pengaruh penerapan tata kelola perusahaan terhadap luas

19
1 Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di dalam Sektor Perkebunan Kelapa Sawit dan Pertambangan di Indonesia Periode 2012-2013 Deniyanto Sorip, Dwi Hartanti 1. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 2. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai kondisi penerapan Tata Kelola Perusahaan di sektor perkebunan kelapa sawit dan pertambangan Indonesia untuk kemudian diukur dalam beberapa komponen, yaitu kepemilikan blockholders, kepemilikan publik, independensi dewan komisaris, dan fungsi CG (Corporate Governance) perusahaan. Hasil pengukuran tersebut akan digunakan untuk mencari adanya pengaruh yang diberikan dari penerapan CG terhadap tingkat pengungkapan CSR perusahaan. Adapun teori yang digunakan di dalam penelitian berfokus pada keuntungan dan konsekuensi yang diperoleh dari perusahaan melalui penerapan CG yang baik disertai dengan transparansi serta kesadaran pada aktivitas CSR. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah (27) perusahaan yang sudah meliputi kedua sektor pekebunan kelapa sawit dan pertambangan pada periode 2012-2013 yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menggunakan uji statistik Random Effect (Least Squares Dummy Variables) menunjukkan bahwa independensi di dalam perusahaan membawa dampak yang signifikan untuk menjaga insentif perusahaan berbudaya bisnis yang transparan. Namun, masih tingginya kerjasama politik yang ada antara para pebisnis dengan pihak pemerintah daerah, menciptakan adanya bias atas informasi terkait peran publik dalam mengontrol aktivitas perusahaan. Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

1

Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas Pengungkapan

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di dalam Sektor Perkebunan Kelapa

Sawit dan Pertambangan di Indonesia Periode 2012-2013

Deniyanto Sorip, Dwi Hartanti

1. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok

2. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai kondisi penerapan Tata Kelola Perusahaan di

sektor perkebunan kelapa sawit dan pertambangan Indonesia untuk kemudian diukur dalam beberapa komponen,

yaitu kepemilikan blockholders, kepemilikan publik, independensi dewan komisaris, dan fungsi CG (Corporate

Governance) perusahaan. Hasil pengukuran tersebut akan digunakan untuk mencari adanya pengaruh yang diberikan

dari penerapan CG terhadap tingkat pengungkapan CSR perusahaan. Adapun teori yang digunakan di dalam

penelitian berfokus pada keuntungan dan konsekuensi yang diperoleh dari perusahaan melalui penerapan CG yang

baik disertai dengan transparansi serta kesadaran pada aktivitas CSR. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

berjumlah (27) perusahaan yang sudah meliputi kedua sektor pekebunan kelapa sawit dan pertambangan pada

periode 2012-2013 yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menggunakan uji statistik Random

Effect (Least Squares Dummy Variables) menunjukkan bahwa independensi di dalam perusahaan membawa dampak

yang signifikan untuk menjaga insentif perusahaan berbudaya bisnis yang transparan. Namun, masih tingginya

kerjasama politik yang ada antara para pebisnis dengan pihak pemerintah daerah, menciptakan adanya bias atas

informasi terkait peran publik dalam mengontrol aktivitas perusahaan.

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 2: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

2

The Influence of Corporate Governance towards the Level of Corporate Social Responsibility Disclosure in Indonesian Palm Oil and Mining Sector for the Period 2012-

2013

Abstract

The objective of this study is to present an empirical evidence of the CG (Corporate Governance) implementation in

the Indonesian palm oil sector and the mining sector for which the measurement of CG is separately conducted

between the variables: Blockholders ownership, Public ownership, Board Independency, and CG Functions of the

company. The measured data will be statistically observed in order to find out whether there is a significant

influence towards the company’s CSR (Corporate Social Responsibility) disclosure. The theories used in this study

are specifically focusing on the benefits and consequences for the company’s sustainability through executing good

Corporate Governance as well as CSR activities with transparency and awareness. The samples used in this study

include (27) listed companies that are operating in the mining sector as well as the palm oil sector in the Indonesian

Stock Exchange (BEI) during 2012-2013. Through regression analysis and statistical test using the Random Effects

(Least Squares Dummy Variables), this study found out that independency in most of the companies observed has

significant influence in controlling the company’s conduct of transparency. However, there is still a high political

misconduct between the companies and the regional government which created a bias of information towards the

role of society as controlling stakeholder for the company’s CSR.

Keywords: Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, Board Independency, Corporate Governance

Functions

Pendahuluan

Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance - GCG) merupakan penerapan

bisnis secara optimal yang bertujuan agar kinerja organisasi semakin meningkat dan

menciptakan nilai organisasi yang berharga bagi seluruh pemangku kepentingan perusahaan.

GCG juga bukan hanya sekedar penerapan secara struktural, tetapi sebuah penerapan yang ikut

mendukung ketaatan dan transparansi (Tuanakotta, 1999). Semenjak kejatuhan Enron (2001) dan

WorldCom (2002) yang diakui sebagai akibat dari penerapan tata kelola perusahaan yang buruk,

perusahaan-perusahaan multinasional mulai beradaptasi untuk memprioritaskan GCG sebagai

faktor utama bagi kemajuan perusahaan. Namun, Claessens dan Fan (2002) menemukan bahwa

masih banyak perusahaan yang mengalami kesulitan di dalam menerapkan GCG, khususnya di

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 3: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

3

Asia. Pemegang saham mayoritas yang dominan di dalam pengambilan keputusan perusahaan

menjadi masalah utama yang kerap ditemukan di perusahaan-perusahaan Asia, termasuk

Indonesia. Selain itu, maraknya perusahaan yang berasas kekeluargaan, yaitu perusahaan yang

didominasi oleh keluarga pemilik, juga menjadi penyebab utama kesulitan di dalam menerapkan

GCG.

Pada tahun 2010, World Bank dan IMF (International Monetary Fund) melakukan pengecekan

atas perkembangan GCG di Indonesia dalam bentuk ROSC (Report on the Observance of

Standards and Codes). Hasil dari pengecekan tersebut adalah bahwa perusahaan-perusahaan

terbuka di Indonesia sudah mentaati peraturan yang ada untuk mengoptimalkan tata kelola

perusahaannya. Namun, substansi dari GCG itu sendiri, yakni transparansi, akuntabilitas,

fairness, dan tanggung jawab, tidak dilaksanakan secara merata. Claessens (2006) menunjukkan

bahwa GCG sangat sulit untuk dilaksanakan di Asia akibat tingginya hubungan principal-agent

yang berlangsung dan kurangnya perlindungan bagi pemegang saham minoritas. Selain itu, para

direksi perusahaan juga menyatakan bahwa GCG memiliki risiko yang besar karena sistem

perusahaan perlu beradaptasi dan hal tersebut memerlukan biaya yang besar. Rama (2012) turut

menjelaskan bahwa adanya ketidakseimbangan insentif yang berlangsung di dalam perusahaan

akibat praktik korupsi yang relatif besar. Praktik tersebut menghalangi para anggota yang

berkeinginan mewujudkan keharmonisan operasi bisnis melalui GCG.

Bisnis perkebunan kelapa sawit diakui sebagai bisnis yang marak dilakukan di Asia Tenggara.

Gillespie (2013) mencatat bahwa dukungan Indonesia terhadap perkembangan bisnis perkebunan

kelapa sawit dimulai sejak insiden krisis perekonomian tahun 1998. Pada saat itu, seluruh sektor

bisnis selain kelapa sawit mengalami penurunan yang tajam. Hanya bisnis kelapa sawit yang

mampu bertahan dan terus berkontribusi dalam mendongkrak kembali perekonomian Indonesia

selama krisis (Susila, 2004). Sejak kejadian tersebut, Indonesia kemudian memberikan perhatian

khusus terhadap bisnis perkebunan kelapa sawit, yang terlihat dari presentasi Menteri Pertanian

yang secara umum mendukung penuh ekspansi bisnis perkebunan kelapa sawit di Indonesia

(Dirjen Perkebunan, 2008 – Kebijakan Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

untuk Kesejahteraan Masyarakat. Presentasi pada tanggal 24 November, Bali, Indonesia kepada

Roundtable on Sustainable Palm Oil).

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 4: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

4

Di dalam penelitian oleh Gillespie (2013) pula, CSR yang dijalankan oleh perusahaan-

perusahaan kelapa sawit di Indonesia, sebagian besar tergolong minim. Seperti yang dinyatakan

oleh Sedyono (2007) dalam Gillespie (2013):

Kondisi CSR di Indonesia masih dalam tahap awal, meskipun perkembangan yang ada

telah mengindikasikan sinyal-sinyal yang menjanjikan. Empat atau lima tahun yang lalu,

CSR masih dianggap asing dan konsep kesadaran masih sangat rendah (Sedyono, 2007).

Kejadian yang sama juga dialami oleh sektor pertambangan di Indonesia yang selama ini

memunculkan banyak perdebatan. Devi dan Prayogo (2013) dari International Mining for

Development Center (IM4DC) menunjukkan hasil atas perkembangan penerapan CSR yang baik

dari industri tambang Indonesia selama 10 tahun terakhir. Kedua peneliti tersebut memberikan

laporan terkait dengan keadaan dari penerapan CSR perusahaan-perusahaan tambang serta

beberapa perkembangan regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengurangi

penyalahgunaan ijin usaha tambang (IUP). Hasil dari laporan tersebut menunjukkan masih

minimnya perhatian dan konsistensi pengawasan oleh pemerintah serta kesadaran perusahaan

untuk menjalankan CSR secara substansif. Meskipun regulasi yang dikeluarkan selama 10 tahun

terakhir dinilai efektif dan tepat sasaran, namun implementasi dari regulasi tersebut masih

mengalami banyak ketidakseimbangan.

Devi dan Prayogo (2013) menemukan adanya konflik kepentingan yang cukup besar antara

pihak pemerintah daerah dengan para perusahaan tambang. Konflik tersebut disebabkan karena

adanya penyalahgunaan otonomi daerah dimana sebagian besar kewenangan tersebut, digunakan

para pemerintah daerah untuk pemenuhan kekayaan atas pihak tertentu. Pengawasan dari

pemerintah daerah yang minim dan beberapa bukti atas keberpihakan sebagian besar pemerintah

daerah kepada para perusahaan yang beroperasi menunjukkan masih lemahnya penekanan

regulasi terkait aktivitas tambang di Indonesia. Akibat dari kondisi tersebut, para investor

menjadi ragu untuk menanamkan modal investasinya ke dalam perusahaan di sektor

pertambangan karena ada resiko ketidakselarasan bisnis dengan regulasi.

Penelitian mengenai CSR masih minim dilakukan di Indonesia. Hal ini berkaitan erat dengan

akses yang sulit terhadap informasi-informasi seperti kinerja keuangan perusahaan dan informasi

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 5: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

5

lainnya. Selain itu, industri kelapa sawit dan pertambangan tidak banyak dilakukan penelitian

atau observasi yang berasal dari lingkungan domestik, khususnya terkait permasalahan yang ada

di dalam perusahaan tersebut dari segi CSR dan CG. Oleh karena itu, penelitian ini akan

memberikan kontribusi berupa bukti empiris mengenai kondisi serta pengaruh CG terhadap CSR

yang dilaksanakan perusahaan di sektor perkebunan kelapa sawit dan pertambangan pada

periode 2012-2013.

Tinjauan Teoritis

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR - Corporate Social Responsibility) merupakan

kebijakan bisnis yang menyangkut kegiatan sosial perusahaan sebagai kompensasi untuk

pengaruh bisnis terhadap lingkungan di sekitarnya (European Commission, 2014). Belal (2001)

di dalam Jamali dan Mirshak (2007) menyatakan bahwa CSR masih menjadi suatu “misteri” bagi

negara-negara berkembang. Hal ini dikarenakan persebaran informasi atas CSR belum merata,

yang terfokus hanya pada negara-negara maju seperti di Amerika dan Eropa. Kurangnya

pengetahuan atas CSR tersebut, ditunjukkan dari banyaknya kasus terkait kondisi lingkungan dan

sosial akibat kegiatan bisnis di Asia Tenggara (Ballard, 2001; Jamali dan Mirshak, 2007).

Penerapan CSR di negara-negara berkembang, khususnya di Asia Tenggara, kurang konsistensi,

sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan oleh World Bank (2010) dalam ROSC (Report on

the Observance of Standards and Codes). Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh

kurangnya pemahaman atas teori-teori CSR yang telah dipublikasikan secara global. Selain itu,

di dalam ROSC oleh World Bank (2010), sebagian besar masalah mengenai CSR terklasifikasi

sebagai status “form over substance” dimana peraturan dan kebijakan telah dibuat tetapi tidak

dilaksanakan dengan benar.

Objektif CSR sebagai pendukung dalam menanamkan kepercayaan pemegang saham menjadi

faktor yang krusial bagi perusahaan. Menurut Friedman (1970), menggunakan CSR sebagai

“investasi” pada komunitas yang terkena dampak eksternalitas negatif, mampu dijadikan sebagai

kekuatan jangka panjang oleh perusahaan. Kekuatan jangka panjang yang dimaksud adalah

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 6: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

6

reputasi dan nama baik perusahaan di kalangan para pemangku kepentingan eksternal

(Konsumen, Supplier, Penegak Hukum, Lingkungan Sosial, Bank). Selain itu, loyalitas dari para

pemangku kepentingan memiliki potensi sebagai penjamin keberlangsungan perusahaan serta

berfungsi sebagai keunggulan kompetitif jangka panjang.

Jones (1980) menyatakan bahwa CSR seharusnya menjadi suatu proses yang adil dimana seluruh

kepentingan memiliki kesempatan untuk didengar. Di dalam kutipan oleh Carroll (1999), Jones

(1980) mendefinisikan CSR sebagai kesadaran perusahaan atas kewajibannya terhadap

kelompok-kelompok sosial yang berada di luar ruang lingkup pemangku kepentingan.

Kewajiban tersebut, menurut Jones (1980) haruslah dilaksanakan dengan sukarela, dalam arti,

tidak didasari oleh peraturan atau kontrak apapun. Lebih jauh lagi, Jones (1980) menyatakan

kesuksesan atas CSR hanya bisa terjadi ketika perusahaan mampu memperluas tanggung

jawabnya melebihi nilai-nilai tradisional, termasuk keterikatan kepada para pemegang saham.

Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance – CG) didefinisikan oleh OECD (Organisations

for Economic Co-operations and Development) (1999) sebagai suatu sistem dimana seluruh

operasi bisnis diarahkan dan dikendalikan. Struktur dari suatu CG menspesifikasikan distribusi

atas kewenangan dan tanggung jawab dari seluruh anggota perusahaan, termasuk dewan

eksekutif perusahaan (Direksi dan Dewan Komisaris), manajer, pemegang saham, dan para

pemangku kepentingan perusahaan lainnya. Menurut OECD (2004), CG diakui sebagai salah

satu elemen penting di dalam mendorong efisiensi dan pertumbuhan perekonomian, serta

meningkatkan keyakinan investor dalam berinvestasi. Sebuah CG yang baik (Good Corporate

Governance – GCG) perlu menyediakan suatu insentif yang kuat kepada manajemen dan jajaran

eksekutif perusahaan dalam mencapai objektif yang bermanfaat bagi perusahaan dan para

pemegang saham disertai dengan monitoring yang rutin pada setiap kinerja perusahaan (OECD

Principles of Corporate Governance, 2004).

Pada tahun 2000, La Porta et al. (2000) memberikan ulasan atas pentingnya korelasi antara

perlindungan investor dan CG. La Porta et al. (2000) lebih jauh lagi menyatakan bahwa

ekspropriasi menjadi isu utama mengapa CG dan perlindungan investor perlu diutamakan dalam

menjaga kestabilan ekonomi. Ekspropriasi merupakan proses penggunaan control ownership

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 7: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

7

untuk memaksimalkan kesejahteraan suatu pihak tertentu dengan mendistribusikan kekayaan

dari pihak lain (Claessens et al. 2000). La Porta et al. (2000) menyatakan ekspropriasi sebagai

masalah utama perekonomian karena telah disalahgunakan oleh berbagai eksekutif perusahaan.

La Porta et al. (2000) juga menjelaskan pentingnya pembentukan perlindungan investor secara

hukum. Hal ini dikarenakan ekspropriasi cenderung merugikan para investor yang telah

memberikan bantuan finansial kepada perusahaan, khususnya pemegang saham minoritas yang

mengalami kerugian terbesar akibat aktivitas tersebut.

Penemuan oleh Johnson et al. (2000) menunjukkan adanya hubungan antara perlindungan

investor dan krisis keuangan. Dalam negara-negara yang kurang menerapkan perlindungan

investor, pihak internal perusahaan cenderung menganggap baik para investor selama prospek

masa depan masih memberikan prediksi yang menjanjikan. Namun, ketika prospek mulai

menunjukkan penurunan, ekspropriasi kerap dilakukan dan tidak ada yang bisa dilakukan oleh

para pemegang saham ataupun kreditor. Penelitian oleh Johnson et al. (2000) pada 25 negara

selama krisis Asia tahun 1997-1998 menunjukkan bahwa variabel-variabel CG seperti indeks

perlindungan investor dan kualitas pelaksanaan hukum menjadi prediktor yang kuat dalam

menjelaskan ukuran penurunan pasar selama krisis.

Pemegang saham blok (blockholders) merupakan pemegang saham perusahaan yang memiliki

saham dalam jumlah besar sehingga mampu memberikan dampak positif atau negatif secara

signifikan dalam waktu yang singkat terhadap keberlangsungan perusahaan. Edmans (2014)

menyatakan bahwa terdapat dua mekanisme yang pada umumnya digunakan oleh blockholders,

yaitu mekanisme “voice” dan “exit” (Hirschman, 1970). Melalui “voice”, blockholders

mengintervensi secara langsung terhadap kegiatan operasional perusahaan. Beberapa cara yang

umumnya dilakukan dengan “voice” adalah pemberian dana kepada perusahaan atau memaksa

perusahaan untuk menjalankan keinginan blockholders atas kepentingan tertentu. Sedangkan

“exit” merupakan intervensi oleh blockholders secara tidak langsung terhadap perusahaan yang

umumnya berupa ancaman penurunan nilai investasi perusahaan dengan menjual sebagian besar

saham perusahaan ke dalam pasar.

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 8: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

8

Edmans (2014) memberikan hasil atas adanya pengaruh positif yang signifikan dari peran

blockholders untuk menjaga stabilisasi penerapan GCG di sebagian besar perusahaan terbuka di

Amerika. Namun, Edmans (2014) menyatakan bahwa hasil yang berbeda kemungkinan besar

akan terjadi di negara lain karena blockholders tidak akan selalu membawa efek positif terhadap

insentif manajemen perusahaan dalam menjaga GCG. Atas informasi tersebut, maka penulis

menetapkan suatu hipotesis:

H1 Kepemilikan Pemegang Saham Blok perusahaan berpengaruh positif terhadap

pengungkapan CSR

Sesuai dengan teori CSR integratif menurut Jones (1980), publik atau masyarakat memiliki

potensi untuk mengendalikan keberlangsungan perusahaan dengan memperhatikan proses kinerja

CSR perusahaan hingga saat ini. Dengan meletakkan reputasi dan nama baik perusahaan sebagai

pengendali eksternal, maka publik dapat melakukan penekanan saat pelanggaran CSR dilakukan

oleh perusahaan. Ghazali (2007) menyatakan bahwa publik dan pemerintah perlu melakukan

ketegasan dan penekanan peraturan (regulation enforcement) terhadap perusahaan-perusahaan

terbuka, khususnya di sektor-sektor yang berinteraksi langsung ke dalam lingkungan dan

masyarakat.  

Ghazali (2007) juga menyatakan bahwa tingkat pengungkapan CSR sangatlah bergantung

kepada tekanan publik baik sebagai pemangku kepentingan maupun pemegang saham minoritas

di perusahaan. Pada saat tekanan publik memiliki dukungan berupa regulasi atau peraturan

pemerintah yang mengikat, perusahaan akan cenderung mengungkapkan lebih banyak.

Sebaliknya, ketika tekanan publik tidak dianggap sebagai ancaman bagi perusahaan,

pengungkapan akan dilakukan pada batas minimal. Melalui kedua informasi tersebut, maka

penulis membuat suatu hipotesis:  

H2 Kepemilikan Publik perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR

Harjoto dan Jo (2011), dalam penelitiannya terkait hubungan CG dan CSR, menggunakan

Independensi Dewan Eksekutif perusahaan sebagai variabel untuk mengukur CG. Hasil dari

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 9: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

9

penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh positif yang signifikan dari keberadaan

anggota Dewan Eksekutif yang independen dalam perusahaan terhadap tingkat pengungkapan

CSR.

 

Dengan adanya independensi dari suatu anggota, maka pengambilan keputusan yang

menciptakan ketidakseimbangan atas kepentingan, seperti ekspropriasi, menjadi sulit untuk

dilakukan. Terlebih lagi, dengan adanya regulasi yang mengikat tugas dari anggota independen

dalam melakukan pengawasan, maka tekanan terhadap para anggota eksekutif lainnya untuk

menjalankan transparansi dengan benar, menjadi lebih besar. Atas dasar informasi tersebut, maka

penulis membuat hipotesis:

H3 Independensi Dewan Komisaris perusahaan berpengaruh positif terhadap

pengungkapan CSR

Hasil penelitian Chan et al. (2014) menunjukkan adanya pengaruh positif yang signifikan dari

kualitas kinerja komite-komite yang bergerak di bawah Komisaris Independen – Komite Audit,

Komite Nominasi, Komite Remunerasi, dan Komite CG – dalam mendorong insentif perusahaan

agar lebih transparan mengungkapkan informasi kepada para pemangku kepentingan. Namun,

Chan et al. (2014) berargumen bahwa pengaruh yang diberikan terhadap transparansi informasi

tidak akan signifikan apabila legalisme menjadi panutan dalam pembentukan komite tersebut.

Melalui informasi di atas, maka penulis membuat hipotesis:

H4 Fungsi CG perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan CSR  

Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana signifikansi pengaruh yang diberikan oleh

variabel-variabel yang termasuk sebagai komponen pengukur CG perusahaan terhadap tingkat

pengungkapan CSR. Seperti yang ditunjukkan dalam diagram 1, penelitian ini terdiri dari empat

variabel independen yang diprediksi memberikan pengaruh langsung terhadap variabel

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 10: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

10

dependen, disertai dengan empat variabel kontrol yang diprediksi mampu berfungsi sebagai

pengendali signifikansi model secara keseluruhan.

Sumber:Data Diolah

Perkebunan kelapa sawit merupakan sektor agrikultur di Indonesia yang belum memiliki jumlah

perusahaan terdaftar yang signifikan di dalam Bursa Efek Indonesia, yaitu sebanyak 15

perusahaan pada akhir tahun 2013. Hanya sebagian kecil yang tergolong sebagai perusahaan

senior di dalam pasar dan sebagian lainnya baru melaksanakan IPO (Initial Public Offering)

dalam dua atau tiga tahun terakhir (Daftar Emiten Sub Sektor Perkebunan Bursa Efek Indonesia,

2013). Selain itu, selama tahun 2010 hingga tahun 2012, ada beberapa perusahaan yang

mengubah sektor bisnisnya menjadi perkebunan kelapa sawit, salah satunya adalah PT. SMART,

Tbk yang pada tahun 2010 mengubah sektor bisnis perusahaan dari informasi dan teknologi

menjadi sektor perkebunan (kelapa sawit).

Diagram 1 - Kerangka Variabel Penelitian

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 11: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

11

Atas dasar tidak relevansinya rasio keuangan yang dihasilkan serta jumlah sampel yang kurang

signifikan pada tahun-tahun sebelum perubahan sektor dilakukan, maka periode ruang lingkup

penelitian untuk perusahaan-perusahaan di sektor perkebunan kelapa sawit adalah pada tahun

2012 hingga 2013 dimana sebagian besar perusahaan sudah menjalani kegiatan operasional

setidaknya dua tahun disertai jumlah sampel yang lebih baik.

Sektor pertambangan memiliki jumlah perusahaan terdaftar yang lebih signifikan di dalam Bursa

Efek Indonesia. Namun, beberapa perusahaan juga melakukan perubahan sektor menjadi sektor

pertambangan pada tahun 2012 hingga 2013, seperti PT. Myoh Technology, Tbk (2012), PT.

Cipendawa, Tbk (2012), dan PT. Eatertainment International, Tbk (2013). Selain itu, beberapa

perusahaan tidak memberikan akses yang mudah kepada publik untuk memperoleh laporan

tahunan pada tahun 2007 hingga 2011 sehingga informasi mengenai kinerja keuangan

perusahaan yang digunakan untuk variabel penelitian, tidak bisa diperoleh.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode purposive

sampling yang mengikuti kriteria sebagai berikut:

1. Perusahaan publik (Tbk) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode

2012-2013 dan dikategorikan ke dalam sektor pertambangan atau kelapa sawit

(perkebunan).

2. Memiliki Laporan Tahunan yang mampu diakses dengan mudah oleh publik

pada tahun 2012-2013 melalui laman Bursa Efek Indonesia ataupun laman

perusahaan itu sendiri.

3. Perusahaan telah menjalankan bisnisnya sebagai perusahaan terbuka selama

setidaknya 2 tahun sejak IPO.

Jumlah sampel perusahaan yang diteliti adalah 27 perusahaan dengan periode dua tahun. Proses

penyortiran perusahaan adalah sebagai berikut:

Tabel 1 - Proses Pemilihan Sampel  

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 12: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

12

Sektor Perkebunan Kelapa Sawit:

Jumlah Perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2012

Jumlah Perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sampel

Jumlah Perusahaan yang memenuhi kriteria

Nominal

11

4

7

Sektor Pertambangan:

Jumlah Perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2012

Jumlah Perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sampel

Jumlah Perusahaan yang memenuhi kriteria sampel

38

18

20

Jumlah Sampel Perusahaan yang digunakan 27

Sumber: Data Diolah

Penelitian menggunakan model Khan et al. (2013) yang telah disesuaikan dengan kondisi

regulasi di Indonesia, disertai penambahan satu variabel, yaitu Fungsi CG Dewan Eksekutif

perusahaan (CG Board Functions). Dalam model Khan et al. (2013) variabel-variabel seperti

CEO Duality dimana terdapat anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang menjabat di dua

posisi, tidak relevan dengan kondisi regulasi yang ada di Indonesia. Begitupula dengan variabel

Audit Committee yang sudah menjadi kewajiban di setiap perusahaan sehingga tidak ada

variabilitas yang bisa diambil melalui variabel tersebut. Atas pertimbangan tersebut, maka kedua

variabel tersebut tidak dimasukkan ke dalam model penelitian ini. Namun, penulis memasukkan

variabel Fungsi CG perusahaan (CGBF) sesuai dengan model penelitian pada Chan et al. (2014)

dimana terdapat pengaruh positif yang signifikan dengan tingkat pengungkapan CSR. Model

penelitian terdiri dari satu variabel dependen, empat variabel independen, dan empat variabel

kontrol. Adapun model tersebut adalah:

CSRDI = β0 + β1 BLKO+ β2 PUB + β3 BIND + β4 CGBF + β5 FSIZE + β6 FAGE +

β7 LEV + β8 ROA + εi

 

Keterangan:

CSRDI Indeks pengungkapan CSR

BLKO Jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham blok (blockholders)

PUB Jumlah saham perusahaan yang dimiliki publik

BIND Proporsi Komisaris Independen dalam perusahaan terhadap jumlah

Komisaris

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 13: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

13

CGBF Bobot skor yang dikenakan terhadap fungsi CG perusahaan berdasarkan

proses pengecekan aspek pada Thomson Reuters ESG

FSIZE Logaritma natural dari total aset perusahaan

FAGE Logaritma natural dari umur perusahaan

LEV Rasio dari total hutang perusahaan dengan total aset pada nilai buku

ROA Rasio dari pendapatan sebelum beban bunga dan pajak (EBIT) dengan total

aset pada nilai buku

Hasil Penelitian

Hasil deskriptif dari data penelitian memberikan beberapa informasi penting terkait dengan

tingkat pengungkapan CSR di sektor perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Dengan rerata

0.489198, nilai tersebut menggolongkan perusahaan-perusahaan di kedua sektor masih memiliki

insentif yang lemah dalam menjalankan CSR secara voluntary. Dari total 12 komponen untuk

indeks pengungkapan CSR, rata-rata dari 27 perusahaan yang diteliti, komponen CSR yang

diungkapkan atau dilakukan secara sukarela, tidak lebih dari 50% dari total komponen yang

diteliti. Penelitian ini menunjukkan sebagian besar pengungkapan dan penerapan CSR di kedua

sektor masih memiliki sifat legalisme yang kental, yakni hanya melaksanakan CSR sebagai

sekedar pentaatan terhadap peraturan yang ada namun secara substansi, tidak diterapkan dengan

baik.

Keadaan kepemilikan saham di sektor perkebunan kelapa sawit dan pertambangan menunjukkan

bahwa sebagian besar perusahaan didominasi oleh pemegang saham blok. Hal tersebut

merupakan fenomena yang wajar sesuai dengan pernyataan oleh Devi dan Prayogo (2013) bahwa

hampir seluruh perusahaan pertambangan memaksimalkan perdagangan ekspor sehingga

terdapat kemungkinan yang besar untuk Foreign Direct Investment (FDI) mengintervensi sektor

pertambangan dalam menjalankan aktivitasnya. Pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh

Gillespie (2013) akibat permintaan global yang tajam terhadap minyak kelapa sawit sehingga

menarik perhatian investor dunia untuk menanamkan modalnya di industri perkebunan kelapa

sawit. Hal ini terlihat jelas di struktur kepemilikan saham dalam laporan tahunan di setiap

perusahaan yang cenderung meliputi kepemilikan saham oleh perusahaan asing dalam jumlah

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 14: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

14

yang besar. Akibatnya, kepemilikan saham oleh publik tergolong sebagai pemegang saham

minoritas di kedua sektor.

Terkait dengan independensi dewan komisaris, seluruh perusahaan yang diteliti kecuali PT.

Radiant Utama Interinsco, Tbk, telah mentaati kebijakan terkait jumlah keanggotaan komisaris

independen di dalam struktur manajemen perusahaan. Namun, keterbatasan penelitian untuk

dapat mengobservasi keadaan internal dari kinerja komisaris independen, memunculkan

pertanyaan: “Apakah dengan sekedar pentaatan kebijakan tersebut mampu meningkatkan

transparansi perusahaan secara signifikan?”

Fungsi CG Perusahaan, secara statistik menunjukkan hasil dimana sebagian besar perusahaan

telah mentaati dan mengatur kinerja para komite di bawah dewan komisaris dengan efektif.

Namun, penulis menemukan bahwa masih terdapat sejumlah perusahaan yang tidak mentaati

kebijakan terkait pembentukan komite-komite selain komite audit, seperti:

- PT Ratu Prabu Energi, Tbk

- PT ATPK Resources, Tbk

- PT Cita Mineral Investindo, Tbk

- PT Citatah, Tbk, PT Darma Henwa, Tbk

Ukuran perusahaan di dalam sampel penelitian memiliki persebaran yang relatif kecil sehingga

dapat disimpulkan industri pertambangan dan kelapa sawit tergolong sebagai pasar yang

kompetitif. Hal ini berkaitan dengan umur perusahaan-perusahaan yang ada pada sampel, dimana

hampir seluruh perusahaan yang diteliti telah beroperasi setidaknya 10 tahun minimal.

Terkait rasio total kewajiban dengan total aset perusahaan atau yang lebih dikenal sebagai

leverage, rerata nilai menunjukkan hasil yang relatif aman bagi para investor untuk berinvestasi.

Hal ini dikarenakan jumlah aset yang dibiayai melalui hutang cukup rendah sehingga resiko

dalam melakukan investasi cenderung kecil.

Rasio pengembalian atas aset (ROA) memiliki persebaran nilai yang bervariasi. Hal ini

dikarenakan beberapa perusahaan mengalami kerugian bisnis pada tanggal pencatatan.

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 15: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

15

Akibatnya, beberapa nilai ROA menunjukkan hasil yang bernilai negatif. Rasio tertinggi dimiliki

oleh PT. Resource Alam Indonesia, Tbk sedangkan rasio terendah dimiliki oleh PT. Bayan

Resources, Tbk. Tabel 2 - Hasil Statistik Deskriptif

 

Variabel Rerata Simpangan

Baku

Nilai

Minimum

Nilai

Maksimum

Indeks Pengungkapan CSR 0.489198 0.304167 0 1

Kepemilikan Blockholders 0.594764 0.160233 0.1654 0.8735

Kepemilikan Publik 0.371189 0.162379 0.0947 0.8346

Independensi Dewan Komisaris 0.387713 0.115575 0 0.5

Fungsi CG Perusahaan 0.506614 0.377013 0 1

Ukuran Perusahaan (Normal) 10,097,974,261 13,412,784,414 146,215,986 64,268,423,108

Ukuran Perusahaan (ln) 22.12341 1.630134 18.8006 24.88633

Umur Perusahaan (ln) 3.283677 0.5982608 2.302585 4.663439

Leverage 33.05593 25.48025 14.5 91.2

Rasio EBITDA dengan Total Aset

(ROA) 7.814074 9.867795 -16.28 28.5

Pembahasan

F(8,45) = 8.36

Prob > F = 0.0000

R-squared = 0.5979

Adj. R-squared = 0.5264

Root MSE = 0.20932

Tabel 3 - Hasil Uji Regresi Linear

CSRDI Coef. Std. Err. t P > | t |

BLKO -0.07131 0.234473 -0.3 0.762

PUB -0.57168 0.207162 -2.76 0.008

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 16: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

16

BIND 0.163115 0.278042 0.59 0.56

CGBF 0.450477 0.100276 4.49 0.000

FSIZE 0.033231 0.024911 1.33 0.189

FAGE 0.013307 0.059055 0.23 0.823

LEV -0.00068 0.001341 -0.51 0.613

ROA 0.001567 0.003896 0.4 0.69

Sumber: Data Diolah

Tabel 4 Hasil Korelasi Antar Variabel

CSRDI BLKO PUB BIND CGBF FSIZE FAGE LEV ROA CSRDI 1 BLKO 0.0658 1 PUB -0.3785 -0.1937 1 BIND 0.0187 -0.2679 0.2179 1 CGBF 0.6999 0.0188 -0.141 0.0165 1 FSIZE 0.4422 0.2654 0.0505 0.0383 0.5382 1 FAGE 0.0782 -0.3779 0.2158 -0.0798 0.1605 0.1396 1 LEV -0.1797 -0.0333 0.2419 -0.0178 -0.1161 0.1376 0.0069 1 ROA 0.0868 0.2803 -0.3374 -0.0297 -0.1151 -0.0402 -0.0794 -0.4275 1

Hasil regresi statistik menunjukkan bahwa kepemilikan blockholders tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap tingkat pengungkapan CSR. Faktor penyebab dari tidak signifikannya

pengaruh adalah karena kurangnya sampel penelitian yang digunakan untuk mampu menjelaskan

kepemilikan blockholders terhadap tingkat pengungkapan CSR. Namun, hasil korelasi

menunjukkan adanya hubungan positif antara kedua variabel yang sesuai dengan prediksi

sebelumnya berdasarkan Edmans (2014). Atas pembahasan tersebut, maka H1 ditolak.

Hasil regresi statistik menunjukkan adanya pengaruh negatif yang signifikan dari kepemilikan

publik terhadap tingkat pengungkapan CSR. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh

Khan et al. (2013) yang menunjukkan adanya pengaruh positif yang signfikan dari variabel yang

sama terhadap tingkat pengungkapan CSR. Salah satu faktor yang dapat menjelaskan adanya

perbedaan tersebut adalah karena kurangnya pengawasan atau intervensi publik yang efektif

dalam mendorong perusahaan untuk berinsentif menjalankan CSR. Ditambah lagi, beberapa

penemuan oleh Gillespie (2013) dan Devi dan Prayogo (2013) atas banyaknya kerjasama politik

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 17: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

17

antara pemerintah daerah dengan perusahaan-perusahaan di kedua sektor, menyebabkan

kepemilikan publik memberikan pengaruh yang berlawanan dari teori. Keleluasaan berbagai

perusahaan untuk tidak memperhatikan dengan optimal atas pentingnya regulasi mengenai

pelestarian lingkungan hidup dan lingkungan sosial, menciptakan bias atas objektif dari adanya

kepemilikan saham oleh publik. Atas pembahasan tersebut, maka H2 ditolak.

Hasil regresi statistik menunjukkan bahwa independensi dewan komisaris tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan CSR. Kurangnya sampel penelitian

menjadi faktor utama atas ketidakmampuan variabel dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap

tingkat pengungkapan CSR. Namun, hasil korelasi menunjukkan adanya hubungan positif antara

independensi dewan komisaris dengan variabel dependen. Hal ini sesuai dengan prediksi

hubungan berdasarkan Khan et al. (2013). Atas pembahasan tersebut, maka H3 ditolak.

Hasil regresi statistik menunjukkan bahwa fungsi CG perusahaan memiliki pengaruh positif yang

signifikan terhadap tingkat pengungkapan CSR. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian

sebelumnya oleh Chan et al. (2014). Melalui hasil tersebut, maka ada kemungkinan yang besar

bahwa komite-komite yang dibentuk di bawah kewenangan dewan komisaris berdasarkan

regulasi yang mengatur, melaksanakan kinerjanya secara efektif untuk mengawasi dan mengatur

aktivitas perusahaan dalam mempertahankan transparansi. Atas pembahasan tersebut, maka H4

diterima.

Kesimpulan

Adanya pengaruh yang signifikan dari fungsi CG perusahaan melalui kinerja para komite di

bawah kewenangan dewan komisaris menunjukkan bahwa sebenarnya independensi mampu

memperbaiki keadaan CG dan transparansi perusahaan di sektor pertambangan dan perkebunan

kelapa sawit. Namun, di saat yang bersamaan, pengaruh negatif yang signifikan dari kepemilikan

publik, mencerminkan masih kurangnya pengawasan publik dan penekanan regulasi pemerintah

yang konsisten untuk melestarikan budaya bisnis yang penuh kesadaran di dalam kedua sektor.

Meskipun pengaruh yang diberikan dari kepemilikan blockholders dan independensi dewan

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 18: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

18

komisaris tidak signifikan, bukti korelasi antara kedua variabel terhadap tingkat pengungkapan

CSR menunjukkan adanya potensi bagi penelitian selanjutnya untuk mereplikasi penelitian ini

dengan sampel perusahaan yang lebih besar.

Secara keseluruhan, sektor perkebunan kelapa sawit dan pertambangan di Indonesia telah

mengalami kemajuan dari segi regulasi yang dikeluarkan pemerintah dan juga inisiasi budaya

bisnis yang transparan dari CSR yang sudah dimulai pada tahap 1 sesuai model CSR oleh Zadek

(2007). Adanya beberapa perusahaan yang telah mencapai tahap yang melebihi compliance and

disclosure seharusnya mampu menjadi contoh bahwa aktivitas filantropik bukanlah penghambat

bagi keberlangsungan bisnis, malah mampu menjadi pendorong yang kuat agar bisnis semakin

berkembang.

Kepustakaan

Carroll, A.B. (1999). Corporate Social Responsibility: Evolution of a Definitional Construct.

Business and Society, University of Georgia, United States of America.

Chan et al. (2014). Corporate Governance Quality and CSR Disclosures. University of Western

Australia. Springer Science + Business Media Dordrecht 2013

Cheffins, B.R. (2012). The History of Corporate Governance. European Corporate Governance

Institute. Faculty of Law, University of Cambridge, United Kingdom.

Claessens, S., Fan, J.P.H. (2003). Corporate Governance in Asia: A Survey. Finance Group.

University of Amsterdam, Netherlands

Devi, B., Prayogo, D. (2013). Mining and Development in Indonesia: An Overview of the

Regulatory Framework and Policies. Centre for Social Responsibility in Mining, University of

Queensland, Australia.

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014

Page 19: Pengaruh Penerapan Tata Kelola Perusahaan terhadap Luas

19

Edmans, A. (2014). Blockholders and Corporate Governance. Finance Subject Area, London

Business School, Regent’s Park, London, United Kingdom.

Gillespie, P. (2012). The Challenges of Corporate Governance in Indonesian Oil Palm:

Opportunities to Move Beyond Legalism? Asian Studies Review, Asian Studies Association of

Australia, Australia

Ghazali, N.A.M. (2007). Ownership Structure and Corporate Social Responsibility Disclosure:

some Malaysian Evidence. Research Paper, International Islamic University, Malaysia.

Jamali, D., Mirshak, R. (2007). Corporate Social Responsibility (CSR): Theory and Practice in a

Developing Country Context. Journal of Business Ethics. Springer.

Khan, et al. (2013). Corporate Governance and Corporate Social Responsibility Disclosures:

Evidence from an Emerging Economy. Journal of Business Ethics, Springer Science+Business

Media.

La Porta et al. (2000). Investor Protection and Corporate Governance. Journal of Financial

Economics, Harvard University, United States of America.

Organization of Economic Co-operation and Development. (2004). OECD Principles of

Corporate Governance. Head of Publications Service, OECD Publications Service, France.

Rama, M. (2012). Corporate Governance and Corruption: Ethical Dilemmas of Asian Business

Groups. Centre for Corporate Governance, University of Technology, Australia.

World Bank. (2010). Report on the Observance of Standards and Codes. Annex: Corporate

Governance Detailed Country Assessment. http://www.worldbank.org/ifa/rosc_cg_idn_2010.pdf.

Pengaruh Penerapan..., Deniyanto Sorip, FE UI, 2014