pengembangan proses imobilisasi limbah...
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 378
PENGEMBANGAN PROSES IMOBILISASI LIMBAH
RADIOAKTIF MENGANDUNG URANIUM DENGAN BAHAN
MATRIKS BITUMEN UNTUK MENDUKUNG PROGRAM PLTN
Gunandjar
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif – BATAN
Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang Banten, 15310
Telp : 021-7563142, Faks : 021-7560927, E-mail : [email protected]
ABSTRAK PENGEMBANGAN PROSES IMOBILISASI LIMBAH RADIOAKTIF YANG
MENGANDUNG URANIUM DENGAN BAHAN MATRIKS BITUMEN UNTUK
MENDUKUNG PROGRAM PLTN. Telah dilakukan penelitian imobilisasi limbah radioaktif
mengandung uranium dengan bahan matriks bitumen. Dalam penelitian ini, limbah sludge berasal
dari dekomisioning Fasilitas Pemurnian Asam Fosfat-Petrokimia Gresik (PAF-PKG) telah
menghasilkan konsentrat uranium (yellowcake) sebagai hasil samping. Limbah sludge tersebut
mengandung uranium dan termasuk dalam klasifikasi limbah alfa umur panjang. Tujuan penelitian
adalah untuk imobilisasi limbah sludge radioaktif melalui proses pemadatan menggunakan campuran
bitumen dan pasir sebagai bahan matriks. Proses imobilisasi dilakukan dengan cara mencampurkan
limbah sludge radioaktif dengan campuran bitumen dan pasir pada suhu 150-175oC selama 30 menit,
kemudian campuran tersebut dimasukkan dalam cetakan dan dikeringkan selama 7 hari pada suhu
kamar. Tingkat muat limbah dalam blok limbah divariasi antara 10- 70% berat, dan komposisi
bitumen dalam matriks divariasi antara 30-100% berat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
kualitas terbaik blok limbah hasil imobilisasi diperoleh pada tingkat muat limbah 40% berat,
komposisi matrik 50% bitumen, dengan harga densitas 1, 8 g/cm3, kuat tekan 1,2 kN/cm2, dan laju
pelindihan uranium 2,34 x 10-4 g.cm-2 .hari -1.
Kata kunci: bitumen, imobilisasi limbah radioaktif, limbah alfa umur panjang.
ABSTRACT
THE DEVELOPMENT OF IMMOBILIZATION PROCESS FOR RADIOACTIVE WASTE
CONTAINING URANIUM USING MATRIX MATERIAL OF BITUMEN TO SUPPORT
THE NPP PROGRAM. The research of immobilization for radioactive waste containing uranium
has been carried out. Sludge waste comes from decommissioning of The Phosphoric Acid Purification -
Petrokimia Gresik (PAP-PKG) facility that has produced uranium concentrate (yellowcake) as by-
product. The goal of this research is to immobilize the radioactive sludge waste by solidification using
mixture of bitumen and sand as matrix material. Immobilization process was carried-out by mix the
radioactive sludge waste with mixture of bitumen and sand at temperature of 150-175 oC during 30
minutes, and then the mixture is filled into the moulder and it is dryed with curing time 7 days in
the room temperature condition. Waste loading in the waste block are 10 – 70 % weight, and
composition of bitumen in matrix are 30-100 % weight. The test results showed that the best quality
of waste block is obtained at the waste loading 40% weight, with values of density 1, 8 g/cm3,
pressing strength 1,2 kN/cm2, and leaching-rate of uranium 2,34 x10-4 g.cm-2 .day -1.
Keywords: bitumen, immobilization of radioactive waste, long life alpha waste.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 379
1. PENDAHULUAN Program pembangunan dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN) di Indonesia perlu didukung penyediaan bahan bakar nuklir serta teknologi
pengolahan limbah radioaktif yang ditimbulkan dari proses penyediaan bahan bakar nuklir
maupun dari pengoperasian PLTN. Aspek-aspek tersebut harus dapat dipenuhi untuk
kemandirian dan kelangsungan operasi PLTN.
Penyediaan bahan bakar nuklir dapat dilakukan dengan proses penambangan bijih
uranium kemudian dilakukan proses pembuatan bahan bakar nuklir melalui tahap-tahap
proses sebagai berikut: pengolahan bijih uranium, pemurnian, konversi, pengkayaan,
rekonversi, dan fabrikasi[1]. Proses pengolahan bijih uranium adalah proses pemekatan,
yaitu proses pemisahan uranium dari bijihnya (kadar uranium dalam bijih 0,1-0,5 %)
sehingga diperoleh konsentrat uranium (yellow-cake) dengan kadar uranium tinggi (>70%).
Dilanjutkan dengan proses pemurnian dari konsentrat uranium sehingga diperoleh uranium
kualitas murni nuklir (nuclear grade uranium) dalam bentuk uranium trioksida (UO3). Proses
konversi, yaitu proses untuk mengubah UO3 menjadi UF6 (gas) sebagai umpan untuk proses
pengkayaan, yaitu proses untuk meningkatkan kadar 235U dalam bahan bakar uranium.
Pada reaktor dengan bahan bakar uranium-alam tidak memerlukan proses pengkayaan.
Proses pengkayaan yang sudah mapan adalah dengan proses difusi gas dan proses
sentrifugasi gas. Proses rekonversi, yaitu proses konversi kembali UF6 menjadi UO3 yang
kemudian direduksi menjadi serbuk UO2 yang diperkaya. Proses pabrikasi, yaitu proses
pembuatan elemen bakar dan rakitan bahan bakar nuklir, dimulai dengan pembuatan pelet
UO2 dalam bentuk keramik, kemudian pelet UO2 ini dimasukan dalam kelongsong yang
dibuat dari zircalloy atau baja tahan karat, kemudian dirakit menjadi rakitan (bundel) bahan
bakar nuklir yang siap untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam reaktor.
Di Indonesia, hasil-hasil litbang pemisahan pada proses pengolahan bijih uranium
telah diterapkan sampai diperoleh konsentrat uranium (yellow cake) oleh para peneliti
PPBGN BATAN[2,3]. Kemudian oleh para peneliti di PPNY-BATAN, diteruskan litbang
proses pemurnian yellow cake dan telah berhasil diperoleh serbuk uranium dioksida (UO2)
kualitas murni nuklir tipe bahan bakar Reaktor Air Berat yang menggunakan bahan bakar
U-alam[4,5].
Penyediaan bahan bakar nuklir dapat pula dilakukan melalui proses pemurnian asam
fosfat seperti yang telah dilakukan pada Fasilitas Pemurnian Asam Fosfat-Petrokimia Gresik
(PAF-PKG). Fasilitas tersebut merupakan unit tambahan dari produksi asam fosfat
menggunakan bahan baku batuan fosfat yang mengandung uranium. Fasilitas PAF-PKG
telah menghasilkan 8 ton konsentrat uranium (yellowcake) dengan kadar 70% U3O8 sebagai
hasil samping yang dapat digunakan untuk pembuatan bahan bakar nuklir.
Pada tahun 2009 telah dilakukan dekomisioning pada Fasilitas PAF-PKG dan
kegiatan ini menimbulkan limbah radioaktif cair yang mengandung uranium. Limbah
tersebut diolah dengan proses biooksidasi menggunakan bakteri untuk reduksi volume
limbah menjadi limbah sludge radioaktif (lumpur aktif). Limbah lumpur aktif tersebut
beraktivitas alfa pada harga 0,4 ≤ α ≤ 40,2 kBq/liter, dan beta pada nilai 1173 ≤ β ≤ 4100
Bq/liter, kadar padatan total 40-50% berat[6]. Limbah sludge tersebut termasuk dalam
klasifikasi limbah aktivitas rendah alfa umur panjang yang mengandung uranium U-alam
(umur paro U-238 = 4,5 x 109 tahun) dan anak luruhnya seperti Pb-210, Po-210, Ra-226, Th-
234, U-234, Th-230, dan lain lain [7].
Limbah sludge tersebut harus diimobilisasi dan disimpan di dalam fasilitas
penyimpanan akhir agar tidak membahayakan masyarakat dan lingkungan. Imobilisasi
limbah sludge radioaktif dapat dilakukan melalui proses solidifikasi (pemadatan) dengan
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 380
suatu bahan matriks sehingga limbah radiokatif terkungkung dan terisolasi di dalam blok
limbah hasil imobilisasi.
Berdasarkan jenis dan kualifikasi limbah sludge tersebut, maka pada penelitian ini
dilakukan imobilisasi limbah tersebut menggunakan bahan matriks bitumen. Kualitas blok
limbah hasil imobilisasi ditentukan dengan uji kuat tekan, pengukuran densitas, dan uji laju
pelindihan. Uranium dalam air lindih dari uji pelindihan ditentukan dengan metode
Spektrofotometri UV-VIS dan dengan metode Voltametri. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan teknologi proses imobilisasi limbah radioaktif alfa umur panjang yang
mengandung uranium yang ditimbulkan dari proses penyediaan bahan bakar nuklir baik
melalui jalur penambangan maupun dari proses pemurnian asam fosfat, sehingga dapat
mendukung program PLTN di Indonesia.
2. METODE PENELITIAN 2.1. Dasar Teori
a. Imobilisasi Limbah Radioaktif
Isolasi limbah radioaktif aktivitas rendah dan sedang dapat dilakukan melalui proses
imobilisasi (pemadatan) dengan suatu bahan matriks seperti semen, bitumen, plastik
polimer, dan gelas sehingga diperoleh limbah radiokatif yang terkungkung dan terisolasi di
dalam blok hasil imobilisasi. Klasifikasi limbah berdasar umur paroh radionuklidanya,
bahan matriks untuk imobilisasi, dan tipe penyimpanan akhirnya ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Limbah Menurut IAEA (1997) Berdasar Umur Paro Radionuklida,
Bahan Matrik untuk Imobilisasi, dan Tipe Penyimpanan Akhirnya [8].
No
Karakteristik yang
Ditinjau
Klasifikasi
Limbah Berumur Pendek
Limbah Berumur Panjang Limbah Alfa Limbah Aktivitas
Tinggi
1 Aktivitas awal radionuklida berumur paro (T1/2) < 30 tahun
Rendah, aktivitas-nya diabaikan setelah 300 tahun.
Rendah / sedang, aktivitasnya dapat diabaikan setelah 300 tahun.
Sangat tinggi, aktivitas dapat diabaikan setelah beberapa ratus tahun.
Aktivitas awal radionuklida T1/2 ratusan / ribuan tahun.
Sangat rendah < dari batas ambang yang ditetapkan.
