pengaruh transportasi jarak dekat terhadap level rasio neutrofil 2 20 06 13

Upload: pratiwi-setyaningrum

Post on 14-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

skripsi pengaruh stres pada hewan

TRANSCRIPT

dingkan sapi

6

sapi. Pada satu kali kelahiran litter size nya bervariasi antara 1-3 ekor anak kambing. Kambing mencapai usia dewasa kelamin pada 15 bulan. Akan tetapi para peternak menunda kawin hingga berat induk mencapai 70% dari berat badan dewasa (Devendra dan Burns, 1994). Keunggulan-keunggulan di atas menjadikan beternak kambing sebagai usaha menjanjikan dan dapat memperkuat peternakan rakyat.

Susu kambing memiliki komposisi kimia yang cukup baik, mengandung protein 4,3% dan lemak 2,8%. Sebagai perbandingan susu sapi mengandung protein 3,8% dan lemak 5,0%. Keunggulan lainnya adalah ukuran molekul lemak susu kambing lebih kecil sehingga mudah dicerna dan dapat menjadi alternatif bagi orang yang alergi laktosa (Sunarlim et al., 1992).Daging kambing mengandung energi 109 kcal; protein 20,60 gr; lemak total 2,31 gr; abu 1,11 gr; kalsium (Ca) 13 mg; fosfor 180 mg; sodium (Na) 82 mg; potassium (K) 385 mg pada setiap 100 gramnya (Gebhardt et al., 2007). Analisa nutrisional menunjukkan daging kambing memiliki lemak 45% lebih rendah dibandingkan dengan daging domba. Potensi pasar untuk daging kambing terbuka lebar dengan adanya permintaan ekspor ke negara Timur Tengah dan permintaan pasar lokal. Hal ini sejalan dengan kapasitas produksi peternak lokal,yang mampu menghasilkan 9.784.656 kg daging kambing pada tahun 2002 di provinsi Jawa Tengah saja (Prawirodigdo et al., 2003). Kambing juga menghasilkan produk sampingan (by product), yaitu feses dan urin. Seekor kambing dewasa dapat menghasilkan kotoran 300-500 gram/hari dan urin sebanyak 0,51 liter/hari (Prabowo, 2010).Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing yang digunakan pada penelitian kali ini adalah kambing Peranakan Etawa (PE), yang merupakan hasil persilangan dari kambing Kacang dan kambing Etawa. Kambing

HYPERLINK "http://www.infoternak.com/kambing-etawa" \t "_blank"Etawa berasal dari India, dimana di tempat asalnya disebut kambing Jamunapari. Kambing ini didatangkan ke Indonesia pada jaman penjajahan Belanda, kemudian dikembangbiakan di daerah Kaligesing, Purworejo, Jawa Tengah (Murtidjo, 1993). Kambing Kacang sebagai salah satu induk kambing PE berasal dari Indonesia, daerah persebarannya meliputi Indonesia dan Malaysia. Penampakan morfologi kambing Kacang adalah sebagai berikut : (1) Ukuran badan kambing Kacang relatif kecil berat badan 17-30 kg; (2) Axis antara dahi ke hidung lurus meruncing hingga ke bagian moncong; (3) Telinga pendek tegak, leher pendek, dan punggung meninggi; (4) Bulu kambing pendek berwarna putih, hitam, coklat atau variasi dari ketiganya; (5) Kambing jantan mempunyai janggut dan bertanduk. Sebagai kambing asli daerah tropis kambing Kacang mempunyai kelebihan yaitu: (1) Gerakannya lincah; (2) Lebih resisten terhadap penyakit; (3) Mampu beradaptasi di lingkungan tandus, terjal dan minim hijauan, (4) serta dapat dimanfaatkan sebagai kambing pedaging (Prabowo, 2010).Kambing PE mewarisi sifat fenotipe yang baik dari kedua induknya. Sifat unggul yang dimiliki kambing PE antara lain : (1) Dapat dimanfaatkan sebagai kambing dwiguna yaitu, sebagai kambing pedaging dan penghasil susu. (2) Jumlah susu yang dihasilkan 3 liter per harinya; (3) Bentuk tubuh dan ukurannya besar, hampir sama dengan kambing Etawa;(4) dan lebih adaptif terhadap kondisi alam Indonesia(Murtidjo, 1993). Morfologi kambing PE betina dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kambing PE betina (Prabowo, 2010) Morfologi badan kambing PE dijelaskan sebagai berikut: (1) Berbadan besar dengan tinggi gumba kambing jantan 76100 cm berat badan 40kg, sedangkan bobot kambing betina 25-35 kg; (2) Daun telinganya panjang dan terkulai di samping rahang,panjang antara 18-30cm; (3) Axis dahi ke hidung cembung, membentuk busurhingga ke bagian moncong; (4) Bulu kambing PE jantan bagian atas leher dan pundak lebih tebal dan agak panjang; (5) Warna bulu hitam, coklat, putih dan variasi ketiganya (Prabowo, 2010).

Darah

Darah adalah cairan berwarna merah yang bersirkulasi melewati jantung, arteri dan vena. Darah membawa nutrisi dan oksigen (O2) ke jaringan tubuh, kemudian membawa zat sisa metabolisme dan karbon dioksida (CO2) dari jaringan. Darah terdiri dari plasma darah dan sel-sel darah. Plasma darah adalah cairan kaya protein berwarna kuning, mengandung sari makanan seperti glukosa, ion terlarut, hormon, vitamin, enzim, gas, dan zat sisa metabolisme. Selain itu darah mempunyai komponen seluler yang terdiri dari : leukosit, eritrosit dan keping-keping darah atau trombosit (Blood dan Studdert, 1988).

Darah dibentuk di sumsum tulang, berasal dari sel bakal hematopoietik yang bersifat pluripoten. Sel bakal ini mengalami diferensiasi dan berkembang menjadi eritrosit, leukosit dan keping darah. Proses hematogenesis diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2. Proses pembentukan sel darah (Anonim, 2006).

Proses diferensiasi dibantu oleh mediator terlarut yaitu sitokin, dan sinyal-sinyal yang dihasilkan sel stroma. Pada manusia, sumsum tulang mampu memproduksi 1,75x1011 sel eritosit dan 7x1010 sel leukosit per harinya. Pada kondisi tertentu misalnya saat infeksi, produksi sel-sel darah dapat meningkat menjadi beberapa kali lipat (Burmester dan Pezzutto, 2003).Darah memegang peran penting dalam tubuh kita. Fungsi darah adalah sebagai berikut: (1) Fungsi nutritional, adalah fungsi dimana darah membawa nutrisi hasil absorbsi saluran pencernaan ke seluruh jaringan tubuh; (2) Fungsi ekskretorik, adalah fungsi dimana darah mengangkut hasil metabolisme, CO2, dan zat lain menuju ginjal, kelenjar keringat, dan kulit sebagai jaringan ekskretorik; (3) Fungsi integratif, adalah fungsi dimana darah mengangkut hormon dari kelenjar endokrin dan bahan-bahan intermedier dari satu tempat ke tempat lain; (4) Fungsi respiratorik, adalah fungsi dimana darah membawa O2 dari paru-paru ke jaringan dan CO2 dari jaringan ke paru-paru; (5) Darah berperan penting dalam pengendalian suhu dengan cara mengangkut panas dari struktur yang lebih dalam menuju ke permukaan tubuh kemudian mengalami proses evaporasi; (6) Berperan dalam mempertahankan keseimbangan cairan tubuh; (7) Berperan dalam sistem bufer, ion bikarbonat dalam darah membantu mempertahankan pH yang konstan pada jaringan dan cairan tubuh; (8) Trombosit pada darah berperan dalam pembekuan darah yang mencegah terjadinya kehilangan darah berlebihan pada waktu luka; (10) Sel-sel leukosit pada darah berperan penting dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit (Frandson, 1993).

Leukosit

Leukosit disebut juga sel darah putih, merupakan bagian dari pertahanan tubuh terhadap benda asing dan infeksi mikroorganisme. Berupa sel yang mampu mengeliminasi benda asing yang masuk ke dalam tubuh dengan cara fagositosis atau dengan pembentukan antibodi (Jain et al., 1996). Leukosit dibagi ke dalam dua kelompok berdasarkan ada tidaknya granula, yaitu leukosit granulosit dan leukosit agranulosit. Leukosit granulosit adalah leukosit yang mempunyai butir khas dan jelas dalam sitoplasma, terdiri dari: neutrofil, basofil,dan eosinofil. Sedangkan leukosit agranulosit adalah leukosit yang tidak memiliki butir khas dalam sitoplasma, yang termasuk leukosit ini adalah limfosit dan monosit (Dellmann dan Brown, 1988).

Leukosit dibentuk di sumsum tulang, kemudian sebagian sel mengalami perkembangan lebih lanjut di jaringan limfe. Sel- sel yang dibentuk di sumsum tulang antara lain neutrofil, basofil, monosit dan eosinofil. Limfoblast yang merupakan sel bakal limfosit bergerak dari sumsum tulang ke timus untuk mengalami pembentukan menjadi limfosit T, dan ke bursa fabricius untuk mengalami pembentukan menjadi limfosit B (Tizard, 2004).

Apabila dibandingkan dengan komponen seluler darah lain yaitu eritrosit, leukosit memiliki perbedaan mendasar. Leukosit memiliki inti dan organela sel sedangkan eritrosit tidak berinti. Sebagian leukosit mempunyai granula yang mengandung enzim bakterisidal dan leukosit mampu bergerak (mobile unit) dari sumsum tulang atau organ limfoid ke tempat terjadinya infeksi atau gangguan lain. Jumlah leukosit jauh di bawah jumlah eritrosit tetapi fluktuasi jumlah leukositdapat terjadi tergantung kondisi yang dialami, yaitu: stres, naiknya aktivitas fisiologis, status gizi, umur, infeksi penyakit (Dellmann dan Brown, 1988).

Neutrofil

Neutrofil berfungsi sebagai sel pertahanan pertama dari masuknya benda asing ke dalam tubuh. Neutrofil bersifat bakterisidal dan mampu meninggalkan sumsum tulang menuju tempat infeksi. Waktu edar neutrofil selama 10 jam dan 50% sel menempel di dinding endotelium pembuluh darah (Burmester dan Pezzutto, 2003).

Gambar 3. Neutrofil dewasa ruminansia ( Jones dan Allison, 2007)Neutrofil mempunyai morfologi sebagai berikut: (1) Ukuran neutrofil dewasa mencapai 10-12 m, bergranula halus berwarna ungu dan sitoplasma berwarna biru pucat; (2) Inti sel bergelambir (segmented) pada neutrofil tua intinya bergelambir lebih banyak (hypersegmented). Sedangkan neutrofil muda intinya berbentuk V, U, S tanpa kontriksi yang jelas (neutrofil band) ; (3) Terdapat organela lain padasel neutrofil, yaitu: mitokondria, poliribosom, dan butir-butir azurofil. Beberapa butirazurofil mengandung enzim lysozym, mieloperoksidase, hidrolitik dan laktoferin yang bekerja sebagai zat bakterisidal (Hariono, 2008).

Perbedaan bentuk inti neutrofil dapat menjadi indikasi status kesehatan hewan. Apabila terdapat banyak hipersegmented neutrofil (neutrofil tua) di sirkulasi darah perifer menujukkan adanya infeksi kronis atau stres. Sedangkan adanya neutrofil band (neutrofil muda) di sirkulasi menandakan meningkatnya kebutuhan jaringan untuk fungsi fagositik atau adanya penyakit inflamatorik (Hariono, 2008).

Limfosit

Morfologi limfosit ruminansia dapat dilihat di gambar 4. Bentuk sel neutrofil dijelaskan sebagai berikut: : berinti tunggal dengan nukleus berbentuk bundar, sitoplasma berwarna biru muda, dan tidak bergranula (Dellmann dan Brown,1988).

Gambar 4. Limfosit ruminansia ( Jones dan Allison, 2007)

Limfosit adalah sel darah putih yang dominan berada di sirkulasi darah perifer ruminansia. Limfosit berasal dari hemositoblast yang berdiferensiasi menjadi limfoblast. Limfoblast kemudian berkembang menjadi sel limfosit B dan sel limfosit T. Sel B berperan dalam imunitas humoral dan imunitas yang difasilitasi Antibodi (Ab), dimana pematangannya terjadi di sumsum tulang. Ab bersirkulasi di plasma darah, jika terjadi infeksi Ab akan berikatan dengan antigen asing sehingga agen penyakit tidak aktif. Ab merupakan sejenis protein tertentu, disebut juga dengan gamma globulin atau immunoglobulin (Blalock et al., 1985). Sel limfosit T berperan dalam imunitas seluler, menyusun 70 % dari total limfosit di sistem sirkulasi. Sel limfosit T menghancurkan antigen asing yang berada di jaringan (mutinous cell), proses ini dibantu oleh sitokin. Sel limfosit T dapat berada di jaringan seluruh tubuh untuk memastikan semua sel mempunyai struktur DNA yang sama, sehingga keberadaan molekul asing atau sel kanker dapat dideteksi. Pematangan sel T terjadi di timus (Mehta dan Hoffbraand, 2000). Setelah terbentuk sel-sel tersebut bermigrasi ke organ limfoid sekunder seperti nodus limfatikus, limfa, dan GALT (Gland assocated lymphoid tissue) menunggu untuk bekerja di tempat infeksi. Jumlah limfosit di sirkulasi hanya 2% dari jumlah totalnya. Terdapat 4 tipe sel limfosit T yaitu: (1) Sel T sitotoksik, menghasilkan sitokin yang membuat sel tersebut peka terhadap antigen di membran sel asing.Bersama dengan bantuan makrofag menghancurkan sel kanker; (2) Sel T helper, disebut juga CD4 berfungsi meningkatkan produksi antibodi yang dihasilkan sel T; (3) Sel T supresor, disebut juga CD8 berfungsi menurunkan produksi antibodi yang dibutuhkan untuk memandu sel T saat menghancurkan antigen asing. Penurunan jumlah CD8 juga berfungsi menjaga jumlah sel T sitotoksik dalam batas, sehingga tidak menyerang host protein (penyakit auto imunitas). Rasio normal CD4 : CD 8 adalah 2:1; (4) Sel natural killer (sel NK) merupakan sel limfosit yang besar, mempunyai kemampuan dasar untuk mendeteksi antibodi tanpa bantuan neuropeptide. Sel ini dapat menghancurkan sel mutan, sel yang terinfeksi virus, dan sel dari jaringan transplant (Blalock et al., 1985).

Peningkatan jumlah limfosit di sirkulasi darah disebut dengan limfositosis. Limfositosis dapat yang disebabkan oleh faktor fisiologik seperti, sekresi epinefrin, rasa takut dan eksitasi. Ada pula yang disebakan faktor imunitas karena adanya infeksi atau keradangan kronis (Coles, 1986).

Penurunan jumlah limfosit di sirkulasi darah disebut limfopenia. Limfopenia dapat terjadi karena pembebasan eksogenous atau endogenous kortikosteroid. Contoh endogenous kortikosteroid antara lain: kondisi stres, obstruksi saluran pencernaan, kejang, dan trauma. Selain itu kondisi seperti keluarnya limfa dari pembuluh darah ke jaringan (ekstravasasi), limfangiestasia, infeksi virus, abnormal limfopoiesis, dan penyakit imunodefisiensi turunan dapat menyebabkan limfopenia (Coles, 1986). Rasio Neutrofil/Limfosit (N/L)

Rasio Neutrofil/Limfosit (N/L) sering digunakan sebagai indikator untuk mengetahui status kekebalan dan kemampuan hewan beradaptasi pada berbagai macam faktor penyebab stres (Minka dan Ayo, 2011). Rasio N/Ladalah nilai yang didapat dari membandingkan secara langsung presentase neutrofil/limfosit dari total penghitungan jumlah leukosit. Kenaikan nilai rasio N/L merupakan respon adanya penyakit pada hewan, atau karena pengaruh stres. Penelitian Zahorec, (2001) menyebutkan bahwa rasio N/L adalah indikator sederhana dan akurat untuk mengetahui efek stres dengan stressor yang berbeda-beda. Penelitian dilakukan pada tiga kelompok dimana kelompok A adalah pasien bedah colorectal, kelompok B adalah pasien bedah karena sepsis abdominal, dan kelompok C adalah pasien sepsis parah atau shock. Rata-rata neutrofilia yang terjadi pada ketiga kelompok tersebut 84%, dan limfopenia 14%. Hal ini berlangsung 2-7 hari tergantung derajat keparahan pembedahan.Pada kasus lain Lynch et al. (2010), mengamati bahwa sapi yang menderita stres pasca sapih mengalami kenaikan jumlah neutrofil sebanyak 30% dan dan penurunan limfosit sebanyak 10%. Rasio N/L mencapai puncak pada hari kedua pasca sapih, kenaikannya sebesar 49%. Kemudian mengalami penurunan ke nilai normal pada hari ketujuh pasca sapih. StresStress adalah respon tubuh terhadap stimulus eksternal yang mengganggu equilibrium fisiologi yang normal tubuh (homeostasis) (Mstl dan Palme, 2002). Respon tubuh terhadap stres terbagi menjadi dua, antara lain: (1) Respon aktif yang berhubungan dengan aktivasi medulla adrenal dan sistem saraf simpatik. (2) Respon pasif yang berasal dari reflek system pituitary-adreno-cortical terhadap stimulus stres (Armario, 2010).Menurut Seyle (1977) adaptasi terhadap stres, terdiri dari tiga tahap yaitu: (1) Mobilisasi sel-sel imun; (2) Resistensi dan adaptasi terhadap stres; (3) Serta menurunnya kondisi tubuh karena stress berkepanjangan (kronis). Pada tahap pertama yaitu mobilisasi sel-sel imun terjadi pengoptimalan sistem kontrol tubuh, dan terjadi aktivitas biokimiawi seperti : sekresi glandula adrenalin; viskositas darahmeningkat; hipokloremia; dan peningkatan katabolisme jaringan. Jika padatahap ini kondisi hewan melemah maka hewan akan mati.Apabila berhasil maka berlanjut ke tahap kedua, yaitu tahap adaptasi. Sekresi glandula adrenal masih terjadi dibarengi dengan hemodilusi dan hiperkloremia ketika jaringan otot berusaha mendapat bobot badan yang normal. Jika tahap ini tidak berhasil, maka akan memasuki tahap terakhir yaitu tahap kelelahan. Pada tahap kelelahan inilah tanda-tanda peringatan yang bersifat merusak tubuh muncul (deletorious action) (Matteri et al., 2000). Semua mekanisme di atas berguna untuk memunculkan resistensi hewan terhadap faktor penyebab stres (stressor).

Stressor menyebabkan glandula adrenal memproduksi hormon stres seperti kortisol, aldosterone, dan epinefrin (Gambar 5). Terjadi pula peningkatan konsentrasi glukokortikoid di dalam darah. Apabila sekresi terjadi secara kronis maka menyebabkan katabolisme protein, hiperglikemia, dan supresi sistem imun sehingga rawan terjadi infeksi dan depresi (Matteri et al., 2000).

Gambar 5. Proses fisiologis terjadinya stres pada sistem neurohormon.Keterangan : CRH (Corticotropine Releasing Hormone), ACTH (Adrenocorticotropine Hormone)Stres mengganggu mengganggu metabolisme normal tubuh, dan membawa hewan ke kondisi tubuh yang tidak nyaman. Hal-hal yang terjadi saat tubuh merespon stres antara lain: (1) Meningkatnya perangsangan terhadap sistem saraf; (2) Meningkatnya aktivitas kardiovaskuler, meliputi denyut jantung, volume darah pada sekali pemompaan, dan tekanan darah; (3) Meningkatnya aktivitas metabolik sperti, glukoneogenesis, mobilisasi protein, dan mobilisasi lemak; (4) Menurunnya produksi antibodi; (5) Meningkatnya penyimpanan sodium; (6) Perubahan tonus dan motilitas saluran pencernaan. Stres juga menyebabkan terjadinya signaling langsung dari saraf ke organ limfoid sehinggadisekresikan neuropeptida seperti enkaphalins dan endorphin. Neuropeptida ini mengikat reseptor opioid pada limfosit yang kemudian mempengaruhi aktivitas endorphin yang menekan pembentukan antibodi. Selain itu innate immune system juga membuat efek negatif dengan memproduksi IL-1, IL-6, dan TNF-. Diproduksinya zat-zat tersebut memunculkan sickness behavior pada hewan seperti demam, fatigue, depresi, terlalu banyak tidur (Matteri et al., 2000).Stres Transportasi

Transportasi memunculkan fase kritis pada proses produksi ternak. Pada fase ini terdapat banyak stressor yang dapat menyebabkan kerugian baik dari segi ekonomi maupun kesejahteraan hewan(Eldridge dan Winfield, 1988; Broom, 2000). Kerugian tersebut adalah penurunan berat badan hewan dan kematian ternak di jalan. Stres transportasi menyebabkan kematian ayam pedaging 0,24% dan babi 0.107% (Vecereck et al., 2006).

Di tingkat lokal fenomena ini terjadikarena permintaan pasar akan daging dan keharusan menyembelih hewan di RPH (Chandra dan Das, 2001). Hewan yang ditransportasikan terpapar stimulus negatif dari lingkungan yang disebut faktor penyebab stress (stressor).Stressor ini akan mengganggu homeostatis dan sistem imun tubuh. Hewan yang ditransportasikansejauh 500 km selama 10 jam menderita leukositosis, terutama neutrofilia. Neutrofilia terjadi karena tingginya kadar glukokortikoid yang mengganggu rilis neutrofil dari sumsum tulang dan menurunnya proliferasi limfositsecara drastis setelah stres transportasi (Minka dan Ayo, 2011).

Indikator stres lain yang dapat digunakan adalah meningkatnyakadar hormon kortisol saat setelah transportasi. Pada studi yang dilakukan Odore et al., (2004) dilakukan observasi di hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis dan sistem katekolaminergik pada sapi yang ditransportasikan jarak jauh. Ditemukan kenaikan kadar hormon kortisol dalam darah dan, limfosit; glukokortikoid dan reseptor adrenergic; katekolamin.

ACTH

CRH

CRH