pengembangan modul berbasis pembelajaran ctl …
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PEMBELAJARAN CTL UNTUK
MENCAPAI HOTS DALAM PEMBELAJARAN FISIKA PADA MATERI
GETARAN HARMONIS DI KELAS X SMA/MA
SKRIPSI
Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)
Jurusan Tadris Fisika
Oleh :
NELMI AGUSTINA
NIM: 15 300 700 017
JURUSAN TADRIS FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2019
ii
iii
i
ABSTRAK
Nelmi Agustina, NIM. 15 300 700 017, Judul Skripsi:
“PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PEMBELAJARAN CTL
UNTUK MENCAPAI HOTS DALAM PEMBELAJARAN FISIKA PADA
MATERI GETARAN HARMONIS DI KELAS X SMA/MA”. Jurusan Tadris
Fisika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Batusangkar.
Salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran di
sekolah adalah ketersedian bahan ajar yang digunakan. Berdasarkan observasi dan
wawancara yang dilakukan di kelas X MIPA 1 SMAN 1 Rambatan ditemukan
bahwa bahan ajar yang digunakan guru yaitu buku paket dan LKS yang hanya
terfokus kepada materi, rumus, serta tidak ditemukan materi praktikum yang
menjadi salah satu tuntutan kurikulum 2013. Guru belum terbiasa
mengembangkan bahan ajar sesuai tuntutan kurikulum 2013. Di samping itu juga
ditemukan bahan proses pembelajaran yang masih berpusat pada guru dan peserta
didik belum terbiasa menemukan konsep sendiri, yang mengakibatkan
kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik belum tercapai. Berdasarkan hal
ini peneliti merancang sebuah bahan ajar berupa modul berbasis pembelajaran
CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran
harmonis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS yang valid, praktis dan efektif sehingga
dapat membantu peserta didik dalam memahami materi fisika, khususnya materi
getaran harmonis.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan atau development and
research dengan model penelitian 4-D, yang meliputi empat tahap yaitu: tahap
pendefenisian (define), tahap perancangan (design), tahap pengembangan
(develop), dan tahap penyebaran (disseminate). Tetapi pada penelitian ini tahap
penyebaran (disseminate) tidak dilakukan karena keterbatasan waktu dan biaya.
Modul berbasis pembelajaran CTL untuk Mencapai HOTS dalam pembelajaran
fisika dirancang memuat tujuh tahapan pembelajaran, yaitu: kontruktivisme,
bertanya, inkuiri, masyarakat belajar, modeling, refleksi, dan penilaian autentik.
Modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS yang dirancang
memuat materi eksperimen yang merangsang peserta didik untuk menemukan
konsep, serta soal yang disajikan berada pada tingkatan LOTS, MOTS, dan
HOTS.
Berdasarkan data mengolah bahan validasi modul berbasis pembelajaran
CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran
harmonis sudah memenuhi kriteria sangat valid dengan perolehan persentase
92,06%. Pada tahap praktikalitas hasil angket respon guru dan peserta didik
memperoleh persentase 97,5% dan 94,48% dengan kategori sangat praktis. Pada
tahap efektivitas yang diperoleh dari hasil normal gain sebesar 0,81 dengan
kriteria tinggi dan tingkat efektivitasnya efektif terhadap pencapaian HOTS.
Kata kunci: Pengembangan Modul, CTL, HOTS, Getaran Harmonis.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Segala puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengembangan Modul Berbasis Pembelajaran CTL
Untuk Mencapai HOTS Dalam Pembelajaran Fisika Pada Materi Getaran
Harmonis Di Kelas X SMA/MA”. Tak lupa pula peneliti mengucapkan shalawat
beserta salam kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yang begitu sangat
mencintai umatnya. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna
mencapai gelar sarjana Strata Satu (S-1) Tadris Fisika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.
Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, peneliti telah banyak mendapat
bantuan, dorongan, motivasi, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu
pada kesempatan ini peneliti sampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada
kedua orang tua, ayahanda Defrimal dan ibunda Gustimar serta saudara/i peneliti
yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada peneliti. Ucapan terima
kasih yang mendalam juga peneliti sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Marjoni Imamora, M.Sc, selaku Pembimbing I dan Ibunda
Artha Nesa Chandra, M. Pd sebagai pembimbing II, yang telah
meluangkan waktu, membimbing, mengarahkan, memberi masukan, dan
memberikan dukungan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skipsi ini.
2. Ketua Jurusan Tadris Fisika Ibu Venny Haris, M.Si, yang telah membina,
mengarahkan, membantu dan memberikan dukungan kepada peneliti
sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Novia Lizelwati, M.Pfis, selaku Penguji II yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Dr. H. Kasmuri, M.A selaku rektor IAIN Batusangkar.
ii
iii
5. Bapak Dr. Sirajul Munir, M.Pd selaku Ketua Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan IAIN Batusangkar.
6. Ibu Dr. Elda Herlina, M.Pd, Ibu Dewi Juita, M.Pd dan Ibu Dra. Nurhaida,
sebagai validator yang telah memberikan masukan yang konstruktif.
7. Bapak Dr. Akhyar Hanif, M.Ag selaku Penasehat Akademik (PA) yang
telah membimbing serta memberikan arahan kepada peneliti
8. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Tadris Fisika, Bapak Dr. Marjoni Imamora,
M.Sc, Bapak Fransrizal Agustianto, M.Si, Ibu Venny Haris, M.Si, Bapak
Dr. Amali Putra, M.Pd, Ibu Novia Lizelwati, M.Pfis, Ibu Sri Maiyena,
M.Sc, Ibu Artha Nesa Chandra, M.Pd, Ibu Hardiyati Idrus, M.Sc, yang
selalu dan tak pernah bosan berbagi ilmu pengetahuan kepada kami dan
memberikan dorongan serta motivasi kepada kami serta kepada Bapak/Ibu
dosen Luar Biasa yang telah berbagi ilmu pengetahuan, pengalaman, serta
motivasi kepada kami.
9. Keluarga besar SMAN 1 Rambatan, khususnya Bapak Drs. Khairul Efendi
selaku Kepala Sekolah, Guru mata pelajaran fisika, Ibu Dra. Nurhaida dan
siswa siswi SMAN 1 Rambatan khusus kelas X MIPA 1 dan X MIPA 2.
10. Teristimewa untuk keluarga besar peneliti senantiasa mendukung langkah
ini dengan iringan doa dan kasih sayang baik secara moril atau materil.
Terimakasih atas nasehat yang tiada hentinya.
11. Rekan-rekan Mahasiswa/i Tadris Fisika serta keluarga besar Tadris Fisika
yang telah memberikan motivasi, serta dukungan.
12. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, motivasi serta bantuan
baik moril maupun materil yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.
Mudah-mudahan Allah SWT membalas segala pengalaman, motivasi dan
dukungan yang telah diberikan dengan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda.
Peneliti menyadari bahwa pada skripsi ini masih terdapat kelemahan-kelemahan,
oleh sebab itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dalam upaya menyelenggarakan
proses pembelajaran yang sebaik-baiknya. Akhir kata, harapan peneliti skripsi ini
iii
iv
bermanfaat bagi semua pihak dan khususnya bagi perkembangan dunia IPTEK di
bidang fisika. Amiin.
Batusangkar, 20 Juni 2019
NELMI AGUSTINA
NIM. 15 300 700 017
iv
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 7
C. Rumusan Masalah ............................................................................ 7
D. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
E. Spesifikasi Produk yang Diharapkan ................................................ 8
F. Manfaat Penelitian ............................................................................ 9
G. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan ....................................... 10
H. Definisi Operasional ....................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ................................................................................... 12
1. Penelitian dan Pengembangan ................................................... 12
2. Modul ......................................................................................... 12
a. Pengertian Modul ................................................................. 12
b. Karakteristik Modul .............................................................. 14
c. Tujuan Modul ....................................................................... 15
d. Prinsip Pengembangan Modul ............................................... 15
e. Komponen Modul ................................................................. 17
3. Pembelajaran CTL ...................................................................... 18
a. Pengertian Pembelajaran CTL ............................................... 18
b. Komponen CTL .................................................................... 19
c. Langkah-langkah Penerapan CTL ......................................... 23
d. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran CTL .................... 24
4. Higher Order Thinking Skill (HOTS) ........................................ 25
v
vi
a. Pengertian soal Higher Order Thinking Skills ..................... 25
b. Karakteristik Soal Higher Order Thinking Skills ................... 26
5. Hakikat Pembelajaran Fisika ...................................................... 29
6. Validitas, Praktikalitas, dan Efektivitas ....................................... 32
B. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan ................................................ 41
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pengembagan .................................................................... 45
B. Prosedur Pengembangan ................................................................. 45
C. Subjek Uji Coba ............................................................................. 52
D. Jenis Data ....................................................................................... 58
E. Instrumen Penelitian ....................................................................... 60
F. Teknik Analisa Data ......................................................................... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian................................................................................. 66
B. Pembahasan ..................................................................................... 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 96
B. Implikasi .......................................................................................... 96
C. Saran ................................................................................................ 97
DAFTAR PUSTAKA
vi
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Nilai Kuis Soal HOTS pada Tingkat C4 Materi Usaha Kelas
X Semester Genap 2019/2020 ............................................................ 4
Tabel 2.1 Dimensi Revisi Taksonomi .............................................................. 30
Tabel 2.2 Paparan KI, KD, dan Indikator ........................................................ 33
Tabel 2.3 Kategori Praktikalitas Bahan Ajar .................................................... 42
Tabel 2.4 Kriteria N-Gain ............................................................................... 43
Tabel 3.1 Validasi Modul Berbasis Pembelajaran CTL untuk Mencapai HOTS
dalam Pembelajaran Fisika ............................................................. 54
Tabel 3.2 Validasi RPP ................................................................................... 54
Tabel 3.3 Validasi Angket Respon .................................................................. 55
Tabel 3.4 Validasi Soal Pretest dan Postest ..................................................... 55
Tabel 3.5 Aspek Praktikalitas Modul Berbasis Pembelajaran CTL
untuk Mencapai HOTS ................................................................... 56
Tabel 3.6 Rancangan Penelitian ...................................................................... 57
Tabel 3.7 Angket Respon Modul Berbasis Pembelajaran CTL untuk
Mencapai HOTS .............................................................................. 54
Tabel 3.8 Indeks Kesukaran Soal ................................................................... 65
Tabel 3.9 Daya Pembeda Soal ........................................................................ 66
Tabel 3.10 Kriteria Koefisien Korelasi Reliabilitas Soal ................................... 67
Tabel 3.11 Kategori Validitas RPP ................................................................... 68
Tabel 3.12 Kategori Validitas Soal HOTS (Pretest dan Postest) ....................... 69
Tabel 3.13 Kriteria N-Gain .............................................................................. 70
Tabel 4.1 Analisis Silabus Pembelajaran Fisika Kelas X ................................ 72
Tabel 4.2 Hasil Validasi RPP ......................................................................... 81
Tabel 4.3 Hasil Analisis Validasi Modul Berbasis Pembelajaran CTL
untuk Mencapai HOTS .................................................................. 82
Tabel 4.4 Hasil Analisis Validasi Angket Respon Peserta Didik ..................... 83
Tabel 4.5 Hasil Analisis Validasi Angket Respon Guru .................................. 84
Tabel 4.6 Hasil Analisis Angket Respon Praktikalitas Siswa .......................... 86
vii
viii
Tabel 4.7 Hasil Analisis Angket Respon Praktikalitas Guru ........................... 87
Tabel 4.8 Hasil Analisis Instrumen Soal HOTS .............................................. 88
viii
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Nama Validator ......................................................................... 102
Lampiran 2 Lembar Validasi Modul ............................................................. 111
Lampiran 3 Lembar Validasi RPP ................................................................ 107
Lampiran 4 Lembar Validasi Angket Respon Peserta Didik ......................... 114
Lampiran 5 Lembar Angket Respon Praktikalitas Peserta Didik ................... 115
Lampiran 6 Lembar Validasi Angket Respon Guru ...................................... 117
Lampiran 7 Lembar Angket Respon Praktikalitas Guru ................................ 118
Lampiran 8 Lembar Pedoman Wawancara ................................................... 119
Lampiran 9 Lembar Validasi Soal ................................................................ 121
Lampiran 10 Soal Uji Coba ............................................................................ 123
Lampiran 11 Analisis Indeks Kesukaran Soal................................................. 128
Lampiran 12 Analisis Daya Pembeda Soal ..................................................... 129
Lampiran 13 Analisis Reliabilitas Soal ........................................................... 130
Lampiran 14 Hasil Analisis Validitas Modul .................................................. 132
Lampiran 15 Hasil Analisis Validitas RPP ..................................................... 133
Lampiran 16 Hasil Analisis Validitas Angket Respon Peserta Didik............... 134
Lampiran 17 Hasil Analisis Validitas Angket Respon Guru ........................... 135
Lampiran 18 Hasil Analisis Validitas Soal ..................................................... 136
Lampiran 19 Hasil Analisis Praktikalitas Peserta Didik .................................. 137
Lampiran 20 Hasil Analisis Praktikalitas Guru ............................................... 138
Lampiran 21 Hasil Analisis Efektivitas Modul ............................................... 139
Lampiran 22 Surat Izin Penelitian .................................................................. 141
Lampiran 23 Surat Izin Penelitian Dinas Pendidikan ...................................... 142
Lampiran 24 Surat Balasan Sudah Melaksanakan Penelitian .......................... 143
Lampiran 25 Modul Berbasis Pembelajaran CTL untuk Mencapai HOTS
dalam Pembelajaran Fisika pada Materi Getaran Harmonis ....... 145
Lampiran 26 RPP ........................................................................................... 147
Lampiran 27 Kisi-Kisi Soal ............................................................................ 150
Lampiran 28 Kartu Soal ................................................................................. 152
ix
x
Lampiran 29 Soal Pretest dan Postest ............................................................ 154
Lampiran 30 Hasil Analisis Instrumen Psikomotor ......................................... 156
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan
indikator utama berhasilnya pendidikan. Pendidikan yang baik akan
menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif. Pada
dasarnya pendidikan adalah usaha sadar manusia untuk menumbuh
kembangkan potensi peserta didik dengan cara mendorong dan
memfasilitasi peserta didik dalam proses belajar. Secara rinci, dipaparkan
dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1(1) menyatakan :
“Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. (Sisdiknas No 20 Tahun
2003)
Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional Undang-Undang RI
Nomor 20 Tahun 2003 yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam
pelaksanaan kegiatan pendidikan (Sisdiknas No 20 Tahun 2003).
Apabila isi dari tujuan pendidikan nasional tersebut dipahami,
maka terlihat jelas bahwa tujuan pendidikan bukan hanya untuk
mengembangkan potensi peserta didik saja, namun juga mewujudkan
peserta didik yang memiliki keterampilan yang diperlukan bagi dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara. Ini sesuai dengan tuntutan kurikulum
2013, yaitu menciptakan peserta didik yang kreatif, inovatif dan mandiri.
Menurut PP RI Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas PP Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1(16)
2
menyatakan: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan” (PP No 32 Tahun 2013).
Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan
sebuah bahan pelajaran dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran
yang mampu mengembangkan peserta didik dalam mencapai kemampuan
berfikir dan terampil dalam memecahkan masalah. Menurut Andi
Prastowo “Bahan ajar adalah bahan yang sudah secara aktual dirancang
dengan sadar dan sistematis untuk mencapai kompetensi peserta didik
secara utuh dalam kegiatan pembelajaran” (Prastowo, 2011 : 32). Pendapat
lain, menurut Abdul Majid “Bahan ajar adalah segala bentuk bahan,
informasi, alat dan teks yang digunakan untuk membantu guru atau
instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar” (Majid, 2007 :
147).
Apabila kita cermati defenisi bahan ajar menurut para ahli di atas,
bahan ajar adalah sebuah alat yang dirancang secara sadar dan sistematis
yang digunakan guru untuk mempermudah menyampaikan informasi
sehingga tercapainya kompetensi peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran. Bahan ajar juga dapat membantu peserta didik belajar
secara mandiri, seperti modul. Modul adalah bahan ajar cetak yang
disusun secara sistematis, dengan bahasa yang mudah dipahami dan dapat
membantu peserta didik dalam proses pembelajaran baik secara mandiri
maupun dengan guru. Selain itu juga, modul dapat meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah.
Pada umumnya kemampuan peserta didik Indonesia masih sangat
rendah dalam pemecahan masalah sains, khususnya pemecahan masalah
yang berhubungan dengan fisika, sehingga perlu adanya perubahan dalam
pembelajaran yang dikembangkan oleh guru yang nantinya diharapkan
dapat mendorong peningkatan kemampuan berfikir tingkat tinggi,
meningkatkan kreativitas dan membangun kemandirian peserta didik
3
untuk menyelesaikan masalah (Widana, 2017: 1). Perubahan yang
diharapkan dalam pembelajaran adalah bahan ajar yang dikembangkan
oleh guru dapat meningkatkan kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta
didik.
HOTS ini sangat penting bagi peserta didik dalam menghadapi
perkembangan pendidikan baik ditingkat nasional maupun dikancah
internasional karena diyakini dapat mendorong peserta didik untuk berfikir
secara luas dan mendalam tentang materi pelajaran. HOTS merupakan
assesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, dimana
peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran
di kelas untuk menyelasaikan masalah (Widana, 2017 : 2-3).
HOTS sangat sesuai dengan pembelajaran berbasis CTL karena
mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata. Serta dapat
mendorong peserta didik untuk menghubungkan pengetahuan dan
penerapannya dalam kehidupan nyata peserta didik. Selain itu juga,
peserta didik bisa mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi
dalam pemecahan masalah (Widana, 2017 : 4).
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di SMAN 1
Rambatan dan wawancara dengan guru fisika kelas X pada tanggal 28
Februari 2019, diperoleh informasi bahwa proses pembelajaran masih
berpusat kepada guru, guru hanya menjelaskan materi di depan kelas,
peserta didik disuruh mencatat materi yang dijelaskan guru, sehingga
peserta didik hanya menerima materi yang dijelaskan guru. Selain itu juga,
guru tidak membangun pengetahuan awal peserta didik dengan kehidupan
nyata peserta didik, peserta didik tidak disuruh untuk menemukan konsep
sendiri, tapi gurulah yang menjelaskan konsep atau materi kepada peserta
didik. Melalui proses pembelajaran yang demikian partisipasi aktif peserta
didik dalam belajar masih kurang. Serta, guru kurang terbiasa menerapkan
kurikulum 2013, guru tidak menyuruh peserta didik menemukan konsep
sendiri, tapi guru hanya menjelaskan materi kepada peserta didik, sehingga
kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik belum tercapai. Ini terlihat
4
dari nilai kuis soal HOTS pada tingkat C4 yang peneliti lakukan pada
materi usaha pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Nilai Kuis Soal HOTS pada Tingkat C4 Materi Usaha Kelas X
Semester Genap 2019/2020 No Kelas Jumlah
Siswa
KKM Rata -
Rata
Nilai
Siswa
Jumlah Siswa Persentase (%)
Tuntas Tidak
Tuntas
Tuntas Tidak
Tuntas
1 X MIP 1 31
orang
75 68,71 13
orang
18
orang
42 %
58 %
Berdasarkan Tabel 1.1, peneliti memberikan soal kuis di kelas X
MIPA 1 materi usaha, soal yang peneliti berikan berada pada tingkatan
C4, soal ini termasuk level 3 atau penalaran, karena untuk menjawab soal
tersebut peserta didik harus mampu mengingat, dan memahami materi
faktual, konseptual, dan prosedural tentang usaha, serta mampu
menentukan strategi pemecahan masalah dari soal yang diberikan. Dari
soal tersebut peneliti menganalisa hasilnya diperoleh peserta didik yang
tuntas 13 orang dan yang tidak tuntas 18 orang, rata-rata nilai siswa 68,71
dengan presentase ketuntasan 42%.
Berdasarkan data tersebut sebagian besar kemampuan berfikir
tinggi peserta didik belum tercapai. Ini dikarenakan kemampuan sebagian
besar peserta didik hanya pada level 2 yaitu pada tingkat pemahaman,
peserta didik hanya mampu memahami, dan menghitung nilai dari suatu
besaran yang ada, peserta didik kurang bisa menganalisa soal dalam
bentuk prosedural. Selain itu, peserta didik kurang aktif dalam
pembelajaran, guru menggunakan bahan ajar dalam pembelajaran, bahan
ajar yang digunakan guru adalah buku paket dan LKS yang tersedia di
sekolah. Guru hanya menggunakan LKS siap jadi dan buku paket, ini
dikarenakan guru belum terbiasa mengembangkan bahan ajar sesuai
tuntutan kurikulum 2013.
Salah satu yang dapat dilakukan agar membuat pembelajaran fisika
lebih bermakna adalah guru mengembangkan bahan ajar. Salah satu
manfaat bahan ajar dalam pembelajaran fisika dapat digunakan sebagai
perantara dalam pembelajaran fisika, misalnya modul. Penggunaan modul
5
di dalam kegiatan belajar mengajar tidak hanya memandang aktivitas guru
semata, melainkan melibatkan siswa secara aktif dalam belajar. Dengan
menggunakan modul juga menciptakan proses belajar yang mandiri (E-
Journal: Yunieka Putri Sukiminiandari, dkk, 2015 Vol IV).
