pengaruh penggunaan karbon kopi untuk pemurnian …

81
PENGARUH PENGGUNAAN KARBON KOPI UNTUK PEMURNIAN ZnO DARI ZINC DROSS MELALUI PROSES PIROMETALURGI SKRIPSI INDRA KISANTA SIREGAR 140801005 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PEMURNIAN ZnO DARI ZINC DROSS MELALUI PROSES
PIROMETALURGI
SKRIPSI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMURNIAN ZnO DARI ZINC DROSS MELALUI PROSES
PIROMETALURGI
SKRIPSI
Sarjana Sains
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMURNIAN ZnO DARI ZINC DROSS MELALUI PROSES
PIROMETALURGI
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Agustus 2018
Indra Kisanta Siregar
iv
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk setiap
detik nafas kehidupan dan karunia yang diberikan sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.
Tugas akhir ini merupakan salah satu proses untuk memperoleh gelar sarjana
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Medan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut diatas saya mengerjakan tugas akhir
dengan judul : “PENGARUH PENGGUNAAN KARBON KOPI UNTUK
PERMURNIAN ZnO DARI ZINC DROSS MELALUI PROSES
PIROMETALURGI” yang dilaksanakan di Laboratorium P2F, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Serpong, Tangerang Selatan, Banten sesuai dengan
waktu yang ditetapkan.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dukungan dari berbagai pihak.
Penulis secara khusus mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu. Peneliti banyak menerima bimbingan, petunjuk
dan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak baik yang bersifat moral maupun
material. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada Tuhan dengan segala rahmat serta karunia-Nya yang memberikan
kekuatan bagi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa selama proses hingga akhir terselesaikannya
penyusunan skripsi ini banyak sekali bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua saya yang tersayang
Jhon Hendri Siregar dan Nety Br. Manik, kakak dan Abang saya Helentiwa Siregar,
Afandy Siregar, Susi Sri Devi Siregar, Henni Friska Siregar, dan Hendra Kiranta
Siregar yang selalu memberi motivasi dan semangat serta doa untuk saya selalu.
Kepada Bapak Dr. Kerista Sebayang, M.S. sebagai Dekan FMIPA, dan para
Pembantu Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji,
M.Si. selaku Ketua Departemen Fisika, dan Bapak Awan Magfirah, M.Si selaku
Sekretaris Departemen Fisika FMIPA USU, Kak Tini, Bang Jo dan Kak Yuspa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
selaku staf Departemen Fisika, seluruh Dosen, Staf dan Pegawai Departemen Fisika
FMIPA USU. Kepada Bapak Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS, dan Dr. Agus
Sukarto Wismogroho, M.Eng selaku dosen pembimbing saya yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing, mengarahkan dalam melaksanakan penelitian hingga
penyelesaian penulisan skripsi ini, serta Bang Sahat Sinaga, mbak Ade, dan mbak Aning
yang telah banyak membimbing saya selama di P2F-LIPI dan kepada Keluarga Besar
P2F LIPI.
Teman-teman seperjuangan Fisika 2014 dan teman-teman tim pak Agus yang
telah sama-sama berjuang bersama saya melewati perkuliahan, praktikum maupun
kegiatan luar kampus lainnya. Semoga kita segera meraih kesuksesan kita. Dan
Kedua Adek saya Thommy Renhad dan Jessica Ria yang selalu mengerti dan peduli
keadaan saya selama di Tangerang dan yang selalu menjadi inspirasi/idola bagi saya
The Overtunes ( Mikha Angelo, Reuben Nataniel, dan Mada Emmanuelle), dan yang
sudah memotivasi saya setiap harinya kepada Andika Suranta, Reggy Zurcher, Tri
Gunaria Sitorus, Wilka Tarigan, Jan Putra Ginting, Julfriwin Sinaga, Desman
Siringo-ringo, Ebta Wisuda Djaya S, Ivana, Uli Artha Siagian, Nanda Indriyani T,
Gestin Septadisa, Vivi Maria, Windy Wulandari, kepada Panitia Natal F-MIPA 2017,
kepada partner Uber Medan, dan kepada Adek-adek 2017 Semoga kita sukses
bersama di dunia yang lebih nyata lagi.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
dan terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi orang lain yang membacanya.
Medan, Juli 2018
Indra Kisanta Siregar
PERMURNIAN ZnO DARI ZINC DROSS MELALUI PROSES
PIROMETALURGI
ABSTRAK
Telah dilakukan pemurnian Zinc Oxide (ZnO) yang diambil dari limbah Zinc Dross
dengan metode pirometalurgi. Proses preparasi sampel dimulai dari pencucian Zinc
Dross menggunakan larutan aqua DM dengan perbandingan 1:10. Seng dross yang
telah dikarakterisasi menggunakan XRF untuk melihat kandungan senyawa yang
terdapat di dalamnya yaitu Zinc Dross 90% dan terdapat kandungan pengotor lain
diantaranya Fe, Al, Mg dan lain-lain. Sampel Zinc Dross yang sudah di karakterisasi
di campur dengan karbon kopi, yaitu dengan perbandingan Zinc dross : Karbon 87,5
wt % : 12,5 wt % dan 75 wt % : 25 wt % yang dilarutkan menggunakan aqua DM
yang akan di milling menggunakan Planetary Bill Mill (PBM) selama 40 menit
hingga sampel terbentuk seperti lumpur, kemudian di saring dan di oven selama 24
jam dengan suhu 100 o C. Hasil serbuk Zn dross + Karbon di pirolisasi dengan suhu
1200 o C selama 2.5 Jam untuk mendapatkan serbuk ZnO. Hasil ZnO yang di peroleh
di karakterisasi menggunakan X-Ray fluorescence (XRF) untuk mengetahui berapa
% tingkat kemurnian ZnO dengan campuran karbon kopi dan kandungan apa saja
yang terdapat pada ZnO tersebut. Hasil analisa XRF menunjukkan terdapat 98%
kemurnian pada ZnO, dan terdapat beberapa zat pengotor yaitu Al2O3, Fe2O3, MgO,
SiO2, dan lain-lain. Dilakukan uji termal pada ZnO menggunakan Differential
Thermal Analyzer (DTA) untuk mengetahui pengaruh panas terhadap terjadinya
reaksi. Didapat hasil analisa dari uji DTA bahwa sampel Zinc dross + Karbon akan
bereaksi pada suhu 800 o C. Dilakukan juga uji karakterisasi menggunakan Scanning
Electron Microscopy (SEM) dan Optical Microscope (OM) untuk mengetahui bentuk dan
ukuran yang terdapat pada serbuk ZnO. Hasil dari analisa menggunakan SEM dan OM
menunjukkan bahwa ZnO memiliki bentuk yang aglomerasi atau memiliki bentuk
yang tidak seragam antara partikel, dan memiliki ukuran partikel-partikel pada
rentang 1.900 µm sampai dengan 9.378 µm.
Kata Kunci : Zinc Oxide, Zinc dross, Karbon, Pirometalurgi, Pemurnian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PURIFICATION FROM ZINC DROSS BY PYROMETALLURGY
PROCESS
ABSTRACT
Zinc oxide (ZnO) purification has been taken from Zinc dross by
pyrometallurgical method. The sample preparation process starts from Zinc Dross
washing using aqua DM solution with a ratio of 1:10. Zinc Dross that has been
characterized using XRF purposefully is going to see the content of compounds and
it shows that it has Zinc Dross 90% and there are other impurities such as Fe, Al,
Mg and others. Samples of Zinc Dross that have been characterized with carbon
coffee by comparison of Zinc Dross : Carbon is 87.5 wt%: 12.5 wt% and 75 wt%: 25
wt% dissolved using DM aqua which will be milling using Planetary Bill Mill (PBM)
for 40 minutes until it is being mud. And then it is filtered and is grilled for 24 hours
at 100 ° C. The product of Zn Dross powder is pyrolyzed with Carbon at 1200 ° C
for 2.5 hours to obtain ZnO powder. The product of ZnO was characterized using X-
Ray flourescence (XRF) to find out what percentage of ZnO purify with coffee carbon
and what material contained in that ZnO. XRF analysis result shows 98% purity in
ZnO, and there are some impurities material in it: Al2O3, Fe2O3, MgO, SiO, and
others. A thermal test was conducted on ZnO using a Differential Thermal Analyzer
(DTA) to determine the effect of heat on the reaction. The results of the analysis of
the DTA test of Zinc Dross with Carbon shows that both material will react at a
temperature of 800 ° C. There were also conducted a characterization tests using
Scanning Electron Microscopy (SEM) and Optical Microscope (OM) to determine
the shape and size contained in ZnO powder. The result of the analysis using SEM
and OM shows that ZnO has an agglomerated or unequal shape between particles
and it has particle size in the range 1,900 μm to 9,378 μm.
Keywords : Zinc Oxide, Zinc dross, Carbon, Pyrometallurgy, Purification
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 Zinc Dross 6
2.2.2 Literatur Pemulihan Zinc Dross 10
2.2.3 Pengurangan Zinc Dross 10
2.2.4 Daur Ulang Dross 11
2.3 Karbon (C) 12
2.3.2 Persiapan Elektroda 15
2.4 Pirometalurgi 15
2.4.2 Wealz Kiln 16
EAF (electric arc furnace) 17
2.5 Karakterisasi 18
2.5.2 Differential Thermal Analyzer (DTA) 18
2.5.3 X-Ray Fluorensence (XRF) 21
2.5.4 Scanning electron Microscope (SEM) 23
BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.1 Tempat Penelitian 25
3.2.1 Alat 25
3.2.2 Bahan 27
3.4 Prosesur Percobaan 30
3.4.2 Preparasi Sampel Zn Dross + Karbon Kopi 30
3.4.3 Proses Pirolisis menggunakan Tube Furnance 30
3.5 Karakterisasi 31
Analysis) 31
3.5.4 SEM (Scanning Electron Microscope) 32
3.5.4.1 Sampel dan Preparasi 32
3.5.4.2 Cara Penggunaan dan Prinsip Kerja SEM 32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi XRF Zinc Dross (Raw Material) 34
4.2 Karakterisasi Sifat Thermal 34
4.2.1 DTA/TGA (Differential Thermal Analysis) 34
4.3 Analisis X-Ray Flouresence (XRF) 37
4.4 Pengamatan Optical Microscope (OM) 38
4.5 Pengamatan Mikrostruktur Sampel ZnO menggunakan SEM 40
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 42
5.2 Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
proses Enviroplas dan Spesifikasi PWG, persen
massa
11
4.1 Kandungan Unsur Sampel Zinc Dross ZnO dengan
XRF
34
dengan XRF
dengan XRF
Dross ZnO dengan XRF
2.4
3.1
4.2 Hasil karakterisasi dengan menggunakan OM (a). Tutup
tabung furnace, (b). Dinding tabung furnace, (c).
Thermocouple, (d). Sisa sampel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2 Hasil penelitian 53
3 Hasil XRF 60
(OM)
63
Perkembangan industri besi secara global yang meningkat, menambah tingkat
produksi biji besi hingga 1.623 milyar ton pada tahun 2015 (World Steel Association,
2016). Produksi bijih besi selalu di ikuti produksi lumpur, slag, limbah air dan gas
buangan yang memiliki bahaya terhadap lingkungan hidup maupun kesehatan. (Mo
et al., 2015; Gomes et al., 2016; Pan et al., 2016). Pada produksi besi menggunakan,
Electric Arc Furnace (EAF) akan menghasilkan dross sekitar 1%-2% dari setiap tipe
operasi EAF (Dutra et al. 2006).
