pengaruh permainan menamai benda

9
Pengaruh Permainan Menamai Benda Terhadap Kemampuan Komunikasi Verbal Pada Anak Autis Di Yayasan Cahaya Kirana Semarang Sri Rejeki Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Autis merupakan suatu gangguan perkembangan prevasif yang secara menyeluruh mengganggu fungsi kognitif, emosi, psikomotorik anak, kemampuan komunikasi verbal. Komunikais verbal adalah komunikasi yang dilakukan langsung dengan menggunakan simbol-simbol atau secara lisan. Permainan adalah stimulasi yang sangat tepat bagi anak, sehingga daya piker anak terangsang untuk mendayagunakan aspek emosional, sertafisiknya.Tujuan adalah untuk mengetahui pengaruh permainan menamai benda terhadap kemampuan komunikasi verbal pada anak autis Di Yayasan Cahaya Kirana. Desain penelitian yang dipilih dengan menggunakan Non Equivalent Control Group, dengan jumlah populasi 30 responden , Tehnik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah non random sampling dengan tehnik purposive sampling di dapat 20 responden. Penelitian dilakukan selama 6 hari. Hasil penelitian ada pengaruh permainan menamai benda terhadap kemamapuan komunikasi verbal pada anak autis di yayasan cahaya kirana semarang.Terlihat bahwa p- value 0,000 < (0,05), setelah diberikan intervensi komunikasi verbal pada anak autis menjadi 50% kategori sangatbaik. Saran untuk Yayasan cahaya kirana semarang adalah untuk melakukan permaian menamai benda yang menarik ,dan bertujuan untuk meningkatkan komunikasi verbal pada anak autis. Keywords : autism, verbal communication, games PENDAHULUAN Anak adalah individu yang unik, dan anak juga bukan merupakan harta atau kekayaan orang tua yang dapat dinilai secara soaial ekonomi, melainkan masa depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan secara individual, tergantung pada orang sekitar dan lingkungannya (keluarga) yang artinya anak membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya untuk belajar mandiri (Supratini,2004 : 5). Anak adalah anugerah tuhan kepada orang tua, saat anak pertama kali lahir didunia anak membuat orang bahagia, semua orang menyayangi. Dan orang tua berharap agar anaknya menjadi lebih baik, berguna. Anak sebagi aset dan sebagai penerus bangsa. Anak berkembang melalau tahapan dan setiap peningkatan usia kronologis akan menampilkan perkembangan ciri-ciri yang khas (Graha, 2008 :16). Tumbuh kembang adalah masa balita, karena pada masa ini

Upload: benny-kosandi

Post on 08-Nov-2015

223 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

d

TRANSCRIPT

  • Pengaruh Permainan Menamai Benda Terhadap Kemampuan Komunikasi Verbal

    Pada Anak Autis Di Yayasan Cahaya Kirana Semarang

    Sri Rejeki

    Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Ngudi Waluyo Ungaran

    ABSTRAK

    [[

    Autis merupakan suatu gangguan perkembangan prevasif yang secara menyeluruh

    mengganggu fungsi kognitif, emosi, psikomotorik anak, kemampuan komunikasi verbal.

    Komunikais verbal adalah komunikasi yang dilakukan langsung dengan menggunakan

    simbol-simbol atau secara lisan. Permainan adalah stimulasi yang sangat tepat bagi anak,

    sehingga daya piker anak terangsang untuk mendayagunakan aspek emosional,

    sertafisiknya.Tujuan adalah untuk mengetahui pengaruh permainan menamai benda terhadap

    kemampuan komunikasi verbal pada anak autis Di Yayasan Cahaya Kirana.

    Desain penelitian yang dipilih dengan menggunakan Non Equivalent Control Group,

    dengan jumlah populasi 30 responden , Tehnik sampling yang digunakan pada penelitian ini

    adalah non random sampling dengan tehnik purposive sampling di dapat 20 responden.

    Penelitian dilakukan selama 6 hari.

    Hasil penelitian ada pengaruh permainan menamai benda terhadap kemamapuan

    komunikasi verbal pada anak autis di yayasan cahaya kirana semarang.Terlihat bahwa p-

    value 0,000 < (0,05), setelah diberikan intervensi komunikasi verbal pada anak autis

    menjadi 50% kategori sangatbaik.

    Saran untuk Yayasan cahaya kirana semarang adalah untuk melakukan permaian

    menamai benda yang menarik ,dan bertujuan untuk meningkatkan komunikasi verbal pada

    anak autis.

    Keywords : autism, verbal communication, games

    PENDAHULUAN

    Anak adalah individu yang unik,

    dan anak juga bukan merupakan harta

    atau kekayaan orang tua yang dapat

    dinilai secara soaial ekonomi, melainkan

    masa depan bangsa yang berhak atas

    pelayanan kesehatan secara individual,

    tergantung pada orang sekitar dan

    lingkungannya (keluarga) yang artinya

    anak membutuhkan lingkungan yang

    dapat memfasilitasi dalam memenuhi

    kebutuhan dasarnya untuk belajar

    mandiri (Supratini,2004 : 5).

    Anak adalah anugerah tuhan

    kepada orang tua, saat anak pertama kali

    lahir didunia anak membuat orang

    bahagia, semua orang menyayangi. Dan

    orang tua berharap agar anaknya

    menjadi lebih baik, berguna. Anak

    sebagi aset dan sebagai penerus bangsa.

    Anak berkembang melalau tahapan dan

    setiap peningkatan usia kronologis akan

    menampilkan perkembangan ciri-ciri

    yang khas (Graha, 2008 :16).

    Tumbuh kembang adalah masa

    balita, karena pada masa ini

  • pertumbuhan dasar akan mempengaruhi

    dan menentukan perkembangan anak

    selanjutnya. Pada masa balita,

    perkembanagan kemampuan berbahasa,

    kreativitas, kesadaran sosial, emosional,

    dan intelegensi berjalan sangat cepat dan

    merupakan landasan perkembanagan

    selanjutnya. Perkembanagn psikososial

    sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan

    interaksi antara anak dan orang tua.

    Perkembangan anak akan optimal bila

    interaksi sosial di usahakan sesuai

    dengan kebutuhan abnak berbagai tahap

    perkembangannya. Sementara itu

    lingkungan yang tidak mendukung akan

    menghambat perkembangan anak

    (Adriana, 2011 : 8).

    Kecerdasan pada setiap anak tidak

    sama perkembanganya, ada anak yang

    memiliki kepintaran, seperti seorang

    anak bagus dalam pemecahan masalah,

    namun di sisi lain anak kurang dalam

    bahasa, seperti gagap atau mengalami

    keterlambatan bahasa lainya.

    Penyebabnya beragam antara lain

    kebiasaan dilingkungan tumbuh

    kembang anak terutama dirumah. Anak

    yang kurang diajak bicara dan kurang

    mendapat stimulus dalam hal bicara

    akan mengakibatkan kurang dalam

    kemampuan bahasa (Adriana, 2011 : 9)

    Autisme adalah gangguan

    perkembangan yang sangat kompleks

    pada anak. gangguan dalam bidang

    perkembangan, perkembangan interaksi

    dua arah, perkembangan interaksi dan

    timbal balik dan perilaku.hingga saat ini

    kepastian mengenai autisme belum juga

    dipecahkan. Padahal perkembanagan

    jumlah anak autis dengan yang normal 1

    : 150, sementara di inggris 1 : 100,

    indonesia belum punya data yang akurat.

    Dan penyadang autisme menderita

    gangguan perilaku ataupun otak, dan

    tidak mampu bersosialisasi

    (Hasdianah,2013 : 71)

    Anak-anak yang mengalami

    gangguan autisme menunjukan kurang

    respon terhadap orang lain,mengalami

    kendala berat dalam kemampuan

    komunikasi , dan memunculkan respon

    yang aneh terhadap aspek lingkungan

    disekssitarnya yang semua ini

    berkembang pada masa 30 bulan

    pertama pada ausia anak (Safaria, 2005 :

    3 )

    Secara sederhana masalah atau

    karakteristik yang sering terdapat pada

    penyandang autis adalah kurangnya

    kemampuan untuk berkomunikasi

    seperti bicara dan berbahasa, terjadi

    ketidaknormalan dalam hal menerima

    rangsang melalui panca indera

    (pendengaran, penglihatan, perabaan dan

    lain-lain), masalah gerak/motorik,

    kelemahan kognitif, perilaku yang tidak

    biasa dan masalah fisik (Sutadi dalam

    Mashabi dan Tajudin, 2009)

  • Dalam dekade terakhir ini

    peningkatan anak autis di Kanada dan

    Jepang bertambah mencapai 40% sejak

    1980, menurut catatan pada tahun 1987,

    prevalensi penyandang autis baru satu

    orang anak per 5000 kelahiran. Mulai

    tahun 1990-an terjadi bom autis. Anak-

    anak yang mengalami gangguan

    austistik makin bertambah dari tahun ke

    tahun. Sepuluh tahun kemudian angka

    berubah menjadi satu anak penyandang

    autis per 500 kelahiran. Pada tahun

    2000-an angkanya sudah bertambah

    menjadi satu per 250 kelahiran. Di

    amerika serikat misalnya satu anak per

    150 kelahiran. Diperkirakan angka sama

    terjadi tempat lain termasuk Indonesia (

    penelitian Dwi Esti Wulandari 2012)

    Sementara jumlah anak Indonesia

    yang menyandang autisme terus

    bertambah, meskipun penyebabnya

    masih mesterius, tetapi hingga kini

    kalangan medis Indonesia tidak punya

    standar penanganan bakunya.

    Berdasarkan hasil penelitian

    menunjukan bahwa tingkat prevalesi

    dari autis diperkirakan 400.000 anak.

    Tahun 1987 di dunia, prevalensi anak

    autis diperkirakan 1 dibandingkan 5000

    kelahiran mengalami (Misbah umar

    lubis: penyesuaian diri orang tua yang

    memiliki anak autis, 2009)

    Pada anak autis terlihat adanya

    perilaku tidak terarah, anak autis

    cenderung menghindari kontak mata,

    asyik/bermain dengan dirinya sendiri,

    dan mengalami kekurangan dalam

    perkembangan bahasa, anak autis juga

    menunjukan kegagalan menggunakan

    bahasa secara memadai untuk

    berkomunikasi. (Hasdianah,2013 : 68)

    Dunia anak adalah bermain,

    melalui kegiatan bermain, semua aspek

    perkembangan anak ditumbuhkan

    sehingga anak-anak menjadi lebih sehat

    sekaligus cerdas. Saat bermain anak-

    anak mempelajari banyak hal yang

    penting, seperti bermai dengan teman,

    anak-anaklebih terasah rasa empatinya.

    Mereka juga bisa mengatasi penolakan

    dan dominasi, serta bisa mengelola

    emosi (Adriana, 2011 : 45)

    Salah satu gangguan pada anak

    autis adalah keterlambatan anak

    berbicara sangat berkaitan dengan

    kemampuan anak untuk menyampaikan

    keinginan, pesan, kebutuhannya dengan

    suatu cara yang dapat di mengerti oleh

    orang tua terutama ibu dengan benar

    atau perilaku komunikatif (Safira , 2005)

    Bermain adalah rangkaian

    perilaku yang sangat kompleks dan

    multi dimensional, yang berubah secara

    signifikan seiring pertumbuhan dan

    perkembangan anak yang lebih mudah

    untuk di amati daripada didefinisikan

    untuk kata-kata. Bermain juga dikatakan

    sebagai media untuk eksplorasi dan

  • penemuan hubungan interpersonal,

    eksperimen peran orang dewasa dan

    memahami perasaanya sendiri

    (Hasdianah,2013 : 137)

    Permainan adalah stimulasi yang

    sangat tepat bagi anak. Usaha memberi

    variasi permainan dan sangat baik jika

    orang tua ikut terlibat dalam permainan,

    yaitu melalui kegiatan bermain,

    sehingga daya pikir anak terangsang

    untuk mendayagunakan aspek

    emosional, serta fisiknya. Bermain dapat

    meningkatkan kemampuan

    fisik,npengalaman dan pengetahuannya,

    saat berkembang keseimbangan mental

    anak (Ardiana , 2011 : 46)

    Dari studi pendahuluan yang

    dilakukan penulis di Yayasan Cahaya

    Kirana Semarang, dengan wawancara

    salah satu petugas mengatakan terdapat

    banyak anak autis dari beberapa umur,

    anak pra sekolah, usia sekolah bahkan

    ada yang sudah dewasa, terapi dilakukan

    dengan cara satu terapis memegang satu

    anak yang sudah terjadwal. Pada hasil

    observasi pada 3 anak autis diyayasan

    cahaya kirana yang pertama usia 3

    tahun, anak tersebut belum bisa

    menyebutkan nama benda, kegunaan

    benda, pada anak kedua usia 5 tahun

    anak belum bisa berhitung, belum bisa

    menyebutkan nama benda, anak diam

    saja dan menunjuk benda dengan

    tangan. Yang ketiga usia 5 tahun dimana

    anak belum menyebutkan kata sederhana

    misalnya ba-ba, mama, yang belum

    spesifik, Untuk terapi yang dilakukan

    yaitu, terapi wicara, terapi bermain

    untuk anak autis, seperti pernainan petak

    umpet, tebak warna, puzzle sederhana

    dan lempar bola. Akan tetapi permainan

    menamai benda belum dilakukan, di

    Yayasan Cahaya Kirana.

    Berdasarkan latar belakang diatas

    maka penulis ingin mencoba melakukan

    permainan menamai benda. Oleh karena

    itu, penulis tertarik melakukan penelitian

    yang berjudul Pengaruh Permainan

    Menamai benda Terhadap Kemampuan

    Komunikasi Verbal pada Anak Autis di

    Yayasan Cahaya Kirana Semarang.

    Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas

    maka dapat dirumuskan masalah

    penelitian yaitu apakah ada pengaruh

    permainan menamai benda terhadap

    kemampuan komunikasi verbal pada

    anak autis di Yayasan Cahaya Kirana.

    METODE PENELITIAN

    Desain penelitian yang dipilih dengan

    menggunakan Non Equivalent Control

    Group, dengan jumlah populasi 30

    responden , Tehnik sampling yang

    digunakan pada penelitian ini adalah non

    random sampling dengan tehnik purposive

    sampling di dapat 20 responden. Penelitian

    dilakukan selama 6 hari.

  • Instrumen yang digunakan untuk

    intervensi penelitian adalah gambar-gambar

    yang menarik berukuran post card selama 15

    menit dan diberikan selama 6 hari. Dengan

    lembar observasi. Variabel dalam penelitian

    ini adalah Variabel independen (bebas) yaitu

    permainan menamai benda dan variabel

    dependent (terikat) kemampuan komunikasi

    verbal pada anak autis.

    HASIL PENELITIAN

    A. Analisis Univariat

    1. Kemampuan Komunikasi Verbal

    Sebelum Diberikan Permainan

    Menamai benda/ Gambar pada

    Kelompok Intervensi dan Kelompok

    Kontrol

    Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi

    Berdasarkan Kemampuan Komunikasi

    Verbal Sebelum Diberikan Permainan

    Menamai benda/ Gambar pada Kelompok

    Intervensi dan KelompokKontrol pada Anak

    Autis di Yayasan Cahaya Kirana

    Banyumanik Semarang, 2014

    Kemampuan

    Komunikasi

    Verbal

    Intervensi Kontrol

    Frekue

    nsi

    Perse

    ntase

    (%)

    Frekue

    nsi

    Persent

    ase (%)

    Tidak Baik

    Kurang Baik

    Baik

    Sangat Baik

    5

    4

    1

    0

    50,0

    40,0

    10,0

    0,0

    4

    6

    0

    0

    40,0

    60,0

    0,0

    0,0

    Jumlah 10 100 10 100

    Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa

    sebelum diberikan permainan menamai

    gambar, sebagian besar kemampuan

    komunikasi verbal anak pada kelompok

    intervensi dalam kategori tidak baik, yaitu

    sejumlah 5 anak (50,0%), sedangkan pada

    kelompok kontrol sebagian besar memiliki

    kemampuan verbal dalam kategori kurang

    baik, yaitu sejumlah 6 anak (60,0%).

    2. Kemampuan Komunikasi Verbal

    Sesudah Diberikan Permainan

    Menamai benda/ Gambar pada

    Kelompok Intervensi dan Kelompok

    Kontrol

    Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi

    Berdasarkan Kemampuan Komunikasi

    Verbal Sesudah Diberikan Permainan

    Menamai benda/ Gambar pada Kelompok

    Intervensi pada Anak Autis di Yayasan

    Cahaya Kirana Banyumanik Semarang, 2014

    Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui

    bahwa sesudah diberikan permainan

    menamai benda/ gambar, sebagian besar

    kemampuan komunikasi verbal anak pada

    Kemampuan

    Komunikasi

    Verbal

    Intervensi Kontrol

    Frekue

    nsi

    Persenta

    se (%)

    Frekuen

    si

    Persentase

    (%)

    Tidak Baik

    Kurang Baik

    Baik

    Sangat Baik

    0

    1

    4

    5

    0,0

    10,0

    40,0

    50,0

    3

    6

    1

    0

    30,0

    60,0

    10,0

    0,0

    Jumlah 10 100 10 100

  • kelompok intervensi dalam kategori sangat

    baik, yaitu sejumlah 5 anak (50,0%),

    sedangkan pada kelompok kontrol sebagian

    besar masih memiliki kemampuan verbal

    dalam kategori kurang baik, yaitu sejumlah 6

    anak (60,0%).

    B. Analisis Bivariat

    Untuk mengetahui pengaruh

    permainan menamai benda terhadap

    kemampuan komunikasi verbal pada

    anak autis di Yayasan Cahaya Kirana

    Banyumanik Semarang, dilakukan uji

    Mann Whitney dan uji Wilcoxon karena

    data yang dipakai berbentuk ordinal.

    Hasil dari uji Mann Whitney dan

    Wilcoxon disajikan pada tabel berikut

    ini.

    1. Perbedaan Kemampuan Komunikasi

    Verbal Sebelum dan Sesudah

    Diberikan Permainan Menamai

    benda/Gambar pada Kelompok

    Intervensi

    Tabel 5.3 Perbedaan

    Kemampuan Komunikasi Verbal

    Sebelum dan Sesudah Diberikan

    Permainan Menamai benda/Gambar

    pada Kelompok Intervensi pada Anak

    Autis di Yayasan Cahaya Kirana

    Banyumanik Semarang, 2014

    Variabel Perlakuan N Z p-

    value

    Kemampuan

    Komunikasi

    Verbal

    Sebelum

    Setelah

    10

    10

    -2,972 0,003

    Berdasarkan tabel 5.3, dapat

    diketahui bahwa dari uji Wilcoxon

    diperoleh nilai Z hitung sebesar -

    2,972 dengan p-value sebesar 0,003.

    Terlihat bahwa p-value 0,003 <

    (0,05), ini menunjukkan bahwa ada

    perbedaan yang signifikan

    kemampuan komunikasi verbal

    sebelum dan sesudah diberikan

    permainan menamai benda/gambar

    pada kelompok intervensi pada Anak

    Autis di Yayasan Cahaya Kirana

    Banyumanik Semarang.

