profil pulau-pulau terluar provinsi maluku

308

Click here to load reader

Upload: agung-setiawan

Post on 29-May-2015

935 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

sebuah dokumen dummy yang berisikan mengenai profil dan karakteristik dari 18 pulau terluar di provinsi Maluku, meliputi Pulau Asutubun, Pulau Batarkusu, Pulau Larat dan Pulau Selaru di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Pulau Wetar, Pulau Kisar, Pulau Meaitimirang, Pulau Liran, di Kabupaten Maluku Barat Daya. Serta Pulau Batu Goyang, Pulau Enu dan Pulau Enu Karang untuk wilayah Kabupaten Kepulauan Aru

TRANSCRIPT

Page 1: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

ARARKULA

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN KEPULAUAN ARU

Kecamatan : ARU TENGAH

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Ararkula yang merupakan salah satu dari 8 pulau kecil terluar di Kabupaten

Kepulauan Aru. Di pulau ini terdapat titik dasar (TD) no. 097 dan titik referensi no (TR)

097. Masyarakat setempat menyebut pulau ini dengan nama P. Wanang, sedangkan

Ararkula merupakan gosong pasir yang muncul pada saat air surut dan merupakan tempat

penambangan pasir bagi masyarakat desa di sekitarnya.

Pulau Ararkula termasuk dalam wilayah Kecamatan Aru Tengah, petuanan Desa

Selmona, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.

Secara Geografs Pulau Ararkula terletak antara 05o 35’ 42” LS – 134o 49’ 05” BT.

Perhitungan menggunakan data lapang, hasil analisis peta dan data citra satelit, total luas

dataran Pulau Ararkula adalah 0,1186 km2 dengan keliling pulau 1,271 km.

Untuk mencapai P. Ararkula, perjalanan dimulai dari ibukota Kabupaten

Kepulauan Aru (Dobo) menuju Desa Selmona. Tidak ada transportasi umum atau reguler

yang menghubungkan Desa Selmona dengan Dobo, sehingga harus menyewa speed boat.

Untuk mencapai Desa Selmona dibutuhkan waktu antara 4 jam hingga 5 jam.

Dari Desa Salmona, perjalanan dilanjutkan menuju P. Ararkula, dengan waktu

sekitar 5 hingga 6 jam, melewati selat (masyarakat di sana menyebut-nya sungai) antara P.

Wokam dan P. Kola.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU1

Page 2: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Masyarakat yang mengakses Pulau Ararkula berasal dari 3 desa masing-masing

Selmona, Berdefan dan Kompane. Selmona memiliki jumlah penduduk sebanyak 403 jiwa,

laki-laki berjumlah 198 jiwa dan perempuan 205 jiwa; desa Berdefan ber-penduduk 219

jiwa, laki-laki sebanyak 121 jiwa dan perempuan 98 jiwa; dan desa Kompane berpenduduk

338 jiwa, laki-laki sebanyak 157 jiwa dan perempuan 181 jiwa. Berdasakan kelompok

umur, penduduk usia produktif di Selmona sebesar 63,52 %, di Berdefan 49,77 % dan di

Kompane 63,02 %. Distribusi penduduk usia produktif ini seharusnya menjadi kekuatan

bagi tiap desa untuk mengembangkan ekonomi masyarakatnya.

Distribusi kepala keluarga di kedua desa ini masing-masing, di Selmona sebanyak

79 KK, kepala keluarga laki-laki 74 orang dan kepala keluarga perempuan 5 orang; di

Berdefan jumlah kepala keluarga 69 KK, laki-laki 63 orang dan perempuan 6 orang; serta

di Kompane jumlah kelapa keluarga 74 KK, laki-laki 55 orang dan perempuan 19 orang.

Berdasarkan distribusi tingkat kesejahteraan keluarga menurut kriteria BKKBN, Selmona

hanya memiliki keluarga sejahtera sebesar 2,53 %, Berdefan 2,90 % dan Kompane sebesar

4,05 %. Hal ini berarti masyarakat yang mengakses Pulau Ararkula masih memiliki

kelompok masyarakat di bawah garis kemiskinan lebih dari 95 %. Kondisi ini tidak

seharusnya terjadi apabila masyarakat dapat meningkatan akses mereka dalam

pemanfaatan sumberdaya alam yang dimiliki. Dengan demikian sangat diharapkan adanya

upaya pengembangan kapasitas masyarakat dalam kegiatan produksi dan akses terhadap

distribusi hasil produksinya.

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Potensi Sumberdaya Teresterial

Keanekaragaman flora dan fauna di lingkungan ekosistem daratan Pulau Ararkula

relatif kecil atau terbatas. Hal ini ditunjukkan dengan tidak ditemukannya kawasan hutan

alam yang memiliki tingkat heterogen tumbuhan dan satwa. Jenis tumbuhan yang

teridentifikasi kebanyakan merupakan vegetasi budidaya seperti kela-pa, pisang, bambu

serta beberapa jenis tumbuhan kayu seperti ketapang, pandanus. Tumbuhan yang terkait

dengan usaha pertanian seperti beberapa jenis sayuran. Keberadaan flora di pulau ini

karena aktivitas masyarakat sekitar yang mempunyai akses ke pulau ini sering

memanfaatkan pulau ini sebagai lahan pertanian maupun perkebunan. Jenis fauna yang

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU2

Page 3: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

ditemukan pada P. Ararkula diantaranya burung (elang dan burung dara), ular, kadal dan

tikus.

Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Terumbu Karang

Berdasarkan data hasil citra satelit diperoleh informasi dimensi terumbu karang P.

Ararkula yaitu panjang terumbu karangnya mencapai 9,78 km dengan lebar terumbu yang

relatif kecil yaitu antara 0,19 km. Pada batas sekitar areal surut rendah terdapat sejumlah

batuan berupa limestone dan karang mati yang ditempati oleh organisme laut seperti alga

dan biota bentik lain. Karang ditemukan tumbuh sepanjang areal-areal kanal yang dangkal

setelah batas surut rendah dan sebaran karang batu hanya dite-mukan mencapai kedalaman

sekitar 3 meter.

Akibat pengaruh pasang surut dan gelombang laut yang menyebabkan kekeruhan

secara periodik sehingga sangat mempengaruhi pertumbuhan karang serta perkembangan

terumbu karang. Karang batu memiliki persen tutupan substrat dasar terumbu relatif lebih

tinggi dari komponen biota laut lainnya. Selain itu, karang batu kategori Non-Acropora

memiliki persen tutupan dasar lebih tinggi dari karang batu dari kategori Acropora. Secara

rinci, data tentang komponen abiotik menunjukan persen tutupan dasar areal terumbu oleh

pasir sangat besar dibanding karang mati ditutupi alga maupun patahan karang mati.

Nilai persen tutupan karang Acropora dan Non-Acropora berpolip kecil rendah,

demikian juga variasi bentuk tumbuh karang batu pada areal terumbu P. Ararkula juga

rendah. Hal ini berkaitan erat dengan faktor kekeruhan air yang menghambat kehadiran

dan pertumbuhannya.

Karang batu dari kategori Non-Acropora memiliki jumlah jenis lebih banyak

dibanding karang batu kategori Acropora. Karang masif memiliki jumlah jenis lebih

menonjol dibanding 8 bentuk tumbuh koloni karang batu kategori Non-Acropora yang lain.

Sementara untuk dua bentuk tumbuh koloni karang batu dari kategori Acropora yang

ditemukan, ternyata jum-lah jenisnya sangat rendah yaitu masing-masing hanya diwakili

oleh satu spesies karang.

Nilai kisaran diameter koloni karang pada areal terumbu P. Ararkula adalah 4,2 –

62,8 cm, dengan diameter koloni rata-rata mencapai 38,6 cm. Akibat diameter koloni

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU3

Page 4: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

karang batu rata-rata yang kecil, maka seharusnya kepadatan koloni karang menjadi tinggi.

Akan tetapi melalui hasil analisis diperoleh kepadatan koloni karang hanya mencapai 3,4

koloni per m2. Kondisi ini disebabkan oleh kehadiran dan per-tumbuhan karang yang

jarang di dasar terumbu yang didominasi komponen substrat lunak (berpasir). Dua jenis

karang yang memiliki diameter koloni rata-rata tergolong menonjol pada areal terumbu P.

Ararkula ini adalah Platygyra sp. dan Porites lutea yang mempu hidup dan ber-kembang

pada kondisi perairan yang relatif keruh.

Berkaitan dengan susunan geologis pesisir pulau yang berada dalam fase atau

proses perkembangan dengan batuan dan pasir seperti terlihat pada Gambar 3,

menyebabkan kondisi perairan sekitar mengalami kekeruhan yang tinggi, akibat sedi-

mentasi yang terjadi disaat perpindahan massa air pada periode pasang dan surut maupun

akibat gelombang.

Lamun

Di perairan pulau ini terdapat 7 jenis lamun. Dari ke tujuh jenis lamun yang ada,

spesies Cymodocea rotundata memiliki kehadiran tertinggi dan kehadiran terendah

diwakili oleh spesies Enhallus acoroides. Kerapatan lamun di P. Ararkula, sebesar 49.33

tegakan/m2, dimana kerapatan tertinggi ditemukan pada jenis Cymodocea rotundata

sebesar 30.00 tegakan/m2 dengan persen penutupan relatif sebesar 21.66%; sedangkan

kerapatan terendah diwa-kili oleh jenis Enhallus acroides yaitu 0.43 ind/m2 dengan persen

penutupan relatif 24.38%.

Ikan Karang

Ikan karang yang menempati areal terumbu P. Ararkula mencapai 51 spesies yang

tergolong dalam 33 genera dan 24 famili. Kekayaan spesies ikan karang ini tergolong

relatif tinggi dengan dimensi areal terumbu P. Ararkula yang tidak luas diban-ding areal

terumbu lainnya seperti P. Kultubai Selatan, serta kondisi terumbu ka-rangnya yang buruk

karena penyebarannya yang menyerupai patch reef dan jarak antar kumpulan koloni karang

yang sangat jauh.

Famili ikan karang dengan variasi jenis yang tinggi di perairan karang P. Arar-kula

adalah Pomacentridae (6 jenis) dan Lutjanidae (5 jenis). Sebanyak 22 famili lain-nya

memiliki jumlah spesies < 5, 10 famili diantaranya hanya memiliki satu spesies yakni

Centropomidae, Atherinidae, Sphyraenidae, Dasyatidae, Pomacanthidae, Cirrhitidae,

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU4

Page 5: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Gobiidae, Mullidae, Nemipteridae dan Syngnathidae. Ikan karang dari genus Lutjanus dan

Chaetodon memiliki variasi jenis tergolong tinggi di perairan karang ini yakni masing-

masing memiliki 5 dan 4 spesies, sedangkan sebanyak 31 genera lainnya memiliki jumlah

spesies < 3, 20 genera diantaranya hanya memiliki 1 spesies. Rendahnya kekayaan jenis

ikan karang famili Chatodontidae yang juga termasuk kategori spesies indikator

memberikan indikasi bahwa kualitas terumbu karang P. Ararkula relatif kurang baik.

Kekayaan jenis ikan karang kategori Major Categories Species perairan karang P.

Ararkula relatif lebih rendah dari kategori Target Species dan jauh lebih tinggi dibanding

Indicator Species. Sementara berdasarkan kriteria pemanfaatannya, kekayaan jenis ikan

kon-sumsi jauh lebih tinggi dibanding ikan hias.

Kelimpahan stok (stock abundance) sumberdaya ikan di perairan terumbu karang P.

Ararkula, juga tergolong relatif tinggi. Gambaran nilai sediaan cadang serta kelimpahan

stok ikan karang tersebut menunjukan bahwa perairan karang sekitar P. Ararkula sebagai

pulau kecil terluar atau perbatasan ini menyimpan potensi sumberdaya ikan karang yang

cukup besar.

Setidaknya terdapat empat jenis ikan karang di perairan P. Ararkula yang termasuk

kategori predominan di dalam komunitasnya. Jenis ikan Caesio teres sangat predominan

dibanding tiga jenis ikan karang yang lain. Sesuai kriteria pemanfaatannya sebagai ikan

konsumsi, maka Caesio teres memiliki nilai sediaan cadang, MSY dan JTB lebih tinggi

dari Zebrasoma scopas.

Sementara untuk kriteria monitoring, jenis ikan Caesio teres (ekor kuning) sebagai

Target Species adalah jenis ikan yang predominan dengan kepadatan individu, sediaan

cadang, kelimpahan stok, nilai MSY dan JTB yang sangat menonjol dibanding dua jenis

ikan predominan lainnya yaitu Ctenochaetus strigosus yang termasuk Major Categories

Species dan Chaetodon kleinii sebagai ikan yang termasuk dalam kategori Indicator

Species. Bila keempat jenis ikan yang tergolong predominan itu dikelompokan menurut

tujuan pemanfaatan, maka ikan hias memiliki kepadatan individu dan sediaan cadang lebih

rendah dari ikan konsumsi.

Perikanan Tangkap

Perairan di sekitar kawasan P. Ararkula merupakan daerah penangkapan yang baik

bagi nelayan untuk melakukan aktifitas penangkapan ikan. Perairan ini diakses oleh

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU5

Page 6: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

nelayan yang bermukim di sekitarnya dengan menggunakan peralatan tangkap tradisional,

hingga nelayan dari luar kawasan bahkan dari luar negeri dengan menggu-nakan peralatan

tangkap yang modern. Pada waktu-waktu tertentu, terutama di musim Barat, kapal-kapal

penangkapan udang dan ikan dengan menggunakan pukat udang (shrimp trawl) dan pukat

ikan (fish net), terlihat beroperasi di perairan sebelah timur P. Ararkula.

Aktifitas penangkapan yang dilakukan oleh nelayan-nelayan ini masih banyak yang

tidak resmi dan belum mendapat ijin dari pemerintah Indonesia, terutama oleh kapal-kapal

penangkapan ikan dan udang yang berasal dari negara lain. Penangkapan ikan yang

dilakukan oleh nelayan setempat, sebagian juga masih menggunakan bom ikan (explosive

fishing).

Masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di P. Ararkula,

terutama berasal dari Desa Selmona karena mereka meyakininya sebagai hak adat (ulayat)

mereka. Nelayan yang berasal dari Desa Selmona membangun rumah secara tradisional di

P. Ararkula dan mendiaminya selama musim barat karena kondisi perairan baik untuk

melakukan aktifitas penangkapan ikan. Walaupun demikian, nelayan-nelayan lainnya dari

desa sekitar juga turut melakukan aktifitas penangkapan ikan di kawasan P. Ararkula,

yakni dari Desa/dusun Mesidang, Mohongsel, Kolamar, Kompane, Leiting dan Monal.

Musim Timur yakni pada bulan Mei sampai Agustus, kondisi perairan di kawasan

P. Ararkula berombak sehingga tidak memungkinkan nelayan atau masyarakat lainnya

dapat melaut. Hal ini disebabkan karena mereka masih menggunakan kapal/perahu yang

tradisonal. Namun, selama Musim Barat dan Musim Pancaroba yang berlangsung 8

(delapan) bulan, merupakan waktu yang baik bagi mereka untuk melakukan aktifitas

penangkapan di perairan sekitar pulau ini.

Alat penangkapan ikan yang digunakan oleh masyarakat yang menangkap ikan di

kawasan P. Ararkula masih tergolong tradisional yakni berupa Gancu/tombak (spear gun)

pada saat air surut atau lazimnya disebut dengan istilah lokal “bameti“, panah (arrow),

pancing tangan (hand line), bubu (trap net) dan jaring insang hanyut (drift gill net).

Sumberdaya Makro Bentos

Perairan pesisir (daerah intertidal) P. Ararkula dan laut sekitarnya menyimpan

sejumlah potensi sumberdaya makro bentos yang dapat dikembangkan sebagai komoditi

perikanan dan kelautan potensial. Sumberdaya makro bentos dimaksud antara lain moluska

(siput dan kerang) dan ekinodermata (teripang).

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU6

Page 7: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

Topografi pulau Ararkula relatif sama dengan pulau-pulau kecil lainnya yang

terdapat di Kabupaten Kepulauan Aru yaitu datar. Pulaunya terbentuk dari jenis batuan

gamping koral dengan jenis tanah berupa Rensina dan Hidromorfik kelabu. Pesisir

pantainya terdiri atas pantai berpasir dan pantai berbatu dengan tebing terjal (cliff).

Pantai berpasir memiliki lebar bervariasi dari 25 – 41 m dan letaknya pada bagian

Utara pulau. Pantai tebing terjal terdapat pada hampir seluruh bagian pulau. Secara

geomorfologis Pulau Ararkula mengalami proses abrasi intensif di sepanjang pantai yang

disebabkan oleh gempuran gelombang musim. Pulau ini memiliki rataan pasang surut yang

sangat lebar dan luas. Luas total rataan pasang surut Pulau Ararkula berdasarkan data

Landsat 7 ETM+ adalah 15,49 km², dengan rataan pasang surut berpasir 3,38 km².

Pada bagian Selatan maupun Utara Ararkula terjadi proses akumulasi pasir koral

pada daerah dangkalan membentuk gosong pasir (sand bar). Akumulasi pasir koral sangat

intensif dan berpotensi menjadi pulau baru. Namun intensifnya aktivitas pengambilan pasir

di gosong pasir tersebut oleh sekelompok orang, diduga akan memperlambat proses

pembentukan pulau. Sebaran komponen penyusun substrat dasar zona pantai kering hingga

zona pasang surut bervariasi. Zona pantai kering terdapat di bagian barat, selatan dan utara

P. Ararkula merupakan pantai berbatu gamping dengan tebing terjal. Zona pantai kering

dengan substrat pasir relatif sempit di bagian timur pulau, tergolong pantai transisional

yang selalu mengalami dinamika lebar pasir sepanjang musim. Pada umumnya zona pasut

P. Ararkula didominasi oleh substrat lunak yang tersusun dari komponen pasir kasar

hingga pasir halus yang ditumbuhi vegetasi lamun. Sementara pada bagian lainnya

memiliki substrat keras yang tersusun oleh komponen batuan koral dan hancuran karang

yang ditumbuhi oleh algae.

Iklim di gugusan Kepulauan Aru, termasuk P. Ararkula sesuai klasifikasi Schmid

dan Ferguson (1951) yakni tipe iklim C dengan nilai Q = 0,19 dengan curah hujan tahunan

bervariasi dari 2000 - 3000 mm. Jumlah hari hujan rata-rata adalah 105 hari, dan curah

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU7

Page 8: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

hujan tertinggi terjadi antara bulan Januari hingga Maret. Jumlah rata-rata bulan basah 9

bulan dan bulan kering 1,7 bulan.

Keadaan iklimnya sangat dipengaruhi oleh Laut Arafura dan dibayangi oleh P. Irian

bagian Selatan serta bagian Utara Australia. Musim Timur optimum berlangsung antara

bulan Juni hingga Agustus. Musim Barat berlangsung antara bulan Desember hingga

Pebruari. Sedangkan Musim peralihan atau pancaroba antara kedua musim utama itu

terjadi pada bulan Maret-Mei dan September-Nopember.

Pasang surut (Pasut) di P. Ararkula terjadi dua kali sehari (tipe harian ganda).

Jangkauan pasang surut mencapai 2 – 2.5 m. Arus yang terjadi di sekitar P. Ararkula

didominasi oleh arus pasut, dan juga oleh arus non pasut dari Laut Arafura. Kecepat-an

arus pada kondisi perairan tenang pada zone pasut cukup lemah dan berkisar dari 5,5 –

15,4 cm/detik saat pasang maupun surut. Di luar zone pasut, kecepatan arus lebih kuat

pada sisi Timur dan Barat pulau dengan kisaran 10,0 – 62 cm/detik yang mengarah ke

Selatan.

Gelombang di seluruh wilayah pesisir dan laut P. Ararkula merupakan tipe

gelombang angin (variasi sea dan swell), dimana angin sebagai pembangkit utama yang

umumnya bervariasi sesuai musim. Terdapat 2 tipe gelombang pecah di pantai P. Ararkula

yaitu “spilling” dan “plunging” dengan dominasi “plunging”. Energi gelombang

“plunging” sangat berperan terhadap pembentukan morfologi tebing terjal pan-tai di sisi

Timur dan Barat P. Ararkula. Proses abrasi oleh gelombang dan arus me-nyebabkan

beberapa Bagian pantai tebing di bagian timur terpisah dari pulau induknya membentuk

steak. Hal ini menunjukkan bahwa gelombang musim Timur sangat dominan pengaruhnya

terhadap P. Ararkula.

Suhu rata-rata di perairan sekitar P. Ararkula pada bulan Desember 2005 berkisar

antara 28,2 – 28,7 0C. Nilai salinitas di lapisan permukaan sampai pertengah-an perairan P.

Ararkula pada bulan yang sama sebesar 35 ppt. Kecerahan air di sekitar P. Ararkula

memiliki tingkat kecerahan tinggi > 6 meter, dan tipe perairan adalah perairan dangkal

dengan kedalaman maksimum 9 meter.

Konsentrasi padatan tersuspensi di perairan sekitar P. Ararkula sebesar 0,03

mg/600 ml/det. Tinggi rendahnya variasi nilai padatan tersuspensi disebabkan ada

perbedaan laju konsentrasi materi tersuspensi dan jarak lokasi dengan sumber asal sedimen

di perairan sekitar P. Ararkula. Sumber utama partekel tersuspensi di perairan ini berasal

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU8

Page 9: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

dari aktivitas penambangan pasir, teruta-ma pada saat air surut yang dilakukan oleh

masyarakat desa yang bermukim di pulau-pulau yang dekat dengan P. Ararkula.

Kandungan oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan P. Ararkula berki-sar

antara 6,9 – 7,60 ppm. Nilai pH rata-rata di perairan sekitar P. Ararkula pada bulan

Desember 2005 berkisar antara 8,28 - 8,75. Sedangkan nilai zat hara di perairan sekitar P.

Ararkula sangat bergantung pada input yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Selain

pasang surut, tampaknya faktor musim memberi kontribusi yang nyata terhadap besarnya

fluktuasi kandungan fosfat, nitrit dan nitrat. Kandungan fosfat pada bulan Desember 2005

adalah 0,42 mg/ltr, nitrit (0,11 mg/ltr), sementara kadar nitrat adalah sebesar 1,30 mg/ltr.

Sarana dan Prasarana

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Melihat potensi yang dimiliki P. Ararkula, disamping pengembangan perikanan, ke

depan pulau ini dapat dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata, yang diarah-kan pada

wisata bahari. Hal ini patut untuk dilakukan mengingat keindahan bentang-an alam pantai

dan pemandangan bawah laut yang dimiliki oleh P. Ararkula. Wisata bahari yang dapat

dikembangkan di daerah ini adalah Scuba Diving/Snorkling. Hal ini harus dimulai dengan

penggalaan promosi pariwisata Kepulau Aru secara besar-besaran agar diketahui baik oleh

wisatawan domestik maupun asing. Penyebaran in-formasi ini penting mengingat salah

satu kunci keberhasilan dunia pariwisata adalah promosi. Untuk menjelmakan P. Ararkula

menjadi suatu daerah tujuan wisata maka keberadaan sarana dan prasarana penunjang, jelas

harus dipenuhi. Sarana dan prasa-rana dimaksud mulai dari transportasi, akomodasi sampai

kepada suplai peralatan Scuba Diving/Snorkling.

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU9

Page 10: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

BATUGOYANG

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN KEPULAUAN ARU

Kecamatan : ARU SELATAN

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Batugoyang yang merupakan salah satu dari 8 pulau kecil terluar di

Kabupaten Kepulauan Aru. Di pulau ini terdapat titik dasar (TD) no. TD.102. Pulau

Batugoyang tidak berpenghuni dan oleh masyarakat setempat dinamai Dimel.

Secara administratif, Pulau Batugoyang termasuk dalam wilayah Desa Batugoyang,

Kecamatan Aru Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Maluku. Sedangkan secara

geografis P. Batugoyang terletak antara 07o 57’ 01” LS dan 134o 11’ 38” BT. Luas pulau

ini mencapai 0,006503 km2 dengan keliling pulau 0,3295 km.

Tidak ada transportasi umum atau reguler yang menghubungkan P. Batugoyang

dengan ibukota Kabupaten MTB (Dobo), sehingga untuk mencapai P. Batugoyang harus

mencarter speed boat dari Dobo. Untuk mencapai P. Batugoyang, perjalanan dimulai dari

Dobo dengan menggunakan speed boat dalam waktu 4 jam 30 menit. Rutenya adalah

dengan menyusuri pantai barat Kepulauan Aru. Pada waktu musim angin barat, waktu

tempuh menjadi bertambah lama karena harus melewati selat antara P. Kobror dan P.

Maekor hingga P. Baun kemudian menuju P. Batugoyang, atau antara P. Kobror dan P.

Maekor kemudian mengikuti selat pada P. Maekor menuju P. Trangan hingga ke

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU10

Page 11: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Gomarmeti atau Karey kemudian menuju P. Batugoyang dengan waktu tempuh antara 7

hingga 9 jam.

Sarana transportasi lain yang dapat digunakan adalah sarana penangkap ikan dan

transportasi laut yang dimiliki masyarakat Desa Batugoyang berupa “Katinting”, namun

waktunya tidak menentu karena tergantung kebutuhan masyarakat.

Untuk mencapai Kecamatan Jerol dari Dobo dapat dipergunakan sarana

transportasi speed boat yang membutuhkan waktu antara 1 jam 30 menit hingga 2 jam.

Waktu tempuh yang dibutuhkan untuk mencapai P. Batugoyang dari Desa Batugoyang

dengan meng-gunakan speed boat adalah antara 5 hingga 10 menit, sedangkan dengan

menggunakan katinting dapat ditempuh dalam waktu antara 20 – 30 menit.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Potensi Sumberdaya Teresterial

Keanekaragaman flora di lingkungan ekosistem P. Batugoyang relatif sangat kecil

bahkan hampir tidak ada. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya kawasan hutan alam

yang memiliki tingkat heterogenitas tumbuhan dan satwa. Minimnya keanekaragaman

flora dipengaruhi oleh karakteristik pulau dengan permukaan lahan yang hanya ditumbuhi

rerumputan, bervegetasi seperti semak belukar, disebabkan oleh proses pembentukan tanah

yang tidak berlangsung secara efektif.

Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Ikan Karang

Ikan karang yang menempati areal terumbu P. Batugoyang mencapai 26 spesies

yang tergolong dalam 16 genera dan 12 famili. Kekayaan spesies ikan karang ini tergolong

rendah walaupun dimensi areal terumbu P. Batugoyang sangat kecil dibanding areal

terumbu pada 7 pulau perbatasan lainnya, karena profil dasar perairan pulaunya yang

langsung “drop off”.

Famili ikan karang dengan variasi jenis yang tinggi di perairan karang P.

Batugoyang adalah Chaetodontidae (6 jenis), sedangkan 11 famili lainnya memiliki jumlah

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU11

Page 12: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

spesies < 5, bahkan 4 famili diantaranya memiliki variasi jenis terendah yakni hanya

memiliki satu spesies, keempat famili tersebut adalah Labridae, Haemulidae, Serranidae

dan Zanclidae. Ikan karang dari genus Chaetodon dan Lutjanus memiliki variasi jenis

tergolong tinggi di perairan karang ini, sedangkan genera lainnya memiliki jumlah spesies

< 3, dimana 10 genera diantaranya hanya memiliki 1 spesies. Rendah-nya kekayaan jenis

ikan karang famili Chaetodontidae yang juga termasuk kategori spesies indikator

memberikan indikasi bahwa kualitas terumbu karang P. Batugoyang relatif kurang baik.

Kepadatan ikan karang di areal terumbu P. Batugoyang termasuk tinggi bila

dikaitkan dengan kon-disi terumbu karangnya. Kelompok ikan karang “Target species”

memiliki kepadatan dan kelimpahan individu tertinggi dibandingkan dengan kelompok

ikan karang “Major Categories Species” dan “Indicator Species”.

Setidaknya terdapat empat jenis ikan karang di perairan P. Batugoyang yang

termasuk kategori predominan di dalam komunitasnya. Jenis ikan Caesio teres sangat

predominan dibanding tiga jenis ikan karang yang lain (Tabel 4). Sesuai kriteria

pemanfaatannya sebagai ikan konsumsi, maka Caesio teres memiliki nilai sediaan cadang,

MSY dan JTB lebih tinggi dari Caesio xanthonota dan Selaroides leptolepis.

Terumbu karang P. Batugoyang menyimpan potensi jenis ikan hias laut yang

kurang bernilai tinggi untuk industri akuarium. Selain itu, Gambar 6 memberi petunjuk

bahwa perairan karang pulau kecil perbatasan ini menyimpan potensi jenis-jenis ikan

konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi seperti ekor kuning dan selar maupun ikan yang

dikonsumsi masyarakat lokal (nelayan).

Perikanan Tangkap

Sebagai konsekuensi dari kehadiran berbagai potensi sumberdaya hayati laut, maka

kawasan perairan Aru tenggara, termasuk perairan pesisir dan laut P. Batugoyang ramai

dikunjungi kapal-kapal nelayan yang beroperasi di sekitarnya, di samping sebagai tempat

berlabuh, bongkar muat dan transaksi jual beli hasil-hasil laut. Kapal-kapal perikanan

tangkap tersebut ada yang berasal dari masyarakat lokal yang bermukim dekat dengan

pulau ini, ada memiliki izin operasi dari Pemerintah maupun dari masyarakat lokal (adat

yang memiliki hak ulayat) untuk beroperasi di perairan sekitar pulau ini. Armada

perikanan tangkap itu ada yang berpangkalan di Dobo dan Benjina, Wanem (Papua),

Ambon dan Kendari.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU12

Page 13: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Sumberdaya perikanan dan kelautan yang diman-faatkan secara intensif di perairan

pesisir dan laut sekitar P. Batugoyang adalah ikan hiu, dengan tujuan meng ambil bagian-

bagian siripnya yang bernilai ekonomi tinggi. Alat tangkap yang digunakan dalam kegiatan

pe nangkapan ikan hiu adalah pancing dan jaring yang dikonstruksi secara khusus untuk

menangkap sumber-daya perikanan ini. Kegiatan penangkapan dilakukan oleh nelayan

pendatang dengan peralatan yang semi-moderen, serta masyarakat lokal dari pulau-pulau

sekitar dengan armada dan peralatan yang relatif sederhana.

Perairan sekitar P. Batugoyang merupakan fishing ground dari sebagian armada

trawl yang beroperasi di perairan Aru untuk menangkap ikan demersal dan udang windu.

Sasaran penangkapan ikan demersal dengan trawl ini adalah berbagai jenis ikan kakap.

Sementara udang windu yang umum tertangkap dengan trawl pada perairan sekitar P.

Batugoyang ini adalah Penaeus monodon dan Penaeus merguensis. Masalah yang

ditimbulkan operasi trawl ini yaitu terjadi kekeruh an air di pesisir P. Batugoyang, dan

sumberdaya ikan yang bukan target dibuang ke laut sehingga menyebab kan pencemaran

bau dan perairan.

Potensi sumberdaya udang barong yang bernilai ekonomis tinggi ini sering

dimanfaatkan oleh nelayan lokal, maupun nelayan pendatang yang berlabuh di perairan

sekitar P. Batugoyang untuk dikonsumsi dan/atau dijual ke nelayan pengumpul. Selain itu,

penangkapan sumberdaya ikan, termasuk ikan kerapu yang bernilai ekonomis tinggi

dilakukan oleh masyarakat lokal di perairan P. Batugoyang dengan hanya menggunakan

peralatan sederhana seperti pancing dan jaring insang.

Kegiatan perikanan tangkap lain yang dilakukan, terutama oleh masyarakat lokal di

perairan sekitar P. Batugoyang adalah menyelam untuk mengambill atau mengumpul biota

laut yang ekonomis penting yaitu jenis-jenis teripang, kerang mutiara, siput lola, batu laga,

dan udang barong. Kegiatan menyelam masyarakat lokal ini dilakukan pada musim barat

yaitu antara bulan Nopember – Maret, dimana perairan sekitar P. Batugoyang dan Aru

Tenggara umumnya relatif tenang.

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU13

Page 14: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Lingkungan

Pulau Batugoyang merupakan pulau kecil dengan bentuk yang unik. Dimensi pulau

ini sangat kecil yakni 0,65 Ha. Secara geomorfologi, P.Batugoyang tergolong sea stack

yang terpotong dari batuan induknya di tanjung Batugoyang pulau Trangan. Pulau ini

memiliki struktur batuan sedimen yang rentan terhadap pengaruh tenaga gelombang, angin

dan arus. Gempuran gelombang musim, arus dan angin secara intensif telah menyebabkan

erosi batuan disekeliling pulau ini.

Rataan pasut pulau ini terbentuk dari hasil erosi permukaan batuan yang

menyebabkan hilangnya sebagian dinding batuan membentuk lahan datar yang kering

selama surut, dan terendam air selama pasang. Diduga bahwa pulau Batugoyang akan

mengalami erosi secara intensif sejalan dengan bekerjanya tenaga geomorfik sepanjang

musim dan merendahkan reliefnya.

Secara umum substrat dasar di perairan sekitar Batugoyang didominasi oleh pasir.

Pada perairan ini terdeteksi 6 zona dangkalan dengan kedalaman 3 – 9 m yang berada

antara kontur kedalaman 10 – 20 m. Adanya akumulasi pasir atas dasar ini memiliki

konstribusi utama terhadap resuspensi sedimen karena adanya gerakan arus vertikal yang

mendistristribusi sedimen ke bagian permukaan laut.

Iklim di gugusan Kepulauan Aru, termasuk P. Batugoyang sesuai klasifikasi

Schmid dan Ferguson (1951) termasuk tipe iklim C dengan nilai Q = 0,19 dengan curah

hujan tahunan bervariasi dari 2000 - 3000 mm. Jumlah hari hujan rata-rata adalah 105 hari,

dan curah hujan tertinggi terjadi antara bulan Januari hingga Maret. Jumlah rata-rata bulan

basah 9 bulan dan bulan kering 1,7 bulan.

Keadaan iklimnya sangat dipengaruhi oleh Laut Arafura dan dibayangi oleh P. Irian

bagian selatan serta bagian utara Australia. Musim Timur optimum berlangsung antara

bulan Juni hingga Agustus. Musim Barat berlangsung antara bulan Desember hingga

Pebruari. Sedangkan Musim peralihan atau pancaroba antara kedua musim utama itu

terjadi pada bulan Maret - Mei dan September - November.

Pasang surut (Pasut) di P. Batugoyang terjadi dua kali sehari (tipe harian ganda)

mengikuti pola pasut di pulau lainnya di Aru. Jangkauan pasut mencapai 2–2.5 m. Arus

yang terjadi di sekitar perairan P. Kultubai Selatan didominasi oleh arus pasut, dan juga

oleh arus non pasut dari Laut Arafura. Kecepatan arus pasut pada kondisi perairan tenang

cukup lemah dan berkisar dari 15 – 25 cm/detik tetapi saat air bergerak pasang kecepatan

arus sangat tinggi yakni > 65 m/detik. Oleh karena kuatnya arus yang melintasi P.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU14

Page 15: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Batugoyang yang kedalaman perairannya < 15 m menyebabkan resuspensi sedimen sangat

intensif di perairan ini dan membentuk sedimen plume. Sedimen plume terbentuk pada

batas kontur kedalaman 10 m.

Gelombang di perairan P. Batugoyang merupakan gelombang angin (variasi sea

dan swell), dimana angin sebagai pembangkit utama yang bervariasi secara musiman.

Gelombang pecah di pantai P. Batugoyang yaitu “plunging”. Gelombang pecah tersebut

sangat berperan terhadap pembentukan morfologi pantai di sisi timur, barat dan selatan

pulau. Proses abrasi oleh gelombang dan arus menyebabkan pantai selatan - timur

mengalami abrasi intensif. Perairan bagian utara pulau relatif tenang dari bagian lainnya.

Kondisi ini dimanfaatkan oleh nelayan untuk berlindung, penambatan perahu dan kegiatan

pemanfaatan sumberdaya perikanan.

Suhu rata-rata di perairan sekitar P. Batugoyang pada bulan Desember berkisar

antara 27,5, – 30,4 0C. Nilai rata-rata salinitas di lapisan permukaan perairan P.

Batugoyang pada bulan yang sama sebesar 35 ppt. Kecerahan air memiliki tingkat

kecerahan < 4,5 meter.

Konsentrasi padatan tersuspensi di perairan sekitar P. Batugoyang berkisar antara

0,007 - 0,013 mg/600 ml/det. Tinggi rendahnya variasi nilai padatan tersuspensi

disebabkan ada perbedaan laju konsentrasi materi tersuspensi dan jarak lokasi dengan

sumber asal sedimen di perairan sekitar P. Batugoyang. Sumber utama partikel tersuspensi

di perairan ini berasal dari aktivitas penang kapan udang dengan menggunakan jaring

trowl.

Kandungan oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan P. Batugoyang, yang

merupa kan salah satu pulau kecil perbatasan ini antara 6,6 – 6,9 ppm. Nilai pH rata-rata di

perairan sekitar P. Batugoyang pada bulan Desember berkisar antara 8,02 - 8,41.

Sedangkan nilai zat hara di perairan sekitar P. Batugoyang sangat bergantung pada input

yang diperoleh dari lingkungan seki tarnya. Selain pasang surut, tampaknya faktor musim

memberi kontribusi yang nyata terhadap be sarnya fluktuasi kandungan fosfat, nitrit dan

nitrat. Kandungan fosfat rata-rata pada bulan Desember adalah 0,06 mg/ltr, nitrit (0,004

mg/ltr), sementara kadar nitrat adalah sebesar 1,05 mg/ltr.

Kisaran nilai suhu, salinitas, kadar oksigen terlarut, pH, dan zat hara tersebut

berada dalam batas normal dan layak untuk berbagai kepentingan pengembangan

perikanan, terutama perikanan budidaya, terhadap komoditas tertentu (pilihan), wisata

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU15

Page 16: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

bahari, dan konservasi. Bahkan nilai-nilai kualitas perairan tersebut tergolong optimal bagi

perikanan pelagis kecil maupun pelagis besar.

Sarana dan Prasarana

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU16

Page 17: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

ENU

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN KEPULAUAN ARU

Kecamatan : ARU TENGAH

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Enu, merupakan salah satu dari 92 pulau terluar yang termasuk ke dalam

kategori pulau-pulau perbatasan. Luas total pulau ini adalah 16,74 km2 dan keliling pulau

sekitar 21,76 km. P. Enu tidak berpenghuni dan terdapat ttik dasar (TD) no. TD.101 dan

titik referensi (TR) no. TR101B.

Pulau Enu secara administratif berada di wilayah Kecamatan Aru Tengah,

Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Pulau yang berada di perairan Laut Aru ini

terletak pada posisi 07º 06’14“ LS dan 134º 11’ 38“ BT.

Untuk mencapai P. Enu dan desa-desa di Kawasan Aru Tenggara, tidak ada sarana

angkutan reguler dari Kota Dobo sehingga harus menggunakan Speedboat carteran dengan

tarif Rp. 1.000.000,- per hari (tidak termasuk BBM). Waktu tempuh yang dibutuhkan

untuk mencapai P. Enu dengan menggunakan Speedboat bermesin ganda (masing-masing

40 PK/HP) antara 7 – 8 jam. Akan tetapi, waktu kembali ke Kota Dobo harus menyinggahi

desa-desa di Aru Tenggara untuk mengisi BBM, khususnya minyak tanah. Dengan

demikian, kendala utama terkait dengan kelancaran operasional ke P. Enu adalah bahan

bakar bagi sarana transportasi yang perlu untuk dicari solusinya agar tidak menghambat

rencana dan upaya pengembangan pulau kecil terluar perbatasan ini.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU17

Page 18: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Di lain sisi, waktu tempuh ke P. Enu bisa lebih cepat atau lambat tergantung pada

beberapa faktor seperti ukuran dan tipe Speedboat, jumlah muatan (termasuk penumpang

dan BBM cadangan), kondisi pasang surut serta pengetahuan dan ketrampilan pengemudi

tentang jalur pelayaran. Salah satu faktor yang sangat menentukan waktu tempuh adalah

pengetahuan serta ketrampilan pengemudi tentang jalur pelayaran karena banyak serta

luasnya bagian laut yang kering atau hampir kering pada saat air surut dan kanal yang tidak

buntu.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Dari 187 buah pulau yang terdapat di dalam wilayah administratif Kabupaten

Kepulauan Aru, ternyata hanya sebanyak 26 buah pulau yang berpenghuni, dengan 119

desa dan 2 kelurahan serta total jumlah penduduk mencapai 65.128 jiwa. Kabupaten

Kepulauan Aru terdiri dari 3 kecamatan yakni Kecamatan Aru dengan ibukota Dobo

membawahi 2 kelurahan dan 43 desa dengan jumlah penduduk 27.695 jiwa, Kecamatan

Aru Tengah dengan ibukota Benjina membawahi 45 desa dengan jumlah penduduk 23.285

jiwa, serta Kecamatan Aru Selatan dengan ibukota Jerol yang membawahi 31 desa dengan

jumlah penduduk tercatat sebanyak 14.148 jiwa.

P. Enu yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Aru Tengah ini,

tidak berpenghuni. Akan tetapi pada musim-musim tertentu (tangkap), masya-rakat

membuat rumah-rumah sementara (pondok) di pulau tersebut untuk kegiatan melaut.

Selain itu, kapal-kapal nelayan (bermesin dalam), juga selalu menggunakan perairan pantai

P. Enu sebagai tempat untuk berlabuh, melakukan kegiatan jual beli hasil tangkapan,

mauupun bongkar muat. Namun sejak September 2004 yang lalu, P. Enu mulai dihuni oleh

3 orang petugas Navigasi untuk mengawasi Lampu Mercu Suar yang dibangun di pulau

ini. Para petugas Navigasi tersebut dirotasi setiap 3 bu-lan, sehingga sepanjang tahun

minimal terdapat 3 orang penghuni tetap di pulau ini.

Tekanan terhadap sumberdaya laut di perairan P. Enu yang berasal dari masyarakat

lokal umumnya datang dari masyarakat yang bermukim dekat dengan pulau ini, yaitu dari

Desa Longgar, Apara, Bemun, Karey dan Desa Batu Goyang. Kadang-kadang datang juga

penduduk dari Desa Mesiang dan desa Gomu-gomu, tergolong jarang karena jaraknya

yang cukup jauh, sehingga mereka yang dapat berakses ke P. Enu umumnya memiliki

”Katinting”.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU18

Page 19: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Tekanan terhadap sumberdaya laut di perairan P. Enu yang berasal dari ma-

syarakat lokal umumnya datang dari masyarakat yang bermukim dekat dengan pulau ini,

yaitu dari Desa Longgar, Apara, Bemun, Karey dan Desa Batu Goyang. Kadang-kadang

datang juga penduduk dari Desa Mesiang dan desa Gomu-gomu, tergolong jarang karena

jaraknya yang cukup jauh, sehingga mereka yang dapat berakses ke P. Enu umumnya

memiliki „Katinting“. Jumlah penduduk yang mendiami 5 desa yang selalu mengakses P.

Enu tersebut tersaji di bawah ini.

Masyarakat di Kabupaten Kepulauan Aru, umumnya bermukim di pesisir pantai.

Hal ini disebabkan kawasan perairan laut di kepualauan ini kaya akan berbagai

sumberdaya hayati laut yang bernilai ekonomis tinggi, seperti siput mutiara, teripang, ikan

hiu, kerang lola dan “bia” mata tujuh. Dengan demikian ketergantungan hidup masyarakat

lokal terhadap hasil laut sangat tinggi. Fakta menunjukan bahwa masyara-kat yang berdiam

di sekitar P. Karang mempunyai mata pencaharian utama sebagai nelayan. Pekerjaan

sebagai petani hanya merupakan pekerjaan sampingan, dan bah-kan kebun yang

diusahakan berukuran kecil yakni sekitar 20 x 40 m.

Aktivitas perikanan di kawasan Aru tenggara mencapai puncaknya pada musim

barat, terutama untuk menyelam siput mutiara, teripang dan rumput laut. Sedangkan

kegiatan penangkapan jenis-jenis ikan, cumi, udang menggunakan jaring insang (gill net),

jala dan pancing. Hasil yang diperoleh dijual di dalam desa sendiri dan desa tetangga

(karena ada pedagang pengumpul), serta kadang-kadang dibawa ke Kota Dobo bila ada

transportasi.

Sebelum ada larangan terhadap nelayan-nelayan Bali yang membeli penyu hijau,

maka penyu hijau merupakan salah satu komoditi yang cukup diandalkan. Tetapi akibat

eksploitasi yang berlebihan, maka sekarang ini populasi penyu hijau sekarang telah

berkurang. Sebagai contoh pada tahun 1997 – 1998, dalam semalam penyu yang naik

bertelur di pantai kering P. Karang dapat mencapai 90 individu. Tetapi informasi yang

diperoleh saat kajian untuk penyusunan profil ini, ternyata dalam seminggu hanya 3 ekor

penyu yang naik bertelur dan setelah bertelur tidak kembali lagi ke laut karena langsung

dibantai untuk dikonsumsi.

Suatu kajian ekonomi terhadap kawasan Cagar Alam Laut Aru Tenggara telah

dilakukan oleh Far Far (2004) bersamaan dengan kajian untuk Pulau Enu. Pendekat-an

yang digunakan adalah Valuasi Ekonomi terhadap enam komoditi perikanan utamanya,

yaitu Ikan karang, Ikan hiu, Teripang, Kerang Mutiara, Siput lola, dan Penyu. Ternyata

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU19

Page 20: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

nilai ekonomi dari kawasan konservasi ini mencapai Rp. 25,1 milyar. Komoditi dengan

nilai valuasi ekonomi tertinggi adalah ikan hiu yang mencapai Rp.19,4 milyar, sedangkan

penyu hanya sekitar Rp. 112,5 juta. Daerah tangkap utama dari kedua komoditi ini adalah

Pulau Enu, Pulau Kultubai Selatan selain Pulau Karang serta perairan pesisir dan lautnya.

Teripang dan kerang mutiara juga memiliki nilai valuasi ekonomi relatif tinggi, yaitu Rp.

2,7 milyar dan Rp. 2,5 milyar.

Nilai valuasi ekonomi ini belum dapat dikatakan besar karena pendekatan yang

digunakan adalah komoditi perikanan, sementara pendekatan ekosistem dan jasa jasa

lingkungan dari P. Karang dan kawasan Cagar Alam Laut Aru Tenggara pada umumnya

belum dihitung nilai valuasi ekonominya. Tetapi referensi yang telah dikemukakan

memberi gambaran bahwa perairan pesisir dan laut kawasan ini, terma-suk P. Karang

memiliki potensi perikanan dan kelautan yang besar sehingga menjadi tumpuan kehidupan

ekonomi utama masyarakat lokal dan bahkan nelayan atau pengusaha di dalam

provinsi/kabupaten maupun dari luar.

Setiap kali menjelang musim Barat, sebelum para “Deba” (penyelam siput mutiara)

melaksanakan kegiatannya, mereka melakukan sesajian yang dibawa ke laut dan ditaruh

pada tempat-tempat tertentu dalam petuanan mereka untuk “memberi makan para leluhur”,

sekaligus meminta rejeki bagi para penyelam.

Hak kepemilikan mereka terhadap tanah dan “meti” (areal pasang surut) masih

melakat kuat, sehingga bila ada masyarakat tetangga yang melewati hak kepemilikan

mereka dapat menimbulkan perkelahian antar kampung. Sampai seka-rang hal ini masih

terjadi, dimana beberapa waktu yang lalu terjadi perkelahian antara Desa Karey dan Apara,

karena ada masyarakat dari Desa Apara yang mencari siput mata tujuh (Abalone) hingga

memasuki petuanan Desa Karey bahkan membolakbalik batu-batu tempat siput itu

melekatkan dirinya.

Masyarakat Aru juga mengenal sistem pela, seperti antara Desa Karey, Salarem

dengan Desa Sia dan Desa Batu Goyang dengan Beltubur, dan masih dipe-gang erat

masyarakat. Hal ini terbukti saat survei di Desa Batu Goyang, dimana ham-pir terjadi

perkelahian antar masyarakat, karena ada pencurian sirip hiu milik seorang nelayan.

Setelah diusut ternyata seorang warga Desa Beltubur (sementara tinggal di Batu Goyang)

yang mengambil sirip hiu itu. Warga tadi kemudian dipukul, kemudian diantar kembali ke

desanya, sementara setiap kepala keluarga di Batu Goyang membawa satu sirip hiu untuk

mengganti sirip-sirip hiu yang telah dicuri.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU20

Page 21: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Selain pela, masyarakat Aru masih menganut sistem sasi. Sasi juga mengatur waktu

penangkapan, alat yang digunakan serta ukurannya. Sasi umumnya dilakukan terhadap

siput mutiara, teripang dan lola di laut serta sagu, kelapa dan buah-buahan di darat. Pada

waktu buka sasi, masyarakat berduyun-duyun mengambil hasil-hasil laut yang disasi,

walaupun air surut berlangsung pada malam hari. Hal ini dijumpai di Desa Apara, ketika

akan melakukan pertemuan di malam hari, masyarakat meminta agar dilakukan pada sore

hari karena akan pergi “bameti”di malam hari.

Kegiatan “Bameti” (istilah lokal) merupakan salah satu cara pemanfaatan

sumberdaya hayati laut yang dilakukan oleh masyarakat lokal secara tradisional pada saat

air surut. Disaat air surut, masyarakat mengumpulkan berbagai biota laut di daerah pasut

hingga sub-pasut untuk dikonsumsi. Jenis-jenis biota laut yang dikum-pulkan yaitu siput

dan kerang, teripang, ikan dan gurita. Kegiatan penangkapan tradi-sional ini bersifat

destruktif, karena seringkali bagian habitat pasut dan sub-pasut dihancurkan untuk

memperoleh biota yang dicari.

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Sumberdaya Non Hayati

Potensi Sumberdaya Teresterial

Sebagian besar daratan P. Enu vegetasi mangrove (58,53%) dan sisanya sebanyak

41,47% ditutupi oleh semak belukar. Hutan mangrove mendominasi bagian tengah pulau,

sementara semak belukar hampir mengelilingi seluruh areal hutan mangrove. Jenis-jenis

vegetasi pantai yang terdapat di pulau ini antara lain kangkung laut (Ipomea pescapre),

Kasuari (Casuarina sp.), Ketapang (Terminalia catapa), Bintanggor (Canophyllum

inophyllum), berbagai jenis mangrove dan lain-lain.

Substrat dasar lahan P. Enu terdiri dari tanah berpasir hingga berlumpur. Berkaitan

dengan sebaran vegetasi menurut tanah lahan, maka bagian lahan berpesisir didominasi

oleh jenis-jenis vegetasi kasuari, ketapang dan pandan, sedangkan bagian tengah

didominasi oleh jenis-jenis Semarah dan Madawal (nama lokal). Kerapatan total vegetasi

pulau kecil terluar ini mencapai 0,964 tegakan/m2 atau sekitar 9.640 tegakan/ha. Kerapatan

vegetasi untuk kategori pohon sebesar 0,265 tegakan/m2 (2653 tegakan/ha), semntara

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU21

Page 22: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

untuk kategori sapihan adalah 0,145 tegakan/m2 (1.453 tegakan/ha) dan untuk kategori

anakan mencapai 0,553 tegakan/m2 atau mencapai 5.533 tegakan/ha.

Jenis vegetasi yang memiliki diameter pohon rata-rata terkecil adalah Madawal dan

terbesar adalah Kasuari. Sedangkan jenis yang memiliki diameter sapihan rata-rata terkecil

adalah Jir dan terbesar adalah Kayu Susu. Data vegetasi teresterial memberikan indikasi

bahwa bila ada gangguan yang cukup berarti terhadap ekosistem teresterial, dibutuhkan

waktu yang relatif lama untuk pemulihan karena jumlah tegakan dari kategori sapihan

hanya 54,77% dari jumlah tegakan untuk kategori pohon walaupun jumlah tegakan untuk

kategori anakan jauh lebih besar dari tegakan untuk kategori pohon dan sapihan.

Selain itu jenis-jenis vegetasi yang dominan itu, dijumpai beberapa jenis tumbuhan

khas pesisir dan pulau-pulau kecil lainnya pohon kayu besi, pohon kayu nani, pohon

mangga dan lain-lain. Karena tumbuhan mangga yang dapat tumbuh di pulau ini, maka

beberapa jenis tanaman buah-buahan lainnya seperti pohon sukun dan kedondong dapat

tumbuh dan berkemang di P. Enu. Selain kekayaan floranya, lingkungan teresterial P. Enu

memiliki beberapa jenis fauna. Jenis fauna dimaksud adalah beberapa jenis burung

(termasuk burung laut), serta salah satu reptilia yang termasuk kategori dilindungi yaitu

biayak endemik Maluku (Varanus indicus).

Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Hutan Mangrove

P. Enu memiliki 7 spesies mangrove yang tergolong dalam 6 genera dan 5 famili

yang tumbuh dan berkembang pada substrat dasar pasir berlumpur. Tumbuhan mangrove

dari famili Rhizophoraceae memiliki variasi jenis lebih banyak dibanding 4 famili lain nya

yang masing-masing hanya diwakili oleh satu jenis tumbuhan mangrove. Genus Rhizopora

memiliki dua spesies yang tumbuh di P. Enu. Dimana luas daerah mangrove pada P. Enu

ini adalah 914 Ha.

Jenis vegetasi mangrove yang tergolong dominan di P. Enu adalah Bruguiera

gymnorrhiza untuk kategori pohon dan sapihan, serta Sonneratia alba untuk kategori

anakan. Kerapatan total tumbuhan mangrove adalah 0,9760 tegakan/m2 atau mencapai

9.760 tegakan/ha, dimana kerapatan untuk kategori pohon 0,1285 tegakan/m2 atau 1.285

tegakan/ha. Sementara nilai kerapatan untuk kategori sapihan hanya sebesar 0,0650

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU22

Page 23: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

tegakan/m2 atau 650 tegakan/ha dan kerapatan untuk kategori anakan tergolong menonjol

yaitu bisa mencapai 0,7825 tegakan/m2 atau sekitar 7.825 tegakan/ha.

Diameter rata-rata tumbuhan mangrove untuk kategori pohon tergolong kecil, tetapi

masih ditemukan pohon mangrove berukuran besar yaitu mencapai 63,0 cm yaitu jenis

Sonneratia alba. Selain itu, jenis mangrove yang memiliki diameter pohon terkecil adalah

Aegiceras corniculatum. Untuk kategori sapihan, jenis mangrove yang memiliki diameter

terkecil yaitu Rhizophora stylosa dan jenis mangrove dengan diameter terbesar adalah

Sonneratia alba.

Data yang telah diuraikan memberi indikasi bahwa bila terjadi gangguan yang

cukup berarti terhadap ekosistem mangrove maka dibutuhkan waktu yang cukup lama

untuk pemulihannya karena jumlah tegakan untuk kategori sapihan hanya sekitar 50% dari

jumlah tegakan untuk kategori pohon, walaupun jumlah tegakan untuk kategori anakan

jauh lebih besar dari tegakan untuk kategori pohon dan sapihan. Faktor lain yang juga akan

memberikan kontribusi terhadap lambatnya pemulihan yaitu ukuran pulau yang kecil dan

mudah rapuh bila mengalami tekanan, disertai struktur substrat dasar yang belum mencapai

kematangan akibat secara geologis P. Enu masih dalam perkembangan. Akan tetapi sesuai

data yang tersedia menunjukkan bahwa pemulihan jenis mangrove Bruguiera gymnorrhiza

agak cepat karena jumlah tegakan untuk kategori sapihan mencapai 76% dari jumlah

tegakan untuk kategori pohon. Karena jumlah tegakan untuk kategori anakan yang besar,

maka dapat dikatakan bahwa komunitas mangrove di P. Enu memiliki kecenderungan

untuk berkembang bila dikelola secara baik, dan tidak mengalami tekanan antropogenik.

Padang Lamun

Perairan pesisir P. Enu memiliki 4 jenis dari 12 jenis lamun yang tercatat di

kawasan Kepulauan Aru Tenggara. Keempat jenis lamun itu tergolong dalam 4 genera dan

2 famili. Keempat jenis lamun itu adalah Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, dan

Halophila ovalis dari famili Hydrocharitaceae, serta Halodule uninervis yang termasuk

dalam famili Cymodoceaceae. Kekayaan jenis lamun ini tergolong rendah karena hanya

mencapai 33,3% dari total 12 jenis lamun yang terdapat di kawasan perairan Aru

Tenggara. Jenis yang mendominasi areal perairan P. Enu ini adalah Thalassia hemprichii,

dengan substrat dasar areal padang lamun yang didominasi oleh pasir.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU23

Page 24: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Persen penutupan rata-rata lamun secara keseluruhan di areal padang lamun P. Enu

tergolong besar. Jenis lamun Thalassia hemprichii memiliki persen penutupan substrat

dasar tertinggi sementara yang terendah terwakili oleh jenis Halodule uninervis.

Kerapatan total lamun di perairan pesisir P. Enu tergolong cukup tinggi. Jenis

lamun Thalassia hemprichii memiliki kerapatan tertinggi dan jenis lamun dengan kerapatan

yang rendah adalah Halodule uninervis. Ternyata secara linear, kedua jenis lamun tersebut

memiliki nilai persen penutupan substrat dasar tertinggi dan terendah.

Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa kerapatan dan persen penutupan lamun

di perairan pesisir P. Enu tergolong tinggi, walaupun masih terdapat ruang di dasar

perairan yang kosong dan ditempati oleh komponen pasir. Ruang dasar perairan yang

kosong ini sebagian besar menunjukkan kondisi alamiah, tetapi juga ditemu-kan bekas

areal makan dari dugong.

Terumbu Karang

Secara umum, komponen biotik mendominasi substrat dasar dari terumbu karang P.

Enu dibanding komponen abiotiknya. Fakta ini menunjukkan bahwa terumbu karang dari

pulau kecil perbatsan ini masih baik dengan variasi dan dominansi komponen biotik yang

terdapat pada areal terumbunya.

Bila diamati secara terpisah, maka untuk komponen biotik, ternyata karang batu

memiliki persen tutupan substrat dasar lebih tinggi dari biota laut lain (moluska,

ekhinodermata, algae, spons dan lain-lain). Karang batu kategori Acropora memiliki

persen tutupan dasar terumbu lebih tinggi dibanding karang batu dari kategori Non-

Acropora. Sementara untuk komponen abiotik, ternyata batu karang dan pasir memiliki

persen tutupan substrat dasar terumbu lebih tinggi dibanding komponen pasir dan patahan

karang mati.

Kategori bentuk pertumbuhan bentik yang dijumpai di terumbu karang P. Enu

hanya sebanyak 20 kategori (kurang lebih 69%) dari total 29 kategori bentuk pertumbuhan

bentik yang biasanya ditemukan di ekosis-tem terumbu karang. Ini me-nunjukkan terumbu

karang P. Enu masih dalam proses per-kembangan menuju suatu sistem terumbu alami.

Kondisi terumbu ka-rang P. Enu tergolong kurang baik dengan persen tutupan

dasar terumbu oleh karang ba-tu yang hanya mencapai 43,92%. Karang batu Acropora dari

bantuk tumbuh sub-masif dan Acropora „digitate“ memiliki persen tutupan substrat dasar

lebih tinggi dari Acropora bercabang serta bentuk tumbuh dari Acropora „encrusting“.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU24

Page 25: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Karang batu Non Acropora dengan nilai persen penutupan substrat dasar yang tinggi

adalah karang Heliopora. Karang batu Non Acropora dengan nilai persen tutupan substrat

dasar terumbu yang rendah di P. Enu adalah karang bercabnag (CB), karang encrusting

(CE) dan karang sub masif (CS).

Rendahnya persen penutupan karang batu-batu Acropora bercabang (ACB), serta

rendahnya persen penutupan karang bercabang (CB) menunjukan telah terjadinya

kerusakan pada ekosistem terumbu karang P. Enu. Kerusakan tersebut bukan terjadi secara

alamiah, tetapi disebabkan oleh kegiatan manusia (nelayan) yang melabuhkan perahu-

perahu bermotor yang digunakan untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan dan lautan,

serta operasi alat penangkapan gill net di sekitar pulau kecil terluar ini.

Terumbu karang P. Enu memiliki 60 spesies karang batu yang termasuk dalam 20

genera dan 11 famili. Variasi jenis karang ini tergolong tinggi dihubungkan dengan

sebaran areal terumbu karang yang relatif terbatas, serta kondisi perairan di musim barat

yamg umumnya keruh akibat aksi gelombang yang menaikan partikel halus substrat dasar

perairan sekitar terumbu karang sehingga menjadi pembatas bagi sebagfian karang polip

kecil yang sangat peka terhadap tekanan sedimentasi.

Famili karang batu dengan kelimpahan jenis yang tinggi adalah Acroporidae (24

spesies), Faviidae (15 spesies), dan Poritidae (7 spesies). Karang batu Acropora branching

(bercabang) memilikijumlah jenis lebih banyak dibanding jumalah jenis karang dari bentuk

tumbuh koloni Acropora yang lain. Sementara karang batu non-Acropora dengan

kelimpahan jenis terbanyak adalah karang masif (MC) yaitu sebanyak 18 jenis dan karang

bercabang (CB) sebanyak 6 jenis.

tu dari bentuk tumbuh Acropora yang memiliki variasi jenis tergolong rendah di

perairan P. Enu adalah Acropora ebcrusting (ACE). Acropora digitate, dan Acropora

submasif (ACS)., dimana masing-masing hanya memilki satu spesies karang. Walaupun

tidak tercatat persen penutupan karang batu Acropora tabulate, tetapi bentuk tumbah

karang batu ini memiliki tiga jenis karang diperairan pesisir P. Enu, yaitu Acropora

clatharata, A. cytherea, dan A. hyacintus.

Karang batu famili Fungiidae biasanya memilki variasi jenis cukup menonjol pada

arel terumbu karang yang mulai atau telah mengalami degradasi. Pada arel terumbu P. Enu

hanya ditemukan dua jenis karang dari famili Fungiidae tersebut, yaitu Fungia

(Veriilofungia) concina dan Fungia (Fungia) fungites. Melalui pendekatan biologis,

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU25

Page 26: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

kenyataan ini memberikan suatu indikasi bahwa terumbu karang P. Enu belum mengalami

tekanan berarti yang dapat menyebabkan penurunan kualitasnya.

Ikan Karang

Ikan karang yang menempati areal terumbu P. Enu mencapai 68 spesies yang

tergolong dalam 40 genera dan 19 famili. Kekayaan spesies ikan karang ini tergolong

relatif rendah dengan dimensi areal terumbu P. Enu yang cukup luas dibanding areal

terumbu lainnya dalam kawasan Cagar Alam Laut Aru Tenggara. Famili ikan karang

dengan variasi jenis yang tinggi di perairan karang P. Enu adalah Pomacentridae (16 jenis),

Chaetodontidae (9 jenis), Lutjanidae (5 jenis) dan Labridae (5 jenis). Selain itu, famili ikan

karang dengan variasi jenis terendah atau hanya memiliki satu spesies adalah Blenidae,

Haemulidae, Pomacanthidae, Siganidae, Synodontidae dan Zanclidae. Ikan karang dari

genus Chaetodon, Lutjanus dan Pomacentrus memiliki variasi jenis tergolong tinggi di

perairan karang ini. Tingginya kekayaan jenis ikan karang famili Chatodontidae yang juga

termasuk kategori spesies indikator memberikan indikasi bahwa kualitas terumbu karang

P. Enu relatif masih baik.

Didasari pengelompokannya untuk tujuan monitoring, maka kekayaan jenis ikan

karang kategori Major Categories Species perairan karang P. Enu lebih tinggi dibanding

kategori Target Species dan Indicator Species. Sementara berdasarkan kriteria

pemanfaatannya, ternyata kekayaan jenis ikan hias relatif lebih tinggi dibanding ikan

konsumsi. Data yang disajikan pada Tabel 8 memperlihatkan bahwa kepadatan ikan karang

di areal terumbu P. Enu termasuk tinggi bila dikaitkan dengan kondisi terumbu karangnya.

Sesuai kategori monitoring, ternyata kelompok ikan karang “Target species” memiliki

kepadatan dan kelimpahan individu tertinggi dibandingkan dengan kelompok ikan karang

“Major Categories Species” dan “Indicator Species. Berdasarkan kriteria pemanfaatannya,

maka ikan karang yang termasuk kelompok Ikan Konsumsi memiliki kepadatan dan

kelimpahan individu tertinggi dibanding Ikan Hias. Hasil estimasi menunjukan ikan karang

kategori Target Species dan kriteria pemanfaatan sebagai ikan konsumsi memiliki

biomassa (berat basah) cukup tinggi per Ha di terumbu karang P. Enu ini.

Nilai sediaan cadang (Standing Stock), perkiraan pemanfaatan secara lestari (MSY)

dan perkiraan pemanfaatan secara berkelanjutan (JTB) dari sumberdaya ikan karang di

perairan karang P. Enu termasuk besar dihubungkan dengan dimensi dan kondisi terumbu

karang sebagai habitat hidupnya. Hasil-hasil analisis secara terpisah memperlihatkan nilai

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU26

Page 27: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

sediaan cadang dan MSY dari ikan karang kelompok Target species jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan Indicator spesies dan Major categories species. Sementara sediaan

cadang dan MSY dari sumberdaya ikan karang yang termasuk kriteria pemanfaatan

sebagai ikan konsumsi lebih tinggi dari kelompok ikan hias. Tingginya nilai sediaan

cadang dari Terget Species dan Ikan Konsumsi tersebut disebabkan oleh kehadiran jenis

ikan Caesio teres dengan kelimpahan individu yang besar atau sebagai jenis ikan karang

yang predominan.

Setidaknya terdapat empat jenis ikan karang di perairan P. Enu yang termasuk

kategori predominan di dalam komunitasnya. Jenis ikan Caesio teres sangat predominan

dibanding tiga jenis ikan karang yang lain. Sesuai kriteria pemanfaatannya sebagai ikan

konsumsi, maka Caesio teres memiliki nilai sediaan cadang, MSY dan JTB lebih tinggi

dari Cromis weberi.

Sementara untuk kriteria monitoring, jenis ikan Caesio teres (ekor kuning) sebagai

Target Species adalah jenis ikan yang predominan dengan kepadatan individu, sediaan

cadang, kelimpahan stok, nilai MSY dan JTB yang sangat menonjol dibanding dua jenis

ikan predominan lainnya yaitu Ctenochaetus strigosus yang termasuk Major Categories

Species dan Chaetodon kleini sebagai ikan yang termasuk dalam kategori Indicator

Species. Bila keempat jenis ikan yang tergolong predominan itu dikelompokan menurut

tujuan pemanfaatan, maka ikan hias memiliki kepadatan individu dan sediaan cadang lebih

rendah dari ikan konsumsi.

Perikanan Tangkap

Sebagai konsekuensi dari kehadiran berbagai potensi sumberdaya hayati laut, maka

kawasan perairan Aru Tenggara, termasuk perairan pesisir dan laut P. Enu ramai

dikunjungi kapal-kapal nelayan yang beroperasi di sekitarnya, di samping sebagai tempat

ber-labuh, bongkar muat dan tran-saksi jual beli hasil-hasil laut. Kapal-kapal perikanan

tangkap tersebut ada yang berasal dari masyarakat lokal yang bermukim dekat dengan

pulau ini, ada memiliki ijin operasi dari Pemerintah maupun dari masyarakat lokal (adat

yang memiliki hak ulayat) untuk beroperasi di perairan sekitar pulau ini. Armada

perikanan tangkap itu ada yang berpangkalan di Dobo dan Benjina, Wanem (Papua),

Ambon dan Kendari. Bahkan ada armada perikanan tangkap yang tidak memiliki ijin

operasi di perairan ini yang umumnya berasal dari Benoa - Bali.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU27

Page 28: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Sumberdaya perikanan dan kelautan yang dimanfaatkan secara intensif di perairan

pesisir dan laut sekitar Pulau Enu adalah ikan hiu, dengan tujuan mengambil bagian-bagian

siripnya yang bernilai ekonomi tinggi. Alat tangkap yang digunakan dalam kegiatan

penangkapan ikan hiu adalah pancing dan jaring yang dikonstruksi secara khusus untuk

me-nangkap sumberdaya perikanan ini. Ke-giatan penangkapan dilakukan oleh nela-yan

pendatang dengan peralatan yang semimoderen, serta masyarakat lokal dari pulau-pulau

sekitar dengan armada dan peralatan yang relatif sederhana.

Perairan sekitar P. Enu merupakan fishing ground dari sebagian armada trawl yang

beroperasi di perairan Aru untuk menangkap ikan demersal dan udang windu. Sasaran

penangkapan ikan demersal dengan trawl ini adalah berbagai jenis ikan kakap. Sementara

udang windu yang umum tertangkap dengan trawl pada perairan sekitar P. Enu ini adalah

Penaeus monodon dan Penaeus merguensis. Masalah yang ditimbulkan operasi trawl ini

yaitu terjadi kekeruhan air di pesisir P. Enu, dan sumberdaya ikan yang bukan target

dibuang ke laut sehingga menyebabkan pencemaran bau dan perairan.

Potensi sumberdaya udang barong yang bernilai ekonomis tinggi ini sering

dimanfaatkan oleh nelayan lokal, maupun nelayan pendatang yang berlabuh di perairan

sekitar P. Enu untuk dikonsumsi dan/atau dijual ke nelayan pengumpul. Selain itu,

penangkapan sumberdaya ikan, termasuk ikan kerapu yang bernilai ekonomis tinggi

dilakukan oleh masyarakat lokal di perairan P. Enu dengan hanya menggunakan peralatan

sederhana seperti pancing dan jaring insang.

Kegiatan perikanan tangkap lain yang dilakukan, terutama oleh masyarakat lokal di

perairan sekitar P. Enu menyelam untuk mengambill atau mengumpul biota laut yang

ekonomis penting yaitu jenis-jenis teripang, kerang mutiara, siput lola, batu laga, dan

udang barong. Kegiatan menyelam masyarakat lokal ini dilakukan pada musim barat yaitu

antara bulan November – Maret, dimana perairan sekitar P. Enu dan Aru Tenggara

umumnya relatif tenang.

Salah satu kegiatan pemanfaatan (penangkapan) sumberdaya laut yang tergolong

ilegal dan masih berlangsung di P. Enu ini adalah penangkapan penyu. Kegiatan

penangkapan dilakukan dengan cara menunggu penyu naik ke pulau untuk bertelur, serta

menggunakan jaring insang yang dirancang khusus untuk menangkap penyu. Penangkapan

penyu dengan cara tersebut dilakukan oleh nelayan-nelayan dari luar maupun masyarakat

lokal yang bekerjasama dengan nelayan pengumpul untuk kemudian dibawa dan

diperdagangkan di Bali.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU28

Page 29: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Selain penangkapan untuk tujuan perdagangan, nelayan dari luar maupun

masyarakat nelayan lokal yang menangkap hiu atau menyelam di P. Enu dan berlabuh atau

tinggal selama waktu tangkap, juga memburu penyu yang naik bertelur di pesisir pulau

untuk dikonsumsi. Bahkan telur-telur penyu yang telah diletakan disarangnya, ikut

dimanfaatkan oleh nelayan-nelayan tersebut untuk dikonsumsi. Tiap hari sekitar 5 – 17

kapal motor penangkap ikan menyinggahi P. Enu yang menjadikan penyu dan telur penyu

sebagai makanan tambahan mereka, dimana konsumsi telur rata-rata mencapai 200 – 300

butir/kapal. Kegiatan penangkapan ilegal lainnya yang mesih dilakukan oleh masyarakat

lokal di perairan pesisir P. Enu, serta kawasan Cagar Alam Laut Aru Tenggara adalah

memburu dugong untuk dikonsumsi dan diambil taringnya.

Nelayan lokal yang memanfaatkan sumberdaya perikanan pada musim menyelam,

penangkapan hiu, penangkapan ikan dan penyu di P. Enu ini umumnya berasal dari 6 Desa

sekitar kawasan Cagar Alam Laut Aru Tenggara, yairu Longgar, Apara, Batu Goyang,

Karey, Bemun dan Desa Gomu Gomu. Daerah peruntukan perikanan tangkap dari tiap desa

dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di sekeliling pesisir dan laut P. Enu tersebar

tidak merata, atau tidap berpola. Tampak-nya hal ini berkaitan erat dengan areal sebaran

komoditi perikanan yang menjadi tujuan penangkapan.

Fakta menunjukan telah terjadi tekanan pemanfaatan sumberdaya hayati laut pada

perairan sekitar P. Enu, baik dengan peralatan dan teknologi moderan oleh perusahaan

besar maupun peralatan, serta teknologi standar dan tradisional oleh nelayan lokal. Dilain

pihak, P. Enu termasuk kawasan Cagar Alam Laut Aru Tenggara. Untuk mengatasi

masalah yang kontradiktif itu, maka diusulkan dua strategi dan program penting yaitu : (1).

Membatasi atau menghentikan pemberian izin penang-kapan di sekitar P. Enu bagi

perusahaan besar yang disertai dengan peningkatan pe-ngawasan, dan (2). Meningkatkan

kapasitas dan kualitas nelayan lokal untuk meman-faatkan sumberdaya ikan (pelagis kecil

dan besar) di luar P. Enu dan Cagar Alam Laut Aru Tenggara.

Makro Bentos

Salah satu kelompok organisme terpenting dan hidup pada ekosistem intertidal

adalah makrobentos yaitu seluruh organisme makro yang hidup di dasar perairan dimana

organisme ini melekatkan diri atau beristirahat sementara pada dasar perairan. Komunitas

makrobentos memiliki peranan penting dalam bidang ekologi, yaitu sebagai komponen

yang dapat menunjang kehidupan organisme serta mengontrol organisme lain dalam sistem

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU29

Page 30: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

aliran energi atau rantai makanan suatu ekosistem, selain peranan pada bidang ekologis

juga dapat dimanfaatkan manusia untuk dipasarkan dan dikonsumsi.

Perairan pesisir (daerah intertidal) P. Enu dan laut sekitarnya menyimpan sejumlah

potensi sumberdaya makro bentos yang dapat dikembangkan sebagai komoditi perikanan

dan kelautan potensial. Sumberdaya makro bentos dimaksud antara lain moluska (siput dan

kerang) dan ekinodermata (teripang). Jenis-jenis makrobentos yang ditemukan pada lokasi

perairan Pulau Enu adalah dari kelompok moluska dan Holothuridea yang secara

keseluruhan berjumlah 52 jenis dan diantaranya terdapat 17 spesies yang memiliki nilai

ekonomis penting.

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

P. Enu memiliki topografi yang datar-landai tanpa adanya bukit dan gunung. Di

pulau kecil ini tidak terdapat sistem sungai. Pantai di P. Enu bertipe landai, terutama di

bagian Barat dan Selatan pulau, serta tidak terdapat kanal (kalorang istilah masyarakat

sekitarnya). Dengan demikian karakteristik P. Enu relatif berbeda dengan pulau-pulau yang

letaknya dekat dengan pulau-pulau besar yang memiliki banyak kanal sebagai alur

pelayaran masyarakat setempat.

Sebaran komponen penyusun substrat dasar zona pantai kering hingga zona pasang

surut tergolong variatif. Zona pantai kering di bagian Barat, Timur, Selatan, dan beberapa

bagian tertentu di bagian Utara P. Enu adalah berpasir kasar, serta pasir kasar bercampur

patahan karang. Zona pantai kering dengan kondisi substrat dasar pada bagian-bagian

pulau tersebut sangat ideal sebagai tempat bertelur atau peletakan telur (Nesting Area) dari

penyu, khususnya penyu hijau. Di antara zona pantai kering yang berpasir itu, terdapat

areal dengan substrat dasar yang tersusun oleh batuan pasir dan batu cadas. Sementara

sebagian besar areal pantai kering di bagian utara pulau memiliki substrat dasar yang

terdiri dari pasir halus menyerupai lumpur dan berlumpur.

Sebagian zona pasang surut (Pasut) ke arah pantai kering P. Enu umumnya

bersubstrat lunak, yaitu tersusun dari komponen pasir kasar hingga pasir halus. Sementara

bagian pertengahan zona pasut hingga berbatasan dengan zona subpasut memiliki substrat

keras yang tersusun oleh komponen batuan koral yang dominan.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU30

Page 31: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Iklim di gugusan Kepulauan Aru, termasuk P. Enu sesuai klasifikasi Schmid dan

Ferguson (1951) termasuk tipe iklim C dengan nilai Q = 0,19 dengan curah hujan tahunan

bervariasi dari 2000 - 3000 mm. Jumlah hari hujan rata-rata adalah 105 hari dan curah

hujan tertinggi terjadi antara bulan Januari hingga Maret. Jumlah rata-rata bulan basah 9

bulan dan bulan kering 1,7 bulan.

Hujan biasanya terjadi pada musim Barat, tetapi pada musim Timur juga sering

turun hujan yakni pada bulan Mei dan Agustus. Kadang-kadang terjadi pergeseran musim,

baik musim Timur maupun musim Barat. Nilai curah hujan rata-rata berkisar antara 2.000

– 3000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata adalah 105 hari. Nilai curah hujan

tertinggi terjadi antara bulan Januari hingga Maret.

Pasang surut (Pasut) di P. Enu terjadi dua kali sehari (Tipe Harian Ganda).

Jangkauan pasang surut mencapai 1-2 m dengan MSL sekitar 11,5 m. Arus yang terjadi di

sekitar P. Enu didominasi oleh arus pasut, kecuali di antara P. Enu dan P. Karang serta

antara P. Enu dan P. Trangan yang sedikit dipengaruhi oleh arus laut Arafura. Kecepatan

arus bervariasi antar bagian dari P. Enu ini dengan kisaran antara 7,8 – 30,4 cm/detik saat

surut dan 8,5 – 52,7 cm/detik. Kecepatan arus terbesar ditemukan di bagian timur arah

utara, barat dan selatan dari pulau, sehingga terdeteksi adanya fenomena gerakan

melingkar masa air (Eddys) pada daerah tanjung dari ketiga bagian P. Enu tersebut.

Gelombang di seluruh wilayah pesisir dan laut P. Enu merupakan tipe gelombang

angin (Variasi Sea dan Swell), dimana angin sebagai pembangkit utama yang umumnya

bervariasi sesuai musim. Sesuai letaknya maka bagian utara pulau umumnya relatif tenang

ketika bertiup angin timur, angin barat maupun angin barat daya, dibandingkan dengan

posisi pulau bagian barat, timur dan selatan. Pulau bagian barat relatif tenang bila bertiup

angin timur dan sebaliknya bagian timur pulau relatif tenang bila bertiup angin barat.

Kondisi ini dimanfaatkan oleh nelayan untuk berlindung dan kegiatan pemanfaatan

sumberdaya perikanan di sekitar P. Enu dapat dilakukan sepanjang musim.

Terdapat 3 tipe gelombang pecah di pantai P. Enu yaitu “spilling”, “plunging” dan

“surgin”. Dominasi gelombang pecah berbeda-beda di tiap bagian pulau ini. Di pantai

bagian barat, timur dan selatan pulau didominasi oleh gelombang pecah tipe plunging dan

surgin, tetapi pada bagian-bagian pulau yang relatif dangkal lebih didominasi oleh

gelombang pecah tipe spilling.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU31

Page 32: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Kualitas Air

Suhu di seluruh perairan pesisir dan laut sekitar P. Enu bervariasi secara musiman.

Suhu terendah terjadi di musim timur yaitu berkisar antara 24,5 -25,60C, dan tertinggi

dalam musim barat yaitu 27,8 – 300C. Sepanjang musim, suhu permukaan berkisar antara

26,2 – 300C. Nilai rata-rata salinitas di lapisan permukaan perairan P. Enu pada musim

barat berkisar antara 34,0 – 35 ppt, sementara di musim timur mencapai 31,2 – 34,8 ppt.

Kecerahan air bervariasi antar bagian pulau, dimana pada bagian barat, timur dan

selatan pulau memiliki tingkat kecerahan air yang tinggi > 6 m. Sebagian perairan di utara

pulau juga cerah, tetapi pada bagian perairan yang didominasi vegetasi bakau biasanya

agak keruh pada saat terjadi arus pasang surut dan gelombang dengan tingkat kecerahan ≤

10 - 15 m. Hal ini disebabkan sedimen dasar perairan yang halus terangkat ke kolom air

sehingga perairan relatif keruh.

Kandungan oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan pulau kecil perbatasan

ini antara 5,23 – 7,35 ppm. Pada perairan dangkal sekitar komunitas lamun dan mangrove

di bagian utara pulau, tercatat kandungan oksigen terlarut berkisar antara 5,1 – 6,4 ppm.

Nilai pH di perairan sekitar P. Enu bervariasi menurut lokasi dengan perbedaan yang relatif

kecil. Pada bagian timur, barat dan selatan dari pulau, nilai pH dari kolom air permukaan

berkisar antara 8,15 – 8,61. Sementara di bagian utara dari pulau, nilai pH berkisar antara

7,9 – 8,58.

Fluktuasi nilai hara di perairan P. Enu sangat bergantung pada input yang diperoleh

dari lingkungan sekitarnya. Selain pasang surut, tampaknya faktor musim memberi

kontribusi yang nyata terhadap besarnya fluktuasi kandungan fosfat, nitrit dan nitrat.

Perairan bagian barat, timur dan selatan memilki kandungan fosfat antara 0,09 – 0,52

mg/ltr, nitrit berkisar antara 0,001 – 0,005 mg/ltr, sementara kadar nitrat di perairan bagian

utara antara 0,9 – 1,30 mg/ltr.

Kisaran nilai suhu, salinitas, kadar oksigen terlarut, pH, dan zat hara tersebut

berada dalam batas normal dan layak untuk berbagai kepentingan pengembangan

perikanan, terutama perikanan budidaya, terhadap komoditas tertentu (pilihan), wisata

bahari, dan konservasi. Bahkan nilai-nilai kualitas perairan tersebut tergolong optimal bagi

perikanan pelagis kecil maupun pelagis besar.

Sarana dan Prasarana

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU32

Page 33: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Perikanan Budidaya

Perikanan budidaya menduduki posisi penting dalam menunjang ketahanan pangan,

menciptakan lapangan kerja dan pendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pengembangan perikanan saat ini menjadi sangan urgent karena ada kecen-derungan

terjadi peningkatan permintaan ikan konsumsi oleh masyarakat. Di sam-ping itu, perikanan

budidaya juga dapat menjadi solusi bagi permasalahan-permasa-lahan yang mungkin

ditimbulkan akibat peningkatan intensitas perikanan tangkap.

Berdasarkan parameter kualitas air untuk peruntukkan kegiatan perikanan dan hasil

pengumpulan data lapangan terhadap organisme-organisme perikanan yang bernilai

komersil dan dapat dikembangkan melalui kegiatan budidaya, maka dapat dikatakan

bahwa perairan pesisir P. Enu memiliki potensi untuk dikembangkannya kegiatan budidaya

perikanan. Potensi budidaya perikanan yang dapat dikembangkan di perairan pesisir P. Enu

antara lain budidaya Ikan Kerapu, Ikan Beronang, Rumput Laut, Kepiting Bakau dan

Teripang.

Namun ada satu hal yang menjadi kendala pengembangan kegiatan perikanan budi-

daya pada P. Enu, sebagaimana dialami juga oleh pulau-pulau terluar lainnya di Kepulauan

Aru ini. Kondisi laut pada Musim Timur yang mengalami gelombang yang cukup besar

sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukannya kegiatan budi-daya. Tetapi kondisi

akan berbeda di Musim Barat karena kondisi perairan menjadi tenang dan tidak berombak

sehingga memungkinkan untuk dilakukan pengembangan budidaya perikanan.

Pengembangan kegiatan perikanan budidaya pada Musim Barat ini menjadi sangat penting

sehingga dapat mengurangi tekanan eksploitasi sumber-daya hayati laut oleh masyarakat.

Dengan demikian dapat mereduksi kerusakan ekosistem yang ditimbulkan di P. Enu dan

sekitarnya yang termasuk kawasan Cagar Alam Laut Aru Tenggara.

Pengembangan kegiatan budidaya perikanan ini hendaknya didahului dengan

sejumlah program penguatan kapasitas sumberdaya manusia, dalam hal ini pening-katan

pengetahuan dan ketrampilan masyarakat menjadi utama. Hal ini dilakukan dengan tujuan

memprakondisikan masyarakat nelayan tradisional sehingga program ini dapat dijalankan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU33

Page 34: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

dengan sukses. Setelah itu, baru diikuti dengan pemberian paket-paket bantuan berupa

fasilitas budidaya laut, disamping tetap mengadakan kegiatan pendampingan.

Salah satu upaya pengembangan pengelolaan sumberdaya pesisir secara ber-

kelanutan adalah dengan menerapkan konsep konservasi yang memberikan perlin-dungan

bagi sumberdaya pesisir dimaksud. Sumberdaya pesisir ini salah satunya harus memenuhi

persyaratan kelangkaan, berperan penting dalam ekosistem, tetapi juga memiliki daya tarik

tersendiri bagi pengembangan kawasan ekowisata.

Setidaknya terdapat empat jenis organisme yang dilindungi (terdiri dari tiga jenis

mamalia laut dan satu jenis reptilia) yang ditemukan pada perairan pesisir dan laut sekitar

P. Enu, yang dapat dilindungi. Mamalia laut yang dimaksud adalah Lumba-Lumba,

Dugong (Duyung) dan Paus. Lumba-Lumba sering terlihat berenang pada perairan laut P.

Enu yang agak dalam sebagai jalur migrasinya untuk berbagai tujuan hidup, terutama

untuk mencari makan. Jenis Lumba-Lumba yang dimaksud adalah Pseudorca crassidens,

dan Globicephalla macrorhynchus. Sementara jenis dugong yaitu Dugong dugon sering

hadir pada perairan pesisir P. Enu berkaitan dengan tujuan memanfaatkan jenis-jenis lamun

sebagai sumber makanannya. Pengamatan di lapangan menunjukkan adanya bekas-bekas

jalur makan dari dugong. Sementara itu, secara temporal jenis paus yaitu Physeter catodon

(Sperm Whale) sering juga terlihat melintasi perairan pesisir dan laut sekitar P. Enu yang

relatif dalam.

Di lain pihak, hasil-hasil penelitian memberikan informasi bahwa sebanyak 4 jenis

penyu yang menggunakan pantai kering P. Enu untuk bertelur atau perairan pesisir sebagai

tempat mencari makan. Jenis-jenis penyu itu adalah penyu hijau (Chelonia mydas), penyu

sisik (Eretmochelys imbricata), penyu sisik semu (Lepidochelys olivacea) dan penyu pipih

(Natator depressa).

Hampir seluruh areal pantai kering P. Enu merupa-kan tempat bertelur yang ideal

bagi penyu-penyu tersebut. Ironisnya, hasil penelitian la-pangan menunjukkan bahwa

hampir di sepanjang pantai P. Enu ditemukan bangkai-bang-kai penyu yang berserakan.

Hasil wawancara dan penga-matan langsung di lapangan, ternyata bahwa banyak anggota

masyarakat yang bermu-kim di dekat P. Enu, yang karena ketidaktahuan dan tuntutan

ekonominya membuat mereka memburu dan membantai reptilia ini. Perilaku menyimpang

masyarakat ini kemudian semakin mewabah karena muncul pihak-pihak ketiga yang siap

membeli dengan harga yang mahal daging penyu yang berhasil ditangkap oleh masyarakat.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU34

Page 35: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Kenyataan-kenyataan di atas ini semakin mengukuhkan pentingnya dilakukan

pengembangan dan pengelolaan kegiatan konservasi di P. Enu. Namun hal tersebut harus

dimulai dengan kegiatan penyadaran masyarakat melalui pendekatan dengan tokoh-tokoh

masyarakat, meningkatkan intensitas penyuluhan-penyuluhan perikanan dan kelautan serta

sejumlah kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan di bidang

perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Kemudian perlu juga dilakukan sosialisasi

peraturan-peraturan perikanan, penguatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan

kapabilitas fungsi pengawasan terhadap berbagai pelanggaran yang terjadi.

Seperti telah dikemukakan, bahwa pantai kering P. Enu merupakan tempat yang

sangat disenangi oleh penyu untuk bertelur, maka peristiwa ini merupakan sesuatu yang

berpotensi untuk dikembangkan sebagai tempat wisata ilmiah. Peristiwa ini merupakan

peristiwa yang langka dan akan menjadi daya tarik tersendir baik bagi masyarakat umum,

ilmuan maupun pencinta alam lain

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU35

Page 36: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

KARANG

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN KEPULAUAN ARU

Kecamatan : ARU SELATAN

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Karang yang merupakan salah satu dari 8 pulau kecil terluar di Kabupaten

Kepulauan Aru. Berdasarkan perhitungan menggunakan data citra satelit, luas Pulau

Karang mencapai 1,419 km2 dengan keliling pulau adalah 4,381 km, sedangkan total luas

rataan pasang surut adalah 15,49 km², dengan rataan pasang surut berpasir 3,38 km². Di

pulau ini terdapat titik dasar (TD) no. TD.100A dan TD.100B dan titik referensi (TR) no.

TR.100 dan TR100B.

Pulau Karang termasuk dalam wilayah Kecamatan Aru Selatan, Kabupaten

Kepulauan Aru dan berada dibawah pengawasan dua desa terdekat dengan pulau ini yaitu

Desa Longgar dan Desa Apara.

Pulau Karang merupakan pulau kecil yang terletak di bagian timur laut pulau Enu.

Luas daratanya 3,827 km², dengan bentuk pulau agak bulat. Secara geografis Pulau Karang

terletak antara 07o 01’ 08” LS – 134o 41’ 26” BT.

Pulau Karang dapat dicapai dari Dobo dengan menggunakan speed boat atau sarana

transportasi dan penangkap ikan yang dimiliki masyarakat yaitu “katinting”. Pada saat

musim timur maupun musim barat perjalanan menuju pulau ini tidak menyusuri pantai

barat P. Trangan (karena jaraknya yang cukup jauh) tetapi melewati selat antara P. Kobror

dan P. Maekor hingga P. Baun kemudian menuju P. Karang, atau antara P. Kobror dan P.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU36

Page 37: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Maekor kemudian mengikuti selat menuju P. Trangan hingga ke Gomarmeti atau Karey

kemudian menuju P. Karang dengan waktu tempuh antara 6 hingga 7 jam.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Potensi Sumberdaya Teresterial

Jenis-jenis vegetasi yang teridentifikasi mangrove (65,04%) dan sisanya sebanyak

34,96% ditutupi oleh semak belukar dan tumbuhan jangka panjang. Hutan mangrove

mendominasi bagian tengah pulau, sementara semak belukar hampir mengelilingi seluruh

areal hutan mangrove. Jenis-jenis vegetasi pantai yang terdapat di pulau ini antara lain

kangkung laut (Ipomea pescapre), Kasuari (Casuarina sp), berbagai jenis mangrove dan

lain-lain.

Substrat dasar lahan P. Karang terdiri dari tanah berpasir hingga berlumpur.

Berkaitan dengan sebaran vegetasi menurut tanah lahan, maka bagian lahan pesisir

didominasi oleh jenis-jenis vegetasi kasuari, dan pandan. Jenis vegetasi lainnya adalah

Kayu Mata Ikan, Kayu Sesel Pantai, Kayu Kakoya dan terbesar adalah Kayu Kasuari

Data vegetasi teresterial memberikan indikasi bahwa bila ada gangguan yang cukup

berarti terhadap ekosistem teresterial, dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk

pemulihan. Untuk kategori pohon, pemulihan jenis Kayu Besi akan berlangsung lama

karena jumlah-nya lebih sedikit dan memiliki pertumbuhan yang lama.

Selain itu jenis-jenis vegetasi yang dominan itu, dijumpai beberapa jenis tumbuhan

khas pesisir dan pulau-pulau kecil lainnya diantaranya pohon kayu besi, pohon kayu nani,

pohon kelapa dan lain-lain. Didasarkan pada jumlah pohon vegetasi untuk kategori pohon

yang demikian besar, dapat dikatakan komunitas teresterial P. Karang ini memiliki

kecenderungan untuk berkembang bila dikelola secara baik.

Kondisi flora yang terdapat di lingkungan ekosistem daratan maupun pesisir diduga

mem-pengaruhi keanekaragaman jenis fauna di kawasan ekosistem tersebut. Lingkungan

teresterial P. Karang memiliki beberapa jenis fauna. Jenis fauna dimaksud adalah beberapa

jenis fauna liar dari kelompok burung (termasuk burung laut), serta salah satu reptilia yang

termasuk kategori dilindungi yaitu biawak endemik Maluku (Varanus indicus) dan Penyu

Hijau.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU37

Page 38: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove pada daerah ini terutama pada zona-zona awal dijumpai jenis

mangrove dari famili Rhizophoraceae yang tumbuh dan berkembang dengan baik pada

substrat berlumpur. Luas daerah mangrove pada pulau ini adalah 1,419 km2. Jenis-jenis

mangrove dari famili Rhizophoraceae mendominasi mangrove P. Karang. Jumlah spesies

mangrove yang teridentifikasi sebanyak 9 spesies.

Famili Rhizophoraceae biasanya memiliki variasi jenis yang lebih dibanding-kan

dengan famili lainnya, pada P. Karang ada 5 spesies dari famili Rhizophoraceae. Mangrove

dari jenis Rhyzophora apiculata unggul dalam jumlah individu untuk katagori pohon

dengan nilai kerapatan pohon sebesar 5.603 ind/100 m2 Sedangkan jenis R. mucronata

nilai kerapatan sebesar 3,16 ind/100 m2 Katagori sapihan mangrove jenis Ceriops tagal

memiliki nilai kerapatan sebesar 8,7 ind/25 m2. Untuk katagori anakan, jumlah individu

terbanyak diwakili oleh mangrove jenis C. tagal, dengan nilai kerapat-an 9 ind/ m2.

Dari hasil survey dapat dikemukakan bahwa dari 9 spesies mangrove pada P.

Karang sebagaimana telah dikemukakan, kerapatan total vegeta-si mangrove adalah

sebesar 1,0927 tegakan/m2 atau mencapai 10927 tegakan/Ha dimana kerapatan untuk

katagori pohon 0,0970 tegakan/m2 atau 970 tegakan/Ha, sapihan 0,3495 tegakan/m2 atau

3495 tegakan/Ha dan kerapatan untuk katagori anakan adalah 0,7462 tegakan/m2 atau

sekitar 7462 tegakan/Ha.

Diameter rata-rata untuk katagori pohon adalah 28,2 cm dan lebih didominasi oleh

mangrove jenis Bruguiera dan Rhyzophora namun ada jenis mangrove yang mempunyai

diameter yang cukup besar yaitu mangrove jenis Avicennia marina yang mencapai 47,5

cm. Data yang telah diuraikan memberikan indikasi bahwa mangrove di P. Karang

memiliki perkembangan yang baik dalam proses regenerasi terutama mangrove dari famili

Rhizophoraceae, perkembangan ini juga ditunjang oleh kondisi substrat yang berlumpur

yang merupakan habitat utama mangrove. Tidak ada peman-faatan mangrove pada Pulau

ini, hal ini turut menunjang perkembangan mangrove Pulau Karang.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU38

Page 39: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Lamun

Ekosistem lamun menempati areal yang cukup luas di lingkungan perairan P.

Karang dan memiliki penyebaran yang sangat luas yang hampir mengelilingi P. Karang

dengan ketebalan yang cukup baik dengan adanya terumbu karang sehingga menghambat

gerakan-gerakan ombak menuju pantai.

Di pulau ini terdapat 3 jenis lamun pada stasiun pengamatan di P. Karang. Dari ke

tiga jenis lamun yang ada, spesies Siringodium isoetifilium memiliki kehadiran tertinggi

pada setiap kuadran penga-matan dan kehadiran terendah diwakili oleh spesies Enhallus

acoroides.

Kerapatan lamun di Pulau Karang berdasarkan hasil pengamatan ditemukan sebesar

76 tegakan/m2, dimana kerapatan tertinggi ditemukan pada jenis Syringodium isoetifilium

sebesar 49.78 tegakan/m2 dengan persen penutupan relatif sebesar 37.26%; sedangkan

kerapatan terendah diwakili oleh jenis Enhallus acoroides yaitu 1.69 ind/m2 dengan persen

penutupan relatif 28.52%

Terumbu Karang

Berdasarkan pengukuran di lapangan yang diverifikasi dengan hasil analisis data

citra satelit ternyata panjang terumbu karang pada perairan pesisir P. Karang mencapai

19,04 km dengan lebar terumbu rata-rata sekitar 665 m. Areal terumbu karang pada bagian

barat hingga barat daya tergolong lebar dibanding bagian utara dan timur dari P. Karang.

Secara umum, komponen biotik mendominasi substrat dasar dari terumbu karang P.

Karang dibanding komponen abiotiknya. Fakta ini menunjukan terumbu karang pada pulau

kecil perbatasan ini masih baik dengan variasi dan dominansi kom-ponen biotik yang

terdapat pada areal terumbunya. Persen tutupan komponen biotik lebih tinggi pada areal

terumbu bagian utara dibanding bagian barat pulau.

Bila komponen biotik diamati terpisah, maka karang batu memiliki persen tutupan

substrat dasar lebih tinggi dari biota laut lain (moluska, ekhinodermata, algae, spons dan

lain-lain). Karang batu kategori Acropora memiliki persen tutupan dasar terumbu lebih

tinggi dibanding karang batu dari kategori Non-Acropora. Sementara untuk komponen

abiotik, ternyata patahan karang mati (rubbles) memiliki persen tutupan substrat dasar

terumbu lebih tinggi dibanding komponen pasir dan karang mati di areal terumbu bagian

barat. Sementara untuk areal terumbu bagian utara dari P. Karang ini, ternyata karang mati

merupakan komponen abiotik yang menonjol nilai persen tutupan substrat dasarnya.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU39

Page 40: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Kategori bentuk pertumbuhan bentik yang dijumpai di terumbu karang P. Karang

hanya sebanyak 11 kategori (± 38%) dari total 29 kategori bentuk pertumbuhan bentik

yang biasanya ditemukan di ekosistem terumbu karang. Ini menunjukan terumbu karang P.

Karang masih dalam proses perkembangan menuju suatu sistem terumbu alami.

Kondisi terumbu P. Karang bagian utara tergolong baik, sementara di bagian barat

pulau termasuk kategori kurang baik sesuai nilai persen tutupan substrat dasar terumbu

oleh karang batu. Karang Acropora dari bentuk tumbuh berca-bang Acropora “digitate”

(Gambar. 6 dan Gambar. 7) memiliki persen tutupan subsubstrat dasar lebih tinggi dari

Acropora “tabulate” serta bentuk tumbuh dari Acropora “submasif” di perairan pesisir

bagian barat. Sementara di perairan pesisir utara pulau ini, ternyata Acropora bercabang

dan Acropora “tabulate” memiliki nilai persen tutupan substrat dasar lebih tinggi dari 2

bentuk tumbuh karang Acropora yang lain.

Karang batu Non-Acropora di perairan pesisir barat P. Karang tidak bervariasi

dengan persen tutupan yang rendah. Sementara di bagian utara pulau kecil ini, ternyata

karang batu Non- Acropora dengan nilai persen tutupan yang tinggi adalah karang masif

dan submasif. Karang batu Non-Acropora dengan nilai persen tutupan substrat dasar

terumbu yang rendah dibagian utara pulau adalah karang bercabang (CB).

Terumbu karang pada perairan pesisir P. Karang ini memiliki 65 spesies karang

batu yang termasuk dalam 22 genera dan 12 famili. Variasi jenis karang ini tergolong

tinggi dihubungkan dengan sebaran dan luas areal terumbu yang relatif terbatas, serta

kondisi perairan dimusim barat yang umumnya keruh akibat aksi gelombang yang

menaikan partikel halus substrat dasar perairan sekitar terumbu karang sehingga menjadi

pembatas bagi kehadiran sejumlah jenis karang polip kecil yang umumnya peka terhadap

tekanan sedimentasi.

Famili karang batu dengan kelimpahan jenis yang tinggi adalah Acroporidae (20

spesies), Faviidae (17 spesies), dan Poritidae (6 spesies). Karang batu Acropora

“branching” (bercabang) memilki jumlah jenis lebih banyak dibanding jumlah jenis karang

dari bentuk tumbuh Acropora yang lain. Sementara karang batu Non-Acropora yang

memiliki kelimpahan jenis terbanyak adalah karang masif (CM) yaitu sebanyak 17 jenis

dan karang bercabang (CB) sebanyak 7 jenis. Karang batu dari bentuk tumbuh Acropora

yang memiliki variasi jenis tergolong rendah di perairan Pulau Karang adalah Acropora

encrusting (ACE) dan Acropora submasif (ACS), dimana masing-masing hanya memiliki

satu spesies karang.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU40

Page 41: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Pada areal terumbu Pulau Karang tidak terdapat nilai tutupan karang batu dari

bentuk tumbuh Soliter. Akan tetapi diperairan pesisir pulau kecil perbatasan ini ditemukan

6 spesies karang batu famili Fungiidae yaitu Fungia (Verillofungia) concina, Fungia

(Fungia) fungites, Fungia repanda, Fungie echinata, Herplitha limax, dan Polyphyllia

talpina. Kenyataan ini terkait erat dengan metode pengamatan, dimana jenis-jenis karang

baru dari bentuk tumbuh soliter tersebut tidak dipotong oleh garis transek.

Ikan Karang

Ikan karang yang menempati areal terumbu P. Karang mencapai 77 spesies yang

tergolong dalam 47 genera dan 22 famili. Kekayaan spesies ikan karang ini tergolong

sangat tinggi dengan dimensi areal terumbu P. Karang yang tidak terlalu luas dibanding

areal terumbu lainnya dalam kawasan Cagar Alam Laut Aru Tenggara.

Famili ikan karang dengan variasi jenis yang tinggi di perairan karang P. Karang

adalah Pomacentridae (13 jenis), Chaetodontidae (10 jenis), Labridae (9 jenis), Serranidae

(5 jenis), Lutjanidae (5 jenis) dan Acanthuridae (5 jenis). Selain itu, sebanyak 16 famili

ikan karang memiliki jumlah spesies < 5, bahkan 4 famili diantaranya hanya memiliki satu

spesies yakni Balistidae, Mullidae, Synodontidae dan Zanclidae. Ikan karang dari genus

Chaetodon, Lutjanus, Pomacentrus dan Abudefduf memiliki variasi jenis tergolong tinggi

di perairan karang ini. Selain itu sebanyak 43 genera lainnya memiliki jumlah spesies < 3,

bahkan 29 diantaranya hanya memiliki 1 spesies. Tingginya kekayaan jenis ikan karang

famili Chaetodontidae yang juga termasuk kategori spesies indikator memberikan indikasi

bahwa kualitas terumbu karang P. Karang relatif masih baik.

Didasari pengelompokannya untuk tujuan monitoring, maka kekayaan jenis ikan

karang kategori Major Categories Species perairan karang P. Karang lebih tinggi dibanding

kategori Target Species dan Indicator Species. Sementara berdasarkan kriteria

pemanfaatannya, ternyata kekayaan jenis ikan konsumsi lebih tinggi dibanding ikan hias.

Kepadatan ikan karang di areal terumbu P. Karang termasuk tinggi bila dikaitkan

dengan kondisi terumbu karangnya. Sesuai kategori monitoring, ternyata ikan karang

’’target species’’ memiliki kepadatan dan kelimpahan individu tertinggi dibandingkan

dengan kelompok ikan karang “Major Categories Species” dan “Indicator Species.

Berdasarkan kriteria pemanfaatannya, maka ikan karang yang termasuk kelompok Ikan

Hias memiliki kepadatan dan kelimpahan individu lebih rendah dibanding Ikan Konsumsi.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU41

Page 42: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Kelimpahan stok (stock abundance) sumberdaya ikan di perairan terumbu karang P.

Karang, juga tergolong tinggi. Ikan karang dari kriteria pemanfaatan sebagai ikan

konsumsi memiliki nilai kelimpagan stok, MSY dan JTB lebih tinggi dibanding kelompok

ikan karang dari kategori Target Species karena ikan konsumsi merupakan gabungan dari

kelompok ikan Major Categories Species dan Target Species. Gambaran nilai sediaan

cadang serta kelimpahan stok ikan karang tersebut menunjukan bahwa perairan karang

sekitar P. Karang sebagai pulau kecil terluar atau perbatasan ini menyimpan potensi

sumberdaya ikan karang yang besar.

Setidaknya terdapat empat jenis ikan karang di perairan P. Karang yang termasuk

kategori predominan di dalam komunitasnya. Jenis ikan Caesio teres sangat predominan

dibanding tiga jenis ikan karang yang lain. Sesuai kriteria pemanfaatannya sebagai ikan

konsumsi, maka Caesio teres memiliki nilai sediaan cadang, MSY dan JTB jauh lebih

tinggi dari Abudefduf vaigiensis dan Chaetodon kleini yang merupakan spesies dengan

jumlah individu tertinggi untuk ikan hias.

Sementara untuk kriteria monitoring, jenis ikan Caesio teres (ekor kuning) sebagai

Target Species adalah jenis ikan yang predominan dengan kepadatan individu, sediaan

cadang, kelimpahan stok, nilai MSY dan JTB yang sangat menonjol dibanding dua jenis

ikan predominan lainnya yaitu Abudefduf vaigiensis yang termasuk Major Categories

Species dan Chaetodon kleinii sebagai ikan yang termasuk dalam kategori Indicator

Species. Bila keempat jenis ikan yang tergolong predominan itu dikelompokan menurut

tujuan pemanfaatan, maka ikan konsumsi memiliki kepadatan individu dan sediaan cadang

jauh lebih tinggi dari ikan hias.

Perikanan Tangkap

Perairan sekitar P. Karang lebih sering dimanfaatkan oleh nelayan dari Desa Apara

sebagai daerah pe-nangkapan. Walaupun demikian, nelayan lokal dari desa-desa sekitarnya

juga memanfaatkan perairan ini sebagai daerah penangkapan. Selain itu, di perairan ini

juga beroperasi kapal-kapal penangkap udang penaeid dengan mengguna-kan pukat udang

(shrimp trawl)) karena perairan ini baik sebagai daerah penangkapan-nya.

Nelayan lokal dari Desa Apara dan desa-desa di sekitarnya menangkap ikan di

perairan Pulau Karang dengan menggunakan pancing tangan (hand line) untuk menangkap

ikan pelagis kecil, ikan demersal dan ikan karang. Rawai hanyut (drift long line) juga

digunakan terutama untuk menangkap ikan hiu (Carcharhinus spp) supaya diambil

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU42

Page 43: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

siripnya, tapi kadangkala ikan tenggiri (Scomberomorus sp) juga ikut tertangkap. Alat

tangkap bubu (trap net) dioperasikan oleh mereka dengan menempatkannya di antara

karang pada perairan pesisir P. Karang untuk menangkap ikan demersal dan ikan ka-rang.

Jaring insang ha-nyut (drift gill net) digu-nakan untuk menang-kap ikan hiu (Carcharhinus

spp) dan teng-giri (Scomberomorus sp). Alat tangkap yang paling sering digunakan adalah

jaring insang dasar (bottom gill net) yang ditempatkan di pesisir P. Karang untuk

menangkap penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).

Jumlah pancing tangan (hand line) yang dioperasikan oleh nelayan Desa Apara di

per-airan P. Karang sebanyak 4 unit. Rata-rata fre-kuensi penangkapan dengan alat

tangkap ini adalah 5 trip/ bulan atau 40 trip/tahun, menghasilkan tangkapan sebanyak ±

800 kg ikan demersal dan ikan ka-rang. Ikan hiu yang ditangkap oleh nelayan dengan

menggunakan rawai hanyut (drift long line) mam-pu menghasilkan sirip kering sebanyak 1

– 3 kg/trip/unit. Trip penangkapan dengan rawai hanyut membutuhkan 3 – 5 hari sehingga

dalam setahun 1 unit alat tangkap ini mampu menghasilkan sirip ikan hiu kering sebanyak

± 120 kg. Ikan demersal dan ikan karang yang ditangkap dengan bubu (trap net) mampu

menghasilkan 0,5 – 3 kg/trip/unit. Tiap trip penangkapan dengan bubu (trap net)

membutuhkan 1-2 hari, dan dalam selang waktu 1 bulan nelayan melakukan aktifitas

penangkapan sebanyak 10 trip atau dalam setahun 60 trip. dengan alat tangkap ini

membutuhkan waktu 3 – 5 hari dan dalam 1 bulan mereka dapat melakukan kegiatan

penangkapan sebanyak 4 – 5 trip. Hasil tangkapan ikan tenggiri (Scomberomorus sp)

dengan 1 unit jaring insang hanyut pada perairan sebanyak 120 – 400 kg/trip atau sebanyak

5.440 kg/tahun.

Jaring insang dasar (bottom gill net) dipasang secara tetap di perairan pantai yang

pesisirnya menjadi tempat penyu bertelur. Dengan metode ini, mereka menjerat penyu

sebelum penyu tersebut mencapai daratan untuk bertelur. Kondisi ini bertentangan dengan

UU No. 5 tahun 1990 dan SK Menhut No. 72/Kpts.II/1991 bahwa daerah pulau Enu,

Karang, Jeh, Jin, dan sekitarnya dinyatakan terlarang untuk pengambilan penyu. Daerah ini

sebagai cagar alam laut, dan semua penangkapan penyu dinyatakan terlarang dan bagi

pelanggar dikenakan hukuman penjara 10 tahun atau denda Rp. 200.000.000.- sesuai

ketetapan peraturan tersebut.

Pada survei bulan Desember 2005, tim peneliti Universitas Pattimura dan Dinas

Perikanan dan Kelautan Provinsi maluku menemukan banyak be-kas pembantaian penyu di

P. Karang dan bahkan menemukan 5 ekor penyu yang baru di tangkap. Penyu-penyu yang

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU43

Page 44: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

ditemukan ini, 3 ekor penyu ditemukan masih masih dalam keadaan hidup dan 2 ekor

lainnya sudah mati. Tim peneliti kemudian melepaskan 3 ekor penyu yang masih hidup

tersebut kembali ke habitatnya di laut.

Organisme-organisme ini berdasarkan hasil perhitungan, ditemukan bahwa tingkat

kepadatan makrofauna bentos (moluska) dari spesies-spesies yang bernilai ekonomis

penting untuk spesies dengan nilai kepadatan tertinggi yaitu dari jenis Trochus niloticus,

dengan nilai kepadatan 0,5 ind/m2 dan terendah untuk jenis Conus vitullinus, Lambis

lambis dan Turbo argyrostoma dengan nilai kepadatan yaitu 0,01 ind/m2.

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

Pulau Karang terbentuk dari jenis batuan gamping koral dengan jenis tanah berupa

Rensina dan Hidromorfik kelabu. Pulau ini memiliki zone pasang surut yang cukup lebar

dan luas yakni 5,648 km². Pantai berpasir umumnya ditemukan pada bagian timur dan

selatan pulau dengan lebar bervariasi dari 15 – 22 m dengan kemiringan lereng 7 – 12°.

Sementara pantai bervegetasi mangrove ditemukan pada sisi utara – timur laut. Proses

abrasi intensif terjadi pada beberapa bagian pulau akibat gelombang laut.

Rataan pantai kering pulau ini datar dengan material utama pasir, dan diman-

faatkan oleh penyu sebagai lahan bertelur. Vegetasi yang tumbuh umumnya merupa-kan

jenis vegetasi lahan kering yang tidak produktif (semak belukar), kasuarina, kayu besi,

sesel pantai, dan mata ikan. Sementara rataan pasut ditumbuhi oleh vegetasi lamun dan

algae. Di sekitar perairan pulau Karang tidak terdeteksi adanya proses akumulasi pasir

koral seperti di pulau zone pasut P.Kultubai, Karawai dan Ararkula. Dengan demikian

belum ada peluang terbentuknya pulau baru di kawasan ini.

Iklim di gugusan Kepulauan Aru, termasuk P. Karang sesuai klasifikasi Schmid

dan Ferguson (1951) termasuk tipe iklim C dengan nilai Q = 0,19 dengan curah hujan

tahunan bervariasi dari 2000 - 3000 mm. Jumlah hari hujan rata-rata adalah 105 hari, dan

curah hujan tertinggi terjadi antara bulan Januari hingga Maret. Jumlah rata-rata bulan

basah 9 bulan dan bulan kering 1,7 bulan.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU44

Page 45: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Keadaan iklimnya sangat dipengaruhi oleh Laut Arafura dan dibayangi oleh P. Irian

bagian selatan serta bagian utara Australia. Musim Timur optimum berlangsung antara

bulan Juni hingga Agustus. Musim Barat berlangsung antara bulan Desember hingga

Pebruari. Sedangkan Musim peralihan atau pancaroba antara kedua musim utama itu

terjadi pada bulan Maret-Mei dan Sepetember-Nopember.

Pasang surut di P. Karang terjadi dua kali sehari. Jangkauan pasang surut mencapai

2 – 2.5 m. Arus yang terjadi di sekitar perairan P. Karang didominasi oleh arus pasut, dan

juga oleh arus non pasut dari Laut Arafura. Kecepatan arus pada kondisi perairan tenang

pada zone pasut cukup lemah dan berkisar dari 10 – 25,8 cm/detik tetapi saat air bergerak

pasang kecepatan arus cukup tinggi yakni 30 - 65 cm/detik. Di luar zone pasut, terutama

pada sisi timur pulau, kecepatan arus sangat tinggi dan membentuk pusaran arus yang

mengalir ke arah selatan – barat daya. Kondisi ini cukup berbahaya bagi penyelam di

kawasan ini.

Gelombang di perairan P. Karang merupakan gelombang angin (variasi sea dan

swell), dimana angin sebagai pembangkit utama yang bervariasi secara musiman.

Gelombang pecah di pantai pulau ini yaitu “plunging”. Gelombang pecah tersebut sangat

berperan terhadap pembentukan morfologi pantai pulau. Pada bagian utara – timur laut,

kondisi perairan relatif tenang sehingga membantu proses pertumbuhan mangrove dan

dimanfaatkan oleh nelayan sebagai basecamp untuk perburuan penyu hijau. Sementara

pada bagian lain, kondisi perairan relatif bergolak jika digerakkan oleh angin musim.

Suhu rata-rata di perairan sekitar P. Karang pada bulan Desember 2005 berkisar

antara 30,0– 30,2 0C. Nilai salinitas di lapisan permukaan sampai pertengahan perairan P.

Karang pada bulan yang sama berkisar dari 33,0 - 34 ppt. Kecerahan air disekitar P.

Karang memiliki tingkat kecerahan tinggi < 7 meter.

Konsentrasi padatan tersuspensi di perairan sekitar P. Karang sebesar 0,009 mg/600

ml/det. Tinggi rendahnya variasi nilai padatan tersuspensi disebabkan ada perbedaan laju

konsentrasi materi tersuspensi dan jarak lokasi dengan sumber asal sedimen di perairan

sekitar P. Karang. Sumber utama partikel tersuspensi di perairan ini berasal dari aktivitas

penangkapan udang dengan trawl terutama pada bagian Barat pulau. Sedangkan pada

bagian Timur dari P. Karang sumber utama partikel tersus-pensi berasal dari daerah di

sekitar ekosistem mangrove yang tipe substrat dasarnya lumpur, terutama pada musim

Barat.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU45

Page 46: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Kandungan oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan P. Karang, sebesar 6,60

ppm dan Nilai pH berkisar antara 8,60 - 8,61. Sedangkan untuk nilai zat hara seperti

kandungan fosfat, nitrit dan nitrat di perairan sekitar, sangat bergantung pada input yang

diperoleh dari lingkungan. Selain pasang surut, faktor musim tampaknya memberi

kontribusi yang nyata terhadap besarnya fluktuasi kandungan fosfat, nitrit dan nitrat.

Kandungan fosfat yang ditemukan adalah sebesar 0,09 mg/ltr, nitrit 0,005 mg/ltr),

sementara kadar nitrat sebesar 0,15 mg/ltr.

Kisaran nilai suhu, salinitas, kadar oksigen terlarut, pH, dan zat hara tersebut

berada dalam batas normal dan layak untuk berbagai kepentingan pengembangan

perikanan, terutama perikanan budidaya, terhadap komoditas tertentu (pilihan), wisata

bahari, dan konservasi. Bahkan nilai-nilai kualitas perairan tersebut tergolong optimal bagi

perikanan pelagis kecil maupun pelagis besar.

Sarana dan Prasarana

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Konservasi

Salah satu upaya pengembangan pengelolaan sumberdaya pesisir secara

berkelanjutan adalah dengan menerapkan konsep konservasi yang memberikan

perlindungan bagi sumberdaya pesisir dimaksud. Sumberdaya pesisir ini salah satunya

harus memenuhi persyaratan kelangkaan, berperan penting dalam ekosistem, tetapi juga

memiliki daya tarik tersendiri bagi pengembangan kawasan ekowisata. Pulau Karang

merupakan salah satu Pulau yang termasuk dalam Cagar Alam Laut Aru Tenggara.

Setidaknya terdapat empat jenis organisme yang dilindungi (terdiri dari tiga jenis

mamalia laut dan satu jenis reptilia) yang ditemukan pada perairan pesisir dan laut sekitar

P. Karang. Mamalia laut yang dimaksud adalah Lumba-Lumba, Dugong (Duyung) dan

Paus.

Lumba-Lumba sering terlihat berenang pada perairan laut P. Enu yang agak dalam

sebagai jalur migrasinya untuk berbagai tujuan hidup, terutama untuk mencari makan.

Jenis Lumba-Lumba yang dimaksud adalah Pseudorca crassidens, dan Globicephalla

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU46

Page 47: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

macrorhynchus. Sementara jenis dugong yaitu Dugong dugon sering hadir pada perairan

pesisir P. Karang berkaitan dengan tujuan memanfaatkan jenis-jenis lamun sebagai sumber

makanannya. Pengamatan di lapangan menunjukkan adanya bekas-bekas jalur makan dari

dugong. Sementara itu, secara temporal jenis paus yaitu Physeter catodon (Sperm Whale)

sering juga terlihat melintasi perairan pesisir dan laut sekitar P. Karang yang relatif dalam.

Hasil-hasil penelitian memberikan informasi bahwa sebanyak 4 jenis penyu yang

menggunakan pantai kering P. Karang untuk bertelur atau perairan pesisir sebagai tempat

mencari makan. Jenis-jenis penyu itu adalah penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik

(Eretmochelys imbricata), penyu sisik semu (Lepidochelys olivacea) dan penyu pipih

(Natator depressa).

Hampir seluruh areal pantai kering P. Karang merupakan tempat bertelur yang ideal

bagi penyu-penyu tersebut. Ironisnya, hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa

hampir di sepanjang pantai P. Karang ditemukan bangkai-bangkai penyu yang berserakan.

Hasil pengamatan langsung di lapangan, ternyata bahwa masyarakat yang datang ke P.

Karang, yang karena ketidaktahuan dan tuntutan ekonominya membuat mereka memburu

dan membantai reptilia ini. Perilaku menyimpang masyarakat ini kemudian semakin

mewabah karena muncul pihak-pihak ketiga yang siap membeli dengan harga yang mahal

daging penyu yang berhasil ditangkap oleh masyarakat.

Kenyataan-kenyataan di atas ini semakin mengukuhkan pentingnya dilakukan

pengem-bangan dan pengelolaan kegiatan konservasi di P. Karang. Namun hal tersebut

harus dimulai de-ngan kegiatan penyadaran masyarakat melalui pendekatan dengan tokoh-

tokoh masyarakat dari Desa Longgar dan Desa Apara yang mempunyai pertuanan pada P.

Karang tersebut, meningkatkan intensitas penyuluhan-penyuluhan perikanan dan kelautan

serta sejumlah kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan di bidang

perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Kemu-dian perlu juga dilakukan sosialisasi

peraturan-peraturan perikanan, penguatan kapasitas kelembaga-an dan peningkatan

kapabilitas fungsi pengawasan terhadap berbagai pelanggaran yang terjadi.

Pariwisata

Pulau Karang merupakan salah satu pulau yang mempunyai potensi pariwisata

yang sangat besar salah satunya yaitu wisata ilmiah. Seperti telah dikemukakan di atas

bahwa pantai kering P. Karang merupakan tempat yang sangat disenangi oleh penyu untuk

bertelur, dan perairan pantai P. Karang ini juga merupakan daerah migrasi dari lumba-

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU47

Page 48: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

lumba. Peristiwa ini merupakan peristiwa yang langka dan akan menjadi daya tarik

tersendiri baik bagi masyarakat umum, ilmuan maupun pencinta alam lainnya. Demikian

juga penelitian terhadap mamalia laut, sperti dugong dan ikan paus.

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU48

Page 49: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

KARAWEIRA / KAREREI

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN KEPULAUAN ARU

Kecamatan : ARU TENGAH

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Karerei merupakan salah satu pulau kecil terluar (perbatasan) yang terdapat

di Provinsi Maluku. Pulau ini sering juga disebut dengan nama Pulau Karaweira, namun

masyarakat sekitar lebih mengenal nama Karerei. Pulau ini merupakan pulau yang tidak

berpenghuni dengan luas kurang lebih 0.68 km2. Pulau ini memiliki Titik Dasar (TD) No.

098 dan Titik Referensi (TR) No. 098.

Secara administrasi Pulau Karerei masuk dalam administrasi Desa Mariri,

Kecamatan Aru Tengah, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku, dan secara

geografis Pulau Karerei terletak antara 05o 57’ 26” LS dan 134o 51’ 31” BT.

Tidak ada transportasi umum atau reguler yang menghubungkan Desa Mariri

dengan ibukota Kabupaten Kepulauan Aru (Dobo) maupun dengan Kecamatan Aru

Tengah. Sehingga untuk mencapai pulau ini harus mencarter speed boat dari Dobo.

Untuk mencapai Pulau Karerei dapat melewati selat antara Pulau Wokam dan

Pulau Kobror dengan waktu tempuh antara 5 jam hingga 6 jam dengan menggunakan

speed boat dari Dobo. Sarana transportasi laut lain adalah yang dimiliki masyarakat Desa

Mariri, berupa katinting yang digunakan untuk menangkap ikan maupun untuk pergi ke

ibukota kecamatan maupun ibukota kabupaten, namun waktunya tidak tentu karena

tergantung kebutuhan masyarakat. Sedangkan untuk mencapai Pulau Karerei dari Desa

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU49

Page 50: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Mariri dengan menggunakan speed boat ditempuh dalam waktu antara 30 menit hingga 45

menit, sedangkan dengan menggunakan katinting dapat ditempuh dalam waktu antara 1

jam hingga 1 jam 30 menit.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Pulau Karerei selalu diakses oleh masyarakat dari Desa Mariri yang memiliki

jumlah penduduk sebanyak 507 jiwa (laki-laki 262 jiwa dan perempuan 245 jiwa) dan

Kojabi sebanyak 1127 jiwa (laki-laki 596 jiwa dan perempuan 531 jiwa). Mariri memiliki

jumlah kepala keluarga sebanyak 120 KK, 85 % kepala keluarganya laki-laki dan 15 %

lainnya perempuan. Sedangkan di Kojabi kepala keluarga berjumlah 256 KK, 85,55 %

kepala keluarganya laki-laki dan 14,45 % lainnya perempuan.

Kelompok penduduk umur produktif di Mariri mencapai 59,37 %, sedangkan di

Kojabi mencapai 56,43 %. Sesuai potensi sumber daya manusia tersebut, kegiatan ekonomi

yang dikembangkan oleh masyarakat hanya mampu membentuk kelompok keluarga di atas

garis kemiskinan (menurut kriteria BKKBN) rata-rata sebesar 10,66 %, dimana Mariri

sebesar 10 % dan Kojabi sebesar 11,33 %. Ini menunjukan bahwa rata-rata keluarga

miskin yang ada sebesar 88 – 90 %. Berdasarkan distribusi keluarga miskin tersebut, 60 %

KK di Mariri dan 74,22 % KK di Kojabi berada pada garis kemiskinan akibat alasan

ekonomi. Paling tidak kondisi ini masih memberikan indikasi akses masyarakat yang

sangat lemah terhadap kegiatan produksi.

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Pulau Karerei memiliki tingkat keanekaragaman flora relatif kecil. Hal ini

ditunjukkan tidak adanya kawasan hutan alam yang memiliki tingkat heterogen tumbuhan.

Jenis tumbuhan yang teridentifikasi diantaranya merupakan vegetasi budidaya seperti

kelapa serta jenis tumbuhan seperti pandanus serta semak belukar yang tumbuh hampir

menutupi sebagian besar dari bagian pulau ini.

Rendahnya keanekaragaman flora di pulau ini dikarenakan struktur tanah yang

kurang baik untuk pertumbuhan maupun perkembangan dari vegetasi yang tumbuh dan

berkembang di pulau ini. Disamping itu masyarakat yang mengakses pulau ini tidak

menjadikan pulau ini sebagai lahan pertanian maupun perkebunan karena alasan di atas.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU50

Page 51: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Lamun

Berdasarkan survei yang dilakukan, di Pulau Karerei ditemukan sebanyak 6 jenis

lamun. Dari keenam jenis lamun yang ada, spesies Cymodocea rotundata merupakan

jumlah terbanyak sedangkan spesies Halophilla ovalis jumlahnya sedikit.

Terumbu Karang

Berdasarkan nilai persen tutupan substrat dasar terumbu oleh karang batu menurut

bentuk tumbuh koloni (Tabel 3), ternyata karang batu kategori Acropora dari bentuk

tumbuh bercabang (ACB) memiliki persen tutupan substrat dasar yang tinggi di areal

terumbu Pulau Karerei Besar. Sementara untuk karang batu dari kategori Non-Acropora,

ternyata karang batu dari bentuk tumbuh masif (CM) memiliki persen tutupan substrat

dasar tertinggi dibanding bentuk tumbuh koloni karang batu lainnya. Selain itu, karang

batu dari kategori Acropora maupun Non-Acropora memiliki bentuk tumbuh koloni relatif

tidak bervariasi.

Terumbu karang Pulau Karerei Besar hanya memiliki 28 jenis karang batu (hard

coral) yang termasuk dalam 17 genera dan 7 famili. Famili karang batu dengan jumlah

jenis terbanyak adalah Faviidae (6 jenis) dan famili Poritidae (5 jenis). Famili karang

dengan jumlah jenis terendah yaitu Helioporidae dan famili Oculinidae, dimana masing-

masing memiliki 1 jenis. Kekayaan atau variasi jenis ka-rang di areal terumbu Pulau

Karerei Besar ini tergolong rendah, dimana fakta ini kemungkinan disebabkan oleh dua

faktor utama yaitu: (1). Terjadi sedimentasi secara periodik menurut periode pasang surut

yang menimbulkan kekeruhan sehingga menghambat pertumbuhan/perkembangan karang,

serta (2) Substrat dasar terumbu yang lunak sehingga tidak ideal sebagai substrat

penyokong bagi larva dan karang untuk melekat, tumbuh dan berkem-bang menjadi karang

dewasa.

Karang batu dari kategori Non-Acropora memiliki jumlah jenis lebih banyak

dibanding karang batu kategori Acropora. Karang masif memiliki jumlah jenis lebih

menonjol dibanding 5 bentuk tumbuh koloni karang batu kategori Non-Acropora yang lain.

Sementara karang batu dari kategori Acropora, ternyata semua bentuk tumbuh koloni

memiliki jumlah jenis tergolong rendah.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU51

Page 52: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Ikan Karang

Ikan karang yang menempati areal terumbu Pulau Karerei mencapai 46 spesies

yang tergolong dalam 32 genera dan 20 famili. Kekayaan spesies ikan karang ini tergolong

relatif tinggi dengan dimensi areal terumbu Pulau Karerei yang tidak luas dibanding areal

terumbu lainnya seperti Pulau Kultubai Selatan.

Famili ikan karang dengan variasi jenis yang tinggi di perairan karang Pulau

Karerei adalah Pomacentridae (10 jenis), Chaetodontidae (8 jenis), dan Labridae (5 jenis).

Sebanyak 19 famili lainnya memiliki jumlah spesies < 5, dimana 8 famili dian-taranya

hanya memiliki satu spesies yakni Apogonidae, Atherinidae, Balistidae Centropomidae,

Cirrhitidae, Dasyatidae, Haemulidae, Mullidae dan Pomacanthidae. Ikan karang dari genus

Lethrinus, Lutjanus dan Pomacentrus memiliki variasi jenis tergolong tinggi di perairan

karang ini. Selain itu sebanyak 29 genera lainnya memiliki jumlah spesies < 3, dimana 21

genera diantaranya hanya memiliki satu spesies. Rendahnya kekayaan jenis ikan karang

famili Chaetodontidae yang juga termasuk kategori spesies indikator memberikan indikasi

bahwa kualitas terumbu karang Pulau Karerei relatif kurang baik.

Perikanan Tangkap

Nelayan melakukan aktifitas penangkapan ikan di daerah penangkapan ikan sekitar

Pulau Karerei pada musim Barat sebab perairan tidak berombak. Pada musim Timur dari

bulan Mei sampai Agustus (4 bulan) kondisi perairan berombak, sehingga tidak

memungkinkan untuk melaut. Penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan

teknologi penangkapan ikan yang masih tradisional, terutama oleh nelayan-nelayan yang

berasal dari Desa Mariri yang memiliki hak ulayat pada kawasan ini.

Nelayan dari desa-desa sekitarnya juga turut memanfaatkan perairan di kawasan

Pulau Karerei sebagai daerah penangkapan ikan, yakni dari Desa/Dusun Koijabi, Jursiang,

Sewer dan Kumul. Perairan di sebe-lah Timur Pulau Karerei menjadi daerah penangkapan

udang penaeid dan ikan demersal yang sangat poten-sial. Hal ini ditandai dengan banyak

kapal-kapal pukat udang (shrimp trawl) dan pukat ikan (fish net) yang secara komersial

melakukan aktifitas penangkapan ikan di sana.

Alat penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan di kawasan ini, terdiri dari

gancu/ ”kalawai” dan tombak (spear gun) yang dipergunakan terutama pada saat air surut,

panah (arrow), pancing tangan (hand line) dan jaring insang hanyut (drift gill net). Operasi

penangkapan dengan alat tangkap pancing tangan (hand line) dilakukan menggunakan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU52

Page 53: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

perahu tanpa motor dan jaring insang hanyut (drift gill net) untuk menang-kap ikan hiu

(Carcharhinus spp.) menggunakan kapal motor.

Metode penangkapan kerang mutiara yang dipergunakan masih sederhana dan

bahkan hanya dengan menyelam tanpa menggunakan peralatan untuk mengumpulkan

kerang mutiara (Pinctada maxima) dan teripang (Holothuridae). Para nelayan penyelam

siput mutiara yang melakukan aktifitas penangkapan secara rutin terutama bukan berasal

dari desa-desa disekitar Pulau Karerei.

Produksi ikan hasil tangkapan nelayan yang menangkap ikan di perairan sekitar

Pulau . Karerei tidak terpantau dan terdata jumlah-nya. Hasil tangkapan nela-yan di

kawasan ini pada umumnya di pasarkan di kapal-kapal penampung yang berlabuh di

perairan sebelah timur Pulau Karerei. Kapal-kapal penampung ini, selain membeli ikan

dari para nelayan lokal, juga membeli ikan hasil tangkapan sampingan (by catch) dari

kapal pukat udang (shrimp trawl) yang beroperasi di kawasan ini.

Makrobentos

Perairan pesisir (daerah intertidal) Pulau Karerei dan laut sekitarnya menyimpan

sejumlah potensi sumberdaya makro bentos yang dapat dikembangkan sebagai komoditi

perikanan dan kelautan potensial. Jenis-jenis makrobentos yang ditemukan pada lokasi

perairan Pulau Karerei adalah dari kelompok moluska yang secara keseluruhan berjumlah

39 jenis dan diantaranya terdapat 10 spesies yang memiliki nilai ekonomis.

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

Karerei merupakan kelompok gugusan pulau kecil yang terbagi atas dua bagian

yakni Karerei Besar (1 buah pulau dengan nama Karerei Besar dengan luas 1,781 km²) dan

Karerei Kecil (6 buah pulau, hanya 1 pulau yang diberi nama pulau Doriau dengan luas

0,3755 km²). Topografi Pulau Karerei relatif sama dengan pulau-pulau kecil lainnya yang

terdapat di gugus Kepulauan Aru yaitu berdataran rendah. Pulaunya terbentuk dari jenis

batuan gamping koral dengan jenis tanah berupa Rensina dan Hidromorfik kelabu. Pesisir

pantainya terdiri atas pantai berpasir putih dan pantai berbatu dengan tebing terjal (cliff).

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU53

Page 54: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Pantai berpasir memiliki lebar bervariasi dari 20 – 45 m dan letaknya pada bagian

Timur- Utara pulau. Pantai tebing terjal terdapat pada hampir seluruh bagian pulau baik di

Karerei Besar maupu Karerei Kecil. Secara geomorfologis pulau pulau Karerei mengalami

proses abrasi intensif di sepanjang pantai yang disebab-kan oleh gempuran gelombang

musim. Pulau ini memiliki rataan pasang surut yang sangat lebar dan luas seperti halnya

dengan P. Ararkula. Luas total rataan pasang surut pulau pulau Karerei kecil berdasarkan

data Landsat 7 ETM+ adalah 21,32 km². Rataan pasut Karerei Besar 38,23 km² dan di

bagian Utara barat laut zone pasut itu ditemukan zone akumulasi pasir koral seluas 12,50

km².

Pada wilayah antar pulau dan bagian selatan pulau-pulau Karerei Kecil, proses

akumulasi pasir koral terjadi secara intensif membentuk rataan pasut berpasir yang cukup

luas. Proses ini sangat berpotensi menjadi pulau baru. Aktivitas pengambilan pasir di

gosong pasir kawasan ini jarang dilakukan sehingga secara geomorfologis proses

pembentukan pulau kecil akan terjadi secara cepat. Akumulasi pasir koral dan

pertumbuhan karang yang cepat dapat menjadi ancaman bagi pelayaran kapal niaga

maupun kapal perikanan jika tidak dilengkapi sistem sonar dan peta batimetri terbaru.

Tahun 1990 kapal ikan asing karam diperairan Pulau Karerei Kecil bagian Selatan karena

tidak dilengkapi dengan peta batimetri yang mutakhir.

Sebaran komponen penyusun substrat dasar zona pantai kering hingga zona pasang

surut bervariasi. Zona pantai kering di pulau-pulau ini didominasi oleh pantai berbatu

gamping dengan tebing terjal, namun pada beberapa bagian pulau zona pantai kering

dengan substrat pasir cukup luas yang ditumbuhi oleh vegetasi kelapa dan semak belukar

pantai. Pada umumnya zona pasut P. Karerei Kecil didominasi oleh substrat lunak yang

tersusun dari komponen pasir kasar hingga pasir halus yang ditumbuhi vegetasi lamun.

Sementara pada bagian lainnya memiliki substrat keras yang tersusun oleh komponen

karang dan hancuran karang yang ditumbuhi oleh alge.

Iklim di gugusan Kepulauan Aru, termasuk Pulau Karerei sesuai klasifikasi Schmid

dan Ferguson (1951) termasuk tipe iklim C dengan dengan curah hujan tahunan bervariasi

dari 2.000–3.000 mm. Jumlah hari hujan rata-rata adalah 105 hari, dan curah hujan

tertinggi terjadi antara bulan Januari hingga Maret. Jumlah rata-rata bulan basah 9 bulan

dan bulan kering 1,7 bulan.

Keadaan iklimnya sangat dipengaruhi oleh Laut Arafura dan dibayangi oleh Pulau

Irian bagian selatan serta bagian utara Australia. Musim Timur optimum berlangsung

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU54

Page 55: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

antara bulan Juni hingga Agustus. Musim Barat berlangsung antara bulan Desember

hingga Pebruari. Sedangkan Musim peralihan atau pancaroba antara kedua musim utama

itu terjadi pada bulan Maret-Mei dan Sepetember-Nopember.

Pasang surut (Pasut) di Pulau Karerei terjadi dua kali sehari (tipe harian ganda).

Jangkauan pasang surut mencapai 2 – 2.5 m. Arus yang terjadi di sekitar Pulau Karerei

didominasi oleh arus pasut, dan juga oleh arus non pasut dari Laut Arafura. Kecepatan arus

pada kondisi perairan tenang pada zone pasut cukup lemah dan berkisar dari 5,5 – 15,4

cm/detik setapi saat air bergerak pasang kecepatan arus cukup tinggi yakni 30 – 56

cm/detik. Arus pasang bergerak ke arah Barat Daya, dan arah angin dari Barat – Barat

Laut. Di luar zone pasut, kecepatan arus lebih kuat pada sisi Timur dan Barat pulau dengan

kisaran 15 – 62 cm/detik yang mengarah ke Selatan hingga Barat Daya.

Gelombang di perairan Pulau Karerei merupakan gelombang angin (variasi sea dan

swell), dimana angin sebagai pembangkit utama yang bervariasi secara musiman. Terdapat

2 tipe gelombang pecah di pantai Pulau Karerei yaitu “spilling”, dan “plunging” dengan

dominasi “plunging”. Energi gelombang “plunging” sangat ber-peran terhadap

pembentukan morfologi tebing terjal pantai di sisi timur dan barat Pulau Karerei. Proses

abrasi oleh gelombang dan arus menyebabkan beberapa bagian pantai tebing di bagian

utara Barat Laut terpisah dari pulau induknya membentuk steak. Hal ini menunjukkan

bahwa gelombang musim timur dan Barat sangat dominan pengaruhnya terhadap pulau

Karerei.

Secara umum bagian utara pulau umumnya memiliki perairan yang relatif tenang

dari bagian lainnya dan memiliki pantai berpasir yang lebar. Kondisi ini dimanfaatkan oleh

nelayan untuk berlindung, penambatan perahu dan kegiatan peman-faatan sumberdaya

perikanan.

Suhu rata-rata di perairan sekitar Pulau Karerei pada bulan Desember 2005 berkisar

antara 28,2o–30,60C. Nilai rata-rata salinitas di lapisan permukaan perairan Pulau Karerei

pada bulan yang sama sebesar 30 ppt. Air memiliki tingkat kecerahan < 6 meter.

Konsentrasi padatan tersuspensi di perairan sekitar Pulau Karerei sebesar 0,015

mg/600 ml/det. Tinggi rendahnya variasi nilai padatan tersuspensi disebabkan ada

perbedaan laju konsentrasi materi tersuspensi dan jarak lokasi dengan sumber asal sedimen

di perairan sekitar Pulau Karerei. Sumber utama partikel tersuspensi di perairan ini berasal

dari aktivitas penangkapan udang dengan menggunakan jaring trowl.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU55

Page 56: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Kandungan oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan Pulau Karerei, berkisar

antara 6,0 – 6,50 ppm. Nilai pH rata-rata di perairan sekitar Pulau Karerei pada bulan

Desember 2005 berkisar antara 8,08 - 8,33. Sedangkan nilai zat hara di perairan sekitar

Pulau Karerei sangat bergantung pada input yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya.

Selain pasang surut, tampaknya faktor musim memberi kontribusi yang nyata terhadap

besarnya fluktuasi kandungan fosfat, nitrit dan nitrat. Kandungan fosfat rata-rata pada

bulan Desember 2005 adalah 0,66 mg/ltr, nitrit (0,007 mg/ltr), sementara kadar nitrat

adalah sebesar 1,00 mg/ltr.

Kisaran nilai suhu, salinitas, kadar oksigen terlarut, pH, dan zat hara tersebut

berada dalam batas normal dan layak untuk berbagai kepentingan pengembangan

perikanan, terutama perikanan budidaya, terhadap komoditas tertentu (pilihan), wisata

bahari, dan konservasi. Bahkan nilai-nilai kualitas perairan tersebut tergolong optimal bagi

perikanan pelagis kecil maupun pelagis besar.

Sarana dan Prasarana

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki, maka Pulau Karerei dan perairan

disekitarnya dapat dikembangkan menjadi usaha perikanan yang produktif. Usaha ini

meliputi penangkapan, budidaya dan juga pengelohan hasil perikanan.

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU56

Page 57: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

KULTUBAI SELATAN

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN KEPULAUAN ARU

Kecamatan : ARU SELATAN

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Kultubai Selatan merupakan salah satu dari 8 pulau kecil terluar di

Kabupaten Kepulauan Aru. Menurut hasil verifikasi nama pulau yang dilakukan oleh Tim

Pembakuan Nama Rupabumi, nama pulau ini adalah Pulau Kultubai. Sedangkan

masyarakat setempat memberi nama pulau ini Pulau Kultubai Besar. Kata Kultubai berasal

dari kata Kult yang artinya pasir dan ubai yang artinya baru timbul. Total luas dataran P.

Kultubai berdasarkan data Landsat 7 ETM+ adalah 6.808 km2 dengan keliling pulau 30.31

km. Di pulau ini terdapat titik dasar no. TD.100 dan titik referensi no. TR.100.

Secara administratif, pulau yang tidak berpenghuni ini termasuk dalam wilayah

Kecamatan Aru Tengah, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Sedangkan secara

geografis, letak astronomis dari Pulau Kultubai adalah antara 06o 52’ 15” LS – 134o 43’

09” BT.

Tidak ada transportasi umum atau reguler yang menghubungkan P. Kultubai

maupun Desa Longgar dengan ibukota kabupa-ten (Dobo) atau dengan ibukota kecamatan

(Benjina), sehingga untuk mencapai P. Kultubai harus mencarter speed boat dari Dobo.

Untuk mencapai P. Kultubai, perjalanan dilakukan dengan melewati selat antara P. Kobror

dan P. Maekor hingga P. Baun kemudian menuju P. Kultubai dengan waktu tempuh antara

5 hingga 6 jam dengan menggunakan speed boat dari Dobo. Sarana transportasi laut yang

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU57

Page 58: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

dimiliki masyarakat Desa Longgar dan Desa Apara berupa “Katinting” yang digunakan

untuk menangkap ikan maupun untuk pergi ke ibukota kecamatan maupun kabupaten,

namun waktunya tidak menentu karena tergantung kebutuhan masyarakat.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Masyarakat yang mengakses Pulau Kultubai berasal dari desa Gomar-sungai dan

Gomarmeti. Gomarsungai memiliki jumlah penduduk sebanyak 207 jiwa, laki-laki

berjumlah 101 jiwa dan perempuan 106 jiwa. Sedangkan Gomarmeti berpenduduk 583

jiwa, laki-laki sebanyak 284 jiwa dan perempuan 299 jiwa. Berdasakan kelompok umur,

penduduk usia produktif di Gomarsungai sebesar 65,70 % dan di Gomarmeti 66,55 %.

Distribusi penduduk usia produktif ini seharusnya menjadi kekuatan bagi tiap desa untuk

mengembangkan ekonomi masyarakatnya.

Distribusi kepala keluarga di kedua desa ini masing-masing, di Gomarsungai

sebanyak 45 KK, kepala keluarga laki-laki 33 orang dan kepala keluarga perempuan 12

orang. Sedangkan di Gomarmeti jumlah kepala keluarga 104 KK, laki-laki 86 orang dan

perempuan 18 orang. Berdasarkan distribusi tingkat kesejahteraan keluarga menurut

kriteria BKKBN, Gomarsungai hanya memiliki keluarga sejahtera sebesar 22,22 % dan

Gomarmeti sebesar 11,54 %. Hal ini berarti masyarakat yang mengakses Pulau Kultubai

masih memiliki kelompok masyarakat di bawah garis kemiskinan lebih dari 77 %. Kondisi

ini tidak seharusnya terjadi apabila masyarakat dapat meningkatan akses mereka dalam

pemanfaatan sumberdaya alam yang dimiliki. Dengan demikian sangat diharapkan adanya

upaya pengembangan kapasitas masyarakat dalam kegiatan produksi dan akses terhadap

distribusi hasil produksinya.

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Potensi Sumberdaya Teresterial

Vegetasi terestrial di lingkungan ekosistem P. Kultubai yang teridentifikasi yaitu

sebagian besar daratan ditutupi semak belukar dan tumbuhan jangka panjang. Jenis-jenis

vegetasi pantai yang terdapat di pulau ini antara lain kasuari , ketapang, pandanus, kelapa

dan lain-lain.

Substrat dasar lahan P. Kultubai terdiri dari tanah berpasir hingga berlumpur.

Didasarkan pada jumlah pohon vegetasi untuk kategori pohon yang demikian besar, dapat

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU58

Page 59: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

dikatakan komunitas teresterial Pulau ini memiliki kecenderungan untuk berkembang bila

dikelola secara baik. Data vegetasi teresterial memberikan indikasi bahwa bila ada

gangguan yang cukup berarti terhadap ekosistem teresterial, dibutuhkan waktu yang relatif

lama untuk pemulihan.

Kondisi flora yang terdapat di lingkungan ekosistem daratan maupun pesisir diduga

mempengaruhi keanekaragaman jenis fauna di kawasan ekosistem tersebut. Lingkungan

teresterial P. Kultubai memiliki beberapa jenis fauna. Jenis fauna dimaksud adalah

beberapa jenis fauna liar dari kelompok burung (termasuk burung laut), serta salah satu

reptilia yang termasuk kategori dilindungi yaitu biawak endemik Maluku (Varanus

indicus) dan Penyu Hijau.

Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Hutan Mangrove

P. Kultubai merupakan salah satu pulau terluar di Kepulauan Aru yang telah

ditetapkan Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah No 75 Tahun 2005 yang memiliki

komunitas mangrove yang tidak terlalu padat, pada daerah ini dijumpai 10 spesis

mangrove, dimana luas daerah mangrove pada pulau ini adalah 0,515 km2. Mangrove dari

famili Rhizophoraceae merupakan famili yang unggul dalam jumlah spesies dan

merupakan famili yang mempunyai jumlah individu terbanyak terutama untuk katagori

pohon (P).

Famili Rhizophoraceae biasanya memiliki variasi jenis yang lebih dibanding-kan

dengan famili lainnya yang masing-masing diwakili satu jenis. Mangrove dari jenis

Rhyzophora apiculata unggul dalam jumlah individu untuk katagori pohon dengan nilai

kerapatan pohon sebesar 4,15 ind/100 m2 Sedangkan jenis Bruguiera gymnorrhiza. nilai

kerapatannya sebesar 3,80 ind/100 m2 Katagori sapihan mangrove jenis Aegiceras

corniculatum memiliki nilai kerapatan sebesar 5 ind/25 m2. Untuk katagori anakan, jumlah

individu terbanyak diwakili oleh mangrove jenis Aegiceras corniculatum dengan nilai

kerapatan 11 ind/m2 dan diikuti oleh mangrove jenis Bruguiera gymnorrhiza. mangrove

jenis Bruguiera gymnorrhiza mempunyai perkembangan relatif lebih baik karena ditunjang

oleh kondisi substrat yang agak lempung.

Nilai kerapatan total vegetasi mangrove dari 10 spesies mangrove pada P. Kultubai

adalah sebesar 0,9025 tegakan/m2 atau mencapai 9025 tegakan/Ha dimana kerapatan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU59

Page 60: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

untuk katagori pohon 0,0826 tegakan/m2 atau 826 tegakan/Ha, sapihan 0,3195 tegakan/m2

atau 3195 tegakan/Ha dan kerapatan untuk katagori anakan adalah 0,5004 tegakan/m2 atau

sekitar 5004 tegakan/Ha.

Diameter rata-rata untuk kategori pohon tergolong kecil namun ada jenis mangrove

yang mempunyai diameter yang cukup besar yaitu mangrove jenis S. alba yang mencapai

53,5 cm. Data yang telah diuraikan memberikan indikasi bahwa mangrove di P. Kultubai

memiliki perkembangan yang baik terutama mangrove dari famili Rhizophoraceae. Jenis

Bruguiera gymnorrhiza merupakan jenis yang tumbuh baik pada daerah substrat yang agak

lempung pada daerah pasang tinggi. Dari hasil temuan di lapangan, ekosistem mangrove

pada pulau ini masih alami karena tidak ada gangguan dari aktivitas manusia.

Padang Lamun

Kerapatan lamun di P. Kultubai berdasarkan hasil pengamatan dite-mukan sebesar

45.26 tegakan/m2, dimana kerapatan tertinggi ditemukan pada jenis Cymodocea rotundata

sebesar 17.16 tegakan/m2 dengan persen penutupan relatif sebesar 30.22%; sedangkan

kerapatan terendah diwakili oleh jenis Enhallus acoroides yaitu 2.53 ind/m2 dengan persen

penutupan relatif 30.94%.

Terumbu Karang

Data hasil pengukuran lapangan yang diverifikasi menggunakan data citra satelit

meng-hasilkan informasi yaitu panjang terumbu karang pada perairan pesisir P. Kultubai

mencapai 62,21 km dengan lebar terumbu yang relatif kecil yaitu antara 5 – 50 meter

dibanding areal padang lamun dan pasir yang sangat lebar hingga mencapai 4,5 km.

Karang ditemukan tumbuh sepanjang areal-areal kanal yang dangkal dan sebaran karang

batu hanya ditemukan mencapai kedalaman 3 meter. Bila terjadi surut sebagian terumbu

termasuk karangnya mengalami kekeringan atau terbuka terhadap udara.

Hasil analisis komponen terumbu menunjukan komponen biotik mendominasi

substrat dasar dari terumbu karang P. Kultubai dibanding komponen abio-tiknya.

Kenyataan ini mengindikasikan terumbu karang pulau kecil ini kurang baik berda-sarkan

persen tutupan komponen karang batu, walaupun nilai persen tutupan komponen biota

bentik lain yang relatif menonjol, tetapi hanya diwakili oleh alga dengan nilai persen

tutupan substrat dasar mencapai 22,26%.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU60

Page 61: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Bila diamati secara terpisah, maka untuk komponen biotik, ternyata karang batu

memiliki persen tutupan substrat dasar lebih tinggi dari biota laut lain (alga dan spons).

Karang batu dari kategori Acropora memiliki persen tutupan dasar terumbu lebih tinggi

dibanding karang batu dari kategori Non-Acropora. Sementara untuk kompo-nen abiotik,

ternyata persen tutupan karang mati yang ditiutupi alga (DCA) lebih tinggi dari patahan

karang mati (rubbles) dan pasir. Sesuai nilai persen tutupan substrat dasar terumbu oleh

karang batu menurut bentuk tumbuh koloni, ternyata karang batu kategori Acropora dari

bentuk tum-buh bercabang (ACB) memiliki persen tutupan substrat dasar yang tinggi di

areal terumbu Pulau Kultubai, dan fakta menunjukan hanya diwakili bentuk tumbuh karang

batu Acropora tersebut.

Selain itu, karang batu dari kategori Acropora maupun Non-Acropora memiliki

bentuk tumbuh koloni relatif kurang bervariasi. Terumbu karang P. Kultubai hanya

memiliki 46 jenis karang batu (hard coral) yang termasuk dalam 20 genera dan 8 famili.

Famili karang batu dengan jumlah jenis terbanyak adalah Faviidae (17 jenis) dan famili

Acroporidae (15 jenis). Famili karang dengan jumlah jenis terendah adalah Helioporidae

dan Oculinidae (masing-masing hanya memiliki 1 jenis). Kekayaan atau variasi jenis

karang di areal terumbu P. Kultubai ini tergolong cukup baik bila dikaitkan dengan kondisi

perairannya yang selalu keruh pada saat periode air bergerak pasang maupun surut akibat

adanya sedimentasi yang disebabkan aliran massa air yang besar pada kanal-kanal yang

relatif tidak lebar dan dalam yang mengangkut pasir halus di dasar kanal. Karang batu dari

kategori No-Acropora memiliki jumlah jenis lebih banyak dibanding karang batu kategori

Acropora 416,5 cm, dengan diameter koloni rata-rata mencapai 59,6 cm. Akibat diameter

koloni karang batu rata-rata yang cukup besar itu menyebabkan kepadatan karang batu

pada areal terumbu ini tergolong rendah yaitu mencapai 2,9 koloni per m2. Dua jenis

karang yang memiliki diameter koloni rata-rata yang besar dan memberikan kontribusi

yang nyata terhadap kepadatan koloni karang batu yang rendah itu adalah Acropora

microphythalma (190,6 cm) dan Acropora brueggemani (107,5 cm).

Ikan Karang

Ikan karang yang menempati areal terumbu P. Kultubai mencapai 60 spesies yang

tergolong dalam 42 genera dan 24 famili. Kekayaan spesies ikan karang ini tergolong

relatif tinggi dengan dimensi areal terumbu P. Kultubai yang cukup luas dibanding areal

terumbu lainnya dalam kawasan Cagar Alam Laut Aru Tenggara.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU61

Page 62: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Famili ikan karang dengan variasi jenis yang tinggi di perairan karang P. Kultubai

adalah Pomacentridae (13 jenis), Labridae (5 jenis) dan Lutjanidae (5 jenis). Selain itu,

sebanyak 21 famili ikan karang lainnya memiliki variasi jenis yang rendah (< 5 jenis)

bahkan 7 famili diantaranya memiliki satu spesies yakni Blenidae, Centropomidae,

Carangidae, Pomacanthidae, Mullidae, Atherinidae, dan Dasyatidae. Ikan karang dari

genus Lutjanus dan Pomacentrus memiliki variasi jenis tergolong tinggi di perairan karang

ini, sebanyak 40 genera lainnya memiliki jumlah spesies < 3, bahkan 28 genera

diantaranya hanya memiliki satu spesies. Rendahnya kekayaan jenis ikan karang famili

Chaetodontidae yang juga termasuk kategori spesies indikator memberikan indikasi bahwa

kualitas terumbu karang P. Kultubai relatif kurang baik.

Didasari pengelompokannya untuk tujuan monitoring, maka kekayaan jenis ikan

karang kategori Major Categories Species perairan karang P. Kultubai lebih tinggi

dibanding kategori Target Species dan Indicator Species. Sementara berdasarkan kriteria

pemanfaatannya, ternyata kekayaan jenis ikan hias relatif lebih rendah dibanding ikan

konsumsi.

Data yang didapat menyatakan bahwa kepadatan ikan karang di areal terumbu P.

Kultubai termasuk tinggi bila dikaitkan dengan kondisi terumbu karangnya. Sesuai

kategori monitoring, ternyata kelompok ikan karang Major Categories species memiliki

kepadatan dan kelimpahan individu tertinggi dibandingkan dengan kelompok ikan karang

Target Species dan Indicator Species. Berdasarkan kriteria pemanfaatannya, maka ikan

karang yang termasuk kelompok

Ikan Konsumsi memiliki kepadatan dan kelimpahan individu lebih rendah

dibanding Ikan Hias. Hasil estimasi menunjukan ikan karang kategori Target Species dan

kriteria pemanfaatan sebagai ikan konsumsi memiliki biomassa (berat basah) relatif cukup

rendah per Ha di terumbu karang P. Kultubai ini.

Nilai sediaan cadang (sanding stock), perkiraan pemanfaatan secara lestari (MSY)

dan perkiraan pemanfaatan secara berkelanjutan (JTB) dari sumberdaya ikan karang di

perairan karang P. Kultubai termasuk rendah dihubungkan dengan dimensi dan kondisi

terumbu karang sebagai habitat hidupnya. Hasil-hasil analisis secara terpisah

memperlihatkan nilai sediaan cadang dan MSY dari ikan karang kelompok Major

categories species jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Target species dan Indicator

spesies. Sementara sediaan cadang dan MSY dari sumberdaya ikan karang yang termasuk

kriteria pemanfaatan sebagai ikan konsumsi lebih rendah dari kelompok

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU62

Page 63: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

ikan hias. Tingginya nilai sediaan cadang dari Major Categories Species

disebabkan oleh kehadiran jenis ikan Atherinomorus endrachtensis dengan kelimpahan

individu yang besar atau sebagai jenis ikan karang yang predominan. Gambaran nilai

sediaan cadang serta kelimpahan stok ikan karang tersebut menunjukan bahwa perairan

karang sekitar P. Kultubai sebagai pulau kecil terluar atau perbatasan ini menyimpan

potensi sumberdaya ikan karang yang cukup besar.

Setidaknya terdapat empat jenis ikan karang di perairan P. Kultubai yang termasuk

kategori predominan di dalam komunitasnya. Jenis ikan Atherinomorus endrachtensis

sangat predo-minan dibanding tiga jenis ikan karang yang lain. Sesuai kriteria

pemanfaatannya sebagai ikan hias, maka Atherinomorus endrachtensis memiliki nilai

sediaan cadang, MSY dan JTB lebih tinggi dari Siganus canaliculatus.

Sementara untuk kriteria monitoring, jenis ikan Atherinomorus endrachtensis

sebagai Major Categories Species adalah jenis ikan yang predominan dengan kepadatan

individu, sediaan cadang, kelimpahan stok, nilai MSY dan JTB yang sangat menonjol

dibanding dua jenis ikan predominan lainnya yaitu Siganus canaliculatus yang termasuk

Target Species dan Chaetodon kleini sebagai ikan yang termasuk dalam kategori Indicator

Species. Bila keempat jenis ikan yang tergolong predominan itu dikelompokan menurut

tujuan pemanfaatan, maka ikan hias memiliki kepadatan individu dan sediaan cadang lebih

rendah dari ikan konsumsi.

Perikanan Tangkap

Perairan yang termasuk dalam wilayah P. Kutubai Selatan merupakan daerah

penangkapan yang baik bagi nelayan. “Saaru” yang banyak di perairan pesisir

menjadikannya potensial bagi aktifitas penangkapan ikan secara tradisional. Wilayah ini

lebih sering di akses oleh nelayan dari Desa Longgar terutama memanfaatkan sumberdaya

pesisir dan laut yang tersedia di sana. Masyarakat lainnya yang turut mengakses ke wilayah

ini berasal dari Desa Apara.

Aktifitas penangkapan ikan di perairan sekitar P. Kultubai oleh nelayan lokal

sekitarnya masih sangat terbatas. Kondisi ini diakibatkan karena teknologi penangkapan

yang dimiliki oleh mereka juga masih tradisional. Aktifitas penangkapan dilakukan

menggunakan pancing tangan (hand line), bubu (trap net) dan jaring insang hanyut (drift

gill net). Selain itu, terkadang nelayan menangkap (mengumpulkan) teripang dan moluska

di daerah pasang surut wilayah ini. Nelayan sekitar yang menyelam untuk mencari siput

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU63

Page 64: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

mutiara (Pinctada maxima) sangat jarang dilakukan dibandingkan dengan nelayan dari luar

kawasan ini. Daerah penangkapan sebelah Timur perairan P. Kultubai, banyak beroperasi

kapal-kapal trawler untuk menangkap udang penaeid dengan menggunakan pukat udang

(shrimp trawl).

Produksi hasil tangkapan ikan oleh nelayan lokal dari wilayah ini, pada umumnya

terdiri dari ikan demersal dan ikan karang yang ditangkap dengan menggunakan pancing

tangan(hand line) dan bubu (trap net). Sepanjang musim Timur dan musim pancaroba, 1

(satu) unit pancing tangan hanya beroperasi sebanyak 48 trip dengan hasil tangkapan 1-5

kg/trip atau rata-rata 2,5 kg/trip. Produksi 10 unit pancing tangan milik nelayan sekitarnya

yang beroperasi di perairan P. Kultubai dalam setahun rata-rata sebesar ± 1.200 kg.

Alat tangkap bubu (trap net) yang biasanya dioperasikan di perairan ini sebanyak

15 unit. Sepanjang tahun setiap unit alat tangkap ini hanya dioperasikan sebanyak 32 trip

dan 1 unit bubu (trap net) rata-rata menghasilkan ikan tangkapan sebanyak 3 kg/trip.

Dengan demikian, produksi per tahun ikan demersal dan ikan karang oleh alat tangkap

bubu (trap net) dari perairan P. Kultubai sebanyak ± 1.440 kg

Di perairan P. Kultubai ha-nya beroperasi satu unit jaring insang hanyut (drift gill

net) untuk menangkap ikan hiu (Carcharhinus spp.) yang dimiliki oleh nelayan lokal. Alat

tangkap ini dioperasikan dengan menggunakan kapal motor berme-sin dalam yang dapat

menghasilkan sirip hiu kering sebanyak ± 168 kg/tahun.

Makro Bentos

Perairan pesisir (daerah intertidal) P. Kultubai dan laut sekitarnya me-nyimpan

sejumlah potensi sumberdaya mak-ro bentos yang dapat dikembangkan sebagai komoditi

perikanan dan kelautan potensial. Sumberdaya makro bentos dimaksud antara lain

moluska (siput dan kerang) dan ekino-dermata (teripang).

Jenis-jenis makrobentos yang dite-mukan pada lokasi perairan P. Kultubai adalah

dari kelompok moluska yang secara keseluruhan berjumlah 27 jenis dan diantaranya

terdapat 7 spesies yang memiliki nilai ekonomis penting.

Berdasarkan hasil perhitungan ditemukan bahwa tingkat kepadatan makrofauna

bentos (moluska) dari spesies-spesies yang bernilai ekonomis penting tertinggi yaitu dari

jenis Strombus mutabilis, dengan nilai kepadatan 0,08 ind/m2 dan terendah untuk jenis

Turbo agryrostoma dengan nilai kepadatan yaitu 0,01 ind/m2.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU64

Page 65: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

Topografi pulau Kultubai berdataran rendah seperti halnya pulau-pulau lainnya di

kepulauan Aru. Pulaunya terbentuk dari jenis batuan gamping koral dengan jenis tanah

berupa Rensina dan Hidromorfik kelabu. Pulau ini memiliki zona pasang surut yang sangat

lebar dan luas seperti halnya dengan P. Kultubai Utara, P. Ararkula dan Karawaira. Luas

total zone pasang surut pulau Kultubai berda-sarkan data Landsat 7 ETM+ adalah 98,99

km². Zona ini membentuk dangkalan laguna yang sangat luas. Subtratnya bervariasi dari

pasir hingga fragmen koral dan bongkahan karang, yang ditumbuhi oleh vegetasi lamun

dan alge. Pada bagian pesisir utara pulau ditumbuhi oleh vegetasi mangrove.

Sebagaimana P. Kultubai Utara, P. Kultubai memiliki bentuk yang unik. Bentuk

pulau agak melengkung ke utara dengan bagian barat hampir sama panjang dengan bagian

timur, dan membentuk teluk.

Luas daratan pulau adalah 0,6271 km². P. Kultubai lebih dinamik akibat proses

geomorfologis yang digerakkan gelombang dan arus musim. Pada dasarnya pulau ini

merupakan suatu dataran yang melengkung, namun terpotong oleh kuatnya tenaga

gelombang dan membentuk laguna di bagian utara pulau. Pintu masuk (inlet) ke laguna

mengalami dinamika musiman. Pada musim Barat, inlet akan tertutup oleh akumulasi pasir

yang sangat luas, sementara pada musim Timur akumulasi pasir akan mengalami

deformasi, dan massa air dari bagian selatan dapat menjangkau laguna. Lereng gisik

bervariasi dari 8 – 18° dengan lebar 19 – 40 m. Proses abrasi sangat intensif terjadi pada

sisi selatan hingga timur pulau dan ditunjukkan oleh tumbangnya vegetasi pantai seperti

pandan dan vegetasi lainnya. Sementara pada kedua sisi pulau yang menjorok ke utara

mengalami proses deposisional yang intensif membentuk spit, dan dataran pantainya

ditumbuhi vegetasi kasuarina.

Rataan pasut dengan material pasir cukup lebar ( 0,5 – 2,0 km) dan polanya

memanjang melingkari pulau Kultubai sampai pulau Jeudin. Hal ini menunjukkan bahwa

proses deposisional berlangsung efektif dan berpotensi melebarkan dataran pulau dan

membentuk profil laguna yang luas.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU65

Page 66: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Iklim di gugusan Kepulauan Aru, termasuk P. Kultubai sesuai klasifikasi Schmid

dan Ferguson (1951) termasuk tipe iklim C dengan nilai Q = 0,19 dengan curah hujan

tahunan bervariasi dari 2000 - 3000 mm. Jumlah hari hujan rata-rata adalah 105 hari, dan

curah hujan tertinggi terjadi antara bulan Januari hingga Maret. Jumlah rata-rata bulan

basah 9 bulan dan bulan kering 1,7 bulan.

Keadaan iklimnya sangat dipengaruhi oleh Laut Arafura dan dibayangi oleh P. Irian

bagian selatan serta bagian utara Australia. Musim Timur optimum berlangsung antara

bulan Juni hingga Agustus. Musim Barat berlangsung antara bulan Desember hingga

Pebruari. Sedangkan Musim peralihan atau pancaroba antara kedua musim utama itu

terjadi pada bulan Maret-Mei dan Sepetember-Nopember.

Pasang surut (Pasut) di P. Kultubai terjadi dua kali sehari (tipe harian ganda).

Jangkauan pasang surut mencapai 2 – 2.5 m. Arus yang terjadi di sekitar perairan P.

Kultubai didominasi oleh arus pasut, dan juga oleh arus non pasut dari Laut Arafura.

Kecepatan arus pada kondisi perairan tenang pada zona pasut cukup lemah dan berkisar

dari 5,9 – 15,8 cm/detik tetapi saat air bergerak pasang kecepatan arus cukup tinggi yakni

28 – 55 cm/detik. Di luar zone pasut, kecepatan arus lebih kuat pada sisi Timur dan Barat

pulau dengan kisaran 16 – 59 cm/detik yang mengarah ke Selatan hingga Barat Daya.

Gelombang di perairan P. Kultubai merupakan gelombang angin (variasi sea dan

swell), dimana angin sebagai pembangkit utama yang bervariasi secara musiman.

Gelombang pecah di pantai Kultubai yaitu plunging. Gelombang pecah tersebut sangat

berperan terhadap pembentukan morfologi pantai di sisi Timur, Barat dan Selatan pulau.

Proses abrasi oleh gelombang dan arus menyebabkan pantai Selatan - Timur mengalami

abrasi intensif. Perairan bagian utara pulau relatif tenang dari bagian lainnya. Kondisi ini

dimanfaatkan oleh nelayan untuk berlindung, penambatan perahu dan kegiatan

pemanfaatan sumberdaya perikanan.

Suhu rata-rata di perairan sekitar Pulau Kultubai pada bulan Desember 2005

berkisar antara 29,0– 30,0 0C. Nilai salinitas di lapisan permukaan sampai pertengahan

perairan P. Kultubai pada bulan yang sama berkisar dari 33,5 - 34 ppt. Kecerahan air

disekitar P. Kultubai memiliki tingkat kecerahan tinggi < 9 meter.

Konsentrasi padatan tersuspensi di perairan sekitar P. Kultubai sebesar 0,004

mg/600 ml/det. Tinggi rendahnya variasi nilai padatan tersuspensi disebabkan ada

perbedaan laju konsentrasi materi tersuspensi dan jarak lokasi dengan sumber asal sedimen

di perairan sekitar P. Kultubai. Sumber utama partikel tersuspensi di perairan ini berasal

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU66

Page 67: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

dari aktivitas penangkapan udang dengan trowl terutama pada bagian Barat pulau.

Sedangkan pada bagian Timur dari P. Kultubai sumber utama partikel tersuspensi berasal

dari daerah di sekitar ekosistem mangrove yang tipe substrat dasarnya lumpur, terutama

pada Musim Barat.

Kandungan oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan P. Kultubai, yang

merupakan salah satu pulau kecil perbatasan diukur pada bulan Desember 2005 sebesar

6,50 ppm. Nilai pH rata-rata di perairan sekitar P. Kultubai pada bulan Desember 2005

berkisar antara 8,19 - 8,50. Sedangkan nilai zat hara di perairan sekitar P. Kultubai sangat

bergantung pada input yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Selain pasang surut,

tampaknya faktor musim memberi kontribusi yang nyata terhadap besarnya fluktuasi

kandungan fosfat, nitrit dan nitrat. Kandungan fosfat pada bulan Desember 2005, sebesar

0,04 mg/ltr, nitrit 0,007 mg/ltr), sementara kadar nitrat sebesar 1,00 mg/ltr. Kisaran nilai

suhu, salinitas, kadar oksigen terlarut, pH, dan zat hara tersebut berada dalam batas normal

dan layak untuk berbagai kepentingan pengembangan perikanan, terutama perikanan

budidaya, terhadap komoditas tertentu (pilihan), wisata bahari, dan konservasi. Bahkan

nilai-nilai kualitas perairan tersebut tergolong optimal bagi perikanan pelagis kecil maupun

pelagis besar.

Sarana dan Prasarana

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Konservasi

Salah satu batasan dan karakteristik pulau-pulau kecil adalah memiliki sejumlah

besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi. Oleh karena itu,

kebijakan pemberlakuan daerah konservasi pada pulau-pulau kecil akan bernilai positif

dalam melindungi keanekaragaman hayati (kelangkaan/kekhasan organisme) yang dimiliki

oleh pulau-pulau kecil, karena pulau kecil sering menjadi tempat yang langka tetapi

ekosistemnya peka sehingga banyak spesies yang punah akibat kurangnya kebijakan dalam

bidang konservasi.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU67

Page 68: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Keberadaan beberapa jenis penyu, yang menetaskan telurnya dan mencari makan

pada pesisir pantai P. Kultubai, adalah patut untuk dilindungi. Kebijakan ini patut

dilakukan untuk melindungi spesies ini dari kepunahan mengingat semakin meningkatnya

intensitas aksi perburuan dan pembantaian penyu yang dilakukan pada sejumlah pulau-

pulau perbatasan Kepulauan Aru. Sosialisasi daripada pemberlakukan kebijakan ini sangat

perlu untuk digencarkan mengingat seringkali yang menjadi penyebab terjadinya

pelanggaran ini adalah bukan hanya karena kelalaian dan tuntutan ekonomi, melainkan

karena kurangnya informasi/pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat.

Walaupun P. Kultubai memiliki keberadaan komunitas mangrove yang tidak terlalu

padat, namun keberadaan komunitas ini tetap memiliki fungsi ekologis yang sangat penting

dalam ekosistem. Oleh karena itu, penetapan daerah hutan mangrove P. Kultubai sebagai

kawasan konservasi, juga penting dilakukan.

Pariwisata

Kondisi perairan pesisir dan laut P. Kultubai serta berbagai organisme yang ada di

dalamnya, dapat menjadi prospek yang menjanjikan bagi dunia pariwisata untuk

dikembangkan, khususnya bagi pengembangan wisata ilmiah dan wisata bahari.

Sebagaimana sejumlah pulau-pulau perbatasan lainnya pada Kabupaten Kepulauan Aru,

pesisir pantai P. Kultubai juga merupakan tempat yang disenangi oleh penyu untuk

bertelur. Fenomena ini merupakan fenomena yang cukup langka yang dapat memiliki nilai

jual yang tinggi baik bagi para ilmuan, masyarakat umum maupun pencinta wisata ilmiah

lainnya.

Di lain sisi, keadaan alam laut P. Kultubai juga tidak kalah indah dan dapat menjadi

andalan sektor wisata bahari (terutama snorkling/scuba diving dan fishing sports). Hal ini

disebabkan karena pemandangan bawah air P. Kultubai cukup indah untuk ditelusuri.

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU68

Page 69: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

KULTUBAI UTARA

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN KEPULAUAN ARU

Kecamatan : ARU TENGAH

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Kultubai Utara yang merupakan salah satu pulau kecil terluar yang ada di

Kabupaten Kepulauan Aru. Berdasarkan perhitungan menggunakan citra satelit, total luas

daratan P. Kultubai Utara adalah 0,6271 km2, dengan keliling pulau ini 84,867 km. Di

pulau ini terdapat titik dasar (TD) no 099A dan titik referensi (TR) no. 099.

Pulau Kultubai Utara secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Aru

Tengah, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Secara geografis, pulau ini terletak

pada koordinat 06o 41’ 13” LS – 134o 47’ 31” BT. Masyarakat setempat memberi nama

pulau ini Kultubai kecil. Kata Kultubai berasal dari kata Kult yang artinya pasir dan ubai

yang artinya baru timbul.

Pulau Kultubai Utara tidak berpenghuni, tetapi masyarakat yang berasal dari Desa

Mesiang serta Gomo-gomo menjadikan pulau dan perairan sekitarnya sebagai tempat

mencari nafkah.

Sarana transportasi umum atau reguler yang menghubungkan P. Kultubai Utara

maupun Desa Mesiang dan Desa Gomo-gomo dengan ibukota Kabupaten Kepulauan Aru

(Dobo), sehingga untuk mencapai P. Kultubai Utara harus mencarter Speed Boat.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU69

Page 70: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Untuk mencapai P. Kultubai Utara pada saat musim Timur maupun musim Barat,

perjalaan dari Dobo dengan menggunakan speed boat ditempuh melewati rute selat antara

P. Kobror dan P. Maekor hingga P. Baun, kemudian menuju P. Kultubai Utara dengan

waktu tempuh antara 4 jam 30 menit hingga 5 jam. Sarana lain yang dapat digunakan

adalah sarana yang dimiliki masyarakat Desa Mesiang dan Desa Gomo-gomo berupa

“Katinting” yang digunakan untuk menangkap ikan maupun untuk pergi ke ibukota

kecamatan atau kabupaten, namun waktunya tidak menentu, tergantung kebutuhan

masyarakat.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Potensi Sumberdaya Teresterial

Jenis-jenis vegetasi yang teridentifikasi di pulau ini antara lain mangrove (85,04%)

dan sisanya sebanyak 34,96% ditutupi oleh semak belukar. Hutan mangrove mendominasi

bagian selatan pulau, semen-tara semak belukar berada pada bagian tengah pulau. Jenis-

jenis vegetasi pantai yang terdapat di pulau ini antara lain kangkung laut (Ipomea

pescapre), Kasuari (Casuarina sp), berbagai jenis mangrove dan lain-lain. Data vegetasi

teresterial memberikan indikasi bahwa bila ada gangguan yang cukup berarti terhadap

ekosistem teresterial, dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk pemulihan.

Kondisi flora yang terdapat di lingkungan ekosistem daratan maupun pesisir diduga

mempengaruhi keanekaragaman jenis fauna di kawasan ekosistem tersebut. Lingkungan

teresterial P. Kultubai Utara memiliki beberapa jenis fauna. Jenis fauna dimaksud adalah

beberapa jenis fauna liar dari kelompok burung (termasuk burung laut), serta kadal.

Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Mangrove

P. Kultubai utara adalah pulau terluar di Kepulauan Aru yang telah ditetapkan

Pemerintah dengan Peraturan Pemerintah No 75 Tahun 2005 pada kordinat 06038”50” S

dan 134050”12” T memiliki vegetasi mangrove, pada daerah ini dijumpai beberapa jenis

mangrove yang tumbuh dengan baik, dimana luas daerah mangrove pada pulau ini adalah

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU70

Page 71: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

2858 km2. Mangrove dari famili Rhizophoraceae merupakan famili yang mendominasi

dalam jumlah spesies dan merupakan famili yang mempu-nyai jumlah individu terbanyak

baik untuk katagori pohon (P), sapihan (S) maupun anakan (A). Jumlah spesies mangrove

yang ditemui saat survei lapangan sebanyak 9 spesies, tergolong sedikit dimana hal ini

merupakan ciri penting dari ekosistem mangrove.

Famili Rhizophoraceae biasanya memiliki variasi jenis yang lebih dibanding-kan

dengan famili lainnya yang masing-masing diwakili satu jenis. Mangrove dari jenis

Rhyzophora apiculata unggul dalam jumlah individu untuk katagori pohon dengan nilai

kerapatan pohon sebesar 4,75 ind/100 m2, sedangkan jenis R. mucronata nilai kerapatan

sebesar 3,86 ind/100 m2 Katagori sapihan mangrove jenis Ceriops tagal memiliki nilai

kerapatan sebesar 7 ind/25 m2 Untuk katagori anakan, jumlah individu terbanyak diwakili

oleh mangrove jenis C. tagal, dengan nilai kerapatan 9 ind/m2 Dari hasil pengamatan

mangrove jenis C. tagal jarang dijumpai dalam katagori pohon (P) dalam jumlah yang

besar hal ini disebabkan pada fase sapihan (S) jenis ini sudah berproduksi, hal yang sama

tidak dijumpai pada mangrove jenis R. apiculata.

Kerapatan total vegetasi mangrove dari 9 spesies mangrove pada P. Kultubai Utara

adalah sebesar 1,0270 tegakan/m2 atau mencapai 10270 tegakan/Ha dimana kerapatan

untuk katagori pohon 0,0874 tegakan/m2 atau 874 tegakan/Ha, sapihan 0,3495 tegakan/m2

atau 3495 tegakan/Ha dan kerapatan untuk katagori anakan adalah 0,5901 tegakan/m2 atau

sekitar 5901 tegakan/Ha.

Diameter rata-rata untuk kategori pohon tergolong kecil namun ada jenis mangrove

yang mempunyai diameter yang cukup besar yaitu mangrove jenis S. alba yang mencapai

57,5 cm. Data yang telah diuraikan memberikan indikasi bahwa mangrove di P. Kultubai

Utara memiliki perkembangan yang baik terutama mangro-ve dari famili Rhizophoraceae.

Padang Lamun

Di pulau ini terdapat 4 jenis lamun pada stasiun pengamatan di P. Kultubai Utara.

Dari ke empat jenis lamun yang ada, spesies Cymodocea rotundata memiliki kehadiran

tertinggi pada setiap kuadran pengamatan dan kehadiran terendah diwakili oleh spesies

Enhallus acoroides.

Kerapatan lamun di P. Kultubai Utaraberdasarkan hasil pengamatan ditemu-kan

sebesar 59,0 tegakan/m2, dimana kerapatan tertinggi ditemukan pada jenis Cymo-docea

rotundata sebesar 23 tegakan/m2 dengan persen penutupan relatif sebesar 38.98%;

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU71

Page 72: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

sedangkan kerapatan terendah diwakili oleh jenis Halophilla ovalis yaitu 13 ind/m2 dengan

persen penutupan relatif 22.03%.

Terumbu Karang

Data hasil pengukuran lapangan yang diverifikasi menggunakan data citra satelit

menghasilkan informasi yaitu panjang terumbu karang pada perairan pesisir P. Kultubai

Utara mencapai 3,6 km dengan lebar terumbu rata-rata sekitar 587 m. Terumbu karang

pulau kecil ini berkembang mengelilingi pulau. Areal terumbu karang di bagian timur dan

Utara dari pulau kecil terluar ini tergolong lebar dibanding Selatan dan Barat.

Terumbu karang pada perairan pesisir P. Kultubai Utara ini memiliki 60 spesies

karang batu yang termasuk dalam 20 genera dan 12 famili. Variasi jenis karang ini

tergolong tidak tinggi dihubungkan dengan sebaran dan luas areal terumbu yang relatif

cukup besar, walaupun ukuran pu pulau yang relatif kecil disertai kondisi perairan

dimusim barat yang umumnya relatif keruh akibat aksi gelombang yang menaikan partikel

halus substrat dasar perairan sekitar terumbu karang sehingga menjadi pembatas bagi

kehadiran sejumlah jenis karang polip kecil yang umumnya peka terhadap tekanan

sedimentasi.

Famili karang batu dengan kelimpahan jenis yang tinggi adalah Acroporidae (18

spesies), Faviidae (15 spesies), dan Poritidae (6 spesies). Karang batu Acropora

“branching” (bercabang) memilki jumlah jenis lebih banyak dibanding jumlah jenis karang

dari bentuk tumbuh Acropora yang lain. Sementara karang batu Non-Acro-Non-Acropora

dengan kelimpahan jenis terbanyak adalah karang masif (CM) yaitu sebanyak 16 jenis dan

karang bercabang (CB) sebanyak 8 jenis. Karang batu dari bentuk tumbuh Acropora yang

memiliki variasi jenis tergolong rendah di perairan. P.Kultubae Utara adalah Acropora

ebcrusting (ACE) dan Acropora submasif (ACS), dimana masing-masing hanya diwakili

oleh satu spesies karang.

\

Ikan Karang

Ikan karang yang menempati areal terumbu P. Kultubai Utara mencapai 53 spesies

yang tergolong dalam 37 genera dan 21 famili. Kekayaan spesies ikan karang ini tergolong

relatif tinggi dengan dimensi areal terumbu P. Kultubai Utara yang tidak luas dibanding

areal terumbu lainnya seperti P. Kultubai Selatan.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU72

Page 73: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Famili ikan karang dengan variasi jenis yang tinggi di perairan karang P. Kultubai

Utara ada lah Pomacentridae (13 jenis), Labridae (5 jenis) dan Lutjanidae (5 jenis). Selain

itu, ada sebanyak 18 famili ikan karang lainnya memiliki variasi jenis terendah (< 5

spesies), bahkan 10 famili diantaranya hanya memiliki satu spesies yakni Blenidae,

Centropomidae, Haemulidae, Dasyatidae, Apogonidae, Nemipteridae, Scaridae, Mullidae,

Atherinidae dan Balistidae. Ikan karang dari genus Lutjanus dan Pomacentrus memiliki

variasi jenis tergolong tinggi di perairan karang ini, sedangkan sebanyak 35 genera lainnya

memiliki variasi jenis yang tergolong rendah (< 3 spesies), bahkan 25 genera diantaranya

hanya memiliki satu spesies. Rendahnya kekayaan jenis ikan karang famili Chaetodontidae

yang juga termasuk kategori spesies indikator memberikan indikasi bahwa kualitas

terumbu karang P. Kultubai Utara relatif kurang baik.

Kekayaan jenis ikan karang kategori Major Categories Species perairan karang P.

Kultubai Utara lebih tinggi dibanding kategori Target Species dan Indicator Species.

Sementara ber-dasarkan kriteria pemanfaatannya, ternyata kekayaan jenis ikan konsumsi

relatif lebih tinggi dibanding ikan hias.

Kepadatan ikan karang di areal terumbu P. Kultubai Utara termasuk tinggi bila

dikaitkan dengan kondisi terumbu karangnya. Sesuai kategori monitoring, ternyata

kelompok ikan karang Major Categories species memiliki kepadatan dan kelimpahan

individu ter-tinggi dibandingkan dengan kelompok ikan karang Target Species dan

Indicator Species.

Dilihat dari aspek pemanfaatan, maka ikan karang yang termasuk kelompok Ikan

Konsumsi memiliki kepadatan dan kelimpahan individu lebih rendah dibanding Ikan Hias.

Hasil estimasi menunjukan ikan karang kategori Target Species dan kriteria pemanfaatan

sebagai ikan konsumsi memiliki biomassa (berat basah) relatif rendah per Ha di terumbu

karang P. Kultubai Utara ini. Nilai sediaan cadang (standing stock), perkiraan pemanfaatan

secara lestari (MSY) dan perkiraan pemanfaatan secara berkelanjutan (JTB) dari

sumberdaya ikan karang di perairan karang P. Kultubai Utara termasuk besar dihubungkan

dengan dimensi dan kondisi terumbu karang sebagai habitat hidupnya.

Hasil-hasil analisis secara terpisah memperlihatkan nilai sediaan cadang dan MSY

dari ikan karang kelompok Target species jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Indicator

spesies tetapi lebih rendah dari Major categories species. Sediaan cadang dan MSY dari

sumberdaya ikan karang yang termasuk kriteria pemanfaatan sebagai ikan konsumsi lebih

rendah dari kelompok ikan hias. Tingginya nilai sediaan cadang dari Major Categories

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU73

Page 74: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Species tersebut disebabkan oleh kehadiran jenis ikan Atherinomorus endrachtensis

dengan kelimpahan individu yang besar atau sebagai jenis ikan karang yang predominan.

Kelimpahan stok (Stock Abundance) sumberdaya ikan di perairan terumbu karang

P. Kultubai Utara, juga tergolong relatif tinggi. Ikan karang dari kriteria pemanfaatan

sebagai ikan konsumsi memiliki nilai kelimpagan stok, MSY dan JTB relatif lebih tinggi

dibanding kelompok ikan karang dari kategori Target Species karena ikan konsumsi

merupakan gabungan dari sebagian kelompok ikan Major Categories Species dan Target

Species

Gambaran nilai sediaan cadang serta kelimpahan stok ikan karang tersebut

menunjukan bahwa perairan karang sekitar P. Kultubai Utara sebagai pulau kecil terluar

atau perbatasan ini menyimpan potensi sumberdaya ikan karang yang cukup besar.

Setidaknya terdapat empat jenis ikan karang di perairan P. Kultubai Utara yang termasuk

kategori predominan di dalam komunitasnya. Jenis ikan Atherinomorus endrachtensis

sangat predominan dibanding tiga jenis ikan karang yang lain. Sesuai kriteria

pemanfaatannya sebagai ikan konsumsi, maka Lutjanus carponotatus memiliki nilai

sediaan cadang, MSY dan JTB lebih rendah dari Chromis viridis.

Sementara untuk kriteria monitoring, jenis ikan Atherinomorus endrachtensis

sebagai Major Categories Species adalah jenis ikan yang predominan dengan kepadat-an

individu, sediaan cadang, nilai MSY dan JTB yang sangat menonjol dibanding dua jenis

ikan predominan lainnya yaitu Lutjanus carponotatus yang termasuk Target Species dan

Chaetodon kleinii sebagai ikan yang termasuk dalam kategori Indicator Species.

Bila keempat jenis ikan yang tergolong predominan itu dikelompokan menurut

tujuan pemanfaatan, maka ikan hias memiliki kepadatan individu dan sedia-an cadang jauh

lebih tinggi dari ikan konsumsi. Selain data hasil analisis yang telah disajikan, maka dari

gambar-gambar yang ditampilkan menunjukan bahwa terumbu karang P. Kultubai Utara

menyimpan potensi jenis ikan hias laut yang bernilai tinggi untuk industri akuarium. Selain

itu perairan karang pulau kecil perbatasan ini me-nyimpan potensi jenis-jenis ikan

konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi seperti kerapu dan ekor kuning, maupun ikan yang

dikonsumsi masyarakat lokal (nelayan).

Perikanan Tangkap

Pulau Kultubai Utara dan perairannya merupakan wilayah yang sering diakses oleh

masyarakat Desa Mesiang dan Desa Gomo-Gomo. Masyarakat di kedua desa ini secara

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU74

Page 75: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

bersama memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di dalamnya. Perairan sekitar P.

Kultubai Utara lebih dominan memiliki kedalaman yang rendah karena ter-dapat banyak

“saaru” di sana. Pada waktu tertentu disaat air laut surut, perairan pantai Pulau Kultubai

Utara dikelilingi oleh perairan yang sangat dangkal (< 1 m) yang berjarak mencapai lebih

dari 1 km dari daratannya. Kondisi ini menyebabkan kapal-kapal maupun perahu sulit

untuk menjangkau daratan Pulau Kultubai Utara. Aktifitas penangkapan ikan lebih

dominan dilakukan di perairan di luar batas “saaru” tersebut.

Nelayan lokal dari Desa Mesiang dan Gomo-Gomo serta beberapa desa lainnya di

sekitar P. Kultubai Utara menangkap ikan hanya pada musim Barat dan musim pancaroba,

yakni bulan September sampai bulan April. Alat tangkap yang digunakan adalah panah

(arrow), pancing tangan (hand line) dan perangkap ikan/”bubu” (trap net). Operasi

penangkapan ikan di perairan sekitar P. Kultubai Utara dilakukan pada waktu-waktu

tertentu saja.

Perairan di sekeliling P. Kultubai Utara, dimanfaatkan oleh nelayan pencari siput

mutiara (Pinctada maxima) yang menangkapnya dengan cara menyelam. Per-airan sebelah

Timur Pulau Kultubai Utara merupakan daerah penangkapan yang ideal bagi kapal-kapal

penangkap udang penaeid. Kapal-kapal ini, secara komersial beroperasi menggunakan

pukat udang (shrimp trawl). Di perairan ini juga beroperasi kapal-kapal penangkap ikan

berskala industri dengan menggunakan pukat ikan (fish trawl). Selain itu, beberapa kapal

penampung ikan juga terlihat berlabuh di perairan ini untuk membeli ikan hasil tangkapan

sampingan dari kapal-kapal pukat udang.

Makro Benthos

Perairan pesisir (daerah intertidal) P. Kultubai Utara dan laut sekitarnya me-

nyimpan sejumlah potensi sumberdaya makro benthos yang dapat dikembangkan sebagai

komoditi perikanan dan kelautan potensial. Sumberdaya makro benthos di-maksud antara

lain moluska (siput dan kerang) serta ekinodermata (teripang).

Jenis-jenis makrobenthos yang ditemukan pada lokasi perairan Pulau Kultubai

Utara adalah dari kelompok moluska yang secara keseluruhan berjumlah 26 jenis dan

diantaranya terdapat 7 spesies yang memiliki nilai ekonomis penting.

Berdasarkan hasil perhitungan ditemukan bahwa tingkat kepadatan makro-fauna

benthos (moluska) dari spesies-spesies yang bernilai ekonomis penting tertinggi yaitu dari

jenis Gafrarium tumidum dan Trochus niloticus, dengan nilai kepadatan masing-masing

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU75

Page 76: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

0,05 ind/m2 dan terendah untuk jenis Conus marmoreus, Cypraea tigris, Tridacna gigas

dan Turbo bruneus dengan nilai masing-masing kepadatan yaitu 0,01 ind/m2..

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

Pulau Kultubai Utara merupakan pulau kecil dengan bentuk yang unik. Bentuk

pulau agak melengkung ke utara dengan bagian baratnya lebih panjang dari bagian timur,

dan membentuk teluk. Luas daratan pulau adalah sekitar 0,6271 km².

Topografi P. Kultubai Utara berdataran rendah seperti halnya pulau-pulau lainnya

di kepulauan Aru. Secara geologi, pulau ini terbentuk dari jenis batuan gamping koral

dengan jenis tanah berupa Rensina dan Hidromorfik kelabu. Pesisir pantainya terdiri atas

pantai berpasir putih dan pantai berbatu.

Pantai Kultubai memiliki lebar yang bervariasi dari 50 – 100 m dan letaknya pada

bagian Timur–Barat pulau. Secara geomorfologis P. Kultubai Utara sedang dalam proses

pertumbuhan-nya terutama di bagian barat. Abrasi intensif terjadi di sepanjang pantai yang

disebabkan oleh gempuran gelombang musim terutama musim Timur dan musim Barat.

Pulau ini memiliki zone pasang surut yang sangat lebar dan luas seperti halnya dengan P.

Ararkula dan Karaweira. Luas total zone pasang surut P. Kultubai Utara berdasarkan data

Landsat 7 ETM+ adalah 48,74 km². Zone ini membentuk dangkalan yang sangat luas.

Subtratnya bervariasi dari pasir hingga fragmen koral dan bongkahan karang, yang

ditumbuhi oleh vegetasi lamun dan alge.

Proses akumulasi pasir koral terjadi secara intensif membentuk zone pasiran yang

cukup luas. Proses ini sangat berpotensi menjadi pulau baru. Tidak ada aktivitas

pengambilan pasir di kawasan ini dan sehingga secara geomorfologis proses pertum-buhan

pulau akan terjadi secara cepat. Namun demikian akumulasi pasir koral dan pertumbuhan

karang yang cepat dapat menjadi ancaman bagi pelayaran kapal niaga maupun kapal

perikanan jika tidak dilengkapi sistem sonar dan peta batimetri terbaru.

Iklim di gugusan Kepulauan Aru, termasuk P. Kultubai Utara sesuai klasifi-kasi

Schmid dan Ferguson (1951) termasuk tipe iklim C dengan nilai Q = 0,19 de-ngan curah

hujan tahunan bervariasi dari 2000 - 3000 mm. Jumlah hari hujan rata-rata adalah 105 hari,

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU76

Page 77: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

dan curah hujan tertinggi terjadi antara bulan Januari hingga Maret. Jumlah rata-rata bulan

basah 9 bulan dan bulan kering 1,7 bulan.

Keadaan iklimnya sangat dipengaruhi oleh Laut Arafura dan dibayangi oleh P. Irian

bagian selatan serta bagian utara Australia. Musim Timur optimum berlangsung antara

bulan Juni hingga Agustus. Musim Barat berlangsung antara bulan Desember hingga

Pebruari. Sedangkan Musim peralihan atau pancaroba antara kedua musim utama itu

terjadi pada bulan Maret-Mei dan Sepetember-Nopember.

Pasang surut (Pasut) di Pulau Kultubai Utara terjadi dua kali sehari (tipe harian

ganda). Jangkauan pasang surut mencapai 2 – 2.5 m. Arus yang terjadi di sekitar P.

Kultubai Utara didominasi oleh arus pasut, dan juga oleh arus non pasut dari Laut Arafura.

Kecepatan arus pada kondisi perairan tenang pada zone pasut cu-kup lemah dan berkisar

dari 5,9 – 15,8 cm/detik setapi saat air bergerak pasang kecepatan arus cukup tinggi yakni

35 – 52 cm/detik. Di luar zone pasut, kecepatan arus lebih kuat pada sisi timur dan barat

pulau dengan kisaran 17 – 58 cm/detik yang mengarah ke Selatan hingga Barat Daya.

Gelombang di perairan P. Kultubai Utara merupakan gelombang angin (variasi sea

dan swell), dimana angin sebagai pembangkit utama yang bervariasi secara musiman.

Terdapat 2 tipe gelombang pecah di pantai P. Kultubai Utara yaitu spilling, dan plunging

dengan dominasi plunging. Kedua tipe gelombang tersebut sangat berperan terhadap

pembentukan morfologi pantai di sisi timur, barat dan utara P. Kultubai. Proses abrasi oleh

gelombang dan arus menyebabkan beberapa bagian pan-tai tebing di bagian utara Barat

dan Tenggara mengalami abrasi. Secara umum bagian utara pulau memiliki perairan yang

relatif tenang dari bagian lainnya. Kondisi ini dimanfaatkan oleh nelayan untuk berlindung,

penambatan perahu dan kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan.

Suhu rata-rata di perairan sekitar Pulau Kultubai Utara pada bulan Desember 2005

berkisar antara 29,1 – 29,4 0C. Nilai salinitas di lapisan permukaan sampai per-tengahan

perairan P. Kultubai Utara pada bulan yang sama berkisar dari 34 - 35 ppt. Kecerahan air

disekitar P. Kultubai Utara memiliki tingkat kecerahan tinggi < 7 meter.

Konsentrasi padatan tersuspensi di perairan sekitar P. Kultubai Utara berkisar dari

0,011 – 0,042 mg/600 ml/det. Tinggi rendahnya variasi nilai padatan tersuspensi

disebabkan ada perbedaan laju konsentrasi materi tersuspensi dan jarak lokasi dengan

sumber asal sedimen di perairan sekitar P. Kultubai Utara. Sumber utama partekel

tersuspensi di perairan ini berasal dari aktivitas penangkapan udang dengan troul terutama

pada bagian barat pulau. Sedangkan pada bagian timur dari P. Kultubai Utara sumber

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU77

Page 78: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

utama partikel tersuspensi berasal dari daerah di sekitar ekosistem mangrove yang tipe

substrat dasarnya lumpur, terutama pada musim Barat.

Kandungan oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan P. Kultubai Utara, yang

merupakan salah satu pulau kecil perbatasan ini antara 6,0 – 7,9 ppm. Nilai pH rata-rata di

perairan sekitar P. Kultubai Utara pada bulan Desember 2005 berkisar antara 8,09 - 8,47.

Sedangkan nilai zat hara di perairan sekitar P. Kultubai Utara sangat bergantung pada input

yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Selain pasang surut, tampaknya faktor musim

memberi kontribusi yang nyata terhadap besarnya fluktuasi kandungan fosfat, nitrit dan

nitrat. Kandungan fosfat pada bulan Desember 2005, sebesar 0,01 mg/ltr, nitrit 0,004

mg/ltr), sementara kadar nitrat sebesar 0,5 mg/ltr.

Kisaran nilai suhu, salinitas, kadar oksigen terlarut, pH, dan zat hara tersebut

berada dalam batas normal dan layak untuk berbagai kepentingan pengembangan

perikanan, terutama perikanan budidaya, terhadap komoditas tertentu (pilihan), wisa-ta

bahari, dan konservasi. Bahkan nilai-nilai kualitas perairan tersebut tergolong optimal bagi

perikanan pelagis kecil maupun pelagis besar.

Sarana dan Prasarana

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Pesisir pantai P. Kultubai Utara merupakan tempat penyu bertelur. ni untuk. Hal ini

mem-berikan indikasi Hal ini menunjukkan bahwa P. Kultubai Utara perlu

direkomendasikan untuk dijadikan kawasan konservasi bagi perlindungan penyu.

Kawasan lainnya yang juga dapat dijadikan kawasan konservasi adalah kawasan

hutan mangrove. Seperti telah diuraikan di atas bahwa luas hutan mangrovenya yang

mencapai 2858 km2 memberikan indikasi bahwa lingkungan pesisir pantai P. Kultubai

Utara sangat mendukung pertumbuhan daripada ekosistem khas tropis ini. Perlindungan

hutan mangrove pulau ini perlu dilakukan karena pentingnya fungsi ekologis hutan

mangrove terhadap organisme-organisme lain yang berasosiasi dengannya.

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU78

Page 79: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

PANAMBULAI

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN KEPULAUAN ARU

Kecamatan : ARU TENGAH

Koordinat :

Gambaran Umum

Penambulai yang merupakan salah satu dari 8 pulau kecil terluar (perbatasan) di

Kabupaten Kepulauan Aru. Di pulau ini terdapat titik dasar (TD) no. 099 dan titik referensi

(TR) no 099. Luas Pulau Penambulai mencapai 130,5 km2

ADMINISTRATIF

Secara administratif pulau ini termasuk dalam wilayah Desa Warabal (Rabal),

Kecamatan Aru Tengah, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku.

GEOGRAFI

Secara geografis pulau ini terletak antara 06o 22’ 54” LS – 134o 46’ 24” BT. Pada

masa lampau di P. Penambulai, terdapat dua buah desa yaitu Desa Warabal (Rabal) dan

Desa Jambu Air, namun sekarang masyarakat Desa Jambu Air telah berpindah ke P.

Barakan tetapi tetap mengakses pulau tersebut hingga kini.

AKSESIBILITAS

Pada saat ini, tidak ada transportasi umum atau reguler yang menghubungkan Desa

Warabal dengan ibukota Kabupaten Kepulauan Aru, Dobo maupun dengan ibukota

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU79

Page 80: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Kecamatan Aru Tengah, Benjina, sehingga untuk mencapai P. Penambulai harus mencarter

speed boat dari Dobo.

Perjalanan menujuju P. Penambulai menggunakan speed boat ditempuh dengan

dengan melewati selat antara P. Kobror dan P. Maekor hingga P. Baun kemudian menuju

P. Penambulai dengan waktu tempuh antara 6 jam hingga 7 jam. Sarana transportasi laut

yang dimiliki masyarakat Desa Warabal berupa “Katinting” yang digunakan untuk

menangkap ikan maupun untuk pergi ke ibukota kecamatan maupun ibukota kabupaten,

namun waktunya tidak menentu karena tergantung kebutuhan masyarakat

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Pulau Penambulai sekarang ditempati oleh masyarakat desa Warabal, dengan

jumlah pen-duduk sebanyak 240 jiwa, laki-laki berjumlah 116 jiwa dan perempuan 124

jiwa. Berdasakan kelom-pok umur, penduduk usia produktif di Warabal sebesar 62,08 %.

Distribusi penduduk usia produk-tif ini seharusnya menjadi kekuatan bagi desa ini untuk

mengembangkan ekonomi masyarakatnya.

Distribusi kepala keluarga di desa ini sebanyak 59 KK, kepala keluarga laki-laki 51

orang dan kepala keluarga perempuan 8 orang. Berdasarkan distribusi tingkat

kesejahteraan keluarga menurut kriteria BKKBN, Warabal hanya memiliki keluarga

sejahtera sebesar 13,56 %. Hal ini berarti masyarakat yang mengakses Pulau Penambulai

masih memiliki kelompok masyarakat di bawah garis kemiskinan lebih dari 86 %. Kondisi

ini tidak seharusnya terjadi apabila masyarakat dapat meningkatan akses mereka dalam

pemanfaatan sumberdaya alam yang dimiliki. Dengan demikian sangat diharapkan adanya

upaya pengembangan kapasitas masyarakat dalam kegiatan produksi dan akses terhadap

distribusi hasil produksinya.

Pengembangan konservasi pada P. Penambulai diarahkan pada konservasi kawasan

hutan mangrove. Hal ini dilatarbelakangi oleh keberadaan hutan mangrove pada bagian

timur pulau ini dengan kepadatan yang cukup tinggi. Namun akan sangat disayangkan jika

keberadaan hutan mangrove ini lama kelamaan akan semakin tereduksi akibat tekanan

aktifitas manusia. Hal ini dapat terjadi karena P. Penambulai merupakan satu-satunya

pulau yang berpenghuni dari sejumlah pulau-pulau perbatasan pada Kabupaten Kepulauan

Aru. Oleh karena itu, penting untuk menetapkan kawasan hutan mangrove P. Penambulai

sebagai kawasan konservasi dan perlindungan hutan mangrove, sehingga fungsi ekologis

ekosistem ini tetap terjaga.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU80

Page 81: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Potensi Sumberdaya Teresterial

Vegetasi terestrial di lingkungan ekosistem P. Penambulai mempunyai

heterogenitas flora yang kompleks. Ini ditunjukkan dengan adanya tumbuhan-tumbuhan

rakyat yang ditanam maupun maupun yang sudah ada dari dulu. Jenis-jenis tumbuhan yang

teridentifikasi yang merupakan tanaman rakyat yaitu mangga, kelapa, jambu dan tumbuhan

perkebunan lainnya seperti ketela pohon maupun yang sudah ada dari dulu. Jenis-jenis

tumbuhan yang teridentifikasi yang merupakan tanaman rakyat yaitu mangga, kelapa,

jambu dan tumbuhan perkebunan lainnya seperti ketela pohon, ubi kayu, ubi jalar dll.

Sementara itu pohon-pohon pandan juga mendominasi vegetasi teresterial pada P.

Penembulai tersebut. Hutan mangrove mendominasi bagian timur pulau. Jenis-jenis

vegetasi pantai yang terdapat di pulau ini antara lain, Kasuari, Kayu Besi serta berbagai

jenis tanaman lainnya. Substrat dasar lahan P. Penambulai terdiri dari tanah berpasir

hingga berlumpur. Berkaitan dengan sebaran vegetasi menurut tanah lahan, maka bagian

lahan pesisir didominasi oleh jenis-jenis vegetasi kasuari, dan pandan.

Data vegetasi teresterial memberikan indikasi bahwa bila ada gangguan yang cukup

berarti terhadap ekosistem teresterial, dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk

pemulihan. Kondisi flora yang terdapat di lingkungan ekosistem daratan maupun pesisir

diduga mempengaruhi keanekaragaman jenis fauna di kawasan ekosistem tersebut.

Lingkungan teresterial P. Penambulai memiliki beberapa jenis fauna liar dari kelompok

burung (termasuk burung laut), serta fauna peliharaan masyarakat seperti anjing, unggas

dan ayam.

Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Hutan Mangrove

P. Penambulai memiliki komunitas mangrove yang cukup padat. Pada daerah ini

dijumpai beberapa spesis mangrove yang tumbuh dan berkembang pada substrat pasir

berlumpur maupun lumpur. Mangrove dari famili Rhizophoraceae merupakan famili yang

menduduki urutan pertama dalam jumlah spesies dan merupakan famili yang mempunyai

jumlah individu terbanyak baik untuk kategori pohon (P), sapihan (S) maupun anakan (A).

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU81

Page 82: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Jumlah spesies mangrove pada P. Penambulai memiliki keragaman yang rendah, jenis

mangrove yang teridentifikasi sebanyak 11 spesies, tergolong sedikit dimana hal ini

merupakan ciri penting dari ekosistim mangrove.

Kesebelas spesies mangrove yang teridentifikasi terdiri dari 7 famili, 5 spesis dari

famili Rhizophoraceae dan biasanya famili ini memiliki variasi jenis yang lebih

dibandingkan dengan famili lainnya, famili lainnya masing-masing diwakili satu jenis.

Mangrove dari jenis Rhyzophora apiculata unggul dalam jumlah individu untuk kategori

pohon dengan nilai kerapatan pohon sebesar 4,75 ind/100 m2 diikuti jenis Bruguiera

gymnorrhiza nilai kerapatan sebesar 3,86 ind/100 m2. Untuk kategori sapihan, mangrove

jenis Ceriops tagal memiliki nilai kerapatan sebesar 7 ind/25 m2. Untuk kate-gori anakan,

jumlah individu terbanyak diwakili oleh mangrove jenis C. tagal, dengan nilai kerapatan 6

ind/m2 diikuiti B. gymnorrhiza 2 ind/m2. Dari hasil pengamatan, mangrove jenis C. tagal

dan B. gymnorrhiza merupakan jenis dengan tingkat adaptasi terhadap kondisi substrat

berlumpur relatif baik. Kerapatan total vegetasi mangrove dari 11 spesies mangrove pada

P. Penambulai adalah sebesar 0.9287 tegakan/m2 atau mencapai 9287 tegakan/Ha dimana

kerapatan untuk katagori pohon 0,0814 tegak-an/m2 atau 814 tegakan/Ha, sapihan 0,3491

tegakan/m2 atau 3491 tegakan/Ha dan kerapatan untuk katagori anakan adalah 0,5982

tegakan/m2 atau sekitar 5982 tegak-an/Ha.

Diameter rata-rata untuk katagori pohon lebih didominasi oleh mangrove jenis R.

apiculata dan jenis B. gymnorrhiza yang tergolong kecil, Sedangkan jenis mangrove yang

mempunyai diameter yang cukup besar dari jenis S. alba yang menca-pai 57 cm. Data yang

telah diuraikan memberikan indikasi bahwa proses regenerasi mangrove di P. Penambulai

memiliki perkembangan yang baik terutama mangrove dari famili Rhizophoraceae.

Terumbu Karang

Data hasil analisa data citra satelit yang diverifikasi dengan pengukuran lapangan

memberikan informasi yaitu panjang terumbu karang di pesisir P. Penambulai mencapai

14,54 km dengan lebar terumbu 1,45 km. Karang ditemukan tumbuh dan berkembang baik

pada zona pertengahan terumbu hingga zona tepi tubir.

Hasil analisis terhadap kom-ponen penyusun terumbu karang P. Penambulai

menunjukan komponen biotik mendominasi substrat dasar dari terumbu karang P.

Penambulai nilai persen tutupan komponen bio-tik lebih tinggi di-banding kompo-nen

abiotiknya (Tabel 4). Kenyataan tersebut mengindikasikan terumbu karang pulau kecil ini

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU82

Page 83: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

masih tergo-long baik walaupun persen tutupan karang batu hanya mencapai 42,04%.

Akan tetapi nilai persen tutupan karang batu, maka gabungan nilai persen tutupan biota

pembentuk terumbu (coraline algae dan turf algae) yang tinggi memberi suatu indikasi

bahwa terumbu karang P. Penambulai berada dalam proses pembentukan menuju terumbu

karang yang ideal dan kokoh. Pada bagian lain, komponen abiotik yang menonjol nilai

persen tutupannya adalah pasir, kemudian diikuti oleh karang mati yang ditutupi alga, serta

patahan karang mati dengan persen tutupan substrat dasar terumbu yang relatif kecil.

Bila diamati secara terpisah, maka untuk komponen biotik, ternyata karang batu

memiliki persen tutupan substrat dasar relatif lebih tinggi dari biota laut lain. Karang batu

dari kategori Non-Acropora memiliki persen tutupan dasar terumbu lebih tinggi dibanding

karang batu kategori Acropora.

Berdasarkan nilai persen tutupan substrat dasar terumbu oleh karang batu menurut

bentuk tumbuh koloni (Tabel 5), ternyata hanya karang batu kategori Acropora dari bentuk

tumbuh tabulate atau meja (ACT) me-miliki persen tutupan substrat dasar di areal terumbu

P. Pe-nambulai (Gambar 4) dan ter-golong rendah, sementara ben-tuk tumbuh koloni

lainnya ti-dak ditemukan. Pada bagian lain untuk karang batu kategori Non-Acropora,

ternyata bentuk tumbuh masif (CM) memiliki persen tutupan substrat dasar lebih tinggi

dari karang batu dari bentuk-bentuk tumbuh karang batu Non-Acropora lainnya di areal

terumbu pesisir pulau kecil ini. Bentuk-bentuk tumbuh karang batu dari kategori Non-

Acropora lebih bervariasi diban-ding bentuk tumbuh karang batu kate-gori Acropora.

Terumbu karang P. Penambulai hanya memiliki 51 jenis karang batu (hard coral)

yang seluruhnya termasuk dalam 22 genera dan 10 famili. Famili karang batu dengan

jumlah jenis terbanyak adalah Faviidae (18 jenis) dan famili Poritidae (5 jenis). Famili

karang dengan jumlah jenis terendah adalah Helioporidae dan Oculinidae yang masing-

masing hanya memiliki 1 jenis karang. Kekayaan atau variasi jenis karang di areal terumbu

P. Penambulai ini tergolong cukup baik dan kemungkinan akan terus bertambah jenis

karangnya karena proses pembentukan terumbu masih terus berlangsung untuk

menyediakan substrat dasar yang ideal dan sesuai bagi juvenile karang muda.

Karang batu dari kategori Non-Acropora memiliki jumlah jenis lebih banyak

dibanding karang batu kategori Acropora (Tabel 5). Karang masif memiliki jumlah je-nis

lebih menonjol dibanding 5 bentuk tumbuh koloni karang batu kategori Non-Acropora

yang lain. Sementara untuk karang batu dari kategori Acropora, ternyata hanya Acropora

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU83

Page 84: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

bercabang (ACB) yang memiliki jumlah jenis relatif lebih banyak di-banding Acropora

tabulate (ACT), Acropora digitate (ACD) maupun Acropora submasif (ACS).

Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai kisaran diameter koloni karang pada

areal terumbu Penambulai adalah 7.8 – 286,5 cm, dengan diameter koloni rata-rata

mencapai 47,8 cm. Akibat diameter koloni karang batu rata-rata yang cukup besar itu

menyebabkan kepadatan karang batu pada areal terumbu ini tidak tinggi dan hanya

mencapai 3,4 koloni per m2. Jenis karang yang memiliki diameter koloni rata-rata relatif

besar yaitu Porites lutea dan Acropora tenuis memberikan kontribusi yang nyata terhadap

kepadatan koloni karang batu tersebut di atas.

Ikan Karang

Ikan karang yang menempati areal terumbu P. Penambulai mencapai 69 spesies

yang tergolong dalam 43 genera dan 24 famili. Kekayaan spesies ikan karang ini tergolong

relatif tinggi dengan dimensi areal terumbu P. Penambulai yang tidak luas dibanding areal

terumbu lainnya seperti P. Kultubai Selatan.

Famili ikan karang dengan variasi jenis yang tinggi di perairan karang P.

Penambulai adalah Pomacentridae (13 jenis), Chaetodontidae (7 jenis), Labridae (6 jenis),

dan Lutjanidae (6 jenis). Selain itu, sebanyak 20 famili ikan karang lainnya memiliki

variasi jenis rendah (< 5 spesies) bahkan 9 famili diantaranya hanya memiliki satu spesies

yakni Cirrhitidae, Centropomidae, Haemulidae, Mullidae, Pseudochromidae,

Synodontidae, Dasyatidae, Balistidae dan Zanclidae. Ikan karang dari genus Lutjanus,

Chaetodon, Pomacentrus, Epinephelus, Lethrinus, dan Abudefduf memiliki variasi jenis

ter- golong tinggi di perairan karang ini, sedangkan sebanyak 37 genera lainnnya memiliki

jumlah spesies spesies < 3, bahkan 28 genera diantaranya hanya memiliki satu spesies.

Tingginya kekayaan jenis ikan karang famili Chaetodontidae yang juga termasuk kategori

spesies indikator memberikan indikasi bahwa kualitas terumbu karang P. Penambulai

relatif masih baik.

Didasari pengelompokannya untuk tujuan monitoring, maka kekayaan jenis ikan

karang kategori Major Categories Species perairan karang P. Penambulai lebih tinggi

dibanding dibanding kategori Target Species dan Indicator Species. Sementara berdasarkan

kriteria pemanfaatannya, ternyata kekayaan jenis ikan konsumsi relatif lebih tinggi

dibanding ikan hias .

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU84

Page 85: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Kepadatan ikan karang di areal terumbu P. Penambulai termasuk tinggi bila

dikaitkan dengan kondisi terumbu karangnya. Sesuai kategori monitoring, ternyata

kelompok ikan karang ka-rang Target Species memiliki kepadatan dan kelimpahan

individu tertinggi dibanding-kan dengan kelompok ikan Major Categories Species dan

Indicator Species. Berda-sarkan kriteria pemanfaatannya, maka ikan karang yang termasuk

kelompok Ikan Konsumsi memiliki kepadatan dan kelimpahan individu tertinggi dibanding

Ikan Hias. Hasil estimasi menunjukan ikan karang kategori Target Species dan kriteria

pemanfaatan sebagai ikan kon-sumsi memiliki biomassa (berat basah) cukup tinggi per Ha

di terumbu karang P. Penambulai ini.

Nilai sediaan cadang (standing stock), perkiraan pemanfaatan secara lestari (MSY)

dan perkiraan pemanfaatan secara berkelanjutan (JTB) dari sumberdaya ikan karang di

perairan karang P. Penambulai termasuk besar dihubungkan dengan dimensi dan kondisi

terumbu karang sebagai habitat hidupnya. Hasil-hasil analisis secara terpisah

memperlihatkan nilai sediaan cadang dan dan MSY dari ikan karang kelompok Target

species jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Indicator spesies dan Major categories

species. Sementara sediaan cadang dan MSY dari sumberdaya ikan karang yang termasuk

kriteria pemanfaatan sebagai ikan konsumsi lebih tinggi dari kelompok ikan hias.

Tingginya nilai sediaan cadang dari Target Species dan Ikan Konsumsi ter-sebut

disebabkan oleh kehadiran jenis ikan Caesio teres dengan kelimpahan individu yang besar

atau sebagai jenis ikan karang yang predominan. Kelimpahan stok (stock abundance)

sumberdaya ikan di perairan terumbu karang P. Penambulai, juga tergolong relatif tinggi.

Ikan karang dari kriteria pemanfaatan sebagai ikan konsumsi memiliki nilai kelimpagan

stok, MSY dan JTB relatif lebih tinggi dibanding kelompok ikan karang dari kategori

Target Species karena ikan konsumsii merupakan gabungan dari sebagian kelompok ikan

Major Categories Species dan Target Species.

Gambaran nilai sediaan cadang serta kelimpahan stok ikan karang tersebut

menunjukan bahwa perairan karang sekitar P. Penambulai sebagai pulau kecil terluar atau

perbatasan ini menyimpan potensi sumberdaya ikan karang yang cukup besar. Setidaknya

terdapat empat jenis ikan karang di perairan P. Penambulai yang termasuk kategori

predominan di dalam komunitasnya. Jenis ikan Caesio teres sangat predo-minan dibanding

tiga jenis ikan karang yang lain (Tabel 9). Sesuai kriteria peman-faatannya sebagai ikan

konsumsi, maka Caesio teres memiliki nilai sediaan cadang, MSY dan JTB lebih tinggi

dari Abudefduf vaigiensis.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU85

Page 86: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Sementara untuk kriteria monitoring, jenis ikan Caesio teres (ekor kuning) sebagai

Target Species adalah jenis ikan yang predominan dengan kepadatan individu, sediaan

cadang, kelimpahan stok, nilai MSY dan JTB yang sangat menonjol dibanding dua jenis

ikan predominan lainnya yaitu Abudefduf vaigiensis yang termasuk Major Categories

Species dan Chaetodon kleinii sebagai ikan yang termasuk dalam kategori Indicator

Species. Bila keempat jenis ikan yang tergolong predominan itu dikelompokan menurut

tujuan pemanfaatan, maka ikan hias memiliki kepadatan individu dan sediaan cadang lebih

rendah dari ikan konsumsi.

Selain data hasil analisis yang telah disajikan, maka Gambar 7 dan 8 menun-jukkan

bahwa terumbu karang P. Penambulai menyimpan potensi jenis ikan hias laut yang bernilai

tinggi untuk industri akuarium. Selain itu, Gambar 9 memberi petunjuk bahwa perairan

karang pulau kecil perbatasan ini menyimpan potensi jenis-jenis ikan konsumsi yang

bernilai ekonomis tinggi seperti kerapu dan ekor kuning, maupun ikan yang dikonsumsi

masyarakat lokal (nelayan).

Gambar Jenis-jenis ikan karang kategori spesies umum di P. Penambulai. Gambar

Kiri Abudefduf vaigiensis, Gambar Kanan Apogon endekaetania (Foto by NR).

Perikanan Tangkap

Daerah penangkapan ikan (fishing ground) pada perairan di sekitar kawasan Pulau

Penambulai potensial bagi nelayan karena memiliki kekayaan biota laut yang dapat

dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan. Di pesisir utara hingga barat P. Penambulai

ditumbuhi bakau (mangrove) yang di dalamnya terdapat kepiting bakau (dina-makan oleh

masyarakat “karaka datu/tou ma”) dan belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya oleh

mereka. Sebelah barat sampai selatan dan sedikit di sebelah timur perairan pantai,

ditumbuhi lamun (seagrass) yang dinamakan “pama” oleh masya-rakat setempat yang di

dalamnya hidup teripang. Perairan pantai sebelah timur hingga selatan ditemukan karang

yang menjadi habitat yang baik bagi berbagai jenis ikan karang, udang karang (lobster),

lola, siput mutiara (Pinctada maxima) dan kerang mata tujuh (Haliotis sp.). Sedikitnya di 2

(dua) lokasi pada wilayah sebelah timur P. Penambulai, menjadi tempat bertelur bagi

penyu yang pada waktu-waktu tertentu ditemukan di pulau tersebut.

Perairan ini diakses terutama oleh nelayan yang bermukim di P. Penambulai yakni

dari Desa Warabal sendiri, serta dari desa/dusun Jambu Air, Mariri dan Lola dengan

menggunakan berbagai peralatan tangkap yang masih tergolong tradisional. Nelayan dari

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU86

Page 87: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

luar kawasan ini juga turut memanfaatkannya sebagai daerah penangkapan oleh nelayan

lokal sekitarnya, terutama para penyelam siput mutiara (Pinctada maxima), juga nelayan

dari luar dengan menggunakan peralatan tangkap yang moderen. Di musim barat, kapal-

kapal penangkap udang dan ikan dengan mengguna-kan pukat udang (shrimp trawl) dan

pukat ikan (fish net) berukuran besar (> 30 GT) secara kontinu terlihat beroperasi di

perairan sebelah timur P. Penambulai hingga perairan pada batas wilayah < 12 mil laut dari

daratan.

Musim Timur hingga Musim Pancaroba II yakni pada bulan Mei sampai Oktober,

kondisi perairan di kawasan P. Penambulai berombak sehingga tidak me-mungkinkan

nelayan atau masyara-kat lainnya secara tradisional dapat melaut. Namun, selama Musim

Barat dan Musim Pancaroba I yang berlangsung 6 (enam) bulan merupakan waktu yang

baik bagi mereka untuk melakukan aktifitas penang-kapan di perairan sekitar pulau ini.

Alat penangkapan ikan yang digunakan oleh masyarakat di kawasan P. Penambulai

masih tergolong tradisional. Pada saat air surut pada waktu-waktu tertentu sebanyak 80

orang mengguna-kan gancu/tombak (spear gun) untuk menangkap ikan demersal, gurita

(octopus), kerang, dan sebagainya (bameti). Di perairan ini hanya ada 1 (satu) nelayan

yang secara rutin menggunakan panah (arrow) untuk menangkap ikan demersal dan ikan

karang. Alat tangkap lainnya yaitu pancing tangan (hand line) sebanyak 2 unit, jaring

insang dasar (bottom gill net) sebanyak 7 unit, jaring insang hanyut (drift gill net)

sebanyak 10 unit dan rawai hanyut (drift long line) sebanyak 10 unit.

Masyarakat Desa Warabal yang mendiami P. Penambulai mampu membuat perahu

dan kapal penangkap ikan untuk dipergunakan oleh mereka sendiri. Armada penangkapan

yang diguna-kan oleh nelayan di Desa Warabal terdiri dari perahu tanpa motor sebanyak

10 unit, perahu bermesin ketinting sebanyak 1 unit dan kapal motor (bermesin dalam)

sebanyak 20 unit. Perahu tanpa motor digunakan untuk mengo-perasikan alat tangkap

pancing (hand line) dan jaring insang dasar (bottom gill net), perahu bermesin ketinting

digunakan untuk menyelam siput mutiara dan kapal motor bermesin dalam digunakan

untuk mengoperasikan jaring insang hanyut (drift gill net) dan rawai hanyut (drift long

line). Secara rinci, jenis alat dan metode penangkapan yang dipergunakan oleh nelayan di

sekitar P. Penambulai yang melakukan aktifitas penang-kapan di sana, serta jenis hasil

tangkapan dan estimasi rata-rata produksi yang dapat dicapai.

Pada musim Barat di waktu-waktu tertentu, masyarakat Desa Warabal me-

ngumpulkan kerang-kerangan (siput), teripang dan ikan-ikan demersal yang ditemukan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU87

Page 88: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

pada saat air surut dengan menggunakan tombak dan panah maupun tanpa menggunakan

alat tangkap. Pancing tangan (hand line), terutama digunakan untuk me-nangkap ikan

demersal dan ikan karang di perairan sebelah Timur P. Penambulai.

Jaring insang dasar (bottom gill net) yang digunakan oleh nelayan setempat terbuat

dari bahan monofilament dan dioperasikan di perairan pantai untuk menang-kap ikan

demersal dan ikan karang. Alat dioperasikan dengan menggunakan perahu tanpa motor dan

bahkan ada yang dioperasikan tanpa menggunakan perahu. Beberapa unit alat tangkap ini

dioperasikan dengan cara memasangnya secara tetap di perairan yang dangkal (kedalaman

0,5 – 1,5 m). Ikan-ikan yang terjerat dilepas dari mata jaring tanpa diangkat (hauling) dan

alat tangkapnya dibiarkan terpasang selama musim Barat.

Jaring insang hanyut (drift gill net) yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap

ikan di perairan sekitar P. Penambulai terbuat dari bahan multifilament dan monofilament

yang berukuran mata jaring 6 inchi. Alat tangkap ini dioperasikan dengan tujuan

menangkap ikan tenggiri (Scomberomorus spp.) dan ikan hiu (Carcharhinus spp.). Operasi

penangkapan dengan menggunakan alat tangkap ini dilakukan 6 - 10 trip/bulan atau 1 trip

penangkapan membutuhkan 3 – 5 hari selama musim Barat.

Alat tangkap rawai hanyut (drift long line) dioperasikan dengan menggunakan

kapal berukur-an ( 15 GT untuk menangkap ikan hiu (Carcharhinus spp.), terutama untuk

diambil siripnya. 1 (satu) trip penangkapan untuk mengoperasikan alat tangkap ini

membutuhkan waktu 3 – 5 hari dan dapat menangkap ikan hiu sebanyak 20 – 150 ekor atau

rata-rata 30 ekor/trip.

Masyarakat Desa Warabal di P. Penambulai mengemukakan bahwa pada waktu-

waktu ter-tentu, kapal-kapal Thailand dan kapal-kapal penangkap udang penaeid dan ikan

berbendera Indone-sia, sering melakukan aktifitas penangkapan sampai di jalur tangkap

tradisional. Selain itu, mereka sering pula membuang ikan hasil tangkapan sampingan (by

catch) dan alat tangkap yang rusak ke laut yang kemudian terdampar di pantai P.

Penambulai sehingga mencemarkan pantai. Penduduk Desa Warabal sangat mengharapkan

adanya perhatian pemerintah untuk mengawasi aktifitas penangkap-an yang dilakukan

secara komersial di wilayah ini dengan cara menempatkan pos keamanan laut di P.

Penambulai.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU88

Page 89: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Makro Bentos

Perairan pesisir (daerah intertidal) P. Penambulai dan laut sekitarnya menyim-pan

sejumlah potensi sumberdaya makro bentos yang dapat dikembangkan sebagai komoditi

perikanan dan kelautan potensial. Sumberdaya makro bentos dimaksud antara lain moluska

(siput dan kerang) dan ekinodermata (teripang).

Jenis-jenis makrobentos yang ditemukan pada lokasi perairan P. Penambulai adalah

dari kelompok moluska yang secara keseluruhan berjumlah 28 jenis dan diantaranya

terdapat 9 spesies yang memiliki nilai ekonomis penting. Berdasarkan hasil perhitungan

ditemukan bahwa tingkat kepadatan makrofauna bentos (moluska) dari spesies-spesies

yang bernilai ekonomis penting yang mempunyai nilai kepadatan tertinggi yaitu dari jenis

Trochus niloticus, dengan nilai kepadatan 0,09 ind/m2 dan terendah untuk jenis Turbo

argyrostoma dengan nilai kepadatan yaitu 0,01 ind/m2.

Potensi Pariwisata

Pulau Penambulai merupakan salah satu pulau yang berpenghuni, memiliki peluang

untuk dikembangkannya pariwisata bahari. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pantai

kering (Upper littoral zone) P. Penambulai dengan pasir putih yang sangat panjang dan

halus yang ditunjang dengan profil dasar perairan yang berpasir pada zona upper dan

middel littoral dan berkarang pada zona lower littoral relatif cukup baik untuk kegiatan

selam dan renang.

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

FISIOGRAFI

Penambulai merupakan pulau terluar yang cukup besar. Topografi P. Penambulai

relatif sama dengan pulau-pulau kecil lainnya yang terdapat di gugus Kepulauan Aru yaitu

berdataran rendah. Pulaunya terbentuk dari jenis batuan induk aluvium dengan jenis tanah

berupa Rensina dan Hidromorfik kelabu. Pesisir pantainya didominasi oleh pantai berpasir

putih yang terdistribusi dari Utara timur laut hingga selatan pulau.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU89

Page 90: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Lebar pantai berpasir bervariasi dari 40 – 66 m dan letaknya pada bagian Timur –

Utara Timur Laut pulau. Partikelnya berukuran sangat halus hingga sedang, warnanya

putith, dengan lereng pantai datar hingga landai. Pantai ini berpotensi sebagai kawasan

wisata. Secara geomorfologis pulau Penambulai telah mengalami proses abrasi intensif di

sepanjang pantai yang disebabkan oleh gempuran gelombang musim Timur (Pulau ini

tidak memiliki rataan pasang surut yang lebar dan luas seperti halnya dengan P. Ararkula

dan Karawaira. Rataan pasut yang lebar terdapat hanya pada sisi utara – utara timur laut

pulau dengan luas 17,99 km.

Sebaran komponen penyusun substrat dasar zona pantai kering hingga zona pasang

surut cukup bervariasi. Zona pantai kering di pulau ini didominasi oleh pantai pasir dengan

kemiringan datar. Zona pasut P. Penambulai didominasi oleh substrat lunak yang tersusun

dari komponen pasir dengan agihan sangat luas. Sementara pada bagian lainnya memiliki

substrat keras yang tersusun oleh komponen karang dan hancuran karang yang ditumbuhi

oleh laun dan algae.

IKLIM

Iklim di gugusan Kepulauan Aru, termasuk P.Penambulai sesuai klasifikasi Schmid

dan Ferguson (1951) termasuk tipe iklim C dengan nilai Q = 0,19 dengan curah hujan

tahunan bervariasi dari 2000 - 3000 mm. Jumlah hari hujan rata-rata adalah 105 hari, dan

curah hujan tertinggi terjadi antara bulan Januari hingga Maret. Jumlah rata-rata bulan

basah 9 bulan dan bulan kering 1,7 bulan.

Keadaan iklimnya sangat dipengaruhi oleh Laut Arafura dan dibayangi oleh P. Irian

bagian selatan serta bagian utara Australia. Musim Timur optimum berlangsung antara

bulan Juni hingga Agustus. Musim Barat berlangsung antara bulan Desember hingga

Pebruari. Sedangkan Musim peralihan atau pancaroba antara kedua musim utama itu

terjadi pada bulan Maret-Mei dan Sepetember-Nopember.

OCEANOGRAFI

Pasang Surut dan Arus

Pasang surut (Pasut) di P. Penambulai terjadi dua kali sehari (tipe harian ganda).

Jangkauan pasang surut mencapai 2 – 2.5 m. Arus yang terjadi di sekitar P. Penambulai

didominasi oleh arus pasut, dan juga oleh arus non pasut dari Laut Arafura. Kecepatan arus

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU90

Page 91: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

pada kondisi perairan tenang pada zone pasut di bagian timur cukup lemah dan berkisar

dari 7,5 – 20,5 cm/detik setapi saat air bergerak pasang kecepatan arus cukup tinggi yakni

25 – 58 cm/detik. Arus pasang bergerak ke arah barat daya - Selatan, sementara arah angin

dari Barat – Barat Laut. Di luar zone pasut, kecepatan arus lebih kuat pada sisi timur

dengan kisaran 21 – 53 cm/detik yang mengarah ke Selatan hingga Barat Daya. Di bagian

barat pulau kecepatan arus relatif kuat daripada bagian timur, disebabkan lintasan arus

melewati celah sempit pulau Mimien dan Lelamtuti.

Gelombang

Gelombang di perairan P. Penambulai merupakan gelombang angin (variasi sea dan

swell), dimana angin sebagai pembangkit utama yang bervariasi secara musiman. Terdapat

2 tipe gelombang pecah di pantai P. Penambulai yaitu “spilling”, dan “plunging” dengan

dominasi “plunging”. Energi gelombang “plunging” sangat berperan terhadap

pembentukan morfologi pantai di sisi timur dan barat P. Penambulai. Perairan bagian timur

lebih dinamik selama musim Timur dibandingkan dengan bagian barat yang relatif

terlindung oleh P. Lelamtuti dan P. Mimien. Proses abrasi pantai oleh gelombang dan arus

menyebabkan beberapa bagian garis pantai berpasir di bagian timur mengalami

kemunduran. Hal ini menunjukkan bahwa gelombang musim timur sangat dominan

pengaruhnya terhadap pantai P. Penambulai. Bagian utara pulau merupakan kawasan

estuari yang relatif terlindung dan dibentuk oleh alur sungai, dan di sepanjang pantai

estuari itu ditemukan vegetasi mangrove dengan agihan yang cukup luas. Pada musim

Barat bagian Timur P. Penambulai relatif tenang sehingga dimanfaatkan oleh nelayan

untuk berlindung, penambatan perahu dan kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan.

Kualitas Air

Suhu rata-rata di perairan sekitar P. Penambulai pada bulan Desember 2005

berkisar antara 28,4 – 29,4 0C. Nilai salinitas di lapisan permukaan sampai pertengahan

perairan P. Penambulai pada bulan yang sama berkisar dari 33 - 34 ppt. Kecerahan air di

sekitar P. Penambulai memiliki tingkat kecerahan tinggi < 10 meter.

Konsentrasi padatan tersuspensi di perairan sekitar P. Penambulai berkisar dari

0,002 – 0,008 mg/600 ml/det. Tinggi rendahnya variasi nilai padatan tersuspensi

disebabkan ada perbedaan laju konsentrasi materi tersuspensi dan jarak lokasi dengan

sumber asal sedimen di perairan sekitar P. Penambulai. Sumber utama partikel tersuspensi

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU91

Page 92: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

di perairan ini berasal dari aktivitas penangkapan udang dengan trowl terutama pada

bagian Barat pulau. Sedangkan pada bagian timur dari P. Penambulai sumber utama

partikel tersuspensi berasal dari daerah di sekitar ekosistem mangrove yang tipe substrat

dasarnya lumpur, terutama pada Musim Barat.

Kandungan oksigen terlarut di lapisan permukaan perairan P. Penambulai, yang

merupakan salah satu pulau kecil perbatasan ini antara 6,9 – 7,30 ppm. Nilai pH rata-rata

di perairan sekitar P. Penambulai pada bulan Desember 2005 berkisar antara 8,12 - 8,56.

Sedangkan nilai zat hara di perairan sekitar P. Penambulai sangat bergantung pada input

yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Selain pasang surut, tampaknya faktor musim

memberi kontribusi yang nyata terhadap besarnya fluktuasi kandungan fosfat, nitrit dan

nitrat. Kandungan fosfat pada bulan Desember 2005 berkisar antara 0,07 – 0,11 mg/ltr,

nitrit berkisar dari 0,004 – 0,005 mg/ltr), sementara kadar nitrat dari 0,90 - 1,00 mg/ltr.

Kisaran nilai suhu, salinitas, kadar oksigen terlarut, pH, dan zat hara tersebut berada dalam

batas normal dan layak untuk berbagai kepentingan pengembangan perikanan, terutama

perikanan budidaya, terhadap komoditas tertentu (pilihan), wisata bahari, dan konservasi.

Bahkan nilai-nilai kualitas perairan tersebut tergolong optimal bagi perikanan pelagis kecil

maupun pelagis besar.

Sarana dan Prasarana

Fasilitas pendidikan di Warabal terdapat satu buah SD. Untuk SMP terdapat di

pulau lain yang terdekat, misalnya desa Mariri yang berjarak tempuh sekitar 6 jam dengan

speed boat. Sarana peribadatan terdapat satu masjid untuk keperluan beribadat penduduk.

Pulau ini tidak memiliki fasilitas kesehatan, sehingga masyarakat yang sakit harus dirujuk

ke puskesmas pembantu di Desa Mairiri. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Kepulauan Aru memiliki salah satu Pos Pengawasan Perikanan, sekitar 100 meter dari

pemukiman.

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU92

Page 93: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

KISAR

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA

Kecamatan : WONRELI

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Kisar merupakan salah satu pulau terluar yang berpenduduk. Namun

penyebarannya tidak merata yaitu terkonsentrasi di tengah-tengah pulau.

Wilayah Administrasi dan Geografis Pulau

Pulau Kisar secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Wonreli

Kabupaten Maluku Tenggara Barat Provinsi Maluku. Sedangkan secara geografis pulau ini

terletak pada koordinat 8o 6’ 10” LS/127o 8’ 36” BT. Pulau ini di sebelah Utara berbatasan

dengan Pulau Romang, sebelah Selatan dengan selat Timor, sebelah Barat dengan Pulau

Wetar dan sebelah Timur dengan Pulau-Pulau Leti, Moa dan Lakor. Luas keseluruhan

Pulau Kisar adalah 81, 83 km2, dengan panjang garis pantai 37, 36 km. Panjang sisi Barat

Pulau Kisar adalah 7, 3 Km, sisi Timur 12, 08 km, sisi Utara 7, 83 km dan sisi Selatan 10,

15 km.

Aksesibilitas

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU93

Page 94: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Transportasi Laut

Untuk mencapai Pulau Kisar dapat menggunakan transportasi laut dan udara

melalui Kota Saumlaki. Di kota ini terdapat pergerakan penduduk dari/menuju Kota

Wonreli (Pulau Kisar). Sebagian besar akses ke pulau tersebut melalui transportasi laut dan

dilayani oleh kapal-kapal PELNI, ASDP dan perusahan swasta (perintis). Rute-rute

pelayaran laut yang melayani wilayah ini, termasuk Pulau Kisar meliputi:

Trayek Kapal Perintis :

KM Mentari 2 : Ambon – Tual – Larat – Saumlaki – Adaut – Dawera – Kroing –

Marsela – Tepa – Lelang/Mahaleta – Lakor – Moa – Leti – Wonreli/Kisar – Ilwaki

– Urisela – Kupang (PP);

KM Iramawa : Ambon – Tual – Larat – Saumlaki – Adaut – Dawelor/ Dawera –

Kroing – Marsela – Tepa – Sermata – Lakor – Moa – Leti – Wonreli/Kisar – Ilwaki

– Kupang (PP);

KM Lestari : Tual – Dobo – Benjina – Kalar-Kalar – Batu Goyang – Tual – Molu –

Larat – Saumlaki – Kroing – Marsela – Tepa – Bebar/Wulur – Romang – Kisar –

Arwala – Relokib – Eray/Esulit – Kisar/Patotere/Biringkasi (PP)

KM R27 : Tual – Dobo – Larat – Saumlaki – Tepa – Moa – Leti – Kisar – Kalabahi

– Surabaya (PP);

KM Tan. Permai : Saumlaki – Ambon – Saumlaki – Tepa – Bebar/Wulur – leti –

Kisar/Wai – Wonreli – Kisar/Kerokis – Kalabahi – Surabaya (PP);

Trayek Kapal Daerah (Kapal Cepat) :

KM Terun Narhitu : Ambon - Tual - Saumlaki – Serwaru – Babar – Damar -

Romang – Wonrelli (Kisar)–Ilwaki- Kupang (PP);

Transportasi Udara

Kabupaten Maluku Tenggara Barat memiliki 2 (dua) lapangan terbang, yakni

lapangan terbang Olilit di Kota Saumlaki dan lapangan terbang Wonreli di Kota Wonreli.

Ketersediaan lapangan terbang ini, relatif telah dapat memperlancar akses ke wilayah ini

dan sekaligus menopang aktifitas dan mempercepat pertumbuhan perekonomiannya.

Transportasi udara melayani kota kecamatan Wonreli (P. Kisar) yang memiliki

posisi dan jarak terjauh dari ibu kota Kabupaten/Kota Saumlaki. Penerbangan reguler ke

kota Kecamatan Wonreli disediakan oleh PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA) dengan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU94

Page 95: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

menggunakan pesawat CN 212 dari Kota Kupang (Propinsi NTT) menuju Kota Ambon

dan sebaliknya Transportasi dengan pesawat terbang ini masih bersifat terbats yaitu

berlangsung sekali dalam seminggu.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Pulau Kisar merupakan kawasan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk relatif

padat pada bagian pertengahan pulau sehingga dibutuhkan kebijakan distribusi penduduk

pada wilayah pesisir dengan tujuan menciptakan keseimbangan dalam pemanfaatan ruang

untuk kepentingan pemerataan penduduk dalam wilayah dan pengembangan pusat-pusat

pemukiman.

Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Barat Daya

tahun 2010 tercatat jumlah penduduk 15.296 jiwa atau 2.848 kepala keluarga. Penduduk

Kisar ada yang bekerja sebagai PNS, TNI/POLRI, Guru, Berdagang, Nelayan, Petani, dan

lain-lain.

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Hutan Mangrove

Jumlah spesies mangrove di pesisir bagian Utara P. Kisar lebih menonjol dibanding

tiga pulau yang lain. Sementara jumlah spesies mangrove di pesisir bagian Barat P. Kisar

tergolong rendah. Jenis mangrove Hibiscus tiliaceus menyebar pada keempat bagian

pesisir P. Kisar ini dibanding spesies mangrove yang lain.

Telah menjadi pengetahuan umum bahwa ekosistem mangrove memiliki berbagi

peran dan fungsi penting bagi ekosistem perairan pesisir dan laut, diantaranya adalah

fungsi produksi. Kenyataan ini dirasakan dan diakui oleh masyarakat pesisir P. Kisar,

khususnya para nelayan yang sebagian pekerjaannya sebagai nelayan.

Padang Lamun

Padang lamun sebagai ekosistem penting perairan pesisir tropis menyebar pada

wilayah ekologis P. Kisar dan sekiarnya, walaupun dengan kondisi komunitas yang

berbeda antar wilayah. Kehadiran padang lamun di perairan pesisir P. Kisar ini mencapai

luas ± 15 km2. Di perairan pesisir P. Kisar ditemukan 6 spesies lamun, yaitu Enhalus

acoroides, Thallasia hemprichii, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU95

Page 96: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

serrulata dan Syringodium isoetofolium. Keragaman lamun ini merupakan 50% dari

kekayaan spesies lamun Indonesia maupun di perairan pesisir Maluku.

Terumbu Karang

Perairan pesisir P. Kisar memiliki ekosistem terumbu karang yang menyebar

hampir merata pada semua bagian pulau. Melalui hasil analisis, diperoleh data panjang

terumbu karang di perairan pesisir mencapai 36 km, dengan lebar rata-rata mencapai 75 m.

Panjang terumbu di pesisir utara mencapai 8 km, pesisir selatan 10, 5 km, pesisir timur 12,

7 km dan di pesisir barat mencapai 7, 6 km.

Bentuk-bentuk tumbuh karang batu yang ditemukan di perairan pesisir Pulau Kisar.

A. Karang masif, B. Karang bercabang, C. Karang Submasif, D. Karang foliouse

Jumlah spesies karang batu di perairan pesisir P. Kisar lebih rendah diban-dingkan

dengan P. Wetar dan P. Kisar. Hasil analisis persen tutupan karang batu (Tabel 3)

menunjukan kondisi terumbu karang di perairan pesisir P. Kisar termasuk dalam kategori

kurang baik hingga sangat baik. Dalam hal ini areal terumbu P. Kisar bagian Utara

memiliki kondisi terumbu karang termasuk kategori sangat baik dengan persen tutupan

karang batu mencapai ³ 75%. Sementara di perairan pesisir pulau ba-gian barat tergolong

baik, dimana nilai persen tutupan karang batu mencapai ³ 65%. Akan tetapi hasil analisis

menunjukan perairan pesisir bagian selatan dan timur P. Kisar memiliki kondisi terumbu

karang termasuk kategori kurang baik

Kondisi terumbu karang dengan kategori kurang baik pada perairan pesisir Selatan

dan Timur P. Kisar tersebut disebabkan oleh adanya kematian karang batu dari bentuk

tumbuh Acropora bercasang, Non Acropora bercabang dan Acropora tabulate. Hal tersebut

diindikasikan oleh nilai persen tutupan patahan karang mati yang menonjol pada kedua

bagian perairan pesisir tersebut dibandingkan dengan dua bagian terumbu karang lain

dengan kategori sangat baik dan baik.

Penurunan kualitas terumbu karang di perairan pesisir P. Kisar. A-B. Patahan

karang mati akibat aktivitas pemanfaatan sumberdaya hayati, C-D. Koloni karang mulai

memutih akibat dimangsan predator karang (Acanthaster plancii)

Perikanan

Secara umum sumberdaya ikan di perairan pesisir dan laut Kawasan P. Kisar terdiri

atas empat kelompok utama yaitu ikan karang dan demersal, ikan pelagis kecil, serta ikan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU96

Page 97: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

pelagis besar. Potensi sumberdaya ikan karang itu sendiri terdiri atas ikan komponen hias

dan ikan konsumsi yang potensial untuk dimanfaatkan dan/atau dikembangkan.

Ditinjau dari aspek perikanan perairan pesisir Kawasan P. Kisar me-miliki

sejumlah spesies sumberdaya ikan karang dan ikan demersal bernilai ekonomis tinggi

terutama ikan kerapu (famili Seranidae), kakap merah (famili Lutjanidae), ikan lencam

(famili Lehrinidae), ikan Napoleon (Cheilinus undulatus), ikan beronang (famili

Siganidae). Sumberdaya ikan karang ekonomis penting ini baru dimanfaatkan oleh

sekelompok kecil masyarakat yang umumnya bermukim di bagian pedalaman pulau

dengan teknologi yang sangat sederhana, mengingat mata pencaharian masyarakat di P.

Kisar umumya bertani.

Spesies ikan karang dan demersal di perairan pesisir Utara dan Barat P. Kisar lebih

bervariasi dari perairan pesisir Selatan dan Timur. Sementara kelimpahan spesies ikan

pelagis kecil di perairan pesisir dan laut bagian Selatan dan Timur P. Kisar relatif lebih

menonjol dari dua bagian perairan lainnya. Untuk sumberdaya ikan pelagis besar, ternyata

jumlah spesies di perairan pesisir dan Laut Utara dan Barat relatif lebih banyak dari bagian

Selatan dan Timur.

Wilayah penangkapan ikan karang oleh sebagian kecil masyarakat P. Kisar ini

berlangsung di perairan pesisir bagian Selatan dan Timur. Fakta lain menunjukan

sumberdaya ikan karang yang ekonomis penting, ternyata terdapat potensi sumber-daya

ikan hias laut yang besar dan belum dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan masyarakat

maupun daerah.

Makro Bentos

Dengan adanya kondisi geomorfologis pesisir, hamparan terumbu karang, serta

adanya vegetasi mangrove dan padang lamun di perairan pesisir P. Kisar menyediakan

habitat yang baik untuk sumberdaya moluska. Sebanyak 14 spesies moluska memiliki

kemampuan menyebar yang luas yaitu bisa ditemukan di setiap bagian perairan pesisir P.

Kisar.

Bila dilihat dari aspek perikanan, maka perairan pesisir P. Kisar ini juga me-

nyimpan potensi sumberdaya Lola (Trochus niloticus) dan Batu Laga (Turbo marmoratus)

dari klas Gastropoda sebagai komoditi perikanan potensial. Siput lola dapat dikatakan

menyebar hamir merata di perairan pesisir P. Kisar, tetapi potensinya sangat menonjol di

perairan pesisir Utara dan Barat. Sumberdaya batu laga bisa ditemukan di perairan pesisir

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU97

Page 98: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

bagian barat, dan dapat dikatakan tidak menyebar merata di semua bagian perairan pesisir

P. Kisar. Jenis sumberdaya perikanan potensial ini menempati perairan pesisir dengan

geomorfologi batuan agak terjal dan berelief.

Perairan pesisir P. Kisar, juga menyimpan potensi spesies sumberdaya moluska

yang potensial sebagai bahan baku industri kerajinan dan dekorasi seperti spesies moluska

dari famili Cypraeinidae, Conidae, Neritidae, Olividae, Strombidae, Terebridae dan

Turbinidae.

Perairan pesisir P. Kisar, juga menyimpan potensi spesies sumberdaya moluska

yang potensial sebagai bahan baku industri kerajinan dan dekorasi seperti spesies moluska

dari famili Cypraeinidae, Conidae, Neritidae, Olividae, Strombidae, Terebridae dan

Turbinidae. Spesies moluska dari famili Strombidae, selain cangkangnya cukup penting

sebagai bahan dalam usaha kerajinan dan dekorasi, maka dagingnya dapat dikonsumsi oleh

masyarakat sebagai bahan pangan tambahan.

Jika ditinjau dari aspek perlindungan sumberdaya alam, maka perairan pesisir P.

Kisar memiliki sedikitnya 4 spesies kima yaitu Tridacna crocea, Tridacna derasa, Tridacna

squamosa dan Hyppopus hyppopus. Sebaran dari keempat spesies kima tersebut hampir

merada di perairan pesisir P. Kisar ini dan memiliki potensi yang memadai tetapi

menghkhawatirkan karena juga dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber pangan.

Sebagai sumberdaya pesisir dan laut yang dilindungi, maka konservasi terhadap keempat

spesies kima ini menjadi penting.

Pariwisata Bahari

Potensi wisata di Wilayah P, Kisar memiliki ciri umum yang dimiliki oleh

Kabupaten MTB, dimana potensi wisata yang menjadi andalan ialah wisata alam dan

budaya. Pembinaan wisata di wilayah Kecamatan Pulau-Pulau Terselatan, termasuk di P.

Kisar membutuhkan upaya pembenahan dan promosi yang kuat untuk menarik wisatawan

untuk mengunjungi wilayah ini.

Potensi wisata yang baru teridentifikasi untuk wilayah P. Kisar meliputi wilayah

pesisir dan laut. Untuk perairan pesisir, kegiatan wisata bahari yang potensial adalah Skin

Diving dan Scuba Diving. Sementara untuk wilayah perairan lautnya sangat potensial

untuk wisata pancing tonda (Trolling) karena wilayah perairan ini menyimpan sumberdaya

ikan pelagis besar seperti ikan layaran, ikan setuhuk dan ikan pedang, serta ikan tuna dan

cakalang. Pada bagian lain, dapat dikembangkan wisata pancing untuk ikan dasar atau ikan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU98

Page 99: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

demersal yang juga tergolong potensial. Letak Pulau Kisar sangat strategis, yaitu pada jalur

migrasi paus yang melewati perairan Selat Tomor, sehingga menjadi lokus wisata lautan

yang cukup penting.

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

Pulau Kisar berukuran relatif kecil, berupa bukit-bukit rendah dengan titik tertinggi

250 meter dari permukaan laut. Umumnya berlereng relatif landai. Pebukitan ini umumnya

menempati bagian tengah pulau sedangkan dibagian tepinya berupa daerah pedataran.

Bagian utama pulau ini tersusun dari batuan metamorf yang berupa sekis bersisipan

genes, filit dan batugamping terubah; yang diduga berumur Pra Perm. Bagian utama pulau

ini dikelilingi oleh batuan termuda yang menumpang secara tidak selaras pada batu-batuan

tersebut, sedangkan bagian atas adalah batu gamping koral yang berumur kuarter. Batu

gamping koral berupa batu gamping terumbu, setempat mengandung kuarsa dan

membentuk undak-undak, sisipan tufa gampingan berbatu apung, mudah diremas. Secara

geologi, struktur yang terdapat di daerah ini diperki-rakan berupa patahan (sesar) mendatar

yang umumnya ke arah Barat Daya-Timur Laut. sedangkan struktur lipatan bersifat

setempat.

Sungai yang terdapat di Pulau Kisar sebagian besar merupakan sungai tadah hujan

yaitu sungai yang hanya berair pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemaru

kering. Sungai-sungai yang berair sepanjang tahun walaupun debit airnya menurun drastis

pada musim kemarau adalah Meta Sakir, Meta Naumatang dan Meta Amau. Debit tahunan

dari ketiga sungai tersebut belum diketahui. Dibagian tengah P. Kisar terdapat telaga Nhui

dengan potensi airnya belum diketahui. Untuk kondisi air tanah, berdasarkan bentuk

topografi dan geologinya daerah P. Kisar ini dapat dibagi menjadi 3 wilayah air tanah.

Bagian utama pulau ini tersusun dari batuan malihan (metamorf) yang berupa sekis

bersisipan genes, filit dan batugamping terubah; yang diduga berumur Pra Perm, umumnya

bersifat kompak dan mempunyai permeabilitas yang sangt kecil atau bahkan kedap air,

sehingga air tanah kemungkinan tidak djimpai, kecuali pada daerah lembah dan pada Zona

pelapukan yang relatif tebal serta pada daerah retakan-retakan. Sedangkan pada endapan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU99

Page 100: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

batugamping kuarter yang mengelilingi pulau ini, diharapkan dapat menjadi tempat

akumulasinya air tanah, karena batuan ini bersifat mudah melarutkan dan meresapkan air.

Pada daerah batugamping ini biasanya mempunyai muka air tanah dalam, tergantung dari

tebalnya batuan tersebut.

Klimatologi

Curah hujan tahunan di P. Kisar berkisar antara 900 mm – 1200 mm dan pada

daerah pegunungan dibagian tengah pulau mempunyai curah hujan yang relatif tinggi yaitu

3000 mm - 4000 mm.

Sarana dan Prasarana

Fasilitas yang ada antara lain: tugu perbatasan, dermaga, kantor pemerintahan,

kantor pos, sarana komunikasi, Masjid, Gereja, Puskesmas, gedung sekolah dasar, gedung

sekolah menengah pertama, gedung sekolah menengah keatas. Kebutuhan energi listrik

dilayani PT PLN Wilayah IX, Cabang Kabupaten MTB, ranting Wonreli. Tenaga

pembangkit berupa tenaga diesel (PLTD) yang menyala pada sore sampai subuh.

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Upaya Pengembangan

Dalam hal konservasi, masyarakat di P. Kisar juga telah menerapkan sistem

pengelolaan lingkungan pesisir dan laut dengan baik. Di lokasi-lokasi tertentu di wilayah

telah lama diterapkan sistem “sasi” terhadap sumberdaya pesisir dan laut sebagai upaya

untuk memperta-hankan sumberdaya agar tetap tersedia dalam jumlah yang cukup. Sistem

“sasi” sum-berdaya itu difokuskan pada komoditi lola dan perairan pesisir tertebtu yang

memliki terumbu karang. Dengan adanya indikasi penurunan kualitas terumbu karang

maka upaya konservasi dan rehabilitasi perlu dilakukan.

Kebijakan kecamatan diseuaikan dengan rencana pengembangan Kabupaten serta

rencana percepatan pengembangan P. Wetar sebagai sebuah otorita. Arahannya

disesuaikan dengan rencana yang berkaitan dengan pengembangan orientasi wilayah lokal,

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU100

Page 101: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

nasional, regional (Timor Leste dan Australia). Dinamika pada kawasan ini direncanakan

berkembang sesuai dengan volume interaksi antar wilayah.

Pulau Kisar merupakan kawasan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk relatif

padat pada bagian pertengahan pulau sehingga dibutuhkan kebijakan distribusi penduduk

pada wilayah pesisir dengan tujuan menciptakan keseimbangan dalam pemanfaatan ruang

untuk kepentingan pemerataan penduduk dalam wilayah dan pengembangan pusat-pusat

pemukiman. Lembaga dan kelembagaan adat yang ada di kawasan pulau Kisar adalah

menyerupai “Latupati”, dan “Soa” serta memiliki sistem “Sasi adat” telah yang telah

terdegradasi. Hal ini mengakibatkan nilai-nilai budaya lokal telah bergeser dari pendekatan

adat yang semestinya diberlakukan, ke pendekatan adat yang telah dikomersialkan.

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU101

Page 102: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

LETI

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA

Kecamatan : WETAR

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Leti merupakan salah satu pulau yang secara administratif termasuk dalam

Keca-matan Wetar. Secara geografis, pulau ini terletak antara 08o14’20’’ Lintang Selatan

dan 127o30’50’’ Bujur Timur. Di Pulau ini terdapat titik dasar (TD) no. 110 dan titik

referensi (TR) no 110.

Administratif

Luas total wilayah Kecamatan Wetar adalah 3.914,16 km2, yang meliputi luas

daratan sebesar 93,502 km2 dan luas laut untuk wilayah kelola Kabupaten (0-4 mil)

sebesar 385,56 km2 dan luas wilayah keloaala Provinsi (4-12 mil) sebesar 1.133,41 km2.

Di kecamatan ini terdapat 7 desa dengan total jumlah penduduk sebanyak 10.548 jiwa yang

terdiri dari laki-laki 3.262 jiwa dan perempuan sebanyak 7.286 Jiwa.

Aksesibilitas

Untuk mencapainya kita dapat memilih beberapa rute:

Jalur Laut

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU102

Page 103: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Trayek Kapal Pelni : Kapal Kelimutu (Surabaya - Ende - Waingapu - Larantuka -

Kupang - Saumlaki - Dobo - Timika - Merauke), Kapal Tatamailau (Surabaya -

Kupang - Saumlaki - Tual - Ambon).

Trayek Kapal Perintis: KM Mentari (Ambon - Tual - Larat - Saumlaki - adaut -

Dawera - Kroing - Marsela - Tepa - Lelang/Mahaleta - Lakor - Moa - Leti -

Wonreli/Kisar - Ilwaki - Urisela - Kupang), KM Iramawa (Ambon - Tual - Larat -

Saumlaki - Adaut - Dawelor/Dawera - Kroing - Masela - Tepa - Sermata - Lakor -

Moa - Leti - wonreli/Kisar - Ilwaki - Kupang), KM Lestari (Tual - Dobo - Benjina -

Kalar-kalar - Batu Goyang - Tual - Molu - Larat - Saumlaki - Kroing - Marsela -

Tepa - Bebar/Wulur - Romang - Kisar - Arwala - Relokib - Eray/Esulit -

Kisar/Patotere/Biringkasi)

Jalur Udara

Dari Ambon - Kisar dengan menggunakan pesawat reguler. Dari Kisar - Pulau Leti

dengan kapal cepat dengan waktu tempuh kurang lebih 5 jam.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Pulau memiliki penghuni yang berjumlah 7.945 jiwa (1.807 KK). Warga tersebar di

tujuh desa dengan mata pencaharian di sektor kelautan dan pertanian. Di sini terdapat

sarana dan prasarana, seperti 12 SD, 3 SMP, 1 SMA, serta 1 Pusat Kesehatan Masyarakat

(Data Bakosurtanal, 2007)

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Padang Lamun

Lamun sebagai salah satu Ekosistem pantai mempunyai peranan penting bagi

kehidupan organisme di laut. Ada jenis-jenis ikan yang hidup menetap pada komunitas

lamun dan ada juga yang hanya datang mencari makanan (Siganus dan Dugong dugon)

atau sekedar mencari tempat perlindungan. Selain fungsi tersebut, lamun memiliki

kemampuan perangkap (trapped) sedimen, menstabilkan substrat dasar dan menjernihkan

perairan. Selain itu, sistem perakaran lamun juga mampu mengikat sedimen sehingga

terhindar dari kemungkinan abrasi.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU103

Page 104: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Karena fungsi-fungsi tersebut, maka manusia memanfaatkan padang lamun untuk

mencari biota laut yang terdapat di dalamnya dengan cara-cara yang tidak tertanggung-

jawab. Kerapatan lamun dapat berkurang akibat dirusak manusia yang ingin memanfaatkan

biota laut yang berlindung di dalamnya. Untuk memulihkan padang lamun yang hilang,

dapat dilakukan dengan jalan transplantasi dan melindungi komunitas tersebut dari

aktivitas manusia. Kondisi lamun yang baik akan diikuti dengan masuknya sejumlah biota

laut yang biasa hidup berasosiasi dengan lamun tersebut. Kehadiran lamun dapat

menyuburkan dan meningkatkan produktivitas perairan.

Dari stasiun pengamatan lamun di P. Leti dijumpai enam spesies lamun diantaranya

Thalassia hemprichii: Halophyla ovata; Cymodocea rotundata; Halodule pinifolia;

Halodule uninervis dan Syringodium isoetifolium. Luasan tutupan lahan lamun pada lokasi

pengamatan sebesar 43.17 %. Kerapatan lamun ditemukan sebesar 2448 tegakan/m2,

dimana kerapatan tertinggi ditemukan pada jenis Syringodium isoetifolium sebesar 59,64

tegakan/m2; dan terendah pada jenis Halophila ovata sebesar 12,36 tegakan/m2.

Nilai kerapatan jenis yang ada berbanding terbalik dengan tingkat persen tutupan

untuk beberapa jenis lamun yang dijumpai. Frekwensi kehadiran tertinggi ditemukan pada

jenis Cymodecea rotundata sedangkan terendah pada jenis Halodule pinifolia dan

Halophila ovata.

Terumbu Karang

Pada Pulau Leti pengambilan data ekosistem terumbu karang dilakukan pada satu

titik pengamatan yakni di Pantai Serwaru. Karang batu yang tumbuh dan tersebar pada

areal terumbu perairan pesisir Pulau P. Leti, khususnya di Serwaru sebanyak 66 spesies,

seluruhnya termasuk dalam 41 genera dan 15 famili. Famili karang batu dengan kekayaan

spesies tertinggi adalah Acroporidae dan Faviidae. Kamposisi taksa karang tersebut

memberikan suatu indikasi bahwa areal terumbu P. Leti ini memiliki kekayaan spesies

karang relatif rendah dibanding areal-areal terumbu karang Pulau lainnya.

Data yang didapat memperlihatkan bahwa komponen biotik yang menutupi dasar

perairan di Pulau ini memiliki persen penutupan yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan

dengan komponen abiotik. Walaupun demikian kondisi terumbu karangnya berada pada

kategori kurang baik (Fair) dengan persen penutupan sebesar 42,98%.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU104

Page 105: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Kondisi terumbu karang dengan kategori kurang baik ini dipengaruhi oleh persen

tutupan kompoen biotik lainnya yakni Algae dengan persen penutupan sebesar 22,10%

(terutama berasal dari alge halus/turf algae) dan komponen abiotik (20,80%) yang sebagian

besar berasal dari persen penutupan pasir. Sumbangan terbesar untuk penutupan karang

batu pada titik pengamatan ini berasal dari karang Non Acropora.

Alga

Hasil inventarisasi jenis makro algae pada perairan Pulau Leti dijumpai sebanyak 8

spesies, yang dapat diklasifikasikan ke dalam 6 genus, 5 famili, 4 ordo dan 3 devisi.

Pengelompokannya dalam 3 devisi utama yaitu alga hijau (Chloro-phyta) terdiri dari 4

spesies, alga coklat (Phaeo-phyta) terdiri dari 2 spesies dan alga merah (Rhodophyta) yang

terdiri dari 2 spesies. Dari jenis-jenis yang ditemukan tersebut, ada jenis- yang memiliki

nilai ekonomis penting diantaranya adalah yang berasal dari genus Gracilaria dan Caulerpa

Fauna Benthos

Pengumpulan data organisme bentos di Pulau Leti dilakukan di desa Serwaru.

Organisme makrofauna bentos yang berhasil dikumpulkan pada Pulau Pulau Leti desa

Serwaru ini sebanyak 15 spesies, dimana dari kelompok ekinodermata hanya 1 spesies

yaitu Holothuria atra. Dari ke-15 spesies tersebut dijumpai 4 spesies yang memiliki nilai

ekonomis penting, yaitu Barbatia amygdalumtustus, Haliotis varia, Holothuria atra dan

Turbo bruneus.

Ikan (Ikan Demersal, Ikan Karang dan Ikan Hias)

Pengambilan data ikan karang pada perairan pantai di P. Leti dilakukan pada satu

titik pengamatan yakni di Desa Serwaru. Pada titik pengamatan ini dijumpai sebanyak 124

spesies ikan yang tergolong ke dalam 67 genera dan 26 famili. Jumlah spesies ikan hias (74

spesies) lebih tinggi dari jumlah spesies ikan konsumsi (50 spesies).

Data yang diperoleh menyebutkan bahwa kepadatan ikan karang di perairan ini

sebesar 5,27 individu/m2. Sedangkan bila dilihat berdasarkan kriteria pemanfaatannya

maka kepadatan ikan konsumsi (3,36 individu/m2) lebih tinggi bila dibandingkan dengan

ikan hias (1,91 individu/m2).

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU105

Page 106: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Perikanan Tangkap

Dari lokasi pengamatan yang dilakukan, dijumpai berbagai jenis alat tangkap

seperti jaring insang hanyut, jaring insang dasar, bagan sero, pancing tonda, hand line,

multiple hand line dan panah. Jenis-jenis ikan hasil tangkapan yang ditemukan adalah

cakalang, tuna, tatihu, piskada, tengiri, lalosi, gutana, ikan merah, samandar, momar,

bubara, kerong-kerong serta bulana.

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

Secara topografi, wilayah Pulau Leti dibagi atas 2 kelas, yaitu: (1) daerah Rendah

(R) dengan ketinggian 0 – 100 m; dan (2) daerah Tengah (M) dengan ketinggian 100 – 500

m, dengan lima kelas kemiringan lereng yaitu datar (0-3%), landai/berombak (3-8%), dan

bergelombang (8-15%). Sedang bentuk lahan makro dibagi atas tiga kelas yaitu dataran,

berbukit dan bergunung dengan lereng datar (0-3%), landai/berombak (3-8%),

bergelombang (8-15%), dan agak curam (15-30%). Bentuk lahan utama di kawasan ini

merupakan bentuk lahan asal karst yang tersebar meluas sepanjang pesisir dan bentuk

lahan asal denudasional pada kawasan perbukitan.

Batuan tersingkap di daerah P. Leti tersusun dalam empat formasi batuan utama

yakni formasi Gamping Koral, Malihan, Serpih dan Brancuh. Gamping koral tersebar luas

sepanjang pesisir pulau Leti. Batuan Malihan tersebar luas di bagian tengah pulau

memamnjang arah timur barat. Serpih menyebar timur barat di bagian tengah pulau yang

berdampingan dengan batuan Malihan. Formasi Brancuh menyebar setempat di bagian

utara pulau dan berada antara formasi Gamping koral dan Malihan.

Tenaga geomorfik yang berperan terhadap perubahan geomorfologi sepanjang

pesisir Pulau ini adalah tenaga marin yakni gelombang, pasang surut dan arus. Proses

geomorfologi di kawasan ini meliputi proses destruksional (pelapukan sepanjang garis

pantai dan erosi pantai), dan proses kontruksional (pergerakan dan deposisi sedimen).

Satuan bentuk lahan hasil proses marin meliputi pantai bergisik, pantai bertebing terjal

(cliff), platform pantai, rataan pasut berbatu, rataan terumbu karang, tubir dan saaru.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU106

Page 107: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Agihan pantai berpasir dapat ditemukan sepanjang pulau Lakor dengan agihan terluas di

kawasan Serwaru. Saaru terdapat di bagian selatan pulau Leti.

Oceanografi

Mengacu pada Peta Pulau–Pulau Seramata dan Pulau–Pulau Tanimbar No.48 Skala

1: 500.000 yang dikeluarkan oleh DISHIDROS tahun 2003 tentang bathymetri perairan

Pulau Leti, ditemukan bahwa kedalaman perairan pesisir relatif dangkal dengan rataan

terumbu yang luas kecuali pada beberapa wilayah perairan pesisir seperti pantai selatan

dan timur laut Pulau Leti. Kedalaman perairan lepas pantai berkisar antara 825-2.286

meter.

Kelandaian perairan yang dihitung terhadap kontur kedalaman referensi 200 meter

mengin-dikasikan bahwa kelandaian perairan Pulau Leti berkisar antara 10-20% atau

dikategorikan sebagai tipe perairan landai sampai sedang.

Iklim

Iklim dipengaruhi oleh laut Banda, Laut Arafura dan Samudera Indonesia juga

dibayangi oleh Pulau Irian bagian Timur dan Benua Australia bagian Selatan sehingga

sewaktu-waktu mengalami perubahan, tergantung pada musim.

Curah hujan secara umum di P. Leti kurang dari 1000 mm per tahun. Sedangkan

suhu rata-rata adalah 27.6 ºC dengan suhu minimum absolute rata-rata 21,8 ºC dan suhu

maksimum absolute rata-rata 33.0ºC. Rata-rata kelembaban udara relative 80,2%; dengan

penyinaran matahari rata-rata 71,0%; dan tekanan udara rata-rata 1.011,8 milibar.

Berdasarkan klasifikasi agroklimate menurut OLDEMAN, IRSAL dan MULADI

(1981), Maluku Tenggara Barat terbagi dalam dua zone agroklimat dimana Pulau P. Leti

termasuk dalam kategori Zone E3: bulan basah lebih dari 3 bulan dan kering 4 – 6 bulan.

Kualitas Perairan

Pasang surut dan Arus

Pasang surut di perairan Pulau Leti memiliki tipe yang sama dengan daerah lainnya

di Maluku, yaitu digolongkan sebagai pasang campuran mirip harian ganda (predominantly

semi diurnal tide) . Ciri utama tipe pasang surut ini adalah terjadi dua kali pasang dan dua

kali surut dimana pasang pertama selalu lebih besar dari pasang kedua.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU107

Page 108: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Tunggang air (tidal range) maksimum perairan ini umumnya berkisar antara 2 – 3

meter . Tunggang air ini dapat menyebabkan bagian perairan yang lebih dangkal akan

muncul kepermukaan seperti perairan pesisir pantai timur Laitutun, pantai utara Serwaru,

Tembra dan Nuwewan. Kejadian “Meti Kei” selama bulan Oktober memberikan dampak

kekeringan yang luar biasa di daerah tersebut sehingga berakibat fatal bagi organisme

termasuk terumbu karang yang tidak mampu beradaptasi terhadap keadaan yang ekstrim

tersebut.

Arus atau perpindahan massa air di perairan Pulau ini merupakan kombinasi arus

angin dan arus pasang surut. Kecepatan arus angin pada bulan Oktober di perairan ini

bergerak dari arah timur laut dan timur dan mengalami peredaman kecepatan di utara

kepulauan dengan kecepatan dapat mencapai 1 m.s-1. Kecepatan arus pasut yang terekam

berkisar antara 0,09 – 0,29 m.s-1 dengan nilai rerata kecepatan 0,19 ms-1. Kecepatan arus

minimum dijumpai pada perairan Serwaru dan mencapai maksimum pada perairan

Nuwewan saat air bergerak surut. Arus pasut dengan intensitas kuat dapat terjadi pada

perairan Selat Moa yang terletak antara Pulau Leti dengan Pulau Moa.

Gelombang

Energi angin sebagai pembangkit gelombang utama di laut pada musim timur di

estimasi mampu menghasilkan tinggi gelombang signifikan maksimum setinggi 4 meter

dengan periode 7,8 detik di perairan Pulau Leti. Berdasarkan letak posisi pulau terhadap

arah datangnya angin tenggara maka bagian perairan pantai selatan dan timur pulau serta

Selat Moa akan mengalami tekanan gelombang yang kuat, sementara kawasan perairan

bagian utara relatif tenang dari gempuran gelombang.

Kualitas Air

Suhu permukan laut perairan Pulau Leti berkisar antara 26,78 – 26,90 °C dengan

nilai rerata 26,84 °C. Suhu minimum di perairan ini dijumpai pada perairan sekitar

Nuwewan sedangkan suhu maksimum terkonsentrasi di perairan sekitar Selwaru. Suhu

kawasan perairan yang hangat ini diduga dipengaruhi oleh massa air Laut Timor yang

hangat dan mendominasi perairan.

Kadar salinitas permukaan perairan relatif tinggi dengan nilai sebesar 35 ppt

ditemukan baik pada perairan pesisir Serwaru maupun Nuwewan. Fenomena ini

mengindikasikan bahwa massa air yang mendominasi perairan ini adalah massa air oseanik

yang berkadar garam tinggi. Pengenceran air laut oleh massa air tawar yang masuk melalui

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU108

Page 109: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

sungai dan bermuara di perairan ini sangat kecil pengaruhnya terhadap kadar salinitas

perairan.

Tingkat kecerahan perairan Pulau Leti dikategorikan atas tingkat kecerahan tinggi.

Kecerah-an perairan bervariasi antara 15 - 17 meter dengan nilai rerata 16 meter.

Kecerahan minimum berada pada perairan pesisir Nuwewan sedangkan kecerahan

maksimum dijumpai pada perairan Serwaru. Tingginya tingkat kecerahan ini

dimungkinkan oleh rendahnya kandungan padatan tersuspensi, sehingga penetrasi cahaya

bisa jauh masuk ke dalam kolom air dan mengakibatkan proses fotosintesis tumbuhan

akuatik dapat berlangsung dengan baik. Kandungan padatan tersuspensi (TSS) di perairan

berkisar antara 0,45 – 0,63 mg/l dengan nilai rerata sebesar 0,54 mg/l. Nilai minimum TSS

dijumpai pada perairan pantai Nuwewan sedangkan konsentrasi TSS maksimum berada

pada perairan Serwaru.

Tingkat kesadahan air laut atau pH perairan Pulau Leti dikategorikan tinggi

berkisar antara 8,48 – 8,51 dengan nilai rerata 8,50. Nilai pH minimum dijumpai pada

perairan pantai Nuwewan sementara nilai pH maksimum ditemukan pada perairan pantai

Serwaru. Kondisi ini menunjukkan bahwa perairan ini bersifat basa dan cenderung di

dominasi oleh massa air oseanik. Pengenceran air laut oleh massa air tawar asal daratan

sangat kecil pengaruhnya. Nilai pH pada bulan Oktober masih berada diatas kisaran nilai

pH perairan pada umumnya.

Konsentrasi oksigen terlarut di permukaan perairan Pulau berkisar antara 14–14,25

mg/l dengan nilai rerata 14,13 mg/l. Konsentrasi DO minimum dijumpai pada perairan

Serwaru sementara konsentrasi maksimum dijumpai pada perairan pantai Nuwewan. Nilai-

nilai kadar DO ini masih berada pada kisaran nilai yang dibolehkan maupun diinginkan

untuk kegiatan konservasi dan budidaya biota laut menurut KepMen KLH No.02/1988.

Dari analisis unsur hara yang dilakukan, yaitu analisis fosfat, nitrit dan nitrat,

ditemukan konsentrasi fosfat pada lapisan permukaan perairan berkisar antara 0,68 – 0,72

mg/l dengan nilai rerata 0,70 mg/l. Distribusi kadar minimum fosfat dijumpai pada

perairan pesisir Nuwewan sedangkan kadar maksimum terkonsentrasi di perairan Serwaru.

Konsentrasi nitrit di lapisan permukaan perairan memiliki kadar yang cukup tinggi dan

ditemukan memiliki nilai konsentrasi yang sama baik di perairan Serwaru maupun

Nuwewan. Sama halnya dengan nitrit, konsentrasi nitrat di permukaan perairan cenderung

tinggi dengan nilai berkisar antara 1,0 – 1,5 mg/l dengan nilai rerata 1,25 mg/l. Konsentrasi

minimum senyawa ini ditemukan pada perairan pesisir Serwaru sementara konsentrasi

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU109

Page 110: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

maksimum berada di perairan Nuwewan. Tingginya konsentrasi unsur hara fosfat, nitrit

dan nitrat di perairan ini diduga berasal dari sumbangan zat hara melalui seresah bakau dari

ekosistem bakau yang hidup dipesisir pantai Serwaru dan Nuwewan serta sumbangan

massa air Laut Banda yang kaya akan zat hara dari sisa hasil taikan selama bulan Juli-

Agustus di perairan ini.

Di perairan Pulau Leti keberadaan unsur Cr dan Cu cukup signifikan dalam kolom

air laut permukaan perairan. Kandungan Cr di perairan berkisar antara 0,01-0,03 mg/l

dengan nilai rerata 0,02 mg/l. Konsentrasi minimum unsur ini dijumpai pada perairan

Serwaru sedangkan konsentrasi maksimum berada pada perairan Nuwewan. Kadar Cu di

perairan berkisar antara 0,31-0,50 mg/l dengan nilai rerata 0,41 mg/l dengan pola distribusi

yang cenderung sama dengan Cr.Kehadiran unsur Cr dan Cu dalam kolom air permukaan

laut pada perairan Pulau Leti diduga kuat keberadaannya sangat berhubungan dengan

batuan dasar yang menyusun pulau tersebut

Analisis kandungan Klorofil-a di perairan, dengan menggunakan sensor satelit

MODIS liputan tanggal 06 November 2006 yang diperoleh melalui situs

http://www.edu.colorado/, memperlihatkan bahwa klorofil-a fitoplankton di perairan Pulau

Leti memiliki kandungan yang lebih tinggi dari perairan Pulau Moa Lakor yang berdekatan

dengan nilai berkisar antara 0,38–0,6 mg/m3. Pola distribusi klorofil-a di perairan ini

memperlihatkan bahwa kandungan maksimum menyebar di perairan bagian barat Pulau

Leti sementara konsentrasi klorofil-a mengalami penurunan di perairan pantai utara dengan

konsentrasi berkisar antara 0,4–0,49 mg/m3. Konsentrasi yang rendah dengan nilai

berkisar antara 0,2–0,28 g/m3 menyebar pada perairan pantai selatan.

Sarana dan Prasarana

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU110

Page 111: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

LIRAN

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA

Kecamatan : WETAR

Koordinat :

Gambaran Umum

Liran salah satu diantara empat pulau di Kecamatan Wetar, Kabupaten Maluku

Barat Daya, Provinsi Maluku yang terletak di sebelah Barat Pulau Wetar (08°00’58”LS –

125°44’38”BT ). Batas-batas wilayah Liran: Utara dibatasi dengan Laut Banda, Timur

dengan Pulau Romang, Selatand engan Laut Timor, dan Barat dengan Pulau Flores.

Rute Pelayaran yang malayani transportasi ke wilayah ini dapat diakses masyarakat

Pulau Liran. Kapal KM Tan. Permai memiliki rute Saumlaki-Ambon-Saumlaki-Tepa-

Babar/Wulur-Leti-Kisar/Wai-Wonreli-Lirang/Kerokis-Kalabahi-Surabaya (PP). Kota

Saumlaki, Ibukota Kabupaten dapat dijangkau secara reguler melalui udara dan laut.

Penerbangan reguler disediakan Merpati Nusantara Airlines dengan pesawat CN

250 dari kota Ambon, provinsi Maluku, dan CN 212 dari Kota Kupang, Provinsi NTT,

yang menyinggahi kota Wonreli, Pulau Kisar. Transportasi dengan pesawat udara dari

Kota Ambon ke Saumlaki berjadwal tiga kali seminggu dan penerbangan perintis dari kota

Kupang melalui kota Wonreli berlangsung sekali seminggu.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Pulau Liran merupakan salah satu pulau terluar berpenduduk di Kecamatan Wetar.

do Pulau in ada satu desa, yaitu Ustutun, penduduk 200 kepala keluarga atau 817 jiwa

(Dinas kelautan dan Perikanan Maluku Barat Daya, 2010). Penduduk Ustutun mayoritas

bermata pencaharian sebagai nelayan, hanya sebagian kecil yang mengembangkan usaha

ternak kambing.

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Hasil estimasi menunjukan luas hutan mangrove di pesisir Liran mencapai 1,43

kilometer persegi. Spesies mangrove yang menonjol diantaranya: Sonneratia alba,

Baringtonia asiatica, Hibiscus tilaceus, Nypa fructicans, dan Acanthus licifolius.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU111

Page 112: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Ekosistem mangrove memiliki berbagai peran dan fungsi bagi ekosistem perairan pesisir

dan laut. Kenyataan ini dirasakan dan diakui masyarakat pesisir Liran yang menyangkut

dengan pengalaman akan produksi perikanan (ikan maupun non ikan).

Hasil analisis persen tutupan karang batu Pulau Liran menunjukkan tutupan yang

masih termasuk sangat baik dengan persen tutupan karang batu (hard coral) di atas 75

persen. Meski kondisinya masih tergolong sangat baik, telah terjadi perunan kualitas

terumbu karang akibat tekanan pemanfaatan sumberdaya ikan karang dengan bahan

peledak. Khusus untuk perairan Liran, jumlah spesies ikan karang dan ikan demersal

mencapai 156 spesies, ikan pelagis kecil: 24 spesies dan ikan pelagis besar: 15 spesies.

Hasil estimasi nilai potensi sumberdaya ikan karang, Liran memiliki jumlah spesies

mencapai 195 jenis. Terumbu karang menyimpan potensi sumberdaya ikan karang yang

cukup besar, dengan potensi ikan yang bernilai ekonomis, terutama ikan kerapu, kakap

merah, ikan lencam, ikan napoleon, ikan beronang.

Sumberdaya ikan karang ekonomis penting ini baru dimanfaatkan masyarakat Desa

Ustutun dengan teknologi yang sederhana. Selain sumberdaya ikan karang, terdapat

potensi besar sumberdaya ikan hias yang belum dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan

masyarakat.

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

Di Pulau dengan luas 23,62 km persegi ini terdapat hamparan pasir putih hampir di

seluruh bagian pulau yang dominan pada sisi Timur - Selatan - dan Barat Laut. Pantai itu

berasosiasi dengan tiga ekosistem: mangrove, lamun, dan terumbu karang.

Sarana dan Prasarana

Selain listrik tenaga surya berasal dari Dit. Kelautan dan Perikanan 2005, ada juga

sarana pos jaga perbatsan, mercusuar, fasilitas pendidikan dari SD sampai SMP, jalan desa,

dermaga, puskesmas pembantu serta sarana air bersih.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU112

Page 113: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU113

Page 114: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

MASELA

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA

Kecamatan : BABAR TIMUR

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Masela merupakan salah satu pulau terluar di Kepulauan Aru. Di pulau ini

terdapat titik dasar no. TD.108 dan titik referensi no. TR.108. Secara administratif, pulau

ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Babar Timur, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi

Maluku. Secara geografis, pulau ini terletak pada koordinat 08o 13’ 29’’ LS dan 129o 49’

32’’ BT.

Untuk mencapainya, kita terlebih dahulu menumpang pesawat perintis dari Ambon

menuju Saumlaki. Tiba di Saumlaki perjalan berlanjut dengan menggunakan kapal laut

selama tiga jam.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Penduduk berjumlah 2.879 jiwa dengan taraf hidup yang masih rendah. Mereka

memiliki mata pencaharian utama di bidang perikanan juga sektor pertanian dan

perdagangan.

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU114

Page 115: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Potensi Sumberdaya Teresterial

Penggunaan lahan daratan pesisir sampai batas 1 km dari pantai di P. Masela

meliputi hutan primer, hutan sekunder, semak belukar dan alang-alang, ladang/tegalan,

kebun campuran, dan pemukiman. Penggunaan lahan di kawasan ini didominansi oleh

hutan belukar, hutan primer dan sekunder, sisanya merupakan kebun campuran, ladang,

tegalan, perkampungan dan tanah kosong. Semak belukar, ladang/tegalan, dan kebun

campuran terdistribusi sepanjang pesisir utara pulau Babar. Hutan sekunder dan hutan

primer terdistribusi setempat setempat di pesisir timur laut Babar, pulau Wetan dan

Dawelor. Pemukiman terkonsentrasi di pesisir timur pulau Babar, pulau Wetan dan

Dawelor.

Penggunaan lahan perairan pesisir di P. Masela sampai pada batas zone kelola

kabupaten (4 mil laut) meliputi pantai bergisik, pantai berbatu, rataan pasut berpasir,

terumbu karang, saaru dan perairan penangkapan dan budidaya laut. Pantai bergisik yang

tersusun oleh material pasir – kerikil dan kerakal merupakan lahan kosong yang ditumbuhi

vegetasi semak. Pantai berbatu mencakup pantai tebing terjal, platform pantai, dan

bongkahan batu karang terdistribusi secara luas di pesisir, juga merupakan lahan kosong

yang tidak dimanfaatkan. Panjang garis pantai wilayah Kec. Babar Timur berdasarkan

hasil perhitungan ditemukan panjang total garis pantai sejauh 126.01 km.

Pada rataan pasut berpasir terdistribusi vegetasi lamun, alge dan berbagai biota

yang berasosiasi dengannya, dengan penutupan lamun dan alge yang bervariasi. Di luar

zone pasang surut, yang merupakan perairan oseanis dimanfaatkan untuk pe-nangkapan

ikan dan budidaya perairan. Jenis penangkapan ikan meliputi penangkap-an ikan pelagis,

demersal dan karang, sedangkan jenis kegiatan budidaya mencakup budidaya ikan, rumput

laut dan teripang tetapi belum dikembangkan.

Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Hutan Mangrove

Pulau Masela dari imformasi masyarakat bahwa daerah ini pernah terjadi gempa,

terletak pada posisi 129o 51,303 dan -7o 53,663 kondisi substrat adalah Pasir bercampur

patahan karang, komunitas mangrove cukup baik dan merupakan daerah sasi ontuk

sumberdaya teripang nanas, ditengah kominitas mangrove ini juga dijumpai komunitas

lamun. Persen penutupan lahan Anakan (17,11 %), Sapihan (34,21 %) Pohon (48,68 %),

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU115

Page 116: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Jenis mangrove yang dijumpai adalah Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Xylocarpus

molucensis, Avicennia marina, Lumnitzera risomosa, Phempis acidula.

Padang Lamun

Komunitas lamun di perairan P. Masela dijumpai sebanyak 5 jenis yakni, Thalassia

hemprichii, Cymodocea rotundata, Halophila ovata, Halop Halodule uninervis hila

uninervis dan Siringodium isoetifolium, yang mana Thalassia hemprichii dan Cymodocea

rotundata adalah dua jenis yang dominan dengan tingkat kerapatan jenis yang sangat tinggi

dibandingkan dengan tiga jenis lainnya.Karakteristik pulau-pulau dengan pantai yang

dominansi karang dan berbatu di P. Masela merupakan salah satu faktor bagi distribusi

ekosistem lamun.

Total Kerapatan lamun di P. Masela sebesar 230,33 tegakan/m2 dengan kerapatan

terting ditemukan pada jenis lamun Thalassia hemprichii sebesar 114,6 tegakan/m2,

selanjutnya jenis, Cymodocea rotundata sebesar 84,33 tegakan/m2, Halodule uninervis

sebesar 17,67 tegakan/m2 Halophila ovata sebesar 8,00 tegakan/m2, dan terkecil

ditemukan pada jenis Siringodium isoetifolium sebesar 5,67 tegakan/m2. Nilai kerapatan

ini hampir berbanding lurus dengan nilai persen tutupan dari masing masing jenis, kecuali

pada jenis Halodule uninervis yang mana memiliki persen tutupan yang lebih kecil dari

Halophila ovata karena ukuran daun yang relatif lebih kecil seperti jarum (Tabel 2).

Ekosistem lamun juga mempunyai peranan penting bagi kehidupan beberapa biota

laut. Ada jenis-jenis ikan yang hidup menetap pada komunitas lamun dan ada juga yang

hanya datang mencari makanan (Siganus dan Dugong dugon) atau sekedar mencari tempat

perlindungan Selain fungsi tersebut, lamun memiliki kemampuan perangkap (trapped)

sedimen, menstabilkan substrat dasar dan menjernihkan perairan. Selain itu, sistem

perakaran lamun juga mampu mengikat sedimen sehingga terhindar dari kemungkinan

abrasi.. Selain fungsi tersebut, lamun memiliki kemampuan perangkap (trapped) sedimen,

menstabilkan sub-strat dasar dan menjernihkan perair-an. Selain itu, sistem perakaran

lamun juga mampu mengikat sedi-men sehingga terhindar dari ke-mungkinan abrasi.

Karena fungs-fungsi tersebut, maka manusia meman-faatkan padang lamun untuk mencari

biota laut yang terdapat di dalamnya dengan cara-cara yang tidak tertanggung-jawab.

Kerapatan lamun dapat berkurang akibat dirusak manusia yang ingin

memanfaatkan biota laut yang berlindung di dalamnya. Untuk memulihkan padang lamun

yang hilang, dapat dilakukan dengan jalan transplantasi dan melindungi komunitas tersebut

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU116

Page 117: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

dari aktivitas manusia. Kondisi lamun yang baik akan diikuti dengan masuknya sejumlah

biota laut yang biasa hidup berasosiasi dengan lamun tersebut. Kehadiran lamun dapat

menyuburkan dan meningkatkan produktivitas perairan.

Terumbu Karang

Luas terumbu karang Pulau Masela berdasarkan hasil analisis data citra satelit

mencapai 0,68 km2. Karang batu yang tumbuh dan tersebar pada areal terumbu perairan

pesisir pulau ini sebanyak 67 spesies, seluruhnya termasuk dalam 34 genera dan 12 famili.

Komposisi taksa karang tersebut memberikan suatu indikasi bahwa areal terumbu lokasi

ini memiliki kekayaan spesies karang relatif rendah.

Dari 29 kategori bentuk pertumbuhan bentik, di perairan pulau ini dijumpai

sebanyak 18 kategori bentuk tumbuh yang terdiri dari 15 bentuk tumbuh komponen biotik

dan 3 kategori komponen abiotik (patahan karang mati, batuan/karang papan dan pasir).

Kategori bentuk tumbuh komponen biotik terdiri dari bentuk tumbuh karang keras (Hard

Corals) sebanyak 10 kategori (4 kategori bentuk tumbuh karang Acropora dan 6 kategori

bentuk tumbuh karang Non Acropora), karang mati (Dead Corals) 1 bentuk tumbuh, Algae

dan fauna bentik lainnya (Other Faunas) masing-masing 2 bentuk tumbuh.

Komponen biotik yang menutupi dasar perairan di kecamatan ini relatif tinggi

dengan persen penutupan substrat sebesar 77,06%, jauh lebih tinggi bila dibandingkan

dengan komponen abiotik. Walaupun komponen biotik memiliki persen penutupan yang

tinggi, tetapi kondisi terumbu karangnya berada pada kondisi kurang baik (Fair) dengan

persen penutupan sebesar 46,74%. Kondisi terumbu karang dengan kategori kurang baik

ini dipengaruhi oleh persen tutupan Algae terutama oleh alga halus (turf algae) sebesar

26,02% dan batuan/karang papan sebesar 12,54%. Sumbangan terbesar untuk penutupan

karang batu berasal dari karang Non Acropora (36,52%).

Alga

P. Masela memiliki keragaman jenis makro algae sebanyak 7 spesies yang dapat

dimasukan ke dalam 4 genus, 4 famili, 3 ordo, dan 3 devisi. Pengelompokannya dalam 3

devisi uta-ma yaitu alga hijau (Chlorophyta) terdiri dari 3 spesies, alga coklat (Phaeophyta)

yang ter-diri dari 1 spesies dan alga merah (Rhodo-phyta) yang terdiri dari 3 spesies. Dari

jenis-jenis yang tersebut, terdapat beberapa spesies yang memiliki nilai ekonomis yang

berasal dari genus Caulerpa, Hypnea dan Gracilaria.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU117

Page 118: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Makro Benthos

Spesies makrofauna bentos yang dijumpai di perairan pasang surut P. Masela

sebanyak 19 spesies, dimana 6 spesies diantaranya memiliki nilai ekonomis penting.

Spesies-spesies ekonomis tersebut yaitu Anadara granosa, Barbatia antiquate, Gafrarium

tumidum, Isognomon isognomon, Telenota ananas, dan Holothuria atra.

Ikan (Ikan Demersal, Ikan Karang dan Ikan Hias)

Perairan Pulau Masela memiliki 196 spesies ikan karang yang tergolong dalam 97

genera dan 32 famili. Berdasarkan kriteria pemanfaatannya, maka ke-196 spesies ikan

karang tersebut dapat dikelompokkan menjadi ikan konsumsi sebanyak 93 spesies dan ikan

hias sebanyak 103 spesies. Empat famili ikan yang memiliki jumlah spesies tertinggi

masing-masing sebagai berikut: Pomacentridae (35 spesies), Labridae (31 spesies),

Chaetodontidae dan Acanthuridae masing-masing sebanyak 15 spesies. Sedangkan genera-

genera yang memiliki jumlah spesies tertinggi adalah: Chaetodon (12 spesies), Acanthurus

(8 spesies), Pomacentrus dan Scarus masing-masing sebanyak 7 spesies.

Potensi ikan karang di perairan P. Masela diperoleh besar sumber 34 individu yang

terdiri dari ikan konsumsi 25 individu dengan biomassa sebesar 0,01 ton dan ikan hias 10

individu. Berdasarkan SK Mentan No. 995 tahun 1999, maka potensi lestari dari ikan

karang di perairan ini adalah 17 individu yang terdiri dari ikan konsumsi sebanyak 12

individu dan ikan hias 5 individu. Berdasarkan SK tersebut juga maka potensi ikan karang

yang boleh dimanfaatkan di perairan ini adalah 14 individu yang terdiri dari ikan konsumsi

sebanyak 10 individu dan ikan hias 4 individu.

Perikanan Tangkap

Di P. Masela, setidaknya ada 6 jenis alat penangkapan ikan yang dioperasikan oleh

nelayan di perairan sekitarnya. Mereka menggunakan jaring insang hanyut (drift gill net)

untuk menangkap ikan pelagis kecil seperti ikan terbang (Chypsilurus sp), selar (Selar sp;

Selaroides sp), tongkol (Auxis thazard) dan beberapa jenis lainnya. Beberapa jenis ikan

pelagis kecil ini, juga tertangkap oleh nelayan dengan menggunakan pukat pantai (beach

seine), jaring insang lingkar (surrounding gill net), dan pancing tangan (hand line).

Operasi penangkapan ikan dengan pukat pantai (beach seine) dapat menangkap

berbagai jenis ikan demersal/karang dan ikan pelagis kecil. Jaring insang lingkar

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU118

Page 119: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

(surrounding gill net) dioperasikan untuk menangkap ikan-ikan yang sering bergerombol

seperti ikan kembung (Rastrelliger sp) dan lemuru/”make” (Sardinella sp) jika diapungkan

di permukaan laut dan ikan lalosi (Caesio sp) jika ditenggelamkan di dasar laut.

Penggunaan pancing tonda (troll line) diperuntukan untuk menangkap ikan-ikan pelagis

besar, terutama cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Thunnus albacares), tongkol

(Euthynnus affinis), dan tuna (Thunnus sp).

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

FISIOGRAFI

Pulau Masela memiliki topografi perbukitan, dengan ketinggian puncaknya

mencapai 450-800 m dari permukaan laut. Pulau ini umumnya berlereng landai, setempat

agak terjal. Pola aliran sungai memancar dan hanya berair pada waktu musim hujan.

Bentuk lahan makro di wilayah ini dibagi atas tiga kelas yaitu dataran, dan berbukit

dengan lereng datar (0-3%), dan landai/berombak (3-8%) bergelombang (8-15%), dan agak

curam (15-30%). Satuan bentuk lahan asal di kawasan kecamatan ini meliputi bentuk lahan

asal karst dan denudasional. Bentuk lahan asal karst terdistribusi pada seluruh pulau

sedangkan bentuk lahan asal denudasional terdistri-busi pada daerah tengah pulau Babar.

Batuan tersingkap di daerah ini tersusun dalam lima formasi batuan yakni formasi

Gamping Koral, Aluvium, Konglomerat, Batupasir Kuarsa, dan Brancuh. Batuan yang

tersingkap pada alur-alur sungai yang mengalir ke arah selatan, yaitu sungai Lawang dan di

hulu sungai Meterietan berupa serpih yang diperkirakan berumur Yura (Pra Tersier). Pada

bagian tengah pulau dijumpai batuan “melange” yang diduga berumur Miosen Akhir

hingga Pliosen; terdiri dari bongkahan batuan yang beranekaragam seperti batuan malihan,

batu gamping, serpih, dimana batuan-batuan tersebut berasal dari batuan yang lebih tua.

Batuan “melange” ini juga tersingkap pada aliran sungai Waikukna dan sungai yang

terdapat di utara sungai Popora. Kemudian bagian barat, timur dan sedikit di bagian selatan

dijumpai batuan pasir kuarsa yang berumur pilosen.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU119

Page 120: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Mengacu pada Peta Pulau–Pulau Seramata dan Pulau–Pulau Tanimbar No.48 Skala

1: 500.000 yang dikeluarkan oleh DISHIDROS tahun 2003, Batimetri perairan P. Masela

memiliki kedalaman perairan yang bervariasi antara 7 – 500 meter. Kelandaian perairan

yang dihitung terhadap kontur kedalaman referensi 200 meter menunjukkan bahwa

kelandaian perairan berkisar antara 3 – 40 %, dapat dikategorikan sebagai perairan dengan

kemiringan landai sampai curam. Bagian pantai Utara dan Selatan memiliki kelandaian

sedang dengan tingkat kemiringan 20%. Pantai timur Pulau Masela memiliki tipe perairan

yang landai sampai sedang, dengan tingkat kemiringan berkisar antara 8 - 20%. Kelandaian

minimum dijumpai pada pantai timur sedangkan kelandaian maksimum terkonsentrasi

pada pantai utara pulau. Kelandaian perairan Pulau Dawera dan Daweloor dikategorikan

sebagai pantai landai dan curam dengan kemiringan di pantai selatan sebesar 8 %

sementara di pantai utara kemi-ringan dapat mencapai 40%.

IKLIM

Iklim dipengaruhi oleh laut Banda, Laut Arafura dan Samudera Indonesia juga

dibayangi oleh Pulau Irian bagian Timur dan Benua Australia bagian Selatan sehingga

sewaktu-waktu mengalami perubahan, yang tergantung pada musim.

Curah hujan secara umum antara 1000 – 2000 mm pertahun dengan suhu rata-rata

untuk tahun 2006 adalah 27.6 ºC dengan suhu minimum absolute rata-rata 21,8ºC dan suhu

maksimum absolute rata-rata 33.0ºC. Sedang rata-rata kelembapan udara relative 80.2%;

penyinaran matahari rata-rata 71,0%; dan tekanan udara rata-rata 1.011,8 milibar.

Berdasarkan klasifikasi agroklimate menurut OLDEMAN, IRSAL dan MULADI

(1981), Maluku Tenggara Barat terbagi dalam dua zone agroklimat dimana P. Masela

termasuk dalam kategori Zone D3 yakni: bulan basah 3 – 4 bulan dan kering 4 – 6 bulan.

OCEANOGRAFI

Pasang Surut dan Arus

Pasang surut di perairan P. Masela memiliki tipe yang sama dengan daerah lainnya

di Maluku, yaitu digolongkan sebagai pasang campuran mirip harian ganda (predominantly

semi diurnal tide). Ciri utama tipe pasang surut ini adalah terjadi dua kali pasang dan dua

kali surut dimana pasang pertama selalu lebih besar dari pasang kedua.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU120

Page 121: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Tunggang air (tidal range) maksimum perairan ini umumnya berkisar antara 2 – 2,5

meter. Tunggang air ini dapat menyebabkan bagian perairan yang lebih dangkal akan

muncul kepermukaan seperti di Pulau Masela, Kroing, Dawera dan Daweloor. Kejadian

“Meti Kei” selama bulan Oktober memberikan dampak kekeringan yang luar biasa di

daerah tersebut sehingga dapat berakibat fatal bagi organisme termasuk terumbu karang.

Arus atau perpindahan massa air di perairan kecamatan ini merupakan kombinasi

arus angin dan arus pasang surut. Kecepatan arus angin pada bulan Oktober di perairan ini

dapat mencapai 1 m.s-1 dominan bergerak dari arah timur menuju perairan bagian barat.

Intensitas arus yang maksimum terjadi pada perairan antara Babar Timur dengan Pulau

Daweloor-Dawera.

Arus pasut memiliki kecepatan bervariasi antara 0,23 -0,31 m.s-1 dengan kecepatan

rerata 0,27 m.s-1. Kecepatan Arus minimum terjadi di perairan sekitar Teluk Kroing

sementara maksimum dijumpai pada perairan pantai Utara Pulau Masela.

Gelombang

Energi angin sebagai pembangkit gelombang utama di laut pada musim timur di

estimasi mampu menghasilkan tinggi gelombang signifikan maksimum setinggi 4 meter

dengan periode 7,8 detik di perairan P. Masela.

Berdasarkan letak posisi Pulau Babar terhadap arah datangnya angin maka perairan

sepanjang pantai timur Pulau Masela dan Babar Timur mengalami tekanan gelombang

yang intensif, terindikasi lewat tingkat abrasi yang kuat terjadi sepanjang pesisir pantai

timur kedua pulau tersebut.

Kualitas Air

Suhu permukan laut Pulau Masela seperti wilayah lainnya di Kecamatan Babar

Timur relatif rendah berkisar antara 26,40 – 26,70 °C dengan nilai rerata 26,55 °C. Suhu

perairan rendah dijumpai pada perairan sekitar Pulau Masela sedangkan suhu maksimum

dijumpai pada perairan pantai Kroing. Rendahnya suhu permukaan perairan di kecamatan

ini masih berhubungan dengan proses taikan yang terjadi di Laut Banda dan Arafura pada

bulan Juli – Agustus dan melemah pada bulan Oktober.

Kadar salinitas permukaan perairan relatif tinggi berkisar antara 34,5 – 35 ppt

dengan nilai rerata 34,75 ppt. Salinitas minimum ditemukan pada perairan pantai Pulau

Kroing sementara nilai maksimum ditemukan pada perairan Pulau Masela. Rendahnya

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU121

Page 122: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

kadar salinitas di perairan Teluk Kroing disebabkan oleh pengenceran air air tawar oleh

sungai yang bermuara pada perairan tersebut.

Tingkat kecerahan perairan di P. Masela dikategorikan atas tingkat kecerahan

tinggi. Kecerahan perairan bervariasi antara 16 - 17 meter dengan nilai rerata 16,5 meter.

Kecerahan minimum dijumpai pada perairan Teluk Kroing sedangkan kecerahan

maksimum ditemukan pada perairan Pulau Masela.

Kandungan padatan tersuspensi (TSS) di perairan berkisar antara 0,31 – 0,54 mg/l

dengan nilai rerata sebesar 0,54 mg/l. Nilai minimum TSS dijumpai pada perairan Teluk

kemudian meningkat maksimum di perairan pantai Pulau Masela. Nilai-nilai TSS yang

diperoleh ini masih dapat digolongkan rendah sehingga memungkinkan bagi penetrasi

cahaya matahari jauh ke dalam kolom perairan sehingga proses fotosintesis tumbuhan

akuatik dapat berlangsung dengan baik.

Tingkat kesadahan air laut atau pH untuk perairan laut Kec. Babar Timur relatif

tinggi berkisar antara 8,93 – 8,99 dengan nilai rerata 8,93. Nilai pH minimum dijumpai

pada perairan pantai Pulau Masela sementara nilai pH maksimum ditemukan pada perairan

Teluk Kroing. Kondisi nilai pH demikian menunjukkan bahwa perairan ini bersifat basa

dan cenderung di dominasi oleh massa air oseanik. Nilai pH pada bulan ini masih berada

diatas kisaran nilai pH perairan umumnya.

Konsentrasi oksigen terlarut di permukaan perairan kecamatan berkisar antara

13,70 – 14,56 mg/l dengan nilai rerata 14,13 mg/l. Konsentrasi DO minimum dijumpai

pada perairan pantai Teluk Kroing sementara konsentrasi maksimum dijumpai pada

perairan Pulau Masela. Nilai-nilai kadar DO ini masih berada pada kisaran nilai yang

dibolehkan maupun diinginkan untuk kegiatan konservasi dan budidaya biota laut menurut

KepMen KLH No.02/1988.

Unsur hara berupa fosfat, nitrat dan nitrit di perairan pulau ini juga bervariasi.

Konsentrasi fosfat pada lapisan permukaan perairan berkisar antara 0,08 – 0,31 mg/l

dengan nilai rerata 0,08 mg/l. Kadar minimum fosfat dijumpai pada perairan pesisir Pulau

Masela sedangkan kadar maksimum fosfat terkonsentrasi di perairan Teluk Kroing.

Konsentrasi nitrit di perairan cendrung tinggi baik di perairan Pulau Masela maupun Teluk

kroing dengan nilai sebesar 0,009 mg/l. Sama halnya dengan nitrit, konsentrasi nitrat di

permukaan perairan cenderung tinggi dengan nilai berkisar antara 1,4 – 1,5 mg/l dengan

nilai rerata 1,45 mg/l. Distribusi konsentrasi nitrat dengan kadar minimum dijumpai pada

perairan Pulau Masela sedangkan konsentrasi nilai maksimum dijumpai pada perairan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU122

Page 123: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Teluk Kroing. Tingginya konsentrasi unsur hara fosfat, nitrit dan nitrat di perairan ini

diduga berhubungan dengan sumbangan kedua unsur tersebut melalui seresah yang berasal

dari ekosistem bakau yang ditemukan tumbuh disekitar perairan teluk.

Sarana dan Prasarana

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU123

Page 124: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

MEATIMIARANG

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA

Kecamatan : MDONA HIERA

Koordinat :

Gambaran Umum

Pada seluas 13,29 km2 ini menjadi teras depan yang berbatasan dengan Timor

Leste. Meatimiarang menjadi bagian wilayah Desa Luang Barat, Kecamatan Mdona Hiera,

Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Secara geografis, pulau ini terletak

antara 08o 21’ 09’’ LS dan 128o 30’ 52’’ BT.

Untuk mencapainya, kita bertolak dari Ambon, Ibukota provinsi Maluku, menuju

Saumlaki (Ibukota Kabupaten Maluku Tenggara Barat) menggunakan pesawat perintis.

Perjalanan berlanjut menggunakan perahua atau kapal kecil selama tiga sampai empat jam

perjalanan. Rute Saumlaki - Meatimiarang belum dilayani oleh kapal laut perintis.

Alasannya, belum ada dermaga atau pelabuhan untuk sandar kapal laut berukuran besar.

Topografi perairan dangkal turut mempengaruhi. Pulau dikelilingi karang landai dan cukup

luas sehingga menyulitkan apabila kapal besar akan merapat. Bahkan, nahkoda kapal

kecilpun harus mengetahui kapan saat terjadinya air laut surut untuk menghindari kapal

kandas.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Meatimiarang berpenghuni sekitar 16 kepala keluarga (40 jiwa). Umumnya

penduduk berasal dari Desa Luang Barat yang terletak di Pulau Luang yang terletak di

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU124

Page 125: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Pulau Luang. Permukiman disini bersifat non permanen, yang terbuat dari bagian-bagian

pohon kelapa. Warga bermukim hanya sementara waktu, saat menangkap ikan dan hasil

laut lainnya yang banyak ditemukan di sekitar pulau. Mereka mengumpulkan hasil tangkap

disini, lalu membawanya ke Pulau Luang untuk dijual. Adakalanya sebelum dijual ikan

dikeringkan terlebih dahulu sebelum dijual.

Penduduk musiman itu memiliki kecenderungan menetap di pulau. Hal ini tampak

pada kualitas bangunan rumah yang menjadi semi permanen, bahkan sudah ada yang

membangun dengan bahan baku semen. Rumah non permanen terbuat dari bahan pohon

kelapa, terutama atap rumah, dan jarak antar rumah rata-rata 10 sampai 25 meter. Rumah

semi permanen dan permanen berada di pantai barat. Selain itu, lama singgah menjadi

lebih dari enam bulan. Keturunan warga ada yang terlahir dan mereka membangun sarana

beribadah disana.

Warga yang bermukim memberikan dampak positif terhadap pulau yang menjadi

teras depan. Mereka mengukuhkan tapak Nusantara. Akan tetapi pemerintah dan lembaga

terkait harus memperhatikan mereka, terutama sektor ekonomi dan pendidikan.

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Potensi Sumberdaya Teresterial

Penggunaan lahan daratan pesisir sampai batas 1 km dari pantai di Pulau

Meatimiarang meliputi hutan primer, hutan sekunder, semak belukar, hutan bakau dan

alang-alang serta lahan kosong (tandus). Di kawasan ini ditemukan agihan semak belukar,

dan tanah kosong, mendominasi penutupan lahan. Di pulau pulau kecil ini tidak ditemukan

hutan sekunder dan hutan primer.

Penggunaan lahan perairan pesisir di Pulau Meatimiarang sampai pada batas zone

kelola kabupaten (4 mil laut) meliputi pantai bergisik, pantai berbatu, rataan pasut berpasir,

terumbu karang, perairan penangkapan dan budidaya laut. Pantai bergisik tersusun atas

material pasir – kerikil dan kerakal, merupakan lahan kosong yang ditumbuhi vegetasi

semak dan hutan bakau. Lahan ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pantai berbatu

mencakup platform pantai, dan bongkahan batu karang terdistribusi secara luas di pesisir,

juga merupakan lahan kosong yang tidak dimanfaatkan. Atol di kecamatan ini terdistribusi

pada dua region, yaitu di region pulau Luang dan sekitarnya dan region pulau Amortaun,

Meaterialam dan Miatimiarang.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU125

Page 126: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Pada dua region atol tersebut terdistribusi terumbu karang, rataan pasut berpasir

dan padang lamun yang luas yang berasosiasi dengan alge dan berbagai jenis biota.

Terumbu karang dengan agihan yang luas ditemukan sepanjang pesisir pulau Luang, dan

sebagian di pulau Sermata, pulau pulau Amortaun, Meaterialam dan Miatimiarang. Pada

kawasan perairan Atol, yang di dalamnya terdapat laguna, dimanfaatkan sebagai lahan

penangkapan ikan demersal dan pelagis. Hutan mangrove juga ditemukan di wilayah ini.

Demikian juga perairan oseanis di luar zone pasang surut dimanfaatkan untuk

penangkapan ikan pelagis, demersal dan karang, sedangkan jenis kegiatan budidaya

mencakup budidaya ikan, rumput laut dan teripang belum dikembangkan secara baik di

kawasan atol maupun di luar atol.

Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Hutan Mangrove

Komunitas mangrove Pulau Meatimiarang terletak pada posisi 128o 23,886 dan -8o

11,525 hanya dijumpai dua jenis mangrove yaitu Pemphis acidula, Rhyzophora mucronata

dengan persen penutupan Anakan (6,90 %), Sapihan (24,14 %) Pohon (68,96 %) substrat

pada daerah ini adalah pasir dengan vegetasi pantai jenis kasuari juga terdapat perkebunan

penduduk terutama kelapa.

Padang Lamun

Komunitas lamun merupakan suatu ekosistem dengan susunan flora dan fauna yang

khas, berkembang pada lingkungan yang khusus pula yaitu lingkungan perairan pantai

yang landai atau dangkal (Phillips and Mc Roy, 1980 dalam Huliselan, 1982). Ekosistem

lamun mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu sebagai daerah pembesaran, tempat

mencari makan, tempat berlindung berbagai fauna juga berperan sebagai penangkap

sedimen, pencegah erosi dan pelindung pantai (Nontji, 1987).

Komunitas lamun secara ekologis mempunyai peranan dalam menunjang

keseimbangan ekosistem perairan pantai, namun penyebarannya tidak merata disemua

daerah pesisir pantai sebab terdapat perbedaan karakteristik perairan dimana substrat dasar

suatu perairan merupakan salah satu parameter lingkungan utama yang mempengaruhi

distribusi dan pertumbuhan ekosistem tanaman lamun. Jenis dan kedalaman substrat

berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup 2 hal, yaitu sebagai pelindung

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU126

Page 127: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

tanaman dari gerakan air laut (arus dan ombak), dan tempat pengolahan serta pemasok

nutrient.

Di pulau ini terdapat 5 jenis lamun pada stasiun pengamatan Pulau Meatimiarang

yang meliputi Thallasia hemprichii, Cymodecea rotundata., Cymodecea serulata, Halodule

pinifolia dan Thallassiadenrom ciliatum. Dari ke lima jenis lamun yang ada, spesies

Cymodecea rotundata memiliki kehadiran terbanyak pada setiap kuadran pengamatan

diikuti oleh Thalassodendrom ciliatum, Thalassia hemprichii, Cymodecea serulata, dan

paling sedikit kehadirannya adalah Halodule pinifolia.

Kerapatan lamun di Pulau Meatimiarang, ditemukan sebesar 186,28 tegakan/m2,

dimana kerapatan tertinggi pada jenis Thalassodendrom ciliatum sebesar 74,72

tegakan/m2; dan terendah pada jenis Cymodecea serulata sebesar 8,89 tegakan/m2 . Untuk

nilai persen tutupan lamun, jenis Thalassodendrom ciliatum memiliki nilai tutupan yang

sangat besar yakni 80 % dan terendah persen tutupannya adalah Thalassia hemprichii

dengan nilai sebesar 20%.

Terumbu Karang

Pada Pulau Metimiarang pengambilan data ekosistem terumbu karang hanya

dilakukan pada satu titik pengamatan. Karang batu yang tumbuh dan tersebar pada areal

terumbu perairan pesisir Pulau Metimiarang, sebanyak 69 spesies, termasuk dalam 39

genera dan 15 famili. Kekayaan taksa karang tersebut menunjukan variasi spesies karang

pada lokasi ini kurang variatif atau rendah kekayaan spesiesnya dibandingkan dengan

areal-areal terumbu karang lainnya

Dari 29 kategori bentuk pertumbuhan bentik, di perairan pulau ini dijumpai

sebanyak 14 kategori bentuk tumbuh yang terdiri dari 13 bentuk tumbuh komponen biotik

dan 1 kategori komponen abiotik yakni batuan/karang papan (Rock). Kategori bentuk

tumbuh komponen biotik terdiri dari bentuk tumbuh karang keras (Hard Corals) sebanyak

9 kategori (4 kategori bentuk tumbuh karang Acropora dan 5 kategori bentuk tumbuh

karang Non Acropora), Algae dan fauna bentik lainnya (Other Faunas) masing-masing 2

bentuk tumbuh.

Komponen biotik yang menutupi dasar perairan di kecamatan ini memiliki persen

penutupan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan komponen abiotik. Kondisi

terumbu karangnya berada pada kategori kurang baik (Fair) dengan persen penutupan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU127

Page 128: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

sebesar 25,72%. Kondisi terumbu karang dengan kategori kurang baik ini (hampir

mencapai ambang atas kategori buruk) dipengaruhi oleh persen tutupan komponen abiotik

yang sangat tinggi yakni sebesar 56,76% dan seluruhnya berasal batuan/karang papan

(Rock). Sumbangan terbesar untuk penutupan karang batu pada titik pengamatan ini

berasal dari karang Non Acropora. Secara ringkas dikemukakan pada Tabel 2 berikut ini.

Alga

Jumlah jenis makro algae yang ditemukan pada Pulau Meatimi-arang adalah

sebanyak 9 spesies yang dapat dimasukan ke dalam 5 genus, 4 famili, 4 ordo, dan 2 devisi.

Penge-lompokannya dalam 2 devisi utama yaitu alga hijau (Chlorophyta) yang terdiri dari

3 spesies dan alga coklat (Phaeophyta) yang terdiri dari 6 spesies. Dari jenis-jenis yang

ditemukan tersebut, terdapat jenis makro algae yang memiliki nilai ekonomis yaitu dari

genus Caulerpa.

Fauna Bentos

Iventarisasi makrofauna bentos pada Pulau Meatimiarang dijumpai sebanyak 13

spesies, dimana 5 spesies diantaranya teridentifikasi memiliki nilai ekonomis penting.

Spesies-spesies yang bernilai ekonomis tersebut yaitu, Hyppopus hyppopus, Tridacna

crosea, Trochus niloticus, Turbo burneus, dan Pinctada margaritifera.

Ikan (Ikan Demersal, Ikan Karang dan Ikan Hias)

Hasil sensus visual yang dilakukan di perairan P. Meatimiarang dijumpai sebanyak

180 spesies ikan karang yang tergolong dalam 84 genera dan 28 famili. Berdasarkan

kriteria pemanfataannya, maka dari 180 spesies ikan karang tersebut dapat dikelompokkan

menjadi ikan konsumsi sebanyak 84 spesies dan ikan hias sebanyak 96 spesies. Empat

famili ikan yang memiliki jumlah spesies tertinggi masing-masing sebagai berikut:

Labridae (32 spesies), Pomacentridae (28 spesies), Chaetodontidae (19 spesies) dan

Acanthuridae (18 spesies). Sedangkan empat genera yang memiliki jumlah spesies

tertinggi adalah: Chaetodon (16 spesies), Scarus (9 spesies), Acanthurus (7 spesies) dan

Naso (7 spesies).

Kepadatan ikan karang di perairan pulau ini sebesar 10,28 individu/m2. Sedangkan

bila dilihat berdasarkan kriteria pemanfaatannya maka kepadatan ikan konsumsi (6,52

individu/m2) lebih tinggi dari kepadatan ikan hias (3,76 individu/m2). Jumlah individu

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU128

Page 129: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

ikan karang di perairan ini mencapai 102.800 individu/Ha, dimana berat ikan konsumsi

mencapai 16,29 ton/Ha.

Hasil estimasi potensi ikan karang di perairan P. Meatimiarang dan sekitarnya

diperoleh besar sumber sebesar 51 individu yang terdiri dari ikan konsumsi sebesar 33

individu dengan biomassa sebesar 0,01 ton dan ikan hias sebesar .19 individu. Berdasarkan

SK Mentan No. 995 tahun 1999, maka potensi lestari dari ikan karang di perairan ini

sebesar 26 individu yang terdiri dari ikan konsumsi sebanyak 16 individu dan ikan hias

sebesar 10 individu. Berdasarkan SK tersebut juga maka potensi ikan karang yang boleh

dimanfaatkan di perairan ini sebesar 21 individu yang terdiri dari ikan konsumsi sebanyak

13 individu dan ikan hias sebesar 8 individu (Tabel 4).

Perikanan Tangkap

Nelayan desa Luang Barat dan Luang Timur mengoperasikan sedikitnya 5 jenis alat

tangkap di Pulau Meatimiarang yakni jaring insang dasar (bottom gill net), jaring insang

lingkar (surrounding gill net), bagan perahu (boat lift net), pancing tangan (hand line) dan

bubu (traps net).

Jenis ikan demersal/karang antara lain lalosi (Caesio sp), kulit pasir (Zabrasoma

scopas), belanak (Mugil sp), samandar (Siganus sp) dan lainnya tertangkap dengan jaring

insang dasar (bottom gill net), jaring insang lingkar (surrounding gill net) dan bubu (traps

net). Jenis ikan demersal/karang lainnya juga tertangkap dengan pancing tangan (hand

line). Ikan pelagis kecil seperti teri (Stolephorus sp), lemuru/”make” (Sardinella sp),

layang (Decapterus sp), selar (Selar sp; Selaroides sp) dan lainnya ditangkap dengan

menggunakan pancing tangan (hand line).

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

Pulau Meatimiarang memiliki topografi datar, dengan terumbu karang yang luas

disekelilingnya. Di atas pulau ini tumbuh vegetasi hutan dan vegetasi pantai yang

cenderung homogen.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU129

Page 130: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Iklim

Iklim di sekitar pulau dipengaruhi oleh laut Banda, Laut Arafura dan Samudera

Indonesia juga dibayangi oleh Pulau Irian bagian Timur dan Benua Australia bagian

Selatan sehingga sewaktu-waktu mengalami perubahan, tergantung pada musim. Curah

hujan secara umum di Kec. Mdona Hiera antara 1000 – 2000 mm pertahun.

Suhu rata-rata 27.6 ºC., dengan suhu minimum absolute rata-rata 21,8 ºC dan suhu

maksimum absolute rata-rata 33.0ºC. Sedangkan rata-rata kelembapan udara relative

80,2%; penyinaran matahari rata-rata 71,0%; dan tekanan udara rata-rata 1.011,8 milibar.

Berdasarkan klasifikasi agroklimate menurut OLDEMAN, IRSAL dan MULADI

(1981), Maluku Tenggara Barat terbagi dalam dua zone agroklimat dimana Pulau

Meatimiarang dikategorikan dalam Zone D3: bulan basah 3 – 4 bulan dan kering 4 – 6

bulan.

OCEANOGRAFI

Pasang surut dan Arus

Pasang surut di perairan Pulau Meatimiarang memiliki tipe yang sama dengan

daerah lainnya di Maluku, yaitu digolongkan sebagai pasang campuran mirip harian ganda

(predominantly semi diurnal tide). Ciri utama tipe pasang surut ini adalah terjadi dua kali

pasang dan dua kali surut dimana pasang pertama selalu lebih besar dari pasang kedua.

Tunggang air (tidal range) maksimum perairan ini umumnya berkisar antara 2 – 3

meter . Tunggang air ini dapat menyebabkan bagian perairan yang lebih dangkal akan

muncul kepermukaan seperti perairan Pulau Meatimiarang, Luang, Kelapa dan beberapa

bagian perairan Pulau Sermata. Kejadian “Meti Kei” selama bulan Oktober memberikan

dampak kekeringan yang luar biasa di daerah tersebut sehingga berakibat fatal bagi

organisme termasuk terumbu karang yang tidak mampu beradaptasi terhadap keadaan yang

ekstrim tersebut.

Arus atau perpindahan massa air di perairan ini merupakan kombinasi arus angin

dan arus pasang surut. Kecepatan arus angin pada bulan Oktober di perairan ini bergerak

dari arah timur laut dan timur dengan kecepatan dapat mencapai 1 m.s-1. Arus pasut

dengan intensitas kuat terjadi pada perairan selat antara Pulau Sermata dengan Pulau

Kelapa saat air bergerak surut. Kecepatan arus pasut berkisar antara 0,06 – 0,15 m.s-1

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU130

Page 131: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

dengan kecepatan rerata 0,09 m.s-1. Kecepatan maksimum ditemukan pada perairan Pulau

Meatimiarang.

Gelombang

Energi angin sebagai pembangkit gelombang utama di laut pada musim timur di

estimasi mampu menghasilkan tinggi gelombang signifikan maksimum setinggi 4 meter

dengan periode 7,8 detik di perairan Pulau Meatimiarang. Berdasarkan letak posisi pulau

terhadap arah datangnya angin maka bagian timur dan selatan Pulau Sermata akan

mengalami tekanan gelombang yang kuat. Hal yang sama juga terjadi pada Pulau Kelapa

dan Pulau Luang namun pulau-pulau ini memiliki Barier Reef yang luas dan mampu

meredam ombak sebelum menghantam daratan.

Kualitas Air

Suhu permukan laut Pulau Meatimiarang berkisar antara 26,30 – 27,10 °C dengan

nilai rerata 26,70 °C. Suhu perairan kelihatan rendah pada perairan sekitar Tg. Wahar di

Pulau Sermata dan meningkat hangat dan homogen sampai kedalaman 30 meter di Pulau

Meatimiarang. Fenomena ini diduga sebagai akibat penyusupan massa air Laut Timor yang

hangat melalui selat sempit antara kedua pulau.

Kadar salinitas permukaan perairan relatif tinggi dengan nilai sebesar 35 ppt baik di

Pulau Sermata, Kelapa dan Pulau Meatimiarang. Tingginya kadar salinitas ini

mengindikasikan bahwa massa air yang melingkupi perairan tersebut adalah massa air

oseanik yang berkadar garam tinggi. Pengenceran air laut oleh massa air tawar sangat kecil

pengaruhnya terhadap kadar salinitas perairan.

Tingkat kecerahan perairan di Pulau Meatimiarang dikategorikan atas tingkat

kecerahan tinggi, bervariasi antara 15 - 17 meter dengan nilai rerata 16 meter. Kenyataan

ini didukung oleh kandungan padatan tersuspensi (TSS) di perairan yang tergolong rendah,

berkisar antara 0,62 – 0,73 mg/l dengan nilai rerata sebesar 0,67 mg/l. Nilai minimum TSS

dijumpai pada perairan Pulau Sermata kemudian meningkat maksimum di perairan pantai

Pulau Kelapa. Kondisi ini memungkinkan bagi penetrasi cahaya matahari jauh ke dalam

kolom perairan sehingga proses fotosintesis tumbuhan akuatik dapat berlangsung dengan

baik.

Tingkat kesadahan air laut atau pH untuk perairan laut Kecamatan Mdona Heira

dikategorikan tinggi berkisar antara 8,54 – 8,57 dengan nilai rerata 8,56. Nilai pH

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU131

Page 132: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

minimum dijumpai pada perairan pantai Pulau Meatimiarang sementara nilai pH

maksimum ditemukan pada perairan Pulau Sermata. Kondisi nilai pH demikian

menunjukkan bahwa perairan ini bersifat basa dan cenderung di dominasi oleh massa air

oseanik. Nilai pH pada bulan ini masih berada diatas kisaran nilai pH perairan umumnya.

Konsentrasi oksigen terlarut di permukaan perairan berkisar antara 13,40 – 14,40

mg/l dengan nilai rerata 13,95 mg/l. Konsentrasi DO minimum dijumpai pada perairan

Pulau Meatimiarang sementara konsentrasi maksimum dijumpai pada perairan Tg.Wahar

di Pulau Sermata. Nilai-nilai kadar DO ini masih berada pada kisaran nilai yang

dibolehkan maupun diinginkan untuk kegiatan konservasi dan budidaya biota laut menurut

KepMen KLH No.02/1988.

Dari analisis unsur hara perairan yang dilakukan, konsentrasi fosfat pada lapisan

permukaan perairan berkisar antara 0,21 – 0,23 mg/l dengan nilai rerata 0,22 mg/l. Kadar

minimum fosfat dijumpai pada perairan pesisir Pulau Sermata kemudian meningkat

diperairan Pulau Meatimiarang sedangkan kadar maksimum fosfat terkonsentrasi di

perairan Pulau Kelapa. Konsentrasi nitrit cukup tinggi yaitu berkisar 0,007 – 0,021 mg/l

dengan nilai rerata 0,014 mg/l. Distribusi nitrit dengan konsentrasi minimum dijumpai

pada perairan Pulau Sermata kemudian sedikit mengalami peningkatan pada perairan Pulau

Meatimiarang dan mencapai nilai maksimum pada perairan Pulau Kelapa. Sedangkan

konsentrasi nitrat di permukaan perairan cenderung tinggi berkisar antara 1,4 – 1,90mg/l

dengan nilai rerata 1,65 mg/l. Konsentrasi minimum berada pada perairan Pulau Sermata

dan Pulau Meatimiarang sementara konsentrasi maksimum dijumpai pada perairan Pulau

Kelapa.

Tingginya konsentrasi unsur hara fosfat, nitrit dan nitrat di perairan ini diduga

berasal dari massa air Laut Banda hasil taikan selama bulan Juli – Agustus yang kaya akan

unsur hara jika dibandingkan dengan kemampuan ekosistem mangrove yang

mengindrodusir zat hara ke perairan keberadaanya sangat jarang dan hanya ditemukan

pada pantai timur Pulau Sermata, dan Pulau Meatimiarang di kecamatan ini.

Analisa yang dilakukan terhadap keberadaan logam berat, ternyata unsur Cr tidak

ditemukan dalam kolom air permukaan sementara konsentrasi kadar nilai Cu berkisar

antara 0,01 - 0,57 mg/l dengan nilai rerata 0,29 mg/l. Konsentrasi nilai minimum dijumpai

pada perairan pesisir Pulau Sermata kemudian meningkat maksimum di perairan Pulau

Kelapa. Keberadaan unsur Cu cukup signifikan dalam kolom air permukaan laut. diduga

kuat keberadaan unsur ini berhubungan dengan batuan dasar yang menyusun pulau-pulau

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU132

Page 133: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

tersebut.

Sarana dan Prasarana

Dengan keberadaan penduduk, pulau telah memiliki bangunan rumah yang bertipe

semi permanen, Gereja, Jalan setapak, armada, alat penangkapan ikan, dan lain-lain.

Disini terdapat mercusuar yang terbangun pada masa penjajahan Belanda.

Bangunan mercusuar mempunyai konstruksi besi, ditopang oleh 7 pondasi beton kuat,

tinggi mercusuar kurang lebih 25 meter, dan berada di pantai sisi Barat. Sumber tenaga

sinar lampu mercusuar memakai solar sel sehingga secara otomatis menyala saat malam

hari. Di sekitar mercusuar berdiri beberapa bangunan rumah yang berfungsi sebagai kantor

dan tempat bagi karyawan penjaga mercusuar. Namun selama beberapa tahun terakhir

kantor tersebut kosong sehingga tidak ada yang menjaga fasilitas dan fungsi mercusuar.

Dari informasi penduduk setempat, beberapa penjaga yang bertugas mengalami sakit

sehingga harus meninggalkan pulau ini untuk melakukan pengobatan.

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU133

Page 134: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

WETAR

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA

Kecamatan : WETAR

Koordinat :

Gambaran Umum

Inilah salah satu pulau terdepan Nusantara yang berada di wilayah Laut Banda.

Pulau seluas 2.622,35 kilometer persegi ini termasuk administrasi Kecamatan Wetar,

Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku. Selain Wetar, kecamatan dengan 23

desaq ini memiliki pulau kecil lain, seperti Babi, Lirang/Liran, dan Redong.

Wetar yang menjadi teras negara dengan Republik Demokratik Timor Leste berada

di antara perairan Banda (batas Utara), Selat Wetar dan Pulau Timor (Selatan), dan Pulau

Flores di bagian Barat. Secara spesifik, Wetar berada di 7° 48′ 19″ LS, 126° 15′ 58″ BT.

Untuk mencapai pulau, kita harus menumpang KM Pangrango, kapal perintis milik

Pelni yang memiliki rute Kupang-Ilwaki-Kisar-Leti-Tepa-Saumlaki-Ambon (pergi-

pulang). Pilihan moda transportasi udara dapat ditempuh melalui Ambon menuju Saumlaki

selama sekitar 2 jam. Dari Saumlaki perjalanan melalui laut menuju Ilwaki dengan waktu

tempuh kurang lebih 20 jam. Pesawat udara Ambon - Saumlaki beroperasi dua kali dalam

satu minggu. Pilihan lainnya, bertolak dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, kita memilih

rute Atambua - Kisar dengan jalur udara. Penerbangan perintis ini beroperasi satu kali

dalam seminggu.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU134

Page 135: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Sensus penduduk 2010 menunjuk jumlah penduduk pulau sebesar 7.937 jiwa.

Sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, petani, pedagang,

PNS dan TNI.

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Di Wetar telah terbangun sejumlah fasilitas, seperti bangunan sekolah (SD-SMP-

SMA), kesehatan (puskesmas), dan jalan penghubung serta dermaga kapal. Perusahaan

Daerah Air Minum telah melayani air bersih dan sumber sir yang ada digunakan untuk

kepentingan bersama. Sementara itu, kebutuhan listrik masih menggunakan generator

diesel. Komunikasi yang ada hanya mengandalkan gelombang SSB (yang menjangkau

seluruh desa di Wetar) dan GSM (hanya radius sekitar 100 meter di Ilwaki - Ibukota

Kecamatan.

Di wilayah pesisir terdapat mangrove sebanyak 15 spesies yang tergolong dalam 15

genera dan 12 famili. ekosistem mangrove dapat dijumpai di bagian selatan, tenggara dan

barat. Keragaman jenis mangrove yang paling tinggi dapat ditemukan di pesisir barat (14

jenis), sementara itu di bagian tenggara hanya memiliki tujuh spesies.

Spesies Mangrove yang menyebar di wilayah ekologis pesisir Pulau Wetar yaitu

Senneratia alba, Baringtonia asiatica, Hibiscus tiliaceus, Nypa fructicans dan Acanthus

licifolius. Para peneliti telah menemukan kesamaan spesies mangrove yang ada di Nusa

Tenggara dan Timor Leste. Sementara itu, kesamaan spesies antara pesisir Pulau Wetar

dengan Pulau Yamdena sebesar 80%.

di perairan dangkal, lumun ditemukan sebanyak tujuh jenis dan merupakan 63,6%

dari kekayaan spesies lamun di perairan pesisir Maluku. Wetar memiliki ekosistem

terumbu karang yang menyebar hampir merata di seluruh bagian pulau. Panjang terumbu

karang cukup menonjol di perairan pesisir selatan dan utara. Beberapa jenis ikan dapat

dijumpai antara lain ikan kembung, Acanthurus, kerapu, tuna dan ikan ekor kuning.

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU135

Page 136: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Lingkungan

Sarana dan Prasarana

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU136

Page 137: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

ASUTUBUN

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

Kecamatan : TANIMBAR SELATAN

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Asutubun merupakan salah satu pulau terluar yang terdapat di Kabupaten

Maluku Tenggara Barat. Di pulau ini terdapat titik dasar no TD.105C dan titik referensi no

TR.105 sebagai acuan penarikan batas dengan Negara Australia.

Secara administratif, Pulau Asutubun termasuk dalam wilayah Kecamatan

Tanimbar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku. Sedangkan secara

geografis pulau ini terletak antara 08o 03’ 07’’ LS dan 131o 18’ 02’’ BT. Sebelah Selatan,

Timur dan Barat pulau ini, berbatasan dengan perairan Laut Aru, sedangkan sebelah Utara

berbatasan dengan wilayah daratan Kecamatan Wertamrian dan Wermaktian.

Akses untuk menuju Pulau Asutubun cukup sulit, karena tidak ada transportasi

umum atau reguler yang menuju ke pulau ini. Untuk menuju ke pulau ini dapat ditempuh

dengan menggunakan speed boat yang dapat disewa dari Kota Saumlaki.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Penutup lahan daratan pesisir sampai batas 1 km dari pantai di Kecamatan

Tanimbar Selatan meliputi hutan primer, hutan sekunder, semak dan alang-alang, belukar,

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU137

Page 138: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

ladang/tegalan, kebun campuran, tanah kosong, dan pemukiman. Luas areal pemukiman di

kecamatan Tanimbar Selatan 8,10 km2, Semak belukar 36,35 km2, tanah kosong 4,49

km2, hutan mangrove 13,09 km2.

Pantai bergisik merupakan lahan kosong yang ditumbuhi vegetasi semak dan

formasi Pescaprea, dengan material gisik berukuran kerikil hingga lempung. Lahan ini

belum dimanfaatkan secara optimal. Pantai berbatu mencakup pantai tebing terjal,

platform pantai, dan bongkahan batu karang. Lahan ini juga merupakan lahan kosong

yang belum dimanfaatkan. Stack merupakan satuan morfologi dari berbagai jenis batuan

yang terisolasi, terpisah dari batuan induk di daratan setelah mengalami proses erosi

permukaan oleh gelombang dan arus, serta proses pelarutan (khusus batuan gamping).

Pada rataan pasut berpasir terdistribusi vegetasi lamun, alge dan berbagai biota

yang berasosiasi dengannya, dengan penutupan lamun dan alge yang bervariasi. Agihan

terumbu karang cukup luas di wilayah ini yakni 47,28 km2, Lamun 1,79 km2, Saaru 0.32

km2, Laguna 10,4040 km2 dan Hutan mangrove 13,10 km2. Penutupan padang lamun dan

alge 1,79 km2. Di luar zone pasang surut, yang merupakan perairan oseanis dimanfaatkan

untuk penangkapan ikan dan budidaya perairan. Jenis penangkapan ikan meliputi

penangkapan ikan pelagis, demersal dan karang, sedangkan jenis kegiatan budidaya

mencakup budidaya ikan, rumput laut dan teripang.

Padang Lamun

Ekosistem lamun di P. Asutubun tidak diketemukan, hal ini dikarenakan kondisi

substrat pantai yang sangat berbatu sehingga menjadi faktor pembatas bagi tumbuh dan

berkembangnya ekosistem ini. Ada beberapa pohon lamun yang ditemukan di danau

Asutubun (ditengah pulau) yang dilakukan melalui penanaman sehingga tidak memberikan

peluang untuk tumbuh dengan baik. Teridentifikasi hanya dua jenis lamun yakni

Cimoducea rotundata dan Thallassia hemprivhii.

Terumbu Karang

Karang batu yang tumbuh dan tersebar pada areal terumbu perairan pesisir P.

Astubun, sebanyak 58 spesies, termasuk dalam 34 genera dan 12 famili. Kekayaan taksa

karang tersebut menunjukan variasi spesies karang pada lokasi ini kurang variatif atau

rendah kekayaan spesiesnya dibandingkan dengan areal-areal terumbu karang lainnya.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU138

Page 139: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Dari 29 kategori bentuk pertumbuhan bentik, di perairan P. ini dijumpai sebanyak

16 kate-gori bentuk tumbuh yang terdiri dari 14 bentuk tumbuh komponen biotik dan 2

kategori kompo-nen abiotik yakni patahan karang mati (Rubble) dan pasir. Kategori

bentuk tumbuh komponen biotik terdiri dari bentuk tumbuh karang keras (Hard Corals)

sebanyak 12 kategori (4 kategori ben-tuk tumbuh karang Acropora dan 8 kategori bentuk

tumbuh karang Non Acropora), Algae dan fauna bentik lainnya (Other Faunas) masing-

masing 1 bentuk tumbuh.

Komponen biotik yang menutupi dasar perairan di kecamatan ini memiliki persen

penutupan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan komponen abiotik. Kondisi

terumbu karangnya berada pada kategori kurang baik (Fair) dengan persen penutupan

sebesar 36,46%. Kondisi terumbu karang dengan kategori kurang baik ini dipengaruhi

oleh persen tutupan komponen abiotik yang cukup tinggi terutama berasal dari pasir yakni

sebesar 32,96% dan komponen biotik lainnya yaitu karang lunak (Soft Corals) sebesar

26,36%. Sumbangan terbesar untuk penutupan karang batu pada titik pengamatan ini

berasal dari karang Non Acropora.

Alga

Jumlah keragaman jenis makro algae yang ditemukan pada Asutubun adalah

sebanyak 7 spesies yang dapat dikelompokan ke dalam 6 genus, 5 famili, 4 ordo, dan 3

devisi. Pengelompokannya dalam 3 devisi utama yaitu alga hijau (Chlorophyta) terdiri

dari 3 spe-sies, alga coklat (Phaeophyta) yang terdiri dari 3 spesies dan alga merah

(Rhodophyta) terdiri dari 1 spesies. Substrat perairan didominasi oleh pasir berlumpur.

Penyebaran makro algae di perairan ini pun sangat kurang bahkan agak jarang ditemukan.

Dari jenis-jenis yang ditemukan tersebut, ada yang bernilai ekonomi yaitu dari genus

Caulerpa dan Gracilaria.

Fauna Benthos

Pulau Asutubun memiliki 8 spesies bentos, dimana dari keseluruhan spesies

tersebut ternyata setengahnya atau 3 spesies diantaranya memiliki nilai ekonomis penting.

Speses-speseis tersebut antara lain Gafrarium tumidum, Saccostrea echinata dan

Holothuria scabra.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU139

Page 140: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Ikan (Ikan Demersal, Ikan Karang dan Ikan Hias)

Pulau Astubun memiliki 93 spesies ikan karang yang tergolong dalam 58 genera

dan 21 famili. Berdasarkan kriteria pemanfataannya, maka ke-93 spesies ikan karang

tersebut dapat dikelompokkan menjadi ikan konsumsi sebanyak 39 spesies dan ikan hias

sebanyak 54 spesies. Lima famili ikan yang memiliki jumlah spesies tertinggi masing-

masing sebagai berikut: Pomacentridae (19 spesies), Labridae (18 spesies), Chaetodontidae

(8 spesies) serta Acanthuridae dan Scaridae masing-masing sebesar 7 spesies. Sedangkan

genera-genera yang memiliki jumlah spesies tertinggi adalah: Chaetodon (7 spesies),

Scarus (4 spesies) sedangkan Acanthurus, Pomacentrus, Parupeneus, Dascyllus dan

Halichoeres masing-masing memiliki 3 spesies.

Kepadatan ikan karang di perairan Pulau ini sebesar 3,89 individu/m2. Sedangkan

bila dilihat berdasarkan kriteria pemanfaatannya maka kepadatan ikan konsumsi (2,44

individu/m2) lebih tinggi dari kepadatan ikan hias (1,45 individu/m2). Jumlah individu

ikan karang di perairan ini mencapai 38.880 individu/Ha, dimana berat ikan konsumsi

mencapai 6,09 ton/Ha.

Jenis ikan yang ditangka di P. Matakus dan P. Asatubun antara lain ikan make,

puri, parang-parang, ikan merah, ikan bendera, ikan biji nangka, ikan samandar, ikan raja

bau, ikan gutana, ikan gurara, ikan mata bulan, ikan kerong-kerong, ikan momar, ikan

komu, ikan bubara, ikan cakalan, ikan tuna, ikan piskada, ikan tengiri, sontong dan lain-

lain.

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

Topografi wilayah Pulau Asutubun dibagi atas 2 kelas, yaitu daerah rendah dengan

ketinggian antara 0 - 100 meter dan daerah tengah dengan ketinggian antara 100-500

meter. Selain itu terbagi atas 5 kelas kemiringan lereng yaitu datar (0-3), landai atau

berombak (3-8), bergelombang (8-15), agak curam (15-30), dan sangat curam (>30).

Daerah daratan sangat luas dan tersebar di kawasan pesisir Teluk Saumlaki, sedangkan

lereng yang curam memiliki area sempit yang berada di bagian timur Pantai Wowonda.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU140

Page 141: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Terdapat tiga golongan material bebatuan penyusun Pulau Asutubun yaitu material

gamping kapak, gamping pasiran dan material klastik yang terususun dalam 4 formasi

batuan yakni formasi Saumlaki, Batufamudi, Kompleks Molu, dan Batu Lembuti. Formasi

Saumlaki merupakan perselingan lempung coklat kemerahan dan kelabu dengan tufa kaca

putih kotor. Ke bagian atas terdapat sisipan batu gamping coklat kemerahan sempai

kelabu, pasir gampingan dan batu pasir kuarsa. Komplek Molu terdiri dari bermacam-

macam batuan yakni batuan beku, malihan dan batuan sedimen yang umumnya berbeda-

beda. Bantuan ini diduga terbentuk oleh adanya aktivitas tektonik pada awal neogen yang

merupakan batuan melange.

Berdasatkan klesifikasi agroklimate menurut Oldeman, Irsal dan Muladi (1981),

Maluku Tenggara Barat terbagi dalam dua zone agroklimat dimana Kecamatan Tanimbar

Selatan termasuk juga didalamnya Pulau Asutubun dikategorikan dalam zona C3 dengan

bulan basah sebanyak 5-6 bulan dan bulan kering sebanyak 4-5 bulan.

Keadaan iklim di pulau ini sangat dipengaruhi oleh Laut Banda, Laut Arafura, dan

Samudera Indonesia juga dibayangi oleh pulau Irian bagian timur dan Benua Australia

bagian selatan sehingga sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan sesuai pergantian

musim. Curah hujan antara 1000 - 2000 mm pertahun dengan suhu rata-rata 27,6°C dimana

suhu minimum absolute rata-rata 21,8 °C dan suhu maksimum 33,0°C. Sedangkan rata-rata

kelembaban udara relatif 80,2%, penyinaran matahari rata-rata 71,0% dan tekanan udara

rata-rata 1.011,8 milibar.

Pasang surut di perairan Pulau Asutubun memiliki tipe yang sama dngan daerah

lainnya di Maluku, yaitu tergolong dalam pasang campuran mirip harian ganda

(predominantly semi diurnal tide). Ciri utama tipe pasang dan dua kali surut dimana pasang

pertama dan dua kali surut dimana pasang pertama selalu lebih besar dari pasang yang

kedua.

Tunggang air (tidar range) maksimum perairan ini umumnya berkisar antara 2-2,5

meter dan dapat menyebabkan bagian perairan yang lebih dangkal akan muncul ke

permukaan seperti di Olilit, Wowonda, Pulau Matakusu, Pulau Anggarmasa dan Latdalam.

Kejadian meti kei selama bulan Oktober memberikan dampak sehingga dapat berakibat

fatal bagi organisme termasuk juga terumbu karang.

Arus atau perpindahan massa air di perairan kecamatan ini merupakan kombinasi

arus angin dan arus pasang surut. Arus angin mendominasi perairan ini, kecuali di teluk

dan selat sempit yang didominasi oleh arus pasut. Kecepatan arus angin pada bulan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU141

Page 142: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Oktober di perairan ini dapat mencapai 1 m.s-1 yang dominan bergerak dari arah timur

menuju perairan bagian barat melalui Selat Egeron.

Kecepatan arus pasang surut yang terekam bervariasi antara 0,06 – 0,26 m.s-1

dengan nilai kecepatan rerata 0,17 m.s-1. Kecepatan arus minimum terekam pada perairan

pesisir P. Asutubun kemudian meningkat pada perairan pantai Olilit Lama sebesar 0,20

m.s-1

Gelombang yang datang di perairan Kecamatan Tanimbar Selatan cenderung dan

dominan menggempur perairan pantai bagian timur kecamatan. Energi gelombang yang

tinggi dapat terjadi di perairan pesisir pantai Olilit karena memiliki daerah dataran terumbu

yang luas mengarah ke arah Laut Arafura. Tinggi gelombang yang ekstrim dapat terjadi

pada Selat Egeron sementara bagian perairan Teluk Soumlaki dan pantai bagian barat

kecamatan lebih terlindung dan cenderung lebih tenang.

Suhu permukan laut di Kecamatan Tanimbar Selatan relatif rendah bervariasi antara 25,80

– 26,20 °C dengan nilai rerata 26 °C. Kadar salinitas permukaan perairan relatif tinggi

yaitu sebesar 35 ppt Berdasarkan acuan ini maka tingkat kecerahan perairan di Keca-matan

Tanimbar Selatan dikategorikan atas tingkat kecerahan sedang sampai tinggi. Kecerahan

perairan bervariasi antara 6-15 meter dengan nilai rerata 7,5 meter.

Kandungan padatan tersuspensi (TSS) di perairan berkisar antara 0,61 – 0,79mg/l

dengan nilai rerata sebesar 0,68 mg/l. Tingkat kesadahan air laut atau pH untuk perairan

laut Kecamatan Tanimbar Selatan relatif tinggi berkisar antara 8,09 – 8,44 dengan nilai

rerata 8,32. Konsentrasi oksigen terlarut di permukaan perairan Kecamatan Tanimbar

Selatan bekisar antara 13,51 – 14,01 mg/l dengan nilai rerata 13,84 mg/l.Konsentrasi fosfat

pada lapisan permukaan perairan cukup tinggi dimana nilai berkisar antara 0,83 – 0,87

mg/l dengan nilai rerata 0,84 mg/l. sementara kandunganklorofil-a di perairan P. Asutubun

sedikit menurun dengan nilai berkisar antara 0,35 – 0,4 mg/m3. Konsentrasi klorofil-a

fitoplankton rendah menyebar sepanjang pesisir pantai timur kecamatan dengan nilai

berkisar antara 0,15 – 0,25 mg/m3.

Sarana dan Prasarana

Peluang Investasi

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU142

Page 143: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Potensi dan Arahan Pengembangan

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU143

Page 144: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

BATARKUSU

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

Kecamatan : TANIMBAR SELATAN

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Batarkusu merupakan salah satu pulau terluar yang tidak berpenghuni,

terletak di Laut Timor dan berbatasan langsung dengan Negara Australia. Oleh masyarakat

sekitar, pulau ini dikenal juga dengan nama Pulau Matakus. Secara administratif, pulau

Batarkusu termasuk dalam wilayah Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Maluku

Tenggara Barat, provinsi Maluku. Di pulau ini terdapat titik dasar (TD) no. 107 dan titik

referensi (TR) no. 107 A.

Akses menuju Pulau Batarkusu cukup sulit, karena tidak ada transportasi reguler

atau umum yang menuju ke pulau ini. Untuk mencapai pulau ini dapat menggunakan

perahu kecil atau speed boat yang dapat disewa dari pulau Selaru.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU144

Page 145: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Potensi Sumberdaya Teresterial

Penggunaan lahan daratan pesisir sampai batas 1 km dari pantai di Kecamatan

Tanimbar Selatan meliputi hutan primer, hutan sekunder, semak dan alang-alang, belukar,

ladang/tegalan, kebun campuran, tanah kosong, dan pemukiman. Luas areal pemukiman di

kecamatan Tanimbar Selatan 8,10 km2, Semak belukar 36,35 km2, tanah kosong 4,49

km2, hutan mangrove 13,09 km2.

Penggunaan lahan perairan pesisir di kecamatan Tanimbar Selatan sampai pada

batas zone pengelolaan kabupaten (4 mil laut) meliputi pantai berpasir, pantai berbatu,

pantai tebing terjal, pantai berteras, stack, rataan pasut berpasir, rataan pasut berlumpur,

rataan pasut bervegetasi mangrove, lamun dan alge, rataan terumbu karang, tepi terumbu,

laguna, perairan penangkapan dan budidaya laut. Pantai bergisik merupakan lahan kosong

yang ditumbuhi vegetasi semak dan formasi Pescaprea, dengan material gisik berukuran

kerikil hingga lempung. Lahan ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pantai berbatu

mencakup pantai tebing terjal, platform pantai, dan bongkahan batu karang. Lahan ini juga

merupakan lahan kosong yang belum dimanfaatkan. Stack merupakan satuan morfologi

dari berbagai jenis batuan yang terisolasi, terpisah dari batuan induk di daratan setelah

mengalami proses erosi permukaan oleh gelombang dan arus, serta proses pelarutan

(khusus batuan gamping).

Pada rataan pasut berpasir terdistribusi vegetasi lamun, alge dan berbagai biota

yang berasosiasi dengannya, dengan penutupan lamun dan alge yang bervariasi. Agihan

terumbu karang cukup luas di wilayah ini yakni 47,28 km2, Lamun 1,79 km2, Saaru 0.32

km2, Laguna 10,4040 km2 dan Hutan mangrove 13,10 km2. Penutupan padang lamun dan

alge 1,79 km2. Di luar zone pasang surut, yang merupakan perairan oseanis dimanfaatkan

untuk penangkapan ikan dan budidaya perairan. Jenis penangkapan ikan meliputi

penangkapan ikan pelagis, demersal dan karang, sedangkan jenis kegiatan budidaya

mencakup budidaya ikan, rumput laut dan teripang.

Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Hutan Mangrove

Pada P. Batarkusu Kecamatan Tanimbar Selatan (Kab. MTB) yang terletak pada

posisi 131o 11,445 dan -8o 03,682 hanya dijumpai empat jenis mangrove yaitu Sonneratia

alba, Rhyzophora mucronata, Avicennia alba, Aegealitis annulata dengan persen

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU145

Page 146: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

penutupan Anakan (23,19 %), Sapihan (24,64 %) Pohon (52,17 %) substrat pada daerah ini

adalah pasir berlumpur.

Padang Lamun

Komunitas lamun secara ekologis mempunyai peranan dalam menunjang

keseimbangan ekosistem perairan pantai, namun penyebarannya tidak merata disemua

daerah pesisir pantai sebab terdapat perbedaan karakteristik perairan dimana substrat dasar

suatu perairan merupakan salah satu parameter lingkungan utama yang mempengaruhi

distribusi dan pertumbuhan ekosistem tanaman lamun. Jenis dan kedalaman substrat

berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup 2 hal, yaitu sebagai pelindung

tanaman dari gerakan air laut (arus dan ombak), dan tempat pengolahan serta pemasok

nutrient.

Di Kecamatan Tanimbar Selatan terdapat 3 jenis lamun; Cymodecea rotundata,

Cymodecea serulata, dan Halodule pinifolia. Dari ke 3 jenis lamun yang ada, spesies

Cymodecea rotundata memiliki frekwensi kehadiran tertingi sedangkan terendah

kehadirannya adalah Halodule pinifolia.

Terumbu Karang

Karang batu yang tumbuh dan tersebar pada areal terumbu perairan pesisir P.

Batarkusu sebanyak 90 spesies, seluruhnya termasuk dalam 48 genera dan 17 famili.

Komponen biotik yang menutupi dasar perairan di pulau ini secara umum, lebih

tinggi bila dibandingkan dengan komponen abiotik. Secara umum kondisi terumbu karang

di kecamatan ini berada pada kategori kurang baik (Fair) dengan persen penutupan sebesar

49,75%, tetapi bila dilihat berdasarkan titik pengamatan maka kondisi terumbu karang di

P. Batarkusu tergolong kategori baik (Good) dengan persen penutupan sebesar 63,14%.

Kondisi terumbu karang dengan kategori kurang baik di Pantai Weluang (yang

mendekati ambang batas kategori baik/Good) dipengaruhi oleh persen tutupan komponen

abiotik yakni sebesar 30,34%, terutama berasal dari pasir dan patahan karang mati,

sedangkan untuk P. Asutubun kondisinya dipengaruhi oleh tutupan komponen abiotik

terutama pasir dan persen penutupan fauna lainnya, yang seluruhnya berasal dari persen

tutupan karang lunak (soft coral). Sumbangan terbesar untuk penutupan karang batu di

kecamatan ini secara keseluruhan maupun berdasarkan titk pengamatan berasal dari karang

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU146

Page 147: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Non Acropora kecuali untuk titik pengamatan di P. Batarkusu berasal dari karang

Acropora.

Alga

Jumlah jenis makro algae yang ditemukan pada P. Batarkusu sebanyak 7 spesies

yang dapat dikelompokan ke dalam 6 genus, 6 famili, 5 ordo, dan 3 devisi. Secara rinci

ketiga devisi tersebut adalah alga hijau (Chlorophyta) terdiri dari 2 spesies, alga coklat

(Phaeophyta) yang terdiri dari 2 spesies dan alga merah (Rhodophyta) yang terdiri dari 4

spesies. Dari jenis-jenis yang ditemukan tersebut, ada beberapa jenis yang memiliki nilai

ekonomis penting yaitu dari genus Caulerpa, Gracilaria dan Hypnea.

Fauna Benthos

Dari keseluruhan spesies yang ada, teridentifikasi ada 10 spesies baik dari

kelompok moluska maupun ekinodermata yang bernilai ekonomis penting. Kesepuluh

spesies tersebt antara lain; Gafrarium tumidum, Barbatia amygdalumtostum, Maleus

maleus, Lambis lambis, Melo melo, Pinctada margaritifera, Tridacna squamosa, Holothuira

scabara dan Bohadschie argus.

Ikan (Ikan Demersal, Ikan Karang dan Ikan Hias)

Hasil sensus visual yang dilakukan di perairan Pulau Batarkusu dijumpai sebanyak

110 spesies ikan karang yang tergolong dalam 67 genera dan 24 famili. Berdasarkan

kriteria pemanfataannya, maka ke-110 spesies ikan karang tersebut dapat dikelompokkan

menjadi ikan konsumsi sebanyak 49 spesies dan ikan hias sebanyak 61 spesies. Empat

famili ikan yang memiliki jumlah spesies tertinggi masing-masing sebagai berikut:

Labridae (23 spesies), Pomacentridae (18 spesies), Chaetodontidae (10 spesies) serta

Acanthuridae (9 spesies). Sedangkan genera-genera yang memiliki jumlah spesies tertinggi

adalah: Chaetodon (8 spesies), Acanthurus dan Scarus (masing-masing memiliki 5 spesies)

serta Pomacentrus (4 spesies).

Berdasarkan SK Mentan No. 995 tahun 1999, maka potensi lestari dari ikan karang

di perairan ini sebesar 10 individu yang terdiri dari ikan konsumsi sebanyak 6 individu dan

ikan hias sebesar 4 individu. Berdasarkan SK tersebut juga maka potensi ikan karang yang

boleh dimanfaatkan di perairan ini sebesar 8 individu yang terdiri dari ikan konsumsi

sebanyak 5 individu dan ikan hias sebesar 3 individu.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU147

Page 148: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Perikanan Tangkap

Untuk penangkapan ikan, jenis alat tangkap yang dijumpai antara lain: bagan,

jaring dasar, bubu, panah, hand line, multiplr hand line, huhate, pancing tunda namun pada

Desa Olilit juga masih dijumpai nelayan yang mempergunakan racun/tuba untuk dapat

memabukan ikan.

Jenis ikan yang ada di Pulau Batarkusu antara lain ikan make, puri, parang-parang,

ikan merah, ikan bendera, ikan biji nangka, ikan samandar, ikan raja bau, ikan gutana, ikan

gurara, ikan mata bulan, ikan kerong-kerong, ikan momar, ikan komu, ikan bubara, ikan

cakalan, ikan tuna, ikan piskada, ikan tengiri, sontong dan lain-lain.

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

Topografi wilayah Kecamatan Tanimbar Selatan dibagi atas 2 kelas, yaitu: (1)

daerah Rendah (R) dengan ketinggian 0 – 100 m; dan (2) daerah Tengah (M) dengan

ketinggian 100 – 500 m, dengan lima kelas kemiringan lereng yaitu datar (0-3%),

landai/berombak (3-8%), bergelombang (8-15%), agak curam (15-30%) dan sangat curam

(>30%).

Terdapat tiga golongan material batuan penyusun wilayah kecamatan Tanimbar

Selatan yaitu material gamping kompak, gamping pasiran dan material klastik yang

tersusun dalam 4 formasi batuan yakni formasi Saumlaki, Batumafudi, kompleks Molu,

Batu Lembuti dan formasi Batumafudi anggota Napal. Formasi Saumlaki merupakan

perselingan lempung coklat kemerahan dan kelabu, dengan tufa kaca putih kotor; ke arah

bagian atas terdapat sisipan batu gamping coklat kemerahan sampai kelabu, pasir

gampingan dan batu pasir kuarsa; Komplek Molu terdiri dari bermacam-macam batuan

yakni batuan beku, malihan, dan batuan sedimen yang umumnya berbeda-beda. Batuan ini

diduga terbentuk oleh adanya aktivitas tektonik pada awal neogen yang merupakan batuan

“melange”.

Di atas formasi Tangustabun dan Komplek Molu, diendapkan secara tidak selaras

batuan dari formasi Batimafudi yang terdiri dari perselingan batugamping pasiran, napal

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU148

Page 149: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

dan batu pasir gampingan; berumur Miosen. Dalam formasi Batimafudi terdapat anggota

napal yang batuannya terdiri dari napal bersisipkan batu gamping pasiran, formasi ini

ditindih tak selaras oleh formasi Batilembuti yang berumur Pliosen; yang hampir

seluruhnya terdiri dari napal, berwarna putih kotor sampai kelabu muda dan bersifat pejal,

kaya akan fosil plankton dan benthos; bagian atasnya berupa batu gamping yang sangat

rapuh, setempat napal kapuran berwarnah putih dan ringan.

Tenaga geomorfik yang berperan terhadap perubahan geomorfologi sepanjang

pesisir kecamatan Tanimbar selatan adalah tenaga marin yakni gelombang, pasang surut

dan arus. Proses geomorfologi di kawasan ini meliputi proses destruksional (pelapukan

sepanjang garis pantai dan erosi pantai), dan proses kontruksional (pergerakan sedimen dan

deposisi sedimen). Proses deposisi terjadi pada hulu teluk Saumlaki, sedangkan pada

bagian timur, barat dan inlet teluk, proses destruksi lebih dominan. Secara keseluruhan

satuan bentuklahan hasil proses tersebut adalah gisik, rataan pasut berlumpur, rataan pasut

bervegetasi mangrove, terumbu karang, rataan pengikisan gelombang (platform), tebing

terjal (cliff), tebing menggantung (notch) dan stack. Pantai bergisik merupakan pantai tipe

deposisional, terdistribusi pada sisi timur dan barat Yamdena juga pada kawasan sekitar

Bomaki, dan pulau-pulau kecil (Angwarmase, Asutubun, Nustabun, dan Batarkusu). Proses

akumulasi pasir di pantai sangat bergantung pada arah datang dan sudut jangkauan

gelombang dengan pantai. Pantai yang letaknya berhadapan langsung dengan arah

gelombang datang mengalami erosi yang sangat kuat. Pantai abrasi ditemukan pada

kawasan Olilit, Wermatan, dan sekitar Marantul, sedangkan pantai berlumpur ditemukan

sekitar Sifnana. Rataan terumbu karang, rataan pasut berpasir yang luas ditemukan di

Teluk Saumlaki, sisi timur dan barat Yamdena dan pada pulau pulau kecil.

Mengacu pada Peta Pulau–Pulau Seramata dan Pulau–Pulau Tanimbar No.48 Skala

1: 500.000 yang dikeluarkan oleh DISHIDROS tahun 2003, tentang bathymetri perairan

Kecamatan Tanimbar Selatan, ditemukan bahwa distribusi kedalaman perairan yang

dangkal menyebar pada perairan pantai timur (Olilit dan Sangliat), selatan (Batarkusu) dan

pantai barat (Sangliat). Berdasarkan perhitungan, total panjang garis pantai wilayah

Kecamatan sebesar 134.25 Km.

Kelandaian perairan yang dihitung terhadap kontur kedalaman referensi 200 meter

menunjukkan bahwa kelandaian perairan berkisar antara 1 – 4 %, dapat dikategorikan

sebagai perairan dengan kemiringan landai. Perairan dengan kelandaian 1 % ditemukan

pada perairan pantai Latdalam kemudian diikuti oleh Sangliat dengan kelandaian 2% dan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU149

Page 150: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Batarkusu dengan kelandaian 3 %. Kelandaian maksimum terkonsentrasi pada perairan

Olilit.

Iklim

Iklim dipengaruhi oleh laut Banda, Laut Arafura dan Samudera Indonesia juga

dibayangi oleh Pulau Irian bagian Timur dan Benua Australia bagian Selatan sehingga

sewaktu-waktu mengalami perubahan, sesuai dengan musim.

Curah hujan secara umum antara 1000 – 2000 mm pertahun. Berdasarkan data dari

Stasiun Meteorologi dan Geofisika Saumlaki, suhu rata-rata untuk tahun 2006 adalah 27.6

ºC dengan suhu minimum absolute rata-rata 21,8 ºC dan suhu maksimum absolute rata-rata

33.0ºC. Sedangkan rata-rata Kelembapan Udara relative 80,2%, dengan penyinaran

matahari rata-rata 71,0%; dan tekanan udara rata-rata 1.011,8 milibar.

Berdasarkan klasifikasi agroklimate menurut OLDEMAN, IRSAL dan MULADI (1981),

Maluku Tenggara Barat terbagi dalam dua zone agroklimat dimana di Kecamatan

Tanimbar Selatan dikategorikan dalam Zone C3: bulan basah 5 – 6 bulan dan kering 4 – 5

bulan.

Pasang Surut dan Arus

Pasang surut di perairan Kecamatan Tanimbar Selatan memiliki tipe yang sama

dengan daerah lainnya di Maluku, yaitu digolongkan sebagai pasang campuran mirip

harian ganda (predominantly semi diurnal tide). Ciri utama tipe pasang surut ini adalah

terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dimana pasang pertama selalu lebih besar dari

pasang kedua.

Tunggang air (tidal range) maksimum perairan ini umumnya berkisar antara 2 – 2,5

meter. Tunggang air ini dapat menyebabkan bagian perairan yang lebih dangkal akan

muncul kepermukaan seperti di Olilit, Wowonda, Pulau Batarkusuu, Pulau Anggarmasa,

dan Latdalam. Kejadian “Meti Kei” selama bulan Oktober memberikan dampak

kekeringan yang luar biasa di daerah tersebut sehingga dapat berakibat fatal bagi

organisme termasuk terumbu karang.

Arus atau perpindahan massa air di perairan kecamatan ini merupakan kombinasi

arus angin dan arus pasang surut. Arus angin mendominasi perairan kecuali di teluk dan

selat sempit didominasi oleh arus pasut. Kecepatan arus angin pada bulan Oktober di

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU150

Page 151: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

perairan ini dapat mencapai 1 m.s-1 dominan bergerak dari arah timur menuju perairan

bagian barat melalui Selat Egeron.

Kecepatan arus pasang surut yang terekam bervariasi antara 0,06 – 0,26 m.s-1

dengan nilai kecepatan rerata 0,17 m.s-1. Kecepatan arus minimum terekam pada perairan

pesisir Pulau Asutubun kemudian meningkat pada perairan pantai Olilit Lama sebesar 0,20

m.s-1 sementara kecepatan masimum terekam pada perairan Pulau Batarkusu yang terletak

antara outlet Teluk Soumlaki dan Adaut di pantai utara Pulau Selaru.

Gelombang

Energi angin sebagai pembangkit gelombang utama di laut pada musim timur di

estimasi mampu menghasilkan tinggi gelombang signifikan maksimum setinggi 4 meter

dengan periode 7,8 detik di perairan Kabupaten MTB. Besarnya tinggi gelombang dan

energi yang dihasilkan diasumsikan sama untuk seluruh kawasan perairan kecamatan yang

ada di kabupaten ini.

Gelombang yang datang di perairan Kecamatan Tanimbar Selatan cenderung dan

dominan menggempur perairan pantai bagian timur kecamatan. Energi gelombang yang

tinggi dapat terjadi di perairan pesisir pantai Olilit karena memiliki daerah dataran terumbu

yang luas mengarah ke arah Laut Arafura. Tinggi gelombang yang ekstrim dapat terjadi

pada Selat Egeron sementara bagian perairan Teluk Soumlaki dan pantai bagian barat

kecamatan lebih terlindung dan cenderung lebih tenang.

Kualitas Air

Suhu permukan laut di Kecamatan Tanimbar Selatan relatif rendah bervariasi

antara 25,80 – 26,20 °C dengan nilai rerata 26 °C. Sedangkan kadar salinitas permukaan

perairan relatif tinggi yaitu sebesar 35 ppt dijumpai pada perairan Pulau Batarkusu, Pulau

Asutubun dan perairan sekitar Olilit Lama.

Tingkat kecerahan perairan di Kecamatan Tanimbar Selatan dikategorikan atas

tingkat kecerahan sedang sampai tinggi. Kecerahan perairan bervariasi antara 6 - 15 meter

dengan nilai rerata 7,5 meter dengan kandungan padatan tersuspensi (TSS) di perairan

berkisar antara 0,61 – 0,79mg/l dengan nilai rerata sebesar 0,68 mg/l.

Tingkat kesadahan air laut atau pH untuk perairan laut Kecamatan Tanimbar

Selatan relatif tinggi berkisar antara 8,09 – 8,44 dengan nilai rerata 8,32 dan konsentrasi

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU151

Page 152: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

oksigen terlarut di permukaan perairan Kecamatan Tanimbar Selatan bekisar antara 13,51

– 14,01 mg/l dengan nilai rerata 13,84 mg/l.

Dari hasil pengukuran unsur fosfat, nitrait dan nitrat di perairan Pulau Batarkusu,

ditemukan konsentrasi fosfat pada lapisan permukaan perairan cukup tinggi dimana nilai

berkisar antara 0,83 – 0,87 mg/l dengan nilai rerata 0,84 mg/l. Tingginya kandungan fosfat

pada perairan ini diduga berhubungan dengan sumbangan zat hara melalui serasah yang

berasal dari ekosistem bakau yang banyak ditemukan di Kecamatan ini seperti di Teluk

Soumlaki dan pantai barat. Kadar minimum fosfat dijumpai pada perairan pesisir Olilit dan

Pulau Batarkusu sedangkan kadar maksimum di perairan pesisir Pulau Asutubun.

Konsentrasi nitrit di perairan Kecamatan Selaru cenderung tinggi bervariasi antara 0,006 –

0,007 mg/l dengan nilai rerata 0,008 mg/l. Konsentrasi nitrit minimum ditemukan pada

perairan sekitar pantai Pulau Batarkusu sementara konsentrasi maksimum dijumpai di

perairan Olilit dan Asutubun. Sedangkan konsentrasi nitrat di permukaan perairan tinggi

bervariasi antara 1,20 – 1,40 mg/l dengan nilai rerata 1,30 mg/l. Distribusi konsentrasi

nitrat dengan konsentrasi minimum dijumpai pada perairan Pulau Batarkusu kemudian

sedikit meningkat pada perairan Pulau Asutubun sementara nilai konsentrasi maksimum

dijumpai pada perairan Olilit. Tingginya nilai konsentrasi nitrit dan nitrat di perairan ini

diduga berhubungan dengan sumbangan kedua unsur ini kelalui serasah yang berasal dari

ekosistem bakau yang banyak tumbuh disekitar perairan pantai Kecamatan Tanimbar

Selatan.

Hasil pengukuran kandungan Cr dan Cu di perairan Kecamatan Tanimbar selatan

ditemukan cukup signifikan dalam kolom air permukaan laut dan diduga kuat berhubungan

dengan sumbangan kedua unsur melalui batuan dasar yang menyusun Pulau Selaru dan

sisa buangan limbah minyak dari kapal yang berlabuh di Teluk Soumlaki. Konsentrasi

kadar nilai Cr diperairan berkisar antara 0,02 – 0,03 mg/l dengan nilai rerata 0,02 mg/l.

Konsentrasi minimum unsur ini dijumpai pada perairan pesisir Pulau Batarkusu sementara

konsentrasi maksimum berada pada perairan pesisir Olilit dan Pulau Asutubun.

Konsentrasi kadar nilai Cu berkisar antara 0,50 - 0,60 mg/l dengan nilai rerata 0,54

mg/l. Konsentrasi nilai minimum dijumpai pada perairan pesisir Olilit kemudian

meningkat dengan konsentrasi 0,53 mg/l di perairan Pulau Batarkusu sementara nilai

maksimum dijumpai pada perairan Pulau Asutubun.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU152

Page 153: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Sarana dan Prasarana

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU153

Page 154: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

LARAT

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

Kecamatan : TANIMBAR UTARA

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Larat merupakan salah satu pulau terluar yang terdapat di Kecamatan

Tanimbar Utara Kabupaten Maluku Tenggara Barat dab berisikan tujuh desa: Ridol,

Ritabel, Watidal, Kelaan, Lamdesar Barat dan Lamdesar Timur. Setiap desa memiliki

struktur pemerintahan sendiri mulai dari kepala desa, badan perwakilan desa, kepala-

kepala urusan hingga RT dan RW.

Tujuh desa di pulai ini terletak di pesisir pantai. Ridol dan Ritabel merupakan dua

desa dengan luas wilayah terbesar. Letak dua desa itu berdekatan sehingga membentuk

pusat kota Larat sebagai Ibukota kecamatan Tanimbar Utara. Dari tujuh desa yang ada,

hanya Ridol, Ritabel, dan Watidal yang berkembang maju, sedangkan empat lainnya masih

tertinggal.

GEOGRAFIS

Secara geografis, pulau ini terletak antara 07o14’26’’ LS dan 131o58’49’’ BT. Di

Pulau ini terdapat titik dasar (TD) no.104 dan titik referensi (TR) no. 104. Kecamatan

Tanimbar Utara, sebelah Timur dan Barat berbatasan dengan laut, sedangkan sebelah

Selatan dengan Kec. Wuarlabobar dan sebelah Utara dengan kec. Yaru. Luas total wilayah

Di Kec. Tanimbar Utara adalah 3,613.58 Km2 meliputi luas daratan sebesar 483.69 km2

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU154

Page 155: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

dan luas laut untuk wilayah kelola Kabupaten (0-4 mil) sebesar 1.075.87 Km2 dan luas

wilayah kelola Provinsi (4-12 mil) sebesar 2.054.02 Km2.

AKSESIBILITAS

Transportasi menuju pulau Larat cukup lancar. Dari Kota Saumlaki menuju Larat

dapat ditempuh dengan kapal feri, speed boat, kapal PELNI maupun berkendara melalui

jalan lintas Trans-Yamdena.

Jadwal pelayaran feri berlangsung setiap minggu melayani rute kecamatan-

kecamatan terdekat hingga sampai ke Kota Larat. Jalur pelayaran feri dari dan barat pulau

Yamdena yang tergantung kondisi cuaca.

Dapat juga berkendara lewat jalan Trans-Yamdena menuju Dusun Siwahan,

kemudian menyeberang dengan ketinting menuju Pulau Larat. namun kondisi jalan Trans-

Yamdena masih berlapis pasir dan batu. Ada rencana untuk membangun jembatan yang

menghubungkan Pulau Yamdena dngan Pulau Larat, sehingga dapat ditempuh lewat jalur

darat.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Berdasarkan hasil pendataan adminstrasi wilayah Provinsi Maluku Tahun 2005 di

Kec. Tanimbar Utara terdapat 8 desa dengan total jumlah penduduk sebanyak 19.765 jiwa

yang terdiri dari laki-laki 6.654 jiwa dan perempuan sebanyak 13.111 Jiwa.

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Potensi Sumberdaya Teresterial

Kondisi Air Tanah

Banyak dijumpai sumber air tanah di daerah penelitian, bahkan banyak dijumpai air

tanah dangkal. Hal ini didukung oleh sifat fisik dari litologinya sehingga sistem akifer di

daerah ini umumnya memiliki sistem akifer melalui ruang antar butiran dan rekahan. Hasil

analisa menunjukan bahwa kondisi fisik-kimia air tanah masih berada pada kisaran yang

dapat dikonsumsi oleh manusia (Baku Mutu Fisik-Kimia Air Minum).

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU155

Page 156: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Air yang terdapat di daerah permukaan umumnya berupa air sungai, baik air sungai

yang besar maupun dari air sungai kecil. Pada sekitar daerah penelitian tidak dijumpai

satupun sungai, bahkan yang kecil sekalipun. Sama halnya dengan air tanah, air permukaan

juga demikian masih berada pada kisaran yang dapat dikonsumsi manusia (Baku Mutu

Fisik-Kimia Air Minum).

Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Mangrove

Komunitas mangrove yang ada pada Desa ini kenampakan secara visual di

lapangan adalah Mangrove dengan substrat Lumpur, lumpur berpasir, Vegetasi pantai

lainnya dan perkebunan kelapa yang berdekatan dengan perkampungan penduduk.

Mangrove dari Famili Rhizophoraceae umumnya menempati zona awal dan merupakan

famili yang mempunyai jumlah jenis yang lebih. Kondisi mangrove terutama yang

berdekatan dengan pemukiman mengalami kerusakan akibat pemanfaatan, presentase

tutupan Anakan (90,53 %), Sapihan (7,87 %) Pohon (1,51 %) jenis yang dijumpai pada

desa ini adalah Sonneratia alba, Avicenia marina, Rhizophora apiculata, R. stylosa,

Bruguiera gymnorrhiza, Xylocarpus granatum, Exocaria agaloca dan Acanthus ilicifolius

Padang Lamun

Ditemukan sebanyak 6 jenis lamun pada stasiun pengamatan di P. Larat yang

meliputi Cymodecea rotundata, Cymodecea serulata, Thalasia hemprichii, Halodule

uninervis, Halophila ovalis dan Enhalus acoroides. Dari ke 6 jenis lamun yang ada, spesies

Halophila ovalis memiliki frekwensi kehadiran tertingi sedangkan terendah kehadirannya

adalah Halodule uninervis

Kerapatan lamun di di P. Larat berdasarkan hasil pengamatan ditemukan sebesar

133.30 tegakan/m2, dimana kerapatan tertinggi ditemukan pada jenis Halophila ovalis

sebesar 36.20 tegakan/m2; dan paling terendah ditemukan pada jenis Halodule uninervis

sebesar 11.50 tegakan/m2. Untuk nilai persen tutupan lamun, jenis Cymodecea rotundata

memiliki nilai tutupan yang sangat besar yakni 60 % dan terendah persen tutupannya

adalah Enhalus acoroides dengan nilai sebesar 15%.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU156

Page 157: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Terumbu Karang

Pada di P. Larat pengambilan data ekosistem terumbu karang dilakukan pada tiga

titik pengamatan yakni di perairan Pantai Ritabel, Ridol dan Lelengluang. Karang batu

yang tumbuh dan tersebar pada areal terumbu perairan pesisir di P. Larat sebanyak 76

spesies, seluruhnya termasuk dalam 39 genera dan 15 famili. Kekayaan spesies karang

pada perairan Pantai Ritabel lebih tinggi dari areal terumbu karang yang lainnya yakni

sebanyak 49 spesies kemudian diikuti Ridol dengan 45 spesies dan terendah di

Lelengluang (35 spesies). Karang batu famili Acroporidae, Faviidae dan Fungiidae

memiliki jumlah spesies lebih tinggi dibanding 12 famili karang yang lain.

Data yang disajikan pada Tabel 7 di atas, memperlihatkan bahwa komponen biotik

yang menutupi dasar perairan di kecamatan ini secara umum, maupun berdasarkan titik

pengamatan tergolong tinggi dengan persen penutupan substrat sebesar 83,87% jauh lebih

tinggi bila dibandingkan dengan komponen abiotik. Secara umum kondisi terumbu karang

di kecamatan ini berada pada kategori baik (Good) dengan persen penutupan sebesar

58,99%, tetapi bila dilihat berdasarkan titik pengamatan maka kondisi terumbu karang di

Ritabel tergolong kategori baik (Good) dengan persen penutupan sebesar 52,52%,

sedangkan di Ridol berada pada kondisi kurang baik (Fair) dengan persen penutupan

masing-masing sebesar 46,58% tetapi di Lelengluang berada pada kondisi sangat baik

(Exellent) dengan persen penutupan sebesar 77,86%. Kondisi terumbu karang dengan

kategori kurang baik di Ridol dipengaruhi oleh persen tutupan komponen biotik lainnya

yakni alge sebesar 28,32% (terutama berasal dari makro alge) serta komponen abiotik

sebesar 18,72%. Sumbangan terbesar untuk penutupan karang batu di kecamatan ini secara

keseluruhan maupun berdasarkan titik pengamatan berasal dari karang Non Acropora.

Alga

Hasil pengamatan terhadap keragaman jenis makro algae di perairan di P. Larat

ditemukan jenis-jenis makro algae yang sangat beragam yaitu sebanyak 7 spesies, yang

dapat diklasifikasikan ke dalam 7 genus, 7 famili, 5 ordo, dan 3 devisi. Secara keseluruhan

spesies yang ditemukan tersebut dapat dikelompokan kedalam 3 devisi utama yaitu alga

hijau (Chlorophyta) terdiri dari 3 spesies, alga coklat (Phaeophyta) terdiri dari 2 spesies,

dan alga merah (Rhodophyta) yang terdiri dari 2 spesies.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU157

Page 158: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Dari semua jenis yang ditemukan, ada beberapa jenis yang memiliki nilai ekonomis

penting yaitu berasal dari genus Caulerpa dan Galaxaura. Penyebaran makro algae di

perairan ini pun tidak merata dan agak jarang.

Fauna Bentos

Pengumpulan data organisme makrofauna bentos di di P. Larat dilakukan pada tiga

titik pengamatan, yaitu di desa Ridol, Ritabel, dan Lenluang. Jumlah spesies makrofauna

bentos tertinggi dijumpai di desa Ritabel yaitu sebanyak 31 spesies. Dari keseluruhan

spesies yang ditemukan di kecamatan ini ternyata hanya 3 spesies yang memiliki nilai

ekonomis tinggi dan dapat dikembangkan yaitu Gafrarium tumidum, Lambis scorpius, dan

Saccostrea echinata.

Ikan (Ikan Demersal, Ikan Karang dan Ikan Hias)

Pengambilan data ikan karang pada perairan pantai di di P. Larat dilakukan pada

tiga titik pengamatan yakni Pantai Ridol, Ritabel dan Lelengluang. Secara keseluruhan

pada kecamatan ini dijumpai sebanyak 81 spesies ikan yang tergolong ke dalam 47 genera

dan 23 famili. Kelimpahan spesies tertinggi dijumpai pada titik pengamatan di Ridol yakni

sebanyak 56 spesies dan terendah dijumpai pada titik pengamatan di Ritabel yakni

sebanyak 50 spesies. Pada tingkat genera kelimpahan taksa pada titik pengamatan di Ridol

yang tertinggi sedangkan terendah pada titik pengamatan di Ritabel dan Lelengluang,

sedangkan pada tingkat famili kelimpahan taksa tertinggi di Ritabel dan terendah di Ridol

dan Lelengluang.

Data yang didapat memperlihatkan bahwa secara keseluruhan jumlah spesies ikan

hias lebih tinggi dari jumlah spesies ikan konsumsi. Namun berdasarkan titik pengamatan

jumlah spesies ikan hias dan ikan konsumsi di Ridol seimbang, di Ritabel ikan hias lebih

tinggi dari ikan konsumsi sedankan di Lelengluang ikan konsumsi lebih tinggi dari ikan

hias.

Pada tabel di atas juga terlihat bahwa kepadatan ikan karang rata-rata di perairan

kecamatan ini sebesar 4,68 individu/m2 dimana kepadatan ikan karang tertinggi dijumpai

pada perairan Ridol yakni sebesar 5,95 individu/m2 dan kepadatan terendah dijumpai pada

perairan Ritabel yakni sebesar 3,43 individu/m2. Sedangkan bila dilihat berdasarkan

kriteria pemanfaatannya maka secara keseluruhan kepadatan ikan konsumsi (2,88

individu/m2) lebih tinggi dari ikan hias (1,80 individu/m2). Pada titik pengamatan di

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU158

Page 159: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Ritabel dan Lelengluang kepadatan ikan konsumsi lebih tinggi dari ikan hias, sedangkan di

Ridol sebaliknya. Kepadatan ikan konsumsi tertinggi dijumpai di Lelengluang dan

kepadatan ikan hias tertinggi di Ridol, sedangkan kepadatan ikan konsumsi dan ikan hias

terendah dijumpai di Pantai Ritabel.

Perikanan Tangkap

Di Kecamatan di P. Larat, alat tangkap yang secara rutin diopeasikan oleh nelayan

adalah jenis alat tangkap jaring insang lingkar (surrounding gill net) dan pancing tonda

(troll line). Nelayan Lelingluan dan Nelayan Ritabel yang termasuk wilayah administratif

di P. Larat, juga secara rutin mengoperasikan jaring insang lingkar (surrounding gill net),

pancing tonda (troll line) dan pancing tangan (hand line).

Jaring insang lingkar (surrounding gill net) dioperasikan untuk menangkap ikan

lalosi (Caesio sp; Paracaesio sp), dan beberapa jenis ikan demersal/karang yang juga turut

tertangkap. Ikan-ikan pelagis besar, terutama beberapa jenis ikan tuna (Thunnus spp),

madidihang (Thunnus albacares), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri

(Scomberomorus sp) dan tongkol (Euthynnus affinis), tertangkap dengan pancing tonda.

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

FISIOGRAFI

Pada daerah pasang surut memiliki spesies tanah rendzina dengan bentuk wilayah

datar sampai berombak. Sedangkan pada daerah daratan pesisir memiliki tanah yang

kompleks (complex of soil) dengan topografi berbukit sampai bergunung (Anonimous,

1991). Dilihat dari batuan penyusun pulau, maka ditemukan ada dua macam batuan

penyusun pulaupulau di daerah Maluku Tenggara Barat yang umumnya merupakan batuan

dari berbagai periode geologis, yakni batuan kapur dan globeriro (Anonimous, 2000).

Gambaran topografi dasar perairan Larat disajikan pada Gambar 1 dan 2. Sebaran

titik kedalaman ditentukan menggunakan sistem sonar dan dipadukan dengan data peta

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU159

Page 160: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

batimetri Larat yang dikeluarkan Jahidros TNI AL tahun 2000 dan peta topografi dan

batimetri Larat yang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan tahun 1997. Pada

tampilan morfologi dasar laut, terlihat bahwa dasar laut pada lokasi studi berbentuk lembah

menyerupai “V). Pada zone intertidal terdapat beberapa lokasi yang kedalamannya antara

0.2 – 0.3 m. Kemiringan lereng zone intertidal pada lokasi studi tergolong datar yakni 0.78

%, kemudian melandai hingga mencapai jarak 100 meter ke arah tenggara yakni 7.23 %.

Kelerengan bawah laut sepanjang transek ini tergolong miring (berkisar dari 8 %-11.9 %)

pada kedalaman 0 – 2.5 meter dan 0 – 7.5 m. Kemiringan lereng mengecil ketika

mendekati kedalaman maksimum 17.0 m yakni 8.9 % (miring) dan kemudian datar

sepanjang 100 meter dari batas kedalaman 17 m kearah barat. Sepanjang lintasan transek

tersebut ditemukan biota antara lain lamun, algae, fauna makrobentos, karang dan nekton.

Kedalaman laut maksimum terukur pada bagian selatan tenggara desa Lelingluan yakni

sebesar 26.2 m (disurutkan dari rata-rata air rendah terendah 13 dm dibawah duduk

tengah), dengan dasar berbentuk lembah “U”. Berdasarkan hasil interpretasi peta topografi,

terdeteksi kemiringan lereng maksimum pada zone pantai kering di kawasan desa Ridol

15.83 (sangat miring) (diukur dari batas surut terendah). Zone intertidal pada sisi selatan ke

arah desa Ritabel lebih luas dengan kemiringan lereng datar (0.62%).

IKLIM

Berdasarkan data rata-rata curah hujan selama lima tahun mulai 2001 sampai 2005,

yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Saumlaki Maluku Tenggara Barat, dapat

diketahui bahwa tipe iklim daerah Larat sama dengan daerah lain di Kabupaten MTB yakni

tipe B (nilai Q = 0.250) dengan 8 bulan basah, 2 bulan kering dan 2 bulan lembab (Tabel

1). Curah hujan di daerah ini memiliki pola spesies Monsun (musiman) dengan ciri

distribusi curah hujan bulanan berbentuk “V”. Musim Barat berlangsung pada bulan

Desember hingga Pebruari, musim Timur pada Juni hingga Agustus, Peralihan1 pada bulan

Maret hingga Mei dan Peralihan2 pada bulan September hingga Nopember.

Pengurangan jumlah curah hujan terjadi saat pertengahan musim timur (Juli)

hingga tengah musim Peralihan2 (Oktober), tetapi melimpah pada saat musim Barat hingga

akhir Peralihan1. Nilai rata-rata curah hujan terendah dicapai pada akhir musim timur

(Agustus) yakni 19.7 mm dan awal Peralihan 2 (September) yakni 4.2 mm. Dua bulan ini

tergolong bulan sangat kering dengan jumlah hari hujan 2 hingga 5 hari.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU160

Page 161: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Secara umum terlihat bahwa saat musim Barat dan Peralihan1, curah hujan

melimpah dengan rata-rata antara 160 – 430 mm dan hari hujan rata-rata 16 – 22 hari.

Sebaliknya pada tengah musim Timur dan Peralihan curah hujan sangat rendah yakni < 60

mm dengan hari hujan 2 – 15 hari.

Kecepatan angin terbesar berkisar dari 8.7 hingga 14.9 m/detik (rata-rata 5 tahun 11

m/detik) dengan arah masing-masing 112 dan 2600 (rata-rata 5 tahun 1790, selatan). Pada

musim Barat angin bertiup dari 260 – 3020 (Barat baratdaya – barat laut); musim peralihan

1 dari 102 – 284 (Timur Tenggara – Barat Barat Laut), musim Timur dari 104 – 1200

(Timur Tenggara) dan peralihan 2 dari 112 – 1640 (Timur Tenggara – Selatan Tenggara).

Berdasarkan informasi itu diketahui bahwa dalam semua musim arah angin lebih stabil

kecuali pada musim peralihan 1, dan kecepatan angin terbesar terjadi pada bulan Desember

dan Pebruari (musim Barat).

Informasi suhu udara siang hari berdasarkan data stasiun Meteorologi Larat disajikan pada

Tabel 4. Suhu rata-rata terendah dalam tahun 2001-2005 ditemukan dalam bulan Agustus

dan Juli (25.80 – 25.88 0C). Suhu tertinggi dicapai dalam bulan Nopember yakni 28.30 0C,

dan pada bulan lainya berkisar dari 26.44 – 27.94 0C. Kelembaban udara nisbi rata-rata

kerkisar dari 76.8 % (Agustus) hingga 85.8 % (Pebruari). Kelembaban udara cenderung

rendah sejak Juli hingga Oktober.

OCEANOGRAFI

Pasang Surut dan Arus

Pasang surut di perairan Larat berdasarkan hasil pengamatan, memiliki tipe ganda

campuran, artinya dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Hal ini sesuai

de-dengan laporan Pariwono (1985). Jangkauan pasut pada perairan ini dapat mencapai 2.5

m dalam bulan Nopember dan Desember, dengan nilai muka surutan (chart datum) adalah

13 dm dibawah duduk tengah (mean sea level) (Jahidros, 2002).

Kecepatan arus permukaan di seluruh lokasi selama pengamatan berkisar dari 4.4 –

61 cm/detik (rata-rata 15.4 cm/detik) (Tabel 4 ). Kecepatan arus dekat dasar berkisar dari

2.0 – 13.0 cm/detik (rata-rata 12.6 cm/detik). Nilai kecepatan arus permukaan terbesar

terukur pada stasiun 2. Terlihat bahwa rata-rata kecepatan arus di sisi utara dermaga Larat

lebih tinggi dari lokasi di sisi selatan. Hal ini disebabkan daerah pada sisi selatan dermaga

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU161

Page 162: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

lebih terlindung dari tiupan angin. Faktor peredam angin yang utama adalah hutan

mangrove dan perbukitan bervegetasi hutan di bagian selatan – timur.

Pola arus permukaan maupun dekat dasar tidak persis sama dan selalu berubah-

ubah menurut pola pasut dan angin. Pada stasiun 1 untuk permukaan dan dekat dasar, arah

arus berkisar dari 215 – 350 derajat dan 255 – 295 derajat. Pada stasiun 2 berkisar dari 20 –

350 dan 125 – 330 derajat. Arah pergerakan floating material selama pengamatan pada

stasiun 1 – 7 berdasarkan pendekatan metode Lagrangian adalah 225 – 340 derajat (Barat

daya – Utara barat laut). Pola arus pada stasiun 7 yang letaknya di sisi selatan desa

Lelingluan tampak bergerak melingkar (eddys) pada waktu air bergerak surut.

Pola gerak arus seperti ini diduga akan mempengaruhi kecerahan perairan dan

transport material dasar ke permukaan laut. Nilai kecerahan perairan di stasiun 7 jauh lebih

kecil dari stasiun lainnya, dengan warna laut hijau keabuan. Hal ini menunjukkan bahwa

gerakan sel melingkar tersebut menyebabkan pengangkatan material dasar perairan yang

didominasi oleh lumpur. Lumpur tersebut berasal dari vegetasi hutan mangrove di

sekitarnya.

Hal lain yang dapat diamati adalah bahwa pada lokasi 7 dan sekitarnya akibat pola

arus melingkar tersebut menyebabkan kelimpahan plankton (fitoplankton maupun

zooplankton) lebih kecil dari lokasi lainnya yang berasosiasi dengan komunitas karang.

Gelombang

Berdasarkan informasi kecepatan angin atas permukaan laut dapat diprediksi tinggi

dan periode gelombang signifikan di perairan Larat, yakni sepertiga dari gelombang

tertinggi yang dapat terjadi. Penentuan tinggi dan periode gelombang signifikan rata-rata

dan harga terbesarnya dilakukan mengikuti prosedur yang direkomendasikan Newman dan

Pierson (1966) yang telah direview oleh Bowden (1984). Dengan asumsi bahwa kondisi

meteorologi Saumlaki adalah identik dengan Larat maka dapat diprediksi tinggi dan

periode gelombang siginifikan. Hasil analisis tinggi (Hs) dan periode gelombang signifikan

(Ts) dicantumkan pada Tabel 10 dan Tabel 11.

Sedangkan rata-rata tinggi dan periode gelombang terbesar akibat kecepatan angin

terbesar yang dapat terjadi berkisar dari 1.5 hingga 3.7 m, dengan periode 4.4 hingga 6.8

detik. Tinggi gelombang terbesar ditemukan dalam bulan Desember dan Pebruari, dan

terkecil pada bulan Oktober dan Nopember (1.3 m).

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU162

Page 163: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Informasi kecepatan angin dan gelombang di lokasi pengamatan dapat juga

diestimasi menggunakan pendekatan non-instrumental berdasarkan skala Beaufort

(Meteorological Office, 1977). Hasil estimasi menemukan tinggi gelombang di perairan

Larat selama pengamatan berkisar dari Force 1 – Force 3 (Tinggi gelombang terbanyak 0.1

m – 0.6 m dan tinggi maksimum 1.0 m), dengan rata-rata kecepatan angin permukaan pada

ketinggian 10 m adalah 2 – 9 knot ( 1 – 4.63 m/detik).

Kualitas Air

Suhu permukaan laut di perairan Larat berkisar dari 25.4 – 27.0 0C dengan rata-rata

25.5 – 26.8 0C. Nilai suhu minimum terendah ditemukan pada stasiun 1 dan suhu tertinggi

pada stasiun 6. Kisaran suhu yang ditemukan pada perairan ini cukup rendah, dan diduga

merupakan massa air yang terintrusi masuk dari laut Arafura selama musim Timur (Juli –

Agustus) melalui selat antara Larat dan Pulau Tanimbar – Lutur. Kekuatan pengaruh massa

air dingin tersebut masih bertahan sampai bulan September. Hal ini didukung dengan data

suhu udara pada stasiun meteorologi saumlaki yang rata-rata berkisar dari 25 – 26 0C.

Sebaran suhu permukaan laut di perairan Larat identik dengan di perairan Teluk Saumlaki.

Kecerahan perairan selama pengamatan berkisar dari 8.5 – 17.5 m. Kecerahan terendah

terukur pada stasiun 7 dan tertinggi pada stasiun 3, 4 dan 5. Rendahnya kecerahan pada

stasiun 7 diduga karena penyerapan sinar oleh materi sedimen tersuspensi dan plankton.

Warna air pada stasiun 7 didominasi oleh warna hijau – hijau kecoklatan, sedangkan pada

stasiun 3, 4 dan 5 ada variasi warna hijau kecoklatan saat surut hingga kebiruan saat

pasang tinggi. Kedalaman air pada stasiun 7 relatif lebih dangkal dibandingkan stasiun

lainnya, dan letaknya berdekatan dengan kawasan hutan mangrove dengan substrat dasar

perairan didominasi oleh lumpur.

Nilai salinitas permukaan laut berkisar dari 34.0 – 35 ppt dengan kisaran rata-rata

34.4 – 35.0 ppt saat air surut hingga pasang. Tingginya harga salinitas tersebut disebabkan

tidak adanya pasokan air tawar ke perairan, dan diduga merupakan massa air aseanik dari

Laut Arafura.

Kandungan oksigen berkisar dari 6.45 – 6.72 mg/l. Nilai terendah ditemukan di

stasiun 1 dan tertinggi di stasiun 2 dan 5. Nilai-nilai tersebut cukup tinggi sebagai suatu

indikasi berlangsungnya proses difusi O2 dari udara dan fotosistensis. Hal itu didukung

juga oleh rendahnya suhu permukaan laut.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU163

Page 164: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Nilai derajat keasaman air laut berkisar dari 7.4 – 7.9. Nilai terendah ditemukan

pada stasiun 2, dan nilai tertinggi ditemukan pada stasiun 3 – 7. Kisaran nilai pH demikian

berada dalam kisaran normal pH air laut yakni 7.8 – 8.3 (Skirrow, 1975). Hal ini berarti

tidak ada pembiasan nilai pH di perairan sekitarnya selama pe-ngamatan, kecuali pada

stasiun 1 dan 2. Pembiasan tersebut diduga ada kaitannya de-ngan radiasi matahari

(Skirrow, 1975), defisiensi oksigen dekat dasar (Orr, 1947), dan konsentrasi susbstansi

dalam kolom air akibat industri lokal (Hood, 1963). Kuatnya radiasi matahari

menyebabkan aktivitas fotosintesis dan pemanfaatan CO2 meningkat.

Konsentrasi materi tersuspensi di permukaan berkisar dari 4.04 mg/l – 8.89 mg/l.

Konsentrasi tertinggi terukur pada stasiun 5 dan terendah pada stasiun 3. Stasiun 5 letaknya

berdekatan dengan tanjung Lelingluan (sisi utara). Pada lokasi ini proses pergolakan air

lebih intensif karena berhadapan langsung dengan arah tiupan angin timur – tenggara.

Selain itu karena lokasi tersebut merupakan zone konvergensi gelombang atau pusat

konsentrasi energi gelombang (Pethick, 1984). Selama pengamatan, angin bertiup dari arah

118 – 180 derajat tetapi lebih intensif dari arah 140 – 160 derajat (tenggara).

BOD pada ke-4 stasiun penelitian relatif tinggi masing-masing berkisar antara 177-

193 (mg/l). Nilai BOD yang tinggi ini menunjukkan bahwa terdapat bahan organik yang

cukup banyak pada perairan lokasi penelitian, sehingga aktivitas mikroba juga cukup

tinggi. Sumber bahan organik pada perairan ini sebagian besar berasal dari limbah rumah

tangga.

Nilai nitrit untuk semua stasiun tidak terdeteksi, sedangkan nilai nitrat untuk semua

stasiun relatif normal berkisar antara 0,00012 – 0,00033 mg/. Sedangkan Kadar fosfat

untuk keempat stasiun penelitian relatif normal berkisar antara 0,01130 -0,0258 mg/l.

Sarana dan Prasarana

Sarana Umum Pemerintahan dan Instansi Vertikal

Kantor Camat (di dalamnya ada UPT dinas terkait, seperti: Kelautan dan Perikanan,

Pendidikan, Pengelolaan Keuangan Daerah, Kehutanan, dan Perkebunan Tanaman

Pangan), Kantor Polsek Tanimbal Utara, Kantor Koramil Larat, BRI unit Larat, PLN Unit

Pelayanan Larat, PDAM Cabang Larat, PT POS Larat, PT Telkom Tbk

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU164

Page 165: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Pendidikan

Di Pulau Larat, perkembangan pendidikan tingkat dasar hingga menengah cukup

tersedia namun tenaga pendidik dan sarana prasarana masih sangat terbatas. Jumlah sarana

pendidikan yang tersebar pada setiap desa adalah 15 SD, 7 SMP, 3 SMA, dan 1 SMK.

Kesehatan

Sarana Kesahatan belum tersebar merata di setiap desa. Jumlahnya adalah sebagai

berikut; 1 unit RS, 1 Unit Puskesmas Rawat Inap, 1 Unit Puskesmas, 3 Unit Puskesmas

Pembantu, 3 Unit Poskesdes.

Sarana Perhubungan

Sarana Prasarana yang mendukung perhubungan di pulau ini terdiri dari dermaga

perhubungan laut, ruang tunggu di dermaga, dermaga penyeberangan feri, bandar udara

perintis dan ruang tunggu bandara.

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Di Pulau Larat tersedia lahan yang potensial untuk bertani dan berkebun. Begitu

pula perairan pesisir sampai dengan batas zona kelola kabupaten (4 mil) yang dapat

dimanfaatkan untuk perikanan dan kegiatan lainnya.

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU165

Page 166: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

SELARU

Propinsi : MALUKU

Kabupaten : KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

Kecamatan : PULAU SELARU

Koordinat :

Gambaran Umum

Pulau Selaru merupakan salah satu pulau terluar (perbatasan) yang terdapat di

Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB). Di pulau ini terdapat titik dasar (TD)

no. 106 dan titik referensi (TR) no. 106A. Luas wilayah total pulau ini adalah 3.667,86

km2 yang meliputi luas daratan sebesar 353.87 km2 dan luas laut untuk wilayah kelola

Kabupaten (0-4 mil) sebesar 1.015,51 km2 dan luas wilayah kelola Provinsi (4-12 mil)

sebesar 2.298,48 km2.

Secara administratif, pulau ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Selaru,

Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Provinsi Maluku. Secara geografis, pulau ini

terletak di perairan Laut Arafura pada koordinat 08o 11’ 02’’ LS dan 130o 57’ 43’’ BT.

Pulau Selaru merupakan satu kecamatan tersendiri dari 10 kecamatan yang ada di

Maluku Tenggara Barat, yang terdiri dari tujuh desa: Adaut, Namtabung, Kandar, Lingat,

Werain, Fursuy, dan Eliasa. Desa Adaut merupakan Ibukota kecamatan Selaru. Desa-desa

di Selaru terletak di pesisir pantai. Adaut merupakan desa yang terluas, 223,09 km2 atau

sekitar 27% dari luas kecamatan Selaru. Sementara itu, Werain merupakan desa dengan

luas terkecil yaitu 82,63 km2 atau sekitar 10% dari luas kecamatan Selaru. Dari tujuh desa

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU166

Page 167: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

yang ada, hanya Adaut yang tergolong maju, sedangkan enam desa lainnya masih

tertinggal.

Kependudukan, Sosial Budaya dan Kelembagaan

Berdasarkan hasil pendataan adminstrasi wilayah Provinsi Maluku Tahun 2005 di

wilayah P. Selaru terdapat 6 desa dengan total jumlah penduduk sebanyak 11.488 jiwa

yang terdiri dari laki-laki 5.862 jiwa dan perempuan sebanyak 5.626 Jiwa.

Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut

Penggunaan lahan daratan pesisir di Pulau Selaru meliputi hutan primer, hutan

sekunder, hutan pantai, semak dan alang-alang, belukar, ladang/tegalan, kebun campuran,

tanah kosong, dan pemukiman. Luas pemukiman desa di Pulau Selaru 4,2103 km2, semak

4,84 km2, lahan kosong 4,80 km2, dan lain-lain (kebun campuran, ladang, tegalan dan

hutan).

Pantai berbatu mencakup pantai tebing terjal, platform pantai, dan bongkahan batu

karang juga merupakan lahan kosong yang tidak dimanfaatkan. Pada rataan pasut berpasir

terdistribusi vegetasi lamun, algae dan berbagai biota yang berasosiasi dengannya, dengan

penutupan lamun dan algae yang bervariasi. Agihan terumbu karang cukup luas di wilayah

ini yakni 60,22 km2.

Pantai berbatu mencakup pantai tebing terjal, platform pantai, dan bongkahan batu

karang juga merupakan lahan kosong yang tidak dimanfaatkan. Pada rataan pasut berpasir

terdistribusi vegetasi lamun, algae dan berbagai biota yang berasosiasi dengannya, dengan

penutupan lamun dan algae yang bervariasi. Agihan terumbu karang cukup luas di wilayah

ini yakni 60,22 km2, Lamun 14,24 km2, Saaru 33,24 km2, rawa 5,48 km2 dan hutan

mangrove 11,34 km2. Di luar zone pasang surut, yang merupakan perairan oseanis

dimanfaatkan untuk penangkapan ikan dan budidaya perairan. Jenis penangkapan ikan

meliputi penangkapan ikan pelagis, demersal dan karang, sedangkan jenis kegiatan

budidaya mencakup budidaya ikan, rumput laut dan teripang.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU167

Page 168: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Hutan Mangrove

Komunitas mangrove Desa Adaud Pulau Selaru terletak pada posisi 131o 06’965’’

dan 08o 08’227’’ dengan luas total sebesar 11.3371 km2. Kenampakan seca-ra visual di

lapangan tumbuh pa-da substrat lumpur, lumpur ber-pasir bercampur patahan karang

memiliki dasar perairan yang landai. Jenis mangrove yang dijumpai dan lebih

mendominasi adalah mangrove dari famili Rhisophoraceae sedangkan jenis-jenis yang

ditemui adalah Rhizophora apiculata, R. mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia

alba, Avicenia sp, presen penutupan lahan masing-masing adalah Anakan (24,59 %),

Sapihan (45,9 %) Pohon (29,51 %).

Padang Lamun

Di Pulau Selaru, dijumpai enam spesies lamun diantaranya Thalassia hemprichii:

Enhalus acoiroides; Halophyla ovata; Cymodocea rotundata; Halodule uninervis;

Syringodium isoetifolium. Luasan tutupan lahan pada lokasi pengamatan sebesar 43.17 %

tutupan lahan lamun.

Luas lamun wilayah Pulau Selaru mencapai 14.236 km2, sementara panjang total

padang lamun mencapai 98.071 km dan lebar rata-rata 0.1452 km. Secara umum

perkembangan lamun di Pulau Selaru cukup baik karena disokong oleh kondisi fisik-kimia

perairan yang sangat mendukung.

Kerapatan lamun di Pulau Selaru berdasarkan hasil pengamatan ditemukan sebesar

230,29 tegakan/m2, dimana kerapatan tertinggi ditemukan pada jenis Cymodecea

rotundata sebesar 42,67 tegakan/m2; dan terendah pada jenis Enhalus acoroides sebesar

21,33 tegakan/m2. Nilai kerapatan jenis yang ada berbanding terbalik dengan tingkat

persen tutupan untuk beberapa jenis lamun yang dijumpai.

Terumbu Karang

Luas terumbu karang wilayah Pulau Selaru mencapai 60.2215 km2, sementara

panjang total terumbu karang mencapai 299.6326 km dan lebar rata-rata 0.201 km. Secara

umum perkembangan terumbu dan karang di Pulau Selaru cukup baik karena disokong

oleh kondisi fisik-kimia perairan yang sangat menunjang perkembangan terumbu dan

pertumbuhan karang.

Karang batu yang tumbuh dan tersebar pada areal terumbu perairan Pulau Selaru

sebanyak 112 spesies 48 genera dan 16 famili. Karang batu famili Acroporidae dan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU168

Page 169: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Faviidae memiliki kekayaan spesies lebih tinggi dari famili karang yang lain. Kekayaan

spesies karang batu di perairan Adaut (103 spesies) lebih tinggi dibanding lokasi

Namtabung (83 spesies). Karang batu famili Acroporidae dan Faviidae memiliki kekayaan

spesies lebih tinggi dari famili karang batu yang lain.

Komponen biotik yang menutupi dasar perairan di Pulau ini secara umum sangat

tinggi dengan persen penutupan substrat sebesar 96,50%, jauh lebih tinggi bila

dibandingkan dengan komponen abiotik, maupun bila dilihat berdasarkan titik

pengamatan.

Secara umum kondisi terumbu karang di Pulau ini berada pada kategori baik

(Good) dengan persen penutupan sebesar 62,52%, tetapi bila dilihat berdasarkan titik

pengamatan maka kondisi terumbu karang di Adaut sangat baik (Exellent) dengan persen

penutupan sebesar 78,10% sedangkan di Namtabun berada pada kondisi kurang baik (Fair)

dengan persen penutupan sebesar 46,94%. Kondisi terumbu karang dengan kategori kurang

baik di Namtabun dipengaruhi oleh persen tutupan hewan-hewan laut lainnya (other

faunas) yakni sebesar 43,94% yang mendekati persen tutupan karang batu terutama berasal

dari karang lunak (soft coral). Sumbangan terbesar untuk penutupan karang batu di Pulau

ini secara keseluruhan maupun berdasarkan titik pengamatan berasal dari karang Non

Acropora.

Alga

Jenis makro algae pada perairan Pulau Selaru dijumpai sebanyak 17 spesies, yang

da-pat diklasifikasikan ke dalam 10 genus, 7 famili, 5 ordo dan 3 devisi.

Pengelompokannya dalam 3 devisi utama yaitu alga hijau (Chlorophyta) terdiri dari 3

spesies, alga coklat (Phaeophyta) yang terdiri dari 8 spesies dan alga merah (Rhodophyta)

yang terdiri dari 6 spesies. Dari jenis jenis yang ditemukan tersebut, ada jenis-jenis yang

memi-liki nilai ekonomis penting diantaranya adalah yang ber-asal dari genus Hypnea,

Gracilaria, Eucheuma dan Caulerpa

Ikan (Ikan Demersal, Ikan Karang dan Ikan Hias)

Pengambilan data ikan karang pada perairan pantai di Pulau Selaru dilakukan pada

dua titik pengamatan yakni: Desa Adaut dan Desa Namtabun. Secara keseluruhan pada

Pulau ini dijumpai sebanyak 143 spesies ikan yang tergolong ke dalam 74 genera dan 27

famili. Kelimpahan spesies ikan karang tertinggi dijumpai pada titik pengamatan di Adaut

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU169

Page 170: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

yakni sebanyak 136 spesies dan terendah dijumpai pada titik pengamatan di Namtabun

yakni sebanyak 102 spesies.

Sumberdaya Non Hayati

Aktivitas Pengelolaan Sumberdaya

Lingkungan

FISIOGRAFI

Gugusan Pulau Selaru memiliki 5 pulau kecil yaitu P. Selaru, P. Riama, P.

Batarkusu, P. Adanar, dan P. Nuyanat, dengan pulau Selaru sebagai pulau terbesar.

Topografi pulau Selaru dan pulau pulau kecil lainnya relatif rendah, dengan ketinggian

umumnya < 100 m. Morfologi daerah ini dikelompokkan atas dua satuan morfologi yakni

morfologi dataran dan perbukitan. Daerah dataran terdistribusi di Selaru bagian selatan,

sedangkan daerah berbukit terdistrubusi di Selaru Utara Timur dan sebagian kecil area di

Selaru Selatan (bagian Timur Erain). Satuan bentuklahan asal di pulau ini adalah karst dan

marin.

Daerah ketinggian pada wilayah Pulau Selaru dibagi atas 2 kelas, yaitu: (1) daerah

Rendah (R) dengan ketinggian 0 – 100 m; dan (2) daerah Tengah (M) dengan ketinggian

100 – 500 m, dengan tiga kelas lereng yakni kemiringan lereng datar (0-3%),

landai/berombak (3-8%), dan bergelombang (8-15%).

Secara geologi, batuan yang tersingkap di wilayah Selaru adalah perselingan

lempung coklat kemerahan dan kelabu, dengan tufa kaca putih kotor; ke arah bagian atas

terdapat sisipan batu gamping coklat kemerahan sampai kelabu, pasir gampingan dan batu

pasir kuarsa; batuan ini termasuk dalam formasi Tangustabun yang berumur Paleogen

(tersier awal). Batuan ini tersebar luas di pualu Yamdena bagian tengah, membentuk

perbukitan yang memanjang dengan arah barat daya – timur laut; tebal minimum 600 m.

Daerah ini juga terdapat batuan yang terdiri dari bermacam-macam batuan baik batuan

beku, malihan, dan batuan sedimen yang umumnya berbeda-beda; batuan campuran ini

dikelompokan dalam Komplek Molu, ini diduga terbentuk oleh adanya aktivitas tektonik

pada awal neogen yang merupakan batuan “melange”. Sebaran batuan ini cukup luas,

meliputi pulau kecil di utara P. Yamdena. Hubungan dengan formasi Tangustabun tidak

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU170

Page 171: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

jelas. Di atas formasi Tangustabun dan Komplek Molu, di endapkan secara tidak selaras

batuan dari Batimafudi yang terdiri dari perselingan batugamping pasiran, napal dan batu

pasir gampingan; berumur Miosen. Batuan dari formasi ini tersebar luas di P. Yamdena

bagian timur, berupa perbukitan dengan arah peggunungan barat daya – timur laut. Dalam

formasi Batimafudi terdapat anggota napal yang batuannya terdiri dari napal bersisipkan

batu gamping pasiran, tersebar luas dari P. Yamdena bagian barat dan utara, membentuk

perbukitan bergelombang rendah dan juga di beberapa pulau sekitarnya. Formasi ini

ditindih takselaras oleh formasi Batilembuti yang berumur Pliosen; yang hampir

seluruhnya terdiri dari napal, berwarna putih kotor sampai kelabu muda dan bersifat pejal,

kaya akan fosil plankton dan bentos; bagian atasnya berupa batu gamping yang sangat

rapuh, setempat napal kapuran berwarnah putih dan ringan. Sebarannya cukup luas di P.

Yamdena bagian barat dan utara P. Selaru, P. Larat dan pulau-pulau kecil lainnya.

Tenaga berperan terhadap perubahan geomorfologi sepanjang pesisir Pulau Selaru

adalah tenaga marin yakni gelombang, pasang surut dan arus. Proses geomorfologi di

kawasan ini meliputi proses destruksional (pelapukan sepanjang garis pantai dan erosi

pantai), dan proses kontruksional (pergerakan sedimen dan deposisi sedimen). Satuan

bentuklahan hasil proses tersebut adalah gisik, rataan pasang surut, terumbu karang, rataan

pengikisan gelombang (platform), tebing terjal (cliff), tebing menggantung (notch), stack

dan saaru.

Pantai bergisik merupakan pantai tipe deposisional musiman dengan distribusi yang

tidak merata di sepanjang pulau Selaru. Pada sisi lain akumulasi material pasir di pantai

sangat bergantung pada arah datang dan sudut jangkauan gelombang dengan pantai. Pantai

yang letaknya berhadapan langsung dengan arah gelombang datang yang materialnya

adalah gamping koral mengalami erosi yang sangat kuat sehingga memiliki ciri pantai

abrasi. Tingkat abrasi sangat kuat pada hampir sepanjang pantai, terutama bagian timur dan

barat pulau (daerah Linget) yang dipengaruhi musim barat dan timur. Platform pantai

kawasan ini cukup lebar, banyak tebing terjal, goa-goa karang dan hancuran batu karang.

Kedudukan pesisir Pulau Selaru relatif terbuka, hanya bagian utara timur laut

(Adaut dan Kore) yang relatif terlindung (teluk). Saaru di kawasan ini berjumlah 18 buah,

diantaranya 8 buah di barat daya Selaru, 7 buah di bagian barat, dan 4 buah di bagian

timur.

Mengacu pada Peta Pulau–Pulau Seramata dan Pulau–Pulau Tanimbar No.48 Skala

1: 500.000 yang dikeluarkan oleh DISHIDROS tahun 2003 menunjukkan bahwa distribusi

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU171

Page 172: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

kedalaman perairan pesisir di Pulau Selaru cenderung dangkal. Perairan dangkal di

dominasi oleh rataan terumbu yang luas terutama di kawasan perairan bagian utara Adaut,

timur, Lingat, selatan Tg. Araousu dan bagian barat daya Nangtabung di Pulau Selaru.

Kelandaian perairan yang dihitung terhadap kontur kedalaman referensi 200 meter

menunjukkan bahwa kelandaian perairan berkisar antara 1 – 3,33 % dapat dikategorikan

sebagai perairan dengan kemiringan yang landai. Perairan dengan kemiringan 1 %

ditemukan pada perairan pantai Namtabung kemudian diikuti oleh perairan bagian selatan

Pulau Selaru dan Lingat di bagian timur dengan kemiringan bervariasi antara 1,08 – 1,33

% sementara kelandaian maksimum ditemukan pada perairan pantai Adaut.

IKLIM

Iklim di wilayah P. Seluru dipengaruhi oleh laut Banda, Laut Arafura dan

Samudera Indonesia juga dibayangi oleh Pulau Irian bagian Timur dan Benua Australia

bagian Selatan sehingga sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan. Iklim di wilayah ini

sangat dipengaruhi oleh pergantian musim, baik musim Timus, musim Barat maupun

musim pancaroba (peralihan). Keadaan curah hujan secara umum di Pulau Selaru berkisar

antara 1000 – 2000 mm pertahun. Suhu rata-rata adalah 27.6 ºC dengan suhu minimum

absolute rata-rata 21,8 ºC dan suhu maksimum absolute rata-rata 33.0ºC, sedangkan rata-

rata kelembapan udara relative adalah 80,2%; penyinara matahari rata-rata 71,0%; dan

tekanan udara rata-rata 1.011,8 milibar.

Berdasarkan klasifikasi agroklimat menurut OLDEMAN, IRSAL dan MULADI

(1981), Maluku Tenggara Barat terbagi dalam dua zone agroklimat dimana Pulau Selaru

dikategorikan dalam Zone C3: bulan basah 5 – 6 bulan dan kering 4 – 5 bulan.

OCEANOGRAFI

Pasang Surut dan Arus

Panjang garis pantai wilayah Pulau Selaru berdasarkan hasil perhitungan ditemukan

pan-jang total garis pantai wilayah Pulau sebesar 150.02 km. Pasang surut di perairan

Pulau Selaru memiliki tipe yang sama dengan daerah lainnya di Maluku, yaitu digolongkan

sebagai pasang cam-puran mirip harian ganda (predominantly semi diurnal tide). Ciri

utama tipe pasang surut ini adalah terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dimana pasang

pertama selalu lebih besar dari pasang kedua.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU172

Page 173: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Tunggang air (tidal range) maksimum perairan ini umumnya berkisar antara 2 – 2,5

meter. Tunggang air ini dapat menyebabkan bagian perairan yang lebih dangkal akan

muncul kepermukaan seperti di perairan pantai Namtabung, Lengat, Werain, Riama dan

Kandar. Kejadian “Meti Kei” selama bulan Oktober memberikan dampak kekeringan yang

luar biasa di daerah tersebut sehingga dapat berakibat fatal bagi organisme termasuk

terumbu karang.

Arus atau perpindahan massa air di perairan Pulau ini merupakan kombinasi arus

angin dan arus pasang surut. Kecepatan arus angin pada bulan Oktober di perairan ini

dapat mencapai 1 m.s-1 dominan bergerak dari arah timur menuju perairan bagian barat.

Kecepatan arus pasang surut yang terekam bervariasi antara 0,21 – 0,34 m.s-1 dengan nilai

kecepatan rerata 0,27 m.s-1. Kecepatan arus minimum dijumpai di perairaian pantai Adaut

sedangkan kecepatan maksimum di perairan sekitar Namtabung pada saat air bergerak

surut.

Gelombang

Energi angin sebagai pembangkit gelombang utama di laut pada musim timur di

estimasi mampu menghasilkan tinggi gelombang signifikan maksimum setinggi 4 meter

dengan periode 7,8 detik di perairan Kabupaten MTB. Besarnya tinggi gelombang dan

energi yang dihasilkan diasumsi-kan sama untuk seluruh kawasan perairan Pulau yang ada

di Kabupaten ini.

Gelombang yang datang di perairan Pulau Selaru cenderung dan dominan

menggempur perairan pantai bagian utara sampai selatan Pulau Selaru. Dengan topografi

dasar perairan yang landai, tinggi dan energi gelombang dapat meningkat tajam sampai

pada kondisi yang membaha-yakan bagi aktivitas pelayaran maupun kegiatan “bameti”.

Sementara di bagian barat pulau yaitu perairan pantai Adaut dan Namtabung, kondisi

perairan relatif lebih tenang karena energi angin telah mengalami peredaman yang

signifikan.

Kualitas Air

Suhu permukan laut di Pulau Selaru relatif rendah bervariasi antara 26,80 – 27,40

°C de-ngan nilai rerata 27,10 °C. Suhu minimum dijumpai pada perairan sekitar Adaut

sedangkan maksi-mum di perairan Namtabung. Rendahnya suhu permukaan perairan di

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU173

Page 174: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Pulau ini berhubungan de-ngan proses taikan yang terjadi serempak di Laut Banda dan

Arafura pada bulan Juli – Agustus.

Kadar salinitas permukaan perairan bervariasi antara 34 – 35 ppt dengan nilai rerata

34,50 ppt. Nilai kadar minimum salinitas dijumpai pada bagian perairan Namtabung

dimana air laut sedikit mengalami pengenceran oleh massa air tawar melalui sungai yang

bermuara di sekitar per-airan tersebut sementara nilai maksimum dijumpai pada perairan

pantai Adaut.

Transparansi atau kecerahan perairan adalah kemampuan perairan untuk

meloloskan caha-ya matahari ke dalam kolom air sangat bergantung dari kandungan

padatan tersuspensi, sudut mata-hari dan jenis awan. Tingkat kecerahan perairan

dikategorikan atas: (1) Buruk (0 – 5 m); (2) Sedang (6 -10 m) dan (3); Baik (> 11 m).

Berdasarkan acuan ini maka tingkat kecerahan perairan di Pulau Selaru dikategorikan atas

tingkat kecerahan buruk sampai sedang dimanan kecerahan perairan ber-variasi antara 4 -

11 meter dengan nlai rerata 7,5 meter.

Kecerahan perairan terendah berada di perairan Namtabung sedangkan yang

tertinggi ditemukan pada perairan pantai Adaut. Rendahnya nilai transparansi ini

disebabkan oleh kekeruhan yang tinggi sebagai akibat turbulensi yang intensif di perairan

pantai Namtabung.

Kandungan padatan tersuspensi (TSS) di perairan Pulau Selaru berkisar antara 0,56

– 0,65 mg/l dengan nilai rerata sebesar 0,61 mg/l. Nilai minimum TSS dijumpai pada

perairan Adaut sementara maksimum di perairan Namtabung. Rendahnya TSS di Adaut

berhubungan dengan keda-laman perairan yang dalam serta posisi yang terbuka sehingga

sirkulasi massa air berjalan dengan baik, sedangkan perairan Namtabung relatif dangkal

dilingkupi oleh dataran terumbu yang luas yang berbentuk semi tertutup.

Nilai-nilai TSS yang diperoleh ini masih dapat digolongkan cukup rendah

memungkinkan penetrasi cahaya matahari jauh ke dalam kolom perairan sehingga proses

fotosintesis tumbuhan akuatik dapat berlangsung dengan baik.

Tingkat kesadahan air laut atau pH untuk perairan laut Pulau Selaru relatif tinggi

berkisar antara 8,35 – 8,66 dengan nilai rerata 8,51. Nilai pH minimum terkonsentrasi di

perairan pantai Adaut sedangkan perairan dengan konsentrasi maksimum berada pada

perairan Namtabung.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU174

Page 175: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Kondisi nilai pH demikian menunjukkan bahwa perairan ini bersifat basa dan

cenderung di dominasi oleh massa air oseanik. Kisaran nilai pH masih berada dan bahkan

melampaui kisaran nilai pH (7,5-8,4) menurut Mayunar et al. (1995).

Sumber utama oksigen terlarut (Dissolved Oxygen / D.O.) di laut berasal dari

atmosfir dan hasil fotosintesis fitoplankton dan berbagai jenis tanaman laut lainnya.

Konsentrasi oksigen terlarut di permukaan perairan Pulau Selaru bekisar antara 11,30 -

13,50 mg/l dengan nilai rerata 12,40 mg/l. Konsentrasi DO minimum dijumpai pada

perairan Namtabung sementara konsentrasi maksimum dijumpai pada perairan Adaut.

Nilai-nilai kadar DO ini masih berada pada kisaran nilai yang dibolehkan maupun

diinginkan untuk kegiatan konservasi dan budidaya biota laut menurut KepMen KLH

No.02/1988.

Unsur hara seperti posfor, nitrat dan nitrit memiliki kecenderungan bervariasi.

Konsentrasi fosfat pada lapisan permukaan perairan cukup tinggi dimana nilai berkisar

antara 0,32 – 0,40 mg/l dengan nilai rerata 0,36 mg/l. Tingginya kandungan fosfat pada

perairan ini diduga berhubungan dengan sumbangan zat hara melalui seresah yang berasal

dari ekosistem bakau yang banyak ditemukan di Pulau Selaru. Kadar minimum fosfat

dijumpai pada perairan pesisir Adaut sedangkan kadar maksimum di perairan pesisir

Namtabung.

Seperti halnya fosfat, nitrit dan nitrat berfungsi sebagai indikator tingkat kesuburan

perair-an, tetapi di permukaan perairan kadar nitrit sangat kecil karena di oksidasi menjadi

nitrit. Kon-sentrasi nitrit akan meningkat kecuali pada daerah perairan neritik yang relatif

dekat dengan buang-an limbah industri. Konsentrasi nitrit di perairan Pulau Selaru

cenderung tinggi bervariasi antara 0,006 – 0,009 mg/l dengan nilai rerata 0,008 mg/l.

Konsentrasi nitrit minimum ditemukan pada perairan sekitar pantai Namtabung sementara

kandungan maksimum dijumpai di perairan Adaut. Sama halnya dengan nitrit, konsentrasi

nitrat di permukaan perairan tinggi bervariasi antara 0,5 – 0,9 mg/l dengan nilai rerata 0,70

mg/l. Distribusi nilai nimum dan maksimum kandungan nitrat di perairan ini memiliki

kesamaan pola dengan nitrit. Tingginya nilai konsentrasi nitrit dan nitrat di perairan ini

diduga berhubungan dengan sumbangan kedua unsur ini kelalui seresah yang berasal dari

ekosistem bakau yang banyak tumbuh disekitar perairan Pulau Selaru.

Selain kadar unsur hara oraganik, beberapa kandungan senyawa logam juga

ditemukan di perairan P. Selaru. logam Kandungan Cr dan Cu di perairan Pulau Selaru

ditemukan cukup signi-fikan dalam kolom air permukaan laut dan diduga kuat

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU175

Page 176: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

berhubungan dengan sumbangan kedua unsur melalui batuan dasar yang menyusun Pulau

Selaru. Konsentrasi kadar nilai Cr diperairan ber-kisar antara 0,01-0,03 mg/l dengan nilai

rerata 0,02 mg/l. Konsentrasi minimum unsur ini dijumpai pada perairan pesisir

Namtabung sementara konsentrasi maksimum berada pada perairan pesisir Adaut.

Konsentrasi kadar nilai Cu berkisar antara 0,56 - 0,65 mg/l dengan nilai rerata 0,61 mg/l.

Konsentrasi nilai minimum ditemukan pada perairan sekitar Adaut sedangkan konsentrasi

maksimum di perairan Namtabung.

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang ada di Pulau Selaru antara lain: Sarana umum

pemerintahan di Adaut (meliputi kantor camat, kantor UPTD Pendidikan Pemuda dan

Olahraga, kantor Polsek, dan kantor Koramil), Sarana pendidikan (TK, SD, SMP, SMA

cukup tersedia namun tenaga pendidik cukup terbatas), Sarana kesehatan penyebarannya

belum merata di semua desa, Perikanan, dan sarana prasarana pendukung perikanan di

Pulau Selaru (kapal penangkap ikan dan alat penangkap ikan).

Peluang Investasi

Potensi dan Arahan Pengembangan

Potensi Sumberdaya Alam

dengan luas 3.256,074 hektar, tersedia lahan daratan yang potensial untuk bertani

dan berkebun. Begitu pula dengan lahan perairan pesisir sampai dengan zona kelola

kabupaten yang dapat dimanfaatkan untuk perikanan dan kegiatan lainnya.

Pertanian dan Perkebunan

merupakan salah satu sektor strategis di Pulau Selaru yang dikembangkan untuk

memenuhi konsumsi lokal. Potensi pertanian diklasifikasikan ke dalam delapan jenis

tanaman pangan (padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang hijau,

kacang-kacangan dan umbi-umbian lainnya).

Potensi perkebunan terdiri dari jenis tanaman seperti kelapa, jambu mete, dan

kemiri. Berdasarkan data BPS 2011 lausan area untuk beberapa jenis tanaman perkebunan

yaitu kelapa 3.218 hektar, jambu mete 721 hektar. Produksi 2011, 5.294 ton kepala dan

465 ton jambu mete.

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU176

Page 177: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

Peternakan

Potensi ternak berupa sapi, kambing, ayam dan babi namun pengembangannya

masih bersifat tradisional. Populasi ternak terdiri dari: sapi 28 ekor, kambing 5 ekor, babi

3.164 ekor, dan ayam 2.432 ekor.

Kondisi Perairan

Kondisi perairan Selaru sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Hal ini didukung

faktor biokimia perairan seperti: kadar oksigen, kandungan fosfat dan nitrat serta klorofil-a

sebagai indikator kesuburan perairan. Konsentrasi fosfat pada permukaan perairan cukup

tinggi dengan kisaran 0,05 - 0,9 mg/l. Tingginya kandungan fosfat ini diduga berhubungan

dengan sumbangan zat hara melalui seresah dari ekosistem bakau di Pulau Selaru.

Konsentrasi nitrit di perairan cenderung tinggi, bervariasi antara 0,0001 - 0,0009 mg/l.

Hasil liputan citra MODIS memperlihatkan klorofilia fitoplankton memiliki kandungan

yang tinggi dengan nilai antara 75 - 1 mg/m3, menyebar di sekitar pantai Utara Pulau

Selaru, yaitu perairan Adaut dan perairan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

Kendala Pengembangan

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU177

Page 178: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

ARARKULA 1

GAMBARAN UMUM 1

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 2

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 2

POTENSI SUMBERDAYA TERESTERIAL 2

POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 3

TERUMBU KARANG 3

LAMUN 4

IKAN KARANG 4

PERIKANAN TANGKAP 5

SUMBERDAYA MAKRO BENTOS 6

SUMBERDAYA NON HAYATI 7

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 7

LINGKUNGAN 7

SARANA DAN PRASARANA 9

PELUANG INVESTASI 9

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 9

KENDALA PENGEMBANGAN 9

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU178

Page 179: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

BATUGOYANG 10

GAMBARAN UMUM 10

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 11

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 11

POTENSI SUMBERDAYA TERESTERIAL 11

POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 11

IKAN KARANG 11

PERIKANAN TANGKAP 12

SUMBERDAYA NON HAYATI 13

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 13

LINGKUNGAN 13

SARANA DAN PRASARANA 16

PELUANG INVESTASI 16

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 16

KENDALA PENGEMBANGAN 16

ENU 17

GAMBARAN UMUM 17

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 18

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU179

Page 180: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 21

SUMBERDAYA NON HAYATI 21

POTENSI SUMBERDAYA TERESTERIAL 21

POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 22

HUTAN MANGROVE 22

PADANG LAMUN 23

TERUMBU KARANG 24

IKAN KARANG 25

PERIKANAN TANGKAP 27

MAKRO BENTOS 29

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 30

LINGKUNGAN 30

KUALITAS AIR 31

SARANA DAN PRASARANA 32

PELUANG INVESTASI 32

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 32

PERIKANAN BUDIDAYA 32

KENDALA PENGEMBANGAN 35

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU180

Page 181: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

KARANG 36

GAMBARAN UMUM 36

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 37

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 37

POTENSI SUMBERDAYA TERESTERIAL 37

POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 38

HUTAN MANGROVE 38

LAMUN 38

TERUMBU KARANG 39

IKAN KARANG 41

PERIKANAN TANGKAP 42

SUMBERDAYA NON HAYATI 44

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 44

LINGKUNGAN 44

SARANA DAN PRASARANA 46

PELUANG INVESTASI 46

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 46

KONSERVASI 46

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU181

Page 182: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

PARIWISATA 47

KENDALA PENGEMBANGAN 48

KARAWEIRA / KAREREI 49

GAMBARAN UMUM 49

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 50

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 50

LAMUN 51

TERUMBU KARANG 51

IKAN KARANG 52

PERIKANAN TANGKAP 52

MAKROBENTOS 53

SUMBERDAYA NON HAYATI 53

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 53

LINGKUNGAN 53

SARANA DAN PRASARANA 56

PELUANG INVESTASI 56

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 56

KENDALA PENGEMBANGAN 56

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU182

Page 183: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

KULTUBAI SELATAN 57

GAMBARAN UMUM 57

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 58

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 58

POTENSI SUMBERDAYA TERESTERIAL 58

POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 59

HUTAN MANGROVE 59

PADANG LAMUN 60

TERUMBU KARANG 60

IKAN KARANG 61

PERIKANAN TANGKAP 63

MAKRO BENTOS 64

SUMBERDAYA NON HAYATI 64

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 65

LINGKUNGAN 65

SARANA DAN PRASARANA 67

PELUANG INVESTASI 67

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 67

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU183

Page 184: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

KONSERVASI 67

PARIWISATA 68

KENDALA PENGEMBANGAN 68

KULTUBAI UTARA 69

GAMBARAN UMUM 69

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 70

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 70

POTENSI SUMBERDAYA TERESTERIAL 70

POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 70

MANGROVE 70

PADANG LAMUN 71

TERUMBU KARANG 72

IKAN KARANG 72

PERIKANAN TANGKAP 74

MAKRO BENTHOS 75

SUMBERDAYA NON HAYATI 76

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 76

LINGKUNGAN 76

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU184

Page 185: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

SARANA DAN PRASARANA 78

PELUANG INVESTASI 78

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 78

KENDALA PENGEMBANGAN 78

PANAMBULAI 79

GAMBARAN UMUM 79

ADMINISTRATIF 79

GEOGRAFI 79

AKSESIBILITAS 79

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 80

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 81

POTENSI SUMBERDAYA TERESTERIAL 81

POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 81

HUTAN MANGROVE 81

TERUMBU KARANG 82

IKAN KARANG 84

PERIKANAN TANGKAP 86

MAKRO BENTOS 88

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU185

Page 186: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

POTENSI PARIWISATA 89

SUMBERDAYA NON HAYATI 89

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 89

LINGKUNGAN 89

FISIOGRAFI 89

IKLIM 90

OCEANOGRAFI 90

PASANG SURUT DAN ARUS 90

GELOMBANG 91

KUALITAS AIR 91

SARANA DAN PRASARANA 92

PELUANG INVESTASI 92

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 92

KENDALA PENGEMBANGAN 92

KISAR 93

GAMBARAN UMUM 93

WILAYAH ADMINISTRASI DAN GEOGRAFIS PULAU 93

AKSESIBILITAS 93

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU186

Page 187: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

TRANSPORTASI LAUT 93

TRANSPORTASI UDARA 94

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 95

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 95

HUTAN MANGROVE 95

PADANG LAMUN 95

TERUMBU KARANG 96

PERIKANAN 96

MAKRO BENTOS 97

PARIWISATA BAHARI 98

SUMBERDAYA NON HAYATI 99

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 99

LINGKUNGAN 99

KLIMATOLOGI 100

SARANA DAN PRASARANA 100

PELUANG INVESTASI 100

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 100

UPAYA PEN G EMBANGAN 100

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU187

Page 188: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

KENDALA PENGEMBANGAN 101

LETI 102

GAMBARAN UMUM 102

ADMINISTRATIF 102

AKSESIBILITAS 102

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 103

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 103

POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 103

PADANG LAMUN 103

TERUMBU KARANG 104

ALGA 105

FAUNA BENTHOS 105

IKAN (IKAN DEMERSAL, IKAN KARANG DAN IKAN HIAS) 105

PERIKANAN TANGKAP 105

SUMBERDAYA NON HAYATI 106

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 106

LINGKUNGAN 106

OCEANOGRAFI 107

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU188

Page 189: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

IKLIM 107

KUALITAS PERAIRAN 107

PASANG SURUT DAN ARUS 107

GELOMBANG 108

KUALITAS AIR 108

SARANA DAN PRASARANA 110

PELUANG INVESTASI 110

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 110

KENDALA PENGEMBANGAN 110

GAMBARAN UMUM 111

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 111

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 111

SUMBERDAYA NON HAYATI 112

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 112

LINGKUNGAN 112

SARANA DAN PRASARANA 112

PELUANG INVESTASI 113

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 113

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU189

Page 190: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

KENDALA PENGEMBANGAN 113

MASELA 114

GAMBARAN UMUM 114

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 114

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 114

POTENSI SUMBERDAYA TERESTERIAL 115

POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 115

HUTAN MANGROVE 115

PADANG LAMUN 116

TERUMBU KARANG 117

ALGA 117

MAKRO BENTHOS 118

IKAN (IKAN DEMERSAL, IKAN KARANG DAN IKAN HIAS) 118

PERIKANAN TANGKAP 118

SUMBERDAYA NON HAYATI 119

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 119

LINGKUNGAN 119

FISIOGRAFI 119

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU190

Page 191: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

IKLIM 120

OCEANOGRAFI 120

PASANG SURUT DAN ARUS 120

GELOMBANG 121

KUALITAS AIR 121

SARANA DAN PRASARANA 123

PELUANG INVESTASI 123

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 123

KENDALA PENGEMBANGAN 123

MEATIMIARANG 124

GAMBARAN UMUM 124

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 124

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 125

POTENSI SUMBERDAYA TERESTERIAL 125

POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 126

HUTAN MANGROVE 126

PADANG LAMUN 126

TERUMBU KARANG 127

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU191

Page 192: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

ALGA 128

FAUNA BENTOS 128

IKAN (IKAN DEMERSAL, IKAN KARANG DAN IKAN HIAS) 128

PERIKANAN TANGKAP 129

SUMBERDAYA NON HAYATI 129

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 129

LINGKUNGAN 129

IKLIM 130

OCEANOGRAFI 130

PASANG SURUT DAN ARUS 130

GELOMBANG 131

KUALITAS AIR 131

SARANA DAN PRASARANA 133

PELUANG INVESTASI 133

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 133

KENDALA PENGEMBANGAN 133

WETAR 134

GAMBARAN UMUM 134

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU192

Page 193: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 135

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 135

SUMBERDAYA NON HAYATI 135

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 135

LINGKUNGAN 136

SARANA DAN PRASARANA 136

PELUANG INVESTASI 136

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 136

KENDALA PENGEMBANGAN 136

ASUTUBUN 137

GAMBARAN UMUM 137

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 137

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 137

PADANG LAMUN 138

TERUMBU KARANG 138

ALGA 139

FAUNA BENTHOS 139

IKAN (IKAN DEMERSAL, IKAN KARANG DAN IKAN HIAS) 139

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU193

Page 194: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

SUMBERDAYA NON HAYATI 140

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 140

LINGKUNGAN 140

SARANA DAN PRASARANA 142

PELUANG INVESTASI 142

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 142

KENDALA PENGEMBANGAN 143

BATARKUSU 144

GAMBARAN UMUM 144

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 144

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 144

POTENSI SUMBERDAYA TERESTERIAL 144

POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 145

HUTAN MANGROVE 145

PADANG LAMUN 146

TERUMBU KARANG 146

ALGA 147

FAUNA BENTHOS 147

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU194

Page 195: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

IKAN (IKAN DEMERSAL, IKAN KARANG DAN IKAN HIAS) 147

PERIKANAN TANGKAP 148

SUMBERDAYA NON HAYATI 148

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 148

LINGKUNGAN 148

IKLIM 150

PASANG SURUT DAN ARUS 150

GELOMBANG 151

KUALITAS AIR 151

SARANA DAN PRASARANA 153

PELUANG INVESTASI 153

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 153

KENDALA PENGEMBANGAN 153

LARAT 154

GAMBARAN UMUM 154

GEOGRAFIS 154

AKSESIBILITAS 155

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 155

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU195

Page 196: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 155

POTENSI SUMBERDAYA TERESTERIAL 155

KONDISI AIR TANAH 155

POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 156

MANGROVE 156

PADANG LAMUN 156

TERUMBU KARANG 156

ALGA 157

FAUNA BENTOS 158

IKAN (IKAN DEMERSAL, IKAN KARANG DAN IKAN HIAS) 158

PERIKANAN TANGKAP 159

SUMBERDAYA NON HAYATI 159

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 159

LINGKUNGAN 159

FISIOGRAFI 159

IKLIM 160

OCEANOGRAFI 161

PASANG SURUT DAN ARUS 161

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU196

Page 197: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

GELOMBANG 162

KUALITAS AIR 163

SARANA DAN PRASARANA 164

SARANA UMUM PEMERINTAHAN DAN INSTANSI VERTIKAL 164

PENDIDIKAN 164

KESEHATAN 165

SARANA PERHUBUNGAN 165

PELUANG INVESTASI 165

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 165

KENDALA PENGEMBANGAN 165

SELARU 166

GAMBARAN UMUM 166

KEPENDUDUKAN, SOSIAL BUDAYA DAN KELEMBAGAAN 167

EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA HAYATI 167

POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT 167

HUTAN MANGROVE 167

PADANG LAMUN 168

TERUMBU KARANG 168

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU197

Page 198: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

ALGA 169

IKAN (IKAN DEMERSAL, IKAN KARANG DAN IKAN HIAS) 169

SUMBERDAYA NON HAYATI 170

AKTIVITAS PENGELOLAAN SUMBERDAYA 170

LINGKUNGAN 170

FISIOGRAFI 170

IKLIM 172

OCEANOGRAFI 172

PASANG SURUT DAN ARUS 172

GELOMBANG 173

KUALITAS AIR 173

SARANA DAN PRASARANA 176

PELUANG INVESTASI 176

POTENSI DAN ARAHAN PENGEMBANGAN 176

POTENSI SUMBERDAYA ALAM 176

PERTANIAN DAN PERKEBUNAN 176

PETERNAKAN 176

KONDISI PERAIRAN 177

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU198

Page 199: Profil Pulau-Pulau Terluar Provinsi Maluku

KENDALA PENGEMBANGAN 177

MONEV P2KSN DAN REKOMENDASI DUKUNGAN INFRASTRUKTUR KE-PU-ANPADA KSN PERBATASAN MALUKU199