pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak badan...

113
PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN DENGAN PENAGIHAN PAJAK SEBAGAI VARIABEL MODERATING (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong) Disusun Oleh: Tri Suryanti NIM: 108082000015 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP

    PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN DENGAN

    PENAGIHAN PAJAK SEBAGAI VARIABEL MODERATING

    (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong)

    Disusun Oleh:

    Tri Suryanti

    NIM: 108082000015

    JURUSAN AKUNTANSI

    FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1434 H/2013 M

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • vi

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    I. IDENTITAS PRIBADI

    1. Nama : Tri Suryanti

    2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 13 Agustus 1990

    3. Alamat : Jl.Prof Dr.Hamka RT.002/RW.010

    No.27 Kel.Gaga Kec.Larangan

    KotaTangerang

    4. Telpon : 085697999080

    5. E-mail : [email protected]

    II. PENDIDIKAN

    1. SD (1996-2002) : SDN 09 Larangan Utara

    2. SMP (2002-2005) : SMP Negeri 11 Tangerang

    3. SMA (2005-2008) : SMA Negeri 101 Jakarta Barat

    4. S1 (2008-2013) : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    III. PENGALAMAN ORGANISASI

    1. Pramuka (1999-2001)

    2. Keputrian (2005-2006)

    3. Karang Taruna Mekarsari (2004-2013)

    mailto:[email protected]

  • vii

    IV. LATAR BELAKANG KELUARGA

    1. Ayah : Tukiman

    2. Tempat, Tanggal Lahir : Gunung Kidul, 18 Juni 1957

    3. Ibu : Aminah

    4. Tempat, Tanggal Lahir : Solo, 19 Mei 1961

    5. Alamat : Jl.Prof Dr.Hamka RT.002/RW.010

    No.27 Kel.Gaga Kec.Larangan

    KotaTangerang

    6. Telepon : 021-73442205

  • viii

    INFLUENCE OF THE LEVEL OF INSTITUTION OF THE TAX

    COMPLIANCE TO THE INCREASE OF TAX REVENUE WITH

    TAX COLLECTION AS MODERATING VARIABLE

    ABSTRACT

    This study examined the influence of the level of institution of the tax

    compliance to increase of the tax revenue with tax collection as moderating

    variable. The population in this study were of the intitutions the tax that listened

    in the Tax Office Pratama Serpong. Samples in this study are taken from 2008-

    2011. The method of determining the sample was judgement sampling method,

    while the data processing methods used by researcher was moderate regresion

    analysis.

    The result shows that the level of institutian of the tax compliance

    significantly influence the increase of the tax revenue, and tax collection can not

    be a moderating variable for level of institution of the tax compliance.

    Keyword: the level of institution of the tax compliance, tax collection, to increase

    of the tax revenue

  • ix

    PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP

    PENINGKATAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN DENGAN

    PENAGIHAN PAJAK SEBAGAI VARIABEL MODERATING

    ABSTRAK

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh tingkat kepatuhan

    wajib pajak badan terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan dengan

    penagihan pajak sebagai variabel moderating. Populasi dalam penelitian ini adalah

    wajib pajak badan yang terdaftrar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong.

    Sampel yang digunakan adalah sampel dari tahun 2008-2011. Metode penentuan

    sampel yang digunakan dalam penelitian adalah judgement sampling, sedangkan

    metode pengolahan data yang digunakan peneliti adalah analisis regresi moderate.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak badan

    memiliki pengaruh secara signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak

    penghasilan dan penagihan pajak tidak bisa menjadi variabel moderating bagi

    tingkat kepatuhan wajib pajak badan tersebut.

    Kata kunci: tingkat kepatuhan wajib pajak badan, penagihan pajak, peningkatan

    penerimaan pajak penghasilan

  • x

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmannirrahim.

    Assalammualaikum Wr.Wb.

    Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan

    rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib

    Pajak Badan Terhadap Peningkatan PenerimaanPajak Penghasilan Dengan

    Penagihan Pajak SebagaiVariabel Moderating Pada Kantor Pelayanan Pajak

    (KPP) Di Tangerang”. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi

    Muhammad saw, juga kepada keluarga, sahabat dan ummatnya yang senantiasa

    mengikuti jejak dan langkah beliau sampai hari akhir nanti, amiin.

    Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

    dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

    membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

    1. Kedua orang tuaku tercinta yang telah dan selalu memberikan dukungan tiada

    henti, baik berupa doa maupun finansial serta kasih sayang yang berlimpah

    kepada penulis untuk terus tetap semangat.

    2. Kakak dan kakak iparku, Listyowati, Abdi Surono, Muhammad Reza, dan

    Destia Dwiyanti. Terima kasih atas segala pelajaran, motivasi, serta cinta dan

    kasih sayangnya kepada penulis.

    3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

    Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    4. Ibu Dr. Rini, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas

    Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    6. Bapak Dr. Amilin, SE., Ak., M. Si, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

    bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan banyak masukan,

    pengarahan, serta motivasi kepada penulis selama proses menyusun skripsi.

  • xi

    7. Bapak Afif Sulfa, SE.,Ak.,M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah

    bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan banyak

    masukan kepada penulis selama menyusun skripsi.

    8. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan ilmunya yang tidak bisa

    disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT membalas kebaikan Bapak/Ibu.

    9. Seluruh jajaran karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terimakasih atas

    bantuan, perhatian dan pelayanan yang diberikan.

    10. Ibu Widiastiwi selaku Kepala Sub Bagian Umum KPP Pratama Serpong yang

    telah memberikan izin penelitian, sehingga peneliti bisa melaksanakan

    penelitian di kantor tersebut.

    11. Bapak Zamroni selaku Staff Fungsional Pengolahan Data dan Informasi

    (PDI), serta Bapak Yogi dan Bapak Elon selaku Staff Penagihan Pajak KPP

    Pratama Serpong yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan

    data.

    12. Mudhaffar, terimakasih selama ini telah memberikan dukungan, perhatian

    dan kasih sayang penuh kepada penulis.

    13. Sahabatku Mumun Mulyani dan Listyana. Terimakasih atas doa serta

    dukungan yang telah tercurahkan kepada penulis.

    14. Sahabat seperjuanganku “The U”; Siti Zakiah, Tania Kautsarrahmelia, Tisha

    Kartika Fitriyani, Yulfa Zailia, dan Yuni Ersa Syaiful. Terimakasih atas

    dukungan dan segala canda tawa dalam suka maupun duka yang telah kalian

    bagi selama ini.

    15. Teman-teman seperjuanganku Akuntansi Perpajakan, Audit dan Manajemen

    khususnya Akuntansi A. Terimakasih atas kebersamaan yang menyenangkan

    dan kekeluargaan yang terjalin.

    16. Serta semua teman-teman penulis yang belum disebutkan diatas, terimakasih

    atas segala bantuannya selama proses penulisan skripsi ini.

  • xii

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna

    dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh

    karena itu penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik

    yang membangun dari berbagai pihak.

    Jakarta, 23 Juli 2013

    (Tri Suryanti)

  • xiii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

    LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ................... ii

    LEMBAR PENGESAHAN UJI KOMPREHENSIF ....................... iii

    LEMBAR PENGESAHAN UJI SKRIPSI ......................................... iv

    SURAT PERNYATAAN ..................................................................... v

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................ vi

    ABSTRACT ............................................................................................ viii

    ABSTRAK .............................................................................................. ix

    KATA PENGANTAR ........................................................................... x

    DAFTAR ISI .......................................................................................... xiii

    DAFTAR TABEL ................................................................................. xvii

    DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xviii

    DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xix

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

    A. Latar Belakang Penelitian ........................................................ 1

    B. Perumusan Masalah ................................................................. 7

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 8

    1. Tujuan Penelitian ………………………………………... 8

    2. Manfaat Penelitian ………………………………………. 8

  • xiv

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 10

    A. Tinjauan Literatur............ ....................................................... 10

    1. Definisi Pajak ................................................................... 10

    2. Jenis-jenis Pajak ………………………………………… 12

    3. Cara Pemungutan Pajak ………………………………… 14

    4. Sistem Pemungutan Pajak ………………………………. 15

    5. Pajak Penghasilan ……………………………………….. 16

    6. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak ...................................... 22

    7. Penagihan Pajak ............................................................... 29

    8. Peningkatan Penerimaan Pajak .......................................... 37

    B. Penelitian Sebelumnya ............................................................. 38

    C. Kerangka Berpikir ................................................................... 42

    D. Hipotesis ................................................................................. 44

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................ 47

    A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 47

    B. Metode Penentuan Sampel ...................................................... 47

    C. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 48

    D. Metode Analisis Data .............................................................. 49

    1. Statistik Deskriptif ……………………………………….. 49

    2. Uji Asumsi Klasik ………………………………………... 49

    3. Uji Hipotesis ……………………………………………… 51

  • xv

    E. Operasionalisasi Variabel dan Pengukurannya ....................... 53

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 56

    A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ............................ 56

    1. Sejarah Singkat & Perkembangan KPP Pratama Serpong .. 56

    2. Visi dan Misi KPP Pratama Serpong .................................. 57

    3. Tugas Pokok dan Fungsi KPP Pratama Serpong ................ 58

    4. Struktur Organisasi KPP Pratama Serpong ......................... 59

    B. Hasil Analisis dan Pembahasan ......................................... 62

    1. Hasil Uji Statistik Deskriptif .............................................. 62

    2. Hasil Uji Asumsi Klasik ..................................................... 63

    a. Uji Normalitas .............................................................. 63

    b. Uji Multikolonieritas .................................................... 64

    c. Uji Autokorelasi ........................................................... 65

    d. Uji Heteroskedastisitas ................................................. 66

    3. Hasil Uji Hipotesis ............................................................. 67

    a. Hasil Uji Koefisien Determinasi .................................. 67

    b. Hasil Uji Statistik t ....................................................... 68

    4. Interpretasi Hasil …………………...…………………….. 69

    BAB V PENUTUP……………………………………............................ 72

    A. Kesimpulan .............................................................................. 72

    B. Implikasi ................................................................................... 72

  • xvi

    C. Keterbatasan ………………………………………………….. 74

    D. Saran ......................................................................................... 74

    DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 76

    LAMPIRAN ............................................................................................ 80

  • xvii

    DAFTAR TABEL

    No Keterangan Halaman

    2.1 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 38

    3.1 Operasional Variabel Penelitian .................................................... 54

    4.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif ......................................................... 61

    4.2 Hasil Uji Multikolonieritas ........................................................... 63

    4.3 Hasil Uji Autokorelasi .................................................................... 64

    4.4 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ............................................. 66

    4.5 Hasil Uji Statistik t ......................................................................... 67

  • xviii

    DAFTAR GAMBAR

    No Keterangan Halaman

    1.1 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 44

    1.1 Struktur Organisasi KPP Pratama Serpong ................................... 58

    1.2 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot ....................... 62

    1.3 Hasil Uji Heterokedastisitas............................................................ 65

  • xix

    DAFTAR LAMPIRAN

    No Keterangan Halaman

    1. Surat Penelitian Skripsi…............................................................ 80

    2. Surat Keterangan Hasil Penelitian ............................................... 83

    3. Data Olahan ………………………………………………........... 85

    4. Output Hasil Pengujian Data ........................................................ 88

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Penelitian

    Peran penerimaan pajak sangat penting bagi pembangunan, karena

    pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang paling utama dari

    dalam negeri untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

    (APBN). Dimana dalam APBN 2012, target penerimaan Negara diputuskan

    naik menjadi Rp 1.032,6 triliun atau naik Rp 2 triliun dibandingkan dengan

    RAPBN 2012 yang sebesar Rp 1.019,3 triliun. Target penerimaan pajak

    tersebut juga naik 17,51% dibandingkan dengan APBN-Perubahan 2011 yang

    sebesar Rp 878,7 triliun (Malik, 2011: Indonesia Finance Today). Untuk

    menjamin hal tersebut, kepatuhan wajib pajak merupakan salah satu kunci

    keberhasilan Pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak di Indonesia.

    Namun, dalam rangka mendorong peningkatan kepatuhan wajib pajak tersebut

    maka, harus dilakukan suatu tindakan yang tegas dari pihak Pemerintah salah

    satunya yaitu meningkatkan pula pelaksanaan penagihan pajak.

    Dalam APBN pemerintah memenuhi kebutuhan dana dengan

    mengandalkan dua sumber pokok, yaitu sumber dana luar negeri dan sumber

    dana dalam negeri. Sumber dana luar negeri misalnya pinjaman luar negeri

    dan hibah (grant), sedangkan sumber dana dalam negeri misalnya penjualan

    migas dan non migas serta pajak. Untuk menjadi bangsa yang mandiri,

    pemerintah terus mengoptimalkan sumber dana dalam negeri. Dalam

  • 2

    perkembangannya pajak merupakan komponen utama penerimaan dalam

    negeri. Hal ini nampak dari terus meningkatnya proporsi penerimaan pajak

    terhadap total APBN. Pajak memberikan kontribusi sebesar 80 persen dari

    seluruh penerimaan negara (Agusti dan Herawaty, 2009:2).

    Sistem pemungutan pajak yang pernah dilaksanakan di Indonesia ada 3

    (tiga) yaitu Official Assessment System, Self Assessment System dan With

    Holding System. Dari ketiga sistem tersebut mempunyai ciri dan karakteristik

    yang berbeda-beda. Dimana Official Assessment System lebih menekankan

    inisiatif pihak fiskus untuk menentukan besarnya pajak terutang, Self

    Assessment System lebih memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk

    melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya sendiri, sedangkan With

    Holding System lebih menekankan kepada pihak ketiga selain fiskus dan wajib

    pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang.

    Sejak tahun 1984 telah diberlakukan sistem self assessment system

    dalam perpajakan Indonesia, yang memberikan kepercayaan penuh kepada

    wajib pajak (WP) untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan

    melaporkan sendiri atas kewajiban pajaknya. Sistem perpajakan ini sangat

    memerlukan kejujuran dari WP dalam menghitung pajak terutang dan dibayar

    melalui pengisisan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Dalam pelaksanaan

    undang-undang perpajakan, fungsi pengawasan sekaligus pembinaan

    merupakan konsekuensi dari pemberian kepercayaan kepada wajib pajak

    tersebut. Selain itu Direktorat Jenderal Pajak juga melakukan upaya

    penegakan hukum, yang salah satunya dengan pengenaan sanksi di bidang

  • 3

    perpajakan. Sebagai perwujudan bentuk pengawasan dan pembinaan,

    kegiatan pemeriksaan pajak dilaksanakan dari waktu ke waktu dan

    berkesinambungan (Salip dan Tendy Wato, 2006:2).

    Dalam sistem yang menekankan keaktifan wajib pajak ini memerlukan

    tax compliance (kepatuhan perpajakan). Tax compliance tersebut sangat

    dibutuhkan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak di Indonesia. Namun,

    lebih dari itu tax compliance dapat dikatakan sebagai tulang punggung self

    assessment system dimana dibutuhkan suatu kerelaan dari wajib pajak itu

    sendiri untuk melaksanakan kewajibannya sehingga sistem tersebut dapat

    dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (Dahliana Hasan, 2008:1).

    Dalam Dahliana Hasan (2008:2) dikatakan bahwa masalah kepatuhan

    dalam perpajakan terutama dalam sistem self assessment ini sangatlah

    penting. Hal ini dikarenakan sistem tersebut juga membuka peluang

    dilakukannya kecurangan-kecurangan oleh para wajib pajak dalam memenuhi

    kewajiban perpajaknnya. Kecurangan tersebut dapat dikategorikan menjadi

    dua yaitu perlawanan aktif dan perlawanan pasif. Perlawanan tersebut timbul

    karena pada dasarnya tidak ada orang yang rela membayar pajak. Bahkan

    dalam suatu artikel dikatakan bahwa pajak di Indonesia masih dianggap

    momok meskipun telah dilakukannya reformasi perpajakan sejak tahun 1983.

    Padahal dengan adanya sistem yang baru, kesadaran untuk memenuhi

    kewajiban perpajakannya seharusnya sudah menginternalize dalam diri wajib

    pajak.

    Dalam kondisi tersebut keberadaan self assessment system

    memungkinkan Wajib Pajak untuk melakukan kecurangan pajak. Tanpa

    adanya penelitian dan pemeriksaan pajak serta tidak adanya ketegasan dari

  • 4

    instansi pajak, maka ketidakpatuhan Wajib Pajak tersebut dapat berkembang

    sedemikian rupa sehingga bisa mencapai suatu tingkat dimana sistem

    perpajakan akan menjadi lumpuh (Agusti, et al. 2009:2).

    Sistem self assessment tersebut membutuhkan kepatuhan sukarela dari

    Wajib Pajak yang diwujudkan jika terpenuhinya unsur kesadaran perpajakan

    dan unsur tindakan penegakan hukum. Namun melihat kurangnya kesadaran

    bahwa dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, terkadang Wajib Pajak

    memiliki suatu utang pajak yang belum dibayar. Untuk mengatasi hal

    tersebut maka Direktorat Jenderal Pajak melakukan upaya penagihan pajak.

    Sebagai contoh, kasus mengenai 100 penunggak pajak terbesar pada

    tahun 2010. Pemberitaan mengenai para penunggak pajak ini dimulai ketika

    DPR melakukan rapat dengar pendapat dengan Ditjen pajak yang membahas

    mengenai penerimaan pajak dan tunggakan pajak. Tidak lama setelah rapat

    dengar pendapat tersebut DPR melakukan konferensi pers terkait rapat

    tersebut. Dalam konferensi pers tersebut akhirnya salah satu data yang

    dikeluarkan oleh DPR adalah data 100 penunggak pajak yang diperoleh oleh

    DPR dari Ditjen Pajak. Kontroversi data 100 penunggak pajak bukanlah data

    sembarangan. Data 100 penunggak pajak dengan nilai total tunggakan

    hampir 17.5 trilyun tentu bukanlah angka yang kecil, jauh lebih besar dari

    nilai kasus bank Century. Tentu saja angka ini cukup menghenyakkan dan

    menyadarkan banyak pihak, ternyata banyak perusahaan-perusahaan yang

    masih menunggak pajaknya, termasuk perusahaan BUMN (Rohman, 2010).

  • 5

    Kontroversi mengenai publikasi penunggak pajak terbesar ini harus

    diperhatikan agar tidak salah memahami kasus penunggak pajak ini.

    Banyaknya perusahaan-perusahaan yang menyatakan bahwa mereka tidak

    mempunyai tunggakan sebenarnya tidak salah juga. Ternyata memang

    beberapa perusahaan yang masuk dalam daftar 100 penunggak pajak itu

    masih dalam dalam proses hukum. Proses hukum bisa berupa keberatan,

    banding, ataupun peninjauan kembali. Perusahaan menganggap bahwa atas

    utang pajak mereka yang sedang diajukan upaya hukum bukan merupakan

    utang pajak karena belum mempunyai ketetapan hukum yang kuat. Berbeda

    dengan penafsiran perusahaan, pajak mempunyai aturan tersendiri mengenai

    definisi utang pajak. Di dalam undang-undang formal pajak yaitu KUP

    (ketentuan umum dan tatacara perpajakan), atas surat ketetapan pajak (SKP)

    apabila dalam jangka waktu 30 hari tidak dilunasi maka sudah merupakan

    utang pajak, dan bisa dilakukan tindakan penagihan.

    Melihat kenyataan tersebut dimana banyak perusahaan yang masih

    menunggak pajaknya, itu berarti bahwa masih rendahnya tingkat kesadaran

    Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Dengan demikian

    adanya tindakan penegakan hukum dengan dilaksanakannya tindakan

    penagihan pajak sangatlah diperlukan agar mengurangi penunggak pajak,

    sehingga kepatuhan Wajib Pajak dapat meningkat.

    Dalam rangka meningkatkan kepatuhan perpajakan, upaya penagihan

    dilakukan dengan memperhatikan optimalisasi jumlah wajib pajak yang

    ditagih. Optimalisasi tersebut dimaksudkan agar dapat menghasilkan

  • 6

    penerimaan pajak dan juga mempertimbangkan segi keadilan dalam

    memperlakukan wajib pajak. Oleh sebab itu, diupayakan agar setiap wajib

    pajak akan mendapatkan giliran untuk diperiksa dalam rangka menguji

    pemenuhan kewajiban perpajakannya (Syahab dan Gisijanto, 2008:3).

    Kewajiban-kewajiban yang timbul dalam pajak harus dipenuhi oleh

    keharusan membayar pajak, namun pembuat undang-undang pajak harus

    memperhatikan kemungkinan yang mana tidak semua kewajiban-kewajiban

    tersebut akan dipenuhi oleh wajib pajak yang bersangkutan dengan sukarela.

    Untuk itu, agar dipatuhinya undang-undang yang telah ditetapkan, maka

    diperlukan tindakan penegakan hukum sehingga dapat memberikan keadilan

    dan kepastian hukum agar Wajib Pajak taat, patuh dan disiplin dalam

    membayar pajak.

    Berdasarkan uraian diatas, peneliti termotivasi untuk melakukan

    penelitian ini karena pertama, dalam meningkatkan penerimaan pajak

    diperlukan tingkat kepatuhan dari masing-masing wajib pajak. Mengingat

    kapatuhan wajib pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan

    penerimaan pajak, maka perlu upaya penagihan pajak agar wajib pajak dapat

    mematuhi kewajibannya. Hal ini diharapkan dapat menambah dan

    mendorong sumber-sumber penerimaan dari dalam negeri terutama dari

    sektor pajak untuk membantu kelancaran dalam hal pembangunan. Kedua,

    Dalam rangka meningkatkan kepatuhan perpajakan, upaya penagihan pajak

    sangatlah penting dilakukan dengan memperlihatkan optimalisasi jumlah

    wajib pajak tertagih. Untuk itu peneliti menaruh perhatiannya pada

    penagihan pajak terhadap penerimaan pajak dalam kondisi kepatuhan wajib

  • 7

    pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang

    berjudul “Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap

    Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Dengan Penagihan Pajak

    Sebagai Variabel Moderating”.

    Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya,

    yaitu penelitian yang dilakukan oleh Euphrasia Susy Suhendra (2010).

    Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai

    berikut:

    1. Variabel yang digunakan peneliti terdahulu adalah kepatuhan wajib pajak,

    dan penerimaan pajak. Sedangkan, dalam penelitian ini, peneliti

    menambahkan satu variabel moderating yaitu penagihan pajak.

    2. Objek dalam penelitian ini adalah wajib pajak (perusahaan) yang terdaftar

    pada KPP Pratama Serpong untuk tahun pajak 2008, 2009, 2010 dan

    2011. Sedangkan, objek penelitian sebelumnya yaitu perusahaan yang

    terdaftar pada KPP di wilayah DKI Jakarta dengan data tahun pajak 2003,

    2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008.

    B. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah dalam

    penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

    1. Apakah tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan berpengaruh signifikan

    terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan pada Kantor

    Pelayanan Pajak Pratama Serpong?

  • 8

    2. Apakah interaksi antara tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan dengan

    penagihan pajak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan

    penerimaan pajak penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

    Serpong?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan

    untuk menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:

    a. Menganalisis pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan terhadap

    peningkatan penerimaan pajak penghasilan pada Kantor Pelayanan

    Pajak Pratama Serpong.

    b. Menganalisis pengaruh interaksi antara tingkat kepatuhan Wajib Pajak

    Badan dengan penagihan pajak terhadap peningkatan penerimaan pajak

    penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong.

    2. Manfaat Penelitian

    a. Kontribusi Teoritis

    1) Mahasiswa jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai

    bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk

    menambah ilmu pengetahuan.

  • 9

    2) Masyarakat, Untuk menambah pengetahuan akuntansi khususnya

    perpajakan di Indonesia dan sebagai sarana informasi tentang

    kepatuhan wajib pajak, penagihan pajak dan penerimaan pajak.

    3) Wajib Pajak, sebagai bahan informasi tentang tingkat kepatuhan

    wajib pajak, penagihan pajak dan peningkatan penerimaan pajak

    pada Kantor Pelayanan Pajak.

    4) Peneliti berikutnya, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang

    akan melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.

    5) Penulis, sebagai sarana untuk memperluas wawasan dan

    mendapatkan pengetahuan praktis sebagai hasil pengamatan

    langsung serta dapat menerapkan teori yang telah diperoleh.

    b. Kontribusi Praktis

    1) Direktorat Jenderal Pajak, diharapkan dapat memberikan

    konstribusi positif sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan

    dalam pembuatan keputusan sehingga dapat meningkatkan

    kepatuhan wajib pajaknya dalam hal membayar pajak.

    2) Kantok Pelayanan Pajak (KPP), sebagai tinjauan yang diharapkan

    dapat dijadikan informasi untuk meningkatkan penerimaan pajak

    dalam hal-hal yang menyangkut kepatuhan wajib pajak dan

    penagihan pajaknya dalam rangka memenuhi kewajiban

    perpajakannya.

  • 10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Literatur

    1. Definisi Pajak

    Definisi pajak menurut para ahli seperti yang diungkapkan oleh

    Waluyo (2010:2) di antaranya sebagai berikut:

    Menurut Edwin R. A. Seligman

    “Tax is compulsary contribution from the person, to government to depray

    the expenses incurred in the common interestof all, without reference to

    special benefit conferred”. Dari definisi di atas terlihat adanya kontribusi

    seseorang yang ditunjukkan kepada negara tanpa adanya manfaat yang

    ditunjukkan secara khusus kepada seseorang, memang demikian halnya

    bahwa bagaimanapun juga pajak itu ditujukan manfaatnya kepada

    masyarakat.

    Menurut N. J. Feldman

    “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada

    penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa

    adanya kontrapretasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup

    pengeluaran-pengeluaran umum”.

    Menurut M. J. H. Smeets

    “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-

    norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontrapretasi

    yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah

    untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.

    Menurut Soeparman Soemahamidjaja

    “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang, yang dipungut penguasa

    berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-

    barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

  • 11

    Menurut Rochmat Soemitro

    “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-

    undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal

    (kontra-pretasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan

    untuk membayar pengeluaran umum”.

    Sedangkan definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun

    2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Ketentuan Umum dan

    Tata Cara Perpajakkan Nomor 6 Tahun 1983 adalah

    “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

    pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

    dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

    keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

    Dari definisi tersebut, terdapat empat unsur yang melekat pada pajak,

    diantaranya adalah:

    a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan

    pelaksanaannya yang sifanya dapat dipaksa

    b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi

    individual oleh pemerintah

    c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah

    d. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur

    Pada dasarnya setiap definisi pajak yang dikemukakan para ahli

    memuat empat unsur di atas. Adanya keempat unsur tersebut menjadikan

    pajak mempunyai kekuatan hukum yang kuat, untuk itu apabila wajib

    pajak atau masyarakat tidak melakukan kewajiban perpajakannya sesuai

    dengan Undang-Undang yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi yang

    berupa sanksi administrasi maupun pidana.

  • 12

    2. Jenis-Jenis Pajak

    Dalam Resmi (2009:7) pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga,

    yaitu pengelompokan berdasarkan golongannya, lembaga pemungutnya,

    maupun sifatnya, adapun penjelasanya antara lain:

    a. Pajak berdasarkan golongannya dapat dibagi menjadi dua yaitu pajak

    langsung dan pajak tidak langsung.

    1) Pajak Langsung, yaitu pajak yang bebannya harus ditanggung

    sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak dapat

    dialihkan kepada pihak lain. Contohnya Pajak Penghasilan (PPh)

    2) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang bebannya dapat dialihkan

    kepada pihak lain. Contohnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan

    Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

    b. Berdasarkan lembaga pemungutnya, pajak dapat dibagi menjadi dua,

    yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah.

    1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang wewenang pemengutannya ada pada

    pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen

    Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Contohnya, Pajak

    Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak

    Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan

    Bangunan (PBB), Bea Materai dan Bea Perolehan Hak atas Tanah

    dan Bangunan (BPHTB).

    2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang wewenang pemungutannya ada

    pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan Dinas

  • 13

    Pendapatan Daerah diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan

    masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Contohnya

    Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Kendaraan Bermotor.

    c. Berdasarkan sifatnya, pajak dikelompokan menjadi pajak subjektif dan

    pajak objektif.

    1) Pajak subjektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan

    keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang melihat

    subjeknya. Contohnya Pajak Penghasilan

    2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya memperhatikan

    objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa

    yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa

    memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak maupun tempat

    tinggalnya. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak

    Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Bumi dan

    Bangunan (PBB).

    Dengan adanya pembagian pajak berdasarkan golongan, lembaga

    pemungut dan sifatnya di atas, maka dapat diketahui secara jelas macam-

    macam pajak serta bagaimana pajak tersebut seharusnya dibayar, pihak-

    pihak yang berhak melaksanakan pemungutan pajak tersebut serta dasar

    perhitungan pengenaan pajaknya.

  • 14

    3. Cara Pemungutan Pajak

    Waluyo (2010:16) menyebutkan bahwa cara pemungutan pajak

    dilakukan berdasarkan tiga stelsel, yaitu stelsel nyata, stelsel anggapan,

    dan stelsel campuran, dimana penjelasanya adalah sebagai berikut:

    a. Stelsel Nyata

    Pengenaan pajak didasarkan objek (penghasilan) yang nyata, sehingga

    pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni

    setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui.

    Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis.

    Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode

    (setelah penghasilan rill diketahui).

    b. Stelsel Anggapan

    Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh

    Undang-Undang, sebagai contoh: penghasilan suatu tahun dianggap

    sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah

    dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak

    berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar selama tahun

    pajak berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya

    adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang

    sesungguhnya.

    c. Stelsel Campuran

    Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel

    anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu

  • 15

    anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan

    dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut

    kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib

    pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya,

    apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali.

    Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia

    menganut stelsel campuran, dimana pada awal tahun pajak terdapat

    angsuran pajak berdasarkan besarnya pajak yang terutang. Sehingga pada

    akhir tahun dihitung kembali berdasarkan penghasilan yang diperoleh pada

    tahun yang bersangkutan. Jika terdapat kekurangan, maka wajib pajak

    harus melunasi kekurangan pembayaran pajak dalam jangka waktu yang

    telah ditentukan.

    4. Sistem Pemungutan Pajak

    Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu

    Official Assessment System, Self Assessment System, Withholding System

    (Resmi, 2009:11). Adapun penjelasannya sebagai berikut:

    a. Official Assessment System

    Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

    wewenang kepada fiskus atau aparat pajak untuk menentukan besarnya

    pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-

    undang perpajakan yang berlaku.

    b. Self Assessment System

    Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

  • 16

    wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk

    memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak

    yang harus dibayar.

    c. Withholding System

    Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

    wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut

    besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

    Saat ini di Indonesia menerapkan sistem Self Assessment System,

    dimana wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak terutang, paham

    akan peraturan yang berlaku dan mempunyai kejujuran yang tinggi serta

    menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, berhasil

    atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak semacam ini sangat

    tergantung pada wajib pajak itu sendiri (peran dominan ada pada wajib

    pajak).

    5. Pajak Penghasilan

    Pengertian Pajak Penghasilan dalam pasal 1 Undang-Undang No.7

    Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir

    dengan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 adalah Pajak yang dikenakan

    terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya

    dalam tahun pajak. Ini mengandung pengertian bahwa subjek pajak baru

    dikenakan pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh

    penghasilan. Waluyo (2010:89) mengartikan bahwa subjek pajak sebagai

    orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak.

  • 17

    a. Subjek Pajak Penghasilan

    1) Orang pribadi

    2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

    yang berhak

    3) Badan

    4) Bentuk Usaha Tetap

    b. Bukan Subjek Pajak Penghasilan

    1) Badan perwakilan negara asing

    2) Pejabat-pejbat perwakilan diplomatik, konsulat atau pejbat-pejabat

    lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada

    mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama

    mereka

    3) Organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan

    Menteri Keuangan

    4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi ntenasional yang ditetapkan

    dengan Keputusan Menteri Keuangan.

    c. Objek Pajak Penghasilan

    Yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu

    setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh

    Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar

    Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah

    kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam

    bentuk apapun, termasuk:

  • 18

    1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa

    yang diterima atau diperoleh.

    2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.

    3) Laba usaha.

    4) Keuntungan karena penjualan atau karena penagihan aktiva.

    5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebnkan

    sebagai biaya.

    6) Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan kerja karena

    jaminan pengembalian hutang.

    7) dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen

    dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian

    sisa hasil usaha koperasi;

    8) royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

    9) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

    10) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

    11) keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan

    jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

    12) keuntungan selisih kurs mata uang asing;

    13) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

    14) premi asuransi;

    15) iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya

    yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau

    pekerjaan bebas;

  • 19

    16) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

    dikenakan pajak;

    17) penghasilan dari usaha berbasis syariah;

    18) imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

    yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara

    perpajakan; dan

    19) surplus Bank Indonesia.

    d. Bukan Objek Pajak Penghasilan

    1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan

    amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan

    oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang

    berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi

    pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh

    lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah

    dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang

    ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

    Pemerintah; dan

    2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis

    keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,

    badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang

    menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur

    dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang

  • 20

    tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau

    penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

    3) warisan;

    4) harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham

    atau sebagai pengganti penyertaan modal;

    5) penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa

    yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau

    kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang

    diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan

    pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma

    penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 15;

    6) pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi

    sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,

    asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

    7) dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan

    terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha

    milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal

    pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di

    Indonesia dengan syarat:

    8) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

  • 21

    9) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha

    milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada

    badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh

    lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

    10) iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya

    telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi

    kerja maupun pegawai;

    11) penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun

    sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu

    yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

    12) bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

    komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,

    persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang

    unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

    13) dihapus;

    14) penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal

    ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang

    didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,

    dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

    15) merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang

    menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur

    dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

    16) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

  • 22

    17) beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya

    diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

    Keuangan;

    18) sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba

    yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian

    dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang

    membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana

    dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan

    pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun

    sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur

    lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

    dan

    19) bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara

    Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya

    diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

    Keuangan.

    6. Kepatuhan Wajib Pajak

    Berikut ini adalah beberapa pengertian mengenai kepatuhan wajib

    pajak menurut beberapa ahli yaitu: (Rahayu, 2010:138)

    Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, istilah kepatuhan adalah:

    “Kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran aturan dalam perpajakan

    kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan

    ketaatan, tunduk, dan patuh, serta melaksanakan ketentuan perpajakan.

    Jadi, wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan mematuhi

    serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan perpajakan”.

  • 23

    Safri Nurmantu berpendapat:

    “Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana

    wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan

    hak perpajakannya".

    Norman D. Nowak, mengartikan Kepatuhan Wajib Pajak sebagai:

    “Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan,

    tercermin dalam situasi dimana:

    a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan

    peraturan perundang-undangan perpajakan

    b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas

    c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar

    d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya

    Sedangkan merujuk pada kriteria Wajib Pajak Patuh menurut

    Keputusan Menteri Keuangan No.554/KMK.04/2000, bahwa kriteria

    kepatuhan Wajib Pajak apabila memenuhi semua syarat sebagai berikut

    (Rahayu, 2010:139):

    a. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam

    2 (dua) tahun terakhir

    b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali

    telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran

    pajak

    c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di

    bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir

  • 24

    d. Dalam waktu 2 (dua) tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan

    dalam hal terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi

    pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang

    terutang paling banyak 5%

    e. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 (dua) tahun terakhir

    diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian

    atau pendapat wajar dengan pengecualian tidak mempengaruhi laba rugi

    fiskal.

    Jadi bisa disimpulkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu

    keadaan dimana Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dan

    melaksanakan hak perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku

    tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan

    ataupun ancaman dan penerapan sanksi hukum maupun administrasi.

    a. Wajib Pajak

    Pengertian Wajib Pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 28

    Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

    adalah:

    “Wajib Pajak Adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar

    pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

    kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

    undangan.”

    Pengertian tersebut menjelaskan bahwa setiap wajib pajak yang

    telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan

  • 25

    ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib

    mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah

    kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak.

    Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan

    mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan

    Tahun 1984 dan perubahannya. Sedangkan persyaratan objektif adalah

    persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh

    penghasilan.

    Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-

    89/PJ/2009 Tentang Tata Cara Penanganan Wajib Pajak Non Efektif,

    Wajib Pajak yang terdaftar dapat di administrasikan ke dalam dua

    jenis wajib pajak, yaitu:

    1) Wajib Pajak Efektif yaitu Wajib Pajak yang melakukan pemenuhan

    kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun

    penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan/atau Tambahan

    sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

    2) Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak melakukan

    pemenuhan kewajiban baik berupa pembayaran pajak maupun

    penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan/atau Tambahan

    sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, yang

    nantinya dapat diaktifkan kembali.

    Wajib Pajak dinyatakan sebagai Wjib Pajak Non Efektif apabila

    memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • 26

    (a) Selama 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak pernah melakukan

    kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun

    penyampaian SPT Masa dan/atau Tahunan.

    (b) Tidak diketahui/ditemukan lagi alamatnya

    (c) Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia tetapi

    belum diterima pemberitahuan tertulis secara resmi dari ahli

    warisnya atau belum mengajukan penghapusan NPWP

    (d) Secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha

    (e) Bendahara tidak melakukan pembayaran lagi

    (f) Wajib Pajak Badan yang telah bubar tetapi belum ada akte

    pembubarannya atau belum ada penyelesaian likuidasi (bagi

    badan yang sudah mendapat pengesahan dari instansi yang

    berwenang)

    (g) Wajib Pajak Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau berada

    atau bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka

    waktu 12 bulan.

    Dalam hal perubahan status Wajib Pajak Efektif menjadi Non

    Efektif atau sebaliknya, Direktorat bagian Informasi Perpajakan harus

    melakukan pemantauan terhadap perubahan status wajib pajak yang

    dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

  • 27

    b. Surat Pemberitahuan (SPT)

    1) Pengertian SPT

    Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28

    Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,

    Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak

    digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran

    pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan

    kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan

    perpajakan.

    2) Fungsi SPT

    Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan

    adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan

    mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang

    sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

    (a) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan

    sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak

    lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak

    (b) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan

    objek pajak

    (c) Harta dan kewajiban

    (d) Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang

    pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan

  • 28

    lain dalam satu masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan

    perundang-undangan perpajakan.

    Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan

    (SPT) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan

    mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak

    Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang

    sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

    (a) Pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran

    (b) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan

    sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak

    lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan perpajakan.

    Sedangkan bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi

    surat pembeitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan

    mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut

    dan disetorkan.

    3) Jenis SPT

    Secara garis besar Surat Pemberitahuan (SPT) dibedakan

    menjadi dua, yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan, dimana

    penjelasannya sebagai berikut:

    (a) SPT Masa adalah SPT yang digunakan untuk melakukan

    pelaporan atas pembayaran pajak yang terutang dalam suatu

    masa pajak. SPT Masa terdiri dari SPT Masa pph, SPT Masa

  • 29

    PPN, dan SPT Masa PPN untuk Pemungut Pajak

    Pertambahan Nilai.

    (b) SPT Tahunan adalah SPT yang digunakan untuk melakukan

    pelaporan atas pembayaran pajak yang terutang dalam satu

    tahun pajak atau bagian tahun pajak. SPT Tahunan ini hanya

    ada untuk Pajak penghasilan saja.

    4) Batas Waktu Penyampaian SPT

    Batas waktu penyampaian SPT Tahunan, ada dua kategori,

    yaitu:

    (a) SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi,

    paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak

    (b) SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling

    lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.

    Sedangkan batas waktu penyampaian SPT Masa Pajak

    Penghasilan terdapat beberapa kategori, dimana rata-rata

    penyampaiannya dilakukan paling lambat 20 hari setelah Masa

    Pajak berakhir.

    7. Penagihan Pajak

    Berikut ini adalah beberapa pengertian mengenai penagihan pajak

    menurut beberapa ahli yang diungkap oleh Rahayu (2010:138), yaitu:

    Menurut Rachmat Soemitro

    “Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral

    Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang

    pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak”

  • 30

    Menurut pasal 1 butir 9 Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang

    penagihan pajak dengan surat paksa

    “Penagihan pajak adalah serangkaian tidakan agar penanggung pajak

    melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

    memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,

    memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan

    penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah

    disita”

    Menurut Moeljohadi

    “Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan dari aparatur jenderal,

    berhubungan wajib pajak tidak melunasi baik sebagian/seluruhan

    kewajiban perpajakan yang menurut undang-undang perpajakan yang

    berlaku”

    Dari pengertian yang dikemukakan tersebut, terdapat empat unsur

    pengertian penagihan, diantaranya yaitu:

    a. Serangkaian tindakan, bahwa penagihan dilakukan berurutan dari

    diterbitkannya Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah melakukan

    penyitaan, Pengumuman lelang serta pelelangan

    b. Aparatur Direktur Jenderal Pajak, juru sita pajak negara yang telah

    memenuhi syarat-syarat khusus, diangkat dan telah disumpah

    c. Wajib Pajak tidak melunasi sebagian/seluruhnya kewajiban perpajakan

    yaitu utang pajak yang tercantum dalam SPT, SKPKB, SKPKBT, SK

    Pembetulan, SK Keberatan atau Putusan Banding yang menambah

    pajak terutang.

    Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Penagihan pajak

    adalah suatu tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh fiskus atau juru

    sita pajak kepada penanggung pajak agar dapat melunasi utang pajak tanpa

  • 31

    menunggu jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari

    semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.

    a. Dasar Penagihan Pajak

    Dalam penagihan pajak perlu diketahui terlebih dahulu dasar yang

    digunakan dalam penagihan pajak. Sesuai dengan pasal 18 Undang-

    Undang KUP bahwa dasar penagihan pajak yang digunakan yaitu

    (Waluyo, 2009:57):

    1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

    2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

    3) Surat Keputusan Pembetulan

    4) Surat Keputusan Keberatan, Putusan Peninjauan Kembali, yang

    menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.

    Dasar hukum yang digunakan dalam penagihan pajak yaitu

    Undang-Undang no.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan

    Surat Paksa. Sebagai pelaksana eksekusi dari putusan yang sama

    kedudukanya dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai

    kekuatan hukum tetap dilaksanakan oleh juru sita. Juru sita diangkat

    dan diberhentikan oleh pejabat yang bertugas (Waluyo, 2009:58):

    1) Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan sekaligus

    2) Memberitahukan Surat Paksa

    3) Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasar

    surat perintah melaksanakan penyitaan

  • 32

    4) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah

    penyanderaan.

    b. Bentuk Penagihan Pajak

    Penagihan pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu penagihan

    pasif dan penagihan aktif, adapun penjelasanya adalah sebagai berikut

    (Suandi, 2008:174):

    1) Penagihan Pasif

    Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan surat

    tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan

    pajak kurang bayar tambahan, surat keputusan pembetulan yang

    menyebabkan pajak terutang lebih besar, surat keputusan keberatan

    yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, surat

    keputusan banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi

    lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka

    7 hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak

    secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan surat teguran.

    2) Penagihan Aktif

    Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan

    pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan

    aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat

    ketetapan pajak tetap, akan diikuti dengan tindakan sita, dan

    dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang. Adapun penjelasannya

    adalah sebagai berikut:

  • 33

    (a) Surat Teguran

    Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan

    Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan

    Pajak Kurang Bayar Tambahan, tidak dilunasi sampai

    melewati 7 (tujuh) hari dari batas waktu jatuh tempo (satu

    bulan sejak tanggal diterbitkannya).

    (b) Surat Paksa

    Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 (dua puluh satu)

    hari dari tanggal surat teguran maka akan diterbitkan Surat

    Paksa yang disampaikan oleh Juru Sita Pajak Negara dengan

    dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp 50.000,00 (lima

    puluh ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x

    24 jam.

    (c) Juru Sita

    Apabila utang pajak belum juga dilunasi dalam waktu 2 x 24

    jam dapat dilakukan tindakan penyitaan atas barang-barang

    WP, dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp

    100.000,00 (seratus ribu rupiah).

    (d) Lelang

    Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tindakan penyitaan,

    utang pajak belum dilunasi maka akan dilanjutkan dengan

    tindakan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara. Dalam hal

    biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum

  • 34

    dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya

    iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabardan biaya

    lelang pada saat pelelangan.

    c. Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

    Atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, berdasarkan STP,

    SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding,

    Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang

    masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh penanggung

    pajak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dilaksanakan

    penagihan pajak.

    Adapun jadwal atau jangka waktu penagihan pajak adalah sebagai

    berikut (Rahayu, 2010:198):

    1) Tanggal jatuh tempo tidak dibayar

    2) 7 hari tanggal jatuh tempo diterbitkan Surat Teguran

    3) 21 hari dari tanggal Surat Teguran diterbitkan Surat Paksa

    4) 2x24 jam dari tanggal Surat Paksa diterbitkan Surat Perintah

    Melakukan Penyitaan (SPMP)

    5) 14 hari dari tanggal SPMP pemerintah jadwal waktu pelelangan ke

    kantor negara

    6) 14 hari pengumuman lelang, pelaksanaan lelang.

    Dan apabila Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban membayar

    dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam surat teguran,

  • 35

    penagihan selanjutnya dilakukan oleh Juru Sita Pajak Negara (JSPN)

    dengan menerbitkan Surat Paksa.

    1) Pemberitahuan Surat Paksa

    Surat Paksa diberitahukan oleh JSPN dengan pernyataan dan

    penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.

    Pemberitahuan ini dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-

    kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa,

    nama JSPN, nama yang menerima dan tempat pemberitahuan Surat

    Paksa.

    Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Juru

    Sita Pajak kepada:

    (a) Penanggung Pajak

    (b) Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun bekerja

    di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak

    yang bersangkutan tidak dapat dijumpai.

    (c) Salah satu ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang

    mengurus harta peninggalannya apabila Wajib Pajak telah

    meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi.

    (d) Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan

    harta warisan telah di bagi.

    Sedangkan Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh

    juru sita pajak kepada:

  • 36

    (a) Pengurus, kepada perwakilan, kepala cabang, penanggung

    jawab, pemilik modal.

    (b) Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan,

    apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang

    sebagaimana dimaksud dalam huruf I.

    2) Isi Surat Paksa

    Surat Paksa diantaranya berisi sebagai berikut:

    (a) Berkepala kata “Atas nama keadilan” sesuai UU No. 14

    Tahun 1970, sesuai UU PPSP diganti menjadi “Demi keadilan

    berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

    (b) Nama Wajib Pajak dan keterangan cukup tentang alasan yang

    menjadi dasar penagihan, perintah membayar (dalam waktu 2

    x 24 jam)

    (c) Ditandatangani oleh pejabat yang berwenang ditunjuk Menteri

    Keuangan atau kepala daerah.

    3) Karakter Surat Paksa

    Karakter surat paksa yang lain, disamping seperti yang telah

    disebutkan di atas:

    a. Mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan grosse

    putusan dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta

    banding lagi pada hakim atasannya.

    b. Mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

  • 37

    c. Dapat dilanjutkan dengan tindak penyitaan atau

    penyanderaaan/pencegahan.

    8. Penerimaan Pajak

    Realisasi penerimaan pajak adalah penerimaan pajak yang berasal

    dari Wajib Pajak yang berhasil dihimpun oleh KPP. Pemungutan pajak

    merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta wajib

    pajak yang secara langsung dan bersamasama melaksanakan kewajiban

    perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan

    nasional.

    Menurut Waluyo dan Wirawan (2002:5) dari sudut pandang

    ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk

    mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan. Pajak sebagai

    motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat.

    Sedangkan dari sudut pandang keuangan, pajak juga dipandang

    sebagai bagian yang sangat penting dalam penerimaan negara. Jika dilihat

    dari penerimaan negara, kondisi keuangan negara tidak lagi semata-mata

    dari penerimaan negara berupa minyak dan gas bumi, tetapi lebih

    berupaya untuk menjadikan pajak sebagai primadona penerimaan negara.

    Upaya memaksimalkan penghimpunan pajak negara dapat

    dilakukan melalui program ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang

    perpajakan. Ekstensifikasi merupakan upaya untuk menambah atau

    memperluas subyek pajak maupun obyek pajak. Indikatornya adalah

    ketika nominal rupiah pajak yang terhimpun diikuti oleh peningkatan

  • 38

    jumlah Wajib Pajak. Intensifikasi dilakukan dengan upaya meningkatkan

    terhimpunnya pajak dari subyek pajak dan obyek pajak yang telah ada.

    Indikatornya adalah peningkatan nominal rupiah penerimaan pajak tanpa

    selalu diikuti penambahan jumlah subyek atau obyek pajak.

    B. Penelitian Sebelumnya

    Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu

    mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam tabel

    2.1.

  • 39

    Tabel 2.1

    Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

    Peneliti

    (Tahun)

    Judul

    Penelitian

    Metode Penelitian Hasil Penelitian

    Persamaan Perbedaan

    Suryadi

    (2006)

    Model Hubungan Kausal

    Kesadaran, Pelayanan,

    Kepatuhan Wajib Pajak dan

    Pengaruhnya Terhadap

    Kinerja Penerimaan Pajak

    1. Variabel independen terkait tentang

    kepatuhan wajib pajak

    1. Objek Penelitian Wajib Pajak di

    wilayah Jawa Timur

    2. Teknik analisis Structural Equation

    Modelling (SEM),

    dan Uji Beda Dua

    Rata-Rata (t-Test)

    Kesadaran dan pelayanan

    tidak berpengaruh secara

    signifikan, sedangkan

    kepatuhan wajib pajak

    berpengaruh secara

    signifikan terhadap kinerja

    penerimaan pajak

    Zakiah

    M.Syahab dan

    Hantoro Arief

    Gisijanto

    (2008)

    Pengaruh Penagihan Pajak

    dan Surat Paksa Pajak

    Terhadap Penerimaan Pajak

    Penghasilan Badan

    1. Variabel independen terkait tentang

    Penagihan Pajak

    2. Variabel dependen penerimaan pajak

    1. Variabel independen penagihan pajak dan

    surat paksa pajak

    2. Metode penelitian dengan survey di

    KPP Pratama DKI

    Jakarta Pusat

    3. uji hipotesis dengan analisis taksiran

    koefisien jalur

    Terdapat Pengaruh Secara

    Signifikan antara

    Penagihan Pajak dan Surat

    Paksa Pajak Dengan

    Penerimaan Pajak

    Penghasilan Badan di KPP

    Pratama Kanwill DJP

    Jakarta Pusat

    Bersambung pada halaman berikutnya:

  • 40

    tabel 2.1 (Lanjutan)

    Peneliti

    (Tahun)

    Judul

    Penelitian

    Metode Penelitian Hasil Penelitian

    Persamaan Perbedaan

    Dahliana Hasan

    (2008)

    Pelaksanaan Tax Compliance

    Dalam Upaya Optimalisasi

    Penerimaan Pajak di Kota

    Yogyakarta

    1. Menggunakan variabel kepatuhan

    dan penerimaan pajak

    1. Metode penelitian hukum empiris

    dengan cara

    observasi dan

    wawancara

    2. Metode analisis secara kualitatif

    Pelaksanaan Tax

    Compliance di Kota

    Yogyakarta masih belum

    maksimal yang disebabkan

    oleh beberapa faktor

    penghambat baik yang

    berasal dari pihak wajib

    pajak maupun fiskus

    Asri Fika Agusti

    dan Vinola

    Herawati

    (2009)

    Pengaruh Tingkat kepatuhan

    wajib pajak badan terhadap

    penerimaan pajak yang

    dimoderasi oleh pemeriksaan

    pajak pada KPP Pratama

    1. Variabel independen maupun dependen

    2. Menggunakan analisis regresi berganda, uji

    asumsi klasik, uji t

    dan uji f

    1. Variabel kontrol Penghasilan Kena

    Pajak (PKP)

    2. Objek Penelitian Wajib Pajak pada

    KPP Pratama Jakarta

    Grogol Petamburan

    3. Menggunakan uji Autokorelasi dalam

    pengujian asumsi

    klasik

    4. Menggunakan uji BLUE (Best Linier

    Unbiased Estimator)

    Terdapat pengaruh yang

    positif dan signifikan

    antara kepatuhan WP

    Badan terhadap

    peningkatan penerimaan

    pajak pada KPP. Namun

    pemeriksaan tidak dapat

    membuat hubungan antara

    kepatuhan WP Badan dan

    peningkatan penerimaan

    pajak semakin baik.

    Bersambung pada halaman berikuitnya:

  • 41

    tabel 2.1 (Lanjutan)

    Peneliti

    (Tahun)

    Judul

    Penelitian

    Metode Penelitian Hasil Penelitian

    Persamaan Perbedaan

    Euphrasia Susy

    Suhendra

    (2010)

    Pengaruh Tingkat Kepatuhan

    Wajib Pajak Badan Terhadap

    Peningkatan Penerimaan

    Pajak Penghasilan Badan

    1. Variabel independen Tingkat Kepatuhan

    Wajib Pajak Badan

    2. Variabel Dependen Penerimaan Pajak

    1. Objek Penelitian Wajib Pajak di KPP

    Pratama di

    Lingkungan Jakarta

    2. Data yang diperoleh untuk tahun 2004-

    2008

    Tingkat kepatuhan wajib

    pajak badan terdapat

    pengaruh positif terhadap

    peningkatan penerimaan

    pajak penghasilan badan

    pada kantor pelayanan

    pajak wilayah jakarta

    Sumber: Diolah dari berbagai referensi

  • 42

    C. Kerangka Berpikir

    Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam

    gambar 2.1.

    Bersambung ke halaman berikutnya:

    Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Peningkatan

    Penerimaan Pajak Dengan Penagihan Pajak Sebagai Variabel Moderating

    Fenomena-fenomena Peningkatan Penerimaan Pajak

    Basis Teori Perpajakan

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Variabel Moderating

    Peningkatan Penerimaan

    Pajak Penghasilan

    (Y)

    Tingkat Kepatuhan Wajib

    Pajak Badan

    (X)

    Penagihan Pajak

    (Z)

    Uji Statistik Deskriptif

    Uji Asumsi Klasik

  • 46

    Gambar 2.1 (Lanjutan)

    Gambar 2.1

    Skema Kerangka Pemikiran

    Uji Asumsi Klasik

    Uji Hipotesis

    Hasil Pengujian dan Pembahasan

    Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan dan Saran

  • 46

    D. Hipotesis

    1. Kepatuhan wajib pajak badan terhadap penerimaan pajak

    penghasilan

    Suhendra (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh tingkat

    kepatuhan wajib pajak badan dengan peningkatan penerimaan pajak

    penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Jakarta

    menunjukkan secara parsial antara tingkat kepatuhan wajib pajak badan

    terdapat pengaruh positif terhadap peningkatan penerimaan pajak

    penghasilan badan pada kantor pelayanan pajak. Jadi semakin semakin

    patuh wajib pajak badan dalam melaporkan dan me-lunasi kewajiban

    perpajakannya maka akan semakin meningkatkan penerimaan pajak pada

    kantor pelayanan pajak.

    Penelitian lain dilakukan oleh Agusti dan Herawaty (2009) terdapat

    pengaruh positif antara tingkat kepatuhan Wajib Pajak terhadap

    peningkatan penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

    Jakarta Grogol Petamburan. Maka semakin patuh Wajib Pajak Badan

    melaporkan dan melunasi kewajiban perpajakannya maka akan semakin

    meningkatkan penerimaan pajak pada KPP akan meningkat.

    Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang dilakukan tersebut,

    maka diduga tingkat kepatuhan wajib pajak badan berpengaruh terhadap

    peningkatan penerimaan pajak penghasilan pada wajib pajak badan.

    Sehingga dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

  • 46

    Ha1: Tingkat kepatuhan wajib pajak badan berpengaruh signifikan

    terhadap peningkatan penerimaan pajak penghasilan.

    2. Interaksi antara kepatuhan wajib pajak badan dengan penagihan

    pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan

    Penagihan pajak adalah suatu tindakan penagihan yang

    dilaksanakan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada penanggung pajak

    agar dapat melunasi utang pajak tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran

    yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak dan

    tahun pajak.

    Kondisi penagihan pajak ini dihitung berdasarkan perbandingan

    jumlah koreksi fiskal dengan jumlah PPh terutang menurut SPT PPh badan

    dan hasilnya bahwa penagihan pajak di setiap KPP secara umum sudah

    dilakukan sesuai dengan prosedur dan tata cara tindakan penagihan yang

    rata-rata pelaksanaannya mencapai 191% (Syahab dan Gisijanto,

    2008:142).

    Penelitian yang dilakukan oleh Syahab dan Gisijanto (2008),

    mengenai pengaruh penagihan pajak dan surat paksa pajak terhadap

    penerimaan pajak penghasilan badan dengan sampel yang diambil dari

    Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kanwil DJP Jakarta Pusat dari tahun

    2003-2007, yang hasilnya menunjukkan bahwa penagihan pajak dan surat

    paksa pajak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan Pajak

    Penghasilan (PPh) Badan.

  • 46

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan tersebut, maka diduga

    tindakan penagihan pajak dapat mempengaruhi interaksi antara tingkat

    kepatuhan wajib pajak badan terhadap peningkatan penerimaan pajak

    penghasilan. Oleh karena itu hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan

    sebagai berikut:

    Ha2: Interaksi antara kepatuhan wajib pajak badan dengan penagihan

    pajak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan penerimaan

    pajak.

