pengaruh self esteem dan pola asuh orang tua...
TRANSCRIPT
PENGARUH SELF ESTEEM DAN POLA ASUH ORANG TUA
TERHADAP PERILAKU CYBERBULLYING SISWA MAN 1
TANGERANG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
EY Fhadly Rachma Akbar
NIM: 1110070000110
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
v
ABSTRACT
(A) Faculty of Psychology, Jakarta State Islamic University Syarif Hidayatullah
(B) July 2015
(C) EY Fhadly Rachma Akbar
(D) The influence of Self-Esteem and Parenting toward Cyberbulliying Behavior
Student MAN 1 Tangerang
(E) xiv + 78 pages + attachments
(F) Adolescent take part as straggle and critical period in human life. In this un-
stable period, juvenile is searching for identities so they can easily engaged
with hostilities and behave aggressively in cyberspace and called cyber
bullying. Cyber-bullying is a term to describe a juvenile that getting bad
exhilarate experience such be insulted, be threatened, be humiliated or being
target from other juvenile in cyber space.
This research using quantitative approach with multiple regression analysis
method. Samples are 201 students from MAN 1 Tangerang. Instrument data
collection with cyber bullying scale by Willard (2007), self-esteem scale by
Michinton (1993) and Parental Authority Questionnaire (PAQ) by Bury
(1991).
This research give us information that self-esteem (especially feeling
regarding itself and feeling regarding life) and parenting significantly
influence cyber bullying behaviour toward students in MAN 1 Tangerang.
Therefore, I give suggestion for the juveniles to use effectively their idle time
with something positive with cyber space, such positive blogging. Beside,
active in extracurricular after school. In the other hand, there some note also
for the parent to give move more control for them and more keep watch on
them.
(G) References: 38; 5 books + 26 journal + 5 web contents + 2 thesis
vi
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) Juli 2015
(C) EY Fhadly Rachma Akbar
(D) Pengaruh Self-Esteem dan Pola Asuh Orang Tua terhadap perilaku
Cyberbullying pada Siswa MAN 1 Tangerang.
(E) xiv + 78 halaman + lampiran
(F) Remaja merupakan periode paling menantang dan menyulitkan di kehidupan
manusia. Pada masa tersebut seorang anak sedang mencari jati dirinya dan
mudah terlibat dalam permusuhan dan perilaku agresif di dunia maya atau
yang disebut dengan cyberbullying. Cyberbullying merupakan istilah yang
digunakan pada saat seorang anak atau remaja mendapat perlakuan yang tidak
menyenangkan seperti dihina, diancam, dipermalukan, atau menjadi target
bulan-bulanan oleh remaja yang lain dengan menggunakan teknologi internet, teknologi digital interaktif maupun teknologi mobile.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi
berganda. Sampel berjumlah 201 siswa MAN 1 Tangerang. Instrumen
pengumpulan data yang digunakan adalah skala cyberbullying yang
dikembangkan oleh Willard (2007)., Skala self-esteem yang dikembangkan
oleh Michinton (1993) dan PAQ (Parental Authority Questionnaire) untuk
mengukur skala pola asuh orang tua yang dikembangkan oleh Bury (1991).
Hasil penelitian menunjukkan terdapat empat dari delapan IV, yaitu self-
esteem (perasaan mengenai diri sendiri, perasaan terhadap hidup) dan pola
asuh orang tua (pola asuh otoriter, pola asuh permisif) yang mempengaruhi
perilaku cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang secara signifikan.
Disarankan kepada para remaja untuk menggunakan waktu luang dengan hal-
hal yang positif, seperti menggunakan internet untuk berlatih menulis seperti
menulis hal-hal yang positif di blog. dan remaja juga lebih aktif disekolah
dengan mengikuti eksktrakulikuler. Untuk orang tua diharapkan agar lebih
preventif dalam mengawasi anak
(G) Bahan bacaan: 38; 5 buku + 26 jurnal + 5 web + 2 thesis
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat,
hidayat dan kasih sayang yang diberikan oleh-Nya sehingga penulisan skripsi dengan
judul “PENGARUH SELF-ESTEEM DAN POLA ASUH ORANG TUA
TERHADAP PERILAKU CYBERBULLYING PADA SISWA MAN 1
TANGERANG” ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam penulis panjatkan
kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabat.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, baik dalam bentuk
bantuan pikiran, tenaga dan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karenanya
dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si Dekan Fakultas Psikologi, Wadek I Dr.
Abdul Rahman Shaleh M.Si, beserta jajarannya yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk belajar dan mengembangkan potensi
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Miftahuddin, M.Si Dosen Pembimbing Akademik atas bimbingan,
pengarahan, saran, kritik yang membangun serta dukungan yang berarti
kepada penulis selama penyusunan skripsi berlangsung.
3. Dr. Risatianti Kolopaking, M. Si., Psi dosen pembimbing Seminar Proposal
Skripsi sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi atas bimbingan, pengarahan,
saran, kritik yang membangun serta dukungan yang berarti kepada penulis
selama penyusunan skripsi berlangsung. Skripsi sekaligus Dosen Pembimbing
viii
Skripsi atas bimbingan, pengarahan, saran, kritik yang membangun serta
dukungan yang berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi
berlangsung.
4. Seluruh dosen Fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan sumbangsih ilmunya
kepada penulis.
5. Terimakasih kepada responden (siswa/I MAN 1 Tangerang) yang sudah mau
meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner penulis.
6. Kepada mama (Efilizia) dan Ayah (Yurnalis) yang telah banyak memberikan
semangat, bimbingan serta fasilitas yang berguna dalam penyelesaian skripsi
ini.
7. Kepada Abang abangku, EY Eka Kurniawan dan EY Alga Mukhara, terima
kasih atas support dan doanya.
8. Eka Zaini yang selalu setia memberikan support, masukan selama penulis
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah memberikan kemudahan selalu
untuknya.
9. Sahabatku “IPK 4.1”, R. Badai L., Leo T., Dwi M. Yahya. S.psi terima kasih
atas gangguan, dukungan dan doa kalian selama ini. Semoga Allah
memberikan kelancaran dan kemudahan bagi kalian pula.
10. Teman teman kelas C 2010 yang sudah memberikan support agar penulis
dapat menyelesaikan skripsi. Terima kasih atas kebersamaan selama 4 tahun
perkuliahan.
ix
11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk
segala doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah
SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna agar pada
penulisan selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta bagi pembaca umumnya.
Jakarta, 1 Juli 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2. Pembatasan Masalah ............................................................................ 6
1.3. Perumusan Masalah ............................................................................. 7
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8
1.4.1. Tujuan Penelitian ...................................................................... 8
1.4.2. Manfaat Penelitian .................................................................... 9
1.4.2.1. Manfaat teoritis ............................................................ 9
1.4.2.2. Manfaat praktis ............................................................ 9
1.5. Sistematika Penulisan ........................................................................ 10
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Cyberbullying ................................................................................... 11
2.1.1. Definisi cyberbullying ............................................................. 11
2.1.2. Dimensi cyberbullying ............................................................ 13
2.1.3. Faktor-faktor cyberbullying .................................................... 16
2.1.4. Pengukuran cyberbullying ....................................................... 18
2.2. Pola asuh orang tua ............................................................................ 19
2.2.1. Definisi pola asuh orang tua .................................................... 19
2.2.2. Jenis-jenis pola asuh orang tua ................................................ 19
2.2.3. Pengukuran pola asuh orang tua. ............................................ 21
2.3. Self-esteem ......................................................................................... 21
2.3.1. Definisi self-esteem ................................................................. 21
2.3.2. Dimensi self-esteem ................................................................ 22
2.3.3. Pengukuran self-esteem ........................................................... 25
2.4. Kerangka Berfikir ………………………………………………......29
2.5. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 29
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ........................ 31
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................... 35
3.2.1. Variabel Penelitian .................................................................. 35
3.2.2. Definisi Operasional ............................................................... 36
3.3. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ........................................ 37
3.3.1. Teknik pengumpulan data ....................................................... 37
3.3.2. Instrumen penelitian................................................................ 38
3.4.Pengujian Validitas Konstruk Alat Ukur ........................................... 40
3.4.1. Uji validitas item citra tubuh .................................................. 42
3.4.2. Uji validitas item persepsi tubuh ideal .................................... 44
3.4.3. Uji validitas item perbandingan sosial .................................... 47
3.4.4. Uji validitas item self-esteem .................................................. 49
3.5.Teknik Analisis Data .......................................................................... 50
BAB 4. HASIL PENELITIAN
4.1. Karakteristik Responden .................................................................... 48
4.2. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ........................................................... 50
4.2.1. Analisis regresi variabel penelitian .......................................... 50
4.2.2. Pengujian proporsi varians masing-masing IV ........................ 54
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1.Kesimpulan ......................................................................................... 56
5.2.Diskusi ................................................................................................ 56
5.3.Saran ................................................................................................... 58
5.3.1. Saran metodologis ................................................................... 58
5.3.2. Saran praktis ........................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
2.1 Kerangka Berpikir…………………………………………………………… 29
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas beberapa hal, yaitu: latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta
sistematika penulisan.
1.1. Latar Belakang Masalah
Menurut Li (2005) cyberbullying adalah perilaku bullying yang dilakukan
melalui media komunikasi di dunia maya seperti e-mail, telepon seluler, personal
digital assistant (PDA), instant messaging atau jaringan world wide.
Cyberbullying merupakan penyalahgunaan dari teknologi dimana seseorang
menulis teks atau mengunggah gambar dengan tujuan mengolok-olok dan
mempermalukan orang lain. Lebih jauh lagi teks yang pelaku unduh mengundang
komentar dari pihak ketiga (bystander) yang sering kali ikut melecehkan dan
mempermalukan korban. Sehingga dapat memperparah dampak bagi korban
cyberbullying. Biasanya korban cyberbullying menjadi malas pergi ke sekolah,
depresi dan cenderung menghindari kontak sosial (Camfield, 2006).
Cyberbullying diawali dari aktivitas trolling atau meninggalkan pesan
bernada kasar, ejekan, hingga merendahkan di profil seseorang di sebuah jejaring
sosial. Peristiwa ini sering terjadi di kalangan anak-anak dan remaja sehingga
membutuhkan kesadaran orang tua dan juga pengelola jejaring sosial tersebut
mengenai bahaya bullying di dunia maya.
Cyberbullying biasanya bukan hanya komunikasi satu kali, ini terjadi
secara berulang kali, kecuali jika itu adalah sebuah ancaman serius terhadap
2
keselamatan pada remaja. Cyberbullying merupakan aksi dimana pelaku bertindak
diluar batas kepada orang lain dengan cara mengirim atau memposting materi
yang dapat merusak kredibilitas, menghina atau melakukan serangan sosial dalam
berbagai bentuk dengan memanfaatkan internet atau teknologi digital lainnya.
Media ini bisa berupa SMS, e-mail, facebook, twitter, chatroom dan sebagainya,
baik melalui komputer ataupun ponsel. Selain itu, dengan aksesibilitas layanan e-
mail gratis, seperti Hotmail dan Yahoo, seorang anak tunggal yang melakukan
cyberbullying dapat berkomunikasi dengan korban menggunakan beberapa
identitas dan beberapa alamat e-mail.
Pelaku cyberbullying menggunakan berbagai sarana untuk melakukan
aksinya. Jejaring sosial dan pesan text (SMS) sebagai sarana yang banyak
digunakan untuk melakukan cyberbullying. Pelaku cyberbullying biasanya adalah
anak-anak yang ingin berkuasa atau senang mendominasi. Anak-anak ini biasanya
merasa lebih hebat, berstatus sosial lebih tinggi dan lebih popular dikalangan
teman-teman sebayanya. Sedangkan korbannya biasanya anak-anak atau remaja
yang sering diejek dan dipermalukan karena penampilan mereka, keluarga
mereka, atau cara mereka bertingkah laku.
Jeremy Todd, chief executive dari lembaga sosial Family Lives,
menekankan bahwa kejadian cyberbullying meningkat sedangkan orang tua tidak
memahami perkembangan teknologi masa kini. Padahal apa yang terjadi pada
anak-anak tersebut memerlukan perhatian dan pengawasan dari orang tua agar
peristiwa di atas tak terjadi pada mereka. Kowalski dan Limber (2007)
3
menemukan bahwa pesan instan, chat room, situs web dan e-mail yang paling
sering dilaporkan metode untuk intimidasi elektronik.
Data menunjukkan bahwa pengguna internet terus meningkat dalam lima
tahun terakhir mulai tahun 2007 hingga 2012. Sejauh ini, grafik pertumbuhan
pengguna internet Indonesia tidak jauh berbeda dengan negara lain. Hal ini
disampaikan Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII), bahwa selama
periode April hingga Juli 2013 di 42 kota dari 31 propinsi di Indonesia pengguna
internet di Indonesia terus tumbuh. Diketahui pada 2007 jumlah pengguna internet
20 juta orang, lalu meningkat menjadi 25 juta pada 2008, 30 juta pada 2009, 42
juta pada 2010, 55 juta pada 2011, 63 juta pada tahun 2012 (Yusuf, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Pusat Studi Islam Universitas Islam Indonesia
(PSIUII) pada tahun 2012 yang dilakukan ke beberapa Sekolah Menengah Atas
(SMA) di Yogyakarta menyebutkan bahwa 91% anak memiliki pengalaman
cyberbullying, 77% diantaranya disebabkan oleh faktor kurangnya perhatian orang
tua. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa remaja memiliki kerentanan
yang cukup tinggi terhadap cyberbullying. Hal ini terjadi pada remaja karena pada
masa tersebut adalah waktu transisi, saat seorang anak sedang mencari jati dirinya.
Pada saat itu perkembangan dan perubahan cepat terjadi, termasuk dalam aspek
kognitif, sosial, sikap, nilai-nilai seksual dan kematangan psikososial (Steinberg &
Sheffield, 2001).
Salah satu ciri dalam cyberbullying adalah anonimitas. Penyembunyian
identitas tersebut membuat seseorang sebagai pelaku cyberbullying merasa aman
4
dan kurang bertanggung jawab terhadap aktivitas yang terjadi di dunia maya,
sehingga mudah terlibat dalam permusuhan dan perilaku agresif (Li, 2005).
Biasanya pelaku cyberbullying banyak menghabiskan waktu di dunia maya
sehingga penyebaran pesan atau gambar yang dibuat pelaku sangat cepat (David
& Feldman dalam Heirman & Walrave, 2008).
Menurut penelitian terdahulu, faktor yang mempengaruhi cyberbullying
adalah pengawasan orang tua. Frick (1999) menyatakan bahwa pola asuh orang
tua adalah bentuk disiplin pemantauan, pengawasan, pengarahan serta pemberian
hukuman terhadap anak. Dalam hal ini dibutuhkan hubungan interaksi dua arah
yang bersifat fisik, afektif dan kognitif antar orang tua dengan anak yang
mengarahkan anak ke arah pertumbuhan dan perkembangan yang baik.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Liau (2005) dalam penelitiannya mengenai
cyberbullying, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi cyberbullying adalah
kemudahan akses internet, frekuensi seseorang dalam mengakses internet,
pengawasan orang tua, komunikasi anak dengan orang tua, dan jenis media
internet yang digunakan.
Faktor lain dari cyberbullying adalah strain, self-esteem, dan empati.
Penelitian Hinduja (2010) menyatakan bahwa anak-anak yang pernah mengalami
cyberbullying dipengaruhi oleh self-esteem mereka. Self-esteem sendiri memiliki
pengertian yaitu penilaian yang diberikan pada diri individu, berdasarkan
penerimaan atau penolakan diri (Michinton, 1993). Hawley (2012) menyatakan
5
self-esteem adalah konstruk sosial yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
kepercayaan diri, citra diri, kesadaran diri, sikap dan nilai.
Dalam sebuah penelitian mengenai Cyberbullying and Self
Esteem mengemukakan bahwa para remaja yang melakukan cyberbullying adalah
remaja yang mempunyai kepribadian otoriter dan kebutuhan yang kuat untuk
menguasai dan mengontrol orang lain (Patchin & Hinduja, 2010). Remaja tersebut
hanya mementingkan dirinya sendiri dibandingkan diri orang lain dan seringkali
ia menganggap orang lain tidak ada artinya. Selain itu, hasil dari penelitian pada
30 sekolah menengah atas di Amerika Serikat dengan menggunakan random
sampling, juga menekankan pada self-esteem seorang remaja dalam melakukan
cyberbullying, yang mana seseorang yang melakukan cyberbullying cenderung
mempunyai self-esteem yang rendah karena hal ini merupakan suatu perilaku yang
tidak menguntungkan bagi dirinya sendiri dan hanya akan mengarah pada perilaku
agresif seseorang. Perilaku tidak terpuji ini juga sangat berdampak pada
pelaku cyberbullying itu sendiri, yang mana dengan memiliki self esteem yang
rendah akan berdampak pada prestasi akademiknya di sekolah, perilaku kriminal,
dan kesehatan yang buruk.
Selain itu, penelitian lain menemukan bahwa siswa laki-laki lebih
mungkin melakukan tindakan cyberbullying dibandingkan siswa perempuan (Li,
2005). Li (2008) meneliti kembali, hasilnya menyatakan bahwa laki-laki memiliki
peluang lebih besar untuk melakukan cyberbullying. Pelaku biasanya adalah anak-
anak yang ingin berkuasa atau senang mendominasi. Anak-anak ini biasanya
6
merasa lebih hebat, berstatus sosial lebih tinggi, dan lebih populer di kalangan
teman-teman sebayanya.
Dari data-data beberapa temuan penelitian di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa perilaku cyberbullying pada remaja merupakan permasalahan yang patut
mendapatkan perhatian dan pemecahan solusi yang tepat agar remaja menyadari
perilaku yang mereka lakukan memiliki dampak psikologis bagi orang lain.
Peneliti berasumsi bahwa self-esteem termasuk faktor internal yang mempegaruhi
cyberbullying. Sedangkan pola asuh orang tua memiliki pengaruh terhadap
cyberbullying karena sudah menjadi kewajiban dari orang tua untuk bisa
mengontrol dan mengawasi anak. Dalam hal ini pola asuh orang tua termasuk
dalam faktor eksternal yang mempengaruhi cyberbullying.
Peneliti menganggap penting untuk melakukan penelitian tentang perilaku
cyberbullying, karena masih kurangnya penelitian tentang cyberbullying di
Indonesia. Dengan demikian, peneliti mengangkat judul penelitian yaitu
“pengaruh self-esteem dan pola asuh orang tua terhadap perilaku pelaku
cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.”
1.2. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini, maka penulis membatasi
penelitian ini pada cyberbullying dan variable-variabel yang mempengaruhinya,
yaitu self-esteem dan pola asuh orang tua. Adapun definisi dari masing-masing
variable adalah sebagai berikut:
7
1. Cyberbullying adalah perilaku kejam kepada orang lain dengan mengirim
hal yang berbahaya atau terlibat dalam bentuk lain dari kekejaman sosial
yang menggunakan internet atau teknologi digital lainnya. Bentuk kegiatan
tersebut berupa pelecehan secara langsung dan tidak langsung yang
memiliki tujuan untuk merusak reputasi atau mengganggu hubungan dari
yang ditargetkan (Willard, 2007; Calvete, 2014).
2. Self-esteem dalam penelitian ini dibatasi pada penilaian individu atas
sejauh mana dirinya dianggap berharga, baik oleh dirinya sendiri maupun
orang lain, yang dibatasi pada perasaan mengenai diri sendiri, perasaan
terhadap hidup, dan hubungan dengan orang lain (Michinton, 1993).
3. Pola asuh orang tua dalam penelitian ini dibatasi pada penilaian anak
terhadap pola asuh orang tua dalam mendidik, mengajarkan, menerapkan
aturan-aturan serta memberikan perhatian dan kasih sayang (Baumrind,
1965; Buri, 1999).
4. Subjek penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi MAN 1 Tangerang.
1.3. Perumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
“Apakah ada pengaruh self-esteem (perasaan mengenai diri sendiri, perasaan
terhadap hidup, hubungan dengan orang lain) dan pola asuh orang tua (otoriter,
demokratis, permisif) terhadap perilaku pelaku cyberbullying pada siswa MAN 1
Tangerang?”. Dan seberapa besar pengaruh variabel-variabel tersebut.
8
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan penelitian
Secara pokok dan prinsip tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan
penelitian yang telah peneliti rumuskan di atas. Oleh karenanya tujuan dan
manfaat substansial penelitian ini sangat berkaitan erat dengan pertanyaan
penelitiannya, yaitu:
1. Untuk mengukur pengaruh perasaan mengenai diri sendiri terhadap
perilaku pelaku cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.
2. Untuk mengukur pengaruh perasaan terhadap hidup terhadap perilaku
pelaku cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.
3. Untuk mengukur pengaruh hubungan dengan orang lain terhadap perilaku
pelaku cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.
4. Untuk mengukur pengaruh pola asuh otoriter terhadap perilaku pelaku
cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.
5. Untuk mengukur pengaruh pola asuh demokratis terhadap perilaku pelaku
cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.
6. Untuk mengukur pengaruh pola asuh permisif terhadap perilaku pelaku
cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang
7. Untuk mengukur pengaruh jenis kelamin terhadap perilaku pelaku
cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.
9
1.4.2. Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat, antara lain manfaat teoritis
dan manfaat praktis.
1.4.2.1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang
menyokong perkembangan ilmu psikologi, khususnya ilmu psikologi
klinis, psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan yang terkait
dengan terkait dengan cyberbullying, self-esteem dan pola asuh orang tua.
1.4.2.2. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh praktisi yang
bergerak dalam dunia pendidikan dan psikologi pendidikan agar
memperoleh pengetahuan dan masukan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku cyberbullying
b. Dengan adanya penelitian ini maka dapat membantu para pendidik agar
mengetahui bagaimana siswa di kelas nya melakukan atau menghindari
perilaku cyberbullying sehingga para siswa mampu mengetahui dampak
dari perilaku tersebut tidak baik.
1.5. Sistematika Penulisan
Penelitian ini menggunakan teknik penulisan American Psychological Assosiation
(APA) Style. Dan secara garis besar sistematika penulisan ini adalah:
10
BAB 1: PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan.
BAB 2: LANDASAN TEORI
Dalam bab ini dijelaskan teori-teori yang berhubungan dengan isi
penelitian sebagai dasar pemikiran untuk membahas permasalahan dalam
penelitian skripsi, yaitu:
BAB 3: METODELOGI PENELITIAN
Dalam bab ini dipaparkan beberapa hal yaitu populasi, sampel dan teknik
pengambilan sampel, variabel penelitian dan definisi operasional variabel,
instrumen pengumpulan data, uji validitas konstruk, metode analisis data
dan prosedur penelitian.
BAB 4: HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil
analisis deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian
hipotesis, pembahasan hasil pengujian hipootesis dan proporsi varians.
BAB 5: KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Dalam bab ini dipaparkan mengenai kesimpulan, diskusi dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Bab ini berisi daftar bacaan yang digunakan sebagai dasar penelitian.
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan mengenai teori dan konsep dari variabel-variabel
penelitian. Berisi definisi-definisi, aspek-aspek dan faktor-faktor yang mempengaruhi
variabel.
2.1. Cyberbullying
2.1.1. Definisi Cyberbullying
Cyberbullying merupakan bentuk perilaku agresi yang melibatkan penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi seperti ponsel, kamera video, e-mail, dan
halaman web untuk menulis atau mengirim melecehkan atau pesan memalukan untuk
orang lain (Ybarra & Mitchell, 2004).
Menurut Bulton dan Underwood (dalam Lindenberg, Veenstra, Verhulst & Winter,
2005) bullying adalah perilaku agresi yang dilakukan oleh satu orang atau lebih
dengan niat menyakiti atau mengganggu orang lain secara fisik, verbal maupun
psikologis. Olweus dan Pepler (dalam Shariff, 2005) membedakan bullying menjadi
dua bentuk yaitu overt dan covert. Overt bullying melibatkan agresi fisik, seperti
memukul, menendang, mendorong, dan menyentuh seksual. Hal ini dapat disertai
dengan covert bullying, yaitu korban dikeluarkan dari kelompok sebaya, digunjing,
diancam dan diganggu. Covert bullying bersifat random atau diskriminatif. Perilaku
mencakup pelecehan verbal yang menggabungkan rasial, penghinaan seksual, atau
homophobic. Menurut Harmon dan Leishman (dalam Shariff, 2005) cyberbullying
merupakan bentuk covert bullying yang berupa verbal dan tertulis.
12
Menurut Li (2005) bentuk baru bullying dikenal sebagai cyberbullying (atau
pelecehan maya) kini mulai dikenal pada abad ke-21, cyberbullying adalah perilaku
bullying yang dilakukan melalui alat komunikasi seperti e-mail, telepon seluler,
personal digital assistant (PDA), instant messaging atau jaringan world wide.
Hinduja dan Patchin (2007) mendefinisikan cyberbullying sebagai bahaya yang
disengaja dan berulang melalui media elektronik. Menurut Campbell (2007)
Intimidasi Cyber memiliki berbagai faktor yang dapat menonjolkan dampak dari
perilaku bullying, berpotensi termasuk khalayak yang lebih luas, anonimitas, sifat
lebih abadi dari kata-kata tertulis dan kemampuan untuk mencapai target setiap saat
dan di setiap tempat termasuk dipertimbangkan sebelumnya safe haven seperti rumah
target. Sedangkan Belsey, Berson & Feron (dalam Dilmac, 2009) mengartikan
cyberbullying sebagai perilaku individu atau kelompok yang menggunakan teknologi
elektronik dengan tujuan untuk melakukan pelecehan atau mengirimkan pesan kejam
dengan sengaja.
Definisi lain mengenai cyberbullying menurut Willard (2007) adalah perilaku
kejam kepada orang lain dengan mengirim hal yang berbahaya atau terlibat dalam
bentuk lain dari kekejaman sosial yang menggunakan internet atau teknologi digital
lainnya. Bentuk kegiatan tersebut berupa pelecehan secara langsung dan tidak
langsung yang memiliki tujuan untuk merusak reputasi atau mengganggu hubungan
dari yang ditargetkan. Dalam hal ini Willard (2007) juga menjelaskan bahwa
frekuensi menentukan seseorang dikatakan menjadi pelaku cyberbullying. Contohnya,
pada hari yang sama pelaku bisa berulang kali mengirim pesan menyakitkan atau
13
memalukan yang ditujukan kepada orang lain. Kowalski dan Limber (2012)
menyatakan cyberbullying merupakan perilaku bullying yang dilakukan melalui e-
mail, instant messaging, dalam sebuah chat room, website, atau melalui pesan digital
atau gambar yang dikirim dari telepon seluler.
Dari beberapa pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa cyberbullying
adalah perilaku bullying yang dilakukan secara sengaja dalam media elektronik.
Kesimpulan peneliti lebih merujuk pada pendapat peneliti terdahulu yaitu Willard
(2007) bahwa cyberbullying merupakan salah satu bentuk bullying yang dilakukan
melalui media elektronik seperti komputer ataupun telepon seluler, berupa pesan
singkat berisi hal yang menghina perasaan orang lain dalam sebuah chat room , atau
melalui media online. Dalam hal ini frekuensi juga menentukan seseorang dapat
dikatakan menjadi pelaku cyberbullying.
2.1.2. Dimensi Cyberbullying
Ada beberapa aspek cyberbullying menurut Willard (2007) yaitu:
a. Flaming, perkelahian secara online menggunakan pesan elektronik dengan
bahasa kasar dan vulgar.
b. Harassment, perilaku yang berulangkali mengirimkan pesan jahat dan
menghina.
c. Denigration, mengirimkan pesan fitnah tentang seseorang yang bertujuan
untuk merusak reputasi atau persahabatan.
14
d. Impersonation, berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan
untuk merusak reputasi atau persahabatan orang tersebut.
e. Outing, menyebarkan gambar pribadi secara online.
f. Exclusion, sengaja berbuat kejam terhadap seseorang dalam kelompok online.
2.1.3. Karakteristik Cyberbullying
Menurut Suler (2004) ada beberapa karakteristik cyberbullying, yaitu:
1. Anonimitas disosiatif
Anonimitas adalah salah satu faktor utama yang meciptakan efek disinhibisi,
karena seseorang memiliki kesempatan untuk memisahkan tindakan yang
mereka lakukan secara online dari identitas diri mereka di kehidupan
nyata.Ketika seseorang memutuskan untuk beranonim, keputusan tersebut
dibuat karena adanya rasa perlidungan.Sehingga sebagai pelaku lebih bebas
mengungkapkan yang tidak biasa mereka ungkapkan di kehidupan nyata tanpa
mempermalukan diri mereka sendiri.
2. Invisibilitas
Adanya anggapan „anda tidak bisa melihat saya‟. Adanya sifat inivisibilitas
memudahkan seseorang berpura-pura menjadi anak-anak ataupun orang
dewasa. Hal ini disebabkan karena orang lain sebagai lawan bicara dalam
online tidak bisa secara langsung membaca atau melihat ekspersi langsung
selama berinteraksi.
15
3. Asynchronity
Pada proses interaksi di dunia maya, seseorang tidak selalu bisa untuk
langsung membalas pesan. Terkadang dibutuhkan waktu bebeapa jam bahkan
hari. Pada situasi tersebut sering orang memilih untuk keluar dari chat atau
mem-block lawan bicaranya. Dampaknya, beberapa orang berpikir dapat
dengan mudah menuliskan pesan yang emosional dan bermusuhan dalam
media sosial dengan rasa aman, karena dapat meninggalkan begitu saja.
4. Solipsistic introjection
Solipistic introjection adalah tidak adanya isyarat sosial langsung yang
dikombinasikan dengan komunikasi tulisan serta dapat mengubah batasan
diri. Pada situasi ini seseorang dapat merasa bahwa pikiran mereka menyatu
dengan teman online mereka. Aktivitas seakan-akan berbicara pada diri
sendiri ini mendorong muculnya disinhibisi, karena terasa lebih aman
berbicara pada diri sendiri dibandingkan orang lain.
5. Imajinasi disosiatif
Frinch (dalam Suler, 2004) menyatakan sadar ataupun tidak sadar beberapa
orang memiliki anggapan bahwa dunia online layaknya seperti permainan dan
tidak menggunakan norma seperti kehidupan nyata. Hal ini menyebabkan saat
mereka meninggalkan dunia online tersebut, mereka dapat melepas tanggung
jawab atas hal yang terjadi dalam dunia online.
16
6. Minimalisasi status dan otoritas
Dalam dunia online semua orang memiliki status yang sama, sehingga tidak
ada pengaruh yang besar jika seseorang mengekspresikan status mereka dalam
dunia online. Karena setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk
menampilkan dirinya. Pada dunia online semua orang tidak membedakan
status, kekayaan, ras ataupun jenis kelamin.
2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi cyberbullying
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi cyberbullying pada remaja, yaitu:
a. Traditional bullying
Riebel, Jager dan Fischer (2009) menunjukkan adanya hubungan antara
bullying dalam kehidupan nyata dengan dunia maya (cyberspace). Maka
dimungkinkan bahwa bullying yang dimulai di dunia nyata menjalar ke dunia
maya. Hal ini berarti dunia maya memberikan lahan bagi para bullies untuk
menghina orang lain.
b. Penggunaan internet
Pew Internet dan American Life Project (dalam Hesse, Nelsen & Krepes,
2005) melakukan upaya penelitian pada tahun 2002-2003 untuk memastikan
karakteristik demografi dan perilaku remaja yang menggunakan internet.
Survei diberikan kepada 6369 sampel usia antara 15-65 tahun. Pada bulan
April 2003 penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa 63% dari sampel
yang menggunakan internet adalah remaja usia 15-38 tahun. Jumlah 63% ini
mewakili lebih dari setengah jumlah sampel yang ditentukan dalam penelitian
17
tersebut. Survei di Indonesia menyatakan peningkatan pengguna internet pada
2007 jumlah pengguna internet 20 juta orang, lalu meningkat menjadi 25 juta
pada 2008, 30 juta pada 2009, 42 juta pada 2010, 55 juta pada 2011, hingga
mencapai 63 juta tahun 2012 (Yusuf, 2012).
Peningkatan frekuensi penggunaan teknologi dari tahun ke tahun,
seharusnya dapat memprediksi tindakan cyberbullying. Faktor yang berkaitan
dengan penggunaan internet pada remaja ini dijelaskan oleh Subrahmanyan
dan Greenfield (2008) yaitu berasal dari pemantauan dari orang tua dan
penggunaan komunikasi online.
c. Jenis kelamin
Penelitian yang dilakukan Campbell (2005) menunjukkan bahwa laki-laki dan
perempuan memiliki kemungkinan yang sama besar dalam melakukan
cyberbullying. Sedangkan penelitian Li (2007) menyatakan bahwa laki-laki
lebih sering melakukan tindakan cyberbullying dibandingkan perempuan.
d. Budaya
Penelitian yang dilakukan oleh Li (2007) mengindikasikan bahwa budaya
merupakan prediktor yang paling kuat dalam cyberbullying. Hasil penelitian
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Baker (2010) mengenai
bullying yang mengindikasikan bahwa budaya memainkan peran penting
dalam bullying dan cyberbullying.
18
2.1.6. Pengukuran cyberbullying
Beberapa alat ukur dalam penelitian terdahulu cyberbullying adalah Cyberbullying
Questionare (CBQ) dan Cyberbullying and Cyber victimization Scale. Cyberbullying
Questionare (CBQ) terdiri atas 21 multiple choice. Alat ukur ini dikembangkan oleh
Smith et al, (2008) dalam penelitiannya yang dilakukan untuk korban anak usia 11-16
tahun.
Di Indonesia, bebeberapa tahun terakhir juga ikut menyumbang dalam
pengembangan alat ukur cyberbullying melalui penelitian-penelitian. Pratiwi (2011)
mengukur perilaku cyberbullying dengan alat ukur yang dibuat sendiri mengacu pada
teori Willard (2007) berupa aktivitas-aktivitas cyberbullying. Alat ukur ini dapat
digunakan untuk melihat frekuensi aktivitas pelaku, korban, maupun pengamat.
Terdiri atas 32 item untuk melihat akivitas pelaku, 24 item untuk korban dan 17 item
untuk pengamat. Permatasari (2012) juga menggunakan alat ukur cyberbullying
berdasarkan aktivitas-aktivitas dalam cyberbullying. Alat ukur tersebut terdiri atas 10
item bentuk cyberbullying, 6 item tujuan cyberbullying dan 7 item dampak
cyberbullying.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur yang merujuk pada teori
Willard (2007), dengan menyesuaikan sampel yang digunakan yaitu pelaku. Terdiri
atas 14 item yang mengacu pada aktivitas-aktivitas dalam cyberbullying sesuai
dengan teori Wilard (2007) yaitu perkelahian secara online menggunakan bahasa
19
kasar (flaming), berulangkali mengirimkan pesan menghina (harrassment),
mengirimkan rumor atau fitnah (denigration), mengirimkan gambar pribadi secara
online (outing), mengungkapkan informasi yang memalukan secara online (trickery),
mengeluarkan seseorang dari online (exclusion).
2.2. Pola Asuh Orang Tua
2.2.1. Definisi pola asuh orang tua
Baumrind (dalam Santrock, 2007) menjelaskan bahwa pola asuh orang tua adalah
sikap orang tua terhadap anak dengan mengembangkan aturan-aturan dan
mencurahkan kasih sayang kepada anak. Sedangkan Maccoby (dalam Barus, 2003)
mendefinisikan pola asuh sebagai interaksi orang tua dan anak yang di dalamnya
orang tua mengekspresikan sikap-sikap, nilai-nilai, minat-minat dan harapan-
harapannya dalam mengasuh dan memenuhi kebutuhan anak.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat diambil
kesimpulan bahwa pola asuh orang tua adalah sikap orang tua terhadap anak dengan
mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang kepada anak.
2.2.2. Jenis-jenis pola asuh orang tua
Diana Baumrind (dalam Santrock, 2007) membagi 3 macam pola asuh orang tua
diantaranya pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif. Adapun masing-masing
jenis pola asuh tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola asuh membatasi dan bersifat menghukum yang
menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati
20
pekerjaan dan usaha. Orang tua otoriter menetapkan batas-batas yang tegas
dan tidak member peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara
(bermusyawarah). Pola asuh otoriter diasosiasikan dengan inkompetensi
social anak-anak. Selain itu, anak-anak yang orang tuanya otoriter seringkali
cemas akan perbandingan social, gagal memprakarsai kegiatan dan memiliki
keterampilan komunikasi yang rendah.
2. Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis mendoraong anak-anak mandiri tetapi tetap memberikan
batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka. Musyawarah yang
verbal yang ekstensif dimungkinkan dan orang tua memperlihatkan
kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Pola asuh demokratis
diasosiasikan dengan kompetensi social anak-anak. Anak-anak yang
mempunyai orang tua demokratis berkompeten secara social, percaya diri dan
bertanggung jawab secara sosial.
3. Pola asuh permisif
Orang tua yang permisif adalah orang tua yang menghargai ekspresi diri dan
pengaturan diri. Mereka hanya membuat sedikit permintaan dan membiarkan
anak memonitor aktivitas mereka sendiri sedapat mungkin. Mereka hangat,
jarang menghukum, tidak mengontrol dan tidak meuntut (Papalia, 2009).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis pola asuh orang tua yaitu
Pola Asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif.
21
2.2.3. Pengukuran Pola Asuh
Pola asuh merupakan variabel laten yakni variabel yang tidak dapat diamati, sehingga
memerlukan sebuah instrument dalam pengukurannya. Instrumen yang dapat
mengukur pola asuh adalah Parental Authority Questionnaire (PAQ) yang
dikembangkan oleh Buri (dalam Riberio, 2009). PAQ didesain berdasarkan
pengukuran tiga pola pengasuhan Baumrind (dalam Riberio, 2009) yaitu pola asuh
otoriter, demokratis dan permisif. PAQ terdiri atas 30 item, 10 untuk tiap pola asuh
yang berbeda dalam lima poin format Likert mulai dari “sangat setuju” sampai
“setuju”.
2.3. Self –Esteem
2.3.1. Definisi self-esteem
Coopersmith (dalam Burns, 1993) menyebutkan self esteem mengacu kepada evaluasi
seseorang tentang dirinya sendiri, baik positif maupun negatif dan menunjukkan
tingkat di mana individu meyakini dirinya sendiri sebagai individu yang mampu,
penting, berhasil dan berharga. Dengan kata lain, self esteem merupakan penilaian
individu tentang dirinya yang diekspresikan melalui tingkah lakunya sehari-hari.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa self esteem adalah evaluasi
terhadap perasaan dan penilaian individu tentang dirinya. self esteem berpengaruh
besar terhadap harapan individu, tingkah laku dan penilaian individu tentang dirinya
sendiri dan orang lain. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau
penolakan terhadap diri dan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya berharga.
22
2.3.2. Komponen self-esteem
Menurut Felker (1974), komponen self esteem adalah:
1. Feeling of belonging, yaitu perasaan individu bahawa dirinya merupakan
bagian dari suatu kelompok dan individu tersebut diterima oleh anggota
kelompok lainnya. Ia akan memiliki penilaian yang positif akan dirinya jika ia
merasa diterima dan menjadi bagian dari kelompok tersebut. Individu akan
menilai sebaliknya jika ia merasa ditolak atau tidak diterima oleh kelompok
tersebut.
2. Feeling of competence, yaitu perassaan individu bahwa ia dapat melakukan
seseuatu untuk mencapai hasil yang diharapkan. Jika ia berhasil mencapai
tujuan maka ia akan memberikan penilaian yang positif terhadap dirinya.
Selain itu, ia merasa percaya terhadap pikiran, perasaan dan tingkah laku yang
berhubungan dengan kehidupannya (Frey & Carlock, 1987).
3. Feeling of worth, yaitu perasaan individu bahwa dirinya berharga. Individu
yang memiliki perasaan berharga akan menilai dirinya secara positif, merasa
yakin terhadap diri sendiri, dan mempunyai harga diri atau self respect (Frey
& Carlock, 1987).
Minchinton (1993) dalam bukunya yang berjudul Maximum Self-esteem menguraikan
tiga aspek dari self-esteem, yaitu:
1. Perasaan mengenai diri sendiri
Seorang individu menerima yang ada pada dirinya, merasa nyaman dengan
dirinya, dan apapun keadaannya. Self-esteem yang tingi digambarkan sebagai
23
penerimaan diri oleh individu tersebut dan mengapresiasikan nilai-nilai
sebagai manusia seutuhnya. Self-esteem yang rendah terbentuk dari keyakinan
bahwa dirinya memiliki keberhagaan yang rendah, sehingga membuat
individu tersebut takut untuk mencoba suatu hal.
2. Perasaan tentang kehidupan
Self-esteem tinggi dinyatakan dengan menerima tanggung jawab dan memiliki
perasaan untuk mengontrol setiap bagian dari kehidupan. Seseorang tidak
menyalahkan dirinya sendiri atas semua permasalahan. Individu tersebut
membuat harapan yang realistis dan tujuan yang dapat diraih. Self-esteem
yang rendah terwujud dari kehidupan dan apa yang ada di dalamnya sering
diluar kendali. Seseorang dengan self-esteem yang rendah selalu merasa tidak
berdaya dan lemah.
3. Hubungan dengan orang lain
Individu dengan self-esteem tinggi memiliki toleransi dan menghormati setiap
orang. Tidak memaksa menanamkan keyakinan-keyakinan atau nilai-nilai
yang dimiliki pada orang lain karena individu tidak membutuhkan penerimaan
dari orang lain untuk membuatnya meras berguna. Self-esteem rendah
mencerminkan kurangnya penghargaan yang mendasar untuk orang lain.
Tidak bertoleransi kepada orang lain dan yakni orang lain akan mengikuti
kemauannya.
Dari tiga aspek self-esteem tersebut peneliti menggunakan seluruh aspek self-esteem
untuk mengukur pengaruh self-esteem terhadap perilaku cyberbullying. Peneliti
24
menggunakan ketiga dimensi dari self-esteem tersebut untuk kepentingan alat ukur
dan kebutuhan penelitian.
2.3.3 Pembentukan Self Esteem
Pembentukan self-esteem terjadi sejak usia pertengahan kanak-kanak dan terus
berkembang sampai remaja akhir. Self-Esteem tumbuh dari interaksi sosial dan
pengalaman seseorang baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan yang
akan membentuk harga diri atau self-esteem menjadi harga diri positif atau negatif
(Papalia, 1995). Harga diri cenderung stabil seiring bertambahnya usia, dengan
asumsi perasaan remaja mengenai dirinya sendiri secara bertahap akan terbentuk
seiring dengan bertambahnya waktu sehingga menjadi lebih tidak fluktuatif dalam
menghadapi berbagai pengalaman yang berbeda (Steinberg, 1999).
2.3.4 Karakteristik individu berdasarkan self-esteem
Coopersmith (1967), membagi tingkat harga diri individu menjadi dua golongan
yaitu:
1. Individu dengan harga diri yang tinggi:
a. Aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik;
b. Berhasil dalam bidang akademik dan menjalin hubungan sosial;
c. Dapat menerima kritik dengan baik;
d. Percaya pada persepsi dan reaksinya sendiri;
e. Tidak terpaku pada dirinya sendiri atau hanya memikirkan kesulitanya
sendiri;
25
f. Memiliki keyakinan diri, tidak didasarkan atas fantasi, karena
mempunyai kemampuan, kecakapan dan kualitas diri yang tinggi;
g. Tidak terpengaruh oleh penilaian orang lain tentang kepribadianya;
h. Lebih mudah menyesuaikan diri dengan suasana yang menyenangkan
sehingga tingkat kecemasanya rendah dan memiliki ketahanan diri
yang seimbang.
2. Individu dengan harga diri yang rendah:
a. Memiliki perasaan inferior.
b. Takut gagal dalam membina hubungan social.
c. Terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi.
d. Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan.
e. Kurang dapat mengekspresikan diri.
f. Sangat tergantung pada lingkunganya.
g. Tidak konsisten.
h. Secara pasif mengikuti lingkunganya.
i. Menggunakan banyak taktik mempertahankan diri (defense
mechanism).
j. Mudah mengakui kesalahan.
2.3.5. Pengukuran self-esteem
Ada beberapa macam alat ukur self-esteem, antara lain:
26
1. The Self Esteem Scale oleh Rosenberg pada tahun 1965. Alat ukur ini
mengukur keberhargaan diri dan penerimaan diri individu secara global. Alat
ukur ini terdiri dari 10 item dengan menggunakan skala likert.
2. The Feeling of Inadequency Scale oleh Janis dan Field pada tahun 1959. Alat
ukur ini mengukur kesadaran diri, ketakutan sosial dan perasaan kekurangan
yang ada pada diri individu. Alat ukur ini terdiri dari 32 item dengan
menggunakan skala likert.
3. Self-esteem diukur dengan menggunakan kuesioner baku self-esteem yang
telah diadaptasi kedalam bahasa Indonesia berdasarkan alat ukur yang
dikembangkan oleh Minchinton (1993). Terdiri dari 25 item, yaitu 20 item
favorable dan 5 item unfavorable.
Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan alat ukur dengan menggunakan
kuesioner baku self-esteem yang dikembangkan oleh Minchinton (1993) dengan
alasan alat ukur tersebut mampu mengevaluasi perilaku dari tiga domain yang
berhubungan dengan diri, yaitu perasaan mngenai diri sendiri, perasaan terhadap
hidup dan hubungan dengan orang lain.
2.4. Kerangka Berpikir
Cyberbullying merupakan masalah yang rentan terjadi dikalangan remaja. Pesatnya
perkembangan dan kemudahan akses internet pada saat ini, membuka peluang para
remaja terlibat dalam cyberbullying. Terlebih lagi, masa remaja adalah masa dimana
seseorang sedang mencari jati diri dan senang melihat serta mencoba hal baru.
27
Menurut peneliti cyberbullying banyak terjadi dikalangan remaja karena masa remaja
adalah masa terjadinya perubahan baik fisik maupun psikis. Menurut Santrock (2012)
masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari
satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat,
pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah.
Berdasarkan pernyataan tersebut jelas bahwa remaja sangat rentan mengalami
masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul akibat
terjadinya perubahan dalam dirinya dan sosial.