Pada tahun 2014, EAF dross global meningkat hingga 8.764 juta ton. EAF
dust ini mengandung hingga 40 wt% Zinc (Nolasc-Sobrinho et al. 2003) and 50 wt%
Besi (Orhan, 2005; Salihoglu and Pinarli, 2008). Tetapi, EAF dross ini juga
mengandung beberapa jenis logam berat berbahaya, seperti, Timbal (Pb), Cr and Cd
(Salihoglu and Pinarli, 2008), sehingga, EAF dust sering dikategorikan limbah
berbahaya dan sulit disimpan dan dipindahkan (Liset al. 2015).
Dibandingkan dengan logam lainnya, logam seng memiliki banyak
keunggulan, antara lain memiliki daya energi tinggi, bisa didaur ulang, aman, dan
tidak menyisakan emisi. Senyawa dalam bentuk zinc oxide saat ini banyak digunakan
dan dikembangkan. Zinc oxide merupakan semikonduktor dalam kelompok II-VI,
dengan pita energi luas 3,37 eV dan energi pita tinggi 60 meV. Karena sifat-sifatnya
yang berguna seperti blocking agen sinar ultraviolet, mobilitas elektron yang tinggi,
energi gap yang lebar, energi exciton yang tinggi, banyaknya aplikasi yang
digunakan dalam berbagai bidang, membuat bahan seng oksida banyak memasuki
dunia industri dan merupakan salah satu bahan dasar yang sangat penting di dalam
masyarakat modern saat ini (Yu, et al., 2009).
Menurut data Badan Pusat Statistik sampai April 2016, harga impor seng oksida
seharga Rp. 25.000,-/kg dan diimpor sebanyak 2673,53 ton. Namun bila
dibandingkan dengan harga ekspor zinc dross per kilogramnya yang hanya seharga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Rp.2.100,-/kg dan mengekspor sebanyak 9281,99 ton, tentu saja hal ini
menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia belum sanggup memenuhi kebutuhan
zinc oxide dalam negeri (Tambunan, 2015).
Pemanfaatan zinc dross dari limbah industri pelapisan dapat dijadikan sebagai
salah satu alternatif sumber untuk mendapatkan zinc. Zinc dross merupakan partikel
yang mengapung di dalam bak proses pelapisan seng pada lindustri galvanis (Peter et
al., 2011). Industri galvanis menghasilkan seng dross sebanyak 10%sampai dengan
25% dari jumlah seng yang digunakan dalam pelapisan logam tersebut (Rao, 2006,
Prasad, 2008).
Pengolahan limbah menjadi salah satu peluang yang menjanjikan. Pada bulan
Januari hingga April 2016, Indonesia mengekspor limbah Zinc Oxide (ZnO) sebesar
602.517 kilogram. Jika pengolahan limbah dapat meningkatkan impuritas limbah
ZnO, maka limbah ZnO yang selama ini hanya diekspor sebagai limbah dapat
ditingkatkan nilai jualnya atau menjadi salah satu sumber ZnO untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri. (Badan Pusat Statistik).
Berdasarkan data dari Zinc Aluminium Steel Industries (IZASI), kebutuhan
seng aluminium di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 500.000 ton. Sebesar
321.065 tonatau 64,21% dipenuhi oleh sengimpor. Sedangkan industri dalam negeri
hanya mendapatkan sisanya. Masalah ini bukan disebabkan oleh kualitas produksi
yang kalah saing dengan produk impor. Produksi sebesar 560.000 ton ini hanya
terpakai 30% - 40% saja. (Kementrian Industri dan Perdagangan).
ZnO menjadi salah satu komponen penting dalam pembuatan ban. ZnO
menjadi bahan aditif yang digunakan dalam proses pembuatan ban. ZnO adalah
senyawa yang banyak digunakan di berbagai industri karet karena memiliki sifat
yang bagus sebagai penunjuk penggerak sulphurvulcanisation. Industri ban tetap
merupakan pasar tunggal terbesar untuk ZnO, yang mengkonsumsi lebih dari
setengah total permintaan di seluruh dunia sebesar 1.200.000 ton. Secara tradisional,
ZnO digunakan dalam formulasi karet dalam konsentrasi 3-8 bagian per seratus karet
(phr) (Guzman et al., 2010). Metode pemrosesan EAF dust yang berkembang dapat
dibagi dalam tiga kategori, yaitu proses pirometalurgi, proses hidrometalurgi dan
chemical stabilization/ vitrification (Donald and Pickles, 1996).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hidrometalurgi adalah proses ekstraksi yang dilakukan pada temperatur yang
relatif rendah dengan cara pelindian dengan media cairan untuk kriteria bijih mineral
berkadar rendah. Tahapan proses hidrom etalurgi yaitu pengeringan, reduksi,
pelindihan (melarutkan satu atau lebih mineral tertentu dari suatu bijih, konsentrat
atau produk metalurgi lainnya) dan pemurnian serta recovery. Akan tetapi
penggunaan metode ini menyisakan limbah berikutnya (Pickles, 2009a,b).
Prinsip proses pirrometalurgi adalah untuk memulihkan logam, terutama
berdasarkan pengurangan karbotik atau reaksi termal lainnya (misalnya kalsifikasi
dan halogenasi) (Guo et al., 2010). Meskipun proses hidrometalurgi dan metode
stabilisasi/vitrifikasi kimia memiliki konsumsi energi yang relatif lebih rendah
(Mauthoor et al., 2014), proses pirrometalurgi, yang ditunjukkan dengan pemulihan
logam potensial yang tinggi, penanganan residu dan lembaran aliran pendek yang
mudah, dianggap sebagai pilihan istimewa untuk didaur ulang dan tetap satu-satunya
yang telah mencapai komersialisasi (Huaiwei dan Xin, 2011). Saat ini, pengakuan
dalam daur ulang debu melalui proses pirometalurgi masih belum lengkap meski
terjadi kemajuan X. Lin et al./Jurnal Produksi Bersih 149 (2017) 1079 e 1100 1080
pengobatan debu EAF dalam beberapa dekade terakhir ini.
1.2 Rumusan Masalah
adalah.
2. Bagaimana pengaruh penambahan Karbon pada proses pemurnian Zn Dross
dengan metode pirometalurgi ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui tingkat kemurnian ZnO hasil dari Zinc Dross dengan
proses pirometalurgi.
pemurnian Zinc Dross.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Untuk mengetahui karakterisasi ZnO hasil pemurnian Zinc Dross dengan
penambahan Karbon kopi.
1.4 Batasan Masalah
perlu ada pembatasan masalah penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Metode yang digunakan yaitu Pirometalurgi.
2. Pelarut yang digunakan adalah Aqua DM.
3. Serbuk yang digunakan adalah Zinc Dross, Karbon.
4. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa jenis
pengujian antara lain: Pengujian Optical Microscope (OM), X-ray
fluorescence (XRF), SEM (Scanning Electron Microscope), dan pengujian
DTA (Differential Thermal Analysis).
metode Pirometalurgi.
pemurnian Zinc Dross.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan tugas akhir ini terdiri dari lima bab dengan sistematika
sebagai berikut:
yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
tempat penelitian dan sistematika penelitian.
BAB 2 Tinjauan Pustaka :
untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan
dari penel itian yang dilakukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diagram penelitian (prosedur peneli tian), dan karakterisasi
cuplikan yang dilakukan.
Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa
data yang diperoleh dari penelitian.
BAB 5 Kesimpulan :
penelitian dan saran untuk penelitian lebih lanjut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Seng merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, berkilau, dan bersifat
diamagnetik. Walau demikian, kebanyakan seng mutu komersial tidak berkilau. Seng
sedikit kurang padat dari pada besi dan berstruktur Kristal heksagonal. Seng mudah
bereaksi dengan asam bukan pengoksida, melepaskan H2 dan menghasilkan ion
divalensi. (Anominim,2009)
Seng mudah bereaksi bilamana dipanaskan dalam O2 menghasilkan oksida,
seng juga dapat larut dalam basa kuat karena kemampuannya membentuk ion zinkat
yang biasa ditulis ZnO2 2-
. Zinc oxide merupakan senyawa anorganik dengan formula
ZnO. ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n dengan lebar pita energi 3,2 eV –
3,3 eV pada suhu kamar. Logam ini keras dan rapuh pada kebanyakan suhu, namun
dapat ditempa antara 100 sampai dengan 150 °C. Di atas 210 °C, logam ini kembali
menjadi rapuh dan dapat dihancurkan menjadi bubuk dengan memukul - mukulnya.
Logam ini memiliki transmisi optik yang tinggi serta mampu menghantarkan listrik.
Kebanyakan metaloid dan non logam dapat membentuk senyawa biner
dengan seng, terkecuali gas mulia. Oksida ZnO merupakan bubuk berwarna putih
yang hampir tidak larut dalam larutan netral tetapi dapat larut didalam basa atau
asam. ZnO merupakan material unik dan menarik sehingga banyak diteliti dan
dikembangkan seperti evaluasi sifat listrik, sifat fisis, struktur kristal dan
strukturmikro. Keuntungan Zinc oxide dari bahan - bahan semikonduktor pita lebar
(wide band semi konduktor) yang populer sebelumnya (SiC dan GaN) adalah selain
karena dia bisa dioperasikan dalam lingkungan yang keras dan bersuhu tinggi,
resistansi yang lebih tinggi untuk keadaan radiasi energi tinggi.(Nugroho,2004)
2.2 Zinc Dross
Limbah zinc awalnya dihasilkan dari bijih sulfida, dan beberapa seng
dihasilkan dari bijih oksida-karbonat dan sumber sekunder yang berbeda seperti abu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
zinc, debu serabut yang dihasilkan menggunakan tungku busur listrik, residu
pelepasan, dan lain-lain. Rute pirometalurgi dan hidrometalurgi atau kombinasi dapat
digunakan untuk merawat bahan sekunder. Proses hidrometalurgi terbukti lebih
ramah lingkungan untuk merawat bahan-bahan tersebut yang memiliki kadar zinc
rendah. (Jha et al., 2001).
Proses seng hidrometalurgi yang paling umum adalah serbuk kalsin yang
kandungan ZnO pertama kali dihasilkan dari konsentrat sulfida atau oksida-karbonat
dan kemudian dilepaskan dengan larutan asam sulfat panas. Setelah pemisahan
cairan/padat, larutan yanng dimurnikan dan elektrolon untuk produksi seng logam.
Di beberapa tanaman, misalnya, tinta (e.g., C¸ inkur, Kayseri, Turkey), residu zinc
residu ditimbun untuk pemulihan timah di masa depan.
Residu ini dianggap sebagai limbah berbahaya karena kandungan zinc,
timbal, dan kadmiumnya yang signifikan. Sebenarnya, telah ditunjukkan residu yang
tersisa setelah potensial ekstraksi zinc (Altundogan et al.,1998). Karena ekstraksi
seng dan pembentukan timbal sulfat yang tidak larut selama pelepasan asam sulfat,
timbal terkonsentrasi pada residu ini. Namun, bagian penting dari seng tetap dalam
bentuk seng ferit (ZnO.Fe2O3) dalam residu pelepasan yang menyebabkan hilangnya
seng tinggi dalam proses tersebut.
Studi tentang pemulihan logam dari limbah yang mengandung zinc ferit, telah
difokuskan pada dekomposisi struktur ferit. Limbah industri yang berbeda yang
mengandung zinc ferit telah melakukan berbagai metode pemulihan seperti
pengurangan karbotik pencucian kaustik (Nakamura et al., 1995), dan tanpa fusi
microwave dengan soda kaustik dan pencucian dengan berbagai macam asam. (Xia
and Pickles, 1999a; Xia and Pickles, 2000), Selain teknik ekstraksi alkalin dan asam
yang disebutkan di atas, beberapa proses pemulihan pirometalurgi (Boyanov dan
Dimitrov, 1998; Guerrero et al., 1997) dan proses pencucian klorida telah digunakan
baik menggunakan NaCl (Raghavan et al., 1998; Raghavan dkk., 2000; Andrews
dkk., 2000), atau MgCl2 dan CaCl2 (Sinadinovic et al., 1997), atau FeCl3 (Andrews
dkk., 2000; Leclerc et al., 2003). Juga telah dilaporkan bahwa ekstraksi timbal dari
baterai asam dimungkinkan dengan pencucian dengan larutan amoniumacal
ammonium sulfat (Schwartz and Etsell, 1998).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Zinc Oxide (ZnO) adalah bahan yang sangat menjanjikan untuk aplikasi
perangkat semikonduktor. Zinc Oxide memiliki celah pita dan lebar dibagian wilayah
spektrum tepat disebelah-UV, dan energi bebas-exciton yang besar sehingga proses
emisi eksitasi dapat bertahan pada suhu dibawah atau bahkan di atas suhu kamar.
ZnO mengkristal dalam struktur wurtzite, sama dengan GaN, tetapi,
sebaliknya, ZnO tersedia sebagai kristal tunggal massal besar. Sifat-sifatnya telah
dipelajari sejak masa awal semikonduktor elektronik, tetapi penggunaan ZnO sebagai
semikonduktor dalam perangkat elektronik telah dibatasi oleh kurangnya kontrol atas
konduktivitas listriknya, ZnO kristal hampir selalu tipe-n, penyebabnya telah menjadi
bahan perdebatan dan penelitian yang luas.
Zinc Oxide menjadi salah satu senyawa yang banyak digunakan dalam
industri karet karena sifat yang sangat baik yang menunjukkan sebagai aktivator
untuk vulkanisasi sulfur. Industri ban tetap merupakan pasar tunggal terbesar untuk
ZnO, mengkonsumsi lebih dari setengah dari total permintaan seluruh dunia
1.200.000 metrik ton. Secara tradisional, ZnO digunakan dalam formulasi karet
dalam konsentrasi 3-8 bagian per seratus karet (phr).
Meskipun karakteristiknya unggul, ada kekhawatiran yang meningkat tentang
efek lingkungan yang disebabkan oleh seng oksida dan selama bertahun-tahun
tingkat seng yang lebih rendah telah dicoba untuk mengurangi dampaknya dan untuk
meminimalkan biaya produksi. Berbagai pendekatan telah dipertimbangkan untuk
mengurangi kadar seng. Di antara semua alternatif yang diusulkan, penggunaan
partikel ZnO berukuran nano dengan luas permukaan yang tinggi tampaknya cukup
menjanjikan. Namun, ditemukan bahwa penggunaan bentuk zinc oxide yang lebih
aktif tidak secara substansial mengurangi lebih jauh kandungan zinc yang mungkin
dapat dicapai dengan zinc oxide konvensional, meskipun dispersi dari luas
permukaan tinggi ZnO selama pencampuran ditemukan secara signifikan lebih baik,
dapat memungkinkan tingkat rendah zinc oxide ini untuk digunakan dalam industri
dengan lebih luas.
Zinc Oxide juga disebut suatu senyawa anorganik dengan kimia rumus ZnO.
ZnO merupakan bubuk putih yang tidak larut dalam air, dan senyawa ini banyak
digunakan sebagai aditif dalam berbagai material dan produk termasuk karet, plastik,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terdapat di alam sebagai mineral zincite, sebagian seng oksida diproduksi secara
sintetis.
Zinc Oxide (ZnO) adalah bahan yang sangat menjanjikan untuk aplikasi
perangkat semikonduktor. Zinc Oxide memiliki celah pita dan lebar dibagian wilayah
spektrum tepat disebelah - UV, dan energi bebas-exciton yang besar sehingga proses
emisi eksitasi dapat bertahan pada suhu dibawah atau bahkan di atas suhu kamar.
ZnO mengkristal dalam struktur wurtzite, sama dengan GaN, tetapi, sebaliknya, ZnO
tersedia sebagai kristal tunggal massal besar. Sifat-sifatnya telah dipelajari sejak
masa awal semikonduktor elektronik, tetapi penggunaan ZnO sebagai semikonduktor
dalam perangkat elektronik telah dibatasi oleh kurangnya kontrol atas konduktivitas
listriknya, ZnO kristal hampir selalu tipe-n, penyebabnya telah menjadi bahan
perdebatan dan penelitian yang luas.
Dengan keberhasilan nitrides di optoelektronik baru-baru ini, ZnO telah
dianggap sebagai substrat untuk GaN, yang menyediakan kecocokan dekat. Selama
dekade terakhir kita telah menyaksikan peningkatan yang signifikan dalam kualitas
substrat kristal tunggal ZnO dan epitaxial film. Ini, pada gilirannya, telah
menyebabkan kebangkitan ide menggunakan ZnO sebagai bahan optoelektronik atau
elektronik dalam dirinya sendiri.
Prospek menggunakan ZnO sebagai pelengkap atau alternatif untuk GaN di
optoelektronik telah mendorong banyak kelompok penelitian diseluruh dunia untuk
fokus pada sifat semikonduktor, mencoba untuk mengontrol non-jenis konduktivitas
yang tidak disengaja dan untuk mencapai konduktivitas tipe-p. Studi teoritis,
khususnya kalkulasi prinsip-prinsip pertama berdasarkan teori fungsional densitas
(DFT), juga telah berkontribusi pada pemahaman yang lebih dalam tentang peran
cacat titik asli dan ketidakmurnian pada konduktivitas tipe-n yang tidak disengaja di
ZnO. Doping penerimaan memiliki tetap menantang, bagaimanapun, dan faktor-
faktor kunci yang akan menyebabkan doping tipe-p yang dapat direproduksi dan
stabil belum diidentifikasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karena heterogenitas tinggi dari abu seng sangat sulit untuk mendefinisikan
secara tepat komposisi kimia, fase dan granulometrinya. Untuk alasan ini, sangat
sulit untuk menentukan kondisi optimal untuk memproses limbah. Teknologi daur
ulang abu seng saat ini ditujukan untuk memulihkan seng logam atau senyawanya,
namun tidak semua teknologi telah mencapai tingkat daur ulang limbah yang
memuaskan dari limbah ini.
teknologi fisik-metalurgi, pirometalurgi, hidrometalurgi dan gabungan. Metode
pengolahan fisik-metalurgi industri diterapkan dengan menggembleng industry plant.
Pirometalurgi adalah yang paling banyak digunakan. Beberapa teknologi
pirometalurgi memproses zinc dross di rumah dan beberapa mereka di luar tempat
asalnya.
Produk akhir dari pengolahan pirometalurgi dapat berupa Zn atau ZnO.
Proses pirometalurgi juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan suhu pemrosesan
sebagai proses yang dioperasikan pada suhu di bawah 600°C dan di atas 1000°C
(proses Wealz).
Sistem Metalullix Zinc off Recovery (MZR) adalah satu-satunya proses
pirometalurgi yang digunakan untuk pemulihan seng di dalam rumah, yaitu dalam
menggembleng tanaman. Metode hidrometalurgi menggunakan pemrosesan abu seng
analog dengan metode pyrometalurgi digunakan untuk pemulihan seng logam
(proses Zincex yang dimodifikasi) atau senyawa seng (produksi ZnSO4).
Prosedur ini digunakan untuk memproses residu dari pencairan abu seng atau
residu setelah memisahkan fraksi metalik dari logam non-logam. Ini adalah bahan
berbutir halus dengan kandungan oksida dan klorida yang lebih tinggi. Untuk alasan
ini prosedur hidrometalurgi tampak lebih efektif daripada prosedur pyro-metalurgi.
Prosedur ini tidak diterapkan secara ruang lingkup.
Untuk mengurangi ZnO menjadi Zn, termodinamika dapat menentukan
kondisi di mana reaksi ZnO menjadi Zn sangat menguntungkan. Namun ini hanya
memberi indikasi kemungkinan kemungkinan terjadinya reaksi. Apakah itu benar-
benar terjadi atau seberapa cepat reaksi berlangsung sangat bergantung pada kinetika
reaksi.
dengan reaksi berikut :
ZnO + C → Zn(g) + CO(g) (2.1)
Namun karena ini adalah reaksi padat-padat maka akan terjadi sangat lambat
dalam prakteknya karena untuk reaksi padat-padat kedua reagen harus berdampingan
satu sama lain agar reaksi terjadi. Oleh karena itu diasumsikan bahwa reduksi Seng
oksida terjadi sesuai dengan dua reaksi berikut.
Reduksi seng oksida dengan karbon monoksida :
ZnO + CO → Zn(g) + CO2(g) (2.2)
Diikuti oleh reaksi Boudouard :
CO2(g) +C (r) CO(g) (2.3)
Reaksi ini adalah reaksi solid - gas yang terjadi lebih cepat, karena gas akan
mengalir melalui material dan berhubungan dengan banyak reagen. Namun pada
reaksi pertama atmosfir yang bebas oksigen, reaksi pertama akan terjadi setelah
reaksi 2 dan 3 dialihkan.
2.2.3 Daur Ulang Dross
untuk keberhasilan proses Enviroplas, di mana fasilitas industri diproyeksikan
mampu mengembun 90% seng yang menguap. Sisanya diharapkan untuk
melaporkan sebagian besar ke fase sampah sebagai oksida, dengan jumlah timah
teroksidasi hampir sama. Umumnya, timbal dapat dipulihkan dari bahan tersebut
dengan reduksi dengan kokas atau batu bara pada 750–1000°C. Timah yang
diekstraksi harus memiliki kualitas yang dapat diisi ulang ke kondensor.
Table 2.1. Analisis logam seng khas yang dihasilkan dalam proses
Enviroplas dan Spesifikasi PWG, persen massa.
Sumber : (Masud A.2002)
Pilot-scale data 98.45 1.37 0.035 0.041 0.03
PWG
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
Residu padat sisanya sebagian besar ZnO dengan kadar Cl, Na, K, dan S yang
relatif tinggi, membuatnya tidak cocok untuk mendaur ulang langsung. Namun,
mencuci dengan air dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat komponen-komponen
yang terkandung ke nilai yang dapat lebih baik. Setelah mengeringkan, residu akhir
dapat diisi ke premelter atau tungku yang mengembang. Dalam uji skala-pilot,
generasi pembuang kondensor biasanya antara 800 dan 1000 kg per ton seng yang
diproduksi. Ini sebanding dengan tingkat produksi industri 300 hingga 400 kg
sampah per ton seng.
Dross yang dihasilkan mengandung sekitar 35–45% ZnO, 30–40% PbO,
dengan jumlah oksida lain yang lebih sedikit seperti FeO, SiO2, CaO, MgO, dan
Al2O3. Komponen minor lain yang ada termasuk Na2O, K2O, Cl, S dll. Didaur ulang
dross yang diproduksi diselidiki dalam konverter putar paling atas pada suhu antara
750 dan 1000 0 C.
Coke digunakan sebagai reductant, dan agen fluxing ditambahkan untuk
menyelidiki pengaruh mereka terhadap pemulihan timah ke fase logam. Sekitar
1000 kg sampah khas dirawat pada 40 kg / jam. Hasilnya menunjukka n bahwa
pemulihan timbal lebih dari 90%, menghasilkan fase logam yang menganalisa lebih
dari 99% Pb yang bisa mudah didaur ulang ke kondensor. Residu padat ZnO rich
yang tersisa mengandung sekitar 80% ZnO. Langkah pencucian menghilangkan lebih
dari 90% kandungan Cl, Na, K, dan S, dengan kurang dari 2% kerugian Zn ke dalam
air.
Arang aktif merupakan salah satu padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan
pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi
kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung
karbon tersebut hanya terkarbonasi dan tidak teroksidasi (Sembiring MT an Sinaga,
TS.2004:1).
Arang aktif adalah arang yang telah diaktifkan sehingga mempunyai daya
adsorbs yang tinggi terhadap zat warna, gas, zat-zat tertentu yang toksik dan
senyawa-senyawa kimia lainnya, berbentuk amorf dan memiliki luas permukaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
yang besar yaitu berkisar 300-2500 m2/g (Austin 1996:140). Luas permukaan yang
besar ini disebabkan oleh karena karbon mempunyai struktur dalam (internal
surface) yang berongga, sehingga mempunyai kemampuan menyerap gas atau zat
yang berada dalam larutan (Janowska et al 1991:103).
Arang aktif tersusun atas atom-atom karbon yang dalam penataannya
cenderung tidak beraturan atau kasar dalam rentang jarak antar atom karbon pendek.
Komponen paling dominan dari tanaman merupakan polimer dari glukosa
(C6H12O6) yang saling berikatan dengan cara tertentu. Dalam sel kayu, molekul-
molekul panjang selulosa terletak dalam baris-baris parallel membentuk serat serat
kayu.
Bahan baku untuk membuat arang aktif cukup beragam, antara lain: kayu,
batu bara, kulit kacang, atau serbuk gergaji. Dalam satu gram arang aktif, pada
umumnya memiliki luas permukaan seluas 500 - 1500 m2, sehingga sangat efektif
dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0,01 - 0,0000001
mm.
Akan tetapi, pada penelitian ini bahan baku yang digunakan adalah sekam
padi karena harganya murah dan tersedia dalam jumlah banyak (Sitohang dan Dian,
2009). Hal ini berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (2013)
bahwa produksi gabah kering giling (GKG) di Indonesia pada tahun 2012 sebesar
69,05 juta ton, sementara sekam yang dihasilkan dari gabah kering tersebut ± 15 juta
ton. Kenyataan menunjukkan bahwa pemanfaatan limbah sekam belum maksimal.
Tabel 2.2. Macam-macam arang aktif beserta kenggulannya.
No. Tipe Kadar Air Kadar Abu Daya serap iodium
1. SNI Max 15% Max 2,5% Min 75 mg/g
2. Kayu (jati) 4,81% 1,55% 28,86
3. Bagasse 6,1% 3,3% -
5. Sekam Padi 6,1% 32,6% -
Ampas kopi mengandung karbon, nitrogen, senyawa lipofilik, etanol, lignin,
alkaloid, senyawa polifenol, tanin, polisakarida, dan asam chlorogenic (Pujol et al.
2013). Beberapa kandungan tersebut (alkaloid, tanin, dan polifenol) merupakan zat
kimia beracun, yang jika tidak segera diantisipasi akan berdampak buruk pada
lingkungan. Senyawa polifenoll dapat mengurangi kadar oksigen dalam air karena
tingginya COD (Chemical Oxygen Demand) (Kekisheva et al. 2007). Kondisi ini
dapat berakibat fatal untuk makhluk yang berada dalam air dan dapat menyebabkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
bau tidak sedap. Lebih jauh lagi, bakteri yang dapat menyebabkan masalah kesehatan
dapat meresap ke sumber air minum. Maka, diperlukan suatu upaya untuk dapat
menyelesaikan permasalahan lingkungan ini.
Arang dari ampas kopi dapat menjernihkan pewarna yang bersifat asam
(acidic dye) (Nakamura et al. 2003). Arang aktif ampas kopi telah dimanfaatkan
sebagai adsorben logam kromium pada limbah cair batik (Baryatik 2016).
Kandungan karbon pada limbah kopi yang tinggi juga telah dimanfaatkan Khu sna
(2015) menjadi bahan bakar alternatif dalam bentuk briket berbasis biomassa.
Prekursor yang paling umum digunakan untuk persiapan karbon aktif adalah
bahan organik yang kaya karbon. Oleh karena itu, pengembangan metode untuk
menggunakan kembali bahan limbah sebagai karbon aktif sangat diinginkan dan
menawarkan yang menjanjikan masa depan. Limbah pertanian, seperti jatropha,
tongkol jagung, batok kelapa, serat sawit, serbuk gergaji kayu dan batu tanggal
menarik untuk diubah menjadi karbon aktif karena kekerasan dan kekuatannya yang
tinggi dimana sifat yang diinginkan ini adalah karena ligninnya yang tinggi,
kandungan karbon tinggi dan kandungan abu rendah dari bahan. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini, cangkang sawit dan tempurung kelapa dipilih sebagai prekursor
untuk produksi karbon aktif karena keduanya tersedia di Malaysia dan memiliki nilai
pasar yang sangat rendah.
Karbon aktif adalah suatu bahan hasil proses pirolisis arang pada suhu 600-
900°C. Bentuk dominannya adalah karbon amorf yang memiliki luas permukaan
yang luar biasa besar dan volume pori. Karakteristik unik ini terkait dengan sifat
daya serapnya, yang dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi fase cair maupun fase
gas. Karbon aktif adalah adsorben yang sangat serbaguna karena ukuran dan
distribusi pori-pori di dalam matriks karbon dapat dikontrol untuk memenuhi
kebutuhan pasar saat ini.
Karbon aktif telah dikenal sebagai adsorben yang paling efektif dan berguna
untuk menghilangkan polutan dari gas dan cairan yang terpolusi. Hal ini disebabkan
oleh sifat karbon aktif yang memiliki luas permukaan aktif yang besar yang dapat
memberikan kapasitas adsorpsi tinggi, struktur berpori yang dikembangkan dengan
baik dan sifat mekanik yang baik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Selain itu, karbon aktif paling banyak digunakan karena sebagian besar
kimianya (misalnya kelompok permukaan) dan sifat fisik (misalnya luas permukaan
dan distribusi ukuran pori) dapat dirancang dan disesuaikan sesuai dengan aplikasi
yang diperlukan. Selain itu, adsorpsi pada karbon aktif tampaknya merupakan teknik
yang paling umum karena kesederhanaan operasinya karena bahan sorben dapat
dibuat sangat efisien, mudah ditangani dan dalam beberapa kasus dapat diregenerasi.
2.3.1 Karakteristik karbon aktif
permukaan spesifik ditentukan oleh metode Brunauer-Emmett-Teller (BET).
Distribusi ukuran pori dievaluasi dengan metode Barrett-Joyner-Halenda (BJH).
Kelompok fungsional pada produk karbon aktif dianalisis dengan titrasi Boehm.
2.3.2 Persiapan Elektroda
Karbon aktif, dan gas karbon hitam dikeringkan pada 120°C selama 5 jam
dan dicampur secara menyeluruh dalam rasio massa 8 : 1 : 1, masing-masing.
Sejumlah N-Metil pirolidon yang sesuai kemudian ditambahkan untuk membuat
campuran seperti pasta, dan campurannya dilapis secara seragam ke atas aluminium
foil setebal 150 μm. Setelah pengeringan, elektroda semi-kering yang dihasilkan
dilewatkan secara perlahan melalui mesin rol dan dikeringkan dengan vakum pada
120°C selama 12 jam. Dengan demikian, dua elektroda AC disiapkan : ACE-1
(dengan AC-1) dan ACE-2 (dengan AC-2).
2.3.3 Kombinasi aktivasi fisik dan kimia
Kombinasi aktivasi fisik dan kimia dapat digunakan untuk menyiapkan
karbon aktif granular dengan sangat tinggi luas permukaan dan porositas yang
memadai untuk aplikasi spesifik tertentu seperti kontrol uap bensin, penyimpanan
gas, dll. Karbon aktif dari jenis ini telah dilaporkan menggunakan prekursor
lignoselulosa yang diaktifkan secara kimia dengan asam fosfat dan seng klorida dan
kemudian diaktifkan di bawah aliran karbon dioksida. Seragam, ukuran sedang
microporosity dan luas permukaan di atas 3600 m 2 / g diperoleh dengan prosedur
campuran ini (Bansal 1988).
panas/kalor. Suhu yang digunakan mulai dari 500 o C - 2500
o C (proses Mond untuk
pemurnian nikel), hingga mencapai 2.0000 o C (proses pembuatan campuran baja).
Yang umum dipakai hanya berkisar 5000 o C - 1.6000
o C. Pada suhu tersebut
kebanyakan logam ataupun campurannya sudah dalam fase cair bahkan kadang-
kadang dalam fase gas.
Umpan yang baik adalah konsentrat dengan kadar metal yang tinggi agar dapat
mengurangi pemakaian energi panas. Penghematan energi panas dapat juga
dilakukan dengan memilih dan memanfaatkan reaksi kimia eksotermik (exothermic).
2.4.1 Pengolahan sisa limbah Zinc Dross dengan pirometalurgi
Proses pengolahan pirometalurgi bertujuan untuk mengumpulkan zinc yang
terkandung dalam sisah peenguranginya dengan karbon dan mengumpulkan zinc
sebagai uap. Zinc dalam uap dapat dioksidasi untuk menghasilkan zinc oxide (ZnO)
yang dapat dijual ke peleburan logam zinc atau reduksi zinc murni seperti nilai saat
zinc diproduksi.
2.4.2 Waelz kiln
Waelz kiln saat itu digunakan untuk memperbaiki nilai bijih zinc kelas rendah
di Jerman. Proses ini bergantung pada penguapan zinc yang mudah menguap dan
tekanan uap rendah dari bahan lain. Pada tahun 1970-an, kiln Waelz mulai digunakan
untuk mengubah debu EAF, saat ini sekitar 80% debu EAF di dunia perbaharui
dengan kiln Waelz. Di dalam Waelz kiln materi padat diangkut dari titik awal ke titik
pembuangan dengan rotasi kiln pada kemiringan. Kiln diputar pada kecepatan 0,4
hingga 0,7 rpm dan memiliki kemiringan 2%. Ini menghasilkan waktu tinggal untuk
bahan antara 8 dan 10 jam. Gas sedang diberi arah arus balik.
Di bagian pertama kiln setelah bahan dimasukka, dikeringkan dan
dipanaskan. Setelah ini, reaksi yang berbeda di dalam kiln akan terjadi. Pada bagian
kedua, kokas dibakar untuk memanaskan bahan lebih jauh. Tergantung pada
kandungan oksigen CO terbentuk. Suhu material akan naik menjadi sekitar 500 O C.
Di bagian ketiga dari kiln CdO dan oksida Fe yang lebih tinggi berkurang. Sulfat dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
karbonat terdekomposisi dan garam halogen diuapkan. Pada titik ini leburan logam
pertama mulai terbentuk. Setelah ini reduksi zinc oxide dimulai dan menjadi lebih
penting, uap Zn yang diuapkan kemudian direoksidasi dalam aliran gas.
Oksida besi direduksi menjadi besi dan terjadi dekomposisi Zn oleh Cu dan
Fe. Di bagian terakhir Kiln, udara yang masuk memanas dan mengurangi reaksi
hampir selesai, sebagian besi dan logam teroksidasi kembali karena pipa tuyere
pembakar digunakan untuk memanaskan furnace.
2.4.3 Proses Termodinamika menggunakan Pirometalurgi dari debu EAF
(electric arc furnace)
Prinsip pengolahan pirometalurgi dari debu EAF adalah untuk mengekstraksi
logam berharga seperti zinc, besi, timbal, dll dari debu, pada dasarnya tergantung
pada pengurangan karbotermik, penghalusan atau halogenasi. Zinc oxide, oksida
besi, oksida timbal, kromium trioksida dan cadmium oksida dapat direduksi menjadi
bentuk logam pada suhu yang relatif rendah <1000 0 C terlepas dari sifat
endotermiknya.
Fakta ini sebagian mendukung daur ulang debu EAF melalui proses
pirometalurgi. Setelah reduksi, zinc, timbal dan kadmium akan menguap karena
tekanan uapnya yang tinggi pada suhu operasi EAF. Uap logam kemudian dapat
dikondensasikan, dipisahkan, dan dipulihkan menggunakan sistem kondensor.
Sebaliknya, besi dan kromium akan disimpan dalam residu setelah reduksi termal.
Residu kaya zat besi dari pengurangan debu, terutama dari debu seng-rendah,
memenuhi syarat untuk reklamasi. Residu ini dapat digunakan secara langsung, atau
setelah perawatan sederhana, sebagai bahan baku sekunder yang berkualitas untuk
produksi baja. Harus ditekankan bahwa sebagian besar proses pyrometallurgical
yang ada didasarkan pada reaksi-reaksi carbothermic.
Oksida logam dalam debu EAF dikurangi oleh karbon atau karbon
monoksida. Dibandingkan dengan karbon padat, karbon monoksida memiliki
kemampuan mengurangi yang lebih baik, ditunjukkan oleh suhu reduksi yang
rendah.
pereduksi. Pernyataan ini tepat ketika debu memiliki kandungan karbon yang tinggi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atau bahan karbon ditambahkan sebagai reaksi pereduksi. Dalam hal demikian,
pengurangan awalnya tergantung pada tingkat kontak antara karbon dan partikel
debu di mana reaksi padat / reaksi tidak padat terjadi, dan ada tekanan parsial uap
yang sangat rendah dari CO dan logam (misalnya, zinc, timbal dan kadium).
Dengan konsumsi karbon secara bertahap dalam reduksi oksida logam, area
kontak antara karbon dan senyawa logam menurun atau sebaliknya, tekanan parsial
CO meningkat terus dengan keterlibatan reaksi Boudouard. Akibatnya, reaksi reduksi
padat / reaksi tidak padat menjadi lebih sulit dan reaksi reduksi antara CO dan oksida
logam dalam debu mendominasi proses ekstraksi. Oleh karena itu, untuk daur ulang
debu EAF melalui carbothermic reduksi, mempercepat gasifikasi karbon dan transfer
massa CO sangat penting dan layak untuk eksplorasi ekstensif.
2.5 Karakterisasi
Scanning Electron Microscope (SEM) yaitu untuk mengetahui bentuk dan ukuran
dari butir-butir serta mengetahui interaksi satu butir dengan butir lainnya. Melalui
observasi dengan OM dapat diamati seberapa jauh ikatan butiran yang satu dengan
yang lainnya dan apakah terbentuk lapisan di antara butiran atau disebut grain
boundary.
Adapun perbedaan antara SEM dan OM adalah terletak pada perbesaran
obyek (resolusi) yang lebih tinggi daripada mikroskop optik. Sebenarnya, dalam
fungsi perbesaran obyek, SEM juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari
jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan
magnet ini bisa mengontrol dan mempengaruhi elektron yang melaluinya, sehingga
bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik (Tabitaria, 2015).
2.5.2 Differential Thermal Analyzer (DTA)
Uji termal dilakukan untuk mengetahui ekspansi panas, uji muai dan uap
panas. Menurut International Conferenderation for Thermal Analisys, bahwa analisis
termal adalah metode untuk menganalisis suatu bahan apabila diberikan perlakuan
temperature. Prinsip dari Differential Thermal Analyzer (DTA) adalah mengukur
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(Sukanto, 2013).
Prinsip dasar dari Differential Thermal Analyzer (DTA) adalah apabila dua
buah krusibel dimasukkan kedalam tungku DTA secara bersamaan, krusibel yang
berisi Sampel ditempatkan disebelah kiri dan krusibel Referensi/acuan (pembanding)
disebelah kanan, kemudian kedua krusibel tersebut dipanaskan dengan aliran panas
yang sama besar.
Gambar 2.1 . Krusibel DTA
Dengan S merupakan krusibel yang berisi sampel (kg), R merupakan krusibel
referensi/pembanding (kg) dan V adalah aliran panas. Besarnya perbedaan
penyerapan panas yang terjadi disebabkan oleh perbedaan temperatur yang
menyebabkan terjadinya suatu reaksi endotermik. Apabila temperatur sampel (TS)
lebih besar dari temperatur pembanding (TR) maka yang terjadi adalah reaksi
eksotermik tetapi apabila temperatur sampel (TS) lebih kecil dari pada temperatur
pembanding (TR) maka reaksi perubahan yang terjadi adalah reaksi endotermik.
Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa terjadinya reaksi eksotermik disebabkan
oleh suatu bahan mengalami perubahan fisika atau kimia dengan mengeluarkan
sejumlah panas yang mengakibatkan kenaikan (TS) lebih besar dari (TR). Sedangkan
terjadinya reaksi endotermik disebabkan oleh terjadinya perubahan fisika atau kimia
yang dialami oleh suatu bahan dengan menyerap sejumlah panas yang
mengakibatkan (TS) lebih kecil dari (TR).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Agar kemampuan dalam mengukur stabil penggunaan alat DTA 50 harus
memperhatikan faktor-faktor lingkungan berikut ini : temperatur tinggi dan
kelembaban tinggi, perubahan temperatur yang besar terkait dengan air- conditioner
(AC), getaran keras, cahaya matahari langsung dan angin yang besar, lingkungan
yang berdebu, dekat dengan sumber gangguan listrik, tegangan listrik yang tidak
stabil.
Hasil dari pemanasan atau pendinginan DTA ditampilkan dalam bentuk
differential thermogram atau kurva DTA dimana sumbu y sebagai sinyal DTA dalam
mikrovolt dan sumbu x sebagai temperatur ( 0 C). Interpretasi dari kurva DTA
ditunjukan pada Gambar 2.3 dimana terdapat garis lurus, puncak dan lembah
(Afandi, 2004).
Garis lurus terjadi bila tidak ada apapun yang terjadi pada material sampel
dan material referensi sehingga tidak ada perbedaan temperatur antara sampel dan
material referensi karena panas akan melewati kedua material dengan kecepatan
sama dan kenaikan temperatur juga sama.
Bila terjadi reaksi endotermis pada sampel yang menyerap sejumlah energi
(panas) tertentu maka temperatur pada material sampel akan tetap. Sementara pada
material referensi tidak ada reaksi yang membuat temperaturnya naik secara
kontinyu. Perbedaan sinyal antara termokopel kedua material menjadi negatif
sehingga kurva DTA turun.
Ketika reaksi endotermis sempurna temperatur material sampel akan naik
dengan cepat mengejar ketinggalan dari material referensi yang menyebabkan
perbedaannya nol dan kembali ke keadaan setimbang. Reaksi ini akan menciptakan
lembah pada kurva DTA.
Bila terjadi reaksi eksotermis pada sampel yang melepaskan sejumlah energi
maka temperatur sampel akan naik dengan cepat. Sementara tidak ada reaksi pada
material referensi yang menyebabkan temperaturnya naik secara kontinyu tetapi
tidak secepat material sampel.
Perbedaan sinyal antara termokopel kedua material menjadi positif dan kurva
DTA naik. Ketika reaksi sempurna, temperatur material referensi naik dengan cepat
yang menyebabkan perbedaan temperaturnya kembali nol dan kurva DTA berada
pada kesetimbangan. Reaksi ini menimbulkan puncak pada kurva DTA.
Panas yang diperoleh dari kurva DTA merupakan beda panas yang mengalir
ke atau dari sampel, QS, dengan panas yang mengalir ke atau dari material referensi,
Qr. Dengan demikian diperoleh :
Q = QS - Qr (2.1)
Untuk reaksi endoterm yang menyerap energi, maka Q < 0 (negatif). Dan
untuk reaksi eksoterm yang menghasilkan energi, maka Q > 0 (positif). Oleh karena
itu perubahan entalpi pemadatan dapat diperoleh dari Hsol = - Q. dimana untuk
reaksi endoterm Hsol > 0 (positif) dan untuk reaksi eksoterm Hsol < 0 (negatif) dan
perubahan entropi reaksi dapat diperoleh dengan persamaan berikut :
G = Hsol – T S (2.2)
Dengan G = 0 pada keadaan kesetimbangan (pada Ttransformasi), sehingga :
Ssol =
(2.3)
2.5.3 X-Ray Fluoresence (XRF)
yang terkandung dalam suatu sampel dengan menggunakan metode stoikiometri.
Secara garis besar, prinsip kerja XRF adalah elektron pada kulit bagian dalam sampel
akan dieksitasi oleh foton. Selama proses dieksitasi proton akan berpindah dari
tingkat energi yang lebih tinggi untuk mengisi kekosongan elektron.
Energi yang dipancarkan oleh kulit yang berbeda akan muncul sebagai sinar
X yang diemisikan oleh atom. Spektrum sinar X yang diperoleh selama proses di atas
menyatakan jumlah dari karakteristik puncak. Energi puncak untuk mengidentifikasi
unsur dalam sampel (analisis kualitatif), sementara intensitas puncak menyediakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
konsentrasi unsur yang yang relevan dan mutlak (analisis kuantitatif dan semi
kuantitatif). Waktu yang digunakan untuk sekali pengujian adalah 300 detik.
Sedangkan preparasi sampel tidak perlu dilakukan dengan merusak, sehingga sampel
dapat segera diukur (Beckhoff B et al, 2007).
Analisis menggunakan XRF dilakukan berdasarkan identifikasi dan
pencacahan sinar-x karakteristik yang terjadi dari peristiwa efek fotolistrik. Efek
fotolistrik terjadi karena elektron dalam atom target (sampel) terkena sinar berenergi
tinggi (radiasi gamma, sinar-x). Bila energi sinar tersebut lebih tinggi daripada energi
ikat elektron dalam orbit K, L atau M atom target, maka elektron atom target akan
keluar dari orbitnya.
Dengan demikian atom target akan mengalami kekosongan elektron. Ke
kosongan elektron ini akan diisi oleh elektron dari orbital yang lebih luar diikuti
pelepasan energi yang berupa sinar-x. Sinar-x yang dihasilkan merupakan suatu
gabungan spektrum sinambung dan spektrum berenergi tertentu (discreet) sasaran
yang tertumbuk elektron. Jenis spektrum discreet tergantung pada perpindahan
elektron yang terjadi dalam atom bahan.
Gambar 2.3. Proses Terjadinya Sinar-X
Sinar-x karakteristik yang dihasilkan dari peristiwa tersebut ditangkap oleh
detector semi konduktor Silikon Lithium (SiLi). Detektor tersebut dapat berfungsi
dengan baik bila temperatur dijaga pada kondisi suhu di bawah 0 0 C (-115
0 C)
Berdasarkan manual alat, spektrometer XRF mampu mendeteksi unsur
- unsur
dengan energi karakteristik sinar-x > 0,840 keV dengan kebolehjadian terjadinya
sinar yang dideteksi spektrometer XRF dengan konsentrasi lebih besar dari 0,01 %.
Hasil analisis kualitatif ditunjukkan dalam bentuk spektrum yang mewakili
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
komposisi unsur yang terkandung dalam suatu bahan sesuai dengan energi
karakteristik sinar-x masing - masing unsur, sedang analisis kuantitatif dihitung
menggunakan metode komparatif.
Prinsip kerja alat XRF adalah sebagai berikut : sinar-x fluoresensi yang
dipancarkan oleh sampel dihasilkan dari penyinaran sampel dengan sinar-x primer
dari tabung sinar-x (X-Ray Tube), yang dibangkitkan dengan energi listrik dari
sumber tegangan sebesar 1200 volt. Bila radiasi dari tabung sinar-x mengenai suatu
bahan maka elektron dalam bahan tersebut akan tereksitasi ke tingkat energy yang
lebih rendah, sambil memancarkan sinar-x karakteristik.
Sinar-x karakteristik ini ditangkap oleh detektor diubah ke dalam sinyal
tegangan (voltage), diperkuat oleh Preamp dan dimasukkan ke analizer untuk diolah
datanya3. Energi maksimum sinar-x primer (keV) tergantung pada tegangan listrik
(kVolt) dan kuat arus ( Ampere). Fluoresensi sinar-x tersebut dideteksi oleh
detektor SiLi. Pada gambar 4 ditunjukkan skema analisis sistem menggunakan DX-
95.
2.5.4 Pengujian Mikrostruktur Scanning Electron Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope Energy-Dispersive X-Ray (SEM-EDX) adalah
sebuah mikroskop electron yang didesain untuk mengamati permukaan objek solid
secara langsung. SEM-EDX memiliki perbesaran 10 3.000.000 kali, depth of field
4 0.4 mm dan resolusi besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui
komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk
keperluan penelitian dan industri (Prasetyo, 2011) SEM memfokuskan sinar electron
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(electron beam) di permukaan objek dan mengambil gambarnya dengan mendeteksi
eletron yang muncul dari permukaan objek.
2.5.4.1 Prinsip Kerja SEM
SEM membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar elektron
berenergi tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 keV, melewati sampel dan
kemudian mendeteksi “secondary electron” dan “backscattered electron” yang
dikeluarkan. „Secondary electron berasal pada 5-15 nm dari permukaan sampel dan
memberikan informasi topografi dan untuk tingkat yang kurang, pada variasi unsur
dalam sampel. “Backscattered electron” terlepas dari daerah sampel yang lebih
dalam dan memberikan informasi terutama pada jumlah atom rata-rata dari sampel.
Peristiwa tumbukan berkas sinar electron, yaitu ketika memberikan energi pada
sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-x yang merupakan karakteristik dari
atom-atom sampel. Energi dari sinar-x digolongkan dalam suatu tebaran energi
spectrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur-unsur dalam sampel.
Berkas elektron primer berinteraksi dengan sampel di sejumlah cara kunci:
elektron primer menghasilkan elektron energi yang rendah sekunder, yang
cenderung menekankan sifat topografi specimen
elektron primer dapat backscattered yang menghasilkan gambar dengan
tingkat tinggi nomor atom kontras (Z)
atom terionisasi dapat bersantai transisi elektron shell-ke-shell, yang
mengakibatkan baik emisi X-ray atau elektron Auger ejeksi. Sinar-X
dipancarkan merupakan karakteristik dari unsur-unsur dalam beberapa pM
atas sampel
Insiden elektron sinar membangkitkan elektron dalam keadaan energi yang
lebih rendah, mendorong ejeksi mereka dan mengakibatkan pembentukan lubang
elektron dalam struktur elektronik atom. Elektron dari kulit, energi luar yang lebih
tinggi kemudian mengisi lubang, dan kelebihan energi elektron tersebut dilepaskan
dalam bentuk foton sinar-X. Pelepasan ini sinar-X menciptakan garis spektrum yang
sangat spesifik untuk setiap elemen. Dengan cara ini data X-ray emisi dapat
dianalisis untuk karakterisasi sampel di pertanyaan. Sebagai contoh, kehadiran
tembaga ditunjukkan oleh dua K puncak disebut demikian (K dan K α β).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan PUSPIPTEK
Serpong, Tangerang Selatan.
3.1.2 Waktu Penelitian
3.2 Alat dan Bahan
1. Planetary Bill Mill (PBM)
Berfungsi untuk mengaduk dan mencampur larutan agar homogeny.
2. Ball Mill
3. Beaker Glass
4. Spatula
5. Gelas Ukur m
6. Neraca Digital
7. Oven
8. Kertas Saring
10. Sarung Tangan
iritasi.
12. Kertas Label
13. Pelastik Sampel
19. Disc Mill
bubuk.
21. Cawan
22. Optical Microscope (OM)
23. X-Ray fluorescence (XRF)
sampel.
Berfungsi sebagai alat untuk menguji sifat termal suatu material.
25. SEM (Scanning Electron Microscopy)
Berfungsi sebagai alat untuk melihat mikrostruktur dari permukaan
sampel.
2. Larutan Aqua DM
5. Larutan Ethanol (C2H5OH)
(OM).
Penyaringan hingga mendapatkan hasil endapan.
Zn Dross + Karbon kopi + Aqua
Dm
24 jam dengan suhu 100 o C.
Hasil Serbuk Zn Dross + C
Zn Dross
Analisa DTA
Proses Pirolisis
terbentuk dan sisa pada Furnace. Timbang
Serbuk ZnO
o C)
1. Disediakan bahan baku limbah kopi.
2. Dihancurkan arang yang masih utuh dengan menggunakan palu hingga
memiliki ukuran partikel yang lebih kecil.
3. Dimilling patiket-partiket karbon selama 10 menit menggunakan disc mill
untuk mendapatkan serbuk karbon.
4. limbah kopi dimilling hingga menjadi serbuk.
5. Serbuk karbon di oven selama 1 jam denggan suhu 100 o C.
3.4.2 Preparasi sampel Zn Dross + Carbon
1. Persiapan Sampel serbuk Zn Dross+ C, dengan variasi carbon 12,5 gram, dan
25 gram.
2. Serbuk Zn dross + C dicampur dengan Aqua DM 200 ml.
3. Semua campuran diaduk dalam elenmeyer
4. Kemudian campuran akan di milling dengan menggunakan Planetary Bill
Mill (PBM) selama ± 40 menit agar semua campuran menjadi homogen
(melumpur).
5. Lakukan penyaringan dengan Buchner + Vacum what-man agar ZnO + C
terpisah dari H2O/Aqua Dm.
suhu 100 o C selama 24 jam.
3.4.3 Proses PIrolisasi Menggunakan Tube Furnace
1. Serbuk ZnO + C ditimbang sebanyak 10 gram dan tuang kedalam cawan
yang terbuat dari alumina.
2. Masukkan cawan yang telah diisi sampel kedalam Furnace.
3. Kenudian atur temperatur furnace dengan varisai (900 o C, 1000
o C, 1100
o C,
1200 o C) selama 2.5 jam, kemudian setelah mencapai suhu yang telah di
tentukan, sampel akan dibakar selama 2.5 jam.
4. Setelah selesai pembakaran selama 2.5 jam suhu akan turun dan kembali
nornal (suhu kamar) dan furnace dimatikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
5. Pengambilan semua deposit hasil yang terbentuk dan sisa pembakaran pada
Furnace.
karakterisasi. Adapun karakterisasi yang dilakukan adalah analisa DTA/TGA
(Differential Thermal Analysis/Thermal Gravimetric Analysis, X-Ray Fluorescence
(XRF), SEM-EDX (Scanning Electron Microscope), dan OM (Optical Microscope).
3.5.1 Analisis DTA (Differential Thermal Analysis)
Analisis termal serbuk Zn Dross + Carbon menggunakan alat Differential
Thermal Analysis/Thermal Gravimetric Analysis (DTA/TGA). Tujuan analisis termal
adalah untuk menjadi acuan pada perlakuan panas (Heat Treatment) serbuk Zn Dross
+ Carbon. Analisa DTA/TGA yang ada di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika –
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2K –LIPI) serpong, dilakukan dengan
pemindaian sampel pada temperatur 25 °C – 1200 °C dengan kecepatan pemanasan
10 °C/menit.
3.5.2 Karakterisasi dengan X-Ray Fluorescence (XRF)
Bahan baku Zn Dross + Carbon yang memiliki hasil serbuk ZnO diuji
menggunakan XRF untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung pada bahan uji
tersebut. Setelah mengetahui apa saja yang terkandung pada bahan tersebut maka
dapat diketahui karakteristik bahan tersebut baik titik lebur dan kandungan yang
berada pada ZnO tersebut.
3.5.3 OM (Optical Microscope)
Pengujian Optical Microscope (OM) berfungsi untuk melihat morfologi
(bentuk dan ukuran) sampel dan mengamati distribusi partikel. Sampel yang akan
diuji yaitu dalam bentuk serbuk.
Adapun prosedur pengujian optical microscope yaitu:
1. Disiapkan sampel yang akan diuji.
2. Diletakkan sampel yang akan diuji di atas kaca preparat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
3. Dibasahi sedikit sampel yang akan diuji dengan ethanol, kemudian ditunggu
hingga kering
5. Diamati permukaan sampel menggunakan optical microscope, dengan
perbesaran 40 kali dan diambil gambar hasil perbesaran tersebut sebagai
gambar yang akan dianalisis ukuran dan distribusi partikelnya.
6. Gambar hasil perbesaran optical microscope akan diolah dan dianalisis
menggunakan software ImageJ.
3.5.4.1 Sampel dan Preparasi
Sample diambil secukupnya menggunakan spatula kemudian dilakukan
dehidrasi pada sample yang bertujuan untuk memperkecil kadar air sehingga tidak
mengganggu proses pengamatan. Sampel ditempatkan pada hand blower. Banyaknya
sample yang dapat dianalisa maksimum adalah empat sampe l. Kemudian sampel
diberi tanda agar pada saat dimasukkan ke dalam SEM sampel tidak tertukar dan
mempermudah ketika melakukan pengamatan.
SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah analisis untuk penggambaran
sampel dengan perbesaran hingga puluhan ribu kali. Dengan analisis SEM dapat
melihat ukuran partikel yang tersebar pada sampel. SEM bekerja dengan
memanfaatkan elektron sebagai sumber cahaya untuk menembak sampel. Sampel
yang ditembak akan menghasilkan penggambaran dengan ukuran hingga ribuan kali
lebih besar (Yosmarina, 2012). Analisis SEM juga bermanfaat untuk mengetahui
mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat. Berkas sinar
elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut elektrongun. Sebuah ruang
vakum diperlukan untuk preparasi cuplikan (Budi, Citra, 2010).
SEM dapat menghasilkan karakteristik bentuk 3 dimensi yang berguna untuk
memahami struktur permukaan dari suatu sampel. Data yang diperoleh dari SEM-
EDX antara lain dapat diketahui jenis atau unsur-unsur mineral yang terkandung
dalam sampel yang diperoleh dari analisis SEM dan grafik antara nilai energi dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
cacahan yang diperoleh dari analisis EDX (Findah, Zainuri, 2012). Sewaktu berkas
elektron menumbuk permukaan sampel sejumlah elektron direfleksikan sebagai
backscattered electron (BSE) dan yang lain membebaskan energi rendah secondary
electron (SE). Emisi radiasi elektromagnetik dari sampel timbul pada panjang
gelombang yang bervariasi tapi pada dasarnya panjang gelombang yang lebih
menarik untuk digunakan adalah daerah panjang gelombang cahaya tampak dan sinar
-X. Elektron-elektron BSE dan SE yang direfleksikan dan dipancarkan sampel dikum
pulkan oleh sebuah sintillator yang memancarkan sebuah pulsa cahaya pada elektron
yang datang. Cahaya yang dipancarkan kemudian diubah menjadi sinyal listrik dan
diperbesar oleh photo multiplier. Setelah melalui proses pembesaran sinyal tersebut
dikirim ke bagian grid tabung sinar katoda.
Penentuan komposisi dilakukan dengan menggunakan Energy Dispersive
Spectrometry (EDS) yang tergabung pada SEM dengan menggunakan tegangan
akselerasi 25 KeV dan ukuran berkas electron 100, dan 200 nm. Prinsip kerja EDS
adalah jika ada satu elektron berinteraksi dengan bahan, maka elektron tersebut
dihamburkan oleh elektron lain yang mengelilingi inti atom bahan. Elektron yang
terhambur disebut elektron primer dan elektron yang berada di orbit akan terpantul
keluar dari sistem, sehingga terjadi kekosongan yang akan diisi oleh elektron dari
kulit yang diluarnya. Karena elektron yang diluar mempunyai energi yang lebih
besar, maka pada waktu berpindah orbit ke energi yang lebih rendah akan
melepaskan energi dalam bentuk foton, yang dikenal sebagai sinar-X. Spektrum
enegi sinar-X yang dipancarkan tersebut mempunyai energy spesifik yang tegantung
dari nomor atom bahan. Dengan mengetahui energy sinar-X yang dipancarkan, dapat
diketahui nomor atom bahan yang memancarkan sinar-X tersebut, dan juga
kandungan relatif masing-masing bahan di dalam paduannya berdasarkan sinar-X
yang dipantulkan (Nuha, 2008).
4.1 Karakterisasi XRF Zinc Dross (Raw Material)
Zinc dross yang digunakan pada penelitian ini berasal dari industri pelapisan
(galvanis). Pengujian XRF dilakukan untuk menentukan komposisi kimia zinc dross
berdasarkan persentase massa, data ini bersifat kuantitatif. Komposisi kimia hasil
analisis XRF dari sampel zinc dross dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 4.1. Kandungan Unsur Sampel Zinc Dross ZnO dengan XRF
No Unsur Kandungan* (%)
2. Fe 4.09
3. Mg 2.03
4. Al 0.48
Pada zinc dross terdapat 19 unsur logam penyusun, dan 4 unsur logam
terbesar dapat dilihat pada tabel 1 dan untuk data lainnya dapat dilihat pada lampiran.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat persentase berat terbesar berasal dari logam zinc
(Zn) mencapai 90%. Kemudian pengotor yang memiliki persentase terbesar berasal
dari logam besi (Fe) mencapai 4.09%, sedangkan pengotor lainnya memiliki
persentase yang rendah seperti magnesium (Mg), dan aluminium (Al) mencapai.
4.2 Karakterisasi Sifat Thermal
Uji termal dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekspansi panas terhadap
terjadinya reaksi. Data yang diperoleh dari DTA/TG yaitu dinyatakan dalam
perbandingan antara, Real mass change (%), Heat Flow (mW) terhadap Temperature
( o C). Sampel dipanaskan mulai dari suhu ruangan + 25°C sampai dengan 1200°C,
dengan kecepatan pemanasan 10°C/menit. Reaksi-reaksi kimia dapat diketahui dari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
perubahan suhu ekstrim yang terdeteksi pada sensor perubahan aliran panas. DTA
yaitu reaksi eksotermik dan endotermik.
Hasil pengujian DTA pada sampel Zn Dross + C menunjukkan perubahan
pada Real mass change (%), melalui puncak - puncak yang dihasilkan oleh alat
DTA berbentuk grafik. Perubahan puncak – puncak oleh DTA ini terjadi akibat
perubahan dan reaksi kimia yang diikuti oleh perubahan suhu pada sampel uji
gambar 5.
Gambar 4.1 menunjukkan grafik hasil pengujian DTA yang menginterpretasikan
sifat termal dari reaksi Zn Dross + C. Pada suhu 25 o C hingga + 200
o C terjadinya
proses pengeringan atau dehidrasi pada sampel. Reaksi eksotermik yang pertama
terjadi pada suhu 392 o C adalah reaksi reduksi pada karbon dan oksidasi pada
ferioksida :
3Fe2O3(s) + C(s) → 2Fe3O4(s) + CO(s) (4.1)
Reaksi di atas diikuti dengan adanya kehilangan massa sekitar 3% hingga pada suhu
392 o C. Selanjutnya, pada suhu 410
o C terjadi reaksi endotermik yang menunjukkan
titik akhir dari reaksi tersebut.
Reaksi eksotermik kedua terjadi pada suhu awal 670 o C yang ditandai dengan
peak kedua pada grafik. Pada suhu tersebt terjadi reaksi di bawah ini :
Fe3O4(s) + C(s) → 3FeO(s) + CO(g) (4.2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
reaksi di atas berakhir hingga pada suhu 791 o C. Pada reaksi ini karbon berubah
menjadi gas karbon dioksida dan terlepas ke udara, dan reaksi ini di tandai dengan
adanya kehilangan massa berkisar 25% dan terjadinya reaksi eksotermik.
Selanjutnya, pada suhu 791 o C adalah peak melting temperature terjadinya reaksi dan
mulai terbentuknya ZnO reaksi endotermik yang ke dua dimana suhu mulai
terjadinya reaksi pada percobaan ini berada pada suhu 791 o C tersebut, pada suhu ini
terjadi reaksi dibawah ini :
Zn(g) + O2 → ZnO(s) (4.4)
pada reaksi di atas zinc ferit (ZnFe2O4) dan karbon berubah menjadi gas karbon
dioksidasi dan terlepas di udara, Zn yang keluar terkena panas di beri gas O2 dan
menghasilkan ZnO murni.
Reaksi eksotermik berakhir dari suhu 791 o C hingga 1000
o C yang di tandai
pada peak ke tiga terhadap grafik, dan tidak terdapat massa yang hilang pada reaksi
ini, pada suhu 1000 o C terjadi reaksi di bawah ini :
ZnO(s) + C(s) → Zn(g) + CO(g) (4.5)
Reaksi di bawah ini Zn yang terpisah keluar dari cawan berupa gas di aliri gas O2
dan menghasilkan ZnO murni, sedangkan CO yang keluar dalam bentuk gas juga
dialiri O2 tidak menghasilkan endapan seperti reaksi dibawah ini :
Zn(g) + O2 → ZnO(s) (4.6)
CO(g) + O2 → CO2(g) (4.7)
Berlanjut pada suhu 1200 o C Zinc Oxide (ZnO) semakin banyak terbentuk
akibat suhu yang semakin tinggi dan Zn yang keluar semakin banyak, di ikuti sedikit
Fe yang ikut bereaksi pada suhu 1200 o C dan keduanya dialiri dengan gas O2 hingga
memperoleh hasil terbentunya ZnO murni, sedangakan pada Fe tidak terdapat hasil,
seperti pada reaksi dibawah ini :
ZnO(s) + Fe(s) → Zn(g) + Fe(S) (4.8)
Zn(g) + O2 → ZnO(g) (4.9)
Fe(s) + O2 → FeO2(g) (4.10)
Pada reaksi di atas zinc (Zn) berubah menjadi gas dan di aliri gas O2 yang tereduksi
dari zinc oxide (ZnO) hingga penggujian berakhir pada reaksi ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Unsur-unsur yang terkandung pada serbuk bahan baku Zn Dross + Carbon
yang dimilling dengan menggunakan Planetary Bill Mill (PBM) selama ± 40 menit
dan dipirolisis menggunakan furnace selama 2.5 jam dengan suhu 1200 o C, yang
dimana Zn dross nya berasal dari industry pelapisan (galvanis). Dilakukan kembali
pengujian XRF ini adalah untuk menentukan komposisi unsur ZnO berdasarkan
persentasi berat, namun data ini bersifat-kuantitatif. Komposisi kimia hasil analisa
XRF dari sampel Zn dross + C dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.2. Grade 1 Kandungan Unsur Zinc Dross ZnO dengan XRF.
No. Unsur Kandungan* (%)
1. ZnO 98.1
2. Al2O3 0.61
3. Fe2O3 0.1
4. SiO2 0.03
5. MgO 0.34
Tabel 4.3. Grade 2 Kandungan Unsur Zinc Dross ZnO dengan XRF.
No. Unsur Kandungan* (%)
1. ZnO 96.5
2. Al2O3 0.34
3. MgO 0.34
4. Fe2O3 0.06
5. SiO2 0.48
Tabel 4.4. Sisa Pembakaran Kandungan Unsur Zinc Dross ZnO dengan XRF.
No. Unsur Kandungan* (%)
1. ZnO 85.2
2. Fe2O3 7.36
3. SiO2 3.19
4. MgO 2.63
5. Al2O3 0.8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat persentase ber at terbesar berasal dari
logam zinc (Zn) pada table 2 Grade 1 mencapai 98.1%, pada table 3 Grade 2
mencapai 96,5%, dan pada table 4 sisah pembakaran 85.2%. Kemudian pengotor
yang memiliki persentase terb esar berasal dari Grade 1 Aluminium oksida (Al2O3)
mencapai 0.61%, Grade 2 silika (SiO2) mencapai 0.48%, dan dari sisah peembakaran
logam besi (Fe2O3) mencapai 7.38%, sedangkan pengotor lainnya memiliki
persentase yang rendah seperti magnesium (MgO) .
4.4 Pengamatan Optical Microscopy (OM)
Pengamatan distribusi gumpalan partikel pada sampel dilakukan dengan
pengujian menggunakan alat Optical Microscopy (OM). Analisa menggunakan OM
sangat mudah dilakukan dan sangat praktis. Hasil pembakaran Sampel Zn Dross + C
dalam bentuk serbuk terlebih dahulu diletakkan diatas kaca preparat, lalu dibasahi
sedikit dengan cairan ethanol. Kemudian sampel diletakkan diatas meja sampel,
tepatnya dibawah lensa objektif.
distribusi gumpalan partikel yang diinginkan. Pengamatan distribusi gumpalan
partikel dapat dilihat melalui layar monitor yang telah terhubung dengan OM
maupun melalui lensa okuler. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran 40 kali oleh
lensa objektif. Hasil dari pengamatan optical microscopy (OM) yaitu berupa gambar
digital yang dapat dianalisa.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.2. Hasil karakterisasi dengan menggunakan OM (a). Tutup tabung furnace,
(b). Dinding tabung furnace, (c). Thermocouple, (d). Sisa sampel.
Dari gambar 4.2. dapat diamati hasil karakterisasi dengan menggunakan
optical microscope dengan perbesaran masing-masing 40x pada sampel ZnO + C
yang di furnace pada temperatur 1200 o C selama 2,5 jam diketahui bahwa pada (a).
Tutup tabung furnace, (b). Dinding tabung furnace, dan (c). Thermocouple masing-
masing merupakan morfologi permukaan serbuk Zinc Oxide (ZnO) yang
teraglomerisasi pada setiap partikelnya, dan bentuk partikel pada ZnO terlihat tidak
seragam dan dapat diketahui bahwa gambar bagian terang adalah area bukit (partikel
sampel) hasilnya terdapat berupa serbuk yang menggumpal sehingga diperoleh hasil
kemurnian ZnO yang lebih baik terdapat pada bagian (c). Thermocouple. Sedangkan
50.0 µ 50.0 µ
50.0 µ 50.0 µ
pada (d). Sisa pembakaran merupakan morfologi permukaan serbuk ZnO yang
memiliki kandungan rendah, dikarenakan pada sisah pembakaran ini memiliki
beberapa kandungan pengotor, diantaranya Fe2O3, MgO, Al2O3, dan SiO2.
Berdasarkan hasil optical microscope, penelitian ini juga melakukan analisis
menggunakan SEM-EDX yang menganalisis lanjutan pada mikrostruktur serbuk
Zinc Oxide (ZnO).
Electron Microscope)
menunjukkan bahwa pada pengujian mikrostruktur dari ZnO dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Berdasarkan gambar 4.3 dapat dilihat bahwa morfologi sampel ZnO berhasil
diamati, bentuk partikel pada ZnO terlihat tidak seragam. Keseluruhan sampel
tersebut dapat dikatakan mengalami aglomerasi antara partikel, sehingga bentuknya
tidak seragam dan saling membentuk gumpalan dengan partikel yang berbeda-beda.
Distribusi ukuran partikel pada sampel ZnO berada pada rentang 1.900 µm sampai
dengan 9.378 µm, ukuran ZnO yang dihasilkan sangat bergantung pada ukuran template
yang mengelilingi permukaan nanopartikel.
41
Aglomerasi antar partikel ZnO dan partikel yang tidak seragam terjadi karena pengaruh
polaritas, daya celektrostatik ZnO serta energi yang besar di permukaan sampel yang biasa
terjadi ketika proses sintesis berlangsung. Hasil pengukuran ukuran partikel serbuk ZnO
yang dilakukan dengan menggunakan SEM akan terlihat perbedaannya apabila
dibandingkan dengan menggunakan PSA. Hal ini disebabkan karena PSA akan
melakukan analisa pengukuran terhadap partikel yang lebih besar dahulu. (P.James
and Syvitski, 1991). Sehingga pada pengukuran dengan menggunakan PSA distribusi
ukuran partikel yang terdeteksi lebih besar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diambil kesimpulan yaitu:
1. Telah berhasil dilakukan pemurnian Zinc Oxide (ZnO) dari Zinc dross
dengan proses pirometalurgi yang di pirolisis menggunakan furnace pada
suhu 1200 o C selama 2.5 jam.
2. Penggunaan karbon kopi sebagai campuran dalam pemurnian Zinc Oxide
(ZnO) menghasilkan persen hasil yang cukup tinggi dan dapat
mempurifikasi ZnO melalui reduksi yang mulai aktif terjadi pada suhu
1000 o C.
Gravimetri) terhadap sampel Zn dross + C yang telah diberikan perlakuan
panas (Heat Treatment) menunjukkan bahwa sampel mulai bereaksi dan
mulai terbentuk Zinc Oxide pada suhu 791 o C.
4. Pada hasil karakterisasi XRF diperoleh bahwa serbuk ZnO yang telah
dipurifikasi dari sampel Zn dross + C sebelum dan sesudah dipirolisis
pada suhu 1200 ºC, selama 2.5 jam mendapatkan hasil kemurnian yang
meningkat, yaitu dari 90% menjadi 98,1%.
5. Dari hasil pengujian optical microscopy (OM) dan hasil pengujian SEM-
EDX diperoleh bahwa morfologi sampel ZnO tidak memiliki bentuk yang
seragam dan mengalami glamorasi pada partikel, dan memiliki ukuran
srentang dari 1.900 µm sampai dengan 9.378 µm .
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan campuran
lain pada proses pembakaran dalam pemurnian ZnO.
2. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui
sifat-sifat dari campuran yang digunakan.
3. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian lebih dalam lagi
untuk dapat menghasilkan penelitian yang lebih maksimal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Coronado, M., Andres, A., Cheeseman, C.R., 2016. Acid gas emissions from
structural clay products containing secondary resources: foundry sand dust
and Waelz slag. J. Clean. Prod. 115, 191-202.
Donald, J.R., Pickles, C.A., 1996. Reduction of electric arc furnace dust with solid
iron ssspowder. Can. Metall. Q. 35, 255-267.
Dutra, A.J.B., Paiva, P.R.P., Tavares, L.M., 2006. Alkaline leaching of zinc from
electric arc furnace steel dust. Min. Eng. 19, 478-485.
Evans, L., Hogan, J., 1987. Recycling of EAF dust by direct injection. Electr. Furn.
Conf. Proc. 44, 367-372.
Frieden, R., Hansmann, T., Roth, J.L., Solvi, M., Engel, R., 2001. PRIMUS®, a new
process for the recycling of steelmaking by-products and the prereduction of
iron ore. Acta Metall. Slovaka 7, 33-44.
Gomes, H.I., Mares, W.M., Rogerson, M., Stewart, D.I., Burke, I.T., 2016. Alkaline
residues and the environment: a review of impacts, management practices and
opportunities. J. Clean. Prod. 112, 3571-3582.
Guo, T., Hu, X., Matsuura, H., Tsukihashi, F., Zhou, G., 2010. Kinetics of Zn
removal from ZnO-Fe2O3-CaCl2 system. ISIJ Int. 50, 1084-1088.
Huaiwei, Z., Xin, H., 2011. An overview for the utilization of wastes from stainless
steel industries. Resour. Conser. Recycl 55, 745-754.
Jensen, J., Wolf, K., 1997. Reduction of EAF dust emissions by injecting it into the
furnace. MPT Int. 3, 58-62.
Kavouras, P., Kehagias, T., Tsilika, I., Kaimakamis, G., Chrissafis, K., Kokkou, S.,
Papadopoulos, D., Karakostas, Th, 2007. Glass-ceramic materials from
electric arc furnace dust. J. Hazard. Mater 139, 424-429.
Kurunov, I.F., 2012. Environmental aspects of industrial technologies for recycling
sludge and dust that contain iron and zinc. Metallurgist 55, 634-639.
Kuwauchi, Y., Barati, M., 2013. A mathematical model for carbothermic reduction
of dust-carbon composite agglomerates. ISIJ Int. 53, 1097-1105.
Lu, W.K., Huang, D.F., 2003. Mechanisms of reduction of iron ore/coal
agglomerates and scientific issues in RHF operations. Min. Proc. Extr.
Metall. Rev. 24, 293-324
Mager, K., Meurer, U., Garcia-Egocheaga, B., Goicoechea, N., Rutten, J., Sagge, F.,
Simonetti, W., 2000. Recovery of zinc oxide from secondary raw materials:
new developments of the Waelz process. In: Proceedings of Recycling of
Metals and Engineered Materials,, pp. 329-344.
Mauthoor, S., Mohee, R., Kowlesser, P., 2014. An assessment on the recycling
opportunities of wastes emanating from scrap metal processing in Mauritius.
Mo, K.H., Alengaram, U.J., Jumaat, M.Z., Yap, S.P., 2015. Feasibility study of high
volume slag as cement replacement for sustainable structural lightweight oil palm shell concrete. J. Clean. Prod. 91, 297-304.
Nolasc-Sobrinho, P.J., Espinosa, D.C.R., Tenorio, J.A.S., 2003. Characterization of
dusts and sludges generated during stainless steel production in Brazilian
industries. Ironmak. Steelmak 30, 311-17.
Nugroho,P. 2004. Devais Mikroelektronika ZnO.Teknik Elektro UGM. Yogyakarta.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
Oda, H., Ibaraki, T., Abe, Y., 2006. Dust recycling system by the rotary hearth
furnace. Nippon. Steel Tech. Rep. 94, 147-152.
Orhan, G., 2005. Leaching and cementation of heavy metals from electric arc furnace
dust in alkaline medium. Hydrometallurgy 78, 236-245.
Pan, H.Y., Zhang, X.H., Wu, J., Zhang, Y.Z., Lin, L.L., Yang, G., Deng, S.H., Li, L.,
Yu, X.Y., Qi, H., Peng, H., 2016. Sustainability evaluation of a steel
production system in China based on energy. J. Clean. Prod. 112, 1498-1509.
Pereira, C.F., Rodríguez-Pi_nero, M., Vale, J., 2001. Solidification/stabilization of
electric arc furnace dust using coal fly ash. Analysis of the stabilization
process. J. Hazard. Mater. 82, 183-195.
Pickles, C.A., 2009a. Thermodynamic analysis of the selective chlorination of
electric arc furnace dust. J. Hazard. Mater. 166, 1030-1042.
Pickles, C.A., 2009b. Thermodynamic modelling of the multiphase pyrometallurgical
processing of electric arc furnace dust. Min. Eng. 22, 977-985.
Roth, J.L., Frieden, R., Hansmann, T., Monai, J., Solvi, M., 2001. PRIMUS®, a new
process for recycling by-products and producing virgin iron. Rev. Met. Paris
98, 987-996.
Salihoglu, G., Pinarli, V., 2008. Steel foundry electric arc furnace dust management:
stabilization by using lime and Portland cement. J. Hazard. Mater. 153, 1110-
1116.
Suetens, T., Klaasen, B., Van Acker, K., Blanpain, B., 2014a. Comparison of electric
arc furnace dust treatment technologies using exergy efficiency. J. Clean.
Prod. 65, 152-167.
Suetens, T., Van Acker, K., Blanpain, B., Mishra, B., Apelian, D., 2014b. Moving
towards better recycling options for electric arc furnace dust. JOM 66, 1119-
1121.
Tsubone, A., Momiyama, T., Inoue, M., Saito, N., Matsubae, K., Nagasaka, T., 2012.
Development of EAF Dust Injection Technology in Aichi Steel. AISTech
Proceedings, pp. 163-172.
Wu, Y., Jiang, Z., Zhang, X.,Wang, P., She, X., 2013. Numerical simulation of the
direct reduction of pellets in a rotary hearth furnace for zinc-containing
metallurgical dust treatment. Int. J. Min. Metall. Mater. 20, 636-644.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Aqua DM Methanol
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disc Mill Oven
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ball Mill Tisu
Kertas Label Masker
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
Grafik Zinc Dross + Karbon dengan waktu pirolisi 1 jam 30 menit.
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 900 O C, dengan waktu pembakaran 1 Jam 30
menit.
100.00 %
54
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1000 O C, dengan waktu pembakaran 1 Jam
30 menit.
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1100 O C, dengan waktu pembakaran 1 Jam
30 menit.
55
Grafik Zinc Dross + Karbon 12.5% dengan waktu pirolisi 1 jam 30 menit.
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1100 O C, dengan waktu pembakaran 2 Jam 30
menit.
56
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1200 O C, dengan waktu pembakaran 2 Jam 30
menit.
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1200 O C, dengan waktu pembakaran 3 Jam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Zn Dross + C 25 %
Grafik Zinc Dross + Karbon
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1100 O C, dengan waktu pembakaran 1 Jam
1000 1200
58
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1200 O C, dengan waktu pembakaran 2 Jam 30
menit.
Tabel. Kandungan Unsur Sampel Zinc Dross ZnO dengan XRF.
No Unsur Kandungan* (%)
Data Karakterisasi X-Ray Fluoresence (XRF) ZnO + C 12,5%
Tabel Grade 1 Kandungan Unsur Sampel Zinc Dross ZnO dengan XRF
No. Unsur Kandungan* (%)
1. ZnO 98.1
2. Al2O3 0.61
3. Fe2O3 0.1
4. SiO2 0.03
5. MgO 0.34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
Tabel. Grade 2 Kandungan Unsur Sampel Zinc Dross ZnO dengan XRF
No. Unsur Kandungan* (%)
1. ZnO 96.5
2. Al2O3 0.34
3. MgO 0.34
4. Fe2O3 0.06
5. SiO2 0.48
Tabel. Sisa Pembakaran Kandungan Unsur Sampel Zinc Dross ZnO dengan XRF.
No. Unsur Kandungan* (%)
1. ZnO 85.2
2. Fe2O3 7.36
3. SiO2 3.19
4. MgO 2.63
5. Al2O3 0.8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tutup tabung furnace Zn Dross + C
Dinding tabung furnace Zn Dross + C
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar Mikrostruktur ZnO
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gibbs Energi yang mungkin terjadi pada ZnO
Tabel di bawah ini merupakan gibbs energi atau reaksi yang mungkin terjadi
pada analisa DTA.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA