pengelolaan lansekap di pulau padang · tahun ) (blok senepis, giam siak kecil, libo, kampar...
TRANSCRIPT
Pengelolaan lansekap di Pulau Padang kajian awal dan roadmap
Oka Karyanto
Fakultas Kehutanan UGM
• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia
• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau
• Lahan gambut di pulau Padang
• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang
• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
1. Studi pustaka 2. Wawancara 3. Survey lapangan dan
pembuatan plot pengamatan
4. Interpretasi citra optik dan radar
5. Pengukuran emisi gas rumah kaca
6. Pengukuran produktifitas getah karet
7. pemetaan
Metode :
• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia
• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau
• Lahan gambut di pulau Padang
• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang
• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
Terdapat sekitar 20 juta Ha lahan gambut tersebar di Indonesia (Bappenas, 2009), merupakan karbon tersimpan (lebih dari separuh total karbon yang tersimpan pada lahan gambut tropika se-dunia) (Hooijer et al.,2002)
Page et al. (2010) Gram C/m2/y (blue) mm/y (red)
Why and how peatland emit GHGs and collapsing
...lebih dari separuh total emisi CO2 dari lahan gambut se-dunia berasal dari Indonesia (Hooijer et.al 2002) ,
... Jumlah ini diperkirakan akan meningkat dengan pesat karena pemanfaatan (drainase) lahan gambut terutama pada Kabupaten Gambut (sebagian besar wilayah akibat pemekaran Kabupaten merupakan lahan gambut) sebagai dampak dari kegiatan ekonomi pasca desentralisasi Kontribusi emisi CO2 yang berasal dari lahan gambut akan tetap mendominasi profil emisi nasional pada masa mendatang
“... Pemanfaatan lahan gambut diperkirakan hanya menyumbang kurang dari 1% GDP namun telah menyebabkan sekitar 50% total emisi CO2 Nasional (Bappenas, 2009)”
Besaran kontribusi emisi CO2 dari lahan gambut di Indonesia ini berpotensi dapat berlipat ganda karena perbaikan dari cara penghitungan faktor emisi (Jauhainen et al., 2010; Hooier et al., 2010)
...merespon hal ini, moratorium pemanfaatan lahan gambut telah dilakukan (Perpres....2011) Namun banyak keterlanjuran dan ketidak-cermatan dalam pendefinisian areal lahan gambut yang di-moratorium
Sumber :Peta moratorium hutan dan lahan gambut
Belum ada kajian mengenai kelestarian produktifitas pada lahan gambut dalam
Belum ada kajian dampak lingkungan drainase lahan gambut dalam
• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia
• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau
• Lahan gambut di pulau Padang
• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang
• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
Lahan gambut di Riau :
• Sekitar 4 juta Ha lahan gambut dalam (lebih dari 3 m) dengan umur relatif muda (sekitar 5000 tahun ) (blok Senepis, Giam Siak Kecil, Libo, Kampar Peninsula, Kerumutan dan pulau-pulau kecil seperti pulau Padang, pulau Tebing Tinggi, pulau Rangsang dan pulau Merbau)
• Sebagian besar lahan gambut telah di drainase dan telah dikonversi menjadi kebun karet, sawit dan HTI (Acacia crassicarpa)
• Isu kelestarian dan isu internasional berkaitan dengan emisi CO2
• Isu aspek legal (ijin pemanfaatan berkaitan dengan regulasi yang ada) dan isu konflik lahan
Sumber : Wetland Intenational 2002
Hampir semua kawasan lahan gambut dalam di Riau telah dibebani oleh ijin pemanfaatan (produksi) (draf RTRWP Prop Riau).
