pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan

5
PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN PENDAHULUAN Sejak berlakunya otonomi daerah tahun 2001 tentang kebijakan desentralisasi berimplikasi terhadap jumlah propinsi dan kabupaten/kota. Pada tahun 2007 secara administratif wilayah Indonesia terdiri atas 33 Propinsi, 470 Kabupaten/Kota. Adapun gambaran umum yang akan diuraikan adalah mengenai Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu wilayah barat, tengah, dan timur. Sebelum penerapan UU No. 22, di Kabupaten/Kota telah berdiri Gudang Farmasi Kabupaten/Kota (GFK) yang berfungsi sebagai pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di masing-masing Kabupaten/Kota. Pengelolaan obat merupakan salah satu pendukung penting dalam pelayanan kesehatan. Demikian juga halnya pengelolaan obat di pelayanan kesehatan dasar mempunyai peran sangat signifikan dalam pelayanan kesehatan di puskesmas. Oleh karena itu pengembangan dan penyempurnaan pengelolaan obat di kabupaten/kota harus dilakukan secara terus menerus. Hal ini perlu dilakukan agar dapat mendukung kualitas pelayanan kesehatan dasar. Perbaikan secara menyeluruh di semua aspek pelayanan kesehatan dasar diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Salah satu bentuk perbaikan pada pengelolaan obat adalah dengan melakukan penilaian terhadap apa yang sudah dilaksanakan. Aspek yang dinilai meliputi : sumber daya manusia, proses pengelolaan serta sarana dan prasarana. Agar penilaian pengelolaan obat di kabupaten/kota dapat terukur, diperlukan adanya instrumen. Instrumen yang dikembangkan ini merupakan salah satu upaya agar dapat membantu Kabupaten/Kota

Upload: anonymous-uetvn7oio

Post on 03-Dec-2015

393 views

Category:

Documents


41 download

DESCRIPTION

Obat publik

TRANSCRIPT

Page 1: Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan

PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

PENDAHULUAN

Sejak berlakunya otonomi daerah tahun 2001 tentang kebijakan desentralisasi berimplikasi terhadap jumlah propinsi dan kabupaten/kota. Pada tahun 2007 secara administratif wilayah Indonesia terdiri atas 33 Propinsi, 470 Kabupaten/Kota. Adapun gambaran umum yang akan diuraikan adalah mengenai Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu wilayah barat, tengah, dan timur.

Sebelum penerapan UU No. 22, di Kabupaten/Kota telah berdiri Gudang Farmasi Kabupaten/Kota (GFK) yang berfungsi sebagai pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di masing-masing Kabupaten/Kota.

Pengelolaan obat merupakan salah satu pendukung penting dalam pelayanan kesehatan. Demikian juga halnya pengelolaan obat di pelayanan kesehatan dasar mempunyai peran sangat signifikan dalam pelayanan kesehatan di puskesmas. Oleh karena itu pengembangan dan penyempurnaan pengelolaan obat di kabupaten/kota harus dilakukan secara terus menerus. Hal ini perlu dilakukan agar dapat mendukung kualitas pelayanan kesehatan dasar. Perbaikan secara menyeluruh di semua aspek pelayanan kesehatan dasar diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat.

Salah satu bentuk perbaikan pada pengelolaan obat adalah dengan melakukan penilaian terhadap apa yang sudah dilaksanakan. Aspek yang dinilai meliputi : sumber daya manusia, proses pengelolaan serta sarana dan prasarana.

Agar penilaian pengelolaan obat di kabupaten/kota dapat terukur, diperlukan adanya instrumen. Instrumen yang dikembangkan ini merupakan salah satu upaya agar dapat membantu Kabupaten/Kota maupun provinsi mengetahui kondisi pengelolaan obat di masing-masing kabupaten/kota.

Penilaian menggunakan instrumen Stratifikasi Instalasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, dengan pembagian strata :

1. Strata A dengan nilai 86 - 100 2. Strata B dengan nilai 71 – 85 3. Strata C dengan nilai 56 – 70 4. Strata D dengan nilai kurang dari 55

Indikator yang digunakan untuk melakukan penilaian yaitu: A. Sumber Daya Manusia

a. Penanggungjawab Instalasi Farmasi b. Ketenagaan c. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia

B. Sarana dan Prasarana

Page 2: Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan

a. Luas Tanah b. Luas Gedung c. Status Gedung d. Sarana Perlengkapan Penyimpanan e. Sarana Pengolahan Data f. Sarana Transportasi g. Sarana Pengamanan h. Peralatan Komunikasi

C. Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan a. Perencanaan b. Pengadaan c. Penyimpanan d. Pendistribusian e. Pengendalian Penggunaan f. Pencatatan dan Pelaporan g. Monitoring dan Evaluasi

A. STRUKTUR ORGANISASI PENGELOLAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Penerapan Undang - Undang nomor 22 tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa pengaruh terhadap bentuk organisasi kesehatan di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sebelum penerapan Otonomi Daerah seluruh Kabupaten/Kota mempunyai organisasi pengelolaan obat yang disebut GFK. Dengan adanya PP Nomor 41 Tahun 2007 Organisasi Perangkat Daerah diharapkan organisasi pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan sudah berbentuk UPT. Namun, saat ini bentuk organisasinya masih sangat beragam mulai dari seksi, UPTD, GFK, Instalasi dan sebagainya.

Untuk lebih meningkatkan keberadaan gudang farmasi Kabupaten/Kota dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, di dalam KONAS tahun 2005 disebutkan bahwa keberadaan gudang farmasi Kabupaten/Kota dirubah namanya menjadi Instalasi Farmasi Kabupaten Kota ( IFK ). Kebijakan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dipusatkan pada Unit Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang lebih dikenal dengan one gate policy drug supply management. Adapun fungsi yang harus dijalankan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan pelaporan, dan evaluasi yang terintegrasi dengan unit kerja terkait. Kebijakan ini didasarkan kepada efisiensi, efektivitas dan profesionalisme. Pengelolaan mencakup seluruh obat publik dan perbekalan kesehatan yang berasal dari semua sumber anggaran dan menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan di masing-masing Kabupaten/Kota.

Di dalam pembentukan organisasi kesehatan di daerah perlu dipertimbangkan keberadaan, kapasitas serta kesiapan dalam merumuskan/ melaksanakan kebijakan kesehatan. Organisasi tersebut juga harus mampu membuat perencanaan operasional, serta mengembangkan berbagai inisiatif baru untuk menyelaraskan visi segenap komponen bangsa

Page 3: Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan

mengenai Indonesia Sehat 2010 dengan prioritas kegiatan pokok pembangunan kesehatan di daerah.

Untuk tugas dan fungsi unit pengelola obat dan perbekalan kesehatan dapat mengacu kepada SK Menkes RI No. 610/Men.Kes./S.K/XI/81 tahun 1981. tentang Organisasi dan Tata Kerja Gudang Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi di Kabupaten/Kota, sementara untuk kedudukan organisasi yang akan dibentuk disesuaikan dengan keperluan dalam rangka pelaksanaan salah satu bidang tugas untuk menunjang tugas pokok induknya.

B. SUMBER DAYA MANUSIA PENGELOLA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Pada UU No. 23 tahun 1992 pasal 63 tentang Kesehatan, dijelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.

Page 4: Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan

B. SARANA DAN PRASARANA PENYIMPANAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat.

Adapun tujuan penyimpanan antara lain adalah : Untuk memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan.