pengaruh permendagri nomor 32 tahun 2011 terhadap …

29
Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331 Vol.16, No.1 Januari 2018 99 PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP ALOKASI BELANJA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TENGAH Yohanes Suhardjo Fakultas Ekonomi Universitas Semarang (USM) Diterima: Juli 2017. Disetujui: Oktober 2017. Dipublikasikan: Januari 2018 ABSTRACT In principle, the nature of the grants and social assistance is not binding or continuous in the sense that the grant depends on the financial capacity of Regional and Local urgency and interest in awarding grants and social assistance. It is expected grants and social assistance will be able to provide a benefit for the local government in supporting the implementation of the implementation for the functions of government and community development, and is intended to support the achievement of program objectives and activities of the local government with regard to the principle of justice, decency, rationality and benefits to society. With the Minister Regulation No. 32 in 2011 on Grants and Social Assistance Originating from the Regional Budget is expected to be a guideline or guidance in the implementation of the Social Assistance Grants Award and order within their allocation. Keywords: Social Assistance; Grant; Public welfare ABSTRAK Pada prinsipnya, sifat hibah dan bantuan sosial tidak mengikat atau berkelanjutan dalam arti bahwa hibah bergantung pada kapasitas keuangan urgensi dan minat Regional dan Lokal dalam pemberian hibah dan bantuan sosial. Diharapkan hibah dan bantuan sosial akan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah daerah dalam mendukung pelaksanaan implementasi untuk fungsi pemerintah dan pengembangan masyarakat, dan dimaksudkan untuk mendukung pencapaian tujuan program dan kegiatan pemerintah daerah. berkenaan dengan prinsip keadilan, kesusilaan, rasionalitas dan manfaat bagi masyarakat. Dengan Peraturan Menteri No. 32 tahun 2011 tentang Hibah dan Bantuan Sosial yang Berasal dari Anggaran Daerah diharapkan menjadi pedoman atau pedoman dalam pelaksanaan Hibah Bantuan Sosial dan urutan dalam alokasi mereka. Kata Kunci: Bantuan Sosial; Hibah; Kesejahteraan masyarakat

Upload: others

Post on 05-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

99

PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP

ALOKASI BELANJA HIBAH DAN BANTUAN SOSIAL

DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TENGAH

Yohanes Suhardjo

Fakultas Ekonomi Universitas Semarang (USM)

Diterima: Juli 2017. Disetujui: Oktober 2017. Dipublikasikan: Januari 2018

ABSTRACT

In principle, the nature of the grants and social assistance is not binding or continuous in the

sense that the grant depends on the financial capacity of Regional and Local urgency and interest

in awarding grants and social assistance. It is expected grants and social assistance will be able

to provide a benefit for the local government in supporting the implementation of the

implementation for the functions of government and community development, and is intended to

support the achievement of program objectives and activities of the local government with regard

to the principle of justice, decency, rationality and benefits to society. With the Minister

Regulation No. 32 in 2011 on Grants and Social Assistance Originating from the Regional Budget

is expected to be a guideline or guidance in the implementation of the Social Assistance Grants

Award and order within their allocation.

Keywords: Social Assistance; Grant; Public welfare

ABSTRAK

Pada prinsipnya, sifat hibah dan bantuan sosial tidak mengikat atau berkelanjutan dalam arti

bahwa hibah bergantung pada kapasitas keuangan urgensi dan minat Regional dan Lokal dalam

pemberian hibah dan bantuan sosial. Diharapkan hibah dan bantuan sosial akan dapat memberikan

manfaat bagi pemerintah daerah dalam mendukung pelaksanaan implementasi untuk fungsi

pemerintah dan pengembangan masyarakat, dan dimaksudkan untuk mendukung pencapaian

tujuan program dan kegiatan pemerintah daerah. berkenaan dengan prinsip keadilan, kesusilaan,

rasionalitas dan manfaat bagi masyarakat. Dengan Peraturan Menteri No. 32 tahun 2011 tentang

Hibah dan Bantuan Sosial yang Berasal dari Anggaran Daerah diharapkan menjadi pedoman atau

pedoman dalam pelaksanaan Hibah Bantuan Sosial dan urutan dalam alokasi mereka.

Kata Kunci: Bantuan Sosial; Hibah; Kesejahteraan masyarakat

Page 2: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

100

PENDAHULUAN

Sejalan dengan adanya reformasi pengelolaan keuangan daerah pada tahun

2006 diterbitkan petunjuk teknis yang menjadi acuan atau pedoman dalam

pengelolaan keuangan daerah yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13

Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan menteri

tersebut merupakan pedoman umum bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan

tata kelola keuangan, di dalamnya diatur tentang kekuasaan pengelolaan keuangan

daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan

APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki

DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan

keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan

APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian

daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD. Adanya peraturan menteri tersebut

adalah sebagai upaya mewujudkan pengelolaan keuangan daerah agar tertib, taat

pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan

bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat

untuk masyarakat.

Seiring dengan berkembanganya sistem tatanan pemerintahan yang terus

berkembang mengikuti kebutuhan masyarakat, isu relevan yang terpenting saat ini

adalah mengenai belanja hibah dan belanja bantuan sosial, sebagai implikasi

diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang

Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah.

Dengan perubahan paradigma pemerintahan maka diterbitkannya

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 akan mendorong

Pemerintah Daerah untuk selektif dan akuntabel dalam pemberian Hibah dan

Bantuan Sosial. Peraturan Menteri Dalam Negeri ini membawa perubahan yang

sangat mendasar dalam pengelolaan Belanja Hibah dan Bantuan Sosial di Daerah

yang meliputi Perubahan pada Sistem Penganggaran, Pelaksanaan dan

Page 3: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

101

Penatausahaan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban serta Monitoring dan evaluasi

pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 diterbitkan

karena dalam pemberian hibah dan bantuan sosial sering kali disalahgunakan.

Berbagai penyimpangan kerap terjadi terkait belanja hibah dan bantuan sosial

melalui penganggaran dalam APBD, sehingga peruntukannya banyak yang kurang

tepat sasaran. Walaupun sebenarnya banyak masyarakat dan organisasi

kemasayarakatan yang sangat membutuhkan dana hibah dan bantuan sosial

tersebut.

Sebelum Peraturan Menteri Dalam Negeri ini dikeluarkan setiap

Kabupaten/Kota rata-rata sudah mempunyai aturan terkait pemberian

hibah/bantuan sosial yang bersumber dari APBD masing-masing daerah. Namun

karena perbedaan penafsiran dan kepentingan masing-masing daerah maka aturan

tersebut tidak seragam serta terkadang tidak tegas dan jelas. Dengan adanya

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 diharapkan adanya

keseragaman, ketegasan dan kejelasan dalam mekanisme pemberian Hibah dan

Bantuan Sosial.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011,

belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial merupakan dua jenis belanja yang

diperkenankan dianggarkan dalam APBD setiap tahunnya setelah melalui suatu

proses yang sistematis yaitu sebagai berikut:

Penganggaran Belanja Hibah: (1) Pemerintah, pemerintah daerah lainnya,

perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan mengajukan

usulan hibah secara tertulis kepada kepala daerah; (2) Kepala daerah menunjuk

SKPD terkait untuk melakukan evaluasi usulan tertulis; (3) Kepala SKPD

menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada kepala daerah melalui

TAPD; (4)TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi pada sesuai dengan

prioritas dan kemampuan keuangan daerah; (5) Rekomendasi kepala SKPD dan

pertimbangan TAPD menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran hibah dalam

rancangan KUA dan PPAS; (6) Pencantuman alokasi anggaran, meliputi anggaran

hibah berupa uang, barang dan/atau jasa; (7) Hibah berupa uang dicantumkan

Page 4: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

102

dalam RKA-PPKD; (8) Hibah berupa barang atau jasa dicantumkan dalam RKA-

SKPD; (9) RKA-PPKD dan RKA-SKPD menjadi dasar penganggaran hibah

dalam APBDsesuai peraturan perundang-undangan; (10) Hibah berupa uang

dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung, jenis belanja hibah, obyek,

dan rincian obyek belanja berkenaan pada PPKD; (11) Hibah berupa barang atau

jasa dianggarkan dalam kelompok belanja langsungyang diformulasikan kedalam

program dan kegiatan, yang diuraikan kedalam jenis belanja barang dan jasa,

obyek belanja hibah barang dan jasa berkenaan kepada pihak ketiga/masyarakat,

dan rincian obyek belanja hibah barang atau jasa kepada pihak ketiga/masyarakat

berkenaan pada SKPD; (12) Rincian obyek belanja dicantumkan nama penerima

dan besaran hibah.

Penganggaran Belanja Bantuan Sosial: (1) Anggota/kelompok masyarakat

menyampaikan usulan tertulis kepada kepala daerah; (2) Kepala daerah menunjuk

SKPD terkait untuk melakukan evaluasi usulan tertulis; (3) Kepala SKPD terkait

menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada kepala daerah melalui

TAPD; (4) TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi sesuai dengan

prioritas dan kemampuan keuangan daerah; (5) Rekomendasi kepala SKPD dan

pertimbangan TAPD menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran bantuan sosial

dalam rancangan KUA dan PPAS; (6) Pencantuman alokasi anggaran, meliputi

anggaran bantuan sosial berupa uang dan/atau barang; (7) Bantuan sosial berupa

uang dicantumkan dalam RKA-PPKD; (8) Bantuan sosial berupa barang

dicantumkan dalam RKA-SKPD; (9) RKA-PPKD dan RKA-SKPD menjadi dasar

penganggaran bantuan sosial dalam APBD sesuai peraturan perundangundangan;

(10) Bantuan sosial berupa uang dianggarkan dalam kelompok belanja tidak

langsung, jenis belanja bantuan sosial, obyek, dan rincian obyek belanja

berkenaan pada PPKD; (11) Bantuan sosial berupa barang dianggarkan dalam

kelompok belanja langsung yang diformulasikan kedalam program dan kegiatan,

yang diuraikan kedalam jenis belanja barang dan jasa, obyek belanja bantuan

sosial barang berkenaan yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat,

dan rincian obyek belanja bantuan sosial barang yang akan diserahkan pihak

Page 5: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

103

ketiga/masyarakat berkenaan pada SKPD; dan (12) Dalam rincian obyek belanja

dicantumkan nama penerima dan besaran bantuan sosial.

Pemberian hibah dan bantuan sosial pada prinsipnya bersifat tidak

mengikat atau terus menerus yang diartikan bahwa pemberian hibah sangat

tergantung pada kemampuan keuangan Daerah dan urgensi serta kepentingan

Daerah dalam pemberian hibah dan bantuan sosial, sehingga diharapkan hibah dan

bantuan sosial akan dapat memberikan nilai manfaat bagi Pemerintah Daerah

dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan. Selain itu pemberian hibah dan bantuan sosial ditujukan untuk

menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah dengan

memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk

masyarakat. Dengan adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun

2011 Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah diharapkan dapat menjadi pedoman atau panduan

dalam pelaksanaan pemberian Hibah dan Bantuan Sosial agar sesui dengan

peruntukkannya.

Oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh Penetapan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 terhadap alokasi belanja

hibah dan alokasi belanja bantuan sosial di Pemerintah Kabupaten/ Kota Provinsi

Jawa Tengah”.

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Motivasi

McShane et al. (2010) mendefinisikan motivasi sebagai “the forces within

a person than affect the direction, intensity and persistant of voluntay behavior”,

yang kurang lebih berarti menggambaran motivasi sebagai kekuatan dalam diri

seseorang yang mempengaruhi arah, intensitas dan kekuatan perilaku secara

sukarela.

Dalam bukunya, Luthans, Fred (2006) menuliskan motivasi berasal dari

kata latin movere yang berarti bergerak. Secara taknis, motivasi adalah proses

Page 6: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

104

yang dimulai dengan definisi fisiologis dan psikologis yang menggerakkan

perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif.

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat

menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu

kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi

intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi

yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang

ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan

lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri

bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan

kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi

psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk

memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:

(1)durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4)

ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;

(5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang

hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi

atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap

terhadap sasaran kegiatan.

Teori Otonomi Daerah

Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti

sendiri dan nomos yang berarti hukum atau peraturan. Dengan demikian otonomi

adalah pemerintahan yang mampu menyelenggarakan pemerintahan yang

dituangkan dalam peraturan sendiri, sesuai dengan aspirasi masyarakat

(Sarundajang, 2000). Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak wewenang dan

kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Rosidin, 2010). Secara

prinsipil terdapat dua hal yang tercakup dalam otonomi, yaitu hak wewenang

untuk memanajemeni daerah tersebut dan tanggungjawab terhadap kegagalan

dalam memanajemeni daerah tersebut. Adapun daerah dalam arti Local State

Page 7: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

105

Goverment adalah pemerintah di daerah yang merupakan kepanjangan tangan dari

pemerintah pusat (Riant, 2000)

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Otonomi daerah

merupakan hak wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Menurut I Gede Pantja Astawa (2009),

menyatakan bahwa dasar pemikiran yang melatar belakangi pilihan terhadap

otonomi daerah adalah: (1) Dorongan efisiensi dan efektivitas pengaturan

(regelen) dan penyelenggaraan (bestuuren) pemerintahan. Dengan kewenangan

untuk mengatur sendiri bidang-bidang ataupun urusan-urusan pemerintahan

tertentu yang menjadi urusan rumah tangga daerah, pembuatan aturan dapat

dilakukan secara efisien dan cepat. Selain pembuatan aturan secara efisien, cepat

dan mudah juga lebih efektif karena lebih konkret dengan jangkauan yang terbatas

sehingga mudah diterapkan. Begitu pula, penyelenggaraan pemerintahannya akan

lebih efektif dan efisien. Selain karena teritorial pemerintahan yang terbatas,

pelaksanaan fungsi pelayanan disesuaikan secara nyata dengan keadaan dan

kebutuhan rakyat setempat; (2) Untuk menjamin kesejahteraan, kemakmuran dan

keadilan sosial bagi rakyat setempat, fungsi pelayanan untuk maksud itu dapat

terlaksana dengan baik kalau satuan pemerintahan didekatkan dengan rakyat yang

dilayaninya disertai kebebasan untuk mengatur dan menentukan macam dan cara

pelayanan yang tepat bagi lingkungan masyarakat setempat; (3) Sebagai bagian

dalam proses demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan, partisipasi rakyat

melalui sistem perwakilan rakyat daerah seperti pemilihan pimpinan pemerintah

daerah oleh rakyat, hak daerah otonom untuk membuat peraturan daerah (Perda)

melalui tata cara demokrasi, dan lain-lain, akan memperluas jangkauan

pelaksanaan demokrasi sampai ke daerah. Perluasan ini tidak saja penting bagi

penyelenggara demokrasi, tetapi juga pemerintahan daerah yang demokratis

merupakan tempat mendidik dan menyiapkan kader-kader pimpinan daerah yang

diharapkan tumbuh menjadi demokrat bangsa secara nasional.

Ada 4 unsur otonomi daerah, yaitu: (1) Memiliki perangkat pemerintah

sendiri yang ditandai dengan adanya kepala daerah DPRD, dan pegawai daerah;

Page 8: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

106

(2) Memiliki urusan rumah tangga sendiri yang ditandai dengan adanya dinas-

dinas daerah; (3) Memiliki sumber keuangan sendiri yang ditandai dengan adanya

pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah dan pendapatan dinas-dinas

daerah; (4) Memiliki wewenang untuk melaksanakan inisiatif sendiri sepanjang

tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Otonomi daerah membawa dua implikasi khusus bagi pemerintah daerah,

yaitu pertama adalah semakin meningkatnya biaya ekonomi (high cost economy)

dan yang kedua adalah efisiensi efektivitas. Oleh karena itu desentralisasi

membutuhkan dana yang memadai bagi pelaksanaan pembangunan di daerah.

Apabila suatu daerah tidak memiliki sumber-sumber pembiayaan yang memadai,

akan mengakibatkan daerah bergantung terus terhadap pembiayaan pemerintah

pusat. Ketergantungan terhadap pembiayaan pemerintah pusat merupakan kondisi

yang tidak sesuai dengan asas otonomi daerah.

Apabila suatu daerah tidak memiliki sumber-sumber pembiayaan yang

memadai maka dari hal ini akan mengakibatkan daerah bergantung terus terhadap

pembiayaan pemerintah pusat. Ketergantungan terhadap pembiayaan pemerintah

pusat merupakan kondisi yang tidak sesuai dengan asas otonomi daerah. Oleh

karena itu perlu suatu upaya oleh pemerintah daerah dalam memutus

ketergantungan tersebut dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah.

Beberapa kriteria yang dapat dijadikan ukuran agar suatu daerah dikatakan

mampu untuk mengurus rumah tangganya sendiri: (1) Kemampuan struktur

organisasinya struktur organisasi pemerintah daerah yang mampu menampung

seluruh aktivitas dan tugas yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah; (2)

Kemampuan aparatur pemerintah daerah aparatur pemerintah daerah mampu

menjalankan tugas dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus rumah

tangga daerahnya. Oleh karena itu, dalam mencapai tujuan yang diinginkan

daerah dibutuhkan keahlian, moral, disiplin dan kejujuran dari aparatur daerah;

(3) Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat pemerintah daerah harus

mampu mendorong masyarakat agar bersedia terlibat dalam kegiatan

pembangunan nasional. Karena peran serta masyarakat sangat penting dalam

menunjang kesuksesan pembangunan daerah; (4) Kemampuan keuangan daerah

Page 9: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

107

suatu daerah dikatakan mampu mengurus rumah tangganya sendiri apabila

pemerintah daerah tersebut mampu membiayai semua kegiatan pemerintahan,

pembangunan dan kemasyarakatan.

Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan

mendesentralisasikan kewenangan yang sebelumnya tersentralisasi oleh

pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi, kekuasaan pemerintah pusat

dialihkan ke pemerintah daerah sebagaimana mestinya sehingga terwujud

pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah kabupaten dan kota seluruh Indonesia.

Jika dalam kondisi semula, arus kekuasaan pemerintahan bergerak dari daerah ke

tingkat pusat, diidealkan bahwa sejak ditetapkannya kebujakan otonomi daerah

itu, arus dinamika kekuasaan akan terus bergerak sebaliknya, yaitu dari pusat ke

daerah (Rosidi, 2010).

Dengan adanya otonomi, daerah diharapkan akan lebih mandiri dalam

memnentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu

aktfi mengatur daerah (Widjaja, 2002). Pemerintah daerah diharapkan mampu

memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah tanpa

intervensi dari pihak lain, yang disertai dengan pertanggungjawaban publik

(masyarakat daerah), serta pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat, sebagai

konsekuensi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (Rosidin, 2010)

Teori Kepemimpinan

Secara etimologi kepemimpinan dapat diartikan yaitu kemampuan dan

kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar

melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang

bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok.

Teori kepemimpinan pemerintahan lebih berkonotasi kekuasaan disatu pihak dan

pelayanan dipihak lain. Yaitu otokratis, psikologis, sosiologis, suportif,

lingkungan, sifat, kemanusiaan, pertukaran, situasional dan kontingensi.

Teori Akuntabilitas Publik

Akuntabilitas merupakan konsep yang memiliki arti luas dan sering

diungkapkan dengan berbagai prosperktif yang berbeda. Dari prospektif publik

Page 10: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

108

akuntabilitas berarti bahwa mereka yang memiliki kekuasaan harus dapat

mempertanggungjawabkan tindakannya kepada publik, baik secara langsung

maupun tidak langsung (Therkidsen, 2001). Dari prespektif keuangan,

akuntabilitas merupakan konsep yang telah mendapatkan perhatan dan penekanan

dalam literatur akuntansi dan keuangan publik di era modern karena ketiadaan

akuntabilitas dapat membuka keran korupsi, penyimpangan dan mismanajemen

sumber daya umum (Raimi, Suara dan Fadipe, 2013).

Secara umum, akuntabilitas berkaitan dengan kontrol dan kemampuan

untuk mempertanggungjawabkan (Vries dan sobis, 2010). Dalam konteks Hibah

dan Bantuan Sosial, akuntabilitas berarti kontrrol dan pertanggungjawaban

Pemerintas Daerah atas alokasi sumber daya finansial berupa anggaran belanja,

yang berarti pemerintah harus dapat mempertanggungjawabkan penggunaan uang

Daerah dalam rangka pemberian Hibah dan Bantuan Sosial kepada masyarakat

ataupun kelompok masyarakat.

Akuntabilitas tidak akan terjadi dalam suatu organisasi publik maupun

swasta tanpa adanya catatan akuntansi dan sitem pengendalian internal yang

memadai. Dengan kata lain, tidak adanya metode dan sistem akuntansi maka tidak

ada akuntabilitas (Raimi, Suara dan Fadipe, 2013).

Siklus Keuangan Daerah

Adapun siklus keuangan daerah adalah sebagai berikut: (1) Proses

Penyusunan APBD dimulai dengan penyusunan rancangan Kebijakan Umum

APBD (KUA) dan dokumen Proiritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).

Kedua dokumen tersebut kemudian dibahas bersama DPRD untuk menghasilkan

sebuah Nota Kesepakatan KUA dan PPA. Berdasarkan Nota Kesepakatan

tersebut, Kepala Daerah memnyampaikan Surat Edaran yang berisi Pedoman

Penyusunan RKA-SKPD yang kemudian ditindaklanjuti oleh SKPD-SKPD

dengan melakukan penyusunan RKA-SKPD. PPKD melakukan kompilasi RKA-

SKPD menjadi Raperda APBD untuk dibahas dan memperoleh persetujuan

bersama dengan DPRD sebelum diajukan dalam proses Evaluasi. Proses

penetapan Perda APBD baru dapat dilakukan jika Mendagri/Gubernur

Page 11: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

109

menyatakan bahwa Perda APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum

dan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Dalam kasus tertentu dimana DPRD

tidak mengambil keputusan bersama, Kepala Daerah dapat menyusun Peraturan

Kepala Daerah tentang APBD; (2) Pelaksanaan dan Penatausahaan Belanja;

(3) Pelaksanaan dan Penatausahaan Pendapatan; (4) Akuntansi dan Pelaporan (5)

Perubahan APBD. Perubahan APBD dapat terjadi jika: (a) Terdapat

perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD; (b)

Terdapat keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar

unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; (c) Terjadi keadaan yang

menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk

pembiayaan anggaran yang berjalan; dan (d) Terjadi keadaan darurat, pemerintah

daerah melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang

selajutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan /atau disampaikan

dalam laporan Realitas Anggaran.

Belaja Daerah

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 dan perubahan kedua

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja daerah adalah kewajiban

pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja

daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang dapat

mengakibatkan berkurangnya nilai ekuitas dana sebagai kewajiban daerah dalam

satu tahun anggaran serta tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh

daerah (Sony Yuwono, 2008).

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 dan perubahan

kedua dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Page 12: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

110

Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja dikelompokkan

menjadi: (1) Belanja Langsung. Belanja Langsung adalah belanja yang

dianggarkan terkait secara langsung dengan program dan kegiatan. Belanja

Langsung terdiri dari belanja: (a) Belanja pegawai; (b) Belanja barang dan jasa,

(c) Belanja modal. (2) Belanja Tidak Langsung. Belanja Langsung merupakan

belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan

program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis

belanja yang terdiri dari: (a) Belanja pegawai; (b) Belanja bunga; (c) Belanja

subsidi; (d) Belanja hibah; (e) Belanja bantuan sosial (f) Belanja bagi hasil kepada

provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa.

Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa belanja daerah dipergunakan dalam rangka

mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi atau

kabupeten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang

penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan

bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah

yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Daerah

yang diperoleh baik dari Pendapatan Asli Daerah maupun dari dana perimbangan

tentunya digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai Belanja Daerah.

Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja),

oganisasi dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokkan belanja yang

didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktifitas. Klasifikasi

belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar

Akuntansi Pemerintah untuk tujuan pelaporan keuangan menjadi: (1) Belanja

Operasi. Belanja Operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari

pemerintah pusat/daerah yang member manfaat jangka pendek. Belanja Operasi

meliputi: (a) Belanja pegawai; (b) Belanja barang; (c) Bunga; (d) Subsidi; (e)

Hibah; (f) Bantuan sosial. (2) Belanja Modal. Belanja Modal adalah pengeluaran

anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari

Page 13: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

111

satu periode akuntansi. Nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar harga

beli/bangunan aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan

pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Belanja Modal

meliputi: (a) Belanja modal tanah; (b) Belanja modal peralatan dan mesin; (c)

Belanja modal gedung dan bangunan; (d) Belanja modal jalan, irigasi dan

jaringan; (e) Belanja modal aset tetap lainnya; (f) Belanja aset lainnya (aset tak

berwujud). (3) Belanja Lain-lain/belanja Tak Terduga. Belanja lain-lain atau

belanja tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tida

biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam,

bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan

dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah. (4) Belanja

Transfer. Belanja Transfer adalah pengeluaran anggaran dari entitas pelaporan

yang lebih tinggi ke entitas pelaporan yang lebih rendah seperti pengeluaran dana

perimbangan oleh pemerintah provinsi ke kabupaten /kota serta dana bagi hasil

dari kabupaten/kota ke desa.

Berdasarkan kelompoknya Hibah dan Bantuan Sosial merupakan Belanja

Tidak Langsung, dimana sifat belanjanya dianggarkan tidak terkait secara

langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sedangkan berdasarkan

klasifikasi ekonomi, Hibah dan Bantuan Sosial merupakan Belanja Operasi yang

merupakan pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah Daerah

yang member manfaat jangka pendek.

Belanja Hibah

Pengertian belanja hibah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 32 Tahun 2011, “Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari

pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan

daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah

ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak

secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan

pemerintah daerah”. Filosofi hibah pada intinya adalah pengalihan tanggung

jawab dari pemberi hibah kepada penerima hibah berdasarkan Naskah Perjanjian

Page 14: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

112

Hibah (NPHD) sehingga yang menjadi obyek pemeriksaan adalah penerima

hibah.

Pemberian hibah pada prinsipnya bersifat tidak mengikat atau terus

menerus yang diartikan bahwa pemberian hibah sangat tergantung pada

kemampuan keuangan Daerah dan urgensi serta kepentingan Daerah dalam

pemberian hibah, sehingga diharapkan hibah dimaksud akan dapat memberikan

nilai manfaat bagi Pemerintah Daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi

Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan. Dalam menentukan organisasi

atau lembaga yang akan diberikan hibah dilakukan secara selektif, akuntabel,

transparan dan berkeadilan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan

daerah.

Pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program

dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan,

rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.

Belanja Bantuan Sosial

Belanja bantuan sosial merupakan salah satu jenis belanja tidak langsung

dalam APBD. Artinya, pengalokasian sumberdaya ke dalam belanja ini tidak

didasarkan pada target kinerja kinerja yang ingin dicapai oleh SKPD. Pemerintah

daerah dapat memberikan bantuan sosial kepada kelompok/ anggota masyarakat

yang dilakukan secara selektif untuk meningkatkan kualitas sosial dan ekonomi

masyarakat. Pada prinsipnya, belanja bantuan sosial dimaksudkan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011, bantuan

sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah

kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak

secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari

kemungkinan terjadinya resiko sosial. Resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa

yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung

oleh individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis

Page 15: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

113

sosial, krisis ekonomi, krisis politik, bencana, atau fenomena alam, yang jika tidak

diberikan belanja ban­tuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup

dalam kondisi wajar. Belanja bantuan sosial tidak dipengaruhi oleh permasalahan

yang dihadapi masyarakat secara umum, namun lebih spesifik dan insidentil.

Bantuan sosial dapat diberikan berupa uang atau pun barang yang

bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Batuan sosial dalam

bentuk uang dianggarkan oleh PPKD dalam kelompok belanja tidak langsung,

sedangkan antuan sosial dalam bentuk barang dianggarkan dalam bentuk program

dan kegiatan oleh SKPD dalam kelompok belanja langsung. Proses pengadaan

barang tersebut dilakukan oleh SKPD sesuai dengan Peraturan Perundang-

undangan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pemberian

Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan

Belanja Daerah

Dalam Peraturaturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011

Tentang Pedoman Pemberian Belanja Hibah dan Banruan Sosial yang Bersumber

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mengatur bahwa daerah

diperbolehkan memberikan hibah dan bantuan sosial kepada anggota/kelompok

masyarakat sesuai kemampuan keuangan daerah, setelah memprioritaskan

pemenuhan belanja urusan wajib dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan,

rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat. Yang dapat menerima bantuan sosial

juga telah ditentukan yaitu individu, keluarga, dan/atau masyarakat yang

mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi,

politik, bencana, atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup

minimum maupun lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan

bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/atau

masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Sedangkan kriteria dalam memberikan bantuan sosial harus selektif,

memenuhi persyaratan penerima bantuan, bersifat sementara dan tidak terus

menerus, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan dan sesuai tujuan

Page 16: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

114

penggunaan. Sedangkan kriteria persyaratan penerima bantuan adalah memiliki

identitas yang jelas serta berdomisili dalam wilayah administratif pemerintahan

daerah berkenaan.

Tujuan penggunaan bantuan sosial yang telah diatur adalah untuk

rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial,

penanggulangan kemiskinan dan penanggulangan bencana.

Dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011, telah

terjadi perubahan hal yang sangat mendasar, yaitu: (1) Semua penerima hibah

harus dicantumkan dalam RKA SKPD dan RKA PPKD sampai dengan rincian

objek. Artinya dalam menyusun RKA sudah harus dipastikan siapa penerimanya

dan berapa besarnya. Yang selanjutnya setelah Ranperda APBD ditetapkan,

kepala Daerah akan menetapkan Keputusan Kepala Daerah tentang Daftar

Penerima Hibah Bansos. (2) Tidak dapat lagi menganggarkan hibah bansos baik

sebagian maupun keseluruhan dalam bentuk gelondongan (hanya sampai jenis

belanja).

Penerima bansos seperti anggota/kelompok masyarakat juga harus

mengetahui bahwa untuk mendapatkan bantuan sosial mereka harus

menyampaikan usulan tertulis kepada kepala daerah biasanya dalam bentuk

proposal. Selanjutnya proposal tersebut akan dibahas mulai dari internal

pemerintah daerah selanjutnya sampai kepada DPRD utuk ditetapkan dlam

APBD. Dengan demikian apabila anggota/kelompok masyarakat tidak

mengajukan proposal tidak akan diberikan bantuan sosial.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011

penerima bantuan sosial bertanggungjawab secara formal dan material atas

penggunaan bantuan sosial yang diterimanya. Pertanggungjawaban itu meliputi

laporan penggunaan bantuan sosial oleh penerima bantuan sosial, surat pernyataan

tanggungjawab yang menyatakan bahwa bantuan sosial yang diterima telah

digunakan sesuai dengan usulan dan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan

sah sesuai peraturan perundang-undangan bagi penerima bantuan sosial berupa

uang atau salinan bukti serah terima barang bagi penerima bantuan sosial berupa

Page 17: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

115

barang. Dan pertanggungjawaban itu disampaikan kepada kepala daerah paling

lambat tanggal 10 bulan Januari tahun anggaran berikutnya.

METODE PENELITIAN

Variabel Penelitian

Variabel Penelitian adalah objek yang berbentuk apa saja yang ditentukan

oleh peneliti untuk dicari informasinya, dengan tujuan untuk ditari suatu

kesimpulan. Variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu

nilai berbeda. Dengan demikian, variabel itu merupakan suatu yag bervariasi.

Pada dasarnya setiap variabel adalah suatu konsep, yaitu konsep yang bersifat

khusus yang mengandung variasi nilai. Sementara itu yang dimaksud dengan

konsep variabel adalah konsep yang bersifat obserfatif, maksudnya konsep yang

sudah sangat dekat dengan fenomena-fenomena atau obyek-obyek yang diamati.

Jadi konsep variabel merupakan sebutan umum yang mewakili semua atribut,

dimensi atau nilai yang perlu diamati.

Untuk penelitian Pengaruh Penetapan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 32 tahun 2011 tentang Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang

Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap Alokasi

Belanja Hibah dan Alokasi Belanja Bantuan Sosial di Pemerintah Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Tengah, maka operasionalisasi variabel yang digunakan adalah

Variabel Amatan yaitu Variabel Belanja Hibah dan Variabel Bantuan Sosial.

Sedangkan yang menjadi stimulusnya adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang

Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah aspek penelitian yang memberikan informasi

kepada kita tentag bagaimana cara mengukur variabel. Adapun definisi

operasional variabel adalah sebagai berikut: (a) Belanja Hibah adalah pemberian

uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah

daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan,

yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak

Page 18: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

116

mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang

penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Dalam penelitian ini Belanja Hibah

yang akan digunakan sebagai penelitian adalah Belanja Hibah Tahun Anggaran

2010 dan 2012. (b) Belanja Bantuan Sosial adalah pemberian bantuan berupa

uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok

dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang

bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Dalam

penelitian ini Belanja Bantuan Sosial yang akan digunakan sebagai penelitian

adalah Belanja Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2010 dan 2012. Sedangkan

stimulusnya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011

Tentang Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran

Peraturan menteri ini berisikan mengenai aturan bahwa daerah diperbolehkan

memberikan hibah dan bantuan sosial kepada anggota/kelompok masyarakat

sesuai kemampuan keuangan daerah, setelah memprioritaskan pemenuhan belanja

urusan wajib dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan

manfaat untuk masyarakat. Peraturan menteri ini terbitkan per tanggal 27 Juli

2011 dan mulai diberlakukan tahun 2012..

Jenis dan Sumber Data

Data sering diartikan sebagai bukti empiris yang dihasilkan melalui

observasi yang sistematis dengan menggunakan pancaindera manusia dan

peralatan bantu yang ada. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan melihat

sumber datanya. Kriteria data dibedakan berdasarkan cara memperolehnya adalah

data primer dan sekunder. Pengertian data primer menurut Sugiyono (2010)

adalah: “Data primer yaitu Sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data”.

Sehingga dapat diartikan bahwa data primer adalah data yang diperoleh

secara langsung dari lapangan penelitian dan diberikan kepada pengumpul data

baik dari hasil wawancara, focus group discussion, kuesioner, observasi.

Page 19: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

117

Sedangkan dalam pengumpulan data lain dapat menggunakan sumber data

sekunder. Pengertian data sekunder menurut Umi Narimawati (2008) adalah

sebagai berikut:

”Data sekunder adalah data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal mencari dan

mengumpulkan”.

Pengertian sumber sekunder menurut Sugiyono dalam buku Metode

Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (2007) adalah:

”Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data ”.

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data

sekunder karena, pengumpulan data yang dibutuhkan bersumber tidak langsung.

Setelah data-data terkumpul, data tersebut akan diolah sehingga akan menjadi

sebuah informasi bagi peneliti tentang keadaan objek penelitian. Data sekunder

dalam penelitian ini adalah data Belanja Hibah dan Bantuan Sosial yang

bersumber dari APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah untuk tahun

anggaran 2010 dan 2012.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan cara-cara untuk memperoleh data

dan keterangan yang diperlukan dalam penelitian. Dalam penelitian ini metode

pengumpulan data yang digunakan adalah metode studi dokumenter. Dokumen

yang digunakan adalah Realisasi Belanja Hibah dan Realisasi Belanja Bantuan

Sosial di Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa Tengah untuk Tahun Anggaran 2010

dan 2012.

Metode Analisa Data

Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data ke dalam

bentuk yang lebih mudah di baca dan di pahami. Analisis data yang dikemukakan

Sugiyono (2007) bahwa analisis data adalah: Analisis data adalah proses mencari

dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

Page 20: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

118

lapangan dan bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat

diinformasikan kepada orang lain.

Peneliti melakukan analisis terhadap data yang telah diuraikan dengan

menggunakan metode kuantitatif yaitu: (1) Uji Normalitas, Menurut V.Wiratna

Sujarweni (2015), uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam

variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak

digunakan dalam penelitian adalah data-data yang memiliki distribusi normal.

Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Uji Normal

Kolmogorov-Smirnov. (2) Pengujian Hipotesis: Uji Beda, Pengujian ini dilakukan

untuk menguji apakah sample mempunyai perbedaan nyata dengan sample lain

(V.Wiratna Sujarweni, 2015). Dalam penelitian ini uji beda yang digunakan

adalah: (a) Paired Sample t Test Paired Sample t Test digunakan untuk

mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata dua sample (dua kelompok) yang

berpasangan atau berhubungan. Uji Paired Sample t Test merupakan bagian dari

statistik parametrik, oleh karena itu sebagaimana aturan dalam statistik parametrik

data penelitia harus lah berdistribusi normal. Kriteria yang digunakan pada

penelitian ini untuk menarik kesimpulan adalah jika Sig > 0,05 maka hipotesis nol

(H0) ditolak. (b) Wilcoxon Signed Rank merupakan uji statistik yang dilakukan

untuk melihat apakah ada perbedaan median dari suatu observasi

berpasangan dengan memperhitungkan besarnya selisih-selisih dari dua

observasi yang bersesuaian. Wilcoxon Sign Rank Test merupakan suatu uji

nonparametrik yang biasanya digunakan pada data-data kualitatif (skala nominal

dan ordinal) atau untuk data kuantitatif yang tidak berdistribusi normal. Data

dikumpulkan berdasarkan dua sampel yang dependen (Related Sample, bisa

Paired/Match, Before-and-after, atau Repeated Measure). Untuk sampel kecil, n <

25 bandingkan T dengan Ttabel dari daftar signed test, sedangkan untuk sampel

besar, n ≥ 25 menggunakan pendekatan normal sebagai berikut:

; dimana dan

Page 21: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

119

Kriteria yang digunakan pada penelitian ini untuk menarik kesimpulan

adalah jika nilai signifikansi P-value < α (=0,05) maka hipotesis nol (H_0)

ditolak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah

Provinsi Jawa Tengah merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak

di bagian tengah Pulau Jawa. Ibu kotanya adalah Semarang. Provinsi ini

berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan

Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan

Laut Jawa di sebelah utara. Luas wilayahnya 32.548 km², atau sekitar 28,94% dari

luas pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di

sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun

Jawa di Laut Jawa.

Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 29 kabupaten dan 6

kota. Administrasi pemerintahan kabupaten dan kota ini terdiri atas 545

kecamatan dan 8.490 desa/kelurahan.

Berikut adalah data 35 Kabupate/Kota di Provinsi Jawa Tengah:

Tabel 2. Data Pemerintah Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah

No Kabupaten/Kota Ibukota Luas Wilayah

1 Kabupaten Banjarnegara Banjarnegara 1.023,73 km²

2 Kabupaten Banyumas Purwokerto 1.335,30 km²

3 Kabupaten Batang Batang 788,65 km²

4 Kabupaten Blora Blora 1.804,59 km²

5 Kabupaten Boyolali Boyolali 1.008,45 km²

6 Kabupaten Brebes Kota Brebes 1.902,37 km²

7 Kabupaten Cilacap Cilacap 2.124,47 km²

8 Kabupaten Demak Demak 900,12 km²

9 Kabupaten Grobogan Purwodadi 2.013,86 km²

10 Kabupaten Jepara Jepara 1.059,25 km²

11 Kabupaten Karanganyar Karanganyar 775,44 km²

12 Kabupaten Kebumen Kebumen 1.211,74 km²

13 Kabupaten Kendal Kendal 1.118,13 km²

14 Kabupaten Klaten Kota Klaten 658,22 km²

15 Kabupaten Kudus Kudus 425,15 km²

16 Kabupaten Magelang Kota Mungkid 1.102,93 km²

Page 22: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

120

17 Kabupaten Pati Pati 1.489,19 km²

18 Kabupaten Pekalongan Kajen 837,00 km²

19 Kabupaten Pemalang Kota Pemalang 1.118,03 km²

20 Kabupaten Purbalingga Purbalingga 677,55 km²

21 Kabupaten Purworejo Purworejo 1.091,49 km²

22 Kabupaten Rembang Rembang 887,13 km²

23 Kabupaten Semarang Ungaran 950,21 km²

24 Kabupaten Sragen Sragen 941,54 km²

25 Kabupaten Sukoharjo Sukoharjo 489,12 km²

26 Kabupaten Tegal Slawi 876,10 km²

27 Kabupaten Temanggung Temanggung 837,71 km²

28 Kabupaten Wonogiri Wonogiri 1.793,67 km²

29 Kabupaten Wonosobo Wonosobo 981,41 km²

30 Kota Magelang Magelang 16,06 km²

31 Kota Pekalongan Pekalongan 45,25 km²

32 Kota Salatiga Salatiga 57,36 km²

33 Kota Semarang Semarang 373,78 km²

34 Kota Surakarta Surakarta 46,01 km²

35 Kota Tegal Tegal 39,68 km²

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan sample yang digunakan adalah Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang mengalokasikan Belanja Hibah dan Belanja

Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2010 dan 2012. Dengan kriteria tersebut

sehingga didapatkan 33 sampel yang yang terdiri dari 27 Kabupaten dan 6 Kota

di Jawa Tengah.

Uji Normalitas

Dalam penelitian ini normalitas data dilihat dengan cara melakukan uji

Kolmogorov-Smirnov. Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah

variabel-variabel yang digunakan terdistribusi secara normal atau tidak. Sehingga

akan dapat menentukan langkah selanjutnya dalam uji beda. Secara keselruhan

hasil uji normalitas dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas

Statistik Signifikan

Belanja Hibah 2010 0,110 0,200

Belanja Hibah 2012 0,154 0,047

Belanja Bantuan Sosial 2010 0,189 0,004

Belanja Bantuan Sosial 2012 0,277 0,000

Dari tabel 4.3 didapatkan hasil bahwa dalam uji Kolmogorov-Smirnov

variabel Belanja Hibah 2010 tingkat signifikasi lebih dari 0,05, sedangkan

variabel Belanja Hibah 2012 yang berarti data terdistribusi normal, Belanja

Page 23: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

121

Bantuan Sosial 2010, Belanja Bantuan Sosial 2012 tingkat signifikasi kurang dari

0,05 yang berarti data terdistribusi tidak normal. Sehingga dalam Uji Beda akan

dilakukan menggunakan Uji Paired t Test untuk data yang terdistribusi normal

(Belanja Hibah) dan Uji Wilcoxon Signed Rank Test untuk data yang terdistribusi

tidak normal (Belanja Bantuan Sosial).

Pengujian Hipotesis

Paired Sample t Test

Paired Sample t Test digunakan untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan rata-rata dua sample (dua kelompok) yang berpasangan atau

berhubungan yang terdistibusi normal. Hasil pengujian untuk Belanja Hibah

diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil Uji Beda Belanja Hibah Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Pair 1 BELANJA HIBAH 2010 - BELANJA HIBAH 2012

(16.498.6

59.792)

27.482.0

45.536

4.784.010.

068

(26.243.369.

414)

(6.753.950.

170) -3,449 32 ,002

Dalam Paired t Test jika t value diatas 1,96 selalu bisa diterima pada taraf

sig 95% atau lebih besar dariada 2,56 diterima pada sig 99%. Dari tabel 4.5 hasil

uji hipotesis Belanja Hibah menunjukkan bahwa t value sebesar -3,449 yang

berarti pengaruh penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun

2011 diterima pada taraf 99%. Untuk Sig.(2-tield) menunjukkan 0,002 yang

kurang dari taraf signifikasi 0,05 yang berarti bahwa hipotesis dalam penelitian ini

menolak dan menerima . Dengan demikian dapat berarti bahwa

“Penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 tahun 2011 berpengaruh

signifikan terhadap Alokasi Belanja Hibah” diterima.

Page 24: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

122

Wilcoxon Signed Rank Test

Dalam metode statistik non-parametrik yang digunakan untuk

membandingkan perbedaan dua median yang tidak terdistribusi normal maka

digunakanlah uji Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil pengujian untuk Belanja

Bantuan Sosial diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 7. Hasil Uji Beda Belanja Bantuan Sosial Test Statisticsa

BELANJA BANTUAN SOSIAL 2012 – BELANJA BANTUAN SOSIAL 2010

Z -4,136b Asymp. Sig. (2-tailed) ,000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on positive ranks.

Dari tabel 7 terlihat bahwa hasil pengujian hipotesis Belanja Bantuan

Sosial menunjukkan nilai z sebesar -4,136 dengan P value (Asymp.Sig 2 Tiled)

sebesar 0,000 dimana kurang dari taraf signifikasi 0,05 yang berarti bahwa

hipotesis dalam penelitian ini menolak dan menerima . Dengan demikian

dapat berarti bahwa “Penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32

Tahun 2011 berpengaruh signifikan terhadap Alokasi Belanja Bantuan Sosial”

diterima.

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian secara statistik dapat terlihat dengan jelas

bahwa seluruh variabel dependen berpengaruh terhadap variabel independen.

Pengaruh yang diberikan kedua variabel dependen tersebut signifikan artinya

dengan adanya Penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 tahun 2011

berpengaruh terhadap Alokasi Belanja Hibah dan Alokasi Belanja Bantuan Sosial.

Penjelasan dari masing-masing pengaruh variabel dijelaskan sebagai berikut:

Pengaruh Penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun

2011 terhadap Alokasi Belanja Hibah

Page 25: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

123

Pengujian secara statistik memberikan bukti bahwa Penerapan Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 berpengaruh seignifikan terhadap

Alokasi Belanja Hibah di Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah.

Dari hasil penelitian membuktikan bahwa adanya kenaikan alokasi belanja hibah

dari sebelum adanya penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32

Tahun 2011 dengan setelah adanya penerapan peraturan menteri tersebut.

Dalam pemberian hibah pada prinsipnya bersifat tidak mengikat atau terus

menerus yang diartikan bahwa pemberian hibah sangat tergantung pada

kemampuan keuangan Daerah dan urgensi serta kepentingan Daerah dalam

pemberian hibah. Pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian

sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas

keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.

Pengaruh Penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun

2011 terhadap Alokasi Belanja Bantuan Sosial

Pengujian secara statistik memberikan bukti bahwa Penerapan Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 berpengaruh seignifikan terhadap

Alokasi Bantuan Sosial di Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah.

Dari hasil penelitian membuktikan bahwa adanya penurunan alokasi belanja

bantuan sosial dari sebelum adanya penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 32 Tahun 2011 dengan setelah adanya penerapan peraturan menteri

tersebut.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 dijelaskan

bahwa bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari

pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat

yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk

melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Dalam pemberian bantuan

sosial harus didasarkan kriteria yang jelas dengan mempertimbangkan asas

keadilan, transparan dan memprioritaskan kepentingan masyarakat luas. Dengan

adanya ketentuan tersebut yang menjelaskan bahwa pemberiannya tidak boleh

secara terus menurus dan harus sesuai dengan kriteria maka alokasi belanja sosial

Page 26: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

124

dapat sesuai dengan peruntukkannya. Dengan demikian maka dapat terlaksana

efisiensi belanja daerah.

SIMPULAN

Dari data primer yang diperoleh yaitu data Belanja Hibah dan Belanja

Bantuan Sosial Tahun Anggaran 2010 dan 2012 maka dilakukanlah uji normalitas

untuk mengatahui apakah data tersebut terdistribusi secara normal atau tidak. Dan

selanjutnya dilakukan uji beda untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara

alokasi Belanja Hibah dan Bantuan Sosial sebelum dan sesudah penerapan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 secara statistik. Dari uji

beda yang telah dilakukan ditemukan adanya pengaruh secara signifikan dari

adanya penerapan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011. Dari

pembahasan yang telah diuraikan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

(1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 berpengaruh secara

signifikan terhadap alokasi Belanja Hibah, dalam penelitian ini Belanja Hibah

mengalami adanya peningkatan alokasi belanja. (2) Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 32 Tahun 2011 berpengaruh secara signifikan terhadap alokasi

Belanja Bantuan Sosial dalam penelitian ini Belanja sosial mengalami adanya

penurunan alokasi belanja.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dilakukan maka saran yang dapat

dilakukan dalam penelitian ini adalah: (1) Disarankan kepada Pemerintah Daerah

untuk dapat menggunakan alokasi Belanja Hibah dan Bantuan Sosial seusai

dengan peruntukannya, dengan tetap memprioritaskan pemenuhan belanja urusan

wajib dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat

untuk masyarakat. (2) Disarankan kepada Pemerintah Pusat untuk dapat

memberikan pedoman lebih jelas mengenai pemberian Belanja Hibah dan Belanja

Bantuan Sosial, agar tidak terjadi multitafsir dan kerancuan dalam

pelaksanaannya.

Page 27: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

125

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini juga masih memiliki keterbatasan-keterbatasan. Dengan

keterbatasan ini, diharapkan dapat dijadikan untuk melakukan perbakan pada

penelitian mendatang. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah: (1) Karena

penelitian ini merupakan penelitian dengan metode penelitian studi dokumentasi

serta melalui penelitian kepustakaan maka simpulan yang dikemukakan hanya

berdasarkan pada data yang terkumpul melalui instrumen tertulis. (2) Jumlah

sampel yang sedikit karena keterbatasan jumlah populasi yang kecil.

Agenda Penelitian yang Akan Datang

Hasil-hasil dalam penelitian ini dan keterbatasan-keterbatasan yang

ditemukan agar dapat dijadikan sumber ide dan masukan bagi pengembangan

penelitian ini di masa yang akan datang. Diharapkan penelitian yang akan datang

dapat meneliti faktor-faktor penyebab kenaikan dan penuruna Belanja Hibah dan

Belanja Bantuan Sosial dengan adanya penerapan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 32 Tahun 2011 dan juga dapat memperluas metode pengumpulan

dan memperluas populasi yang lebih besar sehingga sampel yang akan diambil

lebih besar.

Page 28: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

126

DAFTAR PUSTAKA

Astawa, I Gde Pantja. 2009. Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia.

Alumni. Bandung.

Bungin, M. Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Kencana. Jakarta.

Dwidjoto, Riant Nugroho. 2000. Otonomi Daerah: Desentralisasi Tanpa Revolusi.

Elex Media Komputindo. Jakarta.

Fiedler, F.E. 1967. A Theory of Leadership Effectiveness. McGraw-Hill. New

York.

HAW. Widjaja. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Khusaini, Muhammad. 2006. Ekonomi Publik : Desentralisasi Fiskal dan

Pembangunan Daerah, Malang: BPFE Unbraw.

Luthans, Fred, 2006. Perilaku Organisasi. Penerbit Andi.

Mc. Millan, Jamesh dan Sally Schumacer. tt. Research in Education; A

Conceptual Introduction (Terjemahan). Longman. London.

McShane, Steven dan Von Glinow, Mary Ann. 2010. Organizational Behavior.

McGraw-Hill Companies.Inc. New York.

Narwati, Umi. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Teori dan

Aplikasi. Universitas Komputer Indonesia. Bandung.

Ramini, L., Suara, I. B., Fadipe, A.O.2013. Role of Economic and Financial

Crimes Commission (EFCC) and Independent Corrupt Practices &

Other Related Offences Commission (ICPC) at Ensuring Accountability

and Corporate Governance in Nigeria. Journal of Business

Administration and Education, Vo. 3, No. 2, p. 105-122.

Rosidin, Utang. 2010. Otonomi Daerah dan Desentralisasi. CV Pustaka Setia.

Bandung.

Sarundajang. 2000. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Pustaka Sinar

Harapan. Jakarta.

Sekarang, Uma. 1992. Research Methods For Business: A Skill Building

Approach, Second Edition. Jhon Willey & Sons, Inc. New York.

Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Alfa Beta. Bandung.

Page 29: PENGARUH PERMENDAGRI NOMOR 32 TAHUN 2011 TERHADAP …

Majalah Ilmiah Solusi ISSN: 1412-5331

Vol.16, No.1 Januari 2018

127

________. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Bandung.

________. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.

________. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Bandung.

Sujarweni, V.Wiratna. 2015. SPSS untuk Penelitian. Pustaka Baru Press.

Yogyakarta.

Therkildsen, Ole. 2001. Efficiency, Accountability and Implementation: Public

Sector Reform in East and Southern Africa. United Nations Research

Institute for Social Development.

Umar, Husein. 2003. Metode Riset Perilaku Organisasi. Gramedia.

Varies, M.S., adn Sobis, I., 2010. Responsible Public Accountability Through Soft

Steering. The Frouth International Conference on Public Management in

21st Century: Opportunities and Challanges.

Yuwono, Sonny, dkk, 2008, Memahami APBD dan Permasalahannya (Panduan

Pengelolaan Keuangan Daerah). Bayu Media Publishing. Yogyakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004, Tentang

Pemerintahan Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Pemberian

Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 dan perubahan

kedua dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011

Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan

Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi

Pemerintah.