna sangat

bernilai, sehingga banyak tuturan yang menggunakan time. Time is

money. Tme and tide wait for no man, Time goes on, dan lain

sebagainya. Dalam konstuksi struktur bahasa Inggris bentuk tenses

atau penekanan kepada waktu sangat menentukan sehingga

adakalanya penggunaan bentuk tenses yang salah akan berakibat

kepada kesalahan interpretasi.

Dalam kaitannya dengan kajian ekolinguistik, metafora

leksikal dapat dipandang sebagai unsur bahasa pada penekannan

yang menjadikan ranah sumber berasal dari lingkungan alam, dapat

diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu metafora

berdasarkan tingkat konvensional, metafora berdasarkan fungsi

kognitif, metafora berdasarkan lingkungan alam, dan metafora

berdasarkan kepada pengalaman inderawi dan pengalaman tubuh

(bodily experience) lihat Kovecses (2006:127-129). Saragih

(2004:49), (2006:191) menjelaskan metafora leksikal menunjukkan

Page 90: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

83

bahwa makna satu kata dirujuk sebahagian untuk menyatakan atau

memahami makna kata lain. Sehingga metafora dapat dianggap

sebagai suatu realisasi pengalaman secara tidak lazim atau

merupakan ekspresi bertanda (marked) atau disebut juga makna

figuratif yang melintasi ekspresi lazim (unmarked). Makna lazim

tersebut disebut pula sebagai makna harfiah atau makna literal dan

makna tak lazim disebut sebagai makna figuratif. Untuk

menjelaskan metafora ini dapat dilihat dari kedua tuturan berikut:

(1a) Kucing mencakar kaki Adi

(1b) Pemerintah membangun gedung-gedung mencakar

langit

(2a) Yanto melihat seekor ular melilit di pohon kayu

(2b) Yanto itu ular, hati-hati berteman dengannya.

Tuturan (1a) mengandung makna literal yaitu seekor

kucing mencakar dengan menggunakan kuku, sehingga terjadi

kontak langsung antara

Tuturan (2a) makna ular mengandung makna literal yaitu

seekor binatang melata, berbisa, bersisik dapat membelit atau

melilit. Pada tuturan (2b) makna ular mengandung makna

metafora, Yanto adalah manusia bukan hewan melata. Sifat yanto

yang diperbandingkan dengan sifat ular karena sebagian dari sifat

ular dianggap ada pada Yanto. Perkataan dan perilaku Yanto

misalnya, selalu menyakitkan dan meracuni orang seperti bisa ular.

Page 91: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

84

Sifat Yanto yang gemar menipu dan berbohong pada orang

diperbandingkan dengan sifat Ular yang suka membelit mangsanya.

Metafora leksikal dapat wujud dalam beragam realisasi

yang umumnya mengekspresikan satu fenomena dilihat dari dua

perspektif dan dapat diurai ke dalam beberapa kriteria. Pertama,

nomina dapat disandingkan dengan nomina pula, seperti internet

merupakan jendela dunia bagi kita. Nomina jendela disandingkan

dengan dunia. Nomina dapat pula disandingkan dengan verba

seperti Gunung Sinabung memuntahkan laharnya tahun lalu. Verba

memuntahkan disandingkan dengan nomina lahar. Banjir menelan

banyak korban dan menyapu rata bangun disekitarnya. Verba

menelan disandingkan dengan nomina korban, dan verba menyapu

disandingkan dengan nomina bangunan. Nomina dapat pula

disandingkan adjektiva seperti jadilah orang yang kaya hati.

Adjektifa kaya disandingkan dengan nomina hati. Jembatan layang

akan di bangun di wilayah ini. Nomina jembatan disandingkan

dengan adjektiva layang. Verba dapat pula disandingkan dengan

adjektiva Seorang murid tertangkap basah sedang menyontek saat

ujian, verba tertangkap disandingkan dengan adjektiva basah

2.Metafora Konseptual

Metafora dalam pustaka ekolinguistik dan linguistik

kognitif merupakan bagian dari bahasa yang memainkan peranan

amat penting dalam kajian pikiran dan kultur masyarakat pemilik

Page 92: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

85

atau penutur bahasa tersebut. Itulah sebabnya metafora tidak hanya

dianggap sebagai fenomena linguistik saja, namun lebih dari itu

metafora juga merupakan fenomena sosiokultural dan lingkungan

alam. Bentuk metafora konseptual ditampilkan dalam hurup kapital

dan akan ditemukan pada penjelasan-penjelasan kajian ini.

Sehingga dalam menampilkan metafora-metafora tersebut akan

berbeda dengan bentuk yang non-metafora.

Adakalanya keberadaan metafora banyak melibatkan atau

disebabkan oleh pengalaman inderawi penutur bahasa. Sebagai

contoh masyarakat Inggris pada umumnya memandang kehidupan

melalui dua konsep yaitu konsep perjalanan dan konsep kehidupan,

sehingga contoh linguistik yang lazim mereka paparkan tentang

kehidupan berdasarkan hubungan yang paling erat antara dua

konsep tersebut, yaitu kehidupan (life) dan perjalanan (journey)

LIFE is A JOURNEY. Hubungan ke dua konsep ini terjadi secara

sistematis sehingga setiap pembicaraan yang menyangkut tentang

kehidupan akan selalu dikaitkan dan dihubungkan dengan konsep

perjalanan, lihat Kovecses (2006:117). Relasi ke dua konsep ini

merupakan hubungan yang sistematis yang dapat digambarkan

dalam skema kognitif penuturnya dan dapat pula dijabarkan

sebagai berikut:

Metafora PERJALANAN dan KEHIDUPAN:

PERJALANAN KEHIDUPAN

Pelancong manusia yang memimpin ke-

hidupannya

Page 93: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

86

perjalanan/bergerak bergerak/berusaha untuk

tujuan hidupnya (mengarah

ke satu tujuan yatni keinginan

yang akan dicapai)

tujuan (arah, tempat) cita-cita hidupnya

rintangan dalam perjalanan kesulitan kesulitan yang dihadapi

sampai ke tempat tujuan keberhasilan yang dicapai.

Secara garis besar pembentukan metafora konseptual selalu

melibatkan dua ranah. Ranah pertama disebut sebagai ranah

sumber (source domain) dan ranah berikutnya disebut sebagai

ranah target (target domain). Pada umumnya ranah sumber lebih

bersifat fisik dan ranah target lebih bersifat abstrak. Seperti pada

contoh LIFE is A JOURNEY. Pejalanan (journey) dijadikan ranah

sumber yang bersifat fisik atau nyata dan kehidupan (life) dijadikan

sebagai ranah target yang bersifat abstrak. Terbentuknya metafora

ini melalui proses pemetaan silang.