Rendah /sedang, Rendah/ sedang.
Radiasi yang dipancarkan
Yang terutama beta-gamma.
Yang terutama alfa. Beta-gamma selama beberapa ratus tahun, kemudian setelah itu alfa.
2 Bahan Matriks untuk solidifikasi.
Semen , plastik (polimer)
plastik (polimer), aspal (bitumen)
Gelas.
3 Tipe penyimpanan akhir.
Penyimpanan tanah dangkal untuk isolasi limbah selama 300 tahun.
Penyimpanan tanah dalam untuk isolasi limbah selama jutaan tahun.
Penyimpanan tanah dalam untuk isolasi limbah selama jutaan tahun.
Berdasarkan Tabel 1, bitumen (aspal) adalah salah satu bahan matriks yang
direkomendasikan untuk limbah radioaktif alfa umur panjang aktivitas rendah atau sedang,
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 381
sesuai dengan jenis limbah sludge dari dekomisioning Fasilitas PAF-PKG, sedang matriks
semen (beton) hanya sesuai untuk limbah aktivitas rendah umur pendek. Alternatif lain
imobilisasi limbah alfa tersebut dengan bahan matriks polimer yang dari segi bahan lebih
mahal dibandingkan dengan bitumen (aspal).
b. Bahan Matriks Bitumen
Bitumen atau aspal dapat digunakan sebagai matriks solidifikasi limbah radioaktif
aktivitas rendah dan sedang. Berdasarkan kepekaan matriks bitumen terhadap peruraian
oleh radiasi, batas atas dari aktivitas limbah sebelum disolidifikasi adalah 50 Ci/m3 limbah
hasil proses yang mengandung unsur radioaktif hasil fisi. Dalam prakteknya tingkat
aktivitas limbah kurang dari 1 Ci/m3. Limbah tersebut dapat berupa konsentrat hasil
evaporasi dan lumpur hasil pengolahan secara kimia yang mengandung 50% berat padatan [8].
Bitumen atau aspal adalah material alam yang merupakan campuran hidrokarbon
yang mempunyai berat molekul besar dengan jumlah atom C lebih dari 25 tiap molekulnya.
Aspal adalah bitumen setengah padat atau padat berwarna hitam yang berasal dari residu
distilasi minyak mentah, residu hasil oksidasi minyak bumi, dan residu hasil perengkahan
minyak bumi. Aspal juga terdapat di alam, yaitu yang disebut aspal alam seperti aspal alam
Buton (Butas-Buton aspal) dari Trinidad [9].
Bitumen terdiri dari partikel-partikel koloid yang disebut aspalten yang terdispersi di
dalam resin dan konstituen minyak. Diperkirakan aspalten terdiri dari gugus-gugus
hidrokarbon aromatik kompleks, yang dihubungkan dengan gugus hidrokarbon, atom
belerang, dan oksigen. Konstituen minyak adalah minyak pelumas yang mempunyai
viskositas yang tinggi, yang berwarna coklat tua atau kemerah-merahan. Bitumen/aspal
mempunyai sifat adhesi (lengket) dan kohesi (melawan tarikan), tahan terhadap air dan
mempunyai sifat kimia yang stabil, tidak terpengaruh oleh asam dan basa.
Berdasarkan konsistensinya, bitumen/aspal dibagi ke dalam 3 golongan yaitu aspal
padat, semi padat, dan cair. Aspal padat adalah aspal yang pada suhu kamar berbentuk zat
padat, untuk dapat digunakan dalam keadaan cair, aspal padat harus dipanaskan lebih
dahulu. Aspal setengah padat juga disebut aspal semen dan masih dibagi lagi ke dalam
beberapa grade berdasarkan kekerasan dan konsistensinya. Aspal cair pada umumnya
adalah aspal yang dilarutkan dalam zat pelarut yang berupa nafta, kerosin, atau minyak gas.
Aspal cair dengan pelarut nafta sangat cepat mengeras, biasa disebut rapid curing
asphalt atau RC asphalt. Aspal cair dengan pelarut kerosin lebih lambat mengeras, biasa
disebut medium curing asphalt atau MC asphalt. Sedangkan aspal dengan pelarut minyak gas
adalah yang paling lama mengeras, disebut slow curing asphalt atau SC asphalt. Ketiga macam
aspal tersebut masih dibagi lagi ke dalam enam grade, yang diberi angka 0, 1, 2, 3, 4, dan 5.
Angka terkecil 0 berarti bahwa zat pelarut yang digunakan paling banyak dan angka
terbesar 5 berarti zat pelarut yang digunakan paling sedikit [9]. Bitumen telah digunakan
sebagai bahan matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif di fasilitas nuklir : MOL-Belgia,
Harwell-Amerika Serikat, Riso-Denmark, Tokai Research Establishment-JAERI (Jepang),
Barsebek-Swis, dan di fasilitas nuklir Marcoule-Perancis[10].
Pada proses solidifikasi (pemadatan) limbah, bitumen sebagai matriks mengungkung
radionuklida dalam limbah melalui proses terbentuknya ikatan secara kimia atau fisika.