Beberapa faktor seperti self-esteem dan pola asuh orang tua memiliki andil
dalam perilaku cyberbullying. Perlakuan orang tua terhadap anak mempengaruhi cara
anak memandang, menilai, dan mempengaruhi sikap anak tersebut terhadap orang
tua, serta mempengaruhi kualitas hubungan yang berkembang di antara mereka
(Santrock, 2012). Dari orang tua juga seorang anak membentuk tingkah laku.
Berdasarkan teori Dianna Baumrind (1991) pola asuh orangtua merupakan cara-cara
bagaimana orangtua menanggapi kebutuhan dan tuntutan anak, cara mereka
mendisiplinkan anak, dan dampak yang diberikan bagi perkembangan anak.
Ada tiga jenis pola asuh orangtua, yaitu (1) otoriter (authoritarian), merupakan gaya
pengasuhan yang bersifat menghukum dan membatasi; (2) otoritatif (authoritative),
merupakan gaya pengasuhan yang mendorong anak-anak untuk mandiri, namuntetap
menetapkan batasan-batasan dan mengendalikan tindakan anak; dan (3)
permisif (permissive), merupakan gaya pengasuhan yang tidak berusaha mengontrol
anaknya, membiarkananak-anak untuk mengatur aktivitasnya sendiri, dan tidak
28
menuntut anak-anak untuk mematuhistandar peraturan yang ditetapkan oleh orang
tua.
Selain pola asuh orang tua, menurut peneliti self-esteem juga memiliki
pengaruh dalam terjadinya cyberbullying. Pernyataan ini berdasarkan pada penelitian
yang dilakukan oleh Guarini, Passini, Melothi dan Brigh (2012) menemukan bahwa
perilaku cyberbullying dipengaruhi oleh self-esteem dari pelaku cyberbullying. Maka
pada penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh self-esteem yaitu perasaan
terhadap diri sendiri, perasaan terhadap hidup, dan perasaan mengenai orang lain
pada perilaku cyberbullying.
Dalam sebuah penelitian mengenai Cyberbullying and Self
Esteem mengemukakan bahwa para remaja yang melakukan cyberbullying adalah
remaja yang mempunyai kepribadian otoriter dan kebutuhan yang kuat untuk
menguasai dan mengontrol orang lain (Patchin & Hinduja, 2010). Remaja tersebut
hanya mementingkan dirinya sendiri dibandingkan diri orang lain dan seringkali
menganggap orang lain tidak ada artinya.
Seseorang yang melakukan cyberbullying cenderung mempunyai self-
esteem yang rendah karena hal ini merupakan suatu perilaku yang tidak
menguntungkan bagi dirinya sendiri dan hanya mengarah pada perilaku agresif
seseorang. Perilaku tidak terpuji ini juga sangat berdampak pada pelaku cyberbullying
itu sendiri, yang mana dengan memiliki self esteem yang rendah akan berdampak
pada prestasi akademiknya di sekolah, perilaku kriminal, dan kesehatan yang buruk.
29
Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir
2.6. Hipotesis Penelitian
2.6.1. Hipotesis Mayor
H: Ada pengaruh yang signifikan antara self-esteem, pola asuh orang tua dan jenis
kelamin terhadap perilaku cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.
2.6.2. Hipotesis Minor
H1: Ada pengaruh signifikan dimensi Demokratis pada variabel pola asuh orang tua
terhadap perilaku cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.
Self-Esteem
Pola Asuh Orang Tua
Perilaku
Cyberbullying
Faktor demografis
Otoriter
Demokratis
Permisif
Perasaan terhadap hidup
Hubungan dengan orang lain
Perasaan terhadap diri sendiri
Jenis Kelamin
30
H2: Ada pengaruh signifikan dimensi Otoriter pada variabel pola asuh orang tua
terhadap perilaku cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.
H3: Ada perngaruh signifikan dimensi Permisif pada variable pola asuh orang tua
terhadap perilaku cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.
H4: Ada pengaruh signifikan dimensi perasaan memgenai diri sendiri pada variabel
self-esteem terhadap perilaku cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.
H5: Ada pengaruh signifikan dimensi perasaan terhadap hidup pada variabel self-
esteem terhadap perilaku cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.
H6: Ada pengaruh signifikan dimensi hubungan dengan orang lain pada variabel self-
esteem terhadap perilaku cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang.
H7: ada pengaruh signifikan dimensi jenis kelamin terhadap perilaku cyberbullying
pada siswa MAN 1 Tangerang.
31
BAB 3
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti akan memaparkan tentang metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini. Didalamnya akan dibahas mengenai pendekatan
dan jenis penelitian, subjek penelitian variabel yang digunakan dalam penelitian,
definisi operasional setiap variabel, teknik pengumpulan data serta blue print yang
digunakan sebagai acuan untuk instrumen penelitian.
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
3.1.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua pelajar MAN 1 Tangerang kelas X, XI dan
XII. Siswa kelas X terdiri atas 200 siswa, kelas XI terdiri atas 180 siswa dan kelas XII
terdiri atas 200 siswa. . Dengan demikian, jumlah seluruh populasi di MAN 1 Tangerang
adalah 570 siswa.
3.1.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengguna internet aktif yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Siswa menggunakan internet lebih dari 1 jam per hari, baik menggunakan
laptop maupun smartphone.
2. Siswa mau mengikuti penelitian.
Selanjutnya, dari jumlah tersebut peneliti menetapkan jumlah sampel sebanyak
201 siswa. Penetapan jumlah sampel tersebut disesuaikan dengan kemampuan
peneliti berdasarkan pertimbangan waktu dan dana sampel dalam penelitian ini.
32
3.1.3. Teknik pengambilan sampel
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel bersifat non-probability
sampling. Teknik non-probability sampling dimana peneliti memberikan
kesempatan yang sama kepada semua anggota populasi untuk ditetapkan sebagai
anggota sampel dan peluangnya anggota populasi yang menjadi sampel bisa
dihitung atau diketahui. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental
sampling, yaitu metode pengambilan sampel dengan memilih siapa yang
kebetulan ada atau dijumpai.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.2.1 Variabel penelitian
Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yaitu Dependent Variabel (DV) dan
Independent Variabel (IV). Berikut akan diuraikan Dependent Variabel dan
Independent variable dalam penelitian.
1. Independent variable (IV): Pola asuh orang tua dan Self-Esteem
2. Dependent Variabel (IV): Cyberbullying
3.2.2 Definisi operasional variabel
Adapun definisi operasional dari variabel-variabel penelitian tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Cyberbullying menurut Willard (2007) adalah perilaku kejam kepada
orang lain dengan mengirim hal yang berbahaya atau terlibat dalam bentuk
lain dari kekejaman sosial yang menggunakan internet atau teknologi
digital lainnya.
33
2. Self esteem adalah penilaian individu atas sejauh mana dirinya dianggap
berharga oleh dirinya sendiri ataupun orang lain. Peneliti menggunakan
kriteria yang dikemukakan oleh Minchinton (1993) yaitu:
a. Perasaan mengenai diri sendiri adalah seorang individu menerima
yang ada pada dirinya, merasa nyaman dengan dirinya apapun
keadaannya.
b. Perasaan terhadap hidup adalah menerima tanggung jawab dan
memiliki perasaan untuk mengontrol setiap bagian kehidupan.
Selain itu, individu tidak menyalahkan dirinya sendiri atas semua
permasalahan.
c. Hubungan dengan orang lain adalah memiliki toleransi terhadap
orang lain, tidak memaksa menanamkan nilai-nilai yang dimiliki
pada orang lain.
3. Pola asuh orang tua menurut Baumrind (dalam Santrock, 2007) adalah
sikap orang tua terhadap anak dengan mengembangkan aturan-aturan dan
mencurakan kasih sayang kepada anak. Peneliti menggunakan criteria
yang dikemukakan oleh Buri (1991) yaitu:
a. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang membatasi dan bersifat
menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-
perintah orang tua.
34
b. Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis adalah orang tua yang mendorong anak-anak
agar mandiri tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan
tindakan-tindakan mereka.
c. Pola asuh permisif
Pola asuh permisif adalah orang tua yang menghargai ekspresi diri
dan pengetahuan dini anak.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengukuran self-esteem dan pola asuh orang tua terhadap cyberbullying
diadaptasi dari bahasa inggris, sehingga kemudian peneliti akan melakukan
adaptasi item-item dalam instrument tersebut.
Format pengukuran menggunakan skala likert dengan empat pilihan
jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
1. Sangat setuju, apabila subjek merasa sangat setuju berdasarkan
pernyataan yang diberikan.
2. Setuju, apabila subjek merasa setuju berdasarkan pernyataan yang
diberikan.
3. Tidak setuju, apabila subjek merasa tidak setuju berdasarkan
pernyataan yang diberikan .
4. Sangat tidak setuju, apabila subjek merasa sangat tidak setuju
berdasarkan pernyataan yang diberikan.
35
Tabel 3.1 Tabel Skala Alternative
SKALA
FAVOURABLE
(+)
UNFAVOURABLE
(-)
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
Berdasarkan tabel, skala disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga
responden tinggal memberi tanda silang (X) pada kolom atau tempat yang telah
disediakan.
3.3.1. Skala cyberbullying
Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah skala cyberbullying yang
dibuat sendiri mengacu pada teori Willard (2007). Skala cyberbullying dibuat
sendiri oleh peneliti karena sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
pelaku cyberbullying. Skala ini disusun berdasarkan aktivitas-aktivitas dalam
cyberbullying. Terdiri atas 14 item yaitu 11 item favorable dan 3 item
unfavorable. Adapun pembagian item-item tiap aspek dapat dilihat pada tabel 3.2
Alat ukur cyberbullying.
Tabel 3.2. Blue print skala cyberbullying
No Dimensi Indikator Item Jumlah
Fav Unfav
1. Flaming
Harassment
Denigration
Outing
Impersonation
Exclusion
5
1
2,4,10
3,6,8,14
9,11
7,12
13
1
1
3
5
2
2
Jumlah Item 13 1 14
36
3.3.2. Skala self-esteem
Self-esteem diukur dengan menggunakan kuesioner baku self-esteem yang telah
diadaptasi kedalam bahasa Indonesia berdasarkan alat ukur yang dikembangkan
oleh Minchinton (1993). Terdiri dari 25 item, yaitu 20 item favorable dan 5 item
unfavorable. Adapun pembagian item-item tiap aspek dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3. Blue Print skala Self-Esteem
Dimensi Indikator Item Jumlah
Fav Unfav
1. Perasaan
mengenai diri
sendiri
Menerima diri sendiri
Merasa nyaman terhadap diri
sendiri
Menghargai keberhagaan diri
1,5,9
16
6,9,
11
10
3
1
4
2. Perasaan
terhadap hidup Menerima kenyataan
Bertanggung jawab
Memiliki perasaan untuk
mengontrol kehidupan
2,13,
18
14
12,
23,
24
3
22
7,25
3
2
5
3 Hubungan
dengan orang
lain
Memiliki toleransi terhadap orang
lain
Menghormati orang lain
Tidak memaksa menanamkan nilai-
nilai kepada orang lain
4,15,
20
17,
19
8, 21,
24
3
2
3
Jumlah Item 20 5 25
3.3.3. Skala pola asuh orang tua
Skala pola asuh yang digunakan dalam penelitian diadaptasi dari Parental
Authority Questionnaire (PAQ) yang dikembangkan oleh Buri (dalam Riberio,
2009). PAQ didesain berdasarkan pengukuran tiga pola pengasuhan Baumrind
(dalam Riberio, 2009) yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif. PAQ
terdiri atas 23 item, 10 untuk tiap pola asuh yang berbeda dalam lima poin format
37
Likert mulai dari “sangat setuju” sampai “setuju”. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada table 3.4.
Tabel 3.4. Blue Print skala Pola Asuh Orang Tua
Dimensi Indikator Item Jumlah
Fav Unfav
1. Pola Asuh
Otoriter
(Authoritarian)
Orang tua bersifat membatasi,
menghukum dan hanya
sedikit melakukan komunikasi
verbal
Mendesak anak untuk
mengikuti petunjuk dan usaha
orang tua
7,12, 18,
2,3,9
16
3
4
2. Pola asuh
Demokratis Mendorong anak untuk bebas
tetapi tetap memberikan
batasan dan mengendalikan
tindakan anak
Pembuatan aturan keluarga
ditetapkan berdasarkan
kesepakatan bersama
8,22,
11,20,23,
15
4,5
3
5
3 Pola asuh
permisif Orang tua bersikap serba
bebas (membolehkan)
Tidak memberikan
pengawasan dan pengarahan
pada tingkah laku anak
6,14,19
13,17,21
1,10
6
3
Jumlah Item 17 6 23
3.4 Uji Validitas Konstruk
Untuk menguji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti menggunkan
Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software Lisrel 8.70 adapun
langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapat kriteria hasil CFA yang baik
yaitu:
1. Dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat nilai Chi-Square
yang dihasilkan. Jika nilai Chi-Square tidak signifikan (p> 0.05) berarti
38
semua item hanya mengukur satu faktor saja. Namun jika Chi-Square
signifikan (p< 0,05), maka perlu dilakukan modifikasi terhadap model
pengukuran yang diuji sesuai langkah kedua berikut ini.
2. Jika Chi-Square signifikan (p< 0,05) , maka dilakukan modifikasi model
pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi
kesalahan pengukuran. Ini terjadi ketika suatu item selain mengukur
konstruk yang ingin diukur, item tersebut juga mengukur hal yang
lain(mengukur lebih dari satu konstruk/ multidimensional), jika setelah
beberapa kesalahan pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi dan
akhirnya diperoleh model yang fit, maka model terakhir inilah yang akan
digunakan pada langkah selanjutnya.
3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka dilakukan analisis item dengan
melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai
koefisien positif. Untuk melihat signifikan tidaknya item tersebut
mengukur faktornya, digunakan t-test terhadap koefisien muatan faktor
item. Jika t>1.96 maka item tersebut signifikan dan tidak akan di drop,
begitupun sebaliknya.
4. Setelah itu dilihat apakah ada item yang muatan faktornya negatif. Dalam
hal ini, jika ada pernyataan negatif, maka ketika dilakukan skoring
terhadap item, arah skoringnya diubah menjadi positif. Jika setelah diubah
arah skoringnya masih terdapat item bermuatan negatif, maka item
tersebut akan di drop.
39
5. Apabila kesalahan pengkurannya berkorelasi terlalu banyak dengan
kesalahan pengukuran pada item lain, maka item seperti ini pun dapat di
drop karena bersifat multidimensi yang sangat kompleks.
Selanjutnya, dengan menggunakan SPSS 17.0 dan model satu faktor
kemudian dihitung (di estimasi) nilai satu faktor (true score) bagi setiap orang
untuk variabel yang bersangkutan. Dalam hal ini yang dianalisis faktor hanya
item yang memiliki nilai faktor positif. Item yang bernilai faktor negatif di
drop dan tidak diikut sertakan dalam skoring.
3.4.1 Uji aliditas konstruk cyberbullying
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 14 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur kecemasan akan kematian.
Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak
fit, dengan chi-square = 1080.38, df = 77, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.255.
Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah
dilakukan 49 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square =
41.09, df = 28, P-value = 0.05265, RMSEA = 0.048. Nilai chi-square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu
faktor (unidimensional) dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
cyberbullying.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
40
dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut.
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Cyberbullying No item Lamda Error T-Value Signifikan
1 0.81 0.06 12.61 √
2 0.54 0.07 7.94 √
3 0.99 0.06 17.27 √
4 0.74 0.06 11.43 √
5 0.64 0.07 8.86 √
6 0.72 0.07 10.44 √
7 0.56 0.07 8.33 √
8 0.79 0.06 12.92 √
9 0.79 0.06 12.58 √
10 0.51 0.06 8.00 √
11 0.47 0.07 6.88 √
12 0.38 0.07 5.61 √
13 0.58 0.08 7.06 √
14 0.34 0.08 4.44 √
3.4.2 Uji validitas konstruk self-esteem
1. Perasaan mengenai diri sendiri
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 7 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur faktor perasaan mengenai
diri sendiri. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
ternyata tidak fit, dengan chi-square = 326.57, df = 14, P-value = 0.00000,
RMSEA = 0.334. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya. Setelah dilakukan 10 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan
chi-square = 2.75, df = 4, P-value = 0.60074, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu
faktor (unidimensional) dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
faktor perasaan mengenai diri sendiri.
41
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut.
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Perasaan Mengenai Diri Sendiri No item Lamda Error T-Value Signifikan
1 0.71 0.06 11.30 √
5 0.61 0.06 9.37 √
6 0.39 0.11 3.50 √
9 0.90 0.05 16.60 √
10 0.96 0.05 17.96 √
11 0.42 0.07 5.85 √
16 0.47 0.09 5.18 √
2. Perasaan terhadap hidup
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 11 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur faktor perasaan terhadap
hidup. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata
tidak fit, dengan chi-square = 574.70, df = 44, P-value = 0.00000, RMSEA =
0.246. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah
dilakukan 25 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square =
24.50, df = 20, P-value = 0.22142, RMSEA = 0.034. Nilai chi-square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu
faktor (unidimensional) dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
faktor perasaan terhadap hidup.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
42
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut.
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Perasaan Terhadap Hidup No item Lamda Error T-Value Signifikan
2 0.76 0.06 12.17 √
3 0.50 0.08 6.64 √
7 1.04 0.05 18.99 √
12 0.68 0.06 10.81 √
13 0.68 0.07 10.20 √
14 0.71 0.07 9.90 √
18 0.55 0.07 8.43 √
22 0.77 0.06 12.29 √
23 0.76 0.06 12.23 √
24 0.48 0.07 7.23 √
25 0.48 0.08 6.16 √
3. Hubungan dengan orang lain
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 7 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur faktor hubungan dengan
orang lain. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor,
ternyata tidak fit, dengan chi-square = 351.12, df = 14, P-value = 0.00000,
RMSEA = 0.347. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya. Setelah dilakukan 9 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan
chi-square = 4.01, df = 5, P-value = 0.54769, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu
faktor (unidimensional) dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu
faktor hubungan dengan orang lain.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
43
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut.
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Perasaan Mengenai Diri Sendiri No item Lamda Error T-Value Signifikan
4 0.81 0.06 13.59 √
8 0.89 0.06 15.92 √
15 0.90 0.06 16.24 √
17 0.93 0.05 17.42 √
19 0.83 0.06 14.42 √
20 0.80 0.06 13.36 √
21 0.74 0.06 11.91 √
3.4.3 Uji validitas konstruk pola asuh orang tua
1. Pola asuh Otoriter
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 7 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur faktor otoriter. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan
chi-square = 220.92, df = 14, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.272. Oleh karena
itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 7 kali
pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 7.04, df = 7, P-value =
0.42435, RMSEA = 0.006. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional) dimana
seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu faktor otoriter.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
44
dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut.
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Otoriter No item Lamda Error T-Value Signifikan
2 0.73 0.06 11.52 √
3 0.61 0.07 9.40 √
7 0.96 0.05 17.77 √
9 0.84 0.06 14.39 √
12 0.37 0.07 5.28 √
16 0.84 0.06 14.43 √
18 0.49 0.07 7.05 √
2. Pola asuh demokratis
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 8 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur faktor demokratis. Dari
hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit,
dengan chi-square = 361.05, df = 20, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.292. Oleh
karena itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan
11 kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 12.50, df = 9,
P-value = 0.18673, RMSEA = 0.044. Nilai chi-square menghasilkan P-value >
0.05 (tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional)
dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu factor demokratis.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur
secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian hipotesis
nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan
melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut.
45
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Demokratis No item Lamda Error T-Value Signifikan
4 0.40 0.07 6.00 √
5 0.39 0.07 5.39 √
8 0.80 0.06 12.61 √
11 0.72 0.07 10.38 √
15 0.70 0.06 11.08 √
20 0.49 0.07 6.76 √
22 0.73 0.06 11.49 √
23 0.72 0.07 10.16 √
3. Pola asuh permisif
Langkah pertama peneliti menganalisis apakah 8 item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur faktor permisif. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan
chi-square = 276.17, df = 20, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.253. Oleh karena
itu, dilakukan modifikasi terhadap model. Di mana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya. Setelah dilakukan 11
kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square = 9.5, df = 9, P-
value = 0.38666, RMSEA = 0.018. Nilai chi-square menghasilkan P-value > 0.05
(tidak signifikan), yang artinya model bersifat satu faktor (unidimensional)
dimana seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu faktor permisif.
Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan atau tidak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan
dengan melihat T-Value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
berikut.
46
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Demokratis No item Lamda Error T-Value Signifikan
1 0.86 0.06 15.20 √
6 0.92 0.05 16.90 √
10 0.85 0.06 14.72 √
13 0.83 0.06 14.50 √
14 0.73 0.06 11.68 √
17 0.80 0.06 13.56 √
19 0.75 0.06 12.31 √
21 0.96 0.05 18.25 √
3.5. Teknik Analisis Data
Analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah multi regresi,
untuk mengetahui besar dan arah hubungan antara variabel X1 (pola asuh) dan X2
(self-esteem) dengan Y (cyberbullying). Analisa multi regresi adalah suatu metode
untuk mengkaji akibat-akibat dan besarnya akibat dari lebih satu variabel bebas
terhadap satu variabel terikat, dengan menggunakan prinsip-prinsip korelasi dan
regresi. Analisis dalam penelitian ini menggunakan SPSS Versi 18.
3.6. Prosedur Penelitian
Secara garis besar penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
1. Tahap persiapan
a) Perumusan masalah yang akan diteliti.
b) Menentukan variabel yang akan diteliti.
c) Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan landasan teori yang tepat
mengenai variabel penelitian.
d) Menentukan subjek penelitian.
e) Persiapan alat pengumpulan data dengan menggunakan dan menyusun alat
ukur yang akan digunakan dalam penelitian yaitu berupa skala model Likert
47
yang terdiri dari skala religiusitas, skala dukungan sosial, dan skala
kecemasan akan kematian.
f) Persiapan segala hal yang menyangkut perizinan.
2. Tahap pelaksanaan
a) Menentukan jumlah sampel penelitian.
b) Memberikan penjelasan tujuan penelitian dan meminta kesediaan
responden untuk mengisi skala dalam penelitian.
c) Melaksanakan pengambilan data.
3. Tahap pengolahan data
a) Melakukan skoring terhadap skala hasil jawaban responden.
b) Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh dan membuat tabel
data.
c) Menganalisis data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji
hipotesis.
d) Membuat kesimpulan dan laporan hasil.
48
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil
analisis deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis,
pembahasan hasil pengujian hipotesis dan proporsi varians.
4.1 Karakteristik Responden
Pada tabel 4.1 akan dijelaskan gambaran partisipan dalam penelitian ini
berdasarkan usia, jenis kelamin, yang dilakukan selama menggunakan internet,
waktu menggunakan internet per-hari, media media yang digunakan.
Dari hasil persentase data yang ada pada tabel 4.1, diketahui bahwa usia
responden terbanyak berada pada rentang usia 16-17 tahun sebanyak 101 (50.2%).
Waktu menggunakan internet perhari terbanyak yaitu 3 - 6 jam sebanyak 78
(38.8%), media yang digunakan selama menggunakan internet terbanyak yaitu
social media 146 (72.6%), media yang digunakan selama berinternet terbanyak
adalah smarthphone 158 (78.6%). Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
memiliki skor cyberbullying terbanyak yaitu level sedang berjumlah 105 (52.2%),
skor hubungan dengan orang lain terbanyak yaitu level tinggi berjumlah 110
(54.8%), skor perasaan mengenai diri sendiri terbanyak yaitu level rendah
berjumlah 117 (58.2%), skor perasaan terhadap hidup terbanyak yatu level rendah
berjumlah 119 (59.2%), skor pola asuh demokratis terbanyak yaitu level rendah
berjumlah 118 (58.8%), skor pola asuh otoriter terbanyak yaitu level rendah
berjumlah 111 (55.2%) dan pola asuh permisif terbanyak yaitu level rendah
berjumlah 127 (63.2%).
49
Tabel 4.1 Karakteristik Responden
KARAKTERISTIK RESPONDEN N=201
(%)
Usia
15 – 16 tahun 80 (39.8)
16 – 17 tahun 101 (50.2)
Waktu menggunakan internet per hari
1 47 (23.3)
1 – 3 jam 26 (13)
3 – 6 jam 78 (38.8)
Lebih dari 6 jam 50 (24.9)
Yang dilakukan selama menggunakan
internet*
Mencari tugas sekolah 56 (27.8)
Chatting/ Mengobrol 70 (34.8)
Jejaring Sosial (Facebook, Twitter,
Instagram dan Path )
146 (72.6)
E-mail 24 (11.9)
Media yang digunakan*
Smartphone 158 (78.6)
Ipad/Tab 60 (29.8)
Laptop 84 (41.8)
Desktop/ Komputer 40 (19.9)
Skor Cyberbullying
Rendah 96 (47.8)
Tinggi 105 (52.2)
Skor Hubungan dengan Orang Lain
Rendah 91 (45.2)
Tinggi 110 (54.8)
Skor Perasaan Mengenai Diri Sendiri
Rendah 117 (58.2)
Tinggi 84 (41.8)
Skor Perasaan Terhadap Hidup
Rendah 119 (59.2)
Tinggi 82 (40.8)
Skor Demokratis
Rendah 118 (58.8)
Tinggi 83 (41.2)
Skor Otoriter
Rendah 111 (55.2)
Tinggi 90 (44.8)
Skor Permisif
Rendah 127 (63.2)
Tinggi 74 (36.8)
Pilihan lebih dari satu*
50
4.2 Hasil Uji Hipotesis Penelitian
4.2.1 Analisis regresi variabel penelitian
Pada tahap ini, peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS.18. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab
3, dalam regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu melihat R square untuk
mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua, apakah
secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian
terakhir melihat signifikansi atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing
IV.
Pertama, peneliti melihat besaran R square untuk mengetahui berapa
persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel R square
dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini:
Tabel 4.2 Model Summary Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .880a .775 .766 4.50529 .775 94.779 7 193 .000
a. Predictors: (Constant), Jeniskelamin, Hubungan, Perasaandiri, Demokratis, Otoriter, Perasaanhidup, Permisif
Dari table 4.2 dapat terlihat bahwa perolehan R square sebesar 0.775 atau
77.5%. artinya proporsi varian dari adiksi cyberbullying yang dijelaskan oleh
semua independent variable adalah 77.5%, sedangkan sisanya 22.5% sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Selanjutnya, peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent
variable terhadap cyberbullying. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada table 4.3
sebagai berikut :
51
Tabel 4.3 Anova ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 13466.522 7 1923.789 94.779 .000a
Residual 3917.438 193 20.298
Total 17383.959 200
a. Predictors: (Constant), Jeniskelamin, Hubungan, Perasaan diri, Demokratis, Otoriter, Perasaan hidup,
Permisif
b. Dependent Variable: Cyberbullying
Jika melihat kolom dari kiri diketahui bahwa nilai signifikasinya adalah
0.000 (p < 0.05), maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang
signifikan dari seluruh independent variabel terhadap cyberbullying ditolak.
Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari hubungan dengan orang lain, perasaan
mengenai diri sendiri, perasaan terhadap hidup, demokratis, otoriter dan permisif
terhadap cyberbullying.
Terakhir, peneliti melihat koefisien regresi setiap independent variable.
Jika nilai t > 1.96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa
IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap cyberbullying. Adapun
penyajiannya ditampilkan pada table 4.4 sebagai berikut :
Tabel 4.4 Tabel Koefisien Regresi Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.179 2.270 .960 .338
Hubungan .051 .100 .052 .508 .612
Perasaandiri -.113 .042 -.111 -2.727 .007
Perasaanhidup .526 .065 .528 8.073 .000
Demokratis .060 .060 .057 .998 .319
Otoriter .164 .055 .165 2.972 .003
Permisif .267 .091 .275 2.940 .004
Jeniskelamin .175 .643 .009 .272 .786
a. Dependent Variable: Cyberbullying
52
Berdasarkan koefisien regresi pada table 4.4 dapat disampaikan persamaan
regresi sebagai berikut :
Cyberbullying = 2.179 – 0.051*hubungan dengan orang lain + 0.113*perasaan
mengenai diri sendiri + 0.526*perasaan terhadap hidup – 0.060*demokratis +
0.164*otoriter + 0.267*permisif – 0.175*jenis kelamin.
Dari table 4.4, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi
yang dihasilkan, kita cukup melihat nilai sig. pada kolom yang paling kanan
(kolom keenam dari kiri), jika P < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan
signifikan pengaruhnya terhadap cyberbullying dan sebaliknya. Dari hasil diatas
maka hanya koefisien regresi perasaan mengenai diri sendiri, perasaan terhadap
hidup, otoriter dan permisif yang signifikan sedangkan yang lainnya tidak.
Hal ini berarti bahwa dari delapan hipotesis minor hanya terdapat empat
yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh dari
masing-masing IV adalah sebagai berikut :
1. Variabel hubungan dengan orang lain, diperoleh nilai koefisien regresi
sebesar 0.051 (p > 0.05) yang berarti bahwa variabel hubungan dengan
orang lain tidak signifikan.
2. Variabel perasaan mengenai diri sendiri, diperoleh nilai koefisien regresi
sebesar -0.113 (p < 0.05) yang berarti bahwa variabel perasaan mengenai
diri sendiri secara negative mempengaruhi cyberbullying dan signifikan
yang berarti semakin tinggi perasaan mengenai diri sendiri, maka semakin
rendah cyberbullying pada orang tersebut dan begitu pula sebaliknya.
53
3. Variabel perasaan terhadap hidup, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0.526 (p < 0.05) yang berarti bahwa variabel perasaan terhadap hidup
secara positif mempengaruhi cyberbullying dan signifikan yang berarti
semakin tinggi perasaan terhadap hidup seseorang maka semakin tinggi
perilaku cyberbullying pada orang tersebut.
4. Variabel demokratis, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.060 (p >
0.05) yang berarti bahwa variabel demokratis tidak signifikan.
5. Variabel otoriter, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.164 (p < 0.05)
yang berarti bahwa variabel otoriter secara positif mempengaruhi
cyberbullying dan signifikan yang berarti semakin tinggi otoriter seseorang
maka semakin tinggi perilaku cyberbullying pada orang tersebut.
6. Variabel permisif, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.267 (p <
0.05) yang berarti bahwa variabel permisif secara positif mempengaruhi
cyberbullying dan signifikan yang berarti semakin tinggi permisif
seseorang maka semakin tinggi perilaku cyberbullying pada orang
tersebut.
7. Variabel jenis kelamin, diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.175 (p >
0.05) yang berarti bahwa variabel demokratis tidak signifikan.
4.2.2 Pengujian proporsi varians masing-masing variabel independent
Selanjutnya peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians
dari masing-masing independent variabel terhadap adiksi cyberbullying. Pada
tabel 4.5, kolom pertama adalah IV yang dianalisis satu per satu, kolom kedua
merupakan penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu persatu
54
tersebut, kolom ketiga merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang
dimasukkan secara satu persatu, kolom keempat adalah nilai F hitung bagi IV
yang bersangkutan, kolom df adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan
pula, yang terdiri dari numerator atau dumerator, kolom F tabel adalah kolom
mengenai nilai f dengan df yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah
akan dibandingkan dengan kolom nilai f hitung. Apabila nilai f hitung lebih besar
daripada f tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan
dituliskan signifikan dan sebaliknya. Besarnya proporsi varians pada adiksi
cyberbullying dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:
Table 4.5 Kontribusi Varians IV terhadap DV
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .723a .523 .520 6.45728 .523 217.917 1 199 .000
2 .733b .538 .533 6.37206 .015 6.359 1 198 .012
3 .868c .753 .750 4.66545 .216 172.350 1 197 .000
4 .870d .756 .751 4.64919 .003 2.380 1 196 .125
5 .874e .764 .758 4.58214 .008 6.778 1 195 .010
6 .880f .775 .768 4.49452 .010 8.677 1 194 .004
7 .880g .775 .766 4.50529 .000 .074 1 193 .786
a. Predictors: (Constant), Hubungan
b. Predictors: (Constant), Hubungan, Perasaandiri
c. Predictors: (Constant), Hubungan, Perasaandiri, Perasaanhidup
d. Predictors: (Constant), Hubungan, Perasaandiri, Perasaanhidup, Demokratis
e. Predictors: (Constant), Hubungan, Perasaandiri, Perasaanhidup, Demokratis, Otoriter
f. Predictors: (Constant), Hubungan, Perasaandiri, Perasaanhidup, Demokratis, Otoriter, Permisif
g. Predictors: (Constant), Hubungan, Perasaandiri, Perasaanhidup, Demokratis, Otoriter, Permisif, Jeniskelamin
Dari tabel di atas dapat disampaikan informasi sebagai berikut :
1. Variabel hubugan dengan orang lain memberikan sumbangan sebesar
52.3% dalam varians cyberbullying. Sumbangan tersebut signifikan secara
statistic dengan F = 217.917 dan df = 199
55
2. Variabel perasaan mengenai diri sendiri memberikan sumbangan sebesar
1.5% dalam varians cyberbullying. Sumbangan tersebut signifikan secara
statistic dengan F = 6.359 dan df = 198.
3. Variabel perasaan terhadap hidup memberikan sumbangan sebesar 21.6%
dalam varians cyberbullying. Sumbangan tersebut signifikan secara
statistic dengan F = 172.350 dan df = 197.
4. Variabel demokratis memberikan sumbangan sebesar 0.3% dalam varians
cyberbullying. Sumbangan tersebut signifikan secara statistic dengan F =
2.380 dan df = 196.
5. Variabel otoriter memberikan sumbangan sebesar 0.8% dalam varians
cyberbullying. Sumbangan tersebut signifikan secara statistic dengan F =
6.778 dan df = 195.
6. Variabel permisif memberikan sumbangan sebesar 1% dalam varians
cyberbullying. Sumbangan tersebut signifikan secara statistic dengan F =
8.677 dan df = 194.
7. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varians
cyberbullying. Sumbangan tersebut signifikan secara statistic dengan F =
0.074 dan df = 193.
56
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini, peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang
dilakukan. Bab ini terdiri atas kesimpulan, diskusi dan saran.
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini berdasarkan hasil yang
diperoleh adalah: “ada pengaruh yang signifikan dari self esteem dan pola asuh
orang tua terhadap perilaku cyberbullying pada siswa MAN 1 Tangerang”.
Artinya, proporsi varians dari cyberbullying yang dijelaskan oleh semua
independent variable (self esteem, pola asuh orang tua dan jenis kelamin) adalah
sebesar 77.5% sedangkan 22.5% sisanya dipengaruhi variabel lain di luar
penelitian.
5.2. Diskusi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat variabel yang memiliki
pengaruh signifikan terhadap cyberbullying. Variabel yang signifikan tersebut
adalah hubungan dengan orang lain, perasaan mengenai diri sendiri, perasaan
terhadap hidup, pola asuh otoriter dan pola asuh permisif.
Dimensi perasaan mengenai diri sendiri memiliki pengaruh signifikan dena
arah yang negatif terhadap perilaku cyberbullying. Dari arah yang negatif tersebut
dapat diartikan bahwa semakin rendah perasaan mengenai diri sendiri maka
semakin tinggi perilaku cyberbullying pada siswa tersebut, begitupun sebaliknya.
Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Hinduja (2010) yang
57
menyatakan bahwa anak-anak yang pernah mengalami cyberbullying dipengaruhi
oleh self-esteem mereka.
Dimensi perasaan terhadap hidup secara positif mempengaruhi cyberbullying
dan signifikan yang berarti semakin tinggi perasaan terhadap hidup seseorang
maka semakin tinggi perilaku cyberbullying pada orang tersebut. Kemudian pada
variabel hubungan dengan orang lain tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
perilaku cyberbullying. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa mampu menghargai
orang lain, selalu menyakini bahwa dirinya memiliki hak yang sama sebagaimana
manusia pada umumnya.
Dimensi toriter, yang berarti bahwa variabel otoriter secara positif
mempengaruhi cyberbullying dan signifikan yang berarti semakin tinggi otoriter
seseorang maka semakin tinggi perilaku cyberbullying pada orang tersebut. Hal
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Liau (2005) yang menyatakan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi cyberbullying adalah pengawasan
orang tua terhadap anak.
Dimensi permisif, yang secara positif memiliki pengaruh yang signifikan dan
positif terhadap perilaku cyberbullying. Hal ini berarti semakin tinggi permisif
seseorang, maka semakin tinggi perilaku cyberbullying pada orang tersebut.
Kemudian pada variabel demokratis yang dimana termasuk dimensi dari pola asuh
orang disini menunjukkan hasil yang tidak signifikan terhadap perilaku
cyberbullying pada remaja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak ada pengaruh
terhadap perilaku cyberbullying. namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
58
penelitian terdahulu Li (2005) yang menyatakan bahwa jenis kelamin memiliki
pengaruh yang signifikan.
5.3. Saran
Pada penelitian ini, penulis membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis
dan saran praktis. Penulis memberikan saran secara metodologis sebagai bahan
pertimbangan untuk perkembangan penelitian selanjutnya. Selain itu, peneliti juga
menguraikan saran secara praktis sebagai bahan kesimpulan dan masukan bagi
pembaca sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini.
5.3.1. Saran metodologis
1. Pada penelitian ini, sampel yang digunakan hanya pelaku cyberbullying di
satu sekolah yaitu MAN 1 Tangerang. Oleh karena itu pada penelitian
selanjutnya peneliti menyarankan agar menggunakan sampel dari beberapa
sekolah dan tidak terbatas melihat sampel pelaku saja, tetapi juga pada
korban dan pengamat sehingga mampu mendapatkan gambaran lain di luar
penelitian ini.
2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya perbandingan jumlah sampel
dipertimbangkan agar seimbang dari segi jenis kelamin agar gambaran
yang diperoleh dapat lebih akurat. Serta menggunakan faktor demografis
yang lain seperti tempat tinggal.
3. Beradasarkan hasil dari penelitian ini, untuk penelitian selanjutnya
disarankan untuk meneliti lebih lanjut pengaruh persepsi parenting
practice dan self-esteem dan diharapkan menambah variabel yang lebih
59
sesuai dan memiliki hubungan positif terhadap cyberbullying seperti
traditional bullying, school climate, strain, atau kecemasan sosial.
4. Pada penelitian ini menggunakan tiga buah instrumen yang terdiri atas satu
skala yang sudah diadaptasi (skala cyberbullying), satu skala yang sudah
diadaptasi (skala pola asuh orang tua) dan satu skala baku (skala self-
esteem). Untuk penelitian selanjutnya disarankan jika peneliti selanjutnya
ingin tetap meneliti dengan independent variable self-esteem disarankan
untuk menggunakan skala baku Rosenberg. Hal ini dikarenakan skala baku
Rosenberg menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami. Selain itu
skala baku Rosenberg hanya mengukur satu dimensi yaitu self-esteem itu
sendiri sehingga antar item tidak banyak memiliki korelasi dan
mengurangi tingkat social desirable.
5.3.2. Saran Praktis
1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada pengaruh pola asuh orang tua
dan self-esteem terhadap perilaku cyberbullying pada remaja. Sehingga
diharapkan kepada para remaja agar lebih bijak dalam menggunakan
internet dan tidak memposting tulisan yang memicu terjadinya perilaku
cybebrullying.
2. Peneliti menyarankan kepada para remaja untuk menggunakan waktu
luang dengan hal-hal yang positif, seperti menggunakan internet untuk
berlatih menulis seperti menulis hal-hal yang positif di blog. Bahkan
dengan kemudahan akses internet remaja dapat ikutserta dalam
mensosialisasikan bahaya dari perilaku cyberbullying.
60
3. Peneliti menyarankan bagi orang tua agar konsisten dalam menerapkan
peraturan. Selain itu, disarankan kepada orang tua untuk lebih menguasai
cara menggunakan internet dan memahami tools dalam social media
sehingga dapat memantau kegiatan anak ketika sedang online. Dengan
demikian anak akan lebih berhati-hati dalam berinteraksi karena merasa
diawasi oleh orang tua. peneliti menyarankan bagi orang tua agar
konsisten dalam menerapkan peraturan.
1
DAFTAR PUSTAKA
Barry, C. T., Frick, Paul. J., & Grafeman, S. J. (2008). Child Versus Parent
Reports of Parenting Practices. Assessment, 15, 294-303.
Baumrind, D. (1965). Parental control and parental love. Children. 12, 230-234.
Baumrind, D. (1966). Effects of authoritative parental control on child behavior,
child development. 57, 887-907.
Buri, J. R. (1991). Parental Authority Questionnaire (PAQ) : Journal of
Personality Assessment, 57, 110-119.
Calvete, E., Guadi, M.G, & George, F.. (2014). Psychometric Properties of the
Cyberbullying Questionnaire (CBQ) Among Mexican Adolescents :
Violence and Victims. 29, 232-242.
Campbell, M. A. (2007). Cyberbullying and Young People: An old problem in a
new guise. Australian Journal of Guidance and Counselling. 15, 68-76.
Frick, J. P., (1999). Age trends in the association between parenting practices and
conduct probles. Journals of behavioral modifications. 23, 106-128.
Guarini, A., Passini, S., Melloti, G., & Brighi, A. (2012). Risk and protective
factors on perpetration of bullying and cyberbullying. Study education. 23,
33-55.
Heirman, W. & Walver, M. (2008). Assesing Concerns and Issues about the
Mediation of Technology in Cyberbullying. Cyberpsychology: Journal of
Psychosocial Research on Cyberspace. 2,
http://cyberpsychology.eu/view.php?cisloclanku=2008111401&article=1
Hesse, B., Nelson., Kreps., Croyle, G., Arora, N., & Rimer, B. (2005). The impact
of the internet and its implications for health care providers: Finding from
the first health information national trends survey. Journal of
communication. 25(165), 261-262.
Hinduja, S. & Patchin, J.W. (2007). Offline consequences of online victimization:
School violence and deliquence. Journal of school violence. 6 (3), 89-113.
Doi. 10.1300/J202v06n03_06
Hinduja, S. & Patchin, J.W. (2010). Cyberbullying and self-esteem Journal of
School Health, 80 (12), 614-625.
2
Hinduja, S and Patchin, J.W. (2010). Cyberbullying and Suicide: Cyberbullying
Research Summary,
http://www.cyberbullying.us/cyberbullying_and_suicide_research_fact_sh
eet.pdf, 2010, retrieved August 20, 2011.
Hinduja, S and Patchin, J.W. Victimization of Adolescent Girls: Cyberbullying
Research Summary, from http://www.cyberbullying.us/
cyberbullying_girls_victimization.pdf, 2009, retrieved Feb 20, 2011.
Kowalski, R.M., Limber, S.P., & Agatston, P.W. (2008). Cyberbullying bullying a
the digital age, Victoria: Blackwell Publishing
Kowalski, R.M. (2008) Recognizing and treating victims and aggressive.
Psychiatry Times:Child & Adolescents Psychiatry, 25(11), 11-17 retrieve
from http//www.psychiatrictimes.com/display/article/10168/1336550
Liau K., Khoo, A., & Ang, P. H. (2005). Factors Influencing Adolescents
Engagement in Risky Internet Behavior : Cyber Psychology & Behavior,
8, 513-612.
Li, Q. (2005). New bottle but old wine, A research of cyberbullying in schools
Computer in human behavior, 5, 10-17.
Li, Q. (2006). Cyberbullying in schools: A research of gender differences. School
psychology international. 27, 157-170.
LI, Q. (2007). Cyberbullying in schools : An Examination of perservice teacher’s
perception. University of Calgary. 6(4), 263-270.
Lindenberg, S. Veenstra., R. Verhulst, F., & Winter, A.D. (2005). Bullying and
victimization in elementary school: a comparison of bullies, victims,
bully/victims and uninvolved preadolescent, Development Psychology, 41,
672-682.
Minchinton, J. (1993). Maximum self-esteem. Golden Book Center; Kuala
Lumpur.
Pyle, L. (2008) “Teens and Internet Communication: What's Normal and What's
A Problem?”, Alternative Journal of Nursing. July 2008, Issue 17.
Rivers, I., Noret, N., Poteat, V. P., & Ashurst, N. (2009). Observing Bullying at
School: Mental Health Implications of Witness Status : American
Psychological Association, 24, 211-223.
Rosenberg, M. (1965). Society and the adolescentself-image. Princeton, NJ:
Princenton University Press
3
Santrock, J. W. (2008). Adolescence : Twelfth edition. McGraw-Hill Higher
Education.
Samroni, I., Fauzi, L., & Yusdani, (2011). Facebook sehat tolak kkerasan
Yogyakarta; Pusat Studi Islam Universitas Islam Indonesia. Diunduh
tanggal 23 November 2014 dari
http://us.wap.vivanews.com/news/read/330067
Shariff, S. (2005). Cyber-Dilemmas in the New Millenium: School Obligations to
Ptovide Student Safety in A Virtual School Environment. Journal of
Education. 40, 457-462.
Simon, A.E., Wardle. J., Jarvis, M. J., Steggles. N., & Cartwright. M. (2003).
Examining the relationship between pubertal stage, adolescent health
behaviours and steers : Psychological medicine, 33, 1369-1379.
Suler, J. (2004). The online disinhibition effect. Cyberpsychology & Behavior. 7,
321-326.
Wasch, S., Wolf., & Pan, C. (2012). Cybergrooming: Risk factor, coping
strategies and associations with cyberbullying. Journal of psychotema. 24,
626-633. ISSN: 0214-9915.
Willard, N. (2005). Cyberbullying and Cyberthreats. Washington. U.S.
Department of Education.
Willard, N. (2006). Cyberbullying and cyberthreats: Responding to the challenge
of online social cruelty, threats and distress. Eugene, OR: Center for Safe
and Responsible Internet Use
Willard, N, (2007). Educator’s guide to cyberbullying and cyberthreats,
Retriviews from http://csriu.org/2007
Wolak, J., Mitchell, K.J., and Finkelhor, D. “Unwanted and Wanted Exposure to
Pornography in A National Sample of Youth Internet Users”, Pediatrics.
119(2), 247-257.
Ybarra, M. L., & Mitchell, J. K. (2004). Online aggressor/targets, aggressor and
targets: A comparison of associated youth characteristics. Journal of Child
Psychology and Psychiatry. 45, 1308-1316.