pengaruh penggunaan tegangan tinggi terhadap …

70
PENGARUH PENGGUNAAN TEGANGAN TINGGI TERHADAP DOSIS RADIASI DAN KUALITAS GAMBAR RADIOGRAFI PADA PEMERIKSAAN SCHEDEL ANTERO- POSTERIOR DAN LATERAL DENGAN MENGGUNAKAN GRID SKRIPSI EDI PRANANTA SURBAKTI 170821003 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 06-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH PENGGUNAAN TEGANGAN TINGGI

TERHADAP DOSIS RADIASI DAN KUALITAS GAMBAR

RADIOGRAFI PADA PEMERIKSAAN SCHEDEL ANTERO-

POSTERIOR DAN LATERAL DENGAN MENGGUNAKAN GRID

SKRIPSI

EDI PRANANTA SURBAKTI

170821003

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara

PENGARUH PENGGUNAAN TEGANGAN TINGGI

TERHADAP DOSIS RADIASI DAN KUALITAS GAMBAR

RADIOGRAFI PADA PEMERIKSAAN SCHEDEL ANTERO-

POSTERIOR DAN LATERAL DENGAN MENGGUNAKAN GRID

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar

Sarjana Sains

EDI PRANANTA SURBAKTI

170821003

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

iii

INTISARI

Kualitas gambar dan dosis sangat dipengaruhi oleh kualitas radiasi sehingga perlu

dilakukan studi pengaruh teknik tegangan tinggi pada pemeriksaan schedel antero-

posterior dan lateral. Pengaruh kualitas radiasi terhadap gambar dapat diketahui

melalui densitas film hasil penyinaran objek stepwedge. Pengaruh penggunaan

tegangan terhadap dosis dilakukan dengan menganalisa dosis latar belakang

(background dose) dan dosis radiasi hambur dari pesawat radiografi. Nilai

background dose diperoleh dari hasil rata-rata pengukuran menggunakan survey

meter sebelum dan setelah penyinaran pada jarak ± 1 m dari sumber. Nilai dosis

radiasi hambur diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan multimeter X-ray

dengan berbagai variasi tegangan tabung (kV) dan beban tabung (mAs) pada jarak

100 cm dari objek. Dari penelitian diperoleh bahwa penggunaan teknik tegangan

tinggi akan menyebabkan nilai densitas meningkat dibandingkan pada teknik

tegangan standar, nilai kontras pada teknik tegangan tinggi lebih baik di banding

teknik tegangan standar. Pada penggunaan teknik tegangan tinggi nilai dosis

radiasi hambur berkurang menjadi 0, 258 – 0, 802 mGy dibandingkan teknik

tegangan standar dengan nilai dosis berkisar 0, 917 – 1, 402 mGy.

Kata kunci : tegangan tinggi, densitas, kontras, background dose, radiasi

hambur

Universitas Sumatera Utara

iv

ABSTRACT

The quality of drawing and dose is highly influenced by the quality of radiation so

that it is necessary to do a research on high kV technique in antero-posterior and

lateral schedel. The influence of radiation quality on drawing can be known

through film density as the result of step-wedge object radiation. The influence of

using kV on dose is done by analyzing background dose and scattered radiation

dose from radiographic instrument. The value of background dose is obtained

from the average result of measurement, using X-ray multimeter with various tube

tensions (kV) and tube load (mAs) in the range of 100 cm from the object. The

result of the research showed that the use of high kV technique would cause

density value to increase, compared with that in standard kV technique. In the use

of high kV technique the scattered radiation dose decreased to 0.258-0.802 mGy,

compared with the use of standard kV technique with the dose of about 0.917-

1.402 mGy.

Keywords: High kV, Density, Contrast, Background Dose. Scattered Radiation

Universitas Sumatera Utara

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Penggunaan Tegangan Tinggi Terhadap

Dosis Radiasi dan Kualitas Gambar Radiografi pada Pemeriksaan Schedel Antero-

Posterior dan Lateral dengan Menggunakan Grid”. Yang merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Fisika pada Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan penelitian dan skripsi ini penulis telah banyak

mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik moril maupun

materil. Untuk ini penulis ingin menghaturkan penghargaan dan ucapan

terimakasih yang tidak terhingga kepada yang saya hormati :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara, Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas

kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan program studi Sarjana

Ilmu Pengetahuan Alam pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS., selaku Dekan Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah

menyediakan fasilitas dan kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa dan

menyelesaikan program studi Sarjana Ilmu Fisika pada Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji, MS., selaku Ketua Program Studi Sarjana Ilmu

Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara, Medan, yang telah memberikan arahan dan bantuan bagi

penulis untuk menyelesaikan Sarjana Ilmu Fisika pada Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

4. Bapak Prof. DR. Timbangen Sembiring, M.Sc. sebagai Pembimbing yang

telah banyak memberikan bimbingan, arahan, masukan, saran dan dorongan

dengan penuh kesabaran tulus dan ikhlas bagi penulis dalam menjalankan

pendidikan, penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

5. Teman-teman seperjuangan Sarjana Fisika USU angkatan 2017.

6. Kepala Ruangan Radiologi Rumah Sakit Sumatera Utara Bapak Ikhwanul dan

Pembimbing Penelitian Bapak Liberti Tarigan, MSi., yang telah membantu

dalam pengambilan data penelitian di rumah sakit.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

telah banyak membantu dalam penelitian skripsi ini. Kiranya Tuhan Yang

Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan dan

bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

Universitas Sumatera Utara

vi

dari semua pihak. Akhir kata semoga tulisan ini dapat mejadi sumbangan

yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bagi bidang fisika medis.

Medan, Juli 2019

Edi Prananta Surbakti

NIM. 170821003

Universitas Sumatera Utara

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii

INTI SARI.............................................................................................................iii

ABSTRACT............................................................................................................iv

KATA PENGANTAR............................................................................................v

DAFTAR ISI.........................................................................................................vii

DAFTAR TABEL..................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR............................................................................................xi

DAFTAR GRAFIK..............................................................................................xii

DAFTAR RUMUS..............................................................................................xiii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................1

1.2 Batasan Masalah...................................................................................2

1.3 Rumusan Masalah.................................................................................2

1.4 Tujuan Penelitian..................................................................................3

1.5 Manfaat Penelitian................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Schedel...................................................................4

2.2 Sinar-X......................................................................................................8

2.2.1 Produksi Sinar-X.........................................................................8

2.2.2 Faktor Yang Berpengaruh Pada Kualitas Sinar-X.......................9

Universitas Sumatera Utara

viii

2.3 Grid.........................................................................................................10

2.4 Teknik Tegangan Tinggi.........................................................................12

2.5 Densitas dan Kontras..............................................................................13

2.6 Interaksi Sinar-X Dengan Materi............................................................15

2.6.1 Efek Foto Listrik......................................................................15

2.6.2 Hamburan Compton.................................................................16

2.7 Dasar Perhitungan Dosis Yang Digunakan............................................18

2.7.1 Dosis Serap.................................................................................18

2.7.2 Dosis Ekivalen............................................................................18

2.7.3 Dosis Efektif...............................................................................19

2.7.4 Entrance Surface Dose...............................................................20

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................23

3.2 Alat dan Bahan.......................................................................................23

3.3 Metode Penelitian...................................................................................24

3.4 Prosedur Penelitian.................................................................................24

3.4.1 Prosedur Penggunaan Pesawat Sinar-X.....................................24

3.4.2 Prosedur Penerimaan Tegangan Tinggi dan Tegangan

Standar.......................................................................................25

3.5 Alur Penelitian........................................................................................26

3.6 Jadwal Penelitian....................................................................................27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Nilai Dosis Radiasi.................................................................................28

4.1.1 Parameter Penyinaran Teknik Tegangan Tinggi........................28

Universitas Sumatera Utara

ix

4.1.2 Pengukuran dan Perbandingan Nilai Dosis Radiasi...................31

4.2 Nilai Densitas dengan Penggunaan Stepwedge......................................34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan.............................................................................................38

5.2 Saran.......................................................................................................39

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Faktor Penyinaran pada Foto Schedel...........................................25

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara............27

Tabel 4.1 Parameter Penyinaran Tegangan Standar Schedel.................................30

Tabel 4.2 Parameter Penyinaran Tegangan Tinggi Schedel..................................30

Universitas Sumatera Utara

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Schedel dan Nama Anatominya.............................6

Gambar 2.2 Gambar Radiografi Schedel Antero-Posterior Lateral.........................7

Gambar 2.3 Proses Terjadinya Sinar-X pada Tabung Rotgen dan Bagian-

bagiannya.................................................................................................................9

Gambar 2.4 Letak dan Fungsi Grid dalam menyerap Sinar-X...............................11

Gambar 2.5 Kurva Karakteristik Densitas Radiografi...........................................13

Gambar 2.6 Proses Efek Foton Listik yang diserap oleh Orbit Elektron...............16

Gambar 2.7 Hamburan Compton yang Terjadi dalam Orbital Elektron................17

Gambar 2.8 Contoh Ilustrasi Entrance Survace pada Pasien.................................26

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian.....................................................................26

Universitas Sumatera Utara

xii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Perbandingan Perolehan Nilai Dosis....................................................33

Grafik 4.2 Grafik Densitas Radiografi Teknik Tegangan Standar dan Tegangan

Tinggi..................................................................................................35

Universitas Sumatera Utara

xiii

DAFTAR RUMUS

Rumus 2.1 Rumus Teknik Tegangan Tinggi.........................................................12

Rumus 2.2 Rumus Densitas...................................................................................13

Rumus 2.3 Rumus Nilai Kontras...........................................................................14

Rumus 2.4 Rumus Energi Foton Elektron.............................................................15

Rumus 2.5 Rumus Energi Kinetik.........................................................................16

Rumus 2.6 Rumus Perubahan Panjang Gelombang...............................................17

Rumus 2.7 Rumus Dosis Serap..............................................................................18

Rumus 2.8 Rumus Dosis Ekivalen.........................................................................19

Rumus 2.9 Rumus Dosis Efektif............................................................................20

Rumus 2.10 Rumus Dosis Efektif..........................................................................20

Rumus 2.11 Rumus Entrance Survace Dose..........................................................21

Rumus 4.1 Rumus Teknik Tegangan Tinggi.........................................................28

Universitas Sumatera Utara

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penentuan Parameter Teknik Tegangan Tinggi

Lampiran 2 Background Dose atau Surveymeter

Lampiran 3 Data Faktor Penyinaran Menggunakan Detektor Multimeter

Lampiran 4 Dosis Radiasi Hambur Teknik Tegangan Standar

Lampiran 5 Dosis Radiasi Hambur Teknik Tegangan Tinggi

Lampiran 6 Data Densitas Film A1 dan A2 dengan Kedua Teknik Penyinaran

Lampiran 7 Data Densitas Film B1 dan B2 dengan Kedua Teknik Penyinaran

Lampiran 8 Data Densitas Film C1 dan C2 dengan Kedua Teknik Penyinaran

Lampiran 9 Data Densitas Film D1 dan D2 dengan Kedua Teknik Penyinaran

Lampiran 10 Nilai Faktor Bobot Berbagai Organ Tubuh (WT)

Lampiran 11 Penyinaran pada Objek dengan Detektor Multimeter

Lampiran 12 Detektor Multimeter

Lampiran 13 Penyinaran pada Stepwegde

Lampiran 14 Pengukuran Densitas dengan Densitometer

Lampiran 15 Pesawat Rotgen Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

Lampiran 16 Surveymeter

Lampiran 17 Densitometer

Lampiran 18 Hasil dari Penyinaran Stepwedge dengan beberapa kondisi

Lampiran 19 Kaset

Lampiran 20 Grid

Lampiran 21 Faktor Eksposi

Universitas Sumatera Utara

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan schedel foto atau dikenal dengan pemeriksaan rontgen kepala,

merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan sinar-X atau sinar rontgen yang

sering dilakukan di instalasi radiologi. Hal ini dimungkinkan karena dari

pemeriksaan rontgen schedel dapat mendiagnosa suatu penyakit di daerah kepala

dari seorang pasien.

Saat dilakukannya prosedur pemeriksaan schedel, perlu diperhatikan hal-hal

yang meliputi dihasilkannya gambaran schedel dengan kualitas maksimal serta

dosis radiasi sekecil mungkin yang diterima oleh pasien [1]

. Hal ini sesuai dengan

prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable), bahwa setiap pemanfaatan

sumber radiasi selalu menghendaki adanya penerimaan dosis yang optimal terhadap

pasien, pekerja radiasi maupun masyarakat [2]

.

Penunjang untuk meminimalisir dosis dan menghasilkan gambaran radiografi

maksimal yakni pemilihan faktor eksposi (FE) yang tepat serta penggunaan grid.

Grid ini sifatnya untuk mengarahkan radiasi hambur agar tidak sampai ke film

rontgen [3]

. FE ini terdiri dari tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu

penyinaran (s) [4]

. Dalam bidang radiodiagnostik, pemilihan FE yang tepat dapat

dilakukan dengan cara high voltage technique atau dikenal dengan teknik tegangan

tinggi.

High voltage technique adalah teknik pemeriksaan menggunakan variasi nilai

penyinaran berupa nilai tegangan (kV/kilo volt) yang lebih tinggi dengan

kompensasi menurunkan nilai arus listrik dan waktu (mAs/miliampere second) [5]

.

Universitas Sumatera Utara

2

Pada prakteknya penggunaan tegangan tinggi lebih banyak digunakan untuk

pemeriksaan thorak maupun abdomen dewasa. Penggunaan tegangan tinggi pada

pasien memiliki kelebihan, yaitu didapatkan waktu pemeriksaan yang lebih singkat

dan dosis radiasi yang diterima jadi lebih kecil [5]

. Oleh karena itu pada penelitian

kali ini, dilakukan dengan cara teknik tegangan tinggi dengan harapan dapat

menghasilkan gambaran radiografi yang baik dengan sekurang-kurangnya dapat

meminimalisir dosis yang diterima pasien.

Salah satu kuantitas radiasi yang sering digunakan dalam acuan batasan dosis

adalah pengukuran dosis radiasi hambur. Dosis radiasi hambur adalah dosis yang

ditimbulkan oleh penyinaran sinar-X yang telah melewati suatu objek [5]

.

Selanjutnya untuk pengukuran dosis latar belakang (background dose), diukur

dengan jarak yang ditentukan dengan menggunakan tegangan standar dan tegangan

tinggi yang pengukurannya menggunakan alat ukur radiasi.

1.2 Batasan Masalah

Dalam pembuatan skripsi ini, pengumpulan data dan pembahasan

permasalahan dibatasi pada pemeriksaan schedel dengan posisi antero-posterior dan

lateral yang menggunakan grid. Dengan pertimbangan diharapkan dengan posisi

dan penggunaan grid tersebut, kualitas densitas radiografi schedel yang dihasilkan

dengan teknik tegangan tinggi, masih cukup baik untuk memperlihatkan hasil

diagnosa.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh penggunaan tegangan tinggi terhadap dosis radiasi dan

kualitas gambar radiografi pada pemeriksaan schedel antero-posterior dan lateral

Universitas Sumatera Utara

3

dengan menggunakan grid.

1.4 Tujuan Penelitian

a. Menganalisis nilai dosis radiasi hambur pada pemeriksaan foto schedel posisi

antero-posterior dan lateral, menggunakan teknik tegangan standar maupun

teknik tegangan tinggi.

b. Didapatkan kualitas densitas radiografi berdasarkan penggunaan tegangan

standar dan tegangan tinggi pada pemeriksaan foto schedel posisi antero-

posterior dan lateral.

1.5 Manfaat Penelitian

Untuk mengetahui nilai dosis radiasi hambur dan kualitas densitas radiografi

pada pemeriksaan foto schedel posisi antero-posterior dan lateral menggunakan

tehnik tegangan standar maupun tegangan tinggi.

Universitas Sumatera Utara

4

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Schedel

Anatomi adalah ilmu yang mempelajari susunan tubuh dan mempelajari dan

hubungan bagian satu sama lain. Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang

fungsi atau kerja tubuh manusia dalam keadaan normal (Pearce, 2009).

Schedel atau pun tulang tengkorak dibentuk oleh gabungan beberapa tulang.

Masing-masing tulang (kecuali mandibula) disatukan pada sutura. Sutura dibentuk

oleh selapis tipis jaringan fibrosa yang mengunci pinggiran tulang yang bergerigi.

Sutura mengalami osifikasi setelah umur 35 tahun.

Fungsi tengkorak adalah sebagai berikut :

a) Melindungi otak, indra penglihatan dan pendengaran.

b) Sebagai tempat melekatnya otot yang bekerja pada kepala.

c) Sebagai tempat penyangga gigi.

Tulang tengkorak terdiri dari dua bagian, yaitu tulang bagian kepala

(tempurung kepala) dan tulang tengkorak bagian muka(wajah).

Tulang tengkorak bagian kepala (tempurung kepala) terdiri dari :

a) Tulang baji (sfenoid) 2 tulang

b) Tulang tapis (etmoid) 1 tulang

c) Tulang pelipis (temporal) 2 tulang

d) Tulang dahi (frontal) 1 tulang

e) Tulang ubun-ubun (parietal) 2 tulang

f) Tulang kepala belakang (oksipital) 1 tulang

Universitas Sumatera Utara

5

Tulang tengkorak bagian muka (wajah) terdiri dari :

a) Tulang rahang atas (maxila) 2 tulang

b) Tulang rahang bawah (mandibula) 2 tulang

c) Tulang langit-langit (platinum) 2 tulang

d) Tulang pipi (zigomatikus) 2 tulang

e) Tulang hidung (nasal) 2 tulang

f) Tulang mata (lakrimalis) 2 tulang

g) Tulang pangkal lidah 1 tulang

Gambar dibawah ini menunjukan gambaran kepala manusia dengan anatominya dan

dalam posisi antero-posterior (tampak depan) dan lateral (tampak samping) beserta

nama-nama tulang.

Universitas Sumatera Utara

6

Gambar 2.1. Anatomi fisiologi schedel dan nama anatominya[7]

Pemeriksaan x-ray foto schedel terdiri dari dua posisi, yaitu posisi antero-

posterior dan posisi lateral.

a) Posisi Antero-posterior

Anatomi yang tampak adalah tubula eksternal, diploe, tubula internal, tulang

frontalis, sinus frontalis, sinus ethmoedalis, cavum nasi, tulang orbita, tulang

maksila, dan tulang mandibula.

b) Posisi Lateral

Anatomi yang tampak adalah tabula eksternal, diploe, tabula internal, sultura,

sella turcica, tulang spheinoidalis, sinus spheinoidalis, nasal, os maksila, os

mandibula.

Indikasi pemeriksaan x-ray foto schedel adalah sebagai berikut :

a) Screnning tulang cranium pada kasus trauma kapitis

b) Penderita hidrosefalus, dima sutura belum menutup sesuai usia

Universitas Sumatera Utara

7

c) Menilai apakah ada mikrosefali

d) Metastase ke tulang cranium

e) Penyakit keganasan pada tulang pipi

Hasil foto rontgen kepala manusia dalam posisi antero-poster dan lateral dengan

kondisi tegangan standart.

Gambar 2.2.Gambaran radiografi schedel antero-posterior lateral[8]

.

Dari gambaran radiografi 2.2, tulang schedel memiliki kontras gambaran yang

cukup tinggi, dikarenakan perbedaan materi penyusun ataupun perbedaan nomor

atom masing-masing penyusun organ di schedel. Pada gambaran rongga sinus yang

biasanya terdapat rongga udara akan memberikan gambaran radiolucent (densitas

rendah/hitam). Begitu pula dengan gambaran lubang telinga yang terdapat rongga

udara juga. Sedangkan pada daerah tulang schedel akan memberikan gambaran

radioopaque (densitas tinggi/putih).

Posisi Antero-

posterior

Posisi

Lateral

Universitas Sumatera Utara

8

2.2 Sinar-X

Sinar-X merupakan gelombang elektromagnet yang tidak memiliki massa,

muatan, dengan daya tembus yang cukup tinggi yang memiliki panjang gelombang

berkisar antara 10-8

sampai 10-9

m [9]

. Dalam bidang radiodiagnostik, sinar-X

diproduksi dalam sebuah tabung pesawat sinar-X yang hampa udara dengan

diberikan energi yang tinggi sebagai pembangkit sinar-X tersebut.

2.2.1 Produksi Sinar-X

Sinar-X terbentuk dari elektron berenergi kinetik tinggi yang

berinteraksi dengan materi, dan merubah energi kinetiknya menjadi radiasi

elektromagnet [9]

. Pada tabung sinar-X sumber elektron berasal dari katoda

yang terbentuk dari kawat filament tungsten, filament tungsten kemudian

diberikan tegangan atau beda potensial, menghasilkan arus yang memanaskan

filamen dan mengeluarkan elektron. Kemudian pada katoda yang bermuatan

negatif penghasil elektron dan anoda yang bermuatan positif yang merupakan

target elektron diberikan tegangan atau beda potensial yang besar. Elektron

bergerak pada tabung vakum denganenergi kinetik yang tinggi sebanding

dengan beda potensial menuju inti atom pada anoda. Gaya Coulumb

menyebabkan elektron mengalami pengurangan kecepatan, perubahan arah

gerak dan kehilangan energinya. Dari hal ini terbentuklah sinar-X

breamsstahlung dengan energi sebanding dengan energi elektron yang hilang,

besar energi elektron yang hilang maka semakin besar energi sinar-Xn [9].

Gambar dibawah ini menunjukan terjadinya sinar-X pada tabung

rongent dan nama pada setiap bagiannya.

Universitas Sumatera Utara

9

Gambar 2.3. Proses terjadinya sinar-X pada tabung rontgen dan bagian-

bagiannya[10]

.

2.2.2 Faktor yang Berpengaruh pada Kualitas Sinar-X

Dalam produksi sinar-X dikenal istilah kualitas, dan kuantitas. Kualitas

sinar-X adalah kemampuan sinar-X untuk menembus objek, semakin besar

energi maka semakin besar kemampuan sinar-X menembus objek. Kuantitas

adalah jumlah foton yang terdapat dalam penyinaran [10]

. Kualitas dan

kuantitas sinar-X dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu:

Tegangan tabung (kV/kilovolt) yang digunakan. Tegangan tabung

memperlihatkan maksimum energi yang dimiliki oleh sinar-X. Semakin besar

tegangan yang digunakan semakin besar kemampuan sinar-X dalam

menembus objek, semakin kecil tegangan tabung digunakan maka

kemampuan sinar-X dalam menembus objek akan berkurang[10]

.

Arus tabung (mA) yang digunakan. Pada produksi sinar-X nilai mA ini

sebanding dengan nilai elektron yang mengalir dari katoda ke anoda persatuan

dengan meningkatkan nilai mA pada nilai penyinaran akan meningkatkan atau

Universitas Sumatera Utara

10

kuantitas sinar-X, yang akan berdampak pada semakin besar nilai pada

film rontgen[10]

.

Waktu penyinaran (s atau second) adalah besaran yang memperlihatkan

waktu yang dibutuhkan saat terjadinya sinar-X. Bersama dengan mA

membentuk nilai mAs yang mencerminkan jumlah atau kuantitas sinar-X yang

dihasilkan. Semakin besar waktu yang diberikan akan berdampak pada

semakin besar nilai densitas pada film rontgen [10]

.

Penggunaan filter pada tabung rontgen. Filter adalah suatu materi yang

diletakkan antara target dengan objek sinar-X, yang berfungsi sebagai

penahan sekaligus penyaring untuk sinar-X yang memiliki energi rendah.

Dengan demikian maka filter berpengaruh pada kualitas dan kuantitas sinar-X

yang dihasilkan. Berpengaruh pada kuantitas dikarenakan filter mengurangi

jumlah foton yang berenergi rendah dengan cara menahan foton tersebut.

Berpengaruh pada kualitas maksudnya sinar-X atau foton yang mampu

melewati filter akan menjadi lebih homogen dengan energi yang tinggi saja

[10].

2.3 Grid

Grid merupakan salah satu alat yang efektif untuk mengarahkan radiasi

scatter (hambur) agar tidak sampai ke film rontgen di bidang radiografi [3]

. Grid

radiografi terdiri dari serangkaian strip foil timbal (Pb) yang dipisahkan oleh celah

dari strip timah [10]

. Bahan dari grid ini dapat berupa kertas atau aluminium, tapi

dalam grid modern biasanya dari serat karbon, dan strip timah hitam (Pb). Grid erat

kaitannya dengan radiasi primer yang berasal dari tabung sinar- X mengenai suatu

Universitas Sumatera Utara

11

bahan atau materi. Apabila radiasi primer ini mengenai tubuh pasien maka radiasi

hambur (sekunder) akan muncul dari berbagai titik dari pasien dan akan meliputi

dari segala arah. Inilah yang sebagian besar diserap oleh timah (grid) dan hanya

sejumlah sinar-X yang lewat dan sampai ke film.

Pada saat mengambil gambar radiografi, semua sinar primer jatuh pada

jaringan yang terlewati. Beberapa sinar ada yang dapat melewati jaringan, beberapa

sinar terrefleksikan dalam berbagai tingkatan ketebalan jaringan dan sinar yang

tertinggal terabsorbsi oleh jaringan. Sinar yang terrefleksikan menyebabkan radiasi

yang terpecah. Radiasi yang terpecah tersebut jatuh ke film bersamaan dengan sinar

primer menghasilkan gambar yang buram pada film. Untuk menghindari pemecahan

sinar inilah diperlukan sebuah alat yang dinamakan grid. Penggunaan grid

diperlukan untuk jaringan dengan ketebalan 11 cm [10]

. Grid ditempatkan diantara

bagian yang terekspose pada kaset[10]

.

Gambar dibawah ini menunjukkan berkas sinar-X dan posisi grid dan ada di

atas film atau pun kaset.

Gambar 2.4. Letak dan fungsi grid dalam menyerap sinar-X.

Universitas Sumatera Utara

12

2.4 Teknik Tegangan Tinggi

Teknik tegangan tinggi adalah suatu teknik pemeriksaan radiodiagnostik,

dengan cara menaikkan salah satu parameter penyinaran yakni nilai tegangan

tabung (kV2) [3]

. Kenaikan (kV2) ini diikuti oleh penurunan arus listrik atau beban

tabung (mAs2) dari nilai parameter penyinaran standar awal yakni (kV1) dan

(mAs1). Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan densitas gambaran yang hampir

sama[10]

.

Pada kisaran tegangan tertentu antara 60-80 kV, semakin tinggi tegangan

yang digunakan maka arus listrik cenderung semakin menurun. Hal ini berdasarkan

aturan 10 kV (10 kV’s rule) [11]

. Aturan ini menyebutkan bahwa apabila tegangan

naik 10 kV, maka arus listrik akan turun 50 % dari semula, dan begitupun

sebaliknya [11]

. Untuk teknik tegangan tinggi dengan kisaran mulai dari 100 kV ke

atas, arus listrik cenderung rendah, hal ini didasarkan pada rumus [10]

:

Keterangan :

Tegangan tabung (kV)

Arus tabung (mA)

Second/detik (s)

Kenaikan tegangan akan menimbulkan radiasi hambur yang akan

menghitamkan gambaran. Hal ini berarti jika dibandingkan antara tegangan 60-80

kV, tentunya tegangan tinggi akan menghasilkan densitas yang lebih tinggi

dibandingakan tegangan rendah. Kemudian arus listrik juga berpengaruh terhadap

densitas film, dimana semakin tinggi mAs yang diberikan, maka semakin tinggi

( mAs1) = mAs2..............................................................................(2.1) kV1

kV2

4

Universitas Sumatera Utara

13

densitas pada film. Oleh karena itu, apabila diberikan tegangan tinggi, maka

sebaiknya diberikan mAs yang rendah agar densitas pada film tetap stabil [10]

.

2.5 Densitas dan Kontras

Densitas adalah derajat kehitaman dari film radiografi. Densitas (D) yang

terlihat adalah rasio dari cahaya yang datang (Li) dengan cahaya yang melewati

film (Lt). Rumus densitas yang terbentuk pada film yaitu [10]

:

Keterangan :

D = Densitas (Kg/m3)

Li = Cahaya yang datang (Joule)

Lt = Cahaya yang melewati film (Joule)

Gambar dibawah ini menunjukan kurva kateristik dan densitas.

Gambar 2.5. Kurva karakteristik densitas radiografi [10]

Pada gambaran film radiografi, nilai densitas dapat bervariasi dari nilai 0,2

dari gambar yang paling transparan, sampai dengan 3,5 pada bagian yang paling

hitam. Menurut Charlton (1992) daerah ideal yang biasa digunakan di Radiologi

D = log ....................................................................................................(2.2) Li

Lt

Universitas Sumatera Utara

14

yaitu 0,5-1,25. Sedangkan menurut Chesney (1984) nilainya berkisar 0,25-2,0 [10]

.

Sementara itu nilai suatu derajat kehitaman yang dapat ditangkap oleh indra

penglihatan manusia berkisar 0,25-2,00 [10]

. Rentang nilai derajat kehitaman

digambarkan seperti kurva yang terbentuk dari kaki hingga kepala. Kurva ini

dikenal sebagai kurva karakteristik densitas radiografi seperti yang ada pada

gambar 2.4[10]

.

Kontras adalah perbedaan densitas antara dua titik [10]

. Radiografi dikatakan

memiliki kontras yang baik apabila dapat dibedakan antara bagian yang satu dengan

yang lainnya [10]

. Nilai kontras (C) dapat ditentukan melalui densitas maksimum

(D2) dikurangi densitas minimum (D1) dari suatu radiografi [10]

.

C = D2-D1.....................................................................................................(2.3)

Keterangan :

C = Nilai kontras (Kg/m3)

D2 = Densitas maksimum (Kg/m3)

D1 = Densitas minimum (Kg/m3)

Kontras dalam radiografi dibentuk dari kontras suatu subjek atau materi.

Subjek kontras tergantung dari perbedaan daya serap terhadap sinar-X, yang

disebabkan oleh perbedaan nomor atom pembentuk dan ketebalan dari subjek atau

materi [10]

. Pengaturan tegangan sangat berpengaruh pada permukaan kontras

subjek. Hal ini disebabkan tegangan yang berbanding lurus dengan energi sinar-X,

semakin besar energi sinar-X semakin berkurang terjadinya penyerapan oleh objek

sehingga sinar-X yang melewati objek semakin banyak. Energi sinar-X yang besar

akan membuat semakin banyaknya terjadi radiasi hamburan, yang membuat

turunnya kontras[10]

.

Universitas Sumatera Utara

15

2.6 Interaksi Sinar-X dengan Materi

Radiasi foton sinar-X yang melewati suatu bahan atau materi akan mengalami

beberapa proses. Proses interaksi sinar-X dengan jaringan yang mungkin terjadi

pada bidang radiodiganostik yakni dikenal sebagai efek fotolistrik dan hamburan

compton[10]

.

2.6.1 Efek Fotolistrik

Efek fotolistrik terjadi ketika seluruh energi sinar-X diserap oleh

elektron orbit. Sehingga elektron tersebut terlepas dari atom kemudian

elektron dari kulit terdekat mengisi kekosongan letak elektron yang terlepas.

Proses keluarnya elektron tersebut dikenal sebagai fotonlistrik [12]

. Sementara

itu elektron yang keluar tersebut dinamakan foton elektron dengan energi (Ee)

sebanding dengan energi foton sinar-X (E0) dikurangi oleh energi ikat dari

orbit elektron (Eb)[9]

.

Ee = E0 – Eb............................................................................................. (2.4)

Keterangan :

Ee = Energi foton elektron (Joule)

E0 = Energi foton sinar-X (Joule)

Eb = Energi ikat dari orbit elektron (Joule)

Sehingga efek fotolistrik akan terjadi jika energi sinar-X lebih besar

atau sama dengan energi ikat dari elektron orbit. Efek penyerapan fotolistrik

berguna untuk menghasilkan kontras gambaran pada materi yang memiliki

perbedaan nomor atom, materi dengan nomor atom lebih besar akan lebih

banyak menyerap sinar-X [9]

.

Gambar 2.6 menunjukan efek fotolistrik terjadi ketika seluruh energi

Universitas Sumatera Utara

16

sinar-X diserap oleh elektron orbit.

Gambar.2.6. Proses efek foton listrik yang diserap oleh orbit elektron [9]

.

Perpindahan energi pada proses ini terdapat dua tahapan, yaitu:

interaksidimana foton mentransfer energinya ke elektron pada materi

tahapan pertama. Perpindahan energi ke materi dari electron yang

terlepas dari orbit sebagai akibat dari tumbukan dengan foton adalah tahapan

berikutnya [12]

.

2.6.2 Hamburan Compton

Hamburan compton terjadi akibat foton sinar-X yang bertumbukan

dengan elektron orbital bebas atau yang terikat secara lemah dari atom [13]

.

Foton yang datang dengan energi hv memberikan energinya ke elektron recoil

dan dihamburkan sebagai foton hv’melalui sudut hambur θ dan sudut antara

arah foton datang dengan arah elektron recoil Ф [13]

. Elektron yang tereksitasi

dengan energi kinetik Ek akan mempunyai energi sebesar [13]

:

Ek = hv – hv’ ........................................................................................... (2.5)

Untuk perubahan panjang gelombang foton setelah terhambur

dinyatakan sebagai [9]

.

Universitas Sumatera Utara

17

Δλ = λf – λi = (1 – cos θ)...................................................................(2.6)

Keterangan :

Ek = Energi kinetik (Joule)

λ = Panjang gelombang foton (m)

c = kecepatan cahaya (m/s)

h = kontanta Planck (6.63 x 10-34

Js)

m0 = masa diam elektron (Kg)

θ = sudut hamburan ( o)

Dimana adalah massa diam elektron, c adalah kecepatan cahaya, dan h

adalah konstanta Planck [13]

. Sinar-X yang terus lewat setelah interaksi

tersebut mengalami perubahan arah dengan energi yang telah berkurang [12]

.

Gambar 2.7 berikut menunjukkan hamburan compton yang terjadi dalam

orbital elektron [13]

:

Gambar 2.7. Hamburan Compton yang terjadi dalam orbital elektron[13]

.

Pada praktisnya semakin besar energi sinar-X yang datang akan

meningkatkan jumlah elektron dan sinar-X yang terhambur, pada

pembentukan gambaran radiografi hal ini akan menurukan kontras gambar [9]

.

h

m0c

Universitas Sumatera Utara

18

2.7 Dasar Perhitungan Dosis yang Digunakan

Dalam satuannya, dosis radiasi yang digunakan dulunya dikenal dengan

istilah Rontgen untuk sebuah nilai eksposure, untuk sekarang dikenal dengan istilah

grey (Gy). Berikut istilah-istilah yang digunakan dalam dosis radisi :

2.7.1 Dosis Serap

Dosis serap (D) merupakan besaran radiasi yang diperoleh dari hasil

bagi antara dE dengan dm, dimana dE merupakan energi rata-rata yang

diberikan dan dm adalah suatu unit massa yang akan diberikan energi, dengan

demikian [14]

:

D = dE ........................................................................................................(2.7)

dm

Keterangan :

D = Dosis serap (Gy)

dE = Energi yang diserap (Joule)

dm = Massa bahan (Kg)

Satuan dosis serap adalah J/kg dan nama khusus untuk satuan dosis

serap adalah Grey (Gy). Dimana 1 rad = 100 erg/gr sehingga 1 Gy = 100 rad.

Untuk laju dosis serap (D) satuannya adalah J/kg.jam atau Gy/jam[14]

.

2.7.2 Dosis Ekivalen

Dosis ekivalen (H) merupakan turunan dosis serap yang

mempertimbangkan faktor bobot radiasi (Wr) yaitu bilangan yang

menunjukkan perbandingan kerapatan ionisasi dari berbagai jenis radiasi [14]

.

Bobot radiasi ini menggambarkan kemampuan radiasi untuk menimbulkan

kerusakan pada suatu jenis organ atau jaringan. Faktor bobot radiasi tidak

memiliki satuan dan bergantung pada jenis radiasi. Dimana nilai faktor bobot

Universitas Sumatera Utara

19

radiasi (Wr) untuk jenis radiasi yang dimanfaatkan dibidang diagnostik

dengan energi berkisar antara 10 ke V<E<100 ke V bernilai 10[14]

.

Secara matematis dosis ekivalen dituliskan sebagai berikut [14]

:

H = ∑(D x Wr).....................................................................................(2.8)

Keterangan :

H = Dosis ekivalen (Sv)

D = Dosis serap (Gy)

Wr = Faktor bobot radiasi (Rem)

Satuan dosis ekivalen dalam SI adalah Sievert (Sv) dan satuan lamanya

adalah rontgen equivalent man (rem), dimana 1 Sv = 100 rem. Laju dosis

ekivalen (H) sendiri yakni dosis ekivalen per satuan waktu, satuannya

dalam SI adalah Sievert/jam atau Sv/jam[14]

.

2.7.3 Dosis Efektif

Dosis efektif (ET) adalah turunan dosis ekivalen yang

mempertimbangkan faktor bobot organ atau jaringan tubuh (Wt). Faktor ini

adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan risiko efek stokastik dari

suatu jaringan tubuh terhadap risiko efek stokastik pada seluruh tubuh. Hal ini

disebabkan oleh perbedaan sensitivitas organ/jaringan tersebut terhadap

radiasi [14]

.

Menurut International Commision on Radiological Protection (ICRP)

Nomor 103, tahun 2007 nilai faktor bobot berbagai organ berbeda-beda.

Faktor terbesar dimiliki oleh gonad yakni sebesar 0,20. Kemudian disusul

oleh organ besar lainnya (payudara, sum-sum tulang, usus besar, paru-paru,

dan lambung) sebesar 0,12. Faktor yang terkecil dimiliki oleh permukaan

Universitas Sumatera Utara

20

tulang dan kulit yakni sebesar 0,01[14]

.

Secara matematis dosis efektif (ET) dirumusakan sebagai berikut [14]

:

ET= ∑(Wt x H).....................................................................................(2.9)

Atau

ET= ∑(Wr x Wt x D)..........................................................................(2.10)

Dimana, Wt = Faktor jaringan tubuh (Gy)

Wr = Faktor bobot radiasi (Rem)

ET = Dosis Efektif (Sv)

H = Dosis Ekivalen (Sv)

D = Dosis serap (Gy)

Laju dosis ekivalen (ET) adalah dosis efektif per satuan waktu dengan

satuan berupa Sv/Jam [14]

.

2.7.4 Entrance Surface Dose

Besaran Entrance Surface Dose (ESD) diperlukan sebagai evaluasi

dosis terhadap pasien yang memiliki medium penyerap sebagai penyusun

tubuhnya yang berupa jaringan lunak, tulang, maupun air. Berdasarkan

gambar 2.8, besarnya ESD diukur pada permukaan kulit pasien atau pantom

dengan Focus Source Dose (FSD) adalah 1 m dari pusat tabung sinar-X

[16]. Pengukuran ini mencakup adanya kontribusi dari radiasi hamburan yang

berasal dari jaringan- jaringan yang terdapat di bagian tubuh yang lebih dalam

[15].

ESD penting dalam pengukuran rutin dosis pasien radiodiagnostik.

Karena ESD dipengaruhi oleh backscatter factor di permukaan kulit pasien,

maka dalam perhitungan ESD dikalikan dengan faktor hambur. Satuan

Universitas Sumatera Utara

21

unitnya dalam J/kg, atau biasa disebut dengan Grey (Gy). Dengan kata lain

ESD (Kc) adalah incident air kerma (Ki) dikali faktor back scatter (B)[15]

.

Kc = Ki .B...................................................................................................(2.11)

Keterangan :

Kc = Entrance Surface Dose (Gy)

Ki = incident air kerma (Joule)

B = back scatter (Kg)

Dimana incident air kerma adalah kerma diudara yang berasal dari

penyinaran sinar-X yang diukur dipusat sinar pada pertengahan posisi pasien

ataupun pantom. Hanya memperhitungkan radiasi yang terjadi pada pasien,

tanpa memperhitungkkan faktor hambur. Sementara itu kerma (Kinetic Reales

in Matter) adalah jumlah seluruh energi kinetik dari partikel bermuatan yang

dibebaskan karena proses tumbukan partikel bermuatan dalam massa

material[16]

.

Gambar 2.8 menunjukan ilustrasi Entrance Surface Dose (ESD) sebagai

evaluasi dosis terhadap pasien.

Universitas Sumatera Utara

22

Gambar 2.8. Contoh Ilustrasi Entrance Survace Dose pada pasien[16]

.

Keterangan :

ESD = Entrance Survace Dose (Gy)

FSD = Focus Source Dose (Sv)

ESD

Universitas Sumatera Utara

23

23

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Universitas Sumatra Utara yang

dilakukan pada bulan April – Juni 2019

3.2 Alat dan Bahan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat dan bahan sebagai berikut:

a. Pesawat sinar-X dengan spesifikasi sebagai berikut:

Nama/Merk Pesawat : DRGM general X-ray

Tipe tabung : E 7239X

Pabrik pembuat : Philips

Filter : Bawaan 1,2 mm Al, tambahan 0,3 mm

Al, total 1,5 mmAl

Tipe Generator : Single phase/medium frekuensi

Kapasitas pesawat : 150 kV, 640 mA, 9,9 s

Ukuran fokal spot : Fokus kecil 1 mm, focus besar 2 mm.

b. Kaset dan film sinar-X ukuran 35 x 35 dan 18 x 24 cm

c. Stepwedge terbuat dari materi alumunium untuk mendapatkan perbedaan nilai

atenuasi ketika dilewati sinar-X.

d. Alat ukur densitas film yaitu densitometer.

e. Alat pencatat dosis radiasi yakni Multimeter X-Ray.

f. Surveymeter sebagai detektor dosis radiasi di suatu area penyinaran.

Universitas Sumatera Utara

24

g. Computer radiografi

3.3 Metode Penelitian

a. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode

eksperimen. Dalam metode ini, penulis melakukan langsung percobaan

dengan menggunakan objek berupa pantom dengan memberikan faktor

eksposi penyinaran standar (kV1) yang dibandingkan dengan faktor eksposi

kV tinggi (kV2). Perlu dicatat bahwa kenaikan nilai tegangan (kV2) diikuti

dengan penurunan nilai arus (mAs2) dari nilai arus standar (mAs1). Hal ini

dimaksudkan agar dapat meminimalisir dosis radiasi yang diterima.

b. Perbandingan diantara kedua eksposisi ini dimaksudkan untuk mengetahui

dosis yang diterima. Kemudian penggunaan objek stepwedge untuk

mengetahui pengaruh perbandingan diantara kedua nilai eksposi tersebut

terhadap kualitas radiografi.

c. Sampel penelitian yang digunakan penulis berupa hasil radiograf yang

dihasilkan pada objek stepwedge. Hasil ini berupa nilai densitas setiap

stepwedge yang diukur dengan alat densitometer dari perbandingan kedua

teknik (tegangan standar dan tegangan tinggi). Kemudian dilanjutkan

pengukuran dosis awal sebelum dan setelah penyinaran sinar-X dengan

menggunakan detektor surveymeter dan pengukuran dosis radiasi hambur

dengan multimeter X-ray.

Universitas Sumatera Utara

25

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Prosedur Penggunaan Pesawat Sinar-X

Tekan tombol power pada generator, kemudian tekan tombol On/Off

untuk menghidupkan/mematikan pesawat. Pilih tegangan dengan indikator

kV dan kuat arus dengan indikator mA dan second biasa disebut mAs untuk

menentukan faktor eksposi atau kondisi penyinaran sesuai kebutuhan objek

yang difoto. Mempersiapkan kaset yang berisi imaging plate dengan ukuran

35cm x 35cm. Objek yang difoto harus dalam posisi pemotretan yang tepat

dan benar. Untuk menghindari bayangan gambar radiografi yang kabur,

petugas mengintruksikan kepada pasien supaya jangan bergerak.

3.4.2 Prosedur Penggunaan Tegangan Tinggi dan Tegangan Standar

Penyinaran dilakukan dengan menggunakan tegangan (kV) yang

berbeda-beda.

Tabel 3.1 Data Faktor Penyinaran pada foto schedel

Tegangan Standar Tegangan Tinggi

Tegangan

(kV)

Arus

(mAs)

Tegangan

(kV)

Arus (mAs)

73 12.5 85 6.9

75 12.5 88 6.7

80 12.5 90 8

82 12.5 92 8

85 12.5 110 6.4

Universitas Sumatera Utara

26

3.5 Alur Penelitian

Alur penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat digambarkan dalam

skema berikut:

Pembahasan dan

Kesimpulan

Mulai

Persiapan Alat & Bahan

Eksposi

Variasi Tegangan Tabung

Standar (Variasi Tegangan

Tabung Standar (kV1) & kV

Tinggi (kV2))

Stepwedge &

Densitometer

Multimeter X-Ray &

Surveymeter

Pengukuran

Densitas

Dosis Latar Belakang & Dosis

Radiasi Hambur

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

Universitas Sumatera Utara

27

3.6 Jadwal Penelitian

Adapun jadwal penelitian akan dimulai pada bulan April 2019-Juni 2019 di

unit radiologi Rumah Sakit Universitas Sumatra Utara terdapat pada tabel dibawah

ini :

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian di Rumah Sakit Universitas Sumatra Utara

NO URAIAN KEGIATAN

PENELITIAN

BULAN

APRIL MEI JUNI

1 Studi Literatur untuk mencari referensi

tentang alat X-Ray mulai dari buku

panduan alat, jurnal serta peraturan

tentang kondisi ekspos

2 Observasi alat sinar-X ke lokasi

penelitian

3 Mempersiapkan alat dan bahan

penelitian, seperti alat densitometer

4 Pengambilan data : Pengukuran

densitas film serta kualias gambar

√ √ √

5 Pengukuran variasi, kondisi tegangan

standar dan tegangan tinggi

√ √ √

6 Evaluasi atau analiasa data √ √

7 Hasil dan Pembahasan √ √

8 Membuat tabel hasil penelitian √ √

9 Membuat kesimpulan dan saran

penelitian

Universitas Sumatera Utara

28

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Nilai Dosis Radiasi

4.1.1 Parameter Penyinaran Teknik Tegangan Tinggi

Berdasarkan standar pemeriksaan yang telah ditetapkan bahwa

penggunaan tegangan tinggi pada radiografi schedel dimulai dari rentang

80 - 100 kV. Untuk penelitian, parameter penyinaran standar untuk

tegangan tabung yang diberikan adalah 70 - 90 kV pada jarak 100 cm dari

tabung X-ray dengan menggunakan grid. Penggunaan dua nilai tegangan

tabung ini dimaksudkan guna mempermudah dalam pemberian parameter

penyinaran saat melakukan pemeriksaan schedel, Setelah nilai tegangan

tabung didapatkan pada parameter penyinaran, maka nilai arus tabung

(mAs) yang baru dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan:

4

X mAs1…………………………………………………………….........…………(4.1)

Nilai mAs pada pemeriksaan schedel mengacu pada nilai mAs yang

biasa digunakan dalam pemeriksaan yakni mAs yang lebih besar diatas 12

mAs. Pada penelitian ini penggunaan arus dikonstankan pada 12,5 mAs.

Nilai mAs yang besar, mengacu pada kuantitas dan kualitas sinar-X yang

semakin besar. Nilai inilah yang digunakan untuk pemeriksaan yang

memiliki ketebalan material yang lebih padat pada teknik tegangan

standar.

kV1

kV2

Universitas Sumatera Utara

29

Pada penelitian ini diberikan parameter penyinaran standar 73 kV

dan 12,5 mAs. Dimana nilai mAs dari tegangan standar dikonstankan dan

nilai tegangan (kV) berubah. Nilai tegangan pada teknik tegangan tinggi

yang hendak dipakai 85 kV, maka berdasarkan rumus, didapatkan nilai

arus tabung baru untuk teknik tegangan tinggi adalah sebesar 6,4 mAs.

Hasil perhitungan ini dapat dijadikan sebagai referensi nilai

penyinaran yang akan digunakan pada teknik tegangan tinggi selanjutnya.

Hanya saja pada kondisi tertentu, pilihan perolehan mAs kadang tidak

terdapat pada pesawat radiografi. Sebagai solusinya nilai mAs yang

digunakan pada pesawat radiografi adalah nilai arus mAs yang paling

mendekati perhitungan.

Dari persamaan rumus 4.1, maka penulis dapat menentukan nilai

faktor eksposi (FE) yang dibutuhkan pada saat penelitian radiografi

schedel. Faktor eksposi inilah sebagai penunjang untuk meminimalisir

dosis radiasi yang diterima oleh pasien maupun lingkungan. Berikut tabel

parameter penyinaran tegangan standar dan tegangan tinggi yang

diperoleh.

Universitas Sumatera Utara

30

Tabel 4.1 Parameter Penyinaran tegangan standar schedel

Dari nilai parameter penyinaran dari tabel 4.1 kemudian nilai parameter teknik

kV tinggi dapat ditentukan berdasarkan rumus 4.1. Nilai parameter teknik

tegangan tiggi yang diperoleh adalah seperti pada tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2 Parameter penyinaran tegangan tinggi schedel

No. Parameter kV Tinggi Dosis (mGy) Rata-rata

Dosis

Tegangan (kV) Arus (mAs) Uji I Uji II Uji III

1 85 6,4 0,258 0,257 0,258 0,258

2 88 6,7 0,377 0,377 0,376 0,377

3 90 8 0,411 0,412 0,411 0,411

4 92 8 0,52 0,52 0,53 0,52

5 102 6,4 0,802 0,803 0,802 0,802

No. Parameter kV Standar Dosis (mGy) Rata-rata

Dosis

Tegangan (kV) Arus (mAs) Uji I Uji II Uji III

1 73 12,5 0,917 0,917 0,918 0,917

2 75 12,5 0,979 0,978 0,979 0,979

3 80 12,5 1,22 1,22 1,23 1,22

4 82 12,5 1,301 1,301 1,300 1,301

5 85 12,5 1,402 1,401 1,402 1,402

Universitas Sumatera Utara

31

Dapat dilihat bahwa penggunaan mAs pada teknik tegangan

tinggi memiliki perbedaan nilai pada tegangan 90 dan 92 kV dengan

standar deviasi sebesar 0,138. Hal ini menyatakan bahwa nilai mAs pada

teknik tegangan tinggi masih dapat diterima, karena nilai

penyimpangannya yang tidak terlalu besar.

4.1.2. Pengukuran dan Perbandingan Nilai Dosis Radiasi Hambur

Dari persamaan 4.1, nilai dosis berpengaruh terhadap kenaikan

tegangan yang diperoleh. Sehingga nilai dosis pada setiap nilai tegangan

yang digunakan dapat diketahui. Dari hal inilah maka perolehan dosis

antara teknik tegangan standar dan teknik tegangan tinggi dapat

dibandingkan. Perbandingan ini dimaksudkan untuk melihat teknik

radiografi mana yang dapat meminimalisir dosis radiasi pada saat

penyinaran dilakukan.

Dari kedua teknik penyinaran itu, maka nilai dosis radiasi dapat

ditentukan. Nilai dosis diperoleh dari hasil pembacaan selisih antara nilai

dosis radiasi hambur dengan dosis latar belakang dari kedua teknik

penyinaran. Dosis latar belakang (background dose) diperoleh yakni

dengan cara nilai dosis radiasi yang diukur sebelum dan setelah sumber

radiasi dinyalakan. Nilai dari kedua dosis ini kemudian dirata-ratakan

untuk mendapatkan besarnya nilai background dose. Pengukuran dosis ini

dilakukan dengan menggunakan surveymeter yang ditempatkan secara

acak pada jarak kurang lebih satu meter dari sumber penyinaran.

Sementara itu pengukuran nilai dosis radiasi hambur dilakukan

Universitas Sumatera Utara

32

dengan cara mencatat besarnya dosis yang diperoleh dari penyinaran

langsung ke objek pada detektor multimeter X-ray. Penyinaran dilakukan

dengan menggunakan faktor eksposi (FE) dari kedua teknik penyinaran.

Dari parameter penyinaran itu didapatkan nilai dosis radiasi hambur dari

kedua penyinaran. Nilai dosis radiasi hambur dari kedua teknik

penyinaran inilah yang kemudian dikurangi nilai background doseyang

teracatat pada survey meter. Sehingga nilai radiasi hambur dapat

diperoleh.

Sebagai contoh dosis radiasi pada teknik tegangan standar 73 kV

yang tercatat pada alat ukur surveymeter sebagai background dose adalah

sebesar 0,11135 Gy. Untuk dosis radiasi hambur dengan kondisi kV sama

yang tercatat pada multimeter X-ray diperoleh nilai dosis sebesar 917,9

Gy. Maka nilai selisih dosis radiasi hambur yang diperoleh adalah sebesar

917,7 Gy. Selanjutnya dirubah kedalam satuan mGy yakni 0,91565 mGy.

Nilai dosis inilah yang menjadi pembanding untuk teknik tegangan tinggi

dari 73 kV yakni untuk 90 kV dengan metode yang sama.

Universitas Sumatera Utara

33

Berikut gambaran grafik dosis yeng diperoleh dari kedua teknik penyinaran.

Dapat dilihat dari grafik diatas, pada teknik tegangan standar dosis

radiasi hambur yang diperoleh dari rentang 73 - 88 kV adalah sebesar 0,917

– 1,402 mGy. Sementara itu, untuk teknik tegangan tinggi dosis radiasi yang

diperoleh dari rentang 85 – 102 kV, sebesar 0,258 – 0,802 mGy. Dapat dilihat

bahwa dosis radiasi mengalami penurunan pada teknik tegangan tinggi.

Penurunan dosis ini erat kaitannya dengan perbedaan arus tabung

(mAs) yang digunakan pada kedua teknik tersebut. Dimana pada teknik

tegangan standar arus yang digunakan sebesar 12,5 mAs. Sementara itu,

untuk teknik tegangan tinggi mAs yang digunakan adalah setengah dari

kondisi mAs standar. Hal ini disebabkan karena mAs merupakan faktor

Dosis Radiasi

1.6

1.4

1.2

1

0.8

0.6

0.4

0.2

0

[Y VALUE]

[Y VALUE]

[Y VALUE]

[Y VALUE]

[Y VALUE] [Y VALUE]

[Y VALUE] [Y VALUE]

[Y V [Y VALUE] ALUE]

70 80 90

Tegangan (kV)

100 110

Grafik 4.1. Perbandingan Perolehan Nilai Dosis

Universitas Sumatera Utara

34

yang menunjukkan kuantitas atau besarnya jumlah foton sinar-X yang

dihasilkan. Sehingga apabila tegangan dinaikkan yang mana menunjukkan

besarnya kemampuan sinar-X menembus objek, maka diupayakan mAs

diturunkan agar dosis radiasi yang dihasilkan kecil. Hasil tersebut sesuai

dengan teori yang menyatakan bahwa teknik tegangan tinggi menghasilkan

dosis yang kecil dibanding dengan teknik tegangan standar.

