data pengawetan
DESCRIPTION
teknologi industri pertanianTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Teh merupakan tanaman perkebunan yang banyak dihasilkan di Indonesia.
Selain produksi teh yang mudah, teh juga memilliki khasiat yang baik bagi tubuh
kita. Menurut Dewan Teh Indonesia, Indonesia merupakan penghasil tanaman
perkebunan teh terbanyak ke enam di dunia dengan luas perkebunan teh seluas
108 Ha pada akhir 2010.
Penentuan mutu teh dibagi berdasarkan dua sifat, yaitu sifat luar dan sifat
dalam. Berdasarkan sifat luar meliputi warna daun, ukurannya homogen,
bentuknya tergulung, dan wangi aromanya. Sedangkan berdasarkan sifat dalam
meliputi ampasnya, aromanya rasa khas teh yang sedikit pahit dan sepet serta
seduhannya yang menghasilkan warna yang tetap meskipun sudah menjadi dingin
Mutu teh merupakan kumpulan sifat yang dimiliki oleh teh itu sendiri. Mutu
teh dapat ditentukan baik dari sifat fisik maupun kimianya. Kedua sifat ini telah
dimiliki sejak masih berupa pucuk teh maupun diperoleh sebagai akibat teknik
penanganan dan pengolahan yang dilakukan.
PT. Pagilaran merupakan salah satu perusahaan perkebunan yang
memproduksi hasil pertanian, salah satunya yaitu teh. Produksi teh yang
dihasilkan ada dua macam, yakni . Teh Hitam (Black Tea) dan teh hijau (green
tea.) Lokasi perusahaan yang sangat strategis berada pada ketinggian 1000 mdpl
dan tidak jauh dari area perkebunan, memudahkan untuk mendapatkan bahan
baku yang dibutuhkan.
Produk teh yang dihasilkan di PT. Pagilaran sudah sesuai dengan SNI
(Standart Nasional Indonesia), sehingga produk teh yang dihasilkan mampu
menembus pasar Internasional. Oleh karena itu proposal praktek kerja lapang ini
dibuat untuk mengetahui proses pengendalian mutu yang diterapkan oleh PT.
Pagilaran Kabupaten Samigaluh Yogyakarta
I.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam praktek kerja lapang ini adalah bagaimana
pengendalian mutu bahan baku, proses produksi dan produk akhir di PT.
Pagilaran unit produksi Samigaluh di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta?
1
I.3 Tujuan
Tujuan dari praktek kerja lapang ini adalah mengetahui pengendalian mutu
bahan baku, proses produksi dan produk akhir di PT. Pagilaran unit Samigaluh di
Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.
I.4 Manfaat
Manfaat dari praktek kerja lapang ini antara lain adalah untuk mendapatkan
gambaran nyata tentang pengendalian mutu bahan baku, proses produksi dan
produk akhir di PT. Pagilaran unit produksi Samigaluh di Kabupaten Kulon
Progo, Yogyakarta.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teh
Teh (Camellia Sinensis) merupakan tumbuhan yang memiliki akar tunggang
yang kuat. Bunganya berwarna kuning sampai putih dan memiliki daun yang
panjangnya 4-15 cm dan lebar 2-5 cm. Tanaman teh biasanya ditanam hingga
ketinggian 1500 mdpl. Tanaman yang memiliki famili theaceae ini memiliki daun
yang berbau khas aromatik dan rasanya agak sepet (Anonim, 2014). Gambar
tanaman the dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Tanaman teh
Sejarah tanaman teh pertama kali masuk Indonesia yaitu pada tahun 1684,
yang dibawa oleh seorang Jerman bernama Andreas Cleyer yang masih berupa
biji teh dari Jepang dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta. Sepuluh tahun
kemudian seorang pendeta bernama F, Valentijri melaporkan bahwa tanaman teh
yang berasal dari cina tumbuh di Istana Negara. Pada tahun 1826 tanaman teh
berhasil ditanam di Kebun Raya Bogor dan satu tahun kemudian tanaman teh
dikembangkan di Kebun Percobaan Cisurupan (Garut), Wanayasa (Purwakarta),
dan di Raung (Banyuwangi). Hingga pada tahun 1828 masa pemerintahan
Ggubernur Van Den Bosh, teh menjadi salah satu tanaman yang haru ditanam
rakyat melalui politik Tanam Paksa (Sosro, 2010.)