Pemetaan silang terjadi karena ke dua-dua ranah tersebut

memiliki ciri-ciri persamaan dalam beberapa hal. Ciri-ciri

persamaan tersebut terekam dalam kognitif penutur bahasa,

sehingga ranah sumber dan ranah target sebuah metafora sangat

bergantung pada cara pandang penuturnya. Pemetaan silang juga

dapat terjadi dari ranah sumber berdasarkan pengalaman tubuh atau

pengalaman inderawi manusia. Pengalaman non linguistik ini

sudah terbentuk sejak usia dini seperti seorang anak merasa hangat

Page 94: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

87

ketika dipeluk oleh ibunya atau keluarganya dan saat itu si anak

merasa senang, bahagia dan nyaman, serta menumbuhkan

perasaan kasih sayang yang terhimpun dalam otak manusia,

sebagai contoh HANGAT KASIH SAYANG ibu.

Hubungan antara ranah sumber dan ranah target tertata rapi

di dalam kognitif penuturnya. Ditemukan bahwa pada hampir

semua bahasa, dari sebuah ranah sumber dapat dipetakan kepada

beberapa ranah target dan beberapa ranah sumber dapat pula

dipetakan kepada satu ranah target saja. Contoh satu ranah sumber

dipetakan kepada dua ranah target, dapat dilihat pada metafora

yang kerap digunakan oleh masyarakat tutur bahasa Inggris yaitu,

LIFE is A JOURNEY LOVE is A JOURNEY

Ranah sumber journey dipetakan kepada life dan love.

Beberapa ranah sumber dapat pula dipetakan kepada satu ranah

target saja sebagai contoh;

LOVE is A JOURNEY LOVE is AGAME LOVE is FIRE

Ranah sumber journey, game, dan fire dipetakan kepada

satu ranah target yaitu love.

Sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya bahwa metafora

dalam pustaka ekolinguistik adalah metafora konseptual. Disebut

demikian karena metafora merupakan konseptual alamiah dalam

hubungan antara unsur bahasa dan kognitif manusia. Lakoff dan

Johnson (1980:267-268), Kovecses (2006:128) berpendapat, ada

dua macam hubungan yang terlibat dalam suatu metafora, yaitu

Page 95: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

88

hubungan ontologi, yang melibatkan entitas dalam dua ranah dan

hubungan epistimik, melibatkan hubungan pengetahuan tentang

entitas tersebut. Keterhubungan ini dilustrasikan seperti pada

penelitian yang dilakukan oleh Nuzwaty (2012) tentang

ketehubungan antara metafora dan lingkungan alam Desa Trumon

sebagai berikut; yaitu metafora ASAM SUNTI yang dalam bahasa

Indonesia disebut juga asam sunti yaitu asam yang digunakan

sebagai bahan dasar bumbu masakan Aceh. Bumbu ini wajib

dimasukkan pada semua masakan Aceh. Dalam kedudukannya

sebagai metafora, satuan leksikal mejadi ranah sumber yang

dipetasilangkan kepada ranah target yaitu manusia atau seseorang

yang dalam kehidupan bermasyarakat sangat dibutuhkan oleh

anggota masyarakatnya. Hal ini terjadi disebabkan oleh karakter

ataupun perilaku orang tersebut bijaksana, suka menolong, suka

memberi nasihat dan memberikan solusi dalam memecahkan

persoalan dalam komunitas nya. Sehingga tuturan seperti;

Jih asam sunti kamo

Jih ‘dia’

Asam sunti ‘asam sunti’

Kamo ‘kami’

Secara harfiah bermakna ‘dia asam sunti kami’ secara

metaforis tuturan tersebut bemakna’ dia orang yang bijaksana yang

sangat kami butuhkan’.

Berikutnya adalah metafora CAMPLIE CINA yang dalam

bahasa Indonesia disebut cabai rawit. Karakter biologis yang

Page 96: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

89

dimiliki oleh camplie cina berupa rasa sangat pedas, atau dalam

bahasa Aceh disebut keueng. Rasa pedas tersebut dapat dirasakan

melalui pengalaman inderawi manusia, yang juga dirasakan oleh

komunitas Trumon.

Melalui pemahaman karakter biologis yatni rasa sangat

pedas yang sudah dikenal sudah sejak dahulu kala, sehingga

generasi terdahulu menjadikan CAMPLIE CINA sebagai metafora

yang mengandung dua makna metaforis berbeda. Kedua-dua

makna metaforis ini hanya dapat dibedakan berdasarkan konteks

tuturannya. Metafora CAMPLIE CINA pertama, mengandung

makna yang kerap dialamatkan kepada seseorang yang gemar

mengucapkan perkataan-perkataan menyinggung perasaan orang

lain. Perkatannya tersebut diucapkan tanpa memikirkan akibat dari

perkataan itu. Contoh seperti tuturan berikut ini:

Babah Kah CAMPLIE CINA

babah ‘mulut’

kah ‘kamu (orang ke dua tunggal)’

camplie cina ‘cabai rawit’

Secara harfiah tuturan ini bermakna, ‘mulut kamu cabai rawit’.

Ke-dua bentuk metafora yang telah dibicarakan diatas adalah

metafora yang berasal dari kelompok flora. Hubungan ontologis

dan hubungan epistemik kedua-duanya dapat digambarkan sebagai

berikut;

Hubungan Ontologis pada Metafora ASAM SUNTI

Page 97: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

90

Hubungan Epistemik pada Metafora ASAM SUNTI

Hubungan Ontologis pada Metafora CAMPLIE CINA

Hubungan Epistemik pada Metafora CAMPLIE CINA

Contoh lain pada hubungan ontologis dan hubungan

epistemik dari kelompok fauna pada lingkungan alam Aceh, yaitu

Cabai rawit

Rasa pedas

Fungsi lidah

Rasa pedas

fungsi lidah

(mulut)

Manusia

Perkataan pedas

Fungsi mulut

Rasa pedas

fungsi lidah

(mulut)

Ketika mulut menggigit

cabai rawit, terasa pedas

yang mempunyai efek ke

telinga, dan telinga terasa

panas.

Ketika seseorang

mengucapkan kata-kata

kasar, menyindir dan

lainnya, hati terasa sakit, dan

telinga terasa panas.

Asam sunti

Sangat dibutuhkan

Fungsi kognitif

Manusia

Sangat dibutuhkan

Fungsi kognitif

Ketika seseorang akan

memasak dia

memerlukan asam sunti

sebagai bahan dasarnya

Ketika seseorang

menghadapi masalah dia

memerlukan seseorang

bijaksana dalam penyelesaian

masalahnya

Page 98: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

91

pada kehidupan siput dalam bahasa Aceh disebut siput. Secara

alamiah spesies ini dapat bertahan hidup dalam dua lingkungan

alam; lingkungan darat dan lingkungan air. Dari kehidupan spesies

ini terbentuk sebuah metafora yaitu ABO UDEP DUA PAT. Secara

harfiah ungkapan ini mengandung makna ‘siput hidup pada dua

tempat’, yaitu: abo ‘siput’, udep ‘hidup’, dua ‘dua’dan pat’

tempat’menjelaskan kehidupan siput yang dapat bertahan hidup di

dalam dua lingkungan alam yang benar-benar berbeda yaitu di

daratan dan di dalam air. Kehidupan siput seperti ini membentuk

sebuah metafora dan menjadikannya sebagai ranah sumber dan

dipetasilangkan kepada sifat atau perilaku seseorang yang dapat

menyesuaikan diri di semua lingkungan sosial budaya dan semua

kalangan masyarakat. Hubungan ontologis dan hubungan epistemik

pada metafora ini digambarkan sebagai berikut;

Hubungan Ontologis pada Metafora ABO UDEP DUA PAT

Hubungan Epistemik pada Metafora ABO UDEP DUA PAT

Siput

Beradaptasi

Lingkungan alam

Manusia

Beradaptasi

Lingkungan sosial

Siput dapat hidup di dalam

dua lingkungan alam yang

berbeda. Tubuhnya dapat

beradaptasi dengan

lingkungan darat dan air.

Seseorang yang dapat bergaul

dalam lingkungan sosial

yang berbeda. Orang tersebut

dapat beradaptasi dengan

semua golongan masyarakat.

Page 99: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

92

Metafora berikutnya yang dari kelompok fauna adalah

metafora yang menjadikan kepiting yang dalam bahasa Aceh

disebut bieng sebagai ranah sumber . metafora tersebut adalah

BIENG BAK BABAH BUBEE. Struktur frasa nomina bieng bak

babah bubee merupakan pengabungan dari nomina being, preposisi

bak dan nomina babah dan bubee, secara harfiah bermakna

‘kepiting di mulut bubu’, dengan rincian sebagai berikut:

being ‘kepiting’

bak ‘di atau pada’

babah ‘mulut’

bubee ‘bubu’

Bubu adalah alat penangkap ikan tradisional yang dibuat

dari anyaman bamboo, bentuknya seperti kerucut memanjang.

Kedua-dua sisi bubu berlubang yang disebut sebagai babah bubee

yaitu mulut bubu. Babah bubee, kedua-duanya memiliki ukuran

berbeda. Babah bubee yang dipahami sebagai babah bubee muka

‘mulut bubu depan’, ukurannya lebih besar daripada babah bubee

ikue ‘mulut bubu belakang’. Bentuk bubee dibuat sedemikian rupa

agar jika ikan-ikan masuk ke dalam nya, ikan- ikan tersebut tidak

dapat keluar lagi. Bubee dipasang di rawa-rawa yang banyak

ikannya.

Nelayan atau penangkap ikan dari masyarakat Trumon,

yang menggunakan bubee sebagai media penangkap ikan, sering

Page 100: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

93

sekali menemukan babah bubee ditutup oleh seekor bieng

‘kepiting’ yang menyebabkan ikan- ikan tidak dapat masuk

kedalamnya. Kepiting tersebut hanya menempel menutupi babah

bubee, dan tidak masuk ke dalam bubee. Kenyataan ini akhirnya

membuat pemilik bubee tidak memperoleh hasil tangkapan ikan

sebagai mana yang diharapkannya. Dari keadaan ini muncul

metafora BIENG BAK BABAH BUBEE.

Makna metaforis dari metafora BIENG BAK BABAH

BUBEE ditujukan kepada seseorang yang gemar menghalang-

halangi perbuatan, pekerjaan atau rencana pekerjaan orang lain.

Orang seperti ini selalu merasa bahwa pekerjaan tersebut hanya dia

seorang yang dapat melakukannya dan merasa jika tanpa campur

tangannya maka pekerjaan tersebut tidak akan dapat diselesaikan

dengan baik, walaupun pada kenyataannya dia sendiri tidak dapat

mengerjakan pekerjaan tersebut. Contoh tuturan sebagai berikut:

Nyo payah ta pengah bak awak nyan, jih BIENG BAK

BABAH BUBEE.

Makna tuturan ini adalah:

“Kali ini kita harus peringatkan dia. Dia suka sekali

menghalang-halangi pekerjaan orang. Padahal dia sendiri tidak

dapat melakukannya.”

Hubungan Ontologis pada Metafora BIENG BAK BABAH

BUBEE

Page 101: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

94

Hubungan Epistemik pada Metafora BIENG BAK BABAH

BUBEE

Metafora Ekosistem

Metafora ekosistem merupakan sebuah peristilahan yang

banyak dibicarakan dalam pustaka ekolinguistik. Menurut Fill dan

Muhlhausler (2001:43) bahwa ekolinguistik bermula dari sebuah

metafora yang pertama sekali dibicarakan oleh Haugen (1970),

yaitu tentang interaksi antara bahasa apa saja dengan lingkunganya.

Haugen (1972:325) berusaha membandingkan hubungan ekologi

antara spesies binatang dan tumbuhan tertentu dengan lingkungan

alamnya. Dalam hal ini ekologis secara metaforis ditranformasikan

ke dalam bahasa di dalam sebuah lingkungan.

Metafora ekosistem merupakan konsep atau bentuk yang

sangat bergantung kepada beberapa aspek yaitu lingkungan alam,

Ketika pintu bubu ditutup

oleh kepiting, ikan-ikan

tidak dapat masuk

kedalamnya. Kenyataan ini

merugikan nelayan

Ketika seseorang

menghalangi pekerjaan

orang. Pekerjaan itu

tidak bisa diselesaikan.

Kenyataan ini akan

merugikan orang lain.

Kepiting

Penghalang

Merugikan orang

Manusia

Penghalang

Merugikan orang

Page 102: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

95

pengetahuan bahasa manusia serta penggunaan bahasa tersebut

dalam penyampainnya di sebuah masyarakat tutur. Ketiga

komponen ini berada di dalam kognitif pemakai bahasa dalam

sebuah masyarakat tutur. Yang dimaksud dengan kognitif seperti

yang diungkapkan oleh Kovecses (2006:5) adalah gambaran yang

ada dalam pikiran manusia yang diekspresikan atau dinyatakan

dalam bahasa manusia tersebut. Oleh sebab itu penggunaan

metafora ekosistem tidak hanya bergantung kepada satu aspek saja.

Metafora ekosistem menurut Fill dan Muhlhausler

(2001:104), banyak bergantung kepada sosiokultural, unsur

kognitif masyarakat tutur bahasa tersebut. Waktu, situasi, dan ranah

penggunaan bahasa juga memengaruhi bentuk metafora bahasa

tersebut. Keterhubungan antara unsur-unsur ini jelas tergambar

seperti yang terjadi pada awal abad ke sembilan belas, kebutuhan

air sebagai bahan pokok kehidupan secara ekslusif disejajarkan

dengan uang yang memunculkan metafora seperti central money

supply ‘central water supply’. Selanjutnya metafora water is

money, sangat popular saat itu. Dalam praksisnya metafora Inggris

water is money juga jelas menggambarkan betapa sumber air

(mineral) dieksploitasi dan bernilai ekonomis tinggi, di antaranya

juga merusak dan menggerus lingkungan.

Seorang pakar ekolinguistik yang bernama Wilhelm

Trampe (1990) telah menggunakan metafora ekosistem dalam

menjabarkan bahasa dan penggunaannya dalam interaksi bahasa

tersebut dengan lingkungan alam, yaitu alam semesta. Penggunaan

Page 103: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

96

leksikon industri agrikultur pada kata produksi yang secara harfiah

bermakna menghasilkan dan berkembang mengandung ideologi

ekonomi sehingga memunculkan makna metaforis menghancurkan

dan menghilangkan. Inilah efek penggunaan metafora yang

sebenarnya terjadi. Metafora lain yang berkembang dalam

masyarakat industri memposisikan bahasa sebagai alat atau

instrumen komunikasi seperti dalam definisi bahasa “language is a

tool or an instrument of communication”. Sesungguhnya alat atau

pun instrumen merupakan benda-benda yang digunakan dan

bermanfaat untuk kepentingan hidup dan kehidupan manusia

seperti palu, gergaji, komputer dan alat-alat lainnya. Pemaknaan

bahasa itu sendiri sudah dimetaforakan ke dalam metafora

ekosistem, lihat Fill dan Muhlhausler (2001:45).

Metafora ekosistem memiliki cakupan yang luas yang

sangat berkaitan dengan beberapa aspek ekologis di luar bahasa

seperti yang dinyatakan oleh Fill dan Muhlhausler (2001:3) yaitu:

a. Keberagaman (diversity) makhluk dari lingkungan alam

atau kandungan ekologinya, seperti flora, fauna,

kandungan mineral yang ada di lingkungan alam

tersebut.

b. Faktor-faktor yang mempertahankan keberagaman

tersebut.

c. Keteraturan lingkungan alam yang ada.

d. Hubungan timbal balik antara makhluk di lingkungan

alam tersebut dengan ekologinya.

Page 104: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

97

3. Klasifikasi Metafora

Berdasarkan pembentukan dan penggunaannya, menurut

Kovecses (2006:120-130) bahwa metafora dapat diklasifikasikan

ke dalam empat jenis metafora. Pertama metafora berdasarkan

konvensi atau non konvensi. Dalam hal ini tidak ada hubungan

istilah konvensi yang lazim digunakan dalam kajian linguistik yang

mengacu kepada terminologi arbitrer yaitu hubungan arbitrari

antara bentuk (form) linguistik dan makna. Konvensi dimaksud

mengacu kepada suatu persetujuan dan kesepakatan yang mendasar

dari anggota masyarakat tutur untuk menggunakan bahasanya pada

komunikasi antar sesama.

Jenis ke dua adalah metafora secara alami, yaitu

berdasarkan pengetahuan dari pengalaman yang terjadi berulang-

ulang secara regular yang terekam dalam kognitif manusia.

Manusia melihat sesuatu yang dirasakan mempunyai hubungan

sifat yang sama atau hampir sama dengan sesuatu lainnya, yang

terjadi secara alami kemudian kemiripan ini dijadikan sebagai dasar

pembentukan metafora bahasa mereka.

Munculnya metafora juga dapat termotivasi oleh

pengalaman diri atau rasa, dan dapat pula terbentuk yang berasal

dari pengalaman didasari oleh pengalaman inderawi yang terekam

dalam pikiran atau kognitif manusia. Rekaman yang ada dalam

pikiran manusia ini yang menghubungkan antara ranah sumber dan

ranah target.

Page 105: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

98

Metafora ke tiga ini merupakan klasifikasi metafora yang

berkaitan dengan fungsi kognitif. Dikatakan demikian karena

pemetaan silang dari ranah sumber ke struktur ranah target melalui

bentuk pemetaan silang yang ada di dalam pikiran manusia yang

mencirikan metafora tersebut, seperti. HANGATNYA KASIH

SAYANG IBU, Seorang ibu memeluk bayinya dengan rasa sayang.

Bayi yang dipeluk merasa hangat karena ketika di peluk fungsi

afektif yang menghubungkannya dengan otak bekerja dan pada

waktu yang bersamaan wilayah otak yang menghubungkan indera

perasa juga bekerja sehingga pelukan itu terasa hangat.

Jenis ke empat adalah klasifikasi metafora yang

dikategorikan sebagai bentuk umum. Klasifikasi ini terdapat pada

hasil pemetaan silang dari ranah sumber yang non manusia kepada

ranah target manusia atau sebaliknya, sebagai contoh John is a

LION. ‘John seekor singa’ Metafora seperti ini dianggap termasuk

ke dalam klasifikasi metafora umum. Ekspresi metafora seperti ini

juga ditemukan pada penggunaan bahasa komunitas tertentu ketika

berinteraksi dengan mitra tutur sangat akrab. Contoh seperti eh

udah lama kita gak jumpa kemana aja kau hantu, dan eh setan

kecil sana tidur udah malam nih atau eh tuyul pergi tidur sana.

Metafora ini juga amat sering diucapkan ketika dalam suasana

marah seperti bodat kau, (bodat, bahasa Batak bermakna anjing)

dasar hantu lou, eh setan kemana mata kau, binatang kau ya gak

punya otak, jin siblah abin kah (jin berpayu dara sebelah ) bahasa

Aceh dikatakan kepada seseorang yang sangat jahat perangainya.

Page 106: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

99

D Evolusi Bahasa

Bahasa layaknya species yang hidup di lingkungan alam

yang dapat hidup dan berkembang, dapat berubah dan dapat pula

lenyap atau mati. Jika bahasa itu digunakan oleh banyak dan

bertambah banyak penuturnya maka bahasa itu akan tumbuh dan

terus berkembang. Namun jika jumlah penuturnya sedikit dan terus

berkurang, dikhawatirkan bahasa itu akan bergeser, berubah,

lenyap atau berevolusi. Interelasi penyebab perubahan dan efek

dari perubahan itu dalam bahasa dapat berasal dari pengaruh

persinggungan bahasa menuju kearah perubahan sikap bahasa, dan

perilaku dari suatu masyarakat tutur terhadap masyarakat tutur

lainnya. Bahasa dunia, bahasa internasional, bahasa Inggris,

sebagai contoh sudah merajai ranah penggunaan bahasa di dunia

sehingga hampir disetiap tapak bumi ini ditemukan masyarakat

bilingual bahasa Inggris dan bahasa etnik atau bahasa nasional

masyarakat tersebut.

Pada umumnya penggunaan bahasa sebagai kode pada

masyarakat bilingual tersebut, akan terjadi persinggungan pengaruh

bahasa yang satu kepada bahasa lainnya dan biasanya pengaruh ini

kebanyakan terjadi pada bentuk-bentuk leksikal dan sedikit

kemungkinan terjadinya perubahan pada tatanan struktur

gramatikal bahasa-bahasa yang bersinggungan tersebut.

Penggunaan bentuk-bentuk leksikal ini, dapat berupa adopsi untuk

menyatakan beberapa situasi yang dapat diekpresisikan dalam satu

bentuk kosa-kata, sebagai contoh, kata Flexsible, loading, slim, dan

Page 107: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

100

lainnya lebih cenderung digunakan oleh masyarakat bahasa

Indonesia. Kata Flexsible, misalnya dapat mewakili beberapa

situasi, seperti ‘mudah dilenturkan’, ‘mudah disesuaikan’, ‘mudah

diubah-ubah dan seterusnya. Adopsi yang demikian dapat terjadi

secara total dan pada umumnya, disebabkan oleh kurangnya kosa-

kata dalam khasanah bahasa yang satu dibandingkan dengan

khasanah bahasa lainnya.

Mufwene (2004:146) berpedapat bahwa ini semua dapat

terjadi disebabkan oleh evolusi bahasa. Pakar ekolinguistik ini

membedakan dua jenis evolusi tersebut, yaitu evolusi progresif dan

evolusi seleksi alam

1. Evolusi Progresif

Evolusi progresif merupakan proses perubahan bahasa

menuju ke arah perubahan yang berkembang pesat. Bahasa-

bahasa yang sangat kuat biasanya akan berubah kearah yang lebih

baik. Kata baik disini diperuntukkan kepada kebemanfaatan

bentuk-bentuk leksikal yang dapat mewakili setiap pemaknaan

dalam kode-kode lingual.

Pada hakekatnya Semua bahasa di dunia mengalami

perubahan dari masa ke masa berbanding lurus dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam ekolingistik

perubahan demikian juga dapat dianggap sebagai suatu peristiwa

evolusi bahasa.

Page 108: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

101

Contoh perubahan unsur-unsur bahasa baik dalam struktur

leksikal maupun dalam stuktur gramatikal yang paling banyak

ditemukan adalah perubahan pada atau dalam tubuh bahasa Inggris.

Perubahan dalam bahasa ini wajar saja terjadi sebab melebihi

setengah masyarakat tutur dunia merupakan masyarakat bilingual,

bahasa Inggris dan bahasa etniknya. Kemudian, sebagaimana

diketahui bersama bahwa bahasa tersebut sudah sejak lama

ditetapkan sebagai lingua franca di PBB. Bahasa ini juga berada

pada rangking teratas bahasa-bahasa dunia yang diikuti oleh bahasa

Perancis, bahasa China, bahasa Japan, dan bahasa Arab, sehingga

bahasa Inggris menjadi bahasa dominan dan mengisi ranah-ranah

penggunaan bahasa di seantero dunia.

sepanjang perjalannya sebagai bahasa pemersatu di dunia

internasional, perubahan tetap saja berlangsung di wilayah

penggunaan bahasanya yang pada umumnya memperkaya bahasa

tersebut. Sehingga evolusi bahasa pada bahasa Inggris dapat

dikatagorikan sebagai suatu bentuk evolusi yang bersifat progresif.

Menurut Fought (2006: 46-47) bahwa satu diantara

beberapa contoh perubahan yang terjadi pada bahasa Inggris dapat

dilihat pada contoh pola bahasa Inggris Amerika Afrika yang lazim

disebut dengan singkatan AAVE, merupakan sebuah akronim

berasal dari African American Vernacular English. AAVE

merupakan bahasa Inggris yang digunakan oleh kebanyakan

masyarakat tutur etnik kulit hitam (Afrika – Amerika) di Amerika.

AAVE merupakan bahasa yang memiliki sistem gramatikal dan

Page 109: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

102

fitur-fitur linguistik yang berbeda dengan sistem gramatikal dan

fitur linguistik variasi bahasa Inggris dialek Amerika lainnya.

Bahasa Inggris yang digunakan di wilayah Asia, seperti

bahasa Inggris yang digunakan di Singapura yang disebut sebagai

Singlish (Singaporean- English). Bunyi-bunyi (fonem ) bahasa

Inggris yang digunakan di negara Singapura banyak dipengaruhi

dan sistem fonem bahasa China dan sebagian bunyi (fonem)

bahasa Melayu. Sehingga bunyi fonem bahasa Inggris di negara ini

disesuaikan dengan bunyi fonem bahasa tersebut, Sebagai contoh:

Bahasa Inggris Singlish

I share with you I se wit yu

Like this laik dis

Negara India merupakan negara yang pernah dijajah oleh

Negara Inggris, dan walaupun sudah merdeka setengah abad

lamanya, bahasa Inggris masih diposisikan sebagai salah satu

bahasa resmi negara tersebut. Kedudukan bahasa Inggris berada

dalam urutan kedua setelah bahasa Hindi, disebabkan oleh

keberadaan kedua-dua bahasa ini sebagai bahasa resmi yang benar-

benar sudah berdampingan sejak India merdeka ( kedua –dua tidak

dideklarasikan oleh konstitusi), maka dalam ranah-ranah tertentu,

percampuran bahasa (campur kode) antara kedua bahasa tersebut

sudah pasti tidak dapat dielakkan dan sudah pula terjadi. Fakta

empiris menunjukkan bahwa kode-kode lingual bahasa Inggris

yang dipergunakan disini tidak persis sama secara keseluruhan

dengan kode-kode lingual sebagai mana bahasa Inggris dari domain

Page 110: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

103

asalnya (point of origin), sehingga penutur asli Bahasa Inggris akan

menemukan beberapa kesulitan ketika berkomunikasi dengan

mereka. Perubahan bahasa seperti ini berada pada evolusi

progressif, karena perubahan tidak hanya terbatas kepada

perubahan dan percampuran bentuk leksikon namun terjadi pula

perubahan pada tatanan struktur kalimat atau tuturan. Salah satu

contoh bentuk percampuran tersebut pada iklan tayangan shampo

come on girls ,waqs hai shine, karne ka’ ‘ayo remaja-remaja wanita

saatnya rambut bersinar’. Contoh lain adalah:

Bahasa Hinglish Bahasa Inggris

(1)You here yesterday? Were you here yesterday?

(2)no class tomorrow eh(na) no class tomorrow, right

(3) you are Indonesia, Isn’t it ? you are Indonesia, aren’t

you?

Pada struktur gramatikal , pelesapan bentuk to be lazim

dilakukan pada kalimat tanya seperti pada contoh (1), bentuk to be

were dilesapkan. Kemudian penutur bahasa juga selalu

menambahkan bentuk na atau eh di akhir kalimat. Bentuk na dan

eh berasal dari bahasa Hindi yang bermakna right atau okey yang

biasa ditempatkan di akhir kalimat, sehingga sering dijumpai dalam

tuturan seperti (2). Stuktur kalimat (3) yaitu stuktur kalimat yang

digunakan untuk mengekspresikan penekanan isi pesan yang

disampaikan. Tuturan ini tidak mengikuti kaidah bahasa Inggris,

isn’t it tidak seharusnya ditempatkan dalam tuturan ini. Bentuk

Page 111: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

104

aren’t you digantikan oleh bentuk isnt’t. Penyimpangan juga terjadi

di dalam leksikal, masyarakat bahasa memiliki kesukaran dalam

melafaskan bunyi [v], maka [v] diganti dengan bunyi [w],

sehingga leksikon development bertukar menjadi dewlapmen,

university menjadi uniwarsity. Bahasa Inggris yang digunakan

mereka disebut Hinglish.

2. Evolusi Seleksi Alam

Evolusi bahasa, jenis ke dua ini merupakan pola evolusi

yang terjadi pada tubuh bahasa yang beranalogikan kepada evolusi

teori Darwin. Evolusi bahasa disesuaikan dengan evolusi yang

terjadi melalui proses seleksi alam. Evolusi tipe ini dapat terjadi

secara utuh dalam tubuh bahasa dan dapat terjadi hanya pada kosa

kata sebuah bahasa dan evolusi ini dapat disebut sebagai evolusi

parsial.

Subtipe dari teori Darwin dimana spesis suatu populasi

berasal dari atau muncul berbeda dari lainnya. Walaupun bahasa

bukanlah termasuk ke dalam spesis biologi namun rentang umur

bahasa dan linguistik berhubungan satu sama lain sebagaimana

hubungan dalam rumpun biologi.

Diperkirakan terjadinya evolusi bahasa melalui seleksi

alam dapat disebabkan oleh eksploitasi lingkungan alam dan

bencana alam, serta perkembangan teknologi moderen. Bahasa juga

akan mengalami perubahan ketika ekologi yang menunjangnya

berubah. Perubahan bahasa yang diakibatkan oleh perubahan

Page 112: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

105

ekologi yang menunjangnya dapat dilihat dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Mbete (2009) pada bahasa Bali. Contoh yang

digambarkan pada hasil penelitian ini yaitu seperti hilangnya istilah

kekalen: air yang mengalir ke sawah/irigasi, telajakan: jalan

setapak dalam bahasa Bali. Kedua-dua istilah ini sudah asing

didengar, dan menjadi tidak umum lagi penggunaannya dalam

masyarakat tutur bahasa Bali terutama pada masyarakat tutur

generasi muda. Evolusi ini dapat pula dilihat pada ideolek dari

individu penutur yang berbeda antara satu penutur dengan penutur

lainnya. Evolusi bahasa melalui seleksi alam juga dapat dilihat dari

persinggungan dua bahasa yang mengakibatkan pergeseran ataupun

peleburan pada kedua bahasa tersebut yang akhirnya melahirkan

bentuk dan pola yang membawa atau melenyapkan sifat-sifat

genitis dari kedua bahasa tersebut seperti pada bahasa-bahasa kreol

di Louisiana. Bahasa kreol di Louisiana merupakan suatu evolusi

bahasa terjadi akibat dari persinggungan beberapa bahasa yang

ditimbulkan oleh beberapa latar belakang budaya dan bahasa

berbeda. Secara historis masyarakat Louisiana merupakan imigran

yang berasal dari berbagai belahan dunia. Kebanyakan dari mereka

merupakan budak dan masyarakat sederhana yang bermigrasi

dengan tujuan untuk meninggkatkan ekonomi keluarga. Akibat dari

mobilisasi ini beberapa bahasa berkumpul disana, seperti Inggris,

Perancis, Spanyol dan bahasa-bahasa Eropa lainnya. Dari

persinggungan bahasa ini muncul sebuah kreol yang dikenal

sebagai bahasa Acadian- French yang dianggap sebagai bahasa

Page 113: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

106

kreol dan merupakan bahagian dari dialek bahasa Perancis, (priksa

Frought 2006:90)

Keberadaan spesies dan kondisi kehidupan mereka tidak

dapat dipandang sebagai dua bagian terpisah, tetapi sebagai satu

bagian yang utuh, demikian pula halnya dengan bahasa ibu dan

etnik tidak dapat dicirikan secara individual. Hubungan paralel ini

tidak berarti bahwa bahasa dan spesies biologi sama dalam semua

hal. Satu hal mutlak yang dapat membedakan keduanya adalah

bahwa bahasa bukan lah organisme hidup. Bahasa ditranformasikan

dari satu generasi ke generasi berikutnya oleh penutur bahasa.

Berbeda dengan spesies biologi yang diturunkan melalui

perkawinan dan pembuahan. Eksistensi sebuah bahasa sangat

bergatung kepada jumlah penuturnya dan minat penutur untuk tetap

menggunakan bahasa tersebut secara bersama-sama sebagai

tampilan identitas diri dan merasa bangga akan keberadaan bahasa

tersebut.

Evolusi Penggeseran penggunaan peralatan tradisional

disebabkan oleh masuknya alat-alat elektronik yang serba praktis,

menjadikan beberapa kata dan istilah menjadi asing karena sudah

tidak digunakannya lagi peralatan tersebut di Desa Trumon,

sebagai contoh geunuku, yaitu alat yang digunakan untuk

mengukur kelapa sudah berganti dengan mesin pengukur kelapa.

Ketergusuran geunuku akibat dari sudah tidak dipergunakan lagi,

tidak berpengaruh pada penggunaan

Page 114: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

107

Kesimpulan

Konsep metafora seperti yang digambarkan oleh Kovecses

(2006:171),berisikan skema sumber yang dalam hal ini

menyangkut ranah yang bersifat fisik dikodekan secara verbal

kepada ranah yang bersifat abstrak seperti, pada metafora green

house, green speak, dan lainnya. Konsep metafora akan

dibicarakan lebih mendetail dalam buku ini pada halaman lainnya.

Metafora ekologi menurut Fill dan Muhlhausler (2001:104),

banyak bergantung kepada sosiokultural dan unsur kognitif

masyarakat tutur bahasa tersebut. Termasuk pula kedalamnya,

waktu, situasi, dan ranah penggunaan bahasa yang dapat pula

memengaruhi bentuk metafora bahasa tersebut. Keterhubungan

atau kesalingterhubungan antara unsur-unsur ini dengan bahasa

jelas tergambar seperti yang terjadi pada awal abad kesembilan

belas, kebutuhan akan air sebagai bahan pokok kehidupan, secara

eksklusif disejajarkan dengan uang yang memunculkan metafora

seperti central money supply, ‘central water supply’, dan metafora

water is money, sangat popular saat itu. Dalam praksisnya metafora

Inggris water is money atau metafora bahasa Indonesia, ‘air itu

uang’ juga jelas menggambarkan betapa sumber air (mineral)

dieksploitasi dan bernilai ekonomis tinggi, di antaranya juga

merusak dan menggerus lingkungan alam semesta.

Sebagai catatan tambahan, mengingat penelitian yang

berada di bawah payung ekolinguistik masih baru dan masih

langka, dan minimnya teori-teori khusus ekolinguistik secara utuh,

yang berdampak kepada minimnya jumlah penelitiannya yang

Page 115: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

108

dilakukan, maka diharapkan para linguis dan peneliti bahasa

melirik pada kajian ini. Jika kita berupaya ke arah ini pastilah

kajian ekolinguistik akan berjaya, sebab lahan kajian ekolinguistik

terbentang luas dan dengan penyediaan ratusan bahkan ribuan data

yang dapat dijadikan materi kajian. Disebabkan kajian ini masih

memanfaatkan data berkaitan dengan bahasa dan lingkungan

ekologis suatu masyarakat bahasa secara empiris dan holistik yang

harus dijabarkan dan didiskripsikan secara jelas maka sangat

diperlukan metode penelitian yang dapat menggali secara

mendalam terhadap hal yang berkaitan dengan lingkungan ekologis

tersebut, maka metode yang dapat dilakukan melalui kualitatif

(qualitative research). Disamping itu juga belum tersedianya

kuesioner yang standar untuk jenis penelitian ini, sehingga metode

melalui pendekatan kualitatif sangat dibutuhkan untuk

mendapatkan poin-poin penting yang dapat digali secara maksimal

sehingga hal-hal terkecil dapat tertangkap dan tidak terlewatkan.

Asta Kosala Kosali in its main section is usually filled with rules

that determine the ideal dimensions of the building, measured by

the size of the human body by using the measuring unit Tapak

(feet), Depa (arm), Lengkat (fingers). This is so that the house will

become ideal with the owner of the house. Lontar is the most

widely used by the people of Bali in the manufacture of traditional

Balinese buildings. One of the physical forms of Balinese

architecture using the Asta Kosala-Kosali reference is a residential

building. In the architecture of the house, the undagi have the same

reference as other Balinese traditional buildings although there are

Page 116: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

109

differences in buildings based on the function of the building

(Dwijendra, 2008). PAGE 291

DAFTAR PUSTAKA

Athaillah dan Abdullah Faridan. 1984. Ungkapan Tradisisonal

sebagai Sumber Informasi Kebudayaan Daerah Istimewa

Aceh. Jalarta: DEPDIKBUD.

Bernie S. Siegel. 1993. Peace,Love& Healing. Harper Perennial,

dalam Lindo, Anna Vibeke dan Jeppe Bundsgaard. 2000.

Dialectical Ecolinguistics: Three Essays For The Symposium

30 Years of Language and Ecology in Graz December 2000.

Odense: University of Udense. Research Group for Ecology,

Language and Ideology Nordisk Institut.

Cruse, D Alan. 2000. Meaning in Language:An Introduction

to Semantics and Pragmatics. New York: Oxford University

Press.

Damayanti, Sani. 2017. The Udagi Lexicon In The Manifacture

Of Residential Houses Based On Asta Kosala Kosali Concept

in Denpasar. [Dikutip 3 Januari 2019] tersedia dari

https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret.

Djojosuroto, Kinayati. 2007. Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Pustaka

Book Publisher.

Page 117: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

110

Fill, Alwin dan Peter Muhlhausler (Eds). 2001. The Ecolinguistics

Reader: Language, Ecology, and Environment. London and

New York: Continuum.

Finergan Edward dan Niko Besnier. 2000. Language, its structure

and use. Florida: Harcourt Brace Jovanovich Publishers

Fought, Carmen. 2006. Language and Ethnicity. New York:

Cambridge University Press.

Goodluck, Helen. 1996. Language Acquisition, A linguistic

Introduction. Masschusetts: Blackwell Publishers Ltd.

Hasjim M. K. 1977. Peribahasa Aceh. Banda Aceh: Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

Haugen, Einer. 1972.The Ecology of Language. Standford, CA:

Standford University Press.

Heine, Bernd. 1997. Cognitive Foundation of Grammar. New

York, Oxford University Press.

Kovecses, Zoltan. 2006. Languange, Mind, And Culture: A Prac

tical Introduction.

New York: Oxford University Press.

Kridaklasana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Lakoff , George dan Mark Johnson. 1980. Metaphors We Live By.

Chicago: Chicago University Press.

Page 118: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

111

Lindo, Anna Vibeke dan Jeppe Bundsgaard. 2000. Dialectical

Ecolinguistics: Three Essays For The Symposium 30 Years of

Language and Ecology in Graz December 2000. Odense:

University of Udense. Research Group for Ecology, Language

and Ideology Nordisk Institut.

Lyons, John. 1995. Introduction to Theoretical Linguistics.

Cambridge: Cambridge University Press.

M.S, Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan srategi,

metode, dan tekniknya. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Mbete, Aron Meko.2002. Ungkapan- Ungkapan dalam Bahasa Lio

dan Fungsinya dalam Melestarikan Lingkungan. Jurnal

Linguistika: Wahana Pengembangan Cakrawala

Linguistik.Tahun 2002 Volium 9. Denpasar: Program Studi

Magister dan Doktor Linguistik Udayana.

Mbete, Aron Meko. 2009. Ragam Bahasa Bali yang sekarang

tidak umum [dikutip 15 Juni 2011]. Tersedia dari

http://linguistics1.blogspot.com/2009/01/ekolinguistik.htm

Mbete, Aron Meko. 2011. Eko Linguistik: Perspektif

Kelinguistikan yang Prospektif. Kendari: Bahan Pembelajaran

Awal Ekolinguistik Program Pascasarjana Universitas

Haluoleo.

Mbete, Aron Meko. 2013. Penuntun Singkat Penulisan Proposal

Penelitian EKOLINGUISTIK. Denpasar: Vidia.

Page 119: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

112

Mufwene, Salikoko. S. 2004. The Ecology of Language Evolution.

Chicago: Cambridge University Press.

Muhlhausler, Peter. 2003. Language of Environment-Environment

Of Language. A Course in Ecolinguistics, London:

Battlebridge.

Ni Wayan Nina Astuti. 2015. Khasanah Leksikon Tanaman

Upacara Upakara (Ritual)Pada Guyup Tutur Bahasa Bali Di

Sukawati, Gianyar. Dalam Kajian Linguistik Jurnal Ilmiah

Ilmu Bahasa, Agustus 2015 Tahun 12, Nomor 2. Medan:

Program Studi Linguitik Fakultas Ilmu Budaya USU.

Nuzwaty, dkk. 2014. Metaphorical Expression of Bahasa Aceh in

Trumon of South Aceh: Ecolinguitics Study. Dalam IOSR

jounal of Humanities and Social Science Volume 19 Issue:11 (

version- III). Tersedia dari: www.iosrjournals.org

Nuzwaty. 2016. Keterhubungan Antara Kehidupan Manusia

Dengan Dunia Fisik-Biologis Alam Semesta Diekpresikan

Dalam Ungkapan Metaforik Pada Komunitas Tutur Aceh Di

Desa Trumon Aceh Selatan: Kajian Ekolinguistik. Dalam

Tutur Jurnal Asosiasi Peneliti Bahasa-Bahasa Lokal Vol 3,

No.1, Februari 2017. Tersedia dari: http://tutur.apbl.org/ind

Samuri, Dr, Prof. 2000. Analisa Bahasa, Jakarta: Penerbit

Airlangga.

Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik,Medan: Penerbit Poda

Page 120: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

113

Susilo, Rachmad K. D. 2008. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Suciati, Dr, S. Sos, M. Si. 2015. Psikologi Komunikasi Sebuah

Tinjauan Teoriti dan Perspektif Islam. Yokyakarta: Buku

Letera.

Stibbe, Arran.2015. Ecolinguistics: Language, ecology and the

stories we live by,New York: Routledge.

