pengembangan sistem identifikasi multimodal dengan ...51).pdf · pendekatan untuk deteksi telinga...

8
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) ISSN: 2089-9813 Yogyakarta, 15 Maret 2014 436 Pengembangan Sistem Identifikasi Multimodal Dengan Mengunakan Wajah Dan Telinga Dedy Suryadi 1 , Risanuri Hidayat 2 ,Hanung Adi Nugroho 3 1 Program studi Teknik Elektro Universitas Tanjungpura Jl.Ahmad Yani 78124 Pontianak Telp/fax. (0561) 740186 2, 3 Program studi Teknik Elektro Universitas Gajah Mada Jl. Grafika No.2 Kampus UGM, Yogyakarta 55281 E-mail : [email protected] ABSTRAK Sistem identifikasi biometrik adalah sistem pengenalan pola otomatis yang mengakui seseorang dengan menentukan keaslian fisiologis dan atau perilaku tertentu karakteristik (biometrik) yang dimiliki oleh orang tersebut. sistem biometrik unimodal memiliki berbagai masalah seperti data berderau, derajat kebebasan dibatasi, non-universalitas dan penipuan. beberapa keterbatasan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan biometrika multi-modal pada teknologi identifikasi. citra dilewatkan ke modul pra-pengolahan untuk mengurangi penolakan palsu rate. dalam penelitian ini menggunakan kombinasi pca, lda dan dimensi fraktal sebagai pendekatan untuk ekstraksi fitur, memperoleh tingkat pengenalan 90.7%. peningkatan hasil pengenalan diperoleh saat biometrik wajah digabung dengan biometrik telinga. penggabungan ini dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan, mencapai tingkat pengenalan 98%. Kata Kunci: Biometrika, Identifikasi, Multimodal, PCA, LDA, Fractal Dimension ABSTRACT A biometric identification system is an automatic pattern recognition system that recognizes a person by determining the authenticity of a specific physiological and/or behavioral characteristic (biometric) possessed by that person. Unimodal biometric systems contend with a variety of problems such as noisy data, restricted degrees of freedom, non-universality and spoof attacks. Some of these limitations can be overcome by employing multi-modal biometric identification technologies. The study presented in this study to combined face and ear algorithms as an application of human identification. Images are passed to a pre-processing module in order to reduce False Rejection Rate. In this study used a combination of PCA, LDA and fractal dimension as an approach to feature extraction, obtaining 90.7 % recognition rate. Improvement in recognition results is obtained when face biometric is fused with ear biometric. The fusion is done at decision level, achieving a recognition rate of 98 %. Keywords: Biometrics, Identification, Multimodal, PCA, LDA, Fractal Dimension 1. PENDAHULUAN Identifikasi Personal akhir-akhir ini menjadi isu yang sangat penting dalam masyarakat jaringan. Disamping itu masih berkembang metode identifikasi tradisional, yang tersebar luas dalam sistem komersial, memilik banyak kelemahan. Metode terkenal seperti Personal Identification Number (PIN), login dan password, kartu identifikasi atau menggunakan kunci tertentu mengharuskan pengguna untuk mengambil bagian aktif dalam proses identifikasi. Selain itu, metode- metode tradisional tidak dapat diandalkan karena sulit untuk diingat baik itu PIN dan password, dan ini dapat mudah hilang. Kelemahan lainnya adalah kurang keamanannya, seperti kartu dan kunci sering dicuri, dan password dapat lupa dalam ingatan. Banyak peneliti meneliti dibidang pengenalan wajah, walaupun pengenalan wajah masih belum sipa untuk di aplikasikan secara baik di dunia nyata. Citra wajah merupakan karakteristik biometrika yang paling umum digunakan manusia untuk system pengenalan. Biometrika telinga merupakan area penelitian yang relative baru. Ada beberapa penelitiaan tentang pengenalan telinga baik 2D dan 3D, penggunaan biometrika telinga jauh lebih dapat di andalkan selain wajah (Mahoor, M.H, 2009). Sistem biometrik unimodal memiliki berbagai masalah seperti data berderau, derajat kebebasan dibatasi, non-universalitas dan penipuan (Xiaona Xu, 2007). Beberapa keterbatasan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan biometrika multi- modal pada system identifikasi. Makalah ini membahas suatu multimodal biometrik yang baru berdasarkan karateristik wajah dan telinga. Ada beberapa motivasi untuk penggunaan multi- modal biometrik telinga dan wajah. Pertama, data citra telinga dan wajah dapat ditangkap dengan menggunakan kamera konvensional. Kedua, pengumpulan data citra wajah dan telinga bersifat nonintrusive (yaitu, tidak memerlukan kerja sama dengan pengguna). Ketiga, dalam fisik telinga dan wajah berdekatan satu sama lain dan ketika pengambilan data telinga wajah juga diperoleh sekaligus, begitu juga sebailknya(Cadavid, S, 2009).

Upload: phungnga

Post on 06-Feb-2018

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengembangan Sistem Identifikasi Multimodal Dengan ...51).pdf · Pendekatan untuk deteksi telinga dengan algoritma ... dalam system identifikasi wajah dan telinga manusia dengan mengunakan

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) ISSN: 2089-9813

Yogyakarta, 15 Maret 2014

436

Pengembangan Sistem Identifikasi Multimodal Dengan Mengunakan Wajah Dan

Telinga

Dedy Suryadi1, Risanuri Hidayat

2,Hanung Adi Nugroho

3

1Program studi Teknik Elektro Universitas Tanjungpura

Jl.Ahmad Yani 78124 Pontianak

Telp/fax. (0561) 740186 2, 3

Program studi Teknik Elektro Universitas Gajah Mada

Jl. Grafika No.2 Kampus UGM, Yogyakarta 55281

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Sistem identifikasi biometrik adalah sistem pengenalan pola otomatis yang mengakui seseorang dengan

menentukan keaslian fisiologis dan atau perilaku tertentu karakteristik (biometrik) yang dimiliki oleh orang

tersebut. sistem biometrik unimodal memiliki berbagai masalah seperti data berderau, derajat kebebasan

dibatasi, non-universalitas dan penipuan. beberapa keterbatasan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan

biometrika multi-modal pada teknologi identifikasi. citra dilewatkan ke modul pra-pengolahan untuk

mengurangi penolakan palsu rate. dalam penelitian ini menggunakan kombinasi pca, lda dan dimensi fraktal

sebagai pendekatan untuk ekstraksi fitur, memperoleh tingkat pengenalan 90.7%. peningkatan hasil pengenalan

diperoleh saat biometrik wajah digabung dengan biometrik telinga. penggabungan ini dilakukan pada tingkat

pengambilan keputusan, mencapai tingkat pengenalan 98%.

Kata Kunci: Biometrika, Identifikasi, Multimodal, PCA, LDA, Fractal Dimension

ABSTRACT A biometric identification system is an automatic pattern recognition system that recognizes a person by

determining the authenticity of a specific physiological and/or behavioral characteristic (biometric) possessed

by that person. Unimodal biometric systems contend with a variety of problems such as noisy data, restricted

degrees of freedom, non-universality and spoof attacks. Some of these limitations can be overcome by employing

multi-modal biometric identification technologies. The study presented in this study to combined face and ear

algorithms as an application of human identification. Images are passed to a pre-processing module in order to

reduce False Rejection Rate. In this study used a combination of PCA, LDA and fractal dimension as an

approach to feature extraction, obtaining 90.7 % recognition rate. Improvement in recognition results is

obtained when face biometric is fused with ear biometric. The fusion is done at decision level, achieving a

recognition rate of 98 %.

Keywords: Biometrics, Identification, Multimodal, PCA, LDA, Fractal Dimension

1. PENDAHULUAN

Identifikasi Personal akhir-akhir ini menjadi isu

yang sangat penting dalam masyarakat jaringan.

Disamping itu masih berkembang metode

identifikasi tradisional, yang tersebar luas dalam

sistem komersial, memilik banyak kelemahan.

Metode terkenal seperti Personal Identification

Number (PIN), login dan password, kartu

identifikasi atau menggunakan kunci tertentu

mengharuskan pengguna untuk mengambil bagian

aktif dalam proses identifikasi. Selain itu, metode-

metode tradisional tidak dapat diandalkan karena

sulit untuk diingat baik itu PIN dan password, dan

ini dapat mudah hilang. Kelemahan lainnya adalah

kurang keamanannya, seperti kartu dan kunci sering

dicuri, dan password dapat lupa dalam ingatan.

Banyak peneliti meneliti dibidang pengenalan

wajah, walaupun pengenalan wajah masih belum

sipa untuk di aplikasikan secara baik di dunia nyata.

Citra wajah merupakan karakteristik biometrika

yang paling umum digunakan manusia untuk system

pengenalan. Biometrika telinga merupakan area

penelitian yang relative baru. Ada beberapa

penelitiaan tentang pengenalan telinga baik 2D dan

3D, penggunaan biometrika telinga jauh lebih dapat

di andalkan selain wajah (Mahoor, M.H, 2009).

Sistem biometrik unimodal memiliki berbagai

masalah seperti data berderau, derajat kebebasan

dibatasi, non-universalitas dan penipuan (Xiaona

Xu, 2007). Beberapa keterbatasan tersebut dapat

diatasi dengan menggunakan biometrika multi-

modal pada system identifikasi. Makalah ini

membahas suatu multimodal biometrik yang baru

berdasarkan karateristik wajah dan telinga.

Ada beberapa motivasi untuk penggunaan multi-

modal biometrik telinga dan wajah. Pertama, data

citra telinga dan wajah dapat ditangkap dengan

menggunakan kamera konvensional. Kedua,

pengumpulan data citra wajah dan telinga bersifat

nonintrusive (yaitu, tidak memerlukan kerja sama

dengan pengguna). Ketiga, dalam fisik telinga dan

wajah berdekatan satu sama lain dan ketika

pengambilan data telinga wajah juga diperoleh

sekaligus, begitu juga sebailknya(Cadavid, S, 2009).

