pengaruh pendidikan kesehatan tentang...
TRANSCRIPT
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN
PERTAMA ASPIRASI BENDA ASING PADA ANAK TODDLER
TERHADAP PENGETAHUAN IBU DI KELURAHAN
DONOHUDAN KABUPATEN BOYOLALI
SKRIPSI
“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Nandung Latifa Abidin
NIM. S11027
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nandung Latifa Abidin
NIM : S.11027
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun di
perguruan tinggi lain.
2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Surakarta, 27 Juli 2015
Yang membuat pernyataan,
(Nandung Latifa Abidin)
S.11027
iv
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas
segala rahmat, karunia, hidayah serta petunjuk yang telah dilimpahkan-Nya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH
PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA
ASPIRASI BENDA ASING PADA ANAK TODDLER TERHADAP
PENGETAHUAN IBU DI KELURAHAN DONOHUDAN KABUPATEN
BOYOLALI” sebagai salah satu persyaratan untukmemperoleh gelar kesarjanaan
ini dengan lancar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini,
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna untuk
memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi selanjutnya. Ucapan rasa
terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini, sehingga dalam kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, Msi. selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Kepala Program Studi
S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu bc. Yeti Nurhayati, M.Kes selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan banyak masukan dan bimbingan serta arahan dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Ibu Happy Indri Hapsari, S.kep., Ns., M.Kep selaku Pembimbing
Pendamping yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta
arahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta yang telah membantu penulis.
v
6. Ibu Sumantinah Selaku Kepala Desa Donohudan yang telah memberikan ijin
untuk melakukan penelitian di Posyandu Kelurahan Donohudan Kabupaten
Boyolali.
7. Ibu Ika Wulandari, Amd.Keb Selaku Kepala Pusat Kesehatan Desa (PKD)
Donohudan yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di
Posyandu Kelurahan Donohudan Kabupaten Boyolali.
8. Orang Tua tercinta Bapak Parno Budi Wardoyo dan Ibu Ida Suryani, yang
selalu mendoakan, memberikan motivasi dan pengorbanannya baik dari segi
moril, materi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
9. Teman Perjuangan Ida Ayu Putri Utami yang memberikan dukungan moril
dan motivasi sehingga membuat saya semangat dalam menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
10. Sahabat Syahrul, Ahmat Mujiono, Dwi Pras, Greg, Didik, Andreas, Tridi,
Destri, Ayu Wulan, dan Sri Ayu yang telah banyak memberikan bantuan,
dorongan dan semangat.
11. Teman-teman S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Angkatan
2011 yang telah berjuang bersama menyelesaikan penyusunan skripsi.
12. Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini.
13. Semua pihak, yang tanpa mengurangi rasa terima kasih tidak dapat
disebutkansatu per satu
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan
kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari
berbagai pihak. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat.
Surakarta, 27 Juli 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
ABSTRAK xii
ABSTRACT xii
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 5
1.3. Tujuan 6
1.4. Manfaat 7
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1. Konsep Teori 7
2.1.1. Anak Usia Todler 7
2.1.2. Pengetahuan 11
2.1.3. Pendidikan Kesehatan 17
2.1.4. Aspirasi Benda Asing 33
2.1.5. Pertolongan Pertama 38
vii
2.2. Kerangka Teori 46
2.3. Kerangka Konsep 47
2.4. Hipotesis 47
2.5. Keaslian Penelitian 48
BAB III Metodologi Penelitian
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian 49
3.2. Populasi dan Sampel 50
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian 52
3.4. Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran 53
3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpula Data 54
3.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data 59
3.7. Etika Penelitian 61
BAB IV Hasil Penelitian
4.1. Hasil Analisis Univariat 63
4.2. Hasil Analisis Bivariat 66
BAB V Pembahasan
5.1. Karakteristik Usia Responden di Posyandu Kelurahan Donohudan
Kabupaten Boyolali 68
5.2. Pengetahuan Ibu Tentang Pertolongan Pertama Aspirasi Benda
Asing (Corpus Alienum) pada Anak Usia Toddler sebelum
Pendidikan Kesehatan 69
viii
5.3. Pengetahuan Ibu Tentang Pertolongan Pertama Aspirasi Benda
Asing (Corpus Alienum) pada Anak Usia Toddler sesudah
Pendidikan Kesehatan 70
5.4. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Pertolongan Pertama
Aspirasi Benda Asing (Corpus Alienum) pada Anak Usia Toddler
terhadap Pengetahuan Ibu 71
BAB VI Penutup
6.1. Kesimpulan 73
6.2. Saran 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
2.1
3.1
Judul Tabel
Keaslian Penelitian
Desain penelitian One-group pre-post test design
without control
Halaman
45
46
3.2
Variabel, Definisi Operasional, dan Skala
Pengukuran
50
4.1 KarakteristikUsiaResponden di Posyandu
Kelurahan Donohudan
63
4.2 Pengetahuan Ibu tentang Pertolongan Pertama
Aspirasi Benda Asing (Corpus Alienum) pada
Anak Usia Toddler sebelum Pendidikan
Kesehatan
63
4.3 Pengetahuan Ibu tentang Pertolongan Pertama
Aspirasi Benda Asing (Corpus Alienum) pada
Anak Usia Toddler sesudah Pendidikan
Kesehatan
64
4.4 PengetahuanPre TestDan Post Test Ibutentang
Pertolongan Pertama Aspirasi Benda Asing
(Corpus Alienum) pada Anak Usia Toddler
65
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar
Halaman
2.1 Pertolongan Pertama benda asing masuk
ke hidung
43
2.2 Pertolongan Pertama benda asing masuk
ke mulut
45
2.3 Skema Kerangka Teori 46
2.4 Skema Kerangka Konsep 47
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : F.01 Usulan Topik Penelitian
Lampiran 2 : F.02 Pengajuan Persutujuan Judul
Lampiran 3 : F.04 Pengajuan Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 4 : Surat Jawaban Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 5 : Jadwal Penelitian
Lampiran 6 : F.05 Lembar Oponent
Lampiran 7 : F.06 Lembar Audience
Lampiran 8 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 9 : Surat Jawaban Izin Penelitian
Lampiran 10 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 11 : Kuesioner Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 12 : Hasil Analisis Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 13 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 14 : Hasil Penelitian & Analisis SPSS Penelitian
Lampiran 15 : Slide Power Point Pendidikan Kesehatan
Lampiran 16 : Leafleat Pendidikan Kesehatan
Lampiran 17 : Dokumentasi
Lampiran 18 : Lembar Konsultasi Pembimbing Utama
Lampiran 19 : Lembar Konsultasi Pembimbing Pendamping
xii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Nandung Latifa Abidin
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Pertolongan Pertama Aspirasi
Benda Asingpada Anak Toddler Terhadap Pengetahuan Ibu
Di Kelurahan Donohudan Kabupaten Boyolali
ABSTRAK
Aspirasi benda asing ke dalam saluran respiratorik dapat terjadi pada
semua usia, tetapi yang paling sering pada anak kelompok usia dibawah 3 tahun
(Toddler). Pendekatan terbaik untuk mencegah aspirasi benda asing adalah
melalui edukasi orangtua dan pengasuh, bila objek itu dapat dikeluarkan dengan
cepat, maka dapat mencegah komplikasi seperti edema, peradangan, dan ancaman
infeksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Pendidikan
Kesehatan tentang Kesehatan Tentang Pertolongan Pertama Aspirasi Benda Asing
pada Anak Usia Toddler Terhadap Pengetahuan Ibu Di Kelurahan Donohudan
Kabupaten Boyolali.
Jenis penelitian ini adalah Quasi experimental dengan rancangan One-
group pre-post test design without control. Pemilihan sampel dilakukan dengan
metode Proportioned Random Sampling pada 40 responden. Analisadata
dalampenelitianinimenggunakanujiWilcoxon, didapatkan p-value 0,000 (p <
0,005) sehingga Ho ditolak artinya ada Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang
Kesehatan Tentang Pertolongan Pertama Aspirasi Benda Asingpada Anak Toddler
Terhadap Pengetahuan Ibu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengetahuanibusebelumdiberikanpendidikan kesehatan sebagian besardalam
kategori cukup(55%) kemudian sesudah diberikanpendidikan kesehatan sebagian
dalam kategori baik(97,5%). Pendidikan kesehatan dengan menggunakan media
slidepower point, demonstrasi, dan pembagian leafleat sangat mempengaruhi
pemahaman ibu tentang pertolongan pertama aspirasi benda asing.