Bahan ajar yang dirasa mampu membantu peserta didik dan guru
dalam proses belajar adalah modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS yang mana dengan modul tersebut bisa mengembangkan
kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik. Sebelumnya sudah
dilakukan penelitian oleh Alfi Anafidah, dkk (2017: 29) dengan judul
“Pengembangan Modul Fisika Berbasis CTL (Contextual Teaching And
Learning) Pada Materi Dinamika Partikel Untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMAN 1 Ngawi” Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kelayakan modul fisika berbasis CTL
berkategori sangat baik setelah dilakukan validasi, keterampilan berpikir
kritis siswa mengalami peningkatan setelah mengikuti proses
pembelajaran dengan menggunakan modul fisika berbasis CTL sebesar
0,36 dengan kategori sedang (Alfi Anafidah, dkk, 2017: 29).
Lidy Alimah Fitri, dkk (2013) juga melakukan penelitian dengan
judul “ Pengembangan Modul Fisika pada Pokok Bahasan Listrik Dinamis
Berbasis Domain Pengetahuan Sains untuk Mengoptimalkan Minds-On
Siswa SMA Negeri 2 Purworejo Kelas X Tahun Pelajaran 2012/2013”
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rerata persentase hasil evaluasi
modul dari ahli 83%, dari guru Fisika 82%, dari teman sejawat 89%.
Penggunaan modul Fisika berbasis domain pengetahuan sains dapat
meningkatkan pemahaman siswa dengan persentase ketuntasan siswa
84%. Selain itu juga, penggunaan modul dapat mengoptimalkan minds-on
siswa. Rerata minds-on siswa adalah 43,52 dengan kategori “baik”.
Dengan demikian, modul fisika berbasis domain pengetahuan sains
dengan pendekatan CTL layak digunakan dalam pembelajaran Fisika
untuk mengoptimalkan minds-on siswa (Lidy Alimah Fitri, dkk, 2013).
6
Penelitian lain dari Masrurotul Wafiroh (2017), dengan judul
penelitian Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis Inkuiri
Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi,
Hasil penilaian yang dilakukan oleh validator terhadap produk
pengembangan menunjukkan persentase kelayakan modul sebesar 67,79%
dengan interpretasi layak. Hal ini menunjukkan bahwa produk
pengembangan mempunyai kualitas “baik”. Modul pembelajaran berbasis
Inkuiri Terbimbing cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa. Hasil kemampuan berpikir siswa ketika
dilakukan uji kelas terbatas diperoleh N-Gain sebesar 0,64 dengan kriteria
sedang (Masrurotul Wafiroh, 2017).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya,
peneliti tertarik mengembangkan bahan ajar berupa modul yang menarik
dan sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013. Modul yang dikembangkan
adalah modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS yang
dapat membantu peserta didik menghubungkan pengetahuan yang
dimilikinya dengan kehidupan nyata peserta didik, sehingga peserta didik
dapat berfikir tingkat tinggi dalam menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Materi di dalam
modul sangat dekat dengan kehidupan nyata peserta didik, yaitu materi
getaran harmonis. Materi getaran harmonis ini sangat sesuai dengan
pembelajaran CTL dan kriteria HOTS, materi getaran harmonis ini berada
pada tingkat menganalisis. Materi getaran harmonis ini terdapat praktikum
yang dapat memotivasi peserta didik untuk menemukan konsep, sehingga
partisipasi peserta didik tinggi, dan kemampuan berfikir tingkat tingkat
tinggi peserta didik tercapai.
Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan
judul “Pengembangan Modul Berbasis Pembelajaran CTL Untuk
Mencapai HOTS Dalam Pembelajaran Fisika Pada Materi Getaran
Harmonis di Kelas X SMA/MA”.
7
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan paparan dalam latar belakang masalah dapat diidentifikasi
masalah yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Pembelajaran berpusat pada guru, guru hanya menjelaskan konsep
kepada peserta didik, guru tidak menyuruh peserta didik untuk mencari
konsep sendiri
2. Peserta didik kurang aktif dalam pembelajaran, dan peserta didik
belum bisa menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan
kehidupan nyata
3. Guru menggunakan buku teks dan LKS yang tersedia di sekolah
4. Guru belum terbiasa mengembangkan bahan ajar berupa modul sesuai
tuntutan kurikulum 2013
5. Kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik belum tercapai
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana validitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran
harmonis di kelas X SMA/MA?
2. Bagaimana praktikalitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran
harmonis di kelas X SMA/MA?
3. Bagaimana efektivitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran
harmonis di kelas X SMA/MA?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menghasilkan modul berbasis
8
pembelajaranfisika yang valid, praktis, dan efektif pada materi getaran
harmonis di kelas X SMA/MA
E. Identifikasi Masalah
Berdasarkan paparan dalam latar belakang masalah dapat diidentifikasi
masalah yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Pembelajaran berpusat pada guru, guru hanya menjelaskan konsep
kepada peserta didik, guru tidak menyuruh peserta didik untuk mencari
konsep sendiri
2. Peserta didik kurang aktif dalam pembelajaran, dan peserta didik
belum bisa menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya dengan
kehidupan nyata
3. Guru menggunakan buku teks dan LKS yang tersedia di sekolah
4. Guru belum terbiasa mengembangkan bahan ajar berupa modul sesuai
tuntutan kurikulum 2013
5. Kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik belum tercapai
F. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
4. Bagaimana validitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran
harmonis di kelas X SMA/MA?
5. Bagaimana praktikalitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran
harmonis di kelas X SMA/MA?
6. Bagaimana efektivitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran
harmonis di kelas X SMA/MA?
9
G. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menghasilkan modul berbasis pembelajaran
CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika yang valid,
praktis, dan efektif pada materi getaran harmonis di kelas X SMA/MA.
H. Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Penelitian ini menghasilkan produk berupa modul fisika berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika di
kelas X SMA/MA dapat digunakan dalam proses pembelajaran dengan
spesifikasi sebagai berikut :
1. Modul disajikan dengan urutan yaitu: cover, kata pengantar, daftar isi,
peta konsep, KI, KD, dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
petunjuk belajar, lembar appersepsi, uraian materi, contoh soal dan
latihan soal, kunci jawaban, penilaian, daftar pustaka
2. Cover modul didesain sesuai dengan penerapan getaran harmonis,
dilengkapi dengan warna dan gambar yang menarik.
3. Modul berbasis pembelajaran CTL didesain sesuai KI, KD, indikator
dan tujuan pembelajaran yang memuat materi pembelajaran fisika pada
materi getaran harmonis yang dikaitkan dengan kehidupan nyata
peserta didik.
4. Modul ini dilengkapi dengan peta konsep. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan peserta didik untuk mengetahui materi-materi yang akan
dipelajari. Modul juga, berisikan materi-materi getaran harmonis yang
mana meteri yang dipilih dekat dengan kehidupan nyata peserta didik.
Modul ini juga berbasis pembelajaran CTL, dalam pembelajaran CTL
terdapat pendekatan CTL. Pendekatan CTL tersebut memiliki tujuh
komponen yaitu: konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat
belajar, modeling, refleksi, dan penilaian autentik.
5. Pada lembar appersepsi dilengkapi dengan gambar yang berkaitan
dengan fenomena fisika, kemudian diberikan pertanyaan sehingga bisa
10
menggali pola pikir peserta didik dalam menemukan konsep. Hal ini
bertujuan agar peserta didik mampu memecahkan masalah fenomena
fisika dalam kehidupan sehari-hari. Komponen pendekatan CTL pada
bagian ini yaitu konstruktivisme, inkuiri, dan questioning.
6. Uraian materi berisi tentang materi yang akan dipelajari. Modul
memuat materi getaran harmonis yang menuntut peserta didik dapat
membangun sendiri pengetahuannya, menemukan konsep melalui
diskusi kelompok, dan tanya jawab antar sesama peserta didik.
7. Modul dilengkapi dengan contoh soal dan latihan soal yang bisa
menuntun peserta didik dalam menyelesaikan soal latihan secara
individu ataupun berkelompok. Komponen pendekatan CTL yang
ditemukan pada bagian ini adalah komponen learning community, dan
modeling. Pada bagian contoh soal dan latihan soal berisi tingkatan
pengetahuan C1-C4. Pada ranah pengetahuan C4 termasuk tingkat
ranah HOTS atau level 3. Tidak semua soal HOTS termasuk soal sulit,
tapi soal-soal HOTS membutuhkan kemampuan berfikir tingkat tinggi
untuk menyelesaikan soal tersebut.
8. Setiap soal pada modul harus bertitik tolak pada alam nyata yang
sesuai dengan dunia peserta didik. Modul terdiri dari soal-soal yang
dapat memancing peserta didik untuk berfikir kritis dan mencari tahu
apa sebenarnya konsep yang dibahas.
9. Bagian evaluasinya dibuat dalam bentuk soal essay dan objektif serta
kunci jawaban sebagai pedoman peserta didik. Bagian evaluasi ini
merupakan komponen utama yaitu refleksi dan penilaian nyata dari
hasil proses pembelajaran peserta didik.
10. Modul dirancang dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
11. Modul ditulis dengan huruf Arial, ukuran 11-16.
I. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
11
1. Bagi peneliti, sebagai salah satu inovasi dalam pengembangan bahan
ajar dan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Strata
Satu (S1).
2. Bagi peserta didik, sebagai pedoman dalam belajar dan sebagai upaya
mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi serta menggali
kecerdasan yang dimilikinya.
3. Bagi guru, sebagai salah satu masukan bahan ajar yang akan
meningkatkan mutu dan kualitas sekolah dan mempermudah guru
dalam mengajar.
J. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
1. Asumsi
Asumsi dalam pengembangan modul berbasis pembelajaran CTL
untuk mencapai HOTS yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
a. Pembelajaran fisika diharapkan berpusat pada peserta didik,
dengan bantuan modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
HOTS, peserta didik menjadi aktif dan dapat menemukan konsep
sendiri tanpa diajarkan oleh guru sebelumnya.
b. Proses belajar mengajar menjadi lebih efektif dan terarah dengan
menggunakan modul berbasil pembelajaran CTL.
c. Dengan adanya modul berbasis pembelajaran CTL dalam
pembelajaran, dapat meningkatkan kemampuan berfikir tingkat
tinggi peserta didik.
d. Hasil belajar peserta didik menjadi lebih baik dengan
menggunakan modul berbasis pembelajaran CTL sebagai bahan
ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran.
2. Keterbatasan Pengembangan
Pengembangan modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
HOTS ini hanya dapat digunakan pada materi getaran harmonis saja,
karena penulis memfokuskan materi getaran harmonis di kelas X
SMA/MA semester 2. Dalam pengembangan modul ini penulis lebih
12
memfokuskan kelayakan suatu modul tersebut dari uji validitas,
praktikalitas dan efektivitas modul tersebut.
K. Definisi Operasional
Untuk mempermudah dalam memahami penelitian ini, maka perlu
dipahami defenisi operasional sebagai berikut :
1. Penelitian dan pengembangan adalah cara atau proses ilmiah yang
digunakan untuk menghasilkan produk baru atau produk yang telah
ada, kemudian disempurnakan sehingga menghasilkan sebuah produk
yang dapat dipertanggung jawabkan keefektifan produk tersebut.
2. Modul adalah bahan ajar cetak yang dirancang oleh guru untuk dapat
dipelajari secara mandiri oleh peserta didik baik itu dengan bimbingan
guru maupun tanpa bimbingan guru karena telah disajikan secara
sistematis.
3. Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
4. Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran kemampuan
berfikir tingkat tinggi peserta didik, dimana peserta didik diharapkan
dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran dalam kehidupan
sehari-hari untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Soal-soal HOTS
berada pada ranah C4-C6 atau level 3.
5. Modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS adalah
sebuah bahan ajar cetak yang dirancang untuk membantu peserta didik
dalam pembelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari,
dengan permasalahan yang ada, peserta didik dapat menemukan suatu
solusi dari permasalahan tersebut, secara tidak langsung kemampuan
berfikir tingkat tinggi peserta didik sudah berkembang.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Penelitian dan Pengembangan
Secara umum penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono,
2013 : 3). Menurut Herlanti (2014 : 16), pengertian penelitian
pengembangan adalah upaya untuk mengembangkan suatu produk dan
bukan untuk menguji teori. Selain itu juga, pengertian penelitian dan
pengembangan menurut Sugiyono (2013 : 297) menjelaskan penelitian
dan pengembangan (R&D) adalah penelitian untuk menghasilkan
produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut.
Dari uraian di atas, penelitian dan pengembangan adalah cara atau
proses ilmiah yang digunakan untuk menghasilkan produk baru atau
produk yang telah ada, kemudian disempurnakan sehingga
menghasilkan sebuah produk yang dapat dipertanggung jawabkan
keefektifan produk tersebut.
2. Modul
a. Pengertian Modul
Pengertian Modul menurut E. Mulyasa (2009 : 231), modul adalah
paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian kegiatan belajar
yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk
membantu peserta didik mencapai tujuan belajar. Menurut Joko
Sutrisno (2008 : 4) modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar
yang dikemas secara utuh dan sistematis, di dalamnya memuat
seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk
membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik.
Modul adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis
dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik sesuai
14
tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar mereka dapat belajar
sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang minimal
dari pendidik (Andi Prastowo, 2011 : 106).
Pendapat lain pengertian modul menurut Suaidinmath,
(2010) dalam Alfi Anafidah (2017 : 31), modul ialah salah satu
bentuk bahan ajar sistematis yang dikemas secara utuh serta di
dalamnya memuat seperangkat alat belajar yang terencana dan
didesain untuk membantu siswa agar menguasai tujuan belajar
yang spesifik.
Dari beberapa pengertian modul menurut ahli di atas, dapat
ditarik kesimpulan modul adalah sebuah bahan ajar cetak yang
disusun secara sistematis, dengan bahasa yang mudah dipahami
dan dapat membantu peserta didik dalam proses pembelajaran baik
secara mandiri maupun dengan guru.
b. Karakteristik Modul
Setiap bentuk bahan ajar, pada umumnya memiliki
sejumlah karakteristik tertentu yang membedakannya dengan
bahan ajar yang lain. Salah satunya adalah modul, bahan ajar ini
memiliki beberapa karakteristik, antara lain : dirancang untuk
sistem pembelajaran mandiri, merupakan program pembelajaran
yang utuh dan sistematis, mengandung tujuan, bahan atau kegiatan,
dan evaluasi, disajikan secara komunikatif (dua arah), diupayakan
dapat mengganti beberapa peran pengajar, cakupan bahasan
terfokus dan terukur, serta mementingkan aktivitas belajar pemakai
(Andi Prastowo, 2011 : 109-110).
Pengembangan modul harus memperhatikan karakteristik
yang dapat menghasilkan motivasi belajar peserta didik meningkat,
karakteristik yang diperlukan modul (Joko Sutrisno, 2008 : 4-7),
yaitu :
15
1) Self Instruction
Merupakan karakteristik penting dalam modul, dengan
karakter tersebut memungkinkan seseorang belajar secara
mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain.
2) Self Contained
Modul dikatakan self contained bila seluruh materi
pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut.
3) Berdiri Sendiri (Stand Alone)
Merupakan karakterisrik modul yang tidak tergantung pada
bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama-
sama dengan bahan ajar/media lain.
4) Adaptif
Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi
terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.
5) Bersahabat/Akrab (User Friendly)
Setiap intruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat
membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk
kemudahan dalam merespon.
Dari uraian karakteristik modul menurut para ahli di atas, dapat
ditarik kesimpulan mengenai karakteristik modul yaitu: modul
tersebut memungkinkan peserta didik belajar secara mandiri (tidak
tergantung pada pihak lain), materi pembelajaran yang dibutuhkan
termuat dalam modul tersebut secara utuh dan sistematis, modul
disajikan secara komunikatif (dua arah), modul tidak tergantung
pada media lain yang harus digunakan secara bersamaan, modul
bersifat menyesuaikan (fleksibel), dan modul dapat membantu
aktivitas peserta didik karena bahasanya sederhana dan mudah
dipahami.
c. Tujuan Pembuatan Modul
Adapun tujuan penyusunan atau pembuatan modul, antara lain :
peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan
16
bimbingan pendidik, peran pendidik tidak terlalu dominan dalam
pembelajaran, melatih kejujuran peserta didik, mengakomodasi
berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta didik, dan mampu
mengukur sendiri tingkat penguasaan materi yang telah
dipelajarinya (Andi Prastowo, 2011 : 108-109).
Dari paparan tujuan penyusunan atau pembuatan modul di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penyusunan atau pembuatan
modul memiliki beberapa tujuan yang harus kita pahami, yaitu:
dapat membantu peserta didik belajar secara mandiri, meringankan
beban dari guru, dapat meningkatkan kemampuan peserta didik,
serta peserta didik dapat mengukur kemampuan yang dimilikinya.
d. Prinsip Pengembangan Modul
Terdapat sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan modul (Joko Sutrisno, 2008 : 9-12) sebagai berikut:
1) Analisis
Modul harus dikembangkan atas dasar analisis kebutuhan
dan kondis, yaitu : materi belajar apa saja yang perlu disusun
menjadi suatu modul, berapa jumlah modul yang diperlukan,
siapa yang akan menggunakan, sumber daya apa saja yang
diperlukan, dan hal-hal lain yang dinilai perlu.
2) Desain
Desain modul yang dikembangkan biasanya dilihat dari
bentuk, struktur, dan komponen modul seperti apa yang dapat
memenuhi berbagai kebutuhan dan kondisi nyata yang ada.
Berdasarkan desain yang telah dikembangkan, disusun modul
per modul yang dibutuhkan. Proses penyusunan modul terdiri
dari tiga tahapan pokok, yaitu :
a) Menetapkan strategi pembelajaran dan media pembelajaran
yang sesuai. Pada tahap ini, perlu diperhatikan karakteristik
dari kompetensi yang akan dipelajari, karakteristik peserta
17
didik, dan karakteristik konteks dan situasi dimana modul
akan digunakan.
b) Memproduksi atau mewujudkan fisik modul. Komponen isi
modul antara lain meliputi : tujuan belajar, prasyarat
pembelajar yang diperlukan, substansi atau materi belajar,
bentuk-bentuk kegiatan belajar, dan komponen
pendukungnya.
c) Mengembangkan perangkat penilaian. Dalam hal ini, perlu
diperhatikan aspek kompetensi (pengetahuan, keterampilan,
dan sikap) dapat dinilai berdasarkan kriteria tertentu yang
telah ditetapkan.
3) Implementasikan
Modul yang telah diproduksi kemudian digunakan dalam
kegiatan pembelajaran. Kegiatan belajar dilaksanakan sesuai
dengan alur yang telah digariskan dalam modul.
4) Evaluasi dan validasi
Modul yang telah diproduksi dan masih digunakan dalam
kegiatan pembelajaran, secara periodik harus dilakukan
evaluasi dan validasi. Evaluasi lebih dimaksudkan untuk
mengukur apakah implementasi pembelajaran dengan modul
dapat dilaksanakan sesuai dengan desain pengembangannya.
Bila tidak atau kurang optimal, maka modul perlu diperbaiki
sesuai dengan hasil evaluasi. Sedangkan validasi, lebih
ditujukan untuk mengetahui dan mengukur apakah materi/isi
modul masih sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan
kondisi yang berjalan saat ini.
5) Jaminan kualitas
Modul senantiasa harus selalu dipantau efektivitas dan
efisiensinya. Modul harus efektif untuk mencapai tujuan
kegiatan belajar mengajar. Selain itu juga harus efisien dalam
implementasinya.
18
Berdasarkan uraian di atas, tentang prinsip pengembangan
modul terlihat bahwa prinsip satu dengan yang lainnya saling
keterkaitan dan memberi umpan balik. Adanya satu informasi
ketidaksesuaian dengan yang diharapkan dari satu prinsip, menjadi
balikan bagi komponen prinsip yang lain.
e. Komponen Modul
Merancang sebuah modul yang baik, maka satu hal yang
penting yang harus kita lakukan adalah mengenali unsur-unsurnya.
Modul paling tidak harus berisikan tujuh unsur (Andi Prastowo,
2011 : 112-113), yaitu : judul, petunjuk belajar (petunjuk peserta
didik/pendidik), kompetensi yang akan dicapai, informasi
pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja atau lembar kerja (LK)
dan evaluasi.
1) Judul, meliputi judul cover depan modul dan judul untuk
masing-masing bab yang disesuaikan dengan isi materi
pokoknya.
2) Petunjuk belajar, bagian ini berisi cara menggunakan modul,
dan bagian ini juga ditunjukkan apa saja yang mesti dilakukan
pembaca (peserta didik) ketika membaca modul.
3) Kompetensi yang akan dicapai, pada bagian ini diharapkan
pembaca dapat memperoleh hasil dari proses belajar yang
ditempuhnya.
4) Informasi pendukung, pada bagian ini memuat informasi awal
mengenai materi yang akan dibahas, serta penjelasan singkat
tentang materi yang akan dibahas dalam modul.
5) Latihan, latihan yang diberikan kepada peserta didik (pembaca)
perlu dinyatakan secara eksplisit (melakukan apa dan
bagaimana) dan spesifik.