Syamsuddin, T dan Razali Umar. 1985. Upacara Tradisional Yang

Berkaitan Dengan Peristiwa Alam Dan Kepercayaan Daerah

Istimewa Aceh. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan

Kebudayaan.

RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 3, No. 2 Oktober 2017,

Page 290-296 Available Online at

https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret P-ISSN: 2406-

9019 E-ISSN: 2443-0668

Internet https://kbbi.web.id > ekologi

https://id.m.wikipedia.org>wiki> Bahasa India

Page 121: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

114

Glosari:

Untuk memudahkan pemahaman kita terhadap kajian

ekolinguistik dalam buku ini, maka berikut ini ditampilkan

beberapa istilah ataupun terminologi yang kerap digunakan di

dalamnya.

A

AAVE: African American Vernacular English yaitu bahasa

bahasa vernakular atau bahasa keseharian yang digunakan oleh

masyarakat kulit hitam di Amerika. Bahasa ini juga dianggap

sebagai dialek dari bahasa Inggris di Amerika.

Abo: siput, binatang kecil melata di pinggir pantai, termasuk

ke dalam spesies amphibi.

Allocritos:

Analogi:

Angen : angin

Asam Sunti: belimbing wuluh yang sudah dijemur dan

dikeringkan

Anomali:

B

Bahasa lingkungan: bentuk kosa kata atau leksikal yang

digunakan untuk pelestarian lingkungan alam , pencemaran

alam, pengrusakan hutan.

Bang-bang : suara pintu diketuk, buara tembakan

Bu kulah: nasi dibungkus berbentuk piramida yang dijadikan

sajian untuk upacara jamuan pada acara perkawinan, tujuh

bulanan

Page 122: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

115

Blue speak:

Brown speak:

Bu phet: lepat dari tepung beras

Bu leukat: ketan

Bu leumak: beras yang dimasak dengan santan (nasi lemak),

dimakan bersama lauk pauk, dan biasa disajikan untuk sarapan

pagi

Bu kanji: bubur nasi yang dimasak bersama rempah-rempah

dan daging ayam, daging sapi, udang dan cumi-cumi. Pangan

ini biasanya dihidangkan saat berbuka puasa. Panganan ini

hkusus untuk bulan Ramadhan

Bu kuneng: lepat yang diisi dengan pisang di dalamnya.

bu leugok

Buya: buaya

C

Camplie cina; cabai rawit atau cabai kecil yang rasanya sangat

pedas

D

Dimensi ideologis (ideological dimension): hal yang berkaitan

dengan pikiran manusia dan pemahaman manusia tentang

segala sesuatu yang terekam dalam kognitif, mental, ideologi,

dan sistem psikis

Dimensi sosiologis (sociological dimension): hal yang

berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat, termasuk ke

dalamnya adalah rasa saling mengenal, saling menyayangi,

saling membenci.

Page 123: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

116

Dimensi biologis (biological dimensional): sesuatu hal yang

berkaitan dengan kehidupan biota alam dan segala sesuatu

yang terdapat dalam alam, termasuk ke dalamnya lingkungan

alam dan hidup berdampingan dengan spesies lain yaitu flora,

fauna.

Domain:

Dua: dua

E

Efeumisme:

Ecoregion: wilayah atau daerah yang

Ekolinguistik: kajian yang menyandingkan kajian linguistik

dengan ekologis. Kajian ini juga sebuah kajian interaksi antara

bahasa-bahasa dan lingkungannya.

Epiphora:

F

Fisei:

G

Green speak:

H

Han : tidak, bukan

Hana : tidak ada

Hindlish:

Hubungan ontologis : interelasi yang melibatkan entitas dalam

dua ranah dalam kesamaan sifat.

Page 124: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

117

Hubungan epistimik : melibatkan hubungan pengetahuan

tentang kedua entitas yang menggambarkan adanya kesamaan

ciri atau sifat keduanya.

J

Jeungki:

K

Kayee : kayu, pohon

Kreol:

Kokorico : ayam berkokok

Kromo Inggil:

L

Laen: lain atau selain dari

Laot: laut

Lam: di dalam

Lhok: lubuk

Lingkungan bahasa: lingkungan budaya, lingkungan sosial

masyarakat tutur.

Lingkungan fisik: merupakan lingkungan alam, geografi yang

menyangkut topografi seperti, iklim, biota, curah hujan,

lingkungan sosial dan lingkungan budaya berkaitan dengan

hubungan antara pikiran dan aspek kehidupan masyarakat

tersebut seperti agama, etika, politik.

Logos: ilmu pengetahuan baik yang bersifat eksakta dan non

eksakta

M

Madio:

Page 125: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

118

Meraban:

Mumeet : bergerak, bergeser

Meung : kalau, jika

N

Na : ada

Ngoko:

Neolithikum:

Nomos:

Nyuh:

O

Oikos: lingkungan

On : daun

P

Paleolithikum:

Pane : bagaimana

Panjenengan:

Part of speech:

Pat: tempat, kediaman

Parameter ekolinguistik: dimensi keterkaitan antara bahasa

dengan lingkungan alam dan lingkungan sosial masyarakat

atau masyarakat tutur, entitas yang biotik dan yang abiotik

Parameter keterhubungan atau parameter kesalingterhubungan

(interrelationship): gambaran tentang hubungan timbal balik

antara makhluk di suatu lingkungan alam dengan ekologinya

(ecoregion) yang dapat terpantul pada kode-kode leksikal.

Page 126: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

119

Parameter keberagaman (diversity): keberagaman yang ada di

dalam perbendaharan kosa kata sebuah bahasa terpancar dari

lingkungan fisik dan lingkungan sosial atau lingkungan

budaya tempat bahasa itu berada dan digunakan.

Parameter lingkungan (environment): parameter yang

menjelaskan adanya hubungan antara ekologi dengan spesies

hewan atau fauna dan tanaman atau flora, serta seluruh

kandungan mineral yang berada di suatu lingkungan ekologi

Pemetaan atau pemetaan silang ranah (cross domain mapping),

yaitu transformasi dari ranah sumber kepada ranah

target dalam pembentukan metafora.

Pengalaman tubuh (bodily experience): pengalaman empirik

yang dialami oleh tubuh manusia dan juga yang dialami

melalui inderawi manusia.

Piih:

R

Ranah sumber (source domain) : pola acuan atau rujukan

dalam pembentukan metafora

Ranah target (target domain) : sasaran yang menjadikannya

sebagai metafora.

S

Sampean: anda

Sekar:

Social engineering:

Singlish:

Page 127: PENGENALAN AWAL EKOLINGUISTIKpenelitian.uisu.ac.id/wp-content/uploads/2020/06/2... · umumnya menggambarkan representasi interelasi, interaksi dan interdepensi manusia dengan lingkungan

120

T

Tiying:

U

Udep: hidup

Undak Usuk:

W

Wedhus : domba, kambing biri-biri

Wedhus gembel: Domba berbulu tebal

Z

zoon politicon: mahluk bermasyarakat (manusia)