  • 47

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas, yaitu penelitian yang

    bertujuan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen, yaitu kepatuhan

    wajib pajak terhadap variabel dependen, yaitu penerimaan pajak dengan

    penagihan pajak sebagai variabel moderating. Populasi dari penelitian ini

    adalah wajib pajak badan (perusahaan) yang terdaftar pada Kantor Pelayanan

    Pajak (KPP) Pratama Serpong.

    B. Metode Penentuan Sampel

    Sampel dalam penelitian ini adalah wajib pajak badan (perusahaan)

    yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong. Metode yang

    digunakan peneliti dalam pemilihan sampel penelitian adalah pemilihan

    sampel bertujuan (purposive sampling), dengan teknik berdasarkan

    pertimbangan (judgement sampling) yang merupakan tipe pemilihan sampel

    secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan

    pertimbangan tertentu, umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah

    penelitian (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002:131). Berdasarkan

    metode judgement sampling tersebut, maka sampel yanng digunakan dalam

    penelitian ini adalah sampel dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011.

  • 48

    C. Metode Pengumpulan Data

    Dalam memperoleh data-data pada penelitian ini, peneliti menggunakan

    dua cara yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan.

    1. Penelitian Pustaka (Library Research)

    Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang

    sedang diteliti melalui buku, jurnal, skripsi, tesis, internet, dan perangkat

    lain yang berkaitan dengan judul penelitian.

    2. Penelitian Lapangan (Field Reserch)

    Data utama penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan,

    peneliti memperoleh data dengan cara melakukan penelitian langsung ke

    Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong. Yang meliputi data tahun

    pajak 2008 hingga tahun 2011, yang berupa; data jumlah realisasi

    penerimaan PPh yang diterima setiap bulannya, jumlah SPT Tahunan

    yang dilaporkan oleh Wajip Pajak Badan, serta data Surat Paksa yang

    diterbitkan.

    3. Interview (Wawancara)

    Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi awal tentang

    berbagai isu atau permasalahan yang ada, sehingga penulis dapat

    menentukan permasalahan atau variable apa yang arus diteliti. Untuk

    mendapatkan gambaran yang lebih lengkap, maka penulis perlu

    melakukan wawancara kepada pihak yang mewakili berbagai tingkatan

    dalam objek yang diteliti. Pada penelitian ini penulis melakukan

    wawancara kepada bagian seksi Pengolahan Data dan Informasi.

  • 49

    D. Metode Analisis Data

    Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji asumsi

    klasik, dan uji hipotesis. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

    1. Statistik Deskriptif

    Statistik diskriptif digunakan oleh peneliti untuk memberikan

    informasi mengenai karakteristik variabel penelitian yang utama dan

    daftar demografi responden. Statistik deskriptif memberikan gambaran

    atau deskripsi suatu data yang dilihat rata-rata (mean), standar deviasi,

    varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness

    (kemencengan distribusi) (Imam Ghozali, 2011:19).

    2. Uji Asumsi Klasik

    Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data sekunder ini, maka

    peneliti melakukan uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi

    dan uji heteroskedastisitas.

    a. Uji Normalitas

    Uji normalitas bertujuan untuk mengukur apakah model regresi

    variabel independen dan dependen keduanya mempunyai distribusi

    normal atau mendekati normal. Model regresi yang baik adalah

    memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Dalam penelitian

    ini, uji normalitas menggunakan Normal Probability Plot (P-P Plot).

    Suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan titik-

    titik data yang menyebar di sekitar garis diagonal, dan penyebaran

    titik-titik data searah mengikuti garis diagonal (Santoso, 2004:212).

  • 50

    b. Uji Multikolonieritas

    Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam

    model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas

    (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi

    korelasi diantara variabel independen (Ghozali, 2011:105).

    Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam

    model regresi dapat dilihat dari besaran nilai Tolerance dan VIF-nya

    (Variance Inflation Factor). Regresi bebas dari masalah

    multikolonieritas jika nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai

    VIF > 10 (Ghozali, 2011:106).

    c. Uji Autokorelasi

    Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model

    regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t

    dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika

    terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.

    Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang

    waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual

    (kesalahan penggangu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi

    lainnya (Ghozali, 2011:110).

    Dalam mendeteksi ada atau tidaknya problem autokorelasi

    dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson, dimana nilai DW (d) akan

    dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai

    signifikansi 5%. Apabila nilai (d) berada diantara batas atas (du) dan

  • 51

    jumlah variabel independen dikurangi batas atas (k-du), atau (du < d <

    k-du), maka dapat disimpulkan bahwa kita tidak dapat menolak H0

    yang menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi positif atau negatif.

    d. Uji Heteroskedastisitas

    Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

    model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

    pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu

    pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas

    dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik

    adalah model regresi yang homokedastisitas atau tidak terjadi

    Heteroskedastisitas (Imam Ghozali, 2011:139).

    Deteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas dapat dilihat dengan

    ada tidaknya pola tertentu pada grafik scaterplot. Jika ada pola tertentu

    maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Tetapi jika

    tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah

    angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas

    (Ghozali, 2011:139).

    3. Uji Hipotesis

    Pengujian hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

    Moderated Regression Analysis (MRA). Uji interaksi atau sering disebut

    dengan MRA merupakan aplikasi khusus regresi berganda linear dimana

  • 52

    dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi dengan rumus

    persamaannya sebagai berikut: (Imam Ghozali, 2009:225)

    Y = α + β1X1 + β3 (X1Z1) + ε

    Dimana:

    Y = Peningkatan Penerimaan Pajak

    α = Konstanta

    β = Koefisien Regresi

    X1 = Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan

    Z1 = Penagihan Pajak

    X₁*Z1 = Interaksi antara Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan dengan Penagihan Pajak

    ε = Error

    Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji koefisien determinan

    Adjusted R Square (Adj R2), dan uji t.

    a. Uji Adj R2

    Koefisien determinasi (Adj R2) pada intinya adalah mengukur

    seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel

    dependen. Nilai Adj R2

    adalah diantara nol dan satu. Jika nilai Adj R2

    berkisar hampir satu, berarti semakin kuat kemampuan variabel

    independen dalam menjelaskan variabel dependen dan sebaliknya jika

    nilai Adj R2 semakin mendekati angka nol, berarti semakin lemah

    kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen

    (Ghozali, 2011:97).

    b. Uji t

    Uji ini pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

    variabel independen secara individual (parsial) dalam menerangkan

  • 53

    variasi variabel dependen. Langkah yang digunakan untuk menguji

    hipotesis ini adalah dengan menentukan level of significance-nya. Level

    of significance yang digunakan adalah sebesar 5 % atau (α) = 0,05. Jika

    sign. t > 0,05 maka Ha ditolak namun jika sign. t < 0,05 maka Ha

    diterima dan berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel

    independen dengan variabel dependen (Ghozali, 2011:98).

    E. Operasional Variabel dan pengukurannya

    Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel

    yang digunakan berikut dengan operasional dan cara pengukurannya.

    Variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri atas variabel

    independen dan variabel dependen yaitu:

    1. Variabel Independen

    Kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak

    dalam memenuhi kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

    perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa perlu diadakan

    pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman dan

    penerapan sanksi hukum maupun administrasi.

    Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang digunakan

    oleh Euphrasia Susy Suhendra (2010). Variabel ini diukur berdasarkan

    jumlah penyampaian SPT yang dilaporkan wajib pajak badan dengan

    menggunakan skala rasio.

  • 54

    2. Variabel Moderating

    Penagihan pajak adalah suatu tindakan penagihan yang dilaksanakan

    oleh fiskus atau juru sita pajak kepada penanggung pajak agar dapat

    melunasi utang pajak tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran yang

    meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun

    pajak.

    Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang digunakan

    oleh Syahab dan Gisijanto (2008). Variabel ini diukur berdasarkan jumlah

    surat paksa yang diterbitkan oleh KPP Pratama Serpong dengan

    menggunakan skala rasio.

    3. Variabel Dependen

    Peningkatan penerimaan pajak merupakan kenaikan jumlah

    penerimaan negara yang berasal dari sektor pajak jika dibandingkan

    dengan tahun sebelumnya yang diukur dari selisih PPh Terutang.

    Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang digunakan

    oleh Euphrasia Susy Suhendra (2010). Variabel ini diukur berdasarkan

    pajak penghasilan yang terealisasi dalam tahun pajak berjalan dengan

    menggunakan skala rasio.

  • 55

    Tabel 3.1

    Operasional Variabel

    Variabel Jenis

    Varibel Indikator

    Skala

    Pengukuran

    Tingkat

    Kepatuhan