2.2 Jenis Teh
Menurut Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (2012) daun teh
dapat menghasilkan produk yang berbeda karena mengalami proses pengolahan
yang berbeda. Perlakuan yang berbeda dilakukan setelah daun dipetik dari kebun.
3
Berdasarkan penanganan pasca panen, produk teh diklasifikasikan menjadi
4 (empat) jenis, yaitu:
1. Teh Hijau (Green Tea)
Proses pembuatan teh hijau dibuat dengan cara menginaktifkan enzim
fenolase yang ada dalam daun pucuk teh segar dengan cara pemanasan,
sehingga proses oksidasi dapat dicegah. Pemanasan pucuk daun teh dapat
dilakukan dengan udara kering (pemangganan/sangrai) dan pemanasan
basah dengan uap air (steam).
Proses pemanasan kering daun teh akan memberikan aroma dan
flavour yang lebih kuat. Sedangkan dengan pemanasan basah warna teh
seduhannya akan jauh lebih terang (BALITRI, 2012).
2. Teh hitam (Black Tea)
Teh hitam merupakan jenis teh yang paling banyak diproduksi di
Indonesia, dimana Indonesia sendiri menjadi negara pengekspor teh hitam
ke-5 terbesar di dunia. Teh hitam merupakan daun teh yang paling banyak
mengalami proses fermentasi, dan dapat dikatakan pengolahan teh hitam
dilakukan dengan fermentasi penuh. Proses pengolahannya yakni dengan
cara daun teh diletakkan di rak selama 14-24 jam. Daun teh digulung dan
dipelintir untuk melepaskan enzim alami dan mempersiapkan daun untuk
proses oksidasi (daun masih berwarna hijau). Daun diletakkan di tempat
yang dingin dan lembab. Selanjutnya proses fermentasi dilakukan dengan
bantuan oksigen dan enzim. Proses fermentasi memberi warna dan rasa pada
teh. Lamanya proses fermentasi sangat menentukan kualitas hasil akhir. Dan
terakhir daun dikeringkan atau dipanaskan untuk menghentikan proses
oksidasi guna untuk mendapatkan rasa dan aroma yang diinginkan. Tetapi
proses fermentasi teh hitam tidak menggunakan mikroba sebagai sumber
enzim melainkan enzim fenolase yang terdapat didalam daun teh itu sendiri
yang menjadi sumber enzim (BALITRI, 2012).
3. Teh oolong (Oolong Tea).
Teh oolong disebut sebagai teh semi fermentasi. Proses pembuatan teh
oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan sesegera
mungkin setelah proses penggulungan daun agar proses fermentasinya
4
berhenti. Bahan baku teh oolong diambil dari 3 daun teratas yang dipetik
tepat pada saat daun tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda.
Proses pembuatan teh oolong yakni membuat daun menjadi layu
selama beberapa jam dibawah sinar matahari. Setelah layu daun diaduk
guna untuk mengeluarkan tetes kecil air dari daun. Ketika daun terpapar di
udara daun berubah warna menjadi gelap. Lamanya proses oksidasi
tergantung dari jenis oolong. Beberapa hanya bisa teroksidasi sebesar 10%,
sedangkan yang lain bisa sampai 50%. Proses terakhir daun teh dipanaskan
untuk menghentikan proses oksidasi dan kemudian dikeringkan (BALITRI,
2012).
4. Teh Putih (White Tea)
Teh putih merupakan teh yang tidak mengalami proses fermentasi
sama sekali. Proses pengeringan dan penguapan pada teh putih dilakukan
dengan sangat singkat. Dengan proses yang lebih singkat tersebut,
kandungan zat katekin pada teh putih adalah yang tertinggi, sehingga
mempunyai khasiat yang lebih ampuh dibanding teh jenis lainnya. Teh putih
diambil hanya dari daun teh pilihan yang dipetik dan dipanen sebelum
benar-benar mekar. Daun teh yang dipetik adalah pucuk daun yang muda,
kemudian dikeringkan dengan metode penguapan (steam dried) atau
dibiarkan kering oleh udara (air dried). Teh putih diproduksi hanya lebih
sedikit dibandingkan jenis teh lain, sehingga harga jualnya menjadi lebih
mahal dibandingkan teh lainnya (BALITRI, 2012).
2.3 Pengolahan Teh Hijau
Untuk mendapatkan teh hijau, maka dilakukan beberapa tahapan pada daun
teh yang masih segar. Proses yang dilakukan biasanya adalah:
1. Proses Pemaparan
Proses pemaparan pucuk daun teh bertujuan agar daun teh yang sudah
dipetik tidak rusak karena penumpukan selama menunggu proses pelayuan.
Daun ditebar untuk mengurangi kandungan kadar air yang terdapat pada
daun teh (Dinar, 2009).
2. Proses Pelayuan
5
Pelayuan adalah proses pengolahan pertama dalam pengolahan teh
hijau. Mesin yang digunakan adalah rotary panner. Mesin ini memiliki
bentuk yang silinder yang berputar dan dipanasi dengan burner. Setelah
suhu telah sampai pada suhu 90-100oC daun teh dimasukkan ke dalam
silinder sehingga daun akan terpanasi dan menjadi lemas. Tujuan pelayuan
ini untuk mengurangi kadar air bahan hingga 65-70% (Dinar, 2009).
3. Proses pendinginan
Proses ini bertujuan untuk mendinginkan daun teh setelah proses
pelayuan. Mesin yang digunakan adalah Cooler. Tujuan dari proses ini
yakni agar daun teh tidak terlalu panas ketika proses penggulungan. Apabila
dalam penggulungan daun teh dalam keadaan panas, ketika dimasukkan
dalam mesin penggulungan maka yang terjadi hasil gulungan tidak
sempurna dan tidak bisa mengeluarkan cairan sel segar yang menempel di
permukaan daun (Dinar, 2009).
4. Proses pengulungan
Penggulungan bertujuan untuk membentuk daun teh menjadi
gulungan-gulungan kecil dan mengeluarkan cairan sel segar yang menempel
di permukaan daun. Mesin yang digunakan adalah Jackson Roller. Pada
penggulungan teh hijau sama dengan proses penggilingan pada proses
pembuatan teh hitam, hanya saja pada proses pembuatan teh hijau yang
dihasilkan sedapat mungkin tidak sampai remuk. Pada proses pembuatan teh
hijau daun teh hanya sampai tergulung. Proses ini bertujuan memecah sel-
sel daun sehingga teh yang dihasilkan mempunyai rasa yang lebih sepet
(Dinar, 2009).
5. Proses pengeringan
Proses pengeringan pada daun teh hijau dilakukan dengan 2 (dua)
tahapan, yang pertama menggunakan ECP drier dan tahapan yang ke 2 daun
teh yang sudah masuk ke ECP Drier langsung dilanjutkan ke dalam Rotary
drier. Pada ECP drier daun teh diturunkan kandungan kadar airnya
sebanyak 30-35%, sehingga cairan sel akan semakin pekat. Suhu pada
tahapan pertama yakni sebesar 110o-135oC selama kurang lebih 30 menit.
Tahapan kedua dilakukan pada suhu 70o-90oC dengan waktu kurang lebih
6
60-90 menit. Sehingga kadar air yang dimiliki hanya sebesar 4-6%
(Alamsyah, 2006).
6. Proses Sortasi
Proses ini adalah proses terakhir guna untuk mendapatkan teh hijau
dengan berbagai kualitas mutu:
a. Peko (daun pucuk).
b. Jikeng (daun bawah/tua).
c. Bubuk/kempring (remukan daun).
d. Tulang (Alamsyah, 2006).
2.4 Pengendalian Mutu
Menurut Prawirosentono (2004), pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu
mulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang
setengah jadi, barang jadi, sampai standar pengiriman produk akhir ke konsumen,
agar barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang
direncanakan. Tujuan pokok dari pengendalian mutu adalah untuk mengetahui
sampai sejauh mana proses dan hasil produk (jasa) yang dibuat sesuai dengan
standar yang ditetapkan perusahaan.
Kegiatan pengendalian mutu merupakan bidang pekerjaan yang sangat luas
dan kompleks karena semua variabel yang mempengaruhi mutu harus
diperhatikan. Menurut Prawirosentono (2004), secara garis besarnya,
pengendalian mutu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Pengendalian mutu bahan baku.
2. Pengendalian dalam proses pengolahan (work in process).
3. Pengendalian mutu produk akhir.
Berikut merupakan pengendalian mutu yang harus ada dalam perusahaan
industri:
2.4.1 Pengendalian Mutu Bahan Baku
Pengendalian mutu bahan baku adalah proses yang dilakukan sebelum
proses pengendalian proses produksi. Pengendalian mutu bahan baku diperlukan
untuk membantu perusahaan dalam mempertahankan dan meningkatkan kualitas
produknya dengan melakukan pengendalian terhadap kerusakan produk (product
defect) sampai dengan tingkat kerusakan nol (zero defect).
7
Menurut Setyamidjaja (2000), kualitas pucuk teh dipengaruhi oleh jenis-
jenis cara pemetikannya. Pemetikan merupakan pekerjaan yang penting dalam
budidaya teh dan membutuhkan biaya serta tenaga kerja yang banyak. Cara
pengambilan produksi di kebun teh, berupa pengambilan pucuk daun teh yang
memenuhi syarat-syarat pengolahan dan berfungsi untuk membentuk kondisi
tanaman yang mampu berproduksi tinggi secara kontinyu. Dengan melalui
sistem pemetikan, diharapkan mampu mempertahankan kualitas dan kuantitas
hasil panen. Untuk menghasilkan mutu petik yang sesuai dengan yang
diinginkan merupakan pekerjaan yang berkelanjutan, mulai dari persediaan
pucuk di lapangan sampai dengan pengolahan pabrik.
Banyak faktor yang mempengaruhi mutu pucuk daun teh diantaranya:
a. Pusingan petik (keadaan pucuk di pokok).
b. Kesehatan tanaman.
c. Cara petik.
d. Penanganan sebelum timbang.
e. Pengisian dalam karung rajut.
f. Penyusunan di bak truk.
g. Serta pengangkutan pucuk ke pabrik (Ghani, 2002).
Untuk mengetahui mutu pucuk daun teh dapat diketahui dengan:
1. Analisa petik
Analisa petik merupakan analisa pucuk yang menghitung komposisi daun
dengan rumus petik sesuai klasifikasi yang ditentukan. Contoh: pada petik
medium, rumus yang benar adalah P+2m, P+3m, B+1m, B+2m dan DLM (Daun
Lepas Muda). Pada analisa ini, 250 gram pucuk dipisahkan antara yang sesuai
rumus (benar) dengan yang tidak sesuai rumus (salah). Persentase jumlah stuk
yang benar dibagi 250 gram menunjukkan angka persen benar petik. Tujuan
analisa ini agar mutu pucuk yang dikirim ke pabrik memenuhi standar dan
kesehatan tanaman dapat terjaga (Ghani, 2002).
2. Analisa mutu
Pada analisa ini yang menjadi acuan adalah kegetasan pucuk. Secara
manual dipisahkan menjadi 2 (dua), yakni bagian pucuk yang getas (halus)
dengan bagian yang tidak getas (kasar). Bobot pucuk yang halus dibagi total
8
pucuk yang dianalisa (250 gram), sehingga diperoleh persentase pucuk halus.
Tujuannya untuk memperoleh komposisi pucuk yang sesuai untuk proses
pengolahan di pabrik. Semakin tinggi angka persentase halus, semakin tinggi
perolehan mutu teh jadi (Ghani, 2002).
3. Analisa bekas petikan
Dilakukan pada perdu setelah dipetik dengan menghitung kesalahan petik
perdu, antara lain pucuk matang peting tertinggal diatas bidang petik, burung
tertinggal diatas bidang petik, petik merogoh, petik samping dan cakar ayam
tertinggal diatas bidang petik.
Tujuan analisa bekas petik untuk mengetahui kesalahan pemetik
meninggalkan pucuk yang semestinya harus dipetik dan kesalahan akibat
memetik secara salah, seperti merogoh atau petik samping. Semakin kecil angka
kesalahan semakin terampil pemetik yang bersangkutan (Ghani, 2002).
Untuk dapat mempertahankan mutu pucuk selama proses pengumpulan
dan pengangkutan ke pabrik, pucuk teh harus diperlakukan dengan benar.
Mengingat pucuk merupakan benda hidup yang masih melakukan proses
transpirasi, setelah timbang tedapat perlakuan pada pucuk. Jika penyusunnya
terlalu padat dapat mengakibatkan pucuk menjadi lanas. Hal ini dapat
mengakibatkan turunnya mutu pada pucuk teh (Ghani. 2002).
Prawirosentono (2004), pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai
dari pengendalian standar mutu bahan, standar proses produksi, barang setengah
jadi, barang jadi, sampai standar pengiriman produk akhir ke konsumen, agar
barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan.
Tujuan pokok dari pengendalian mutu adalah untuk mengetahui sampai sejauh
mana proses dan hasil produk (jasa) yang dibuat sesuai dengan standar yang
ditetapkan perusahaan.
2.4.2 Pengendalian mutu proses produk
Dalam prosesnya, teh hijau memiliki proses pengolahan yang panjang dan
berurutan. Dari bahan baku yang bermutu tinggi, belum tentu dapat
menghasilkan produk yang berkualitas. Karena setelah penanganan bahan baku
terdapat proses produksi yang panjang setelahnya. Jadi, untuk mendapatkan teh
hijau dengan kualitas yang baik tiap tahapan prosesnya diperlukan pengendalian
9
mutu, yaitu dengan pengaturan mesin dan peralatan yang digunakan dan juga
pengawasan mutu dilakukan oleh mandor produksi dan tenaga pengolahnya
sendiri. Pengawasan mutu dilakukan dari awal hingga akhir tanpa terkecuali.
Pengendalian mutu proses pengolahan teh di tentukan oleh:
1. Pelayuan
Untuk mencapai standar layu pada proses pelayuan teh terletak pada
keterampilan operator dalam mengoprasikan mesin, yakni meliputi:
a. Suhu dan waktu pelayuan
Penggunaan suhu tinggi bertujuan untuk inaktivasi enzim polifenol.
Suhu yang digunakan yaitu 100-1200C selama 5-10 menit hingga diperoleh
kadar air 60-70%. Jika penggunaan suhu terlalu tinggi (>1000C) dan waktu
yang lebih lama akan mengakibatkan terjadinya blisrer (adanya bintik-
bintik atau noda putih pada permukaan teh kering) dan adanya
kemungkinan gosong presentasenya akan lebih besar. Tetapi apabila suhu
yang digunakan terlalu rendah (<900C) dan waktu yang digunakan juga
lebih cepat, maka kandungan enzim polifenol oksidase dalam daun masih
tetap aktif (Hilda, 2009).
b. Banyaknya daun dalam hong.
Banyaknya daun dalam hong dapat mempengaruhi kecepatan mesin.
Apabila terlalu banyak akan menyebabkan mesin menjadi semakin lama
dan mesin tidak akan bertahan lama (Ghani, 2002).
c. Sirkulasi dalam hong.
Uap air yang keluar selama proses penguapan harus dikeluarkan dari
roll rotary. Hal ini dilakukan untuk menghindari terhidrolisisnya klorofil
oleh asam-asam organik yang dapat mempengaruhi kualitas mutu teh.
Oleh karena itu dalam mesin rotary panner dilengkapi dengan kipas angin
yang dapat mendorong atau mengeluarkan air dalam ruangan roll rotary
(Hilda, 2009).
2. Penggulungan
Pengendalian mutu yang dilakukan pada saat penggulungan daun teh
dengan cara penyesuaian jumlah daun dengan kapasitas mesin penggulung,
yaitu 140-150 kg dengan batas waktu 15-20 menit. Pelayuan yang terlalu cepat
10
akan berpengaruh langsung terhadap bentuk dan ukuran fraksi-fraksi pada saat
penggulungan. Banyaknya daun dalam mesin dapat mengakibatkan daun yang
berada dibawah akan sulit terangkat ke atas sehingga menumpuk dan memadat
dibagian bawah, namun apabila daun dalam mesin terlalu sedikit akan
mengurangi efisiensi penggulungannya rendah dan daun yang tergulung
menghasilkan cairan yang sedikit (Hilda, 2009).
Menurut Hilda (2009), Daun teh yang mengalami penggulungan harus
memenuhi standar, yakni:
Daun teh yang mengalami penggulungan harus memenuhi :
a. Daun teh menggulung dengan baik.
b. Bila dijatuhkan gulungannya tetap utuh.
c. Bila dipegang tidak menempel dan tidak mengeluarkan air.
d. Menghasilkan aroma yang khas.
3. Pengeringan awal
Dalam pengeringan dilakukan untuk mendapat standar pengeringan yang
baik, diperlukan kendali saat proses, yaitu suhu dan waktu. Suhu dan waktu
harus sesuai dengan standar. Karena apabila suhu udara yang masuk terlalu
tinggi dapat mengakibatkan daun teh akan hangus dan diperoleh kadar sari teh
yang rendah. dan waktu yang lama akan mengakibatkan daun teh rapuh, bau,
dan kualitasnya rendah (Hilda, 2009).
4. Pengering akhir
Pengering akhir dilakukan dengan dua kali, dengan mesin pengeringan
rotary dryer untuk produk semi kering dengan suhu 1000C selama 20-30 menit.
Kadar air yang diperoleh sebesar 15-20%. Dan pengeringan ball tea 100-1250C
dengan perolehan kadar air 2-3% selama 8-9 jam agar teh benar-benar kering.
Sistem kendali mutu dilakukan dengan cara mengatur waktu dan melihat dengan
cara pengambilan sampel. Apabila sampel dipatahkan kemudian patah berarti
menunjukkan bahwa pengeringan berhasil dan telah selesai. Hasil teh yang
berhasil sesuai dengan standar yaitu jika daun teh diremas dapat mengembang
kembali (Hilda, 2009).
11
2.4.3 Pengendalian Mutu Produk Akhir
Pengendalian mutu produk diperlukan untuk menjaga mutu produk akhir.
Upaya menjaga mutu produk menjadi penting dilakukan untuk memenuhi
keinginan konsumen. Maksud menjaga mutu atau mengendalikan produk adalah
menjaga mutu produk akhir sampai dengan produk tersebut berada di tangan
konsumen (Montgomery, 2001 dalam Annisa, 2007).
Menurut Ghani (2002), pada teh terdapat hubungan rotasi petik dengan
produktivitas berbanding lurus. Semakin panjang rotasi semakin tinggi
produktivitas. Semakin tinggi rotasi petik semakin kasar daun dan semakin
menurun mutu teh jadi. Hubungan rotasi petik dengan produktivitas dan mutu
dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Hubungan rotasi petik dengan produktifitas dan m utu
Rotasi (hari)
Produksi teh jadi (kg/ha/th)
Komponen mutu (%)Abu Serat kasar Kafein
56789101112
1.8971.9151.9832.0702.1482.1942.3072.334
5.97
6.15
616
6.15
6.7
7.0
9.4
10.5
4.40
4.79
4.32
3.81
Sumber Benarjee, B.1996 dalam Ghani 2002
2.5 Standar Mutu
Teh kering dalam kemasan memiliki No. SNI 01-3836-1995, dengan
persyaratan mutu meliputi keadaan air seduhan (warna hijau kekuningan-merah
kecoklatan, bau dan rasa khas), kadar air maksimum 8% b/b, kadar ekstrak dalam
air minimum 32%b/b, kadar abu total maksimum 8% b/b, kadar abu larut dalam
air dari abu total minimum 45% b/b, alkalinitas abu larut dalam air 1-3% b/b, serat
kasar maksimum 16% b/b, cemaran logam (Pb maks. 20 mg/kg, Cu mals. 150,0
mg/kg, Zn dan Sn maks. 40,0 mg/kg, Hg maks. 0,03 mg/kg; As maks 1,0 mg/kg;
cemaran mikroba (ALT maks 3 X 10 3 koloni/g, Coliform < 3 APM/g) (Anonim,
2010).
12
III. METODE PELAKSANAAN
3.1 Tempat dan Waktu
Praktek Kerja Lapang (PKL) akan dilaksanakan pada tanggal 6 Januari - 6
Februari 2015. Pelaksanaan PKL dilakukan di PT. Pagilaran unit produksi
Samigaluh di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.
3.2 Tahapan Pelaksanaan
Dalam melaksanakan peraktek kerja lapang diperlukan beberapa tahapan
pelaksanaan seperti ditunjukkan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Pelaksanaan PKL
1. Survey Lokasi
Dilakukan untuk memastikan tempat perusahaan yang akan dilaksanakan
PKL.
2. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan proses untuk mencari refrensi-refrensi yang
dibutuhkan dalam penyusunan proposal bab 1,2, dan 3. Pelaksanaan PKL
13
Mulai
Studi Pustaka
Pelaksanaan PKL
Pengumpulan Data:- Sejarah perusahaan
- Tahapan proses pengolahan- Pengendalian mutu bahan baku
- Pengendalian mutu proses produks- Pengendalian mutu produk akhir
Survey lokasi
PenyusunanLaporann
Laporan Akhir
Pelaksanaan PKL merupakan suatu tahapan persiapan segala sesuatu yang
dibutuhkan dan berkaitan dengan kepentingan operasional serta melakukan PKL
di PT. Pagilaran.
3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan tahapan yang digunakan untuk
mengumpulkan data-data yang ada di perusahaan yang sesuai dengan judul yang
diajukan guna untuk membantu dalam penyusunan laporan PKL. Data yang
dibutuhkan antara lain:
a. Sejarah perusahaan
b. Proses pengolahan teh hijau
c. Pengendalian mutu bahan baku, proses dan produk akhir.
Pengumpulan data di suatu perusahaan berupa data primer dan data
sekunder.
Data primer melipuuti:
a. Observasi
b. Wawancara
c. Praktek Kerja
Sedangkan untuk data sekunder meliputi:
a. Literatur, diperoleh dari buku-buku tentang teh.
b. Pencatatan, mendapatkan data dari sumber pimpinan perusahaan teh PT.
Pagilaran Yogyakarta dan sejarah-sejarah berdirinya perusahaan.
c. Studi Pustaka, dilakukan untuk mencari informasi dari buku-buku tentang teh
dan internet.
4. Penyusunan laporan akhir
Penyusunan laporan akhir merupakan tahapan untuk merampungkan
semua data yang sudah ada dan melakukan bimbingan kepada dosen
pembimbing.
14