Kata Kunci: Pendidikan Kesehatan, Corpus Alienum, Ibu, Pertolongan Pertama
Daftar Pustaka : 32 (2002 – 2015)
xiii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Nandung Latifa Abidin
Effect of Health Education about the First Aid of the Toddlers’ Foreign Body
Aspiration on Mothers’ Knowledge at Donohudan Ward, Boyolali Regency
ABSTRACT
Foreign body aspiration in respiratory system can happen at all ages, but it
usually happens at toddlers’ age. The best prevention of foreign body aspiration is
educating the parents and nannies. If the object is taken out fast, it will prevent
some complications such as edema, inflammation, and infection. The objective of
this research is to investigate the effect of the health education about the first aid
of the toddlers’ foreign body aspiration on the mothers’ knowledge at Donohudan
Ward, Boyolali Regency.
This research used the quasi experimental method with the one-group pre-
post test design without control. The samples of this research consisted of 40
respondents. They were taken by using the proportionate random sampling
technique. The data of research were analyzed by using the Wilcoxon’s test.
The result of the research shows that the p-value was 0.000 which was
less than 0.05, and Ho was rejected, meaning that there was an effect of the health
education about the first aid of the toddlers’ foreign body aspiration on the
mothers’ knowledge. Prior to the health education, 55% of the mothers had fair
knowledge, and following the health education 95% of the mothers had good
knowledge. The health education that used slide power point, demonstration, and
leaflet affected the mothers’ knowledge of first aids of the toddlers’ foreign body
aspiration.
Keywords: Health education, corpus alienum, mothers, the first aid
References: 32 (2002 – 2015)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera merupakan penyebab utama kematian pada anak berusia lebih
dari 1 tahun, karena cedera secara umum telah dianggap sebagai kecelakaan
yang dapat dihindari atau suatu masalah perilaku, bukan masalah
kesehatan.Selain itu, pengendalian cedera termasuk riset, belum mendapat
prioritas tinggi atau dukungan finansial yang cukup. Riset terhadap cedera
belum didasarkan pada kerangka kerja teoritik, seperti yang dilakukan pada
penyakit. Terdapat tuntutan untuk mengenal cedera dan pencegahannya
dalam istilah host(orang yang dikenai), lingkungan (waktu dan tempat),
agens(objek yang menjadi penyebab langsung)(Wong, 2008).Derajat
kesehatan anak mencerminkan kesehatan bangsa, sebab anak sebagai
generasi penerus bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan
dalam meneruskan pembangunan bangsa. Berdasarkan alasan tersebut
masalah kesehatan anak diprioritaskan dalam perencanaan atau penataan
pembangunan bangsa (Kompas 2006 dalam Hidayat, 2009).
Pedoman antisipasi berkenaan dengan perkiraan perkembangan dapat
mewaspadakan orang tua mengenai tipe cedera yang paling mungkin terjadi
pada usia tertentu. Pada awal hubungan orang tua-anak, orang tua perlu
diberi tahu tentang bagaimana memberikan lingkungan yang aman untuk
anak mereka (Wong, 2008).Kecenderungan terjadi kecelakaan pada anak
2
usia toddler dilatarbelakangi oleh beberapa kondisi berikut ; anak usia todler
mengalami peningkatan kemampuan motorik halus, anak toddler
mempunyai rasa ingin tahu yang besar dibanding dengan anak pada usia
lainnya dan senang mencoba melakukan sesuatu yang belum dikenalnya
dengan demikian mereka mencoba terus kemampuan motorik halusnya
dengan benda-benda yang ada di sekelilingnya, sementara mereka belum
mengetahui bahaya yang mengancamnya akibat mengeksplorasi benda di
sekelilingnya (Supartini, 2004).
Pendekatan terbaik untuk mencegah aspirasi benda asing adalah
melalui edukasi orang tua dan pengasuh (Marcdante, 2011).Pendidikan
kesehatan padahakikatnya ialah suatu kegiatan atauusaha menyampaikan
pesankesehatan kepada masyarakat,kelompok, atau individu (Notoatmodjo,
2007).Metode pendidikan massa cocokuntuk mengomunikasikan pesan-
pesankesehatan yang ditujukan kepadamasyarakat. Oleh karena
sasaranpendidikan ini bersifat umum, dalamarti tidak membedakan
golonganumur, jenis kelamin, pekerjaan,status sosial ekonomi,
tingkatpendidikan, dan sebagainya, makapesan-pesan kesehatan yang
akandisampaikan harus dirancangsedemikian rupa sehingga dapatditangkap
oleh massa tersebut.
Program Microsoft Office PowerPoint adalah salah satu softwareyang
dirancang khusus untuk mampumenampilkan program multimediadengan
menarik, mudah dalampembuatan, mudah dalampenggunaan dan relatif
murah karenatidak membutuhkan bahan bakuselain alat untuk menyimpan
3
data (Riyana, 2008). Media slide tergolong dalamkelompok gambar diam,
tetapi iatermasuk media pandang dengar,media slide mempunyai
kemampuanuntuk memungkinkanpenekanan pada impresi fakta-faktayang
baru atau untukmengembangkan pengertian suatuabstraksi, slide dapat
membantu untukmenimbulkan pengertian dan ingatanyang kuatterhadap isi
materi. Gambar-gambar garis yangsederhana, misalnya gambar bagan,sering
lebih membuat efektif dalammenyampaikan informasi, warnagambar dapat
membantu untukmembuat daya tarik dalam memberipenekanan pada suatu
masalah yangsedang dibicarakan (Daryanto, 2011).
Leaflet adalah bentukpenyampaian informasi atau pesankesehatan
melalui lembaranyang dilipat, isi informasi dapatdalam bentuk kalimat
maupungambar, atau kombinasi(Notoatmodjo, 2003).Kelebihan Leaflet
menurutNotoatmodjo (2005) adalah: tahanlama, mencakup orang banyak,
biayatidak tinggi, tidak perlu listrik, dapatdibawa kemana-mana,
dapatmengungkit rasa keindahan,mempermudah pemahaman
dan,meningkatkan gairah belajar.
Menurut Hidayat (2004) pengasuhan anak merupakan ketrampilan
yang dimiliki seorang ibu dalam memberikan pelayanan kepada anak dan
berfokus pada keluarga, pencegahan trauma, dan manajemen kasus.
Pengasuhan merupakan kebutuhan dasar dari setiap anak, kebutuhan dasar
ini dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak meliputi
kebutuhan pemberian tindakan perawatan dalam meningkatkan dan
mencegah terhadap penyakit, kebutuhan pengobatan apabila sakit, dan
4
kebutuhan kesehatan jasmani dan rekreasi (Syafitri, 2008). Peran ibu dalam
melakukan penatalaksanaan aspirasibenda asing diperlukan suatu
pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu komponen faktor
predisposisi yang penting. Orang tua wajib mengetahui langkah apa saja
yang harus dilakukan pertama kalijika anaknya mengalami aspirasibenda
asing. Bila aspirasi benda asing cepat didiagnosis dan objek atau instansi itu
dikeluarkan dengan cepat, keadaan itu akan kembali berjalan biasa. Semakin
lama benda asing itu tersangkut, semakin banyak komplikasi yang akan
muncul sehubungan dengan peningkatan edema, peradangan, dan ancaman
infeksi (Betz, 2002).
Studi pendahuluan yang dilakukan di Posyandu Sarwo Peni Kelurahan
Donohudan, Kabupaten Boyolali didapatkan informasi bahwa kurang lebih
3 anak yang mengalamiaspirasi benda asingdalam tiga bulan
terakhir.Kejadian aspirasi benda asing yang terjadi adalah masuknya uang
koin logam ke tenggorokan dan manik-manik yang masuk saluran napas.
Salah satu Ibu dari anak tersebut mengatakan bahwa tidak mengetahui
tindakan untuk memberikan pertolongan kepada anaknya, sehingga terjadi
bengkak pada hidung, kemudian ibu lain yang anaknya mengalamiaspirasi
benda asing mengatakan langsung membawa anaknya ke petugas kesehatan
terdekat.Data mengenai aspirasi benda asing juga didapatkan melalui
wawancara terhadap 9 ibu yang berada di posyandu tersebut mengatakan
belum pernah mendapatkan informasi tentang penanganan aspirasi benda
asing dari petugas kesehatan maupun media informasi lainnya.
5
Kondisi tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi apabila orang tua
memahami tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, khususnya
usiatoddler. Pemahaman tentang tingkat perkembangan anak tentunya perlu
diikuti dengan pemahaman tentang pentingnya antisipasi terhadap bahaya
yang dapat muncul karena aktivitas gerak yang khas dari anak usiatoddler,
yaitu tidak bisa diam dan bergerak terus.Oleh karena itu, orang tua harus
mendapatkan edukasi yang merupakan terbaik atau dalam hal ini adalah
pendidikan kesehatan (Supartini, 2004).
Uraian diatas melandasi penulis untuk meneliti tentang Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Tentang Pertolongan Pertama Aspirasi Benda
Asingpada AnakToddlerTerhadap Pengetahuan Ibu DiKelurahan
Donohudan Kabupaten Boyolali.
1.2 Rumusan Masalah
Adakahpengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu
tentang pertolongan pertama aspirasi benda asing pada anak toddler di
Kelurahan Donohudan Kabupaten Boyolali?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
6
Mengetahuipengaruh pendidikan kesehatan tentang pertolongan
pertama aspirasi benda asing pada anak toddler terhadap
pengetahuan ibu di Kelurahan Donohudan Kabupaten Boyolali.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahuikarakteristik ibu dalam pertolongan pertama aspirasi
benda asing pada anak toddler
2. Mengetahuipengetahuan ibu tentang pertolongan pertama
aspirasi benda asing pada anak toddler sebelum diberikan
pendidikan kesehatan.
3. Mengetahui pengetahuan ibu tentang pertolongan pertama
aspirasi benda asingpada anak toddler setelah diberikan
pendidikan kesehatan.
4. Mengetahui perbedaanpengetahuan ibu sebelum dan sesudah
diberikan pendidikan kesehatan tentang pertolongan pertama
aspirasi benda asing pada anak toddler.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Peneliti
7
Peneliti dapat mengetahui apakah pendidikan kesehatan memiliki
pengaruhterhadappengetahuan ibu tentang pertolongan pertama
aspirasi benda asingpada anak dan peneliti dapat memberikan
pendidikan kesehatan terhadap subyek penelitian.
1.4.2 Institusi pendidikan
Menambah literatur tentang penelitian, sehingga dapat menambah
pustaka dalam institusi.
1.4.3 Responden
Menambah pengetahuan tentang pertolongan pertama yang harus
dilakukan saat terjadi aspirasi benda asing pada anak dan masyarakat
dapat mengaplikasikan.
1.4.4 Peneliti lain
Peneliti lain dapat mengetahui acuan untuk penelitian sejenis dan
dapat melakukan penelitian yang sama dengan responden yang
berbeda tempat, sehingga hasil penelitian dapat dibandingkan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Anak Usia Toddler
a. Pengertian Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang
perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja.
Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan
yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain/toddler (1-3
tahun), pra sekolah (3-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun),
hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berbeda antara anak
satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda.
Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan
perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Sehingga, anak
dapat diartikan sebagai seseorang yang berusia kurang dari
delapan belas tahun dalam masa tumbuh kembang dengan
kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual (Hidayat, 2005).
b. Periode Perkembangan Toddler (1-3 tahun)
1. Perkembangan Psikososial (Fase Autonomy vs Sharne)
Anak mulai dapat mengatur dirinya sendiri, jika hasilnya
baik anak meningkatnya kontrol diri. Jika hasilnya tidak
8
baik (negative) ia akan merasa malu. Bila pada fase ini
kebutuhan tidak dapat dipenuhi dengan baik maka akan
timbul perasaan malu, ragu-ragu, tempetantrum, sadistic,
keras kepala. Menentang, paranoid, obsesive, convulsive.
2. Perkembangan psikointelektual (Fase Preoperasio Anal)
Ciri pada fase ini adalah sifat egosentris dan belum mampu
berpikir dari sudut pandang orang lain.
3. Tugas perkembangan pada fase ini:
a) Belajar toilet training
b) Belajar otonomi
c) Belajar independent
4. Perkembangan Psikoseksual (Fase Anal)
Pusat kenikmatan terletak di anus dibagi 2 sub masa (Putra,
2014).
c. Kecenderungan Kecelakaan pada Anak Toddler
Kecelakaan pada anak usia todler sering kali mengakibatkan
kondisi yang fatal terhadap anak, yaitu kematian. Kondisi yang
dimaksud, di antaranya tertabrak motor/mobil. Luka bakar,
keracunan, jatuh, dan tenggelam. Kondisi tersebut sebenarnya
tidak perlu terjadi apabila orang tua memahami tingkat
pertumbuhan dan perkembangan anak, khususnya usia todler.
Pemahaman tentang tingkat perkembangan anak tentunya perlu
diikuti dengan pemahaman tentang pentingnya antisipasi
9
terhadap bahaya yang dapat muncul karena aktivitas gerak yang
khas dari anak usia toddler, yaitu tidak bisa diam dan bergerak
terus.
Oleh karena itu, orang tua harus diberi pengertian tentang
bahaya yang dapat terjadi pada anak. Tidak hanya orang tua,
anak pun perlu diberikan pemahaman tentang cara melindungi
diri dari kecelakaan, dan hubungan sebab-akibat dari perbuatan
yang beresiko untuk terjadi kecelakaan. Tentu saja cara
penyampaian informasi harus menggunakan bahasa yang
sederhana dan dapat dimengerti anak. Kecenderungan terjadi
kecelakaan pada anak usia toddler dilatarbelakangi oleh kondisi
berikut:
1. Anak usiatoddler sedang mengembangkan keterampilan
motorik kasarnya yang membuat mereka bergerak terus,
berlari, berjinjit, naik-turun tangga, pagar, atau mainan,
serta sepedaanya.
2. Anak usiatoddler mengalami peningkatan kemampuan
motorik halus ketika mereka semakin terampil
menggenggam sesuatu, membuka dan menutup botol,
membuka dan menutup lemari yang tidak dikunci, jendela,
dan pintu, serta menggenggam dan melempar benda-benda
kecil. Dengan demikian, mereka mencoba terus kemampuan
motorik halusnya dengan benda-benda yang ada di
10
sekelilingnya, sementara mereka belum mengetahui bahaya
yang mengancamnya akibat mengeksplorasi benda di
sekelilingnya.
3. Anak toddler mempunyai rasa ingin tahu yang besar
dibanding dengan anak pada usia lainnya dan senang
mencoba melakukan sesuatu yang belum dikenalnya,
padahal ia belum dapat membaca sehingga belum tahu hal-
hal yang membahayakannya. Ia tertarik untuk selalu
mencoba.
4. Anak laki-laki cenderung lebih berpotensi mengalami
kecelakaan daripada anak perempuan karena lebih aktif
bergerak.
5. Anak yang tidak dijaga sewaktu bermain saat orang tuanya
sedang bekerja, sibuk dengan kegiatan lain, terlalu letih,
atau merasa ada orang lain yang telah menjaganya,
menyebabkan anak beresiko untuk mengalami kecelakaan.
6. Resiko kecelakaan akan lebih besar terjadi saat anak lapar
dan lelah karena pada saat itu kemampuan tenaga menurun
dan mungkin anak merasa lemah atau lesu.
7. Anak merasa asing dengan lingkungan atau orang yang
menjaganya karena tidak mengenalnya dengan baik.
8. Anak belum tahu dan belum berpengalaman dalam upaya
melindungi diri dari bahaya kecelakaan.
11
Penyebab dan tipe cidera sangat bergantung pada tahapan
tumbuh-kembang anak.Seperti disebutkan diatas, anak yang lebih
kecil belum tahu dan kurang berpengalaman dalam melindungi
dirinya dari kecelakaan.Misalnya, bayi yang tidur ditinggal sendirian
di tempat tidur orang dewasa, anak yang belum dapat membaca dan
tidak mengetahui bahaya obat atau zat berbahaya yang ditemuinya
dalam kemasan botol atau bentuk lainnya (Supartini, 2004).
2.1.2 Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi
setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca
indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba (Notoatmodjo 2003 dalam Wawan & Dewi, 2011).
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan,
dimana bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang
tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya (Wawan &
Dewi 2011).
Pengetahuan merupakan suatu istilah yang digunakan
untuk menuturkan bahwa seseorang mengenal sesuatu. Suatu hal
yang menjadi pengetahuannya selalu terdiri atas unsur yang
12
mengetahui dan diketahui serta kesadaran mengenal hal yang
ingin diketahuinya itu (Afifuddin, 2011)
b. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tidakan seseorang (ovent
behaviour). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan
yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
yaitu :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat memori yang telah ada
sebelumnya.
2. Memahami (Comprehention)
Memahami artinya suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterprestasikan secara benar.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
ataupun pada kondisi riil (nyata).
13
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan
atau menyatakan materi atau suatu obyek kedalam
komponen-komponen tetapi masih dalam struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan
yang lainnya .
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah menunjukkan suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian dari
keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evalusi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek
tertentu (Notoadmodjo 2003 dalam Wawan & Dewi, 2011).
a. Cara memperoleh pengetahuan
Ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu :
1. Cara tradisional
a) Cara coba salah (Trial and Error)
Cara coba salah ini dipakai orang sebelum kebudayaan
mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah
ini dilakukan dengan menggunakan “kemungkinan”
dalam memecahkan masalah dan apabila
14
“kemungkinan” ini tidak berhasil maka akan dicoba
lagi.
b) Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dikemukakan oleh orang
yang mempunyai otoritas baik berupa pimpinan-
pimpinan masyarakat formal maupun informal, ahli
agama, pemegang pemerintah, tanpa menguji terlebih
dahulu atau membuktikan kebenarannya baik
berdasarkan fakta yang empiris maupun pendapat
sendiri.
c) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.
2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut juga dengan metode penelitian atau suatu
metode penelitian ilmiah dan lebih popular (Notoadmodjo
2003 dalam Wawan & Dewi 2011).
15
b. Proses perilaku “tahu”
Proses perilaku ada 5, yaitu :
1. Awareness (kesadaran)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik)
Dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada
stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang)
Dimana individu akan mempertimbangkan baik buruknya
tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya.
4. Trial
Dimana individu ini mulai mencoba perilaku baru.
5. Adaption
Adaptasi dan sikap individu terhadap stimulus
(Notoatmodjo dalam Wawan & Dewi 2011).
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
1. Faktor internal
Faktor internal dibagi menjadi 3, yaitu :
a) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-
cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat
16
dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan
dan kebahagiaanya. Pada umumnya makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi.
b) Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan
terutama untuk menunjang kehidupannya dan
kehidupan keluarganya. Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan akan tetapi lebih banyak merupakan cara
mencari nafkah yang membosankan, menyita waktu,
berulang dan banyak tantangan.
c) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung saat lahir
sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja (Wawan & Dewi, 2011).
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal dibagi menjadi 2, yaitu :
a) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada
disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat
mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok.
17
b) Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi
(Wawan & Dewi, 2011).
d. Kriteria tingkat pengetahuan
Arikunto (2006 dalam Budiman & Agus, 2013) membuat
kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi 3 tingkatan
yang didasarkan pada nilai persentase yaitu sebagai berikut:
1. Baik : 76 % - 100 %
2. Cukup : 56 % - 75 %
3. Kurang : < 56 %
Dalam membuat kategori tingkat pengetahuan bisa juga
dikelompokkan menjadi 2 kelompok jika yang diteliti
masyarakat umum, yaitu sebagai berikut :
1. Baik : > 50 %
2. Kurang Baik : < 50 %
2.1.3 Pendidikan Kesehatan
a. Pengertian
Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari promosi
kesehatan yaitu suatu proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya
dan tidak hanya mengkaitkan diri pada peningkatan
18
pengetahuan, sikap dan praktik kesehatan saja. Tetapi juga
meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (baik fisik maupun
non fisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka (Notoadmodjo 2007 dalam Putra, 2014).
Menurut Nyswander (1947) Pendidikan kesehatan adalah
suatu proses perubahan pada diri manusia yang ada
hubungannya dengan tercapainya tujuan kesehatan perorangan
dan masyarakat. Pendidikan kesehatan bukanlah suatu yang
dapat diberikan oleh seseorang kepada orang lain dan bukan
pula sesuatu rangkaian tata laksana yang akan dilaksanakan
ataupun hasil yang akan dicapai, melainkan suatu proses
perkembangan yang selalu berubah secara dinamis dimana
seseorang dapat menerima atau menolak keterangan baru, sikap
baru, dan perilaku baru yang ada hubungannya dengan tujuan
hidup (Susilo, 2011).
Proses ini didasarkan pada prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan yang memberikan kemudahan untuk belajar dan
perubahan perilaku, baik bagi tenaga kesehatan maupun bagi
pemakai jasa pelayanan, termasuk anak-anak dan remaja.
Batasan-batasan tersebut pada dasarnya semua upaya
pendidikan dengan tujuan mengubah perilaku yang tidak sehat
atau belum sehat menjadi perilaku sehat (Susilo, 2011).
19
b. Tujuan
Berdasarkan WHO (1954) tujuan pendidikan kesehatan
adalah untuk mengubah perilaku orang atau masyarakat dari
perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat. Seperti kita ketahui
bila perilaku tidak sesuai dengan prinsip kesehatan, maka dapat
menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kesehatan.
Mengingat istilah prinsip sehat maka perlu kita
mengetahui batasan sehat, seperti dikemukakan pada Undang-
Undang No.23 tahun 1992, yakni bahwa kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Masalah ini harus benar-benar dikuasai oleh semua
kader kesehatan di semua tingkat dan jajaran, sebab istilah sehat,
bukan sekedar apa yang terlihat oleh mata, yakni tampak
badannya besar dan kekar. Mungkin saja sebenarnya ia
menderita batin atau menderita gangguan jiwa yang
menyebabkan ia tidak stabil, tingkah laku dan sikapnya.
c. Sasaran
Sasaran pendidikan kesehatan di Indonesia, berdasarkan
kepada program pembangunan Indonesia, adalah :
1. Masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat
pedesaan
20
2. Masyarakat dalam kelompok tertentu, seperti wanita,
pemuda, remaja. Termasuk dalam kelompok khusus ini
adalah kelompok lembaga pendidikan mulai dari TK sampai
perguruan tinggi, sekolah agama swasta maupun negeri
3. Sasaran individu dengan teknik pendidikan kesehatan
individu (Susilo, 2011).
d. Tahap-tahap kegiatan
Oleh karena mengubah perilaku seseorang itu tidak
mudah, maka kegiatan pendidikan kesehatan harus melalui
tahap-tahap yang hati-hati, secara ilmiah. Dalam hal ini Harlon
(1964) seperti dikutip Anzwar (1983) mengemukakan tahap-
tahap ini.
1. Tahap Sensitisasi
Tahap ini dilakukan guna memberikan informasi dan
kesadaran pada masyarakat terhadap adanya hal-hal penting
berkaitan dengan kesehatan, misalnya kesadaran akan
adanya pelayanan kesehatan, kesadaran akan adanya
fasilitas kesehatan, kesadaran akan adanya kegiatan
imunisasi. Kegiatan ini tidak memberikan peningkatan atau
penjelasan mengenai pengetahuan, tidak pula mengarah
pada perubahan sikap, serta tidak atau belum bermaksud
agar masyarakat mengubah pada perilaku tertentu. Bentuk
21
kegiatan adalah siaran radio berupa radio spot, poster,
selebaran atau lainnya (Susilo, 2011).
2. Tahap Publisitas
Tahap ini adalah kelanjutan dari tahap sensitisasi.
Bentuk kegiatan misalnya press release dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan untuk menjelaskan lebih lanjut jenis
atau macam pelayanan apa saja yang diberikan pada
fasilitas pelayanan kesehatan, umpamanya macam
pelayanan pada Puskesmas, Polindes, Postu atau lainnya.
3. Tahap Edukasi
Tahap ini sebagai kelanjutan dari tahap publisitas.
Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan, mengubah
sikap serta mengarahkan kepeda perilaku yang diinginkan
opleh kegiatan tersebut, misalnya setelah adanya kegiatan
ini, ibu-ibu yang hamil memahami benar pentingnya
memeriksakan secara rutin mengenai kesehatan
kehamilannya pada Polindes atau Puskesmas, yakni
sebelum kepada bidan atau dokter. Cara yang dilakukan
adalah dengan metoda belajar-mengajar (Susilo, 2011).
4. Tahap Motivasi
Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap edukasi.
Perorangan atau masyarakat setelah mengikuti pendidikan
kesehatan, benar-benar mengubah perilaku sehari-harinya,
22
sesuai dengan perilaku yang dianjurkan oleh pendidikan
kesehatan pada tahap ini. Umpamanya setelah mengikuti
pendidikan kesehatan ini, ibu-ibu hamil melakukan
pemeriksaan rutin ke Polindes dan minum pil yang
diberikan petugas kesehatan sesuai dengan wakru dan dosis
yang benar.
Kegiatan-kegiatan ini dilakukan secara berurutan,
tahap demi tahap. Oleh karena itu pelaksana harus
menguasai benar ilmu komunikasi untuk tahap sensitisasi
dan publisitasmserta edukasi atau ilmu belajar-mengajar
yang sungguh-sungguh untuk melaksanakan pendidikan
kesehatan pada tahap edukasi dan motivasi (Susilo, 2011).
e. Langkah-langkah Pendidikan Kesehatan
1. Analisis Situasi
Analisis Situasi merupakan suatu kegiatan dalam
mengumpulkan data tentang keadaan wilayah, masalah-
masalah sehingga diperoleh informasi yang akurat tentang
masalah yang dihadapi.
2. Penentuan Prioritas Masalah
Mengurutkan masalah dari masalah yang dianggap paling
prnting sampai dengan urutan yang kurang penting. Ini
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode ,
antara lain dengan cara pembobotan.
23
3. Penentuan Tujuan
Tujuan penyuluhan adalah mengubah perilaku anak dari
perilaku yang tidak sehat ke arah perilaku sehat.
4. Penentuan Sasaran
Sasaran untuk penyuluhan dapat dibedakan menjadikan :
a) Masyarakat umum
b) Masyarakat sekolah, sebagai masyarakat yang mudah
dicapai
c) Kelompok masyarakat tertentu, misalnya kader
kesehatan yangmembantu menggerakkan dan
menyebarkan informasi.
1) Penentuan Pesan
Pesan merupakan informasi yang akan
disampaikan kepada sasaran. Pesan yang
disampaikan harus disesuaikan dengan sasaran
yang akan diberikan penyuluhan,
2) Penentuan Metode
Pemilihan metode biasanya mengacu pada
penentuan tujuan yang ingin di capai, apakah
pengubahan pada tingkat kognitif, efektif atau
psikomoter (contoh : untuk mengubah
kognitif/pengetahuan dapat memilih dengan
menggunakan metode ceramah ataupun diskusi).
24
3) Penentuan Media
Dalam menyampaikan penyuluhan digunakan
media dan alat bantu peraga. Pemilihan media dan
metode yang tepat serta didukung oleh kemampuan
dari tenaga penyuluh merupakan suatu hal untuk
mempermudah proses belajar mengajar.
4) Penentuan Rencana Penilaian
Penilaian yang dilakukan meliputi : penentuan
tujuan penilaian, penentuan tolak ukur yang akan
digunakan untuk penilaian
5) Penyusunan Jadwal Kegiatan
Rencana kegiatan dibuat dalam satu kurun waktu
dan terjadwal yang disesuaikan dengan sasaran,
tujuan, materi, media, alat peraga, petugas
penyuluh, waktu dan rencana
penilaian(Putra,2014).
f. Metode Pendidikan Kesehatan
1. Metode pendidikan individual (perorangan)
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :
a) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling)
b) Wawancara (interview)
2. Metode pendidikan kelompok
25
Metode pendiidkan kelompok harus memperhatikan apakah
kelompok itu besar atau kecil, kerna metodenya akan lain.
Efektifitas metodenya pun akan tergantung pada besarnya
sasaran pendidikaan.
a) Kelompok besar
1) Ceramah: metode yang cocok untuk sasaran yang
berpendidikantinggi maupun rendah
2) Seminar: hanya cocok untuk sasaran kelompok
besar dengan pendidikan menengah ke atas.
Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari
satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik
yang dianggap penting dan biasanya dianggap
hangat dimasyarakat.
b) Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok: dibuat sedemikian rupa
sehingga saling berhadapan, pimpinan
diskusi/penyuluh duduk diantaranya peserta agar
tidak ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya
kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan
diskusi memberikan pancingan, mengarhakan, dan
mengatur sehingga diskusi berjalan hidup dan tak
ada dominasi dari salah satu peserta.
26
2) Curah pendapat (Brain Storming), merupakan
modifikasi diskusikelompok, dimulai dengan
memberikan satu masalah, kemudian peserta
memberikan jawaban/tanggapantersebut ditampung
dan ditulis dalam flipchart/papan tulis, sebelum
semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada
komentar dari siapapun, baru setelah semuanya
mengemukakan pendapat, tiap anggota
mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
3) Bola salju (Snow Balling), tiap orang dibagi
menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang).
Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau
masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang
bergabung menjadi satu. Mereka tetap
mendiskusikan maslah tersebut, dan mencari
kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang
sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi
dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya
akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group), kelompok
langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil,
kemudian dilontarkan suatu permasalahan
sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan
27
masing-masing kelompok mendiskusikan masalah
tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap
kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.
5) Memainkan peranan (Role play), beberapa anggota
kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan
tertentu untuk memainkan peranan tertentu,
misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai
perawat atau bidan. Mereka memperagakan
bagaimana interaksi/komunikasi sehari-hari dalam
melaksanakan tugas.
6) Permainan simulasi (Simulation Game),
merupakan gambaran role play dan diskusi
kelompok. Pesan-pesan disajikan dalam bentuk
permainan monopoli. Cara memainkannya persis
seperti bermain monopoli dengan menggunakan
dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main.
3. Metode pendidikan Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah
tidak langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media
massa.
g. Alat Bantu Pendidikan Kesehatan
28
Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat atau perlengkapan
yang diperlukan penyuluh guna memperlancar kegiatan
penyuluhan. Alat bantu lebih sering disebut alat peraga yang
merupakan alat atau benda yang daapt diamati, didengar, diraba
atau dirasakan oleh indera manusia yang berfungsi sebagai alat
untuk memperagakan dan atau menjelaskan uraian yang
disampaikan secara lisan oleh penyuluh guna membantu proses
belajar mengajar, agar materi lebih mudah diterima dan
dipahami oleh sasaran. Ada 3 macam alat bantu, yaitu :
1. Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam
membantu menstimulasi indera mata. Alat ini ada 2 bentuk
yaitu alat yang diproseksikan dan alat yang tidak
diproyeksikan.
2. Alat bantu dengar (audio aids) yaitu alat yang dapat
membantu untuk menstimulasi indra pendengar pada waktu
proses penyampaian dalam pendidiakn.
3. Alat bantu lihat/dengar (audio-visual aids) seperti televisi
dan video cassete. Alat bantu ini disusun berdasarkan
prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia
diterima atau ditangkap melalui panca indra(Putra, 2014).
h. Peran pendidikan kesehatan dalam kesehatan masyarakat
29
Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik
faktor internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor
eksternal (di luar diri manusia). Faktor internal ini terdiri dari
faktor fisik dan psikis. Faktor eksternal terdiri dari beberapa
faktor antara lain, sosial, budaya masyakarat, lingkungan fisik,
politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Secara garis besar
faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik individu,
kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi 4
(Blum, 1974 dalam Notoatmodjo, 2003).
Menurut Notoatmodjo (2003), berdasarkan urutan
besarnya (pengaruh) terhadap kesehatan tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Lingkungan, yang mencakup lingkungan fisik, sosial,
budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya
2. Perilaku
3. Pelayanan kesehatan
4. Hereditas
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat
hendaknya juga dialamatkan kepada empat faktor tersebut.
Dengan kata lain intervensi atau upaya kesehatan masyarakat
juga dikelompokkan menjadi 4 (empat), yakni intervensi
terhadap faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan
hereditas.
30
Intervensi terhadap faktor lingkungan fisik adalah dalam
bentuk perbaikan sanitasi lingkungan, sedangkan intervensi
terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, dan ekonomi dalam
bentuk program-program peningkatan pendidikan, perbaikan
sosial ekonomi masyarakat, penstabilan politik dan keamanan,
dan sebagainya.Intervensi terhadap faktor pelayanan kesehatan
adalah dalam bentuk penyediaan dan atau perbaikan fasilitas
pelayanan kesehatan, perbaikan sistem dan manajemen
pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Sedangkan intervensi
terhadap faktor hereditas antara lain dengan perbaikan gizi
masyarakat, khususnya perbaikan gizi ibu hamil. Dengan gizi
yang baik ibu hamil akan menghasilkan anak yang sehat dan
cerdas. Sebaliknya ibu hamil yang kurang gizi akan melahirkan
anak dengan berat badan yang kurang, skit-sakitan, dan bodoh.
Di samping itu pendidikan kesehatan bagi kelompok yang
mempunyai faktor resiko menurunkan penyakit tertentu
(Notoatmodjo, 2003 : 8-9).
i. Batasan pendidikan kesehatan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,
kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa
yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini
31
tersirat unsur-unsur pendidikan yakni : a) input adalah sasaran
pendidikan (individu, kelompok, masyarakat), dan pendidik
(pelaku pendidikan), b) proses (upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain), c) output (melakukan apa yang
diharapkan atau perilaku). Sedangkan pendidikan kesehatan
adalah aplikasi atau penerapan pendidikan di dalam bidang
kesehatan.
Hasil (output) yang diharapkan dari suatu pendidikan
kesehatan di sini adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang kondusif.
Perubahan perilaku yang belum atau tidak kondusif ini
mengandung berbagai dimensi berikut ini.
1) Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku-perilaku masyarakat
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesehatan, atau
dari perilaku negatif ke perilaku yang positif.
Perilaku-perilaku yamg merugikan kesehatan yang
perlu diubah misalnya: merokok, minum-minuman
keras, ibu hamil tidak memeriksakan
kehamilannya, ibu tidak mau mengimunisasikan
anak balitanya, dan sebagainya.
2) Pembinaan Perilaku
32
Pembinaan disini terutama ditujukan kepada
perilaku masyarakat yang sudah sehat agar
dipertahankan, artinya masyarakat yang sudah
mempunyai perilaku hidup sehat (healthy life style)
tetap dilanjutkan atau dipertahankan. Misalnya
olahraga teratur, makan dengan menu seimbang,
menguras bak mandi secara teratur, membuang
sampah di tempatnya, dan sebagainya.
3) Pengembangan Perilaku
Pengembangan perilaku sehat ini terutama
ditujukan untuk membiasakan hidup sehat bagi
anak-anak. Perilaku sehat bagi anak seyogianya
dimulai sedini mungkin, karena kebiasaan
perawatan terhadap anak termasuk kesehatan yang
diberikan oleh orang tua akan langsung
berpengaruh kepada perilaku sehat anak
selanjutnya. Contoh: seorang bayi yang buang air
atau “pipis”, secara naluri ia merasa tidak enak
(risih) lalu menangis. Apabila orang tua tidak
merespon ini dalam arti tidak mengganti popoknya,
maka lama kelamaan anak akan berhenti menangis
dan tidur lagi. Untuk selanjutnya apabila buang air
kecil lagi anak tidak akan menangis lagi. Hal ini
33
berarti anak sudah dibiasakan untuk berperilaku
tidak sehat atau jorok (Notoatmodjo, 2003).
2.1.4 Aspirasi benda asing
a. Epidemiologi
Aspirasi benda asing ke dalam trakea dan bronkus
merupakan kejadian yang relatif sering. Mayoritas anak dengan
aspirasi benda asing berusia dibawah 4 tahun. Sebagian besar
kematian akibat aspirasi benda asing terjadi pada kelompok umur
ini. Mengingat bronkus kanan utama memiliki sudut yang kurang
tajam dibandingkan bronkus utama kiri, benda asing cenderung
untuk bersarang dijalan nafas paru kanan. Beberapa benda asing,
terutama kacang juga dapat bersarang di tempat yang lebih
proksimal, seperti laring atau daerah subglotis dan menyebabkan
oklusi total saluran respiratori. Banyak benda asing tidak bersifat
raidoopak sehingga sulit dideteksi secara radiografi. Benda asing
yang paling sering di aspirasi anak kecil adalah makanan
(terutama kacang) dan mainan berukuran kecil. Koin lebih sering
bersarang di esofagus dibandingkan saluran respiratori. Anak
34
lebih besar juga dilaporkan pernah mengalami aspirasi balon karet
yang mengancam jiwa (Marcdante, 2011).
Aspirasi benda asing ke dalam saluran respiratorik dapat
terjadi pada semua usia, tetapi yang paling sering pada anak
kelompok usia dibawah 3 tahun (80%). Kejadian ini sering
dijumpai pada anak laki-laki daripada perempuan (3:1) dengan
sebab yang tidak jelas (Rahajoe, 2010).
b. Etiologi
Benda asing yang dapat masuk ke dalam saluran
respiratorik sangat beragam. Penggolongan dapat dilakukan
berdasarkan asal, jenis dan sifatnya ;
1. Asal
Menurut asalnya, benda asing terdiri dari benda asing
eksogen, yaitu benda asing yang berasal dari luar tubuh, dan
benda asing endogen, yaitu benda asing berasal dari dalam
tubuh sendiri
2. Jenis
Berdasarkan jenisnya, benda asing dapat dibagi menjadi
benda asing organik dan anorganik. Benda asing organik
adalah benda asing yang berasal dari makhluk hidup,
tumbuhan maupun hewan, seperti kacang-kacangan, biji-
bijian, apel, kentang, jagung, tulang, kapas dan bahkan
makhluk hidup seperti lintah, serangga dan binatang kecil
35
lainnya. Benda anorganik adalah benda asing yang berasal
dari benda mati, seperti plastik, manik-manik, kerikil, batu,
karet, uang logam dan lain lain.
3. Sifat
Benda asing yang dapat masuk kedalam saluran respiratorik,
baik organik maupun anorganik kadang-kadang memiliki
sifat khusus tertentu. Benda asing organik, terutama yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan dan
biji-bijian dapat mengembang dengan cepat didalam saluran
respiratorik karena bersifat higroskopis. Beberapa jenis
kacang mengandung asam lemak yang dapat memicu
timbulnya reaksi radang sehingga mudah terjadi edema. Oleh
karena itu dalam waktu 6-12 jam benda-benda ini dapat
menimbulkan hambatan total. Benda asing anorganik lebih
sering terjadi pada anak yang lebih besar dan orang dewasa,
benda ini tidak bersifat higroskopis dan tidak mengembang,
sehingga aspirasi benda tersebut pada umumnya tidak
menimbulkan gejala atau hanya menimbulkan gejala ringan
saja. Kadang-kadang benda-benda logam dapat mempunyai
sifat magnetik atau menimbulkan rasa mental yang khas
(Rahajoe, 2010).
c. Patofisiologi
36
Aspirasi benda asing merujuk pada tersangkutnya sebuah
objek atau substansi dijalan napas. Benda asing cenderung paling
sering tersangkut di daerah krikofarings karena dorongan otot
farings yang kuat. Obstruksinya dapat berupa obstruksi parsial
atau obstruksi total. Obstruksi total jalan napas umumnya terjadi
di jalan napas atas dan dapat berakibat fatal. Sebagai besar objek
yang ter-aspirasi cukup kecil untuk melewati laring dan trakea
dan tersangkut di salah satu bronki utama. Bronkus utama kanan
lebih sering terkena karena lebih besar, menerima lebih banyak
aliran udara, dan lebih lurus daripada bronkus kiri. Mekanisme
obstruksi jalan napas tergantung pada tempat obstruksi dan
apakah jalan napas itu tersumbat sebagian atau seluruhnya.
Atelektasis terjadi dibagian distal dari tempat sumbatan udara
sehingga tidak dapat masuk lagi. Udara yang terperangkap atau
hiperinflasi terjadi bila udara dihirup masuk tetapi hanya sebagian
yang dikeluarkan.
Pada banyak kasus, benda asing itu secara spontan
dikeluarkan dari pohon trakeobronkial dan gejala yang tersisa
adalah dari iritasi residual dan edema bronkial. Bila aspirasi
benda asing cepat didiagnosis dan objek atau instansi itu
dikeluarkan dengan cepat, keadaan itu akan kembali berjalan
biasa. Aspirasi benda asing yang mengandung lemak jenuh
seperti kacang tanah lebih bermasalah karena menimbulkan iritasi
37
dan radang pada jaringan mukosa. Semakin lama benda asing itu
tersangkut, semakin banyak komplikasi yang akan muncul
sehubungan dengan peningkatan edema, peradangan, dan
ancaman infeksi (Betz, 2002)
d. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto toraks
Bidang anterior, posterior, lateral, dan oblik, untuk
mengevaluasi lokasi benda asing yang opaque; untuk benda
asing non-opaque, mengkaji film sinar-X untuk adanya
daerah atelektasis, atau dengan film inspiratori dan
ekspiratori, untuk mengkaji udara yang terperangkap.
2. Bronkoskopi
Dengan anestesi umum di kamar operasi, memberi
visualisasi langsung kepada trakea bagian atas (sebuah
teleskop dapat digunakan untuk menentukan lokasi benda
asing, dan pembuangannya dengan memasukkan sebuah
forseps optikal).
3. Xeroradiografi (teknik sinar-X dengan menggunakan film
sinar-X khusus)
Memberi resolusi gambar yang lebih besar seperti benda
asing nonmetalik(Betz, 2002).
e. Komplikasi
38
Komplikasi paling sering muncul karena diagnosis dan
pengeluaran benda asing yang tertunda.
1. Bronkospasme
2. Atelektasis
3. Bronkitis
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia
6. Abses paru
7. Kematian (Betz, 2002).
2.1.5 Pertolongan Pertama
a. Pengertian Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama adalah perawatan pertama yang
diberikan oleh anda sebagai penolong kepada orang yang
mendapat kecelakaan atau sakit yang tiba-tiba datang sebelum
mendapatkan pertolongan dari tenaga medis (Tilong, 2014).
Pertolongan pertama adalah perawatan yang diberikan
segera pada orang yang cedera atau mendadak sakit. Pertolongan
pertama tidak menggantikan perawatan medis yang tepat namun
hanya memberi bantuan sementara sampai mendapatkan
perawatan medis yang kompeten, jika perlu, atau sampai
kesempatan pulih tanpa perawatan medis terpenuhi (Thygerson,
2009).
39
b. Tujuan Pertolongan Pertama
Secara umum, pertolongan pertama dilakukan berdasarkan
tujuan-tujan berikut :
1. Dasar utama dilakukannya pertolongan pertama adalah untuk
menyelamatkan jiwa penderita. Jadi, pertama-tama,
pertolongan pertama ditujukan supaya kondisi korban tidak
menjadi semakin parah yang bisa berujung pada kematian.
Sebab, pertolongan pertama yang lambat seperti pada kasus
serangan jantung, luka bakar, over dosis, kesetrum. Dan lain-
lain, sangat berpotensi untuk mengakibatkan kematian.
2. Setelah itu, pertolongan pertama juga bertujuan untuk
mencegah- lebih tepatnya meminimalisir- terjadinya cacat
pada korban seperti pada kasus kecelakaan, luka, gigitan
binatang, dan lain-lain. Oleh karena itu, pertolongan pertama
dilakukan dengan cepat sangat mungkin bisa mencegah
kondisi korban menjadi semakin parah.
3. Selain itu, tidak bisa dipungkiri lagi, pertolongan pertama
dapat memberikan rasa nyaman pada korban atau penderita.
Sebab, pertolongan yang diberikan akan sangat membantu
meringankan penderitaan korban.
4. Pertolongan pertama juga dimaksudkan untuk membentu
proses penyembuhan pada korban. Sebab, pertolongan
pertama yang diberikan, pada hakekatnya, tidak hanya
40
memberikan rasa nyaman pada penderita tapi juga menjadi
salah satu media agar penderita bisa sembuh dengan lebih
cepat. Setidaknya, pertolongan pertama bisa membantu untuk
mencegah bertambah perahnya kondisi korban(Tilong, 2014).
Berdasarkan sumber yang lain dijelaskan bahwa tindakan
pertolongan pertama pada korban merupakan medis vital dengan
tujuan :
1. Menyelamatkan jiwa korban. Keselamatan jiwa korban
adalah tujuan paling utama dari sebuah tindakan pertolongan.
2. Mencegah cacat berkelanjutan. Tindakan pertolongan darirat
selain ditujukan untuk menyelamatkan nyawa, juga untuk
mencegah kemungkinan cacat berkelanjutan. Setelah
keselamatan nyawa korban tercapai, seorang penolong harus
memperhatikan kondisi korban dimana terdapat kemungkinan
yang mengarah kepada kecacatan berkelanjutan.
3. Memberikan rasa nyaman pada korban. Setelah dua poin
tersebut diatas tercapai, tindakan pertolongan diupayakan
mengarah kepada memberikan rasa nyaman pada korban.
Rasa nyaman akan mengurangi kondisi kepanikan korban
sehingga mental korban terkondisikan.
4. Menunjang proses penyembuhan korban. Terakhir, tindakan
pertolongan diarahkan kepada proses penyembuhan. Sebelum
korban sampai di fasilitas medis, korban berhak mendapatkan
41
tindakan pertolongan yang menunjang kesembuhab
cidera(Swasanti, 2014).
c. Prinsip Pertolongan Pertama
Pada hakekatnya, prinsip pertolongan pertama ini membuat
berbagai aturan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan baik terkait dengan keselamatan penderita dan Anda
sebagai penolong. Beberapa prinsip dasar dari pertolongan
pertama adalah sebagai berikut :
1. Periksa terlebih dahulu apakah sekitar tempat kejadian ada
orang lain yang bisa membantu anda atau tidak.
2. Lakukan pertolongan pertama dengan tenang. Atur emosi dan
psikis anda. Sebab, pada dasarnya, pertolongan pertama harus
dilakukan dengan fokus dan tenang, tanpa harus panik dan
terburu-buru.
3. Jika banyak orang, mintalah bantuan untuk bersama-sama
memberikan pertolongan kepada penderita atau korban.
Semakin banyak orang, pertolongan pertamayang diberikan
akan semakin baik.
4. Pada penderita sadar, anda harus bisa meyakinkan penderita
bahwa anda orang yang akan memberikan pertolongan
kepadanya.
42
5. Lakukan pertolongan pertama dengan cepat. Cepat bukan
hanya dalam arti cekatan menghampiri penderita namun yang
lebih penting adalah cepat dalam memberikan tindakan
pertolongan.
6. Anda juga diharuskan untuk bisa mempersiapkan sarana
transportasi untuk membawa korban ke klinik atau rumah
sakit terdekat. Anda bisa menyapkan tandu atau
menghubungi ambulans. Dan jika tidak bisa melakukannya
sendiri, mintalah bantuan orang-orang yang ada disekitar
anda.
7. Jangan lupa mengamankan barang-barang milik korban.
Selain bermanfaat untuk menjaga agar barang-barang
tersebut tidak hilang. Anda juga akan lebih mudah untuk
segera menghubungi keluarga korban(Tilong, 2014).
c. Pertolongan Pertama pada Aspirasi Benda Asing
1. Benda asing masuk ke hidung
a) Tanda dan gejala
Perdarahan, sulit bernapas, benda asing yang terlihat
dalam hidung, bau yang tidak sedap keluar dari hidung
b) Kapan mendapatkan bantuan dokter
43
Jika tidak dapat dengan mudah mengeluarkan benda
asing, hubungi dokter atau bawa anak ke unit gawat
darurat
c) Jangan lakukan
1) Jangan mencoba mengeluarkan benda yang tidak
terlihat; bila dilakukan dapat membuat benda
tersebut semakin masuk ke dalam (Einzig, 2004 :
27).
2) Jika benda yang tertelan berukuran besar atau
tajam, jangan memberi anak makan atau
minum(Armstrong, 2009).
d) Langkah pertolongan pertama benda asing masuk ke
hidung
2. Benda yang tertelan
Gambar 2.1 Pertolongan pertama benda asing ma
hidung (Einzig, 2004)
Benda yang tertelan
a) Tanda dan gejala
Sulit bernapas, bicara, atau menangis, mengeluarkan
bunyi bernada tinggi, batuk tanpa dahak, muka menjadi
biru
b) Kapan mendapatkan bantuan dokter
44
asing masuk ke
Sulit bernapas, bicara, atau menangis, mengeluarkan
bunyi bernada tinggi, batuk tanpa dahak, muka menjadi
45
1) Jika anda tidak sendiri, mintalah salah seorang dari
mereka menghubungi nomor telepon unit gawat
darurat terdekat. Kemudian lakukan langkah-
langkah pertolongan pertama
2) Jika anda sendiri dan bisa bertindak cepat, hubungi
nomor telepon unit gawat darurat terdekat.
Kemudian lakukan langkah-langkah pertolongan
pertama
3) Meskipun anda berhasil mengeluarkan benda asing
dalam mulut, dan anak tampak baik-baik saja, tetap
hubungi dokter atau tenaga kesehatan untuk
mendapat saran lebih lanjut
c) Jangan lakukan
1) Jangan lakukan apa pun yang mengganggu anak
anda bila ia masih bisa batuk, bernapas, atau
menangis
2) Jangan mencoba mengungkit dan mengeluarkan
benda asing jika anda tidak bisa melihatnya
d) Langkah pertolongan pertama benda asing masuk
kemulut (Einzig, 2004 : 80).
46
Gambar 2.2 Pertolongan Pertama benda asing masuk ke
mulut (Einzig, 2004)
2.2 Kerangka Teori
Penyebab
• Asal
� Eksogen
� Endogen
• Jenis
� Organik
� Anorganik
Faktor Resiko Anak Toddler
• Mengalami peningkatan kemampuan
motorik halus
• Mempunyai rasa ingin tahu yang lebih
besar
• Kurang penjagaan sewaktu bermain
• Merasa asing atau kurang mengenal
dengan lingkungan
47
Gambar 2.3Skema Kerangka Teori
(Sumber : Supartini (2004); Rahajoe (2010))
2.3 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Pendidikan
Kesehatan
tentang
Pertolongan
Pertama Aspirasi
Benda Asing
Pengetahuan Ibu
tentang Pertolongan
Pertama Aspirasi
Benda Asing
48
Gambar 2.4 Skema Kerangka Konsep Penelitian
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah proposisi keilmuan yang dilandasi oleh kerangka
konseptual penelitian dan merupakan jawaban sementara terhadap
permasalahan yang dihadapiserta dapat diuji kebenarannya berdasarkan
fakta empiris. Hipotesis yang digunakan adalah H1
Ho : Tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu
tentang pertolongan pertama aspirasi benda asing
H1 : Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang
pertolongan pertama aspirasi benda asing
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang pertolongan pertama aspirasi
benda asing.
2.5 Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang terkait dengan aspirasi benda asing :
Variabel Independen Variabel Dependen
49
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
N
o.
Nama
Peneliti
Judul Penelitian Metode
yang
digunaka
n
Hasil Penelitian
1 Mohamma
d O.Abu-
Hasheesh,
Hanan T.
ElBahnasa
wy
Effectiveness of
the Nursing Health
Program for
Mothers with
Children
Undergoing
Bronchoscopy
Desain
kuasi
eksperim
en pada
purposiv
e
sampling
Benda asing yang
paling sering
diAspirasiadalah
bahan organik seperti
biji
kacang diikuti dengan
bahan non-
organik.Adaperbaikan
yang signifikan
Statistik (P < 0.01)
dalam pengetahuan,
praktek, dan sikap
pada nilai pasca tes.
2 R.S.H.
Eldosoky
Home-related
injuriesamongchil
dren: knowledge,
attitudes and
practice about first
aid among rural
mothers
Metode
Cross
Sectional
study
Setelah mendapatkan
intervensi berupa
pelatihan pertolongan
pertama terdapat
peningkatan yang
signifikan.
49
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalahpenelitiankuantitatif dengan rancangan quasi
experimentaldimana penelitianini tidak menggunakan kotrol terhadap
variabel yang berpengaruh terhadap eksperimen (Notoatmojo,
2012).Penelitian ini menggunakan metode pretest-posttestdesign yaitu
dengan cara memberikanpretest(pengamatan awal) terlebihdahulu
sebelumdiberikan intervensi, setelahdiberikan intervensi, kemudian
dilakukanposttest (pengamatanakhir)(Hidayat, 2007).
Desain penelitian ini adalah One-group pre-post test design without
control yaitu mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara
melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum
dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi.
Tabel 3.1 Desain penelitian One-group pre-post test design without
control
Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes
K O
Waktu 1
I
Waktu 2
OI
Waktu 3
Keterangan :
K : subjek
O : pra pendidikan kesehatan
I : pendidikan kesehatan
O1 : pasca pendidikan kesehatan
50
suatu kelompok sebelum dikenai perlakuan tertentu (I) diberi pra-tes,
kemudian setelah perlakuan, dilakukan pengukuran lagi untuk mengetahui
akibat dari perlakuan. Pengujian sebab akibat dilakukan dengan cara
membandingkan hasil pra-tes dengan pasca-tes. Namun tetap tanpa
melakukan pembandingan dengan pengaruh perlakuan yang dikenakan
pada kelompok lain (Nursalam, 2008).
Dalam penelitian ini, peneliti mengukur pengetahuan ibu sebelum
diberikan pendidikan kesehatan tentang pertolongan pertama aspirasi
benda asing, kemudian dilakukan pendidikan kesehatan tentang
pertolongan pertama aspirasi benda asing, selanjutnya dilakukan
pengukuran lagi pengetahuan ibu sesudah diberikan pendidikan kesehatan
tentang pertolongan pertama aspirasi benda asing.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh Ibu dari anak toddler di Posyandu
Kelurahan Donohudan Kabupaten Boyolali sebanyak 115 responden
terdiri dari Posyandu Ngudi Laras, Posyandu Sarwo Peni, Posyandu
Ngudi Utomo, dan Posyandu Ngudi Luhur.
51
3.2.2 Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat
dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling.
Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi
yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2008 : 91).
Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan
Proportionate Random Sampling adalah suatu teknik penetapan
sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan
yang dikehendaki peneliti (tujuan atau masalah penelitian), sehingga
sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah
dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008).
Sampel merupakan bagian populasi yang hendak diteliti dan
mewakili karakteristik populasi. Apabila populasi penelitian
berjumlah kurang dari 100 maka sampel yang diambil adalah
semuanya, namun apabila populasi penelitian berjumlah lebih dari
100 maka sampel dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau
lebih (Arikunto, 2010).Peneliti mengambil 45% dari populasi
sebanyak 115 responden, sehingga didapatkan sampel sejumlah 40
responden.
Dalam penelitian ini sampel yang akan diambil adalah Ibu dari
anak toddler yang berada di Posyandu Kelurahan Donohudan
Kabupaten Boyolali yang memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi
52
sebanyak 40 responden yaitu Posyandu Ngudi Laras diambil 20
Responden dan Posyandu Sarwo Peni diambil 20 Responden.
Sampel pada penelitian ini adalah Ibu dari anak todler yang
berada di Posyandu Kelurahan Donohudan Kabupaten Boyolali :
1. Kriteria inklusi:
Ibu yang berada di Posyandu Kelurahan Donohudan Kabupaten
Boyolali
2. Kriteria eksklusi:
a) Ibu yang sedang sakit pada saat pembagian kuesioner
b) Ibu dengan gangguan mental
c) Ibu dengan jam kerja pagi hingga sore hari
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 Tempat Penelitian
Tempat Penelitian dilakukan di beberapa Posyandu yang berada di
Kelurahan Donohudan yaitu di Posyandu Ngudi Laras (20
responden) dan Posyandu Sarwo Peni (20 responden).
3.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 12-15 Februari 2015.