4.2 Nilai Densitas dengan Penggunaan Stepwedge

Dengan didapatkan parameter penyinaran radiografi schedel menggunakan

teknik tegangan tinggi, diharapkan densitas hasil radiografi schedel akan

mendekati nilai densitas tegangan standar. Maka nilai rentang kontras yang

dihasilkan juga akan tidak jauh berbeda, atau akan lebih baik. Sehingga hasil film

yang dihasilkan dengan radiografi teknik tegangan tinggi juga dapat digunakan

untuk menghasilkan diagnosa yang baik bagi pasien.

Untuk mendapatkan nilai densitas dan kontras pada film, dilakukan

penyinaran pada film yang diletakkan dalam kaset. Penyinaran dilakukan

dengan menggunakan faktor eksposi (FE) seperti pada Tabel 4.1 yakni dengan

FE teknik tegangan standar dan FE teknik tegangan tinggi. Diatas kaset

diletakkan stepwedge guna mendapatkan perbedaan densitas pada film.

Melalui proses komputer radiografi, film diukur densitasnya dengan

menggunakan alat densitometer. Maka didapatkan film dengan rentang

perbedaan densitas masing-masing tingkatan, yang dihasilkan dari perbedaan

atenuasi stepwedge terhadap sinar-X yang diberikan. Pada stepwedge yang

Universitas Sumatera Utara

35

memiliki ketebalan paling tinggi didapatkan gambaran densitas film radiopaque

(putih), densitas ini semakin menuju hitam sesuai dengan tingkatan pada

stepwedge. Sehingga pada rentang stepwedge yang paling tipis didapati densitas

yang paling tinggi.

Setelah dilakukan pengukuran nilai densitas film yang terbentuk oleh

stepwedge dari kedua teknik, maka didapat grafik densitas film yang disinari

dengan menggunakan pesawat sinar-X. Grafik densitas dari keempat masing-

masing teknik penyinaran digambarkan seperti berikut ini :

Gambar 4.2. Grafik densitas radiografi teknik tegangan standar dan tegangan

tinggi

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

Densitas 85 kV, 12,5 mAs

Densitas 102, 6,4 mAs

Densitas 82 kV, 12,5 mAs

Densitas 92 kV, 8 mAs

Densitas 80 kV, 12,5 mAs

Densitas 90 kV, 8 mAs

Densitas 75 kV, 12,5 mAs

Densitas 88 kV, 6,7 mAs

Log Eksposure

Universitas Sumatera Utara

36

Dari gambar grafik densitas, untuk teknik tegangan standar FE yakni

bermula pada 75, 80, 82, dan 85 kV dengan arus yang sama yakni 12,5 mAs.

Sementara itu untuk teknik tegangan tinggi, FE yang digunakan yakni 88 kV/6,7

mAs, 90 kV/8 mAs, 92 kV/8 mAs, dan 102 kV/ 6,4 mAs. Grafik densitas dari

kedua teknik penyinaran tersebut menunjukkan bahwa nilai densitas radiografi

yang dihasilkan dari penyinaran teknik tegangan tinggi lebih besar dibanding

dari nilai densitas tegangan standar.

Hal ini dapat dilihat pada densitas 102 kV, 6,4 mAs nilai densitasnya

bermula pada step pertama yakni 1,56 dan berakhir pada step kesepuluh dengan

nilai 3,37. Sedangkan nilai densitas terendah dihasilkan oleh teknik tegangan

standar yakni pada FE 75 kV, 12,5 mAs. Nilai densitasnya berawal pada step

pertama yakni 0,81 dan perlahan naik pada step terakhir yakni step kesepuluh

dengan nilai 2.98 ini menunjukkan bahwa densitas yang diperoleh pada teknik

tegangan tinggi akibat nilai tegangan yang digunakan lebih besar sehingga

potensi kehitaman pada film radiografi meningkat.

Dari hasil perhitungan nilai kontras radiografi, nilai kontras radiografi

teknik tegangan tinggi tidak jauh berbeda dibandingkan nilai kontras radiografi

teknik tegangan standar. Dapat dilihat pada FE teknik tegangan tinggi nilai

kontras berturut- turut sebesar 3,61, 3,89, 3,63, dan 3,76. Sementara itu, nilai

kontras pada FE teknik tegangan standar nilai kontras yakni bermula pada 3,92,

3,91, 3,58 dan 3,61. Ini mengindikasikan bahwa perbedaan nilai kontras

radiografi dari kedua teknik penyinaran tidaklah jauh berbeda sehingga

gambaran dari teknik tegangan tinggi masih layak untuk digunakan dalam

Universitas Sumatera Utara

37

radiografi.

Meningkatkan nilai tegangan dapat meningkatkan nilai densitas suatu

radiografi akibat radiasi hambur yang ditimbulkan. Tapi peningkatan densitas

ini tidaklah terlalu berpengaruh terhadap penghitaman gambaran radiografi

karena terbantu oleh kontras yang dihasilkan. Dimana kontras yang diperoleh

tidaklah jauh berbeda dengan radiografi tegangan standar. Kontras yang baik ini

diperoleh dengan menurunkan arus (mAs) setengah dari kondisi semula dari

teknik tegangan standar, yang mana menunjukkan kuantitas suatu sinar-X yang

dihasilkan.

Universitas Sumatera Utara

38

38

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang pengaruh penggunaan tegangan tinggi terhadap

dosis radiasi dan kualitas gambar radiografi pada pemeriksaan schedel dengan akan

menggunakan grid, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada penggunaan teknik tegangan tinggi dengan objek pantom pada

pemeriksaan schedel, menghasilkan rentang dosis yang terukur sebesar

0,258 – 0,802 mGy. Sedangkan pada penggunaan teknik tegangan standar

menghasilkan rentang dosis sebesar 0,917 – 1,402 mGy. Penggunaan

tegangan tinggi dan mAs yang kecil akan mempengaruhi jumlah dosis

sehingga menghasilkan dosis yang rendah dari tegangan standar.

2. Dari hasil penelitian densitas dengan menggunakan stepwedge dari kedua

kondisi teknik penyinaran (tegangan standar dan tegangan tinggi)

didapatkan kualitas densitas yang bervariasi. Dapat dilihat nilai densitas

teknik tegangan tinggi lebih besar dari teknik tegangan standar . Perbedaan

nilai densitas ini mempengaruhi nilai kontras dari kedua teknik

penyinaran, yang menunjukkan bahwa kontras gambaran radiografi pada

teknik tegangan tinggi masih layak untuk digunakan walaupun tegangan

dinaikkan.

Universitas Sumatera Utara

39

5.2 Saran

Setelah dilakukan penelitian tentang pengaruh penggunaan tegangan tinggi

terhadap dosis radiasi dan kualitas gambar radiografi pada pemeriksaan schedel

dengan menggunakan grid, maka peneliti menyarankan :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan banyak sample terhadap

penilaian densitas dan kontras radiografi dari kedua teknik penyinaran

tegangan tinggi maupun tegangan standar.

2. Agar disosialisasikan dengan dokter radiologi metode penyinaran kilo

Volt tinggi.

3. Agar dalam hal pembelian Pesawat Rontgen yang baru dengan kapasitas

yang besar (150 kilo Volt, 500 mili Ampere dan 5 second) sehingga dapat

dilakukan faktor eksposi yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

40

DAFTAR PUSTAKA

[1] Gipson John., 2002. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat, Edisi

II, Kedokteran EGC, Jakarta.

[2] Akhadi M. 2000. Dasar-dasar Proteksi Radiasi, Edisi I, Jakarta, Rinekka

Cipta.

[3] .Naji A. T. dan Jaafar M. S., 2016. “Radiation Exposure Factors Affecting

on the Capability of Anti-scattered X-ray Grid in Reducing Backscattered

Radiation”. Journal of Engineering and Technical Research 6, 37-40.

[4] Fahmi A., Firdausi K. S. dan Budi W. S., 2012. “Pengaruh Faktor Eksposi

pada Pemeriksaan Abdomen terhadap Kualitas Radiografi dan Paparan

Radiasi menggunakan Computed Radiography”, Fisika Jurusan Fisika

FMIPA Universitas Diponegoro 11 : 4, 109 - 118.

[5] Raju D.T. dan Shanthi K., 2014. “Analysis on X-Ray Parameters of

Exposure by Measuring X-Ray Tube Voltage and Time Exposure”.

Journal of Engineering and Science 3, 69-73.

[6] Pearce E. C. 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

[7] Putz R. dan Pabst R., 2003. Sobotta Atlas Anatomi dan Manusia Jilid 2,

Buku Kedokteran, Jakarta.

[8] Ballinger P. W. dan Frank E. D., 1999. Merril’s Atlas of Radiographic

Positions & Radiologic Procedures Tenth Edition Volume one, Mosby, St.

Louis Missouri.

Universitas Sumatera Utara

41

[9] Bushberg J. T. 2002. The Essential Physics of Medical Imaging,

Lippincott Williams & Wilkins, California.

[10] Rahman N. 2009. Radiofotografi, Universitas Baiturrahmah, Padang.

[11] Ball J. dan Price, T., 1990. Chesney’s Radiographic Imaging, Blackwell

Scientific Publication, Oxford, London.

[12] Fosbinder R. A. dan Kelsey C. A., 2002. Essentials of Radiologic Science,

McGraw-Hill, United States.

[13] Podgorsak E. B. 2003. Basic Radiation Physics. Dalam Podgorsak, E.B(Ed).

Radiation Oncology Physics, A Handbook for Teachers and Students, 26-29,

International Atomic Energy, Austria.

[14] BATAN. 2013. Dasar Fisika Radiasi Medik, Pusdiklat BATAN, Jakarta.

[15] Jarvinen H. 2011. Introduction to Patient Dose Quantites,

Measurement Approches and Effective Dose Estimate in Diagnostic

and Interventional Radiology Procedures, STUK, Sofia, Belgia.

[16] IAEA. 2013. Dosimetry in Diagnostic Radiology, International

Atomic Energy Agency, UnitedStates.

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Penentuan Parameter Teknik kV Tinggi

1. Untuk 73 kV, 12,5 mAs maka untuk teknik kV Tinggi 85 kV, mAs adalah:

4 4

X mAs1 = mAs2 => X 12,5 = 6.9

2. Untuk 75 kV, 12,5 mAs maka untuk teknik kV Tinggi 88 kV, mAs adalah:

4 4

X mAs1 = mAs2 => X 12,5 = 6.7

3. Untuk 80 kV, 12,5 mAs maka untuk teknik kV Tinggi 90 kV, mAs adalah:

4 4

X mAs1 = mAs2 => X 12,5 = 7,8

4. Untuk 82 kV, 12,5 mAs maka untuk teknik kV Tinggi 92 kV, mAs adalah:

4 4

X mAs1 = mAs2 => X 12,5 = 7,8

5. Untuk 85 kV, 12,5 mAs maka untuk teknik kV Tinggi 102 kV, mAs adalah:

4 4

X mAs1 = mAs2 => X 12,5 = 6,4

kV1

kV2

75

88

kV1

kV2

80

90

kV1

kV2

82

92

kV1

kV2

85

102

kV1

kV2

73

85

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Background Dose (Surveymeter)

X-ray off X-ray off Rata-rata

(sebelum penyinaran) (setelah penyinaran)

5,7 nSv 51,3 nSv 111,35 nSv

Nilai dosis = 111,35 nSv = 0,11135 µSv = 0,11135 µGy 100

Lampiran 3. Data Faktor Penyinaran menggunakan detector multimeter

kV Standar kV Tinggi

Tegangan

(kV)

Arus

(mAs)

Dosis

(mGy)

Tegangan

(kV)

Arus

(mAs)

Dosis

(mGy)

73 12,5 0,917 85 6,9 0,2583

75 12,5 0,959 88 6,7 0,3773

80 12,5 1,22 90 8 0,4118

82 12,5 1,302 92 8 0,52

85 12,5 1,402 102 6,4 0,802

Lampiran 4. Dosis Radiasi Hambur Teknik kV Standar

Tegangan

(kV) Dosis kV1 - Back ground

Dose

Dosis

(µGy)

Dosis

(mGy)

73 917,9 - 0, 11135 917, 78 0,917

75 959,7 - 0,11135 959,58 0,959

80 1220,02 - 0,11135 1219,9 1,22

82 1302,04 - 0,11135 1301,04 1,301

85 1402,2 - 0,11135 1402,08 1,402

Lampiran 5. Dosis Radiasi Hambur Teknik kV Tinggi

Tegangan

(kV) Dosis kV2 - Back ground Dose

Dosis

(µGy)

Dosis

(mGy)

85 258,5 - 0, 11135 258,38 0,258

88 377,5 - 0,11135 377,38 0,377

90 432,0 - 0,11135 431,88 0,432

92 501,1 - 0,11135 500,98 0,5

102 802,3 - 0,11135 802,28 0,802

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Data Densitas Film A1 dan A2 dengan keduaTeknik Penyinaran

Log

Eksposure

kV Standar

75 kV, 12,5

mAs

kV Tinggi

88 kV, 6,7

mAs

0,3 0,81 1,1

0,6 1,06 1,43

0,9 1,37 1,79

1,2 1,73 2,1

1,5 2,08 2,43

1,8 2,37 2,62

2,1 2,62 2,78

2,4 2,78 2,88

2,7 2,88 2,94

3 2,98 2,96

Nilai Densitas terendah untuk 75 kV: Nilai Densitas terendah untuk 88 kV:

D1 = 0,25+0,81 D1 = 0,25 +1,1

=1,06 =1,35

Nilai Densitas tertinggi untuk 75 kV: Nilai Densitas tertinggi untuk 88 kV:

D2 = 2,00+2,98 D2 = 2,00 +2,96

=4,98 =4,96

Maka nilai kontras 75 kV: Maka nilai kontras 88 kV:

C = D2–D1 C = D2 – D1

= 4,98– 1,06 = 4,96 – 1,35

=3,92 =3,61

Universitas Sumatera Utara

=5,26

=3,91

Lampiran 7. Data Densitas Film B1 dan B2 dengan kedua Teknik

Penyinaran

Log

Eksposure

kV Standar

80 kV, 12,5 mAs

kV Tinggi

90 kV, 8 mAs

0,3 1,1 1,13

0,6 1,17 1,22

0,9 1,3 1,44

1,2 1,55 1,8

1,5 1,88 2,19

1,8 2,33 2,47

2,1 2,68 2,78

2,4 3 3,03

2,7 3,25 3,24

3 3,26 3,27

Nilai Densitas terendah untuk 80 kV: Nilai Densitas terendah untuk 90 kV:

D1 = 0,25+1,1 D1 = 0,25 +1,13

=1,35 =1,38

Nilai Densitas tertinggi untuk 80 kV: Nilai Densitas tertinggi untuk 90 kV:

D2 = 2,00+3,26 D2 = 2,00 +3,27

=5,26 =5,27

Maka nilai kontras 80 kV: Maka nilai kontras 90kV:

C = D2–D1 C = D2 – D1

– 1,35 = 5,27 – 1,38

= 3,89

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 8. Data Densitas Film C1 dan C2 dengan kedua Teknik

Penyinaran

Log

Eksposure

kV Standar

82 kV, 12,5 mAs

kV Tinggi

92 kV, 8 mAs

0,3 1,34 1,45

0,6 1,35 1,5

0,9 1,44 1,68

1,2 1,7 2,08

1,5 2,2 2,44

1,8 2,56 2,78

2,1 2,78 2,97

2,4 3 3,12

2,7 3,15 3,27

3 3,17 3,33

Nilai Densitas terendah untuk 82 kV: Nilai Densitas terendah untuk 92 kV:

D1 = 0,25+1,34 D1 = 0,25 +1,45

=1,59 =1,70

Nilai Densitas tertinggi untuk 82 kV: Nilai Densitas tertinggi untuk 92 kV:

D2 = 2,00+3,17 D2 = 2,00 +3,33

=5,17 =5,33

Maka nilai kontras 82 kV: Maka nilai kontras 92 kV:

C = D2–D1 C = D2 – D1

= 5,17– 1,59 = 5,33 – 1,70

=3,58 =3,63

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 9. Data Densitas Film D1 dan D2 dengan kedua Teknik

Penyinaran

Log

Eksposure

kV Standar

85 kV, 12,5 mAs

kV Tinggi

102 kV, 6,4 mAs

0,3 1,47 1,56

0,6 1,6 1,7

0,9 1,76 1,98

1,2 2 2,29

1,5 2,38 2,68

1,8 2,67 2,98

2,1 2,94 3,24

2,4 3,1 3,3

2,7 3,28 3,34

3 3,33 3,37

Nilai Densitas terendah untuk 85 kV: Nilai Densitas terendah untuk 102 kV: D1

= 0,25+1,47 D1 = 0,25 +1,56

=1,72 =1,81

Nilai Densitas tertinggi untuk 85 kV: Nilai Densitas tertinggi untuk 102 kV: D2

= 2,00+3,33 D2 = 2,00+3,37

=5,33 =5,37

Maka nilai kontras 85 kV: Maka nilai kontras 102 kV:

C = D2–D1 C = D2 – D1

= 5,33– 1,72 = 5,37 – 1,81

=3,61 =3,76

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 10. Nilai Faktor Bobot Berbagai Organ Tubuh (WT)

Lampiran 11. Penyinaran pada objek dengan detector Multimeter

No. Organ / Jaringan Tubuh WT

1. Gonad 0, 20

2. Sumsum Tulang 0, 12

3. Colon 0, 12

4. Lambung 0, 12

5. Paru–paru 0, 12

6. Ginjal 0, 05

7. Payudara 0, 05

8. Liver 0, 05

9. Oesophagus 0, 05

10. Kelenjar Gondok (Tiroid) 0, 05

11. Kulit 0, 01

12. Permukaan Tulang 0, 01

13. Organ / Jaringan Tubuh Lainnya 0, 05

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 12. Detektor Multimeter

Lampiran 13. Stepwedge

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 14. Pengukuran Densitas dengan Densitometer

Lampiran 15. Pesawat Rontgen di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 16. Surveymeter

Lampiran 17. Densitometer

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 18. Hasil dari Penyinaran Stepwedge dengan beberapa kondisi

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 19. Kaset

Lampiran 20. Grid

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 21. Faktor Eksposi

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara