pengaruh pelayanan konseling terhadap...
TRANSCRIPT
PENGARUH PELAYANAN KONSELING TERHADAP PENYELESAIAN KONFLIK PERNIKAHAN DI BADAN
PENASIHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) KOTA JAKARTA SELATAN
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Disusun Oleh:
Umu Maulidah
NIM: 1113052000043
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H /2019 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana 1
(S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini, saya
telah cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil
karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang
lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Maret 2019
Umu Maulidah
PENGARUH PELAYANAN KONSELING TERHADAP PENYELESAIAN KONFLIK PERNIKAHAN DI BADAN
PENASIHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) KOTA JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Disusun Oleh:
Umu Maulidah
NIM: 1113052000043
Dibawah Bimbingan
Prof. Dr. H. Daud Effendi, AM
NIP: 19490504 197703 1 001
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2019 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PENGARUH PELAYANAN KONSELING TERHADAP PENYELESAIAN KONFLIK PERNIKAHAN DI BADAN PENASIHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) KOTA JAKARTA SELATAN) oleh Umu Maulidah telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada 21 Maret 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Jakarta, 21 Maret 2019
Sidang Munaqasyah
Ketua Sekretaris
Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si Noor Bekti Negoro, SE, M.Si NIP: 19690607 199503 2 003 NIP: 19650301 199903 1 001
Anggota Penguji I Penguji II
Dr. M. Taufik Hidayatullah, M.Si Nasichah, MA NIP: 19760626 200901 1 011 NIP: 19671126 199603 2 00 1
Pembimbing
Prof. Dr. H. Daud Effendi, AM NIP: 19490504 197703 1 001
i
ABSTRAK
Umu Maulidah, NIM: 1113052000043 Pengaruh Pelayanan Konseling Terhadap Penyelesaian Konflik Pernikahan di Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kota Jakarta Selatan, di bawah bimbingan Prof. Dr. H. Daud Effendi, AM
Perceraian di Indonesia pada tahun 2015-2017 mengalami peningkatan. Tingginya angka perceraian tidak lepas dari faktor konflik yang terjadi dirumah tangga. Jika seseorang tidak dapat menyelesaikan masalahnya seorang diri, maka dia membutuhkan orang lain untuk membantunya. BP4 adalah sebuah lembaga yang membantu menangani konflik suami istri melalui konseling. Konseling akan efektif apabila dilakukan dengan cara yang tepat, sehingga bisa menjadi pendorong suami isteri untuk berdamai.
Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan (afektif) dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor menggunakan pengetahuan (kognitif) dan keterampilannya untuk membantu klien mengatasi masalah-masalah. Sedangkan Penyelesaian Konflik Pernikahan adalah kumpulan respon atau sejumlah tingkah laku yang digunakan oleh individu ketika menghadapi konflik dengan pasangannya. Metodologi penelitian ini adalah metodologi kuantitatif dengan rumusan masalah assosiatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampel jenuh dengan 30 responden. Analisis data menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik dan analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian pada uji t menunjukkan bahwa kedua pelayanan konseling aspek kognitif dan afektif berpengaruh signifikan terhadap penyelesaian konflik pernikahan. Aspek kognitif mempunyai nilai t sebesar 0,137 dan aspek afektif mempunyai nilai t sebesar 0,361. Sedangkan hasil uji F menunjukkan pelayanan konseling aspek kognitif dan afektif secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penyelesaian konflik pernikahan sebesar 44,2 % dan sisanya 55,8 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh penelitian ini. Kata Kunci: Pelayanan Konseling, Penyelesaian Konflik Pernikahan, Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4)
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah
SWT., Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tanpa
limpahan karunia-Nya tidak mungkin penulis bisa menempuh
pendidikan sampai Strata 1 (S1). Shalawat serta salam penulis
curah limpahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, kepada
para keluarganya, sahabatnya, serta pengikut beliau sampai akhir
zaman dan tak lupa kepada kita selaku umatnya.
Dengan selesainya skripsi ini, merupakan suatu
kebanggaan yang tak terhingga bagi penulis meskipun dalam
penyelesaiannya mendapatkan rintangan, baik dari diri sendiri
maupun dari luar, namun berkat kasih sayang-Nya, rintangan
tersebut dapat diatasi dengan kesabaran. Dan juga tak lupa
adanya bantuan dari berbagai pihak, baik moril atau materil yang
tak bisa penulis sebutkan satu persatu. Pada kesempatan ini,
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-
dalamnya terkhusus kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed, Ph,D selaku Wakil
Dekan Bidang Akademik, Dr. Roudhonah, M.Ag selaku
Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Dr. Suhaimi, M.Si
selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si dan Noor Bekti Negoro, M.Si
selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Bimbingan dan
iv
Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Prof. Dr. H. Daud Effendi, AM selaku Dosen Pembimbing
yang senantiasa meluagkan tenaga, waktu serta pikiran untuk
memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam
menyusun skripsi sehingga akhirnya dapat terselesaikaknnya
skripsi ini.
4. Dra. Hj. Matanah, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik
Kelas B Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam angkatan
2013.
5. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan
khususnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang
membuat wawasan penulis terbuka lagi.
6. Kedua orang tua serta kakek nenekku tercinta, Ayahanda
Syamsudin, Ibunda Mayani, Kakek Abdul Kosim dan Nenek
Hj. Manisah, semua ida lakukan untuk ayah, mamah, baba
dan nyanya. Serta adikku Zahira Sofa dan seluruh keluarga
om, encing juga sepupu-sepupu tersayang yang tiada henti
selalu memberikan motivasi serta doa dalam menyelesaikan
skripsi ini. Penulis ucapkan terimakasih yang sedalam-
dalamnya.
7. Konselor BP4 Kota Jakarta Selatan, ibu Emma, Ibu Nina, Pak
Mul, Pak Yusuf yang memberikan informasi yang penulis
butuhkan, para klien yang sudah meluangkan waktunya.
Terima kasih telah memberikan izin melakukan penelitian
dan memberikan data-data terkait dengan penulisan skripsi
ini.
v
8. Sahabat-sahabat yang selalu mengisi hari-hari penulis
diantaranya Labibah Marwa dan Ragil Eka Putri. Terima
kasih telah memberikan motivasi, semangat dan memberikan
nasehat. Teman-teman seperjuanganku di kelas yang telah
memberikan dorongan, motivasi serta semangat yaitu ciwi-
ciwi kelasan B Diyah, Kiki, Zia, Robiatul, Bilqis, Rakhmah,
Imez, Hani, Konita, Isna, Suci, Azmi, Ayu, Sri, Eneng, Rusny
dan teman-teman seperjuangan BPI angkatan 2013 yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan
penelitian dan penulisan.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan
balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan
skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang
Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Jakarta, 21 Maret 2019
Penulis,
Umu Maulidah
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………… xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................. 1
B. Batasan dan Perumusan Masalah .................... 8
C. Tujuan Penelitian ............................................. 10
D. Manfaat Penelitian ........................................... 10
E. Tinjauan Pustaka.............................................. 11
F. Sistematika Penulisan ...................................... 18
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Pelayanan Konseling ......................................... 21
1. Pengertian Pelayanan Konseling ................. 21
2. Aspek-aspek Konseling ............................... 23
3. Tujuan Konseling ........................................ 29
4. Metode Konseling ....................................... 31
5. Asas-asas Konseling.................................... 36
6. Tahapan Konseling...................................... 42
B. Penyelesaian Konflik Pernikahan di Rumah
Tangga ............................................................... 46
1. Pengertian Konflik Pernikahan ................... 46
2. Pengertian Penyelesaian Konflik pernikahan 48
3. Faktor Konflik ............................................. 48
viii
4. Dampak Konflik Pernikahan ...................... 55
C. Kerangka Pemikiran ......................................... 59
D. Hipotesis Penelitian .......................................... 61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ....................... 63
B. Populasi dan Sampel ......................................... 64
C. Ruang Lingkup Penelitian ................................ 65
D. Sumber Data ..................................................... 66
E. Instrumen Penelitian ......................................... 67
1. Uji Validitas ................................................ 68
2. Uji Reliabilitas ............................................ 71
F. Teknik Pengumpulan Data ............................... 73
G. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian . 76
H. Teknik Pengolahan Data ................................... 79
1. Statistik Deskriptif ...................................... 79
2. Uji Asumsi Klasik ...................................... 79
a. Uji Normalitas ...................................... 80
b. Uji Multikolinieritas ............................. 80
c. Uji Autokorelasi ................................... 81
d. Uji Heteroskedastisitas ......................... 82
3. Uji Koefisien Korelasi ................................ 82
4. Uji Regresi Linear Berganda ...................... 84
a. Koefisien Determinasi (R2) .................. 85
b. Uji Signifikansi Parameter Individual
(Uji Statistik t) ...................................... 85
c. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik
F) ........................................................... 85
ix
BAB IV GAMBARAN UMUM BADAN
PENASIHATAN PEMBINAAN DAN
PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4)
A. Sejarah BP4 ..................................................... 87
B. Dasar Hukum Pembentukan BP4 .................... 91
C. Visi dan Misi BP4............................................ 92
D. Lokasi BP4 Kota Jakarta Selatan ..................... 92
E. Asas dan Tujuan BP4 ..................................... 93
F. Upaya dan Usaha BP4 .................................... 93
G. Tugas Pokok BP4 ............................................ 95
H. Alur Pelaksanaan Konseling ............................ 96
I. Struktur Organisasi BP4 Kota Jakarta Selatan 98
BAB V TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. UjiInstrumen .................................................... 99
1. Uji Validitas ............................................... 99
2. Uji Reliabilitas ........................................... 102
B. Hasil dan Analisis Data ................................... 103
1. Karakteristik Responden ............................ 104
2. Statistik Deskriptif ..................................... 106
3. Uji Asumsi Klasik ..................................... 108
a. Uji Normalitas ..................................... 109
b. Uji Multikolinieritas ............................ 111
c. Uji Autokorelasi .................................. 113
d. Uji Heteroskedastisitas ........................ 114
4. Uji Koefisien Korelasi ............................... 115
5. Uji Regresi Linear Berganda ..................... 118
e. Koefisien Determinasi (R2) ................. 121
x
f. Uji Signifikansi Parameter Individual
(Uji Statistik t) ..................................... 122
g. Uji Signifikansi Simultan (Uji
Statistik F) ........................................... 123
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................... 125
B. Saran................................................................ 126
DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 127
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Perkara Perceraian di Indonesia Tahun
2015-2017............................................................... 2
Tabel 3.1 Blue Print Skala Penyelesaian Konseling Aspek
Kognitif dan Aspek Afektif Sebelum Uji
Instrument............................................................... 69
Tabel 3.2 Blue Print Skala Penyelesaian Konseling Aspek
Kognitif dan Aspek Afektif Setelah Uji
Instrument............................................................... 70
Tabel 3.3 Blue Print Skala Penyelesaian Konflik
Pernikahan Sebelum Uji Instrument ...................... 70
Tabel 3.4 Blue Print Skala Penyelesaian Konflik
Pernikahan Setelah Uji Instrument ......................... 71
Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Skala Pelayanan Konseling
Aspek Kognitif (X1) ............................................... 71
Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Skala Pelayanan Konseling
Aspek Afektif (X2) ................................................. 72
Tabel 3.7 Hasil Uji Realibilitas Skala Penyelesaian Konflik
Pernikahan (Y) ....................................................... 72
Tabel 3.8 Skala Penilaian Likert ……………………………. 74
Tabel 3.9 Definisi Operasional dan Indikator Variabel
Penelitian ................................................................ 76
Tabel 3.10 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai R .................. 83
Tabel 5.1 Hasil Output Butir Pernyataan Uji Validitas
Pelayanan Konseling Aspek Kognitif .................... 99
xii
Tabel 5.2 Hasil Output Butir Pernyataan Uji Validitas
Pelayanan Konseling Aspek Afektif ...................... 100
Tabel 5.3 Hasil Output Butir Pernyataan Uji Validitas
Penyelesaian Konflik Pernikahan .......................... 101
Tabel 5.4 Hasil Output Uji Reliabilitas Pelayanan
Konseling Aspek Kognitif ..................................... 102
Tabel 5.5 Hasil Output Uji Reliabilitas Pelayanan
Konseling Aspek Afektif ....................................... 103
Tabel 5.6 Hasil Output Uji Reliabilitas Penyelesaian
Konflik Pernikahan ................................................ 103
Tabel 5.7 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ....... 104
Tabel 5.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama
Pernikahan ............................................................. 104
Tabel 5.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor
Konflik ................................................................... 105
Tabel 5.10 Analisis Deskriptif ................................................. 107
Tabel 5.11 Uji Normalitas ....................................................... 110
Tabel 5.12 Kesimpulan Uji Normalitas ................................... 110
Tabel 5.13 Uji Multikolinearitas .............................................. 112
Tabel 5.14 Uji Autokorelasi..................................................... 113
Tabel 5.15 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ................... 116
Tabel 5.16 Analisis Korelasi Antar Variabel ........................... 117
Tabel 5.17 Uji Regresi Linear Berganda ................................. 119
Tabel 5.18 Uji Koefisien Determinasi (R2) ............................. 121
Tabel5.19 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji
Statistik t) ............................................................... 122
Tebel 5.20 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ............ 123
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ............................................ 59
Gambar 4.1 Alur Pelaksanaan Konseling ................................ 96
Gambar 4.2 Struktur Organisasi .............................................. 98
Gambar 5.1 Grafik P-P Plot ..................................................... 111
Gambar 5.2 Grafik Scatterplot ................................................. 115
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Kuesioner Penelitian
Lampiran 2. Tabel Skor Jawaban Responden
Lampiran 3. Hasil Pengolahan Data
Lampiran 4. R Tabel
Lampiran 5. Tabel Auto Korelasi Tabel
Lampiran 6. F Tabel
Lampiran 7. Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, hal ini sesuai
dengan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.1
Pernikahan bukan saja untuk membangun rumah tangga,
lebih daripada itu pernikahan adalah ikatan suci yang terikat
dengan keimanan kepada Allah, dengan kata lain ada nilai
ibadah di dalamnya. Untuk itu pernikahan harus di pelihara
dan dijaga dengan baik agar tercipta rumah tangga yang
sakinah mawaddah wa rahmah sesuai dengan ketentuan
Islam.
Mengenai hasil penelitian tentang pernikahan, kualitas
pernikahan yang baik ditandai oleh komunikasi yang baik,
keintiman dan kedekatan, seksualitas, kejujuran, dan
kepercayaan yang kesemuanya itu menjadi sangat penting
untuk menjalin relasi pernikahan yang memuaskan.2
1 Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Kedeputian
Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Direktoral Bina Ketahanan Negara, Buku pegangan Bagi Petugas Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Tentang Kursus Pernikahan Untuk Calon Pengantin, (Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2014), h. 1-2.
2 Sawitri Supardi Sadarjoen, Konflik Marital Pemahaman Konseptual, Aktual Alternatif Solusinya, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h.5.
2
Dalam menjalani kehidupan rumah tangga, kebahagiaan
merupakan tujuan utama yang harus dicapai, namun pada
kenyataannya tidak mudah untuk menjalani semua itu, konflik
seringkali terjadi dalam kehidupan pernikahan, dan tidak jarang
seringkali menjadi pemicu terjadinya perceraian. Berdasarkan
laporan tahunan Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah
Agung, laju perceraian di Indonesia tiap tahunnya mengalami
peningkatan yang cukup memprihatinkan. Berikut data jumlah
kasus perceraian di Indonesia yang terjadi sejak periode tahun
2015-2017.3
Tabel 1.1
Jumlah Perkara Perceraian Di Indonesia Tahun 2015-
2017
Tahun
Diterima Jumlah
Perkara
Diterima
Diputus Jumlah
Perkara
Diputus
Cerai
Talak
Cerai
Gugat
Cerai
Talak
Cerai
Gugat
2015 113.068 281.178 394.246 99.981 253.862 353.843
2016 113.968 289.102 403.070 101.928 263.726 365.654
2017 113.987 301.861 415.848 100.745 273.771 374.516
Data-data pada tabel 1.1 menunjukkan dalam kurun waktu
tiga tahun terakhir (2015-2017) perkara perceraian di Pengadilan
Agama seluruh Indonesia mengalami peningkatan. Tahun 2015
jumlah perkara yang diterima tercatat sebanyak 394.246 perkara
dengan rincian (cerai talak sebanyak 113.068 perkara dan cerai
3 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, “Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (2015-2017)”,diakses pada 1 februari 2019 dari https://badilag.mahkamahagung.go.id/laptah/laptah/laptah
3
gugat sebanyak 281.178 perkara) dan jumlah perkara yang
diputus sebanyak 353.843 perkara dengan rincian (cerai talak
sebanyak 99.981 perkara dan cerai gugat sebanyak 253.862
perkara). Tahun 2016 jumlah perkara yang diterima tercatat
sebanyak 403.070 perkara dengan rincian (cerai talak sebanyak
113.968 perkara dan cerai gugat sebanyak 289.102 perkara) dan
jumlah perkara yang diputus sebanyak 365.654 perkara dengan
rincian (cerai talak sebanyak 101.928 perkara dan cerai gugat
sebanyak 263.726 perkara).
Tahun 2017 jumlah perkara yang diterima tercatat sebanyak
415.848 perkara dengan rincian (cerai talak sebanyak 113.987
perkara dan cerai gugat sebanyak 301.861 perkara) dan jumlah
perkara yang diputus sebanyak 374.516 perkara dengan rincian
(cerai talak sebanyak 100.745 perkara dan cerai gugat sebanyak
273.771 perkara). Sehingga, perkara perceraian yang diutus
dalam tiga tahun terakhir berada diangka 353.843 sampai
374.516 perkara. Tingginya angka perceraian di Indonesia tidak
lepas dari faktor konflik yang terjadi dirumah tangga. Konflik
jika dibiarkan tanpa penanganan yang baik maka akan menjadi
bibit perpecahan dalam keluarga lebih jauh lagi akan berujung
pada perceraian. Perselisihan dan konflik dalam pernikahan
merupakan suatu yang tidak dapat dihindari namun harus
dihadapi, karena dua orang yang tinggal dalam satu atap tidak
mungkin hidup tanpa konflik, kecuali bila salah satu pasangan
atau bahkan kedua pasangan memutuskan untuk mengalah
daripada berkonfrontasi. Namun demikian, walaupun salah satu
pasangan memutuskan untuk mengalah, tidak berarti tidak ada
4
konflik sama sekali, karena sekalipun kejengkelan tidak
diungkapkan secara konfrontatif, konflik akan tetap eksis dalam
hati yang paling dalam dan mendasari iklim relasi yang
diciptakan selanjutnya dengan pasangannya.4
Konflik umunya terjadi karena masing-masing pasangan
memilki kepribadian yang berbeda, sehingga untuk mencapai
keharmonisan dalam keluarga perlu adanya pendekatan, saling
pengertian satu dengan yang lainnya, seperti ketika suami
ataupun isteri ingin mengubah perilaku pada masing-masing
pihak sesuai dengan yang dianggap baik menurut mereka, untuk
mencapai kebahagiaan keluarga, termasuk didalamnya juga
pengubahan tentang sikap yang ada pada masing-masing pihak.5
Proses ini yang kadangkala menimbulkan ketegangan dan
perselisihan dalam berumah tangga.
Jika seseorang tidak dapat menyelesaikan masalahnya
seorang diri, maka orang tersebut membutuhkan orang lain untuk
membantunya. Seorang konselor adalah orang yang tepat untuk
membantu menyelesaikan permasalahan dalam pernikahan,
diperlukan nasehat keagamaan yang bisa memberikan kekuatan
batin dan ketahanan mental, ketenteraman hati dan harapan dalam
menghadapi berbagai permasalahan pernikahan yang dihadapi
pasangan suami istri, agar pasangan tersebut kembali menemukan
potensi-potensi yang ada dalam dirinya dan dapat menentukan
pilihan secara bijaksana untuk menyelesaikan permasalahannya
4 Sawitri Supardi Sadarjoen, Konflik Marital Pemahaman Konseptual,
Aktual Alternatif Solusinya, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h. 3. 5 Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling Perkawinan, (Yogyakarta:
Andi, 2004), h. 58.
5
sendiri dan ia dapat menentukkan jalan hidupnya sendiri secara
bertanggung jawab tanpa bergantung pada orang lain. Ajaran
Islam menganjurkan bahwa ketika terjadi perselisihan suami istri,
maka pertama-tama harus melibatkan pihak keluarga dari kedua
belah pihak sebagai mediator yang bertugas mendamaikan suami
istri melalui jalan yang terbaik, yang disepakati semua pihak.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat An Nissa : 35
Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara
keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki
dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang
hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah
memberi taufik kepada suami-isteri itu.Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha mengenal”.6
Berdasarkan ayat Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 35
menjelaskan bahwa sebelum menjatuhkan talak, terlebih dahulu
ditempuh cara damai semaksimal mungkin untuk menghindarkan
talak, dengan mendatangkan “hakam” (dari pihak keluarga suami
ataupun istri). BP4 Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta
Selatan melakukan konseling, BP4 dalam hal ini menjadi
mediator non hakim. Hal ini karena tidak ada hakim yang
menjadi penengah untuk kedua belah pihak.
6 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Jamanatul-Art, 2004), h. 84.
6
Konselor adalah seorang yang memiliki kemampuan untuk
melakukan konsultasi berdasarkan standar profesi. Kepribadian
konsleor dapat menentukan bentuk hubungan antara konselor dan
konseli, bentuk penanganan masalah, dan pemilihan alternatif
pemecahan masalah.7 Konselor akan membantu pasangan
mengungkapkan permasalahannya secara terbuka dengan
melakukan konseling antara konselor dan klien. Sehingga,
masing-masing pasangan bisa mengetahui permasalahan apa
yang sedang terjadi dalam kehidupan rumah tangganya, dan pada
akhirnya dapat membuat keputusan-keputusan yang terbaik bagi
kedua belah pihak.
Terdapat sebuah lembaga resmi milik pemerintah yang
dapat membantu pasangan suami isteri dalam membentuk
keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Lembaga ini
dikenal dengan sebutan BP4 (Badan Penasehat Pembinaan
Pelestarian Perkawinan). BP4 adalah sebuah lembaga yang
mendapatkan pengakuan dari pemerintah sebagai satu-satunya
badan penunjuang sebagai tugas departemen agama dalam bidang
penasihat perkawinan, perselisihan rumah tangga, dan perceraian
yang dibawah naungan Kantor Urusan Agama, dan satu-satunya
badan yang berusaha mengurangi tingkat perceraian dalam
rangka menunjang tugas Departemen Agama di Bidang
Bimbingan Masyarakat Islam.
7 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010), h. 259.
7
Tugas BP4 yaitu mengembangkan dan memasyarakatkan
makna perkawinan yang agung serta memberikan gambaran,
pendidikan dan pengetahuan kepada pasangan suami isteri
melalui penyuluhan tentang pernikahan dan konseling pernikahan
dalam membentuk rumah tangga yang harmonis, tenteram, penuh
cinta kasih sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan Sunnah
sebagai pedomannya melalui bimbingan pra nikah. Tidak hanya
itu, program BP4 lainnya adalah konseling perkawinan yang
bertujuan untuk mencari penyelesaian persoalan atas masalah-
masalah dalam perkawinan dan keluarga yang diadukan oleh
salah satu pihak dari pasangan suami isteri ke BP4, membantu
menyelesaikan masalah dengan cara melakukan tahapan-tahapan
seperti identifikasi masalah, pencarian solusi atas persoalan yang
dihadapi, dengan berbagai tahap.8
Berdasarkan data BP4 Kota Jakarta Selatan menyebutkan
sepanjang tahun 2016 ada 105 pasangan suami isteri yang
melakukan konseling di BP4 Kota Jakarta selatan, dengan
problem pernikahan atau kehidupan berkeluarga yang bervariasi.
Beberapa sumber konflik perkawinan diantaranya: permasalahan
ekonomi yakni sebanyak 25 kasus, masalah perselingkuhan
sebanyak 20 kasus, KDRT sebanyak 18 kasus, sering berselisih
pendapat sebanyak 15 kasus, suami menikah lagi secara siri
sebanyak 8 kasus, suami meninggalkan rumah dan tidak
diketahui keberadaanya sebanyak 5 kasus, tidak ada kecocokan
lagi sebanyak 8 kasus, orang tua atau keluarga ikut campur (pihak
8 AD. Eridani, dkk, Peran BP4 Dalam Mewujudkan Keluarga
Sakinah, (Jakarta: Rahima, 2013), h. 42.
8
ke 3) sebanyak 5 kasus, suami mempunyai kelainan sex
(gay) sebanyak 3 kasus. Konseling akan efektif apabila
dilakukan dengan cara yang tepat dan sistematis dengan
menggunakan bahasa yang menarik, lugas, dan bijaksana
sehingga proses konseling menjadi baik. Sehingga dapat
berjalan dengan efisien dan bahkan menjadi pendorong bagi
pasangan suami isteri yang mempunyai masalah dalam
rumah tangganya untuk berdamai dan kembali membina
rumah tangga yang harmonis.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian secara mendalam dan sekaligus
dijadikan pembahasan yang akan dilanjutkan ke
pembahasan skripsi dengan judul “Pengaruh Pelayanan
Konseling Terhadap Penyelesaian Konflik Pernikahan
di Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian
Perkawinan (BP4) Kota Jakarta Selatan”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan perumusan masalah di atas, peneliti
membatasi masalah penelitian hanya pada variabel-variabel
yang diteliti sebagai berikut:
a. Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat
rahasia, penuh dengan sikap penerimaan (afektif) dan
pemberian kesempatan dari konselor kepada klien.
Konselor menggunakan pengetahuan (kognitif) dan
keterampilannya untuk membantu klien mengatasi
9
masalah-masalah. Konseling yang dimaksud dalam
penelitian ini dibatasi pada konseling yang meliputi
aspek kognitif dan aspek afektif.
b. Penyelesaian konflik pernikahan adalah kumpulan
respon atau sejumlah tingkah laku yang digunakan oleh
individu ketika menghadapi konflik dengan
pasangannya. Penyelesaian konflik pernikahan yang
dimaksud dalam penelitian ini dibatasi pada
penyelesaian konflik pernikahan yang bersifat
konstruktif dan bersifat destruktif.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis
dapat merumuskan masalah yang akan menjadi acuan
dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara
pelayanan konseling aspek kognitif terhadap
penyelesaian konflik pernikahan ?
b. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara
pelayanan konseling aspek afektif terhadap
penyelesaian konflik pernikahan ?
c. Apakah ada pengaruh yang signifikan secara
bersama-sama antara pelayanan konseling aspek
kognitif dan pelayanan aspek afektif terhadap
penyelesaian konflik pernikahan ?
10
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah
diatas maka tujuan dari penelitian yang hendak dicapai
adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pelayanan konseling
aspek kognitif terhadap penyelesaian konflik
pernikahan.
2. Untuk mengetahui pengaruh pelayanan konseling
aspek afektif terhadap penyelesaian konflik
pernikahan.
3. Untuk mengetahui pengaruh pelayanan konseling
aspek kognitif dan pelayanan konseling aspek afektif
secara bersama-sama terhadap penyelesaian konflik
pernikahan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan akan menambah wawasan
bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang bimbingan
konseling secara umum serta pengetahuan tentang
bimbingan islam.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
khususnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
dapat dijadikan sebagai referensi akademik dan
informasi sebagai bahan rujukan untuk penelitian
selanjutnya.
11
b. Bagi lembaga yang memiliki pelayanan yang sama,
dapat dijadikan bahan evaluasi bagi konselor dan
gambaran proses pelaksanaan konseling yang tepat
dalam menangani klien.
c. Bagi lembaga dapat mengetahui pengaruh konseling
dalam mengatasi konflik rumah tangga.
d. Bagi penulis untuk melengkapi persyaratan dalam
memperoleh gelar S.Sos (Sarjana Sosial) pada
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan
penelitian terhadap skripsi dan jurnal terdahulu yang
memiliki judul hampir sama dengan yang akan penulis
teliti, adapun dari pengkajian ini adalah supaya dapat
diketahui bahwa apa yang akan penulis teliti tidak sama
dengan penelitian dari skripsi dan jurnal terdahulu. Berikut
diantaranya:
1. Nama: Siti Syarifah Amini, NIM: 108052000024,
Jurusan: Bimbingan Penyuluhan Islam, Fakultas:
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Tahun 2014, Judul
Skripsi: Konseling Pernikahan Islam Dalam
Mengatasi Kasus Perselingkuhan Suami-Istri Di
Badan Penasehat Pembinaan Dan Pelestarian
Perkawinan (BP4) Kantor Urusan Agama (KUA)
Kecamatan Menteng. Penelitian ini bertujuan untuk
12
mengetahui pelaksanaan konseling pernikahan islam dalam
mengatasi kasus perselingkuhan suami istri di BP4 KUA
Menteng. Hasil penelitian ini adalah konseling lebih
mengutamakan dalam pemberian bantuan kepada klien agar
ia memiliki pengetahuan tentang posisi dirinya dan
memiliki keberanian mengambil keputusan untuk
melakukan suatu perbuatan yang dipandang baik, benar dan
bermanfaat untuk kehidupannya di dunia dan untuk
kepentingannya di akhirat. Hal yang menarik dari penelitian
ini adalah konselor berusaha memadukan konseling islam
dengan konseling secara keilmuan. Konselor banyak
memberikan masukan dari pandangan agama, seperti
menyarankan kepada klien untuk melakukan taubat nasuha
dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi,
mengingatkan kepada hukum-hukum islam tentang kasus
yang sedang terjadi pada klien, dan memberikan dalil-dalil
yang sesuai dengan permasalahan klien namun dari aspek
konten isinya masih belum banyak mengaitkan dengan
teori. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendektan kualitatif dengan desain penelitian
deskriptif.
2. Nama: Ilal Pajri Siregar, NIM: 208044100001, Jurusan:
Ahwal Syakhsiyyah Fakultas: Syariah dan Hukum, Tahun
2014, Judul Skripsi: Peran Badan Penasehatan Pembinaan
Pelestarian Perkawinan Dalam Meminimalisir terjadinya
Perceraian (Studi Pada BP4 Kecamatan Pamulang Kota
Tangerang Selatan Tahun 2011-2012). Penelitian ini
13
membahas peran badan penasihat pembinaan dan
pelestarian perkawinan BP4 dalam meminimalisir
terjadinya perceraian. Hasil penelitian ini adalah dalam
meminimalisir perceraian ada beberapa upaya yang
dilakuka konselor BP4 diantaranya dengan melakukan
sosialisasi, penyuluhan, dan advokasi, namun upaya yang
dilakukan konselor belum bisa berjalan optimal karena
beberapa faktor seperti masih lemahnya SDM, tidak
tersedianya alokasi anggaran khusus, serta terbatasnya
sarana dan prasarana pendukung. Yang menarik dari
penelitian ini adalah penulis memberikan banyak saran
kepada konselor mengenai metode-metode dalam konseling
agar proses konseling bisa berjalan efektif dan bisa
mendorong pasangan suami istri untuk memperbaiki
hubungan rumah tangganya. Penelitian ini menggunakan
metodologi kualitatif.
3. Nama: Ulfatun Ni’mah, NIM: 106052001976, Jurusan:
Bimbingan Penyuluhan Islam, Fakultas: Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Tahun 2010, Judul Skripsi: Studi Analisis
Terhadap Konseling Keluarga Pada Program Sakinah
Mawaddah Wa Rahmah (Samara) Di Radio Dakta 107 FM.
Penelitian ini membahas tentang konseling keluarga
melalui media elektronik yakni radio. Dimana radio
tersebut memiliki program konseling keluarga yakni
SAMARA yang bertujuan untuk membina keluarga sakinah
mawaddah wa rahmah serta memberika edukasi fiqh
keluarga. Berdasarkan hasil penelitian nya bahwa radio
14
tersebut melakukan konseling secara on air menggunakan
proses dan teknik konseling non directive. Yang menarik
dari skripsi ini adalah pada program sakinah mawaddah wa
rahmah (SAMARA) menunjukkan hasil yang positif bagi
para pendengar, walaupun konseling tidak dilakukan secara
langsung namun penelitian ini masih kurang dalam aspek
analisis temuan yang kurang merinci, peneliti belum
menjelaskan secara detail bentuk upaya konseling yang
dilaksanakan di radio Dakta sehingga bisa mendapatkan
hasil yang positif dari para pendengar. Penelitian ini
menggunakan desain studi kasus dengan metode deskriptif
analisis.
4. Nama: Nurlia Zulfatun Nisa, NIM: 107052001404, Jurusan:
Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas: Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Tahun 2013, Judul Skripsi: Peran Badan
Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4)
Dalam Mencegah Kasus Perceraian di Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan Cipayung Jakarta Timur.
Penelitian ini membahas peran BP4 dalam mencegah kasus
perceraian di KUA cipayung. Hasil peneliltian ini adalah
peran BP4 memberikan nilai-nilai positif dan menambah
wawasan kepada suami istri agar pasangan suami istri
terhindar dari perceraian. Skripsi ini menarik
pembahasanya karena terfokus pada usaha-usaha konselor
dalam memberiakn kiat-kiat kepada klien dalam
menghadapi permasalahan rumah tangga, sehingga
diharapkan dengan mengikuti mediasi dapat membantu
15
masyarakat terhadap permasalahan-permasalahan yang ada
di dalam rumah tangga dan keinginan-keinginan untuk
bercerai dapat dicegah. Skripsi ini juga menjelaskan dengan
rinci mengenai tahapan proses mediasi yang dijalankan
BP4. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
5. Nama: Lia Selviana, NIM: 11220091, Jurusan: Bimbingan
Penyuluhan Islam, Fakultas: Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Tahun 2015, Judul Skripsi: Layanan
Konseling Perkawinan Pada Pasangan Suami Istri di BP4
Kota Yogyakarta. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui
proses konseling di BP4 Yogyakarta dalam menyelesaikan
konflik perkawinan pada pasangan suami istri. Penelitian
ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses
konseling di BP4 Kota Yogyakarta dilakukan secara
individual dan bertatap muka secara langsung dengan
memberikan materi-materi atau penasehatan sesuai dengan
masalah yang dihadapi klien. Peran konselor sebagai
penasehat dan mediator, yaitu menjadi penengah atau
penghubung antara pasangan suami istri yang sedang
berselisih. Skripsi ini menarik karena penulis menjelaskan
secara merinci proses konseling di BP4 Yogyakarta mulai
dari penerimaan, analisis, penasehatan dan pengakhiran
serta penulis juga menjelaskan mengenai pelaksanaan
konseling perkawinan yang meliputi materi konseling
perkawinan, metode pendekatan konseling perkawinan,
16
peran konselor serta faktor pendukung dan penghambat
dalam proses konseling.
6. Nama: Nisaul Istiqomah, NIM: 109070000209, Fakultas:
Psikologi, Tahun 2014, Judul Skripsi: Pengaruh
Religiusitas, Regulasi Emosioanal, dan Konflik Pernikahan
Terhadap Intensitas Mempertahankan Pernikahan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
religiusitas (keyakinan, praktik, ibadah, pengalaman
beragama, pengatahuan agama dan konsekuensi), regulasi
emosi dan konflik pernikahan terhadap intensitas
mempertahankan pernikahan. Hasil penelitian ini adalah
ada pengaruh signifikan religuisitas, regulasi emosi, dan
konflik pernikahan terhadap intensi mempertahankan
pernikahan yang dipengaruhi oleh faktor religiusitas yang
tinggi dan konflik pernikahan yang rendah. Penelitian ini
memiliki hasil yang detail dan tujuan penelitian yang
dilakukan telah tercapai. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan subjek penelitian 201 orang
istri yang memiliki usia pernikahan 5 sampai 30 tahun.
7. Nama: Sitti Murdiana, Judul Jurnal: Penyelesaian Konflik
Pernikahan Ditinjau dari Usia Perkawainan. Jurnal ini
membahas tentang gambaran penyelesaian konflik
perkawinan pada pasangan menikah ditinjau dari usia
perkawinan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
penyelesaian konflik perkawinan dapat dibedakan
berdasarkan usia perkawinan. Terdapat perbedaan
penyelesaian konflik perkawinan sesuai usia perkawinan.
17
kesimpulan penelitian ini adalah penyelesaian konflik
perkawinan berdasarkan kategori dapat ditinjau
berdasarkan usia perkawinan. hal yang menarik dalam
penelitian ini adalah penulis memberikan gambaran yang
merinci bagaimana pasangan suami istri menampilkan
perilakunya dalam menyelesaikan konflik perkawinan
seperti ketika berkonflik dengan pasangannya, mereka lebih
menonjolkan sikap lemah lembut, bertoleransi terhadap
kekurangan pasangan, berupaya memperbaiki hubungan,
menenagkan diri sendiri dan orang lain, serta berkompromi
terhadap kesalahan pasanganya. Demikian pula dengan
penyelesaian konflik destruktif, juga terlihat dominan pada
kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pasangan
menikah kemungkinan dapat menampilakan penyelesaian
konflik berbeda-beda sesuai dengan masalah yang
dihadapinya. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif.
Dari semua kajian pustaka di atas penelitian yang akan
dilaksanakan memiliki perbedaan sebagai berikut:
a. Subjek penelitian yaitu klien BP4 yang aktif mengikuti
konseling BP4 Kota Jakarta Selatan. Lokasi penelitian ini
adalah Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian Perkawinan
(BP4) Kota Jakarta Selatan yang berbeda dengan kajian
pustaka di atas.
b. Masalah penelitian dalam penulisan skripsi ini membahas
mengenai permasalahan yang ada di BP4 Kota Jakarta
18
Selatan mulai dari proses konseling dan bagaimana
pengaruhnya terhadap penyelesaian konflik pernikahan klien
BP4. Hal ini tentu berbeda dengan penelitian yang dibahas
dalam kajian pustaka diatas.
F. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini terdiri dari 6 bab. Sistematika
tersebut dirumuskan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari enam sub bab antara lain latar
belakang masalah, batasan dan rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, dan sistematika penelitian.
BAB II LANDASAN TEORITIS
Bab ini terdiri dari tiga sub bab antara lain
landasan teori, kerangka permikiran, dan
hipotesis penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini terdiri dari delapan sub bab antara lain
jenis dan pendekatan penelitian, populasi dan
sampel, ruang lingkup penelitian, sumber data,
instrument penelitian, teknik pengumpulan data,
definisi operasional dan indikator penelitian,
teknik pengolahan data.
19
BAB IV GAMBARAN UMUM BADAN PENASIHATAN
PEMBINAAN DAN PELESTARIAN
PERKAWINAN (BP4)
Bab ini terdiri dari sembilan sub bab antara lain sejarah
BP4, dasar hukum pembentukan BP4, visi dan misi
BP4, lokasi BP4, asas dan tujuan BP4, upaya dan usaha
BP4, tugas pokok BP4, struktur organisasi BP4 Kota
Jakarta Selatan, alur pelaksanaan konseling.
BAB V TEMUAN PENELITIAN DANPEMBAHASAN
Bab ini berisikan temuan hasil penelitian dan
pembahasan yang meliputi karakteristik responden,
serta pembahasan diantaranya pengaruh pelayanan
konseling aspek kognitif terhadap penyelesaian konflik
pernikahan, pengaruh pelayanan konseling aspek afektif
terhadap penyelesaian konflik pernikahan, pengaruh
pelayanan konseling aspek kognitif dan aspek afektif
secara bersama-sama terhadap penyelesaian konflik
pernikahan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan hasil analisa dan saran
serta lampiran-lampiran yang terkait dengan penulisan
skripsi.
21
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pelayanan Konseling
1. Pengertian Pelayanan Konseling
Pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang
dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang
pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun.1 Sedangkan Istilah konseling berasal
dari kata “counseling” adalah kata dalam bentuk mashdar
dari “to counsel” secara etimologis berarti “to give advice”
yang artinya memberikan saran atau nasihat.2 Jadi
konseling mempunyai arti memberikan nasihat secara
individual dengan cara tatap muka.
Konseling sebagai suatu perencanaan yang lebih
rasional, pemecahan masalah, pembuataun masalah
intensionalitas, pencegahan terhadap munculnya masalah
penyesuaian diri, dan memberi dukungan dalam
menghadapi tekanan-tekanan situasional dalam kehidupan
sehari-hari.3 Konseling sebagai bantuan secara tatap muka
antara konselor dan klien dengan usaha yang unik dan
manusiawi yang dilakukan dengan suasana keahlian dan
1 Laksana, Fajar,. Manajemen Pemasaran, (Yogyakarta: Penerbit
Graha Ilmu, 2008), h.85. 2 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010), h. 10. 3 Mohammad Surya, Psikologi Konseling, (Bandung: Pustaka Bani
Quraisy, 2003), h. 1.
22
didasarkan norma-norma yang berlaku agar klien memperoleh
konsep diri dan kepercayaan demi memperbaiki tingkah laku
pada saat ini dan masa yang akan datang.4
Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat
rahasia, penuh dengan sikap penerimaan (afektif) dan pemberian
kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor menggunakan
pengetahuan (kognitif) dan keterampilannya untuk membantu
klien mengatasi masalah-masalah.5
Konseling adalah suatu proses mengenai dimana orang
yang bermasalah (klien) dibantu secara pribadi untuk merasa dan
berperilaku yang lebih memuaskan melalui interaksi dengan
seseorang yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan
informasi dan reaksi-reaksi yang merangsang klien untuk
mengembangkan perilaku-perilaku yang memungkinkannya
berhubungan secara lebih efektif dengan dirinya dan
lingkungannya.6
Konseling merupakan bantuan yang bersifat individual dan
pribadi untuk mengatasi masalah-masalah pribadi, pendidikan
dan vokasional, dalam bantuan tersebut semua fakta yang
berkaitan dengan masalah tersebut dipelajari, dianalisis, dan
berdasarkan hal-hal tersebut bantuan pemecahan masalah
dirumuskan, seringkali dengan meminta bantuan para spesialis,
4 Zulfan Saam, Psikologi Konseling, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 2.
5 Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h. 10.
6 Nadhifatuz Zulfa, “Nilai-nilai dan Makna Bimbingan Konseling Islam Dalam Hadis Sahih Bukhari (Studi Hadis Tentang Rukun Islam)”, Vol. 20 No.2 2017, h. 37 diakses pada 20 januari 2018 dari e-journal.iainpekalongan.ac.id/index.php/Religia/article/download/854/1138/
23
narasumber di sekolah dan masyarakat, menggunakan wawancara
pribadi yang diarahkan agar klien dapat membuat keputusan.7
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil suatu
penjelasan bahwa pengertian konseling adalah suatu proses
individual yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara
konselor dan klien, dimana konselor membantu klien menentukan
pemecahan-pemecahan terhadap berbagai kesulitan yang
dihadapi.
Adapun yang penulis maksud dengan pelayanan konseling
pernikahan dalam penelitian ini adalah proses pemberian bantuan
oleh konselor kepada konseli (pasangan suami isteri) dalam
menghilangkan perselisihan antara keduanya, mengurangi
gangguan rumah tangga dan menghindari perceraian dengan cara
saling menghargai, toleransi, dan komunikasi yang penuh
pengertian, agar mereka bisa berkembang dan mampu
memecahkan masalah yang terbaik bagi kedua belah pihak.
2. Aspek-aspek Pelayanan Konseling
Perubahan tingkah laku dapat terjadi dalam beberapa aspek,
yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif berupa
bertambah kuatnya konsep pengetahuan sedangkan aspek afektif
berupa bertambahnya kesadaran akan fungsi pengetahuan yang
dimilikinya. Tujuan utamanya adalah mengubah perilaku
seseorang menjadi lebih baik. Dalam hal ini aspek kognitif dan
afektif yang dimaksud adalah suatu proses pemberian
7 Nana Syaodih Sukmadinata, Bimbingan dan Konseling Dalam
Praktek, (Bandung: Maestro, 2007), h. 15.
24
pengetahuan yang mengarah kepada perubahan perilaku yang
lebih baik.
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara
tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui
hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang
dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Situasi belajar
maksudnya adalah konseli dibantu untuk memahami diri sendiri,
keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan
yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang
dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun
masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana
memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-
kebutuhan yang akan datang.8 Taksonomi Bloom
mengklasifikasikan belajar dibagi dalam tiga aspek diantaranya
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
1. Aspek kognitif
Aspek kognitif adalah aspek yang mencakup kegiatan otak
pada diri seseorang (yaitu dengan cara berfikir). Aspek
kognitif terkait dengan kemampuan seseorang dalam
mengetahui dan memahami sesuatu. Hasil dari kognitif
adalah bertambahnya wawasan pengetahuan yang dimiliki
seseorang. Seseorang akan memiliki pemahaman yang lebih
8 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan Konseling,
(Jakarta: Renika Cipta, 2004), h.101.
25
baik setelah menempuh program latihan.9 Bloom membagi ranah
kognitif ke dalam enam tingkatan, yaitu:
a. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah
dipelajari dan disimpulkan dalam ingatan. Pengetahuan
yang disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan
melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau mengenal
kembali (recognition).10
b. Pemahaman (comprehension)
Ditingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk
menangkap makna dan arti tentang hal yang dipelajari.11
c. Penerapan (application)
Kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode
untuk menghadapi suatu kasus atau problem yang konkret
atau nyata dan baru.12 Penerapan meliputi pengaplikasian
sebuah prosedur untuk menyelesaiakan sebuah masalah
yang sedang terjadi dalam mengerjakan tugas yang
diberikan. Menerapkan disini adalah menyusun,
menjalankan, melakukan, mempraktekkan, memulai dan
juga menyelesaikan.
9 Benny A. Pribadi, Desain dan Pengembangan Program Pelatihan
Berbasisi Kompetensi: IImplementasi Model Addie, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 94.
10 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 27.
11 W.S. Winkel, Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Gramedia, 1987), h.150.
12 W.S. Winkel, Psikologi Pembelajaran, h.150.
26
d. Analisi (analysis)
Pada tingkat analisis, seseorang mampu memecahkan
informasi yang kompleks menjadi bagian-bagian kecil dan
mengaitkan informasi dengan informasi lain. Kemampuan
untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian
sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan
baik.13 Analisis disini adalah bagaimana seseorang mampu
menguraikan sebuah masalah yang sedang dihadapinya.
e. Sintetis (synthesis)
kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola
yang baru14 bagian-bagian dihubungkan satu sama lain.
Kemampuan mengenali data atau informasi yang harus
didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhan. Adanya
kemampuan ini dinyatakan dala membuat suatu rencana
penyusunan suatu pembelajaran.
f. Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap suatu
materi pembelajaran, argument yang berkenaan dengan
sesuatu yang diketahui, dipahami, dilakukan, dianalisis, dan
dihasilkan.15
13 John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2015),
cet. ke. 6, h. 468. 14 W.S. Winkel, Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Gramedia, 1987),
h. 150. 15 Muhammad Yaumi, Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran,
(Jakarta: Kencana, 2013) h. 92.
27
2. Aspek afektif
Ranah afektif merupakan kemampuan yang mengutamakan
perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan
penalaran.16 Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan
aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, skap,
kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Pembagian
aspek afektif menurut Bloom bersama dengan Davis
Krathwol, antara lain:
a. Penerimaan (receiving)
Seseorang peka terhadap suatu perangsang dan
kesediaan utnuk memperhatikan rangsangan itu.17
Kesediaan untuk menyadari yang dalam pengajaran
bentuknya berupa mendapatkan perhatian,
mempertahankannya, dan mengarahkannya. Misalnya
juga mampu mengakui adanya perbedaan-perbedaan.
b. Partisipasi (responding)
Tingkatan yang mencakup kerelaan dan kesediaan
untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi
dalam suatu kegiatan.18 Mulai dibentuk suatu sikap
menerima, menolak atau mengabaikan. Misalnya
menerima suatu pendapat orang lain.
c. Organisasi (organization)
16 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2009), h. 298. 17 W.S. Winkel, Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Gramedia, 1987),
h.152. 18 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran,, h. 28.
28
Kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai
sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan.19
d. Pembentukkan pola hidup (characterization be a
value)
Kemampuan untuk menghayati nialai kehidupan,
sehingga menjadi millik pribadi (internalisasi)
menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur
kehidupannya sendiri.20 Memiliki sistem niali yang
mengendalikakn tingkah lakunya sehingga menjadi
karakteristik gaya hidup diberbagai bidang.
3. Aspek Psikomotorik
Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes
untuk mengukur penampilan (performance) yang telah
dikuasai oleh peserta didik (klien). Pelaksanaan tes
performance (psikomotorik) pada klien dengan
permasalahan di rumah tangga lebih sukar dilakukan.
Charles C. Denova menjelaskan ada beberapa masalah
dalam menilai performance (psikomotori) yang obyektif,
salah satunya yaitu mengidentifikasi kriteria dalam
performance serta menentukan hasil pengamatan melalui
tingkatan yang dapat diterima.21 Ryan (1980) menjelaskan
bahwa hasil belajar psikomotorik diukur melalui
pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta
19 W. S. Winkel, Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: Gramedia, 1987),
h. 152. 20 W. S. Winkel, Psikologi dan Pembelajaran, h. 153. 21 Dinny Devi Triana, “Skala Pengukuran sebagai Alat Evaluasi
dalam Menilai Tari Karya Mahasiswa”, Vol. VII No. 2/Mei-Agutus 2006 dialkses 15 April 2019 dari http://journal.unnes.ac.id
29
didik (klien). Kegiatan konseling hanya berlangsung di
dalam ruangan BP4 sebanyak 4 kali pertemuan, konselor
hanya melakukan pengamatan ketika konseling
berlangsung, namun tidak mengetahui bagaimana perlakuan
yang diberikan tiap pasangan ketika sudah tidak berada
diruang konseling, apakah sudah sesuai atau belum. Hal ini
yang menyebabkan ranah psikomotorik relative lebih sulit
diamati oleh konselor.
Dengan demikian penilaian hasil belajar yang bersifat
psikomotorik pada klien yang memiliki masalah dalam
rumah tangga relative lebih sulit diukur, karena
memerlukan pengamatan yang terus menerus dan cermat
selama proses pembelajaran berlangsung guna memperoleh
informasi yang lebih medalam dari klien.
3. Tujuan konseling
Menentukan tujuan konseling merupakan hal utama yang
harus dilakukan untuk memperjelas apakah yang melatar
belakangi konseli datang ke konselor. Dengan konseli mengikuti
layanan konseling, diharapkan dapat menjawab semua pertanyaan
yang selama ini mengganggunya, dan membantu konseli dalam
pengambilan keputusan. Tujuan konseling dikelompokkan
menjadi tiga jenis, yaitu mengubah penyesuaian perilaku yang
salah, belajar membuat keputusan, dan mencegah timbulnya
masalah.22 Berikut ini penjelasan masing-masing tujuan
konseling:
22 Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling
Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 64-65.
30
a. Mengubah Penyesuaian Perilaku yang Salah
Penyesuaian perilaku yang salah adalah perilaku yang
secara psikologis mengarah pada perilaku patologis.
Penyesuaian perilaku yang salah inilah yang akan
diubah menjadi perilaku sehat yang tidak mengandung
indikasi adanya hambatan atau kesulitan mental. Hal ini
yang akan dilakukan agar konseli memiliki perkembangan
kepribadian yang baik. Konseli akan disadarkan bahwa
perilakunya salah dan dengan bantuan konselor klien
dijadikan mengerti bagaimana harus keluar dari kondisi
tersebut. Konseli harus dengan suka rela ingin keluar dari
penyesuaian perilaku yang salah tersebut, agar konseli dapat
memutuskan perilaku apakah yang tepat dilakukan.
b. Belajar Membuat Keputusan
Konseling bukan hanya sebuah proses penyaluran beban
emosional konseli yang selama ini hanya ditanggung
dirinya sendiri, tetapi juga membutuhkan kemampuan,
keterampilan, dan keberanian untuk mengatasinya.
Membuat keputusan diawali dari mengidentifikasi
alternative, memiliki alternative, menetapkan alternative,
serta memprediksi berbagai konsekuensi dari keputusannya.
Dalam hal ini tugas konselor adalah memberikan dorongan
dorongan untuk membuat keputusan walaupun dengan
resiko yang sudah dipertimbangkan sebelumnya.
c. Mencegah Munculnya Masalah
Mencegah munculnya masalah terdiri dari tiga pengertian,
yaitu: mencegah jangan sampai mengalami masalah
31
dikemudian hari, mencegah jangan sampai masalah yang
dialami secara berat atau berkepanjangan, dan mencegah
jangan sampai yang dihadapi berakibat gangguan yang
menetap. Tujuan konseling yang lebih khusus dalam hal ini
konseling pernikahan adalah konselor berfokus pada
hubungan perkawinan atau pasangan daripada hanya pada
individu yang terlibat selain itu konselor berupaya
mencegah perceraian suami isteri dan membantu suami
isteri membangun keharmonisan dalam rumah tangganya
dengan memberikan pemahaman tentang hak dan
kewajiban berdasarkan kelemahan dan kelebihan masing-
masing untuk bersinergi membangun rumah tangga yang
lebih baik.
4. Metode Konseling
Dalam pelaksanaan konseling, terdapat beberapa metode
yang digunakan, yaitu:
a. Wawancara
Interview (wawancara) informasi merupakan salah
satualat untuk memperoleh fakta/data/informasi dari
murid secara lisan, jadi terjadi pertemuan di bawah
empat mata dengan tujuan mendapatkan data yang
diperlukan untuk bimbingan.23 Fakta dan data itu
dapat dijadikan bahan dan gambaran dari kondisi
kejiwaan atau mental pada saat tertentu, sehingga
23 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Amzah:
Jakarta, 2010), h. 69.
32
perlu diberikan bimbingan dan penyuluhan (konseling)
secara tepat.
b. Group guidance
Dengan menggunakan kelompok, konselor dan konseli
akan dapat mengembangkan sikap sosial, sikap
memahami peranan anak bimbing dalam lingkungan nya
menurut penglihatan orang lain dalam kelompok itu (role
reception) karena ia ingin mendapatkan pandangan baru
tentang dirinya dari orang lain serta hubungannya dengan
orang lain. Dengan demikian dengan, melalui metode
kelompok ini dapat timbul kemungkinan diberikan group
theraphy (penyembuhan gangguan jiwa melalui kelompok).
c. Non-Directif (metode tidak mengarahkan)
Teknik ini sering juga disebut “Client Centered
Counseling” (konseli sebagai pusat jalannya konseling).
Sebab pada teknik ini pelayanan bimbingan dan konseling
memang lebih banyak berpusat pada diri klien (konseli)
konselor hanya memberikan dorongan dalam memecahkan
masalah konseli, dan keputusan terletak pada diri konseli
sendiri. Pada dasarnya pelayanan “non direktif” digunakan
bagi klien (konseli) yang mengerti kalau dirinya sedang
menghadapi masalah, sehingga dirinya terbuka dalam
melakukan upaya-upaya agar terbebas dari lilitan maslah
tersebut. Namun, satu sisi ia tidak punya pilihan atau
ketetapan yang kuat untuk keluar dari daerah masalahnya.
Ketidakmampuan itu bisa disebabkan keyakinannya yang
tidak terbangun dengan baik, sehingga ia tidak memliki
33
kepercayaan yang utuh atas kemungkinan-kemungkinan
dari pilihannya sendiri agar keluar dari masalah.24
d. Direktif (yang bersifat mengarahkan)
Adalah salah satu teknik yang diberikan dan digunakan
bagi konseli yang tidak mengerti masalahnya dan
mengalami kesulitan dalam memahami dan
memecahkannya. Maka pengarahan yang diberikan
konsleor ialah secara langsung jawaban-jawaban terhadap
faktor-faktor yang dianggap menjadi penyebab timbulnya
masalah pada diri klien.25
e. Metode Rasional-Emotif
Dalam istilah yang lain teknik ini disebut “rational emotif
therapy”, atau model “RET” yang dikembangkan oleh Dr.
Albert Ellis (ahli psikologi klinis). Dalam pelayanan
bimbingan dan penyuluhan (konseling), teknik ini
dimaksudkan untuk mengatasi pikiran-pikiran yang tidak
logis (tidak rasional) yang disebabkan dorongan emosinya
yang tidak stabil. Pikiran-pikiran yang tidak rasional itu
selalu berkaitan dan bahkan mungkin pula menimbulkan
hambatan, gangguan atau kesulitan-kesulitan dalam melihat
dan menafsirkan segala sesuatu yang dihadapinya dalam
hidup. Pelayanan teknik dan pendekatan rasional-emotif
merupakan bentuk terapi yang berupaya membimbing dan
menyadarkan diri klien, sesungguhnya cara berpikir yang
24 M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konsling)
Islam, (Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h.130. 25 M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konsling)
Islam, h.130.
34
tidak rasional itulah yang menyebabkan terjadinya
gangguan-gangguan emosionalnya. Maka dalam layanan ini
konselor membantu konseli dalam membebaskan diri dari
cara-cara berpikir atau pandangan-pandangannya yang
tidak rasioanal, dan selanjutnya diarahkan kearah cara-cara
berpikir yang lebih rasional.26
f. Psikoanalisis (Analisa Kejiwaan)
Adalah salah satu tenik yang digunakan untuk memberikan
penilaian terhadap peristiwa peristiwa dan pengalaman
kejiwaan yang pernah dialami klien sejak kecil. Seperti
perasaan tertekan, perasaan takut, trauma dan perasaan
rendah diri bila berada dalam situasi tertentu yang ada
kaitannya dengan peristiwa-peristiwa yang dialaminya.
Bisa jadi hal ini kadang-kadang dianggap tidak rasioanal
bagi orang lain yang ada disekitarnya, tetapi bagi diri
konseli mungkin menjadi masalah karena tanpa disadarinya
peristiwa kejiwaan itu dapat mengganggu pikirannya atau
mungkin pula bisa mempengaruhi keyakinan, sikap dan
perilakunya sehari-hari.27
Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan
tentang beberapa pendekatan yang sudah dijelaskan di atas,
maka pendekatan konseling yang relevan dilakukan BP4
Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan adalah
26 M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konsling)
Islam, (Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h.131. 27 M. Luthfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konsling)
Islam, h.126.
35
penedekatan non direktif atau yang juga disebut pendekatan
client-centered.
Metode non direktif atau client centered adalah
metode yang dilakukan oleh konselor dengan cara berdialog
dengan konseli, dimana konselor meletakan tanggung jawab
proses konseling kepada klien, artinya keputusan terakhir
berada pada diri konseli sendiri bukan konselor, konselor
hanya memberikan dorongan dalam memecahkan masalah.
Fokus utamanya adalah individu dapat memecahkan
masalah.
Tujuan dari konseling ini adalah agar klien mencapai
gambaran antara ideal self (diri konseli yang ideal) dan
actual self (diri konseli sesuai kenyataan yang sebenarnya)
atau dengan kata lain konselor membantu konseli agar
berkembang secara optimal sehingga mampu menjadi
manusia yang berguna dan bisa memecahkan masalahnya.
Dalam hal ini, peranan klien lebih besar dibandingkan
dengan konselor, klien diposisikan memiliki kemampuan
untuk membuat keputusan terbaik dalam dirinya, sedangkan
konselor berperan sebagai orang yang penuh penerimaan
dan perhatian terhadap problem klien serta menunjukkan
sikap mau membantu. Jadi dengan pendekatan ini fungsi
konselor sebagai pendengar aktif dan dapat memantulkan
kembali pikiran dan perasaan klien, dengan disertai
perasaan empati konselor yang menunjukkan sikap dan
penuh pengertian.
36
5. Asas-asas Konseling
Pelayanan konseling adalah pekerjaan yang dilakukan
secara professional yang berdasarkan pada asas-asas
konseling. Asas-asas konseling merupakan ketentuan pokok
yang harus dijalankan oleh konselor agar proses konseling
berjalan efektif dan tujuan dari konseling bisa tercapai.
Asas-asas konseling tersebut adalah asas kerahasiaan,
kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian,
kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan,
keahlian, alih tangan, dan asas tut wuri handayani, yang
diuraikan sebagai berikut:28
a. Asas Kerahasiaan
Asas kerahasiaan atau disebut confidential merupakan
perilaku konselor untuk menjaga rahasia segala data
atau informasi tentang diri konseli dan lingkungan
konseli dan lingkungan konseli berkenaan dengan
pelayanan konseling. Asas ini merupakan asas kunci
dalam usaha pelayanan konseling. Jika konselor
benar-benar melaksanakan, maka penyelenggaraan
konseling akan mendapat kepercayaan dari semua
pihak, terutama konseli sebagai individu yang
mendapatkan pelayanan konseling. Namun
sebaliknya, bila kinselor tidak menjalankan asas ini,
maka pelayanan konseling tidak akan mendapatkan
28 Hartono dan Boy Soedarmadji, Psikologi Konseling, (Jakarta:
Kencana, 2012), h. 39.
37
kepercayaan dari konseli atau pihak-pihak yang
memanfaatkan pelayanan konseling.
b. Asas Kesukarelaan
Kesukarelaan artinya tidak ada paksaan. Dalam pelayanan
konseling, seorang konseli secara suka rela tanpa ragu-ragu
meminta konseling kepada konselor. Konseli adalah
individu yang membutuhkan pelayanan konseling, karena
masalahnya atau keseriusannya, ia dengan suka dan rela
membutuhkan konseling tanpa ada paksaan dari pihak lain.
Di pihak konselor, ia adalah seorang ahli konseling yang
memiliki nilai, sikap, pengetahuan, keterampilan,
kepribadian, dan pengalaman yang memadai, dengan sadar,
suka dan rela memberikan pelayanan konsleli kepada
konseli. Dengan kata lain, konselor memberikan bantuan
dengan ikhlas tanpa ada yang maksa.
c. Asas Keterbukaan
Dalam proses konseling diperlukan berbagai data atau
informasi dari pihak konseli, dan informasi ini hanya bisa
digali bila konseli dengan terbuka mau menyampaikannya
kepada konselor. Keterbukaan artinya adanya perilaku yang
terus terang, jujur tanpa ada keraguan untuk membuka diri
baik pihak konseli maupun konselor. Asasa keterbukaan
hanya bisa diwujudkan jika konselor dapat melaksanakan
asas kerahasiaan, dan konseli percaya bahwa konseling
bersifat rahasia. Dari pihak konsel diharapkan pertama-
tama mau membuka diri sehingga apa yang ada pada
dirinya dapat diketahui oleh konselor. Dari pihak konselor,
38
keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor menjawab
pertanyaan-pertanyaan konseli.
d. Asas Kekinian
Masalah konseli yang dibahas dalam konseling adalah
masalah saat ini yang sedang dialami oleh konseli, bukan
masalah lampau atau masalah yang mungkin dialami di
masa yang akan datang. Meskipun salah satu fungsi
konseling adalah pencegahan (pereventive) tidak berarti
bahwa fungsi ini bertentangan dengan asas kekinian, karena
fungsi pencegahan mengandung pengertian bahwa konseli
belum menghadapi masalah, sehingga fokus konseling
mencegah timbulnya masalah di masa yang akan datang.
Bila konselor menggali kondisi atau kesulitan-kesulitan
konseli di masa lampau ini terbatas pada kajian-kajian latar
belakang masalah, bukan berarti pelayanan konseling
dimaksudkan untuk mengkaji masalah konseli di masa
lampau.
e. Asas Kemandirian
Pelayanan konseling bertujuan menjadikan konseli memiliki
kemampuan untuk menghadapi dan memecahkan
masalahnya sendiri, sehingga ia dapat mandiri, tidak
bergantung pada oranglain atau onselor. Konseli dapat
mandiri bila memiliki ciri-ciri pokok yaitu mampu:
1) Mengenal dirinya dan lingkungan dimanapun ia
berada
2) Menerima dirinya dan lingkungan secara positif dan
dinamis
39
3) Mengambil keputusan atas dirinya sendiri
4) Mengarahkan dirinya sesuai dengan keputusan yang
diambil
5) Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan
potensinya
f. Asas Kegiatan
Hasil pelayanan konseling tidak akan tercapai dengan
sendirinya, melainkan harus diupayakan dengan kerja
keras, semangat tinggi, dan pantang menyerah. Konselor
hendaknya mampu membangkitkan semangat dan motivasi
konseli, sehingga ia mau dan mampu melaksanakan
kegiatan yang diperlukan dalam proses konseling. Kegiatan
yang dimaksud adalah keseluruhan aktivitas yang harus
dilakukan konseli untuk mencapai tujuan konseling.
Aktivitas itu dibangun konseli bersama konselor dalam
proses konseling, dengan demikian pada diri konsli dapat
mengalami kemajuan-kemajuan yang berarti sesuai dengan
harapan.
g. Asas Kedinamisan
Dinamis artinya berubah, mengalami perubahan. Usaha
pelayanan konseling menghendaki terjadinya perubahan
pada diri konseli, yaitu perubahan perilaku ke arah yang
lebih baik. Perubahan perilaku itu bersifat maju
(progressiv) bukan perubahan mundur (regressive). Dengan
demikian konseli mengalami kemajuan kearah
perkembangan pribadi yang dikehendaki.
40
h. Asas Keterpaduan
Pelayanan konseling berusaha memadukan aspek
kepribadian konseli, agar ia mampu melakukan perubahan
ke arah lebih maju (progressiv). Keterpaduan antara, minat,
bakat, integensi, emosi, dan aspek keppribadian lainnya
akan dapat melahirkan suatu kekuatan (potensi) pada diri
konseli. Kekuatan itu bila dikembangkan secara
berkelanjutan dengan mendaya gunakan prestasi
(achievement) yang sangat berharga dalam kehidupan.
i. Asas Kenormatifan
Pelayanan konseling tidak boleh bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat, baik ditinjau dari
norma agama, norma adat, norma hukum, norma ilmu,
maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini
diterapkan ka dalam proses pelayanan konseling dan hasil
konseling. Proses konseling mencakup prosedur dan
berbagai teknik yang digunakan yang terintegrasi ke dalam
aktivitas-aktifitas atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan
konseli maupun konselor, harus serasi dengan norma-norma
yang berlaku. Adapun hasil konseling yang mencakup
berbagai perubahan perilaku yang lebih maju pada diri
konseli juga tidak boleh bertentangan dengan norma-norma
yang berlaku.
j. Asas Keahlian
Konselor adalah seorang pendidik psikologis yang memiliki
keahlian dalam bidang konseling, sebagai tenaga ahli, ia
memiliki kompetensi yang ditentuakan. Menurut buku
41
Standar Kompetensi Konselor Indonesia tahun 2005,
kompetensi yang harus dikuasai oelh konselor adalah:
menguasai konsep dan praksis pendidikan, memiliki
kesadaran dan komitmen etika professional, menguasai
konsep perilaku dan perkembangan individu, menguasai
konsep dan praksisi assessment, menguasai konsep dan
praksisi konseling, memiliki kemampuan mengelola
program bimbingan dan konseling.
k. Asas Alih Tangan
Tidak semua masalah yang dialami konseli menjadi
wewenang konselor. Artinya konselor memiliki
keterbatasan kewenangan bedasarkan kewenangan
berdasarkan kode etik profesi konseling. Bila konseli
mengalami masalah emosi yang berat, seperti stress berat,
gangguan kepribadian yang serius serta sakit jiwa, maka
kasus yang demikian ini diluar kewenangan konselor, maka
harus direferal atau dialihtangankan kepada pihak lain yang
memiliki kewenangan tersebut.
l. Asas Tut Wuri Handayani
Asas ini memberikan makna bahwa pelayanan konseling
merupakan bentuk intervensi konselor kepada konseli
dalam bentuk positif, konselor memengaruhi konseli untuk
dapat memahami dirinya, lingkungannya, serta
menggunakan lingkungan sebagai aspek yang dapat
berperan aktif dalam upaya mencapai tingkat perkembangan
optimal.
42
6. Tahapan konseling
Dalam melakukan konseling ada tahapan-tahapan yang
perlu dijalani agar proses konseling menjadi efektif dan
efesien, beberapa tahapan dalam praktek konseling yaitu
sebagai berikut:29
a. Tahap Perencanaan
Perencanaan konseling penting dilakukan untuk
membuat perencanaan umum bagi pertemuan pertama
dengan suami dan/isteri yang menjadi klien. Untuk itu
diperlukan data awal tentang keluarga tersebut melalui
telephon prapertemuan atau format isian pendahuluan,
dari data tersebut ditetapkan masalah yang mungkin
dihadapi, data yang perlu dikumpulkan, dan siapa
yang akan diundang pada pertemuan pertama.
b. Tahapan Pembuatan Kontrak
Kontrak dapat berupa kesepakatan peran, kesepakatan
waktu, dan sebagainya. Kontrak ini perlu dilakukan
oleh konselor agar dapat mengendalikan situasi
konseling perlu diperhatikan, karena bagaimanapun
juga merupakan suatu setting yang berarah dan
bertujuan, yaitu bertujuan untuk memecahkan masalah
sekaligus memberdayakan konseli. Tujuan tahap ini
agar ada kesepakatan antara konselor dan konseli
tentang aturan main proses konseling untuk
memberdayakan konseli dalam menghadapi masalah.
29 Eti Nurhayati, Bimbingan Konseling dan Psikoterapi Inovatif,
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011), h. 193.
43
c. Tahap Pembinaan Hubungan (Rapport)
Tahapan ini merupakan kunci awal bagi keberhasilan
konseling. Dalam membina hubungan dengan konseli,
konselor dapat memperkenalkan diri secara sederhana yang
tidak memberi kesan bahwa konselor lebih tinggi statusnya
dari konseli, dan konseli tidak akan merasa bahwa dirinya
yang bersalah dan bestatus rendah. Kesan ini harus dijaga
untuk menghindari konseli merasa sangat tidak berdaya dan
menggantungkan diri pada kekuatan konselor dalam
penyelesaian masalahnya.
d. Eksplorasi Masalah
Pada tahap ini konselor diharapkan berperan aktif dalam
menggali permasalahan konseli. Konselor perlu lebih
banyak memberikan pertanyaan terbuka dan mendengar
aktif (active listening) terhadap apa yang dikemukakan
konseli. Mendengar aktif adalah suatu keterampilan
menahan diri untuk tidak berbicara, tetapi mendengarkan
secara seksama, mengingat-ingat, memahami perkataan
konseli, dan menganalisis secara seksama terhadap
penjelasan konseli yang relevan dan yang tidak relevan,
tumpang tindih, bertolak belakang, berbelit-belit, tersendat,
yang bersifat pasrah atau bahkan yang mempertahankan diri
(defensive).
e. Tahap Klarifikasi Masalah
Pada tahap ini konselor memfasilitasi konseli untuk
mengidentifiksikan masalah yang dihadapi konseli yang
menyebabkan relasinya terganggu. Untuk itu konselor
44
memberi stimulus dengan pertanyaan yang mengarah pada
teridentifikasi masalah yang dihadapi suami dan/isteri
tersebut.
f. Tahap interaksi
Pada tahap ini konselor mengamati bagaimana pola
interaksi yang terjadi antara keduanya. Untuk itu konselor
mendorong mereka membahas perbedaan-perbedaan
tersebut dan mencoba mencapai kesepakatan tentang
masalah yang dihadapinya. Setelah pasangan menyepakati
masalah yang membuat mereka meminta bantuan
konseling, selanjutnya mereka diminta menampilkan
masalah yang dialaminya dalam konseling tersebut.
Interaksi ini menjadi informasi yang berharga untuk
memahami masalah yang sebenarnya dialami oleh konseli.
g. Tahapan Penetapan Tujuan
Tahap penetapan tujuan berguna untuk mencapai
kesepakatan dengan konseli tentang masalah yang dapat
dipecahkan dan memprakarsai proses yang akan mengubah
situasi sosial sedemikian rupa sehingga amsalah tersebut
tidak lagi diperlukan. Untuk itu masalah yang akan
dipecahkan hendaknya dinyatakan secara spesifik dalam
bentuk tujuan yang akan dicapai sehingga dapat diketahui
kapan masalah tersebut telah berhasil dipecahkan.
Disamping itu masalah yang akan dipecahkan adalah
masalah yang diyakini oleh konselor mampu diselesaikan.
45
h. Tahap intervensi
Intervensi dalam hal ini adalah mempertemukan pasangan
suami isteri dalam satu sesi konseling. Sebelum intervensi
dimulai sebaiknya memastikan agar pasangan suami isteri
mau bergabung ke tahap intervensi. Konselor harus
meyakinkan kepada konseli bahwa kegiatan yang akan
dilakukan sepenuhnya untuk kebaikan konseli, bukan
kebutuhan salah satu pihak. Apabila konseli sudah merasa
butuh dan siap, ini merupakan sinyal bahwa proses
intervensi dapat dimulai. Akan tetapi bila keduanya tidak
siap untuk disatukan dalam satu sesi konseling, maka
konseling dapat dilakukan terpisah dan individual, tanpa
atau dengan sepengetahuan masing-masing, hasilnya
diintegrasikan untuk kepentingan penyelesaian masalah
bersama.
i. Tahap Terminasi
Tahap terminasi adalah tahap mengakiri sesi konseling yang
sudah berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Tahap ini
dapat dilakukan dengan lancar apabila konselor telah
melakukan “kontrak” pada awal sesi konseling, misalnya
berapa lama sesi konseling akan berjalan, dan sebagainya.
j. Tahap Evaluasi
Sebelum mengakhiri sesi konseling, konselor dapat
mengevaluasi berdasarkan performance konseli yang
terpancar dari kata-kata, sikap, tindakan, dan bahasa
tubuhnya. Jika menunjukkan indikator keberhasilan,
pengakhiran konseling dapat dibuat. Dalam tahap ini,
46
mungkin ada konseli yang belum siap untuk
mengakhiri, tetapi konselor harus meyakini bahwa
sesungguhnya yang menyelesaikan masalah itu bukan
konselor, tetapi konseli sendiri. Oleh karena itu, tugas
konselor perlu meyakinkan bahwa mereka mempu
menghadapi masalah. Hal ini untuk menghindari
ketergantungan konseli kepada konselor.
k. Tahap Tindak Lanjut
Hasil evaluasi dapat ditindak lanjuti atas kesepakatan
konselor dengan konseli sepanjang berimplikasi
positif bagi konseli, misalnya sewaktu-waktu konseli
dapat menemui konselor, atau dapat saling berkunjung
untuk memberi dorongan moral kepada konseli,
meskipun tidak mengikat dan seketat dalam kontrak
konseling.30
B. Penyelesaian Konflik Pernikahan
1. Pengertian Konflik Pernikahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia konflik
memiliki arti sebagai berikut: percekcokan, perselisihan,
dan pertentangan.31 Dapat diartikan secara sederhana
konflik adalah pertentangan yang disebabkan karena
adanya perbedaan pandangan antara individu atau
kelompok. Berikut definisi konflik menurut para ahli:
30 Eti Nurhayati, Bimbingan Konseling dan PsikoterapI Inovatif,
(Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011), h. 194-198. 31 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 723.
47
a. Konflik sebagai suatu proses sosial individu atau kelompok
yang berusaha untuk memenuhi tujuannya
dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan
ancaman dan/atau kekerasan.32
b. Konflik sebagai perilaku seseorang dalam rangka beroposisi
dengan pikiran, perasaan, dan tindakan orang lain.33
c. Konflik pernikahan (Marital Conflict) ialah keadaan dimana
pasangan suami isteri kurang merasakan hubungan akrab
dan hangat karena masalah yang dihadapinya. Masalah-
masalah yang dihadapinya itu dapat berpengaruh terhadap
keharmonisan hubungan pernikahan mereka sehingga
menimbulkan kerenggangan dan kesenjangan, serta
pengambilan keputusan yang tidak sesuai dengan keinginan
salah satu pasangan.
d. Konflik pernikahan ialah konflik yang dihadapi oleh suami
isteri dalam pernikahannya, ditunjukkan dalam perilaku
mereka yang cenderung kurang harmonis ketika
menghadapi konflik tersebut.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa konflik pernikahan adalah konflik yang
dihadapi oleh pasangan suami istri dalam pernikahannya yang
disebabkan karena adanya perbedaan pendapat dan ketidak
cocokan tujuan yang menyebabkan hubungan suami isteri
menjadi tidak harmonis.
32 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007),
h.281. 33 Sri Lestari, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan
Konflik Dalam Keluarga, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 101.
48
2. Pengertian Penyelesaian Konflik Pernikahan
Penyelesaian konflik pernikahan adalah kumpulan
respon atau sejumlah tingkah laku yang digunakan oleh
individu ketika menghadapi konflik dengan pasangannya.34
Penelitian ini membahas penyelesaian konflik pernikahan
yang bersifat konstruktif dan destruktif. Penyelesaian
konflik memiliki dua proses yaitu proses yang bersifat
konstruktif dan destruktif. Proses yang bersifat konstruktif
merupakan proses penyelesaian konflik yang dilakukan
secara kooperatif (mau bekerja sama menyelesaiakan
konflik), sedangkan proses penyelesaian konflik yang
bersifat destruktif melibatkan proses kompetitif
(bersaing).35
Penyelesaian konflik yang bersifat konstruktif
menampilkan sikap-sikap positif yang dapat diterima oleh
kedua belah pihak dan memudahkan tercapainya
kesepakatan antara pasangan suami istri, sedangkan
penyelesaian konflik yang bersifat destruktif menampilkan
sikap-sikap negative yang menjadi pemicu peselisihan
berkepanjangan antara keduanya.
3. Faktor-faktor Konflik
Dalam upaya penanganan konflik yang baik dan benar,
maka diperlukan pengenalan terhadap akar timbulnya
34 Sitti Murdiana, “Penyelesaian Konflik Perkawinan Ditinjau Dari
Usia Perkawinan” , Vol. 5 No.3 2015, h. 136 diakses pada 23 November 2018 dari http://jurnal.unpad.ac.id/ijas/article/view/15063
35 Sitti Murdiana, “Penyelesaian Konflik Perkawinan Ditinjau Dari Usia Perkawinan”,136.
49
konflik tersebut. Ada dua sumber yang mempengaruhi terjadinya
konflik dalam pernikahan, diantaranya konflik yang bersumber
dari kepribadian dan konflik yang erat kaitanya dengan
kehidupan perkawinan itu sendiri.
a. Konflik yang bersumber dari kepribadian
Ada tiga faktor konflik yang bersumber dari kepribadian,
yaitu ketidakmatangan kepribadian, adanya sifat-sifat
kepribadian yang tidak cocok untuk menjalin hubungan,
adanya kelainan mental. Berikut penjelasannya:
1) Ketidakmatangan kepribadian
Kalau salah satu atau kedua belah pihak memiliki
kepribadian yang belum matang atau belum dewasa
dalam arti belum mempunyai tanggung jawab, masih
ikut-ikutan (tidak punya prinsip) masih suka memburu
kesenangannya sendiri kemungkinan akan
menyebabkan permasalahan dalam perkawinan. Maka
diharapkan calon suami siteri yang akan mengikat
perkawinan, sudah memiliki kepribadian yang matang
dalam arti kepribadian yang mampu melaksanakan
tugas dan panggilan hidup atas tanggung jawab
sendiri. Ia sudah tidak menjadi tanggung jawab
orangtua, sudah dapat memimpin diri sendiri,
mengurus persoalan-persoalan hidupnya sendiri, dan
bertanggung jawab atas nasib orang-orang yang
menjadi tanggungannya, punya gambaran diri atau ciri
diri positif.
50
2) Adanya sifat-sifat kepribadian yang tidak cocok untuk
menjalin hubungan.
Watak-watak kepribadian yang tidak cocok untuk menjalin
hubungan perkawinan dan apabila ini dimiliki sepasang
suami isteri maka akan terjadi konflik dalam kehidupan
perkawinannya, misalnya egois, tertutup, keras kepala,
mudah tersinggung, defensive, berusaha membenarkan atau
menutupi kesalahnnya, selalu curiga, kurang percaya diri.
Apabila sifat ini dibawa dalam kehidupan perkawinan maka
akan menimbulkan konflik, kejengkelan, kebencian, dan
tidak jarang membuat perkawinan berantakan.
3) Adanya kelainan mental
Kelainan mental yang mudah memicu konflik perkawinan
adalah perilaku abnormal, homosek, lesbian, psikosis, dan
sebagainya.
4) Agama
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara pria dan
wanita untuk membentuk keluarga yang bahagia
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari pengertian
tersebut jelas bahwa agama adalah salah satu faktor utama
untuk membentuk keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.
Dengan adanya kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang tercermin dalam agama yang dianutnya, akan
memberikan tuntunan ataupun memberikan bimbingan
kepada orang yang memeluknya. Agama akan menuntun
dan membimbing manusia kepada ajaran yang telah
ditetapkan. Demikian pula dalam perkawinan, maka agama
51
yang dianut oleh pasangan akan memberikan tuntunan atau
membimbing bagaimana bertindak secara baik. Banyak tindakan
yang dapat dicegah pelaksanaannya karena dilatar belakangi oleh
kuatnya agama. Dengan agama atau kepercayaan yang kuat,
keadaan ini akandapat digunakan sebagai benteng yang tangguh
untuk menanggulangi perbuatan yang tidak terpuji.36
b. Konflik yang erat kaitannya dengan perkawinan:37
1) Ekonomi
Masalah ekonomi jelas sangat berdampak pada
kehidupan berkeluarga. Jika emosional antara
pasangan suami isteri belum dewasa, maka bisa
dipastikan akan terjadi konflik diantara mereka.
Banyak suami yang belum bisa memenuhi kebutuhan
rumah tangganya, disamping itu banyak pula isteri
yang menunutut hal-hal yang diluar kemampuan
suaminya, maka timbul lah pertengkaran diantara
keduanya yang tidak jarang akan berakhir kepada
perceraian. Jika suami tidak bisa mengendalikan
emosinya lalu menceraikan isterinya, maka terjadilah
kehancuran dalam rumah tangga yang disebabkan oleh
masalah ekonomi.
36 Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling Perkawinan,
(Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004), h. 53-54. 37 Nur Imsana Imniar, “Awas, Inilah 5 Penyebab Umum Terjadi
Perceraian”, artikel diakses 12 Februari 2018 dari http://www.bhataramedia.com/4484/awas-inilah-5-penyebab-umum-terjadinya-perceraian/2015/06/03/
52
2) Perselingkuhan
Pengertian selingkuh menurut Quraish Shihab dalam bahasa
saja sudah bermakna negatif yaitu tidak berterus terang,
tidak jujur atau serong, suka menyembunyikan sesuatu,
korup atau menggelapkan uang, memudah-mudahkan
perceraian.38
Dalam hubungan perkawinan, perselingkuhan bisa
membawa akibat fatal, yaitu terjadinya perceraian. Bagi
keluarga masalah perselingkuhan jelas membawa
pengaruh negative. Keluarga yang telah dibina akan
menjadi berantakan terlebih lagi jika sudah memilki anak,
anak akan terabaikan dan emosionalnya akan terganggu saat
mengetahui orangtuanya berselingkuh. Dalam sisi agama
pelaku perselingkuhan adalah termasuk perbuatan maksiat,
karena termasuk kepada perbuatan zina, yaitu zina mata,
zina hati, zina tangan, dan terlebih lagi zina yang
sebenarnya yaitu berhubungan intim. Dari sisi sosial jelas
perselingkuhan mendatangkan pandangan negative dari
lingkungan sekitarnya.
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya
perselingkuhan. Pertama, hubungan suami isteri yang sudah
hilang kemesraan dan cinta kasih. Hal ini berhubungan
dengan ketidakpuasan seks, isteri kurangnya berdandan di
rumah kecuali jika pergi ke undangan atau pesta, cemburu
baik secara pribadi maupun atas hasutan pihak ketiga.
38 Herdianto, Perceraian Karena Perselingkuhan, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2004), h. 33.
53
Kedua, tekanan pihak ketiga seperti mertua dan lain-lain
(anggota keluarga lain) dalam hal ekonomi. Ketiga, adanya
kesibukan masing-masing sehingga kehidupan kantor lebih
nyaman daripada kehidupan keluarga.39
3) KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)
Kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence) adalah
bentuk penganiayaan (abuse) oleh suami terhadap isteri
baik secara fisik (patah tulang, memar, kulit tersayat)
maupun emosional/psikologis (rasa cemas, depresi dan
perasaan rendah diri).40 Kasus perlakuan sewenang-wenang
dan kekerasan terhadap wanita saat ini semakin meningkat
baik secara fisik maupun psikis. Sebagian besarnya terjadi
di dalam rumah tangga, seperti kekerasan secara fisik
(pemukulan, penganiayaan), kekerasan psikologis
(ancaman intimidasi, yang menimbulkan ketakutan,
bentakan, memaki, penyisihan, penelantaran), kekerasan
seksual (pelecehan seksual, pemaksaan hubungan yang
tidak dikehendaki, penyiksaan alat-alat genital, aborsi).
Kekerasan dalam rumah tangga umumnya dari pihak suami
terhadap isteri. Menurut catatan tahunan (Catahu) Komnas
Perempuan tahun 2017 menunjukkan bahwa ada 259.150
kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan
ditangani selama tahun 2016. Kekerasan yang terjadi di
ranah personal mencatat kasus paling tinggi. Data
39 Sofyan. S. Willis, Konseling Keluarga (Family Counseling),
(Bandung: Alfabeta, 2011), h. 18. 40 Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, (Yogyakarta: Pusat Studi
Gender (PSG), 2006), h. 49.
54
Pengadilan Agama menunjukkan sejumlah 245.548 adalah
kekerasan terhadap istri yang berujung pada perceraian.41
Kekerasan terhadap isteri berawal dari pandangan stereotip
masyarakat, sehingga ketika memasuki perkawinan, laki-
laki sering beranggapan bahwa perempuan adalah milik
sepenuhnya dan boleh memperlakukan semaunya.
Akibatnya, isteri yang teraniaya fisik maupun psikologisnya
akan memliki self-image yang rendah, tidak berdaya, dan
selalu tergantung.42
4) Gangguan seksual
Tidak patut dipungkiri, masalah seksual adalah masalah
sensitif yang harus dibicarakan dengan baik-baik. Karena
hubungan yang harmonis biasanya ditandai dengan
lancarnya hubungan intim. Namun biasanya menjadi
masalah keharmonisan dalam rumah tangga, apabila
pasangan mengalami gangguan seksual seperti perilaku
seksual yang menyimpang ke sesama jenis, disfungsi
ereksi, ejakulasi dini, hiperseksual (terlalu menggila dalam
fantasi seks) dan hiposeksual (tidak mau berhubungan
seks).43 Pada dasarnya pasangan yang sudah menikah
41 Komnas Perempuan, “Labirin Kekerasan terhadap Perempuan:
Dari Gang Rape hingga Femicide, Alarm bagi Negara untuk Bertindak Tepat”, artikel diakses pada 24 Januari 2017 dari https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2017%20Siaran%20Pers/Lembar%20Fakta%20Catahu%202017.pdf
42 Eti Nurhayati, Bimbingan Konseling dan Psikoterapi Inovatif, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2011), h. 108.
43 Nur Imsana Imniar, “Awas, Inilah 5 Penyebab Umum Terjadi Perceraian”, diakses pada 12 Februari 2018 dari http://www.bhataramedia.com/4484/awas-inilah-5-penyebab-umum-terjadinya-perceraian/2015/06/03/
55
membutuhkan hubungan seks untuk memenuhi
kebutuhan batinnya. Namun salah satu permasalahan
yang muncul dari hubungan seks ini adalah adanya
ketidak puasan pasangan. Ketidakpuasan hubungan seks
dalam rumah tangga bisa saja memunculkan konflik
besar. Oleh karena itu dibutuhkan penyelesaian yang
baik antara pasangan suami isteri, dibutuhkan
keterbukaan dan kepercayaan dari kedua belah pihak
untuk mengatasi masalah tersebut.
5) Masalah anak
Dikatakan bahwa anak adalah pemersatu antara suami
dan isteri, namun faktanya permasalahan anak bisa
menjadi sumber pertengkaran suami isteri, melalui
permasalahan kecil seperti mengurus pendidikan anak,
siapa yang mengurus anak apabila kedua orangtuanya
sama-sama bekerja, sampai tuntutan anak yang orangtua
tidak bisa memenuhinya. Permasalahan anak sering
menajadi objek untuk saling menyalahkan antara suami
isteri, seringkali kenakalan pada anak menjadi bahan
antara suami isteri saling menyalahkan dan pada
akhirnya menimbulkan keributan, padahal mengurus
dan mendidik anak bukan saja tanggung jawab seorang
ibu atau ayah saja, namun merupakan tanggung jawab
keduanya.
4. Dampak Konflik Pernikahan
Konflik bisa berdampak negative maupun positif.
Berdampak positif, jika konflik tersebut dapat mengarah
56
kepada perbaikan hubungan, sebaliknya berdampak negative, jika
pertentangan yang terjadi diakhiri oleh perpecahan. Berikut
dampak yang ditimbulkan oleh konflk pernikahan. :
a. Dampak negative
Dampak konflik antara suami isteri diantaranya, dampak
negative terhadap anak, rahasia rumah tangga menjadi tidak
lagi rahasia, rasa cinta kasih dan kasih sayang putus,
hubungan silaturrahmi terputus, dampak terhadap orang
lain, dan mengaburkan nilai pernikahan bagi yang belum
menikah.44 Berikut penjelasannya:
1) Dampak negatifnya terhadap anak-anak
Disadari atau tidak, penyebab utama kenakalan anak
remaja adalah hubungan bapak ibunya yang tidak
harmonis. Mereka menjadi tidak betah lagi dirumah.
Mereka lebih memilih hidup dijalanan yang jauh dari
keributan rumah yang menurutnya, tidak bisa member
ketenangan. Tempat pelarian mereka adalah jalanan,
sehingga ia harus bergaul dengan teman-teman yang
keras kepribadiannya. Dari pergaulan itu,
kepribadiannya kemudian terbentuk, ditambah dengan
pengaruh lingkungan yang keras, akhirnya ia
terjerumus ke dalam jurang kriminalitas. Atau,
menyebabkan anak trauma. Anak kemudian melihat
pernikahan sebagai ikatan untuk bertengkar dan
cekcok, sebagaimana yang dilami bapak ibunya, yang
44 Nabil Mahmus, Problematika Rumah Tangga dan Kunci
Penyelesaiannya, (Jakarta: Qisti Press, 2004), h. 189-191.
57
akhirnya anak memiliki pandangan negative tentang
pernikahan.
2) Rahasia rumah tangga menjadi tidak rahasia lagi
Justru akan menjadi cemar bila rahasia rumah tangga tak
lagi tertutup rapat-rapat. Ketika suami isteri sudah tak bisa
menahan amarahnya, maka ia tak tahu lagi kepada siapa
harus mengadukan masalah rumah tangganya. Suami
mengadukan masalahnya kepada semua temannya, dan
isteri mengeluhkan kepada teman nya pula. Akhirnya,
rahasia rumah tangga menjadi bahan pergunjingan, dan aib
keluarga menjadi berita.
3) Rasa cinta dan kasih sayang pupus
Karena sama-sama emosi, baik suami maupun isteri tak lagi
memperdulikan begaimana perasaan pasangannya. Dan bisa
jadi senang bila pasangannya celaka.
4) Hubungan silaturrahmi terputus
Konflik yang terjadi antara suami isteri bisa
merenggangkan hubungan keluarga yang sudah terjalin
sebelumnya. Salah satu indikator terjadinya kerenggangan
tersebut ialah melemahnya/menghilangnya dimensi afeksi,
perasaan/emosi yang mengikat antar dua orang/lebih.
Lambat laun hal itu akan mempengaruhi pemaknaan atas
hubungan yang sudah terjalin sebelumnya. Eksistensi
sebuah hubungan tidak lagi dianggap penting.45
45 Adi Sujatmika, “5 Dampak Masalah dan Konflik Keluarga”, artikel
diakses pada 13 februari 2018 dari https://growthia.net/keluarga/5-dampak-masalah-dan-konflik-keluarga/
58
Pertengkaran suami isteri bisa memutuskan hubungan antar
keluarga. Keluarga yang perempuan membela anak
perempuannya, dan keluarga yang laki-laki tak mau kalah.
Dan, masuklah syetan untuk menyulut api permusuhan
menjadi semakin besar. Ujungnya, hubungan-hubungan
silaturrahmi dan cinta pun terputus.
5) Dampaknya terhadap orang lain
Ketika orang lain mendengar pertengkaran suami isteri
tetangganya, mungkin akan menjadikannya sebagai
pergunjingan (ghibah), bukan menyadarkan dan
menasehatinya. Kebiasaan buruk ini umum di kalangan
kaum perempuan.dan selalu, obrolan diantara mereka
dimulai dengan pertengkaran suami isteri di rumah.
6) Mengaburkan nilai pernikahan bagi yang belum menikah
Suasana rumah tangga yang selalu cekcok akan membentuk
jiwa yang selalu tidak percaya dan bimbang. Bahwa
pernikahan identik dengan percekcokan dan perselisihan,
buka cinta dan keselarasan. Sehingga, memilih pasangan
hidup menjadi seleksi paling ketat. Bertahun-tahun Allah
belum juga memberi pasangan yang sesuai keinginannya,
dan akhirnya terlambat menikah.
b. Dampak positif
Suami istri dalam mewujudkan keharmonisan rumah
tangga, sesungguhnya apabila konflik mampu dikelola
secara konstruktif, konflik justru dapat memberikan manfaat
59
yang positif bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Adapun
beberapa manfaat positif konflik antara lain:46
1) Munculnya kesadaran bahwa ada persoalan yang harus
dipecahkan.
2) Konflik dapat mendorong untuk melakukan perubahan.
3) Dapat menjadikan kehidupan lebih menarik.
4) Dapat mendorong keputusan yang lebih matang.
5) Dapat mempererat dan memperkaya hubunga
6) Sumber hiburan.
7) Menyadarkan tentang siapa dan bagaimana diri anggota
keluarga serta memecahkan persoalan yang selama ini tidak
disadari.
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
KERANGKA PEMIKIRAN
46 Suciati, Kohesivitas Suami Istri Dalam Mewujudkan Keharmonisan
Rumah Tangga: Studi Kasus Di Gunung Kidul Yogyakarta, (Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), h. 604.
Pelayanan Konseling Aspek
Kognitif (X1)
Pelayanan Konseling Aspek
Afektif (X2)
Penyelesaian Konflik Pernikahan
(Y)
60
Secara Parsial
Secara Bersama-sama
Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa
variabel pelayanan konseling aspek kognitif (X1)
berpengaruh terhadap penyelesaian konflik pernikahan.
Pelayanan konseling aspek kognitif terdiri dari mengetahui
dan memahami. Artinya konseli dapat mengetahui dan
memahami apa yang disampaikan konselor dalam
penyelesaian konflik pernikahan, misalnya yang tadinya
mereka belum mengetahui kewajiban suami istri, kini
mereka menjadi mengetahui dan memahaminya setelah
mendapatkan metode konseling dari konselor BP4.
Kemudian variabel pelayanan konseling aspek afektif
(X2) berpengaruh terhadap penyelesaian konflik
pernikahan. Pelayanan konseling aspek afektif terdiri dari
merasa, menyukai, menerima, merespon/menanggapi.
Artinya klien mampu merasakan, menyukai, menerima, dan
menanggapi konseling yang disampaikan oleh konselor,
misalnya konseli merasakan manfaat dari konseling yang
diberikan konselor dalam penyelesaian konflik
pernikahannya.
Kemudian variabel pelayanan konseling aspek
kognitif dan pelayanan konseling aspek afektif berpengaruh
terhadap penyelesaian konflik pernikahan. Kedua aspek ini
sangat penting dan perlu dimiliki oleh setiap pasangan yang
memiliki konflik dalam rangka menyelesaikan konflik
pernikahannya.
61
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban
yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan,
belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh
melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat
dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan
masalah penelitian, belum jawaban empirik.47 Hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
Hipotesis 1
Ho: Pelayanan konseling aspek kogitif tidak berpengaruh
terhadap penyelesaian konflik pernikahan
Ha: Pelayanan konseling aspek kognitif berpengaruh
terhadap penyelesaian konflik pernikahan.
Hipotesis 2
Ho: Pelayanan Konseling aspek afektif tidak berpengaruh
terhadap penyelesaian konflik pernikahan.
Ha: Pelayanan Konseling aspek afekitif berpengaruh
terhadap penyelesaian konflik pernikahan.
Hipotesis 3
Ho: Konseling aspek kogitif dan konseling aspek afektif,
tidak berpengaruh secara bersama-sama terhadap
penyelesaian konflik pernikahan.
47 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&d,
(Bandung: Alfabeta, 2018), cet ke-27, h. 63.
62
Ha: Pelayanan konseling aspek kogitif dan pelayanan
konseling aspek afektif, berpengaruh secara bersama-
sama terhadap penyelesaian konflik pernikahan.
63
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kuantitatif dengan rumusan masalah asosiatif. Penelitian
kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
berlandasakan pada filsafat positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan
data menggunakan instrument penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan.1 Rumusan masalah
assosiatif adalah suatu rumusan masalah peneltian yang
bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau
lebih.2
Alasan penulis menggunakan metode kuantitatif
dalam penelitian ini karena analisis data bersifat kuantatif
atau statistic untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan
dan penulis memilih rumusan masalah asssosiatif karena
variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini
berjumlah 2 yaitu konseling aspek kognitif dan konseling
aspek afektif.
1 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&d,
(Bandung: Alfabeta, 2018), cet. ke-27, h. 8. 2 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&d, h. 37.
64
B. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.3 Populasi merupakan
objek atau subjek yang berada pada wilayah yang
memenuhi syarat tertentu terkait dengan permasalahan
penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah
klien yang minimal sudah menjalankan dua kali pertemuan
konseling oleh konselor BP4 Jakarta Selatan, yaitu
sebanyak 30 klien.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar,
dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, waktu,
tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan
sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari
dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan
untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari
populasi harus betul-betul representative (mewakili).4
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 30 klien, atau
jumlah keseluruhan dari populasi, hal ini dikarenakan
3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&d,
(Bandung: Alfabeta, 2018), cet.ke-27, h. 80 4 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&d, h. 81.
65
adanya keterbatasan waktu, dan jumlah klien di BP4,
sehingga peneliti tidak dapat mengambil sampel yang
lebih besar.
3. Teknik Pengumpulan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan sampling jenuh. Sampling jenuh adalah
teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan
bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30
orang, atau penelitian yang ingin membuat
generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.
Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana
semua anggota populasi dijadikan sampel.5 Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 30 responden.
C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Subjek dan objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah klien yang sudah
mendapatkan konseling oleh konselor BP4 Kota Jakarta
Selatan. Adapun objek dari penelitian ini adalah Pengaruh
Pelayanan Konseling Terhadap Penyelesaian Konflik
Pernikahan di Badan Penasihatan Pembinaan dan
Pelestarian (BP4) Kota Jakarta Selatan.
5 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&d,
(Bandung: Alfabeta, 2018), cet. ke-27, h.85.
66
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Badan Penasihatan Pembinaan
dan Pelastarian Perkawinan (BP4) Kota Jakarta Selatan
bertempat di Jl. Warung Jati Barat No.2 RT 001/ RW 007
Pejaten Barat, Ps. Minggu Jakarta Selatan. Adapun waktu
penelitian guna mendapatkan data yang akurat dari subyek
penelitian dilakukan pada bulan november 2017. Adapun
alasan pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan atas
pertimbangan sebagai berikut:
a. Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelastarian
Perkawinan (BP4) Kota Jakarta Selatan aktif dalam
mengadakan layanan konseling pernikahan milik
pemerintah yang merupakan tempat untuk membantu
permasalahan pernikahan.
b. Jumlah klien yang melakukan konseling di BP4 Kota
Jakarta Selatan cukup banyak.
c. Peneliti mudah mengakses data yang dibutuhkan
karena pihak lembaga bersedia diadakannya penelitian
sehingga peneliti mendaptkan mendapatkan data
sesuai dengan yang dibutuhkan.
D. Sumber Data
Berikut sumber data dalam penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Data Primer
67
Data primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data.6 Data
primer pada penelitian ini yaitu data yang pertama
kali dicatat dan dikumpulkan oleh peneliti. Data
primer yang diperoleh peneliti dengan cara pengisian
kuesioner oleh responden.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan sumber yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data
seperti textbooks, jurnal, maupun artikel referensi di
media elektronik.7
E. Instrumen Penelitian
Dalam menganalisa hasil penelitian metode yang
digunakan adalah metode kuantitatif deskriptif yaitu
menggambarkan dan menjelaskan obyek penelitian. Metode
analisis kuantitatif ini yang akan penulis gunakan untuk
mengetahui pengaruh pelayanan konseling terhadap
penyelesaian konflik pernikahan di Badan Penasihatan
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kota Jakarta
Selatan.
Untuk mengetahui pengaruh pelayanan konseling
aspek kognitif dan aspek afektif terhadap penyelesaian
konflik pernikahan, dilakukan dengan skala likert.
6 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&d,
(Bandung: Alfabeta, 2018), cet. ke-27, h. 137. 7 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&d, h.137.
68
Selanjutnya untuk mempermudah mengolah data, item-item
yang tersusun mulai dari indikator yang ada diberikan skor
dengan menggunakan skala likert. Skala likert merupakan
skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang tentang suatu gejala atau
fenomena tertentu.8
1. Uji Validitas
Uji validitas item merupakan uji instrument data untuk
mengetahui seberapa cermat suatu item dalam mengukur
apa yang ingin diukur. Uji validitas penelitian ini dilakukan
di BP4 pusat di Jl. Taman Wijaya Kusumah, Ps. Baru,
Sawah Besar, Kota Jakarta Pusat. Uji validitas yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
Corrected item-Total Correlation dengan cara
mengorelasikan masing-masing indikator dengan skor total
indikator. Dasar pengambilan keputusan pada uji valliditas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Jika r hitung ≥ r tabel, maka butir pernyataan
atauvariabel valid.
b. Jika r hitung ≤ r tabel, maka pernyataan variabel
tidak valid.9
8 Budiman & Agus Rianto, Kapita Selekta Kuesioner: Pengetahuan
dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan, (Jakarta: Salemba Medika, 2013), h. 18.
9 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta: Andi, 2014), h.51.
69
Tabel 3.1
Blue Print Skala Pelayanan Konseling Aspek Kognitif dan
Aspek Afektif Sebelum Uji Instrument
No Dimensi Item Jumlah Butir positif Butir negatif 1 Pelayanan
Konseling aspek kognitif
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 11, 12, 13 13
2 Pelayanan konseling aspek afektif
14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24
25, 26, 27 14
Jumlah 27
Uji validitas penelitian ini dilakukan di BP4 Pusat Jl.
Taman Wijaya Kusumah, Ps. Baru, Sawah Besar, Kota Jakarta
Pusat. Setelah dilakukan uji validitas terhadap skala konseling
dengan teknik Product Moment yang diuji cobakan kepada 30
responden, dari 27 item butir pernyataan yang diuji cobakan
diketahui 21 item butir valid dan 6 item butir tidak valid. Dengan
demikian maka 21 item butir yang valid yang akan digunakan
untuk penelitian selanjutnya. Adapun Blue Print 21 item butir
yang valid terlihat dalam tabel berikut.
70
Tabel 3.2
Blue Print Skala Konseling Pelayanan Konseling Aspek
Kognitif Dan Aspek Afektif Setelah Uji Instrument
No Dimensi Item
Jumlah Butir positif Butir negatif
1 Pelayanan konseling aspek kognitif
1, 2, 3, 5, 6, 7, 9 11, 12, 13 10
2 Pelayanan konseling aspek afektif
14, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23 25, 26, 27 11
Jumlah 21 Adapun blue print skala Penyelesaian Konflik Pernikahan
sebelum dilakukan uji coba validitas terlihat pada tabel seperti
berikut:
Tabel 3.3
Blue Print Skala Penyelesaian Konflik Pernikahan Sebelum
Uji Instrument
No Dimensi Item Jumlah Butir positif Butir negatif
1 Konstruktif 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 13
2 Destruktif 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25
12
Jumlah 25 Setelah dilakukan uji validitas skala penyelesaian konflik
pernikahan dengan teknik Product Moment yang diuji cobakan
kepada 30 responden, dari 25 item butir pernyataan yang diuji
cobakan diketahui 5 item butir tidak valid dan 20 item butir
valid. Dengan demikian maka 20 item butir yang valid yang akan
digunakan untuk penelitian selanjutnya.
71
Tabel 3.4
Blue Print Skala Penyelesaian Konflik Pernikahan Setelah Uji Instrument
No Dimensi Item
Jumlah Butir positif Butir negatif
1 Konstruktif 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13 11
2 Destruktif 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 25
9
Jumlah 20
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keajegan
atau kekonsistenan alat ukur yang biasanya menggunakan
kuesioner. Maksudnya apakah alat ukur tersebut akan
mendapatkan pengukuran yang konsisten jika diulang
kembali. Metode yang sering digunakan dalam penelitian
untuk mengukur skala rentangan (seperti skala likert 1-4)
adalah Cronbach Alpha. Kriteria pengujian reliabilitas
Cronbach Alpha > 0,6.10
Tabel 3.5
Hasil Output Uji Reliabilitas Pelayanan Konseling Aspek
Kognitif (X1) Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .852 13
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
10 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta:
Andi, 2014), h. 51.
72
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa hasil output uji
reliabilitas pelayanan konseling aspek kognitif (X1) memperoleh
nilai alpha lebih besar dari nilai 0,6. Maka dapat disimpulkan
bahwa variabel pelayanan konseling aspek kognitif adalah
reliable.
Tabel 3.6
Hasil Output Uji Reliabilitas Skala Pelayanan
Konseling Aspek Afektif (X2) Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .908 14
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa hasil output uji
reliabilitas pelayanan konseling aspek afektif (X2) memperoleh
nilai alpha lebih besar dari nilai 0,6. Maka dapat disimpulkan
bahwa variabel pelayanan konseling aspek afektif adalah reliable.
Tabel 3.7
Hasil Output Uji Realibilitas Skala Penyelesaian
Konflik Pernikahan (Y) Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .897 25
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa hasil output uji
reliabilitas Penyelesaian Konflik Pernikahan (Y) memperoleh
nilai alpha lebih besar dari nilai 0,6. Maka dapat disimpulkan
bahwa variabel Penyelesaian Konflik Pernikahan adalah reliable.
73
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner, wawancara, observasi.
Berikut metode pengumpulan data antara lain:
1. Kuesioner/angket
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan
atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan
data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel
yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari
responden. Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan bila
jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang
luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan
tertutup atau terbuka, dan diberikan kepada responden
secara langsung atau dikirim melalui pos, atau internet.11
Pernyataan atau pertanyaan yang ada di dalam kuesioner
akan diukur dengan menggunakan skala likert. Skala likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena
sosial.12
11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&d,
(Bandung: Alfabeta, 2018), cet. ke-27, h. 93.
74
Tabel 3.8
Skala Penilaian Likert
Alternatif Jawaban Positif (+) Negatif (-) Sangat Setuju 5 1 Setuju 4 2 Kurang Setuju 3 3 Tidak Setuju 2 4 Sangat Tidak Setuju 1 5
Sumber: Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&d, 2018
Untuk mengukur variabel pelayanan konseling aspek
kognitif dan aspek afektif serta penyelesaian konflik pernikahan
peneliti menggunakan skala likert, untuk menghilangkan keragu-
raguan responden dalam menjawab peneliti tidak menggunakan
jawaban kurang setuju atau ragu-ragu dan hanya menggunakan 4
jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan
sangat tidak setuju (STS).
Modifikasi terhadap skala likert dimaksudkan untuk
menghilangkan kelemahan yang terkandung oleh skala lima
tingkat. Modifikasi skala likert dapat dilakukan berdasarkan dua
alasan. Pertama, kategori jawaban yang di tengah memiliki
makna ganda, bisa diartikan belum dapat menentukan jawaban,
bisa juga diartikan netral, setuju tidak, tidak setuju pun tidak.
Kategori jawaban yang bermakna ganda ini tidak diharapkan
dalam satu instrument. Kedua, tersedianya jawaban di tengah
menimbulkan kecenderungan jawaban di tengah (central
tendency effect), terutama bagi responden yang ragu-ragu atas
arah kecenderungan pendapat responden, ke arah setuju atau
kearah tidak setuju. Jika disediakan kategori jawaban di tengah
akan menghilangkan banyak data penelitian, sehingga
75
mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring pada
responden.13
2. Observasi
Observasi yaitu aktifitas pengamatan meliputi kegiatan
pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan
menggunakan indera. Teknik ini menuntut adanya
pengamatan dari peneliti baik langsung maupun tidak
langsung terhadap objek penelitian. Alasan peneliti
melakukan observasi yaitu untuk menyajikan gambaran
realistic perilaku atau kejadian, menjawab pertanyaan,
membantu mengerti perilaku manusia, dan evaluasi yaitu
melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan
umpan balik terhadap pengukuran tersebut.14 Dalam
penelitian ini peneliti melakukan pengamatan langsung
terhadap pelayanan konseling yang dilakukan di BP4
Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan.
3. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan
cara peneliti mengajukan pertanyaan secara lisan kepada
seseorang (informan atau responden). Selama melakukan
wawancara, peneliti dapat menggunakan pedoman yang
berupa pedoman wawancara atau menggunakan
13 Sutrisno Hadi, Analisa Butir untuk Instrument, (Yogyakarta: Andi
Offset , 1991), h.19. 14 Juliansyah Noor, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Kencana, 2011),
h. 140.
76
kuesioner.15 Pada penelitian ini, wawancara dilakukan
secara langsung kepada konselor dan konslei dengan
maksud untuk mendapatkan informasi yang akurat dengan
bertanya langsung pada responden.
G. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian
Definisi operasional merupakan definisi yang
didasarkan pada sifat-sifat variabel yang diteliti, bersifat
spesifik dan menggambarkan karakterisitik variabel-
variabel penelitian dan juga hal-hal yang dianggap penting.
Dari definisi operasional ini kemudian akan didapat suatu
indikator yang akan dijadikan acuan untuk mengukur
variabel yang diteliti.16
Tabel 3.9
Definisi Operasional Dan Indikator Variabel Penelitian
Variabel Independen
Definisi Operasional Teori Indikator
Pelayanan Konseling
(X)
Konseling adalah pemberian bantuan konselor kepada konseli yang memiliki masalah yang menyentuh aspek kognitif dan
Teori ASCA (American School Counselor Association) Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan
Kognitif 1. Mengetahui
Responden mengetahui tujuan pelayanan konseling yang diberikan konselor kepada konseli
2. Memahami Responden
15 Nanang Martono, Metode Penelitian Kunatitatif Analisis Isi dan
Analisis Data Sekunder, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada), cet ke-2, h. 86. 16 Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES,
1989), h.46.
77
afektif. sikap penerimaan (afektif) dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor menggunakan pengetahuan (kognitif) dan keterampilannya untuk membantu klien mengatasi masalah-masalah.17
memahami arahan yang disampaikan konsleor dalam proses konseling di BP4
Afektif 1. Merasa
Responden merasakan adanya manfaat dari metode konseling yang diberikan konselor BP4
2. Menyukai Responden menyukai dan senang pada saat proses konseling berlangsung
3. Menerima Responden menerima saran dari konselor BP4
4. Merespon/ menanggapi
Responden dapat merespon konseling dan metode yang diberikan konselor BP4
17 Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam
Berbagai Latar Kehidupan, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h. 10.
78
Penyelesaian
Konflik Pernikahan
(Y)
Teori Gottman Penyelesaian koflik perkawinan sebagai kumpulan respon atau sejumlah tingkah laku yang digunakan oleh individu ketika menghadapi konflik dengan pasangannya.18
Bersifat kontruktif Proses penyelesaian konflik yang bersifat kooperatif. Indikator: 1. Bersikap
lembut terhadap pasangan
2. Membuat dan menerima upaya-upaya memperbaiki hubungan
3. Menenangkan diri sendiri dan pasangan
4. Berkompromi 5. Toleransi
Bersifat destruktif Proses penyelesaian konflik yang bersifat kompetitif. Indikator: 1. Menyerang
pasangan 2. Saling
menyakiti pasangan
3. Menyerang terus menerus
4. Tidak dapat berkompromi
18 Sitti Murdiana, “Penyelesaian Konflik Perkawinan Ditinjau Dari
Usia Perkawinan” , Vol. 5 No.3 2015, h. 135 diakses 23 November 2018 dari http://jurnal.unpad.ac.id/ijas/article/view/15063
79
5. Tidak dapat mengenang kebaikan pasangan
H. Teknik Pengolahan Data
1. Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk penggambaran
tentang statistik data seperti min, max, mean, sum, standar
deviasi, variance, range, dan lain-lain dan untuk mengukur
distribusi data dengan skewness dan kurtosis.19
2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah analisis yang dilakukan
untuk menilai apakah di dalam sebuah model regresi linear
terdapat masalah-masalah asumsi klasik guna untuk
mendapatkan analisis regresi terbaik. Uji asumsi klasik
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya normalitas
residual, multikolinieritas, autokorelasi, dan
heteroskedastisitas pada model regresi. Model regresi linear
dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut
memenuhi beberapa asumsi klasik, yaitu data residual
terdistribusi normal, tidak adanya mutikolinieritas, dan
heteroskedastisitas. Harus terpenuhinya asumsi klasik
karena agar diperoleh model regresi dengan estimasi yang
tidak bias dan pengujian dapat dipercaya. Apabila ada satu
19 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta:
Andi, 2014), h. 31.
80
syarat saja yang tidak terpenuhi, hasil analisis regresi tidak
dapat dikatakan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).20
a. Uji Normalitas
Normalitas data merupakan hal yang penting karena dengan
data yang terdistribusi normal, maka data tersebut dianggap
dapat mewakili populasi.21 Uji distribusi normal pada
penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS versi 22
dengan melihat penyebaran data pada sumber diagonal pada
grafik normal P-P Plot of Regression Standardized
Residual atau model Saphiro-Wilk dengan nilai signifikansi
lebih dari 0,05 (5%). Dasar pengambilan keputusan dalam
uji distribusi normal ini adalah sebagai berikut:
1) Jika signifikansi > 0.05 menunjukkan data
berdistribusi normal.
2) Jika signifikansi < 0.05 menunjukkan data
berdistribusi tidak normal.22
b. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas artinya antar variable independen yang
terdapat dalam model regresi memiliki hubungan linier
yang sempurna atau mendekati sempurna (koefisien
korelasinya tinggi atau bahkan1). Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi sempurna atau mendekati
sempurna diantara variabel bebasnya.23 Pengambilan
20 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, Pengolah
Data Terpraktis, (Yogyakarta: Andi, 2014), h. 89. 21 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, h. 69. 22 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, h. 69. 23 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, h. 99.
81
keputusan dalam uji multikolinieritas adalah dengan
melihat nilai Tolerance dan VIF (Variance Inflation
Factor). Yakni sebagai berikut:
1) Tidak terjadi multikolinieritas, jika nilai Tolerance >
0,10.
2) Tidak terjadi multikolinieritas, jika nilai VIF < 10.24
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan anggota observasi yang disusun
menurut waktu atau tempat. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi autokorelasi.25 Metode pengujian
menggunakan uji Durbin-Watson (DW test). Dasar
pengambilan keputusan pada Uji Durbin-Watson adalah
sebagai berikut:
1) DU < DW < 4 – DU, maka artinya tidak terjadi
autokorelasi.
2) DW < DL atau DW > 4 – DL, maka artinya terjadi
autokorelasi.26
Keterangan:
DU = Durbin Upper
DW = Durbin Watson
DL = Durbin Lower
Dimana nilai DU dan DL diperoleh dari tabel autokorelasi
24 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta:
Andi, 2014), h. 103. 25 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, h. 106. 26 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, h. 106.
82
d. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah varian residual yang tidak
sama pada semua pengamatan didalam model regresi.
Regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
heteroskedastisitas.27 Penelitian ini melakukan uji
heteroskedastisitas dengan menggunakan uji
scatterplot yang dibantu dengan menggunakan
program SPSS versi 22.
3. Uji Koefisien Korelasi
Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara satu atau lebih variabel independen
terhadap variabel dependen. Menurut Arifin definisi
korelasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah hubungan timbal balik atau sebab akibat, hubungan
antara dua sifat kuantitatif yang disebabkan oleh
lingkungan yang sama-sama mempengaruhi kedua
sifat.Kaitan dengan statistic, korelasi adalah salah satu
analisis yang dipakai untuk mencari hubungan antara dua
variabel yang bersifat kuantitatif. Analisis korelasi
merupakan studi pembahasan mengenai derajat hubungan
atau derajat asosiasi antara dua variabel, misalnya variabel
X dan variabel Y. Korelasi bermanfaat untuk mengukur
kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih dengan
skala tertentu yang diukur dengan jarak 0 sampai dengan 1.
27 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta:
Andi, 2014), h. 108.
83
Pengukuran statistic asosiasi dua variabel atau
kovariasi disebut dengan istilah koefisien variasi dan jika
tidak sama dengan nol, berarti terdapat hubungan diantara
dua variabel tersebut. Hubungan dikatakan korelasi atau
hubungan sempurna jika koefisien korelasi +1 dengan
kemiringan (slope) positif atau -1 dengan kemiringan
negative. Untuk koefisien korelasi sempurna, tidak
diperlukan hipotesis karena variabel X memiliki hubungan
yang sangat kuat dengan variabel Y. Uji korelasi Person
(Product moment person) digunakan untuk menguji
hipotesis asosiatif (uji hubungan) dengan interval atau
rasio.28 Pedoman untuk menginterpretasikan hasil koefisien
korelasi antara lain sebagai berikut:29
Tabel 3.10
Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai R
Interfal Koefisien Tingkat Hubungan 0,00-0199 Sangat Rendah 0,20-0,399 Rendah 0,40-0,599 Sedang 0,60-0,799 Kuat 0,80-1,000 Sangat Kuat
Untuk melakukan pengujiannya, kriterianya adalah
sebagai berikut:
1) Jika Person Correlation bernilai positif, maka
hubungan yang terjadi searah.
28 Johar Arifin, SPSS 24 untuk Penelitian dan Skripsi, (Jakarta: PT.
Alex Media Komputindo, 2017), h. 135 29 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&d,
(Bandung: Alfabeta, 2018), cet ke-27, h. 184.
84
2) Jika Person Correlation, maka hubungan yang
terjadi tidak searah.
4. Uji Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda adalah hubungan
secara linear antara dua atau lebih variabel independen (XI,
X2, X3,…..Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini
untuk mengetahui arah hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen apakah masih-
masing variabel independen berhubungan positif atau
negative.30 Maka untuk mengetahui berapa besar pelayanan
konseling aspek kognitif dan aspek afektif, berpengaruh
dalam penyelesaian konflik pernikahan di BP4 Jakarta.
Selatan Peneliti melakukan uji regresi linear berganda.
Adapun persamaan regresi linear berganda adalah:31
Keterangan:
Y = Variabel dependen (Penyelesaian Konflik
Pernikahan)
a = Koefisien prediktor
b1 b2 = Koefisien Regresi variabel independen
X1 = Variabel independen (Pelayanan konseling
aspek kognitif)
30 Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2004), h. 107. 31 Sugiyono, Statistik Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.
261.
Y = a + b1 X1 + b2X2
85
X2 = Variabel independen (Pelayanan konseling
aspek afektif)
a. Koefisien Determinasi (R2)
R Square atau kuadrat dari R yaitu menunjukkan koefisien
determinasi. Angka ini akan diubah kebentuk persen, yang
artinya persentase sumbangan pengaruh variabel
independen terhadap variabel independen.32
b. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas terhadap
variabel terikat, maka dilakukan uji t. Kriteria pengujian
pada uji t adalah sebagai berikut:
1) Jika Signifikansi > 0,05, maka Ho diterima.
2) Jika Signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak.33
c. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji anova atau uji F yaitu uji koefisien regresi secara
bersama-sama untuk menguji signifikansi pengaruh
beberapa variabel independen terhadap variabel dependen.
Kriteria pengujian pada uji anova atau uji F ini antara lain
adalah sebagai berikut:
1) Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima
2) Jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak
Sedangkan untuk mengetahui pengaruh simultan dari
variabel berdasarkan nilai signifikansi adalah sebagai
berikut:
32 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta:
Andi, 2014), h. 156. 33 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, h. 175.
86
1) Jika signifikansi > 0,05 maka Ho diterima tidak ada
pengaruh signifikan
2) Jika signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak terdapat
pengaruh signifikan34
34 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta:
Andi, 2014), h.142.
87
BAB IV
GAMBARAN UMUM BADAN PENASIHATAN
PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4)
A. Sejarah Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian
Perkawinan (BP4)
BP4 yang berdiri pada 1960 ini sudah berganti
kepanjangannya sebanyak tiga kali. Pertama, 1960, BP4
merupakan akronim dari Badan Penasihatan Perkawinan,
Perselisihan dan Perceraian. pada 1977 berubah menjadi
Badan Pembinaan, Penasihatan Perkawinan dan
Perselisihan Rumah Tangga. Terakhir pada Musyawarah
Nasional (MUNAS) ke XIV yang berlangsung pada 1-3
Juni 2009, berubah menjadi Badan Penasihatan Pembinaan
dan Pelestarian Perkawinan.1
Di MUNAS ke XIV itu juga ditegaskan mengenai
posisi BP4 yang merupakan lembaga otonom dan
merupakan mitra dari Kementerian Agama RI dengan tugas
membantu dan meningkatkan mutu perkawinan dengan
mengembangkan gerakan keluarga sakinah.2
Dahulu, BP4 adalah badan resmi dari Departemen
Agama. Kedudukan BP4 di DEPAG pada awalnya setara
dengan P2A (Pembinaan dan Pengalaman Agama) dan
BKM (Badan Kendali Mutu). BP4 mempunyai cita-cita
1 AD. Eridani, AD. Kusumaningtyas, dkk, Peran BP4 Dalam
Mewujudkan Keluarga Sakinah, (Rahima: Jakarta, 2013), h. 5. 2 AD. Eridani, AD. Kusumaningtyas, dkk, Peran BP4 Dalam
Mewujudkan Keluarga Sakinah, h. 5.
88
pokok yaitu “mempertinggi nilai-nilai perkawina, mencegah
perceraian sewenang-wenang, dan berusaha mewujudkan susunan
rumah tangga yang bahagia dan sejahtera”. BP4 berdiri pada
tangal 3 Januari 1960. Dipilihnya tanggal tersebut karena pada
tanggal tersebut berlangsung pertemuan pengurus BP4 Se-Jawa
yang merupakan embrio BP4 secara nasional. Pengukuhan secara
nasional ini didasari pada kenyataan efektifitas BP4 dalam
menekan angka perceraian. Untuk menguatkan kelembagaannya
sebagai lembaga resmi Departemen Agama maka pada bulan
Oktober 1961 keluarlah SK Menteri Agama No. 85 tahun 1961
yang menetapkan BP4 sebagai satu-satunya badan yang berusaha
pada bidang penasehat perkawinan dan pengurangan kasus
perceraian.3
Sebelum tahun tersebut secara embrionil badan yang
berfungsi sama telah berdiri diberbagai tempat dengan nama yang
berbeda. Di Bandung telah ada tahun 1954. Di Jakarta dengan
nama P-5, Jawa Tengah menyebut menyebut BP4. Demikian juga
Jawa Timur BP5. Sedang D.I. Yogyakarta mengambil nama
BKRT.4Walaupun demikian SK Menteri Agama yang
menetapkan kepengurusan BP4 Baru dikeluarkan tahun 1961
dengan SK No. 85/1961. BP4 dikukuhkan oleh Keputusan
Menteri Agama Nomor 85 tahun 1961 diakui bahwa BP4 adalah
satu-satunya Badan yang berusaha dibidang Penasihatan
3 AD. Eridani, AD. Kusumaningtyas, dkk, Peran BP4 Dalam
Mewujudkan Keluarga Sakinah, ( Rahima: Jakarta, 2013), h. 5-6. 4 Amidhan, dkk., BP4 Pertumbuhan & Perkembangan,(Jakarta:
Badan Penasehat Perkawinan , Perselisihan, Perceraian Pusat Jakarta, 1977), h. 129.
89
Perkawinan dan Pengurangan Perceraian. Fungsi dan Tugas BP4
tetap konsisten melaksanakan UU No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Peraturan Perundang lainnya tentang
Perkawianan, oleh karenanya fungsi dan peranan BP4 sangat
diperlukan masyarakat dalam mewujudkan kualitas perkawinan.5
Beberapa alasan merupakan “background filsafat”
berdirinya BP4 dicantumkan dalam Mukaddimah Anggaran
Dasar.Pertama-tama, adalah firman Allah SWT Surah Ar-Ruum
ayat 21 yang terjemahannya berbunyi: “Dan diantara tanda-
tanda kebesaran-Nya, ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Dari ayat ini diambil beberapa kesimpulan yang harus dijunjung
tinggi umat islam yaitu: bahwa manusia dianjurkan membentuk
keluarga yang dimana Allah SWT menciptakan pria wanita.
Dalam hubungan kekeluargaan/perkawinan Allah SWT
menumbuhkan ketenteraman dan rasa kasih sayang satu sama
lain.6
Jadi “perkawinan “, “ketenteraman” dan “rasa kasih
sayang” adalah tiga serangkai yang harus tumbuh dalam
perkawinan. Dan BP4 ingin memelihara hidup suburnya nilai-
nilai ini. Kedua: bahwa terwujudnya rumah tangga sejahtera-
5 Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian, “Sejarah
BP4”,diakses pada 6 Maret 2018 dari http://www.bp4pusat.or.id/index.php/theme/module-positions
6 Amidan, dkk., BP4 Pertumbuhan & Perkembangan, (Jakarta: Badan Penasehat Perkawinan , Perselisihan, Perceraian Pusat Jakarta, 1977), h. 129.
90
bahagia, diperlukan adanya bimbingan yang terus menerus dan
tiada hentinya dari Korps Penasehat. Ketiga: diperlukan adanya
Korps Penasehat Perkawinan yang berakhlak tinggi, berbudi
nurani bersih sehingga mampu melaksanakan tugas dengan baik.7
Ketiga alasan ini merupakan inti motivasi dan semangat
berdirinya BP4. Seluruh aparat dan pelaksana BP4 dalam tiap
kesempatan tugasnya harus menjiwai dan menghayati ketiga
motivasi ini dan memberi arah dalam suatu susunan organiasasi
yang dilengkapi sejumlah ketentuan hingga diharapkan dicapai
keteraturan dan pelaksanaan tugas yang baik.8
Selain itu alasan yang melatar belakangi berdirinya BP4
adalah keprihatianan pendiri BP4 yaitu Kiyai H.S.M Nasaruddin
Latief dengan angka perceraian yang semakin menaik hingga
mencapai angka sekitar 60-80% dibanding nikah/rujuk,9 juga
banyaknya terjadi perkawinan anak-anak dibawah umur,
banyaknya perceraian sewenang-wenang dari pihak suami tanpa
mengikuti prosedur yang telah diatur dalam islam. Begitu terjadi
cekcok dan bentrok, terus dijatuhkan thalak tanpa melalui
“hakaman” (penengah yang mendamaikan) sebagaimana diatur
dalam firman Allah surat An-Nisa’ ayat 35, bahwa jika
dikhawatirkan akan terjadinya perceraian, hendaklah di angkat
hakamain, badan penengah yang berusaha mengadakan ishlah
7 Amidan, dkk., BP4 Pertumbuhan & Perkembangan, (Jakarta: Badan
Penasehat Perkawinan , Perselisihan, Perceraian Pusat Jakarta, 1977), h. 129. 8 Amidan, dkk., BP4 Pertumbuhan & Perkembangan, h. 129. 9 Amidan, dkk., BP4 Pertumbuhan & Perkembangan, h. 18.
91
antara kedua suami isteri yang sedang cekcok.10 Menurut
penelitiannya mudah nya cerai dan tingginya angka thalak
itu pada umumnya disebabkan masyarakat islam yang
mengabaikan maksud ayat tersebut. Karena itulah dia
memandang perlu “adanya badan-badan Penasehat
Perkawinan yang teratur, yang membaktikan amalnya
dalam memberikan bantuan kepada suami isteri (baik
sebelum kawin atau sesudah kawin) untuk mendapatkan
kebahagiaan dalam perkawinan dan kehidupan
keluargannya”.11
B. Dasar Hukum Badan Penasihatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4)
1. UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2. PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU
No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
3. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Tahun
1961 No. 30 Tahun 1977 tentang Penegasan
Pengakuan BP4 Pusat.
4. Keputusan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1999
Tentang Pembinaan Gerakan Keluarga Sakinah.
5. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BP4.12
10Amidan, dkk., BP4 Pertumbuhan & Perkembangan, (Jakarta: Badan
Penasehat Perkawinan , Perselisihan, Perceraian Pusat Jakarta, 1977), h. 102. 11 Amidan, dkk., BP4 Pertumbuhan & Perkembangan, h.102. 12 BadanPenasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4)
Pusat, AD/ART Hasil Musyawarah Nasional BP4 XV/2014, (Jakarta: Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Pusat, 2014), h. 3.
92
C. Visi dan Misi Badan Penasihatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4)
Beberapa Visi dan Misi BP4 adalah:
1. Visi BP4
Terwujudnya keluarga sakinah, mawaddah, wa
rahmah.
2. Misi BP4
a. Meningkatkan kualitas konsultasi pernikahan,
mediasi, dan advokasi.
b. Meningkatkan pelayanan terhadap keluarga
yang bermasalah melalui kegiatan konseling,
mediasi, dan advokasi.
c. Menguatkan kapasitas kelembagaan dan SDM
BP4 dalam rangka mengoptimalkan program
dan pencapaian tujuan.13
D. Lokasi dan Tempat Badan Penasihatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4) Kota Jakarta Selatan
Penelitian ini dilakukan di Badan Penasehatan
Pembinaan dan Pelastarian Perkawinan (BP4) Kota Jakarta-
Selatan bertempat di Jl. Warung Jati Barat No.2 RT 001/
RW 007 Pejaten Barat, Ps. Minggu Jakarta Selatan.
13 Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4),
“Hasil Munas Ke XIV”, diakses 29 November 2017 dari https://anzdoc.com/download/20148bb04ba19425032f571e9b560b46681590758.html
93
E. Asas Dan Tujuan Badan Penasihatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4)
BP4 berdasarkan islam dan berdasarkan pancasila.
Tujuan BP4 adalah mempertinggi mutu perkawinan guna
mewujudkan keluarga sakinah menurut ajaran Islam untuk
mencapai masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju,
mandiri, bahagia, sejahtera materil dan spirituil dengan:
1. Meningkatkan kualitas perkawinan dan kehidupan
keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
2. Menurunkan angka perceraian dengan meningkatkan
pelayanan terhadap keluarga yang bermasalah melalui
kegiatan konseling, mediasi dan advokasi.
3. Menguatkan kapasitas kelembagaan dan SDM BP4
dalam rangka mengoptimalkan program dan
pencapaian tujuan.
4. Memberikan penyuluhan tentang peraturan
perundang-undangan yang berkaitandengan keluarga.
5. Mengembangkan jaringan kemitraan dengan intansi/
lembaga yang memiliki misi dan tujuan yang sama.14
F. Upaya Dan Usaha Badan Penasihatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4)
Untuk mencapai tujuannya BP4 mempunyai upaya
dan usaha sebagai berikut:15
14 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4)
Pusat, AD/ART Hasil Musyawarah Nasional BP4 XV/2014, (Jakarta: Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Pusat, 2014), h. 6.
94
1. Memberikan bimbingan, penyuluhan, dan penasihatan dan
konsultasi/konseling mengenai nikah, talak, cerai, rujuk
kepada masyarakat baik perorangan maupun kelompok.
2. Memberikan bimbingan tentang peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan keluarga.
3. Memberikan bantuan mediasi kepada para pihak yang
berperkara di pengadilan agama.
4. Memberikan bantuan advokasi dalam mengatasi masalah
perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga di
pengadilan agama.
5. Menurunkan terjadinya perselisihan serta perceraian,
poligami tidak bertanggung jawab, pernikahan di bawah
umur dan pernikahan tidak tercatat.
6. Bekerjasama dengan instansi, lembaga dan organisasi yang
memiliki kesamaan tujuan baik di dalam maupun di luar
negeri.
7. Menerbitkan dan menyebarluaskan majalah perkawinan dan
keluarga, buku, brosur dan media elektronik yang dianggap
perlu.
8. Menyelenggarakan kursus calon/pengantin,
penataran/pelatihan, diskusi, seminar dan kegiatan-kegiatan
sejenis yang berkaitan dengan perkawinan dan keluarga.
9. Menyelenggarakan pendidikan keluarga untuk
meningkatkan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai
15 Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4)
Pusat, Peran BP4 Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah Hasil Penelitian di 6 Wilayah, (Jakarta: Rahima, 2013), h. 98.
95
10. keimanan, ketakwaan dan akhlaqul karimah dalam
rangka membina keluarga sakinah.
11. Berperan aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang
bertujuan membina keluarga sakinah
12. Meningkatkan upaya pemberdayaan ekonomi
keluarga.
13. Upaya dan usaha lain yang dipandang bermanfaat
untuk kepentingan organisasi serta kebahagiaan dan
kesejahteraan keluarga.
G. Tugas Pokok Badan Penasihatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4) Kota Jakarta Selatan
Tugas pokok Badan Penasihatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4) Tingkat Propinsi
1. Tugas pembinaan gerakan keluarga sakinah tingkat
propinsi adalah:
a. Merumuskan kebijakan propinsi.
b. Memberikan dukungan dan bimbingan.
2. Tugas kelompok kerja propinsi adalah:
a. Mengusulkan dan merumuskan prioritas program.
b. Melaksanakan program sesuai kebijaksanaan dan
rencana.
c. Menggali potensi propinsi.
d. Memonitor, dan mengevaluasi.
e. Membina kabupaten/kecamatan.
96
f. Melaporkan ke pembina propinsi dan pusat.16
H. Alur Pelaksanaan Konseling
Pelaksanaan konseling di BP4 Jakarta Selatan
dilakukan di BP4 Jakarta Selatan yang terletak di Jl.
Warung Jati Barat No.2 RT 001/ RW 007 Pejaten Barat, Ps.
Minggu Jakarta Selatan. Kegiatan ini berlangsung setiap
hari senin pukul 09:00-11:00. Namun demikian kadangkala
ada pula klien yang datang diluar jadwal tersebut, setelah
sebelumnya klien melakukan konfirmasi kepada konselor
untuk melakukan konseling diluar jawa. Bagi masyarakat
yang ingin mendapatkan pelayanan konseling di BP4
Jakarta Selatan harus memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan oleh BP4, alur pelaksanaan BP4 Jakarta Selatan
adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1
Alur Pelaksanaan Konseling
Sumber: BP4 Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan
16 Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Pembinaan Syari’ah, Petunjuk Teknis Keluarga Sakinah, ( Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Pembinaan Syari’ah, 2006), h. 43.
Alur Konseling BP4
Pengisian formulir pendaftaran
Pertemuan pertama
Pertemuan kedua
Pertemuan ketiga
Pertemuan keempat (keputusan)
97
Gambar diatas menjelaskan tentang alur pelaksanaan
konseling yang harus dilalui masyarakat yang ingin menjadi klien
di BP4 Jakarta Selatan. Pertama yang harus dilakukan adalah
mengisi formulir pendaftaran terlebih dahulu serta menyerahkan
fotocopy KTP dan KK serta membayar biaya yang sudah
ditetapkan. Kedua, konselor BP4 melakukan pemanggilan
pertama kepada klien yang mengadukan permasalahan rumah
tangganya ke BP4 yang terlebih dahulu diidentifikasi identitas
dan bukti perkawinannya, kemudian ditanyakan apa persoalan
yang dihadapi.Ketiga, konselor BP4 melakukan pemanggilan
kepada pasangan dari klien yang mengadu (suami/istri) utnuk
dimintai klarifikasi dan informasi. Keempat konselor melakukan
pemanggilan untuk kedua belah pihak. Pada tahap ini pasangan
suami istri dipertemukan dalam satu forum utnuksaling
dikonfrontir keterangannya dan membahas mengenai solusi
terbaik bagi kedua belah pihak. Kelima konselor melakukan
pemanggilan keempat untuk kedua belah pihak.
Dalam tahap ini membahas keputusan klien untuk masa
depan rumah tangganya, konselor memastikan apakan kedua
belah pihak akan berdamai atau melanjutkan ke Pengadilan
Agama. Apabila salah satu dari pasangan tersebut tidak hadir,
maka konselor akan mengirimkan surat kepada klien tersebut
sebagai kepastian apakah yang bersangkutan ingin berdamai atau
melanjutkan ke Pengadilan Agama.17
17 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ema di Ruang
BimbinganMasyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan, pada 27 Januari 2018 pukul 11:27 WIB.
98
I. Struktur Organisasi BP4 Kota Jakarta Selatan
Susunan Kepengurusan Badan Penasehatan,
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kota Jakarta
Selatan adalah sebagai berikut:
Gambar 4.2
Struktur Organisasi
Sumber: BP4 Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan
Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan (Pembina BP4)
Kasi BIMAS Islam (Penasihat BP4)
Sekretaris BP4
Konsultan BP4
1. Ketua BP4 Drs. H. ZaenalArifin
2. Konselor BP4 Dra. Hj. Endah Nina, MA
Wakil Ketua
Ketua BP4
Wakil Sekretaris
Bendahara BP4
99
BAB V
ANALISIS DATA
A. Uji Instrumen
1. Uji Validitas
Uji validitas item merupakan uji instrument data
untuk mengetahui seberapa cermat suatu item dalam
mengukur apa yang ingin diukur. Uji validitas yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
Corrected item - Total Correlation dengan cara
mengorelasikan masing-masing indikator dengan skor total
indikator. Dasar pengambilan keputusan pada uji valliditas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
a. Jika r hitung ≥ r tabel, maka butir pernyataan atau
variabel valid dan
b. Jika r hitung ≤ r tabel, maka pernyataan variabel tidak
valid.1
Tabel 5.1
Hasil Output Butir Pernyataan Uji Validitas Pelayanan
Konseling Aspek Kognitif (X1)
Item – Total Statistics n = 30 r tabel = 0,374
Variabel
Butir Pernyataan
Corrected Item-Total Correlation
r tabel Keterangan
K1 0,770 0,374 Valid K2 0,813 0,374 Valid K3 0,899 0,374 Valid
1 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta:
Andi, 2014), h. 51.
100
Pelayanan konseling
aspek kognitif
(X1)
K4 0,897 0,374 Valid K5 0,943 0,374 Valid K6 0,871 0,374 Valid K7 0,779 0,374 Valid K8 0,812 0,374 Valid K9 0,751 0,374 Valid K10 0,769 0,374 Valid
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Berdasarkan hasil pengolahan data diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa seluruh butir pernyataan dalam variabel
penilaian pelayanan konseling aspek kognitif (X1) yang terdapat
pada kuesioner dinyatakan valid karena memiliki nilai r hitung ≥
r tabel.
Tabel 5.2
Hasil Output Butir Pernyataan Uji Validitas Pelayanan
Konseling Aspek Afektif (X2)
Item – Total Statistics n = 30 r tabel = 0,374
Variabel Butir Pernyataan
Corrected Item-Total Correlation
r table Keterangan
Pelayanan konseling
aspek afektif (X2)
A1 0,595 0,374 Valid A2 0,606 0,374 Valid A3 0,597 0,374 Valid A4 0,685 0,374 Valid A5 0,692 0,374 Valid A6 0,814 0,374 Valid A7 0,801 0,374 Valid A8 0,730 0,374 Valid A9 0,677 0,374 Valid A10 0,364 0,374 Valid A11 0,375 0,374 Valid
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
101
Berdasarkan hasil pengolahan data diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa seluruh butir pernyataan dalam variabel
pelayanan konseling aspek afektif (X2) yang terdapat pada
kuesioner dinyatakan valid karena memiliki nilai r hitung ≥ r
tabel.
Tabel 5.3
Hasil Output Butir Pernyataan Uji Validitas Penyelesaian
Konflik Pernikahan (Y)
Item – Total Statistics n = 30 r tabel = 0,374
Variabel Butir Pernyataan
Corrected Item-Total Correlatio
n
r table Keterangan
Penyelesaian Konflik
Pernikahan (Y)
PKP1 0,522 0,374 Valid PKP2 0,434 0,374 Valid PKP3 0,497 0,374 Valid PKP4 0,601 0,374 Valid PKP5 0,511 0,374 Valid PKP6 0,432 0,374 Valid PKP7 0,503 0,374 Valid PKP8 0,382 0,374 Valid PKP9 0,412 0,374 Valid PKP10 0,387 0,374 Valid PKP11 0,448 0,374 Valid PKP12 0,432 0,374 Valid PKP13 0,448 0,374 Valid PKP14 0,574 0,374 Valid PKP15 0,449 0,374 Valid PKP16 0,464 0,374 Valid PKP17 0,704 0,374 Valid PKP18 0,519 0,374 Valid PKP19 0,623 0,374 Valid PKP20 0,691 0,374 Valid
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
102
Berdasarkan hasil pengolahan data diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa seluruh butir pernyataan dalam variabel
penyelesaian konflik pernikahan (Y) yang terdapat pada
kuesioner dinyatakan valid karena memiliki nilai r hitung ≥ r
tabel.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keajegan atau
kekonsistenan alat ukur yang biasanya menggunakan kuesioner.
Maksudnya apakah alat ukur tersebut akan mendapatkan
pengukuran yang konsisten jika diulang kembali. Metode yang
sering digunakan dalam penelitian untuk mengukur skala
rentangan (seperti skala likert 1-4) adalah Cronbach Alpha.
Kriteria pengujian reliabilitas Cronbach Alpha 0,6.2
Tabel 5.4
Hasil Output Uji Reliabilitas Pelayanan Konseling Aspek
Kognitif (X1)
Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items
.954 10 Sumber :Hasil Pengolahan Data, 2018
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa hasil output uji
reliabilitas pelayanan konseling aspek kognitif (X1) memperoleh
nilai alpha lebih besar dari nilai 0,6. Maka dapat disimpulkan
bahwa variabel pelayanan konseling aspek kognitif adalah
reliable.
2 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta: Andi, 2014), h. 51.
103
Tabel 5.5
Hasil Output Uji Reliabilitas Pelayanan Konseling Aspek
Afektif (X2)
Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items
.897 11 Sumber :Hasil Pengolahan Data, 2018
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa hasil output uji
reliabilitas pelayanan konseling aspek afekitif (X2) memperoleh
nilai alpha lebih besar dari nilai 0,6. Maka dapat disimpulkan
bahwa variabel pelayanan konseling aspek fektif adalah reliable.
Tabel 5.6
Hasil Output Uji Reliabilitas Penyelesaian Konflik
Pernikahan (Y)
Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items
.884 20 Sumber :Hasil Pengolahan Data, 2018
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa hasil output uji
reliabilitas Penyelesaian Konflik Pernikahan (Y) memperoleh
nilai alpha lebih besar dari nilai 0,6. Maka dapat disimpulkan
bahwa variabel Penyelesaian Konflik Pernikahan adalah reliable.
B. Hasil dan Analisis Data
1. Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini, penulis membagi profil
responden yang digunakan untuk mengetahui karakteristik
dari klien BP4 Kota Jakarta Selatan yang digolongkan
104
berdasarkan jenis kelamin, lama pernikahan, dan faktor
konflik. Hasil dari penggolongan tersebut antara lain
sebagai berikut:
a. Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.7
Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase
Pria 10 33% Wanita 20 67% Jumlah 30 100%
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Berdasarkan tabel 5.7 dari 30 responden, responden
berjenis kelamin pria sebanyak 10 (33%) dan responden
wanita 20 (67%). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas
responden berjenis kelamin wanita hal ini dikarekan
mayoritas wanita lebih terbuka dalam menceritakan
masalah yang sedang terjadi dalam rumah tangganya.
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama
Pernikahan
Tabel 5.8
Karakteristik Responden Berdasarkan Lama
Pernikahan
Lama Pernikahan Jumlah Responden Persentase < 1 tahun 2 7 % 1 – 5 tahun 3 10 % > 5 tahun 25 83 %
Total 30 100 % Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
105
Berdasarkan tabel 5.8 dari 30 responden, responden
dengan usia pernikahan diatas < 1 tahun sebanyak 2 (7%),
responden usia pernikahan 1-5 tahun sebanyak 3 (10%),
dan responden usia pernikahan > 5 tahun sebanyak 25
(83%). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden usia
pernikahan > 5 tahun mengalami konflik dalam
pernikahannya hal ini disebabkan banyak pasangan suami
istri yang mulai merasa jenuh terhadap kehidupan
pernikahannya, ditandai dengan berkurangnya keintiman
antara mereka, sibuk dengan rutinitas masing-masing yang
menyebabkan waktu untuk berdua pasangannya semakin
berkurang.
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Konflik
Tabel 5.9
Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Konflik
Faktor Konflik Jumlah Responden Persentase
Ekonomi 10 32% Perselingkuhan 3 10% KDRT 2 7% Tidak diketahui keberadaannya 1 3% Tidak ada kecocokan lagi 6 19% Selisih pendapat 6 19% Ikut campr pihak ke-3 3 10%
Total 30 100% Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Berdasarkan tabel 5.9 dari 30 responden, responden
dengan konflik ekonomi sebanyak 10 (32%), responden
dengan konflik perselingkuhan sebanyak 3 (10%),
responden dengan konflik KDRT sebanyak 2 (7%),
106
responden dengan konflik tidak diketahui keberadaannya
sebanyak 1 (3%), responden dengan konflik tidak ada kecocokan
lagi sebanyak 6 (19%), responden dengan konflik sering
berselisih pendapat sebanyak 6 (19%), responden dengan konflik
ikut campur pihak ke-3 sebanyak 3 (10%). Dapat disimpulkan
bahwa konflik ekonomi menempati posisi pertama. Menurut Ibu
Ema sekretasi BP4 Jakarta Selatan hal ini disebabkan karena
kebutuhan yang semakin meningkat sedangkan suami sebagai
kepala keluarga belum bisa memenuhi kebutuhan rumah
tangganya. Tidak jarang ada pula istri yang menuntut menuntut
kebutuhan yang lebih besar diluar kemampuan suami. Jika
emosional diantara mereka tidak bisa dikendalikan maka
terjadilah pertengkaran.3
2. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk penggambaran tentang
statistik data seperti min, max, mean, sum, standar deviasi,
variance, range, dan lain-lain dan untuk mengukur distribusi data
dengan skewness dan kurtosis.4
3 Wawancara Pribadi dengan Ibu Ema di Ruang Bimbingan
Masyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan, pada 27 Januari 2018 pukul 11:27 WIB.
4 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta: Andi, 2014), h. 136.
107
Tabel 5.10
Analisis Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
X1 30 1.20 4.00 3.0133 .78553 X2 30 2.09 4.00 3.2394 .49303 Y 30 2.70 4.00 3.5367 .33629 Valid N (listwise) 30
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
a. Hasil Deskriptif Statistik Variabel Pelayanan Konseling
Aspek Kognitif (X1)
N adalah jumlah data. Dalam penelitian ini, jumlah
responden sebnayak 30 orang klien. Nilai minimum untuk
jawaban pernyataan kuesioner pada variabel pelayanan
konseling aspek kognitif (X1) adalah 1,20.
Nilai maximum atau nilai tertinggi untuk variabel
pelayanan konseling aspek kognitif (X1) adalah 4,00.
Sedangakan nilai mean atau rata-rata jawaban variabel
pelayanan konseling aspek kognitif (X1) adalah sebesar
3,0133. standar deviasi adalah ukuran penyebaran data dari
rata-ratanya, pada variabel pelayanan konseling aspek
kognitif (X1) nilainya sebesar 0,78553
b. Hasil Deskriptif Statistik Variabel Pelayanan Konseling
Aspek Afektif (X2)
N adalah jumlah data. Dalam penelitian ini, jumlah
responden sebnayak 30 orang klien. Nilai minimum untuk
jawaban pernyataan kuesioner pada variabel pelayanan
108
konseling aspek afektif (X2) adalah 2,09. Nilai
maximum atau nilai tertinggi pada variabel pelayanan
konseling aspek afektif (X2) 4,00. Sedangkan nilai
mean atau rata-ratanya jawaban variabel pelayanan
konseling aspek afektif (X2) adalah sebesar 3,2394.
Standar deviasi adalah ukuran penyebaran data dari
rata-ratanya, pada variaebel pelayanan konseling aspek
afektif (X2) nilainya sebesar 0,49303.
c. Hasil Deskriptif Statistik Variabel Penyelesaian
Konflik Pernikahan (Y)
N adalah jumlah data. Dalam penelitian ini, jumlah
responden sebnayak 30 orang klien. Nilai minimum
untuk jawaban pernyataan kuesioner pada variabel
penyelesaian konflik pernikahan (Y) adalah 2,70. Nilai
maximum atau nilai tertinggi pada variabel
penyelesaian konflik pernikahan (Y) adalah 4,00.
Sedangkan nilai mean atau rata-ratanya jawaban
variabel penyelesaian konflik pernikahan (Y) adalah
sebesar 3,5367 standar deviasi adalah ukuran
penyebaran data dari rata-ratanya, pada variaebel
penyelesaian konflik pernikahan (Y) nilainya sebesar
0,33629
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah analisis yang dilakukan untuk
menilai apakah di dalam sebuah model regresi linear terdapat
masalah-masalah asumsi klasik guna untuk
109
mendapatkan analisis regresi terbaik. Uji asumsi klasik digunakan
untuk mengetahui ada tidaknya normalitas residual,
multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas pada
model regresi. Model regresi linear dapat disebut sebagai model
yang baik jika model tersebut memenuhi beberapa asumsi klasik,
yaitu data residual terdistribusi normal, tidak adanya
mutikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Harus teoenuhinya
sumsi klasik karena agar diperoleh model regresi dengan estimasi
yang tidak bias dan pengujian dapat dipercaya. Apabila ada satu
syarat saja yang tidak terpenuhi, hasil analisis regresi tidak dapat
dikatakan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).5
a. Uji Normalitas
Normalitas data merupakan hal yang penting karena dengan
data yang terdistribusi normal, maka data tersebut dianggap
dapat mewakili populasi.6 Uji distribusi normal pada
penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS versi 22
dengan melihat penyebaran data pada sumber diagonal pada
grafik normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
atau model Saphiro-Wilk dengan nilai signifikansi lebih dari
0,05 (5%). Dasar pengambilan keputusan dalam uji
distribusi normal ini adalah sebagai berikut:
1) Jika signifikansi > 0,05 menunjukkan data
berdistribusi normal.
5 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta:
Andi, 2014), h. 89. 6 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, h. 69.
110
2) Jika signifikansi. < 0,05 menunjukkan data berdistribusi
tidak normal.7
Hasil dari uji normalitis data dengan bantuan SPSS versi
22, 2018 untuk konseling aspek kognitif (X1), konseling aspek
afektif (X2), Penyelesaian Konflik Pernikahan (Y) adalah sebagai
berikut.
Tabel 5.11
Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig. X1 .129 30 .200* .935 30 .066 X2 .166 30 .034 .935 30 .065 Y .142 30 .125 .951 30 .183 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Hasil dari tabel 5.11 menunjukkan angka signifikansi
Shapiro-Wilk dari masing-masing variabel. Berdasarkan data
tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tabel 5.12
Kesimpulan Uji Normalitas
Variabel Shapiro-Wilk
Angka Signifikansi Kesimpulan
Pelayanan konseling aspek kognitif (X1) 0,066 0.05 Normal
Pelayanan onseling aspek afektif (X2) 0,065 0.05 Normal
Penyelesaian Konflik Pernikahan (Y) 0,183 0.05 Normal
7 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, h. 74.
111
Berikut ini adalah grafik P-P Plot variabel independen
pelayanan konseling aspek kognitif (X1), pelayanan
konseling aspek afektif (X2), dan variabel dependen
Penyelesaian Konflik Pernikahan (Y) dengan menggunakan
bantuan SPSS versi 22, 2018:
Gambar 5.1
Grafik P-P Plot
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pada uji
normalitas dengan grafik P-P Plot yang digunakan
dinyatakan terdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya titik-titik yang menyebar sekitar garis dan mengikuti
garis diagonal. Maka nilai residual tersebut dapat
disimpulkan terdistribusi secara normal.
b. Uji Multikoliniaritas
Multikolinieritas artinya antar variabel independen yang
terdapat dalam model regresi memiliki hubungan linier
yang sempurna atau mendekati sempurna (koefisien
korelasinya tinggi atau bahkan 1). Model regresi yang baik
112
seharusnya tidak terjadi korelasi sempurna atau mendekati
sempurna diantara variabel bebasnya.8 Pengambilan keputusan
dalam uji multikolinieritas adalah dengan melihat nilai Tolerance
dan VIF (Variance Inflation Factor).yakni sebagai berikut:
1) Tidak terjadi multikolinieritas, jika nilai Tolerance > 0,10.
2) Tidak terjadi multikolinieritas, jika nilai VIF < 10.9
Tabel 5.13 Uji Multikolinearitas
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Berdasarkan 5.13 dapat diketahui bahwa nilai tolerance
untuk variabel pelayanan konseling aspek kognitif (X1) adalah
sebesar 0,969, pelayanan konseling aspek afektif (X2) adalah
sebesar 0,969. Sedangkan nilai VIF (Variance Influation Factor)
untuk variabel pelayanan konseling aspek kognitif (X1) adalah
sebesar 1.032, pelayanan konseling aspek afektif (X2) adalah
sebesar 1.032. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
multikoliniaritas antara variabel bebas, karena nilai tolerance
8 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta:
Andi, 2014), h. 99. 9 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, h. 103.
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 1.955 .347 5.634 .000 X1 .137 .063 .319 2.183 .038 .969 1.032 X2 .361 .100 .530 3.627 .001 .969 1.032
a. Dependent Variable: Y
113
untuk masing-masing variabel adalah lebih besar dari 0,1
dan nilai VIF (Variance Influation Factor) untuk masing-
masing variabel adalah lebih dari 10.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan anggota observasi yang disusun
menurut waktu atau tempat. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi autokorelasi.10 Metode pengujian
menggunakan uji Durbin-Watson (DW test). Dasar
pengambilan keputusan pada Uji Durbin-Watson adalah
sebagai berikut:
1) DU < DW < 4 – DU, maka artinya tidak terjadi
autokorelasi.
2) DW < DL atau DW > 4 – DL, maka artinya terjadi
autokorelasi.11
Keterangan:
DU = Durbin Upper
DW = Durbin Watson
DL = Durbin Lower
Dimana nilai DU dan DL diperoleh dari tabel autokorelasi
Tabel 5.14
Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .665a .442 .401 .26033 1.918
10 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta: Andi, 2014), h. 106.
11 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, h. 106.
114
Penelitian ini menggunakan Uji Durbin Watson (DW
test) sebagai dasar analisis data. Dimana nilai DL diperoleh
dengan melihat tabel statistic Durbin Watson pada tingkat
signifikansi α = 5 %, k=2 (jumlah variabel bebas yaitu X1,
X2), kemudian diperoleh nialai DL= 1,2837 dan nilai DU =
1.5666 dengan n = 30 (jumlah responden), dengan nilai DW
1.918 yang diperoleh dari hasil pengolahan data dengan
SPSS versi 22, 2018.
= 1,5666 < 1,918 < 4 – 1,5666
= 1,5666 < 1,918 < 2,4334
Berdasarkan hasil yang diperoleh diatas dapat
diketahui bahwa nilai Durbin Watson terletak diantara DU
dan 4 – DU (1,5666< 1,918 < 2,4334 ) maka dapat
disimpulakan bahwa tidak ada autokorelasi pada model
regresi.
d. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah varian residual yang tidak sama
pada semua pengamatan didalam model regresi. Regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi heteroskedastisitas.12
Penelitian ini melakukan uji heteroskedastisitas dengan
menggunakan uji scatterplot yang dibantu dengan
menggunakan program SPSS versi 22.
12 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta:
Andi, 2014), h. 108.
DU < DW < 4 - DU
115
Gambar 5.2
Grafik Scatterplot
4. Uji Koefisien Korelasi
Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara satu atau lebih variabel independen terhadap variabel
dependen. Korelasi adalah hubungan timbal balik atau sebab
akibat, hubungan antara dua sifat kuantitatif yang disebabkan
oleh lingkungan yang sama-sama mempengaruhi kedua sifat.
Kaitan dengan statistic, korelasi adalah salah satu analisis yang
dipakai untuk mencari hubungan antara dua variabel yang bersifat
kuantitatif. Analisis korelasi merupakan studi pembahasan
mengenai derajat hubungan atau derajat asosiasi antara dua
variabel, misalnya variabel X dan variabel Y.
Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan
antara dua variabel atau lebih dengan skala tertentu yang diukur
dengan jarak 0 sampai dengan 1. Pengukuran statistic asosiasi
dua variabel atau kovariasi disebut dengan istilah koefisien
variasi dan jika tidak sama dengan nol, berarti terdapat hubungan
116
diantara dua variabel tersebut. Hubungan dikatakan korelasi atau
hubungan sempurna jika koefisien korelasi +1 dengan kemiringan
(slope) positif atau -1 dengan kemiringan negative.
Untuk koefisien korelasi sempurna, tidak diperlukan
hipotesis karena variabel X memiliki hubungan yang sangat kuat
dengan variabel Y. Uji korelasi Person (Product moment person)
digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif (uji hubungan)
dengan interval atau rasio.13 Pedoman untuk menginterpretasikan
hasil koefisien korelasi antara lain sebagai berikut:14
Tabel 5.15
Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r Interfal Koefisien Tingkat Hubungan
0,00-0199 Sangat Rendah 0,20-0,399 Rendah 0,40-0,599 Sedang 0,60-0,799 Kuat 0,80-1,000 Sangat Kuat
Untuk melakukan pengujiannya, kriterianya adalah sebagai berikut: 1. Jika Person Correlation bernilai positif, maka hubungan
yang terjadi searah.
2. Jika Person Correlation, maka hubungan yang terjadi tidak
searah.
13 Johar Arifin, SPSS 24 untuk Penelitian dan Skripsi, (Jakarta: Alex
Media Komputindo, 2017), h. 135. 14 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&d,
(Bandung: Alfabeta, 2018), cet. ke-27, h. 184.
117
Tabel 5.16
Analisis Korelasi Antar Variabel Correlations
X1 X2 Y X1 Pearson Correlation 1 .177 .413*
Sig. (2-tailed) .350 .023 N 30 30 30
X2 Pearson Correlation .177 1 .586** Sig. (2-tailed) .350 .001 N 30 30 30
Y Pearson Correlation .413* .586** 1 Sig. (2-tailed) .023 .001 N 30 30 30
Berdasarkan tabel 5.19 menunujukkan hasil bahwa nilai
koefisien korelasi yang diperoleh sebagai berikut:
1. Pelayanan konseling aspek kognitif (X1) mempunyai nilai r
= 0,413 yang mempunyai korelasi sedang karena berada
0,40-0,599. Hubungan pelayanan konseling aspek kognitif
(X1) terhadap penyelesaian konflik pernikahan (Y) adalah
positif artinya apabila pelayanan konseling aspek kognitif
(X1) meningkat maka penyelesaian konflik pernikahan (Y)
meningkat dan apabila pelayanan konseling aspek kognitif
(X1) menurun maka penyelesaian konflik pernikahan (Y)
menurun.
2. Pelayanan konseling aspek afektif (X2) mempunyai nilai r
= 0,586 yang mempunyai korelasi sedang karena berada
0,40-0,599. Hubungan pelayanan konseling aspek afektif
(X2) terhadap penyelesaian konflik pernikahan (Y) adalah
positif artinya apabila pelayanan konseling aspek afektif
(X2) meningkat maka penyelesaian konflik pernikahan (Y)
118
meningkat dan apabila konseling aspek afektif (X2)
menurun maka penyelesaian konflik pernikahan (Y)
menurun.
Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Bimo Walgito
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara
konseling dengan penyelesaian konflik pernikahan seperti
klien terbantu untuk menemukan solusi yang tepat atas
permasalahannya, klien mendapatkan arahan atau
pandangan mengenai mengenai dirinya, klien mendapatkan
pemahaman mengenai perbedaan sosiokultural, dimana
pasangan yang sudah menikah tentu memiliki latar
belakang yang berbeda, kadangkala jika hal ini tidak dapat
dipahami maka bisa menjadi pemicu konflik yang terjadi di
rumah tangga.15
5. Uji Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda adalah hubungan secara
linear antara dua atau lebih variabel independen (XI, X2,
X3,…..Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk
mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen apakah masih-masing variabel independen
berhubungan positif atau negative.16 Maka untuk mengetahui
berapa besar konseling aspek kognitif, dan konseling aspek
afektif, berpengaruh
15 Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling Perkawinan,
(Yogyakarta: Andi Offset, 2004), h. 8. 16 Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2004), h. 107.
119
dalam penyelesaian konflik pernikahan di BP4 jakarta. Peneliti
melakukan uji regresi linear berganda.
Adapun persamaan regresi linear berganda adalah:17
Keterangan:
Y = Variabel Dependen Pelayanan Konflik Pernikahan
a = Koefisien Predictor
b1 b2 b3 = Koefisien Regresi Variabel Independen
X1 =Variabel Independen Pelayanan Konseling Aspek Kognitif
X2 = Variabel independen Pelayanan Konseling Aspek Afektif
Setelah dilakukan pengolahan data maka mendapatkan hasil
sebagai berikut:
Tabel 5.17
Uji Regresi Linear Berganda
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta 1 (Constant) 1.955 .347 5.634 .000
X1 .137 .063 .319 2.183 .038 X2 .361 .100 .530 3.627 .001
a. Dependent Variable: Y Persamaan regresi linear berganda.
Y = a + b1 X1 + b2X2
= 1,955+ 0,137 X1+ 0,361 X2
17 Sugiyono, Statistik Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.
261.
Y = a + b1 X1 + b2X2
120
Persamaan regresi di atas memiliki arti sebagai berikut:
1. Nilai konstanta (a) 1,955 ini dapat diartikan jika pelayanan
konseling aspek kognitif, pelayanan konseling aspek afektif
nilainya adalah 0, maka besarnya penyelesaian konflik
pernikahan 1,968.
2. Nilai koefisien berganda variabel pelayanan konseling
aspek kognitif (b1) bernilai positif yaitu sebesar 0,137 ini
dapat diartikan bahwa akan terjadi peningkatan variabel
penyelesaian pelayanan konflik pernikahan sebesar 0,137
yang didasarkan pada perubahan variabel pelayanan
konseling aspek kognitif.
3. Nilai koefisien berganda variabel pelayanan konseling
aspek afektif (b2) bernilai positif yaitu sebesar 0,361 ini
dapat diartikan bahwa akan terjadi peningkatan variabel
penyelesaian konflik pernikahan sebesar 0,361 yang
didasarkan pada perubahan variabel konseling aspek
afektif.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa terdapat hubungan
yang positif antara pelayanan konseling aspek kognitif dan aspek
afektif terhadap penyelesaian konflik pernikahan di Badan
Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta
Selatan. Hal tersebut disebabkan responden membutuhkan
konseling berupa pengetahuan mengenai keluarga sakinah
mawaddah wa rahmah yakni dari segi kognitif dan afektif. Pada
intinya konseling memiliki hubungan yang positif untuk
membantu menyelesaikan konflik pernikahan klien yakni dengan
diberikannya konseling setiap hari senin berupa pengetahuan
121
mengenai membentuk keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah,
dan memberikan solusi atas pemecahan masalah yang sedang
dihadapi klien. Analisis regresi linear berganda mencakup
pengujian koefisien determinasi (R2), uji statistic t, dan uji
statistic F.
a. Koefisien Determinasi (R2)
R Square atau kuadrat dari R yaitu menunjukkan koefisien
determinasi.angka ini akan diubah kebentuk persen, yang artinya
persentase sumbangan pengaruh variabel independen terhadap
variabel independen.18
Tabel 5.18
Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .665a .442 .401 .26033 1.918 a. Predictors: (Constant), X2, X1 b. Dependent Variable: Y
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Berdasarkan tabel 5.18 diketahui pengaruh pelayanan
konseling aspek kognitif dan aspek afektif terhadap penyelesaian
konflik pernikahan sebesar 0,442 artinya sumbangan tersebut
signifikan karena α > 0,05, tabel 5.18, menunjukkan bahwa
44,2% variabel penyelesaian konflik pernikahan dipengaruhi oleh
pelayanan konseling aspek kognitif dan aspek afektif dan sisanya
sebesar (100% - 44,2% = 55,8%) dipengaruhi oleh faktor lain
yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.
18 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta:
Andi, 2014), h. 156.
122
b. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas terhadap
variabel terikat, maka dilakukan uji t. Kriteria pengujian pada Uji
t adalah sebagai berikut:
1. Jika Signifikansi > 0,05, maka Ho diterima.
2. Jika Signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak.19
Tebel 5.19
Uji Signifikansi Parameter Individual
(Uji Statistik t)
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std.
Error Beta
1 (Constant) 1.955 .347 5.634 .000 X1 .137 .063 .319 2.183 .038 X2 .361 .100 .530 3.627 .001
a. Dependent Variable: Y Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Berdasarkan tabel 5.19 dapat disimpulakan bahwa
pelayanan konseling aspek kognitif (X1) memperoleh nilai
signifkan sebesar 0,038 < 0,05 maka Ho ditolak Ha diterima yang
artinya pelayanan konseling aspek kognitif berpengaruh
signifikan terhadap penyelesaian konflik pernikahan. Pelayanan
konseling aspek afektif (X2) mempunyai nilai signifikan 0,001 <
0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya pelayanan
19 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta:
Andi, 2014), h. 175.
123
konseling aspek afektif berpengaruh terhadap penyelesaian
konflik pernikahan.
3. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji Anova atau uji F yaitu uji koefisien regresi secara
bersama-sama untuk menguji signifikansi pengaruh beberapa
variabel independen terhadap variabel dependen. Kriteria
pengujian pada Uji Anova atau Uji F ini antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima
b. Jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak
Sedangkan untuk mengetahui pengaruh simultan dari
variabel berdasarkan nilai signifikansi adalah sebagai berikut:
a. Jika signifikansi > 0,05 maka Ho diterima tidak ada
pengaruh signifikan
b. Jika signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak terdapat pengaruh
signifikan20
Tabel 5.20
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean
Square F Sig.
1 Regression 1.450 2 .725 10.697 .000b Residual 1.830 27 .068 Total 3.280 29
a. Dependent Variable: Y b. Predictors: (Constant), X2, X1
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
20 Duwi Priyatno, SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis, (Yogyakarta:
Andi, 2014), h. 142.
124
Berdasarkan tabel 5.20 F hitung = 10.697 df 1 (jumlah X –
1) = 2 – 1 = 1, df 2 (n – 3) = 30 – 2 = 27. Hasil diperoleh F tabel
sebesar 4,210 (Lihat pada tabel lampiran tabel F). Nilai F hitung
> F tabel (10,697 > 4,210) maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Nilai probabilitas (signifikan) adalah sebesar 0,000 < 0,05 maka
terdapat pengaruh signifikan. Dapat disimpulakan bahwa
pelayanan konseling aspek kognitif dan pelayanan konseling
aspek afektif secara bersama-sama berpengaruh terhadap
penyelesaian konflik pernikahan. Bila dilihat dari perbandingan
antara F hitung dan F tabel, maka hasil pengujian menunjukkan
pengaruh yang bersifat positif. Oleh karena itu, dari hasil
pengujian tersebut menunjukkan bahwa pelayanan konseling
aspek kognitif dan aspek afektif berpengaruh terhadap
penyelesaian konflik pernikahan.
125
BAB VI
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Pelayanan Konseling Terhadap Penyelesaian
Konflik Pernikahan di Badan Penasihatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan (BP4) yang telah dilakukan, penulis
memberi kesimpulan sebagai berikut:
a. Pelayanan konseling aspek kognitif berpengaruh
signifikan terhadap penyelesaian konflik pernikahan.
b. Pelayanan konseling aspek afektif berpengaruh signifikan
terhadap penyelesaian konflik pernikahan.
c. Pelayanan konseling aspek kognitif, dan aspek afektif
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
penyelesaian konflik pernikahan sebesar 44,2 % dan
sisanya 55,8 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
dijelaskan oleh penelitian ini.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan pembahasan yang
telah dilakukan, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:
1. BP4 sebagai badan konseling harus aktif dalam
melakukan penyuluhan mengenai program BP4 seperti
suscatin, konseling pasca menikah, dan pembentukkan
keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Agar masyarakat
mengetahui program yang terdapat di BP4 dan dapat ikut
berperana ktif dalam program-program tersebut.
126
2. Konselor harus mampu memadukan pendekatan konseling
agama dengan pendekatan psikologi. Sehingga akar
permasalahan dapat ditangani dengan baik, baik secara
syariat agama maupun secara keilmuan. Konselor mampu
memberikan alternative pemecahan masalah sehingga
klien bisa terbantu dalam menyelesaiakan permasalahan
dalam rumah tangganya.
3. Untuk mencapai akses yang lebih luas terhadap program
yang terdapat di BP4, konselor harus lebih
mengembangkan dan meyesuaikan dengan perkembangan
zaman, seperti penjelasan mengenai program BP4 melalui
sosial media seperti facebook, twitter, instagram.
127
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Amidhan dkk. 1977. BP4 Pertumbuhan & Perkembangan. Jakarta: Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan, Perceraian Pusat Jakarta.
Amin, Samsul Munir. Bimbingandan Konseling Islam. Jakarta: Amzah, 2010.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Kedeputian Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Direktoral Bina Ketahanan Negara. 2014. Buku pegangan Bagi Petugas Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Tentang Kursus Pernikahan Untuk Calon Pengantin. Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Pusat. AD/ART Hasil Musyawarah Nasional BP4 XV/2014. 2014. Jakarta: Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Pusat.
Badan Penasihatan Pembinaandan Pelestarian Perkawinan (BP4) Pusat. 2013. Peran BP4 Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah Hasil Penelitian di 6 Wilayah. Jakarta: Rahima.
Budiman dan Agus Rianto. 2013. Kapita Selekta Kuesioner: Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Pembinaan Syari’ah. 2006. Petunjuk Teknis Keluarga Sakinah. Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Pembinaan Syari’ah.
128
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Eridani, AD. Dkk. 2013. Peran BP4 Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah. Jakarta: Rahima.
Fajar, Laksana. 2008. Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Hadi, Sutrisno. 1991. Analisa Butir untuk Instrument. Yogyakarta: Andi Offset.
Hartono dan Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana.
Herdianto. 2004. Perceraian Karena Perselingkuhan. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik Dalam Keluarga. Jakarta: Kencana
Lubis, Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana.
Luthfi, M. 2008. Dasar-dasar. Bimbingandan Penyuluhan (Konseling) Islam. Jakarta: Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mahmus, Nabil. 2004. Problematika Rumah Tangga dan Kunci Penyelesaiannya. Jakarta: Qisti Press.
Martono, 2011. Nanang. Metode Penelitian Kunatitatif Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder. cet ke-2. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Noor, Juliansyah. 2011. MetodelogiPenelitian. Jakarta: Kencana.
129
Nurhayati, Eti. 2011. Bimbingan Konseling dan Psikoterapi Inovatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Nurihsan, Achmad Juntika. 2006. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.
Pribadi, Benny A. 2014. Desain dan Pengembangan Program Pelatihan Berbasisi Kompetensi: IImplementasi Model Addie. Jakarta: Kencana.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Jakarta: Renika Cipta.
Priyatno, Duwi. 2014. SPSS 22: Pengolah Data Terpraktis. Yogyakarta: Andi.
Ridwan. 2006. Kekerasan Berbasis Gender. Yogyakarta: Pusat Studi Gender (PSG).
Saam, Zulfan. 2013. Psikologi Konseling. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sadarjoen, Sawitri Supardi. 2005. Konflik Marital Pemahaman Konseptual, Aktual Alternatif Solusinya. Bandung: Refika Aditama.
Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Suciati. 2013. Kohesivitas Suami Istri Dalam Mewujudkan Keharmonisan Rumah Tangga: Studi Kasus Di Gunung Kidul Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Santrock, John W. 2015. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&d. cet. ke-27. Bandung: Alfabeta.
. 2012. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
130
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007.b Bimbingan dan Konseling Dalam Praktek. Bandung: Maestro.
Surya, Mohammad. 2003. Psikologi Konseling. Bandung: C.V. Pustaka Bani Quraisy.
Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Andi.
Willis, Sofyan. S. 2011. Konseling Keluarga (Family Counseling). Bandung: Alfabeta.
Winkel, W.S. 1987. Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Gramedia.
Yaumi, Muhammad 2013. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia. 2004. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: CV Penerbit Jamanatul-Art.
Sumber dari Jurnal:
Atieka, Nurul. 2011. “Mengatasi Konflik Rumah Tangga (Studi BK Keluarga)”. Vol. 1 No.1. Diakses pada 15 maret 2017 dariojs.fkip.ummetro.ac.id/index.php/bk/article/download/351/306
Murdiana, Sitti. 2015. “Penyelesaian Konflik Perkawinan Ditinjau Dari Usia Perkawinan”. Vol. 5 No.3. Diakses pada 23 November 2018 dari http://jurnal.unpad.ac.id/ijas/article/view/15063
Zulfa, Nadhifatuz. 2017. “Nilai-nilai dan Makna Bimbingan Konseling Islam Dalam Hadis Sahih Bukhari (Studi Hadis Tentang Rukun Islam)”. Vol. 20 No.2. Diakses pada 20 januari 2018 dari
131
ejournal.iainpekalongan.ac.id/index.php/Religia/article/download/854/1138/
Triana, Dinny Devi. 2006. “Skala Pengukuran sebagai Alat Evaluasi dalam Menilai Tari Karya Mahasiswa”. Vol. VII No. 2/Mei-Agutus, Diakses 15 April 2019 dari http://journal.unnes.ac.id
Sumber dari Internet:
Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4). “Hasil Munas Ke XIV”. Artikel diakses pada 29 November 2017 darihttps://anzdoc.com/download/20148bb04ba1942032f571 e9b560b46681590758.html
Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian. “Sejarah BP4”. Artikel diakses pada 6 Maret 2018 darihttp://www.bp4pusat.or.id/index.php/theme/module-positions
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama. “Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (2015-2017)”, diakses pada 1 februari 2019 darihttps://badilag.mahkamahagung.go.id/laptah/laptah/laptah
Imniar, Nur Imsana. “Awas, Inilah 5 Penyebab Umum Terjadi Perceraian”. Artikel diakses pada 12 Februari 2018 darihttp://www.bhataramedia.com/4484/awas-inilah-5-penyebab-umum-terjadinya-perceraian/2015/06/03/
Komnas Perempuan. “Labirin Kekerasan terhadap Perempuan: Dari Gang Rape hingga Femicide, Alarm bagi Negara untuk Bertindak Tepat”. Artikel diakses pada 24 Januari 2017 darihttps://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2017%20Siaran%20Pers/Lembar%20Fakta%20Catahu%202017.pdf
132
Sujatmika, Adi. “5 Dampak Masalah dan Konflik Keluarga”. Artikel diakses pada 13 februari 2018 darihttps://growthia.net/keluarga/5-dampak-masalah-dan-konflik-keluarga/
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner
DAFTAR KUESIONER PRETEST
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan ini saya “Umu Maulidah” mahasiswa Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bermaksud untuk melaksanakan penelitian dalam rangka tugas
akhir karya ilmiah (skripsi) yang berjudul “Pengaruh Pelayanan
Konseling Terhadap Penyelesaian Konflik Pernikahan di
Badan Penasihatan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kota
Jakarta Selatan”, maka saya mengharapkan kesediaan
Bapak/Ibu/Sdr/I kiranya berkenan untuk mengisi kuesioner ini
dengan sebenar-benarnya sebagai data yang akan digunakan
dalam penelitian ini. Atas perhatian Bapak/Ibu/Sdr/I saya
ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
A. Identitas Responden
Beri tanda check list (√) atau silang (X) pada salah satu jawaban yang sesuai menurut Bapak/Ibu/Saudara/i 1. Jenis Kelamin:
Laki-laki Perempuan
2. Lama Pernikahan: < 1 tahun 1 – 5 tahun > 5 tahun
3. Faktor Konflik: Ekonomi Perselingkuhan KDRT Tidak diketahui keberadaannya Tidak ada kecocokan lagi Selisih pendapat Ikut campur pihak ke-3 Lain-lain
B. Cara Pengisian Kuesioner
1. Beri tanda check list (√) atau silang (X) pada salah satu jawaban yang sesuai menurut pendapat Bapak/Ibu/Sdr/i. Sangat setuju (SS) Setuju (S) Tidak Setuju (TS) Sangat Tidak Setuju (STS)
2. Setiap pernyataan hanya memiliki 1 (satu) jawaban saja.
C. Daftar Pernyataan Pelayanan Konseling
No. PERNYATAAN SS S TS STS
KOGNITIF
1. Saya mengetahui tujuan kegiatan konseling yang diberikan
oleh konselor BP4
2. Saya bertanya kepada konselor jika penjelasan yang
diberikan konselor membingungkan
3. Saya memahami saran yang diberikan konselor
4. Konselor BP4 memberikan informasi mengenai cara
membina rumah tangga yang baik
5. Saya memahami kewajiban suami/ istri yang baik menurut
ajaran agama
6. Saya memahami hak suami/istri yang baik menurut ajaran
agama
7. Konselor BP4 memberikan penjelasan mengenai hak suami
/istri menurut ajaran agama
8. Konselor BP4 memberikan penjelasan mengenai kewajiban
suami /istri menurut ajaran agama
9. Metode konseling yang disampaikan konselor menarik
10. Saya memahami bagaimana cara membina rumah tangga
yang baik
11. Saya mengabaikan tujuan dari konseling di BP4
12. Penjelasan yang disampaikan konselor membingungkan
13. Saya malu bertanya kepada konselor, meskipun saya tidak
memahami penjelasan konselor
AFEKTIF SS S TS STS
14. Saya merasakan manfaat setelah melakukan konseling
15. Saya merasa semakin dekat dengan pasangan setelah
mengikuti konseling
16. Konselor BP4 memberikan suasana yang nyaman, sehingga
saya lebih mudah menyampaikan permasalahan yang saya
hadapi
17. Saya menyukai proses konseling yang dilakukan konselor
BP4
18. Saya merasa semakin dekat dengan Allah setelah mengikuti
konseling
19. Suasana konseling yang diberikan konselor BP4
menyenangkan
20. Menurut saya, konseling yang diberikan konselor kepada
saya berpengaruh positif dalam kehidupan rumah tangga
saya
21. Saya senang dengan cara penyampaian konselor dalam
memberikan saran kepada saya, sehingga saya bisa
meluapkan semua perasaan saya
22. Saya serius mengikuti arahan konselor pada saat konseling
berlangsung
23. Saya menerima arahan yang diberikan konselor dengan baik
24. Saya bersemangat saat mengikuti konseling di BP4
25. Saya cuek terhadap proses konseling di BP4
26. Saya malas pada saat mengikuti proses konseling
27. Saya merasa bosan pada saat proses konseling
D. Daftar Pernyataan Penyelesaian Konflik Pernikahan
No. PERNYATAAN SS S TS STS
KONSTRUKTIF
1. Saya mengungkapkan ketidak setujuan saya terhadap
pasangan dengan bahasa yang mudah dipahami
2. Ketika berbeda pendapat dengan pasangan, saya
mengungkapkan dengan bahasa yang baik, agar pasangan
saya tidak tersinggung
3. Ketika pasangan saya mengutarakan pendapatnya, saya
mendengarkan dengan seksama
4. Ketika konflik memuncak, saya memilih mengalah agar
konflik tidak semakin memanas
5. Saya membahas konflik bersama pasangan dengan candaan
6. Ketika ketegangan akibat konflik meningkat, saya
membujuk pasangan agar sama-sama memperbaiki sikap
7. Saya mengungkapkan rasa sayang kepada pasangan
8. Saya mengakui kesalahan yang telah saya perbuat
9. Ketika pasangan saya tidak menyukai sikap saya, saya
mengubahnya menjadi lebih baik
10. Saya tidak mengulangi kesalahan yang sama
11. Ketika pasangan berkeluh kesah, saya mendengarkan dengan
baik
12. Saya memaafkan kesalahan pasangan saya
13. Saya menerima perbedaan pendapat yang terjadi antara saya
dan pasangan saya
DESTRUKTIF SS S TS STS
14. Saya selalu menyalahkan pasangan saya dengan nada tinggi
15. Saya mengungkapkan kekurangan pasangan saya dengan
kata-kata yang tajam
16. Saya membantah tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada
saya, walaupun tudahan tersebut benar adanya
17. Pada saat terjadi konflik, saya menghina pasangan saya
18. Saya tidak mau mengalah, walaupun saya bersalah
19. Saya mengabaikan pendapat pasangan saya
20. Saya menyalahkan pasangan saya terus-menerus
21. Saya mengkritik pasangan saya secara terus menerus
22. Saya mempertahankan pendapat saya, tanpa mendengarkan
pendapat pasangan saya
23. Saya lebih baik pergi menjauh, daripada harus membahas
konflik
24. Hubungan rumah tangga saya semakin memburuk setelah
terjadi konflik
25 Saya melupakan kebaikan-kebaikan pasangan saya yang
pernah diberikan kepada saya
DAFTAR KUESIONER POSTEST
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan ini saya “Umu Maulidah” mahasiswa Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bermaksud untuk melaksanakan penelitian dalam rangka tugas
akhir karya ilmiah (skripsi) yang berjudul “Pengaruh Pelayanan
Konseling Terhadap Penyelesaian Konflik Pernikahan di
Badan Penasehihatan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kota
Jakarta Selatan”, maka saya mengharapkan kesediaan
Bapak/Ibu/Sdr/I kiranya berkenan untuk mengisi kuesioner ini
dengan sebenar-benarnya sebagai data yang akan digunakan
dalam penelitian ini. Atas perhatian Bapak/Ibu/Sdr/I saya
ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
B. Identitas Responden
Beri tanda check list (√) atau silang (X) pada salah satu jawaban yang sesuai menurut Bapak/Ibu/Saudara/i 4. Jenis Kelamin:
Laki-laki Perempuan
5. Lama Pernikahan: < 1 tahun 1 – 5 tahun > 5 tahun
6. Faktor Konflik: Ekonomi Perselingkuhan KDRT Tidak diketahui keberadaannya Tidak ada kecocokan lagi Selisih pendapat Ikut campur pihak ke-3 Lain-lain
B. Cara Pengisian Kuesioner
3. Beri tanda check list (√) atau silang (X) pada salah satu jawaban yang sesuai menurut pendapat Bapak/Ibu/Sdr/i. Sangat setuju (SS) Setuju (S) Tidak Setuju (TS) Sangat Tidak Setuju (STS)
4. Setiap pernyataan hanya memiliki 1 (satu) jawaban saja.
C. Daftar Pernyataan Pelayanan Konseling
No. PERNYATAAN SS S TS STS
KOGNITIF
1. Saya mengetahui tujuan kegiatan konseling yang diberikan
oleh konselor BP4
2. Saya bertanya kepada konselor jika penjelasan yang
diberikan konselor membingungkan
3. Saya memahami saran yang diberikan konselor
4. Saya memahami kewajiban suami/ istri yang baik menurut
ajaran agama
5. Saya memahami hak suami/istri yang baik menurut ajaran
agama
6. Konselor BP4 memberikan penjelasan mengenai hak suami
/istri menurut ajaran agama
7. Metode konseling yang disampaikan konselor menarik
8. Saya mengabaikan tujuan dari konseling di BP4
9. Penjelasan yang disampaikan konselor membingungkan
10. Saya malu bertanya kepada konselor, meskipun saya tidak
memahami penjelasan konselor
AFEKTIF SS S TS STS
11. Saya merasakan manfaat setelah melakukan konseling
12. Konselor BP4 memberikan suasana yang nyaman, sehingga
saya lebih mudah menyampaikan permasalahan yang saya
hadapi
13. Saya menyukai proses konseling yang dilakukan konselor
BP4
SS S TS STS
14. Suasana konseling yang diberikan konselor BP4
menyenangkan
15. Menurut saya, konseling yang diberikan konselor kepada
saya berpengaruh positif dalam kehidupan rumah tangga
saya
16. Saya senang dengan cara penyampaian konselor dalam
memberikan saran kepada saya, sehingga saya bisa
meluapkan semua perasaan saya
17. Saya serius mengikuti arahan konselor pada saat konseling
berlangsung
18. Saya menerima arahan yang diberikan konselor dengan baik
19. Saya cuek terhadap proses konseling di BP4
20. Saya malas pada saat mengikuti proses konseling
21. Saya merasa bosan pada saat proses konseling
D. Daftar Pernyataan Penyelesaian Konflik Pernikahan
No. PERNYATAAN SS S TS STS
KONSTRUKTIF
1. Saya mengungkapkan ketidak setujuan saya terhadap
pasangan dengan bahasa yang mudah dipahami
2. Ketika berbeda pendapat dengan pasangan, saya
mengungkapkan dengan bahasa yang baik, agar pasangan
saya tidak tersinggung
3. Ketika pasangan saya mengutarakan pendapatnya, saya
mendengarkan dengan seksama
SS S TS STS
4. Ketika konflik memuncak, saya memilih mengalah agar
konflik tidak semakin memanas
5. Ketika ketegangan akibat konflik meningkat, saya
membujuk pasangan agar sama-sama memperbaiki sikap
6. Saya mengungkapkan rasa sayang kepada pasangan
7. Saya mengakui kesalahan yang telah saya perbuat
8. Saya tidak mengulangi kesalahan yang sama
9. Ketika pasangan berkeluh kesah, saya mendengarkan
dengan baik
10. Saya memaafkan kesalahan pasangan saya
11. Saya menerima perbedaan pendapat yang terjadi antara
saya dan pasangan saya
DESTRUKTIF SS S TS STS
12. Saya selalu menyalahkan pasangan saya dengan nada tinggi
13. Saya mengungkapkan kekurangan pasangan saya dengan
kata-kata yang tajam
14. Pada saat terjadi konflik, saya menghina pasangan saya
15. Saya tidak mau mengalah, walaupun saya bersalah
16. Saya mengabaikan pendapat pasangan saya
17. Saya menyalahkan pasangan saya terus-menerus
18. Saya mengkritik pasangan saya secara terus menerus
19. Saya mempertahankan pendapat saya, tanpa mendengarkan
pendapat pasangan saya
20. Saya melupakan kebaikan-kebaikan pasangan saya yang pernah diberikan kepada saya
Lampiran 2 Jawaban Responden
TABEL SKOR JAWABAN PRETEST
Variabel Pelayanan Konseling Aspek Kognitif (X1)
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10 K11 K12 K13 R1 4 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 3 R2 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3 4 4 3 R3 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 R4 4 3 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 R5 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 R6 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 3 3 4 R7 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 R8 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 R9 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 R10 3 4 4 3 4 3 4 3 3 3 4 4 4 R11 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 3 3 3 R12 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 3 R13 3 2 1 3 3 2 3 3 1 3 3 3 3 R14 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 R15 3 3 4 4 3 3 4 4 1 3 4 2 3 R16 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 4 3 3 R17 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 R18 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 R19 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 R20 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 R21 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 R22 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 R23 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 R24 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 R25 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 3 3 4 R26 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 R27 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 R28 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 R29 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 R30 4 4 4 3 4 3 3 3 4 4 3 3 2
TABEL SKOR JAWABAN PRETEST
Variabel Pelayanan Konseling Aspek Afektif (X2)
A14 A15 A16 A17 A18 A19 A20 A21 A22 A23 A24 A25 A26 A27 R1 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 R2 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 R3 4 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 R4 4 3 4 3 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 R5 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 R6 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 R7 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 R8 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 R9 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 R10 4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 R11 3 3 3 3 3 2 1 3 3 3 3 3 3 3 R12 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 R13 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 R14 3 2 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 R15 4 3 2 2 3 2 4 4 4 3 3 4 4 2 R16 4 3 4 3 3 3 4 4 4 3 1 4 4 4 R17 3 3 4 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 R18 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 R19 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 R20 3 2 2 3 4 2 3 2 3 3 2 2 2 2 R21 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 R22 3 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 3 3 3 R23 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 R24 3 2 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 R25 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 R26 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 R27 4 3 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 R28 4 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 R29 3 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 R30 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
TABEL SKOR JAWABAN POSTEST
Variabel Pelayanan Konseling Aspek Kognitif (X1)
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 K10
R1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 R2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 R3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 R4 2 2 1 1 1 1 2 2 2 2 R5 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 R6 4 2 3 3 3 3 4 2 2 2 R7 4 3 3 4 3 2 2 2 2 1 R8 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 R9 3 3 3 3 3 4 3 2 2 3 R10 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 R11 3 3 2 2 2 2 2 2 1 3 R12 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 R13 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 R14 3 3 1 1 1 1 1 1 2 3 R15 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 R16 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 R17 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 R18 4 4 4 4 4 4 2 2 3 4 R19 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 R20 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 R21 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 R22 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 R23 3 3 3 3 3 2 2 2 4 3 R24 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 R25 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 R26 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 R27 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 R28 4 1 2 3 3 4 4 2 4 2 R29 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 R30 4 2 2 3 3 3 4 4 3 2
TABEL SKOR JAWABAN POSTEST
Variabel Pelayanan Konseling Aspek Afektif (X2)
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 R1 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 R2 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 R3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 R4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 R5 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 R6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 R7 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 R8 2 4 4 4 2 2 2 2 2 2 3 R9 2 2 2 3 3 3 3 3 3 4 3 R10 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 R11 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 4 R12 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 R13 4 4 4 3 3 2 2 2 2 3 3 R14 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 2 R15 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 R16 4 4 4 3 4 3 3 3 4 3 3 R17 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 R18 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 R19 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 3 R20 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 R21 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 R22 4 4 2 2 2 2 2 2 2 3 3 R23 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 R24 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 R25 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 R26 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 R27 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 R28 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 R29 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 R30 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 3
Lampiran 3 Hasil Pengolahan Data 1. Statistic deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation X1 30 1.20 4.00 3.0133 .78553 X2 30 2.09 4.00 3.2394 .49303 Y 30 2.70 4.00 3.5367 .33629 Valid N (listwise) 30
2. Uji AsumsiKlasik
a. Uji Normalitas Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig. X1 .129 30 .200* .935 30 .066 X2 .166 30 .034 .935 30 .065 Y .142 30 .125 .951 30 .183 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Gambar Grafik P-Plot
b. Uji Multikoliniaritas Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 1.955 .347 5.634 .000 X1 .137 .063 .319 2.183 .038 .969 1.032 X2 .361 .100 .530 3.627 .001 .969 1.032
a. Dependent Variable: Y
c. Uji Autokorelasi Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .665a .442 .401 .26033 1.918 a. Predictors: (Constant), X2, X1 b. Dependent Variable: Y
3. Uji Heteroskedastisitas
4. Uji Korelasi Correlations
X1 X2 Y X1 Pearson
Correlation 1 .177 .413*
Sig. (2-tailed) .350 .023 N 30 30 30
X2 Pearson Correlation .177 1 .586**
Sig. (2-tailed) .350 .001 N 30 30 30
Y Pearson Correlation .413* .586** 1
Sig. (2-tailed) .023 .001 N 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
5. Analisis Regresi Linear Berganda
a. Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1 .665a .442 .401 .26033 1.918 a. Predictors: (Constant), X2, X1 b. Dependent Variable: Y
b. UjiSignifikansiSimultan (UjiStatistik t) Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std.
Error Beta Tolera
nce VIF 1 (Constant) 1.955 .347 5.634 .000
X1 .137 .063 .319 2.183 .038 .969 1.032 X2 .361 .100 .530 3.627 .001 .969 1.032
a. Dependent Variable: Y
a. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
ANOVAa
Model Sum of Squares Df
Mean Square F Sig.
1 Regression 1.450 2 .725 10.697 .000b Residual 1.830 27 .068 Total 3.280 29
a. Dependent Variable: Y b. Predictors: (Constant), X2, X1
Lampiran 4 r Tabel
Lampiran 5 Tabel Auto Korelasi
Lampiran 6 F Tabel
Lampiran 7 Dokumentasi
Dokumentasi Kegiatan Konseling di Badan Penesihatan
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kota Jakarta
Selatan
Pengisian Kuesioner di Rumah Klien
Dokumentasi Bersama klien BP4 Kota Jakarta Selatan
Dokumentasi Bersama Kepala BP4 Kota Jakarta Selatan Drs. H.
Zaenal Arifin
Dokumentasi Bersama Konselor BP4 Kota Jakarta Selatan
Dokumentasi Bersama Sekretaris Dan Konselor BP4 Kota Jakarta Selatan Bapak Mul Dan Bapak Yusuf
Wawancara Dengan Sekretaris BP4 Kota Jakarta Selatan Ibu
Ema
Proses Pendaftaran Antara Klien Dan Sekretaris BP4 Kota
Jakarta Selatan
Kepala BP4 Kota Jakarta Selatan Bapak Arifin Sedang Memberikan Konseling Kepada Klien
Ruang Konseling BP4 Kota Jakarta Selatan
Ruang Tunggu Klien
Gedung BP4 Kantor Kota Jakarta Selatan