pengembangan electronic module berbasis 5e …

6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner” Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017 Putra et al, Pengembangan Electronic Modul 231 available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/ PENGEMBANGAN ELECTRONIC MODULE BERBASIS 5E LEARNING CYCLE PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN REAKSI REDOKS The Development Of Electronic Module Based On Learning Cyle 5E On The Electrolyte Solution And Redox Reaction Elcha Bagus Narendra Putra 1 , Subandi 2 , dan Endang Budiasih 2 1 Mahasiswa Program Magister Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang No. 5 Sumbersari, Kota Malang, (0341) 551314 2 Staff Pengajar di Program Magister Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Malang e-mail korespondensi: [email protected] ABSTRAK Pembelajaran kimia pada materi larutan elektrolit dan reaksi redoks menuntut pemahaman siswa dalam tiga ranah representasi yang saling berkaitan, yakni makroskopis, submikroskopis, dan simbolik. Namun pada implementasinya selama ini, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami mengaitkan antar ketiganya utamanya pada representasi submikroskopis, karena representasi ini bersifat abstrak. Salah satu alternativ untuk dapat memahami representasi submikroskopis dan keterkaitannya dengan kedua representasi lainnya adalah dengan menggunakan multimedia elektronik, sehingga konsep dan fenomena yang abstrak dapat dimodelkan dalam bentuk gambar dan animasi. Di samping itu urutan penyajian bahan ajar harus berjenjang sedemikian rupa sehingga mudah untuk dipahami. Untuk itu dapat digunakan metode 5e learning cycle yang juga telah memfasilitasi kegiatan inquiry dan membantu siswa dalam memahami proses sains. Kajian ini bertujuan untuk mengembangkan multimedia kimia dalam bentuk modul elektronik berbasis 5e learning cycle pada materi Larutan Elektrolit dan Reaksi Redoks. Kata Kunci: modul elektronik berbasis learning cycle, ABSTRACT Learning chemistry, espescialy on the topic of electrolyt solution and redox reaction, requires an understanding in the three interlocking domains of representation, namely the macroscopic, submikroskopic, and symbolic. But in its implementation over the years, there are still many students who have difficulty in understanding between the three representation espessially in submikroskopic representation, since this representation is abstract. One alternative solution is to use an electronic multimedia, so that the abstract concepts and phenomena can be modeled in the form of pictures and animations. In addition, the order of the presentation of teaching material should be tiered such that it is easy to understand. For that purposed, method of 5E learning cycle can be used . This methode also facilitated the activities of inquiry and assist students in understanding the process of science. The aims of this studyis to develop chemical multimedia in the form of an electronic module base on 5E learning cycle on the topic of Electrolytes and Redox Reactions. Keywords: electonic module based 5e learning cycle Salah satu topikdalam ilmu kimia yang dipelajari di tingkat Sekolah Menengah Atas adalah larutan elektrolit dan reaksi redoks. Topik larutan elektrolit membahas tentangsifat elektrolit beberapa larutan, jenis larutan berdasarkan daya hantar listrik, jenis larutan elektrolit berdasarkan ikatan, dan fungsi larutan elektrolit dalam tubuh. Topik reaksi redoks membahas tentangperkembangan konsep reaksi oksidasi reduksi, penentuan bilangan oksidasi unsur dalam senyawa atau ion, dan hubungan reaksi oksidasi dengan tata namasenyawa (Kemendikbud, 2016). Konsep konsep yang tercakup dalam materi larutan elektrolit dan reaksi redoks merupakan konsep terdefinisi.Konsep terdefinisi pada materi larutan elektrolit dan reaksi redoks terdiri dari: (1) konsep terdefinisiyang diturunkan dari obyek abstrak seperti ikatan kimia, kepolaran molekul, ionisasi, disosiasisenyawa pembentuk larutan elektrolit, reaksi oksidasi, reaksi reduksi, reaksi oksidasi reduksi, dan reaksi autoredoks; dan (2) konsep terdefinisi yang tidak diturunkan dari obyek abstrak, seperti derajat disosiasi, bilangan oksidasi, dan tata nama senyawa. Berdasarkan konsep yang dijabarkan dapat ditarik kesimpulan, bahwa karakteristik konsep pada materi larutan elektrolit dan reaksi redoks sebagian besar bersifat abstrak, karena tidak dapat diamati. Konsep abstrak untuk memahaminya dibutuhkan suatu fenomena baik dari kehidupan sehari hari maupun dari percobaan di laboratorium yang dapat diamati atau diobservasi oleh panca indera, baik secara langsung maupun tidak langsung kemudian merepresentasikannya (Gilbert & Treagust, 2009).Terdapat tiga representasi yang harus dipahami oleh siswa, yaiturepresentasi makroskopis, submikroskopis, dan simbolik. Ketiga representasi sangat diperlukan dalam memahami secara mendalam konsep abstrak dalam kimia, khususnya materi larutan elektrolit dan reaksi redoks. Banyaknya siswa yang mengalami kesulitan dalam mempelajari materi, rendahnya nilai siswa, miskonsepsi pada siswa merupakan salah satu akibat dari ketidakmampuan siswa dalam memahami dan mengubungkan ketiga representasi tersebut. Bila siswa dapat memahami dan

Upload: others

Post on 31-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGEMBANGAN ELECTRONIC MODULE BERBASIS 5E …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”

Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)

Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

Putra et al, Pengembangan Electronic Modul 231

available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/

PENGEMBANGAN ELECTRONIC MODULE BERBASIS 5E LEARNING CYCLE PADA

MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN REAKSI REDOKS The Development Of Electronic Module Based On Learning Cyle 5E On The Electrolyte Solution And Redox

Reaction

Elcha Bagus Narendra Putra1, Subandi

2, dan Endang Budiasih

2

1Mahasiswa Program Magister Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Malang,

Jalan Semarang No. 5 Sumbersari, Kota Malang, (0341) 551314 2 Staff Pengajar di Program Magister Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Malang

e-mail korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Pembelajaran kimia pada materi larutan elektrolit dan reaksi redoks menuntut pemahaman siswa dalam tiga ranah

representasi yang saling berkaitan, yakni makroskopis, submikroskopis, dan simbolik. Namun pada implementasinya

selama ini, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami mengaitkan antar ketiganya utamanya

pada representasi submikroskopis, karena representasi ini bersifat abstrak. Salah satu alternativ untuk dapat memahami representasi submikroskopis dan keterkaitannya dengan kedua representasi lainnya adalah dengan

menggunakan multimedia elektronik, sehingga konsep dan fenomena yang abstrak dapat dimodelkan dalam bentuk

gambar dan animasi. Di samping itu urutan penyajian bahan ajar harus berjenjang sedemikian rupa sehingga mudah

untuk dipahami. Untuk itu dapat digunakan metode 5e learning cycle yang juga telah memfasilitasi kegiatan inquiry dan membantu siswa dalam memahami proses sains. Kajian ini bertujuan untuk mengembangkan multimedia kimia

dalam bentuk modul elektronik berbasis 5e learning cycle pada materi Larutan Elektrolit dan Reaksi Redoks.

Kata Kunci: modul elektronik berbasis learning cycle,

ABSTRACT Learning chemistry, espescialy on the topic of electrolyt solution and redox reaction, requires an understanding in

the three interlocking domains of representation, namely the macroscopic, submikroskopic, and symbolic. But in its

implementation over the years, there are still many students who have difficulty in understanding between the three

representation espessially in submikroskopic representation, since this representation is abstract. One alternative solution is to use an electronic multimedia, so that the abstract concepts and phenomena can be modeled in the form

of pictures and animations. In addition, the order of the presentation of teaching material should be tiered such that

it is easy to understand. For that purposed, method of 5E learning cycle can be used . This methode also facilitated

the activities of inquiry and assist students in understanding the process of science. The aims of this studyis to develop chemical multimedia in the form of an electronic module base on 5E learning cycle on the topic of

Electrolytes and Redox Reactions.

Keywords: electonic module based 5e learning cycle

Salah satu topikdalam ilmu kimia yang dipelajari

di tingkat Sekolah Menengah Atas

adalah larutan elektrolit dan reaksi redoks. Topik

larutan elektrolit membahas tentangsifat elektrolit

beberapa larutan, jenis larutan berdasarkan daya hantar

listrik, jenis larutan elektrolit berdasarkan ikatan, dan

fungsi larutan elektrolit dalam tubuh. Topik reaksi redoks

membahas tentangperkembangan konsep reaksi oksidasi –

reduksi, penentuan bilangan oksidasi unsur dalam

senyawa atau ion, dan hubungan reaksi oksidasi dengan

tata namasenyawa (Kemendikbud, 2016).

Konsep – konsep yang tercakup dalam materi

larutan elektrolit dan reaksi redoks merupakan konsep

terdefinisi.Konsep terdefinisi pada materi larutan

elektrolit dan reaksi redoks terdiri dari: (1) konsep

terdefinisiyang diturunkan dari obyek abstrak seperti

ikatan kimia, kepolaran molekul, ionisasi,

disosiasisenyawa pembentuk larutan elektrolit, reaksi

oksidasi, reaksi reduksi, reaksi oksidasi – reduksi, dan

reaksi autoredoks; dan (2) konsep terdefinisi yang tidak

diturunkan dari obyek abstrak, seperti derajat disosiasi,

bilangan oksidasi, dan tata nama senyawa. Berdasarkan

konsep yang dijabarkan dapat ditarik kesimpulan, bahwa

karakteristik konsep pada materi larutan elektrolit dan

reaksi redoks sebagian besar bersifat abstrak, karena tidak

dapat diamati.

Konsep abstrak untuk memahaminya dibutuhkan

suatu fenomena baik dari kehidupan sehari – hari maupun

dari percobaan di laboratorium yang dapat diamati atau

diobservasi oleh panca indera, baik secara langsung

maupun tidak langsung kemudian merepresentasikannya

(Gilbert & Treagust, 2009).Terdapat tiga representasi

yang harus dipahami oleh siswa, yaiturepresentasi

makroskopis, submikroskopis, dan simbolik. Ketiga

representasi sangat diperlukan dalam memahami secara

mendalam konsep abstrak dalam kimia, khususnya materi

larutan elektrolit dan reaksi redoks. Banyaknya siswa

yang mengalami kesulitan dalam mempelajari materi,

rendahnya nilai siswa, miskonsepsi pada siswa

merupakan salah satu akibat dari ketidakmampuan siswa

dalam memahami dan mengubungkan ketiga representasi

tersebut. Bila siswa dapat memahami dan

Page 2: PENGEMBANGAN ELECTRONIC MODULE BERBASIS 5E …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”

Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)

Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

Putra et al, Pengembangan Electronic Modul 232

available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/

menghubungkan ketiga representasi, maka pemahaman

siswa terhadap konsep menjadi lebih mendalam

(Chandrasegaran, Treagust, & Mocerino, 2007). Sebagai

contoh untuk menjelaskan mengapa lampu dapat menyala

ketika larutan natrium klorida diuji daya hantarnya

(makroskopis), maka siswa perlu memahami pergerakan

ion – ion, elektron, dan molekul air di dalam larutan

maupun di kabel penghantar (submikroskopis) dan

menuliskannya ke dalam bentuk persamaan reaksi

(simbolik). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa

pengetahuan kimia, khususnya pada materi larutan

elektrolit dan reaksi redoks dibangun dari ketiga level

representasi (Sirhan, 2007).

Namun, pembelajaran materi larutan elektrolit dan

reaksi redoks di sekolah masih menonjolkan representasi

makroskopis dan simbolik dibandingkan dengan

representasi submikroskopis. Sebagai contoh mengamati

nyala lampu, terbentuknya gelembung gas,perhitungan

kimia, dan penentuan bilangan oksidasi.Selain itu,

ketersediaan sumber belajar seperti buku teks, dan lembar

kerja siswatidak memberikan penjelasan pada

representasisubmikroskopis dan tidak menghubungkan

dengan dua representasi lainnya Dampaknya adalah

pemahaman siswa terhadap representasi submikroskopis

menjadi terbatas dan siswa kesulitan dalam

menghubungkan ketiga representasi(Langitasari, 2014).

Sejalan dengan hasil penelitian Deventak dkk (2007) yang

menunjukkan bahwa siswa memperoleh nilai rendah pada

soal yang berkaitan dengan representasi submikroskopis

dalam larutan ion.

Penggunaan multimedia dapat mengatasi kesulitan

siswa dalam memahami representasi submikrokopis.

Multimedia berbasis komputer dapat disisipi visual statik

(gambar) maupun animasi yang membantu siswa

memvisualisasi obyek yang tidak dapat diamati dan

merubahnya menjadi fenomena yang dapat diamati

(Gilbert & Treagust, 2009).

Selama proses pembelajaran, tidak cukup hanya

dengan menggunakan media untuk mencapai kompetensi

yang diharapkan, diperlukan model pembelajaran untuk

dapat mencapai kompetensi secara sistematis dan terarah.

Dalam proses pembelajaran, media atau bahan ajar

memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber

menuju penerima (siswa), sedangkan model pembelajaran

adalah prosedur untuk membantu siswa dalam menerima

dan mengolah informasi guna mencapai tujuan

pembelajaran. Jadi, selain membutuhkan media sebagai

pembawa pesan, dibutuhkan model pembelajaran untuk

dapat mengkonstruksi sebuah pemahaman dari suatu

media yang dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dan

kreatif.

Salah satu strategi pembelajaran yang memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi suatu

fenomena secara aktif melalui proses ilmiah adalah

dengan menggunakan strategi learning cycle, karena

memfasilitasi kegiatan inquiry dan membantu siswa

dalam memahami proses sainsguna mengembangkan dan

memperdalam pemahaman terhadap suatu konsep,

khususnya pada materi larutan elektrolit dan reaksi redoks

(Qarareh, 2012).Hal tersebut sejalan dengan hasil

penelitian Gazali dkk (2015) yang menunjukkan bahwa

5e learning cycle dapat meningkatkan keterampilan

proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa.

Oleh karena itu, mengintegrasikan kelebihan

multimedia dan sistematika pembelajaran dari metode

learning cycle diharapkan dihasilkan media pembelajaran

yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa.

Media yang dikembangkan dikemas dalam bentuk modul

elektronik (electronic module) dengan tahapan

penyampaian materi menggunakan sintaks dari 5e

learning cycle yang terdiri dari fasa engagement,

exploration, explanation, elaboration, dan evaluation.

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu

adanya kajian tentang pengembangan multimedia yang

terintegrasi dengan strategi 5e learning cycledi tingkat

SMA pada pokok bahasan larutan elektrolit dan reaksi

redoks.

KAJIAN PUSTAKA

Problematika Pembelajaran pada Materi Larutan

Elektrolit dan Reaksi Redoks

Materi larutan elektrolit dan reaksi redoks

merupakan materi prasyarat untuk materi pada tingkatan

yang lebih tinggi, yaitu materi elektrokimia. Materi

larutan elektrolit dan reaksi redoks berpotensi dianggap

sulit oleh siswa karena mendiskusikan sesuatu yang tidak

dapat ditangkap secara inderawi, sedangkan siswa sangat

bergantung pada sesuatu yang dapat ditangkap secara

inderawi.

Ketidakmampuan siswa dalam memvisualisasi

obyek abstrak dapat menyebabkan siswa mengalami

kesalahan konsep atau kesulitan dalam belajar (Akram

dkk, 2014). Kesulitan tersebut dapat bersumber dari

proses pembelajaran di sekolah yang kurang tepat seperti

pembelajaran yang hanya menekankan pada deskripsi

konsep, pembelajaran yang fokus pada kesuksesan siswa

dalam mengerjakan soal ujian yang umumnya lebih

dominanperhitungan matematis dan hafalan (recall), dan

pembelajaran yang prosesnya tidak menghubungkan

ketiga representasi (Sirhan, 2007).

Sebagian besar pembelajaran materi larutan

elektrolit dan reaksi redoks di SMAkurang

melibatkanrepresentasi pada submikroskopis, sebagai

contohsiswa hanya mengamati perubahan pada nyala

lampu dan timbulnya gelembung gas pada materi larutan

elektrolit dan perhitungan bilangan oksidasi pada materi

reaksi redoks. Konsekuensi dari pembelajaran yang tidak

mengkaitkan ketiga representasi tampak pada rendahnya

pemahaman konseptual siswa. Seperti hasil penelitian

Deventak (2009) yang menunjukkan sebagian besar

siswa memperoleh nilai yang rendah pada soal yang

membahas representasi mikroskopis.

Faktor yang menyebabkan rendahnya kemampuan

dalam menghubungkan ketiga representasi antara lain (1)

siswa mengalami kesulitan dalam memahami sesuatu

Page 3: PENGEMBANGAN ELECTRONIC MODULE BERBASIS 5E …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”

Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)

Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

Putra et al, Pengembangan Electronic Modul 233

available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/

yang tidak dapat diamati (mikroskopis); (2) pembelajaran

di kelas tidak memfasilitasi siswa dengan kegiatan

menghubungkan level makroskopis, simbolik, dan

mikroskopis; (3) ketersediaan sumber belajar, seperti

buku teks, lembar kerja siswa, sebagai acuan

pembelajaran tidak memberikan penjelasan pada level

mikroskopis dan tidak menghubungkan dengan dua level

representasi lainnya; dan (4) kurangnya soal – soal yang

mengevaluasi pemahaman siswa pada level mikroskopis,

umumnya soal – soal yang diberikan kepada siswa hanya

melibatkan aspek perhitungan dan makroskopis

(Langitasari, 2014).

Multiple Representation dalam Kimia

Istilah multiple representation atau dikenal sebagai

tiga tipe representasiyang terdiri dari representasi

makroskopis, submikroskopis, dan simbolik yang

digunakan untuk memahami dengan jelas inti dari ilmu

kimia. (Gilbert & Treagust, 2009).Representasi

makroskopis adalah fakta / fenomena yang dapat diamati

atau diobservasi oleh panca indera, seperti timbulnya

nyala lampu, terbentuknya gelembung gas, pengendapan,

perubahan warna, dan sebagainya. Representasi

submikroskopis berupa teori untuk menggambarkan atau

memodelkan apa yang terjadi pada tingkat

molekuler/partikel (atom, molekul, ion). Sebagai contoh

proses penguraian molekul natrium klorida (garam) oleh

molekul air, proses mengalirnya elektron dari elektroda

melewati larutan elektrolit hingga sampai di bola lampu.

Representasi simbolik merepresentasikan objek yang

abstrak ke dalam gambar, simbol, persamaan reaksi,

persamaan matematis, atau analogi (Chittleborough,

2014).

Ketiga representasi saling berhubungan satu sama

lain yang hubungannya digambarkan sebagai sebuah

segitiga seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Tiga representasi yang dibutuhkan dalam

pembelajaran kimia(Sumber: Taber, 2013).

Ketiga representasi dapat membantu siswa dalam

membangun konsep secara jelas dan mendalam. Sebagai

contoh pada materi larutan elektrolit, larutan natrium

klorida (NaCl) dan larutan sukrosa(C12H22O11)

menunjukkan fenomena yang berbeda ketika kedua jenis

air diuji menggunakan alat uji daya hantar listrik yang

terdiri dari lampu, baterai, elektroda dan kabel. Larutan

NaCl yang diuji menunjukkan dua fenomena yang dapat

diamati, yakni lampu yang menyala dan timbul

gelembung gas, sedangkan pada larutan sukrosa lampu

tidak menyala dan tidak adanya gelembung gas. Nyala

lampu dan gelembung gas merupakan fakta yang dapat

diamati, sehingga termasuk dalam representasi

makroskopis. Fenomena tersebut dapat direpresentasikan

secara simbolik ke dalam bentuk persamaan reaksi

disosiasi dan redoks yang ditulis sebagai berikut.

(1) Reaksi pada larutan natrium klorida

Reaksi pelarutan:

NaCl(s) NaCl(aq)

Reaksi disosiasi NaCl:

NaCl(aq) Na+(aq) + Cl

-(aq)

Reaksi reduksi di katode:

2H2O(l) + 2e- 2OH-(aq) + H2(g)

Reaksi oksidasi di anode:

2Cl-(aq) Cl2(g) + 2e-

(2) Reaksi pada larutan sukrosa

Reaksi pelarutan :

C12H22O11(s) C12H22O11(aq)

Reaksi di katode:

C12H22O11(aq) ↛

Reaksi di anoda:

C12H22O11(aq) ↛

Pada contoh reaksi tersebut, simbol NaCl,

C12H22O11, Cl2, H2O, H2, Na+, Cl

-, OH

-,dan e

-merupakan

simbol yang mewakili spesi kimia yang bereaksi. Simbol

(s), (aq), (g), dan (l) mewakili wujud zat kimia, sedangkan

simbol “” menunjukkan arah reaksi dan simbol “↛”

menunjukkan tidak ada reaksi kimia.

Representasi makroskopis dan simbolik tersebut

tidak memberikan representasi perubahan yang terjadi

pada tingkatan atom, ion, atau molekul. Oleh karena itu,

agar pemahaman siswa menjadi lebih jelas, maka

diperlukan representasi submikroskopis untuk

memvisualisasi perubahan kimia pada tingkatan

partikulat. Visualisasi dapat berupa gambar atau animasi

yang diibaratkan sebagai molekul, ion, atau partikel lain.

Sebagai contoh elektron merupakan partikel yang

berperan dalam daya hantar listrik larutan elektrolit yang

bentuknya diilustrasikan sebagai sebuah bola. Tentu saja

bentuk elektron bukanlah bola. Bentuk bola digunakan

untuk membantu menerangkan proses yang terjadi, seperti

pada Gambar 2.

Gambar 2. Rrepresentasi makroskopis dan mikroskopis daya

hantar larutan natrium klorida

MAKRO

SUB - MIKRO SIMBOLIK

Page 4: PENGEMBANGAN ELECTRONIC MODULE BERBASIS 5E …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”

Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)

Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

Putra et al, Pengembangan Electronic Modul 234

available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/

Dengan demikian ketiga representasi dibutuhkan

dalam mempelajari larutan elektrolit dan reaksi redoks

agar siswa dapat memahami pada tingkat makroskopis,

suubmikroskopis, dan simbolik.

Modul Kimia

Larutan elektrolit dan reaksi redoks memiliki

konsep yang bersifat abstrak dan memungkinkan

terjadinya miskonsepsi pada siswa jika tidak diberikan

secara benar dan terarah. Oleh sebab itu, seorang pengajar

dituntut untuk mampu menyajikan konsep abstrak dengan

menarik dan jelas. Salah satu cara yang dapat digunakan

adalah dengan menggunakan modul yang merupakan

jenis bahan ajar cetak. Bahan ajar cetak menurut dapat

berupa handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur,

leaflet, wallchart. Perbedaan antara modul, buku, lembar

kerja siswa (LKS) dan handout disajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan modul, buku, handout, dan LKS

Modul Buku HandOut LKS

Modul berisi:

Petunjuk belajar (Petunjuk

siswa/guru)

Kompetensi yang akan dicapai

Content atau isi materi

Informasi pendukung

Latihan-latihan / tugas

Petunjuk kerja, dapat berupa

Lembar Kerja (LK)

Evaluasi

Balikan atau feedback terhadap

hasil evaluasi

Buku berisi :

Isi materi

suatu ilmu pengetahuan hasil

analisis terhadap kurikulum

dalam bentuk tertulis.

disajikan secara menarik

dilengkapi dengan gambar dan keterangan-keterangannya.

Handout berisi:

rangkuman materi

pernyataan yang telah

disiapkan oleh

pembicara.

LKS berisi:

tugas – tugas yang harus

dikerjakan oleh peserta

didik.

Lembar kegiatan berupa

langkah-langkah untuk menyelesai-kan suatu

tugas.

(Sumber: Depdiknas, 2008)

Tabel 1 menunjukkan bahwa bahan ajar modul

lebih diunggulkan karena memiliki kelengkapan dari segi

isi, selain itu modul dapat memberikan kemudahan dan

alur berpikir logis dalam memahami suatu materi karena

didalamnya terkandung tujuan, metoda, materi, kegiatan

belajar, motivasi, latihan, dan feedback (umpan balik).

PEMBAHASAN

Salah satu karakteristik dari pembelajaran modul

adalah bersifat individu, artinya modul yang

dikembangkan harus memfasilitasi siswa untuk belajar

mandiri sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar

yang dimiliki. Oleh karena itu untuk memfasilitasi dan

mengarahkan siswa mencapai tujuan pembelajaran secara

mandiri, maka modul diintegrasikan dengan suatu model

pembelajaran. Modul berfungsi sebagai pembawa

informasi dari guru ke siswa, sedangkan model

pembelajaran berfungsi sebagai prosedur, langkah, atau

strategi penyampaian informasi kepada siswa.

Tahapan model Learning Cycle 5Eversi BSCS

(2006) adalah sebagai berikut: (1) Fasa Engagement, pada

tahap ini siswa diberikan suatu objek, masalah, situasi,

atau suatu kejadian yang dimaksudkan untuk mengakses

pengetahuan awal siswa, menarik perhatian dan minat

siswa, memunculkan rasa ingin tahu siswa, dan kesiapan

siswa. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah

menghubungkan antara pengalaman yang telah diterima

dengan kegiatan yang akan dilakukan. Misalnya siswa

mengamati video penangkapan ikan menggunakan listrik,

foto mobil berkarat, video penyepuhan perhiasan emas di

masyarakat. Kemudian siswa diinstruksikan untuk

menjelaskan fenomena atau objek tersebut. (2) Fasa

Exploration bertujuan untuk menyiapkan siswa dengan

aktivitas dasar dan bermakna yang relevan dengan materi

pembelajaran, proses dan berguna untuk membangun

konsep, proses, atau keterampilan. Selama kegiatan

berlangsung siswa dapat menyelesaikan aktifitas

laboratorium untuk mencari solusi dan melakukan

investigasi. Sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator.

Misalnya melakukan percobaan daya hantar

listrik,pembakaran pita magnesium. (3) Fase explanation

merupakan fase saat siswa mengkomunikasikan ide yang

diperoleh. Fasa ini memberikan kesempatan bagi guru

untuk mengenalkan konsep, proses, atau keterampilan

baru dan siswa menjelaskan pemahamannya terhadap

konsep yang diberikan oleh guru. Misalnya siswa

memperoleh data daya hantar listrik beberapa larutan,

yakni uji larutan natrium klorida menunjukkan gejala

lampu menyala dan timbul gelembung gas, uji larutan

gula menunjukkan gejala lampu tidak menyala dan tidak

timbul gelembang gas, dan uji larutan asam asetat

menunjukkan gejala lampu menyala redup dan timbul

sedikit gelembung gas. Kemudian guru memberikan

pernyataan “Bila larutan natrium klorida termasuk larutan

elektrolit kuat, larutan gula termasuk larutan non

elektrolit, dan larutan asam asetat termasuk larutan

elektrolit lemah, maka apakah yang dimaksud dengan

larutan elektrolit kuat, elektrolit lemah, dan non

elektrolit?”(4) Fasa Elaborationmenantang pemahaman

dan keterampilan siswa yang telah diperoleh ke dalam

situasi baru dengan menjawab persoalan-persoalan yang

ada. Misalnya guru memberikan pertanyaan kepada siswa,

“sebutkan gejala yang mungkin bila air sungai, air

Page 5: PENGEMBANGAN ELECTRONIC MODULE BERBASIS 5E …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”

Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)

Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

Putra et al, Pengembangan Electronic Modul 235

available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/

perasan jeruk, air sumur diuji daya hantar listriknya!”dan

(5) Fasa Evaluation memberikan kesempatan kepada guru

untuk mengetahui dan mengukur kemampuan dan

pengetahuan siswa setelah mempelajari konsep yang

diberikan. Siswa mengerjakan tes/ujian untuk mengetahui

kemajuan siswa dalam memahami materi larutan

elektrolit dan reaksi redoks. Jika siswa telah menunjukkan

adanya peningkatan yang ditunjukkan dari skor hasil

penilaian yang melebihi KKM (Kriteria Ketuntasan

Minimal), maka siswa dapat melanjutkan ke modul

berikutnya.

Modul yang dikembangkan dalam penelitian ini

berupa modul multimedia interaktif (e-module) dengan

sintak pembelajaran mengikuti model 5e learning cycle.

Tabel 2. Syntax pembelajaran materi elektrolit dan reaksi redoks menggunakan e-Module berbasis learning cycle 5E

Syntax Pembelajaran Menggunakan e- Module Berbasis Learning Cycle 5e

1) Engagement

a) Menyajikan informasi berupa rumusan masalah kepada siswa tentang gambar campuran pasir – air dan garam – air. b) Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif dan menghimbau untuk membuka file program e-module

yang telah dibagikan sebelumnya. Setiap kelompok terdiri dari 3–4 siswa.

c) Siswa merumuskan hipotesis dari rumusan masalah yang telah diberikan dan meminta siswa jujur mengatakan bila belum

dapat merumuskan hipotesis. d) Menunjuk siswa untuk menyumbangkan ide dan meminta siswa lain menjadi pendengar yang baik saat temannya

menyampaikan idenya.

2) Exploration

a) Membimbing kelompok melaksanakan eksperimen virtual tentang daya hantar beberapa larutan dan mencatat gejala yang diamati menggunakan program e-module sesuai prosedur yang tercantum dalam e-module.

b) Membimbing siswa memilih jenis larutan dan mengecek daya hantar larutan tersebut dengan teliti.

c) Membimbing kelompok melakukan analisis dengan mengacu pada e-module. Ditekankan perlunya mendengarkan ide teman

dalam tugas analisis ini. d) Meminta masing-masing siswa dalam setiap kelompok agar bertanggung jawab atas terselesaikannya tugas itu.

3) Explanation

a) Melakukan penilaian formatif dengan asesmen kinerja psikomotor dengan cara meminta siswa menunjukkan hasil diskusi

kelompok dengan bantuan program e-module. 4) Elaboration

a) Siswa berdiskusi mengerjakan soal yang ditampilkan di e-module (fase elaboration). Berikut merupakan soal-soal fasa

elaborasi.

Bila terdapat larutan air jeruk, susu, larutan isotonik, alcohol. Prediksikan gejala-gejala kelistrikan yang mungkin bila

tiap larutan diuji daya hantar listriknya?

Dari larutan-larutan di atas klasifikasikan ke dalam larutan elektrolit dan non elektrolit!

Diberikan larutan A, B, C, dan D beserta gejala-gejala yang ditunjukkan ketika diuji daya hantarnya, klasifikasikan

larutan tersebut ke dalam larutan elektrolit kuat, lemah dan non elektrolit!

b) Meminta tiap-tiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi dan membahas bersama-sama dalam kelas.

5) Evaluation - Siswa mengerjakan soal yang tertera pada e-module pada tahap evaluasi.

- Siswa dapat mengecek langsung umpan balik.

PENUTUP

Kesimpulan

Pembelajaran materi larutan elektrolit dan reaksi

redoks dapat didesain dalam bentuk modul elektronik

dengan tahapan penyampaian materi mengikuti

tahapan/sintaks metode pembelajaran 5e learning cycle.

Media yang dikembangkan dikemas dalam bentuk modul

elektronik (electronic module) dengan tahapan

penyampaian materi menggunakan sintaks dari learning

cycle 5E yang terdiri dari fasa engagement, exploration,

explanation, elaboration, dan evaluation. Modul

elektronik berisi fenomena yang ada di kehidupan sehari –

hari terkait materi larutan elektrolit dan reaksi redoks,

percobaan virtual yang dapat juga dilakukan secara nyata

di laboratorium, penjelasan mikroskopis yang disesuaikan

dengan percobaan baik secara virtual, maupun secara

nyata di laboratorium, soal – soal pengarah ke konsep,

dan quiz. Dengan demikian, dapat meningkatkan

pencapaian hasil belajar siswa.

Kedepannya multimedia yang dikembangkan perlu

dilakukan uji efektifitas untuk mengetahui pengaruhnya

dalam meningkatkan pemahaman ketiga representasi.

DAFTAR RUJUKAN

Akram, M., Surif, J. B., & Ali, M. (2014). Conceptual

difficulties of secondary school students in

electrochemistry. Asian Social Science, 10(19),

276-281.

Chandrasegaran, A. L., Treagust, D. F., & Mocerino, M.

(2007). The development of a two-tier multiple-

choice diagnostic instrument for evaluating

secondary school students’ ability to describe and

explain chemical reactions using multiple levels of

representation. Chemistry Education Research and

Practice, 8(3), 293-307.

Chittleborough, G. (2014). The development of

theoretical frameworks for understanding the

Page 6: PENGEMBANGAN ELECTRONIC MODULE BERBASIS 5E …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL III TAHUN 2017 “Biologi, Pembelajaran, dan Lingkungan Hidup Perspektif Interdisipliner”

Diselenggarakan oleh Prodi Pendidikan Biologi-FKIP bekerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)

Universitas Muhammadiyah Malang, tanggal 29 April 2017

Putra et al, Pengembangan Electronic Modul 236

available at http://research-report.umm.ac.id/index.php/

learning of chemistry. In: Devetak, I., Glazar, S. A.

(Eds.) Learning With Understanding in the

Chemistry Classroom, pp.25-40. Springer.

Deventak, I., Vogrinc, J., & Glazar, S. A. (2007).

Assesing 16-year-old-student’s understanding of

aqueous solution at submicroscopic level.

Research in Science Education. 39, 157-179.

Gazali, A., Hidayat, A., & Yuliati, L. (2015). Efektifitas

model siklus belajar 5e terhadap keterampilan

proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa.

Jurnal Pendidikan Sains, 3(1), 10-16.

Gilbert, J. K. & Treagust, D. F. (2009). Introduction:

Macro, submicro and symbolic representations and

the relationship between them: Key models in

chemical education. In: Gilbert, J. K., Treagust, D.

F. (Eds.) Models and modeling in science

education: Multiple representations in chemical

education, pp.1-8. Springer.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2016).

Silabus mata pelajaran Sekolah Menengah

Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Jakarta:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Langitasari, I. (2014). Pengaruh model dinamik dan statik

pada pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap

pemahaman mikroskopik, simbolik dan

mikroskopik materi larutan elektrolit dan reaksi

redoks siswa kelas X SMA Laboratorium UM.

Program Pascasarjana UM, Malang.

Qarareh, A. O. (2012). The Effect of Using the Learning

Cycle Method in Teaching Science on the

Educational Achievement of the Sixth Graders.

International Journal of Education Science, 4(2),

123-132.

Sirhan, G. (2007). Learning Difficulties in Chemistry: An

Overview. Journal of Turkish Science Education,

4(2), 2-20.

Taber, K. S. (2013. Revisiting the chemistry triplet:

Drawing upon the nature of chemical knowledge

and the psychology of learning to inform

chemistry education. Chemistry Education

Research and Practice, 14, 156–168.