Bitumen/aspal terdiri dari partikel-partikel koloid yang disebut aspalten. Aspalten terdiri
dari gugus-gugus hidrokarbon aromatik kompleks, yang dihubungkan dengan gugus
hidrokarbon, atom belerang, dan oksigen. Gugus hidrokarbon, atom belerang dan oksigen
merupakan gugus-gugus yang dapat menjadi donor pasangan elektron untuk membentuk
ikatan koordinasi dengan “orbital d” dari atom-atom logam yang terkandung dalam limbah.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 382
Dengan demikian secara kimia, limbah yang merupakan senyawa anorganik yang terdiri
dari unsur-unsur atau oksida dari uranium dan unsur-unsur lain akan membentuk ikatan
koordinasi dengan gugus-gugus hidrokarbon, atom belerang dan oksigen yang terdapat
dalam bitumen/aspal. Gugus-gugus hidrokarbon, atom belerang dan oksigen yang terdapat
dalam aspal berfungsi sebagai ligan-ligan yang yang dapat berbentuk “cakar “
mencengkeram atom logam uranium atau unsur logam yang lain. Setiap satu atom uranium
bisa menyediakan 6 “orbital d” yang kosong untuk terbentuknya 6 ikatan (satu atom U
mengikat 6 gugus/ligan atau satu atom U tercengkeram oleh 6 gugus/ligan dari senyawa
dalam bitumen. Semua logam transisi apalagi logam-logam berat seperti U bisa
memebentuk ikatan koordinasi dengan gugus (ligan) donor elektron. Ikatan-ikatan tersebut
lebih cepat terjadi pada proses pencampuran limbah dengan matriks bitumen pada suhu
lelehnya (150-175 oC). Secara fisika, limbah yang merupakan senyawa anorganik yang terdiri
dari unsur-unsur atau oksida dari uranium dan unsur-unsur lain akan terperangkap ke
dalam pori-pori matriks aspal.
2.2. Tata Kerja
Bahan, Alat, Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan yang digunakan: limbah sludge radioaktif dari dekomisioning fasilitas
pemurnian asam fosfat- Petrokimia Gresik (PAF – PKG), bitumen (aspal) RC 80/100 grade 5
dari Pertamina-Cilacap, pasir (ukuran 60 mesh), pipa PVC (untuk cetakan blok limbah),
serta bahan-bahan kimia yaitu uranil nitrat heksahidrat (UNH), HNO3, NaOH, Na2CO3,
H2O2, dan aquades (air suling).
Alat yang digunakan: kompor listrik (Hot Plate), timbangan digital, jangka sorong,
tungku pemanas (Furnace), oven, alat uji tekan Bullocks, alat ekstraksi Soxhlet,
Spektrofotometer UV-VIS, alat Voltameter, dan alat-alat gelas laboratorium.
Penelitian ini dilakukan di Labolatorium Bidang Teknologi Pengolahan Limbah
Radioaktif Dekontaminasi dan Dekomisioning, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, BATAN
pada tahun 2010.
2.3. Prosedur Penelitian
a. Penyiapan Limbah
Sejumlah 100 g limbah sludge radioaktif (dari dekomisionong fasilitas PAF-PKG)
ditempatkan dalam cawan porselin dan dilakukan pengeringanran mengunnakan kompor
listrik untuk menghilangkan air dan solven organik. Selanjutnya limbah hasil pembakaran
ditimbang dan ditentukan kandungan (%) berat limbah kering. Limbah kering ditumbuk
menjadi serbuk limbah dengan ukuran 200 mesh dan siap untuk dilakukan imobilisasi.
b. Analisis Uranium dalam Limbah
Limbah kering diabukan ke dalam furnance pada suhu 500oC selama 60 menit,
kemudian dibuat larutan sampel dengan melarutkan 1,0 g abu limbah radioaktif dengan
larutan HNO3 0,1 N dan dipanaskan hingga larut dan diencerkan dengan aquades sampai 25
ml. Kemudian dilakukan preparasi larutan sampel dan larutan standar uranium (larutan
UNH) dengan pereaksi peroksida basa untuk analisis uranium dengan metode
spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 400 nm.
c. Imobilisasi Limbah Sludge Dengan Bahan Matriks Bitumen
Proses imobilisasi dilakukan dengan mencampur limbah radioaktif (kering) dengan
bahan matriks campuran bitumen (RC 80/100 grade 5) dan pasir (ukuran 200 mesh). Proses
imobilisasi dilakukan dengan pemanasan pada titik leleh matriks bitumen 150-175oC sambil
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 383
diaduk sampai homogen selama 30 menit. Hasil adonan (limbah, pasir, dan bitumen) yang
berbentuk pasta kemudian dituangkan ke dalam cetakan pipa PVC (diameter 3 cm, tinggi 4
cm). Kemudian dikeringkan dalam waktu pengeringan (curing time) selama 7 hari pada suhu
ruangan sehingga terbentuk blok limbah yang padat dan keras. Pada proses imobilisasi
digunakan campuran matriks bitumen dan pasir dengan kandungan bitumen 30-100 %berat,
tingkat muat limbah kering (waste loading) 10-40 %berat. Setelah proses pengeringan, blok
limbah hasil imobilisasi dikeluarkan dari cetakannya dan siap untuk dilakukan uji
karakteristik.
d. Uji Karakteristik Blok Limbah Hasil Imobilisasi
Uji karakteristik blok limbah hasil proses imobilisasi dilakukan dengan pengukuran
laju pelindihan, densitas, dan kuat tekan.
Pengujian laju pelindihan dilakukan menggunakan alat soxhlet dengan metode yang
dikembangkan oleh Japan Industrual Standard (JIS)[11] yaitu laju pelindihan dipercepat dalam
medium air. Metode penentuan laju pelindihan ini sama seperti yang dikembangkan oleh
IAEA[12]. Pelindihan dilakukan dengan memasukkan sampel blok limbah ke dalam alat
soxhlet yang berisi air 500 ml kemudian direfluks pada suhu 50oC selama 4 jam, selanjutnya
air pelindihan setelah dipekatkan 50 kali dengan penguapan di analisis dengan
Spektrofotometer UV-VIS dengan pereaksi peroksida basa pada panjang 400 nm. Sebagai
pembanding juga dilakukan analisis uranium tersebut dengan metode Voltametri. Laju
pelindihan suatu unsur dalam blok limbah hasil imobilisasi dihitung dengan persamaan [11,12]
At
wwL to (1)
L = laju pelindihan (g.cm -2.hari -1),
Wo = berat unsur dalam sampel mula-mula (g),
Wt = berat unsur dalam sampel setelah dilindih selama t hari (g),
A = luas permukaan (cm2), dan
t = waktu pelindihan (hari). Untuk laju pelindihan uranium,
Wo-Wt = jumlah uranium yang terlindih dalam air pelindih selama waktu pelindihan (g)
yang ditentukan dengan metode spektrofotometri UV-VIS dan metode
voltametri.
Pengukuran densitas dilakukan dengan mengukur berat dan volume blok limbah,
sedang kuat tekan diukur menggunakan alat uji tekan Bullocks.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis kandungan uranium dalam limbah sludge menggunakan
Spektrofofmeter UV-VIS diperoleh konsentrasi uranium dalam limbah sebesar 4.131 mg/liter
dengan aktivitas uranium sebesar 4,54.104 Bq/liter (= 45,4 kBq/liter) atau 1,22.10-3 Ci/m3.
Aktivitas limbah sludge dengan aktivitas < 1 Ci/m3 termasuk kategori limbah aktivitas
rendah umur panjang sehingga proses imobilisasi yang sesuai adalah menggunakan bahan
matriks bitumen (aspal) untuk mengungkung kandungan uranium dan anak luruhnya.
Proses imobilisasi dilakukan dengan pemanasan pada titik leleh bitumen 150 – 175 oC.
Limbah dicampur bitumen dengan komposisi tingkat muat limbah (waste loading) 10-40%
berat, diaduk sambil dipanaskan sampai tercampur homogen selama 30 menit. Kemudian
campuran limbah-bitumen dimasukkan ke dalam cetakan, dikeringkan pada suhu ruangan
sampai mengeras selama 7 hari. Proses imobilisasi dilakukan juga menggunakan campuran
matriks bitumen dan pasir dengan variasi 30-100 % berat bitumen. Blok limbah hasil
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 384
imobilisasi dilepas dari cetakan dan dilakukan karakteristik kualitas blok limbah yang
meliputi uji laju pelindihan uranium, uji densitas, dan uji kuat tekan.
a. Laju pelindihan
Hasil uji laju pelindihan dengan variasi tingkat muat limbah dan variasi bitumen
dapat dilihat pada Gambar 1. Masing-masing berdasar hasil analisis uranium dalam air
lindih dengan metode Spektrofometri UV-VIS dan Voltametri. Pada Gambar 1 (a) dan (b),
kedua kurva laju pelindihan uranium tersebut mempunyai profil yang relatif sama. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil analisis uranium dalam air pelindihan dengan kedua metode
tersebut memberikan hasil analisis yang relatif sama.
Analisis uranium dilakukan dengan kedua metode tersebut untuk meyakinkan
adanya anomali data blok limbah pada tingkat muat limbah 10 dan 15 %berat (untuk
bitumen 30 dan 40 %berat). Pada kondisi tersebut bisa difahami bahwa fraksi pasir sebagai
bahan pengeras terlalu besar dan fraksi bitumen sebagai pengikat terlalu kecil, sehingga
tidak terbentuk blok limbah yang padat dan kuat sehingga laju pelindihan uranium tinggi.
Pada Gambar 1 masing-masing pada (a) dan (b), untuk matriks bitumen 30 dan 40 % berat
menunjukkan bahwa pada tingkat muat limbah 10 %berat, laju pelindihan uranium sekitar
10-3 g.cm-2.hari-1, kemudian turun tajam menuju harga sekitar 10-4 g.cm-2.hari-1 (pada tingkat
muat limbah 20-40 %berat).
Gambar 1. Laju Pelindihan Uranium pada Blok Limbah Hasil Imobilisasi Limbah
Sludge (a) Analisis Uranium dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS
(b) Analisis Uranium dengan Metode Voltametri
Kenaikan tingkat muat limbah yang menyebabkan laju pelindihan uranium semakin
rendah menunjukkan adanya peran sifat limbah. Berdasar kandungan limbah, limbah sludge
hasil biooksidasi tersebut mengandung biomasa bakteri. Biomasa bakteri (yang telah mati)
dalam limbah mempunyai sifat mengikat uranium dan anak luruhnya serta logam berat lain
yang terkandung dalam limbah. Sifat biomasa tersebut berperan positif dalam pembentukan
blok bitumen limbah menjadi lebih padat dan kuat, sehingga uranium tetap terkungkung
kuat dan laju pelindihannya menjadi rendah (menurun). Pada tingkat muat limbah 10-40
%berat dan matriks bitumen 50-100 %berat, laju pelindihan berada pada harga sangat
rendah dan relatif sama yaitu sekitar 10-4 - 10-5 g.cm-2.hari-1 ( < 5,0. 10-4 g.cm-2.hari-1). Naiknya
fraksi bitumen sampai ≥ 50 %berat maka cukup dapat membentuk blok limbah yang padat
dan kuat untuk tingkat muat limbah sampai 40 %berat. Hal ini menunjukkan bahwa pada
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 385
kondisi tersebut laju pelindihan uranium relatif tidak dipengaruhi oleh tingkat muat limbah
dan komposisi matriks bitumen. Tingkat muat limbah ≥ 50 %berat ternyata tidak terbentuk
blok limbah yang kuat tetapi diperoleh blok limbah yang rapuh (mudah pecah) karena fraksi
bitumen sebagai pengikat limbah jumlahnya kurang memadai. Pada tingkat muat limbah 40
%berat, harga laju pelindihan uranium adalah 4,52. 10-4 – 1,59. 10-5 g.cm-2.hari-1 (berdasar
kedua metode analisis uranium dalam air lindih tersebut di atas).
b. Densitas
Hasil pengukuran densitas dengan variasi tingkat muat limbah dan variasi komposisi
bitumen dapat dilihat pada Gambar 2. Di sini dapat ditunjukkan bahwa pengaruh
penambahan tingkat muat limbah terhadap densitas blok bitumen limbah tidak
menunjukkan perubahan yang signifikan. Densitas blok limbah lebih dipengaruhi oleh
komposisi bitumen, makin rendah komposisi bitumen yang berarti komposisi pasir makin
besar maka densitas blok limbah makin tinggi. Sebaliknya bahwa makin tinggi komposisi
bitumen menunjukkan densitas blok limbah makin kecil (menurun). Hal ini mudah
difahami karena densitas pasir lebih tinggi dibandingkan dengan bitumen.
Gambar 2. Hubungan Komposisi Bitumen dengan Densitas Blok
Limbah pada Berbagai Tingkat Muat Limbah
Pada Gambar 2 terlihat bahwa tingkat muat limbah juga mempengaruhi densitas blok
limbah, makin tinggi tingkat muat limbah menyebabkan densitas blok limbah makin tinggi.
Densitas yang tertinggi diperoleh pada tingkat muat limbah 40 %berat dan komposisi
bitumen 30-40 %berat , sedang untuk komposisi bitumen ≤ 20 %berat maka blok limbah
bersifat rapuh karena kekurangan bitumen.
Kuat Tekan
Hasil uji kuat tekan blok bitumen limbah yang dilakukan dengan variasi tingkat muat
limbah dan variasi bitumen ditunjukkan pada Gambar 3. Di sini dapat dilihat bahwa
bertambahnya tingkat muat limbah menyebabkan kuat tekan blok bitumen limbah
meningkat, dan maksimum sampai pada tingkat muat limbah 40 %berat. Berdasar
percobaan apabila tingkat muat limbah ≥ 50 %berat ternyata blok limbah rapuh dan mudah
pecah. Hal ini menunjukkan bahwa bahan matrik bitumen-pasir mempunyai kapasitas yang
hanya mampu untuk membentuk ikatan yang kuat dengan agregat limbah pada tingkat
muat limbah < 50 % berat, sedang untuk tingkat muat limbah ≥ 50 % berat ternyata agregat
limbah terlepas karena fraksi bitumen kurang dan membentuk rongga-rongga sehingga
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 386
rapuh dan mudah pecah.
Gambar 3. Hubungan Komposisi Matriks Bitumen dengan Kuat Tekan
Blok Limbah pada Berbagai Tingkat Muat Limbah (dalam % berat)
Pengaruh komposisi matriks bitumen terhadap kuat tekan blok bitumen limbah
semula naik dan optimum pada kandungan matriks bitumen 50% berat dan setelah itu
menurun tajam. Pada komposisi bitumen < 50% berat, berarti kandungan pasir lebih besar
dari bitumen sehingga mudah pecah. Sedang pada matriks bitumen > 50% berat, kuat tekan
menurun tajam. Hal ini dapat difahami berdasar fenomena bahwa imobilisasi dengan
matriks bitumen merupakan campuran dari material bitumen, pasir dan agregat limbah
yang bereaksi secara kimia dan mengeras memberikan solidifikasi berupa blok limbah
padat, kompak dan kuat pada komposisi bitumen 50% berat yang merupakan material
komposit. Penggunaan pasir di dalam matriks bitumen tersebut sebagai bahan pengeras
untuk meningkatkan kekuatan dan kerapatan blok limbah hasil imobilisasi, karena pasir
mempunyai kekerasan dan kerapatan yang lebih besar dari bitumen dan limbah dalam
komposit blok limbah tersebut. Bitumen mempunyai sifat elastis (lembek) yaitu mudah
berubah bentuk (deformasi) bila terkena beban atau tekanan dan tidak pecah, maka
pengukuran kuat tekan blok limbah dilakukan sampai terjadinya perubahan bentuk saja.