Page 2: Pengembangan Sistem Identifikasi Multimodal Dengan ...51).pdf · Pendekatan untuk deteksi telinga dengan algoritma ... dalam system identifikasi wajah dan telinga manusia dengan mengunakan

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) ISSN: 2089-9813

Yogyakarta, 15 Maret 2014

437

Seringkali, dalam foto atau video yang diambil dari

kepala pengguna, kedua biometrika ini hadir secara

bersamaan dan keduanya siap untuk sistem

biometrika. Dengan demikian, penggunaan

biometrika wajah dan telinga dalam Sistem

identifikasi multimodal lebih layak daripada

biometrika lainya, seperti biometrika sidik jari.

Penelitian ini pada dasarnya akan melakukan

pengembangan system identifikasi multimodal

dengan menggunakan gabungan tiga teknik ekstraksi

fitur yakitu principal Component Analysis (PCA),

Linier Discriminant Analysis (LDA) dan fractal

dimension. Dan teknik penggabungannya (fusion)

pada tingkat kepeutusan (dicasion).

2. TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu metode pendeteksian telinga awal

menggunakan deteksi tepi Canny untuk

mendapatkan kontur telinga (Haijun Zhang, 2009).

Membandingkan pengenalan telinga dengan

pengenalan wajah dengan menggunakan teknik

analisis komponen utama (PCA). Tingkat

pengenalan yang diperoleh 71,6% dan 70,5%

masing-masing untuk pengenalan telinga dan

wajah(Kyong Chang, 2003).

Baru-baru ini, Islam et al. mengusulkan

Pendekatan untuk deteksi telinga dengan algoritma

AdaBoost. System dilatih dengan fitur persegi

panjang Haar-like dan menggunakan dataset yang

bervariasi, jenis kelamin, penampilan, orientasi dan

iluminasi. Pengumpulan data dilakukan dengan

cropping dan sintesis dari beberapa database citra

wajah. Pendekatan sepenuhnya otomatis,

memberikan pendeteksian 100% yang diuji dengan

203 citra tanpa ada halangan, dan dengan beberapa

citra yang terhalang dan terdegradasi (Islam, S.M.S,

2008).

Sebagaimana simpulkan dalam penelitian Pun et

al., sebagian besar dari pendekatan pengenalan

telinga diusulkan menggunakan PCA (Principal

Component Analysis) atau algoritma ICP untuk

pencocokan (Pun, K.H, 2004). Choras mengusulkan

Metode otomatis geometris yang berbeda. Pengujian

dengan 240 citra (20 berbagai tampilan) dari 12

subyek, dengan tingkat pengenalan 100% (Choras,

M., 2006) .

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa

telinga manusia merupakan salah satu biometrik

perwakilan manusia dengan keunikan dan stabilitas.

Sebagai teknik pengenalan non-intrusif yang baru,

pengenalan telinga semakin menjadi perhatian,

karena telinga itu memiliki lokasi dan struktur

fisiologis khusus, adalah wajar untuk

menggabungkan telinga dengan biometrika wajah

untuk suatu pengenalan dalam skenario jika citra

wajah tidak tersedia (karena bervariasi).

Penggabungan biometrik telinga dan wajah dapat

melengkapi kekurangan antara kedua biometrik, dan

memiliki keuntungan mengenali orang bantuannya.

penggabungan telinga dan wajah dapat memberikan

Pendekatan baru non-intrusif untuk pengenalan

biometrika (Xiuqin Pan, 2008).

Pengembangan lebih lanjut yang diakukan

dalam system identifikasi wajah dan telinga manusia

dengan mengunakan algoritma eigenfaces dan

eigenears. Sistem diuji pada beberapa database dan

menghasilkan akurasi keseluruhan 92,24% dengan

FAR 10% dan FRR 6,1% (A.A. Darwish, 2009).

Pendekatan untuk pengenalan wajah berdasarkan

fitur yang disebut dimensi fraktal, ini merupakan

representasi yang efisien tekstur alami. Sebuah citra

grayscale dapat dibagi menjadi banyak blok non-

overlapping dan dimensi fraktal dapat dihitung

dalam setiap blok tunggal. Percobaan pada database

wajah ORL, hasilnya menunjukkan bahwa tingkat

akurasi pengenalan 97,33% dan ukuran blok

mempengaruhi tingkat pengenalan (Lihong Zhao,

2008)

Dalam penggabungan tingkat skor, pencocokan

skor dari modalitas yang berbeda digabungkan untuk

membuat keputusan pengenalan. Berbagai Aturan

penggabungan telah diusulkan. Penggabungan

tingkat skor secara empiris menunjukkan bahwa

aturan penjumlahan memberikan hasil yang lebih

baik dari aturan penggabungan skor dalam sejumlah

kasus. Penggabungan tingkat skor menunjukkan

hasil yang lebih baik untuk aturan penjumlahan

berbobot. tingkat pengenalan 93,1%, 97,7% dan

100% untuk masing pengenalan telinga, wajah dan

penggabungannya (Luciano & A. Krzyzak, 2009).

2.1 Biometrika Telinga

Telinga manusia telah digunakan sebagai fitur

utama dalam ilmu forensik selama bertahun-tahun,

namun dalam system pengenalan otomatis belum

banyak digunakan, meskipun ada banyak

keuntungan menggunakan biometrika telinga (M.

Choras, 2005).

Dua penelitian yang dilakukan oleh Iannarelli

memberikan cukup bukti yang menunjukkan bahwa

telinga adalah ciri biometrika yang unik. Pada studi

pertama dibandingkan lebih dari 10.000 telinga

diambil dari acak memilih sampel di California, dan

studi kedua diperiksa fraternal dan kembar identik,

di mana fitur fisiologis diketahui serupa(Iannarelli,

A, 1989). Bukti dari studi ini mendukung hipotesis

bahwa telinga mengandung unik fitur fisiologis,

karena dalam kedua studi semua telinga diperiksa

ditemukan untuk menjadi unik meskipun kembar

identik ditemukan memiliki serupa, tetapi tidak

identik, struktur telinga terutama di Concha dan

lobus daerah. Citra 1 menunjukkan anatomi telinga

(Haijun Zhang, 2009)

Page 3: Pengembangan Sistem Identifikasi Multimodal Dengan ...51).pdf · Pendekatan untuk deteksi telinga dengan algoritma ... dalam system identifikasi wajah dan telinga manusia dengan mengunakan

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) ISSN: 2089-9813

Yogyakarta, 15 Maret 2014

438

Gambar 1. Anatomi telinga

Dalam penelitian medis (Iannarelli, A, 1989)

menyatakan bahwa pertumbuhan telinga yang

pertama setelah empat bulan kelahiran adalah

proporsional. Ternyata meskipun pertumbuhan

telinga proporsional, gravitasi dapat menyebabkan

telinga mengalami peregangan dalam arah vertikal.

Efek dari peregangan ini yang paling menonjol di

lobus telinga, dan dari pengukuran menunjukkan

bahwa perubahan adalah non-linear. Tingkat

peregangan-nya sekitar lima kali lebih besar dari

normal selama periode usia empat bulan sampai

delapan bulan.

Telinga terdiri dari beberapa bagian. Yakni helix,

pliegue superior, Foseta, Coneha, Origen, Trago,

Canal intertraguiano, pliegue inferior, Fose

navicular, Antitrago, Lobule, Zone, Lobule dll,

Kelemahan utama biometrik telinga ketika

telinga ditutupi oleh rambut (Pun, K.H, 2004).

Dalam kasus sistem identifikasi aktif, kelemahan ini

dapat diatasi dengan menarik rambutnya ke

belakang dan dilanjutkan dengan proses identifikasi.

Masalah untuk identifikasi pasif muncul seperti

dalam kasus ini tidak ada bantuan dari pihak lain.

Sehingga telinga terhalang oleh rambut, sehingga

sulit mengidentifikasi.

2.2 BiometrikaWajah

Wajah memiliki struktur biologis yang tidak

sederhana. Secara fisik elemen-elemen utama yang

bisa terdapat pada wajah adalah hidung, alis, mata,

telinga, mulut, gigi, lidah, pipi, dagu, leher, rambut

serta asesoris lainnya. Elemen-elemen ini menjadi

pembeda antara wajah satu dengan yang lain.

Secara umum, teknik pengenalan wajah dapat

dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan

representasi wajah yang gunakan (Arun Ross,

2004):

a. Berbasis Penampilan: yang menggunakan fitur

tekstur holistik dan diterapkan baik untuk daerah

seluruh wajah atau spesifik dalam citra wajah;

b. Berbasis Fitur: yang menggunakan geometris

fitur wajah (mulut, mata, alis, pipi dll) dan

hubungan geometris antaranya.

2.3 Principle Component Analysis (PCA)

Analisis komponen utama atau transformasi

Karhunen-Loeve adalah teknik standar yang

digunakan dalam statistic pengenalan pola dan

pemrosesan sinyal untuk data reduction dan

ekstraksi Fitur. Sebuah image 2D dengan dimensi b

baris dan k kolom dapat direpresentasikan kedalam

bentuk image 1D dengan dimensi n (n=b*k).

Dengan ekspresi lain dapat dituliskan sebagai n ,

adalah ruang image dengan dimensi n. Image

training yang digunakan sebanyak K sampel

dinyatakan dengan {x1, x2, .....xk} yang diambil dari

sebanyak C obyek/kelas yang dinyatakan dengan

{X1, X2,....Xc}. Total matrix scatter ST (atau matrix

covariance) didefinisikan sebagai berikut

(Belhumeur, P.N., 1997):

K

k

T

kkT xxS1

))(( (1)

dimana adalah rata-rata sampel image yang

diperoleh dengan merata-rata training image {x1, x2,

.....xK} Dengan dekomposisi eigen, matrix

covariance ini dapat didekomposisi menjadi:

T

TS (2)

dimana adalah matrix eigenvector, dan

adalah is a diagonal matrix dari nilai eigen.

Kemudian dipilih sejumlah m kolom eigenvector

dari matrix yang berasosiasi dengan sejumlah m

nilai eigen terbesar. Pemilihan eigenvector ini

menghasilkan matrix transformasi atau matrix

proyeksi m , yang mana terdiri dari m kolom

eigenvector terpilih yang biasa disebut juga dengan

‘eigenimage’. Berikutnya sebuah image x

(berdimensi n) dapat diekstraksi kedalam feature

baru y (berdimensi m < n) dengan memproyeksikan

x searah dengan m sebagai berikut:

xy m

(3)

Dengan kata lain metode PCA memproyeksikan

ruang asal n kedalam ruang baru yang

berdimensi lebih rendah m , yang mana sebanyak

mungkin kandungan informasi asal tetap

dipertahankan untuk tidak terlalu banyak hilang

setelah dibawa ke dimensi feature yang lebih kecil.

Disini terlihat reduksi feature yang signifikan dari n

buah menjadi m buah yang tentunya akan sangat

meringankan komputasi dalam proses pengenalan

berikutnya.

Total matrix scatter ST diatas sesungguhnya

adalah jumlahan dari matrix scatter dalam kelas

(within-class scatter matrix) SW dan matrix scatter

antar kelas (between-class scatter matrix) SB yaitu,

ST= SW+SB. Dengan demikian, kekurangan utama

yang terlihat disini adalah bahwa dalam proses PCA

ke dua matrix scatter ini termaksimalkan bersama-

sama. Sesungguhnya yang diinginkan adalah hanya

maksimalisasi SB saja, sedangkan SW sebisa mungkin

diminimalkan agar anggota didalam kelas lebih

Page 4: Pengembangan Sistem Identifikasi Multimodal Dengan ...51).pdf · Pendekatan untuk deteksi telinga dengan algoritma ... dalam system identifikasi wajah dan telinga manusia dengan mengunakan

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) ISSN: 2089-9813

Yogyakarta, 15 Maret 2014

439

terkumpul penyebarannya yang pada akhirnya dapat

meningkatkan keberhasilan pengenalan. Misalkan

pada variasi perubahan iluminasi maupun skala dari

image yang terjadi pada obyek yang sama, dapat

menyebabkan matrix scatter dalam kelas menjadi

besar yang cukup menyulitkan dalam proses

pengenalan. Bila ini terjadi, dengan demikian PCA

akan menyertakan variasi iluminasi didalam

eigenimage-nya, dan konsekuensinya PCA menjadi

tidak handal terhadap variasi iluminasi yang terjadi

pada obyek. Dengan metode LDA, SW akan

diminimisasi sehingga ekstrasi feature yang

dihasilkan menjadi lebih handal terhadap variasi

yang terjadi didalam kelas.

2.4 Linear Discrimination Analysis (LDA)

Matrix scatter dalam kelas, SW dan matrix scatter

antar kelas SB didefinisikan masing-masing sebagai

berikut(T.C. Sabareeswari, 2010);

T

ik

c

i Xx

ikW xxSik

))((1

(4)

T

i

c

i

iiB NS ))((1

(5)

dimana Ni adalah jumlah sampel pada kelas Xi,

dan i adalah image rata-rata dari kelas Xi. Seperti

diutarakan sebelumnya bahwa sangat diharapkan

agar matrix scatter dalam kelas SW bisa

diminimalisasi sementara matrix scatter antar kelas

SB dimaksimalkan. Dengan kata lain akan dicari

matrix proyeksi l agar ratio persamaan (6) menjadi

maksimal.

)det(

)det(T

lWl

T

lBl

S

S

(6)

Kriteria ini menghasilkan solusi dengan

persamaan sebagai berikut:

WB SS (7)

dimana adalah matrix eigenvector, dan

adalah matrix diagonal nilai eigen. Dengan kata lain

akan dicari eigenvector dan eigenvalue dari matrix C

yang merupakan kombinasi within & beetwin scatter

matrix seperti pada persamaan 8. Kembali

dilakukan pemilihan sebanyak l kolom eigenvector

dari yang berasosiasi dengan nilai-nilai eigen

terbesar. Pemilihan l kolom eigenvector ini

menghasilkan matrix proyeksi l yang selanjutnya

digunakan untuk ekstraksi feature seperti halnya

pada PCA.

1 wbSSC

(8)

2.5 Demensi Fraktal

Fraktal memiliki dua arti yang saling

berhubungan. Dalam penggunaan sehari-hari, fractal

adalah bentuk yang dibentuk secara berulang atau

self-similar atau dengan kata lain, sebuah bentuk

yang mirip pada semua tingkat pembesaran sehingga

dianggap rumit tidak berhingga – infinitely complex.

Dalam sudut pandang matematika, fraktal adalah

objek yang memenuhi spesifikasi teknis tertentu.

Spesifikasi itu adalah Dimensi Hausdorff > Dimensi

Topologi. Objek fraktal mempunyai sifat dasar yang

membedakan objek fraktal dengan objek geometri

pada umumnya, yaitu Self-similarity atau sifat

keserupaan diri dan Infinite detail atau detil yang

takberhingga.

Dimensi Hausdorff, didefinisikan oleh Felix

Hausdorff (1868-1942) adalah dimensi dengan

definisi: Untuk objek apapun dengan ukuran (P)

yang terdiri dari objek dengan ukuran (p), dan

jumlah objek (N) yang dapat dimasukkan ke dalam

objek yang lebih besar sama dengan rasio ukuran

(P/p) dipangkatkan dimensi Hausdorff (d) (Dierk

Schleicher, 2007).

(

)

(9)

atau

(

(

)) (10)

Fraktal diklasifikasikan berdasarkan kemiripan-

nya dengan diri sendiri atau self-similarity. Ada tiga

jenis self-similarity dalam fraktal: Exact self-

similarity, Quasi-self-similarity, Statistical self-

similarity.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam

penelitian menggunakan citra wajah dan telinga

yang diperoleh dengan menggunakkan kamera

digital. Proses pengujian pada penelitian ini bersifat

offline, agar memudahkan dalam menganalisis.

Sebagai bahan perbandingan penelitian ini juga

menggunakan database citra wajah dan telinga,

standar yakni The ORL Database of Faces dan

database telinga USTB-1.

Sedangkan alat penelitian ini menggunakan

computer setara Pentium dengan spesifikasi intel

SU 2300 untuk procesornya, dan dengan RAM 3 GB

DDR3, serta kamera digital dengsn spesifikasi 14

pixel. Alat bantu lain berupa program Matlab

R2013a dengan berbagai fasilitas toolbox yang

membantu untuk perbandingan hasil penelitian ini,

seperti toolbox signal processing .

3.2 Tahapan Penelitian

Tahap-tahapan penelitian ini secara ringkas

seperti digaram alir pada Gbr. 2.

Page 5: Pengembangan Sistem Identifikasi Multimodal Dengan ...51).pdf · Pendekatan untuk deteksi telinga dengan algoritma ... dalam system identifikasi wajah dan telinga manusia dengan mengunakan

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) ISSN: 2089-9813

Yogyakarta, 15 Maret 2014

440

Pre-Processing :

* Konversi RGB to Gray

* Resize citra 92 x112

Ekstraksi citra dgn:

* PCA/LDA

* Dimesi Fraktal

PencocokanDatabase Wajah/

Telinga

Penggabungan

Keputusan

Gambar 2. Tahap-tahapan penelitian

3.3 Pra-Pengolahan

Tahap pra pengolahan bertujuan untuk

memperbaiki keaadaan citra agar lebih memudahkan

untuk proses pengolahan selanjutnya. Pra-

pengolahan citra ini terdiri dari beberapa langkah

diantaranya adalah:

3.3.1 Konversi Citra RGB ke Grayscale

Data citra berwarna secara umum lebih banyak

ditemui dengan komposisi warna tiga dimensi, yang

dikenal dengan format RGB (Red Green Blue).

Demikian pula pada penelitian ini, data citra yang

digunakan berformat RGB. Pengolahan citra awal

pada sistem ini memerlukan konversi data citra

menjadi format grayscale. Tujuannya adalah untuk

mengkondisikan format citra agar sesuai dengan

proses selanjutnya, yaitu proses segmentasi dengan

metode thresholding. Untuk mengubah citra

berwarna yang mempunyai nilai matrik masing-

masing r, g dan b menjadi citra gray scale dengan

nilai s, maka konversi dapat dilakukan dengan

mengambil rata-rata dari nilai r, g dan b sehingga

dapat dituliskan menjadi:

(15)

Citra grayscale didapat melalui pembobotan tiap

komponen RGB. Langkah konversi ini adalah

dengan cara menguraikan komponen RGB dari citra.

3.3.2 Pemotongan (cropping) Citra

Tahapan berikutnya adalah pemotongan citra

untuk menandai ROI (Region of Interest) sebagai

data yang akan diteliti. Data citra yang diteliti

diseragamkan dengan ukuran kebutuhan pada sistem

ini, yaitu citra berukuran 92 piksel x 112 piksel, dan

bisa disesuaikan berdasarkan kebutuhan.

3.4 Ekstraksi fitur

Langkah selanjutnya setelah proses pra-

pengolahan citra adalah ekstraksi ciri citra,

pemrosesan ini untuk memperolah data ciri citra.

Untuk ektraksi fitur dilakukan dengan tiga teknik

yaitu principal Component analysis, Linier

discriminant analysis dan fractal dimension, langkah

pemrosesannya dicitrakan pada gambar 3. Gambar 4

dan menunjukkan hasil pemrosesan ekstraksi

PCA+LDA.Gambar 5 dan table 1 menunjukkan hasil

dari ekstraksi dimensi fractal.

Gambar 3. Proses penggabungan hasil ektraksi fitur

(a) (b)

Gambar 4. (a) citra wajah sebelum ekstraksi.

(b) Citra hasil setelah ekstraksi

Gambar 5. Grafik perhitungan dimensi fractal untuk

citra

Data

fitur/ciri

Ekstraksi

dgn PCA

Ekstraksi

dgn LDA

Ekstraksi

dgn Fraktal +

Page 6: Pengembangan Sistem Identifikasi Multimodal Dengan ...51).pdf · Pendekatan untuk deteksi telinga dengan algoritma ... dalam system identifikasi wajah dan telinga manusia dengan mengunakan

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) ISSN: 2089-9813

Yogyakarta, 15 Maret 2014

441

Tabel 1. Nilai ciri hasil ekstraksi Demensi Fraktal

dari beberapa citra

3.5 Proses Pencocokan (matching)

Proses Pencocokan dilakukan dengan

membandingkan fitur citra pengujian dengan fitur

citra dalam basis data. Hasil perbandingan ini berupa

nilai kesamaan. Semakin tinggi nilai kesamaan,

semangkin tinggi pula nilai keabsahan pengguna.

Pencocokan dilakukan dengan menghitung jarak

Euclidean ternormalisasi antara vector fitur query

dengan vector fitur referensi.

3.5.1 Euclidean distance

Euclidean distance (jarak Euclidean) adalah

metrika yang paling sexing digunakan untuk

menghitung kesamaan 2 vektor. jarak Euclidean

menghitung akar dari kuadrat perbedaan 2 vektor

(root ofsquare differences between 2 vectors).

Rumus dari jarak Euclidian:

√∑

(11)

3.5.2 Normalisasi Euclidean distance

Jarak Euclidean ternormalisasi dari dua vector

ciri u dan v adalah:

(∑ ( )

)

(12)

Dengan

‖ ‖

‖ ‖ (13)

‖ ‖ disebut norm dari v yang dinyatakan sebagai;

‖ ‖ [∑

]

⁄ (14)

3.6 Proses penggabungan

Ada tiga tingkat penggabungan

(levels of fusion) pada biometrika

multimodal, yaitu pada tingkat vektor ciri, skor

dan tingkat abstrak; seperti yang akan dijelaskan

berikut ini [18,10]:

a. Penggabungan pada tingkat vektor ciri.

Data dan setiap karakteristik biometrika

digabungkan pada vektor ciri.

b. Penggabungan pada tingkat skor

(confidence or rank level).

Skor dari setiap karakteristik biometrika

diberi bobot (confidence value) untuk

menentukan jawaban akhir sistem.

c. Penggabungan pada tingkat abstrak

(abstract level) atau tingkat keputusan

(decision level).

Dalam penelitian ini penggabungan dilakukan

pada tingkat skor, dimana pada penggabungan pada

tingkat keputusan setiap subsistem menentukan

sendiri keputusan identifikasi dan semua hasil

keputusan individu tadi digabungkan menjadi suatu

keputusan umum dari sistem penggabungan.nilai

yang msama atau lebih dengan nilai ambang

merupakan keputusan yang sah.

4. PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

Pengujian algoritma yang dilakukan

menggunakan dua database citra yakni database

telinga pada universitas Sains dan Teknologi Beijing

( USTB ) dan database wajah dari The ORL

Database of Faces. Database citra telinga USTB-1

terdiri dari 175 citra telinga , tujuh citra per orang (

25 orang ). Citra ini adalah 8 bit dengan di bawah

kondisi pencahayaan yang berbeda.

Untuk ORL Database merupakan database

wajah yang terdiri dari 10 citra wajah dengan

variasi yang berbeda dari 40 orang yang berbeda.

Untuk beberapa orang ini, citra wajah yang diambil

pada waktu yang berbeda, bervariasi pencahayaan

sedikit, dengan ekspresi wajah (terbuka / tertutup

mata, tersenyum / tidak tersenyum) dan rincian

wajah (kacamata / tidak berkacamata). Semua citra

diambil dengan latar belakang homogen gelap dan

bagian wajah subjek yang kanan, posisi frontal

(dengan toleransi untuk beberapa sisi gerakan).

Uji coba terhadap perangkat lunak system

identifikasi manusia yang dikembangkan ini

dilakukan pada data citra wajah dan telinga yang

telah di pre-processing. Setelah proses pre-

processing, setiap citra wajah dan telinga dari satu

subyek diberi penomoran kemudian disimpan dalam

foldernya masing-masing, seperti yang terlihat pada

Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Penomoran citra wajah dan telinga dari

subyek

Nama

Subyek

Nama Citra

Wajah

Nama Citra

Telinga

Citra A 1.pgm 1.pgm

Citra B 2.pgm 2.pgm

Citra C 3.pgm 3.pgm

… … …

Percobaan dilakukan pada komputer dengan

processor dual core U2300 ( 1.2 GHz ) dan

dengan.3GB RAM . MATLAB 8.1(R2013a ) versi

revisi di windows ( 32-bit ). Gambar 6 menunjukkan

hasil pengembangan perangkat lunak system

identifikasi multimodal menggunakan biometrika

wajah dan telinga.

Nama citra Hasil Fraktal DF

1.bmp 1.9079

2.bmp 1.7688

3.bmp 1.8567

4.bmp 1.7242

5.bmp 1.8046

6.bmp 1.7501

Page 7: Pengembangan Sistem Identifikasi Multimodal Dengan ...51).pdf · Pendekatan untuk deteksi telinga dengan algoritma ... dalam system identifikasi wajah dan telinga manusia dengan mengunakan

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) ISSN: 2089-9813

Yogyakarta, 15 Maret 2014

442

Gambar 6. Pengembangan perangkat lunak system

identifikasi multimodal mengunakan

biometrika wajah dan telinga

Table 3 menunjukan tingkat keberhasilan

pengenalan pada citra wajah pada database wajah

ORL dan pengenalal citra telinga pada database

telinga USTB. Rata rata pengenalan pada database

wajah ORL 87.50% dan pengenalan pada database

telinga USTB rata rata 97.14%. Pada penggabugan

citra wajah dan telinga yang diuji pada 200 citra

tingkat pengenalan rata-rata 98,5%. Ini

menunjukkan bahwa dengan penggabungan citra

wajah dan telinga tingkat pengenalan menjadi baik.

5. KESIMPULAN

Dalam makalah ini, pendekatan baru disajikan

untuk sistem identifikasi dengan menggunakan

biometrika wajah dan telinga manusia secara

otomatis. Pendekatan ini terdiri dari tiga tahap

seperti preprocessing, ekstraksi fitur dengan tiga

pendekatan yakni dengan gabungan PCA, LDA dan

Dimensi fractal, pencocokan dan pengambilan

keputusan dengan nilai ambang yang dapat di atur.

Hasil penelitian pada database wajah dan telinga

menunjukkan bahwa teknik yang dikembangkan ini

menghasilkan hasil baik yaitu dengan tingkat

pengenalan 98,5%. Tingkat pengenalan lebih baik

daripada pendekatan sebelumnya untuk pengenalan

wajah dan telinga. Adapun untuk pengembangan

penelitian ini di masa depan, pengujian pada

database wajah dan telinga dengan objek yang lebih

banyak lagi.

Tabel 3. Tingkat keberhasilan pengenalan pada citra wajah dan telinga

Jenis Citra Jumlah

Citra

Citra yang

teridentifikasi

Citra yang tak

teridentifikasi

Tingkat

keberhasilan

Pengenalan (%)

Wajah 400 385 15 87.50%

Telinga 175 170 5 97,14%

Wajah/Telinga 200 197 3 98,5%

PUSTAKA

A.A. Darwish. (2009). Multimodal Face and Ear

Images. Journal of Computer Science 5, 5, 374–

379.

Arun Ross. (2004). Multimodal Biometrics: An

Overview. Appeared in Proc. of 12th European

Signal Processing Conference (EUSIPCO),

1221–1224.

Belhumeur, P.N. (1997). Eigenfaces vs. Fisherfaces:

recognition using class specific linear projection.

Pattern Analysis and Machine Intelligence, IEEE

Transactions on, 19(7), 711 – 720.

Cadavid, S. (2009). Multi-modal biometric modeling

and recognition of the human face and ear.

Safety, Security & Rescue Robotics (SSRR), 2009

IEEE International Workshop on, 1 – 6.

Choras, M. (2006). Geometrical Algorithms of Ear

Contour Shape Representation and Feature

Extraction. Intelligent Systems and Signal

Processing (ISSP), 2013 International

Conference on, 2, 451 – 456.

Dierk Schleicher. (2007). Hausdorff Dimension, Its

Properties, and Its Surprises. In THE

MATHEMATICAL ASSOCIATION OF

AMERICA.

Haijun Zhang. (2009). An overview of multi-modal

Biometrics based on face and ear. Automation

and Logistics, 2009. ICAL ’09. IEEE

International Conference on, (Automation and

Logistics,), 1705 – 1709.

Iannarelli, A. (1989). Ear Identification,. Fremont,

Paramont Publishing, 213.

Islam, S.M.S. (2008). Fast and Fully Automatic Ear

Detection Using Cascaded AdaBoost.

Applications of Computer Vision, 2008. WACV

2008. IEEE Workshop on, 1 – 6.

Kyong Chang. (2003). Comparison and combination

of ear and face images in appearance-based

biometrics. IEEE Trans. Pattern Analysis and

Machine Intelligence, 25(9), 1160 – 1165.

Lihong Zhao. (2008). Face Recognition Based on

Fractal Dimension. Proceedings of the 7th World

Congress on Intelligent Control and Automation,

6830 – 6833.

Luciano, & A. Krzyzak. (2009). Automated

multimodal biometrics using face and ear.

Page 8: Pengembangan Sistem Identifikasi Multimodal Dengan ...51).pdf · Pendekatan untuk deteksi telinga dengan algoritma ... dalam system identifikasi wajah dan telinga manusia dengan mengunakan

Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2014 (SENTIKA 2014) ISSN: 2089-9813

Yogyakarta, 15 Maret 2014

443

International Conference on Image Analysis and

Recognition 2009, 5627, 451–460.

M. Choras. (2005). Ear biometrics based on

geometrical feature extraction. Electronic Letters

on Computer Vision and Image Analysis, 5, 84–

95.

Mahoor, M.H. (2009). Multi-modal ear and face

modeling and recognition. Image Processing

(ICIP), 2009 16th IEEE International

Conference on, 4137 – 4140.

Pun, K.H. (2004). Recent advances in ear

biometrics. Automatic Face and Gesture

Recognition, 2004. Proceedings. Sixth IEEE

International Conference on, 164 – 169.

T.C. Sabareeswari. (2010). Identification of a Person

using Multimodal Biometric System.

International Journal of Computer Applications,

3 – No.9, 12 – 16.

Xiaona Xu. (2007). Multimodal Recognition Based

on Fusion of Ear and Profile Face. Image and

Graphics, 2007. ICIG 2007. Fourth International

Conference on, 598 – 603.

Xiuqin Pan. (2008). The study of multimodal

recognition based on ear and face. Audio,

Language and Image Processing, 2008. ICALIP

2008. International Conference on, 385 – 389.