6) Lembar kerja, pada bagian ini berisi tes pada akhir setiap bab
atau akhir setiap kegiatan belajar. Hal ini ditujukan untuk
19
mengukur tingkat penguasaan materi yang dicapai oleh peserta
didik pada setiap kegiatan belajar.
7) Evaluasi, pada bagian ini memberikan saran kepada peserta
didik, bagi yang telah menguasai materi untuk
mengembangkan pengetahuan yang telah diperolehnya.
Sedangkan bagi yang belum mencapai tuntas, disarankan untuk
mengulangi bagian yang masih dirasa sulit. Bagian evaluasi ini
merupakan feedback dan penilaian dari hasil proses
pembelajaran peserta didik.
Dari uraian komponen modul di atas dapat disimpulkan bahwa,
komponen modul setidaknya berisi 7 komponen meliputi judul,
petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi
pendukung, latihan, lembar kerja siswa, serta evaluasi. Semua
komponen modul tersebut saling berkaitan satu sama yang lainnya,
jadi sebelum siswa mempelajari isi materi dari modul tersebut
siswa harus tahu usur atau komponen dari modul tersebut.
3. Pembelajaran CTL
a. Pengertian Pembelajaran CTL
Pembelajaran Contekstual Teaching and Learning
merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan
konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi
siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga , warga negara,
dan tenaga kerja (Trianto, 2009 : 104). Pembelajaran CTL menurut
(Nurhida, 2002) dalam buku Rusman (2011 : 190) merupakan
konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik
dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
20
Menurut Wina Sanjaya (2008 : 109), pembelajaran CTL
adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada
proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi
yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan
nyata sehingga mendorong siswa menerapkan dalam kehidupan
mereka.
Dari uraian pengertian pembelajaran Contekstual Teaching
and Learning menurut para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa pembelajaran CTL adalah konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata, dan mendorong peserta didik dapat menemukan hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam
kehidupan nyata.
b. Komponen CTL
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh
komponen (Depdiknas, 2002) dalam Trianto (2009 : 111 - 120)
adalah sebagai berikut:
1) Kontruktivisme (Constructivism)
Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya
siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat
keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.
2) Inkuiri (Inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri.
3) Bertanya (Questioning)
Questioning (bertanya) merupakan strategi utama yang
berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang
sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan
menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi peserta didik, kegiatan
21
bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan
pembelajaran yang berbasis inquiry, yaitu : menggali
informasi, mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan
mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
4) Masyarakat belajar (Learning community)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil
pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain.
Ketika seorang anak baru belajar menimbang massa benda
dengan menggunakan neraca O’haus, ia bertatanya kepada
temannya. Kemudian temannya yang sudah bisa menunjukkan
cara menggunakan alat itu. Maka dua orang anak tersebut
sudah membentuk masyarakat belajar (learning community).
5) Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan
yang diperlukan adalah model yang bisa ditiru oleh peserta
didik, misalnya : guru memodelkan langkah-langkah cara
menggunakan neraca O’haus dengan demonstrasi sebelum
peserta didik melakukan suatu tugas tertentu. Dalam
pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model.
Peserta didik bisa ditunjuk untuk memodelkan sesuatu
berdasarkan pengalaman yang diketahuinya. Model dapat juga
didatangkan dari luar yang ahli dibidangnya, misalnya
mendatangkan seorang perawat untuk memodelkan cara
mengggunakan termometer untuk mengukur suhu tubuh
pasiennya.
6) Refleksi (Reflection)
Adalah cara berfikir tentang apa yang baru kita pelajari atau
berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di
masa lalu. Peserta didik mengedepankan apa yang baru
dipelajarinya sebagai sturuktur pengetahuan yang baru, yang
merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan
22
sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,
aktivitas, atau pengetahuan yang baru. Pada akhir
pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar peserta
didik melakukan refleksi. Realisasinya berupa :
a) Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya
hari itu
b) Catatan atau jurnal di buku siswa
c) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu
d) Diskusi
e) Hasil karya
7) Penilaian sebenarnya (Authentic assesment).
Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan
(performance) yang diperoleh peserta didik. Penilai tidak hanya
guru, tetapi bisa juga teman lain atau orang lain. Karakteristik
penilaian autentik, yaitu : dilaksanakan selama dan sesudah
proses pembelajaran berlangsung, bisa digunakan untuk
formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan dan
performansi, bukan mengingat fakta, berkesinambungan,
terintegrasi dan dapat digunakan sebagai feedback.
Menurut Wina Sanjaya (2008 : 118 - 122) CTL sebagai suatu
pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-asas ini disebut
juga komponen-komponen CTL, ketujuh komponen ini adalah
sebagai berikut:
1) Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman.
2) Inkuiri
Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada
pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara
sistematis.
23
3) Questioning (Bertanya)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab
pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari
keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan
mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir.
4) Learning Community
Konsep Learning Community dalam CTL menyarankan
agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan
orang lain. Kerjasama dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam
lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat
diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman,
antar kelompok, yang sudah tahu memberi tahu pada yang
belum tahu, yang pernah memiliki pengalaman membagi
pengalamannya pada orang lain. Inilah hakikatnya dari
masyarakat belajar, masyarakat yang saling membagi.
5) Modeling
Modeling adalah proses pembelajaran dengan
memperagakan sesuatu sebagai suatu contoh yang dapat ditiru
oleh siswa.
6) Reflection
Reflection adalah proses pengedepanan pengalaman yang
telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan
kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang
telah dilaluinya.
7) Authentic Assessment
Authentic Assessment adalah proses yang dilakukan guru
untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar
yang dilakukan siswa.
Dari uraian komponen CTL menurut para ahli di atas, dapat
diambil kesimpulan bahwa sebuah kelas dikatakan menggunakan
24
pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen atau asas
tersebut dalam pembelajarannnya. Komponen CTL tersebut saling
berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, ketujuh komponen
CTL meliputi konstruktivisme, inkuiri, questioning, learning
community, modeling, reflection, dan authentic assessment.
c. Langkah – langkah Penerapan CTL
Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
CTL tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain
(skenario) pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus
sebagai kontrol dalam pelaksanaannya. Pada intinya
pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran
dapat dilakukan (Rusman, 2011 : 199 - 200) sebagai berikut :
1) Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan
belajar lebih bermakna apakah dengan cara bekerja sendiri,
menumukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan
dan keterampilan baru yang harus dimilikinya.
2) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua
topik yang diajarkan
3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan
pertanyaan-pertanyaan
4) Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan
kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya
5) Menghadirkan model sebagai contoh bisa melalui ilustrasi,
model, bahkan media yang sebenarnya.
6) Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap
kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan
7) Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai
kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam
kelas, (Trianto, 2009 : 111) sebagai berikut :
25
1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri,
dan mengontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya.
2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua
topik
3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-
kelompok)
5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Dari paparan langkah-langkah penerapan CTL di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa langkah-langkah penerapan CTL tidak
terlepas dari komponen-komponen CTL. Komponen-komponen
CTL ada tujuh, begitu pula dengan langkah-langkah untuk
menerapkan CTL. Jadi, komponen CTL merupakan titik tolak yang
digunakan untuk menerapkan langkah-langkah pembelajaran CTL.
Ketujuh langkah-langkah penerapan CTL merupakan refleksi dari
tujuh komponen CTL meliputi konstruktivisme, inkuiri,
questioning, learning community, modeling, reflection, dan
authentic assessment.
d. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran CTL
Menurut Sanjaya (2007 : 270), kelebihan dan kelemahan
pembelajaran CTL, sebagai berikut:
1) Kelebihan Pembelajaran CTL
a) Pemahaman siswa terhadap konsep ditemukan sendiri oleh
siswa karena siswa menerapkan apa yang dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari
b) Siswa terlibat aktif dalam memecahkan masalah dan dilatih
untuk berfikir yang lebih tinggi memecahkan suatu masalah
26
c) Pembelajaran akan lebih bermakna dan menyenangkan
d) Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu
maupun kelompok
2) Kelemahan Pembelajaran CTL
a) Sulit untuk menambah paradigma guru : guru sebagai
pengajar keguru sebagai fasilitator dan mitra siswa dalam
belajar
b) Guru memerlukan dan bimbingan yang ekstra terhadap
siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang
diterapkan.
c) Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama
dalam PBM
d) Dalam PBM akan nampak jelas antara siswa yang memiliki
kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan
rendah, sehingga menimbulkan rasa tidak percaya diri
siswa yang kurang kemampuannya
4. HOTS
a. Pengertian Soal HOTS
Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang
digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi,
yaitu kemampuan berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall),
menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan
pengolahan (recite) (Supriano, 2018 : 10).
Selain itu, pengertian soal-soal HOTS menurut Widana
(2017: 4) merupakan assesmen yang berbasis situasi nyata dalam
kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat
menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk
menyelasaikan masalah.
Dari uraian pengertian soal-soal HOTS menurut pendapat
ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa soal-soal HOTS
27
adalah instrumen pengukuran kemampuan berfikir tingkat tinggi
peserta didik, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan
konsep-konsep pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari untuk
menyelesaikan suatu permasalahan.
b. Karakteristik Soal-Soal HOTS
Menyusun soal-soal HOTS di tingkat satuan pendidikan,
berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS (Widana, 2017
: 3-7) :
1) Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu
menemukan konsep pembelajaran berbasis aktivitas dapat
mendorong peserta didik membangun kreativitas dan berfikir
kritis
2) Berbasis permasalahan kontekstual, yaitu soal-soal HOTS
merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam
kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat
menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk
menyelesaikan masalah.
Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen
autentik, adalah sebagai berikut: peserta didik mengonstruksi
responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban yang
tersedia, tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan
dalam dunia nyata, serta tidak hanya memiliki satu jawaban
tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban
benar atau semua jawaban benar.
3) Menggunakan bentuk soal beragam, butir soal HOTS yang
digunakan model pengujian PISA (Programme for
International Student Assessment), sebagai berikut :
a) Pilihan ganda, terdiri dari pokok soal (stem) dan pilihan
jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas kunci
jawaban dan pengecoh (distractor). Pengecoh merupakan
jawaban yang tidak benar, namun memungkinkan
28
seseorang terkecoh untuk memilihnya apabila tidak
menguasai bahannya/materi pelajarannya dengan baik.
Jawaban yang diharapkan umumnya tidak termuat secara
eksplisit dalam stimulus atau bacaan. Jawaban yang benar
diberikan skor 1, dan jawaban yang salah diberikan skor 0.
b) Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak), yaitu
soal-soal HOTS yang berbentuk pilihan ganda kompleks
juga memuat stimulus yang bersumber pada situasi
kontekstual. Peserta didik diberikan beberapa pernyataan
yang terkait dengan stilmulus/bacaan, lalu peserta didik
diminta memilih benar/salah atau ya/tidak. Apabila peserta
didik menjawab benar pada semua pernyataan yang
diberikan mendapat skor 1 atau apabila terdapat kesalahan
pada salah satu pernyataan maka diberi skor 0.
c) Isian singkat atau melengkapi, adalah soal yang menuntut
peserta tes untuk mengisi jawaban singkat dengan cara
mengisi kata, frase, angka, atau simbol. Jawaban yang
benar diberikan skor 1, dan jawaban yang salah diberikan
skor 0.
d) Jawaban singkat atau pendek, adalah soal yang jawabannya
berupa kata, kalimat pendek, atau frase terhadap suatu
pertanyaan. Soal dengan bentuk jawaban singkat atau
pendek adalah soal yang jawabannya berupa kata, kalimat
pendek, atau frase terhadap suatu pertanyaan.
e) Uraian, adalah suatu soal yang jawabannya menuntut siswa
untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau
mengekspresikan gagasan tersebut menggunakan
kalimatnya sendiri dalam bentuk tertulis. Untuk melakukan
penskoran, penulis soal dapat menggunakan rubrik atau
pedoman penskoran. Setiap langkah atau kata kunci yang
29
dijawab benar oleh peserta didik diberi skor 1, sedangkan
yang salah diberi skor 0.
4) Level kognitif
Menurut Anderson & Krathwohl (2001) dalam Widana
(2017 : 7), mengklasifikasikan dimensi proses berpikir sebagai
berikut pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Dimensi Proses Berpikir HOTS Mengkreasi a. Mengkreasi ide/ gagasan
sendiri
b. Kata kerja : mengkontruksi, desain,
kreasi, mengembangkan,
menulis, memformulasikan
Mengevaluasi a. Mengambil keputusan
sendiri
b. Kata kerja : evaluasi, menilai,
menyanggahmemutuskan
, memilih, mendukung
Menganalisis a. Menspesifikasi aspek-aspek/elemen
b. Kata kerja :
membandingkan, memeriksa, mengkritisi,
menguji
MOTS Mengaplikasi a. Menggunakan informasi
pada domain berbeda b. Kata kerja :
menggunakan,
mendemonstrasikan, mengilustrasikan,
mengeperasikan
Memahami a. Menjelaskan ide/konsep
b. Kata kerja : menjelasan, mengklasifikasi,
menerima, melaporkan
LOTS Mengetahui a. Mengingat kembali b. Kata kerja : mengingat,
mendaftar, mengulang,
menirukan.
Sumber : Widana (2017 : 7)
Dari uraian pengkalasifikasian dimensi proses berfikir di
atas, menurut Puspendik (2015) dalam Supriano (2018 : 10-15)
mengklasifikasikan menjadi 3 level kognitif. Pengelompokan
level kognitif tersebut yaitu: pengetahuan dan pemahaman
30
(level 1), aplikasi (level 2), dan penalaran (level 3). Berikut
dipaparkan penjelasan untuk masing-masing level tersebut:
a) Pengetahuan dan Pemahaman (Level 1)
Level kognitif pengetahuan dan pemahaman
mencakup dimensi proses berpikir mengetahui (C1) dan
memahami (C2). Ciri-ciri soal pada level 1 adalah
mengukur pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural.
Namun soal-soal pada level 1 bukanlah merupakan soal-
soal HOTS.
b) Aplikasi (Level 2)
Level kognitif aplikasi mencakup dimensi proses
berpikir menerapkan atau mengaplikasikan (C3). Namun
soal-soal pada level 2 bukanlah merupakan soal-soal
HOTS.
c) Penalaran (Level 3)
Level penalaran merupakan kemampuan berpikir
tingkat tinggi (HOTS), karena untuk menjawab soal peserta
didik harus mampu mengingat, memahami, dan
menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan
prosedural serta memiliki logika dan penalaran yang tinggi
untuk memecahkan masalah kontekstual. Mencakup
dimensi proses berpikir menganalisis (C4), mengevaluasi
(C5), dan mengkreasi (C6). Soal-soal pada level penalaran
tidak selalu merupakan soal-soal sulit.
5. Hakikat Pembelajaran Fisika
Menurut Gagne R.M. dan Briggs (1979) dalam Teguh Sihono
(2004 : 66) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu rangkaian
events (kejadian, peristiwa, kondisi, dsb) yang secara sengaja
dirancang untuk mempengaruhi pembelajar, sehingga proses
belajarnya dapat berlangsung dengan mudah. Pembelajaran bukan
31
hanya terbatas pada kejadian yang dilakukan guru saja, melainkan
mencakup semua kejadian kegiatan yang mungkin mempunyai
pengaruh langsung pada proses belajar manusia.
Pengertian pembelajaran menurut Wina Sanjaya (2005 : 87),
adalah keterkaitan antara belajar dan mengajar, dalam proses
pendidikan di sekolah tugas utama guru adalah mengajar sedangkan
tugas utama setiap siswa adalah belajar. Keterkaitan hubungan antara
guru dan siswa yang baik dalam proses pembelajaran akan mencapai
tujuan pembelajaran yang telah direncanakan (Wina Sanjaya, 2005 :
87).
Dari pendapat para ahli di atas tentang pembelajaran, jadi dapat
diambil kesimpulan pembelajaran adalah proses belajar mengajar yang
dilakukan oleh guru dengan peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah direncanakan. Melalui proses pembelajaran
juga terjalinnya hubungan yang baik antara guru dan siswa, dengan
hubungan tersebut tercapailah tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan dalam pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran
fisika.
Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
dalam Alfi Anafidah (2017 : 30), Fisika bukan hanya memiliki
sumbangan nyata terhadap perkembangan teknologi, namun juga
mendidik siswa di dalam pembelajarannya untuk bertindak atas dasar
pemikiran kritis, analitis, logis, rasional, cermat, dan sistematis, serta
menanamkan kebiasaan berpikir dan berprilaku ilmiah yang kritis,
kreatif, dan mandiri. Selain itu Wirtha dan Rapi (2008) dalam Alfi
Anafidah (2017 : 30) menjelaskan hakekat fisika merupakan kumpulan
pengetahuan, cara berfikir, dan penyelidikan. Penekanan pembelajaran
sains, dalam hal ini fisika di sekolah-sekolah masih terbatas pada
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep atau prinsip-prinsip. Perlu adanya perubahan dalam cara belajar
sains dari diberi tahu menjadi mencari tahu, dari belajar untuk
32
memahami konsep sains menjadi belajar untuk menguasai proses sains
(Alfi Anafidah 2017 : 30).
Dari uraian pendapat para ahli tentang pembelajaran dan fisika di
atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran fisika adalah proses
belajar mengajar yang dilakukan oleh guru untuk mendidik siswa di
dalam proses pembelajaran. Serta menanamkan kebiasaan berpikir dan
berprilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri untuk mencapai
suatu tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.
Paparan KI, KD, indikator, dan tujuan pembelajaran seperti pada
Tabel 2.2 di bawah ini:
Tabel 2.2 Paparan KI, KD, Indikator dan Tujuan Pembelajaran
Kompetensi
Inti (KI-3)
Kompetensi
Dasar
(KD 3.11)
Indikator Tujuan
Pembelajaran
Memahami,
menerapkan,
menganalisis
pengetahuan
faktual,
konseptual,
prosedural
berdasarkan
rasa ingin
tahunya
tentang ilmu
pengetahuan,
teknologi,
seni, budaya,
dan
humaniora
dengan
wawasan
kemanusiaan,
kebangsaan,
kenegaraan,
dan
peradaban
terkait
penyebab
fenomena
dan kejadian,
Menganalisis
hubungan
antara gaya
dan getaran
dalam
kehidupan
sehari-hari
1. Memahami
dan
menerapkan
Karakterisi
k getaran
harmonis
(simpangan,
kecepatan,
percepatan,
dan gaya
pemulih,
hukum
kekekalan
energi
mekanik)
pada
ayunan
bandul dan
getaran
pegas
2. Menganalis
Persamaan
simpangan,
kecepatan,
dan
percepatan
1. Peserta
didik dapat
Memahami
dan
menerapkan
Karakterisik
getaran
harmonis
(simpangan,
kecepatan,
percepatan,
dan gaya
pemulih,
hukum
kekekalan
energi
mekanik)
pada
ayunan
bandul dan
getaran
pegas
2. Peserta
didik dapat
Menganalis
Persamaan
simpangan,
33
serta
menerapkan
pengetahuan
prosedural
pada bidang
kajian yang
spesifik
sesuai
dengan bakat
dan minatnya
untuk
memecahkan
masalah.
kecepatan,
dan
percepatan
Sumber : Permendikbud No 24 tahun 2016
Penelitian ini, yaitu untuk menghasilkan sebuah modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran Fisika
pada materi Getaran Harmonis X SMA/MA. Alasan kenapa peneliti
mengangkat materi ini dalam penelitian karena peneliti sudah melihat dan
memahami KI, KD pada materi getaran harmonis ini, materi ini sangat
sesuai dengan tujuan peneliti yaitu untuk menghasilkan modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS. Penerapan materi ini banyak
terdapat di dalam kehidupan nyata peserta didik, serta dalam KD materi
getaran harmonis ini termasuk dalam level 3 atau dalam tingkatan ranah
kognitif C4 yaitu menganalisis sangat sesuai dengan kriteria untuk
pencapaian kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik.
6. Validitas, Praktikalitas dan Efektivitas
a. Validitas
Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang
terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dilaporkan peneliti
(Sugiyono, 2012:363). Validitas merupakan proses kegiatan untuk
menilai apakah rancangan produk yang dihasilkan sudah valid atau
belum. Sebuah tes atau produk dikatakan valid apabila tes atau
produk tersebut dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak
diukur (Asnelly Ilyas, 2006 : 60).
34
Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan
beberapa orang pakar atau ahli yang sudah berpengalaman untuk
menilai produk yang baru dirancang. Setiap pakar di minta untuk
menilai, memberikan kritik dan sarannya terhadap produk demi
kesempurnaan produk tersebut. Setelah produk di validasi melalui
diskusi dengan pakar dan para ahli lainnya, maka dapat diketahui
kelemahannya. Kelemahan tersebut selanjutnya di coba untuk
dikurangi dengan cara memperbaiki produk disini adalah peneliti
yang mau menghasilkan produk yang valid.
Validitas terdiri atas beberapa bagian, yaitu :
1) Validitas isi (content validity), adalah validitas yang diperoleh
setelah dilakukan penganalisisan, penelisuran, atau pengujian
terhadap isi yang terkandung dalam produk tersebut (Anas
Sudijono, 2007:163-177).
2) Validitas konstruksi, adalah apabila sebuah produk tersebut
dapat mengukur aspek-aspek berpikir seperti aspek kognitif,
aspek afektif, dan aspek psikomotor sebagaimana yang telah
ditentukan dalam tujuan instruksi khusus (Anas Sudijono,
2007:163-177).
3) Validitas permukaan, ini menggunakan kriteria yang sangat
sederhana, karena hanya melihat dari sisi muka atau tampilan
dari produk itu sendiri ( Zaenal Arifin, 2012:315).
Validitas digunakan untuk mengukur kelayakan suatu produk atau
tidak dalam penggunaannya. Secara khusus BSNP mengungkapkan
kriteria standar suatu produk dianggap layak sebagai bahan pelajaran,
yaitu :
1) Kelayakan isi
Aspek ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu :
a) Cakupan materi, yaitu: kelengkapan materi, keluasan materi,
dan kedalaman materi.
35
b) Keakuratan materi, yaitu: keakuratan konsep, keakuratan
prosedur, keakuratan ilustrasi, dan keakuratan fakta.
c) Relevansi, yaitu: sesuai dengan perkembangan siswa, sesuai
dengan teori pembelajaran, sesuai dengan nilai sosial budaya,
dan sesuai dengan kondisi kekinian.
2) Kelayakan penyajian
Aspek ini terdiri beberapa komponen, yaitu :
a) Kelengkapan sajian, yaitu : bagian awal, meliputi: sampul,
kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar
tampilan dan pendahuluan. Bagian inti, meliputi: uraian bab,
ringkasan bab, ilustrasi (gambar), latihan dan evaluasi/refleksi.
Bagian akhir, meliputi: daftar pustaka dan lampiran.
b) Penyajian informasi : keruntutan, yaitu: uraian bersifat
sistematis. Kekoherenan, yaitu: informasi yang disajikan
memiliki keutuhan makna. Kekonsistenan dalam penggunaan
istilah, konsep, dan penjelasan. Keseimbangan, yaitu: uraian
materi bersifat proporsional.
c) Penyajian pembelajaran, yaitu: berpusat kepada siswa,
mendorong eksplorasi, mengembangkan pengalaman, memacu
kreatifitas, memuat evaluasi kompetensi.
3) Kelayakan bahasa
Aspek ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu : sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia baku, yaitu: ketepatan tata bahasa,
ketepatan ejaan (sesuai EYD) dan sesuai dengan perkembangan
siswa.
4) Kelayakan kegrafikan
Aspek ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu :
a) Ukuran, yaitu : kesesuaian ukuran dengan standar, dan
kesesuaian ukuran dengan materi.
36
b) Desain cover, yaitu: penampilan unsur tata letak yang
konsisten (sesuai pola), menampilkan pusat pandang yang
baik, dan memiliki kekontrasan yang baik.
Tabel 2.3 Aspek Kelayakan Isi Menurut BSNP (2006)
No Butir Penilaian Deskripsi
1 Kelengkapan materi Materi yang disajikan mencakup materi
yang terkandung dalam kompetensi dasar (KD)
2 Keluasan materi Materi yang disajikan mencerminkan
jabaran yang mendukung pencapaian
kompetensi dasar (KD)
3 Kedalaman materi Materi yang disajikan mulai dari
pengenalan konsep, defenisi, prosedur,
tampilan output, contoh, kasus, latihan
sampai dengan interaksi antar konsep sesuai dengan kompetensi dasar (KD)
4 Keakuratan konsep
dan defenisi
Konsep dan defenisi yang disajikan tidak
menimbulkan banyak tafsir
5 Keakuratan fakta dan
data
Fakta dan data yang disajikan sesuai
dengan kenyataan dan efisien untuk
meningkatkan pemahaman peserta didik
6 Keakuratan contoh dan kasus
Contoh dan kasus yang disajikan sesuai dengan kenyataan dan efisien untuk
meningkatkan pemahaman peserta didik
7 Keakuratan gambar,
diagram, dan ilustrasi
Gambar, diagram dan ilustrasi yang
disajikan sesuai dengan kenyataan dan efisien untuk meningkatkan pemahaman
peserta didik
8 Keakuratan istilah Istilah-istilah teknis sesuai dengan kelaziman yang berlaku
9 Gambar, diagram
dan ilustrasi dalam
kehidupan sehari-hari
Gambar, diagram, ilustrasi diutamakan
yang terdapat dalam kehidupan sehari-
hari, namun juga dilengkapi dengan penjelasan
10 Menggunakan
contoh dan kasus
yang terdapat dalam kehidupan sejari-hari
Contoh dan kasus yang disajikan sesuai
dengan situasi serta kondisi yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari
11 Mendorong rasa
ingin tahu
Uraian, latihan atau contoh-contoh kasus
yang disajikan mendorong peserta didik untuk mengerjakannya lebih jauh dan
menumbuhkan kreativitas
12 Menciptakan
kemampuan bertanya
Uraian, latihan, atau contoh-contoh kasus
yang disajikan mendorong peserta didik untuk mengetahui materi lebih jauh
Sumber : BSNP (2006)
37
Tabel 2.4 Aspek Kelayakan Kebahasaan Menurut BSNP (2006)
No Butir Penilaian Deskripsi
1 Ketepatan struktur
kalimat
Kalimat yang digunakan mewakili isi
pesan atau informasi yang ingin
disampaikan dengan tetap mengikuti
tata kalimat Bahasa Indonesi
2 Keefektifan
kalimat
Kalimat yang digunakan sederhana
dan langsung ke sasaran
3 Kebakuan istilah Istilah yang digunakan sesuai dengan
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan
atau istilah teknis yang telah baku
4 Pemahaman
terhadap pesan dan
informasi
Pesan atau informasi disampaikan
dengan bahasa yang menarik dan
lazim dengan komunikasi tulis Bahasa
Indonesia
5 Kemampuan
memotivasi peserta
didik
Bahasa yang digunakan
membangkitkan rasa senang ketika
peserta didik membacanya dan
mendorong mereka untuk mempelajari
modul tersebut secara tuntas
6 Kesesuaian dengan
perkembangan
intelektual peserta
didik
Bahasa yang digunakan dalam
menjelaskan suatu konsep harus sesuai
dengan tingkat perkembangan kognitif
peserta didik
7 Kesesuaian dengan
tingkat
perkembangan
emosional peserta
didik
Bahasa yang digunakan sesuai dengan
tingkat kematangan emosional peserta
didik
8 Ketepatan tata
bahasa
Tata kalimat yang digunakan untuk
menyampaikan pesan mengacu kepada
kaidah tata Bahasa Indonesia yang
baik dan benar
9 Ketepatan ejaan Ejaan yang digunakan mengacu
kepada pedoman ejaan yang
disempurnakan
Sumber : BSNP (2006)
38
Tabel 2.5 Aspek Kelayakan Penyajian Menurut BSNP (2006)
No Butir penilaian Deskripsi
1 Keruntutan konsep Penyajian konsep disajikan secara runtut
mulai dari yang mudah ke sukar, dari yang konkret ke abstrakdan dari yang sederhana
ke kompleks, dari yang dikenal sampai
yang belum dikenal. Materi bagian sebelumnya bisa membantu pemahaman
materi pada bagian selanjutnya.
2 Contoh-contoh soal
dalam setiap kegiatan belajar
Terdapat contoh-contoh soal yang dapat
membantu menguatkan pemahaman konsep.
3 Soal latihan pada
setiap akhir kegiatan
belajar
Soal-soal yang diberikan dapat melatih
kemampuan memahami dan menerapkan
konsep yang berkaitan dengan materi dalam kegiatan belajar.
4 Kunci jawaban soal
latihan
Terdapat kunci jawaban dari soal latihan
setiap akhir kegiatan belajar lengkap dengan caranya dan pedoman
penskorannya.
5 Pengantar Memuat informasi tentang peran modul
dalam proses pembelajaran
6 Glosarium Glosarium berisi istilah-istilah penting
dalam teks dengan penjelasan arti istilah
tersebut, dan ditulis alfabetis.
7 Daftar Daftar buku yang digunakan sebagai bahan rujukan dalam penulisan modul diawali
dengan nama pengarang (yang disusun
secara alfabetis), tahun terbitan, judul buku/majalah/artikel, tempat, dan nama
penerbit, nama dan lokasi situs (jika
memakai acuan yang memiliki situs)
8 Keterlibatan peserta didik
Penyajian materi bersifat interaktif dan partisipatif (ada bagian yang mengajak
pembaca untuk berpartisipasi)
9 Ketertautan antar
kegiatan belajar/ sub kegiatan belajar/
alinea
Penyampaian pesan antar sub bab kegiatan
belajar dengan kegiatan belajar lain/sub kegiatan belajar dengan sub kegiatan/ antar
alinea dalam sub kegiatan belajar yang
berdekatan mencerminkan keruntutan dan keterkaitan isi
10 Keutuhan makna
dalam kegiatan
belajar/sub kegiatan belajar/alinea
Pesan atau materi yang disajikan dalam
satu kegiatan belajar/ sub kegiatan belajar/
alinea harus mencerminkan kesesuaian tema.
Sumber : BSNP (2006)
39
Tabel 2.6 Aspek Penilaian Konstektual Menurut Depdiknas (2002)
No Butir Penilaian Deskripsi
1 Keterkaitan antara
materi yang
diajarkan dengan
situasi dunia
nyata siswa.
Adanya keterkaitan materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa.
2 Kemampuan
mendorong siswa
membuat
hubungan antara
pengetahuan yang
dimiliki siswa
dengan penerapan
dalam kehidupan
sehari-hari siswa
Pembelajaran mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimiliki siswa dengan penerapan
dalam kehidupan sehari-hari
3 Konstruktivisme
(Constructivism)
Materi dalam modul bersifat
mengkonstuksi pengetahuan dan bukan
proses menerima pengetahuan.
4 Menemukan
(Inquiry)
Materi merangsang siswa untuk
menemukan pengetahuan sendiri
5 Bertanya
(Questioning)
Terdapat pertanyaan –pertanyaan yang
mendorong membimbing . dan
mengukur kemampuan berpikir siswa.
6 Masyarakat
belajar (Learning
community)
Terdapat tugas kelompok dan materi
merangsang siswa untuk berdiskusi
(Sharing) dengan teman-temannya.
7 Pemodelan
(Modeling)
Terdapat contoh soal procedural dan
cara penyelesaiannya.
8 Refleksi
(Reflection)
Terdapat rangkuman atas materi yang
telah dipelajari.
9 Penilaian yang
sebenarnya
(Authentic
assessment)
Terdapat tes yang bisa digunakan
sebagai dasar menilai hasil belajar siswa
Sumber : Depdiknas (2002)
Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan
beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk
menilai produk baru yang dirancang tersebut. Setiap pakar diminta
untuk menilai desain tersebut, sehingga selanjutnya dapat diketahui
kelemahan dan kekuatannya (Sugiyono, 2012:414). Pakar atau
tenaga ahli adalah orang yang menvalidasi (menilai) kelayakan
40
instrumen dan produk (prototipe) penilaian yang dikembangkan
yang disebut dengan validator.
b. Praktikalitas
Praktikalitas adalah suatu kualitas yang menunjukkan
kemungkinan dapat dijalankannya suatu kegunaan umum dari
suatu teknik penilaian dengan mendasarkannya pada biaya, waktu,
kemudahan penyusunan dan penskoran serta penginterprestasikan
hasil-hasilnya (Ngalim Purwanto, 2008:137). Kepraktisan
mengandung arti kemudahan suatu tes, baik dalam
mempersiapkan, menggunakan, mengolah dan menafsirkan,
maupun mengadministasikannya (Zainal Arifin, 2012:333).
Menurut Wahyu Prasetyo, modul akan mudah digunakan jika
memenuhi kriteria sebagai berikut: tampilan modul menarik,
petunjuk dalam modul jelas dan mudah dipahami, bahasa yang
digunakan dalam modul mudah dipahami, modul membantu
memahami materi yang dipelajari, modul menambah motivasi
untuk belajar.
Untuk menguji praktikalitas suatu produk maka dilakukan
prosedur pengumpulan data sebagai berikut: penulis membagikan
produk, memberikan arahan atau menjelaskan salah satu materi
yang terdapat pada produk, siswa menggunakan produk sebagai
bahan ajar, mengumpulkan data melalui observasi dan angket
berdasarkan pelaksanaan serta kemudahan mengunakan produk
yang dikembangkan.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepraktisan suatu
produk, yaitu (Zainal Arifin, 2012:333-334) : kemudahan
mengadministrasi, kemudahan interpretasi dan aplikasi.
Praktikalitas atau keterpakaian produk, dilihat setelah produk diuji
cobakan kepada subjek penelitian. Subjek penelitian adalah orang
yang terlibat sebagai subjek uji, yang terlibat di sini adalah peserta
41
didik. Subjek uji coba digunakan dalam jumlah kelompok kecil
untuk mengetahui kepraktisan produk yang dikembangkan.
c. Efektivitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata efektif berarti
membuahkan hasil, mulai berlaku, ada pengaruh/akibat efeknya.
Efektivitas juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam
mencapai tujuan-tujuan. Efektif menurut arti bahasa adalah “dapat
menimbulkan akibat, efek, atau pengaruh yang signifikan”.
Menurut Nieeven dalam Hestari (2016 : 11) karakteristik media
yang efektif adalah ketika siswa mengapresiasi program
pembelajaran dan pembelajaran yang diinginkan terlaksana
sehingga terdapat kesesuaian harapan dan tujuan pembelajara.
Pengukuran keefektifan dilakukan berdasarkan nilai ujian, nilai
tugas dan menghitung angket respon siswa terhadap penggunaan
modul selama proses pembelajaran.
Pembelajaran yang efektif merupakan kesesuaian antara
siswa yang melaksanakan pembelajaran dengan sasaran atau tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai. Efektifitas adalah bagaimana
seseorang berhasil mendapatkan dan memanfaatkan metode belajar
untuk memperoleh hasil yang baik. Chong dan Maginston
(Slameto, 2003:81) mengartikan efektifitas merupakan kesesuaian
antara siswa dengan hasil belajar. Ottevager (2001)
mengemukakan bahwa, efektifitas perangkat pembelajaran dapat
dilihat dari konsistensi antara tipologi harapan dan pengalaman,
serta tipologi harapan dan perolehan. Untuk melihat pencapaian
higher order thinking skills peserta didik adalah data hasil pretest
dan postest. Data tersebut dianalisis untuk melihat skor hasil tes.
Selanjutnya hasil tes tersebut dihitung rata-ratanya.
42
B. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian ini, penulis berpedoman pada penelitian terdahulu seperti
paparan yang terlihat di bawah ini:
1. Alfi Anafidah, dkk (2017: 29) Volume 6 Nomor 3, dengan judul
“Pengembangan Modul Fisika Berbasis CTL (Contextual Teaching
And Learning) Pada Materi Dinamika Partikel Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas X
SMAN 1 Ngawi”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelayakan modul fisika berbasis
CTL berkategori sangat baik setelah dilakukan validasi, keterampilan
berpikir kritis siswa mengalami peningkatan setelah mengikuti proses
pembelajaran dengan menggunakan modul fisika berbasis CTL sebesar
0,36 dengan kategori sedang.
Perbedaan penelitian ini adalah capaian penulis yaitu untuk mencapai
kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik pada materi getaran
harmonis, disini penulis hanya menggunakan 3 tahapan
pengembangan, yaitu : pendefenisian, perancangan, dan
pengembangan. Selain itu, capaian penulis yaitu menghasilkan sebuah
modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS pada materi
getaran harmonis kelas X SMA.
2. Lidy Alimah Fitri, dkk (2013) Volume 3 Nomor 1, juga melakukan
penelitian dengan judul “Pengembangan Modul Fisika pada Pokok
Bahasan Listrik Dinamis Berbasis Domain Pengetahuan Sains
untuk Mengoptimalkan Minds-On Siswa SMA Negeri 2 Purworejo
Kelas X Tahun Pelajaran 2012/2013”
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rerata persentase hasil evaluasi
modul dari ahli 83%, dari guru Fisika 82%, dari teman sejawat 89%.
Penggunaan modul Fisika berbasis domain pengetahuan sains dapat
meningkatkan pemahaman siswa dengan persentase ketuntasan siswa
84%. Selain itu, penggunaan modul dapat mengoptimalkan minds-on
siswa. Rerata minds-on siswa adalah 43,52 dengan kategori “baik”.
43
Dengan demikian, modul Fisika berbasis domain pengetahuan sains
dengan pendekatan CTL layak digunakan dalam pembelajaran Fisika
untuk mengoptimalkan minds-on siswa.
Perbedaan penelitian ini dengan penulis yaitu: penulis menggunakan
tahap pengembangan 4-D, tapi penulis membatasi pada 3 tahapan saja.
Selain itu, tujuan penulis untuk melakukan pengembangan modul yaitu
untuk mencapai kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik, dan
penulis memfokuskan pada materi getaran harmonis, serta dalam
pengembangan modul berbasis CTL untuk mencapai HOTS ini diuji
validitas, praktikalitas, dan efektifitas modul tersebut.
3. Masrurotul Wafiroh (2017) ISSN : 2527-6670, dengan judul penelitian
“Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis Inkuiri
Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi”
Hasil penilaian yang dilakukan oleh validator terhadap produk
pengembangan menunjukkan persentase kelayakan modul sebesar
67,79% dengan interpretasi layak. Hal ini menunjukkan bahwa produk
pengembangan mempunyai kualitas “baik”. Modul pembelajaran
berbasis Inkuiri Terbimbing cukup efektif untuk meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Hasil kemampuan berpikir
siswa ketika dilakukan uji kelas terbatas diperoleh N-Gain sebesar 0,64
dengan kriteria sedang.
Perbedaan penelitian ini dengan penulis adalah penulis menggunakan
pembelajaran CTL, materi yang penulis gunakan adalah materi getaran
harmonis, serta dalam pengembangan modul berbasis pembelajaran
CTL untuk mencapai HOTS pada materi getaran harmonis kelas X
SMA ini, penulis hanya menggunakan 3 tahapan pengembangan yaitu:
pendefenisian, perancangan, dan pengembangan.
4. Yuneni Fatmawati, dkk. 2017 ISSN : 2527-6670, dengan judul
“Pengembangan modul IPA berbasis discovery untuk
44
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas
VIII SMP Negeri 1 Puhpelem”.
Pengembangan modul IPA berbasis discovery untuk meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Modul tersebut
dikategorikan baik karena telah melalui beberapa uji kelayakan.
Berdasarkan uji kelayakan modul memiliki kategori yang layak
digunakan, yang didukung dengan hasil validasi oleh ahli materi untuk
kelayakan isi memiliki kategori sangat baik dengan hasil rata-rata
seluruh aspek oleh validator 1 3,65 dan validator 2 3,72 berdasarkan
data ini modul dapat dikatakan layak untuk diujicobakan.
Beda penelitian yang akan penulis lakukan dengan penelitian yang
telah dilaksanakan oleh Yuneni dkk, dimana penulis akan
mengembangkan modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
higher order thinking skills siswa materi getaran harmonis kelas X
SMA. Sedangkan pada penelitian Yuneni dkk, pengembangan modul
IPA berbasis discovery untuk meningkatkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa.
5. Winarno, dkk. Jurnal Inkuiri ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. I, 2015 (hal
82). Judul penelitian “Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis
High Order Thinking Skill (HOTS) Pada Tema Energi”
Hasil penelitian menunjukkan kualitas modul hasil pengembangan
untuk kelayakan isi 91,3%, penyajian 94,0%, bahasa 91,3%,
kegrafikan 92,6%, pendekatan 88,4%, dan keterpaduan 91,3%, jadi
termasuk dalam kategori sangat baik. Berdasarkan uji dua sampel
berhubungan diperoleh thitung - 8,101 dan ttabel adalah –2,040, oleh
karena - thitung< -ttabel maka H0 ditolak, maka keputusan uji antara
postest dengan pretest mempunyai perbedaan efektivitas yang
signifikan. Rerata prestasi belajar kognitif sebelum menggunakan
modul 67,4 dan sesudah menggunakan modul 85,3. Hasil komentar
guru pada tahap penyebaran adalah modul bagus dan layak digunakan
dalam proses pembelajaran.
45
Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian penulis,
penulis menggembangkan modul berbasis pembelajaran CTL
untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi
Getaran Harmonis kelas X SMAN 1 Rambatan. Model
pengembangan penulis gunakan yaitu 4-D, yang terdiri dari 4 tahap
pengembangan, yaitu : Define (pendefinisian), Design
(perancanaan), Develop ( pengembangan), dan Disseminate
(penyebaran), tapi penulis hanya pada tahap pengembangan
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pengembangan
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dipaparkan, maka
penelitian ini digolongkan pada penelitian dan pengembangan (Research
and Development). Dalam penelitian dan pengembangan ini peneliti
mengembangkan modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
HOTS dalam pembelajaran Fisika pada materi Getaran Harmonis kelas X
SMA. Untuk mengetahui produk tersebut layak digunakan dan dapat
mempermudah dalam pembelajaran, maka dalam penelitian dilakukan uji
validitas, praktikalitas dan efektifitas terhadap modul yang dihasilkan.
B. Prosedur Pengembangan
Prosedur pengembangan dalam penelitian ini mengacu kepada
model pengembangan yang disarankan oleh Thiagarajan dan Sammel
dalam Trianto yaitu 4-D yang terdiri dari 4 tahap pengembangan, yaitu:
Define (Pendefinisian), Design (Perancanaan), Develop (Pengembangan),
dan Disseminate (Penyebaran) (Trianto, 2009 : 189).
Pendefinisian melingkupi analisis peserta didik, konsep, dan tugas.
Berdasarkan analisis ini, akan diperoleh informasi tentang apa yang
dibutuhkan peserta didik ketika dalam pembelajaran sehingga dihasilkan
spesifikasi tujuan pembelajaran. Kemudian untuk perencanaan,
melingkupi penyusunan perancangan produk. Pada tahap pengembangan
terdiri dari tahap validitas, praktikalitas, dan efektifitas modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika
untuk pencapaian kompetensi belajar peserta didik yang telah dirancang.
Penelitian ini hanya dilakukan sampai tahap develop (pengembangan)
karena untuk melakukan tahap penyebaran diperlukan waktu yang lama
dan dana yang cukup besar. Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan
pada setiap tahap:
47
1. Tahap Pendefenisian
Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang apa yang
dibutuhkan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga hal ini
dapat membantu peneliti dalam mengembangkan modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika
menjadi alternatif bahan ajar yang efektif dan efisien. Pada tahapan
ini terdapat langkah-langkah yang akan dilakukan sebagai berikut :
a. Melakukan wawancara dengan guru fisika
Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum
dan mengetahui masalah apa saja yang dihadapi atau hambatan
apa saja yang dihadapi dalam proses pembelajaran fisika di kelas X
SMAN 1 Rambatan.
b. Menganalisis silabus pembelajaran fisika kelas X SMA/MA
semester II
Tujuan dari analisis silabus ini adalah untuk mengetahui
apakah materi yang akan diajarkan sudah sesuai dengan
kompetensi inti dan kompetensi dasar. Khususnya pada materi
getaran harmonis. Selain itu, juga melihat apakah kegiatan
pembelajaran bersifat student centered atau teacher centered.
c. Menganalisis buku paket fisika kelas X SMA dan LKS yang
digunakan di SMAN 1 Rambatan
Sebelum merancang modul, harus dianalisa terlebih dahulu isi
buku paket yang digunakan oleh guru fisika di kelas X SMAN 1
Rambatan, baik dari cara penyajian materi, soal latihan dan tugas-
tugas. Hal ini bertujuan untuk melihat isi buku paket, cara
penyajian dan kesesuaiannya dengan silabus. Kemudian melihat isi
LKS yang digunakan oleh guru fisika di kelas X SMA semester II.
Hal ini bertujuan untuk membandingkan isi dan penyajian dari
bahan ajar fisika yang digunakan oleh guru dengan modul
berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika.
48
d. Analisis peserta didik
Analisis peserta didik bertujuan untuk melakukan telaah
terhadap karakteristik peserta didik yang meliputi tingkat
perkembangan kemampuan berfikir (intelektual). Analisis peserta
didik ini akan berpengaruh terhadap proses pemilihan dan
perancangan pengembangan yang akan dilakukan, agar sesuai
dengan karakteristik peserta didik.
e. Mereview literatur tentang modul
Hal ini bertujuan untuk mengetahui format penelitian
modul agar modul dapat dirancang dengan baik dan sesuai dengan
format penulisan modul yang baik. Proses pembelajaran
dirancang hendaknya melibatkan peserta didik secara aktif dan
mandiri dengan cara pemberian modul berbasis pembelajaran CTL
untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika. Oleh karena itu,
modul harus memuat pendahuluan, presentasi laporan dan penutup
sebagai unsur dibentuknya sebuah modul berbasis pembelajaran
CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajran fisika.
2. Tahap Perencangan (Design)
Tahap ini bertujuan untuk menyiapkan prototype bahan ajar berupa
modul dalam pembelajaran fisika, dengan langkah yaitu:
a. Pemilihan media
Media yang digunakan harus sesuai dengan tujuan
pembelajaran yaitu sebagai alat untuk menyampaikan materi
pelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Media yang
digunakan adalah bahan ajar berupa modul.
b. Pemilihan format
Format bahan ajar berupa modul pembelajaran yang
dikembangkan berbasis pembelajaran CTL meliputi
konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, modelling,
refleksi, dan penilaian autentik.
49
c. Rancangan awal modul
Penyusunan rancangan awal modul akan menghasilkan draft
modul yang didalamnya sekurang-kurangnya mencakup:
1) Judul modul meliputi cover dan judul untuk masing-masing
bab, yang menggambarkan materi yang akan dituangkan di
dalam modul
2) Petunjuk belajar, bagian ini berisi cara menggunakan modul
3) Menentukan kompetensi inti dan kompetensi dasar, serta tujuan
yang akan dicapai siswa setelah mempelajari suatu materi
dengan menggunakan modul
4) Prosedur atau kegiatan yang harus diikuti siswa untuk
mempelajari materi dengan menggunakan modul sesuai dengan
tahapan yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat
belajar, modelling, refleksi, dan penilaian autentik.
3. Tahap Pengembangan (Develop)
Hasil tahap pengembangan produk merupakan hasil terjemahan
dari tahap perencanaan. Bagian–bagian yang sudah direncanakan
dalam tahap perencanaan akan disusun dan didesain sedemikian rupa
sehingga menjadi sebuah draft produk. Dalam tahap ini meliputi tahap
validasi oleh pakar dan tahap praktikalisasi melalui uji coba terbatas.
a. Tahap validitas
Tahap pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan
perangkat pembelajaran berupa modul berbasis pembelajaran
CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika pada
materi getaran harmonis
1) Validasi Modul Berbasis Pembelajaran CTL untuk Mencapai
HOTS dalam pembelajaran fisika
Modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
dalam pembelajaran fisika yang telah dirancang
dikonsultasikan dengan dosen pembimbing selanjutnya di
validasi oleh validator. Kegiatan validasi dilakukan dalam
50
bentuk mengisi lembar validasi modul dan diskusi langsung
bersama validator, hingga diperoleh modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran
fisika yang valid. Jika, modul tersebut belum valid, maka
modul tersebut diperbaiki sampai mendapatkan data yang valid.
Validator diambil dari pakar pendidikan IAIN Batusangkar,
serta dosen luar biasa dan guru mata pelajaran fisika SMAN 1
Rambatan. Adapun aspek-aspek yang akan divalidasi terdapat
pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Validasi Modul Berbasis Pembelajaran CTL untuk
Mencapai HOTS dalam Pembelajaran Fisika
No Aspek Validasi Metode
Pengumpulan Data
Instrumen
Penelitian
1 Tujuan
pembelajaran
Diskusi dengan ahli
pendidikan fisika
Lembar
validasi
2 Kesesuaian format
modul
3 Karakteristik
4 Kesesuaian bahasa
5 Bentuk fisik
(sumber : Azar Arsyad, 2000 : 175-176)
2) Validasi RPP
Adapun aspek-aspek yang akan di validasi terdapat dalam
Tabel 3.2
Tabel 3.2 Validasi RPP
No Aspek Validasi Metode
Pengumpulan
Data
Instrumen
Penelitian
1 Format RPP Diskusi dengan
ahli pendidikan
fisika
Lembar
Validasi 2 Isi RPP
3 Bahasa RPP
(Sumber : Trianto, 2011 : 98)
3) Validasi Angket Respon
Validasi angket respon berisi aspek-aspek yang telah
dirumuskan pada Tabel 3.3 masing-masing aspek terdiri dari
beberapa pertanyaan.
51
Tabel 3.3 Validasi Angket Respon Modul Berbasis
Pembelajaran CTL untuk Mencapai HOTS
No Aspek Validasi Metode
Pengumpulan
Data
Instrumen
Penelitian
1 Format angket Diskusi dengan
validator dan
ahli pendidikan
fisika
Lembar
Validasi 2 Bahasa yang
digunakan
3 Butir pertanyaan
angket
(Sumber : BSNP, 2006)
4) Validasi Soal HOTS
Soal-soal HOTS merupakan assesmen yang berbasis situasi
nyata dalam kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik
diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di
kelas untuk menyelasaikan masalah. Adapun aspek-aspek yang
divalidasi terdapat pada Tabel 3.4 di bawah ini:
Tabel 3.4 Validasi Soal-Soal Pretest dan Postest
No Aspek Validasi Metode
Pengumpulan
Data
Instrumen
Penelitian
1 Kesesuaian soal
dengan KI, KD
Diskusi dengan
validator dan
ahli pendidikan
fisika
Lembar
Validasi
2 Soal mengandung
kata-kata
operasional
3 Kelayakan bahasa
4 Keakuratan gambar,
diagram, dan
ilustrasi
5 Penilaian secara
umum terhadap soal
pre-test dan post-
test
(Sumber : Widana, 2017:27)
b. Tahap Praktikalitas
Pada tahap ini dilakukan uji coba terbatas untuk melihat
keterbacaan modul yang dirancang. Modul berbasis pembelajaran
CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika memiliki
52
praktikalitas yang tinggi apabila bersifat praktis dan mudah
digunakan. Adapun aspek-aspek pada tahap praktikalitas pada
Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Praktikalitas Modul Berbasis Pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam Pembelajaran Fisika
Aspek Metode
Pengumpulan Data
Instrumen Penelitian
Praktikalitas a. angket respon
guru dan siswa
b. wawancara
dengan guru
a. lembar angket respon
guru dan siswa
b. lembar pedoman
wawancara guru
Praktikalitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika, terdiri atas angket
respon dan pedoman wawancara, sebagai berikut:
1) Angket respon
Angket respon disusun untuk meminta tanggapan guru dan
siswa tentang kemudahan penggunaan modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran
fisika, setiap instrumen dikonsultasikan kepada pakar agar
memperoleh data yang valid.
2) Pedoman wawancara
Pedoman wawancara memuat pertanyaan modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran
fisika yang ditanyakan kepada guru. Untuk melihat
praktikalitas modul sebelum digunakan, setiap instrumen
dikonsultasikan kepada pakar agar memperoleh data yang
valid.
c. Tahap Efektifitas
Pada tahap ini dilakukan uji coba terbatas, uji coba ini
dilakukan untuk melihat keefektifan modul yang dirancang dengan
membandingkan dengan hasil belajar peserta didik sebelum
53
menggunakan modul (Pretest) dan setelah menggunakan modul
(Posttest). Soal yang peneliti gunakan untuk pretest dan posttest
adalah soal essay atau uraian. Kemudian menentukan nilai normal
gain dari hasil pretest dan posttest tersebut.
Tabel 3.6 Efektivitas Modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS sebelum dan setelah menggunakan
modul
Pretest Perlakuan Posttest
O1 X O2
(Sumber : Sugiyono, 2013 : 323)
Keterangan :
O1 : tes awal (pretest) : penilaian hasil belajar peserta didik
dengan menggunakan soal pretest sebelum diberi
perlakuan
X : modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
HOTS dalam pembelajaran fisika
O2 : tes akhir (posttest) : penilaian hasil belajar peserta didik
dengan menggunakan soal posttest setelah diberi
perlakuan
C. Subjek Uji Coba
Uji coba terbatas dilakukan kepada siswa kelas X SMA/MA
dengan pembelajaran menggunakan modul berbasis pembelajaran CTL
untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran
harmonis. Selama pembelajaran berlangsung, peneliti mengamati
keterlaksanaan penggunaan modul dengan menggunakan lembar angket
respon siswa dan guru, kemudian dianalisis secara deskriptif. Hal ini
dilakukan untuk melihat kemudahan dalam menerapkan modul yang
ditinjau dari hasil penilaian penulis selama pelaksanaan kegiatan.
D. Jenis Data
Jenis data yang diambil pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
54
1. Data primer adalah data pertama berupa hasil validasi modul yang
diberikan oleh validator, yaitu hasil validasi modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
2. Data sekunder adalah data kedua yang diperoleh pada pelaksanaan uji
coba. Pada uji coba ini diambil tiga data berupa: aktifitas belajar siswa,
angket respon guru setelah modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS diuji cobakan dan angket respon siswa.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar validasi,
angket praktikalisasi, serta instrumen pre-test dan post-test.
1. Lembar validasi
Untuk menentukan validita modul berbasis pembelajaran CTL
untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika dan instrumen
penelitian, maka dilakukan validasi oleh dua orang dosen dan satu
orang guru fisika, yaitu Ibu Dr. Elda Herlina, M.Pd, Ibu Dewi Juita,
M.Pd, dan Ibu Dra. Nurhaida. Instrumen yang digunakan adalah
lembar validasi. Lembar validasi digunakan untuk mengetahui apakah
modul dan instrumen penelitian yang telah dirancang valid atau tidak.
Lembar validasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Lembar Validasi Modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika
Lembar validasi modul berisi beberapa aspek, seperti : isi
modul, format modul, dan bahasa, masing-masing aspek
dikembangkan menjadi beberapa pernyataan. Pengisian lembar
validasi dianalisis menggunakan skala likert dengan range 1
sampai 4. Setiap pernyataan mempunyai pilihan jawaban 1 sampai
4. Modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
dalam pembelajran fisika divalidasi oleh tiga orang validator. Data
hasil validasi modul dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran I.
55
Berdasarkan data pada lampiran I, menunjukkan bahwa hasil dari
validasi modul secara keseluruhan sangat valid, yaitu dengan
persentase rata-rata 92,06%. Berdasarkan hal tersebut modul yang
peneliti rancang layak digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran
b. Lembar validasi RPP
Lembar validasi RPP adalah untuk mengetahui apakah RPP
yang telah dirancang valid atau tidak. Aspek penilaian meliputi:
format RPP, isi RPP, dan bahasa yang digunakan, masing-masing
aspek dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan. Skala penilaian
yang digunakan adalah skala likert. Lembar validasi RPP diisi oleh
3 orang validator. Data hasil validasi RPP dapat dilihat secara
lengkap pada Lampiran II. Berdasarkan data pada lampiran II,
menunjukkan bahwa hasil dari validasi RPP secara keseluruhan
RPP yang dirancang sangat valid yaitu dengan persentase rata-
rata 91,11%. Berdasarkan hal tersebut RPP yang peneliti rancang
layak digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran.
c. Lembar validasi angket respon
Lembar angket respon terdiri dari dua yaitu: angket respon
guru dan angket respon peserta didik. Lembar validasi angket
bertujuan untuk mengetahui apakah angket yang telah dirancang
valid atau tidak. Aspek penilaian meliputi: format angket, bahasa
yang digunakan, butir pertanyaan angket. Lembar validasi ini diisi
oleh 3 orang validator. Skala penilain menggunakan skala likert.
Data hasil validasi angket respon guru secara lengkap dapat dilihat
pada Lampiran III. Berdasarkan data pada lampiran III,
menunjukkan bahwa hasil validasi angket respon praktikalitas
secara keseluruhan angket respon praktikalitas guru sangat valid
dengan persentase rata-rata 100%. Berdasarkan hal tersebut maka
angket respon praktikalitas guru dapat digunakan pada tahap
praktikalisasi. Sedangkan data angket respon peserta didik dapat
dilihat pada Lampiran IV, menunjukkan bahwa hasil validasi
56
angket respon praktikalitas secara keseluruhan angket respon
praktikalitas peserta didik sangat valid dengan persentase rata-rata
100%. Berdasarkan hal tersebut maka angket respon praktikalitas
peserta didik dapat digunakan pada tahap praktikalisasi.
d. Lembar validasi soal
Lembar validasi soal bertujuan mengetahui keefektifan
modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika peneliti menggunakan soal pretes-postes.
Sebelum soal digunakan, soal tersebut divalidasi oleh validator.
Lembar validasi soal berisi aspek yang akan dinilai seperti:
kesesuaian soal dengan KI, KD, kelayakan bahasa, keterkaitan
gambar, diagram dan ilustrasi, soal mengandung kata-kata
operasional, serta penilaian secara umum terhadap soal pre-test dan
post-test. Data hasil validasi soal secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran V. Berdasarkan data pada lampiran V, menunjukkan
bahwa hasil validasi soal secara keseluruhan sangat valid dengan
persentase rata-rata 96,67%. Berdasarkan hal tersebut maka soal
dapat digunakan pada tahap efektivitas.
2. Lembar pedoman wawancara
Lembar pedoman wawancara digunakan untuk melihat
praktikalitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
dalam pembelajran fisika. Lembar pedoman wawancara berisikan
pertanyaan tentang keterlaksanaan pembelajaran fisika dengan
menggunakan modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
HOTS dalam pembelajran fisika. Guru akan mengamati
keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan modul berbasis
pembelajran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajran fisika.
Data hasil pedoman wawancara dapat dilihat pada Lampiran VI.
3. Angket Praktikalitas
57
Pengisian angket menggunakan skala likert dengan range 1 sampai
4. Setiap pernyaaan mempunyai pilihan jawaban SS (sangat setuju), S
(setuju), TS (tidak setuju) dan STS (sangat tidak setuju). Jika siswa
memilih jawaban SS maka kriteria nilainya 4, S nilainya 3, TS nilainya
2 dan STS nilainya 1. Angket praktikalitas ini diisi oleh peserta didik,
dan pakar pendidikan fisika, yaitu guru tujuannya untuk melihat
apakah modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
dalam pembelajaran fisika pada materi Getaran Harmonis yang
dirancang praktis digunakan dalam proses pembelajaran atau tidak.
4. Instrumen Tes
Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai
keefektifan modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
dalam pembelajaran fisika yang dikembangkan. Instrumen yang
digunakan adalah tes hasil belajar yang meliputi pretest dan postest.
Tes ini dibuat berdasarkan materi dari modul berbasis pembelajaran
CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika yang
dikembangkan dan dikonsultasi terlebih dahulu dengan dosen
pembimbing dan validator. Untuk mendapatkan tes yang baik maka
dilakukan beberapa langkah berikut :
a. Penyusunan Instrumen
Menurut Amali Putra (2017 : 253-254), pengembangan
instrumen tes tertulis bentuk essay atau uraian dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut :
1) Menetapkan tujuan menggunakan tes yaitu untuk mendapatkan
hasil belajar peserta didik
2) Menyusun kisi-kisi soal, yaitu spesifikasi yang digunakan
sebagai acuan menulis soal. Kisi-kisi memuat rambu-rambu
tentang kriteria soal yang akan ditulis, meliputi: KD yang akan
diukur, materi, indikator soal, bentuk soal, dan nomor soal
3) Menulis soal berdasarkan kisi-kisi dan kaidah penulisan soal
58
4) Menyusun pedoman penskoran sesuai dengan bentuk soal yang
digunakan. Pada soal uraian disediakan pedoman penskoran
yang berisi alternatif jawaban dan rubrik dengan rentang skor
5) Melakukan analisis kualitatif (telaah soal) sebelum soal
diujikan.
b. Penyusunan Soal-soal HOTS
Menurut Amali Putra (2017 : 286-288), penyusunan soal-
soal HOTS dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS
2) Menyusun kisi-kisi soal-soal HOTS, meliputi: memilih KD
yang dapat dibuat soal-soal HOTS, memilih materi pokok yang
terkait dengan KD yang akan diuji, merumuskan indikator soal,
menentukan level kognitif
3) Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual
4) Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal
5) Membuat kartu soal
6) Membuat jawaban soal dan rubrik penskoran untuk soal essay
atau uraian
c. Validitas Tes
Pada penelitian ini validitas tes yang digunakan adalah
validitas isi dan validitas muka. Validitas isi suatu instrumen
penelitian adalah ketepatan instrumen tersebut ditinjau dari segi
materi yang akan diteliti. Validitas isi suatu instrumen tes
berkenaan dengan kesesuaian butir soal dengan indikator,
kesesuaian dengan kompetensi dasar materi yang diteliti,
sedangkan validitas muka adalah ketepatan susunan kalimat atau
kata-kata yang digunakan pada suatu butir pertanyaan atau
pernyataan dalam instrumen tersebut. Suatu instrumen dikatakan
memiliki validitas muka yang baik jika susunan kalimat atau kata-
59
kata dapat dipahami dan tidak menimbulkan tafsiran lain (Lestari
dan Yudhanegara, 2015 :190 -192).
Jadi tes dapat dikatakan valid apabila tes tersebut secara
tepat, benar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur dan tes
harus sesuai dengan indikator pembelajaran dan kisi-kisi soal yang
dibuat. Rancangan soal tes pada penelitian ini disusun sesuai
dengan indikator pembelajaran yang ingin dicapai dan sesuai
dengan kisi-kisi soal yang telah dibuat. Tes divalidasi oleh dua
orang dosen fisika dan 1 orang guru fisika SMAN 1 Rambatan
yaitu Ibu Dr. Elda Herlina,M.Pd, Ibu Dewi Juita, M.Pd, dan Dra.
Nurhaida. Validasi soal pretest dan posttest. Untuk hasil validasi
soal dapat dilihat pada Lampiran V.
d. Uji Coba Tes
Supaya soal yang disusun memiliki kriteria soal yang baik,
maka soal tersebut perlu diujicobakan terlebih dahulu dan
kemudian dianalisis untuk mendapatkan soal-soal yang memenuhi
kriteria. Untuk itu peneliti melakukan uji coba soal tes di kelas X
MIPA 2 SMAN 1 Rambatan. Adapun tes soal uji coba pretest dan
posttest dapat dilihat pada Lampiran VII.
e. Analisis Uji Coba Tes
Adapun kegunaan uji coba instrumen tes adalah untuk
mengetahui kualitas dari butiran soal yang akan dijadikan
instrumen. Hal-hal yang dilakukan dalam uji coba instrumen tes:
1) Indeks Kesukaran Butir Soal
Lestari dan Yudhanegara (2015 : 223-224) menyatakan
indeks kesukaran adalah suatu bilangan yang menyatakan
derajat kesukaran suatu butir soal. Untuk menentukan indeks
kesukaran soal untuk soal essay digunakan rumus:
IK = �̅�
𝑆𝑀𝐼
Dimana:
60
IK : Indeks kesukaran butir soal
�̅� : Rata-rata skor jawaban siswa pada tiap butir soal
SMI : Skor maksimum ideal, yaitu skor maksimum yang
akan diperoleh siswa jika menjawab butir soal
tersebut dengan tepat ( sempurna)
Tabel 3.7 Kriteria Indeks Kesukaran Soal
Indeks Kesukaran Kriteria
IK = 0,00 Terlalu Sukar
0,00 < IK ≤ 0,30 Sukar
0,30 < IK ≤ 0,70 Sedang
0,70 < IK < 1,00 Mudah
IK = 1,00 Terlalu Mudah
(Sumber: Lestari dan Yudhanegara, 2015:224)
Setelah dilakukan uji coba dan analisis tes didapatkan indeks
kesukaran setiap soal seperti yang terlihat pada tabel 3.8
Tabel 3.8 Indeks Kesukaran Soal Essay Setelah Dilakukan Uji Coba
No
Soal
IK (Indeks
Kesukaran) Soal
Kriteria
Keterangan
1 0,23 Sukar Dibuang
2 0,41 Sedang Dipakai
3 0,54 Sedang Dipakai
4 0,84 Mudah Dibuang
5 0,5 Sedang Dipakai
6 0,67 Sedang Dipakai
7 0,5 Sedang Dipakai
8 0,5 Sedang Dipakai
9 0,69 Sedang Dipakai
10 0,47 Sedang Dipakai
11 0,57 Sedang Dipakai
12 0,6 Sedang Dipakai
Pada Tabel 3.8 semua soal memiliki indeks kesukaran
mudah, sedang dan sukar. Untuk lebih jelasnya mengenai indeks
kesukaran soal dapat dilihat pada Lampiran VIII.
2) Daya Pembeda
61
Daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir
soal mampu membedakan siswa yang sudah menguasai kompetensi
dengan siswa yang belum kurang menguasai kompetensi
berdasarkan kriteria tertentu. Semakin tinggi koefisien daya
pembeda suatu butir soal, semakin mampu butir soal tersebut
membedakan antara siswa yang menguasai kompetensi dengan siswa
yang kurang menguasai kompetensi. Daya pembeda soal ditentukan
dengan mencari indeks pembeda soal. Untuk menghitung daya
pembeda soal essay, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
(Arifin, 2012:356):
a) Data diurutkan dari nilai tertinggi sampai terendah
b) Kemudian diambil 27% dari kelompok yang mendapat nilai
tinggi dan 27% dari kelompok yang mendapat nilai rendah
c) Cari indeks pembeda soal dengan rumus:
𝑡𝑡 = �̅�1 − �̅�2
√∑𝑡12 + ∑𝑡2
2
𝑡(𝑡 − 1)
Keterangan:
𝑡 : Indeks Pembeda
�̅�1 : Rata-rata skor kelompok atas
�̅�2 : Rata-rata skor kelompok bawah
∑𝑡12 : Jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok
atas
∑𝑡22 : Jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok
bawah
𝑡 : 27% x N (baik untuk kelompok atas maupun
kelompok bawah)
Menurut Arifin (2012:357), Suatu soal mempunyai daya
pembeda soal yang berarti (signifikan) jika 𝑡ℎ𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 ≥ 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
pada 𝑡𝑡 yang ditentukan”. Setelah dilakukan uji coba dengan
𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 2,12 untuk semua soal diperoleh daya pembeda soal
dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Hasil Daya Pembeda Soal Setelah Dilakukan Uji Coba
No Soal 𝑡ℎ𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 Keterangan
62
1 1,56
2,12
Tidak Signifikan
2 6,01 Signifikan
3 7,81 Signifikan
4 0,53 Tidak Signifikan
5 3,53 Signifikan
6 18 Signifikan
7 7,15 Signifikan
8 8,5 Signifikan
9 3,63 Signifikan
10 2,46 Signifikan
11 5,25 Signifikan
12 4,17 Signifikan
Berdasarkan Tabel 3.9, dapat dilihat bahwa daya pembeda
semua soal yaitu ada signifikan dan yang tidak signifikan. Untuk
lebih jelasnya mengenai perhitungan daya pembeda dapat dilihat
pada Lampiran IX
3) Reliabilitas Tes
Reliabilitas adalah suatu ukuran yang menyatakan tingkat
kepercayaan suatu tes. Suatu tes dikatakan dapat dipercaya (reliabel),
apabila beberapa kali pengujian menunjukkan hasil yang relatif
sama. Untuk menentukan reliabilitas dapat digunakan rumus yang
dikemukakan oleh Arikunto (2015:122) yaitu:
𝑡11 = (𝑡
𝑡−1) (1 −
∑ 𝑡𝑡2
𝑡𝑡2 )
Dengan,
𝑡𝑡2 =
∑ 𝑡2−(∑ 𝑡)2
𝑡
𝑡
Keterangan:
𝑡11 : reliabilitas yang dicari
N : banyaknya item
∑𝑡i2 : jumlah varians skor tiap-tiap item
𝑡𝑡2 : variansi total
N : banyaknya subjek pengikut tes
x : skor masing-masing siswa
63
Hasil perhitungan reliabilitas tes yang diperoleh, ditentukan
kriterianya. Kriteria reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3.10.
Tabel 3.10 Kriteria Reliabilitas Soal
Nilai r11
Kriteria
0,80 11r 1,00 Sangat tinggi
0,60 11r 0,79 Tinggi
0,40 11r
0,59 Sedang
0,20 11r
0,39 Rendah
0,00 11r
0,19 Sangat rendah
(Sumber: Arikunto, 2015:110)
Setelah dilakukan analisis data diperoleh 𝑡11 = 0,87 dapat
disimpulkan bahwa soal tes uji coba memiliki reliabilitas sangat
tinggi. Untuk melihat secara rinci perhitungan reliabilitas soal dapat
dilihat pada Lampiran X.
4) Kriteria Penerimaan Soal
Setelah dilakukan perhitungan indeks daya pembeda dan
indeks kesukaran soal, maka selanjutnya adalah menentukan soal
yang akan digunakan. Klasifikasi soal uraian menurut Prawironegoro
(Arikunto, 2008:219) yakni:
a) Soal yang baik akan tetap dipakai jika:
𝑡𝑡 signifikan dan 0,00 ≤ IK ≤ 1,00
b) Soal diperbaiki jika:
𝑡𝑡 signifikan dan IK = 0,00 atau 1,00
𝑡𝑡 tidak signifikan dan 0,00 < IK < 1,00
c) Soal diganti jika:
𝑡𝑡 tidak signifikan dan IK = 0,00 atau IK = 1,00
Berdasarkan hasil analisis daya pembeda dan indeks kesukaran, soal
dapat diklasifikasikan seperti yang terlihat pada tabel 3.11.
Tabel 3.11 Klasifikasi Soal
64
No 𝑡ℎ𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 Keterangan 𝑡𝑡 Kriteria
Keterangan
1 1,56
Tidak
Signifikan
0,23
Sukar
Dibuang
2 6,01 Signifikan 0,41 Sedang Dipakai
3 7,81 Signifikan 0,54 Sedang Dipakai
4 0,53
Tidak
Signifikan 0,84
Mudah Dibuang
5 3,53 Signifikan 0,5 Sedang Dipakai
6 18 Signifikan 0,67 Sedang Dipakai
7 7,15 Signifikan 0,5 Sedang Dipakai
8 8,5 Signifikan 0,5 Sedang Dipakai
9 3,63 Signifikan 0,69 Sedang Dipakai
10 2,46 Signifikan 0,47 Sedang Dipakai
11 5,25 Signifikan 0,57 Sedang Dipakai
12 4,17 Signifikan 0,6 Sedang Dipakai
Dari tabel 3.11, dapat dilihat bahwa klasifikasi soal dapat dipakai
hanya 10 buah, 2 buah soal dibuang karena kriteria soal sangat
mudah dan sangat sulit.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk mengemukakan hasil penelitian
adalah:
1. Validitas Modul Berbasis Pembelajaran CTL untuk Mencapai HOTS
Teknik analisis untuk menentukan validitas modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dan instrumen penelitian
dengan menggunakan lembar validasi. Lembar validasi disusun untuk
melihat apakah modul fisika berbasis pembelajaran CTL untuk
Mencapai HOTS dan instrumen penelitian dirancang valid atau tidak.
Hasil validasi seluruh aspek yang dinilai, disajikan dalam bentuk
tabel. Selanjutnya dicari nilai validasi dengan rumus:
𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡−𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑡𝑡𝑡𝑡
𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ 𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 ×
100%
65
Tabel 3.12 Hasil yang diperoleh diinterpretasikan dengan
menggunakan kriteria (Akdon dan Riduwan, 2007:
89) sebagai berikut:
Kriteria Range Presentase (%)
Tidak valid
Kurang valid
Cukup valid
Valid
Sangat valid
0-20
21-40
41-60
61-80
81-100
(Sumber : Akdon dan Riduwan, 2007 : 89)
2. Lembar Pedoman Wawancara
Data hasil pedoman wawancara terhadap praktikalitas modul
berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika diolah secara deskriptif. Analisis dilakukan untuk
menggambarkan data hasil pedoman wawancara mengenai modul
berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika pada materi getaran harmonis.
3. Analisis Praktikalitas
Untuk menguji kepraktisan modul berbasis pembelajaran CTL
untuk mencapai HOTS digunakan teknik penyebaran angket respon.
Angket respon disusun untuk meminta respon peserta didik tentang
kepraktisan modul fisika. Angket respon menggunakan skala Likert
dengan skala 1 sampai 4. Mempunyai pilihan jawaban SS, S, KS, dan
TS. Jika siswa memilih SS, maka nilai kriterianya 4, nilai 3 untuk
kategori S, nilai 2 untuk kategori KS, dan nilai 1 untuk kategori TS.
Angket respon diberikan setelah materi getaran harmonis selesai
dipelajari. Data hasil angket respon peserta didik ditabulasi. Hasil
tabulasi tiap tagihan dicari persentasenya dengan rumus:
𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = ∑ 𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑡𝑡𝑡 𝑡𝑡𝑡𝑡
𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡× 100%
Tabel 3.13 Berdasarkan hasil persentase, setiap rentangan
dikategorikan (Akdon dan Ridwan, 2007: 89) sebagai
berikut:
66
(%) Kategori
0 – 20
21 – 40
41 – 60
61 – 80
81 – 100
Tidak Praktis
Kurang Praktis
Cukup Praktis
Praktis
Sangat Praktis
(Sumber : Akdon dan Riduwan, 2007 : 89)
4. Analisis Efektifitas
Keefektifan modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran harmonis diuji
dengan uji (N-gain). Uji N-gain atau gain ternormalisasi merupakan
data yang diperoleh dengan membandingkan selisih skor posttest dan
pretest dengan selisih SMI dan pretest. Selain digunakan untuk melihat
peningkatan kemampuan siswa, data ini juga memberikan informasi
mengenai pencapaian kemampuan siswa. Dengan demikian, data N-
gain ini memberikan informasi mengenai peningkatan kemampuan
beserta peringkat siswa di kelas. Nilai N-gain ditentukan dengan
menggunakan rumus berikut:
𝑡 − 𝑡𝑡𝑖𝑡 =𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡−𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡−𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
Tabel 3.13 Kriteria Nilai N-Gain
N-gain Kriteria Tingkat Efektivitas
N-gain≤ 0,3 Rendah Kurang efektif
0,7 ≤N-gain≤ 0,3 Sedang Cukup Efektif
N-gain> 0,7 Tinggi Efektif
(Sumber : Lestari dan Yudhanegara, 2015 : 235).
67
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bagian ini hasil penelitian berkaitan dengan tahap-tahap
pengembangan yang mengacu kepada model pengembangan yang
disarankan oleh Thiagarajan dan Sammel dalam Trianto yaitu 4-D yang
terdiri dari 4 tahap pengembangan, yaitu: Define (Pendefinisian), Design
(Perancanaan), Develop (Pengembangan), dan Disseminate (Penyebaran)
(Trianto, 2009 : 189). Tetapi pada penelitian ini tahap penyebaran
(disseminate) tidak dilakukan karena kertabatasan waktu dan biaya.
Berikut diuraikan hasil tahapan penelitian:
1. Hasil Tahap Pendefenisian (Define)
Modul Fisika berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
dirancang berdasarkan hasil dari tahap pendefinisian (define). Tahap
pendefinisian (define) dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum
tentang proses pembelajaran di sekolah, contohnya gambaran
mengenai bagaimana proses pembelajaran di dalam kelas dan
karakteristik peserta didik. Kegiatan ini dimulai dengan wawancara
dengan guru Fisika SMAN 1 Rambatan, menganalisis silabus
pembelajaran Fisika Kelas X SMA Semester II, menganalisis buku
paket dan LKS yang dipakai guru Fisika di kelas X SMA sebagai
sumber belajar peserta didik, menganalisis peserta didik, serta
mereview literatur tentang modul. Berikut diuraikan hasil kegiatan
tahap pendefenisian yaitu:
a. Hasil Wawancara dengan Guru SMAN 1 Rambatan
Peneliti melakukan wawancara dengan guru fisika kelas X
SMAN 1 Rambatan yaitu Ibu Dra. Nurhaida, pada hari Sabtu,
tanggal 8 Desember 2018 sekitar pukul 09.30. Hasil wawancara
diperoleh informasi bahwasanya guru fisika kelas X SMAN 1
Rambatan sudah menggunakan bahan ajar berupa buku paket dan
68
LKS yang tersedia di sekolah. Guru hanya menggunakan LKS dan
buku paket tersebut tanpa dikembangkan menurut kebutuhan
kurikulum 2013. LKS tersebut masih tergolong sederhana yaitu
berisi sedikit materi, contoh soal dan latihan soal. Sebagian besar
peserta didik tidak bisa menyelesaikan soal yang terdapat pada
LKS dikarenakan peserta didik kurang mengerti dengan soal yang
ada pada LKS. LKS juga belum memuat kegiatan yang menuntut
peserta didik termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran,
karena LKS tersebut belum memuat kegiatan praktikum yang dapat
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
Selain itu, proses pembelajaran masih berpusat kepada
guru, peserta didik disuruh hanya mencatat materi yang dijelaskan
guru, sehingga mereka hanya menerima materi begitu saja. Guru
juga tidak membangun pengetahuan awal peserta didik dengan
menjelaskan materi dengan kehidupan nyata. Peserta didik tidak
disuruh menemukan konsep sendiri, namun diberi penjelasan oleh
guru. Sehingga kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik
belum terlatih ditambah lagi guru kurang terbiasa menerapkan
kurikulum 2013, dimana peserta didik dituntut untuk aktif dalam
proses pembelajaran.
Untuk itu, peneliti merancang sebuah modul yang dapat
digunakan peserta didik untuk belajar secara mandiri, peserta didik
tidak hanya menerima penjelasan materi dari guru saja. Melalui
eksperimen yang ada pada modul, diharapkan dapat merangsang
kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik serta dapat
memotivasi mereka untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Disamping itu, diharapkan peserta didik dapat
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi karena dalam modul
mereka dituntun untuk menemukan suatu konsep melalui
eksperimen sesuai dengan materi.
69
b. Hasil Analisis Silabus Pembelajaran
Berdasarkan silabus mata pelajaran fisika kelas X, materi
yang dibebankan untuk peserta didik kelas X dapat dilihat
pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Analisis Silabus Pembelajaran Fisika Kelas X
Kompetensi Inti Kompetensi Dasar
KI-1 Menghayati dan
mengamalkan ajaran
agama yang dianutnya
KD 1.11 Menyadari
kebesaran Tuhan
yang menciptakan
dan mengatur alam
jagad raya melalui
pengamatan
fenomena alam fisis
dan pengukurannya
KI-2 Menunjukkan
perilaku jujur,
disiplin,
tanggungjawab,
peduli (gotong
royong, kerjasama,
toleran, damai),
santun, responsif dan
pro-aktif dan
menunjukkan sikap
sebagai bagian dari
solusi atas berbagai
permasalahan dalam
berinteraksi secara
efektif dengan
lingkungan sosial dan
alam serta dalam
menempatkan diri
sebagai cerminan
bangsa dalam
pergaulan dunia
KD 2.11 Menunjukkan
perilaku ilmiah
(memiliki rasa ingin
tahu; objektif; jujur;
teliti; cermat; tekun;
hati-hati;
bertanggung jawab;
terbuka; kritis;
kreatif; inovatif dan
peduli lingkugan)
dalam aktivitas
sehari-hari sebagai
wujud implementasi
sikap dalam
melakukan
percobaan,
melaporkan, dan
berdiskusi.
KI-3 Memahami,
menerapkan,
menganalisis
pengetahuan faktual,
konseptual,
prosedural
berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu
pengetahuan,
KD 3.11 Menganalisis
hubungan antara
gaya dan getaran
dalam kehidupan
sehari-hari
70
teknologi, seni,
budaya, dan
humaniora dengan
wawasan
kemanusiaan,
kebangsaan,
kenegaraan, dan
peradaban terkait
penyebab fenomena
dan kejadian, serta
menerapkan
pengetahuan
prosedural pada
bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan
bakat dan minatnya
untuk memecahkan
masalah
KI-4 Mengolah, menalar,
dan menyaji dalam
ranah konkrit dan
ranah abstrak terkait
dengan
pengembangan dari
yang dipelajarinya di
sekolah secara
mandiri, dan mampu
menggunakan metode
sesuai kaidah
keilmuan.
KD 4.11 Melakukan
percobaan getaran
harmonis pada
ayunan sederhana
dan/atau getaran
pegas berikut
presentasi serta
makna fisisnya
Sumber : Permendikbud No 24 tahun 2016
Berdasarkan Tabel 4.1, maka peneliti melakukan analisis
terhadap silabus dalam mengembangkan bahan pengetahuan
terhadap materi ajar pada KD 3.11: Menganalisis hubungan antara
gaya dan getaran dalam kehidupan sehari-hari. Pada KD 3.11 ini
berada pada tingkatan C4 atau pada level 3, yaitu menganalis, serta
pada KD 4.11 terdapat kegiatan eksperimen, yaitu peserta didik
dituntut untuk melakukan percobaan getaran harmonis pada
ayunan sederhana dan getaran pegas. KD ini sesuai dengan
indikator HOTS dimana peserta didik diharapkan dapat
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, serta mereka
71
dituntut untuk berfikir tingkat tinggi dalam menyelesaikan
permasalahan, sekaligus ini sesuai dengan pengembangan modul
yang diharapkan.
c. Hasil Analisis Buku Paket Fisika Kelas X SMA dan LKS yang
Tersedia di Sekolah
Hasil analisis buku paket dan LKS yang digunakan oleh
guru Fisika kelas X MIPA SMAN 1 Rambatan yaitu Buku Fisika
untuk SMA/MA kelas X karangan Ni Ketut Lasmi, namun buku ini
memiliki beberapa kelemahan yaitu :
1) Buku ini lebih banyak mengutamakan materi dan soal-soal
yang diprediksi belum dapat merangsang kemampuan berfikir
tingkat tinggi peserta didik, karena di dalam buku paket tidak
terdapat praktikum untuk menemukan konsep. Begitu juga
dengan LKS yang tersedia di sekolah, LKS lebih banyak
melatih peserta didik untuk memformulasikan rumus.
2) Buku paket dan LKS yang ada masih menggunakan bahasa dan
simbol fisika yang disusun dalam konteks yang jauh dari
realitas kehidupan peserta didik dan belum dapat mencapai
kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik.
3) LKS tersebut kurang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
d. Hasil Analisis Peserta Didik
Peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda-beda,
sehingga hal ini sering membuat tujuan pembelajaran yang
diinginkan tidak tercapai secara optimal. Karakteristik peserta
didik bisa dilihat dari gaya belajar, tingkah laku, kemampuan
peserta didik, kesulitan belajar yang dihadapi, minat, motivasi
belajar, dan kecepatan belajar serta faktor lainnya. Analisis
karakteristik peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui kondisi
dan kebutuhan peserta didik di dalam pembelajaran, sehingga
modul yang dirancang tepat sasaran sesuai dengan karakteristik
peserta didik kelas X MIPA 1 SMAN 1 Rambatan.
72
Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta didik kelas X
MIPA 1 SMAN 1 Rambatan, bahwa peserta didik lebih tertarik
dengan modul bergambar dan berwarna. Disamping itu, peserta
didik lebih tertarik belajar dalam suasana yang tidak menegangkan,
seperti: diskusi, praktikum dan presentasi. Hal ini menunjukkan
karakteristik peserta didik kelas X SMAN 1 Rambatan dengan
karakteristik gaya belajar yang masih terbiasa dengan metode
konvesional dimana dalam proses pembelajaran guru lebih banyak
menjelaskan materi pembelajaran dan mereka hanya menerima apa
yang disampaikan oleh guru. Sebagian peserta didik bisa belajar
dengan baik dengan cara melihat teman dan guru ketika melakukan
kegiatan pembelajaran.
Selama proses pembelajaran peserta didik tersebut hanya
menulis apa yang disampaikan guru. Peserta didik dengan gaya
visual ini berbeda dengan peserta didik auditori yang
mengandalkan kemampuan mendengarnya. Sedangkan, peserta
didik kinestetis lebih suka belajar dengan cara terlibat langsung.
Selain itu, tingkah laku dan minat peserta didik ini menjadikan
sumber belajar harus menarik dan memotivasi mereka untuk
belajar.
Perbedaan kecepatan belajar juga menjadi karakteristik
peserta didik SMAN 1 Rambatan, dimana peserta didik di dalam
satu kelas memiliki kecepatan belajar yang berbeda-beda, ada yang
rendah, sedang dan tinggi. Sehingga sumber belajar harus sesuai
dengan tingkat penguasaan peserta didik. Oleh karena itu,
diperlukan sumber belajar yang sesuai dengan karakteristik peserta
didik kelas X MIPA 1, menarik bagi peserta didik sesuai dengan
tingkat penguasaan mereka, mampu menjadikan peserta didik
belajar mandiri dan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
73
Setelah penggunaan modul berbasis pembelajaran CTL
untuk mencapai HOTS dalam proses pembelajaran fisika, peneliti
menyebarkan angket dan mewawancarai peserta didik, mereka
berpendapat bahwa dengan menggunakan modul ini, mereka lebih
memahami pembelajaran karena dapat terlibat langsung dalam
menemukan konsep pembelajaran. Selain itu, peserta didik juga
berpendapat bahwa modul ini juga menarik digunakan. Peserta
didik lebih senang menggunakan modul berbasis pembelajaran
CTL dikarenakan dalam pembelajaran yang dilakukan peserta
didik tidak monoton dalam belajar bahkan mereka belajar dengan
enjoy dan santai karena dapat secara perlahan memahami materi
dengan modul yang diberikan.
Disamping itu, dengan menggunakan modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS, peserta didik lebih
termotivasi untuk belajar fisika dan partisipasinya terhadap
pembelajaran meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah
media yang mendorong peserta didik untuk lebih mudah
memahami materi pembelajaran. Media yang dikembangkan sesuai
dengan karekateristik peserta didik kelas X MIPA 1 SMAN 1
Rambatan, menggunakan bahasa yang sederhana, serta
permasalahan yang disajikan berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari.
e. Hasil Analisis Literatur Tentang Modul
Modul merupakan salah satu sumber belajar yang dapat
dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan
pembelajaran. Tujuan utama sistem modul adalah untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran disekolah,
baik waktu, dana, fasilitas, maupun tenaga guna mencapai tujuan
secara optimal (E. Mulyasa 2009: 231).
Modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
dirancang dan dikembangkan berdasarkan format baku penulisan
74
modul. Tahapan-tahapan pada pembelajaran CTL dipaparkan pada
modul fisika. Modul tersusun atas: Standar Isi yang terdiri dari KI,
KD, indikator serta tujuan pembelajaran, petunjuk penggunaan
modul, uraian materi berdasarkan tujuh tahapan pembalajaran
CTL, contoh soal LOTS, MOTS dan HOTS serta soal-soal latihan
di akhir setiap kegiatan pembelajaran.
2. Hasil Tahap Perancangan (Design)
Tahap design (perancangan) dilakukan setelah tahap define.
Prototipe modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
dalam pembelajaran fisika dirancang dan dikembangkan untuk materi
getaran harmonis. Berikut ini diuraikan modul berbasis pembelajaran
CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika yang telah
dirancang :
a. Cover modul
Cover modul didesain menggunakan Corel Draw X 7, yang
dilengkapi dengan gambar penerapan getaran harmonis dalam
kehidupan sehari-hari. Tampilan cover modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran
fisika dapat dilihat pada Gambar 4.1 (A dan B).
Gambar 4.1 (A) Gambar 4.1 (B)
Gambar 4.1 A. Cover Modul Sebelum di Validasi, B. Cover Modul
Setelah di Validasi
75
Pada gambar 4.1 (A) terlihat bahwa dalam cover terdapat
gambar yang terlalu banyak dan cover modulnya kaku. Sedangkan
pada gambar 4.1 (B) sesuai dengan saran validator cover modul
sudah menarik, sederhana dan kontras.
b. Kata Pengantar
Kata pengantar menunjukkan penjelasan awal terhadap
perancangan dan pengembangan modul berbasis pembelajaran
CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika. Pada
bagian ini terdapat sedikit perbaikan yaitu penulisan nama dosen
pembimbing.
c. Daftar Isi
Daftar isi menunjukkan isi dari modul serta halaman dari
setiap bagian dari modul. Desain pertama daftar isi terdiri dari 2
lembar, setelah diberikan masukan oleh dosen pembimbing dan
validator maka peneliti memperbaiki desain dari daftar isi tersebut,
hingga menjadi 1 lembar
d. Kompetansi Inti dan Kompetensi Dasar, Peta konsep, Tujuan
Pembelajaran dan Petunjuk Penggunaan modul bagi guru dan
peserta didik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran XI.
e. Isi Modul
Isi modul dirancang dengan tahapan pembelajaran CTL dan juga
terdapat kolom ayo berfikir, contoh soal, praktikum, kolom
mengingat dan soal latihan. Pada setiap sub materi jenis tulisan
yang digunakan Arial dan ukuran huruf 11-16. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Lampiran XI.
f. Evaluasi
Evaluasi yaitu penilaian autentik terhadap proses pembelajaran
berlangsung baik itu pada saat praktikum, maupun presentasi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kolom penilaian autentik
yang terdapat dalam modul pada Lampiran XI.
76
g. Rangkuman
Rangkuman berisi ringkasan pengertian dari istilah-istilah yang
sering digunakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lampiran XI.
h. Lembar Kerja Peserta Didik
Lembar Kerja Peserta Didik berisi soal-soal untuk dikerjakan
peserta didik, baik sebelum maupun sesudah selesai melaksanakan
praktikum, jika tidak selesai bisa dikerjakan di rumah. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Lampiran XI
i. Daftar Pustaka
Daftar pustaka yaitu sumber-sumber yang digunakan peneliti
dalam membuat modul tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Lampiran XI .
j. Terakhir berupa kunci jawaban dari lembar kerja siswa . Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran XI
3. Hasil Tahap Pengembangan (Develop)
Tahap pengembangan ini, modul dan instrumen yang telah
dirancang didiskusikan dengan pembimbing. Kemudian, divalidasi
oleh pakar pendidikan dan setelah divalidasi dilakukan uji coba
terbatas pada satu kelas. Berikut uraian tahap validasi, praktikalisasi
dan efektifitas :
a. Tahap Validasi
Pada tahap ini modul dan instrumen yang telah
didiskusikan dengan pembimbing dan divalidasi oleh beberapa ahli
pakar fisika dan guru fisika. Nama validator dapat dilihat pada
Lampiran XII. Berikut diuraikan hasil validasi modul dan
instumen penelitian yang telah dirancang.
1) Hasil validasi RPP
Untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran, peneliti juga
merancang RPP. Sebelum RPP yang dirancang diterapkan di
kelas, terlebih dahulu RPP divalidasi kepada validator. RPP
77
yang dikembangkan ini diivalidasi oleh tiga orang pakar
pendidikan. Data hasil validasi dapat dilihat pada Lampiran
XIV. Secara umum dapat dilihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Data Hasil Validasi RPP No Aspek Validator Jumlah Skor
Max % Ket
1 2 3
1 Format RPP
32 24 32 88 96 91,67 Sangat Valid
2 Isi RPP 119 90 119 328 360 91,11 Sangat Valid
3 Bahasa 27 21 28 76 84 90,47 Sangat Valid
Jumlah 178 135 179 492 540 91,11 Sangat Valid
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dikatakan bahwa format RPP,
isi RPP, dan bahasa yang digunakan sangat valid, dengan
presentase rata-rata 91,11%. Dan saran-saran yang diberikan
validator pada RPP adalah penepatan kata dan bahasa dalam
RPP.
2) Hasil validasi modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika
Dari hasil analisis validasi modul berbasis pembelajaran
CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika dapat
dilihat secara lengkap pada Lampiran XV. Secara umum hasil
validasi modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
HOTS dalam pembelajaran fisika dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Data Hasil Analisis Validasi Modul Berbasis
Pembelajaran CTL untuk Mencapai HOTS dalam
Pembelajaran Fisika
Kesimpulan Validasi dari Ketiga Aspek
No Aspek Validator
JML Skor
Mak % Ket
1 2 3
1 Isi Modul
56 46 54 156 168 92,86 Sangat Valid
2 Format
Modul 28 21 28 77 84 91,67
Sangat
Valid
3 Bahasa
24 18 24 66 72 91,67 Sangat Valid
Jumlah 108 85 106 299 324 92,06 Sangat
Valid
78
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil validasi modul
berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika tiap aspek berkisar 91,67% hingga
92,86%. Secara keseluruhan modul ini tergolong sangat valid
dengan presentase rata-rata 92,06%. Dengan kata lain tujuan
pembelajaran yang terdapat pada modul sudah sesuai dengan
silabus pembelajaran. Isi modul juga sudah mengacu pada
indikator pembelajaran dan sesuai dengan format baku
pengembangan modul. Modul ini juga sudah memiliki tujuh
tahapan CTL. Bahasa modul yang komunikatis dan bentuk
fisik modul yang menarik dan sesuai dengan apa yang
diinginkan.
Adapun revisi yang disarankan oleh validator secara garis
besar adalah :
a) Perbaiki huruf dan kalimat yang kurang jelas dan rancu
b) Setiap kata dari bahasa asing dimiringkan penulisannya
c) Singkatan disetiap modul harusnya ada penjelasan diawal
sehingga tidak menimbulkan tanda tanya pembaca
d) Tidak ada indikator pembelajaran di dalam modul
e) Pada bagian inkuiri lebih di pertajam lagi
3) Hasil validasi angket respon peserta didik
Untuk mengetahui angket respon peserta didik terhadap
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan modul
berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika, peneliti menyebarkan angket kepada
peserta didik. Hasil analisis validasi angket dapat dilihat pada
Lampiran XVI. Secara garis besar dapat disajikan pada Tabel
4.4
79
Tabel 4.4 Hasil analisis validasi angket respon peserta didik
No Indikator Validator Jml
Skor Mak
% KET
1 2 3
1
Format Angket
Memenuhi bentuk baku penulisan sebuah angket
4 4 4 12 12 100 Sangat Valid
2
Bahasa yang Digunakan
a. Kebenaran tata
bahasa 4 4 4 12 12 100
Sangat
Valid
b. Kesederhanaan struktur kalimat
4 4 4 12 12 100 Sangat Valid
3
Butir Pertanyaan Angket
a. Pertanyaan angket mudah
diukur
4 4 4 12 12 100 Sangat Valid
b. Kesesuaian butir pertanyaan angket yang dinilai
4 4 4 12 12 100 Sangat Valid
JUMLAH
20
20
20
60
60
100
Sangat Valid
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dikatakan bahwa format
angket, bahasa yang digunakan dan butir pertanyaan angket
sangat valid, dengan presentase rata-rata angket respon peserta
didik 100%. Masukan dari validator, angket respon peserta didik
sudah bagus dan komponen-komponennya sudah jelas.
4) Hasil validasi angket respon guru
Untuk mengetahui angket respon guru terhadap
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan modul
berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika, peneliti memberikan angket kepada guru.
Hasil analisis validasi angket dapat dilihat pada Lampiran
XVII. Secara garis besar disajikan pada Tabel 4.5
80
Tabel 4.5 Hasil Analisis Validasi Angket Respon Guru
No Indikator Validator Jml
Skor
Mak % Ket
1 2 3
1
Format Angket
Memenuhi bentuk
baku penulisan
sebuah angket
4 4 4 12 12 100 Sangat
Valid
2
Bahasa yang Digunakan
a. Kebenaran tata
bahasa 4 4 4 12 12 100
Sangat
Valid
b. Kesederhanaan
struktur kalimat 4 4 4 12 12 100
Sangat
Valid
3
Butir Pertanyaan Angket
a. Pertanyaan
angket mudah
diukur
4 4 4 12 12 100 Sangat
Valid
b. Kesesuaian
butir pertanyaan
angket yang dinilai
4 4 4 12 12 100 Sangat
Valid
JUMLAH 20 20 20 60 60 100
Sangat
Valid
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dikatakan bahwa format
angket, bahasa yang digunakan dan butir pertanyaan angket
sangat valid, dengan presentase rata-rata angket respon guru
100%. Masukan dari validator, angket respon peserta didik
sudah bagus dan komponen-komponennya sudah jelas.
5) Hasil validasi soal (pretest dan posttest)
Untuk mengetahui instrumen soal berupa pretest dan
posttest yang digunakan untuk mengukur pencapaian higher
order thinking skills peserta didik terhadap pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran
fisika. Hasil analisis validasi instrumen soal yang divalidasi
oleh validator dapat dilihat pada Lampiran XVIII.
81
b. Tahap Praktikalisasi
Untuk melihat praktikalitas modul berbasis pembelajaran
CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika ini
dilakukan uji coba pada satu kelas yaitu kelas X MIPA 1. Uji coba
modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika dilakukan sebanyak dua kali. Data tentang
praktikalitas modul yang telah dirancang diperoleh dari lembar
angket respon peserta didik dan lembar angket respon guru fisika.
Berikut diuraikan hasil yang diperoleh mengenai praktikalitas
modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika.
1) Hasil angket respon peserta didik terhadap modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran
fisika
Peneliti mengumpulkan data dari peserta didik mengenai
kemudahan penggunaan modul yang diberikan, karena peserta
didik terlibat langsung dalam pemakaiannya. Lembar angket
diberikan kepada peserta didik kelas X MIPA 1, setelah
menggunakan modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika. Lembar angket
respon peserta didik dapat dilihat pada Lampiran XIX.
Adapun hasil angket respon peserta didik yang diperoleh dapat
dilihat pada Tabel 4.6
Tabel 4.6 Hasil Praktikalitas dari Angket Respon Peserta Didik
No Aspek Skor Skor
Max
% Ket
1 Kualitas Isi dan
Tujuan
931 992 93,85 Sangat
Praktis
2 Kualitas
Instruksional
1178 1240 95 Sangat
Praktis
3 Kualitas Teknis 234 248 94,35 Sangat
Praktis
Jumlah 2343 2480 94,48 Sangat
Praktis
82
Hasil analisis angket respon peserta didik di kelas X MIPA
1 terhadap modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
HOTS dalam pembelajaran fisika dapat dilihat pada Lampiran
XIX. Berdasarkan hasil analisa Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa
presentase penilaian peserta didik terhadap modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran
fisika dilihat pada aspek kualitas isi dan tujuan 93,85%,
kualitas instruksional 95%, dan kualitas teknis 94,35% dengan
presentase rata-rataberkisar 94,48%. Hasil praktikalitas angket
respon peserta didik pada Tabel 4.6 di interprestasikan ke
dalam grafik, seperti terlihat pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Hasil Praktikalitas Angket Respon Peserta Didik
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa modul
berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika sangat praktis digunakan.
2) Hasil angket respon guru terhadap modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran
fisika
Peneliti mengumpulkan data dari guru untuk mengetahui
praktikalitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
Peserta Didik
Kualitas Isi danTujuan
KualitasInstruksional
Kualitas Teknis
%
83
mencapai HOTS dalam pembelajran fisika. Lembar angket
diberikan kepada guru yang mengajar di kelas X MIPA 1.
Lembar angket respon guru dapat dilihat pada Lampiran XXI.
Hasil analisis angket tanggapan guru terhadap modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran
fisika dapat diihat pada Lampiran XXI. Adapun hasil angket
respon guru yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Hasil Praktikalitas dari Angket Respon Guru
No Aspek Skor Skor
Max
% Ket
1 Kualitas Isi dan
Tujuan
30 32 93,75 Sangat
Praktis
2 Kualitas
Instruksional
40 40 100 Sangat
Praktis
3 Kualitas Teknis 8 8 100 Sangat
Praktis
Jumlah 78 80 97,5 Sangat
Praktis
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa presentase
penilaian guru terhadap modul berbasis pembelajaran CTL
untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika dilihat dari
aspek kualitas isi dan tujuan 93,75%, kualitas instruksional dan
kualitas teknis 100%, dengan presentase rata-rata 97,5%. Hasil
praktikalitas angket respon guru pada Tabel 4.7 di
interprestasikan ke dalam grafik, seperti terlihat pada Gambar
4.3
84
Gambar 4.3 Hasil Praktikalitas Angket Respon Guru
Berdasarkan Gambar 4.3 dapat disimpulkan bahwa modul
berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika sangat praktis digunakan.
c. Tahap Efektivitas
Efektivitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika ini dapat dilihat
melalui uji coba terbatas kelas X MIPA 1 SMAN 1 Rambatan.
Data tentang efektif atau tidaknya modul yang telah dirancang
diperoleh dari peningkatan hasil belajar peserta didik. Peningkatan
hasil belajar peserta didik diperoleh berdasarkan hasil pretest dan
postest sebelum dan setelah peserta didik menggunakan modul
berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika. Hasil skor rata-rata pretest dan postest dari
penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.8 lebih lengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran XXI.
Tabel 4.8 Hasil Analisis Instrumen Soal HOTS (Pretest dan
Postest)
Rerata Pretest Posttest N-gain Kriteria
Tingkat
Efektivitas
41,02 88,58 0,81 Tinggi Efektif
50
60
70
80
90
100
110
Guru
Kualitas Isi danTujuan
Kualitas Instruksional
Kualitas Teknis
%
85
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata
postest lebih tinggi dari nilai rata-rata pretest dan N-gain yang
diperoleh sebesar 0,81. Berdasarkan kriteria N-gain termasuk
kriteria tinggi dengan tingkat efektivitasnya efektif, maka modul
berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dapat
digunakan dalam pembelajaran fisika. Perbedaan nilai rata-rata
antara hasil pretest dan posttest dapat dilihat pada Lampiran XXI.
Berdasarkan Tabel 4.8 hasil analisis instrumen soal HOTS (Pretest
dan Postest) diinterprestasikan ke dalam diagram lingkaran, seperti
terlihat pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Pencapaian HOTS
Berdasarkan Gambar 4.4 menunjukkan pencapaian HOTS
terlihat jelas terjadinya peningkatan hasil postest dengan rerata
88,58, nilai N-Gain 0,81 kriteria efektif setelah belajar dengan
menggunakan modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
HOTS dalam pembelajaran fisika.
B. Pembahasan
1. Hasil Tahap Pendefinisian (Define)
Pembelajaran fisika sulit menurut anggapan peserta didik, karena
konsep fisika yang abstrak dan kumpulan rumus yang harus dihafal.
Dalam proses pembelajaran peserta didik lebih cenderung
mendengarkan penjelasan dari guru saja karena keterbatasan buku
paket dan LKS yang tersedia di sekolah serta penggunaan bahan ajar
88.58, 68%
41.02, 32%
Pencapaian HOTS
Rerata Posttest
Rerata Pretest
86
yang kurang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya (Teguh
Sihono, 2004 : 67). Berdasarkan hasil wawancara, analisis silabus,
analisis sumber belajar, bahan ajar dan mereview literatur mengenai
modul, serta uji coba soal HOTS yang peneliti lakukan di kelas X
SMAN 1 Rambatan pada materi usaha dan energi. Kemampuan
berfikir tingkat tinggi peserta didik belum tercapai diperoleh
persentase ketuntasan 42%. Peneliti melakukan penelitian
pengembangan modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran harmonis yang
bertujuan untuk membantu peserta didik dan guru dalam proses
pembelajaran, serta tercapainya kemampuan berfikir tingkat tinggi
peserta didik.
Materi yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir tingkat
tinggi peserta didik kelas X SMA/MA, yaitu materi yang berada pada
indikator C4 atau menganalisa, seperti materi: gerak parabola, hukum
newton, usaha dan energi, serta materi getaran harmonis. Peneliti
memilih materi getaran harmonis karena materi ini sesuai dengan
tahapan pembelajaran CTL, dimana peserta didik dituntut melakukan
percobaan serta menemukan suatu konsep, materi ini juga sesuai
dengan indikator soal HOTS yaitu mengukur kemampuan berfikir
tingkat tinggi, kontekstual dan menarik, berada pada level 3 atau pada
indikator C4-C6.
Materi getararan harmonis dapat mencapai kemampuan berfikir
tingkat tinggi peserta didik ini sesuai dengan karakteristik soal-soal
HOTS. Peserta didik dituntut untuk melakukan suatu percobaan, serta
menemukan konsep dari proses pembelajaran melalui tahapan
pembelajaran CTL yang disajikan dalam modul.
Menurut Mutia dan Khoirul (2019 : 4-6), Karakteristik soal-soal
HOTS yaitu : mengukur keterampilan berfikir tingkat tinggi, berbasis
permasalahan kontekstual dan menarik, serta tidak runtun mengusung
kebaruan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas X
87
SMAN 1 Rambatan bahwa peserta didik kelas X MIPA 1 SMAN 1
Rambatan belum pernah dilatih untuk mengerjakan soal yang berkaitan
dengan soal HOTS, serta mereka kurang aktif dalam proses
pembelajaran. Dengan adanya modul berbasis pembelajaran CTL
untuk mencapai HOTS pada materi getaran harmonis dapat
memotivasi peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran dan
tercapainya kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik.
2. Hasil Tahap Perancangan (Design)
Materi yang disajikan dalam modul berbasis pembelajaran CTL
untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika mengacu kepada
kurikulum 2013. Isi modul yang dirancang sesuai dengan silabus
SMA/MA dan format modul secara umum. Modul paling tidak harus
berisikan tujuh unsur (Andi Prastowo, 2011 : 112-113), yaitu: judul,
petunjuk belajar (petunjuk peserta didik/pendidik), kompetensi yang
akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja atau
lembar kerja (LK) dan evaluasi.
Isi modul disajikan tujuh tahapan pembelajaran CTL yang disusun
secara sistematis, tahapan kontruktivisme ini membangun pengetahuan
peserta didik yang berhubungan dengan penerapan materi getaran
harmonis dalam kehidupan sehari-hari, tahapan bertanya peserta didik
di tuntuk untuk menjawab pertanyaan yang terdapat pada kolom ayo
berfikir, tahapan inkuiri dan modelling, dan masyarakat belajar, peserta
didik dituntut untuk melakukan percobaan secara berkelompok yang
berkaitan dengan materi getaran harmonis yaitu getaran ayunan bandul
dan getaran pegas, setelah melakukan praktikum peserta didik dituntut
untuk menemukan konsep dalam proses pembelajaran, serta
mempresentasikan hasil yang mereka peroleh di depan kelas,
selanjutnya guru menguatkan konsep peserta didik, setelah itu peserta
didik diminta untuk memahami contoh soal LOTS, MOTS, dan HOTS
yang disajikan sistematis.
88
Contoh soal yang disajikan dalam modul disusun secara sistematis
dari tingkat mudah, sedang, dan tinggi. Peserta didik dituntun berfikir
dari permasalahan yang mudah ke yang sulit. Sehingga mereka tidak
terkejut jika disajikan soal-soal HOTS yang lain. Selanjutnya pada
tahapan refleksi dan penilaian autentik, di dalam modul disajikan
kolom mengingat yang mana dapat membantu peserta didik untuk
mengingat proses pembelajaran dari awal sampai akhir, pada tahapan
penilaian autentik guru menilai peserta diidk dalam proses
pembelajaran yang berkaitan dengan latihan dan presentasi hasil
diskusi yang mereka lakukan.
3. Hasil Tahap Pengembangan (Develop)
a. Tahap validasi modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika
Berdasarkan rumusan masalah penelitian “Bagaimana validitas
modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika sebagai sumber belajar? “sudah terjawab.
Secara umum, hasil validasi modul berbasis pembelajaran CTL
untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika oleh validator
menunjukkan bahwa modul tersebut sangat valid dan dapat
digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Dari segi aspek isi, modul
sudah dapat menunjang pencapaian Komptensi Inti (KI) dan
Kompetensi Dasar (KD). Pada KD 3.11 dan 4.11 materi yang
dijabarkan di dalam modul telah sesuai dengan Komptensi Inti (KI)
dan Kompetensi Dasar (KD) yang ingin dicapai. Langkah-langkah
kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan langkah kegiatan pada
pembelajaran CTL dan dilengkapi dengan contoh soal LOTS,
MOTS, dan HOTS sudah dipaparkan dengan jelas dalam modul.
Segi aspek bahasa, modul ini menggunakan bahasa yang
sederhana, mudah dipahami, dan komunikatif.
89
Merancang sebuah modul yang baik, maka satu hal yang
penting yang harus kita lakukan adalah mengenali unsur-unsurnya.
Modul paling tidak harus berisikan tujuh unsur (Andi Prastowo,
2011 : 112-113), yaitu: judul, petunjuk belajar (petunjuk peserta
didik/pendidik), kompetensi yang akan dicapai, informasi
pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja atau lembar kerja (LK)
dan evaluasi.
Modul ini memenuhi kriteria sangat valid dan dapat digunakan
dalam kegiatan pembelajaran, berdasarkan penilaian dari validator
sebagai berikut :
1) Isi modul yang dirancang sesuai dengan kurikulum 2013 dan
sesuai dengan silabus yang digunakan. Memenuhi substansi
keilmuan, kedalaman materi, kesesuaian tujuan pembelajaran
dan materi disajikan dalam modul ini. Serta soal dan
pembahasan yang disajikan secara rinci, sehingga dapat
menunjang konsep peserta didik dalam memahami materi
pelajaran, memfasilitasi kemampuan matematis yang dimiliki
peserta didik. Selain itu, warna yang bervariasi menambah
keindahan dalam menyajikan materi dalam modul diharapkan
dapat memotivasi peserta didik dalam proses pembelajaran.
2) Penyajian isi modul dirancang memiliki cover, kata pengantar,
daftar isi, urutan materi yang disusun sesuai dengan tahapan
pembelajaran CTL, contoh soal LOTS, MOTS, dan HOTS
disajikan secara berurutan sehingga peserta didik lebih
memahami materi tersebut. Selain itu, lembar kerja siswa,
evaluasi dan pembahasannya. Desain cover yang dirancang
dapat menimbulkan daya tarik pembaca baik dari segi warna,
tulisan, serta memotivasi peserta didik berpartisipasi aktif
dalam kegiatan pembelajaran.
90
3) Bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa yang baik
dan benar, serta penggunaan jenis huruf mudah dipahami oleh
peserta didik secara interaktif dan komunikatif.
4) Modul yang dirancang memiliki ukuran fisik modul, desain
sampul modul didesain semenarik mungkin, dan tulisan yang
ada dalam modul sudah jelas dan mudah dibaca peserta didik.
5) Tujuan yang diharapkan dari modul ini telah tercapai karena
telah divalidasi oleh validator memperoleh kriteria sangat valid
dengan persentase rata-rata 92,06% dan modul ini dapat
digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Hasil validitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran
harmonis diperoleh presentase rata-rata dari semua aspek 92,06%,
ini diperkuat dari hasil penelitian sebelumnya oleh Masrotul
Wafiroh (2017 : 105-106) dengan judul “Pengembangan Modul
Pembelajaran Berbasis Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan
Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi” diperoleh hasil validasi
modul dari ahli pengembangan modul dengan presentase rata-rata
69,79% kategori layak.
b. Hasil praktikalitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika
Berdasarkan rumusan masalah penelitian “Bagaimana
praktikalitas dari modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika sebagai sumber
belajar?“ sudah terjawab. Setelah dilakukan uji coba terbatas yang
peneliti lakukan di SMAN 1 Rambatan pada kelas X MIPA 1 maka
dapat dilihat praktikalitas modul yang peneliti rancang.
Kepraktisan modul dilihat dari tiga aspek yaitu: (a) keterlaksanaan
modul, (b) respon guru terhadap keterlaksanaan modul dalam
pembelajaran, dan (c) respon peserta didik terhadap keterlaksanaan
91
modul dalam pembelajaran (Ningsih, 2015: 8). Berdasarkan hasil
penelitian dari pengisian angket praktikalitas oleh guru dan peserta
didik menunjukkan modul yang dikembangkan telah memenuhi
kriteria kepraktisan modul.
Berdasarkan analisis angket respon peserta didik dan angket
respon guru terhadap modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika memiliki desain yang
menarik, baik dari tampilan, tulisan, bahasa yang digunakan
maupun dari bentuk tata letaknya, karena dapat menarik perhatian
peserta didik untuk membaca modul tersebut. Modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran
fisika mudah dipahami dan memotivasi peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran, karena dalam modul disajikan tahapan
pembelajaran CTL secara sistematis.
Penyajian materi dalam modul berbasis pembelajaran CTL
untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika dapat
meningkatkan minat, motivasi, dan hasil belajar peserta didik.
Penyajian masalah dalam modul dapat mengembangkan potensi
peserta didik belajar mandiri, mendorong mereka aktif dalam
proses pembelajaran, karena dalam modul disajikan kegiatan
praktikum yang mendorong peserta didik berpartisipasi aktif dalam
kegiatan pembelajaran.
Penyajian materi, contoh soal, dan latihan dalam modul ini
memudahkan peserta didik dalam mengerjakan soal-soal yang
berhubungan dengan materi getaran harmonis. Pada bagian modul
disajikan contoh soal LOTS, MOTS, dan HOTS yang mendorong
peserta didik untuk berfikir secara sistematis menyelesaikan
permasalahan yang ada. Modul ini dapat memberikan respon,
melibatkan indra dalam proses pembelajaran, dan proses
pembelajaran tidak menegangkan, karena di dalam modul terdapat
kegiatan praktikum yang dapat membantu peserta didik untuk
92
menemukan konsep dan proses pembelajarannya tidak menoton
satu arah saja.
Hasil praktikalitas angket respon guru dan peserta didik
terhadap modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
dalam pembelajaran fisika dari aspek kualitas isi dan tujuan,
kualitas instruksional, dan kualitas teknis diperoleh presentase rata-
rata berturut-turut 94,48% dan 97,5% dengan kategori sangat
praktis.
Hasil analisa angket respon guru dan peserta didik terhadap
modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika memiliki cakupan materi yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran, dapat mempermudah guru dan peserta didik
karena di dalam modul disajikan tujuh tahapan CTL yang disusun
secara sistematis sehingga memotivasi peserta didik untuk belajar.
Selain itu, di dalam modul disajikan materi praktikum yang disusun
lengkap dengan prosedur percobaan dapat membantu peserta didik
melakukan percobaan.
Data praktikalitas yang menunjukkan kepraktisan dari modul
yang peneliti rancang memperoleh hasil yang tidak jauh berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Alfi Anafidah (2017 : 35),
berjudul “Pengembangan Modul Fisika Berbasis CTL (Contextual
TeachingAnd Learning) Pada Materi Dinamika Partikel Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas X SMAN
1 Ngawi”, dengan kategori sangat praktis. Ia mengatakan bahwa
modul yang dirancangnya sangat membantu peserta didik dalam
belajar, peserta didik memiliki panduan dalam belajar sehingga
waktu yang dibutuhkan menjadi lebih efektif.
Dengan adanya modul ini pembelajaran fisika lebih
menyenangkan dan peserta didik termotivasi, serta berpartisipasi
aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena di dalam modul
disajikan tahapan-tahapan CTL secara sistematis. Selain itu juga,
93
modul ini terdapat kegiatan praktikum, ditambah lagi dengan
contoh soal yang berada pada tingkatan LOTS, MOTS, dan HOTS
yang dapat melatih peserta didik untuk menyelesaikan soal yang
lain pada tingkat yang berbeda.
c. Hasil efektivitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika
Berdasarkan rumusan penelitian “Bagaimana efektivitas
penggunaan modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
HOTS dalam pembelajaran fisika sebagai sumber belajar? sudah
terjawab. Berdasarkan hasil perhitungan pretest dan postest peserta
didik diperoleh nilai N-Gain 0,81 dengan kriteria efektif dan
tingkat efektivitasnya tinggi. Peneliti menyebarkan angket respon
guru dan peserta didik di kelas X MIPA 1 SMAN 1 Rambatan
setelah penggunaan modul berbasis pembelajaran CTL untuk
mencapai HOTS dalam pembelajaran fisika diperoleh hasil
praktikalitas sangat praktis. Selain itu juga, dilakukan pengolahan
bahan validasi oleh validator terhadap modul yang dikembangkan
memperoleh hasil validitas sangat valid.
Menurut Sanjaya (2008:42) efektivitas adalah suatu ukuran
yang menyatakan sejauh mana tujuan yang telah ditentukan dapat
tercapai. Modul ini dikatakan efektif dengan tingkat efektivitasnya
tinggi dilihat dari peningkatan hasil postest yang jauh lebih tinggi
dibanding dengan pretest. Selain itu, dilakukan analisa terhadap
pencapaian kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik dengan
adanya modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
diperoleh kriteria efektif pada soal HOTS. Dengan menggunakan
modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika tercapainya kemampuan berfikir tingkat tinggi
peserta didik dengan menganalisa hasil soal HOTS yang mereka
jawab dengan benar.
94
Selain itu, diperoleh nilai N-Gain 0,81 dengan kategori
efektif dan tingkat efektivitasnya tinggi terhadap pencapaian
HOTS. Peneliti membatasi pada tingkatan C4 yaitu pada tingkat
menganalisis. Dengan beberapa tahapan yang telah dilakukan dan
mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan pembelajaran berarti
modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika baik digunakan untuk mencapai higher order
thinking skills peserta didik. Dimana setelah dianalisis hasil belajar
peserta didik, maka dapat dikatakan kemampuan berfikir tingkat
tinggi peserta didik telah tercapai, dengan melihat hasil posttest
peserta didik lebih tinggi dari hasil pretest. Serta, sebagian besar
peserta didik dapat menjawab dengan benar pada soal HOTS yang
diberikan pada saat posttest. Sehingga modul berbasis
pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam pembelajaran
fisika pada materi getaran harmonis kelas X SMA dapat digunakan
dalam proses pembelajaran.
Masrurotul Wafiroh (2015: 108), sudah melakukan penelitian
menggunakan modul pembelajaran berbasis Inkuiri Terbimbing
(Guided Inquiry) cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi peserta didik. Hasil kemampuan berpikir
peserta didik ketika dilakukan uji kelas kecil memperlihatkan
peningkatan sedang, terlihat dari rata-rata N-Gain yang didapat
yaitu sebesar 0,67, sedangkan pada uji kelas terbatas diperoleh N-
Gain kemampuan berpikir peserta didik sebesar 0,64 dengan
kriteria sedang.
Sedangkan peneliti melakukan penelitian menggunakan
modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika pada materi getaran harmonis kelas X SMAN
1 Rambatan diperoleh hasil N-Gain 0,81 dengan kriteria efektif dan
tingkat efektivitasnya tinggi, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa
modul berbasis pembelajaran CTL dapat digunakan dalam
95
pembelajaran fisika, serta dapat mencapai kemampuan berfikir
tingkat tinggi peserta didik.
96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika yang dikembangkan oleh peneliti membahas materi
tentang getaran harmonis kelas X MIPA 1 SMA/MA. Modul fisika yang
dikembangkan di uji cobakan kepada siswa kelas X MIPA 1 SMAN 1
Rambatan. Berdasarkan penelitian dan hasil analisis data yang telah
dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil validasi modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran harmonis kelas
X SMA/MA memenuhi kriteria sangat valid baik dari segi kelayakan
isi/materi, kelayakan penyajian, kelayakan bahasa, dan kelayakan
kegrafikan dengan persentase 92,06%.
2. Praktikalitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai
HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi getaran harmonis kelas
X SMA/MA memenuhi kriteria sangat praktis dari aspek kualitas isi
dan tujuan, kualitas instruksional, dan kualitas teknis peserta didik dan
guru diperoleh presentase berturut-turut 94,48% dan 97,5% .
3. Efektivitas modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
dalam pembelajaran fisika pada materi getaran harmonis kelas X
SMA/MA memenuhi kriteria efektif berdasarkan nilai N-gain dengan
nilai 0,81 dengan tingkat efektivitas tinggi terhadap pencapaian HOTS
pada tingkat C4 yaitu menganalisis.
B. Implikasi
Modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika pada materi getaran harmonis untuk kelas X MIPA 1
SMA/MA yang telah valid, praktis dan efektif dapat digunakan oleh guru
sebagai pedoman dalam pembelajaran dan juga dapat dipelajari oleh
97
peserta didik secara mandiri di luar kelas. Guru juga dapat menjadikan
modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika ini sebagai referensi untuk mengembangkan modul
pembelajaran fisika berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
dalam pembelajaran fisika pada materi lainnya.
C. Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan saran
sebagai berikut :
1. Modul fisika berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS
dalam pembelajaran fisika yang telah valid, praktis dan efektif dan
dapat dijadikan sebagai bahan ajar bagi guru mata pelajaran fisika di
kelas X SMA/MA untuk kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta
didik.
2. Modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika yang telah peneliti kembangkan dapat dijadikan
modal bagi guru di SMA/MA dalam mengembangkan modul
pembelajaran untuk materi yang lain.
3. Penelitian ini hanya dilakukan uji coba terbatas pada satu kelas,
sebaiknya guru fisika kelas X dapat menguji cobakan lagi modul yang
peneliti kembangkan untuk memperoleh hasil yang maksimal.
4. Modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika ini hanya membahas satu pokok bahasan saja yaitu
getaran harmonis saja. Peneliti selanjutnya yang ingin melakukan
penelitian serupa dengan materi yang berbeda dengan sebelumnya.
5. Modul berbasis pembelajaran CTL untuk mencapai HOTS dalam
pembelajaran fisika pada materi getaran harmonis ini, peneliti hanya
mengembangkan soal HOTS pada tingkat C4 yaitu menganalisis.
Menganalisis ini berada pada level 3. Jika peneliti lain ingin
mengembangkan modul ini bisa dilakukan pada tingkatan C5 dan C6
pada penelitian yang serupa.
98
DAFTAR PUSTAKA
Alimah Fitri, Lidy, dkk. Pengembangan Modul Fisika pada Pokok Bahasan
Listrik Dinamis Berbasis Domain Pengetahuan Sains untuk
Mengoptimalkan Minds-On Siswa SMA Negeri 2 Purworejo Kelas X
Tahun Pelajaran 2012/2013. Volume 3 Nomor 1 Tahun 2013, hal 19-
23
Anafidah, Alfi, dkk. (2017). Pengembangan Modul Fisika Berbasis Ctl
(Contextual Teaching And Learning) Pada Materi Dinamika Partikel
Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas X
Sman 1 Ngawi. Volume 6 Nomor 3 Tahun 2017, hal 29-40
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam
Arsyad, Azar. 2000. Media Pengajaran. Jakarta : Pt. Raja Grafindo
Emzir. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif.
Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Fatmawati, Yuneni, dkk. 2017. Pemgenbangan modul IPA fisika berbasis
discovery untuk meningkatkan kemampuan berpikir ringkat tinggi
siswa kelas VIII SMP negeri 1 Puhpelem. Universitas PGRI Madiun.
ISSN 2527-6670. Madiun
Herlanti, Yanti. 2014. Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains.
Jakarta : Universitas Syarif Hidayatulah
Lestari, K. E. dan M. R. Yudhanegara. 2015. Penelitian Pendidikan
Matematika. Bandung: PT Refika Aditama
Lutfi. 2005. Bahan ajar metodologi penelitian. Padang : UNP Press
Majid, Abdul. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Mulyasa, E. 2009. Kurikulum Tingkat Santuan Pendidikan. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya
Mukhtar, Mutia dan Khoirul Haniin. 2019. Modul Penyusunan Soal
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Atas
Munadi,Yudhi. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta : GP Press
Group
Permendikbud. 2016. Kompetensi inti dan kompetensi dasar pembelejaran
pada kurikulum 2013. Jakarta
PP RI Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas PP Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Putra, Amali. 2017. Perencanaan Pembelajaran Fisika. Padang:
SUKABINA Press
99
Prastowo, Andi. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.
Jogjakarata : Diva Press
Rahmawati dan Melisa. 2016. Pengaruh Penerapan Pendekatan
Kontekstual Bermedia Power Point Terhadap Hasil Belajar Siswa
Pada Materi Sistem Eksresi Pada Manusia Kelas VIII SMPN 4
Bireun. Jurnal JESBIO Vol. V No.1, Mei 2016. ISSN : 2302-1705
Riduwan. 2007. Belajar Mudah Penelitian. Jakarta : Alfabeta
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada
Sanjaya, Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Sanjaya, Wina. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Setyosary. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.
Jakarta : Kencana Media Group
Sihono, Teguh. 2004. Contextual Teaching And Learning (CTL) Sebagai
Model Pembelajaran Ekonomi Dalam KBK
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung :
Alfabet
Suharsimi, Arikunto. 2010. Manajemen Penelitian . Jakarta : Rineka Cipta
Supriano. 2017. Buku Penilaian Berorientasi HOTS. Jakarta : Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Sutrisno, Joko. 2008. Teknik Penyusunan Modul. Jakarta : Direktorat
Pembinaan Sekolah
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group
Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta : PT Bumi Aksara
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Wafiroh, Masrurotul, dkk. Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis
Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi. Tahun 2017, ISSN : 2527-6670
Widana, I Wayan. 2017. Modul Penyusunan Soal HOTS. Jakarta: Direktorat
Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Winarno, dkk. Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis High Order
Thinking Skill (HOTS) Pada Tema Energi. Jurnal Inkuiri ISSN: 2252-
7893, Vol 4, No. I, 2015
100
Yunieka Putri Sukiminiandari, dkk. Pengembangan Modul Pembelajaran
Fisika Dengan Pendekatan Saintifik. Volume IV Tahun 2015