    2. Perbedaan Kemampuan Komunikasi

    Verbal Sebelum dan Sesudah

    Perlakuan pada Kelompok Kontrol

    Tabel 5.4 Perbedaan

    Kemampuan Komunikasi Verbal

    Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada

    Kelompok Kontrol pada Anak Autis

    di Yayasan Cahaya Kirana

    Banyumanik Semarang, 2014

    Variabel Perlakuan N Z p-value

    Kemampuan

    Komunikasi

    Verbal

    Sebelum

    Setelah

    10

    10

    -1,414 0,157

    Berdasarkan tabel 5.5, dapat

    diketahui bahwa dari uji Wilcoxon

  • diperoleh nilai Z hitung sebesar -

    1,414 dengan p-value sebesar 0,157.

    Terlihat bahwa p-value 0,157 >

    (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak

    ada perbedaan yang signifikan

    kemampuan komunikasi verbal

    sebelum dan sesudah perlakuan pada

    kelompok kontrol pada Anak Autis di

    Yayasan Cahaya Kirana Banyumanik

    Semarang.

    3. Pengaruh Permainan Menamai

    benda/Gambar terhadap Kemampuan

    Komunikasi Verbal Anak Autis

    Untuk menguji pengaruhi

    ini, dilakukan uji perbedaan

    kemampuan komunikasi verbal

    sesudah diberikan permainan

    menamai gambar antara kelompok

    intervensi dan kelompok kontrol. Jika

    terdapat perbedaan diantara

    kelompok intervensi dan kontrol

    setelah melakukan permainan

    menamai benda/gambar (p-value <

    0,05), maka ada pengaruh permainan

    menamai gambar terhadap

    kemampuan komunikasi verbal anak

    autis, begitupun sebaliknya.

    Tabel 5.5 Perbedaan Kemampuan

    Komunikasi Verbal Sesudah

    Diberikan Permainan Menamai

    benda/Gambar antara Kelompok

    Intervensi dan Kelompok Kontrol

    pada Anak Autis di Yayasan Cahaya

    Kirana Banyumanik Semarang, 2014

    Variabel Kelompok N Z p-value

    Kemampuan

    Komunikasi

    Verbal

    Intervensi

    Kontrol

    10

    10

    -3,459 0,001

    Berdasarkan tabel 5.6, diketahui

    bahwa dari uji Mann Whitney

    diperoleh Z hitung = -3,459 dengan

    p-value sebesar 0,000. Terlihat bahwa

    p-value 0,001 < (0,05), maka dapat

    disimpulkan bahwa ada perbedaan

    yang signifikan kemampuan

    komunikasi verbal sesudah diberikan

    permainan menamai benda/gambar

    antara kelompok intervensi dan

    kelompok kontrol pada Anak Autis di

    Yayasan Cahaya Kirana Banyumanik

    Semarang. Ini juga menunjukkan

    bahwa ada pengaruh yang signifikan

    permainan menamai benda/gambar

    terhadap kemampuan komunikasi

    verbal pada anak autis di Yayasan

    Cahaya Kirana Banyumanik

    Semarang. Pengaruh ini dapat dilihat

    dari hasil, dimana sebelum diberikan

    permainan menamai benda/gambar

    pada kelompok intervensi sebagian

    besar anak memiliki kemampuan

    komunikasi verbal dalam kategori

    tidak baik (sejumlah 5 anak atau

    50,0%), kemudian meningkat

    menjadi sebagian besar dalam

  • kategori sangat baik (sejumlah 5 anak

    atau 50,0%) sesudah diberikan

    permainan menamai gambar

    SIMPULAN

    1. Sebelum dilakukan permaianan

    menamai benda komunikasi verbal anak

    autis pada kelompok intervensi sebagian

    besar komunikasi verbalanak dalam

    kategori tidak baik yaitu 5

    responden(50%), kurang baik yaitu 4

    responden (40%) dan kategori baik

    hanya 1 responden (10%). pada

    kelompok kontrol diyayasan cahaya

    kirana semarang diketahui komunikasi

    verbal pada anak autis tidak baik 4

    responden 40% dan kurang baik 6

    responden (60%).

    2. Ada perbedaan yang signifikan

    kemampuan komunikasi verbal sesudah

    diberikan permaianan menemi benda/

    gambar antara kelompok intervensi dan

    kelompok kontrol pada anak autis di

    yayasan cahaya kirana semarang dengan

    p-value 0,001< (0,05).

    3. Ada pengaruh yang signifikan

    permainan menamai benda/ gambar

    terhadap kemampuan komunikasi verbal

    pada anak autis di yayasan cahaya kirana

    semarang selama 6 hari didapatkan

    sebelum diberikan permainan menamai

    benda/ gambar pada kelompok

    intervensi sebagian besar anak memiliki

    kemampuan komunikasi verbal dalam

    kategori tidak baik sejumlah 5 anak atau

    50%, kemudian meningkat menjadi

    sebagian besar dalam kategori sangat

    baik 5 anak 50% sesudah diberikan

    permainan menamai benda

    SARAN

    1. Bagi Yayasan Cahaya Kirana

    penelitian ini memberikan informasi

    tambahan bagi terapis dan sebagai

    alternatif terapi untuk menangani anak-

    anak yang mengalami kekurangan dalam

    memberikan permainan khususnya

    permainan untuk anak autis.Serta dapat

    di terapkan di yayasan cahaya kirana,

    karena permainan berpengaruh terhadp

    komunikasi verbal.

    2. Keluarga

    penelitian ini diharapkan dapat

    menambah pengetahuan bagi keluarga

    dan dapat memberikan salah satu

    permainan yang bermanfaat untuk

    mengembangkan komunikasi verbal

    anak secara sederhana yang bisa

    dilakukan dirumah pada saat hari libur

    bersama keluarg

    3. Terapis anak autis

    Penelitian ini diharapkan dapat

    memberikan informasi tambahan bagi

    terapis dan sebagai alternatif terapi

    untuk memberikan permainan yang

    dapat mengembangkan komunikasi

    vebal anak autis.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Adriana, Dian.2011. Tumbuh Kembang Dan

    Terapi Bermain pada Anak.

    Jakarta : Salemba medika.

    Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian.

    Jakarta: JKPKKR

    Dwi Esti Wulandari. 2012.Karawitan

    Sebagai Terapi Musik Anak Autis.

    Graha, chairinniza. 2008. keberhasilan Anak

    Ditangan Orang Tua. Jakarta : PT

    Gramedia

    Hidayat, Alimul, Aziz, A. 2008. Pengantar

    Ilmu Keperawatan Anak Untuk

    Pendidikan Kebidanan. Jakarta :

    Salemba Merdeka

    HR, Hasdianah. 2013. Autis Pada Anak

    ,Pencegahan, Perawatan, Dan

    Pengobatan. Yogyakarta : Nuha

    medika.

    Misbah umar lubis . 2009 . penyesuaian diri

    orang tua yang memiliki anak

    autis

    Maulani Chaerita, Enterprise

    Jubilee.2005.Kiat Merawat

    Gigi.Jakarta : Gramedia

    Notoatmojdo, Soekidjo.2005.Metodologi

    Penelitian Kesehatan.Jakarta :

    Rineka Cipta.

    Notoatmojdo, Soekidjo.2010.Metodologi

    Penelitian Kesehatan.Jakarta :

    Rineka Cipta

    Nugraha, P., Kunaeni, R., Fitriani, H. 2005.

    Mari Bermain.Jakarta : Gramedia

    Nursalam.2008. Konsep dan penerapan

    metodologi penelitian ilmu

    keperawatan.Jakarta : Salemba

    Merdeka.

    Rahardi, Kunjana R. 2005. Pragmatik

    kesatuan imperatif bahasa

    indonesia : Erlangga

    Safira, Triantoro. 2005. Autisme,

    Pemahaman Baru untuk Hidup

    Bermakna Bagi Orang Tua.

    Yogyakarta : Graha Ilmu.

    Sugiyono.2007. Statistik Untuk

    Penelitian.Bandung : Alfabeta

    Sugiyono. 2013. Metode Penelitian

    Pendidikan (pendekatan

    kuantitatif, kualitatif, dan R&D).

    Bandung : Alfabeta