pengaruh pembelajaran kooperatif metode …/pengaruh... · materi yang digunakan sebagai eksperimen...
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE JIGSAW
TERHADAP PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI DITINJAU DARI
MOTIVASI BELAJAR SISWA
( Studi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali
Tahun Pelajaran 2009/2010)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Minat Utama Pendidikan Geografi
Oleh : DJOKO HERIYANTO
NIM S 880908016
Oleh :
Djoko Heriyanto NIM S 880908016
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu faktor penting dalam pendidikan adalah proses
belajar mengajar, dimana kualitas proses belajar sangat
mempengaruhi mutu pendidikan itu sendiri. Kendala yang sering
dihadapi adalah guru belum mengembangkan metode pembelajaran
secara maksimal. Dalam proses belajar mengajar ada
kecenderungan guru sangat dominan peranannya, sehingga guru
berfungsi sebagai sumber belajar dan pemegang otoritas tertinggi
keilmuan ketika berada di depan kelas. Guru sebagai pengajar
diharapkan tidak mendominasi kegiatan pembelajaran, tetapi
membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan
motivasi dan bimbingan agar siswa dapat mengembangkan potensi
dan kreativitas melalui kegiatan belajar. Menentukan metode atau
kegiatan belajar merupakan salah satu langkah penting yang dapat
menunjang keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Maka
dari itu dalam pembelajaran hendaknya guru menerapkan variasi
metode pembelajaran dan guru menekankan agar peserta didik aktif
dalam kegiatan belajar, sehingga guru berperan sebagai fasilitator
dan motivator.
Dalam proses pembelajaran selama ini masih banyak ditemui
kecenderungan guru memperlakukan peserta didik sebagai obyek
atau klien yang menerima pengetahuan, sikap dan ketrampilan.
Guru banyak menempatkan siswa sebagai obyek, bukan sebagai
subyek didik, sehingga dalam proses pembelajaran kegiatan peserta
didik lebih banyak duduk, diam, mencatat, dan menghafal,
sementara gurunya aktif mengajar.
Lemahnya proses pembelajaran juga merupakan salah satu
masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan. Guru kurang
mendorong peserta didik untuk mengembangkan kemampuan
berpikirnya. Dalam proses pembelajaran guru menuntut peserta
didik untuk menghafal informasi tanpa memahaminya, sehingga
tidak mampu menghubungkan materi yang diterima dengan realitas
kehidupan sehari-hari. Toeti Soekamto (1993 : 1) menyatakan :
“Dewasa ini pendapat umum di Indonesia menyatakan bahwa
pendidikan tidak memberikan hasil seperti apa yang diharapkan.
Selain itu program-program instruksional yang ada dianggap masih
belum memadai dalam kualitas, sehingga siswa tidak bisa belajar
dengan baik karena tidak dapat menangkap apa yang diajarkan
guru di sekolah”.
Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan tunggal tetapi
memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai
perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman yang
diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan penyediaan kondisi
yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa atau
subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan, nilai,
dan sikap yang dapat membawa perubahan tingkah laku maupun
perubahan ketrampilan serta kesadaran diri sebagai pribadi
(Sardiman, 2007 : 2-3).
Belajar berarti perubahan tingkah laku seseorang terhadap
situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang
berulang-ulang dalam situasi itu. Manusia memiliki derajat potensi,
latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-
beda, karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah.
Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang
saling asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru
dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa (Nurhadi, 2003 : 60)
Pembelajaran bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan,
tetapi merupakan suatu proses yang direncanakan, dilaksanakan,
dievaluasi, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Adanya perubahan paradigma pembelajaran yang semula berpusat
kepada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa,
menuntut adanya perubahan-perubahan unsur-unsur lain yang
menunjang dalam pembelajaran. Kualitas pembelajaran dapat
dilihat dari aspek proses dan aspek hasil pembelajaran. Proses
pembelajaran dianggap berhasil apabila selama kegiatan belajar
mengajar siswa menunjukkan aktivitas belajar yang tinggi dan
terlibat secara fisik dan mental. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
interaksi aktif dalam pembelajaran antara siswa dengan guru,
maupun siswa dengan siswa lainnya. Sedangkan aspek hasil
ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku yang positif pada
siswa dan prestasi belajar yang tinggi.
Dalam mengelola sebuah proses belajar mengajar, seorang guru
dituntut untuk memilih materi, model dan strategi pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan para siswa. Guru tidak hanya cukup
memberikan ceramah di depan kelas saja, karena siswa akan cepat
bosan. Kebosanan inilah yang akhirnya dapat melemahkan minat
dan motivasi siswa dalam belajar. Dengan menerapkan model-model
pembelajaran diharapkan terjadi variasi sehingga kebosanan dapat
dihindari.
Kewajiban guru sebagai tenaga pendidik seperti yang ditetapkan
dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 40 ayat 2 adalah sebagai berikut, “
Tenaga pendidik berkewajiban menciptakan sistem pembelajaran
bermakna, menyenangkan, dialogis, kreatif, dan dinamis”. Dengan
demikian diharapkan guru memiliki kreativitas yang dapat
menciptakan suasana kelas dan pembelajaran yang nyaman,
menyenangkan dan bermakna, sehingga bagi para siswa proses
pembelajaran menjadi sesuatu yang menarik dan selalu ditunggu-
tunggu. Untuk mewujudkannya hal tersebut maka kegiatan
pembelajaran tidak hanya satu arah dari guru, tetapi multi arah,
yaitu hubungan timbal balik antara guru dengan siswa, siswa
dengan guru, dan siswa dengan siswa. Dalam komunikasi multi
arah guru harus aktif merencanakan, memilih, membimbing, dan
menganalisis kegiatan yang dilakukan siswa, sebaliknya siswa
diharapkan aktif terlibat secara fisik maupun emosional. Proses
belajar yang dilakukan oleh siswa adalah untuk menggali informasi,
mendapatkan ketrampilan, menemukan menggelola, menggunakan,
dan mengkomunikasikan hal-hal yang ditemukan merupakan hasil
belajar yang diharapkan.
Tidak ada satupun strategi dan metode pembelajaran yang
dianggap paling baik, karena setiap strategi dan metode
pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu dengan segala
kelebihan dan kelemahannya. Strategi dan metode pembelajaran
tertentu mungkin lebih baik untuk materi dan kondisi tertentu,
tetapi mungkin kurang tepat untuk materi dan kondisi lain.
Menurut Nurhadi (2003 : 60), pembelajaran kooperatif secara sadar
menciptakan interaksi yang saling asah sehingga sumber belajar
bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama
siswa.
Pembelajaran kooperatif (cooperativ learning) adalah pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa
untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2008 : 25). Sedangkan menurut
Lie dalam Sugiyanto (2008 : 27) pembelajaran kooperatif adalah
suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling
terkait. Elemen-elemen pembelajaran kooperatif tersebut adalah:
saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas
individual, dan ketrampilan untuk menjalin hubungan sosial.
Pembelajaran kooperatif metode jigsaw dapat dilaksanakan
karena metode ini mempunyai ciri selain pengembangan aktivitas
berfikir, juga menumbuhkan perilaku-perilaku sosial yang positif
yang dapat dikembangkan melalui diskusi dan kerja kelompok.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif metode jigsaw adalah
sebagai berikut: kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil
terdiri dari 4 atau 5 siswa dengan karakteristik yang heterogen,
setiap siswa dalam kelompok mendapatkan materi berbeda yang
harus dipelajari, siswa yang mendapatkan materi yang sama
berkumpul dalam kelompok ahli (expert group) untuk membahas
materi, para siswa kembali ke kelompok asal (home teams) untuk
mengajarkan kepada anggota lainnya secara bergantian, dan di
akhir pembelajaran diadakan evaluasi.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006)
dijelaskan bahwa geografi merupakan ilmu untuk menunjang
kehidupan sepanjang hayat dan mendorong peningkatan
kehidupan. Lingkup bidang kajiannya memungkinkan manusia
memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang
menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi
manusia. Bidang kajian geografi meliputi bumi, aspek dan proses
yang membentuknya, hubungan kausal dan spasial manusia
dengan lingkungan, serta interaksi manusia dengan tempat. Sebagai
suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi alam fisik
dengan dimensi manusia dalam menelaah keberadaan dan
kehidupan manusia di tempat dan lingkungannya (Depdiknas,
2006).
Mata pelajaran Geografi membangun dan mengembangkan
pemahaman peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial
masyarakat, tempat dan lingkungan pada muka bumi. Peserta didik
didorong untuk memahami aspek dan proses fisik yang membentuk
pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di
permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara aktif
dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman
mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah.
Pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh dalam
mata pelajaran Geografi diharapkan dapat membangun kemampuan
peserta didik untuk bersikap, bertindak cerdas, arif, dan
bertanggungjawab dalam menghadapi masalah sosial, ekonomi, dan
ekologis.
Mata pelajaran Geografi bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan : 1) memahami pola spasial, lingkungan dan
kewilayahan serta proses yang berkaitan, 2) Menguasai keterampilan
dasar dalam memperoleh data dan informasi, mengkomunikasikan
dan menerapkan pengetahuan geografi, dan 3) menampilkan
perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan memanfaatkan
sumber daya alam secara arif serta memiliki toleransi terhadap
keragaman budaya masyarakat.
Dari hasil pengalaman dan pengamatan yang dilakukan penulis
di SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali menunjukkan bahwa proses
belajar mengajar yang dilakukan khususnya pada mata pelajaran
geografi belum maksimal. Suasana belajar di kelas yang cenderung
berpusat pada guru menyebabkan suasana kelas cenderung pasif,
siswa kurang berani bertanya dan mengemukanan pendapat. Untuk
itulah diperlukan metode pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif
dan menyenangkan. Pembelajaran model kooperatif metode jigsaw
merupakan salah satu metode yang dapat pengembangan aktivitas
berfikir, juga menumbuhkan perilaku-perilaku sosial yang positif
yang dapat dikembangkan melalui diskusi dan kerja kelompok.
Sehubungan dengan itu maka penulis akan mengadakan
penelitian dengan judul : Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Metode
Jigsaw Terhadap Prestasi Belajar Geografi Ditinjau Dari Motivasi
Belajar Siswa, pada siswa kelas XI IPS3 SMA Negeri 1 Cepogo
Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dan berdasarkan studi
pendahuluan penulis sebagai guru Geografi, maka dapat
diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :
1. Kualitas pendidikan di Indonesia relatif rendah
2. Masih banyak guru geografi yang belum menerapkan strategi
dan metode pembelajaran secara tepat dan efektif
3. Pembelajaran Geografi di kelas pada umumnya bersifat
komunikasi satu arah, guru mendominasi proses belajar
mengajar dan kurang menekankan pada proses keterlibatan
siswa secara penuh.
4. Penerapan model pembelajaran yang kurang bervariasi
menyebabkan motivasi belajar siswa relatif masih rendah
5. Prestasi belajar siswa pada mapel Geografi masih relatif rendah
dibandingkan mata pelajaran lain
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka akan lebih
terfokus apabila penelitian ini dibatasi pada :
1. Model pembelajarannya dibatasi pada model pembelajaran
kooperatif metode jigsaw pada mata pelajaran Geogarfi
2. Materi yang digunakan sebagai eksperimen adalah materi
Geografi kelas XI IPS semester 1 pada Standar Kompetensi
Menganalisis Fenomena Biosfer
3. Motivasi belajar dalam pembelajaran Geografi dibatasi pada
motivasi peserta didik dalam mempelajari dan mengikuti
pembelajaran Geografi di sekolah
4. Hasil pembelajaran geografi berupa prestasi belajar materi
Geografi kelas XI IPS semester 1 pada Standar Kompetensi
Menganalisis Fenomena Biosfer
D. Perumusan Masalah
1. Adakah pengaruh pembelajaran menggunakan model kooperatif
metode jigsaw terhadap prestasi belajar siswa pada pokok
bahasan menganalisis fenomena biosfer?
2. Adakah pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar
Geografi?
3. Adakah pengaruh pada interaksi pembelajaran yang
menggunakan model kooperatif metode jigsaw dan motivasi
belajar terhadap prestasi belajar Geografi?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran menggunakan model
kooperatif metode jigsaw terhadap prestasi belajar siswa pada
pokok bahasan menganalisis fenomena biosfer.
2. Untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi
belajar Geografi.
3. Untuk mengetahui pengaruh pada interaksi pembelajaran yang
menggunakan model kooperatif metode jigsaw dan motivasi
belajar terhadap prestasi belajar Geografi.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi Guru
a. Dapat mengetahui strategi pembelajaran yang lebih tepat
dan sesuai dengan materi yang disampaikan sehingga
dapat memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran di
kelas.
b. Memberi bahan masukan kepada rekan guru lain dalam
memilih serta menggunakan strategi dan metode
pembelajaran geografi yang relevan
c. Memberi masukan yang penting dalam peningkatan mutu
pendidikan terutama proses belajar mengajar geografi di
sekolah
2. Bagi Siswa
a. Memberikan suasana belajar yang menyenangkan
b. Memberikan kesempatan siswa untuk ikut berpartisipasi
aktif dalam kegiatan belajar mengajar
c. Memberi latihan kepada siswa untuk dapat
mengembangkan perilaku yang positif dalam hubungan
sosial
d. Dapat meningkatkan prestasi belajar
3. Bagi Sekolah
a. Memberikan sumbangan pemikiran tentang pentingnya
memilih dan menerapkan strategi dan metode
pembelajaran dalam proses belajar mengajar geografi
khusunya di SMA Negeri 1 Cepogo
b. Dapat digunakan untuk membantu memecahkan masalah
pendidikan, khususnya di SMA sehingga dapat ikut serta
membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Belajar dan Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan
formal di sekolah, dimana terjadi interaksi antara berbagai
komponen pembelajaran. Komponen-komponen itu dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama yaitu guru, isi atau
materi pembelajaran, dan siswa. Interaksi antara tiga komponen
tersebut melibatkan sarana dan prasarana seperti metode
pembelajaran, media pembelajaran, penataan lingkungan tempat
belajar, sehingga tercipta situasi pembelajaran yang memungkinkan
tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.
a. Pengertian Belajar
Manusia adalah makhluk yang berakal yang senantiasa ingin
belajar dari lingkungannya. Seseorang yang telah mengalami proses
belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik dalam aspek
pengetahuannya, ketrampilannya, maupun dalam sikapnya.
Menurut Slameto (1995 : 2), belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Jadi belajar lebih menekankan pada perubahan
tingkah laku seseorang dari belajar sebagai hasil pengalaman dan
latihan. Sedangkan Winkel, W.S. (1996 : 53) berpendapat bahwa
belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
ketrampilan dan nilai sikap.
Pendapat lain dikemukakan oleh Cronbach dalam Sardiman
(2007 : 20) yang menyatakan bahwa “Learning is shown by a chage
in behavior as a result of experience”, artinya pembelajaran
ditunjukkan oleh perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman.
Harold Spears memberikan batasan “Learning is to be observer, to
read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow
direction”, artinya pembelajaran adalah mengamati, membaca,
meniru, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan dan mengikuti
petunjuk. Sedangkan Geoch mengatakan “Learning is change in
performance as a result of practice, artinya adalah perubahan dalam
penampilan sebagai hasil dari latihan. Jadi belajar senantiasa
merupakan perubahan- perubahan tingkah laku atau penampilan
dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca,
mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Belajar
akan lebih baik kalau subjek belajar itu mengalami atau
melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik.
Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada
diri individu dengan individu dan antara individu dengan
lingkungannya. “Learning is change in the individual due to
instruction of that individual and this environment”.Dalam pengertian
tersebut terdapat kata change atau perubahan yang berarti bahwa
seseorang telah mengalami proses belajar akan mengalami
perubahan tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuannya,
ketrampilannya, maupun dalam sikapnya (Burton, 2000 : 35).
Gagne (2003 : 40) berpendapat bahwa ada tiga komponen
penting dalam belajar yaitu pertama kondisi eksternal berupa
stimulus dari lingkungan dalam proses belajar, kedua kondisi
internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif
siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal,
ketrampilan intelektual, ketrampilan motorik, sikap, dan aspek
kognitif. Kondisi internal belajar inilah yang berinteraksi dengan
kondisi eksternal belajar, dan dari interaksi ini tampaklah hasil
belajar siswa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan manusia untuk
memperoleh perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil
pengalaman manusia itu sendiri dalam interaksinya dengan
lingkungan.
b. Pengertian Pembelajaran
Kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan satu kesatuan
dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan
primer dalam kegiatan belajar pembelajaran tersebut, sedangkan
pembelajaran merupakan kegiatan sekunder yang diupayakan
untuk dapat tercapainya kegiatan belajar yang optimal.
Ada beberapa pendapat mengenai pembelajaran. Menurut
Alvin W. Howard, pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk
mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan,
mengubah atau mengembangkan keterampilan, sikap, cita-cita,
penghargaan dan pengetahuan (Slameto, 1995 : 32). Sedangkan
menurut Gino (1997 : 32 ) pembelajaran adalah usaha sadar dan
disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan jalan
mengaktifkan faktor eksternal dan internal dalam kegiatan belajar
mengajar.
Susilana (2008 : 1-2) berpendapat bahwa pembelajaran
merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam upaya
memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai positif
dengan memanfaatkan berbagai sumber untuk belajar.
Pembelajaran dapat melibatkan dua pihak yaitu siswa sebagai
pembelajar dan guru sebagai fasilitator. Yang penting dalam
kegiatan pembelajaran adalah terjadi proses belajar (learning
process). Sebab sesuatu dikatakan hasil belajar kalau memenuhi
beberapa cirri berikut: 1) belajar sifatnya disadari, dalam hal ini
siswa merasa bahwa dirinya sedang belajar, timbul dalam dirinya
motivasi-motivasi untuk memiliki pengetahuan yang diharapkan
sehingga tahapan-tahapan dalam belajar sampai pengetahuan itu
dimiliki secara permanen (retensi) betul-betul disadari sepenuhnya,
2) hasil belajar diperolah dengan adanya proses, dalam hal ini
pengetahuan diperoleh tidak secara spontanitas, instan, namun
bertahap (sequensial). Seorang anak dapat membaca tentu tidak
diperoleh hanya dalam waktu sesaat namun berproses cukup lama,
kemampuan membaca diawali dengan kemampuan mengeja,
mengenal huruf, kata, dan kalimat, 3) belajar membutuhkan
interaksi, khususnya interaksi yang sifatnya manusiawi. Seorang
siswa akan lebih cepat memiliki pengetahuan karena bantuan dari
guru, pelatih, atau instruktur. Dalam hal ini terjadi komunikasi dua
arah antara siswa dengan guru.
Menurut Sumiati (2008 : 3), proses pembelajaran merupakan
inti dari proses pendidikan formal di sekolah, di dalamnya terjadi
interaksi antara berbagai komponen pembelajaran. Komponen-
komponen itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama
yaitu guru, isi atau materi pembelajaran, dan siswa. Interaksi antara
ketiga komponen utama melibatkan sarana dan prasarana seperti
metode pembelajaran, media pembelajaran, dan penataan
lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi pembelajaran
yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan
sebelumnya. Dengan demikian, guru memegang peranan sentral
dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran merupakan suatu sistem karena di dalamnya
mengandung komponen-komponen yang saling berkaitan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen-komponen
tersebut meliputi : tujuan, materi, metode, media, dan evaluasi
(Susilana, 2008 : 4). Selain itu, dua komponen utama yang lainnya
adalah peserta didik dan guru. Berikut ini akan diuraikan
komponen-komponen dalam pembelajaran, meliputi :
1) Tujuan pembelajaran adalah pernyataan tentang perubahan
perilaku yang diinginkan terjadi pada peserta didik setelah proses
pembelajaran yang mencakup perubahan kognitif, afektif, dan
psikomotor.
2) Materi pelajaran yaitu segala informasi yang berupa fakta, prinsip
dan konsep untuk mencapai tujuan.
3) Metode pembelajaran adalah cara yang tersedia untuk
memberikan kesempatan pada peserta didik mendapatkan
informasi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan.
4) Media pembelajaran yaitu bahan pelajaran dengan atau tanpa
peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada
peserta didik agar dapat mencapai tujuan.
5) Evaluasi, adalah cara tertentu untuk menilai suatu proses dan
hasilnya.
6) Peserta didik, adalah yang bertindak sebagai pencari, penerima
dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan.
7) Guru, adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola
kegiatan pembelajaran dan peranan lainya yang memungkinkan
berlangsungnya kegiatan tersebut lebih efektif.
Guru dapat menggunakan berbagai metode pembelajaran,
teknik, dan pendekatan pembelajaran untuk mendapatkan hasil
belajar yang optimal. Teknik dan metode pembelajaran yang dipilih
harus pembelajaran dalam bentuk pemberian tugas demonstrasi
dan pemecahan masalah yang melibatkan partisipasi aktif siswa.
Guru perlu mempertimbangkan model pembelajaran yang sesuai
dengan kompetensi yang dikembangkan. Guru juga harus membuat
perencanaan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, jenis
penugasan, dan batas akhir suatu tugas.
Untuk melaksanakan proses pembelajaran suatu materi
pelajaran perlu dipikirkan metode pembelajaran yang tepat. Metode
pembelajaran ini disamping disesuaikan dengan materi dan tujuan
pembelajaran, juga dengan ditetapkan dengan melihat kegiatan yang
akan dilakukan. Metode pembelajaran sangat beragam, sehingga
perlu dipertimbangkan apakah metode pembelajaran yang lebih
cocok untuk mengajarkan materi pelajaran tertentu utuk mencapai
tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2. Pengajaran Geografi
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 (KTSP
2006) dijelaskan bahwa geografi merupakan ilmu untuk menunjang
kehidupan sepanjang hayat dan mendorong peningkatan
kehidupan. Lingkup bidang kajiannya memungkinkan manusia
memperoleh jawaban atas pertanyaan dunia sekelilingnya yang
menekankan pada aspek spasial, dan ekologis dari eksistensi
manusia. Bidang kajian geografi meliputi bumi, aspek dan proses
yang membentuknya, hubungan kausal dan spasial manusia
dengan lingkungan, serta interaksi manusia dengan tempat. Sebagai
suatu disiplin integratif, geografi memadukan dimensi alam fisik
dengan dimensi manusia dalam menelaah keberadaan dan
kehidupan manusia di tempat dan lingkungannya.
Mata pelajaran Geografi membangun dan mengembangkan
pemahaman peserta didik tentang variasi dan organisasi spasial
masyarakat, tempat dan lingkungan pada muka bumi. Peserta didik
didorong untuk memahami aspek dan proses fisik yang membentuk
pola muka bumi, karakteristik dan persebaran spasial ekologis di
permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara aktif
dan kreatif untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman
mempengaruhi persepsi manusia tentang tempat dan wilayah.
Pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperoleh
dalam mata pelajaran Geografi diharapkan dapat membangun
kemampuan peserta didik untuk bersikap, bertindak cerdas, arif,
dan bertanggungjawab dalam menghadapi masalah sosial, ekonomi,
dan ekologis.
a. Prinsip-prinsip Pengajaran Geografi
Kartawijaya (1988: 2) merumuskan prinsip-prinsip
pengajaran geografi di sekolah yaitu :
1. Adanya unsur lingkungan yang saling berhubungan yaitu
lingkungan alam dan budaya.
2. Siswa mengerti tentang sifat dinamis pada geografi yang selalu
berubah.
3. Adanya respon manusia terhadap alam yang berbeda-beda,
tergantung tingkat penguasaan teknologi.
4. Siswa mengenal pola region dunia yang dilandasi unsur-unsur
geografi.
5. Pentingnya peserta didik meyakini bahwa jika lingkungan
geografi telah dipelajari secara keseluruhan, interaksi dari
unsur-unsur lingkungan sangat komplek lalu menjadi komplek
area yang tiada bandingnya di muka bumi sebagai sifat unik
dari setiap region geografi haruslah merupakan prinsip penting
yang harus dipelajari.
b. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Geografi
Ruang lingkup mata pelajaran Geografi meliputi aspek-
aspek sebagai berikut :
1. Konsep dasar, pendekatan, dan prinsip dasar Geografi
2. Konsep dan karakteristik dasar serta dinamika unsur-unsur
geosfer mencakup litosfer, pedosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer
dan antroposfer serta pola persebaran spasialnya
3. Jenis, karakteristik, potensi, persebaran spasial Sumber Daya
Alam (SDA) dan pemanfaatannya
4. Karakteristik, unsur-unsur, kondisi (kualitas) dan variasi
spasial lingkungan hidup, pemanfaatan dan pelestariannya
5. Kajian wilayah negara-negara maju dan sedang berkembang
6. Konsep wilayah dan pewilayahan, kriteria dan pemetaannya
serta fungsi dan manfaatnya dalam analisis geografi
7. Pengetahuan dan keterampilan dasar tentang seluk beluk dan
pemanfaatan peta, Sistem Informasi Geografis (SIG) dan citra
penginderaan jauh
c. Fungsi dan Tujuan
1. Fungsi mata pelajaran geografi adalah :
a) Mengembangkan pengetahuan tentang pola-pola keruangan
dan proses yang berkaitan.
b) Mengembangkan ketrampilan dasar serta memperoleh data
dan informasi, mengkomunikasikan dan menerapkan
pengetahuan geografi.
c) Menumbuhkan sikap, kesadaran dan kepedulian terhadap
lingkungan hidup dan sumberdaya serta toleransi
terhadap keragaman sosial budaya masyarakat.
2. Tujuan pembelajaran di sekolah meliputi :
a) Pengetahuan:
1) Mengembangkan konsep dasar geografi yang berkaitan
dengan pola keruangan dan proses-prosesnya.
2) Mengembangkan pengetahuan sumberdaya alam,
peluang dan keterbatasannya untuk dimanfaatkan.
3) Mengembangkan konsep dasar geografi yang
berhubungan dengan wilayah sekitar dan wilayah
negara dunia.
b) Keterampilan
1) Mengembangkan keterampilan mengamati lingkungan
fisik, lingkungan sosial dan lingkungan budaya.
2) Mengembangkan keterampilan, mengumpulkan,
mencatat data dan informasi yang berkaitan dengan
aspek keruangan.
3) Mengembangkan keterampilan analisa sintesis dan hasil-
hasil dari interaksi berbagai gejala geografi.
c) Sikap
1) Menumbuhkan kesadaran terhadap perubahan-
perubahan geografi yang terjadi di lingkungan sekitar.
2) Mengembangkan sikap melindungi dan tanggungjawab
terhadap kualitas lingkungan hidup.
3) Mengembangkan kepekaan terhadap permasalahan
dalam pemanfaatan sumberdaya. Mengembangkan sikap
toleransi terhadap perbedaan sosial dan budaya.
4) Mewujudkan rasa cinta tanah air, persatuan dan
kesatuan bangsa.
3. Pendekatan dan Model Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran memiliki peranan yang sangat
penting dalam proses belajar mengajar dan merupakan salah satu
penunjang berhasil atau tidaknya seorang guru dalam mengajar.
Disamping ketrampilan mengajar, seorang guru harus memiliki dan
menguasai metode-metode mengajar, serta dapat menggunakannya
secara tepat sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan.
Daya tarik suatu mata pelajaran (pembelajaran) ditentukan
oleh dua hal, pertama oleh mata pelajaran itu sendiri, dan kedua
oleh cara mengajar guru. Oleh karena itu tugas profesional seorang
guru adalah menjadikan pelajaran yang sebelumnya tidak menarik
menjadi menarik, yang dirasakan sulit menjadi mudah, yang tadinya
tidak berarti menjadi bermakna (Sugiyanto, 2008 : 1).
Menurut Slameto (1995 : 65), pendekatan mengajar adalah
suatu cara atau jalan yang harus dilakukan dalam mengajar.
Pendekatan pembelajaran merupakan cara-cara yang ditempuh guru
untuk menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar
menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan
tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan.
Sedangkan menurut Winataputra dalam Sugiyanto (2008 : 2),
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi
sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar
dalam merencanakan aktivitas pembelajaran. Dalam tingkatan
operasional model pembelajaran dan strategi pembelajaran sering
dipertukarkan.
Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang
dikembangkan oleh para ahli dalam usaha mengoptimalkan hasil
belajar siswa. Diantaranya adalam Model Pembelajaran Kontekstual,
Model Pembelajaran Kooperative, Model Pembelajaran Quantum,
Model Pembelajaran Terpadu, Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL).
Banyaknya model atau strategi pembelajaran yang
dikembangkan para pakar tersebut tidak berarti semua pengajar
menerapkan semuanya untuk setiap mata pelajaran karena tidak
semua model cocok untuk setiap topik atau mata pelajaran. Ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih model/
strategi pembelajaran, yaitu: 1) tujuan pembelajaran yang inging
dicapai, 2) sifat bahan/ materi ajar, 3) kondisi siswa, 4) ketersediaan
sarana-prasarana belajar. Lebih khusus, Killen dan Depdiknas
sebagaimana dikutip oleh Sanjaya menjelaskan ada delapan prinsip
dalam memilih strategi pembelajaran, yaitu: 1) berorientasi pada
tujuan, 2) mendorong aktivitas siswa, 3) memperhatikan aspek
individual siswa, 4) mendorong proses interaksi, 5) menantang siswa
untuk berpikir, 6) menimbulkan inspirasi siswa untuk berbuat dan
menguji, 7) menimbulkan proses belajar yang menyenangkan, serta
8) mampu memotivasi siswa untuk belajar lebih lanjut (Sugiyanto,
2008 : 3)
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
pembelajaran adalah cara-cara yang ditempuh oleh guru dalam
menyampaikan materi pelajaran sehingga proses belajar dapat
berjalan secara efisien dan bermakna bagi peserta didik. Kaitannya
dengan model pembelajaran, tidak setiap model atau strategi
pembelajaran mampu mengembangkan 8 prinsip penggunaan model
pembelajaran. Setiap model pembelajaran memberikan tekanan
pada aspek tertentu dibandingkan model pembelajaran lainnya.
Oleh karena itu, setiap pengajar dapat memilih model pembelajaran
tersebut secara bergantian atau simultan sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang diinginkan.
4. Model Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw
a. Metode Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (Cooperativ learning) merupakan
belajar dan bekerjasama yang dilakukan oleh siswa dalam
kelompok-kelompok kecil dimana setiap siswa bisa berpartisipasi
dalam tugas-tugas kolektif yang telah ditentukan dengan jelas
(Cohen, 1994 : 3).
Pembelajaran kooperatif menurut Richard Arends (1990 : 102),
merupakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja
sama dalam tim atau kelompok. Pembelajaran kooperatif secara
umum menyangkut teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa
bekerja terarah pada tujuan belajar yang sama dalam kelompok
kecil yang umumnya terdiri dari empat atau lima siswa. Pembetukan
kelompok didasarkan pada pemerataan karakteristik psikologis
individu, yang meliputi kecerdasan, kecepatan belajar, motivasi
belajar, perhatian, cara berpikir, dan daya ingat. Pembelajaran
kooperatif dapat dikelompokkan menurut bentuknya sebagai berikut
: 1) siswa bekerjasama dalam kelompok untuk menguasai materi
pelajaran tertentu, 2) kelompok siswa terdiri dari siswa yang
berprestsi tinggi, sedang dan rendah, 3) bila memungkinkan
kelompok tersebut merupakan campuran jenis kelamin, 4) penilaian
atau sistem penghargaannya berorientasi kelompok, bukan
berorientasi individu.
Pembelajaran kooperatif mengupayakan siswa untuk mampu
mengajarkan kepada siswa lain. Mengajar teman sebaya dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari sesuatu
dengan baik pada waktu yang bersamaan, ia menjadi nara sumber
bagi teman yang lain. Pengorganisasian pembelajaran dicirikan pada
siswa yang bekerja sama dalam situasi pembelajaran kooperatif,
didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan
mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan
tugasnya.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan metode diskusi,
karena metode pembelajaran kooperatif menekankan pembelajaran
dalam kelompok kecil dimana siswa belajar dan bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang optimal. Pembelajaran kooperatif meletakkan
tanggung jawab individu sekaligus tanggungjawab kelompok,
sehingga dalam diri siswa tumbuh dan berkembang sikap dan
perilaku yang saling ketergantungan. Kondisi ini dapat mendorong
siswa untuk belajar, bekerjasama dan bertanggungjawab secara
sunggguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam
kelompok kecil tersebut, siswa dapat saling berbagi mengenai
kelebihan masing-masing, sehingga saling mengembangkan
kemampuan dan hubungan interpersonalnya. Selain itu siswa juga
dapat belajar bagaimana mengelola konflik yang biasa timbul dalam
kelompok. Rasa saling ketergantungan ini muncul karena adanya
perbedaan yang dimiliki oleh manusia.
Gambar 1. Model Faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan pembelajaran dalam pembelajaran kooperatif. Sumber : Slavin (2009 : 93) Manusia memiliki derajad potensi, latar belakang historis,
serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya
beberapa perbedaan tersebut, manusia dapat saling asah, asih, dan
asuh (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar
menciptakan interaksi yang saling asah, asih, dan asuh sehingga
tercipta masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya
belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. Pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja
mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat (Sugiyanto, 2008
: 27)
b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Roger dan Johnson yang dikutip Anata Lie (2005: 31)
mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal dari
kegiatan pembelajaran kooperatif ada lima unsur yang harus
diterapkan, yakni: 1) saling ketergantungan positif, 2) interaksi tatap
muka, 3) akuntabilitas individu, 4) ketrampilan menjalin hubungan
antar pribadi, dan 5) evaluasi proses kelompok. Untuk lebih jelasnya
akan diuraikan sebagai berikut :
1. Saling ketergantungan positif
Saling ketergantungan positif mengandung makna bahwa setiap
siswa anggota kelompok merasa saling membutuhkan. Dalam hal
ini guru harus dapat menciptakan suasana yang mendorong agar
siswa merasa saling membutuhkan, melalui saling membutuhkan
untuk mencapai tujuan dan saling membutuhkan untuk
menyelesaikan tugas. Hubungan saling ketergantungan inilah
yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Saling
ketergantungan dapat dicapai melalui :
a) Saling ketergantungan mencapai tujuan
b) Saling ketergantungan menyelesaikan tugas
c) Saling ketergantungan bahan atau sumber
d) Saling ketergantungan peran
e) Saling ketergantungan hadiah
2. Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka pada pembelajaran kooperatif menuntut
para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga
mereka dapat melakukan dialog tidak hanya dengan guru tetapi
juga dengan sesama siswa. Interaksi seperti ini memungkinkan
para siswa untuk dapat saling berbagi informasi sehingga mereka
saling menjadi sumber belajar. Kondisi ini juga mencerminkan
konsep pengajaran teman sebaya.
3. Akuntabilitas individu
Akuntabilitas individu mengandung makna penilaian kelompok
yang didasarkan pada rata-rata penguasaan materi oleh semua
anggota kelompok secara individu. Maksudnya adalah bahwa
setiap anggota kelompok harus memberikan sumbangan terhadap
pelaksanaan kerja kelompok. Selanjutnya guru memberikan
penilaian kelompok dan juga penilaian individu. Hal ini perlu
dilakukan agar guru dan siswa mengetahui siapa saja anggota
kelompok yang memerlukan lebih banyak bantuan dan siapa saja
yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas
rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena setiap kelompok
harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompoknya.
Penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan
semua anggota kelompok secara individual ini yang dimaksud
dengan akuntabilitas individual.
4. Ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi
Ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi meliputi beberapa
sikap antara lain seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap
sesama teman, mengkritik ide, berani memepertahankan pikiran
yang logis, tidak mendominasi orang lain, dan berbagai sifat lain
yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi
(interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara
sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan
antar pribadi akan mendapat teguran dari guru dan sesama
siswa.
5. Evaluasi proses kelompok
Evaluasi proses kelompok dilakukan melalui umpan balik dari
masing-masing siswa, umpan balik sesama teman, dan umpan
balik dari kelompok. Evaluasi ini penting dilakukan agar kerja
kelompok menjadi lebih efektif dan mencapai tujuan yang
diinginkan.
Menurut Suparno (1997 : 66), agar peran dan tugas guru lebih
optimal diperlukan beberapa kegiatan yang perlu dikerjakan dan
beberapa pemikiran yang perlu disadari oleh pengajar dalam
pendekatan kooperatif, diantaranya adalah :
1. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih
mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan
2. Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan
bersama sehingga siswa sungguh terlibat
3. Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai
dengan kebutuhan siswa. Ini dapat dilakukan dengan
berpartisipasi sebagai pelajar di tengah pelajar
4. Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan
kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar
5. Guru perlu mempunyai pikiran yang fleksibel untuk mengerti dan
menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir
berdasarkan pengandaian yang tidak diterima oleh guru.
Supaya tujuan pembelajarn kooperatif dapat dicapai, guru
harus pandai memainkan beberapa peranan seperti yang
disampaikan oleh Nurhadi (2003: 67-71), antara lain sebagai
berikut:
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Menentukan jumlah anggota kelompok dan menentukan anggota
kelompok
3. Menentukan tempat duduk siswa
4. Merancang bahan untuk merangsang saling ketergantungan
positif
5. Menjelaskan tugas beserta langkah-langkah pengerjaan tugasnya
6. Membentuk akuntabilitas individu
7. Memberikan bantuan kepada siswa untuk menyelesaikan tugas.
c. Perbedaan Metode Pembelajaran Kooperatif dengan
Pembelajaran Ceramah Bervariasi
Dalam proses kegiatan pembelajaran di kelas pada umumnya
menggunakan metode ceramah bervariasi, selain itu juga diselingi
metode diskusi atau belajar kelompok. Sedangkan dalam metode
pembelajaran kooperatif ada saling ketergantungan positif, saling
membantu, dan saling memberikan motivasi. Ada sejumlah
perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok
belajar tradisional.
Tabel 1. Perbedaan pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Tradisional
No
Kelompok Belajar
Kooperatif
Kelompok Belajar Tradisional
1
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok
2
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “enak-enak saja” di atas keberhasilan temannya yang dianggap pemborong
3
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen.
4
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru, atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
5
Ketrampilan sosial yang diperlukan dalam kerja
Ketrampilan sosial sering tidak diajarkan secara langsung.
gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
6
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
7
Guru memperlihatkan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
8
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas, tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
Sumber : Sugiyanto (2008 : 29-31)
d. Keuntungan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif
Ada banyak nilai pembelajaran kooperatif diantaranya
adalah.
1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap,
ketrampilan, informasi, perlaku sosial, dan pandangan-
pandangan.
3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial
dan komitmen
5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois
6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hinggga masa
dewasa
7. Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara
hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan
dipraktekkan
8. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia
9. Meningkatkan kemampuan masalah dan situasi dari berbagai
perspektif.
10. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang
dirasakan lebih baik
11. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang
perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis,
kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.
e. Model Pembelajaran Kooparatif Metode Jigsaw
Jigsaw merupakan salah satu bentuk pembelajaran
kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-
kawannya dari Universitas Texas pada tahun 1971 dan kemudian
diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawan di Universitas John
Hopkins. Teknik ini digunakan untuk mengembangkan kemampuan
membaca, memahami, mendengarkan, memecahkan masalah, dan
mempresentasikan, sekaligus mengembangkan kerjasama. Dalam
pembelajaran yang menerapkan metode jigsaw, kelas dibagi menjadi
beberapa kelompok yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 siswa
dengan karakteristik yang heterogen (Anita Lie, 2005: 69).
Selanjutnya, guru membagi materi pelajaran (bahan akademik) ke
dalam beberapa bagian, menyajikannya dalam bentuk teks,
kemudian memberikannya kepada siswa per bagian. Selanjutnya,
siswa-siswa yang mendapat materi yang sama berkumpul,
membentuk suatu kelompok tersendiri yang dinamakan kelompok
pakar (expert group), dan membahas materi tersebut. Kemudian,
anggota kelompok pakar kembali kepada kelompok semula (home
teams) untuk menyampaikan kepada anggota lain tentang materi
yang sudah mereka bahas dalam kelompok pakar tersebut.
Pengertian jigsaw dalam pembelajaran kooperatif adalah satu
tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota
dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan
bahan materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut
kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997: 73).
Dalam jigsaw, siswa belajar dalam kelompok yang
beranggotakan 4 sampai 6 orang yang disebut kelompok asal. Setiap
anggota kelompok bertanggungjawab atas penguasaan bagian dari
materi belajar yang ditugaskan kepadanya, kemudian mengajarkan
bagian tersebut kepada anggota kelompoknya. Masing-masing
anggota kelompok yang mendapat tugas penguasaan bagian materi
itu disebut kelompok “ahli”. Anggota dari kelompok yang berbeda
bertemu untuk berdiskusi”antar ahli”. Mereka dapat saling
membantu satu sama lain tentang topik yang ditugaskan, serta
mendiskusikannya. Setelah siswa pada “kelompok ahli” kembali
pada kelompok masing-masing (kelompok asal) untuk menjelaskan
materi tersebut kepada anggota yang lain tentang apa yang dibahas
atau dipelajari dalam “kelompok ahli” (Arends, 1977 : 72).
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Gambar 2. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Yang membedakan metode jigsaw dengan kegiatan kerja
kelompok lainnya adalah bahwa dalam pembelajaran yang
menerapkan metode ini, setiap siswa mendapatkan tugas yang
sama, setiap siswa menjadi anggota kelompok asal dan sekaligus
menjadi anggota kelompok pakar untuk materi-materi tertentu.
Setiap siswa bertanggung jawab terhadap penguasaan materi yang
dipelajari dan berkewajiban menyampaikan kepada siswa lain dalam
kelompok asalnya (Arends, 1997: 73). Setelah diadakan pertemuan
dan diskusi dalam home teams, para siswa dievaluasi oleh guru
secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.
Langkah-langkah dalam penerapan metode jigsaw dapat
dilihat di www.jigsaw.org/steps.htm, antara lain sebagai berikut:
1. Bagilah siswa menjadi beberapa kelompok beranggotakan dari 5
atau 6 orang dengan karakteristik anggota kelompok yang
heterogen.
2. Tunjuklah satu siswa dari setiap kelompok untuk menjadi ketua
kelompok.
3. Bagilah materi pelajaran menjadi 5 atau 6 bagian.
4. Berilah tugas pada masing-masing siswa untuk mempelajari
satu bagian materi, dan yakinkan bahwa setiap siswa hanya
mempelajari materi yang menjadi bagiannya.
5. Berilah kesempatan kepada siswa untuk memahami bagian
mereka, tetapi tidah harus hafal.
6. Buatlah kelompok sementara yang anggotanya terdiri dari siswa-
siswa yang mendapat bagian materi yang sama. Kelompok
sementara ini disebut kelompok pakar (expert group). Kelompok
ini membahas materi yang menjadi tanggung jawab mereka,
sekaligus untuk menyamakan persepsi tentang materi tersebut.
7. Bawalah kembali siswa-siswa anggota kelompok pakar ini
kepada kelompok asal mereka (home teams), dan suruh mereka
menjelaskan kepada anggota kelompoknya tentang materi yang
sudah dibahas pada kelompok pakar tadi dan berikan
kesempatan kepada siswa lain untuk bertanya dan meminta
penjelasan.
8. Suruh masing-masing siswa untuk menjelaskan pada
kelompoknya dari apa yang mereka peroleh dalam kelompok ahli
dan berikan kesempatan pada siswa lain untuk bertanya dan
minta penjelasan.
9. Amati proses kerja kelompok ini. Berikan bantuan penjelasan
atau intervensi secara tidak langsung bila diperlukan.
10. Pada akhir sesi berilah pertanyaan atau kuis untuk materi
tersebut agar siswa menyadari bahwa bagian itu penting.
Berdasarkan penjelasan mengenai langkah-langkah penerapan
metode jigsaw tadi dapat dilihat bahwa metode ini dapat mengatasi
beberapa masalah yang sering muncul dalam kegiatan pembelajaran
kelompok seperti yang dikemukakan oleh Aronson (2000:
www.jigsaw.org), antara lain sebagai berikut. Pertama, bagi siswa
yang biasa mendominasi diskusi di dalam kelompok maupun di
kelas, metode jigsaw bisa membatasi dominasi mereka. Ini
dikarenakan setiap siswa diberi tanggungjawab akan suatu materi,
dan semuanya mendapat giliran menjadi pemimpin diskusi di dalam
kelompok masing-masing. Kedua, bagi siswa yang lambat berpikir,
metode jigsaw membantu mereka untuk mengejar ketertinggalan
mereka dari teman-teman mereka, karena dalam setiap kelompok
ada siswa yang lebih pandai dan bisa membimbing teman-teman
yang kurang berprestasi. Ketiga, bagi siswa pandai yang cepat
bosan, metode jigsaw menawarkan solusi yang menyenangkan,
karena mereka mendapat giliran untuk diposisikan sebagai tutor,
sebagai pengajar anggota kelompok yang lain.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu
berjalan dengan baik meskipun rencana telah dirancang sedemikian
rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran
terutama dalam penerapan model pembelajaran pembelajaran
kooperatif diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran
kooperatif.
2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian
guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang
hanya sebagian orang yang menguasai arena kelas, yang lain
hanya sebagai penonton.
3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik
pembelajaran kooperatif.
4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran kooperatif dapat berjalan
dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut :
1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model
pembelajaran kooperatif di kelas dan menyesuaikan dengan
materi yang akan diajarkan.
2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas
merupakan kelas heterogen.
3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik
pembelajaran kooperatif.
4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku
sumber.
5. Pembelajaran Ceramah Bervariasi
Metode ceramah dapat dipandang sebagai suatu cara
penyampaian pelajaran dengan melalui penuturan. Metode ceramah
ini termasuk klasik, namun penggunaannya sangat populer. Banyak
guru memanfaatkan metode ceramah dalam mengajar karena
pelaksanaannya sangat sederhana tidak memerlukan
pengorganisasian yang rumit. Komunikasi guru dengan siswa pada
umunya searah.
Sebagai suatu sistem penyampainnya metode ceramah sering
dilakukan tidak berdiri sendiri, namun divariasikan dengan metode-
metode pembelajaran lain. Sehingga pada pembelajaran ceramah
bervariasi, bisa jadi ceramah hanya sebagai pengantar saja,
selanjutnya menggunakan metode pembelajaran lain. Untuk
membangkitkan perhatian digunakan alat bantu mengajar (audio
visual aids) yang relevan secara memadai (Sumiati, 2008 : 98).
Keunggulan ceramah sebagai metode pengajaran antara lain:
hemat dalam penggunaan waktu dan alat, mampu membangkitkan
minat dan intusias siswa, membantu siswa untuk mengembangkan
kemampuan mendengarnya, merangsang kemampuan siswa untuk
mencari informasi dari berbagai sumber, serta mampu
menyampaikan pengetahuan yang belum pernah diketahui siswa.
Sedangkan kelemahan-kelemahan metode ceramah adalah:
cenderung pada pola strategis ekspesitorik yang berpusat pada guru,
cenderung menempatkan posisi siswa sebagai pendengar dan
pencatat, keterbatasan kemampuan pada tingkat rendah
(www.tiaturahma.student.fkip.uns.ac.id).
Disebut ceramah bervariasi karena dalam strategi ini terdapat
beberapa komponen yaitu:
a. Variasi Metode
Ceramah murni hanya efektif 15 menit setelah itu diganti dengan
metode tanya jawab atau metode diskusi kelompok, agar tidak
membosankan.
b. Variasi Media
Alat indera siswa dilibatkan sebanyak mungkin dalam proses
belajar mengajar. Untuk itu media pengajaran divariasikan
sehingga fungsi melihat (visual), fungsi mendengar (audio) dan
fungsi meraba dan mencium diaktifkan pada hal-hal tertentu.
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan ajar
power point, bahan ajar cetak, peta, dan gambar.
c. Variasi Penampilan
1) Variasi gerak. Dalam menyampaikan ceramah guru tidak
terpaku pada tempat tertentu, gerakannya disesuaikan
dengan bahan ceramah dan situasi kelas
2) Variasi isyarat/mimik. Isi ceramah tidak hanya disampaikan
melalui kata-kata tetapi juga melalui mimik guru
3) Variasi suara. Variasi tinggi rendahnya suara, cepat
lambatnya diucapkan setiap kata dan keras lemahnya
memberikan nilai tersendiri dalam berkomunikasi melalui
ceramah.
4) Selingan diam. Dalam menyampaikan ceramah perlu diberi
kesempatan kepada siswa untuk meresapkan makna ceramah
5) Kontak pandang
6) Pemusatan perhatian
d. Variasi bahan sajian seperti contoh-contoh verbal dan anekdot
(www.tiaturahma.student.fkip.uns.ac.id).
6. Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi Belajar
Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat penting karena
motivasi belajar tidak hanya mendorong atau membangkitkan
individu untuk giat dalam belajar tetapi dapat juga menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar itu. Hal ini sesuai dengan
pendapat John Dewey dalam Oemar Hamalik (2004: 157) yang
terkenal dengan pengajaran proyeknya “bahwa tingkah laku
manusia didorong oleh motif-motif tertentu dan perbuatan belajar
akan berhasil apabila didasarkan pada motivasi yang ada pada
peseta didik itu sendiri”.
Motivasi merupakan suatu unsur paling penting dari
pengajaran efektif atau pengajaran yang berhasil. Seseorang akan
berhasil dalam belajar kalau pada dirinya ada keinginan untuk
belajar. Keinginan atau dorongan untuk belajar ini disebut
motivasi. Menurut Gagne (1976: 187) motivasi merupakan
kekuatan dari dalam termasuk sifat ingin tahu dan usaha
penyelidikan, yang tenaga itu mampu mengarahkan dan
mengorganisasikan tingkah laku dalam meraih tujuan tertentu.
Seseorang akan terdorong melakukan sesuatu bila
merasakan adanya suatu kebutuhan. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh McClelland dalam Martinis Yamin (2005 : 84)
bahwa manakala kebutuhan seseorang terasa sangat mendesak,
maka kebutuhan akan memotivasi orang tersebut untuk
memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut di
antaranya kebutuhan untuk berbuat sesuatu demi kegiatan itu
sendiri, kebutuhan untuk menyenangkan hati orang lain,
kebutuhan untuk mencapai hasil, kegiatan untuk mengatasi
kesulitan.
Menurut Sardiman (2007 : 75) motivasi adalah serangkaian
usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga
seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu. Jadi motivasi itu
dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah
tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, motivasi
dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam
diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan dapat memberikan arah
pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki dapat
tercapai.
Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang
bersifat non intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam
menumbuhkan gairan, merasa senang dan semangat untuk
belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai
banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi
belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta
didik yang menimbulkan kegiatan belajar yang diwujudkan dalam
bentuk kebutuhan, dorongan dan usaha dalam melakukan
aktivitas atau kegiatan belajar sehingga tujuan belajar dapat
tercapai. Jadi motivasi belajar geografi adalah keseluruhan daya
penggerak di dalam diri peserta didik yang menimbulkan kegiatan
belajar geografi sehingga tujuan belajar geografi dapat tercapai.
b. Ciri-ciri Motivasi Belajar
Menurut Sardiman (2007 : 83) ciri-ciri peserta didik
yang memiliki motivasi belajar adalah sebagai berikut :
1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus untuk
waktu lama, tidak berhenti sebelum selesai).
2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak cepat putus asa).
3. Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi.
a. Ingin mendalami bahan/bidang pengetahuan yang
diberikan di kelas.
b. Selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat
puas dengan prestasinya).
c. Menunjukkan minat bermacam-macam masalah .
d. Senang dan rajin belajar, penuh semangat.
e. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin
akan sesuatu, tidak mudah melepaskan pendapat tesebut).
f. Cepat bosan dengan tugas rutin.
g. Mengejar tujuan jangka panjang (dapat menunda
pemuasan kebutuhan sesaat untuk sesuatu yang ingin
dicapai kemudian).
c. Jenis-jenis Motivasi
Jenis motivasi ditinjau dari sumbernya dapat digolongkan
menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Sebagaimana yang dikatakan Martinis Yamin (2004 : 86) bahwa
motivasi intrinsik adalah dorongan belajar yang tumbuh dari dalam
diri subyek belajar. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang aktif
dan berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Sebagai contoh
seorang siswa belajar untuk mencari penghargaan berupa angka,
hadiah dan sebagainya. Jadi tujuan itu terletak di luar perbuatan,
yaitu tidak terkandung didalam perbuatan itu sendiri.
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam
dirinya sendiri. Motivasi intrinsik adalah tindakan yang digerakkan
oleh sesuatu sebab yang datang dari dalam diri individu tersebut,
misalnya intelegensi, minat, sifat pribadi, dan kebutuhan belajar.
Motivasi intrinsik dapat diketahui dari keaktifan mengerjakan tugas,
karena merasa butuh dan menginginkan tujuannya tercapai.
Dengan motivasi intrinsik pebelajar akan aktif belajar dan bekerja
menekuni berbagai materi tanpa disuruh atau paksaan orang lain.
Dalam kegiatan belajar mengajar motivasi intrinsik maupun
motivasi ekstrinsik, keduanya mempunyai peranan penting. Dalam
kegiatan belajar mengajar motivasi ekstrinsik tetap penting
(Sardiman, 2007 : 96). Bahkan sering terjadi pada awalnya
dibangun motivasi ekstrinsik dengan penguatan-penguatan
hadiah, pengaturan situasi dan kondisi yang kondosif yang dapat
berkembang menjadi motivasi intrinsik. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa motivasi intrinsik dan ekstrinsik saling
melengkapi dan memperkuat.
Di sekolah sering digunakan motivasi ekstrinsik, seperti nilai
yang berupa angka, pujian, ijazah, kenaikan kelas dan sebagainya.
Motivasi ekstrinsik dipakai karena pelajaran-pelajaran sering tidak
dengan sendirinya menarik, dan guru sering kurang mampu
untuk membangkitkan minat anak.
Membangkitkan motivasi tidak mudah, untuk itu guru perlu
mengenal peserta didik dan mempunyai kesanggupan kreatif
untuk menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan dan minat
anak. Guru dapat menggunakan bermacam-macam cara, di
antaranya :
1. Memberi Angka
Banyak peserta didik belajar untuk mendapatkan angka baik,
untuk itu mereka berusaha sekuat tenaga. Angka bagi mereka
merupakan motivasi yang kuat. Angka itu harus benar-benar
menggambarkan hasil belajar.
2. Memberi Ulangan
Peserta didik akan lebih giat belajar, apabila tahu akan apabila
akan diadakan ulangan atau tes. Akan tetapi jika ulangan
terlampau sering, maka pengaruhnya tidak berarti lagi.
3. Memberi Teguran dan Penghargaan
Guru sebaiknya memberi teguran untuk memperbaiki peserta
didik yang membuat kesalahan, malas atau berkelakuan tidak
baik, namun harus dengan hati-hati dan bijaksana agar tidak
merusak harga diri anak. Sedangkan bagi peserta didik yang
berhasil atau berprestasi atau melakukan perubahan ke arah
yang lebih baik guru perlu memberikan penghargaan atau
pujian.
7. Prestasi Belajar
Prestasi belajar peserta didik merupakan hasil usaha dalam
proses belajar. Sedangkan maksud prestasi dalam penelitian ini
adalah keberhasilan peserta didik yang ditunjukkan dengan
penilaian hasil belajar oleh guru yang berwujud angka.
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh seorang
peserta didik setelah melakukan suatu usaha untuk memenuhi
kebutuhannya. Usaha tersebut dipegaruhi oleh kondisi dan situasi
tertentu, yaitu pendidikan dan latihan dalam suatu jenjang tertentu.
Menurut Masidjo (1995 : 25 ), prestasi belajar merupakan
hasil akhir yang dicapai oleh anak didik dalam mengikuti seluruh
program studi yang telah direncanakan dalam rangkaian kegiatan
belajar, biasa dinyatakan dengan nilai-nilai yang diperoleh melalui
tes formatif.
Sedangkan menurut pendapat Sudjana (2005 : 22), prestasi
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik
setelah ia memproleh pengalaman belajarnya. Sedangkan hasil
belajar geografi sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan-
kemampuan dalam bidang geografi yang dimiliki peserta didik
setelah mempelajari geografi. Winkel (1996 :161) berpendapat
bahwa, “Prestasi adalah merupakan bukti usaha yang dicapai”.
Prestasi belajar adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, didapatkan baik secara individu maupun elompok
(Djamarah, 1994 : 20). Sedangkan Zaenal Arifin (1990 : 3)
mengemukanan prestasi belajar sebagai kemampuan, ketrampilan,
sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa
hasil belajar identik dengan prestasi belajar, yaitu merupakan hasil
pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Prestasi belajar ini selalu berkaitan dengan pengukuran
(measurment) dan penilaian (evaluation). Dengan pengukuran dan
penilaian akan diperoleh suatu hasil yang dapay digunakan untuk
usha-usaha lebih lanjut.
8. Biosfer
Materi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
Menganalsis Fenomena Biosfer yang diajarkan pada kelas XI IPS
semester 1 pada tahun pelajaran 2009/2010. Cakupan materi yang
di ajarkan pada penelitian ini meliputi pengertian biosfer, faktor-
faktor yang mempengaruhi kehidupan, sebaran hewan dan
tumbuhan di permukaan bumi, sebaran hewan dan tumbuhan di
Indonesia, macam-macam hutan di Indonesia, kerusakan flora dan
fauna serta dampaknya terhadap kehidupan, serta
mengidentifikasikan persebaran suaka alam dan suaka
margasatwa di Indonesia.
Secara etimologinya, istilah biosfer berasal dari kata bios
yang artinya hidup dan sphaira atau sphere yang artinya lapisan.
Dengan demikian biosfer adalah lapisan tempat kehidupan makhluk
hidup dan organisme. Namun demikian dalam biosfer tidak hanya
dipengaruhi oleh unsur-unsur kehidupan saja tetapi juga
dipengaruhi unsur benda mati. Kumpulan benda hidup (biotik)
meliputi manusia, hewan, tumbuhan, dan organisme lain,
sedangkan unsur benda mati (abiotik) meliputi tanah, air, udara,
cahaya, unsur-unsur iklim, dan sebagainya.
Biosfer adalah bagian terluar planet bumi yang merupakan
tempat hidup dan proses kehidupan. Di biosferlah kita hidup,
belajar bersosialisasi, bermain dan melakukan semua aktivitas
lainnya. Kehidupan kita sangat dekat dengan biosfer. Apapun yang
kita lakukan akan berpengaruh terhadap biosfer. Kehidupan kita
sangat dekat dengan bisfer. Oleh karena itu, kita harus senantiasa
menjaga alam demi terciptanya keseimbangan dalam biosfer (Pipit
Pitriana, 2008 : 6).
Sedangkan Suroso (2003 : 31), berpendapat bahwa biosfer
adalah suatu lapisan di bola bumi yang mengandung kehidupan
organism, mencakup sebagian di atmosfer (lapisan udara), di litosfer
(lapisan batuan bagian permukaan), dan sebagian di hidrosfer
(lapisan bumi yang mengandung air seperti laut, danau, sungai, dan
lain-lain).
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Berikut ini beberapa penelitian yang relevan :
1. Penelitian yang berjudul : An Application of 'Jigsaw Learning' to
Teaching Infrastructure Model Development, Penerapan
“Pembelajaran Jigsaw” untuk Pengajaran Pembangunan Model
Infrastruktur, ditulis oleh William Young, Roger Hadgraft, dan
Marianne Young. Hasil penelitian tentang sebuah teknik
pengajaran yang akan mendorong pengembangan ketrampilan
berkomunikasi di antara para mahasiswa, yaitu pembelajaran
’jigsaw’. Pendekatan ini meliputi beberapa langkah seperti:
membagi mahasiswa ke dalam beberapa group untuk
memecahkan sebuah masalah. Pertama-tama seorang mahasiswa
diposisikan dalam pengembangan model secara keseluruhan
supaya mempersempit masalah yang haraus dipecahkan. Kedua,
dia bergabung dengan kelompok komponen untuk menciptakan
komponen model tertentu. Terakhir, ketika model komponen
sudah terbentuk, mahasiswa ini kembali ke kelompok
pengembangan model dan menggabungkan komponen-komponen
khusus ke dalam model pengembangan secara keseluruhan. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan ini berhasil
dengan baik, namun perbaikan tetap perlu dilakukan.
2. Penelitian yang berjudul: The Effects of The Cooperative Jigsaw II
Method and Traditional Teacher-centred Teaching Method on
Improving Vocabulary Knowledge and Active-Passive Voice in
English as a Foreign Language, Pengaruh Metode Kooperatif
Jigsaw II dengan Metode Pengajaran yang Terpusat pada Guru
dalam Meningkatkan Pengetahuan Vocabulary (Kosa Kata) dan
Kalimat Aktif – Kalimat Pasif dalam Bahasa Inggris sebagai
Bahasa Asing, ditulis oleh M. N. Gomleksiz. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada
kelompok eksperimen dalam hal peningkatan pengetahuan kosa
kata dan pembelajaran kalimat aktif- kalimat pasif dalam bahasa
Inggris. Hasil skala sikap juga menunjukkan bahwa pengalaman
belajar secara kooperatif memberikan pengaruh yang sangat
positif bagi mahasiswa teknik dalam belajar Bahasa Inggris dan
sekaligus mendorong interaksi antara para mahasiswa tersebut.
3. Penelitian yang berjudul : Learning Through Teaching And Sharing
In The Jigsaw Classroom, Belajar Melalui Mengajari dan Berbagi
Pengetahuan dalam Kelas Jigsaw, ditulis oleh Murat N. Ab.
Hasilnya sebagian besar mahasiswa mengungkapkan bahwa
belajar melalui mengajari orang lain dan diskusi sebagaimana
yang dituntut dalam pembelajaran dengan jigsaw mendorong
pemahaman mereka tentang topik yang sedang dibahas dan
mereka mengaku bahwa mereka dapat mengingat topik itu
dengan lebih baik. Dalam penelitian ini, metode jigsaw
membuktikan bahwa belajar di ruang kuliah bisa menjadi sangat
menyenangkan, edukatif, dan sangat kaya akan pengetahuan dan
pengalaman.
4. Penelitian yang berjudul : Hubungan antara Pembelajaran
kooperatif teknik jigsaw dan motivasi berprestasi dengan hasil
belajar geografi siswa SMA N 2 Selong Lombok Timur, ditulis oleh
M. Hadi Zuhri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) terdapat
perbedaan yang signifikan dalam hal hasil belajar siswa yang
diajar dengan menggunakan metode kooperatif, terutama teknik
jigsaw, dengan siswa yang diajar dengan menggunakan teknik
diskusi kelompok; 2) terdapat perbedaan yang signifikan dalam
hasil belajar siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
dengan mereka yang memiliki motivasi rendah.
5. Penelitian berjudul : Peningkatan kemampuan membaca
interpretatif dengan teknik jigsaw pada siswa kelas 3 SMP, ditulis
oleh Wiwik Agustin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan membaca interpretif siswa meningkat setelah
dilakukan tindakan. Peningkatan ini ditemukan pada tahap pre-
reading (sebelum mulai membaca), whilst reading (saat membaca),
dan post reading (setelah membaca). Skor rata-rata dari siklus
pertama adalah 5.90, pada siklus kedua adalah 6.40, dan pada
siklus ke tiga adalah 7.35. Pembelajaran siswa meningkat ketika
guru menekankan proses sekaligus produk, menggunakan teknik
dan strategi yang sesuai, dan melibatkan siswa. Salah satu teknik
yang digunakan adalah jigsaw.
6. Penelitian yang berjudul: Penerapan Pembelajaran Kooperatif
Model Jigsaw untuk Meningkatkan Prestsi Belajar di SMP KPS
Balikpapan ditulis oleh Umi Chabibah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: 1) ada peningkatan proses belajar dari
siklus pertama, kedua, dan ketiga, 2) keterlibatan dan aktivitas
siswa semakin baik, 3) ada peningkatan prestasi belajar.
C. Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir merupakan alur pikiran yang menyangkut
arah dari perkiraan dari jawaban masalah yang ada. Uraian
kerangka berpikir bertujuan untuk menggambarkan teori-teori
sebagai dasar penyusunan hipotesis.
4. Pengaruh pendekatan pembelajaran menggunakan model
kooperatif metode jigsaw berpengaruh positif terhadap prestasi
belajar Geografi
Proses pembelajaran merupakan inti dari proses
pendidikan formal di sekolah, di dalamnya terjadi interaksi
antara berbagai komponen pembelajaran. Komponen-komponen
itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama yaitu
guru, isi atau materi pembelajaran, dan siswa. Interaksi antara
ketiga komponen utama melibatkan sarana dan prasarana
seperti metode pembelajaran, media pembelajaran, dan penataan
lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi
pembelajaran yang memungkinkan tercapainya tujuan yang
telah direncanakan sebelumnya.
Dalam kegiatan pembelajaran kooperatif ada lima unsur
yang harus diterapkan, yakni: 1) saling ketergantungan positif; 2)
interaksi tatap muka; 3) akuntabilitas individu; 4) ketrampilan
menjalin hubungan antar pribadi; dan 5) evaluasi proses
kelompok.
Pembelajaran dengan metode kooperatif Jigsaw secara
teoritis akan memberikan hasil belajar yang lebih baik dari pada
siswa yang melakukan proses belajar mengajar dengan metode
ceramah bervariasi.
5. Pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi
Motivasi merupakan suatu unsur paling penting dari
pengajaran efektif atau pengajaran yang berhasil. Seseorang
akan berhasil dalam belajar kalau pada dirinya ada keinginan
untuk belajar. Keinginan atau dorongan untuk belajar ini
disebut motivasi. Sehingga motivasi memiliki peran yang sangat
penting untuk meraih keberhasilan dalam proses belajar
mengajar. Siswa yang memiliki motivasi memiliki kecenderungan
memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa yang memiliki motivasi rendah.
Rendahnya motivasi belajar yang penyebabnya sangat
beragam, sehingga akan membuat siswa malas, gairah belajar
menurun, tidak aktif, sulit bisa mengingat, sehingga hasil belajar
turun Sebaliknya siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi
siswa akan rajin, gairah belajar tinggi, aktif dan mudah
mengingat, sehingga prestasi belajar naik.
6. Pengaruh interaksi antara pembelajaran yang menggunaan
model kooperatif jigsaw dan motivasi belajar terhadap prestasi
belajar Geografi
Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan
interaksi yang saling asah, asih, dan asuh sehingga tercipta
masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya
belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. Pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja
mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. Penerapan
metode pembelajaran kooperatif jigsaw diharapkan dapat
meningkatkan motivasi belajar para siswa, sehingga secara
bersama-sama akan meningkatkan prestasi belajar.
Kelas eksperimen
Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Metode Jigsaw
Motivasi belajar siswa : 1. Tinggi
Siswa
Kelas kontrol
Pendekatan PembelajaranMod
el Ceramah Bervariasi
Motivasi belajar siswa : 1. Tinggi
Prestasi Belajar
Gambar 3. Skema Kerangka Berpikir
D. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan
kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :
1. Ada pengaruh positif pendekatan pembelajaran menggunakan
model kooperatif metode jigsaw terhadap prestasi belajar
Geografi
2. Ada pengaruh positif motivasi belajar terhadap prestasi belajar
Geografi
3. ada pengaruh positif pada interaksi pembelajaran yang
menggunakan model kooperatif metode jigsaw dan motivasi
belajar terhadap prestasi belajar Geografi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali,
dengan mengambil sampel siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Cepogo.
Kelas XI IPS3 sebagai kelas eksperimen dengan pembelajaran
menggunakan pendekatan kooperatif jigsaw dan kelas XI IPS2
sebagai kelas kontrol dengan pembelajaran menggunakan
pendekatan ceramah bervariasi.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester pertama tahun
pelajaran 2009/2010, mulai bulan Juni 2009 sampai Februari 2010.
Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No
Kegiatan
Waktu 1
Persiapan a. Penyusunan proposal penelitian b. Konsultasi kepada pembimbing c. Seminar proposal d. Revisi proposal
Minggu I Juni 2009 Minggu I Juni 2009 Minggu II Juni 2009 Juni – September 2009
2
Pelaksanaan Penelitian a. Pengumpulan data sekunder b. Pengumpulan data melalui
eksperimen, observasi
September 2009 Oktober - Nopember 2009
3
Analisis Data
Minggu I – II Desember 2009
4
Penyusunan Laporan Penelitian a. Penyusunan Bab I – V b. Konsultasi dengan pembimbung c. Revisi d. Finalisasi Laporan e. Pengujian di hadapan Dewan
Penguji f. Revisi g. Penjilidan
Agustus 2009 - Januari 2010 Agustus 2009 - Februari 2010 Agustus 2009 - Februari 2010 Minggu I Februari 2010 Minggu III Februari 2010 Februari – April 2010 Minggu IV April 2010
B. Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang dilakukan adalah eksperimen
semu (Quasi-Experimental Research). Tujuan rancangan eksperimen-
semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan
perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen
yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk
mengontrol dan/atau memanipulasikan semua variabel yang
relevan. Peneliti harus dengan jelas mengerti kompromi apa yang
ada pada validitas internal dan validitas eksternal rancangannya
dan berbuat sesuai dengan keterbatasan-keterbatasan tersebut.
Dalam rancangan penelitian ini menggunakan pre test-post tes
control group design dimana dua kelompok subjek yang
dibandingkan berdasarkan pengamatan atau pengukuran atas
variabel terikat. Kedua kelompok diamati atau diukur dua kali, yaitu
sebelum perlakuan atau sebelum diberikannya variabel bebas dan
sesudah diberikannya perlakuan (Soehartono, 2004 : 44).
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen yang
melibatkan dua kelompok. Kedua kelas diasumsikan sama dalam
semua segi dan hanya berbeda dalam pemberian pendekatan dan
media pembelajaran. Sebelum dilakukan eksperimen, kedua kelas
dilakukan pre-test untuk mengetahui kemapuan awal terhadap
materi yang akan disampaikan yaitu Menganalasis Fenomena
Biosfer. Selanjutnya, pada kelompok eksperimen diajarkan dengan
pendekatan pembelajaran kooperatif model jigsaw, untuk kelompok
kontrol pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah
konvensional yaitu ceramah bervariasi.
Pada akhir penelitian, baik kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol diukur dengan alat ukur yang sama. Hasil
pengukuran tersebut digunakan sebagai data eksperimen, kemudian
data yang diperoleh diolah dan hasilnya dibandingkan dengan tabel
uji statistik.
Pelaksanaan penelitian dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan. Urut-urutan kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Observasi tempat penelitian meliputi obyek penelitian,
pengajaran dan fasilitas yang dimiliki.
b. Memilih kelas yang akan digunakan sebagai kelas eksperimen
dan kelas yang akan digunakan sebagai kelas kontrol.
b. Melakukan ujicoba instrumen penelitian berupa angket soal
untuk mengukur prestasi belajar dan motivasi belajar pada kelas
dilaur kelas ekperimen dan kelas kontrol yang memiliki
karakteristik yang seimbang.
c. Melakukan uji validitas dan reliebilitas instrumen, dan
melakukan perbaikan instrumen
d. Memberikan angket motivasi belajar kepada kelas eksperimen
maupun kelas kontrol.
e. Memberikan pre test untuk mengetahui kemampuan awal
f. Memberikan perlakuan berupa pengajaran dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran kooperatif jigsaw dan pendekatan
pembelajaran ceramah bervariasi
g. Memberikan post test untuk mengukur hasil belajar peserta didik
di kelas eksperimen dan kelas kontrol.
h. Mengolah dan menganalisis hasil penelitian.
i. Menganalisis dan menarik kesimpulan
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang menjadi dasar obyek
pengamatan sebagai faktor yang berperan dalam peristiwa yang
diteliti. Variabel yang terdapat pada penelitian ini terdiri dari 2
variabel bebas dan 1 variabel terikat yang dapat diuraikan sebagai
berikut: (1) Variabel bebas (X1) yaitu pendekatan pembelajaran
kooperatif metode jigsaw, (2) Variabel bebas kedua ( X2) adalah
motivasi belajar siswa, (3) variabel terikat (Y) yaitu prestasi belajar
geografi.
D. Definisi Operasional
1. Pembelajaran model kooperatif model jigsaw adalah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam
satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bahan
materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada
anggota lain dalam
2. Motivasi belajar geogtafi adalah keseluruhan daya penggerak di
dalam diri peserta didik yang menimbulkan kegiatan belajar
geografi sehingga tujuan belajar geografi dapat tercapai.
3. Hasil belajar geografi adalah nilai yang diperoleh siswa dari tes
yang telah dirancang sesuai dengan materi yang dipelajari siswa
pada akhir penelitaian.
E. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan
menggunakan rancangan faktorial 2 x 2 dengan rancangan sebagai
berikut :
Tabel 3. Rancangan Faktorial 2x2
MOTIVASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN
TINGGI (b1)
RENDAH
(b2)
KOOPERATIF JIGSAW (a1)
a1b1
a1b2
CERAMAH BERVARIASI (a2)
a2b1
a2b2
Keterangan:
a1b1: Sel kelompok siswa yang pembelajarannya melalui
pendekatan pembelajaran kooperatif jigsaw dan memiliki
motivasi belajar tinggi.
a1b2: Sel kelompok siswa yang pembelajarannya melalui
pendekatan ceramah bervariasi dan memiliki motivasi
belajar tinggi.
a2b1 : Sel kelompok siswa yang pembelajarannya melalui
pendekatan pembelajaran kooperatif jigsaw dan memiliki
motivasi belajar rendah.
a2b2: Sel kelompok siswa yang pembelajarannya melalui
pendekatan ceramah bervariasi dan memiliki motivasi
belajar rendah
F. Penetapan Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Penetapan Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI
IPS SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali tahun pelajaran 2009/2010 yang
terdiri dari 3 kelas. Kemampuan siswa relatif sama, hal ini dilihat
dari rata-rata nilai rapor pada kelas X semester 2 tahun pelajaran
2008/2009. Kelas XI IPS 1 nilai rata-rata rapor sebesar 67,09, kelas
XI IPS 2 rata-rata 66,82, dan kelas XI IPS3 rata-rata 66,81.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1
Cepogo Boyolali yang terdiri dari 104 siswa yang terbagi dalam tiga
kelas paralel, yaitu kelas XI IPS1, XI IPS2, XI IPS3. Dari populasi
yang bejumlah tiga kelas, kelas XI IPS1 dijadikan sebagai kelas uji
coba validitas dan reliabilitas butir soal, dan motivasi belajar
geografi. Sedangkan kelas XI IPS2 dan XI IPS3 digunakan sebagai
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk mengetahui ada atau
tidaknya perbedaan kelas eksprimen dan kelas kontrol ditentukan
dari nilai mata pelajaran geografi pada akhir semester genap tahun
pelajaran 2008/2009 dengan melakukan uji-t. Sebelum melakukan
uji-t, perlu terlebih dahulu dilakukan uji prasarat yaitu normalitas
data. Dari uji normalitas nilai raport kelas XI IPS2 diketahui harga
LObs = 0,1204 dan Ltab = 0,1519. Karena LObs < Ltab, maka sampel
berasal dari populasi berdistribusi normal, artinya sebagian besar
nilai berada di sekitar nilai rataan. Demikian pula uji normalitas
nilai raport kelas XI IPS3 diketahui harga LObs = 0,0872 dan Ltab =
0,1477. Karena LObs < Ltab, maka sampel berasal dari populasi
berdistribusi normal. Hasil uji-t siswa kelas XI IPS2 dan XI IPS3
menunjukkan bahwa dengan taraf signifikansi 5%, thitung berada
pada daerah kritik atau harga t0 = -0,0264 dengan ttabel = 1,98 yang
berarti t0 < ttabel, maka H0 diterima. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan antara nilai rapor mata pelajaran
geografi kelas XI IPS2 dan XI IPS3. Pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel
berdasarkan tujuan tertentu. Karena antara kelas XI IPS2 jumlah
siswanya 34 dan XI IPS3 jumlah siswanya 36 tidak terdapat
perbedaan nilai rapornya berdasarkan uji-t, maka penulis
menetapkan kelas XI IPS3 sebagai kelas eksperimen, kelas XI IPS 2
sebagai kelas kontrol, dan kelas XI IPS1 sebagai kelas ujicoba
instrumen. Tujuan pemilihan kelas XI IPS3 dijadikan sebagai kelas
eksperimen, karena dengan jumlah siswa 36 maka akan terbentuk
menjadi 9 kelompok, setiap kelompok beranggotakan 4 siswa.
G. Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian eskperimen ini dilakukan pada
mata pelajaran Geografi materi kelas XI IPS semester 2, pada
Kompetensi Dasar Menganalisis Fenomena Biosfer, dengan
pertemuan yang dirancang sebanyak lima (5) kali Berdasarkan
desain penelitian, maka tahapan penelitian eksperimen
dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tahap Eksperimen.
Pelaksanaan pembelajaran geografi pada materi Menganalisis
Fenomena Biosfer di kelas XI IPS semester gasal dengan
pembelajaran menggunakan pendekatan kooperatif metode
jigsaw pada kelas eksperimen dan pembelajaran menggunakan
pendekatan konvensional berupa ceramah bervariasi untuk kelas
kontrol.
a. Tahap Persiapan Pembelajaran
Pada tahap persiapan, peneliti membuat Rencana Persiapan
Pembelajaran (RPP) baik dengan model kooperatif metode
jigsaw maupun yang model ceramah bervariasi.
b. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran.
Dalam tahap plaksanaan pembelajaran, diuraikan proses
pembelajaran yang dilakukan dengan model kooperatif metode
jigsaw pada kelas ksperimen dan model ceramah brvariasi
pada kelas kontrol.
Tabel 4. Tahapan Pelaksanaan Pembelajaran Kelas
Eksperimen
Pertemuan I No
Kegiatan
Waktu
1
Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa astronot harus memakai tabung oksigen? Motivasi: Pentingnya menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan lingkungannya.
menit
2 Kegiatan Inti: 1. Guru menyampaikan standar kompetensi:
menganalisis fenomena biosfer. 2. Siswa Guru membagi siswa ke dalam kelompok
jigsaw yang beranggotakan 4 siswa per kelompok, jumlah siswa 36 sehingga ada 9 kelompok
3. Guru membagikan materi menjadi 4 dan membagikan materi kepada siswa
4. Siswa yang mendapatkan materi yang sama bergabung dalam kelompok ahli dan menunjuk salah satu siswa menjadi ketua diskusi
5. Siswa melakukan diskusi materi di kelompok ahli 6. Materi yang kurang jelas ditanyakan kepada guru
60 menit
3 Kegiatan Akhir (Penutup) Siswa menyimpulkan hasil diskusinya di kelompok ahli. Bersama-sama melakukan refleksi materi yang sudah didiskusikan. Pada pertemuan berikutnya, siswa diberi tugas menyiapkan materi yang akan disampaikan di kelompok asalnya.
20 menit
Pada akhir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
Pertemuan II No
Kegiatan
Waktu
1 Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa manusia tidak bisa lepas dari makhluk tidak hidup (abiotik)? Motivasi: Pentingnya menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan lingkungan kehidupannya.
10 menit
2 Kegiatan Inti: 1. Guru menyampaikan standar kompetensi:
menganalisis fenomena biosfer. 2. Siswa dengan materi 1 meyampaikan dan
mendiskusikan pengertian biosfer, faktor yang mempengaruhi kehidupan, persebaran flora dan fauna
3. Guru melakukan pengamatan
60 menit
3 Kegiatan Akhir (Penutup) Siswa bertanya mengenai materi yang kurang dimengerti. Bersama-sama melakukan refleksi materi yang sudah dibahas dan diberikan pertanyaan sebagai berikut: 1. Sebutkan contoh-contoh unsur biotik dan abiotik! 2. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kehidupan! Tugas mandiri: Buatlah ringkasan dari materi yang dibahas Pada akir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
20 menit
Pertemuan III No
Kegiatan
Waktu
1 Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa jenis hewan di Indonesia bagian barat berbeda dengan hewan di Indonesia bagian timur?
Motivasi: Pentingnya melestarikan flora dan fauna.
2 Kegiatan Inti: 1. Guru menjelaskan materi persebaran flora dan fauna
di Indonesia. . 2. Melalui peta, guru menjelaskan persebaran fauna
dunia
60 menit
3 Kegiatan Akhir (Penutup) Siswa bertanya mengenai materi yang kurang dimengerti. Bersama-sama melakukan refleksi pertanyaan yang sudah dibahas Tugas Kelompok: Buatlah gambar wilayah pembagian fauna di Indonesia, dan menyebutkan persebaran jenis-jenis fauna di Indonesia! Pada akhir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
20 menit
Pertemuan IV No
Kegiatan
Waktu
1 Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa di sepanjang pantai di Indonesia pohon kelapa bisa tumbuh subur? Mengapa di daerah gurun banyak tanaman kaktus? Motivasi: Pentingnya menjaga keberadaan hutan di Indonesia.
10 menit
2 Kegiatan Inti: 1. Guru memerintahkan siswa bergabung dengan
kelompoknya 2. Siswa melakukan diskusi materi persebaran jenis
hutan di Indonesia 3. Membahas tentang hasil diskusi. 4. Menyimpulkan hasil diskusi.
60 menit
3
Kegiatan Akhir (Penutup) Bersama-sama melakukan refleksi materi yang sudah dibahas dan diberikan pertanyaan sebagai berikut:. 1. Mengapa di Nusa Tenggara terdapat padang rumput? 2. Di manakah persebaran hutan bakau di Indonesia? 3. Apakah fungsi hutan bakau?
20 menit
Tugas mandiri: 1. Jelaskan perbedaan antara hutan hujan
tropis dengan hutan musim? 2. Sebutkan ciri-ciri hutan gurun!
Pada akhir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
Pertemuan V No
Kegiatan
Waktu
1 Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Apakah dampaknya jika luas hutan di dunia ini makin semakin berkurang? Motivasi : Pentingnya menjaga kelestarian hutan
10 menit
2 Kegiatan Inti: 1. Guru memerintahkan siswa bergabung dengan
kelompoknya 2. Siswa melakukan diskusi materi kerusakan flora
dan fauna, dan pesebaran suaka alam dan suaka margasatwa
3. Membahas tentang hasil diskusi. 4. Menyimpulkan hasil diskusi.
60 menit
3
Kegiatan Akhir (Penutup) Bersama-sama melakukan refleksi materi yang sudah dibahas dan diberikan pertanyaan sebagai berikut: 1. Sebutkan bentuk-bentuk kerusakan lingkungan
alam! 2. Sebutkan suaka alam dan suaka marga satwa di
Indonesia! Tugas kelompok: 1. Buatlah kliping tentang kerusakan
lingkungan hidup!
Pada akir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
20 menit
Tabel 5. Tahapan Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol Pertemuan I No
Kegiatan
Waktu
1
Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa astronot harus memakai tabung oksigen? Motivasi: Pentingnya menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan lingkungannya.
10 menit
2 Kegiatan Inti, dengan metode ceramah bervariasi 1. Guru menyampaikan standar kompetensi:
menganalisis fenomena biosfer. 2. Guru menjelaskan pengertian biosfer 3. Guru memberikan contoh benda biotik dan abiotik 4. Guru menjelaskan pengertian ekosistem, habitat,
populasi, dan komunitas
60 menit
3 Kegiatan Akhir (Penutup) Tugas mandiri: Siswa membedakan istilah-istilah ekosistem, habitat, populasi, dan komunitas Pada akhir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
20 menit
Pertemuan II No
Kegiatan
Waktu
Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa manusia tidak bisa lepas dari makhluk tidak hidup (abiotik)? Mengapa ? Motivasi: Pentingnya menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan lingkungan kehidupannya.
10 menit
2 Kegiatan Inti: 1. Guru menyampaikan standar kompetensi:
menganalisis fenomena biosfer. 2. Guru menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
kehidupan 3. Guru menjelaskan persebaran flora dan fauna
60 menit
4. Kegiatan tanya jawab 3 Kegiatan Akhir (Penutup)
Siswa bertanya mengenai materi yang kurang dimengerti. Bersama-sama melakukan refleksi materi yang sudah dibahas dan diberikan refleksi, maka diberikan pertanyaan sebagai berikut: 1. Sebutkan contoh-contoh unsur biotik dan abiotik! 2. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kehidupan! Tugas mandiri: Buatlah ringkasan dari materi yang dibahas Pada akir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
20 menit
Pertemuan III No
Kegiatan
Waktu
1 Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa jenis hewan di Indonesia bagian barat berbeda dengan hewan di Indonesia bagian timur? Motivasi: Pentingnya melestarikan flora dan fauna.
10 menit
2 Kegiatan Inti: 1. Guru menyampaikan standar kompetensi:
menganalisis fenomena biosfer 2. Melalui ceramah dan tanya jawab guru menjelaskan
persebaran flora dan fauna di Indonesia dan dunia. 3. Guru menjelaskan dengan contoh hewan-hewan
endemis di Indonesia
60 menit
3 Kegiatan Akhir (Penutup) Siswa bertanya mengenai materi yang kurang dimengerti. Bersama-sama melakukan refleksi materi yang sudah dibahas Tugas Kelompok:
20 menit
Buatlah gambar wilayah pembagian fauna di Indonesia, dan menyebutkan persebaran jenis-jenis fauna di Indonesia! Pada akhir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
Pertemuan IV No
Kegiatan
Waktu
1 Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Mengapa pohon kelapa bisa tumbuh subur di Indonesia? Mengapa di daerah gurun banyak tanaman kaktus? Motivasi: Pentingnya menjaga keberadaan hutan di Indonesia.
10 menit
2 Kegiatan Inti: 1. Guru menyampaikan standar kompetensi:
menganalisis fenomena biosfer 2. Melalui ceramah dan tanya jawab, guru menjelaskan
materi persebaran jenis hutan di Indonesia 3. Guru menjelaskan ciri-ciri hutan yang ada di dunia!
60 menit
3
Kegiatan Akhir (Penutup) Bersama-sama melakukan refleksi materi yang sudah dibahas dan diberikan pertanyaan sebagai berikut: 1. Mengapa di Nusa Tenggara terdapat padang rumput? 2. Di manakah persebaran hutan bakau di Indonesia? 3. Apakah fungsi hutan bakau?
Tugas mandiri: 1. Jelaskan perbedaan antara hutan hujan
tropis dengan hutan musim? 2. Sebutkan ciri-ciri hutan gurun!
Pada akir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
20 menit
Pertemuan V
No
Kegiatan
Waktu
1 Kegiatan Pendahuluan Apersepsi: Apakah dampaknya jika luas hutan di dunia ini makin semakin berkurang? Motivasi : Pentingnya menjaga kelestarian hutan
10 menit
2 Kegiatan Inti: 1. Guru menyampaikan standar kompetensi:
menganalisis fenomena biosfer 2. Guru menjelaskan bentuk kerusakan flora dan fauna 3. Guru mengidentifikasi pesebaran suaka alam dan
suaka margasatwa
60 menit
3
Kegiatan Akhir (Penutup) Siswa bertanya mengenai materi yang kurang dimengerti. 1. Sebutkan bentuk-bentuk kerusakan lingkungan alam! 2. Sebutkan suaka alam dan suaka marga satwa di
Indonesia! Tugas kelompok: Buatlah kliping tentang kerusakan lingkungan hidup!
Pada akir kegiatan pembelajaran dibuat kesimpulan, penutup dan salam.
20 menit
2. Tahap Pasca Eksperimen
Setelah kelas eksperimen maupun kelas kontrol diberi perlakuan
kemudian diberi post tes yang bertujuan untuk mengetahui
prestasi belajar siswa. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
a. Mengadakan uji statistik yang sesuai terhadap data yang
diperoleh dari eksperimen tersebut.
b. Mengadakan wawancara terhadap beberapa siswa yang
memiliki motivasi tinggi dan hasil belajar tinggi.
H. Teknik Pengumpulan Data
1. Metode Dokumentasi
Fungsi dari metode dokumentasi pada penelitian ini adalah
untuk mendapatkan data nilai mata pelajaran geografi di kelas X
semester 2 tahun pelajaran 2008/2009 yang digunakan untuk
menguji keseimbangan. Hasilnya digunakan untuk menetapkan
kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2. Instrumen Penelitian
Kualitas data ditentukan oleh alat pengukurnya, kalau alat
pengukurnya cukup reliable maka data yang dihasilkan pun akan
valid dan reliabel. Data merupakan faktor penting dalam penelitian.
Oleh karena itu data yang dikumpulkan harus benar dan dapat
dipercaya. Instrumen dalam penelitian ini berupa tes hasil belajar,
angket dan panduan wawancara. Tes yang digunakan:
a. Tes Prestasi Belajar Geografi
Tes adalah alat yang digunakan dalam pengumpulan data,
berupa suatu daftar pertanyaan atau butir-butir soal. Tes yang
digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes obyektif yang
disusun oleh peneliti yang berdasarkan rancangan pembelajaran
dan kisi-kisi tes. Tes hasil belajar mengukur penguasaan atau
abilitas tertentu sebagai hasil dari proses belajar (Sudjana dan
Ibrahim, 2001 : 100). Dalam hal ini tes digunakan untuk
mengetahui skor kemampuan siswa setelah mengikuti
pembelajaran dengan pendekatan kooperatif jigsaw dengan
pendekatan pembelajaran ceramah bervariasi. Tes yang berisi
perolehan skor tersebut digunakan untuk mengambil data
prestasi belajar geografi
Dalam pembuatan instrumen tes, langkah-langkah yang
dilakukan peneliti adalah :
1. Menentukan instrumen tes sesuai dengan standar
kompetensi.
2. Melakukan spesifikasi indikator dengan cara menyesuaikan
ruang lingkup masalah yang diteliti dan tujuan penelitian
yang akan dicapai pada kurikulum Geografi SMA kelas XI IPS.
3. Membuat kisi-kisi instrumen tes yang memuat indikator.
4. Berdasarkan kisi-kisi instrumen tes, selanjutnya disusun
instrumen tes. Bentuk instrumen tes prestasi belajar beripa
soal-soal obyektif. Instrumen tes yang disusun adalah
instrumen tes prestasi belajar Geografi, yang terdiri dari 50
butir soal pilihan ganda dengan alternatif 5 jawaban. Sistem
pemberian skor untuk instrumen tes adalah diberi skor 1 jika
menjawab benar, dan diberi skor 0 jika menjawab salah. Skor
maksimal seorang responden adalah 50 dan skor minimal 0.
Dari hasil skor kemudian dikalikan dua menjadi nilai prestasi
belajar.
5. Melakukan uji coba instrumen penelitian. Sebelum digunakan
untuk mengumpulkan data terlebih dahulu instrumen tes
diujicobakan pada siswa kelas XI IPS1 SMA Negeri 1 Cepogo.
Dari hasil uji coba tersebut diuji validitas, indeks reliabilitas,
derajad kesukaran dan daya pembedanya.
b. Angket Motivasi Belajar Geografi
Untuk memperoleh data motivasi belajar Geografi
digunakan teknik angket. Instrumen angket dibuat dengan
mengunakan skala karena skala merupakan seperangkat nilai
yang ditetapkan pada tingkah laku untuk mengukur aktivitas
belajar geografi yang disusun dalam bentuk pernyataan dan
hasilnya berupa rentangan nilai angka sesuai dengan kriteria
yang dibuat peneliti. Salah satu skala sikap yang digunakan
dalam penelitian pendidikan adalah skala Likert. Skala yang
digunakan untuk mengukur aktivitas belajar Geografi adalah
skala pilihan dengan rentang angka 1 sampai 4. Motivasi tinggi
jika skor lebih besar atau sama dengan rata-rata, motivasi
rendah jika skor lebih kecil dari rata-rata.
c. Wawancara
Untuk mengetahui kualitas proses pembelajaran, maka
dilakukan wawancara kepada beberapa orang siswa
sehingga dapat diketahui apakah ada perbedaan antara kelompok
siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan model
kooperatif jigsaw, dengan kelompok siswa yang diberi
pembelajaran dengan pendekatan ceramah bervariasi.
d. Pengamatan
Untuk mengetahui keaktifan siswa, maka dilakukan
pengamatan selama proses pembelajaran melalui kelompok
tempat duduk siswa sehingga dapat diketahui apakah siswa yang
aktif mendapatkan hasil belajar tinggi. Pengamatan ini dilakukan
mulai dari pertemuan pertama sampai pertemuan tearkhir untuk
mengetahui proses pembelajaran yang terjadi.
3. Uji Coba Tes Prestasi Belajar Geografi
Sebelum eksperimen yang sebenarnya dilaksanakan perlu
terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap instrumen yaitu tes
yang akan digunakan dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan tes yang sahih dan dapat diandalkan. Adapun
instrumen yang diujicobakan ada dua jenis yaitu instrumen hasil
belajar Geografi dan instrumen motivasi belajar Geografi. Soal
instrumen tes hasil belajar Geografi yang diujicobakan ada 50 soal
test dan 50 soal angket motivasi.
Suatu tes dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus
memenuhi syarat-syarat validitas, reliabilitas dan obyektivitas.
Untuk itu tes yang akan digunakan perlu diujicobakan. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas
instrumen.
a. Validitas Instrumen
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
kevalidan dan kesahihan suatu instrumen. Dalam penelitian ini
yang diuji validitasnya adalah:
1. Validitas isi
Validitas isi untuk mengetahui apakah instrumen
penelitian yang dibuat dapat mewakili atau mencakup aspek-
aspek yang ingin diteliti. Validitas isi berhubungan dengan
kesahihan instrumen dengan materi yang akan ditanyakan pada
butir soal untuk mengukur tujuan pembelajaran yang telah
dirumuskan dan disesuaikan dengan isi materi yang diberikan
kepada peserta didik. Uji validitas ini dilakukan dengan
mencocokkan sebaran butir-butir valid ke dalam kisi-kisi soal
yang telah disusun berdasarkan materi pembelajaran.
2. Validitas butir soal
Untuk menguji validitas butir soal maka skor-skor yang
ada pada butir yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total.
Skor butir dipandang sebagai nilai X dan skor total dipandang
sebagai nilai Y. Suatu instrumen yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi sebaliknya instrumen yang invalid
berarti memiliki validitas rendah. Validitas ini untuk menguji
setiap butir soal yang telah dibuat. Untuk menguji korelasi
antara skor butir dengan skor total digunakan korelasi product
moment dari Pearson dengan rumus :
))(.)()((
))((. 2222
YYNXXN
YXXYNrxy
Dengan:
rxy = koefisien korelasi suatu butir (item)
N = cacah subyek
X = skor butir item tertentu
Y = skor total
Keputusan uji:
rxy ≥ rtabel item pertanyaan tersebut valid
rxy < rtabel : item pertanyaan tersebut tidak valid
(Suharsimi Arikunto, 2006:170)
Instrumen penelitian yang akan digunakan untuk
pengambilan data, diujikan terlebih dahulu pada siswa kelas XI
IPS1 SMA Negeri 1 Cepogo, yang mempunyai kemampuan awal
relatif sama dengan kelas yang akan digunakan untuk penelitian.
Uji validitas dengan menggunakan rumus Product Moment
Person. Menghitung validitas dengan mengkorelasikan butir
item soal (x) dengan jumlah skor item. Hasil pemeriksaan butir
instrumen (R hitung) selanjutnya dikonsultasikan dengan tabel
harga kritis dari r hitung Product Moment pada N= 34 adalah
0,339 pada taraf signifikansi 5%. Bila rhitung lebih besar dari r
tabel maka butir instrumen valid atau sebaliknya bila rhitung lebih
kecil dari rtabel maka butir instrumen tidak valid. Dari hasil
perhitungan diketahui bahwa 50 butir soal instrumen tes
prestasi belajar geografi yang diujikan memiliki r hitung lebih besar
dari rtabel, sehingga seluruh butir soal yang diujikan dinyatakan
valid. Hasil uji validitas butir soal prestasi belajar dapat dilihat
pada lampiran 10.
b. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah ketepatan atau ketelitian suatu alat
ukur. Alat ukur dikatakan reliabel apabila dapat dipercaya,
konsisten atau stabil. Reliabilitas instrumen dinyatakan sebagai
suatu derajad keajegan alat tersebut dalam mengukur apa saja
yang diukurnya. Perhitungan reliabilitas instrumen dilakukan
dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu :
2
2
11
.1
1 t
b
kkr
Dengan:
.r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan
2b = jumlah variansi butir
2. t = variansi total
(Suharsimi Arikunto, 2006:198)
Disebutkan dalam Saifuddin Azwar (2003) bahwa
interpretasi terhadap koefisien reliabilitas bersifat relatif, tidak
ada batasan mutlak yang menunjukkan angka koefisien terendah
yang harus dicapai agar pengukuran dapat disebut reliabel.
Kesepakatan informal menghendaki bahwa koefisien reliabilitas
haruslah setinggi mungkin.
Uji reliabilitas intrumen tes prestasi belajar geografi,
diperoleh angka sebesar 0,928 . Hasil tersebut dikonsultasikan
dengan rtabel untuk n = 34 pada taraf signifikan 5% diperoleh
hasil 0,339. Karena r hitung > rtabel atau 0,928 > 0,339 maka
instrumen butir soal prestasi belajar dinyatakan reliabel. Hasil uji
reliabilitas butir soal prestasi belajar dapat dilihat pada lampiran
10.
4. Uji Coba Angket Motivasi Belajar
Metode angket adalah cara pengumpulan data melalui
pengajuan item pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada subyek
penelitian, responden atau sumber data lain dan jawabannya
diberikan secara tertulis. Dalam penelitian ini, metode angket
digunakan untuk mengumpulkan data mengenai motivasi belajar
siswa. Adapun dalam pembuatan instrumen angket tersebut,
langkah-langkah yang dilakukan peneliti adalah :
a. Menyusun komponen-komponen motivasi belajar.
Adapun komponen-komponen indikator motivasi belajar geografi
tersebut adalah :
1. Adanya Needs Achievement.
2. Kemampuan (Ability)
3. Usaha (effort)
4. Respek dan sikap terhadap prestasi tugas.
5. Pandangan tentang nasib.
6. Kebutuhan berkekurangan (defisiensi needs)
7. Kebutuhan Pengembangan(growth needs)
8. Perhatian (attent)
9. Relevance (relevansi)
10. Rasa percaya diri (convidence)
11. Kepuasan (satiffaction)
Penjabaran komponen motivasi belajar dapat dilihat pada
lampiran 3.
b. Menyusun tabel kisi-kisi pembuatan instrumen motivasi belajar
Geografi.
c. Menjabarkan indikator ke dalam butir angket.
d. Memberikan skor pada setiap angket seperti pada tabel di bawah
ini:
Tabel 6. Skor Motivasi Belajar Geografi
Jawaban Keterangan Skor Pertanyaan
positif
Skor Pertanyaan
negatif SS S TS
STS
Sangat setuju Setuju
Tidak setuju Sangat tidak
setuju
4 3 2 1
1 2 3 4
e. Uji instrumen angket :
(1). Uji Validitas
a. Validitas isi.
Validitas isi berhubungan langsung dengan
kesahihan instrumen dan materi yang akan ditanyakan pada
butir angket motivasi untuk mengukur tujuan pembelajaran
yang sudah dirumuskan dan disesuaikan dengan ciri-ciri
motivasi pada kajian teori. Uji validitas isi dilakukan dengan
mencocokan sebaran butir-butir valid ke dalam kisi-kisi
angket motivasi. Setelah dilakukan analisis, semua butir
angket motivasi telah merupakan penjabaran dari kisi-kisi
soal yang telah disusun berdasarkan ciri-ciri motivasi.
b. Validitas butir soal.
Untuk menguji validitas butir angket motivasi maka skor-
skor yang ada pada butir yang dimaksud dikorelasikan
dengan skor total. Skor butir angket motivasi dipandang
sebagai nilai X dan skor total dipandang sebagai nilai Y.
Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas
tinggi, sebaliknya instrumen yang invalid berarti memiliki
validitas rendah. Validitas ini untuk menguji setiap butir
angket motivasi yang telah dibuat. Untuk menguji korelasi
antar skor baris butir angket motivasi dengan skor total
digunakan korelasi product moment dari Pearson dengan
rumus sebagai berikut:
rxy =
))()()((
))((2222 YYNXXN
YXXYN
Dengan:
rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y
N = cacah subyek
X = skor butir item tertentu
Y = skor total
Dengan keputusan uji:
rxy ≥ rtabel : item pertanyaan tersebut valid.
rxy < rtabel : item pertanyaan tersebut tidak valid.
(Suharsimi Arikunto,
2006:170)
Uji validitas dengan menggunakan rumus product
moment Person. Menghitung validitas dengan
mengkorelasikan butir item soal (x) dengan jumlah skor
item. Hasil pemeriksaan butir instrumen (R hitung)
selanjutnya dikonsultasikan dengan tabel harga kritis dari
rhitung Product Moment pada N= 34 adalah 0,339 pada taraf
signifikansi 5%. Bila rhitung lebih besar dari rtabel maka butir
instrumen valid atau sebaliknya bila rhitung lebih kecil dari
rtabel maka butir instrumen tidak valid. Dari hasil
perhitungan diketahui bahwa 50 soal instrumen motivasi
belajar geogarfi yang diujikan memiliki rhitung lebih besar dari
rtabel, sehingga seluruh butir soal yang diujikan dinyatakan
valid. Hasil uji validitas butir soal motivasi belajar dapat
dilihat pada lampiran 11.
(2). Uji Reliabilitas
Reliabilitas di sini termasuk reliabel internal karena
setiap bagian instrumen mendukung misi instrumen secara
keseluruhan. Karena skor dalam angket tidak 0 dan 1 tetapi
antara 1 sampai 4 maka uji reliabilitas digunakan rumus
alpha. Adapun rumus alpha yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
r11 =
21
2
11 s
sk
k b
Dengan:
r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan
2bs = jumlah variansi butir
2ts = variansi total
(Saifuddin Anwar,
2007:78)
Interpretasi terhadap koefisien reliabilitas bersifat
relatif, tidak ada batasan mutlak yang menunjukkan angka
koefisien terendah yang harus dicapai agar pengukuran
dapat disebut reliabel. Kesepakatan informal menghendaki
bahwa koefisien reliabilitas haruslah setinggi mungkin.
(Saifudin Anwar, 2003: 188).
Uji reliabilitas intrumen motivasi belajar Geografi,
diperoleh angka sebesar 0,926. Hasil tersebut
dikonsultasikan dengan r tabel untuk n = 34 pada taraf
signifikan 5% diperoleh hasil 0,339. Karena r hitung > r tabel
atau 0,926 > 0,339 maka instrumen soal motivasi belajar
geografi dinyatakan reliabel. Hasil uji reliabilitas butir soal
motivasi belajar dapat dilihat pada lampiran 11.
I. Teknik Analisa Data
1. Asumsi-asumsi Dasar
Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis
variansi dua jalan, sebagai berikut:
a. Variabel bebas berskala nominal atau ordinal.
b. Variabel terikat berskala interval.
c. Setiap sample diambil secara random dari populasinya.
d. Populasi berdistribusi normal (sifat normalitas populasi).
e. Populasi mempunyai variansi yang sama (sifat homogenitas
variansi)
2. Uji Keseimbangan Rata-rata.
Sebelum diadakan penelitian antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol diuji keseimbangannya dengan Uji-t. Uji ini bertujuan
untuk mengetahui apakah kedua kelas berada dalam keadaan
seimbang. Dengan kata lain secara statistik, apakah terdapat
perbedaan rerata (mean) yang berarti (signifikan) dari dua sample
yang independent. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
a. Hipotesis
HO : µ1 = µ2 (kedua kelompok mempunyai kemampuan awal
seimbang)
b. H1 : µ1 ≠ µ2 (kedua kelompok mempunyai kemampuan awal tidak
seimbang)
c. Statistik uji:
t =
21
21
11)(
nns
XX
p
Dengan:
. 21
222
2112 )1()1(
nnsnsns p
.
t = t hitung
1X rata-rata nilai geografi kelompok eksperimen
2.X = rata-rata nilai geografi kelompok kontrol
21.s =Variansi kelompok eksperimen
22s = variansi kelompok kontrol
1n = jumlah peserta didik kelompok eksperimen
2n = jumlah peserta didik kelompok kontrol
d. Daerah kritik
DK= [t t > t/2 ] atau
DK = [ t t > t/2 atau t < t/2 ]
e. Keputusan uji:
H0 jika t DK
(Budiyono, 2004: 151)
3. Uji persyaratan Analisis
Uji persyaratan yang dipakai dalam penelitian ini adalah
uji normalitas, uji homogenitas dan uji independensi.
a. Uji Normalitas.
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sample
penelitian diambil dari populasi yang normal atau tidak. Untuk
menguji normalitas ini digunakan metode Liliefors pada taraf
signifikasi = 0,05 yang prosedurnya sebagai berikut:
1. Hipotesis.
H0 : Sampel berasal dari populasi normal.
H1 : Sampel tidak berasal dari populasi normal
2. Statistik uji
L = Max F(Zi)-S(Zi)
Dengan:
F(Z.i) = P(Z≤Zi); Z N(0,1)
Zi = skor standar untuk Zi =(Xi- X.. )/s
S = deviasi standar.
S(Zi) = populasi banyaknya Z<Z1 terhadap bayaknya Zi
3. Daerah kritik
DK = { LL>L:n}; adalah ukuran sampel.
4. Keputusan uji:
H0 ditolak jika L DK
(Budiyono, 2004 : 171-
172)
b. Uji Homogenitas Varians
Uji Homogenitas varians digunakan untuk menguji
apakah populasi-populasi merupakan variansi yang sama atau
tidak. Untuk menguji homogenitas ini digunakan metode Barlett
pada taraf signifikasi = 0,05 yang prosedurnya adalah sebagai
berikut:
1. Hiptoesis
Ho : 12 = 22 = 32 = …. = k2
H1 : tidak semua variansi sama
2. Statistik Uji
2 = 2,303 [B-fj log Sj2]
Dengan :
B = log S2 (ni-1)
S2 =
)1()1( 2
i
i
nSn
3. Daerah Kritik
DK = {22 > 2a;k-l }
4. Keputusan Uji
Ho ditolak jika 2 DK
(Budiyono, 2004 : 176-177)
4. Uji Hipotesis
Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua
jalan dengan sel tak sama dengan taraf signifikan =0,05.
(Budiyono, 2004 : 228) Teknik Anava 2 jalan dipergunakan dalam
analisis data ini karena dapat dipakai untuk menguji perbedaan dua
mean atau lebih. Model datanya sebagai berikut :
Xijk = µ + I + j + ()ij + ijk
Dengan :
Xijk = data amatan ke-k pada baris i dan kolom ke-j
µ = rerata dari seluruh data amatan (rerata besar, grand mean)
I = efek faktor A baris ke-i terhadap Xijk (variabel terikat)
j = efek faktor B baris ke-j terhadap Xijk (variabel terikat)
()ij = efek faktor baris ke-i dan kolom ke-j terhadap Xijk
ijk = deviasi data amatan terhadap rataan populasinya (µijk) yang
berdistribusi normal.
i = 1,2 (1= Pendekatan pembelajaran model kooperatif metode jigsaw
, 2= Pendekatan pembelajaran ceramah bervariasi)
j = 1,2 (1= motivasi belajar tinggi, 2= motivasi belajar rendah)
Prosedur dalam pengujian dengan menggunakan analisis variansi
dua jalan dengan sel tak sama, yaitu :
a. Hipotesis
1) (Ho)1 : i=0 untuk semua i (tidak ada perbedaan efek faktor A),
i=1,2
(H1)1 : 1≠0 untuk paling sedikit satu harga i (ada perbedaan
efek faktor A)
2) (Ho)2 : j = 0 untuk semua j (tidak ada perbedaan efek faktor
B), j = 1,2,3
(H1)2 : j ≠ 0 untuk paling sedikit satu harga j (ada perbedaan
efek faktor B)
3) (Ho)3 : ()ij = untuk semua pasang ij (tidak ada perbedaan
efek faktor A dan faktor B)
(H1)3 : ()ij = untuk paling sedikit satu pasang ij (ada interkasi
antara faktor A dan faktor B)
Ketiga pasang hipotesis itu ekuivalen dengan tiga
pasang hipotesis berikut ini :
1) (Ho)1 : .Tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel
terikat;
(H1)1 : Ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel
terikat
2) (Ho)2 : Tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel
terikat;
(H1)2 : Ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel
terikat
3) (Ho)3 : Tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel
terikat;
(H1)3 : Ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel
terikat
b. Statistik Uji
1) Fa = RkA/RKG
2) Fb = RkB/RKG
3) Fab = RkAB/RKG
(Budiyono, 2004 : 227-
230)
c. Komputasi
Bentuk tabel analisis variansi berupa bentuk baris dan kolom.
Adapun bentuk tabelnya sebagai berikut :
Tabel 7. Tabel Komputasi
Proses
Pembelajaran
Geografi (a)
Motivasi Belajar (b)
Motivasi Tinggi (b1)
Motivasi Rendah (b2)
Pendekatan
Kooperatif Jigsaw
(a1)
a1b1
a1b2
Pendekatan
Ceramah Bervariasi
(a2)
a2b1
a2b2
Keterangan:
a1b1: Sel kelompok siswa yang pembelajarannya melalui
pendekatan kooperatif metode jigsaw dan memiliki motivasi
belajar tinggi
a1b2 : Sel kelompok siswa yang pembelajarannya melalui
pendekatan kooperatif metode jigsaw dan memiliki motivasi
belajar rendah.
a2b1 : Sel kelompok siswa yang pembelajarannya melalui
pendekatan ceramah bervariasi dan memiliki motivasi belajar
tinggi.
a2b2 : Sel kelompok siswa yang pembelajarannya melalui
pendekatan ceramah bervariasi dan memiliki motivasi belajar
rendah
1) Menghitung Komponen Jumlah Kuadrat
Ada lima komponen dalam penelitian ini yang dipakai yang
dirumuskan sebagai berikut :
(1) pqG 2
(2) ji
ijSS,
(3) i q
A 21
(4) j
j
pB 2
(5) ji
ijAB,
2
Dengan :
N = pq = jumlah cacah pengamatan semua sel
G2 = kuadrat jumlah rerata pengamatan semua sel.
Ai2 =jumlah kedua rerata pengamatan baris ke-i
Bj2 = jumlah kuadrat rerata pengamatan pada kolom ke-j.
2.ijAB = jumlah kuadrat rerata pengamatan pada sel abij
2) Jumlah Kuadrat
JKA = hn [(3)-(1)]
JKB = hn [(4)-(1)]
JKAB = n h [(1)+(5)-(3)-(4) ]
JKG = (2)
JKT = JkA + JkB + JkAB + JKG
Dengan:
JKA = jumlah kuadrat pada faktor A
JKB = jumlah kuadrat pada faktor B
JKAB = jumlah kuadrat pada faktor A dan B
JKG = jumlah kuadrat galat
JKT = jumlah kuadrat total
3) Derajat Kebebasan
dkA = p-1
dkB = q-d
dkAB = (p-1) (q-1) = pq-p-q+1
dkG = N-pq
dkT = N-1
Dengan:
dkA = derajat kebebasan faktor A
dkB = derajat kebebasan faktor B
dkAB = derajad kebebasan faktor A dan B
dkG = derajat kebebasan galat
dkT = derajad kebebasan total
4) Rataan Kuadrat
A
AA dk
JKRK ; B
BB dk
JKRK
G
GG dk
JKRK ; AB
ABAB dk
JKRK
Dengan:
RKA = rataan kuadrat faktor A
RKB = rataan kuadrat faktor B
RKAB = rataan kuadrat faktor A dan B
RKG = rataan kuadrat galat
d. Daerah Kritik
Fa = {FbFb>F:p-1,N-pq}
Fb = {FbFb.F:p-1,N-pq}
Fab = {Fab Fab.F:(p-1)(q-1),N-pq}
e. Keputusan Uji
H0 ditolak apabila Fhitung DK
f. Rangkuman Analisis
Tabel 8. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber JK Dk RK Fobs F p
Baris (A)
Kolom (B)
Interaksi
(AB)
Galat
JKA
JKB
JKAB
JKG
p-1
q-1
(p-1)(q-
1)
N - pq
RkA
RKB
RKAB
RKG
Fa
Fb
Fab
-
F*
F*
F*
-
< atau
>
< atau
>
< atau
>
-
Total JKT N - 1 - - - -
Keterangan : p adalah probabilitas amatan ; F* adalah nilai F yang diperoleh dari tabel
(Budiyono, 2004 : 212 - 213)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini disajikan hasil penelitian yang terdiri atas lima
bagian, yaitu deskripsi tempat penelitian, pelaksanaan penelitian,
deskripsi data, hasil pengujian persyaratan analisis, hasil pengujian
hipotesis dan pembahasan hasil analisis data.
A. Deskripsi Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali,
dengan jarak kurang lebih 10 kilometer ke arah barat dari Kota
Boyolali. Tempat penelitian berada dalam wilayah administratif Desa
Mliwis Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa
Tengah, di lereng gunung Merapi sebelah Timur. Secara astronomis
lokasi SMA Negeri 1 Cepogo terletak pada 9168662 mU dan 0448998
mT atau 110 32’ 17” BT dan 7 31’ 15” LS.
Desa Mliwis Kecamatan Cepogo Kabupaten Boyolali Provinsi
Jawa Tengah memiliki letak administratif sebagai berikut:
- Sebelah utara berbatasan dengan: Desa Cabeankunti dan
Cepogo
- Sebelah timur berbatasan dengan: Desa Bakulan
- Sebelah barat berbatasan dengan: Desa Cepogo dan Sukabumi
- Sebelah selatan berbatasan dengan: Desa Paras, Sumbung dan
Gedangan
Sedangkan wilayah Kecamatan Cepogo secara administratif di sebelah utara
berbatasan dengan Kecamatan Ampel, di sebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Boyolali, di sebalah selatan berbatasan dengan Kecamatan Musuk, dan
di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Selo. Untuk lebih jelasnya Peta
Lokasi SMA Negeri 1 Cepogo dapat dilihat pada Gambar 4.
Secara geologis wilayah Kecamatan Cepogo merupakan bagian dari
Gunungapi Merapi. Gunung Merapi merupakan gunungapi strato, material yang
dikeluarkan berselang-seling antara efusiva yang berupa aliran lava dan eflata yang
merupakan material lepas seperti bom, lapili, tuff dan abu vulkanis (Simoen, 2000).
Menurut Bemmelen dalam Simoen (2000) erupsi Gunungapi Merapi dapat
dibedakan menjadi dua yaitu Merapi Tua (Old Merapi) dan Merapi Muda (Young
Merapi). Material dari Old Merapi dan Young Merapi erupsinya berselang-seling
antara lava (efusiva), lahar dan eflata yang berupa batu-batu besar (boulder), pasir,
tuff dan abu vulkanis. Terdapat selang-seling antara andesit yang masif dengan pair
atau tuff dengan pasir. Erupsi Old Merapi terdiri dari batuan Olivine Basalt yang
kemudian disusul dengan batuan olivine basalt yang disertai augite-hypersthene-
horenblende andesite. Sedangkan erupsi Young Merapi hanya terdiri dari augite-
hypersthene andesite dengan sedikit hornblende tanpa olivine.
Sedangkan secara geomorfologi Kecamatan Cepogo merupakan
perbukitan bergelombang dengan relief halus hingga kasar.
Kemiringan lereng bervariasi dari 0% hingga > 70%, dengan
ketinggian 550 – 2.911 m dpal. Bentuk bentang lahan yang ada
sangat khas, yaitu puncak Merapi dengan lerengnya yang menuju
ke segala arah dengan lereng yang sangat curam di wilayah yang
dekat dengan puncak dan semakin melandai kearah bawah. Lereng
Merapi bagian timur relatif lebih terjal, sementara di bagian barat
dan utara relatif lebih landai (Simoen, 2000).
SMA Negeri 1 Cepogo merupakan satu-satunya SLTA di
Kecamatan Cepogo. Jarak dari Kota Boyolali sekitar 10 kilometer
arah barat, dengan sarana dan prasarana transportasi yang
memadai, kondisi jalan cukup bagus. Faktor kedekatan dengan
Kota Boyolali menyebabkan motivasi siswa di Kecamatan Cepogo
untuk masuk ke SMA Negeri 1 Cepogo relatif rendah, karena ada
kecenderungan memilih sekolah negeri yang ada di kota.
B. Pelaksanan Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
eksperimen yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Cepogo Boyolali
meliputi kegiatan observasi, pembelajaran, post tes dan wawancara.
Waktu pelaksanaan pembelajaran dan pengambilan data terdapat
pada tabel berikut:
Tabel 9. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Waktu Pelaksanaan
Kelas XI IPS 3 Pendekatan Kooperatif
Metode Jigsaw
Kelas XI IPS2 Pendekatan
Konvensional- Ceramah
Pertemuan I Pembentukan kelompok jigsaw, diskusi di kelompok ahli. Di kelas kontrol menjelaskan pengertian biosfer
Sabtu, 31 Oktober 2009 Jam ke-5 dan 6
Sabtu, 31 Oktober 2009 Jam ke-1 dan 2
Pertemuan II Materi Pelajaran : Pengertian biosfer, faktor yang mempengaruhi kehidupan, persebaran flora dan fauna
Rabu, 04 Nopember 2009 Jam ke-3 dan 4
Rabu, 04 Nopember 2009 Jam ke-5 dan 6
Pertemuan III Materi Pelajaran: Jenis fauna di dunia dan persebarannya, pesebaran flora dan fauna di Indonesia
Sabtu, 07 April 2009 Jam ke-5 dan 6
Sabtu, 07 Nopember 2009 Jam ke-1 dan 2
Pertemuan IV Materi Pelajaran: Macam-macam hutan di Indonesia
Rabu, 11 Nopember 2009 Jam ke-3 dan 4
Rabu, 11 Nopember 2009 Jam ke-5 dan 6
Pertemuan V Materi Pelajaran : Kerusakan flora dan fauna serta dampaknya terhadap kehidupan, persebaran suaka alam dan suaka margasatwa
Sabtu, 14 April 2009 Jam ke-5 dan 6
Sabtu, 14 Nopember 2009 Jam ke-1 dan 2
di Indonesia
Pada saat proses pembelajaran dilakukan observasi oleh guru
lain sebagai kolaborator untuk mengamati keaktifan siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran, misalnya keaktifan bertanya,
menjawab, diskusi dan sebagainya.
C. Deskripsi Data
Data dalam penelitian ini terdiri atas data prestasi belajar
dengan pendekatan pembelajaran kooperatif metode jigsaw dan data
prestasi belajar dengan pendekatan ceramah bervariasi, dimana
masing-masing pendekatan pembelajaran tersebut diukur
motivasinya berdasarkan kriteria tinggi dan rendah. Secara rinci
data tersebut adalah :
1. Data Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif
Metode Jigsaw
Deskripsi data prestasi belajar dengan pendekatan kooperatif
metode jigsaw dan frekuensi masing-masing kelompok disajikan
dalam tabel 10.
Tabel 10. Deskripsi Prestasi Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw
Interval Frekuensi Persentase Persentase Kumulatif 57 - 62 2 5,6 5,6 63 - 68 5 13,9 19,4 69 - 74 4 11,1 30,6
75 - 80 9 25,0 55,6 81 - 86 9 25,0 80,6 87 - 92 1 2,8 83,3 93 - 98 6 16,7 100,0 Jumlah 36 100
Gambar 5. Histogram Hasil Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Model Jigsaw
Dari sebaran hasil belajar pendekatan kooperatif metode jigsaw pada tabel 10 dan
gambar 5, nampak bahwa persentase nilai yang tertinggi pada kisaran 93 – 98
diperolah sebanyak 6 siswa atau 16,7 persen, sedangkan yang paling banyak
diperoleh siswa adalah pada kisaran 75 – 80 dan 81 – 86 yaitu masing-masing 9
siswa atau sama-sama sebesar 25 persen. Sedangkan nilai terendah berada pada
kisaran 57 - 62 sebanyak 5,6 persen didapat oleh 2 siswa. Dari gambaran tersebut
berarti kebanyakan siswa memiliki hasil belajar geografi pada taraf cukup.
2. Data Hasil Belajar Geografi Pendekatan Ceramah Bervariasi
Dari sebaran data prestasi belajar geografi dengan metode ceramah bervariasi
pada tabel 11, nampak bahwa prosentasi siswa memperoleh nilai tertinggi pada
kisaran 77,1 - 81,5 hanya diperoleh 1 siswa atau 2,9 persen, persentase nilai yang
paling banyak diperoleh siswa adalah pada kisaran 63,6 - 68,0 yaitu sebesar 26,5
persen. Nilai terendah yang diperoleh siswa berada pada kisaran 50,1 - 54,5
0
2
4
6
8
10
57 - 62 63 - 68 69 - 74 75 - 80 81 - 86 87 - 92 93 - 98
didapat oleh 5 siswa atau persentase 14,7 persen. Dari gambaran tersebut berarti
kebanyakan siswa memiliki hasil belajar geografi pada taraf relatif cukup.
Deskripsi data prestasi belajar dengan pendekatan ceramah bervariasi dan
frekuensi masing-masing kelompok disajikan dalam tabel 11.
Tabel 11. Deskripsi Hasil Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah Bervariasi
Interval Frekuensi Presentase Persentase Kumulatif
50,1 - 54,5 5 14,7 14,7
54,6 - 59,0 3 8,8 23,5
59,1 - 63,5 3 8,8 32,4
63,6 - 68,0 9 26,5 58,8
68,1 - 72,5 5 14,7 73,5
72,6 - 77,0 8 23,5 97,1
77,1 - 81,5 1 2,9 100,0
Jumlah 34 100
Gambar 6. Histogram Hasil Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah Bervariasi
3. Data Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif
Metode Jigsaw
Motivasi Tinggi
0
2
4
6
8
10
50,1 - 54,5 54,6 - 59,0 59,1 - 63,5 63,6 - 68,0 68,1 - 72,5 72,6 - 77,0 77,1 - 81,5
Deskripsi data prestasi belajar dengan pendekatan kooperatif
metode jigsaw motivasi tinggi disajikan dalam tabel 12. Dari
sebaran pendekatan kooperatif metode jigsaw motivasi tinggi pada
tabel 12 dan gambar 7, nampak bahwa persentase nilai yang paling
banyak diperoleh siswa adalah pada kisaran 84 – 88 yaitu sebanyak
5 siswa atau sebesar 26.3 persen. Nilai tertinggi pada kisaran 94 –
98 sebanyak 3 siswa atau 16,7 persen, sedangkan nilai terendah
berada pada kisaran 64 – 68 sebanyak 3 siswa atau 16,7 persen.
Dari gambaran tersebut berarti kebanyakan siswa memiliki hasil
belajar geografi pada taraf cukup.
Tabel 12. Deskripsi Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Motivasi Tinggi
Interval Frekuensi Persentase Persentase Kumulatif
64 - 68 3 16,7 16,7 69 - 73 3 16,7 33,3 74 - 78 2 11,1 44,4 79 - 83 1 5,6 50,0 84 - 88 5 27,8 77,8 88 - 93 1 5,6 83,3 94 - 98 3 16,7 100,0 Jumlah 18 100,0
Gambar 7. Histogram Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif
Metode Jigsaw Motivasi Tinggi 4. Data Prestasil Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw
Motivasi Rendah
Deskripsi data prestasi belajar dengan pendekatan kooperatif metode jigsaw
motivasi rendah disajikan dalam tabel 13. Nilai tertinggi berada pada kisaran 92
– 96 sebanyak 2 siswa atau 11,1 persen, sedangkan nilai terendah pada kisaran 62
– 66 sebanyak 3 siswa atau 16,7 persen. Sedangkan persentase nilai yang paling
banyak pada kisaran 77 – 81 sebanyak 6 siswa atau 33,3 persen.
Tabel 13. Deskripsi Hasil Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Motivasi Rendah
Interval Frekuensi Persentase Persentase Kumulatif
62 - 66 3 16,7 16,7 67 - 71 1 5,6 22,2 72 - 76 3 16,7 38,9 77 - 81 6 33,3 72,2 82 - 86 3 16,7 88,9 87 - 91 0 0,0 88,9 92 - 96 2 11,1 100,0 Jumlah 18 100,0
Gambar 8. Histogram Hasil Belajar Geografi dengan Pendekatan Kooperatif Metode Jigsaw Motivasi Rendah
5. Data Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah
Bervariasi Motivasi Tinggi
Deskripsi data prestasi belajar model ceramah bervariasi motivasi tinggi
disajikan dalam tabel 14. Dari sebaran nilai prestasi belajar geografi dengan
pendekatan ceramah bervariasi, menunjukkan bahwa persentase skor yang
paling banyak diperoleh siswa adalah pada kisaran 72,6 - 76,0 yaitu sebanyak 5
siswa atau sebesar 35,7 persen. Nilai tertinggi berada pada kisaran 76,1 - 79,5
sebanyak 1 siswa atau 7,1 persen, sedangkan skor terendah berada pada
kisaran 55,6 - 59,0, sebanyak 1 orang atau persentase 7,1 persen.
Tabel 14. Deskripsi Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah Bervariasi Motivasi Tinggi
Interval Frekuensi Persentase Persentase Kumulatif
55,6 - 59,0 1 7,1 7,1 59,1 - 62,5 2 14,3 21,4 62,6 - 66,0 2 14,3 35,7 66,1 - 69,5 1 7,1 42,9 69,6 - 72,5 2 14,3 57,1 72,6 - 76,0 5 35,7 92,9 76,1 - 79,5 1 7,1 100,0 Jumlah 14 100,0
Gambar 9. Histogram Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah Bervariasi Motivasi Tinggi
6. Data Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah
Bervariasi Motivasi Rendah
Deskripsi data prestasi belajar model ceramah bervariasi motivasi rendah
disajikan dalam tabel 15. Dari sebaran data prestasi belajar model ceramah
bervariasi dengan motivasi rendah pada tabel 15 dan gambar 9, nampak bahwa
persentase nilai paling tinggi yang diperoleh siswa adalah pada kisaran 72,6 -
76,0 sebanyak 2 siswa atau sebesar 10 persen, sedangkan skor terendah berada
pada kisaran 52,6 - 56,0 sebanyak 6 siswa atau 30 persen.
Tabel 15. Deskripsi Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan Ceramah Bervariasi Motivasi Rendah
Interval Frekuensi Persentase Persentase Kumulatif
52,6 - 56,0 6 30,0 30,0 56,1 - 59,5 1 5,0 35,0 59,6 - 63,0 1 5,0 40,0 63,1 - 66,5 1 5,0 45,0 66,6 - 5 25,0 70,0
69,0 69,1 - 72,5 4 20,0 90,0 72,6 - 76,0 2 10,0 100,0 Jumlah 20 100,0
Gambar 10. Histogram Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Ceramah Bervariasi Motivasi Rendah
D. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.
a. Uji Normalitas Pre Tes Belajar Geografi dengan Pendekatan
Kooperatif Metode Jigsaw
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil belajar geografi harga
statistik uji L Max !F(Zi)-S(Zi)! = 0.1293 sedangkan L tabel 5% =
0.1477, sehingga L Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5% dengan
demikian H0 diterima, ini berarti sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada
lampiran 19.
b. Uji Normalitas Pre Tes Belajar Geografi Pendekatan Ceramah
Bervariasi
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil belajar geografi harga
statistik uji L Max !F(Zi)-S(Zi)! = 0.0833 sedangkan L tabel 5% =
0.1519 , sehingga L Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5% dengan
demikian H0 diterima, ini berarti sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada
lampiran 20.
c. Uji Normalitas Prestasi Belajar Geografi dengan Pendekatan
Kooperatif Metode Jigsaw
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil belajar geografi harga
statistik uji L Max !F(Zi)-S(Zi)! = 0.0854 sedangkan L tabel 5% =
0.1477, sehingga L Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5% dengan
demikian H0 diterima, ini berarti sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada
lampiran 21.
d. Uji Normalitas Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Ceramah
Bervariasi
Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji L Max !F(Zi)-
S(Zi)! = 0,0579 sedangkan L tabel 5% = 0.1519 , sehingga L
Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5% dengan demikian H0 diterima, ini
berarti sampel berasal dan populasi yang berdistribusi normal.
Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 22.
e. Uji Normalitas Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Kooperatif
Metode Jigsaw Motivasi Tinggi
Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji L Max !F(Zi)-
S(Zi)! = 0,1466 sedangkan L tabel 5% = 0.2088 , sehingga L
Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5% dengan demikian H0 diterima, ini
berarti sampel berasal dan populasi yang berdistribusi normal.
Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 23.
f. Uji Normalitas Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Kooperatif
Metode Jigsaw Motivasi Rendah
Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji L Max !F(Zi)-
S(Zi)! = 0,1125 sedangkan L tabel pada taraf signifikansi 5% =
0.2088 , sehingga L Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5% dengan
demikian H0 diterima, ini berarti sampel berasal dan populasi
yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada
lampiran 24.
g. Uji Normalitas Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Ceramah
Bervariasi Motivasi Tinggi
Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji L Max !F(Zi)-
S(Zi)! = 0,1230 sedangkan L tabel 5% = 0.2368 , sehingga L
Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5% dengan demikian H0 diterima, ini
berarti sampel berasal dan populasi yang berdistribusi normal.
Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 25.
h. Uji Normalitas Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Kooperatif
Metode Jigsaw Motivasi Rendah
Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji L Max !F(Zi)-
S(Zi)! = 0,1132 sedangkan L tabel pada taraf signifikansi 5% =
0.1981, sehingga L Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5% dengan
demikian H0 diterima, ini berarti sampel berasal dan populasi
yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada
lampiran 26.
i. Uji Normalitas Skor Motivasi Belajar Geografi dengan Pendekatan
Kooperatif Metode Jigsaw
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil belajar geografi harga
statistik uji L Max !F(Zi)-S(Zi)! = 0.1290 sedangkan L tabel 5% =
0.1477, sehingga L Max !F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5% dengan
demikian H0 diterima, ini berarti sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada
lampiran 27.
j. Uji Normalitas Skor Motivasi Belajar Geografi Pendekatan
Ceramah Bervariasi
Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji L Max !F(Zi)-
S(Zi)! = 0,1272 sedangkan L tabel 5% = 0.1519 , sehingga L Max
!F(Zi)-S(Zi)! < L tabel 5% dengan demikian H0 diterima, ini
berarti sampel berasal dan populasi yang berdistribusi normal.
Hasil uji tersebut dapat dilihat pada lampiran 28.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan metode Bartlett. Untuk data
prestasi belajar geografi dengan metode kooperatif jigsaw dan metode
ceramah bervariasi.
a. Uji Homogenitas Prestasi Belajar Geografi Pendekatan Kooperatif
Metode Jigsaw dan Pendekatan Ceramah Bervariasi.
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil belajar geografi
pendekatan kooperatif metode jigsaw dan ceramah bervariasi
diperoleh harga statistik uji 2h = 2.0037 sedangkan 2t = 3,8410,
sehingga 2h < 2t dengan demikian H0 diterima, ini berarti sampel
berasal dan populasi yang homogen. Untuk perhitungannya dapat
dilihat pada lampiran 29.
b. Uji Homogenitas Prestasi Belajar Geografi Motivasi Tinggi dan
Motivasi Rendah
Dari perhitungan prestasi belajar geografi motivasi tinggi dan
motivasi rendah harga statistik uji 2h = 0.0140 sedangkan 2t =
3,8410, sehingga 2h < 2t dengan demikian H0 diterima, ini berarti
sampel berasal dari populasi yang homogen. Untuk
perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 30.
E. Hasil Pengujian Hipotesis
1. Anava Dua Jalan
Dalam penelitian ini melibatkan dua vaniabel bebas. Varibel
pertama adalah model kooperatif metode jigsaw yang terdiri dari
kategori tinggi dan kategori rendah. Kedua adalah metode ceramah
bervariasi yang terdiri dari motivasi tinggi dan rendah. Untuk
variabel terikatnya adalah hasil belajar geografi siswa. Analisis yang
digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel
tak sama. Tabel 16 menunjukkan rerata pada masing-masing sel
dan tabel 17 menunjukkan rangkuman analisis variansi. Analisis
variansi dua jalan dengan frekuensi sel tak sama dapat dilihat pada
lampiran 31.
Tabel 16. Distribusi Rerata Pada Masing-Masing Sel
Sumber Tinggi (B1) Rendah (B2)
Total
Eksperimen
(A1) 36.333 30.556
66.889 Kontrol (A2) 19.643 15.050 34.693
Jumlah 55.976 15.050 101.582
Tabel 17. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber Varians
JK
Dk
RK
Fo
Ft
Keputusan
Metode (Baris) Motivasi (Kolom) Interaksi AB Dalam Kelompok
4457.667
2 462.4463
6.0285
5364.6080
1 1 1
66
4457.6672 462.4463 6.0285
81.2819
54.842
1 5.6894 0.0742
-
3.98
3.98
3.98 -
H0A ditolak H0B ditolak
H0AB diterima
-
Total
10290.75
00
70
-
-
-
-
a. Uji Hipotesis Pertama
HOA: Tidak ada pengaruh positif pendekatan pembelajaran
menggunakan model kooperatif metode jigsaw terhadap
prestasi belajar Geografi
H1A : Ada pengaruh positif pendekatan pembelajaran
menggunakan model kooperatif metode jigsaw terhadap
prestasi belajar Geografi.
Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji Fobs=
54,8421 sedangkan F0,05:1;66 = 3,98, sehingga Fobs> F, dengan
demikian H0A ditolak dan H1A diterima. Hipotesis berbunyi : Ada
pengaruh positif pendekatan pembelajaran menggunakan model
kooperatif metode jigsaw terhadap prestasi belajar Geografi
terbukti signifikan.
Pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif
jigsaw lebih baik daripada pembelajaran dengan menggunakan
metode ceramah bervariasi jika dilihat dari prestasi belajarnya,
khususnya pada materi menganalisis fenomena biosfer.
Pembelajaran kooperatif jigsaw secara sadar menciptakan
interaksi yang saling asah, asih, dan asuh sehingga tercipta
masyarakat belajar. Siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi
juga dari sesama siswa. Selain itu juga meletakkan tanggung
jawab individu sekaligus tanggungjawab kelompok, sehingga
dalam diri siswa tumbuh dan berkembang sikap dan perilaku
yang saling ketergantungan. Sedangkan pada pembelajaran
ceramah bervariasi masih ada kecenderungan sistem
pembelajarannya berpusat pada guru, menempatkan posisi siswa
sebagai objek pembelajaran.
b. Uji Hipotesisis Kedua
HOB : Tidak ada pengaruh positif motivasi belajar terhadap
prestasi belajar Geografi
H1B : Ada pengaruh positif motivasi belajar terhadap prestasi
belajar Geografi
Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji Fobs=
5,6894 sedangkan F0,05:1;66 =3,98, sehingga Fobs>Ftab, dengan
demikian HoB ditolak dan H1B diterima. Berarti hipotesis yang
berbunyi: Ada pengaruh positif motivasi belajar terhadap prestasi
belajar Geografi terbukti signifikan.
Ada perbedaan yang signifikan antara siswa yang memiliki
motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi rendah jika
ditinjau dari prestasi belajarnya. Siswa yang memiliki motivasi
rendah memiliki kecenderungan prestasinya rendah, dan siswa
yang memiliki motivasi tinggi memiliki kecenderungan prestasinya
tinggi. Motivasi merupakan suatu unsur paling penting dari
pengajaran efektif atau pengajaran yang berhasil. Seseorang akan
berhasil dalam belajar kalau pada dirinya ada keinginan untuk
belajar.
c. Uji Hipotesis Ketiga
HOAB : Tidak ada pengaruh positif pada interaksi pembelajaran
yang menggunakan model kooperatif metode jigsaw dan
motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi
H1AB : Ada pengaruh positif pada interaksi pembelajaran yang
menggunakan model kooperatif metode jigsaw dan
motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi
Dari hasil perhitungan diperoleh harga statistik uji FOBS=
0,0742 sedangkan F0,05:1;66 = 3,98, sehingga Fobs< Ftab, dengan
demikian H0AB diterima dan H1AB ditolak. Berarti hipotesis yang
berbunyi : Ada pengaruh positif pada interaksi pembelajaran yang
menggunakan model kooperatif metode jigsaw dan motivasi belajar
terhadap prestasi belajar Geografi tidak terbukti. Penggunaan model
pembelajaran kooperatif jigsaw terbukti meningkatkan prestasi
belajar siswa, demikian juga semakin tinggi motivasi siswa, prestasi
belajarnya juga semaki tinggi. Namun ketika kedua variabel tersebut
digabungkan secara bersama-sama tidak berpengaruh secara positif
terhadap prestasi belajar. Ada kemungkinan siswa yang bermotivasi
rendah tidak banyak terpengaruh dengan model pembelajaran yang
digunakan meskipun ada kecenderungan semakin tinggi motivasi,
prestasi belajat semakin tinggi. Artinya dengan metode pembelajaran
apapun, siswa dalam penelitian ini tidak termotivasi untuk
meningkatkan prestasi belajar. Sedangkan siswa dengan motivasi
tinggi dengan sendirinya ada kecenderungan prestasinya lebih tinggi
jika dibandingkan siswa dengan motivasi rendah.
2. Uji Lanjut Anava
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang perbedaan pengaruh
antar rerata pada anava, maka dilakukan uji komparasi ganda antar
rerata dengan metode Scheffe, yang rangkuman analisisnya sebagai
berikut:
Tabe1 18. Rangkuman Komparasi Rerata Pasca Anava Komperen
si Xi-Xj 1/ni +1/nj RKG F Kriti
k Kesimpul
an
A1 vs A2 1036.58
24 0.057
2 81.281
9 222.99
41 3.98 Ditolak
B1 vs B2 107.536
9 0.057
6 81.281
9 22.982
6 3.98 Ditolak
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1) Komparasi antar baris
Dari hasil uji lanjut diperoleh FA12 = 222.9941 > F0,05;1;66 =
3,98, berarti terdapat beda rerata metode mengajar yang
signifikan antara penggunaan model kooperatif metode jigsaw
dan metode ceramah bervariasi. Rerata kemampuan pengajaran
dengan model kooperatif metode jigsaw A1= 79,611 dan
pengajaran dengan metode ceramah bervariasi A2= 66,324.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran model
kooperatif metode jigsaw mempunyai pengaruh yang lebih baik
terhadap prestasi belajar geografi dibandingkan siswa yang
mendapat pengajaran dengan metode ceramah bervariasi.
2) Komparasi rerata antar kolom
Dari hasil uji lanjut diperoleh FBI2 = 22.9826 > F0,05;1;66 =
3,98, berarti terdapat beda rerata hasil belajar geografi siswa
yang signifikan antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dan
rendah. Rerata motivasi siswa tinggi B1= 82,000 dan motivasi
rendah B2 = 77,222. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
motivasi yang tinggi mempunyai pengaruh yang lebih baik
terhadap hasil belajar geografi dibandingkan siswa dengan
motivasi rendah. Hasil perhitungan uji lanjut pasca analisis
variasi dua jalan dapat dilihat pada lampiran 32.
F. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembelajaran kooperatif mengupayakan siswa untuk mampu mengajarkan
kepada siswa lain. Mengajar teman sebaya dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan, ia
menjadi nara sumber bagi teman yang lain. Pembelajaran kooperatif metode jigsaw
dapat mendorong siswa untuk belajar, bekerjasama dan bertanggungjawab secara
sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam kelompok kecil
tersebut, siswa dapat saling berbagi mengenai kelebihan masing-masing, sehingga
saling mengembangkan kemampuan dan hubungan interpersonalnya. Selain itu
siswa juga dapat belajar bagaimana mengelola konflik yang biasa timbul dalam
kelompok. Rasa saling ketergantungan ini muncul karena adanya perbedaan yang
dimiliki oleh manusia.
Jika dikomparasikan dengan beberapa penelitian yang relevan menunjukkan
ada kesamaan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok eksperimen
dengan perlakuan pembelajaran model kooperatif jigsaw dengan pembelajaran
ceramah bervariasi. Selain itu belajar melalui mengajari orang lain dan diskusi
sebagaimana yang dituntut dalam pembelajaran dengan jigsaw mendorong
pemahaman mereka tentang topik yang sedang dibahas dan mereka mengaku bahwa
mereka dapat mengingat topik itu dengan lebih baik. Dalam penelitian ini, metode
jigsaw membuktikan bahwa belajar bisa menjadi sangat menyenangkan, edukatif,
dan sangat kaya akan pengetahuan dan pengalaman.
Pada awal pelaksanaan penerapan pembelajaran model kooperatif metode
jigsaw mengalami beberapa masalah antara lain: 1) prinsip utama pola pembelajaran
ini adalah ‘peer teaching’, pembelajaran teman sendiri, ini menjadi kendala karena
perbedaan persepsi untuk memahami suatu konsep yang akan didiskusikan dengan
teman yang lainnya dalam kelompok. Sehingga dalam hal ini pengawasan guru
menjadi sangat diperlukan agar tidak terjadi salah persepsi, 2) siswa kurang percaya
diri pada awal diskusi. Rasa kurang percaya diri terjadi pada pelaksanan diskusi
pertemuan awal, karena belum terkondisi. Selanjutnya pada pertemuan berikutnya,
masalah-masalah sudah mulai dapat diatasi, siswa mulai terkondisi sehingga diskusi
kelompok bisa berlangsung dengan baik.
Pengamatan pembelajaran model kooperatif jigsaw dilakukan dengan
memberikan skor 1 sampai 4 pada lima aspek yang diamati yaitu: kerjasama dalam
kelompok, peran dalam kelompok, aktivitas bertanya, sikap dalam mengikuti
diskusi, dan menjawab atau membahas permasalahan. Daftar skor pengamatan
pembelajaran kooeparti jigsaw dapat dilihat pada lampiran 34.
Tabel 19. Rata-rata Skor Pengamatan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw No
Aspek Pengamatan*
Pertemuan 1
Pertemuan 2
Pertemuan 3
Pertemuan 4
Pertemuan 5
Skor rata-rata
% Skor rata-rata
% Skor rata-rata
% Skor rata-rata
% Skor rata-rata
%
1 Kerjasama dalam kelompok 2.7 67 2.8 71 3.3 82 3.6 90 3.9 97
2 Peran dalam kelompok 2.4 60 2.7 67 2.9 72 3.4 84 3.5 88
3 Aktivitas bertanya 2.2 54 2.5 62 2.8 70 2.9 74 3.1 78
4 Sikap dalam mengikuti diskusi 2.9 72 3.1 76 3.1 78 3.3 81 3.6 91
5 Menjawab/mem-bahas permasalahan 2.4 61 2.6 66 2.9 72 3.0 76 3.4 86
*Keterangan : Skor maksimal 4
Gambar 11. Diagram Garis Peningkatan Proses Pembelajaran
Kooperatif Jigsaw
Pada pertemuan pertama pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar dengan metode kooperatif jigsaw belum berjalan seperti
yang diharapkan. Kegiatan diskusi masih cenderung terpusat pada
tim ahli yang menyampaikan materi yang menjadi bagiannya. Dari
hasil pengamatan dijumpai ada siswa yang kurang memperhatikan
penyampaian materi, seperti membuka-buka buku, berbisik-bisik
pada temannya, rasa kurang percaya diri karena ada pengamat dan
petugas dokumentasi, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh peserta diskusi masih sebatas materi yang
disampaikan oleh pembawa materi. Hal ini dapat dilihat dari
perolehan skor aktivitas bertanya sebesar 2,2 atau sekitar 54
persen. Secara umum, sikap mengikuti diskusi sudah cukup baik
dengan skor 2,9 atau 72 persen. Pada akhir pertemuan peneliti
0,00,51,01,52,02,53,03,54,04,5
I II III IV V
Skor
Rat
a-ra
ta
Pertemuan
Aktivitas bertanya
Peran dalam kelompok
Aktivitas bertanya
Sikap dalam mengikuti diskusi
Menjawab/membahas permasalahan
membahas pelaksanaan diskusi, mengenai hambatan-hambatan
belajar dengan menggunakan metode kooperatif jigsaw. Dari sisi
aktivitas siswa selama belajar dengan metode kooperatif jigsaw pada
pertemuan pertama, tampak masih ada rasa kurang percaya diri
dalam menyampaikan materi, peserta masih merasa kesulitan utuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang akan dibahas dalam
diskusi. Peneliti menyampaikan kembali tentang tata cara
pembelajaran dengan metode kooperatif jigsaw, yaitu
mengembangkan perilaku sosial dan motivasi belajar yang pada
akhirnya diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar. Siswa
diharapkan dapat mempersiapkan diri secara lebih baik pada
pertemuan berikutnya.
Berdasarkan hasil pertemuan pertama, dilakukan perbaikan
pada pertemuan kedua. Siswa diharapkan dapat mempersiapkan
materi yang akan disampaikan pada pertemuan kedua. Sikap dalam
mengikuti diskusi dan kerjasama dalam kelompok mulai semakin
terlihat cukup baik. Sikap dalam mengikuti diskusi memperoleh
skor tertinggi 3,1 atau 76 persen dan kerjasama kelompok
memperoleh skor 2,8 atau 71 persen. Namun dari kelima aspek yang
diamati, aktivitas bertanya masih memiliki skor terendah yaitu 2,5
atau 62 persen. Pada akhir pertemuan peneliti membahas
pelaksanaan diskusi, untuk mengurangi hambatan-hambatan dalam
pertemuan kedua. Masih ada hambatan terutama aktivitas bertanya
dari peserta untuk dibahas dalam diskusi. Peneliti memberikan
motivasi agar dalam diskusi muncul banyak pertanyaan yang akan
menjadi materi dalam diskusi.
Pada pertemuan ketiga secara umum pelaksanaan diskusi
dengan metode kooperatif jigsaw sudah berjalan dengan lancar.
Suasana kelas nampak ramai tetapi dalam rangka pembelajaran.
Kerjasama dalam kelompok sudah terjadi, peran setiap peserta
diskusi, sikap dalam mengikuti diskusi nampak serius, aktivitas
bertanya ada peningkatan, serta kegiatan tanya jawab dalam
kelompok diskusi terjadi dengan baik. Pada akhir pertemuan
disampaikan permasalahan yang muncul yaitu suasana yang gaduh
sedikit banyak akan mengganggu kelompok lain dalam melakukan
diskusi, sehingga diharapkan pada pertemuan berikutnya suasanya
bisa lebih nyaman.
Pada pertemuan keempat dan kelima, pelaksanaan diskusi
semakin menunjukkan perbaikan dibandingkan pertemuan
sebelumnya. Meskipun suasana kelas agak gaduh, namun dalam
suasana pembelajaran. Kerjasama dalam kelompok dan sikap
mengikuti diskusi dengan metode kooperatif jigsaw semakin baik.
Setelah kegiatan pada diskusi dengan metode kooperatif
jigsaw selesai kemudian dilakukan penilaian dengan menggunakan
instrumen yang sudah disusun dan dipersiapkan sebelumnya. Data
yang diperoleh kemudian diolah dengan statistik dan dilakukan
analisis. Dari hasil pengujian hipotesis diketahui bahwa: ada
pengaruh positif pendekatan pembelajaran menggunakan model
kooperatif metode jigsaw terhadap prestasi belajar Geografi, ada
pengaruh positif motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi,
dan tidak ada pengaruh positif pada interaksi pembelajaran
menggunakan model kooperatif metode jigsaw dan motivasi belajar
secara bersama-sama terhadap prestasi belajar Geografi.
Berdasarkan data prestasi belajar, jumlah siswa yang memiliki hasil belajar
tinggi dan motivasi tinggi berjumlah 2 siswa. Untuk mendapatkan data kualitatif
dilakukan wawancara dengan 3 siswa yang memiliki nilai tertinggi dengan motivasi
yang tinggi yaitu Choirul Fuadi, Nur Tri Rahayu, dan Rizky Rahayu. Siswa yang
hasilnya menyimpang, Didik Indrawan memiliki motivasi tinggi namun prestasi
belajarnya rendah. Sebaliknya Listyaningsih, motivasinya rendah namun prestasi
belajarnya tinggi. Sedangkan Eka Puji Lestari dan Yuliani Sri Mulyani motivasinya
rendah, prestasi belajarnya juga rendah.
Menurut Choirul Fuadi pembelajaran dengan pendekatan model kooperatif
jigsaw sangat menarik, karena menuntut keaktifan siswa. Siswa tidak hanya sekedar
berdiskusi, namun memiliki tanggung jawab yang penuh baik secara individu
maupun kelompok. Secara individu harus mampu menguasai materi yang menjadi
bagiannya kemudian menjelaskan kepada teman anggota kelompoknya, sedangkan
secara kelompok harus berusaha saling membantu dan saling melengkapi.
Menurutnya pembelajaran kooperatif jigsaw memudahkan dalam memahami materi
dan belajar saling berkomunikasi. Kelemahannya menurutnya ada siswa yang
kurang menguasai materi yang menjadi bagiannya sehingga kurang bisa
menjelaskan kepada teman dalam kelompoknya dan kadang-kadang ramai sendiri.
Harapannya semoga ada model-model pembelajaran yang baru yang dapat
diterapkan di kelas untuk mengurangi kejenuhan.
Nur Tri Rahayu mengatakan bahwa pembelajaran dengan model kooperatif
jigsaw sangat menarik karena mendorong siswa untuk berperan aktif. Siswa
diberikan materi dan diharapkan dapat menguasai materi dan mengajarkannya
kepada teman dalam kelompoknya. Dengan demikian siswa termotivasi untuk
belajar. Salain itu penggunaan variasi model pembelajaran membuat proses belajar
mengajar tidak jenuh. Meskipun awalnya mengalami kendala karena siswa belum
terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif jigsaw, tetapi yakin bahwa
penggunaan model pembelajaran kooperatif jigsaw dapat meningkatkan pemahaman
materi. Pembelajaran dengan model kooperatif jigsaw berbeda dengan metode
diskusi, karena dalam metode diskusi ada kecenderungan siswa yang pandai akan
menguasai jalannya diskusi, namun pada model kooperatif jigsaw semua anggota
berperan sesuai dengan materi yang harus dikuasainya.
Sementara itu Didik Indrawan memiliki motivasi tinggi, tetapi prestasi
belajarnya rendah. Responden ini yakin bahwa pembelajaran model kooperatif
jigsaw sangat menarik dan mampu meningkatkan prestasi belajar. Namun jika
kontrol dari guru kurang maka yang terjadi adalah “ngobrol bersama”. Kesulitan
yang dialaminya adalah kurang mampu menguasai materi pelajaran yang dijadikan
sebagai eksperimen penelitian ini. Didik Indrawan adalah ketua OSIS di SMA
Negeri 1 Cepogo, selain itu dalam beberapa evaluasi memang ada kecenderungan
nilainya tidak termasuk kelompok dengan nilai tinggi. Namun motivasi belajarnya
cukup tinggi, dan berusaha untuk mengembangkan kemampuannya.
Listyaningsih memiliki nilai yang tinggi namun motivasinya rendah.
Menurutnya mata pelajaran Geografi bukan merupakan mata pelajaran favorit,
namun dia tidak ingin nilainya rendah. Untuk itu dia belajar agar tidak mendapatkan
nilai yang rendah. Penggunaan model-model pembelajaran cukup menarik untuk
mengurangi kebosanan dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan Eko Puji Lestari dan Yuliani Sri Mulyani motivasinya rendah,
demikian juga prestasi belajarnya. Menurut pendapatnya sebenarnya pembelajaran
dengan model kooperatif jigsaw sangat menarik, tetapi karena pelajaran geografi
terlalu luas sehingga mengalami kesullitan dalam belajar. Selain motivasinya
rendah, ada kecenderungan siswa ini kurang menguasai teknik-teknik belajar
memahami materi geografi. Hal ini menjadi tantangan bagi peneliti untuk dapat
membuat suasana pembelajaran yang menarik, serta mengajarkan teknik-teknik
penguasaan materi pelajaran.
Kendala yang dihadapi dalam pembelajaran menggunakan model kooperatif
jigsaw adalah siswa belum terkondisi dengan model pembelajaran ini. Awalnya ada
kecanggungan siswa dalam memyampaikan materi yang menjadi tugasnya untuk
disampaikan kepada anggota kelompoknya. Namun dengan beberapa masukan dan
evaluasi dari peneliti, pada pertemuan berikutnya kendala itu dapat diminimalisir.
Selain itu ketersediaan buku pegangan siswa sangat terbatas, sehingga wawasan
siswa untuk mengembangkan materi juga berkurang.
Penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif jigsaw atau model-model
yang lainnya perlu diterapkan oleh guru. Selain itu, motivasi siswa juga harus
diupayakan peningkatannya. Motivasi siswa dapat muncul karena faktor dari dalam
dan faktor dari luar siswa. Faktor dari dalam karena adanya ketertarikan dan
keingintahuan siswa lebih jauh terhadap materi pelajaran akan mendorong siswa
untuk belajar sehingga hasil belajar yang dicapai dapat meningkat. Sedangkan faktor
dari luar karena adanya rangsangan yang berasal dari luar diri siswa, misalnya
penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi yang sesuai dan menarik, hal
ini akan dapat memotivasi siswa. Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi
maka hasil belajar yang dicapai akan cenderung tinggi. Demikian pula sebaliknya
siswa yang mempunyai motivasi rendah cenderung hasil belajarnya juga rendah.
Motivasi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan seseorang.
Ada keterkaitan antara pendekatan pembelajaran kooperatif metode jigsaw dan
motivasi yang ada pada diri siswa sebagai penunjang tingginya prestasi belajar
siswa.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Ada pengaruh positif pendekatan pembelajaran menggunakan model kooperatif
metode jigsaw terhadap prestasi belajar Geografi. Pembelajaran dengan
menggunakan metode kooperatif jigsaw lebih baik daripada pembelajaran
dengan menggunakan metode ceramah bervariasi jika dilihat dari prestasi
belajarnya, khususnya pada materi menganalisis fenomena biosfer.
2. Ada pengaruh positif motivasi belajar terhadap prestasi belajar Geografi. Ada
perbedaan yang signifikan antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan
siswa yang memiliki motivasi rendah. Siswa yang memiliki motivasi rendah
memiliki kecenderungan prestasinya rendah, dan siswa yang memiliki motivasi
tinggi memiliki kecenderungan prestasinya tinggi.
3. Tidak ada pengaruh positif pada interaksi pembelajaran yang menggunakan
model kooperatif metode jigsaw dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar
Geografi.
B. Implikasi Hasil Penelitian
Berdasarkan kesimpulan di atas, implikasi yang dapat
disampaikan penulis dalam upaya peningkatan hasil belajar geografi
antara lain:
1. Penggunaan pendekatan kooperatif secara umum dan metode jigsaw khususnya
perlu dikembangkan secara optimal dalam pembelajaran Geografi. Hal tersebut
diperlukan karena dari hasil uji analisis yang telah dilaksanakan siswa yang
mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan model kooperatif metode jigsaw
cenderung mempunyai prestasi belajar yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan model pembelajaran ceramah bervariasi khusunya pada materi
menganalisis fenomena biosfer.
2. Peningkatan motivasi belajar sangat diperlukan dalam rangka peningkatan hasil
belajar Geografi. Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi cenderung
mempunyai hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang
mempunyai motivasi belajar rendah. Proses pembelajaran Geografi dengan
model kooperatif jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga
siswa tidak merasa jenuh, khususnya bagi siswa yang mempunyai motivasi
belajar rendah.
3. Pembelajaran dengan pendekatan kooperatif metode jigsaw dan peningkatan
motivasi belajar sangat diperlukan dalam rangka peningkatan hasil belajar
Geografi. Meskipun hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh yang
signifikan dari interaksi antara penggunaan pembelajaran kooperatif metode
jigsaw dengan motivasi belajar secara bersama-sama terhadap, prestasi belajar,
namun secara sendiri-sendiri kedua variable tersebut dapat meningkatkan
prestasi belajar.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan kesimpulan
tersebut dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi para guru atau pendidik :
a. Mempelajari, menerapkan, dan mengembangkan berbagai model
pembelajaran yang tepat dan menarik sesuai dengan materi pelajaran, untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran dalam upaya peningkatan prestasi
belajar siswa
b. Menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw khusunya pada materi
menganalisis fenomena biosfer
c. Memperhatikan aspek motivasi siswa dalam pembelajaran khususnya
pelajaran geografi
2. Bagi peneliti atau calon peneliti
a. Diharapkan dapat mengembangkan hasil penelitian ini atau yang
sejenisnya, sehingga hasil penelitian dapat dimanfaatkan di dunia
pendidikan secara luas
b. Untuk peneliti berikutnya diharapkan menjadi acuan untuk dapat
melengkapi dan menyempurnakan segala kekurangan dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Wiwik. 2005. Peningkatan Kemampuan Membaca Interpretatif dengan Teknik Jigsaw pada Siswa Kelas 3 SMP. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Vol 12 No. 2 Tahun 2005. www.journal.um.ac.id, diakses tanggal 6 September 2009.
Arends, Richard. 1990. Collaborative Learning A Development. London : The Falmer Press.
Arifin, Zaenal. 1990. Evaluasi Instruksional, Prinsip-Teknik-Prosedur Bandung : Remaja Rosda Karya.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
As’ad, Mohammad. 1991. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian. Sukakarta: UNS Press.
Budiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Burton, Wh. 2000. The Guidance of Learning Activities. Alih Bahasa Alwiyah A. Bandung : Kaifa
Chabibah, Umi. 2006. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw untuk Meningkatkan Prestsi Belajar di SMP KPS Balikpapan. Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 1 Nomor 2, Maret 2006. www.jurnaljpi.wordpress.com/, diakses tanggal 6 September 2009.
Cohen, Elizabeth. 1994. Designing Groupwork : Strategies for The Heteregeneus Classrom 2nd Ed. New York : Teachers College Press.
Depdiknas, 2003. Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Sinar Grafika
Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya : Usaha Nasional
Gagne, Robert M. 1976. The Contitioning of Learning. Florida: Harper Clin Publisser.
Gagne, Robert. 2004. Essential of Learning for Instruction. New York. Alih Bahasa Agus Gerrad Senduk, Malang : Universitas Negeri Malang.
Gino, H.J., dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran 1. Surakarta: UNS Press.
Gomleksiz, MN. 2007. The Effects of The Cooperative Jigsaw II Method and Traditional Teacher-centred Teaching Method on Improving Vocabulary Knowledge and Active-Passive Voice in English as a Foreign Language. European Journal of Engineering Education, Volume 32. www.informaworld.com/, diakses tanggal 6 September 2009.
Hamalik, Oemar. 1989. Psikologi Belajar dan Mengajar.Bandung: Sinar Algesindo.
Kartawidjaja, Omi. 1988. Metode Mengajar Geografi. Jakarta: Depdikbud.
Lie, Anita. 2005. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo
Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar di Sekolah. Jogjakarta: Kanisius. Nana Sudjana 1995 Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Murat N. Ab. 2008. Learning Through Teaching And Sharing In The Jigsaw Classroom. Annals of Dentistry. http:// www.myais.fsktm.um.edu., diakses tanggal 6 September 2009.
Nana Sudjana. 1995 Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurhadi, S. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang : universitas Negeri Malang.
Pitriana, Pipit, dan Rahmatia, Diah. 2008. Bio Ekspo : Menjelajah Alam Dengan Biologi. Solo : PT Wangsa Jatra Lestari.
Sardiman, A.M, 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa.
Sharan, Shlomo. 2009. Handbook of Cooperative Learning. Diterjemahkan oleh Sigit Prawoto. Yogyakarta : Imperium
Simoen, Soenarso. 2001. Sistem Akuifer di Lereng GunungApi Merapi Bagian Timur dan Tenggara. Artikel. Yogyakarta : MGI Fakultas Geografi UGM
Slameto. 1995. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo Offset.
Slavin E. Robert. 2009. Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik. Diterjemahkan oleh Nurulita Yusron. Bandung : Penerbit Nusa Media.
Soehartono, Irawan. 2004. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Soekamto, Toeti. 1993. Perancangan dan Pengembangan Sistem Instruksional. Jakarta : Intermedia.
Sugiyanto. 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta : Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13
Sumiati dan Asra. 2008. Metode Pembelajaran. Bandung : CV Wacana Prima.
Suparno, Paul. 1994. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan .Yogyakarta : Kanisius.
Suroso, dkk. 2003. Ensiklopedi Sains dan Kehidupan. Jakarta : CV Tarity Samudra Berlian.
Susilana, Rudi dan Riyana, Cepi. 2008. Media Pembelajaran. Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian. Bandung : CV Wacana Prima.
Udin, S. Winataputra. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta : PAU-PPAI Universitas Terbuka.
Wardiyatmoko, K. 2006. Geografi untuk SMA Kelas XI. Jakarta : Erlangga
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.
Wuryani, Esti. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Dirjend Dikti P2LPTK.
www.informaworld.com/, diakses tanggal 6 September 2009.
www.jigsaw.org , diakses tanggal 8 Juli 2009.
www.journal.um.ac.id/, diakses tanggal 6 September 2009.
www.jurnaljpi.wordpress.com/, diakses tanggal 6 Septembar 2009.
www.myais.fsktm.um.edu, diakses tanggal 6 September 2009.
www.tiaturahma.student.fkip.uns.ac.id, diakses tanggal 12 Maret 2010.
Yamin, Martinis. 2004. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press.
Young, William, dkk. 1997. An Application of 'Jigsaw Learning' to Teaching Infrastructure Model Development. European Journal of Engineering Education, Volume 22. www.informaworld.com/, diakses tanggal 6 September 2009.
Zuhri, M Hadi. 2008. Hubungan antara Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw dan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar Geografi Siswa SMA N 2 Selong Lombok Timur. Jurnal Ilmu Pendidikan Vol. 5 No.1 Tahun 2008. www.journal.um.ac.id/, diakses tanggal 6 September 2009.
Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara