pengaruh suhu dan waktu pemanasan ...digilib.unila.ac.id/59506/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGARUH SUHU DAN WAKTU PEMANASAN TERHADAP ANALISIS
DAN UJI FISIS GERABAH
(Skripsi)
Oleh
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Latifah Desti Lustikasari
i
ABSTRAK
PENGARUH SUHU DAN WAKTU PEMANASAN TERHADAP ANALISIS
DAN UJI FISIS GERABAH
Oleh
Latifah Desti Lustikasari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kakrakterisitik dan kualitas gerabah
komposisi 65% mineral lempung dan 35% mineral feldspar. Sampel gerabah
dipanaskan pada variasi suhu 800ºC, 900ºC, 950ºC dan 1000ºC dan waktu 2, 3, 4
dan 5 jam. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai densitas=2,28
gram/cm3 dan kuat tekan=8,96Mpa optimum pada waktu tahan 3 jam suhu
1000ºC. Nilai uji absorbsi dan porositas menurun seiring naiknya suhu
pemanasan. Berdasarkan karakterisasi XRF bahan baku gerabah mengandungan
unsur Si=56,405% dan Al=18,927%. Hasil uji XRD waktu pemanasan 3 jam
variasi suhu 800-1000ºC puncak fasa tertinggi didominasi quartz (PDF-461045)
dengan rentan puncak 2θ(26º-28,7º). Fasa lain yang terbentuk yaitu cristobalite
(PDF-391425) dan tridymite (PDF-421401). Mulai suhu 900ºC terjadi ikatan
Al2SiO5 fasa sillimanite (PDF-380471).
Kata kunci: feldspar, gerabah, sifat fisis, XRD, XRF
ii
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF TEMPERATURE AND TIME HEATING
TOWARDS THE ANALYSIS AND PHYSICAL TEST OF THE POTTERY
By
Latifah Desti Lustikasari
This study aims to know the characteristics and quality of pottery with the
composition of 65% clay and 35% feldspart mineral. Pottery samples were heated
at temperature variations of 800ºC, 900ºC, 950ºC and 1000ºC and time 2, 3, 4 and
5 hours. The results obtained showed that the density value=2,28 gram/cm3 and
compressive srength=8,96 Mpa optimum in 3 hour time heating and 1000ºC
temperature. The value of absorbtion and porosity decreases with increasing
heating temperature. Based on XRF characterization pottery containing
Si=56,405% and Al=18,927%. The XRD test at 800-1000ºC temperature and 3
hour time heating was domination with quartz phase (PDF-461045) at 2θ(26º-
28,7º) peak. Another phase was formed are cristobalite (PDF-391425) dan
tridymite (PDF-421401). Starting at 900ºC Al2SiO5 was bonding sillimanite
phase (PDF-380471).
Keywords: feldspart, pottery, physical properties, XRD, XRF
PENGARUH SUHU DAN WAKTU PEMANASAN TERHADAP ANALISIS
DAN UJI FISIS GERABAH
Oleh
Latifah Desti Lustikasari
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
sarjana sains
Pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univeristas Lampung
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus
pada tanggal 06 Desember 1995. Penulis merupakan anak ke dua
dari empat bersaudara dan putri satu-satunya dari pasangan Bapak
Tulus, S.Pd. dan Ibu Tuti Lestari. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di
SDN 01 Way Ilahan pada tahun 2007, SMPN 03 Pringsewu pada tahun 2010 dan
SMAN 01 Gadingrejo pada tahun 2013.
Tahun 2013, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur
SNMPTN. Selama menjadi mahasiswa penulis lebih aktif menekuni profesi
sebagai Blogger dan Jurnalis di start up media daring kumparan.com. Beberapa
prestasi yang berhasil penulis raih di bidang kepenulisan dan media selama
menjadi mahasiswa yaitu Juara 1 Lomba Cerpen Muslimah yang diadakan oleh
Birohmah Unila (2015), Juara 1 Lomba Cerpen Muslimah Rois FEB Unila
(2015), Juara 3 Els Blog Competition oleh Els Coffee Lampung (2017), Juara 3
Lomba Blog Pesona Kabupaten Semarang oleh Dinas Pariwisata Kabupaten
Semarang (2017), Juara 1 Lomba Web Blog Hut Kabupaten Pringsewu oleh
STMIK Pringsewu (2018), Juara 3 Lomba Menulis Jurnalistik oleh Aliansi
Jurnalis Idependent (AJI) Bandar Lampung (2018) dan Juara 3 UM Metro Blog
Competition Kategori Umum (2019).
viii
Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di BPTM-LIPI Lampung
dengan Judul “Proses Reduksi Pasir Besi dengan Reduktor Arang Kayu” dan
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Buyut Udik, Kecamatan
Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah. Penulis melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Suhu dan Waktu Pemanasan Terhadap Analisis dan Uji
Fisis Gerabah” sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Universitas
Lampung.
ix
MOTTO
“Perubahan dimulai dari tempatmu berada. Gunakan apa yang kamu punya. Dan lalukan apa yang kamu
bisa.”
--Arthur Ashe
“Memulai dengan penuh keyakinan. Menjalankan dengan penuh keikhlasan. Menyelesaikan dengan
penuh kebahagiaan.”
--Anonim
“Winners are not people who never fall. But people
who never quit”
—Anonim
x
Saya persembahkan hasil karya ilmiah ini kepada:
“Bapak dan Ibu Tercinta”
Terimakasih kepada kedua Orangtua: Bapak Tulus, S. Pd. dan Ibu Tuti Lestari,
yang selalu mendukung memberikan kepercayaan penuh untuk segala langkah
yang saya ambil.
“Dosen dan Pembimbing”
Terimakasih atas semua ilmu, didikan dan bimbingan penuh hingga saya
menyelesaikan studi di Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Unversitas Lampung.
“Sahabat dan Teman Fisika Angkatan 2013”
Terimakasih atas persahabatan dan kebersamaan selama menempuh pendidikan
di Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unversitas Lampung,
kita adalah saudara.
“Universitas Lampung”
Almamater tercinta.
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kesehatan, rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Suhu dan Waktu Pemanasan Terhadap Analisis dan Uji Fisis
Gerabah”. Tujuan penulisan ini sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan
gelar Sarjana dan melatih mahasiswa untuk berpikir cerdas dan kreatif dalam
menulis karya ilmiah.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bandarlampung, 18 September 2019
Penulis,
Latifah Desti Lustikasari
xii
SANWACANA
Puji syukur senantiasa penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena atas
karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk berterima kasih kepada
pihak-pihak yang terlibat dan banyak membantu serta mendukung dalam
penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan terutama kepada:
1. Kedua orangtua, Bapak Tulus S, Pd. dan Ibu Tuti Lestari, atas segala
dukungan, doa dan kasih sayang yang tidak pernah padam hinga penulis
berhasil menyelesaikan studi S1-nya.
2. Bapak Gurum Ahmad Pauzi, M.T. selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang banyak memberikan saran, nasihat dan dukungan dari awal perkuliahan
hingga penyelesaian tugas akhir.
3. Bapak Drs. Pulung Karo Karo, M.Si. selaku Pembimbing I yang selalu
memberikan arahan dan bimbingan hingga penulisan tugas akhir ini selesai.
4. Bapak Yayat Iman Supriyatna, S.T., M.T. selaku pembimbing II yang selalu
memberi masukan dan bimbingan dari awal penelitian hingga akhir proses
penulisan.
5. Bapak Muhamma Amin, S.T. selaku Pembimbing Lapangan yang senantiasa
mengarahkan dan membimbing proses penelitian hingga selesai.
6. Bapak Prof. Simon Sembiring, Ph.D. selaku penguji yang telah memberikan
kritik dan saran selama penulisan skripsi.
xiii
7. Bapak Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng. selaku Ketua Jurusan Fisika yang
senantiasa memberikan kelancaran.
8. Bapak Drs. Suratman, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
9. Bapak dan Ibu dosen yang telah berjasa memberikan ilmunya kepada penulis
selama menempuh pendidikan, serta staf Jurusan Fisika FMIPA Universitas
Lampung.
10. Balai Penelitian Teknologi Mineral (BPTM) – Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) yang telah memfasilitasi penulis selama proses penelitian
berlangsung.
11. Sahabat seperjuangan Maulida Elviyana Dewi yang telah melakukan
penelitian tugas akhir bersama, Via Apri Setiani serta teman-teman Jurusan
Fisika FMIPA Unila angkatan 2013 yang telah berbagi semangat berjuang
bersama-sama.
Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah SWT.
Bandar Lampung, 18 September 2019
Latifah Desti Lustikasari
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... v
PERNYATAAN .............................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii
MOTTO .......................................................................................................... ix
PERSEMBAHAN ............................................................................................ x
KATA PENGANTAR .................................................................................... xi
SANWACANA ............................................................................................... xii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 5
C. Batasan Masalah ................................................................................... 5
D. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
xv
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Keramik Tradisional (Gerabah) ............................................................ 7
B. Mineral Lempung .................................................................................. 9
C. Jenis Mineral Lempung Berdasarkan Proses Pembentukan ................. 11
1. Mineral Lempung Primer ................................................................ 11
2. Mineral Lempung Sekunder ........................................................... 12
D. Mineral Feldspar .................................................................................... 13
E. Silika (SiO2) pada Gerabah .................................................................... 15
F. Metode Analisa X-Ray Difraction (XRD) ............................................. 17
G. Metode Analisa X-Ray Flouresensi (XRF) ............................................ 19
H. Pengujian Fisis pada Gerabah ................................................................ 19
1. Masa Jenis (Densitas) ..................................................................... 20
2. Absorbsi .......................................................................................... 20
3. Porositas .......................................................................................... 21
I. Pengujian Kuat Tekan ............................................................................ 22
J. Pengaruh Suhu Pembakaran Terhadap Keramik Gerabah ..................... 23
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat ................................................................................ 27
B. Alat dan Bahan ...................................................................................... 27
1. Alat .................................................................................................. 27
2. Bahan .............................................................................................. 28
C. Metode Penelitian ................................................................................... 28
1. Pembuatan Sampel Keramik Gerabah ............................................ 28
2. Pengujian Absorpsi Berdasarkan ASTM C 373-88 ......................... 29
3. Pengujian Densitas Berdasarkan ASTM C 373-88 .......................... 30
4. Pengujian Porositas Berdasarkan ASTM C 373-88 ......................... 30
5. Pengujian Kuat Tekan ..................................................................... 31
6. Karakterisasi XRF dan XRD .......................................................... 31
D. Diagram Alir .......................................................................................... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Karakterisasi XRF dan XRD ....................................................... 35
B. Perbandingan Uji Densitas dan Kuat Tekan Gerabah ........................... 41
C. Perbandingan Uji Absorbsi dan Porositas Gerabah .............................. 44
D. Perbandingan Uji Porosutas dan Kuat Tekan Gerabah ......................... 47
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan ........................................................................................... 50
B. Saran ...................................................................................................... 50
xvi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Produk gerabah ................................................................................ 8
Gambar 2. Mineral feldspar dalam bentuk bongkahan ................................... 13
Gambar 3. Komponen alat XRD ...................................................................... 18
Gambar 4. Mekanisme penyatuah leher antarpartikel saat proses
pembakaran ....................................................................................... 24
Gambar 5. Diagram alir preparasi sampel mineral lempung ......................... 33
Gambar 6. Diagram alir preparasi sampel mineral feldspar .......................... 33
Gambar 7. Diagram alir pembuatan, pengujian dan karakterisasi
sampel gerabah ................................................................................. 34
Gambar 8. Hasil karakterisasi XRD gerabah dengan variasi suhu
800ºC dan waktu pemanasan 3 jam ................................................ 37
Gambar 9. Hasil karakterisasi XRD gerabah dengan variasi suhu
900ºC dan waktu pemanasan 3 jam ............................................... 38
Gambar 10. Hasil karakterisasi XRD gerabah dengan variasi suhu
950ºC dan waktu pemanasan 3 jam .............................................. 39
Gambar 11. Hasil karakterisasi XRD gerabah dengan variasi suhu
1000ºC dan waktu pemanasan 3 jam ............................................. 40
Gambar 12. Grafik perbandingan antara nilai densitas terhadap suhu dan
waktu pemanasan sampel gerabah ................................................. 41
Gambar 13. Grafik perbandingan antara nilai kuat tekan terhadap suhu
dan waktu pemanasan gerabah ....................................................... 42
Gambar 14. Grafik perbandingan antara nilai absorbsi terhadap suhu
dan waktu pemanasan gerabah ...................................................... 45
xviii
Gambar 15. Grafik perbandingan antara nilai porositas terhadap suhu
dan waktu pemanasan gerabah ........................................................ 46
Gambar 16. Grafik perbandingan antara nilai porositas terhadap suhu
dan waktu pemanasan gerabah ........................................................ 48
Gambar 17. Grafik perbandingan antara nilai kuat tekan terhadap suhu
dan waktu pemanasan gerabah ........................................................ 48
xix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jenis mineral lempung ........................................................................ 10
Tabel 2. Jenis mineral feldspar ........................................................................... 14
Tabel 3. Bentuk utama kristal silika .................................................................. 16
Tabel 4. Hasil karakterisasi XRF bahan baku ................................................... 35
Tabel 5. Hasil karakterisasi XRF sampel gerabah .......................................... 36
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gerabah (earthenware) merupakan bagian dari keramik, istilah keramik sesuai
konteks modern, mencakup material anorganik yang sangat luas, keramik
mengandung elemen non metalik dan metalik dibuat dengan berbagai teknik
manufaktur (Rivai dkk, 2016). Dewasa ini, keramik menjadi salah satu material
yang banyak digunakan mulai dari alat-alat dapur, komponen elektronik,
komponen transportasi hingga bahan bangunan (Husain dkk, 2016). Karena
kegunaan tersebut, keramik menjadi material penting untuk terus dikaji dan
dikembangkan.
Earthenware secara umum dikenal sebagai gerabah atau keramik tradisional.
Hasil dari kerajinan masyarakat pedesaan yang ditekuni secara turun-temurun.
Dibuat dari material tanah liat yang dibentuk dengan beberapa teknik kemudian
dibakar. Produknya digunakan sebagai peralatan yang dapat menunjang
kehidupan sehari-hari seperti gentong air, periuk, pot bunga, tempayan, asbak,
tempat lilin, dan lain sebagainya (Winarno, 2016). Contoh lain produk gerabah
yaitu kendi (tempat air minum) dalam berbagai bentuk dan variasi, kendil (tempat
meracik jamu tradisional), celengan dalam berbagai variasi, guci dan remitan
(miniatur perabotan rumah tangga untuk hiasan maupun mainan anak).
2
Permintaan konsumen terhadap gerabah termasuk tinggi. Bahkan sering tidak
terpenuhi ketika ada upacara adat serupa dandangan, sekatenan, dan besaran
(Khotimah dkk, 2013).
Bahan baku utama gerabah adalah tanah liat atau mineral lempung. Menurut (Jone
dkk, 2015) kualitas gerabah tergantung pada sifat fisik mineral lempung sebagai
bahan baku utama dan pasir sebagai bahan baku tambahan. Mineral lempung bila
dalam keadaan basah mempunyai sifat plastis, tetapi dalam keadaan kering akan
menjadi keras dan bila dibakar akan menjadi padat dan kuat (Winarno, 2016).
Mineral lempung merupakan hasil pelapukan kulit bumi yang sebagian besar
terdiri dari batuan feldspatik berupa batuan granit dan batuan beku (Amrin dkk,
2013). Terdiri atas senyawa-senyawa oksida seperti SiO2 dan Al2O3 yang
merupakan bahan untuk kerangka dan membentuk badan keramik, sedangkan
komponen lain berupa Fe2O3 dan TiO2 merupakan senyawa oksida yang dapat
memberikan warna pada gerabah (Septawendar dkk, 2007).
Penggunaan mineral lempung sebagai bahan baku utama pembuatan gerabah dan
bahan tambahan pasir memiliki banyak kelemahan, antara lain mudah retak,
memiliki daya serap air tinggi dan memiliki kuat tekan rendah (Ratri dkk, 2008).
Oleh sebab itu perlu adanya pengembangan metode pembuatan keramik
tradisional yang lebih baik dengan memberikan bahan tambahan lain seperti
mineral feldspar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Indiani dkk, 2009)
penggunaan mineral feldspar dalam pembuatan keramik berguna sebagai bahan
pencair untuk membentuk fase kaca pada temperatur di bawah 1100ºC.
3
Mineral feldspar hingga saat ini merupakan grup mineral dengan jumlah paling
besar di kerak bumi, membentuk sekitar 60% batuan terestrial. Feldspar banyak
digunakan pada aplikasi industri yang membutuhkan kandungan alumina dan
alkali pada feldspar. Beberapa produk sehari-hari terbuat dari feldspar yaitu fiber
glass sebagai isolator, lantai keramik, bak mandi dan peralatan makan (Indiani
dkk, 2009). Namun hingga saat ini masih belum banyak industri yang
memanfaatkan kandungan silika pada mineral feldspar.
Sementara pada gerabah padat, kandungan silika berfungsi sebagai bahan pengisi
yang memelihara bentuk gerabah selama proses pembakaran. Silika dan alumina
yang dipanaskan pada suhu tertentu akan membentuk sebuah jaringan kristal yang
mengikat bahan-bahan yang tidak dapat dilarutkan menjadi suatu massa yang kuat
(Ratri dkk, 2008).
Penelitian yang dilakukan (Husain dkk, 2016) membuktikan bahwa suhu
pembakaran mempengaruhi kuat tekan gerabah berbahan mineral lempung yang
ditambah dengan silika dari abu sekam padi. Semakin besar suhu, semakin besar
kuat tekan yang dihasilkan, terjadi pada suhu pembakaran 900ºC dengan kuat
tekan sebesar 128,42 kg. Hasil ini menggunakan komposisi mineral lempung
sebanyak 70% dan abu sekam padi 30%.
Penelitian mengenai komposisi penambahan mineral feldspar pernah dilakukan
oleh (Sukamto dkk, 2011) yang menyimpulkan bahwa komposisi optimum
penambahan feldspar untuk bahan baku keramik sebanyak 34,01% dengan
modulus patah 184,8 kg/cm2 dan penyerapan air sebesar 12,21%.
4
Penelitian yang dilakukan (Rivai, 2016) melaporkan, setelah melewati temperatur
600ºC tanah liat akan mengalami perubahan fisik dan kimiawi menjadi keras,
padat dan tidak dapat hancur oleh air. Proses perubahan ini disebut perubahan
keramik (ceramic change). Kesimpulan ini diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan (Ratri dkk, 2008) pada temperatur antara 400°C-600°C air yang terikat
secara kimia dan zat-zat lain di dalam mineral lempung akan menguap. Setelah
suhu lebih dari 600°C lempung akan mengalami perubahan menjadi mineral yang
padat, keras dan permanen. Pada suhu kisaran 900°C fasa mullite akan terbentuk.
Mullite merupakan senyawa yang sangat stabil yang membuat keramik gerabah
bersifat keras, kompak, dan padat. Sehingga keramik gerabah memiliki kuat tekan
yang tinggi dan daya serap yang rendah.
Melalui penelitian ini akan diteliti tentang pengaruh variasi suhu dan waktu
pembakaran terhadap analisis dan uji fisis keramik gerabah yang diberi campuran
mineral feldspar. Mengetahui suhu dan waktu pembakaran yang tepat untuk
memperoleh produk keramik gerabah dengan kualitas terbaik. Persentase bahan
baku mineral lempung 65%, mineral feldspar 35% dan penambahan air sebanyak
10%. Sampel yang diuji berukuran 3 × 10 × 10 cm akan dibakar pada suhu 800ºC,
900ºC, 950ºC dan 1000ºC dengan waktu tahan masing-masing suhu selama 2 jam,
3 jam, 4 jam dan 5 jam. Sampel yang telah dibakar akan dilakukan uji fisik berupa
porositas, absorbsi, densitas dan kuat tekan. Dilakukan pula karakterisasi berupa
XRF dan XRD. Pemilihan komposisi melanjutkan penelitian sebelumnya yang
berjudul “Pengaruh Penambahan Material Feldspar Terhadap Kualitas Keramik
Gerabah” yang memperoleh hasil optimal pada komposisi mineral lempung 65%
dan mineral feldspar 35%.
5
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas
sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur gerabah dengan komposisi bahan 65% mineral lempung
dan 35% mineral feldspar terhadap perubahan suhu?
2. Bagaimana pengaruh variasi suhu pembakaran terhadap karakteristik gerabah
dengan komposisi bahan 65% mineral lempung dan 35% mineral feldspar?
3. Bagaimana pengaruh variasi waktu pemanasan terhadap karakteristik gerabah
dengan campuran 65% mineral lempung dan 35% mineral feldspar?
4. Berapakah variasi suhu dan waktu ideal yang dapat menghasilkan gerabah
dengan kualitas optimum?
C. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Digunakan komposisi mineral lempung 65%, mineral feldspar 35% dan
penambahan air 10% dari berat bahan baku sampel, dengan ukuran butir
partikel ayakan mesh 20.
2. Pembakaran sampel menggunakan variasi suhu 800ºC, 900ºC dan 1000ºC
dengan variasi waktu penahanan selama 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam.
3. Karakterisasi yang dilakukan berupa XRF, XRD dan uji sifat fisis berupa
absorpsi, densitas, porositas dan kuat tekan.
6
4. Mineral lempung yang digunakan berasal dari Desa Serdang, Tanjung
Bintang, Lampung Selatan.
5. Sedangkan mineral feldspar yang digunakan berasal dari Desa Nyukang
Harjo, Selagai Lingga, Lampung Tengah.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Mengetahui karakteristik dan kualitas keramik gerabah yang dihasilkan
dengan variasi suhu 800ºC, 900ºC, 950ºC dan 1000ºC dengan variasi waktu
pembakaran selama 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam.
2. Mendapatkan variasi waktu dan suhu pembakaran terbaik dan keramik
gerabah komposisi mineral lempung 65% dan mineral feldspar 35%.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan pemanfaatan mineral feldspar yang banyak terdapat di
provinsi Lampung sebagai bahan baku tambahan pembuatan keramik
gerabah.
2. Memberikan informasi dan referensi baru untuk penelitian selanjutnya
tentang penggunaan mineral feldspar sebagai bahan baku tambahan
pembuatan keramik gerabah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Keramik Tradisional (Gerabah)
Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani keramikos yang artinya suatu
bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kamus dan
ensiklopedia tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan
teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar. Seperti
gerabah, genteng, porselin, dan sebagainya. Tetapi saat ini tidak semua keramik
berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup semua
bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat (Anonim, 2017).
Salah satu jenis keramik adalah gerabah (earthenware) yang dibuat dari jenis
tanah liat yang plastis dan mudah dibentuk dan keramik gerabah ini berbentuk
padat karena telah mengalami suatu proses pengerasan melalui pembakaran pada
suhu tinggi atau proses sintering, suhu maksimum ±1000ºC. Kerajinan gerabah
atau keramik tradisional ini merupakan salah satu dari berbagai jenis kerajinan
yang secara khusus menggunakan bahan dasar tanah liat atau lempung (Jone dkk,
2015).
Istilah keramik sesuai konteks modern, mencakup material anorganik yang sangat
luas, keramik mengandung elemen non-metalik dan metalik dan dibuat dengan
berbagai teknik manufaktur. Secara tradisional, keramik dibuat dari mineral
8
silikat, seperti lempung yang dibakar pada temperatur 1200-1800ºC (Rivai dkk,
2016). Keramik tradisional atau gerabah merupakan produk yang mengacu pada
keramik yang dihasilkan dari tanah liat yang tidak dimurnikan dan kombinasi dari
mineral lempung halus dan bubuk atau butiran non-plastik (Norazlina, 2015).
Gambar Produk yang dihasilkan dari industri gerabah terdapat pada gambar 1.
Gambar 1. Produk gerabah
(Sumber: Norazlina, 2015)
Gerabah merupakan perkakas yang terbuat dari tanah liat yang dibentuk kemudian
dibakar agar dapat digunakan sebagai alat-alat yang berguna untuk membantu
kehidupan manusia. Beberapa produk yang dihasilkan dari kerajinan gerabah
antara lain: kendi (tempat air minum) dalam berbagai bentuk dan variasi, kendil
(digunakan untuk tempat meracik jamu), celengan dalam berbagai variasi, pot,
guci, miniatur perabot rumah tangga yang digunakan untuk mainan anak-anak dan
lain sebagainya (Khotimah, 2013).
9
B. Mineral Lempung
Mineral lempung didefinisikan sebagai partikel yang sangat halus berdiameter
kurang dari 2 μm. Mineral tanah liat umumnya dibentuk oleh pelapukan mineral
pembentuk batuan. Mineral terfragmentasi juga tergolong mineral tanah liat.
Komposisi kimia dari mineral lempung terutama hidrosilikat dan hidroksida
logam (Hashizume, 2015). Lempung sebetulnya merupakan istilah ukuran butir
yang lebih kecil dari 1/256 mm. apabila butir-butir tersebut sudah kompak
kemudian disebut batu lempung. Di dalam pembicaraan masyarakat yang
dimaksud lempung sama pengertiannya dengan batu lempung (Sukandarrumidi,
1999).
Mineral lempung memiliki sifat mudah mengembang, dan mudah menyerap air
membuat pori-pori yang dimilikinya sering tidak seragam (Suarya 2012). Sifat
yang paling penting dari lempung adalah pastisnya. Sifat ini dapat diperoleh bila
ada air dan karena sifat ini lempung dapat dicetak. Derajat keliatannya tergantung
dari susunan dan kehalusan butiran mineral, banyaknya air yang terkandung,
banyaknya garam lain yang terlarut dalam air dan jumlah bahan organis yang ada.
Makin banyak bagian-bagian kecil yang aktif (berukuran kurang dari 0,01 mm)
makin tinggi sifat keliatannya. Sifat yang lain ialah bila tanah liat dipanaskan atau
dibakar, hingga sebagian atau semua air yang dikandungnya menguap, maka sifat
keliatannya menjadi kurang atau sama sekali hilang terus dan akan mejadi keras
bila diberi air tinggi lagi (Sukandarrumidi, 1999).
Mineral lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket apabila
basah terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis mineral lempung yang
10
mendominasinya. Mineral lempung digolongkan berdasarkan susunan lapisan
oksida silika dan oksida aluminium yang membentuk kristalnya (Amrin dkk,
2013). Jenis mineral lempung yang utama ditunjukan pada tabel 3.
Tabel 1. Jenis mineral lempung
Jenis Lempung Rumus Kimia
Kaolinit Al2(Si2O5(H2O)
Illit KAl2(AlSi3O10(OH)2
Montmorilonit Al2O3.4SiO2.H2O+xH2O
Haloisit
Klorit
Al2O3.2SiO2.4H2O
(Mg.Fe)5Al(AlSiO3O10)(OH)
(Sumber: Amrin dkk, 2013)
Mineral lempung merupakan salah satu dari bahan galian yang memiliki cukup
banyak manfaat yang mencukupi kebutuhan masyarakat. Mineral lempung
digunakan untuk pembuatan berbagai produk keramik seperti keramik hias,
genteng, batubata, wastafel, kapur, gips, peralatan dapur dan sebagainya. Melalui
analisis XRD terhadap beberapa contoh mineral lempung diketahui bahwa mineral
lempung dari jenis halloysite (Al2O32SiO2(2-4)H2O) merupakan bagian kelompok
kaolin dengan sifat yang lebih jenuh air (memiliki daya ikat terhadap H2O besar).
Sifat ini dipengaruhi oleh bentuk kristalnya yang menyerupai pipa-pipa tabular
dengan ujung menyudut. Apabila halloysite bertemu air atau uap air maka akan
sangat cepat terserap dalam pipa-pipa tabularnya sehingga sifat mineralnya tidak
stabil. Karena sifat ini maka penambahan dalam pembuatan keramik harus hati-
hati. Bila penambahan air tidak tepat akan mengakibatkan kenaikan muai lembab.
