pengaruh servicescape terhadap customer loyalty …

20
Ekonomi dan Bisnis Vol. 6, No.2, 2019, 157-176 doi.org/10.35590/jeb.v6i2.1233 P-ISSN 2356-0282 | E-ISSN 2684-7582 Diunggah : November 2019 Diterima : Desember 2019 Dipublikasi : Januari 2020 Mengutip ini sebagai: Purnama, R. A. & Andajani, E. 2019. Pengaruh Servicescape terhadap Customer Loyalty Restoran Limited Service di McDonald’s Surabaya. Ekonomi dan Bisnis, 6(2), 157-176. doi.org/10.35590/jeb.v6i2.1233 PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY RESTORAN LIMITED SERVICE DI MCDONALD’S SURABAYA Rizky Ardi Purnama 1 , Erna Andajani* 2 1 [email protected], 2 [email protected] 1, 2 Universitas Surabaya *Penulis Korespondensi Abstrak Tujuan dari makalah ini adalah untuk menganalisis pengaruh servicescape baik dalam hal pementasan substansial dan pementasan komunikatif pada emosi konsumen restoran limited- service (McDonald's) di Surabaya yang menghasilkan kepuasan pelanggan dan ditampilkan dalam perilaku loyalitas, yaitu niat kembali (return intention), WOM intention, dan EWOM intention. Metodologi yang digunakan dalam makalah ini adalah Survei dengan SEM analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1.Ada pengaruh positif dan signifikan antara Substatntive Staging of Servicescape (SSoS) pada emosi pelanggan; 2. Ada pengaruh positif dan signifikan dari Communicative Staging of servicescape (CSoS) pada emosi pelanggan; 3.Ada pengaruh positif dan signifikan emosi pelanggan terhadap kepuasan; 4.Ada pengaruh positif dan signifikan dari kepuasan terhadap Subyektif - Kesejahteraan (SWB); 5.Ada pengaruh positif tetapi tidak signifikan kepuasan pada Keseluruhan Kualitas Hidup (QoL); 6.Ada pengaruh positif dan signifikan dari Subjektif- Kesejahteraan (SWB) pada Kualitas Hidup secara keseluruhan; 7.Ada pengaruh positif dan signifikan kepuasan terhadap loyalitas pelanggan; 8. Ada pengaruh positif dan signifikan dari loyalitas pelanggan pada niat pengembalian; 9. Ada pengaruh positif dan signifikan dari loyalitas pelanggan pada niat WOM; 10.Ada pengaruh positif dan signifikan dari loyalitas pelanggan pada niat EWOM. Kata Kunci: Servicescape; McDonald; Loyalitas Konsumen; WOM; Restoran; Kepuasan Konsumen; EWOM; SWB; Emosi Pelanggan; Restoran Layanan Terbatas Abstract The purpose of this paper is to analyzing the effect of servicescape both in terms of substantial staging and communicative staging on the emotions of limited service restaurant (McDonald's) consumers in Surabaya which results in customer satisfaction and is shown in loyalty behavior, namely return intention, WOM intention, and EWOM intention. The methodology employed in this paper is Survey with SEM analysis. The research result indicates that: 1.There is positive and significant influence of Substantial Staging of Servicescape (SSoS) on customer emotion; 2.There is positive and significant influence of Communicative Staging of Servicescape (CSoS) on customer emotion; 3.There is positive and significant influence of customer emotion on satisfaction; 4.There is positive and significant influence of satisfaction on Subjective - Well - Being (SWB); 5.There is positive but NOT significant influence of satisfaction on Overall Quality of Life (QoL); 6.There is positive and significant influence of Subjective- Well-Being (SWB) on the overall Quality of Life (QoL); 7. There is positive and significant influence of satisfaction on customer loyalty; 8.There is positive and significant influence of customer loyalty on return intention; 9.There is positive and significant influence of customer loyalty on WOM intention; 10.There is positive and significant influence of customer loyalty on EWOM intention. Keywords: Servicescape; McDonald; Customer Loyalty; WOM; Restaurant; Customer Satisfaction; EWOM; SWB; Customer Emotion; Limited Service Restaurant

Upload: others

Post on 18-Dec-2021

7 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Ekonomi dan Bisnis Vol. 6, No.2, 2019, 157-176 doi.org/10.35590/jeb.v6i2.1233 P-ISSN 2356-0282 | E-ISSN 2684-7582 Diunggah : November 2019 Diterima : Desember 2019 Dipublikasi : Januari 2020

Mengutip ini sebagai: Purnama, R. A. & Andajani, E. 2019. Pengaruh Servicescape terhadap Customer Loyalty Restoran Limited Service di McDonald’s Surabaya. Ekonomi dan Bisnis, 6(2), 157-176. doi.org/10.35590/jeb.v6i2.1233

PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY RESTORAN LIMITED SERVICE DI MCDONALD’S SURABAYA

Rizky Ardi Purnama1, Erna Andajani*2

[email protected], [email protected] 1, 2Universitas Surabaya *Penulis Korespondensi

Abstrak

Tujuan dari makalah ini adalah untuk menganalisis pengaruh servicescape baik dalam hal pementasan substansial dan pementasan komunikatif pada emosi konsumen restoran limited-service (McDonald's) di Surabaya yang menghasilkan kepuasan pelanggan dan ditampilkan dalam perilaku loyalitas, yaitu niat kembali (return intention), WOM intention, dan EWOM intention. Metodologi yang digunakan dalam makalah ini adalah Survei dengan SEM analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1.Ada pengaruh positif dan signifikan antara Substatntive Staging of Servicescape (SSoS) pada emosi pelanggan; 2. Ada pengaruh positif dan signifikan dari Communicative Staging of servicescape (CSoS) pada emosi pelanggan; 3.Ada pengaruh positif dan signifikan emosi pelanggan terhadap kepuasan; 4.Ada pengaruh positif dan signifikan dari kepuasan terhadap Subyektif - Kesejahteraan (SWB); 5.Ada pengaruh positif tetapi tidak signifikan kepuasan pada Keseluruhan Kualitas Hidup (QoL); 6.Ada pengaruh positif dan signifikan dari Subjektif-Kesejahteraan (SWB) pada Kualitas Hidup secara keseluruhan; 7.Ada pengaruh positif dan signifikan kepuasan terhadap loyalitas pelanggan; 8. Ada pengaruh positif dan signifikan dari loyalitas pelanggan pada niat pengembalian; 9. Ada pengaruh positif dan signifikan dari loyalitas pelanggan pada niat WOM; 10.Ada pengaruh positif dan signifikan dari loyalitas pelanggan pada niat EWOM.

Kata Kunci: Servicescape; McDonald; Loyalitas Konsumen; WOM; Restoran; Kepuasan Konsumen; EWOM; SWB; Emosi Pelanggan; Restoran Layanan Terbatas

Abstract

The purpose of this paper is to analyzing the effect of servicescape both in terms of substantial staging and communicative staging on the emotions of limited service restaurant (McDonald's) consumers in Surabaya which results in customer satisfaction and is shown in loyalty behavior, namely return intention, WOM intention, and EWOM intention. The methodology employed in this paper is Survey with SEM analysis. The research result indicates that: 1.There is positive and significant influence of Substantial Staging of Servicescape (SSoS) on customer emotion; 2.There is positive and significant influence of Communicative Staging of Servicescape (CSoS) on customer emotion; 3.There is positive and significant influence of customer emotion on satisfaction; 4.There is positive and significant influence of satisfaction on Subjective - Well - Being (SWB); 5.There is positive but NOT significant influence of satisfaction on Overall Quality of Life (QoL); 6.There is positive and significant influence of Subjective-Well-Being (SWB) on the overall Quality of Life (QoL); 7. There is positive and significant influence of satisfaction on customer loyalty; 8.There is positive and significant influence of customer loyalty on return intention; 9.There is positive and significant influence of customer loyalty on WOM intention; 10.There is positive and significant influence of customer loyalty on EWOM intention. Keywords: Servicescape; McDonald; Customer Loyalty; WOM; Restaurant; Customer Satisfaction; EWOM; SWB; Customer Emotion; Limited Service Restaurant

Page 2: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Ekonomi dan Bisnis, Vol. 6, No.2, 2019, 157-176

158

PENDAHULUAN

Pertumbuhan sektor kuliner di Indonesia tujuh tahun terakhir mengalami peningkatan. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyatakan, Indonesia memiliki 5,55 juta unit usaha kuliner atau setara dengan 67.66% dari total 8,20 juta usaha ekonomi kreatif dengan rata – rata pertumbuhan usaha ekonomi kreatif adalah 9.82%. Subsektor kuliner menjadi subsektor yang paling mendominasi di antara 13 subsektor industri kreatif (Richard, 2018). Di Indonesia, industri ini masih menjadi salah satu andalan penopang pertumbuhan manufaktur dan ekonomi nasional di tahun 2018. Dilansir dari TEMPO.CO (Akbar, 2017), kontribusi industri ini terhadap PDB Indonesia mencapai 6,21% pada triwulan ketiga 2017 dan meningkat 3,85% di periode yang sama tahun 2016. Melihat tren pertumbuhan industri restoran yang semakin meningkat, peran jumlah pasar yang cukup besar juga akan semakin membuat industri ini menarik. Melihat tren pertumbuhan industri restoran yang semakin meningkat, peran jumlah pasar yang cukup besar juga akan semakin membuat industri ini menarik. Sebanyak 1.712 restoran telah beroperasi di Surabaya dan sudah masuk sebagai wajib pajak (Surya.co.id, 2016).

Agar lebih memahami sedikit gambaran pasar tentang restoran, dilakukan survei awal dengan menggunakan platform Google Form dan disebarkan secara online melalui media sosial kepada orang – orang yang pernah menggunakan jasa layanan restoran di Surabaya. Tujuan khusus dilakukan survei awal ini untuk memperoleh gambaran dasar terkait perilaku konsumen dan jenis layanan restoran yang sering dikunjungi pada saat ini. Hasil survei awal diperoleh responden dengan total N = 109; dengan jenis kelamin 59 orang (54%) perempuan dan 50 orang (46%) laki – laki. Usia dominan dari responden adalah 17 – 25 tahun sebesar 64%, Kondisi finansial responden mayoritas termasuk dalam golongan middle middle (38%) dengan jumlah pengeluaran dalam satu bulan sebesar >IDR1.800.000 –

Gambar 1. Data Demografis Responden Survei Awal

Sumber: Data olahan survei awal (2018)

Page 3: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Purnama & Andajani, Pengaruh Servicecape terhadap…

159

IDR4.500.000. Tingkat pendidikan terakhir yang dimiliki oleh mayoritas responden adalah S1 sebesar 77%. Grafik data demografi dari Responden survei awal dapat dilihat pada gambar 1.

Selain data demografis, responden juga diminta memberikan informasi terkait pernyataan – pernyataan yang disampaikan tentang jenis layanan restoran yang lebih sering mereka kunjungi, yaitu jenis layanan full service restoran, dan limited service restoran. Definisi restoran yang dimaksud dalam survei ini mengikuti KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) pada tahun 2009, yaitu usaha yang mencakup jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan permanen yang menjual dan menyajikan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya, baik dilengkapi dengan peralatan /perlengkapan untuk proses pembuatan dan penyimpanan maupun tidak dan telah mendapatkan surat keputusan sebagai restoran/rumah makan dari instansi yang membinanya. Informasi ini diberikan kepada Responden dalam angket survei awal. Informasi lain terkait jenis layanan restoran full-service dan limited-service, mengikuti definisi dari Mun & Jang (2018) juga telah diinformasikan dalam angket. Pada full-service restaurant, konsumen tidak hanya disuguhi makanan, namun akan dilayani secara penuh mulai dari masuk hingga saat konsumen duduk di meja dan memesan makanan. Restoran juga bisa menyediakan snack atau pertunjukan live entertainment. Konsumen melakukan pembayaran biasanya setelah selesai konsumsi. Pada limited-service restaurant, konsumen biasanya melakukan pembayaran sebelum melakukan konsumsi. Konsumen biasanya mengambil atau menyiapkan makanan sendiri. Makanan atau minuman yang akan dikonsumsi dapat dimakan atau diminum di tempat, dibawa keluar, atau diantarkan langsung ke tempat konsumen. Setelah membaca informasi tersebut responden diminta untuk menentukan intensitas jenis layanan restoran mana yang lebih sering mereka kunjungi.

Hasil dari survei pada menunjukan perbedaan yang tidak terlalu berbeda terkait data responden dalam mengunjungi restoran dengan jenis layanan antara full service (48%) dan limited service (52%). Namun dari segi frekuensi diperoleh data responden dengan karakteristik demografis seperti yang telah dijelaskan, terdapat lima orang lebih banyak yang memilih limited service (57 orang) dibandingkan dengan yang memilih full service restoran (52 orang). Dari bermacam – macam nama restoran, berdasarkan jenis layanan yang diberikan responden dalam survei awal, terdapat lima nama restoran teratas yang sering disebutkan dan dikunjungi responden dan McDonald’s menjadi nama restoran limited service dengan responden terbanyak dan dijadikan subjek penelitian ini.

Responden kemudian memberikan jawaban terbuka terkait faktor apa yang membuat mereka memilih jenis restoran yang paling sering mereka kunjungi. Dari jawaban yang diberikan Responden dapat dikategorikan dalam empat faktor utama penentu responden memilih mengunjungi restoran dengan jenis layanan tertentu, yaitu: jenis dan kualitas makanan yang disajikan (41 suara), efisiensi baik dari segi pengalaman keseluruhan konsumsi maupun kecepatan pelayanan (24 suara), suasana interior (servicescape / Substantive Staging Of Servicescape) maupun perilaku dan kualitas pelayan dalam melayani konsumen (servicescape / Communicative Staging Of Servicescape) (46 suara), dan yang terakhir faktor harga (37 suara). Untuk lebih lengkapnya rangkuman hasil survei awal terkait faktor

Page 4: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Ekonomi dan Bisnis, Vol. 6, No.2, 2019, 157-176

160

penentu mengunjungi restoran jenis layanan tertentu dapat memerhatikan Gambar2.

Gambar 2. Faktor pertimbangan makan di restoran

Sumber: Data olahan survei awal (2018) Dari hasil survei awal pada gambar 2 dapat ditarik kesimpulan, bahwa

sebagian besar responden terutama usia muda dan produktif, banyak yang memilih untuk mengunjungi restoran limited-service di Surabaya serperti Mc. Donalds, KFC, HokBen, dll. untuk makan malam. Limited-service restoran yang cendrung termasuk fast food restoran ini dianggap memiliki efisiensi, yakni praktis dan sederhana untuk menikmati makanan. Selain dari efisiensinya, restoran dengan jenis layanan ini juga dianggap memiliki harga yang terjangkau. Berbeda dengan full-service restaurant yang menurut responden memiliki keunggulan dalam faktor suasana ruangan / substantive staging of servicescape (SSOS) dan service yang diberikan oleh pelayan / communicative staging (CSOS) memberikan kesan eksklusif. Selain itu kualitas makanan juga menjadi faktor penentu terutama dalam hal kebersihan bahan makanan.

Secara umum, restoran jenis limited-service seharusnya tidak unggul dalam faktor suasana dan layanan yang diberikan apabila dibandingkan dengan restoran dengan jenis layanan full-service seperti, dalam hasil survei awal ini. Namun demikian limited-service restaurant tetap menjadi pilihan yang lebih dominan dengan faktor suasana dan layanan yang menjadi penentu utamanya. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa limited-service restaurant tidak lagi bergantung pada harga makanan yang murah dan pelayanan yang cepat saja, namun juga mulai memerhatikan faktor suasana lingkungan restoran (servicescape) dan pelayanan yang diberikan.

Penelitian terdahulu yang dilakukan Voon., B. H., (2012) menemukan servicescape memiliki pengaruh yang signifikan terhadap customer satisfaction restoran. Penelitian ini dilakukan di Malaysia dengan subjek penelitian ini adalah anak muda / youth yang memiliki usia 15 – 25 tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh dari servicescape, human service, food quality, dan price terhadap customer loyalty dan customer satisfaction pada restoran fine dining (n=145), fast food (n=147), dan food court (n=117). Tidak seperti fine dining dan food court, servicescape memiliki dampak yang positif signifikan terhadap youth satisfaction pada fast food restaurant setelah human service (Voon, 2012). Faktor

Page 5: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Purnama & Andajani, Pengaruh Servicecape terhadap…

161

terpenting yang memengaruhi youth loyalty pada restoran fine dining dan food court adalah price, sedangkan pada restoran fast food adalah human service. Human service merupakan faktor yang paling penting yang memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap youth satisfaction.

Berangkat dari penelitian terdahulu yang dilakukan Lydia Hanks, Nathan Line, & Woo Gon (2017) dan Voon., B. H., (2012) yang menunjukan pentingnya pengaruh servicescape baik dari dimensi fisik / Substantive Staging Of Servicescape (SSoS) maupun humanitarian / Communicative Staging Of Servicescape (CSoS) terhadap persepsi konsumen pada kualitas layanan yang diberikan pada restoran fast food, sports bar, dan family casual (limited-service restaurant), ditambah hasil survei awal yang menunjukan faktor suasana dan layanan/service (servicescape SSoS & CSoS) menjadi pertimbangan paling dominan konsumen untuk makan di sebuah restoran tertentu, dalam kasus ini restoran dengan jenis layanan limited-service secara frekuensi dominan menjadi pilihan responden, dapat dikatakan faktor internal restoran dengan jenis layanan limited service, yaitu faktor layanan berupa servicescape penting untuk diteliti.

Dalam penelitian ini servicescape berperan sebagai stimulus yang nantinya akan direspon konsumen sebagai prediktor akan perilaku yang akan dilakukan di masa yang akan datang. Konsumen akan menilai dan memersepsi servicescape yang ada di restoran dan memunculkan emosi tertentu. Penelitian ini membuktikan adanya hubungan positif antara servicescape dan emotion (Meng & Choi, 2017). Apabila emosi yang diterima bersifat positif maka akan menimbulkan kepuasan / satisfaction. Adanya kepuasan dari proses penilaian dan persepsi yang dialami konsumen akibat servicescape dikatakan oleh Meng, B. & Choi, K., (2017) akan memengaruhi subjective well-being dan overall quality of life (QoL). Selain memengruhi kepuasan / satisfaction, penelitian lain oleh Hanks, L.; Line, N.D., (2018) mengungkapkan pengaruh dari servicescape juga akan meningkatkan loyalty sebagai akibat dari tingkat satisfaction yang tinggi (Hanks & Line, 2018). Tingkat loyalty ini kemudian diwujudkan dalam perilaku berupa return intention, WOM intention, dan EWOM intention.

Kim et al. (2015) dan King et al., (1998) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa tujuan utama dari manusia sebagai makhluk hidup adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan tingkat well-being atau quality of life tertentu (Meng & Choi, 2017). Tujuan ini dapat diperoleh dari interaksi sehari – hari yang terjadi dalam hidup, salah satunya adalah kegiatan konsumsi yang ada dalam proses layanan dalam restoran. Penelitian kali ini ingin menggabungkan antara penelitian yang dilakukan Meng & Choi, K. (2017) dengan penelitian yang dilakukan Hanks & Line (2018). Dalam penelitian yang dilakukan Hanks & Line (2018) telah diketahui bahwa peran dari interaksi sosial yang dilakukan aktor sosial dalam lingkungan bisnis yang terdapat dalam servicescape berpengaruh terhadap perilaku dari konsumen lewat attitude to restaurant, satisfaction, dan loyalty yang ditunjukan melalui return intention, WOM Intention, dan EWOM intention.

Attitude konsumen terhadap restoran meliputi dua aspek, yakni afektif dan evaluatif, dengan kata lain adalah sebuah fungsi kombinasi dari belief konsumen terhadap restoran tersebut dengan komponen evaluatif (Fishbein, 1963 dalam Hanks & Line, 2018). Konsumen melakukan evaluasi terhadap aktor sosial yang ada pada restoran (social servicescape) dalam tiga hal; perceived similarity, physical

Page 6: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Ekonomi dan Bisnis, Vol. 6, No.2, 2019, 157-176

162

appearance, dan appropriate behavior (Brocato et al., 2012 dalam Hanks & Line, 2018). Melalui tiga faktor ini konsumen mengevaluasi pengalaman layanan yang mereka dapatkan dan terbukti memiliki dampak yang signifikan terhadap kepuasan/satisfaction konsumen yang berujung pada perilaku loyal/loyalty konsumen dan dengan suka rela bersedia membagikan pengalaman layanan mereka melalui positive word of mouth dan electronic word of mouth.

Konsep social servicescape ini sangat penting dan telah diakui keberadaannya oleh beberapa peneliti (Hanks et al., 2017; Harris and Ezeh, 2008; Jang et al., 2015; Line et al., 2018; Tombs and McColl-Kennedy, 2003, 2010 dalam Hanks & Line, 2018). Kendati demikian belum banyak dapat diketahui secara pasti bagaimana mekanisme social servicescape ini dalam memengaruhi perilaku manusia. Selain itu Hanks & Line (2018) juga menyebutkan bahwa model yang terbentuk dalam penelitiannya ini bisa jadi berbeda tergantung jenis industri layanannya, atau dengan kata lain pengaruh social servicescape terhadap perilaku konsumen dalam industri restoran fine dining mungkin berbeda dengan restoran fast – casual atau fast food restaurant. Untuk menanggapi gap research ini maka penggabungan model penelitian dari Meng & Choi, K. (2017) dan Hanks & Line (2018) pada limited – service restaurant dapat memperkaya pemahaman tentang mekanisme social servicescape dalam memengaruhi perilaku konsumen. Selain itu dengan mengetahui mekanisme social servicescape terhadap konsumen, organisasi dapat memberikan manfaat yang lebih terhadap konsumen dan tentunya meningkatkan profit dan memenangkan persaingan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji model pengaruh servicescape terhadap behavior intention konsumer restoran limited-service di McDonalds Surabaya dengan poin analisis sebagai berikut:

1. Analisis adanya pengaruh Substansial Staging of Servicescape (SSoS) terhadap customer emotion.

2. Analisis adanya pengaruh Communicative Staging of Servicescape (CSoS) terhadap customer emotion.

3. Analisis adanya pengaruh customer emotion terhadap satisfaction. 4. Analisis adanya pengaruh satisfaction terhadap Subjective – Well – Being

(SWB). 5. Analisis adanya pengaruh satisfaction terhadap overall quality of life

(QoL). 6. Analisis adanya pengaruh Subjective-Well-Being (SWB) terhadap overall

Quality of Life (QoL). 7. Analisis adanya pengaruh satisfaction terhadap customer loyalty. 8. Analisis adanya pengaruh customer loyalty terhadap return intention. 9. Analisis adanya pengaruh customer loyalty terhadap WOM intention. 10. Analisis adanya pengaruh customer loyalty terhadap EWOM intention. Penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara

praktis. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah: 1. Mengembangkan model pengaruh servicescape terhadap behavior

intention dalam hal pengaruhnya terhadap satisfaction yang merupakan moderator dari SWB dan QoL.

Page 7: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Purnama & Andajani, Pengaruh Servicecape terhadap…

163

2. Menambahkan pengetahuan baru terkait model servicescape dan pengaruhnya terhadap behavior intention konsumen restoran McDonalds, secara khusus di Surabaya.

3. Memperkaya teori akan hubungan antara servicescape terhadap customer emotion.

4. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah: 5. Memberikan kepada manajemen sebuah model yang dapat digunakan

sebagai prediktor bagi perilaku konsumen restoran limited service di Surabaya.

6. Memberikan faktor–faktor yang dapat digunakan oleh manajemen dalam mengembangkan bisnis layanan restoran limited service dan bertahan dalam persaingan di Surabaya.

7. Memberikan gambaran model terkait proses yang dapat digunakan sebagai fokus utama dalam usaha meraih dan mempertahankan konsumen atau menentukan target pasar.

8. Memberikan gambaran pada manajemen terkait model dan penerapannya dalam mengembangan kualitas internal terkait servicescape dan disesuaikan dengan target pasar dan budgeting.

TINJAUAN PUSTAKA

Servicescape Konsep teori servicescape bukanlah konsep yang baru diterapkan dalam

industri hospitality atau bidang jasa/service. Konsep teori ini pertama kali dikemukakan oleh Bitner (1992) yang mengatakan bahwa lingkungan fisik suatu tempat dapat memengaruhi perilaku konsumen dalam bisnis layanan / service seperti hotel, restoran, kantor professional, bank, toko ritel, dan rumah sakit (Baker 1987; Bitner, 1986; Booms and Bitner, 1982; Kotler 1973; Shostack, 1977; Upah and Fulton, 1985; dan Zeithaml, Parasuraman, and Berry, 1985 dalam Bitner, M. J. 1992). Bitner memandang bahwa layanan yang diberikan kepada konsumen diproduksi dan dikonsumsi secara simultan. Konsumen dianalogikan sedang berada di dalam suatu “pabrik/factory” yang memproduksi layanan/service beserta dengan lingkungan fisik di dalam dan di sekitarnya, yang berhadapan langsung dengan konsumen bahkan sebelum proses purchasing dilakukan. Bitner (1992) membagi dimensi dari servicescape menjadi tiga, yaitu: ambient condition, space/function, dan sign, symbols, & artifacts. Servicescape dalam tiga dimensinya menurut Bitner (1992) ini kemudian berperan sebagai stimulus dan dipersepsi konsumen. Proses evaluasi individu terhadap layanan yang mereka dapatkan tidak disebabkan oleh stimulus – stimulus tertentu dari lingkungan fisik secara terpisah melainkan secara simultan/menyeluruh. Konsep ini sesuai dengan teori Gestalt (Schiffman, 2001 sitat dalam Lin & Worthley, 2012).

Seperti yang telah dijelaskan, konsep servicescape awalnya dicetuskan sebatas lingkungan fisik atau binaan yang terdapat di lingkungan jasa atau layanan (Bitner, 1992), namun perilaku dari individu dipengaruhi tidak hanya dari lingkungan fisik secara holistik namun juga dipengaruhi secara emosional (Mehrabian & Russel, 1974 dalam Dedeoglu, Bilgihan, Ye, Buonincontri, & Okumus,

Page 8: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Ekonomi dan Bisnis, Vol. 6, No.2, 2019, 157-176

164

2018). Perilaku individu dapat dipengaruhi oleh lebih dari stimulus fisik, yaitu humanitarian clues atau social factor (Hartline and Jones, 1996; Arnould et al., 1998; Heide et al., 2007; Dong and Siu, 2013; and Heide et al., 2007 dalam Dedeoglu, Bilgihan, Ye, Buonincontri, & Okumus, 2018). Arnould et al. (1998) mengembangkan konsep servicescape Bitner dan membagi dimensi dari servicescape menjadi dua, yaitu Substantive Staging dan Communicative Staging (Dong & Siu, 2013). Sama seperti konsep awal Bitner, Substantive Staging of Servicescape (SSoS) yang dikemukakan oleh Arnould et. al., (1998) merujuk pada segala bentuk kreasi fisik buatan yang ada di dalam lingkungan layanan/service environment, termasuk di dalamnya adalah kondisi ambien, tata ruang dan fungsionalitas, serta tanda-tanda, simbol dan artefak (Dong & Siu, 2013). Communicative staging of servicescapes (CSoS) adalah konsep yang dikembangkan oleh Arnould, et al. (1998) yang menekankan pada cara lingkungan layanan/service environment termasuk di dalamnya physical environment disampaikan dan diinterpretasikan kepada individu (Dong & Siu, 2013). Elemen penting dalam CSoS ada dua, yaitu pegawai/employee, dan elemen budaya/cultural element. Emosi (emotion)

Emosi sangat berperan, melekat, dan mewarnai kegiatan dalam hidup manusia sehari - hari. Berbagai macam emosi muncul di tengah – tengah aktifitas, mulai dari emosi “marah” yang muncul saat diperlakukan tidak sopan oleh orang lain, emosi “sedih” saat ditinggalkan seseorang yang dicintai, dan “bahagia” saat berhasil mendapatkan nilai tertinggi di salah satu kompetisi (Weiten, 2013). Meskipun terjadi di setiap pengalaman sehari – hari, emosi merupakan konsep yang tidak mudah untuk didefinisikan (Izard, 2007; LeDoux, 1995 dalam Weiten, 2013). Bagozzi et al. (1999) mendefinisikan emosi sebagai sebuah reaksi yang bisa bersifat positif maupun negatif atau tahap kesiapan mental yang muncul sebagai konsekuensi dari suatu keadaan atau peristiwa tertentu (Meng & Choi, 2017).

Lin (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa servicescape tertentu berpengaruh terhadap emosi individu yang dipisah dalam dua aspek, yaitu pleasure dan arousal (Lin & Worthley, 2012). Yang dimaksud dengan konsep pleasure adalah sebuah respon dari stimulus hedonis dengan karakteristik dimensi dualisme, yaitu extreme displeasure dan extreme pleasure atau dengan kata lain servicescape yang berperan sebagai stimulus akan menimbulkan emosi “sangat nyaman” atau “sangat tidak nyaman” bagi konsumen. Sedangkan arousal adalah sebuah kondisi fisiologis dasar subjektif individu dengan karakteristik mulai dari “tenang” hinga “bergairah atau bersemangat” (Berlyne, 1960 dalam Lin & Worthley, 2012). Konsumen datang dan menikmati layanan yang diberikan di Restoran, menerima berbagai macam stimulus baik itu berupa SSoS maupun CSoS secara stimultan, yaitu suasana yang nyaman dengan interior dan latar belakang musik yang menenangkan dipadu dengan keramahan pelayanan dari para pegawai. Stimulus ini kemudian dipersepsikan secara positif oleh konsumen akan menimbulkan respon perasaan sangat nyaman bagi diri konsumen (extreme pleasure). Perasaan ini diikuti dengan reaksi fisiologis seperti detak jantung yang konstan dan tekanan pembuluh darah yang stabil menimbulkan perasaan tenang (arousal). Hal ini berlaku sebaliknya apabila stimulus yang diperoleh dipersepsi negatif oleh Konsumen.

Proses servicescape memengaruhi emosi seseorang dalam penelitian ini

Page 9: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Purnama & Andajani, Pengaruh Servicecape terhadap…

165

sesuai dengan teori Stanley Schachter (1964). Schachter menekankan pentingnya persepsi seseorang akan kondisi eksternal disamping faktor internal autonomic arousal. Servicescape pada restoran baik SSoS (pencahayaan, suhu udara, logo – logo, ornamen dan desain interior yang digunakan) maupun CSoS (budaya khusus melalui tema yang disampaikan dan interaksi dengan pelayan / staff maupun dengan konsumen lain) yang merupakan kondisi eksternal akan menimbulkan reaksi fisik/autonomic arousal tertentu bagi konsumen. Satisfaction

Penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan Babin et al., (1994); Kim and Moon, (2009); Lin, (2004); dan Mehrabian and Russell, (1974) menunjukan adanya hubungan yang positif antara customer emotion dengan satisfaction (Meng & Choi, 2017). Oliver (1997, 1981) mendefinisikan satisfaction sebagai sebuah respon keseluruhan yang dilakukan individu dalam sebuah proses evaluatif dari pengalaman positif saat konsumsi. Proses evaluatif dilakukan secara kognitif antara percieved performance dengan pre conceived expectations. Proses evaluasi ini terjadi dari hasil interaksi antara konsumen dan konsep pemasaran yang dilakukan terhadap suatu produk (Srivastava & Rai, 2018). Dengan kata lain customer’s satisfaction dapat diartikan sebagai hasil dari proses penilaian evaluatif yang dilakukan konsumen terhadap seberapa performa sebuah produk secara keseluruhan mampu memenuhi ekspektasi yang muncul. Sedangkan apabila performa sebuah produk dalam suatu layanan secara keseluruhan tidak mampu memenuhi ekspektasi yang muncul dari proses penilaian evaluatif secara keseluruhan maka akan terjadi customer’s disatisfaction.

Gambar 3. Model Teoritis

Sumber: Rangkuman tinjauan pustaka (2018)

Page 10: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Ekonomi dan Bisnis, Vol. 6, No.2, 2019, 157-176

166

Customer Loyalty Penelitian terdahulu telah banyak yang mengatakan bahwa salah satu kunci

untuk memenangkan persaingan terutama dalam bisnis yang bergerak di sektor jasa adalah dengan mengontrol customer’s loyalty (Woodruff ,1997; Srivastava & Rai, 2013; dalam Srivastava, M. & Rai, A. K., 2018). Salah satu cara yang lazim digunakan untuk mengontrol loyalitas konsumen adalah dengan menyusun program loyalitas, namun kebanyakan program ini masih dianggap gagal karena masih bertumpu pada reward untuk menarik kembali konsumen, padahal konsep customer’s loyalty lebih dari sekedar kembalinya konsumen (succesfull retention) melalui perilaku repurchase dan revisit. Rai & Srivastava (2014) mengungkapkan konsep customer’s loyalty sebagai predisposisi konsumen dalam memilih sebuah produk tertentu di antara produk substitusi yang ada di pasar (Srivastava & Rai, 2018). Pemahaman lain dari customer’s loyalty adalah sebuah perilaku dari konsumen yang berasal dari pengalaman dan nilai positif dari sebuah produk yang berujung pada proses purchasing meskipun keputusan purchasing tersebut bukan merupakan keputusan yang paling rasional (Kincaid, 2003 dalam Srivastava & Rai, 2018). Sejalan dengan pemahaman Kincaid, Uncles et al. (2003) mendefinisikan customer’s loyalty sebagai sebuah kecenderungan konsumen dalam membeli sebuah brand tertentu dari banyak brand lain yang ada (Srivastava & Rai, 2018). Subjective Well-Being (SWB)

Dua istilah yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas hidup individu adalah subjective well-being (SWB) dan overall quality of life (OQL) (Gilbert & Abdullah, 2004 dalam Meng & Choi, 2017). Yang dimaksud SWB adalah persepsi individu yang digunakan untuk mengevaluasi afek / emosi yang seimbang antara menyenangkan / pleasant dan tidak menyenangkan/unpleasant yang terjadi di dalam kehidupan (Diener et al., 1997; Schimmack et al., 2002, dalam Meng & Choi, 2017). Diener (2000) juga mengungkapkan SBW lebih dikenal sehari – hari sebagai kebahagiaan/happiness dan secara ilmiah ditandai dengan kehadiran positive affect (pleasant emotion) yang tinggi dan absensi dari negative affect (unpleasant emotion) serta level satisfaction yang tinggi (Miranda & Gaudreau, 2011). Dengan kata lain SWB dapat didefinisikan sebagai pengalaman yang menyenangkan, keutuhan yang bermakna, atau emosi positif dan biasa ditunjukan dengan pemahaman akan kehidupan yang dijalani adalah baik, penuh arti, dan memuaskan (Lyubomirsky, 2013 dalam Maddux, 2017). Studi tentang SWB adalah tentang bagaimana proses seseorang mengevaluasi kehidupan mereka secara menyeluruh akan suatu domain kehidupan. Proses evaluasi dan penilaian ini ditujukan pada kehidupan baik yang sedang mereka jalani, kehidupan yang akan datang, termasuk pula pengalaman masa lalu. Proses evaluasi ini melibatkan pula emosi, dan respon terhadap peristiwa hidup tertentu dan menghasilkan kepuasan akan hidup maupun kepuasan akan domain tertentu dalam kehidupan seperti kepuasan akan pekerjaan atau kepuasan akan perkawinan (Maddux, 2017). Sementara itu OQL dapat dikatakan sebuah kepuasan/satisfaction individu terhadap evaluasi domain kehidupan mereka secara menyeluruh (Kim et, al., 20015, dalam Meng & Choi, 2017).

Page 11: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Purnama & Andajani, Pengaruh Servicecape terhadap…

167

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman secara teoritis terkait servicescape dan pengaruhnya terhadap behavior intention konsumen limmited service restaurant di McDonald’s Surabaya. Penelitian dengan tujuan seperti ini termasuk dalam jenis penelitian basic or fundamental research. Penelitian jenis ini memiliki tujuan untuk menjelaskan sebuah fenomena yang menjadi ketertarikan peneliti kemudian merumuskan dan menjelaskan teori atau pengetahuan baru yang hasilnya nanti bisa menjadi landasan atau penelitian selanjutnya (Sekaran & Bougie, 2016). Berdasarkan jenis penelitian yang digunakan, maka penelitian ini akan menguji hubungan sebab akibat dari independent variable, yaitu servicescape terhadap dependent variable, yaitu customers emotion (CE), customers satisfaction (CS), subjective well-being (SWB), overall quality of life (QoL), dan Loyalty konsumen restoran limited service di McDonald’s Surabaya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data angka atau kuantitatif yang berasal dari analisis kuisioner. Sumber data penelitian ini termasuk dalam data primer dari jawaban langsung yang diberikan kepada konsumen restoran di Surabaya menggunakan kuisioner berisi tentang servicescape, customer emotion, satisfaction, loyalty, SWB, OQL, return intention, WOM dan EWOM intention. Konsumen mengisi memberikan respon terhadap setiap pernyataan yang diberikan dalam kuisioner dengan bentuk skala likert 1-7 setelah proses konsumsi McDonald’s di Surabaya. Nilai yang mendekati angka “1” menunjukan konsumen “sangat tidak setuju” terhadap pernyataan yang diberikan, sedangkan nilai yang mendekati angka 7 berarti konsumen “sangat setuju” terhadap pernyataan yang diberikan. Semakin tinggi skala berarti semakin baik penilaian responden terhadap pernyataan yang diajukan, begitu pula sebaliknya

Target populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pelanggan Restoran Limited Service di Surabaya. Limited Service Restaurant yang digunakan adalah McDonald’s, dipilih berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lydia Hanks, Nathan Line, & Woo Gon (2017) dan Voon., B. H., (2012) yang menunjukan pentingnya pengaruh servicescape baik dari dimensi fisik / Substantive Staging Of Servicescape (SSoS) maupun humanitarian / Communicative Staging Of Servicescape (CSoS) terhadap persepsi konsumen pada kualitas layanan yang diberikan pada restoran fast food, sports bar, dan family casual (limited-service restaurant), ditambah hasil suvei awal yang telah dilakukan sebelumnya.

Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling. Teknik ini memberi peluang atau kesempatan yang tidak sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel atau biasanya disebut sebagai pengambilan sampel secara non-random karena pemilihan tersebut berdasarkan karakteristik tertentu yang ditentukan peneliti/purposive sampling (Alvi & Mohsin, 2016). Karakteristik populasi yang ditetapkan adalah responden yang pernah makan di McDonald’s di Surabaya (frekuensi mengunjungi McD minimal 4 kali dalam satu bulan terakhir) tidak termasuk drive thru. Konsumen telah mengalami proses konsumsi di McDonald’s Surabaya dalam satu bulan terakhir, serta dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin (laki-laki/perempuan), tingkat pendidikan, pekerjaan, merupakan repeating buyer, frekuensi makan di restoran dalam satu bulan terakhir, dan pengeluaran per hari. Sample Size yang minimum diperlukan dalam pengukuran

Page 12: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Ekonomi dan Bisnis, Vol. 6, No.2, 2019, 157-176

168

SEM menurut Loehlin (1998) adalah sebanyak 200 sampel. Uma Sekaran dalam bukunya mengungkapkan jumlah ideal sampel meurut Roscoe (1975) dalam sebuah penelitian bisa bergantung dari berbagai faktor, namun secara umum rentang sampel yang baik digunakan dalam sebuah penelitian adah berkisar lebih dari 30 dan kurang dari 500. Penelitian ini memiliki enam variabel, setiap variabel diwakili dengan 10 sampel sehingga diperoleh target minimum sampel penelitian ini adalah 260 orang.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dilakukan terhadap 30 partisipan yang disebarkan melalui angket online melalui platform google form. Koefisien korelasi yang digunakan adalah koefisien korelasi pearson dengan menggunakan software statistic SPSS 21. Korelasi dilakukan antara aitem dengan total aitem pada masing – masing variabel: SSoS (substantive staging of servicescape), CSoS (communicative staging of servicescape), emotion, loyalty, satisfaction, Subjective Well Being (SWB), Overall Quality of life (OQoL), Return Intention (RI), Word of Mouth Intention (WOM), dan Electronic Word of Mouth Intention (EWOM). Aitem korelasi akan dinyatakan valid apabila memiliki nilai korelasi > 0,3 dan nilai signifikansi < 0,05 ( = 5%). Total aitem yang akan diukur adalah 44 aitem (Item1 – Item44). Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat konsisstensi alat ukur yang digunakan dalam sebuah penelitian. Dengan mengetahui tingkat konsistensi dari alat ukur yang digunakan maka dapat diketahui apakah alat ukur tersebut dapat digunakan di penelitian serupa atau diulang. Seluruh variabel telah valid dan reliabel, hasil uji ini dapat dilihat pada Tabel 1. Data Deskriptif Partisipan

Penelitian ini menggungakan angket yang disebar secara online dengan menggunakan platform googleform dan diperoleh responden sebanyak 275. Responden yang terkumpul kemudian dipilih terlebih dahulu berdasarkan karakteristik yakni hanya yang dalam satu bulan terakhir pernah makan (melakukan proses konsumsi) di restoran McD/McDonald’s yang ada di Surabaya. Dari karakteristik tersebut tujuh (2,5%) responden tidak sesuai dan harus digugurkan, tersisa 268 (97.5%) responden.

Karakteristik partisipan selanjutnya adalah frekuensi makan di restoran McD Surabaya dalam satu bulan terakhir. Frekuensi makan dibagi dalam empat golongan; sangat jarang (1bulan 1 kali), jarang (2 hingga 3kali), sering (4 hingga 6 kali), dan sangat sering (lebih dari 6 kali). Dari hasil tersebut, 20 partisipan yang termasuk dalam golongan sangat jarang (1 bulan 1 kali) digugurkan karena penelitian ini ingin mengukur repeat buyer terkait loyalitas partisipan. Dengan demikian tersisa total partisipan yang memenuhi karakteristik penelitian berjumlah 248 partisipan.

Page 13: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Purnama & Andajani, Pengaruh Servicecape terhadap…

169

Tabel 1. Rangkuman Uji Validitas dan Reliabiltas

Sumber: Hasil olahan data SEM Validitas reliabilitas (2018) Model Pengukuran/Measurement Model

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan pengukuran model. Analisis yang digunakan adalah CFA (Confirmatory Factor Analysis). CFA dilakukan untuk menguji seberapa sebuah konstruk dalam model penelitan dengan faktor – faktornya yang telah disusun berdasarkan teori sebelumnya mampu mewakili data

Table 1. CFA-validity and reliability

SS1 Valid&Reliable

SS2 Valid&Reliable

SS3 Valid&Reliable

SS4 Valid&Reliable

SS5 Valid&Reliable

SS6 Valid&Reliable

SS7 Valid&Reliable

CS5 Valid&Reliable

CS6 Valid&Reliable

CS7 Valid&Reliable

CS8 Valid&Reliable

CS9 Valid&Reliable

CS10 Valid&Reliable

CS11 Valid&Reliable

CS12 Valid&Reliable

EMO1 Valid&Reliable

EMO2 Valid&Reliable

EMO3 Valid&Reliable

EMO4 Valid&Reliable

SAT1 Valid&Reliable

SAT2 Valid&Reliable

SAT3 Valid&Reliable

SWB1 Valid&Reliable

SWB2 Valid&Reliable

SBW3 Valid&Reliable

SWB4 Valid&Reliable

OQL1 Valid&Reliable

OQL2 Valid&Reliable

OQL3 Valid&Reliable

OQL4 Valid&Reliable

LYT1 Valid&Reliable

LYT2 Valid&Reliable

LYT3 Valid&Reliable

RI1 Valid&Reliable

RI2 Valid&Reliable

WOM1 Valid&Reliable

WOM2 Valid&Reliable

EWOM1 Valid&Reliable

EWOM2 Valid&Reliable

EWOM3 Valid&Reliable

Electronic Word of Mouth intention (EWOM)

0.939

0.968

0.847

0.845 0.958 0.942

Word of Mouth intention (WOM)

0.869

0.9190.800 0.965 0.889

Return Intention (RI)

0.732

0.8690.631 0.668 0.773

Loyalty (LYT)

0.866

0.878

0.843

0.744 0.875 0.897

Overall Quality of Life (OQL)

0.883

0.647

0.897

0.856

0.685 0.850 895

Subjective Well-Being (SWB)

0.883

0.878

0.946

0.869

0.816 0.937 0.93

0.925

Satisfaction (SAT)

0.849

0.881

0.747

0.685 0.872 0.867

0.777

0.873

0.928

0.889

0.755 0.879

0.895

0.610

0.575 0.914 0.914

EMOTION (EMO)

0.571

0.675

0.714

0.686

0.876

0.920

0.717

0.8360.545 0.893

Communicative Staging of Servicescape (CS)

0.680

0.778

0.738

0.685

0.774

0.783

Substantive Staging of Servicescape (SS)

Construct

and

Indicator

Standardized factor loading (λ) AVE Cronbach’s α CR Remarks

Page 14: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Ekonomi dan Bisnis, Vol. 6, No.2, 2019, 157-176

170

sebenarnya (Hair, Black, Babin, & Anderson, 2014). Uji GoF (Goodness of Fit) dilakukan dengan menggunakan bantuan software AMOS. Hasil pengujian GoF keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil CFA

No Uji

Kecocokan Kriteria

Kecocokan Hasil Keterangan

1 CMIN/DF CMIN/DF ≤ 2 2,216 Marginal fit 2 RMSEA RMSEA ≤ 0,08 0,070 Good fit 3 GFI GFI ≥ 0,80 0,751 Marginal fit 4 CFI CFI ≥ 0,80 0,908 Good fit 5 TLI TLI ≥ 0,80 0,897 Good fit

Sumber: Rangkuman hasil CFA AMOS (2018)

GoF indeks yang digunakan dalam penelitian ini adalah CMIN/DF, RMSEA, GFI, CFI, dan TLI. Hair et al., 2010 (Setyawan, 2018) menyatakan bahwa tiga sampai empat indeks yang sesuai dengan kriteria dapat dikatakan sebagai good model. Model Struktural / Structural Model

Tabel 3. Uji Kecocokan Model Struktural

No Uji Kecocokan Kriteria

Kecocokan Hasil Keterangan

1 CMIN/DF CMIN/DF ≤ 2 2,460 Marginal fit 2 RMSEA RMSEA ≤ 0,08 0,077 Good fit 3 GFI GFI ≥ 0,80 0,711 Marginal fit 4 CFI CFI ≥ 0,80 0,884 Good fit 5 TLI TLI ≥ 0,80 0,876 Good fit

Sumber: Hasil olahan data AMOS

Analisis selanjutnya adalah analisis struktural model, menguji pengaruh antar variabel atau dengan kata lain uji hipotesis. Nilai goodness-of-fit dalam analisis model structural dapat dilihat pada tabel 3. Dari hasil keseluruhan 3 dari 5 indeks GoF menunjukan hasil yang baik dan dapat dikatakan model truktural ini telah memiliki Goodness of Fit yang baik dan akan dilanjutkan ke pengujian selanjutnya, yakni pengujian hipotesis. Pengujian Hipotesis

Hipotesis satu sampai dengan hipotesis delapan dan hipotesis 10 memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini diketahui dari nilai C.R masing – masing hubungan antar konstruk pada hipotesis satu sampai hipotesis delapan dan hipotesis 10 > 1,96 (Tabel 4). Arah hubungan dan pengaruh hipotesis yang diterima dalam penelitian ini seluruhnya positif, dengan demikian hipotesis satu sampai dengan hipotesis delapan dan hipotesis 10 diterima karena memiliki pengaruh yang positif dan signifikan. Sedangkan hipotesis sembilan ditolak karena meskipun arah hubungannya positif namun pengaruhnya tidak signifikan. Pengaruh terkuat terdapat pada pengaruh antara customer loyalty terhadap return intention dengan

Page 15: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Purnama & Andajani, Pengaruh Servicecape terhadap…

171

angka standardized estimates 0,958 dan pengaruh terlemah terdapat pada pengaruh antara substantive staging of servicescape terhadap customer emotion dengan angka standardized estimates 0,456.

Tabel 4. Uji Hipotesis

Hubungan antar Konstruk

Standardized Estimates

Critical Ratio (C.R)

P-value Keterangan

SS → EMO 0,456 6,843 *** H1 diterima CS → EMO 0,469 6,729 *** H2 diterima

EMO → SAT 0,929 13,607 *** H3 diterima SAT → LYT 0,826 11,393 *** H4 diterima LYT → RI 0,958 15,620 *** H5 diterima

LYT → WOM 0,885 13,677 *** H6 diterima LYT → EWOM 0,788 13,104 *** H7 diterima

SAT → SWB 0,796 11,691 *** H8 diterima SAT → OQL 0,000 0,005 0,996 H9 ditolak SWB → OQL 0,961 13,529 *** H10 diterima

Keterangan: *** = signifikansi < 0,001. Sumber: Hasil olahan data AMOS Pembahasan

Penelitian ini merupakangan penggabungan dari dua model penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hanks, L.; Line, N.D., (2018); dan Meng, B. & Choi, K., (2017). Penelitian ini sebagian besar sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukan bahwa servicescape secara positif dan signifikan memengaruhi sikap konsumen lewat emosi yang muncul dan menghasilkan satisfaction yang berujung pada meningkatnya loyalty yang ditunjukkan lewat perilaku return intention, WOM intention, dan EWOM Intention. Selain menunjukan pengaruh yang positif dan signifikan, hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian yang dilakukan Meng, B. & Choi, K., (2017) bahwa communicative staging of servicescape lebih signifikan memengaruhi emosi konsumen. Konsumen McDonald’s Surabaya yang mendapatkan positive emotion dari interaksinya dengan substantive dan communicative staging of servicescape akan merasa puas dan pada penelitian ini terbukti bahwa selain akan meningkatkan loyalty, secara individu konsumen akan mengalami peningkatan subjective well-being.

Yang bertentangan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Meng, B. & Choi, K., (2017) adalah satisfaction tidak memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap overall quality of life. Hal ini dikarenakan overall quality of life merupakan konstruk yang luas dan rumit. Butuh pengukuran dari beberapa domain kehidupan untuk mengevaluasi kualitas hidup konsumen secara menyeluruh (Kim et al., 2015). Dolnicar, Lazarevski, & Yanamandram (2012) menyatakan domain kehidupan yang dicakup dalam konsep Overall Quality of Life/OQL diantaranya adalah physical health, psychological well-being, dan social well-being. Selain dari domain kehidupan yang luas, penelitian ini tidak mengukur variabel PA (Perceived Authenticity) yang pada penelitian Meng, B. & Choi, K., (2017) terbukti ketika konsumen memiliki tingkat kepuasan yang sama, konsumen yang lebih mendapatkan elemen keaslian/authenticity dalam servicescape baik substantive maupun communicative, lebih mungkin untuk membangun kualitas hidup secara

Page 16: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Ekonomi dan Bisnis, Vol. 6, No.2, 2019, 157-176

172

keseluruhan daripada pelanggan yang kurang merasakan elemen keaslian.

SIMPULAN

Hasil pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan dua tahap dengan menggunakan SPSS dan AMOS. Hasil tanggapan konsumen untuk seluruh variabel telah memberikan hasil mean di atas 4 yang menunjukan tanggapan yang postitif terhadap pernyataan yang diberikan. Selanjutnya hasil uji SEM dilakukan dengan menggungakan program statistic AMOS menghasilkan indeks GoF yang baik dan model dapat diterima untuk pengukuran uji hipotesis. Terdapat 10 hipotesis dalam penelitian ini. Dari 10 hipotesis, hanya satu hipotesis yang ditolak, berikut adalah rincian hipotesis yang diterima:

1. Terdapat pegaruh yang positif dan signifikan antara substantive staging of servicescape terhadap customer emotion McDonald’s Surabaya

2. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara communicative staging of servicescape terhadap customer emotion di McDonald’s Surabaya

3. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara customer emotion terhadap customer satisfaction di McDonald’ Surabaya

4. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara customer satisfaction terhadap loyalty di McDonald’s Surabaya

5. Tedapat pengaruh yang positif signifikan antara loyalty terhadap return intention di McDonald’s Surabaya

6. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara loyalty terhadap word of mouth intention di McDonald’s Surabaya

7. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara loyalty terhadap electronic word of mouth di McDonald’s Surabaya

8. Terdapat hubungan yang positif signifikan antara customer satisfaction terhadap subjective well-being di McDonald’s Surabaya

9. Terdapat pengaruh yang positif signifikan antara subjective well-being terhadap overall quality of life di McDoald’s Surabaya

Adapun hipotesis yang ditolak dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh

yang positif tidak signifikan antara customer satisfaction terhadap overall quality of life di McDonald’s Surabaya.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan didalamnya. Keterbatasan penelitian ini dapat membuka peluang untuk penelitian selanjutnya di masa yang akan datang:

1. Objek penelitian ini adalah McDonald’s yang memiliki standar operasional kusus yang hampir di seluruh gerai adalah sama/Franchide. Disarankan untuk meneliti jenis limited service lain yang bukan merupakan franchise

2. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Meng & Choi, K., (2017) dengan mengabaikan variabel PA (perceived authenticity). Hendaknya penelitian selanjutnya menambahkan variabel tersebut. Atau

Page 17: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Purnama & Andajani, Pengaruh Servicecape terhadap…

173

menambah variabel lain yang mungkin dapat memunculkan potensi lain dari servicescape.

3. Interaksi non fisik dari servicescape pada penelitian ini hanya sebatas antara konsumen dan karyawan, hendaknya penelitian selanjutnya bisa meneliti interaksi antar konsumen karena unit non fisik selain karyawan juga merupakan konsumen lain.

4. Penelitian selanjutnya hendaknya memperdalam tentang pengaruh satisfaction terhadap overall quality of life yang tidak signifikan pada penelitian ini mungkin dengan mengukur beberapa domain lain dalam kehidupan individu.

Nilai GOF yang dihasilkan dalam penelitian ini masih tidak terlalu fit dan hasil

regresi pengaruh SAT – OQL memiliki nilai 0.000 sehingga membuat pengaruh satisfaction terhadap overall quality of life tidak signifikan. Hal ini menarik dan tidak dapat diketahui penyebabnya dalam penelititan ini, oleh karena itu menarik untuk dilakukan pengukuran ulang dengan subjek dan obejek yang berbeda terhadap variabel ini, bisa jadi dengan menggunakan metode analisis lain.

DAFTAR PUSTAKA Akbar, C. (2017, November 24). Kemenperin: Industri Makanan Minuman Masih Jadi

Andalan di 2018. Retrieved from TEMPO.CO: https://bisnis.tempo.co/read/1036777/kemenperin-industri-makanan-minuman-masih-jadi-andalan-di-2018

Alvi, & Mohsin. (2016). A Manual for Selecting Sampling Techniques in Research.

Munich Personal RePEc Archive , 1-53. Bangkapos.com. (2018, Mei 11). Ini 5 Kota dengan Jumlah Penduduk Terbanyak di

Indonesia. Retrieved from BANGKAPOS.COM: http://bangka.tribunnews.com/2018/05/11/ini-5-kota-dengan-jumlah-penduduk-terbanyak-di-indonesia

Bitner, M. J. (1992). Servicescapes: The Impact of Physical Surroundings on

Customers and Employees. Journal of Marketing, 57 - 71. BPS. (2017). Statistik Indonesisa Dalam Infografis : Statistical Yearbook of Indonesia

in Infografis 2017. Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia. Chang, K.-C. (2016). Effect of servicescape on customer behavioral intentions:

Moderatingroles of service climate and employee engagement. International Journal of Hospitality Management, 116-128.

Dedeoglu, B. B., Bilgihan, A., Ye, B. H., Buonincontri, P., & Okumus, F. (2018). The

impact of servicescape on hedonic value and behavioral intentions: The importance of previous experience. International Journal of Hospitality

Page 18: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Ekonomi dan Bisnis, Vol. 6, No.2, 2019, 157-176

174

Management, 10-20. Dong, P., & Siu, N. Y.-M. (2013). Servicescape elements, customer predispositions

and service experience: The case of theme park visitors. Tourism Management, 541-551.

Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2010). Multivariate Data

Analysis, 7th Edition. New Jersey: Pearson Education Inc. Hair, J. F., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2014). Multivariate Data Anlysis.

Edinburgh Gate: Pearson Educated Limited. Hanks, L., & Line, N. D. (2018). The restaurant social servicescape: Establishing a

nomological framework. International Journal of Hospitality Management, 13-21.

Hanks, L., Line, N., & Kim, W. G. (2017). The impact of the social servicescape,

density, and restaurant type on perceptions of interpersonal service quality. International Journal of Hospitality Management, 35-44.

Lin, I. Y., & Worthley, R. (2012). Servicescape moderation on personality

traits,emotions, satisfaction, and behaviors. International Journal of Hospitality Management, 31-42.

Maddux, J. E. (2017). Subjective Well-Being and Life Satisfaction. United State:

Routledge. Meng, B., & Choi, K. (2017). Theme restaurants’ servicescape in developing quality

of life: The moderating effect of perceived authenticity. International Journal of Hospitality Management, 89-99.

Mun, S. G., & Jang, S. (2018). Restaurant operating expenses and their effects on

profitability enhancement. International Journal of Hospitality Management, 68-76.

Richard, M. (2018, Juli 26). Ini Tantangan Pengembangan Bisnis Restoran di

Indonesia. Retrieved from Bisnis Indonesia: http://industri.bisnis.com/read/20180726/12/821000/ini-tantangan pengembangan- bisnis-restoran-di-indonesia

Sekaran, U., & Bougie, R. (2016). Research Methods for Business : A Skill-Building

Approach. Italy: John Wiley & Sons Ltd. Setyawan, A. (2018). Green product buying intentions among young consumers:

extending the application of theory of planned behavior. Problems and Perspectives in Management, 145-154.

Page 19: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Purnama & Andajani, Pengaruh Servicecape terhadap…

175

Srivastava, M., & Rai, A. K. (2018). Mechanics of engendering customer loyalty : A Conceptual Framework. IIMB Management Review, 207-218.

Surya.co.id. (2016, Maret 15). Jumlah Restoran di Kota Surabaya Tambah Banyak,

DKKP Target Penerimaan Pajak Rp 287 M. Retrieved from Berita Surabaya: http://surabaya.tribunnews.com/2016/03/15/jumlah-restoran-di-kota-surabaya-tambah-banyak-dkkp-target-penerimaan-pajak-rp-287-m

Surya.co.id. (2018, Januari 19). Pertumbuhan Kinerja Restoran dan Kafe di Surabaya

Stagnan, Pengusaha Diminta Lakukan ini. Retrieved from Berita Ekonomi Bisnis: http://surabaya.tribunnews.com/2018/01/19/ pertumbuhan-kinerja-restoran-dan-kafe-di-surabaya-stagnan-pengusaha-diminta-lakukan-ini

Voon, B. H. (2012). Role of Service Environment for Restaurants: The Youth

Customers’ Perspective. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 388 – 395.

Weiten, W. (2013). Psychology Themes and Variations. Nevada: WADSWORTH

CENGAGE Learning. Woo, E., Kim, H., & Uysal, M. (2015). Life satisfaction and support for tourism

development. Annals of Tourism Research, 84–97.

Page 20: PENGARUH SERVICESCAPE TERHADAP CUSTOMER LOYALTY …

Ekonomi dan Bisnis, Vol. 6, No.2, 2019, 157-176

176

Halaman ini sengaja dikosongkan untuk kepentingan penggenapan halaman