pengelolaan pembelajaran bahasa inggris di kelas x smk ...eprints.ums.ac.id/78095/11/naskah...
TRANSCRIPT
PENGELOLAAN PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS
DI KELAS X SMK NEGERI 1 SURAKARTA, KOTA SURAKARTA
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata II
pada Jurusan Magister Administrasi Pendidikan Sekolah Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh:
NUR AFIDAH PUJININGSIH
Q100170007
PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
ii
iii
iv
1
PENGELOLAAN PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SMK
NEGERI 1 SURAKARTA KELAS X, KOTA SURAKARTA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ; 1) Perencanaan pembelajaran
Bahasa inggris di SMK Negeri 1 surakarta. 2) Pelaksanaan pembelajaran Bahasa
inggris di SMK Negeri 1 surakarta. 3) Evaluasi pelaksanaan pembelajaran Bahasa
Inggris di SMK Negeri 1 Surakarta. Metode Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan desain penelitian ethnografi. Teknik Analisa data yang
digunakan dalam penelitian ini analisis model interaktif. Sedangkan metode
pengumpulan data dengan menggunakan : wawancara mendalam, observasi dan
dokumentasi. Teknik keabsahan data menggunakan trianggulasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa : 1) Guru Bahasa inggris di smk negeri 1 surakarta telah
mempersiapkan perencanaan pembelajaran kurikulum 2013 sebelum tahun ajaran
baru dimulai meski beberapa belum lengkap. 2) Pelaksanaan pembelajaran Bahasa
inggris di smk negeri 1 surakarta telah dilaksanakan dengan baik, antara lain : a)
Semua guru sudah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP. b) Tujuan
Pembelajaran yang ada di RPP sesuai dengan tema , materi yang ada di silabus
dan buku pegangan siswa.c) Guru tidak hanya berpedoman pada buku pegangan
saja tetapi juga memperkaya materi dari sumber lain. d) Pendekatan, model,
strategi dan metode pembelajaran yang digunakan bervariasi sesuai dengan
tujuan materi pembelajaran kurikulum 2013 berpusat pada siswa, menyenangkan,
kreatif dan inovatif dengan pendekatan saintifik. e) Guru menggunakan sarana
prasarana dan alat belajar yang sudah tersedia, juga memanfaatkan sarana belajar
yang lainnya, baik yang dijumpai di lingkungan rumah atau sekolah. f) Guru
sudah melaksanakan penilaian sesuai dengan pedoman kurikulum 2013, penilaian
dari segi sikap, pengetahuan maupun ketrampilan. 3) Kepala Sekolah juga
melakukan kegiatan evaluasi dengan cara supervisi administrasi dan supervisi
kelas.
Kata kunci : Kurikulum, Pengelolaan, Pembelajaran
2
ABSTRACT
This research aims to describe ; 1) The preparation of learning English in SMK 1
Surakarta. 2) The implementation of learning English in SMK 1 Surakarta city. 3)
The evaluation of the implementation of learning English in SMK1 Surakarta.
This research method uses qualitative methods with ethnographic research
designs. This research was conducted in state junior high school 1 Surakarta, as
one of the pilot schools for implementing the 2013 curriculum. The data used in
this study consisted of primary data and secondary data. Data analysis techniques
used in this study are interactive model analyzes. While the data collection
method uses: in-depth interviews, observation and documentation. The results of
the study show that: 1). English teachers in SMK 1 Surakarta have prepared
curriculum planning 2013 before the new school year begins although some are
incomplete. 2) The implementation of English learning in SMK Negeri 1
Surakarta: a) All teachers have implemented learning in accordance with RPP. b)
the objectives in the lesson plan are in accordance with the theme, the material in
the syllabus and the student handbook. c) not only based on the handbook but the
teacher also enriches material from other sources. d) approaches, models and
strategies and learning methods used vary according to the objectives of the 2013
curriculum learning material that is student-centered, fun, creative and innovative
with a scientific approach. e) teachers use the available infrastructure and learning
tools, also use other learning facilities, both found in the home or school
environment. 3) the teacher has conducted an assessment in accordance with the
2013 curriculum guidelines, assessment in terms of attitudes, knowledge and
skills and the principal also conducts evaluation activities by way of
administrative supervision and classroom supervision.
Keywords: Curriculum, Management, Learning.
3
1. Pendahuluan
Kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter merupakan kurikulum
baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk
menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang mengutamakan
pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter, yang mana peserta didik dituntut
untuk paham atas materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki
sopan santun disiplin yang tinggi (Sanjaya, 2011).Permendikbud No. 22 Tahun
2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa
proses pembelajaran yang dipandu dengan pendekatan saintifik melibatkan
kegiatan pengamatan atau observasi untuk merumuskan hipotesis atau
mengumpulkan data. Sesuai dengan kriteria pendekatan saintifik pada Kurikulum
2013 yang berlandaskan pada Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar
Proses Pendidikan, terdapat tiga model pembelajaran yang diperkenalkan yaitu
discovery learning, problem based learning dan project based learning (Sani,
2014: 52).
Manajemen pembelajaran dengan menggunakan beraneka metode
dengan konsep yang baik mampu mengatur suasana kelas dan pembelajaran
dengan lebih baik dan meningkatkan kreativitas dan keingintahuan peserta didik.
Berbagai Metode pembelajaran yang diperkenalkan melalui konsep Kurikulum
2013 telah dilakukan oleh guru-guru di SMK Negeri 1 Kota Surakarta sejak tahun
2013 hingga saat ini, termasuk dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Konsep
pembelajaran discovery learning, problem based learning dan project based
learning yang lebih condong terhadap pembelajaran sains (Sani, 2015:97), dicoba
oleh guru-guru bahasa Inggris di SMK Negeri 1 Kota Surakarta dalam
pembelajaran bahasa Inggris sebagai ilmu sosial.
Guru-guru bahasa Inggris menganggap bahwa pembelajaran bahasa Inggris
penting untuk mengembangkan keterampilan hidup peserta didik, baik dalam
dunia industri maupun dunia usaha. Hal ini sejalan dengan pernyataan Asmani
(2009:77) bahwa SMK menawarkan bekal keterampilan hidup bagi peserta didik
yang berbasis life skills, termasuk dalam mengembangkan kecakapan berbahasa
Inggris untuk mendukung kecakapan pravokasional dan vokasional yang dimiliki.
4
Keterampilan akan kecakapan berbahasa inggris oleh anak SMK diharapkan
mampu menjadikan insan yang siap terjun di dunia kerja sesuai dengan tantangan
perkembangan zaman saat ini, yakni mampu berkomunikasi bahasa Inggris
dengan baik. Melalui komposisi pembelajaran yang cenderung bersifat praktek
lebih banyak, maka keterampilan yang melekat pada diri peserta didik dianggap
sebagai sebuah hasil pembelajaran.
Pembelajaran bahasa Inggris yang bersifat konvensional dan tradisional
seperti menghapal grammar, metode ceramah ataupun pembelajaran bersifat satu
arah, ditinggalkan dan diganti dengan pembelajaran yang lebih bersifat
komunikatif. Seperti yang dinyatakan oleh Junaini (2009:1), bahasa Inggris
berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi dalam rangka mengakses informasi
dan dalam konteks sehari-hari, dan juga sebagai alat untuk membina hubungan
interpersonal, bertukar informasi serta menikmati estetika bahasa. Hal ini
mengindikasikan bahwa belajar bahasa Inggris bukan saja belajar kosakata dan
tatabahasa dalam artian pengetahuan, namun juga harus berupaya untuk
menggunakan atau mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kegiatan
komunikasi. Oleh karena itu, guru-guru bahasa Inggris di SMK Negeri 1 Kota
Surakarta mencoba menggunakan konsep pembelajaran penemuan agar
pembelajaran bisa lebih aktif dan komunikatif karena peserta didik berusaha
belajar melalui interaksi dan penemuan yang dilakukannya
Dalam upaya mewujudkan Pendidikan yang berkualitas di smk negeri 1
surakarta, dibutuhkan manajemen Pendidikan yang efektif dan efisien. Hal ini
karena manajemen diakui sebagai salah satu faktor yang sangat penting,
diantaranya ditentukan oleh kualitas manajemen yang dijalankan. Fungsi sekolah
sebagai pelaksana agar Pendidikan tercapai, tujuan Pendidikan akan tercapai
apabila seluruh komponen belajar seolah kondusif sesuai dengan perkembangan
peserta didik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan : (1)
perencanaan pembelajaran bahasa inggris di SMK Negeri 1 Surakarta,(2)
Pelaksanaan pembelajaran Bahasa inggris di SMK Negeri 1 Surakarta, (3)
Evaluasi Pelaksanaan pembelajaran bahasa inggris di SMK Negeri 1 Surakarta.
5
2. Metode Penelitian
Berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu mengkaji dan
mendeskripsikan mengenai perencanaan, pelaksanaan serta penilaian
pembelajaran Bahasa inggris, maka penelitian ini menggunakan penelitian
kualitatif yang bertujuan untuk mengkaji permasalahan dan perolehan makna yang
lebih mendalam sesuai dengan latar penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek peneliti, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain dengan menggunakan latar alamiah,
dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada.
Sesuai dengan fenomena yang teramati di lapangan, peneliti
menggunakan pendekatan secara kualitatif. Pendapat Sutama (2010) terkait
dengan penelitian kualitatif, peneliti dapat melihat ciri-cirinya yaitu peneliti
menjadi instrumen kunci penelitian, dan sifatnya natural. Selain itu data yang
dikumpulkan berbeda dengan penelitian kuantitatif, yaitu tidak berupa angka-
angka tetapi bentuknya kalimat, juga dapat berupa gambar. Sebagai peneliti
kualitatif, peneliti harus terlibat langsung dalam pengumpulkan data di lapangan,
cara menganalisis datanya menggunakan metode induktif.
Desain dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan desain micro
etnografi. Penelitian kualitatif menggunakan desain micro etnografi sebagai ciri
khasnya dimana dalam penelitian kualitatif hal-hal subjectif (subjektifitas
murni) termasuk yang diperhitungkan dalam pengumpulan dan analisis
data(sutama,2010:33)
Etnografi digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan
menganalisis unsur kebudayaan suatu masyarakat atau suku bangsa. Etnografi
sendiri biasanya terdiri atas uraian terperinci mengenai aspek cara berperilaku
dan cara berfikir yang sudah membaku pada orang yang dipelajari, yang
dituangkan dalam bentuk gambar, tulisan, foto, film dan sebagainya.
Kebudayaan meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan perilaku dan
pemikiran, dan keyakinan suatu masyarakat, yang dipelajari oleh ahli ethnografi
6
biasanya berbentuk Bahasa, mata pencaharian, sistem tehnologi, organisasi
social, kesenian, sistem pengetahuan, Bahasa dan religi atau kepercayaan pada
suatu masyarakat yang diteliti dengan wawancara, pengamatan/observasi,
dokumentasi yang didapatkan (creswell,2008)
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian ini menyajikan data mengenai pengelolaan
pembelajaran Bahasa inggris di SMK negeri 1 Surakarta, yang terbagi dalam tiga
bagian meliputi : (1) Perencanaan pembelajaran Bahasa inggris di SMK Negeri 1
Surakarta.(2) Pelaksanaan pembelajaran Bahasa inggris di SMK Negeri 1
Surakarta. (3) Evaluasi pelaksanaan pembelajaran bahasa inggris di SMK Negeri
1 Surakarta. Berikut paparan data tersebut :
a. Perencanaan pembelajaran di SMK Negeri 1 Surakarta
Penyiapan kurikulum pembelajaran bahasa inggris berdasarkan
kurikulum 2013, hal ini tidak hanya berkaitan dengan soal-soal pembelajaran
di kelas saja, tetapi juga berkaitan dengan semua kegiatan sekolah baik
menegnai materi, personal, perencanaan, kerjasama, kepemimpinan,
kurikulum sebagainya yang harus diatur sehingga menciptakan
terselenggaranya kondisi-kondisi belajar mengajar yang baik sehingga
mencapai tujuan pembelajaran Bahasa inggris yang seuai dengan kurikulum
2013.
Berdasarkan hasil temuan penelitian, diketahui semua guru mata
pelajaran Bahasa inggris sudah mempersiapkan perencanaan kurikulum 2013
sebelum tahun ajaran baru dimulai meskipun belum lengkap dan sempurna.
Kemudian dari hasil penelitiaan ditemukan pula bahwa ternyata sudah
dilaksanakannya pembelajaran Bahasa inggris yang telah berlaku.
Sementara itu pada saat tahap perencanaan kurikulum, terjadi
pemilihan pola pengelolaan tertentu organisasi kurikulum. Peran kepala
sekolah juga sangat penting dalam penyiapan kurikulum. Suatu sekolah
dapat berjalan dengan baik dan terarah jika setiap tahun sekolah
mmenentukan dan membuat terdahulu rencana dan kebijakan yang akan
dijalankan pada tahun itu. Dari hasil observasi pengelolaan kurikulum terkait
7
dengan kelengkapan data di sekolah sudah lengkap dan cukup baik. Guru
juga tak ada kendala yang berarti dalam menyusun program tahunan,
program semester, silabus, RPP.
Ada juga strategi khusus untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
terutama pengembangan materi, guru Bahasa inggris menggunakan modul
dan juga dari sumber lainnya. Pengelolaan kurikulum sudah sesuai dengan
prosedur dan petunjuk kepala sekolah. Sesuai dengan teori penelitian
menurut Harold koontz dan Cyril o’donnel ( sukarna, 2011;3) manejemen
atau pengelolaan adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui
kegiatan orang lain. Dengan demikian kepala sekolah mengadakan
koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, penempatan,pengarahan dan pengendalian. Penyiapan
kurikulum 2013 pada pembelajaran Bahasa inggris pada umumnya
merupakan bagian dari penyiapan mata pelajaran lainnya yang dipandu oleh
kepala sekolah.
Media pembelajaran sebagai salah satu aspek yang
menentukan tercapainya tujuan pembelajaran bahasa Inggris merupakan
sarana fisik untuk menyampaikan isi atau materi pembelajaran seperti buku,
film, video dan sebagainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persiapan yang dilakukan oleh guru-guru bahasa Inggris dalam hal
penentuan media pembelajaran adalah pertanyaan-pertanyaan yang update,
powerpoint ataupun kamus. Penggunaan media pembelajaran ini digunakan
untuk membantu keberhasilan proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan
Permendikbud No. 103 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pembelajaran yang menyatakan bahwa menentukan media, alat, bahan dan
sumber belajar disesuaikan dengan yang telah ditetapkan dalam langkah
penjabaran proses pembelajaran.
b. Pelaksanaan pembelajaran Bahasa inggris di SMK Negeri 1 Surakarta
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti, guru membuka
kegiatan pembelajaran dengan bertanya kabar para peserta didik dan juga
menulis beberapa peraturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama
8
pembelajaran dengan tujuan agar peserta didik belajar untuk disiplin dan
bertanggung jawab dalam mematuhi peraturan yang dibuat secara bersama-
sama antara guru dan peserta didik. Kegiatan tersebut disebut dealing rules.
Pengkondisian kelas juga dilakukan dengan menyapa peserta didik terlebih
dahulu lalu disusul dengan berdoa bersama menggunakan bahasa Inggris
yang dipimpin oleh salah seorang peserta didik. Guru melakukan hal
yang hampir sama untuk mengkondisikan kelas agar kondusif saat
pembelajaran berlangsung dengan melakukan berdoa bersama dan
menanyakan kabar para peserta didik.
Kegiatan pengkondisian kelas yang dilakukan oleh para guru-guru
bahasa Inggris SMK termasuk dalam kategori pra instruksional yang
merupakan kegiatan pendahuluan yang ditujukan agar peserta didik siap
untuk mengikuti proses pelajaran.
Pengkondisian kelas termasuk dalam kategori mengelola kelas
untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien. Ciri-ciri
pembelajaran efektif dan efisien adalah: (a) proses belajar yang
menyenangkan dan tidak monoton, (b) materi pembelajaran. Dalam hal
pengkondisian kelas, terdapat dua faktor yang mempengaruhi yakni faktor
intern dan ekstern (Djamarah, 2006:184). Faktor intern peserta didik
berhubungan dengan masalah emosi dan perilaku dikarenakan perbedaan
dari aspek biologis, intelektual dan psikologis. Faktor ekstern adalah terkait
dengan suasana lingkungan belajar, jumlah peserta didik dan sebagainya.
Dalam hal ini, guru-guru bahasa Inggris SMK Negeri 1 Surakarta
pada umumnya berusaha untuk mengkondisikan kelas agar para peserta didik
mendapatkan atmosper yang nyaman dan menyenangkan sebelum memasuki
proses pembelajaran inti. Usaha para guru-guru secara sadar mengarah
kepada persiapan proses belajar mengajar secara sistematis, mulai dari
menyiapkan fisik dan psikis peserta didik, mengatur ruang kelas,
mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar sehingga proses
belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
Guru tak hanya melaksanakan dan mengelola pembelajaran saja, tetapi guru
9
juga harus mengelola kelas dan peserta didik serta segala hal yang
diperlukan dalam proses belajar mengajar.
Apersepsi dan motivasi sebagai fenomena psikis yang dialami oleh
peserta didik sebelum memasuki pembelajaran yang sesungguhnya.
Apersepsi berarti penghayatan tentang segala sesuatu yang menjadi dasar
untuk menerima ide-ide baru. Apersepsi dalam pembelajaran merupakan hal
yang menghubungkan pelajaran lama dengan pelajaran baru, sebagai batu
loncatan sejauh mana peserta didik menguasai pelajaran lama sehingga
mampu menyerap pelajaran baru.
Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di lapangan, di mana guru-
guru bahasa Inggris dalam mengaplikasikan discovery learning di tahapan
apersepsi, driving question diberikan sesuai dengan materi yang akan diajar.
Seperti yang dilakukan Kuncahyo, beliau memberikan video berupa
sebuah tempat wisata dan bertanya kepada peserta didik mengenai gambar
apa, lokasinya dimana hingga apa yang dilihat di gambar tersebut. Para
peserta didik berusaha untuk merespon yang disampaikan oleh guru tersebut
meskipun masih terlihat malu-malu untuk menjawabnya.
Di samping pemberian apersepsi pembelajaran, guru juga
menyelipkan motivasi kepada peserta didik sehingga peserta didik berani
berpartisipasi dan membantu mereka untuk meningkatkan hasrat ingin tahu
terhadap pembelajaran.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, guru-guru bahasa Inggris
SMK Negeri 1 Surakarta menggunakan performing warmer ketika
pembelajaran yang dilakukan pernah dibahas sebelumnya. Hasil observasi
yang ditemukan bahwa salah seorang guru bahasa Inggris menyatakan dalam
materi descriptive text, Tanjung Putting National Park, telah dipelajari
sebelumnya ketika peserta didik berada dalam tingkat sekolah menengah
pertama. Observasi yang dilakukan menemukan bahwa guru membantu
peserta didik untuk mengingat kembali dengan mendeskripsikan dahulu
gambar yang diberikan.
10
Guru berusaha menggunakan teaching aid di kelas agar kelas tampak
lebih aktif dengan cara memberikan spidol sebagai tongkat estafet ke peserta
didik dan dilanjutkan oleh peserta didik yang lainnya untuk menjawab
pertanyaan yang diberikan. Kegiatan ini terbukti membuat kelas sebelum
memasuki pembelajaran lebih aktif meskipun ditemukan masih ada
peserta didik yang merasa malu ataupun peserta didik yang menjawab
tidak sesuai dengan apa yang seharusnya ada di gambar.Dalam hal scene
setting, guru-guru bahasa Inggris di SMK Negeri 1 Surakarta berusaha
untuk membangun konsep awal pembelajaran yang akan diberikan sebagai
pemberian pengalaman belajar sebelum masuk di materi inti, sebagai
pereduksi instruksi, dan sebagai pembangkit minat peserta didik dari rasa
penasaran. Hal ini berkaitan dengan konsep discovery learning
dengan mengajukan pertanyaan atau permasalahan terlebih dahulu.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap guru lain, dalam
kegiatan apersepsi yang menggunakan scene setting, guru memberikan
sebuah video mengenai dua orang yang memuji satu sama lain (compliment
expression). Dalam video tersebut, peserta didik diajak untuk mengamati dan
selanjutnya guru mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan materi
yang diamati melalui video untuk memancing peserta didik ke materi
pembelajaran.
Chatib dalam Djamarah (2000: 81) menyatakan bahwa
pertanyaan dan film merupakan salah satu ide scene setting. Hal ini sejalan
dengan konsep discovery learning dimana berdasarkan sebuah permasalahan
yang secara sengaja dibuat oleh guru menjadi sebuah langkah awal untuk
merangsang peserta didik.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara tersebut, ditemukan
bahwa kegiatan apersepsi dan motivasi yang dilakukan oleh guru sudah
memasuki tahapan awal discovery learning, yakni pemberian rangsangan
kepada peserta didik sehingga timbul rasa penasaran terkait hal yang baru
saja diperhadapkan kepada mereka (Balim, 2009:3). Meskipun masih
terdapat peserta didik yang masih kurang aktif dalam bertanya, namun
11
dalam kegiatan apersepsi dan motivasi yang dilakukan oleh guru-guru
bahasa Inggris di SMK Negeri 1 Surakarta tersampaikan dengan baik
Kemp dan Kapel dalam Imam (2013: 51) menyebutkan bahwa
tujuan pembelajaran merupakan suatu pernyataan yang spesifik yang
dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk
tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Ellington
dalam Imam (2013: 51) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah
pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.
Sementara itu, Hamalik (2005:46) menyebutkan bahwa tujuan
pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang
diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran.
Berdasarkan hasil analisa tersebut, disampaikan bahwa guru
bahasa Inggris SMK Negeri 1 Surakarta memahami baik manfaat dari
penyampaian tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan
berdasarkan konsep Audience, Behavior, Condition dan Degree (ABCD)
oleh Uno dalam (Jamaris, 2013:56). Dalam tujuan pembelajarannya, peserta
didik mampu menentukan pikiran pokok dari suatu paragraph teks deskriptif
tulisan dengan tepat melalui kegiatan analisis, diskusi dan sharing teks
deskriptif. Peserta didik sebagai audience, menentukan pikiran pokok
sebagai behavior, dengan tepat sebagai degree dan melalui kegiatan analisis,
diskusi dan sharing teks deskriptif adalah sebagai condition. Dengan
demikian, penyampaian tujuan pembelajaran bahasa Inggris di SMK Negeri
1 surakarta telah sejalan dengan Permendikbud No. 81A tahun 2013 bahwa
perumusan tujuan pembelajaran yang menggunakan konsep ABCD
melampaui persyaratan penyusunan tujuan pembelajaran, yaitu audience dan
behavior.
Tahap kedua dalam proses pembelajaran adalah kegiatan inti atau
pokok kegiatan pembelajaran. Kegiatan inti pembelajaran pada dasarnya
merupakan kegiatan pokok peserta didik untuk mempelajari materi
pembelajaran yang telah direncanakan. Mengelaborasi informasi yang
disampaikan oleh guru dan peserta didik bahwa proses pembelajaran di kelas
12
telah diusahakan dengan baik dan menyenangkan. Guru-guru menyatakan
dalam melaksanakan pembelajaran, mereka meminimalkan ceramah,
tetapi lebih ke penggunaan metode pembelajaran, yakni discovery
learning.
Metode ceramah yang biasanya digunakan tidak memberikan
kesempatan untuk berdiskusi memecahkan masalah sehingga
penyerapan pengetahuan terbatas. Hal ini menyebabkan guru-guru bahasa
Inggris untuk mendobrak metode pembelajaran yang konvensional ke dalam
model pembelajaran yang aktif, sehingga peserta didik bisa mengeksplor
sendiri pengetahuan mereka berdasarkan permasalahan apa yang ditemukan
dalam proses pembelajaran.
Dalam penelitian ini, kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di
smk negeri 1 surakarta menggunakan metode pembelajaran discovery
learning menjadi kegiatan inti, yang akan dideskripsikan dan dianalisis
sebagai berikut: Menstimulasikan dilakukan untuk memberikan rangsangan
dalam bentuk penjelasan materi yang belum tuntas atau belum diketahui
kebenarannya sehingga menuntut peserta didik untuk melakukan
penyelidikan. Berdasarkan kegiatan pendekatan 5 M (mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan), stimulasi
bisa dikategorikan dalam kelompok mengamati.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap guru
Kuncahyo pada 5 April 2019 pada kelas X AK 2 (Akuntansi) dalam tahapan
stimulasi, pertama-tama guru memberikan permasalahan yang baru terkait
dengan apersepsi yang sebelumnya telah diberikan sebelumnya. Terkait
dengan pembelajaran bahasa Inggris dalam materi compliment expression,
yang sebelumnya guru telah memberikan sebuah video untuk diamati,
peserta didik diminta untuk mengamati kembali video yang lain, yang masih
terkait dengan materi compliment expression. Hal ini dimaksudkan untuk
membangkitkan dan mengaktifkan pengetahuan awal peserta didik yang
diperoleh sebelumnya baik media cetak maupun elektronik (Moreillon, 2007:
19). Setelah itu, guru meminta peserta didik meleburkan diri ke dalam
13
kelompok diskusi yang beranggotakan empat hingga lima orang per
kelompok. Selanjutnya guru meminta peserta didik untuk mendiskusikan apa
saja yang mereka temui dalam video tersebut.
Dalam kegiatan stimulasi, guru memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk membuat beberapa pertanyaan yang terkait dengan apa
yang mereka perhatikan di video tersebut. Pertanyaan dibuat berdasarkan
hasil diskusi peserta didik dan ditulis ke sebuah kertas dan dilempar ke
kelompok lain. Guru menggunakan teknik snowball throwing sebagai
rangsangan awal pembelajaran discovery learning. Sebagai mana dijelaskan
oleh Huda (2015: 226), snowball throwing diterapkan dengan melempar
segumpalan kertas untuk menunjuk peserta didik yang diharuskan
memecahkan permasalahan dari guru. Strategi ini digunakan untuk
memberikan konsep pemahaman materi yang sulit kepada peserta didik
serta dapat juga digunakan untuk mengetahui jumlah pengetahuan dan
kemampuan peserta didik dalam materi tersebut.
Pendekatan discovery learning dalam tahapan stimulasi, peserta
didik dituntut memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah yang
diberikan melalui kegiatan snowball throwing. Tujuan diletakkan
snowball throwing sebagai stimulasi adalah untuk melatih kesiapan peserta
didik dan saling memberikan pengetahuan antar teman sekelompok,
sehingga mereka akan memiliki kognitif yang sama ( Huda, 2015: 227).
Pembelajaran bahasa Inggris pada tahapan dilakukan untuk
merangsang keingintahuan peserta didik terkait materi descriptive text
dengan judul Tanjung Putting National Park, pertama-tama guru
menunjukkan beberapa gambar-gambar wisata. Peserta didik memperhatikan
gambar-gambar tersebut. Sejauh pengamatan di lapangan, peserta
didik masih malu-malu untuk mengajukan pertanyaan terkait gambar
yang ditunjukkan pertama kali. Untuk itu, guru membagikan peserta didik ke
dalam beberapa kelompok. Guru memberikan beberapa masalah yang
berbeda ke tiap kelompok yang berbeda. Permasalahan yang diberikan
terkait dengan generic structure, plot, tenses yang digunakan dan vocabulary.
14
c. Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Inggris di SMK Negeri 1
Surakarta
Penilaian pembelajaran bahasa Inggris berbasis discovery
learning di SMK Negeri 1 surakarta mencakup dua hal, yakni
pengetahuan dan keterampilan. Metode penilaian yang harus digunakan di
sekolah berdasarkan Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang
Standar Penilaian Pendidikan mencakup ranah pengetahuan dan
keterampilan, sedangkan ranah sikap dinilai oleh guru mata pelajaran agama
dan PKN. Berdasarkan hasil wawancara terkait evaluasi hasil pembelajaran
bahasa Inggris di smk negeri 1 surakarta, dijabarkan sebagai berikut:
Penilaian kompetensi pengetahuan atau kognitif adalah penilaian yang
dilakukan guru untuk mengukur tingkat pencapaian atau penguasaan peserta
didik dalam aspek pengetahuan yang meliputi ingatan atau hafalan,
pemahaman, penerapan atau aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 11 april 2019
terkait dengan penilaian kompetensi pengetahuan pada pembelajaran bahasa
Inggris di smk negeri 1 surakarta, penilaian dilakukan berdasarkan proses
pembelajaran dan sesudah proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, ditemukan bahwa untuk
menilai kompetensi pengetahuan, salah satunya adalah guru melakukan
pengamatan terhadap keaktifan para peserta didik terhadap pembelajaran
bahasa Inggris di kelas, apakah mereka merespon pembelajaran yang sedang
berlangsung dengan aktif atau pasif. Hal ini sejalan dengan konsep yang
dicanangkan oleh kurikulum 2013 yang menekankan pada pola pikir baru
bahwa pembelajaran berpusat pada peserta didik, bersifat interaktif hingga
berpikir kritis (Sani, 2014: 261). Pembelajaran yang aktif sangat diperlukan
oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum, karena
etika seorang peserta didik pasif, akan ada kecenderungan untuk cepat
melupakan apa yang sedang atau telah dipelajari.
Keaktifan seorang peserta didik dalam merespon pembelajaran di
kelas sebagai salah satu kegiatan penilaian, dilakukan untuk mengukur
15
ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan hasilnya
digunakan sebagai feedback atas kegiatan pembelajaran yang dilakukan
(formative). Setelah kegiatan pembelajaran pada periode tertentu selesai
dilakukan, misalnya pada akhir semester, guru di SMK Negeri1 Surakarta
melakukan penilaian untuk mengukur ketercapaian keseluruhan tujuan
kurikulum yang telah ditetapkan pada jenjang pendidikan (summative) dan
hasilnya digunakan sebagai laporan kepada peserta didik tentang hasil
belajarnya, kepada guru, orang tua siswa, masyarakat dan pemerintah
sebagai wujud akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan.
Dalam melakukan evaluasi pembelajaran, komponen yang
diperlukan adalah penilaian, dengan melakukan sebuah proses pengukuran
melalui pemberian tes kepadda peserta didik, baik tertulis maupun tidak
tertulis (Kunandar, 2014:173). Dalam pembelajaran bahasa Inggris berbasis
discovery learning, kedua jenis tes tersebut dilakukan dalam memperoleh
gambaran evaluasi pembelajaran di kelas.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, terlihat bahwa dalam
menilai pengetahuan kognitif peserta didik, guru-guru bahasa Inggris di
SMK Negeri 1 Surakarta menggunakan tes tertulis berupa essay untuk
mengetahui pengetahuan tiap kompetensi dan tes lisan sederhana untuk
mengetahui keaktifan peserta didik. Hal ini serupa dengan pernyataan
Munthe (2009:106) bahwa tes esai cocok untuk mengukur hasil belajar yang
mengintegrasikan berbagai konsep dan ide dari berbagai sumber ke dalam
satu pikiran utama dan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik
tentang suatu masalah tertentu. Tes esai sejalan dengan apa yang dibutuhkan
tujuan discovery learning yaitu peserta didik mampu meningkatkan
pemahaman dalam berpikir kreatif dan terampil dalam memperoleh dan
menganalisis informasi (Joyce dan Weil, 1992:198). Dalam hal ini, tes esai
bersifat objektif terhadap jawaban peserta didik, secara terbuka menerima
pendapat, pemikiran kritis, kreatif, dan pemecahan masalah. Selain itu,
untuk model pembelajaran discovery learning mampu untuk mengukur
kemampuan peserta didik dalam hal menguraikan atau memandukkan
16
gagasan-gagasan kritis, melalui kesimpulan sementara, informasi yang
relevan hingga membedakan antara pendapat dan opini.
Trayek and Hassan (2013) melakukan penelitian dengan judul
Attitude Towards the use of Learning Management System among
University Students: A Case Study. Penelitian ini bertujuan untuk
menginvestigasi atitude peserta didik melalui penggunaan LMS (Learning
Management System), untuk menguji perbedaan atitude melalui penggunaan
LMS antara pembelajaran jarak jauh dan peserta didik penuh waktu.
Berdasarkan hasil penemuan yang diperoleh, ditemukan bahwa
persepsi kemudahan penggunaan dan kegunaan yang dirasakan menentukan
atitude peserta didik terhadap penggunaan LMS. Sayangnya, tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan antara pembelajaran jarak jauh dan
peserta didik penuh waktu. Peneliti merekomendasikan agar universitas terus
menggunakan LMS dikarenakan berguna bagi pembelajaran jarak jauh
dan peserta didik penuh waktu, dan juga meningkatkan LMS yang
sesuai dengan pembelajaran yang inovatif.
Thida et al (2012) melakukan penelitian dengan judul Exploring the
Implementation of School-Based Management in Selected Public School in
Cambodia: A Multiple Case Study. Penelitian ini bertujuan untuk
menelusuri pelaksanaan MBS pada sekolah pertama negeri yang terpilih di
Cambodia dengan sebuah ketegasan pada alasan, pendelegasian otoritas
pengambilan keputusan, dan tantangan yang muncul.
Penelitian ini menggunakan desain multiple case study dengan
jumlah responden sebanyak 45 orang, yang terdiri atas kepala sekolah, guru,
komite sekolah, orangtua peserta didik dan para anggota komunitas dari tiga
sekolah yang berbeda distrik di Provinsi Kampot. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa keberhasilan dalam penerapan MBS ditentukan
khususnya oleh kepemimpinan kepala sekolah, partisipasi aktif dari
stakeholders dan dukungan langsung dari organisasi non-pemerintah.
Usen et al (2012) membahas tentang Pendidikan kejuruan di Nigeria.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
17
Hasilnya menyatakan bahwa, “ the state of vocational educational not
receiving enough attention and the consequences of serious wastages.
Wastages take diverse forms including inadequate usage of human and
material resources “ pernyataan Pendidikan kejuruan yang tidak menerima
cukup perhatian, dan konsekwensinya adalah pemborosan. Pemborosan
terjadi dalam berbagai hal germasuk sumber daya manusia dan materi yang
memadai. Jadi Pendidikan kejuruan di Nigeria dianggap sebagai kegiatan
pemborosan bagi pembangunan Nigeria yang berkelanjutan. Hal ini
disebabkan karena guru yang kurang berkualitas dan materi pembelajaran
yang kurang memadai. Akibatnya sekolah kejuruan di Nigeria menghasilkan
lulusan yang tidak terampil untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja.
Beberapa strategi dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tersebut,
diantaranya adalah pengadaan guru yang terampil dan berpengalaman
seperti yang dinyatakan bahwa “ one of the such strategies was government
employment of skilled and experienced vocational education teachers”.
Salah satu strateginya adalah pemerintah memperkerjakan guru Pendidikan
kejuruan yang terampil dan berpengalaman. Persamaannya dengan penelitian
ini adalah menilai suatu tindakan untuk mengetahui hasil belajar siswa
sedangkan perbedaanya adalah Usen meneliti faktor guru, sumber sekolah,
sekolah dan sarana prasarana yang tidak memadai sehingga menghasilkan
lulusan yang kurang trampil sedangkan penelitian ini meneliti tentang
pengelolaan pembelajaran Bahasa inggris meliputi perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi pembelajaran dan evalusi pelaksanaan pembelajaran
Bahasa inggris.
4. Penutup
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa :
a. Dapat diketahui perencanaan pembelajaran Bahasa inggris kurikulum 2013
sudah dijalankan dengan baik dan terarah oleh kepala sekolah dan guru
mata pelajaran Bahasa inggris. perencanaan diawali dengan penyusunan
rencana pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada silabus Kurikulum
18
2013 melalui kegiatan workshop dan sosialisasi. Perencanaan pembelajaran
yang telah tertuang dalam RPP, secara spesifik dalam persiapan pembelajaran
Bahasa inggris meliputi penentuan tujuan pembelajaran, pengembangan
media dan bahan pembelajaran, pemilihan topik pembelajaran dan penilaian
proses dan hasil belajar peserta didik telah dilakukan dengan baik. Namun
dalam pengidentifikasian karakteristik peserta didik, guru belum
melaksanakan analisis secara spesifik terkait karakter tiap anak dalam kelas,
hanya melalui kegiatan observasi keseharian karakter peserta didik pada
setiap jurusan.
b. Pada kegiatan inti pembelajaran meliputi pengkondisian kelas, kegiatan
apersepsi dan motivasi sebelum memulai pembelajaran, penyampaian
tujuan pembelajaran sebagai kegiatan pendahuluan. Kegiatan inti
pembelajaran meliputi stimulasi, perumusan hipotesis, pengumpulan data,
pengolahan dan verifikasi data, serta penyimpulan materi pembelajaran.
Kegiatan penutup dilakukan dengan merefleksi pembelajaran yang telah
dilakukan. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran bahasa Inggris berbasis
terlihat bahwa kegiatan pembelajaran lebih bersifat student oriented dan
humanis. Pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris lebih menekankan
pada prinsip teori perilaku sosial kognitif, yang mana peserta didik
diminta untuk merespon stimulus yang diberikan oleh guru, lalu menangani
stimulus tersebut melalui kegiatan diskusi dan interaksi yang masih berada
pada jangkauan mereka (zona of proximal development), lalu memecahkan
masalah tersebut (solving the problem) dengan menggunakan pengetahuan
yang mereka sudah miliki sebelumnya.
c. Kegiatan evaluasi ini berupa penilaian hasil belajar peserta didik yang
menggunakan pendekatan penilaian autentik Kurikulum 2013, yang meliputi
kompetensi pengetahuan dan keterampilan. Untuk penilaian sikap, hanya
dilakukan pengamatan atas tingkah laku peserta didik selama berada dalam
proses kegiatan belajar mengajar. Guru-guru bahasa Inggris di SMK Negeri
1 Surakarta juga melaksanakan kegiatan pembelajaran remedial dan
penugasan sebagai tindak lanjut hasil belajar. Evaluasi pembelajaran
19
dilakukan dalam bentuk tertulis untuk pengetahuan dan tes praktik (unjuk
kerja) untuk penilaian keterampilan.
20
Daftar Pustaka
Asmani, J. M. 2009. Sekolah Life Skills Lulus Siap Kerja. Yogyakarta: Diva Press
. 2010. Tips Aplikasi Manajemen Sekolah. Jogjakarta: Diva
Press
Balim, A. G. 2009. “The Effects of Discovery Learning on Students’ Success and
Inquiry Learning Skills”. Eurasian Journal of Educational Research:
Vol (35), 1-20
Creswell, J. W. 2012. Educational Research: Planning, Conducting, and
Evaluating Quantitative and Qualitative Research. Boston: Pearson
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003) dan Peraturan Pelaksanaannya.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: Rineka Cipta
Imam, Azhar. 2013. Pengelolaan Kelas dari Teori ke Praktek. Yogyakarta:
Insyira
Jamaris, Martini. 2013. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Moreillon, Judi. 2007. Collaborative Strategies for Teaching Reading
Comprehension: Maximizing Your Impact. USA: American Library
Association
Sutama. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, PTK, R & D.
Surakarta: Fairuz Media
Sani, R. A. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta: Bumi Aksara
Sanjaya, Wina. 2011. Perencanaan dan Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
Trayek, F.A.A.,&Hassan, S.S.S. 2013. “Attitude Towards the use of Learning
Management System among University Students: A Case Study”.
Journal of distance education-Tojde: Vol 14(3): 91-103
Thida, Kheang dan Luz C. J. 2012. Exploring the Implementation of School-Based
Management in Selected Public School in Cambodia: A Multiple Case
21
Study. The Asian Conference on Education. Official
Conference Proccedings