Pada Gambar 3 tersebut menunjukkkan bahwa koposisi bitumen > 50 %berat berarti sifat
elastis blok limbah hasil imobilisasi makin besar, sedang komposisi pasir makin rendah
berarti kuat tekannya makin rendah (menurun). Dari Gambar 3 tersebut dapat diperoleh
kuat tekan tertinggi pada tingkat muat limbah 40 % berat dan komposisi bitumen 50 %
berat. Sifat bitumen yang elastis dan tidak mudah pecah tersebut justru merupakan
keunggulan bitumen dibanding jenis bahan matriks yang lain.
Berdasarkan pengujian laju pelindihan, densitas, dan kuat tekan, maka blok bitumen-
limbah dengan tingkat muat limbah 40 %berat dan komposisi bitumen 50 % berat
merupakan hasil imobilisasi terbaik. Kualitas blok bitumen limbah tersebut memiliki nilai
densitas yang tinggi, yaitu 1,8 gr/cm3 (nilai densitas di atas standar IAEA untuk bitumen
tanpa pasir yaitu 0,9 – 1,1 gr/cm3) [13] , dan kuat tekan yang baik yaitu 1,2 kN/cm2. Hal ini
menunjukkan penambahan pasir dapat meningkatkan densitas dan kuat tekan blok limbah.
Pada tingkat muat limbah 40 %berat, harga laju pelindihan uranium harganya antara 4,52.10-
4 – 1,59. 10-5 g.cm-2.hari-1 (untuk kedua metode pengukuran) atau rata-rata 2,34.10-4 g.cm-
2.hari-1, harga ini sesuai dengan laju pelindihan untuk blok semen/beton yang harganya
antara 1,7.10-1 – 2,5.10-4 g.cm-2.hari-1 (yang direkomendasikan IAEA) [8,14] dan lebih rendah
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 387
dari laju pelindihan pada gelas borosilikat yang harganya antara 1-10-1 g.cm-2.hari-1 [15, 16] .
4. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kualitas terbaik blok bitumen
limbah adalah pada tingkat muat limbah 40 %berat dan komposisi matriks 50% bitumen.
Pada tingkat muat limbah dan komposisi matriks bitumen tersebut, blok limbah mempunyai
nilai densitas 1,8 g/cm3, kuat tekan 1,2 kN/cm2 dan laju pelindihan uranium rata-rata 2,34.10-4
g.cm-2.hari-1, harga ini sesuai dengan laju pelindihan untuk blok semen (beton) yang
harganya antara 1,7. 10-1 – 2,5. 10-4 g.cm-2.hari-1 (yang direkomendasikan IAEA).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan untuk pengembangan proses
imobilisasi limbah radioaktif aktivitas rendah pemancar alfa umur panjang yang
mengandung uranium yang ditimbulkan dari kegiatan proses penyediaan bahan bakar
nuklir melalui penambangan maupun melaui proses pemurnian asam fosfat untuk
mendukung program PLTN di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA [1] SUBKI, M. I. R., GUNANDJAR, Strategi Ujung Depan Dan Ujung Belakang Daur
Bahan Bakar Nuklir Di Indonesia, Prosiding Seminar Teknologi Dan Keselamatan
PLTN Serta Fasilitas Nuklir II, ISSN 0854-2910, Serpong 26-28 Juli 1994.
[2] SUBKI, M. I. R., Status STSK Dalam Kaitannya Dengan Daur Bahan bakar Nuklir,
Prosiding Presentasi Ilmiah daur bahan bakar Nuklir, PEBN-BATAN, ISSN 1410-1998,
Jakarta 18-19 Maret 1996.
[3] NEWJEC INC., Strategies for Development of Fuel Cycle, INPB-D-005, Feasibility Study
of The First Nuclear Power Plant at Muria Peninsula Region, January 1994.
[4] GUNANDJAR, Penelitian Dan Pengembangan Proses Pemurnian Bahan Nuklir dan
Bahan Struktur, Laporan Hasil Pemantauan Kegiatan Litbang Bahan Nuklir dan Bahan
Struktur, PPkTN-BATAN, 1990.
[5] GUNANDJAR, Nuclear Fuel Cycle Technology, Report of participation on The
International Nuclear Fuel Cycle Seminar, Saclay- France, 1989.
[6] SALIMIN, Z., GUNANDJAR, dan Achmad Zaid, Pengolahan Limbah Radioaktif Cair
Organik Dari Kegiatan Dekomisioning Fasilitas Pemurnian Asam Fosfat Petrokimia Gresik
Melalui Proses Oksidasi Biokimia, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Lingkungan VI,
ITS, Surabaya, 10 November 2009.
[7] BENEDICT, M., et.al, Nuclear Chemical Engineering, Second Edition, McGraw-Hill Book
Company, New York., 1981.
[8] IAEA, Characterization of Radioactive Waste Forms and Packages, Technical Report
Series No. 383, International Atomic Energy Agency, Vienna, 1997.
[9] HARDJONO, Teknologi Minyak Bumi. Buku Kuliah Universitas Gadjah Mada, Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik, Yogyakarta, 1984.
[10] SALIMIN, Z., Study on Intermediate Level Radioactive Wastes Processing Treatment,
Final Technical Report, Tokai Research Establishment, Japan Atomic Energy Reseach
Institute (JAERI), November 1991.
[11] MARTONO, H., Characterization of Waste Glass and Treatment of High Level LIquid Waste,
Training Report on Treatment of HLLW and Characterization of Waste Glass at Tokai
Works, PNC, Japan, 1988.
[12] HESPE, E. D., Leach Testing of Immobilized Waste Solids, A Proposal for a Standar Method.,
Atomic Energy Review, 9, 1-12, (1971).
[13] TAILLARD, D., Traitment et Conditionement des Dechets Solid de Faible et Moyenne
Activity, Communaute Europeennes, 1988.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 388
[14] ANDRA, Classification Des Dechets Radioactifs, Commissariat A L’Energie Atomique,
Agence Nationale Pour La Gestion Des Dechets Radioactifs, 1983.
[15] RINGWOOD, A.E., OVERSBY, V.M., Leach Testing of Synroc and Glass Samples at 85oC
and 200oC, Nuclear Chem. Waste Management, 1980.
[16] GUNANDJAR, Pengujian Laju Pelindihan Synroc Hasil Imobilisasi Limbah Radioaktif Cair
Aktivitas Tinggi, Prosiding Seminar Nasional XVII, Yogyakarta, 2008.
DISKUSI 1. Pertanyaan dari Sdr. Pande Made Udiyani (PTRKN-BATAN) :
a. Bagaimana spesifikasi bitumen dalam hal kandungan radioisotop?
b. Apakah yang bisa diimobilisasi menggunakan bahan matriks bitumen hanya
limbah radioaktif pemancar alfa saja?
Jawaban :
a. Bitumen yang digunakan adalah bitumen (aspal) RC 80/100 grade 5 dari
Pertamina-Cilacap justru tidak mengandung unsur radioaktif karena akan
digunakan sebagai bahan matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif.
b. Menurut IAEA (1997) [8] bahwa bitumen direkomendasikan sebagai bahan
matriks untuk imobilisasi limbah radioaktif pemancar alfa umur panjang aktivitas
rendah dan sedang. Walaupun demikian berdasarkan kepekaan matriks bitumen
terhadap peruraian oleh radiasi, bitumen dapat digunakan juga sebagai matriks
untuk imobilisasi limbah radioaktif pemancar beta dan gamma aktivitas rendah
dan sedang dengan batas maksimum aktivitas limbah 50 Ci/m3 yaitu limbah yang
mengandung unsur radioaktif hasil fisi. Dalam prakteknya tingkat aktivitas
limbah kurang dari 1 Ci/m3. Limbah tersebut dapat berupa konsentrat hasil
evaporasi atau lumpur hasil pengolahan secara kimia yang mengandung 50%
berat padatan [8].
2. Pertanyaan dari Sdr. Masrukan (PTBN-BATAN) :
Bagaimana bitumen (aspal) secara kimia dapat mengikat limbah sehingga limbah
dapat terimobilisasi?
Jawaban :
Pada proses imobilisasi melalui solidifikasi limbah, bitumen sebagai matriks terdiri
dari senyawa aspalten yang mengandung gugus-gugus hidrokarbon aromatik
kompleks yang dihubungkan dengan gugus hidrokarbon, atom belerang, dan
oksigen. Secara kimia gugus belerang dan oksigen merupakan donor pasangan
elektron untuk membentuk ikatan koordinasi dengan “orbital d” dari atom uranium
(U) dan logam lain yang terkandung dalam limbah. Gugus-gugus hidrokarbon, atom
belerang dan oksigen yang terdapat dalam aspal berfungsi sebagai ligan-ligan
berbentuk “cakar “ mencengkeram atom U atau logam yang lain. Setiap satu atom U
tersedia 6 “orbital d” yang kosong untuk membentuk 6 ikatan koordinasi, sehingga
setiap satu atom U tercengkeram oleh 6 gugus ligan dari senyawa aspalten dalam
bitumen. Semua logam transisi dapat membentuk ikatan koordinasi dengan gugus
(ligan) donor elektron. Ikatan-ikatan tersebut cepat terjadi pada proses pencampuran
limbah dengan matriks bitumen pada suhu lelehnya (150-175 oC) sehingga limbah
dapat terimobilisasi dengan matriks bitumen.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 389
3. Pertanyaan dari Sdr. Zainus Salimin (PTLR-BATAN)
Mengapa pada Gambar 1, blok bitumen limbah untuk tingkat muat limbah 10 dan 15
% berat (untuk komposisi bitumen 30 dan 40 % berat) justru mempunyai laju
pelindihan yang tinggi kemudian turun tajam untuk tingkat muat limbah yang lebih
tinggi?
Jawaban :
Pada Blok bitumen limbah untuk tingkat muat limbah 10 dan 15 % berat (komposisi
bitumen 30 dan 40 % berat), fraksi pasir sebagai bahan pengeras terlalu besar dan
fraksi bitumen sebagai pengikat terlalu kecil, sehingga tidak terbentuk blok limbah
yang padat dan kuat sehingga uranium mudah terlindih dan laju pelindihan uranium
relatif tinggi. Kenaikan tingkat muat limbah menyebabkan laju pelindihan uranium
turun karena adanya peran sifat limbah. Limbah sludge hasil biooksidasi
mengandung biomasa bakteri (yang telah mati) mempunyai sifat mengikat uranium
dan logam lain yang terkandung dalam limbah. Sifat biomasa tersebut berperan
positif dalam pembentukan blok bitumen limbah menjadi lebih padat dan kuat,
sehingga uranium tetap terkungkung kuat dan laju pelindihannya menjadi rendah
(menurun).