Terdapat tantangan untuk membuktikan bahwa pengelolaan lahan gambut dalam dalam skala luas dapat dilakuan secara lestari
Foto Kanalisasi gambut dalam untuk HTI
Foto Inovasi dalam kanalisasi gambut dalam untuk HTI guna mempertahankan tinggi muka air tanah pada tingkat yang diinginkan
Mid-1990, terdapat Global research network on Site Productivity of Tropical Plantation Forests yang bertujuan untuk mengkaji apakah HTI di negara tropis dapat dikelola secara lestari, dan bagaimana cara agar dapat mencapai standar pengelolaan yg lestari. Hal ini belajar dari pengalaman HTI dari negara non-tropis dimana banyak dijumpai permasalahan kelestarian Riset global ini di koordinasikan oleh Dr Christian Cossalter (CIFOR –Pusat Riset Kehutanan Dunia) dan Dr Sadanandan Nambiar (Direktur Riset CSIRO-Lembaga Riset Australia). Indonesia berperan aktif termasuk PT MHP dan PT RAPP sebagai mitra riset. Namun tidak ada studi kasus untuk mengangkat isu kelestarian HTI pada lahan gambut, meskipun pada saat itu sudah banyak HTI telah beroperasi pada lahan gambut. Menurut tuturan Dr Nambiar, pihak koordinator riset tidak bisa memaksa pihak perusahaan untuk mengangkat isu kelestarian HTI pada lahan gambut (komunikasi pribadi dgn Dr Nambiar-2010)
KESIMPULAN: Belum ada kajian kelestarian produktifitas tapak pada areal HTI pada lahan gambut dalam, paling tidak yang telah diakui secara internasional
• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia
• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau
• Lahan gambut di pulau Padang
• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang
• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
Pulau Padang merupakan salah satu pulau dari 4 pulau kecil (luas kurang dari 200,000 Ha) yang ber gambut di provinsi Riau yang telah dihuni oleh masyarakat sejak akhir abad 19. Mulai tahun 2004 telah ditetapkan sebagai Kabupaten Kepulauan Meranti
Sebelum kota Batam dilahirkan, kota Selat Panjang merupakan pusat perdagangan di kawasan tersebut
Kajian intensif mengenai lahan gambut di pulau Padang telah dijadikan disertasi oleh Michael Allen Brady (1997) University of British Columbia UBC Canada. Pulau Padang merupakan benchmark area yang mewakili ekosistem gambut dalam
Dr Michael Brady, Executive Director GOFC-GOLD (Global Observation of Forest and Land Cover Dynamics (GOFC-GOLD) ;GOFC-GOLD is a Panel of the Global Terrestrial Observing System (GTOS), sponsored by FAO, UNESCO, WMO, ICSU and UNEP
Pulau Padang juga sudah dipetakan oleh ARMY MAP USA,1945; isu perbatasan dan perang Asia Pasifik. Semua hutan dalam kondisi tergenang, bagian sepanjang pantai timur merupakan non-hutan (bukti keberadaan komunitas manusia)
Non-hutan
Sumber : peta Wetland International
Sumber : Brady,1997
Beberapa versi kedalaman gambut di pulau Padang : gambut dangkal (versi peta Wetland Internasional yang diadopsi Pemerintah) vs. gambut dalam (versi pengeboran April 2011 dan Brady 1997)
Sumber : interpolasi dari 70 titik-titik hasil pengeboran (April, 2011) menunjukkan bahwa sebagian besar pulau Padang merupakan gambut dalam
Koordinat titik bor beserta kedalaman gambut di pulau Padang (nomor dimulai nomor 45)
Pulau Padang bertopografi rata, ketinggian maksimum 15 m dpl (dari permukaan laut), hampir semua pemukiman berada pada ketinggian kurang dari 6 m dpl
Peta DEM (kiri) dan topografi (kanan) berdasarkan SRTM 30 m (2000) minus ketinggian pohon berdasarkan survey lapangan 130 titik. Elevasi ini over-estimate karena ground-check peta SRTM 30 m 2000 dilakukan pada April-Mei 2011 dan perlu di cross-check dengan pembacaan GPS geodetik. Hasil menunjukkan kawasan pemukiman dan kebun berada pada ketinggian 1-6 m dpl sehingga rentan terhadap kenaikan muka air laut
Terdapat paling tidak 2 kanal berukuran besar (lebar sekitar 5 m), satu kanal besar berkaitan dengan infrastruktur pengeboran minyak (Kurau) dan satu kanal besar lainnya merupakan peninggalan kanal illegal logging th 2000 (Tanjung Klemin)
Bagian pinggir sepanjang pantai timur telah didrainase untuk pemukiman dan kebun karet rakyat. Konstruksi kanal sederhana lebar 0,5 -1,5 m,tinggi muka air tanah rerata 1 m (pengukuran di 264 titik kanal pada bulan April 2011)
• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia
• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau
• Lahan gambut di pulau Padang
• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang
• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
Citra Landsat 1972-2011 untuk memonitor perubahan tutupan lahan di pulau Padang
Terjadi penurunan kualitas tutupan hutan scr gradual namun tidak terjadi deforestasi secara drastis kecuali ketika (1) pembukaan koridor jalan tambang dan (2) land-clearing HTI
Koridor tambang
Land-clearing HTI (4000 Ha s/d Jan 2011)
Deforestasi di pulau Padang versi RAPP
CITRA satelit optik pulau Padang resolusi tinggi (2007) memperlihatkan bahwa sebagian besar kawasan pulau Padang masih memiliki tutupan hutan dengan stok kayu cukup besar
Interpretasi citra satelit Landsat untuk menghitung tinggi pohon menggunakan algoritma kNN. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan di p Padang masih merupakan hutan dengan tinggi rerata 25 m (warna hijau-hutan sekunder) dan 30 m(warna merah- hutan primer) yang dikelilingi oleh kebun karet (warna biru)
Pola tutupan dan penggunaan lahan dari hasil interpretasi citra Landsat berdasarkan 130 titik ground check April-Mei 2011
Tidak terdapat deforestasi yang menyolok antara 2002-2010, bahkan banyak deforested area yang recover. Degradasi terjadi pada kawasan gubah gambut
Pola pemanfaatan lahan gambut di pulau Padang oleh masyarakat
Karet rakyat (6579 Ha)
kelapa rakyat (1766 Ha)
kayu
sagu rakyat (8794 Ha)
sawit rakyat (200Ha)
nelayan
Pendapatan dari budidaya karet dan sagu di pulau Padang (sampel 43 responden)
Sagu rakyat
• Pulau Padang merupakan penghasil sagu utama • Kualitas sagu termasuk dalam kategori terbaik • Sagu ditanam semenjak akhir abad 19 • Sagu mampu produktif bahkan pada kawasan kubah
gambut • Budidaya sagu tidak memerlukan drainase, sekali
tanam sagu dapat dipanen sepanjang masa • Sagu mulai dipanen pada umur 8 th dan setelah itu
dapat dipanen setiap saat tergantung ukuran diameter • Namun kebanyakan ekonomi sagu (penguasaan kebun
besar dan industri) dikuasai oleh para toke
Sago-based home industry
• Merupakan pola mata pencaharian utama rakyat pulau Padang • Telah dimulai sejak th 1940an dengan pola tata air tradisional
dengan kanal berukuran kecil • Menggunakan bibit dengan sumber benih tidak jelas sehingga
variasi produktifitas getah sangat besar • Tergantung pola intensitas pemeliharaan, karet rakyat pada
gambut dalam mulai berproduksi umur 7 th dan masih berproduksi hingga 50 th
• Kecenderungan kebun karet sudah melewati puncak masa produktifitas sehingga perlu diremajakan
• Terdapat ancaman besar intrusi air laut, banyak kebun karet telah berhenti berproduksi setelah intrusi air laut
Karet rakyat
Karet rakyat merupakan salah satu tipe penghasilan utama di pulau Padang, sudah dimulai sejak th 1940
Kanal kecil lebar 30 cm s/d 1,5 m
Perkembangan luas areal kebun karet rakyat berdasarkan analisis citra satelin Landsat.
Pemetaan partisipatif kebun rakyat di tiga desa di pulau Padang (luas areal sekitar 5000 Ha) (sumber Yayasa HAKIKI)
persil
Produktifitas getah karet sangat tergantung pada kinerja pohon individual, variasi hasil getah antar individu pohon sangat besar sehingga perlu dilakukan seleksi pohon karet untuk lahan gambut dalam
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59 61 63 65 67 69 71 73 75 77 79 81 83 85 87 89 91 93 95
Series2
Series1
Hasil pengamatan produktifitas getah karet pada 98 individu pohon setiap hari selama 2 bulan di pulau Padang. Kisaran hasil getah kurang dari 10 gram s/d 110 gram per pohon per 2 hari. Histogram warna biru rerata dan merah standar error
Sebagian karet rakyat sudah perlu diremajakan karena umurnya sudah di atas 20 th bahkan banyak diantaranya yg sudah di atas 40 th
60
70
80
90
100
110
120
getah/hr keliling
karet sedang
karet tua
Perbandingan produktifitas getah antara karet muda dan karet tua. Juga terdapat indikasi bahwa karet hanya produktif pada daerah pinggiran
Kelapa rakyat
• Merupakan program yang di-launching oleh pemerintah th 1980an dan dikaitkan dengan program sertifikasi tanah (PRONA), meliputi 200 kk
• Dalam sejarahnya banyak diwarnai oleh kegagalan tanaman kelapa
• Produktifitas kurang memuaskan bahkan saat ini telah melewati masa puncak produksi
• Banyak gangguan hama (beruk dkk) • Petani beralih pada tanaman karet
Contoh sertifikat hak milik tanah di pulau Padang yang dikaitkan dengan program tanama kelapa
Pemanfaatan kayu
• Pulau Padang merupakan penghasil kayu berkualitas tinggi (ramin, punak, meranti batu)
• HPH PT Satria Perkasa (Uni Seraya grup) beroperasi 2971-1982 dengan luas areal 100 ribu Ha
• Pasca reformasi pembalakan kayu liar terutama dijual ke Malaysia • Ketergantungan masyarakat terhadap kayu alam sangat tinggi
(perumahan, mebel, perahu, kapal) • Jumlah pembalak liar relatif sedikit dan kebanyakan kayu
dimanfaatkan sendiri • Saat ini terdapat defisit ketersediaan kayu dengan kualitas tinggi
padahal banyak rumah dan perahu sudah perlu di rehabilitasi • Terdapat potensi budidaya kayu alam kualitas tinggi pada kawasan
gambut dalam tanpa drainase (mis. Meranti batu) dengan umur relatif pendek (20 th)
• Terdapat ancaman yang besar konversi tegakan kayu alam berpotensi komersial menjadi kebun karet-sawit rakyat
• Menurut survei vegetasi yang termuat di dalam dokumen AMDAL 2004; pada berbagai petak pengamatan yang dibuat dalam analisis vegetasi, bintangur merupakan salah satujenis penyusun utama dari ekosistem hutan rawa gambut di pulau Padang. Kehadiran bintangur ini merupakan petunjuk kuat bahwa p Padang merupakan ekosistem hutan rawa gambut dalam
Kajian HCVF (PT RAPP, 2010)
Kajian HCVF (PT RAPP, 2010)
Kajian HCVF (PT RAPP, 2010)
Studying smallholder timber management on deep peatland
Kondisi tegakan alam meranti bakau (Shorea uliginosa) hasil permudaan alam umur sekitar 10 th
Ancaman koversi tegakan kayu alam menjadi kebun karet-sawit rakyat
Laju penumpukan seresah dan pertumbuhan yang tinggi pada tegakan kayu alam pada kawasan gambut dalam tanpa drainase berpotensi sebagai penyerap gas rumah kaca
Permudaan alam kayu alam berkualitas tinggi pada kawasan gambut dalam tanpa didrainase berpotensi sebagai budidaya
Kebanyakan kawasan hutan didominasi oleh struktur tegakan berdiameter kecil-sedang namun sebagian besar belum di drainase
• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia
• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau
• Lahan gambut di pulau Padang
• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang
• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
Dengan ketinggian dpl rendah, sebagian besar pemukiman dan kebun karet di bagian pinggir akan tenggelam akibat kombinasi peat subsidens dan kenaikan muka air laut
Fenomena intrusi air laut telah terjadi di kampung pertama yang dihuni oleh penduduk desa Lukit. Kampung tersebut menjadi tidak layak huni dan kemudian ditinggalkan .....Monumen keberadaan hunian yang telah ditinggalkan tersebut berupa makam para tetua desa Lukit
Fenomena intrusi air laut ini salah satunya dapat dikarenakan penurunan muka air tanah akibat kanalisasi lahan gambut. Fenomena ini telah menarik perhatian penggiat lingkungan dari Pekanbaru terutama mengenai masa depan pulau Padang. Diperkirakan dengan kondisi yg ada sekarang, kawasan hunian dan kebun di pulau Padang akan tenggelam 60 th kemudian
Raflis (2010)
Raflis (2010)
Karena posisi yang rendah (ketinggian maksimum dan lapisan gambut dalam, telah terjadi abrasi lapisan gambut sepanjang pantai timur pulau Padang. Menurut pengamat lokal, kecepatan abrasi tersebut mencapai 3 cm per hari ke arah dalam sepanjang pulau
2005-2011
Dibandingkan kawasan lahan gambut lainnya di Riau, pulau Padang relatif tidak rentan terhadap kebakaran gambut. Sebagian besar titik api berasal dari sepanjang infrastruktur jalan pengeboran minyak
Akumulasi jumlah hot-spot selama kurun waktu 2005-2011, jauh lebih rendah dibandingkan pada tetangga Riau daratan
Pola pemanfaatan lahan menentukan tk kerentanan pulau Padang: (a) pemanfaatan kawasan gambut untuk hutan alam dan sagu (tanpa drainase) lebih lestari karena tk emisi CO2 (dan konsekuensi laju peat subsidence nya) lebih kecil (b)emisi CO2 dari pemanfaatan kawasan gambut dalam untuk budidaya karet rakyat masih relatif kecil pada karet umur muda namun pada karet tua karena terjadi penurunan muka air tanah, maka emisinya melonjak (c) perlu intervensi penataan tata air agar produktifitas dan kelestarian karet rakyat lebih terjaga
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
P. I
SMA
IL
P. I
SMA
IL
P. S
UN
AR
DI
KU
SNA
N
KU
SNA
N
KA
KA
K K
USN
AN
(1)
(2)
(3)
P. B
AG
IO
P. B
AG
IO
P. B
AG
IO
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
KARET SEDANG KARET TUA KARET MUDA SAGU KERING SAGU BASAH HUTAN
Hasil pengukuran emisi CO2 pada berbagai tipe pemanfaatan lahan. Masing-masing histogram merupakan ulangan dari 9 replikasi. Angka 1 setara dengan emisi CO2 sebesar 56 ton per th per Ha. Sampel hutan telah terpengaruh drainase
Subsiden pada lahan gambut yang dikonversi menjadi HTI akasia di Riau guna memprediksi nasib pulau Padang di masa datang
Intensive peatland utilization following drainage in Riau
Peatland drainage for economic activities. How we justify this for sustainability by using good science
APRIL,2007
0
50
100
150
200
250
300
350
0 50 100 150 200 250 300 350
Model peat-subsidence dari pengukuran di kawasan gambut Semenanjung Kampar-Deddy komunikasi personal th 2010 (kiri) dan model dari Hooijer 2008 (kanan) Saat ini sedang dilakukan kajian peat subsiden menggunakan citra radar di pulau Padang
Fenomena intrusi air laut ini salah satunya dapat dikarenakan penurunan muka air tanah akibat kanalisasi lahan gambut. Fenomena ini telah menarik perhatian penggiat lingkungan dari Pekanbaru terutama mengenai masa depan pulau Padang. Diperkirakan dengan kondisi yg ada sekarang, kawasan hunian dan kebun di pulau Padang akan tenggelam 60 th kemudian
Raflis (2010)
Kajian mengenai subsidence pada lahan gambut di Semenanjung Kampar yang telah dikonversi menjadi HTI akasia. Telah dipublikasikan pada jurnal internasional 2011. Merupakan kajian yang penting bagi masa depan pengelolaan gambut tropis
• Monitoring locations were established along 16 transects between 0.5 and 12km long, 5 located perpendicular to drainage canals and covering a wide range of peat thickness and water table depths (Table 1, Fig. 1).
• Distances between monitoring locations varied from 50 to 400 m
depending on site conditions, and Acacia plantation transects were extended 2 km into adjacent peat swamp forest where this still remained.
• Data used in this analysis were obtained from a total of 215
monitoring locations (125 in 10 Acacia plantation, 39 in oil palm plantation and 51 in peat swamp forest adjacent to Acacia plantation).
Kajian dilakukan pada skala luas menggunakan monitoring (tinggi muka air tanah, subsiden, emisi GRK) pada transek sepanjang 12 km, sehingga hasil dapat mewakili kondisi di Semenanjung Kampar
Selama 8 tahun setelah didrainase, telah terjadi 1,5 m subsiden dan akan berlangsung kurang lebih linear; hal ini serupa dengan yg dialami di tempat lain (Malaysia bahkan USA)
Laju subsiden dapat dikendalikan dengan menaikkan muka air tanah namun dalam kenyataannya, meskipun sudah mengadopsi teknik hidrologi yang diklaim sudah terbaik, kontrol tinggi muka air tanah pada skala luas sepanjang tahun sulit dilakukan terutama pada musim kering.
• Djauhaianen et al.2011 Daytime mean annual CO2 emission from peat oxidation alone of 94 t ha−1 yr−1 at a mean water table depth of 0.8 m, and a minimum emission value of 80 t ha−1 yr−1 (after correction for the effect of diurnal temperature fluctuations, which resulted in a 14.5%) (root respiration 21%)
• Karyanto et al. 2009. 64,8 t ha−1 yr−1 at a mean water table depth of 0.8 m (root respiration 33%)
• It is also close to the values of 72 to 10 72.8 tCO2e ha−1 yr−1 suggested by
Hooijer et al. (2010) and Couwenberg et al. (2010) in their meta-analyses, for a plantation water depth of 0.8 m.
• In two other studies, Murdiyarso et al. (2010) and Koh et al. (2011) apply a
much lower CO2 emission estimate (34.1 t ha−1 yr−1 at 0.5m water table depth)
• Isu pengelolaan lahan gambut di Indonesia
• Kondisi pengelolaan lahan gambut di Riau
• Lahan gambut di pulau Padang
• Pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
• Kerentanan lahan gambut di pulau Padang
• Opsi pengelolaan lahan gambut di pulau Padang
Dari aspek tata kelola, telah terjadi berbagai tingkat pelanggaran aturan tata ruang . Penjelasan lebih rinci lihat Raflis
Puncak dari ketimpangan tata guna lahan di pulau Padang adalah diterbitkannya ijin pembangunan HTI dan peta moratorium lahan gambut
Sebagai kawasan gambut dalam (rata-rata lebih dari 6 m) dan pertimbangan pelanggaran hukum lainnya berkaitan dengan turunnya ijin HTI berdasarkan AMDAL pada kawasan tersebut perlu direvisi .
1. Indicateur de Durabilité des Exploitacions Agricoles (IDEA)
2. Framework for Assessing the Sustainability of Natural Resource Systems (MESMIS)
3. Response Inducing Sustainability Evaluation (RISE)
4. Framework for Evaluating Sustainable Land Management (FESLM)
5. Sustainability Assessment of Farming and the Environment (SAFE)
Model pengelolaan pulau Padang:
(1)
Sebagai sebuah pulau kecil dengan topografi relatif rata yang telah dihuni oleh masyarakat sejak akhir abad 19 dengan berbagai kearifan lokal dan berbagai tipe pemanfaatan lahan, pulau Padang merupakan model pembelajaran dalam pengelolaan lahan gambut pada pulau kecil secara lestari dalam ancaman tenggelamnya karena proses peat subsidence dan kenaikan muka air laut akibat pemanasan global
(2)
Interaksi antara masyarakat dan ekosistem gambut dalam terutama farming system skala kecil dengan tata air tradisional dengan kanal air berukuran kecil pada kawasan pinggiran kubah gambut merupakan pembelajaran yang sangat menarik dan merupakan benchmark terhadap pengelolaan HTI skala besar yang telah mengonversi jutaan Ha kawasan gambut dalam di Sumatera dengan klaim sustainability
(3)
Penuntasan aspek hukum di pulau Padang merupakan kajian mendalam guna menjawab tantangan serupa di berbagai penjuru di Indonesia dan dapat diusung sebagai pilot model dan tonggak bagi perbaikan tata kelola di sektor kehutanan dan pemanfaatan lahan gambut dalam
(4)
Pulau Padang (terutama bagian pesisir yang dihuni dan merupakan kawasan kebun karet) akan tenggelam dalam beberapa dekade. Hal ini dikarenakan kanalisasi (secara terbatas) dalam pembangunan kebun. Proses ini akan sangat dipercepat jika HTI dimana kanalisasi besar-besaran dilakukan
(5)
Kajian awal ini diharapkan mampu menginspirasi kajian multi-disiplin tentang pendokumentasian best practices dan perbaikan pengelolaan lahan gambut dalam berbasis masyarakat. Pulau Padang perlu diselamatkan
• Terima kasih ....