pengawasan kejaksaan terhadap terpidana yang … · 2019. 12. 31. · berdasarkan latar belakang di...
TRANSCRIPT
PENGAWASAN KEJAKSAAN TERHADAP TERPIDANA YANG MENJALANI PIDANA BERSYARAT (Studi di Kejaksaan Negeri Mataram)
JURNAL ILMIAH
Oleh :
SACHNAZ PARAMITHA D1A015235
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2019
ii
HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH
PENGAWASAN KEJAKSAAN TERHADAP TERPIDANA YANG MENJALANI PIDANA BERSYARAT (Studi di Kejaksaan Negeri Mataram)
Oleh :
SACHNAZ PARAMITHA D1A015235
Menyetujui,
Pada tanggal,__________________
ABSTRAK
Pembimbing Pertama,
(Abdul Hamid, SH., MH.) NIP : 19590731 198703 1 001
iii
Pengawasan Kejaksaan Terhadap Terpidana Yang Menjalani Pidana Bersyarat (Studi di Kejaksaan Negeri Mataram)
Sachnaz Paramitha D1A015235
Fakultas Hukum Unram ABSTRAK Pidana bersyarat bukan merupakan jenis pidana melainkan bentuk pemidanaan yang digantungkan pada pidana penjara atau pidana kurungan atau pidana denda yang dalam pelaksanaan pengawasannya dilakukan oleh kejaksaan selaku lembaga yang berwenang. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisa efektifitas serta kendala-kendala yang dihadapi kejaksaan dalam melakukan pengawasan terhadap terpidana yang menjalani pidana bersyarat. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian empiris dengan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan sosiologi. Sumber data yang digunakan adalah data lapangan dan data kepustakaan dengan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi lapangan dan studi dokumen. Analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Hasil penelitian yaitu pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh kejaksaan terhadap terpidana pidana bersyarat belum efektif hal ini disebabkan karena tidak adanya koordinasi dengan instansi lain serta dalam pelaksanaannya jaksa tidak turun langsung dalam melakukan pengawasan dan tidak adanya regulasi yang mengatur secara jelas mengenai bentuk pelaksanaan pengawasan kejaksaan terhadap terpidana pidana bersyarat. Kata Kunci :Pengawasan, Kejaksaan, Terpidana, Pidana bersyarat. The Attorney Supervision of the Persons Who Conduct the Crimes conditional
punishment (Study in the District Attorney Mataram) ABSTRAK
Conditional punishment is not a type of criminal punishment, but also form of punishment that depends on imprisonment or confinement by the attorney as the supervision authorized institution. This research conducted with the purpose to determine and analyzing of the effectiveness and constraints faced by the attorney in supervising the convicts who conducted the crimes conditional punishment. The type of research used is empirical legal research with the statute approach, conceptual approach, and sociological approuch. The data sources used are field data and library data using primary and secondary data types. The data collection techniques used were field research and document research. The data analysis used is descriptive analysis method and quantitative analysis. The Results of this research are, first, implementation of the supervision by the attorney to convict the crimes conditional punishment is not effective due to does not coordination with other agencies as well as in the implementation of the attorney not directly under supervision. And second, lack of the regulation that states clearly the form of supervision of the attorney to convict the crimes conditional punishment. Keywords: Supervision, Attorney, Convict, Conditional punishment
i
I. PENDAHULUAN
Kejaksaan sebagai aparatur penegak hukum yang melaksanakan tugas dan
fungsinya berdasarkan Undang-Undang sebagai eksekutor suatu putusan
pengadilan. Dalam hal ini putusan yang dieksekusi yaitu putusan pidana bersyarat.
Ketika terpidana sudah dieksekusi pidana bersyarat maka tugas yang harus
dilaksanakan oleh kejaksaan adalah melakukan pengawasan terhadap terpidana
yang dieksekusi pidana bersyarat. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem
pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia yang bertujuan untuk
mendidik, membina, mengadakan pencegahan supaya orang tidak akan
melakukan perbuatan pidana lagi. Maksud daripada pidana bersyarat ini adalah
untuk memberikan kesempatan kepada terpidana agar dalam waktu yang telah
ditentukan, memperbaiki diri dari perbuatan pidana yang telah dilakukan.
Dalam pelaksaanaan pidana bersyarat bagi terpidana perlu adanya
pengawasan oleh kejaksaan yang harus tetap dijalankan mengingat pidana
bersyarat dapat dikatakan sifatnya sementara karena apabila terjadi pelanggaran
terhadap syarat umum maupun syarat khusus dalam surat pasnya (verlofpas),
maka pidana bersyarat tersebut dapat diberhentikan atau diperintahkan agar
pidananya dijalankan, oleh hakim yang menjatuhkan pidana bersyarat atas usul
jaksa yang mengawasi terpidana bersyarat tersebut. Jika pidana bersyarat
dihentikan maka terpidana harus menjalani pidana penjara atau pidana kurungan
yang dijatuhkan hakim padanya.
Peran institusi kejaksaan begitu besar yakni pertama, ketika terpidana
mendapatkan pidana bersyarat maka kejaksaan mempunyai peran melakukan
ii
pengawasan. Kedua, dalam hal terjadinya pelanggaran terhadap syarat umum
maupun syarat khusus, maka jaksa yang mengawasi terpidana dapat mengusulkan
kepada hakim yang berwenang untuk menghentikan pemberian pidana bersyarat
kepada terpidana.
Tugas yang ditanggung oleh kejaksaan dalam pengawasan terhadap
terpidana pidana bersyarat sedikit banyak akan mengalami proses yang tidak
sederhana. Secara yuridis terpidana pidana bersyarat tidak berada dalam Lembaga
Permasyarakatan sehingga sulit untuk diawasi. Namun bukan berarti kejaksaan
tidak menjalankan peran dan tugas tersebut, kejaksaan harus tetap menjalankan
kewajibannya sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia yaitu
melakukan pengawasan terhadap terpidana yang menjalani pidana bersyarat.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penyusun tertarik untuk mengangkat
penelitian tentang : “PENGAWASAN KEJAKSAAN TERHADAP
TERPIDANA YANG MENJALANI PIDANA BERSYARAT”. Penelitian ini
nantinya diharapkan dapat memberikan informasi faktual realitas pengawasan
kejaksaan terhadap terpidana yang menjalani pidana bersyarat.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan beberapa rumusan
masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana efektifitas pengawasan kejaksaan
terhadap terpidana yang menjalani pidana bersyarat (studi di Kejaksaan Negeri
Mataram).; 2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi kejaksaan dalam
melakukan pengawasan terhadap terpidana yang menjalani pidana bersyarat (studi
di Kejaksaan Negeri Mataram)
iii
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mencapai ; 1. Untuk
mengetahui sejauh mana efektifitas pengawasan kejaksaan dalam mengawasi
terpidana yang menjalani pidana bersyarat (studi kasus di Kejaksaan Negeri
Mataram).; 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi
kejaksaan dalam melakukan pengawasan terhadap terpidana yang menjalani
pidana bersyarat (studi kasus di Kejaksaan Negeri Mataram).
Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis, Dengan
meneliti ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan memberikan sumbangan
pemikiran bagi ilmu hukum pada umumnya dan khususnya hukum pidana
bersyarat yang ada di Indonesia.; 2. Manfaat praktis, dengan penelitian ini
diharapkan mahasiswa dapat mengkaji lebih lanjut dan memahami yang dihadapi
kejaksaan dalam melakukan pengawasan terhadap terpidana yang menjalani
pidana bersyarat serta bagi kejaksaan diharapkan dapat melaksanakan tugas dan
wewenangnya selaku eksekutor dalam mengawasi terpidana yang menjalani
pidana bersyarat.
Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan menggunakan
pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan
sosiologis. Sumber data yang digunakan adalah data lapangan dan data
kepustakaan dan jenis data berupa data primer, sekunder dan tersier yang
dikumpulkan dengan cara wawancara dan identifikasi data yang sesuai dengan
penelitian. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode analisis deskriptif bedasarkan data dan fakta lapangan.
iv
II. PEMBAHASAN
Efektifitas pengawasan kejaksaan terhadap terpidana yang menjalani
pidana bersyarat (studi di Kejaksaan Negeri Mataram)
Efektifitas pelaksanaan pidana bersayarat adalah efetkifitas hukum yang
merupakan proses yang bertujuan agar hukum berlaku efektif. Menurut Soerjono
Soekanto dalam menggunakan tolak ukur efektifitas hukum dapat dilihat pada
bebrapa hal yakni : a. Faktor hukum, hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian
dan kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum dilapangan ada kalanya
terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian hukum
sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga
ketika seorang hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan Undang-
Undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika
melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi
perioritas utama. Karena hukum tidaklah dilihat dari sudut hukum tertulis saja. b.
Faktor penegakan hukum, dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau
kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau
peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Selama ini
ada kecenderungan yang kuat dikalangan masyarakat untuk mengartikan hukum
sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum diidentikkan dengan tingkah
laku nyata petugas atau penegak hukum. c. Faktor sarana atau fasilitas pendukung,
Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat
keras. Dimana bahwa para penegak hukum tidak dapat bekerja dengan baik,
apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang
v
proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang
sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana dan fasilitas,
tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya
dengan peranan yang aktual. d. Faktor Masyarakat Hukum berasal dari
masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap
warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran
hukum. Persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum yang tinggi, sedang,
atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum,
merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. 1
Berdasarkan wawancara dengan KASI PIDUM M.A. Agung Saputra
Faizal, SH., diperoleh keterangan mengenai kriteria perbuatan pidana yang
dijatuhi pidana bersyarat serta jumlah kasus pidana bersyarat yang terjadi di Kota
Mataram pada tahun 2018 dan bagaimana cara pelaksanaan pengawasan pidana
bersyarat yang dilakukan oleh jaksa di Kejaksaan Negeri Mataram terhadap
terpidana yang menjalani pidana bersyarat. Kriteria perbuatan pidana yang
dijatuhi pidana bersyarat serta jumlah kasus pidana bersyarat yang terjadi di Kota
Mataram pada tahun 2018 antara lain: Penganiayaan Pasal 351 ayat (1) KUHP,
ancaman pidana penjara 8 bulan dengan masa percobaan selama 1 tahun;
Penelantaran dalam lingkup rumah tangga, Pasal 49 huruf a UU No.23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, ancaman Pidana
penjara 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun; Tindak pidana melakukan
1 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm.5
vi
pelanggaran yaitu menangkap, memiliki, memelihara satwa yang dilindungi
dalam keadaan hidup Pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (2) huruf a jo UU No.5
Tahun 1990 tentang KSDA dan Ekosistemnya, ancaman Pidana penjara 5 bulan,
denda Rp. 1.000.000,00 dengan masa percobaan selama 10 bulan, Tindak pidana
berlayar tanpa memiliki surat persetujuan berlayar yang dikeluarkan oleh
Syahbandar, Pasal 323 ayat (1) jo Pasal 219 ayat (1) UU No.17 Tahun 2008,
ancaman Pidana penjara 6 bulan, denda Rp. 2.000.000,00 dengan masa percobaan
selama 12 bulan.
Tindak pidana yang dijatuhi berdasarkan putusan hakim yaitu dengan
sanksi pidana yang tidak lebih dari 1 (satu) tahun penjara, hal ini sesuai dengan
dasar hukum pidana bersyarat yang terdapat pada Pasal 14a KUHP mengenai
syarat umum dari pidana bersyarat. Disamping syarat umum, hakim menjatuhkan
pula syarat khusus terhadap terpidana yakni dengan memberikan pidana denda
terhadap terpidana sebagai bentuk dari ganti kerugian sebagai akibat dari
perbuatan yang ditimbulkan.
Dalam pelaksanaan pengawasan kejaksaan terhadap terpidana yang
menjalani pidana bersyarat di Kejaksaan Negeri Mataram diperoleh data sebagai
berikut : 1. Pada priode Januari-Desember 2017 terdapat 4 (empat) penjatuhan
pidana bersyarat yang dieksekusi namun tidak ada pengawasan langsung ke
lapangan sehingga tidak berjalan efektif, yang ada hanya pengawasan dengan
wajib lapor yang sudah berjalan efektif tetapi tidak ada koordinasi dengan instansi
lain; 2. Pada priode Januari-Desember 2017 terdapat 3 (tiga) penjatuhan pidana
bersyarat yang dieksekusi namun tidak ada pengawasan langsung ke lapangan
vii
sehingga belum berjalan efektif dan yang ada hanya pengawasan dengan wajib
lapor tanpa adanya koordinasi dengan instansi lain, yang berjalan tidak efektif
sebab ada beberapa terpidana yang tidak melakukan wajib lapor.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa secara umum cara
pengawasan yang dilakukan oleh pihak kejaksaan terhadap terpidana pidana
bersyarat adalah wajib lapor tanpa pengawasan langsung oleh jaksa ke lapangan
serta tidak ada koordinasi dengan instansi lain. Menurut analisa penyusun
sehubungan dengan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukan bahwa hasil
yang diperoleh dari pengawasan kejaksaan terhadap terpidana pidana bersyarat di
Kejaksaan Negeri Mataram dapat dikatakan belum efektif. Hal ini dapat dilihat
dari data yang menunjukkan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh kejaksaan
belum mencapai tujuan dari pemidanaan bersyarat. Dimana tujuan dari
pemidanaan pidana bersyarat selain bertujuan untuk membatasi kerugian-kerugian
dari penerapan pidana pencabutan kemerdekaan, khususnya pada mereka yang
kehidupannya tergantung kepada si terpidana pidana bersyarat dan meningkatkan
kebebasan individu agar dapat hidup dengan masyarakat secara normal, pidana
bersyarat juga bertujuan agar terpidana tidak menggulangi perbuatannya dengan
diberikannya syarat umum (Pasal 14a KUHP) oleh hakim saat menjatuhkan
putusan pidana bersyarat. Untuk itu pelaksanaan pengawasan oleh kejaksaan
sangat penting untuk dilakukan melihat bahwa adanya syarat umum yang dijatuhi
hakim terhadap terpidana untuk tidak dilanggar.
Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh kejaksaan terhadap
terpidana bersyarat hanya sebatas wajib lapor dan tidak adanya koordinasi atau
viii
kerjasama dengan instansi lain serta tidak pula melakukan pengawasan secara
langsung ke lapangan membuat pengawasan kejaksaan terhadap terpidana pidana
bersyarat ini menjadi pasif. Dalam organisasi Kejaksaan Negeri Mataram pun
tidak ada bagian khusus yang menangani pidana bersyarat. Seharusnya ada bagian
khusus yang mengatur dan menangani pidana bersyarat. Terkadang setelah
perjanjian antara terpidana dan jaksa dalam bentuk pengisian formulir P-51
selesai, maka seakan-akan masalah mengenai pemidanaan bersyarat terhadap
terpidana ini berakhir. Sehingga sulit bagi jaksa selaku pejabat yang diberi
wewenang mengawasi pidana bersyarat untuk mengetahui perbuatan-perbuatan
yang dilakukan oleh terpidana dalam kesehariannya, apakah menjalani
kesehariannya dengan mematuhi syarat-syarat umum maupun khusus yang
diberikan hakim atau malah melanggar syarat-syarat tersebut.
Kendala-kendala Yang Dihadapi Kejaksaan Dalam Melakukan Pengawasan
Terhadap Terpidana Yang Menjalani Pidana Bersyarat
Secara umum kendala kejaksaan dalam melakukan pengawasan terhadap
terpidana pidana bersyarat antara lain kendala yang bersifat internal dan eksternal.
Menurut Kasi Pidum M.A. Agung Saputra Faizal, SH. pada 19 Februari 2019,
terdapat 2 faktor penghambat dalam pengawasan kejaksaan terhadap terpidana
pidana bersyarat antara lain sebagai berikut :
Faktor Internal
a. Belum adanya suatu sistem pengawasan yang baku, Pelaksanaan
pengawasan terhadap terpidana bersyarat berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa belum adanya suatu sistem atau peraturan pelaksana
ix
yang melembaga untuk dijadikan pedoman oleh jaksa bagi cara kerja.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 1985 hanya mengatur
mengenai pelaksanaan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan
yang ditujukan pada pengaturan mengenai cara kerja hakim pengawas dan
pengamat dalam melaksanakan tugas pengawasan, serta Surat Edaran
Jaksa Agung di Indonesia tidak mengatur secara jelas bentuk pengawasan
yang harus dilakukan oleh pihak kejaksaan terhadap pelaksanaan
pengawasan terpidana yang menjalani pidana bersyarat. Kendala ini jelas
membuat bingung bagi Kasi Pidum M.A. Agung Saputra Faizal, SH.
secara pribadi, terutama dalam upayanya untuk mengambil suatu tindakan
tertentu yang dapat dijadikan pegangan untuk meyakinkan dirinya bahwa
tindakan yang diambil sudah benar dan baik adanya. Menurut penyusun
perlu adanya regulasi yang mengatur secara pasti mengenai pelaksanaan
pengawasan kejaksaan terhadap terpidana pidana bersyarat agar
terbentuknya sistem pengawasan yang baik demi diperolehnya hasil
pengawasan yang efektif; b. Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM)
atau personil pihak kejaksaan, berdasarkan data yang diperoleh jumlah
jaksa struktural pada Kejaksaan Negeri Mataram sebanyak 11 orang dan
jaksa fungsional hanya sebanyak 18 orang. Sedangkan jumlah perkara
yang ditangani tiap tahunnya sangat banyak yaitu pada tahun 2017
tercatat 641 perkara yang masuk dan pada tahun 2018 tercatat 675 perkara
yang masuk. Menurut penyusun jumlah jaksa pada Kejaksaan Negeri
Mataram sekarang ini tidak memadai bila harus dilakukan pengawasan
x
secara langsung ke lapangan tempat terpidana berdomisili. Menurut
pendapat penyusun kurangnya jumlah personil atau jaksa dalam
melakukan pengawasan langsung ke lapangan merupakan kendala yang
dapat diatasi dengan membentuk suatu tim khusus dengan melibatkan
jajaran staf yang bukan merupakan jaksa fungsional pada Kejaksaan
Negeri Mataram untuk turun langsung ke lapangan melakukan
pengawasan dengan di koordinasi oleh jaksa fungsional selaku pejabat
yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan
pengawasan pidana bersyarat. Dengan begitu pihak kejaksaan dapat
memantau secara langsung terpidana pidana bersyarat dengan lebih
efektif; c. Tidak adanya sarana dan prasarana, Menurut Kasi Pidum M.A
Agung Saputra Faizal, SH. tanpa adanya sarana dan prasarana, maka tidak
mungkin pengawasan pidana bersyarat akan berjalan dengan lancar.
Kendala sarana dan prasarana tersebut berupa tidak adanya sarana
angkutan untuk tugas pengawasan serta tidak adanya anggaran perjalanan
dinas pengawasan apabila jaksa akan melakukan pelaksanaan pengawasan
secara aktif mengawasi terpidana secara langsung ke lapangan; d. Waktu
dan kesibukan, Padatnya jadwal sidang di Kejaksaan Negeri Mataram
tentu akan memberikan sedikit waktu luang bagi jaksa untuk dapat
bepergian dalam jarak yang jauh dan dalam jangka waktu yang lama.
Selain itu disebabkan karena adanya kemungkinan untuk tidak bertemu
dengan terpidana dimana keberadaan terpidana tidak bisa diketahui secara
pasti; e. Tidak adanya koordinasi dengan instansi lain, Lemahnya
xi
koordinasi dengan para pihak yang terkait, juga menjadi penyebab
pelaksanaan tugas pengawasan yang dilakukan oleh jaksa, masih belum
berjalan dengan baik. Dalam hal ini terutama koordinasi antara jaksa
dengan instansi lain seperti BAPAS, kapolsek setempat/ kepala desa/
lurah/ RT/ RW setempat belum dilakukan.
Faktor Eksternal
a. Jarak tempat terpidana berdomisili yang tidak terjangkau atau jauh,
Kembalinya terpidana ke tempat tinggalnya yang tidak terjangkau atau
jauh dari kota membuat pihak kejaksaan akan mengalami kesulitan dalam
melakukan pengawasan. Jarak domisili terpidana yang tidak terjangkau
dan jauh dari kota tidak hanya menjadi hambatan bagi pihak kejaksaan
tetapi menjadi hambatan pula bagi terpidana terutama dalam hal
melakukan pelaksanaan pengawasan wajib lapor setiap bulannya.
Seringkali terpidana yang tidak rutin melakukan wajib lapor setiap
bulannya adalah terpidana yang jarak rumahnya jauh dari kantor
Kejaksaan Negeri Mataram. Tidak adanya sarana transportasi pihak
kejaksaan menambah penghambat bagi pihak kejaksaan untuk megawasi
terpidana yang jarak domisilinya jauh dari kota; b. Terpidana pidana
bersyarat berpindah domisili ke luar kota, Menurut Kasi Pidum M.A
Agung Saputra Faizal, SH., tidak jarang ditemukan kasus terpidana yang
menjalani pidana bersyarat berpindah domisili ke luar kota dengan tidak
melapor kepada pihak kejaksaan dimana terpidana dijatuhi pidana.
Menurut pendapat penyusun kendala ini dapat teratasi apabila adanya
xii
pengawasan secara langsung dan rutin jaksa terhadap terpidana pidana
bersyarat. Kerja sama atau koordinasi dengan instansi lain seperti
kepolisian atau kepala lurah/ desa/ RT/ RW juga dapat menjadi alternatif
bagi pihak kejaksaan dalam mengatasi kendala ini, sehingga terpidana
tidak leluasa untuk keluar desa atau kota tanpa adanya laporan kepada
pihak kepolisian atau kepala lurah/ desa/ RT/ RW setempat.
Dari hasil wawancara tersebut, jika diamati ketiadaan aturan itu
merupakan kendala yuridis, sehingga perlu di atasi pula dengan cara yuridis
seperti misalnya dengan menentukan aturan-aturan yang lebih baik. Bila hal ini
diatur maka proses pengawasan lebih berarti sehingga tujuan pemidanaan bisa
terwujud. Dalam hal ini yang perlu diatur adalah pengawasan secara aktif.
xiii
III. PENUTUP
Simpulan
1. Efektifitas pengawasan kejaksaan terhadap terpidana yang menjalani
pidana bersyarat di daerah hukum Kejaksaan Negeri Mataram belum efektif. Hal
ini karena tidak ada norma yang mengatur, sehingga bentuk pengawasan jaksa
hanya memerintahkan terpidana untuk wajib lapor tanpa adanya sinergi antar
lembaga, dan jaksa selaku eksekutor tidak pernah melakukan pengawasan secara
langsung turun ke lapangan yang membuat pengawasan kejaksaan terhadap
terpidana pidana bersyarat bersifat pasif; 2. Kendala-kendala yang dihadapi
kejaksaan dalam melakukan pengawasan terhadap terpidana yang menjalani
pidana bersyarat di daerah hukum Kejaksaan Negeri Mataram terdiri dari 2 faktor
penghambat yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
faktor belum adanya suatu sistem pengawasan yang baku, kurangnya Sumber
Daya Manusia (SDM) atau personil pihak kejaksaan, tidak adanya sarana dan
prasarana, limit-nya waktu dan kesibukan dari jaksa selaku pejabat yang diberi
wewenang untuk melakukan pengawasan pidana bersyarat, dan tidak adanya
sinergi antar lembaga. Sedangkan pada faktor eksternal meliputi faktor jarak
tempat terpidana berdomisili yang tidak terjangkau atau jauh dan terpidana pidana
bersyarat berpindah domisili ke luar kota.
xiv
Saran
1. Kejaksaan perlu membuat regulasi yang mengatur secara jelas tentang
pengawasan terhadap terpidana pidana bersyarat, kejaksaan juga perlu
mengadakan sinergi dengan lembaga lain seperti BAPAS, kepolisian tempat
terpidana berdomisili, kepala desa/ lurah/ RT/ RW setempat, serta jaksa
melakukan pengawasan secara langsung ke tempat terpidana, sehingga terjalin
komunikasi yang baik antara jaksa dengan terpidana khususnya dalam bentuk
pengawasan wajib lapor agar pengawasan tidak sekedar formalitas; 2. Aparat
kejaksaan hendaknya mengatur aturan pengawasan kejaksaan terhadap terpidana
pidana bersyarat untuk menjamin kepastian hukum seperti Surat Edaran Jaksa
Agung (SEJA) atau Keputusan Jaksa Agung (KEPJA) yang mencakup tujuan
pengawasan pidana bersyarat, proses pengawasan, bentuk-bentuk pengawasan,
sanksi terhadap pejabat yang tidak melakukan pengawasan maupun sanksi
terhadap terpidana yang tidak mematuhi aturan tersebut, serta perlu pula
dibentuknya tenaga pengawasan yang fungsional pada lembaga kejaksaan untuk
meningkatkan koordinasi, komunikasi, dan kinerja kejaksaan dalam
melaksanakan pengawasan terhadap terpidana pidana bersyarat. Selain itu,
pemerintah perlu memberikan sarana dan prasarana serta fasilitas yang memadai
kepada jaksa yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan pidana
bersyarat.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adami Chazawi, 2002, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta.
Andi Hamzah, 1986, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia Dari Retribusi ke Reformasi, Pradnya Paramita, Jakarta. ........................, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta,
Jakarta. C.S.T. Cansil, 2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya Pratama,
Jakarta. Muladi, 2002, Lembaga Pidana Bersyarat, PT.Alumni, Bandung.
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, PT. Alumni, Bandung. Moeljatno, 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta. Niniek Suparni, 2007, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana
dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta. Roeslan Saleh, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara Baru, Jakarta. Saiful Anwar, 2004, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, Glora Madani Press, Jakarta. Satjipto Rahadjo, 1997, Pembangunan Hukum Dalam Perspektif Politik Hukum Nasional, C.V Rajawali, Jakarta. Soeharto R.M., 1993, Hukum Pidana Materil, Sinar Grafika, Jakarta. Soejono Soekanto, 2007, Faktor-faktor Yang Memperngaruhi Penegakan
Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Indonesia, Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 001 Tahun 1995 Tentang Pedoman Tuntuan Pidana.
Indonesia, Keputusan Jaksa Agung Nomor 518 Tahun 2001 Tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana.
Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.