pengawetan bambu

3
WACANA No.6/ Januari - Pebruari 1997 11 TEKNOL OGI PENGAWETAN BAMBU oleh C. Any Sulistyowati Beberapa waktu yang lalu Pusat Informasi Teknologi Terapan ELSPPAT berkesempatan menulis dua buah buku tentang Pengawetan Kayu dan Bambu. Ringkasannya akan disajikan dalam rubrik Teknologi WACANA. Artikel ini merupakan bagian kedua, yang pertama -Pengawetan Kayu Untuk Bahan Bangunan- telah dimuat di WACANA edisi 5 / Nop - Des 1996 Manfaat Pengawetan Bambu Pengawetan bambu bertujuan untuk menaikkan umur pakai dan nilai ekonomis bambu. Apapun spesies bambunya, pengawetan tetap perlu dilakukan. Tetapi, pengawetan bambu biasanya jarang dilakukan orang. Alasannya antara lain: kurangnya pengetahuan tentang teknik pengawetan, kurangnya fasilitas untuk metode perlakuan tertentu dan ketersediaan bahan kimia (pengawet), keraguan terhadap manfaat pengawetan bambu serta kurangnya permi ntaan pasar terhadap bambu awetan. Metode pengawetan bambu yang baku (standar) pun belum ada. Keawetan Bambu Wal au memili ki banyak si fat menguntungkan, bambu rentan terhadap kerusakan. Proses kerusakan mempengaruhi keawetan bambu. Penyebab kerusakan bambu ada 2 yaitu: perusak biologis dan non-bi ologi s. Perusak biol ogi s yang seri ng menyerang bambu adalah jamur, rayap, kumbang bubuk dan mi kroorgani sme laut. Jamur menyebabkan kerusakan seperti : pengotoran, pelapukan dan perubahan warna. Kerusakan bambu karena serangan kumbang bubuk biasanya terjadi setelah batang bambu ditebang. Kumbang ini hi dup dal am jaringan serat bambu untuk mendapatkan patinya. Penyebab kerusakan non-biologis yang terpenting adalah air. Kadar air yang tinggi menyebabkan kekuatan bambu menurun dan mudah lapuk. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam metode pengawetan bambu apapun adal ah pengeringan. Penggunaan bambu yang benar- benar kering (kadar airnya tepat) dalam setiap metode pengawetan akan menghasilkan tingkat keawetan yang lebih baik dibanding penggunaan bambu yang masih basah (kadar ai r tinggi ). Keawetan bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan li ngkungan. Bambu tanpa perlakuan pengawetan, apabila dibiarkan bersentuhan secara langsung dengan tanah dan tidak terlindung dari cuaca, hanya mempunyai umur pakai sekitar 1 - 3 tahun. Bambu yang terlindung dari gangguan cuaca, umur pakainya dapat bertahan antara 4 - 7 tahun atau lebih. Dalam lingkungan yang ideal rangka (konstruksi) bambu dapat tahan selama 10 - 15 tahun. Jika berinteraksi dengan air laut, bambu cepat hancur oleh serangan mikroorganisme laut dalam waktu kurang dari satu tahun. Keawetan bambu dipengaruhi juga oleh: kondisi fisik bambu, bagi an ruas, spesi s dan kandungan pati . Bambu yang telah dibelah lebih cepat rusak dibanding bambu yang masih utuh (belum dibelah). Ruas bambu bagian bawah mempunyai ketahanan rata-rata yang lebih tinggi dibanding bagian tengah atau bagian atasnya. Bagian sebelah dalam ruas biasanya lebih dulu terserang (serangga atau jamur) daripada bagian luar. Keawetan alamiah bambu bervariasi antara satu spesies dengan spesies lain. Variasi ini berkaitan dengan ketahanan spesis terhadap serangan rayap atau kumbang. Bambu yang kandungan patinya lebih tinggi lebih rentan terhadap serangan kumbang bubuk. Keawetan alamiah bambu relatif lebih rendah dibanding kayu. Artinya, umur pakai struktur bambu relatif lebih pendek dibanding struktur kayu. Cara memperpanjang umur pakai bambu yaitu melalui pengawetan dan penerapan metode konstruksi tertentu. Metode ini bertujuan meminimalisir laju serangan jamur dan serangga. Meletakan tonggak bambu pada dinding batu atau semen merupakan cara sederhana yang lebi h baik ketimbang membenamkan bambu secara langsung ke dalam tanah. Pada konstruksi rumah bambu, sangat dianjurkan membuat pondasi dari beton atau batu. Pelapisan bambu dengan bahan penahan air dapat mengurangi serangan jamur. Metode Pengawetan Ada 2 jenis metode pengawetan bambu, yaitu: metode non-kimia dan metode kimia. Metode non- kimia (tradisional) telah digunakan sejak lama di daerah pedesaan. Kelebihan metode ini yaitu: tidak membutuhkan biaya dan dapat dilakukan sendiri tanpa penggunaan alat-alat khusus. Metode non-kimia, misalnya: curing, pengasapan, pelaburan, perendaman dalam air dan perebusan. Metode pengawetan secara kimia bi asanya menggunakan bahan pengawet. Bahan pengawet yang terkenal adalah Copper-Chrrome-Arseni c (CCA). Metode kimia relati f mahal tetapi menghasilkan perlindungan yang lebi h bai k. Keberhasilan metode ini sangat tergantung pada ketepatan konsentrasi larutan pengawet yang diberikan. Metode kimia misalnya: metode Butt T reatment, metode tangki terbuka, metode Boucherie, dan fumigasi (dengan senyawa metil- bromida). Metode ini tidak selalu ekonomis. Metode kimia - dalam skala besar - digunakan secara meluas di India, Taiwan dan Jepang. Metode kimia

Upload: agus-kurniawan

Post on 18-Feb-2015

138 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengawetan Bambu

WACANA No.6/ Januari - Pebruari 1997 11

� TEKNOLOGI

PENGAWETAN BAMBU

oleh C. Any Sulistyowati

Beberapa waktu yang lalu Pusat Informasi Teknologi Terapan ELSPPAT berkesempatan menulis dua buah buku

tentang Pengawetan Kayu dan Bambu. Ringkasannya akan disajikan dalam rubrik Teknologi WACANA. Artikel ini merupakan bagian kedua, yang pertama -Pengawetan Kayu Untuk Bahan Bangunan-

telah dimuat di WACANA edisi 5 / Nop - Des 1996 Manfaat Pengawetan Bambu Pengawetan bambu bertujuan untuk menaikkan umur pakai dan nilai ekonomis bambu. Apapun spesies bambunya, pengawetan tetap perlu dilakukan. Tetapi, pengawetan bambu biasanya jarang dilakukan orang. Alasannya antara lain: kurangnya pengetahuan tentang teknik pengawetan, kurangnya fasilitas untuk metode perlakuan tertentu dan ketersediaan bahan kimia (pengawet), keraguan terhadap manfaat pengawetan bambu serta kurangnya permintaan pasar terhadap bambu awetan. Metode pengawetan bambu yang baku (standar) pun belum ada. Keawetan Bambu Walau memiliki banyak sifat menguntungkan, bambu rentan terhadap kerusakan. Proses kerusakan mempengaruhi keawetan bambu. Penyebab kerusakan bambu ada 2 yaitu: perusak biologis dan non-biologis. Perusak biologis yang sering menyerang bambu adalah jamur, rayap, kumbang bubuk dan mikroorganisme laut. Jamur menyebabkan kerusakan seperti: pengotoran, pelapukan dan perubahan warna. Kerusakan bambu karena serangan kumbang bubuk biasanya terjadi setelah batang bambu ditebang. Kumbang ini hidup dalam jaringan serat bambu untuk mendapatkan patinya. Penyebab kerusakan non-biologis yang terpenting adalah air. Kadar air yang tinggi menyebabkan kekuatan bambu menurun dan mudah lapuk. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam metode pengawetan bambu apapun adalah pengeringan. Penggunaan bambu yang benar-benar kering (kadar airnya tepat) dalam setiap metode pengawetan akan menghasilkan tingkat keawetan yang lebih baik dibanding penggunaan bambu yang masih basah (kadar air tinggi). Keawetan bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan lingkungan. Bambu tanpa perlakuan pengawetan, apabila dibiarkan bersentuhan secara langsung dengan tanah dan tidak terlindung dari cuaca, hanya mempunyai umur pakai sekitar 1 - 3 tahun. Bambu yang terlindung dari gangguan cuaca, umur pakainya dapat bertahan antara 4 - 7 tahun atau lebih. Dalam lingkungan yang ideal rangka (konstruksi) bambu dapat tahan selama 10 - 15 tahun. Jika berinteraksi dengan air laut, bambu cepat hancur oleh serangan mikroorganisme laut dalam waktu kurang dari satu tahun.

Keawetan bambu dipengaruhi juga oleh: kondisi fisik bambu, bagian ruas, spesis dan kandungan pati. Bambu yang telah dibelah lebih cepat rusak dibanding bambu yang masih utuh (belum dibelah). Ruas bambu bagian bawah mempunyai ketahanan rata-rata yang lebih tinggi dibanding bagian tengah atau bagian atasnya. Bagian sebelah dalam ruas biasanya lebih dulu terserang (serangga atau jamur) daripada bagian luar. Keawetan alamiah bambu bervariasi antara satu spesies dengan spesies lain. Variasi ini berkaitan dengan ketahanan spesis terhadap serangan rayap atau kumbang. Bambu yang kandungan patinya lebih tinggi lebih rentan terhadap serangan kumbang bubuk. Keawetan alamiah bambu relatif lebih rendah dibanding kayu. Artinya, umur pakai struktur bambu relatif lebih pendek dibanding struktur kayu. Cara memperpanjang umur pakai bambu yaitu melalui pengawetan dan penerapan metode konstruksi tertentu. Metode ini bertujuan meminimalisir laju serangan jamur dan serangga. Meletakan tonggak bambu pada dinding batu atau semen merupakan cara sederhana yang lebih baik ketimbang membenamkan bambu secara langsung ke dalam tanah. Pada konstruksi rumah bambu, sangat dianjurkan membuat pondasi dari beton atau batu. Pelapisan bambu dengan bahan penahan air dapat mengurangi serangan jamur. Metode Pengawetan Ada 2 jenis metode pengawetan bambu, yaitu: metode non-kimia dan metode kimia. Metode non-kimia (tradisional) telah digunakan sejak lama di daerah pedesaan. Kelebihan metode ini yaitu: tidak membutuhkan biaya dan dapat dilakukan sendiri tanpa penggunaan alat-alat khusus. Metode non-kimia, misalnya: curing, pengasapan, pelaburan, perendaman dalam air dan perebusan. Metode pengawetan secara kimia biasanya menggunakan bahan pengawet. Bahan pengawet yang terkenal adalah Copper-Chrrome-Arsenic (CCA). Metode kimia relatif mahal tetapi menghasilkan perlindungan yang lebih baik. Keberhasilan metode ini sangat tergantung pada ketepatan konsentrasi larutan pengawet yang diberikan. Metode kimia misalnya: metode Butt Treatment, metode tangki terbuka, metode Boucherie, dan fumigasi (dengan senyawa metil-bromida). Metode ini tidak selalu ekonomis. Metode kimia - dalam skala besar - digunakan secara meluas di India, Taiwan dan Jepang. Metode kimia

Page 2: Pengawetan Bambu

WACANA No.6/ Januari - Pebruari 1997 12

� TEKNOLOGI yang sederhana lebih tepat diterapkan di desa-desa yang terletak jauh dari pusat industri. Tingkat keberhasilan pengawetan bambu dengan metode kimia tergantung dari beberapa faktor, yaitu: (1) kondisi fisik bambu sebelum diawetkan, (2) berat jenis bambu, (3) umur bambu, (4) musim, (5) jenis bahan pengawet, (6) posisi dan ukuran bambu. Bambu segar lebih mudah diberi perlakuan di banding bambu yang sudah kering. Makin tinggi berat jenis bambu, makin sulit diawetkan karena ikatan pembuluhnya makin rapat dan kandungan serabutnya makin banyak. Makin tua umur bambu, kadar airnya makin turun sehingga bambu makin sulit diawetkan. Metode kimia lebih baik diterapkan pada musim hujan. Penetrasi pengawet akan lebih baik bila digunakan senyawa garam yang larut dalam air. Pengawetan bambu dalam jumlah yang kecil akan menaikkan biaya pengawetan. Aspek ekonomis yang perlu dipertimbangkan adalah biaya pengangkutan dari hutan (kebun) ke tempat pengawetan. Suatu metode pengawetan dikatakan ekonomis apabila umur pakai bambu dapat mencapai waktu 10 - 15 tahun; untuk bambu dalam keadaan terbuka, dan 15 - 25 tahun untuk bambu yang diberi perlindungan tertentu. Beberapa metode pengawetan bambu yang dapat diterapkan adalah: 1. Curing Mula-mula batang bambu dipotong pada bagian bawah tetapi cabang dan daunnya tetap disisakan. Kemudian, selama waktu tertentu rumpun bambu tersebut disimpan di dalam ruang khusus. Karena proses asimilasi daun masih berlangsung, kandungan pati ruas bambu akan berkurang. Akibatnya, ketahanan bambu terhadap serangan kumbang bubuk meningkat. Tetapi, metode ini tidak berpengaruh terhadap serangan jamur atau rayap. 2. Pengasapan Bambu diletakkan di atas rumah perapian (tungku) selama waktu tertentu sampai pengaruh asap menghitamkan batang bambu. Proses pemanasan menyebabkan terurainya senyawa pati dalam jaringan parenkim. Di Jepang, bambu mentah disimpan dalam ruang pemanas pada suhu 120 - 150 oC selama 20 menit. Perlakuan ini cukup efektif untuk mencegah serangan serangga. Efek negatif metode ini adalah kemungkinan terjadinya retak yang dapat mengurangi kekuatan bambu. 3. Pelaburan Metode ini lebih ditujukan untuk mendapatkan efek hiasan ketimbang manfaat pengawetannya. Batang bambu untuk konstruksi perumahan dilaburi dengan kapur tohor (Ca[OH]2). Tujuannya untuk

memperlambat penyerapan air, sehingga daya tahan bambu terhadap jamur menjadi lebih tinggi. Efektivitas metode ini masih perlu dibuktikan, terutama menyangkut pengaruh senyawa alkali terhadap kekuatan bambu. Di daerah pedesaan, metode ini mengalami modifikasi. Bambu dilaburi dahulu dengan ter lalu diperciki dengan debu halus. Segera setelah debu melekat dan ter kering, dilakukan pelaburan dengan kapur tohor sampai 4 kali. Metode pelaburan lain yang biasa dilakukan rakyat adalah penurapan (pemlesteran) bambu dengan menggunakan campuran kotoran sapi dengan kapur atau adukan semen. Dewasa ini, bambu yang digunakan sebagai tiang pancang untuk bangunan terlebih dahulu dilumuri dengan ter lalu dilili tkan dengan anyaman sabut kelapa. 4. Perendaman dalam air Perendaman bambu dalam air adalah salah satu metode pengawetan tradisional yang sudah dikenal secara luas oleh masyarakat pedesaan. Perendaman menyebabkan penurunan kandungan pati bambu. Bambu mengandung pati relatif tinggi misalnya bambu ampel, sedangkan bambu apus kadar patinya relatif rendah. Tujuan akhir perendaman adalah menekan serangan kumbang bubuk. Metode ini lebih cocok diterapkan pada bambu yang digunakan untuk bahan bangunan. Waktu perendaman yang dianjurkan sebaiknya tidak lebih dari 1 bulan. 5. Perebusan Perebusan bambu pada suhu 55-60oC selama 10 menit akan menyebabkan pati mengalami gelatinisasi sempurna, yaitu menjadi amilosa yang larut dalam air (Matangaran, 1987). Perebusan pada 100oC selama 1 jam cukup efektif untuk mengurangi serangan kumbang bubuk. Metode ini - di samping metode pengasapan - pemanasan dan perebusan dengan air kapur - tidak populer karena kurang efektif. 6. Metode Butt Treatment Bagian bawah batang bambu yang baru dipotong diletakkan di dalam tangki yang berisi larutan pengawet. Cabang dan daun pada batang tetap disisakan. Larutan pengawet tersebut akan mengalir ke dalam pembuluh batang karena proses transpirasi daun masih berlangsung. Karena prosesnya memakan waktu yang lama, metode ini hanya tepat diterapkan pada batang bambu yang pendek dan berkadar air tinggi. 7. Metode Tangki Terbuka Metode ini termasuk metode yang ekonomis, sederhana serta memberi efek perlindungan yang baik. Metode ini tidak memerlukan teknik instalasi yang

Page 3: Pengawetan Bambu

WACANA No.6/ Januari - Pebruari 1997 13

� TEKNOLOGI rumit. Batang dengan ukuran tertentu, direndam selama beberapa hari dalam campuran yang terdiri dari air dan larutan bahan pengawet. Penggunaan bambu yang telah dibelah dapat mengurangi lama perendaman sebanyak satu setengah kali. Konsentrasi larutan pengawet yang digunakan untuk bambu yang baru dipotong harus lebih tinggi dibanding bambu yang telah dikeringkan dengan penganginan. Lama perendaman tergantung pada jenis bahan pengawet, spesis bambu dan kondisi batang. Penggarukan kulit bagian luar dapat mempercepat penetrasi larutan pengawet. 8. Metode Boucherie Mula-mula bambu dipotong menurut ukuran tertentu. Kemudian, bambu dimasukkan ke dalam mesin Boucherie. Lewat bagian khusus mesin itu, cairan pengawet dengan konsentrasi tertentu dialirkan

masuk ke dalam bambu dengan tekanan 0.8 - 1.5 kg/m2. Proses tersebut dianggap selesai bila konsentrasi cairan yang keluar dari bambu sama dengan konsentrasi bahan pengawet di tambang konsentrasi air. 9. Metode kimia sederhana Bambu segar yang baru ditebang, didirikan terbalik. Pada ujung bambu bagiaan atas, dimasukkan tabung yang berisi minyak solar. Karena gaya gravitasi, minyak solar ini akan mendesak keluar cairan yang terkandung dalam batang bambu. Proses ini memakan waktu satu minggu. Konsultasi untuk memperoleh informasi lebih rinci mengenai pengawetan bambu dapat diperoleh dengan menghubungi: Pusat Informasi Teknologi Terapan (PITT) - ELSPPAT.

����������������������������ELSPPAT lsppat dalam rangka penyusunan studi kelayakan wisata alternatif di Soran, Klaten, yang bekerja sama dengan Yayasan Soran, di awal tahun 1997 ini memulainya dengan identifikasi awal lokasi. Untuk itu pada tanggal 10 - 17 Januari Pimpro dan seorang staf Elsppat berangkat untuk memulai identifikasi potensi dan

masalah wilayah. Identifikasi ini digunakan sebagai dasar penyusunan desain penelitian dan pembekalan bagi relawan yang akan terlibat.

* * * * * * * alu pada tanggal 18 Januari 1997, data awal yang didapatkan selama di Klaten dibagikan kepada teman-teman relawan yang berminat belajar dan terlibat dalam kegiatan ini. Sebanyak 21 orang relawan, mayoritas mahasiswa tingkat akhir IPB, hadir dalam acara ini. Dalam pembekalan ini juga dijelaskan metode yang akan

dipalai dalam pengambilan data, terutama mengenai live in di desa seputar Klaten.

elain dalam proyek penyusunan studi kelayakan tersebut, Elsppst juga menawarkan kepada relawan untuk terlibat dalam penelitian evaluatif tentang IDT. Lokasi penelitian di kota Bogor tepatnya di desa Cadas Ngampar. Dalam kesempatan yang cukup akrab tersebut, acara lebih banyak ditekankan pada sharing

pengalaman dan membangun kesadaran kritis untuk terlibat secara aktif dalam proses aksi-refleksi.

* * * * * * * agi hari tanggal 25 Januari, sebanyak 8 orang relawan berangkat untuk live in di desa Cadas Ngampar. Tim pertama ini tinggal bersama penduduk selama 7 hari. Dari pengalaman tinggal bersama tersebut banyak didapatkan hal menarik, misalnya banyak dijumpai rumah permanen yang tampak bagus dari luar tetapi

didalamnya penuh tunggul bambu bahkan gundukan tanah dan rumah itu memang kosong, tidak ditempati. Ini adalah strategi sebagian besar penduduk untuk mendapatkan ganti rugi pembebasan tanah dari pihak tertentu. Isyu yang dihembuskan harga tanah akan lebih tinggi jika diatasnya terdapat bangunan permanen. Ternyata, isyu tinggal isyu karena sampai sekarang belum terjadi apa-apa

ada tanggal 1 Pebruari menyusul diberangkatkan 4 orang relawan ke desa Cadas Ngampar. Mereka juga tinggal selama seminggu bersama penduduk setempat. Seperti halnya yang pertama metode yang dipakai dalam studi ini adalah pengisian kuisioner yang diperkuat dengan pengalaman live in sebagai data kualitatif.

* * * * * * * ntara tanggal 17 - 23 Pebruari Elsppat kembali mengadakan l ive in. Kali ini bertempat di Klaten yang tersebar di tiga Kecamatan di lereng gunung Merapi. Sebanyak 8 orang yang tinggal disana melakukan identifikasi awal untuk penyusunan studi kelayakan wisata alternatif. Mereka tinggal di daerah yang sudah menjadi

binaan dan telah didampingi oleh Yayasan Soran selama kurang lebih 10 tahun.

* * * * * * * epat di minggu terakhir bulan Pebruari, data yang dibutuhkan untuk studi tentang IDT sudah terkumpul dan sudah selesai diolah secara statistika. Studi tentang IDT ini sangat memperkaya Elsppat dalam hal pengalaman penggunaan metode-metode penelitian sosial, khususnya metode PRA. (AnWe)

��

����

����

��������

��������

��������

��������