Hal ini akan menyebabkan bahan keramik sulit dibentuk dan mudah pecah atau
retak (Octavianie dkk, 2016).
11
Dalam prakteknya tanah liat dibakar pada suhu 450-750ºC. Untuk membuang gas
CO2 dari batuan karbonat dan gas SO3 dan gips misalnya maka suhu pembakaran
ditingkatkan lagi antara 950-1250ºC untuk beberapa jam. Pada suhu tersebut FeO
dapat berubah menjadi Fe2O3, karenanya warnanya akan lebih merah pula dan
kekuatan mekanis dari bahan akan menjadi lebih tinggi. Perbaikan sifat yang
terakhir ini, disebabkan bahwa antara suhu-suhu tadi ada beberapa mineral akan
meleleh, dan setelah dingin akan membeku kembali dan mengikat mineral-
mineral lainnya, sehingga masa bahan akan menjadi lebih kompak dan keras.
Warna hasil produksi di sisi tergantung dari pembakaran juga tergantung dari
perbandingan banyak antara Fe2O3 dan (CaO + Al2O3). Makin banyak Fe2O3
makin merah dan sebaliknya akan makin pucat warnanya (Sukandarrumidi, 1999).
C. Jenis Mineral Lempung Berdasarkan Proses Pembentukan
Berdasarkan proses terbentuknya, mineral lempung terdiri dari dua jenis yaitu:
lempung primer dan lempung sekunder.
1. Mineral Lempung Primer
Yang disebut lempung primer merupakan jenis lempung yang dihasilkan dari
pelapukan batuan feldspatik oleh tenaga endogen yang tidak berpindah dari
batuan induk. Selain tenaga air, tenaga uap panas yang keluar dari dalam bumi
mempunyai andil dalam pembentukan lempung primer. Lempung primer
cenderung memiliki ciri-ciri berbutir kasar, tidak plastis, daya leburnya tinggi dan
daya susutnya kecil. Karena tidak tercampur dengan bahan organik seperti humus,
ranting atau daun busuk dan sebagainya, maka lempung berwarna putih atau putih
12
kusam. Pada umumnya lempung primer bersifat tahan api. Suhu matang berkisar
antara 1300ºC sampai dengan 1750ºC (Husain dkk, 2016).
2. Mineral Lempung Sekunder
Lempung sekunder merupakan jenis lempung hasil pelapukan batuan feldspatik
yang berpindah jauh dari batuan induknya karena tenaga eksogen, dan dalam
perjalanan bercampur dengan bahanbahan organik maupun anorganik sehingga
merubah sifat-sifat kimia maupun fisika lempung tersebut. Jumlah lempung
sekunder lebih banyak daripada lempung primer. Kehadiran berbagai Oksida
logam seperti besi, nikel, titan, mangan dan sebagainya yang dari sudut ilmu
keramik dianggap sebagai bahan pengotor. Bahan organik seperti humus dan daun
busuk juga merupakan bahan pengotor lempung. Karena pembentukannya melalui
proses panjang dan bercampur dengan bahan pengotor, maka lempung sekunder
mempunyai sifat berbutir halus, berwarna krem atau abu-abu atau coklat atau
merah jambu, dengan suhu matang antara 900ºC sampai dengan 1400ºC.
Pada umumnya lempung sekunder lebih plastis dan mempunyai daya susut yang
lebih besar daripada lempung primer. Setelah dibakar, warnanya menjadi lebih
terang dari krem muda, abu-abu muda ke coklat. Semakin tinggi suhu bakarnya
semakin keras dan semakin kecil porositasnya, sehingga benda keramik menjadi
kedap air. Dibanding dengan lempung primer, lempung sekunder mempunyai ciri
tidak murni, warna lebih gelap, berbutir halus dan mempunyai titik lebur yang
relatif rendah. Setelah dibakar biasanya warna krem, abu-abu muda, coklat muda
ke tua (Husain dkk, 2016).
13
D. Mineral Feldspar
Mineral feldspar merupakan kelompok mineral tektosilikat pembentuk batu yang
membentuk sekitar 60% kerak Bumi. Mineral feldspar mengkristal dari magma
pada batuan beku intrusif dan ekstrusif dalam bentuk lapisan, dan juga ada dalam
berbagai jenis batuan metamorf. Batu yang hampir seluruhnya terbentuk dari
feldspar plagioklas kalsium dikenal sebagai anortosit. Feldspar juga ditemukan di
berbagai jenis batuan sedimen (Anonim, 2016).
Gambar 2. Mineral feldspar saat masih berupa bongkahan
(Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Felspar)
Gambar 2 menunjukkan bentuk mineral feldspar saat masih dalam bentuk
bongkahan. Feldspar hingga saat ini merupakan mineral dengan jumlah paling
besar yang ada di kerak bumi, membentuk sekitar 60% batuan terestrial.
Kebanyakan feldspar yang tersedia berupa sodium feldspar, potasium feldspar dan
feldspar campuran. Feldspar kebanyakan digunakan pada aplikasi-aplikasi industri
yang membutuhkan kandungan feldspar yang berupa alumina dan alkali. Sebagian
besar produk yang digunakan sehari-hari terbuat dari feldspar yaitu gelas untuk
minum, gelas sebagai pengaman, fiberglas sebagai isolator, lantai keramik, bak
mandi dan peralatan makan. Rumus kimia feldspar secara umum yaitu
14
XAl(Al,Si)Si2O8 dengan X adalah potasium, sodium, kalsium atau barium. Rumus
kimia feldspar dapat dilihat pada Tabel 2 (Indiani dkk, 2009).
Tabel 2. Jenis-jenis feldspar
Jenis Feldspar Rumus Kimia
Albite Na(Si3Al)O8
Anorthite Na(Si2Al2)O8
Orthoclase K(Si3Al)O8
Celsian Ba(Si2Al2)O8
(Sumber: Indiani dkk, 2009)
Feldspar merupakan mineral senyawa bahan alumina silikat sebagai salah satu
komponen pembentuk batuan beku (granit pegmatite, granodiorit, dan gabro) yang
kaya unsur alkali (K2O, Na2O dan CaO) fungsi feldspar dalam bodi keramik
adalah sebagai bahan pelebur (Nuryanto, 2012).
Feldspar merupakan kelompok mineral/mineral dengan komposisi alumunium
silikat, potasium (kalium), sodium (natrium) kadang-kadang kalsium. Feldspar
terjadi selama proses kristalisasi magma baik melalui proses pneumatolytic
ataupun proses hidrothermal dalam urat pegmatik tetapi jarang terjadi karena
proses kristalisasi larutan magma pada suhu rendah. Feldspar merupakan mineral
pembentuk batuan beku terutama pada batuan beku dalam (plutonicrock) yang
bersifat umum tetapi terdapat pula pada batuan erupsi atau metamorf. Pada batuan
granit, feldspar berasosiasi dengan kuarsa, mika, khlorit, beril dan rutil sedang
pada batuan pegmatit feldspar berasosiasi dengan kuarsa, mika dan topas. Mineral
feldspar yang paling umum adalah ortoklas (KAlSi3O8), mikroklin (KAlSi3O8)
dan plagioklas feldsparseris (yang terdapat seri Albite, Ologloklas, Andesin,
Labrodorit Bytownite, Anortit dengan rumus kimia NaAlSi3O8.CaAlSi2O8.
15
Pada dasarnya feldspar mempunyai jaringan struktur tiga dimensi yang disebut
tektosilikat dan mempunyai 4 atom oksigen yang membentu silikat (SiO4)
tetrahedral, mempunyai warna cerah. Silikat ini dapat mengalami perubahan oleh
unsur alumunium yang membentuk alumunium silikat. Sifat fisik silikat antara
lain berwarna putih, keabuan, hijau muda dan kuning kotor, nilai kekerasan 6,0-
6,5 Mohs, berat jenis 2,4-2,8 dengan titik lebur 1.100-1500ºC (Sukandarrumidi,
1999).
Mineral Feldspar digunakan dalam pembuatan gelas, keramik, cat (sampai batas
tertentu sebagai pengisi dan pemeras), plastik, dan karet. Dalam pembuatan gelas,
alumina feldspar dapat meningkatkan kekerasan produk, daya tahan, dan
ketahanan terhadap korosi kimia. Dalam pembuatan keramik, alkali dalam
feldspar (kalsium oksida, kalium oksida, dan natrium oksida) bertindak sebagai
fluks yang dapat menurunkan suhu leleh campuran. Fluks meleleh pada tahap
awal dalam proses pembakaran, membentuk matriks gelas yang mengikat
komponen lain dari sistem ini bersama-sama (Apodaca, 2008).
E. Silika (SiO2) pada Gerabah
Silikon dioksida, juga dikenal sebagai silika atau asam silikat, merupakan oksida
silikon yang memiliki rumus kimia SiO2. Silika ini paling sering ditemukan di
alam sebagai pasir atau kuarsa. Silika diproduksi dalam beberapa bentuk termasuk
leburan kuarsa, kristal, silika kesal (silica pyrogenic), silika koloid, gel silika, dan
aerogel. Silika digunakan terutama dalam produksi kaca untuk jendela, gelas
minum, botol minuman, dan banyak kegunaan lain. Mayoritas dari serat optik
untuk telekomunikasi juga terbuat dari silika. Ini adalah bahan baku utama untuk
16
banyak keramik whiteware seperti tembikar, keramik, porselin, serta industri
semen portland (Anonim, 2019).
Pasir silika adalah mineral kuarsa dengan kadar SiO2 tinggi, lebih dari 90%
berukuran pasir 2,362 mm sampai 0,063 mm. Silika secara alami terkandung
dalam pasir, kerikil dan batu-batuan dalam bentuk kuarsa dan dengan pemanasan
dapat diubah menjadi kristobalit atau tridimit. Berdasarkan bentuk kristalnya
silika dapat dibedakan dalam 3 jenis utama yaitu kuarsa, kristobalit dan tridimit.
Variasi lain adalah gelas silika yang amorf. Tiga bentuk utama kristal silika tersaji
dalam Tabel 3.
Tabel 3. Bentuk utama kristal silika
Bentuk Rentang stabilitas (˚C) Modifikasi Kerapatan (kgm-3
)
Kristobalit 1470-1723
β_ (kubik)
α_ (tetragonal)
γ_ (?)
2210
2330
-
Tridimit 870-1470 β_ (heksagonal)
α_ (ortorombik)
2300
2270
Kuarsa <870 β_ (heksagonal)
α_ (trigonal)
2600
2650
(Sumber: Smallman and Bishop, 1999)
Pada kristal kuarsa, ikatan atom Si-O-Si dari tetrahedra yang berdekatan
dihubungkan dalam arah melingkar dan membentuk spiral, sehingga struktur
kuarsa terdiri dari rantai-rantai spiral tersebut. Struktur kristobalit sama dengan
struktur tridimit dengan rangkaian tetrahedra membentuk cincin-cincin datar,
setiap cincin terdiri dari 6 atom Si dan 6 atom O, tetapi karena bidang cincin
sedikit terdistorsi dan tridimit merupakan susunan dari rantai-rantai cincin-cincin
17
tersebut. Perbedaannya pada distorsi bidang cincin pada kristobalit lebih besar
dibandingkan distorsi bidang cincin pada tridimit. Pemanasan perlahan-lahan
mengakibatkan ikatan atom Si-O-Si antara tetrahedra pada kuarsa akan terputus
dan di atas temperatur 1470°C mulai terbentuk rangkaian tetrahedra baru dari
struktur kristobalit. Selanjutnya kristobalit akan berubah menjadi tridimit apabila
didinginkan antara temperatur 870-1470°C (Rachman dkk, 2012).
Secara teoritis, unsur silika mempunyai sifat menambah kekuatan lentur adonan
keramik dan kekuatan produk keramik. Penguatan badan keramik terjadi karena
adanya pengisian ruang kosong yang ditinggalkan akibat penguapan dari proses
pembakaran adonan dengan leburan silika sedemikian rupa sehingga produk
menjadi lebih rapat (Hanafi dan Nandang, 2010).
F. Metode Analisa X-ray Diffraction (XRD)
Analisa X-ray Diffraction (XRD) merupakan metode karakterisasi yang
digunakan untuk mengetahui struktur kristal dari lapisan yang terbentuk pada
suatu mineral (Pratiwi, 2016). Metode XRD merupakan metode non-magnetik
yang dapat memberi informasi tentang jenis mineral yang terdapat dalam suatu
bahan. Analisa ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang mineral-
mineral penyusun suatu batuan (Sudarningsih dkk, 2008). Hasil analisis
menggunakan difraksi sinar-X merupakan instrumen yang digunakan untuk
mengidentifikasi material kristalit maupun non-kristalit, sebagai contoh
identifikasi struktur kristalit (kualitatif) dan fasa (kuantitatif) dalam suatu bahan
18
dengan memanfaatkan radiasi gelombang elektromagnetik sinar-X (Jone dkk,
2015).
Metode XRD digunakan untuk menganalisa mineral adalah metode serbuk.
Peralatan XRD terdiri atas pesawat sinar X yang berfungsi mempercepat elektron
dan merupakan sumber radiasi. Pancaran elektron yang mengenai spesimen
berinteraksi dengan atom-atom akan menembus, dipantulkan, didifraksikan,
diserap dan terurai. Analisis XRD memberikan data dalam bentuk grafik. Grafik-
grafik ini muncul berdasarkan data elekton yang ada pada masing-masing contoh
yang dianalisis (Budiono dkk, 2008).
Gambar 3. Komponen Alat XRD
(Sumber: Oktamuliani dkk, 2015)
Gambar 3 menunjukkan komponen alat XRD mineralogi batuan secara umum
dapat diketahui dari hasil XRD yang dapat mengidentifikasi kehadiran mineral
tertentu berdasarkan sifat fisik (kisi) struktur dalam mineral, yaitu secara kualitatif
dengan membandingkan nilai pada kurva hasil analisa dengan nilai-nilai pada
beberapa kurva mineral standar. Selain itu hasil XRD juga diolah secara semi
19
kuantitatif, terutama untuk mengetahui rasio mineral lempung (Yuliyanti dkk,
2013).
G. Metode Analisa X-Ray Fluoresensi (XRF)
Metode lain yang dugunakan dalam menganalisa mineral yaitu metode XRF (X-
Ray Fluoresensi) merupakan salah satu metode analisis yang digunakan untuk
menganalisa unsur-unsur yang terdapat dalam suatu bahan secara kualitatif dan
kuantitatif. Prinsip kerja metode analisis XRF berdasarkan terjadinya tumbukan
atom-atom pada permukaan sampel (bahan) oleh sinar-X. Hasil analisis kualitatif
ditunjukkan oleh puncak spektrum yang mewakili jenis unsur sesuai dengan
energi sinar-X, sedang analisis kuantitatif diperoleh dengan cara membandingkan
intensitas sampel dengan standar. Dalam analisis kuantitatif, faktor-faktor yang
berpengaruh dalam analisis antara lain matriks bahan, kondisi kevakuman dan
konsentrasi unsur dalam bahan, dan pengaruh unsur yang mempunyai energi
karakteristik berdekatan dengan energi karakteristik unsur yang dianalisis (Ron et
all, 1995).
H. Pengujian Fisis pada Gerabah
Uji fisis merupakan uji kualitas suatu produk yang diukur secara objektif.
Berdasarkan hal-hal fisik yang tampak dari suatu produk. Sifat fisik merupakan
segala aspek dari suatu objek atau zat yang dapat diukur atau dipresepsikan tanpa
20
mengubah identitasnya (Anonin, 2016). Prinsip uji fisis yaitu pengujian yang
dilakukan secara kasatmata dengan instrumen dan metode tertentu yang telah
diakui secara akademis. Berikut merupakan tiga uji fisis yang digunakan untuk
mengukur kualitas gerabah:
1. Massa Jenis (Densitas)
Densitas merupakan besaran fisis yaitu perbandingan massa (m) dengan volume
benda (V) (Suarsana dkk, 2017). Densitas adalah pengukuran massa per satuan
volume. Semakin tinggi densitas (massa jenis), maka semakin besar pula massa
setiap volumenya. Kerapatan atau densitas membran dirumuskan sebagai berikut:
.......................................................................................................... (1)
Di mana:
massa jenis objek (gram/cm3)
= massa total objek (gram)
volume total objek (cm3)
2. Absorbsi
Pengujian daya serap air (water absorbtion) bertujuan untuk menentukan besarnya
persentase air yang diserap oleh suatu bahan yang direndam dengan perendaman
selama 24 jam (Puspitasari dkk, 2013). Absorpsi merupakan proses penyerapan
fluida (cairan) oleh suatu penyerap. Standar yang digunakan dalam pengujian ini
adalah ASTM C 373-88 (Alian, 2011). Penghitungan daya serap bahan dilakukan
dengan menghitung selisih berat awal dan berat akhir kemudian membaginya
21
dengan berat awal. Suatu bahan yang sudah dibakar ditimbang terlebih dahulu
sebagai berat awal. Kemudian direndam dalam air selama 1 hari (24 jam), bahan
diambil dan dibiarkan selam 1 jam. Kemudian ditimbang kembali sebagai berat
akhir (Ratri dkk, 2008).
......................................................................(2)
Di mana:
B= Berat sampel basah
A= Berat sampel kering
3. Porositas
Poros merupakan daerah kosong atau rongga yang terbentuk pada proses
kompaksi yang menyebabkan adanya gas yang terjebak di antara serbuk saat
proses sintering. Adanya poros di dalam suatu material akan memengaruhi sifat
mekaniknya, hal ini dikarenakan poros akan menyebabkan adanya konsentrasi
tegangan sehingga mudah berdeformasi plastis dan lokalisasi tegangan (Yafie
dkk, 2014). Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah
volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong)
dengan jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Ukuran pori
sangat menentukan kekuatan mekanik benda keramik. Porositas sangat
memengaruhi rapat massa benda keramik yang ditentukan dengan
membandingkan selisi rapat massa teoritis dengan rapat massa ruah (Gonggo dkk,
2013).
...................................................................(3)
22
Di mana:
Rapat massa teoritis
Rapat massa ruah
I. Pengujian Kuat Tekan
Kuat tekan (compressive strength) adalah salah satu sifat mekanik bahan. Kuat
tekan didapatkan dari gaya F yang diberikan pada bahan dibagi dengan luas
bidang tekan A0. Gaya ini akan menekan bahan sepanjang arah tekan. Kuat tekan
dalam satuan psi (pounds per square inch), Pa (Pascal), atau satuan lain seperti
kg/cm3, N/mm
3. Alat uji tekan memberikan informasi mengenai gaya yang
diberikan dan luas permukaan tekan dihitung sesuai sampel yang digunakan
(Husain dkk, 2016). Uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari
keramik gerabah, sampel yang sudah diuji daya serapnya dikeringkan, kemudian
diamplas sampai sama rata permukaannya. Keramik gerabah yang akan diuji
diletakkan pada mesin penekan. Ditekan dengan alat penekan sampai genteng
pecah. Pada saat pecah dicatat besarnya gaya tekan maksimum yang bekerja
(Ratri dkk, 2008) Kuat tekan merupakan ukuran maksimum suatu bahan
menerima beban aksial. Perhitungan kuat tekan dengan rumus (Syamsudin dkk,
2011).
......................................................................................................... (4)
Di mana:
23
= Kuat tekan (kg/cm2)
A = Luas penampang benda uji (cm2)
P = Beban (kg)
J. Pengaruh Suhu Pembakaran Terhadap Gerabah
Suhu pembakaran sangat mempengaruhi proses pembuatan genting maupun
gerabah. Semakin tinggi suhu bakar maka silika akan mengelas memasuki pori-
pori dan mengikat semua partikel lempung dengan membentuk ikatan yang
dikenal sebagai ikatan alumina silika. Perubahan pertama yang terjadi dalam
lempung ketika dibakar adalah hilangnya air yang ditambahkan saat pencetakan
dan berada di permukaan pada temperatur bakar ± 150ºC. Agar lempung menjadi
gerabah harus melalui proses pembakaran dengan suhu melebihi 600ºC, pada
temperatur antara 400-600ºC air yang terikat secara kimia dan zat-zat lain di
dalam lempung akan menguap. Setelah suhu lebih dari 600ºC lempung akan
mengalami perubahan menjadi suatu mineral yang padat, keras dan permanen,
perubahan ini disebut ceramic change (perubahan keramik).
Suhu juga berpengaruh pada kuat tekan. Dalam pembakaran, partikel-partikel
yang semula terikat lemah karena hanya melakukan kontak lemah satu sama lain,
mulai memperluas permukaan kontak akibat difusi atom. Kontak tersebut tumbuh
menjadi leher (neck), yang ukurannya bergantung pada lama pemanasan dan suhu
24
pemanasan. Semakin lama waktu pemanasan dan tingginya suhu pemanasan maka
ukuran leher semakin besar sehingga ikatan antar partikel semakin kuat.
Genteng atau gerabah yang dibakar pada suhu 600°C baru mengalami reaksi
dehidroksilasi berupa hilangnya molekul air yang terserap pada kisi-kisi kristal
dan menuju pada pembentukan metakaolin. Metakaolin merupakan senyawa
antara menuju senyawa berikutnya (mullite). Pembakaran pada suhu lebih dari
800°C menyebabkan genteng atau gerabah mulai mengalami pembentukan fasa
kristalin dari metakaolin.
Gambar 4. Mekanisme penyatuan leher antarpartikel saat proses pembakaran
(Sumber: Ratri dkk, 2008)
Pada suhu 900°C sudah mulai mengalami fasa pembentukan kristalin yaitu fasa
mullite. Semakin tinggi suhu maka silika akan mengelas memasuki pori-pori dan
25
mengikat semua partikel tanah liat dengan membentuk ikatan yang dikenal
sebagai ikatan alumina silika. Adanya pengelasan maka pori-pori genteng atau
gerabah semakin rapat, sehingga air tidak banyak yang menembus. Pori sangat
mempengaruhi daya serap air semakin banyak pori maka akan meningkatkan daya
serap air.
Perubahan fasa secara umum merupakan proses perubahan bentuk suatu zat
menjadi bentuk lain. Salah satu penyebab perubahan fasa adalah kalor (Anonim,
2015). Proses pembakaran membuktikan bahwa dengan adanya pemanasan maka
OH yang terikat pada Al banyak terlepas dan hal itu mengakibatkan terbentuk
ikatan dengan SiO, membentuk ikatan silika alumina, ikatan yang terjadi adalah
ikatan kovalen. Pada sampel genteng maupun sampel lempung terdapat Si-O dan
Al-O. Fasa mullite akan terbentuk apabila suhu pembakaran genteng tinggi atau
lebih dari 900°C. Mullite merupakan senyawa yang sangat stabil, sehingga dapat
dikatakan pembentukan mullite ini merupakan tujuan dari pembakaran keramik,
karena dengan adanya mullite, sifat-sifat keramik yang keras, kompak, dan padat
mulai terbentuk. Hal ini mempertegas pernyataan bahwa genteng atau keramik
gerabah yang dibakar pada suhu pembakaran 900°C akan memiliki kuat tekan
yang tinggi dan daya serap yang rendah karena fasa mullite telah terbentuk (Ratri
dkk, 2008).
Sesuai dengan reaksi pembakaran mineral lokal, maka terjadinya reaksi mullite
seperti berikut:
Al2Si2O5(OH)4 → Al2Si2O7 + 2H2O................................................ (5)
Meta Kaolinite
2(Al2O3.3SiO2) → 2Al2O3.3SiO2+SiO2............................................(6)
26
Silicone Spinel
Reaksi (5) dan (6) ini merupakan reaksi kristalisasi yaitu terjadi reaksi
transformasi senyawa-senyawa oksida dan membentuk senyawa-senyawa kristalin
secara serempak tergantung pada waktu pemanasan atau waktu penahanan.
Pemanasan sampai dengan tahap ini, kaolin (Al2O3, 2SiO2, 2H2O) diduga telah
mengurai total menjadi alumina amorf dan silika amorf. Selain itu, juga telah
terjadi reaksi oksidasi senyawa-senyawa pengotor yang mudah teroksidasi pada
suhu tinggi. Adanya oksidasi ini akan berpengaruh positif terhadap pembentukan
monolit keramik dan dengan terbentuknya spinel magnesia aluminat di dalamnya.
Pada pemanasan lanjut pada suhu 1100˚C, diduga sebagian mineral sudah
mengalami reaksi rekristalisasi silika dari bentuk amorf yang pada pemanasan
lanjut akan terbentuk crystobalite (SiO2) sesuai dengan reaksi:
2Al2O3 3SiO2 → 2(Al2O3 3SiO2) + SiO2......................................(7)
Pseudo Mullite Crystobalite
Pori monolit yang ada akibat ditinggal oleh air dan senyawa organik yang
teroksidasi akibat adanya reaksi dehidrasi dan oksidasi, sudah mulai merapat dan
pori yang terbentuk menjadi semakin kecil. Kondisi ini yang memungkinkan
terjadinya penurunan sifat serap air monolit. Terhadap karakteristik ketahanan
tekan yang diperoleh, pada pemanasan yang semakin tinggi akan menghasilkan
ketahanan tekan yang semakin tinggi pula. Hal ini terjadi karena pada pemanasan
yang semakin tinggi, seusai reaksi (7) maka pori monolit akan semakin rendah
sehingga ketahanan tekannya semakiin naik (Susetyaningsih, 2008).
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada 04 September 2017 sampai dengan 04 Mei 2018
di Laboratorium Beton Teknik Sipil Universitas Lampung, Laboratorium Heat
Treatment Balai Penelitian Teknologi Mineral - Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (BPTM - LIPI) dan Laboratorium Analisis Kimia Balai Penelitian
Teknologi Mineral - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (BPTM - LIPI) yang
beralamat di Jl. Ir Sutami KM. 15 Tanjung Bintang, Lampung Selatan, Lampung.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Alat
Alat yang dilakukan pada penelitian ini berupa timbangan analog merek Five
Goat made in China capacity 5 kg serta graduation 20 gram, ayakan mesh No. 20
dan 200, mixer B10 made in China capacity 10 liter serta rotation 360/164 rpm,
cetakan ukuran 10 × 10 × 3 cm, oven merek Memmert, panel electrical furnace,
timbangan digital merek Gold series Ohaus, gelas ukur Pyrex 25 mL, mesin uji
XRF (X-Ray Flourescence) made in Netherlands, dan mesin uji XRD (X-Ray
Difraction) Typenr 9430 030 40602 made in Netherlands.
28
2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mineral lempung,
mineral feldspar dan air. Mineral lempung berasal dari Desa Serdang Kecamatan
Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung, sedangkan
mineral feldspar berasal dari Desa Nyukang Harjo Kecamatan Selagai Lingga
Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung.
C. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode studi
literatur yang berkaitan dengan penelitian dan dilanjutkan dengan metode
eksperimen (percobaan langsung) seperti berikut:
1. Pembuatan Sampel Keramik Gerabah
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan keramik gerabah
dengan penambahan mineral feldspar sebagai berikut:
a. Menyiapkan bahan baku yang dibutuhkan berupa mineral lempung, mineral
feldspar dan air.
b. Mengeringkan mineral feldspar dan mineral lempung menggunakan bantuan
cahaya matahari untuk mengurangi kadar airnya.
c. Mengayak mineral feldspar dan mineral lempung dengan ukuran lolos mesh
20 untuk menseragamkan butir bahan baku.
d. Menimbang bahan baku dengan komposisi mineral feldspar sebanyak 35%
dan mineral lempung sebanyak 65%.
29
e. Mengaduk kedua bahan baku menggunakan mixer selama ±2 menit hingga
homogen.
f. Menambahkan air sebanyak 10% dari berat bahan baku.
g. Mencetak sampel dengan cetakan ukuran 10 × 10 × 3 cm.
h. Mengurangi kandungan air pada sampel yang telah dicetak dengan cara
mendiamkan pada suhu ruang selama 3 hari.
i. Mengeringkan sampel dengan bantuan sinar matahari atau dengan oven
bersuhu 110ºC selama 1 hari.
j. Membakar sampel menggunakan panel electrical furnace dengan variasi suhu
800ºC, 900ºC, 950ºC dan 1000ºC, masing-masig suhu menggunakan variasi
waktu penahanan selama 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam.
k. Mendinginkan sampel yang telah dibakar secara bertahap hingga mencapai
suhu ruang.
l. Melakukan karakterisasi (XRF dan XRD) dan uji fisis (porositas, absorbsi
dan berat jenis).
2. Pengujian Absorbsi Berdasarkan ASTM C 373-88
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian porositas sebagai
berikut:
a. Menimbang sampel menggunakan timbangan digital sebelum dimasukan ke
dalam air.
b. Memasukan sampel ke dalam air dan merendamnya selama 24 jam.
c. Menimbang kembali sampel setelah proses perendaman dan mencatat
hasilnya.
30
d. Menghitung nilai absorbsi sampel dengan menggunakan persamaan (7).
.................................................................... (7)
Di mana:
= Berat basah setelah direndam (gram)
= Berat kering (gram)
3. Pengujian Densitas Berdasarkan ASTM C 373-88
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian densitas sebagai
berikut:
a. Menimbang sampel menggunakan timbangan digital sebelum dimasukan ke
dalam air.
b. Menghitung volume sampel dengan cara memasukan ke dalam gelas ukur
yang telah dicatat kenaikan volume airnya.
c. Mengitung nilai berat jenis sampel dengan menggunakan persamaan (8).
....................................................................................... (8)
Di mana:
= Berat awal/kering (gram)
= Volume benda (volume)
4. Pengujian Porositas Berdasarkan ASTM C 373-88
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian porositas sebagai
berikut:
a. Menimbang sampel menggunakan timbangan digital sebelum dimasukan ke
dalam air.
b. Memasukan sampel ke dalam air dan merendamnya selama 24 jam.
31
c. Menimbang kembali sampel setelah proses perendaman dan mencatat
hasilnya.
d. Menghitung nilai porositas sampel dengan menggunakan persamaan (9).
.......................................................... (9)
Di mana:
= Berat awal/kering (gram)
= Berat basah (gram)
= 1 gr/cm3
5. Pengujian Kuat Tekan
Adapun langkah-langkah untuk melakukan uji kuat tekan sebagai berikut:
a. Mengambil masing-masing sampel uji dengan ukuran 5 × 5 × 5 cm yang
sudah dibakar menggunakan furnace pada suhu 800ºC, 900ºC, 950ºC dan
1000ºC dengan waktu tahan selama 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam.
b. Melakukan uji kuat tekan pada masing-masing sampel menggunakan alat
compressing strength mechine. Kuat tekan dihitung menggunakan persamaan
(10).
........................................................................................................(10)
Di mana:
= Kuat tekan (kg/cm2)
A = Luas penampang benda uji (cm2)
P = Beban (kg)
6. Karakterisasi XRD dan XRF
32
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam karakterisasi XRD dan XRF
sampel sebagai berikut:
a. Menyiapkan sampel yang akan dikarakterisasi berupa row material mineral
lempung, row material mineral feldspar dan keramik gerabah setelah proses
pembakaran.
b. Menumbuk seluruh sampel hingga lolos ayakan mesh 200 sebanyak 50 gram.
c. Melakukan karakterisasi XRF dan XRD pada masing-masing sampel.
d. Pada tahap ini, data yang diperoleh hasil analisis XRF berupa hasil anlisis
kualitatif sampel yaitu mengidentifikasi jenis unsur yang terkandung dalam
sampel yang ditunjukan berupa keberadaan jenis unsur yang terdeteksi oleh
alat XRF, sedangkan analisis kuantitatif yaitu mengidentifikasi jumlah unsur
yang terkandung dalam sampel berupa konsentrasi unsur dalam bilangan
persen dari sampel yang diuji.
e. Sedangkan data yang diperoleh hasil analisis XRD berupa hasil analisis
kualitatif yaitu mengidentifikasi kehadiran mineral tertentu berdasarkan sifat
fisik struktur dalam sampel dengan membandingkan nilai pada kurva hasil
analisa dengan nilai-nilai pada beberapa kurva mineral standar dalam bentuk
grafik. Selain itu hasil XRD juga diolah secara semi kuantitatif untuk
mengetahui rasio mineral yang terkandung dalam sampel.
33
D. Diagram Alir
Diagram alir preparasi sampel mineral lempung ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram alir preparasi sampel mineral lempung.
Diagram alir preparasi sampel mineral feldspar ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram alir preparasi sampel mineral feldspar.
Mineral Lempung
Serbuk mineral lempung ukuran mesh 20
Lempung
Mineral Feldspar
Serbuk mineral feldspar ukuran mesh 20
Lempung
Dibersihkan dari pengotor
Dikeringkan pada oven dengan suhu
110ºC atau dengan cahaya matahari
selama 3 jam
Diayak lolos mesh 20
Dibersihkan dari pengotor
Dikeringkan pada oven dengan suhu
110ºC atau dengan cahaya matahari
selama 3 jam
Diayak lolos mesh 20
34
Diagram alir pembuatan sampel gerabah dan pengujiannya ditunjukkan pada
Gambar 7.
Gambar 7. Diagram alir pembuatan, pengujian dan karakterisasi sampel gerabah.
Mineral Lempung + Mineral Feldspar + Air
Ditimbang sesuai komposisi (65% mineral
lempung dan 35% mineral feldspar)
Diaduk dengan mixer hingga homogen
Ditambah air perlahan sebanyak 10%
Diaduk kembali hingga menjadi adonan kalis
Dicetak ukuran kubus (5×5×5 cm)
Dikeringkan tahap 1 (pada suhu ruang 2-3 hari)
Dikeringkan tahap 2 (pada suhu oven 110ºC
atau cahaya matahari 1 hari)
Dipanaskan pada suhu dan waktu yang telah
ditentukan (800, 900, 950 dan 1000ºC selama 2,
3, 4 dan 5 jam)
Sampel Gerabah
Diuji kuat tekan
Diuji sifat fisis (Absorbsi, densitas,
porositas)
Dikarakterisasi XRF dan XRD
Hasil
Kesimpulan
Selesai
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Uji fisis densitas=2,28 gram/cm3 dan kuat tekan=9,52 Mpa optimum pada
waktu tahan 3 jam dan suhu 1000˚C. Persen porositas dan absorbsi menurun
seiring dengan kenaikan suhu pemanasan. Nilai kuat tekan berbanding lurus
densitas semakin tinggi seiring dengan naiknya suhu pemanasan.
2. Hasil karakterisasi XRF bahan baku gerabah 35% feldspar dan 65% lempung
menunjukkan bahwa kandungan unsur Si=56,405% dan Al=18,927%.
Sehingga pada uji XRD waktu pemanasan 3 jam variasi suhu 800-1000ºC
puncak fasa tertinggi didominasi quartz (PDF-461045) puncak 2θ(26º-28,7º).
Fasa lain yang terbentuk yaitu cristobalite (PDF-391425) dan tridymite (PDF-
421401). Mulai suhu 900ºC terjadi ikatan Al2SiO5 fasa sillimanite (PDF-
380471).
B. Saran
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan pada pelaksanaan penelitian
maupun pada hasil yang diperoleh, maka diberikan saran sebagai berikut :
51
1. Pada penelitian selanjutnya disarankan agar melakukan karakterisasi
Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui besar konsentrasi
setiap unsur dari kandungan fasa yang terbentuk dalam sampel gerabah.
2. Pada penelitian selanjutnya disarankan agar melakukan pemanasan
menggunakan suhu yang lebih tinggi 1100-1400ºC untuk melihat
pembentukan fasa mullite (2Al2O3 3SiO2).
DAFTAR PUSTAKA
Alaa, S. dan Wijaya, D. 2015. Pemngaruh Suhu Pemanasan Lempung Terhadap
Sifat Mekanis Gerabah. Jurnal Fisika. Vol. 1. No.1. Hal. 32-34.
Alian, H. 2011. Pengaruh Variasi Fraksi Volume Semen Putih Terhadap Kekuatan
Tarik dan Impak Komposit Glass Fiber Reinforce Plastic (GFRP)
Berpenguat Serat E-Glass Chop Strand Mat dan Matriks Resin Polyester.
Jurnal Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 Palembang. ISBN : 979-
587-395-4. Hal 207 dah 411.
Amrin., dan Ardila, D. 2013. Analisa Besi (Fe) dan Aluminium (Al) dalam Tanah
Lempung Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Jurnal Prosidang
Semirata FMIPA Unila. Hal 18.
Anonim. 2015. http://termosulastri.blogspot.co.id/2015/03/perubahan-fase-
zat.html. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2017. Pukul 00.21 WIB.
Anonim. 2016. http://duniarempelas.blogspot.co.id/2016/12/kandungan-dan-
kegunaan-feldspar.html. Diakses pada tanggal 16 Agustus 2017. Pukul
22.20 WIB.
Anonim. 2016. http://id.wikipedia.org/wiki/sifat_fisik.html. Diakses pada tanggal
12 Oktober 2017. Pukul 23.18 WIB.
Anonim. 2017. https://id.wikipedia.org/wiki/Keramik. Diakses pada 13 Oktober
2017. Pukul 20.38 WIB.
Apodaca, LE. 2008. Feldspar and Nepheline Synite. U. S. Geologycal Survey
Minerals Year Book. Hal 24.1-24.2.
Budiono, K. dan Panggabean, H. 2008. Karakteristik Mineral Lempung pada
Sedimen Resen Perariran Dasar Laut Di Perairan Kota Semarang. Jurnal
SDG. Vol. 18. Hal 233.
Gonggo, ST., Edyanti, F. dan Suherman. 2013. Karakterisasi Fisikokimia Mineral
Lempung Sebagai Bahan Dasar Industri Keramik Di Desa Lembah Bomban
Kecamatan Bolano Lambunu Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal Akademika
Kimia. Vol. 2, No. 2. Hal. 107-110.
Hanafi, AS. Dan nandang, AR. 2010. Studi Pengaruh Bentuk Silika dari Abu
Ampas Tebu Terhadap Kekuatan Produk Keramik. Jurnal Kimia Indonesia.
Vo. 5, No. 1. Hal 35.
53
Hashizume, H. 2015. Adsorption of Nucleic Acid Bases, Ribose adn Phosphate by
Some Clay Minerals. MDPI Life Journal. ISSN 2075-1729. Hal 638.
Hunger, A., Carl, G., Gebhardt, A. and Russel, C. 2010. Young’s Moduli and
Microhardness of Glass–Ceramics in the System
MgO/Al2O3/TiO2/ZrO2/SiO2 Containing Quartz Nanocrystals. Materials
Chemistry and Physics Journal. Vol. 122.
Husain, S., Hadi. N. dan Novalina, T. 2016. Pengaruh Suhu Sintering Sifat
Mekakik Keramik Berbahan Lempung dan Abu Sekam Padi. Jurnal Fisika
FLUX. Vol. 13. No 13. Hal 3-4.
Indiani, E., Ayu, N. dan Umiati, K. 2009. Keramik Porselen Berbasis Feldspar
Sebagai Bahan Isolator Listrik. Jurnal TELKOMNIKA Vol. 7. No 2. ISSN
1693-6930. Hal 85.
Jone, Y. Utamakno, L. dan Cahyono, YD. 2015. Pemanfaatan Lempung Sebagai
Bahan Baku Gerabah. Jurnal Seminar Nasional Sains dan Teknologi
Terapan III. ISBN 978-602-985 69-1-0. Hal 543-544.
Khotimah, T. 2013. Peningkatan Keunggulan Kompetitif pada UMKM Gerabah
Melalui Model E-Business. Jurnal SIMETRIS. Vol. 3. No 1. ISSN 2252-
4983. Hal 31.
Norazlina. 2015. Improvement On Mechanical Properties Sodium Feldspar for
Porcelains Tableware. Mechanical and Manufacturing Engineering. Hal 4-
6.
Nuryanto. dan Edwin, F. 2012. Optimasi Pemanfaatan Potensi Felspar
Banjarnegara Jawa Tengah untuk Industri Keramik. Jurnal Riset Industri.
Vol. VI No. 1. Hal. 88.
Octavianie. dan Rosita, L. 2017. Pemanfaatan Lempung untuk Pembuatan
Keramik Halus Keras (Studi Kasus Di Gunung Siwareng, Kecamatan
Sayegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta). Jurnal
Prosidang Seminar Nasionam XI Rekayasa Teknologi Industri dan
Informasi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional. Hal 130-132.
Oktamuliani, S. Samsidar. Nasri, MZ., dan Nehru. 2016. Identifikasi Mineral
pada Batuan Granitdi Geopark Merangin Provinsi Jambi Menggunakan X-
Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy. Jurnal JOP.
Vol. 1. No. 1. ISSN 2502-2016. Hal 14.
Pratiwi, PD. 2016. Preparasi Nanomaterial Karbon Menggunakan Metode Liquid
Mechanical Exfoliation dibantu oleh Linear Alkylbenzene Sulfonate dengan
Variasi Waktu Pencampuran Bahan. Jurnal Fisika UNY edisi oktober 2016.
Hal. 5.
Purnamasari, E., Setyo, A. Dan Budi, E. 2012. Pengaruh Aditif Arang Batok
Kelapa Terhadap Densitas dan Porositas Membran Keramik Berbaisi Zeolit
dan Tanah Lempung. Jurnal Seminar Nasional Fisika. Hal 68-69.
54
Puspita, M. Sembiring, K. dan Humaidi, S. 2013. Analisis dan Karakterisasi
Genteng Polimer Berbahan Baku Ban dalam Bekas , Pasir dan Aspal dengan
Perekat Polipropilena. Jurnal Sf. Vol. 1. No. 1. Hal 4-5.
Rachman, A., Edwin, F. dan Sebleku, P., 2012. Karakterisasi Pasir Sillika
Cibadak Sukabumi Sebagai Bahan Baku Pembuatan Raming Mix Silica.
Majalah Metalurgi. Vol. 3. Hal. 264.
Ratri, AK., Sriatun. dan Darmawan, A. 2008. Pengaruh Serbuk Kaca dan Variasi
Suhu Pembakaran pada Pembuatan Genteng Lempung Sedimentasi Banjir
Kanal Timur Kota Semarang terhadap Kuat Tekan serta Daya Serapnya
terhadap Air. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. Vol. 11. No. 3. Hal. 64-67.
Retno Susetyaningsih, Endro K Ismolo dan Kristri Basuki. 2008. Pengaruh
Penambahan MgO Pada Peningkatan Kualitas Lempung Kasongan untuk
Immobilisasi Lumpur Limbah Pb Menggunakan Teknologi Keramik. Jurnal
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir. Hal 336.
Rivai, M. dan Hartono, SB. 2016. Pengaruh Proses Sintering pada Temperatur
800ºC Terhadap Kekerasan dan Kekuatan Banding pada Produk Gerabah.
Jurnal TRAKSI. Vo. 16. No. 2. Hal 2.
Ron, J., Gould, R. and Gedke, D. 1995. Quantitative X-Ray Spektrometry Second
Edition. Marcel Dekker, Inc.
Sarkar, R., Ghosh, S., and Kumar, S. 2007. Waste Silica from Aluminum Fluoride
Industries Used for Ceramic Whitewares. American Ceramic Society
Bulletin. Vol. 86, No. 10. Hal 9201.
Saukani, M. dan Febrianti, R. 2016. Analisa Komposisi Fasa Lempung
Kalimantan Selatan Berdasarkan Data Difraksi Sinar X. Jurnal Fisika
FLUX. Volume 13. No. 2.
Septawendar, R., Nuryanto. Suhanda dan Wahyudi, K. 2007. Sifat Fisik Lempung
Tanjung Morawa dalam Transformasi Fasa Mineral Berdasarkan Investigasi
Difraksi Sinar-X. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan. Jilid 17 No. 1.
Hal 17-18.
Smallman, RE. and Bishop, RJ. 1999. Modern Physical Metallurgy and Materials
Engineering 6th
Edition. Butterworth Heinemann. Oxford. Page 24-25.
Suarsana, K. dan Suprapto, I. 2017. Pengaruh Komposisi dan Sintering Pada
Komposit Al/(SiCw+Al2O3) Terhadap Densitas, Porositas dan Keausan. Jurnal Ilmiah Teknik Desain Mekanika. Vol. 6 No. 2. Hal 243 – 248.
Suarya, P. 2012. Karakterisasi Adsorben Komposit Aluminium Oksida pada
Lempung Teraktivasi Asam. Jurnal Kimia. Vol. 6 No. 1. Hal. 93-94.
55
Sudarningsih. dan Fahruddin. 2008. Penggunaan Metoda Difraksi Sinar X dalam
Menganalisa Kandungan Mineral pada Batuan Ultra Basa Kalimantan
Selatan. Jurnal Fisika FLUX. Vol. 5. No. 2. Hal 167 dan 169.
Sukamto, M., dan Murwani, IK. 2011. Kajian Penggunaan Lempung Nagara
dalam Sistem Badan Keramik Sesuai SNI. Jurnal Inovasi Pendidikan Sains.
Vol. 2. No 2. Hal 27-29.
Sukandarrumidi. 1999. Bahan Galian Industri. Yogyakarta. Gajah Mada
University Press. Hal 103-104 dan hal 160-162.
Syamsuddin, R. Wicaksono, A. dan Fazairin, F. 2011. Pengaruh Air Laut pada
Perawatan (Curing) Beton Terhadap Kuat Tekan dan Absorpsi Beton
dengan Variasi Faktor Air Semen dan Durasi Perawatan. Jurnal Rekayasa
Sipil. Vol. 5. No. 2. ISSN 1978-5658 Hal. 69.
Winarno, T. 2016. Perbandingan Karakteristik Lempung Kasongan dan Godean
Sebagai Bahan Baku Industri Gerabah Kasongan. Jurnal Teknik. Vol. 1. No.
37. Hal 42.
Yafie, MS. dan Widyastuti. 2014. Pengaruh Variasi Temperatur Sintering dan
Waktu Tahan SIntering Terhadap Densitas dan Kekerasan pada Mmc W-Cu
Melalui Proses Metalurgi Serbuk. Jurnal Teknik Pomits. Vol. 3, No. 1. Hal
45-46.
Yuliyanti, A. Sarah, D. dan Soebowo, E. 2013. Pengaruh Lempung Ekpansif
Terhadap Potensi Amblesan Tanah Di Daerah Semarang. Jurnal Riset
Geologi dan Pertambangan. Vol. 22 No. 2. ISSN 0125-9849. Hal 97.