pengaruh opini audit, fungsi pengawasan...
TRANSCRIPT
PENGARUH OPINI AUDIT, FUNGSI PENGAWASAN DPRD, DAN
KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH TERHADAP
KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
A’Alimatul Muflihatin
NIM : 1112082000085
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
ii
PENGARUH OPINI AUDIT, FUNGSI PENGAWASAN DPRD, DAN
KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH TERHADAP
KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh:
A’Alimatul Muflihatin
NIM : 1112082000085
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
iii
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
v
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
vi
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : A’Alimatul Muflihatin
2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 25 September 1994
3. Agama : Islam
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Alamat : Jl. Lenteng Agung Gg. Upu III RT. 001/ 05
No. 88 Jagakarsa Jakarta Selatan
6. HP : 089620268608
7. E-mail : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. MIS. Al Islamiyah Lenteng Agung Tahun 2001-2006
2. SMPN 166 Jakarta Tahun 2006-2009
3. SMKN 25 Jakarta Tahun 2009-2012
4. S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012-2016
III. PENDIDIKAN NON FORMAL
1. Bimbingan Belajar LPIA Tahun 2011-2012
2. Pelatihan Perpajakan Politeknik Global
Indonesia Tahun 2011-2012
viii
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Taekwondo SMPN 166 Jakarta (2006-2008)
2. Karya Ilmiah Remaja (KIR) SMPN 166 Jakarta (2007-2008)
3. ROHIS SMKN 25 Jakarta (2009-2011)
4. Lembaga Dakwah Kampus (LDK Komda FEB) sebagai bendahara
Badan Pengurus Harian (BPH) (2013-2014)
5. Lembaga Dakwah Kampus (LDK FORKAT AS SYAMS) sebagai
bendahara divisi PABK (2014-2015)
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Amir Adil Al Maghfuri
2. Tempat, Tanggal Lahir : Banyumas, 23 September 1965
3. Pekerjaan Ayah : Pedagang
4. Ibu : Temu
5. Tempat. Tanggal Lahir : Sukoharjo, 19 September 1966
6. Pekerjaan Ibu : Mengurus Rumah Tangga
7. Alamat : Jl. Lenteng Agung Gg. Upu III
RT. 001/05 No. 88 Jagakarsa Jakarta
Selatan
ix
THE EFFECT OF AUDIT OPINION, OVERSIGHT BY DPRD, AND THE
CHARACTERISTICS OF LOCAL GOVERNMENTS TO
THE FINANCIAL PERFORMANCE OF LOCAL GOVERNMENTS
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of audit opinion,
oversight by DPRD, the size of local government, the level of regional wealth and
the level of dependence on the central government’s to the financial performance
of regency/city in Indonesian.
The study used secondary data from examination report audit Badan
Pemeriksa Keuangan in 2015.This study using purposive sampling method. Data
analysis technique used multiple linear regressions. The sample in this study was
152 of regency/city in Indonesian.
The study showed that the size of local government and the level of
regional wealth was positive significant with the financial performance of local
governments. While audit opinion, oversight by DPRD and the level of
dependence on the central government was not significant with the financial
performance of local governments.
Keywords: audit opinion, oversight by DPRD, characteristics of local
governments, the financial performance of local governments.
x
PENGARUH OPINI AUDIT, FUNGSI PENGAWASAN DPRD, DAN
KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH TERHADAP
KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh opini audit,
fungsi pengawasan DPRD, ukuran pemerintah daerah, tingkat kekayaan daerah,
dan tingkat ketergantungan pada pusat terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah kabupaten/kota di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari laporan hasil
pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2015. Penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi
linier berganda. Sampel dalam penelitian ini adalah 152 pemerintah
Kabupaten/Kota di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran pemerintah daerah dan
tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah. Sedangkan opini audit, fungsi pengawasan DPRD, dan tingkat
ketergantungan pada pusat tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah.
Kata kunci: opini audit, fungsi pengawasan DPRD, karakteristik pemerintah
daerah, kinerja keuangan pemerintah daerah.
xi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT, Ar-Rahman Ar Rahim yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Opini Audit, Fungsi Pengawasan DPRD, dan
Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah” dengan baik. Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada Nabi
Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang telah menuntun umatnya dengan penuh
kesabaran menuju jalan yang diridhai Allah SWT beserta keluarga dan
sahabatnya. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih atas bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, dan
do’a, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini,
kepada:
1. Kedua orang tua tercinta yang telah menjadi penyemangat terbesar dan terbaik
dalam hidup, memberikan dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang
selalu terucap tiada henti kepada penulis.
2. Kakakku Ahlal dan Adik-adikku Opi, Yati, Bana dan Badriah dan juga
saudara-saudaraku yang selalu memberikan do’a dan semangat disetiap
kesulitan.
3. Bapak Dr. Arief Mufraini, LC., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarief Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Dr. Rini, Ak., CA., selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan
waktu untuk berdiskusi dan memberikan pengarahan dalam penulisan skripsi
ini.
xii
6. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA selaku Dosen Pembimbing II
sekaligus sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah meluangkan waktu, memberikan
bimbingan, dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
7. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
8. Sahabat-sahabat seperjuangan (detoak bocors) Haryati Indah, Arlia Sari
Artana, Andyn Kusumastuti, Dina Mardiana, Annisa Kamaliah, Raswita
Nengsih, Cut Hani Yurika, Tanti Tifany Aulia, dan Nur Aniah Lubis yang
selalu memberikan keceriaan selama studi di UIN Syarif Hidayatullah dan
memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis.
9. Sahabat terbaikku Ainun Nisa yang selalu memberikan motivasi dan
membantu proses penyelesaian skripsi ini.
10. Teman-teman KKN Cemara 2015, Akuntansi 2012, LDK Komda FEB dan
Forkat AS- Syams yang telah memberikan do’a, semangat serta dukungan
kepada penulis.
11. Kepada segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang ikut
membantu kelancaran pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Jakarta, September 2016
A’Alimatul Muflihatin
xiii
DAFTAR ISI
COVER
COVER DALAM .......................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .............................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................... v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ...................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................. ix
ABSTRAK .................................................................................................. x
KATA PENGANTAR .................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xviii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Perumusan Masalah .............................................................. 13
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 13
1. Tujuan Penelitian ........................................................... 13
2. Manfaat Penelitian ......................................................... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 16
A. Tinjauan Literatur ................................................................. 16
xiv
1. Agency Theory ............................................................... 16
2. Good Public Governance .............................................. 18
3. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah .......................... 20
4. Opini Audit .................................................................... 27
5. Fungsi Pengawasan DPRD ............................................ 31
6. Karakteristik Pemerintah Daerah .................................. 33
B. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ......................................... 37
C. Kerangka Pemikiran ............................................................. 42
D. Hipotesis ............................................................................... 44
1. Pengaruh Opini Audit terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah ........................................................ 44
2. Pengaruh Fungsi Pengawasan DPRD terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah ....................................... 45
3. Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah ....................................... 46
4. Pengaruh Tingkat Kekayaan Daerah terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah ....................................... 47
5. Pengaruh Tingkat Ketergantungan pada Pusat terhadap
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah .......................... 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 50
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 50
B. Metode Penentuan Sampel ................................................... 50
C. Metode Pengumpulan Data .................................................. 51
xv
D. Metode Analisis Data ........................................................... 53
1. Statistik Deskriptif ......................................................... 53
2. Uji Asumsi Klasik ......................................................... 53
3. Analisis Regresi Berganda ............................................ 56
4. Koefisien Determinasi (R2) ........................................... 57
5. Pengujian Hipotesis ....................................................... 58
E. Operasional Variabel Penelitian ........................................... 60
1. Variabel Terikat ............................................................. 60
2. Variabel Bebas .............................................................. 61
a. Opini Audit (OPINI) ................................................. 62
b. Fungsi Pengawasan DPRD (FPDPRD) .................... 63
c. Ukuran Pemerintah Daerah (SIZE) ........................... 64
d. Tingkat Kekayaan Daerah (PAD) ............................. 64
e. Tingkat Ketergantungan Pada Pusat (DAU) ............ 65
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 68
A. Sekilas Gambaran Umum dan Objek Penelitian .................. 68
B. Hasil uji Analisis Data Penelitian ......................................... 70
1. Statistik Deskriptif ......................................................... 70
2. Hasil Uji Asumsi Klasik ................................................ 74
a. Hasil Uji Normalitas ................................................. 75
b. Hasil Uji Multikolonieritas ....................................... 77
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas .................................... 78
3. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ............................ 80
xvi
4. Hasil Pengujian Hipotesis ............................................. 82
a. Hasil Pengujian Signifikansi Simultan (Uji F) ........ 82
b. Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Individual
(Uji t) ....................................................................... 82
C. Hasil Uji Hipotesis dan Pembahasan .................................... 85
1. Pengaruh Opini Audit (OPINI) terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah (KNJ) (H1) ................... 85
2. Pengaruh Fungsi Pengawasan DPRD (FPDPRD) terhadap
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (KNJ) (H2) ...... 87
3. Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah (SIZE) terhadap
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (KNJ) (H3) ...... 88
4. Pengaruh Tingkat Kekayaan Daerah (PAD) terhadap
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (KNJ) (H4) ...... 90
5. Pengaruh Tingkat Ketergantungan pada Pusat (DAU)
terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
(KNJ) (H5) .................................................................... 91
BAB V PENUTUP ................................................................................... 93
A. Kesimpulan ........................................................................... 93
B. Saran ..................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 96
LAMPIRAN ............................................................................................... 100
xvii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Perbandingan Opini 35 LKPD antara Tahun 2013 dengan Tahun
2014 .................................................................................................... 6
2.1 Kriteria Rasio Kemandirian.............................................................. 24
2.2 Kriteria Penilaian Efisiensi Pengelolaan Keuangan Daerah ............ 25
2.3 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ..................................................... 37
3.1 Operasional Variabel ........................................................................ 66
4.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria ................................... 69
4.2 Hasil Statistik Deskriptif .................................................................. 70
4.3 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov ........................................................ 77
4.4 Hasil Uji Multikolonieritas ............................................................... 78
4.5 Hasil Uji Heteroskedastisitas Metode Uji Glejser ........................... 80
4.6 Hasil Koefisien Determinasi (R2) ..................................................... 81
4.7 Hasil Uji F ........................................................................................ 82
4.8 Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual .................................... 83
xviii
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
1.1 Grafik Opini atas 539 LKPD Tahun 2014 ......................................... 6
2.1 Skema Kerangka Pemikiran ............................................................. 48
4.1 Hasil Uji Normalitas dengan Histogram .......................................... 75
4.2 Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Normal Plot ............................ 76
4.3 Hasil Uji Heteroskedatisitas Menggunakan Grafik Scatterplot ....... 79
xix
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1 Bukti Pengambilan data LHP BPK 2015 ....................................... 101
2 Data Sampel ................................................................................... 104
3 Data Hasil Output SPSS ................................................................. 112
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akibat dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998
mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia mengalami banyak
perubahan. Salah satu perubahan tersebut adalah dilaksanakannya otonomi
daerah sebagai amanah dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, yang kemudian diperbaharui dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah merupakan
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (Saragih dan Setyaningrum, 2015).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut maka,
dalam pelaksanaan pemerintah daerah harus mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sehingga dengan adanya
otonomi daerah aspirasi masyarakat akan mudah tersalurkan, daerah menjadi
lebih maju, mandiri, dapat mensejahterakan masyarakat dan terwujudnya good
governance.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia menilai, tata kelola
keuangan pemerintah daerah yang sering menimbulkan pelanggaran hukum
masih menjadi masalah serius yang harus segera dibenahi sebelum upaya-
2
upaya mengoptimalkan penggunaan keuangan daerah untuk program-program
kemakmuran rakyat (Permana, 2015).
Hal tersebut dipertegas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan semester I (IHPS I) tahun 2015 bahwa
ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengakibatkan kerugian daerah meliputi 2.422 permasalahan senilai Rp. 1,42
triliun pada 473 pemerintah daerah (BPK, 2015).
Permasalahan tersebut umumnya terjadi karena pejabat yang
bertanggung jawab lalai dan tidak cermat dalam menaati dan memahami
ketentuan yang berlaku, belum optimal melaksanakan tugas dan tanggung
jawab, lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian, serta sengaja
tidak mempertanggungjawabkan pengelolaan dana (BPK, 2015).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan selama 11 tahun
terhitung dari berdirinya KPK tahun 2003 sudah ada 56 kepala daerah yang
terjerat kasus korupsi. 56 kepala daerah yang terjerat KPK terdiri dari
gubernur, wakil gubernur, walikota, bupati, dan wakil bupati. Rata-rata dari
para kepala daerah itu terjerat kasus penyalahgunaan wewenang, baik dalam
pengelolaan anggaran dan aset daerah ataupun penyalahgunaan terkait
perizinan. Namun, ada pula kepala daerah yang terjerat kasus penyuapan
(Khabibi, 2015).
Berikut ini kasus korupsi yang terjadi pada kepala daerah diantaranya:
Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Banten, perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK)
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
3
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
berkaitan dengan penanganan perkara sengketa Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) Kabupaten Lebak, Provinsi Banten Tahun 2013 di Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia; Mochtar Mohamad, Walikota Bekasi, perkara
TPK dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kota Bekasi dan atau
perbuatan melakukan percobaan perbantuan, atau permufakatan jahat untuk
memberi atau menjanjikan sesuatu terkait dengan Adipura dan pengesahan
APBD 2010; Yesaya Sombuk, Bupati Biak Numfor, perkara TPK sehubungan
dengan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian
atau janji dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara tersebut
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya pengurusan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) tahun anggaran 2014 proyek pembangunan tanggul laut di Kabupaten
Biak Numfor Provinsi Papua (Khabibi, 2015).
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga pemeriksa
keuangan Republik Indonesia. Seluruh pemeriksaan BPK RI dilakukan dalam
rangka mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas keuangan
negara. Untuk mewujudkan akuntabilitas, tidak cukup dengan akuntabilitas
keuangan saja, sementara akuntabilitas kinerja ditinggalkan, atau sebaliknya.
Kedua-duanya harus diwujudkan, dengan demikian dalam pengelolaan
keuangan negara, bagi entitas tidak cukup jika sudah memperoleh opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan keuangannya, karena opini WTP
4
bukanlah segala-galanya, artinya upaya memperoleh opini WTP hendaknya
seiring dengan upaya mencapai kinerja yang baik dalam pengelolaan
keuangan. Idealnya upaya untuk meraih opini WTP juga dibarengi dengan
upaya untuk mencapai kinerja terbaik, tidak terjadi korupsi, dan rakyatnya
makin sejahtera (BPK, 2015).
Pengukuran kinerja merupakan salah satu cara yang dapat digunakan
pemerintah daerah dalam mencapai pemerintahan yang baik. Pasal 4 PP No.
105 tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
daerah menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan
secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien,
efektif, transparan, dan tanggung jawab dengan memperhatikan atas keadilan
dan kepatuhan (Noviyanti dan Kiswanto, 2016).
Kinerja merupakan hal yang sangat penting dalam seluruh tahapan
penyelenggaraan baik di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah.
Kinerja pemerintah saat ini sering dinilai tidak produktif, tidak efisien, rendah
kualitas, miskin inovasi, dan kreatifitas. Sehingga, pemerintah daerah dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat masih sangat kurang baik dan
belum dapat mencapai tujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Kinerja keuangan pemerintah daerah dapat dilihat dari Laporan Hasil
Pemeriksaan Keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemeriksaan
dari BPK sangatlah penting untuk dilakukan mengingat banyaknya kasus
korupsi atau penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kesengsaraan
rakyat.
5
Pemeriksaan keuangan negara dilakukan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) yang terdiri dari pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Hasil dari pemeriksaan
tersebut adalah opini audit, temuan audit, dan rekomendasi.
Opini audit yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
diantaranya adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan
Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), dan Tidak Memberikan Pendapat
(TMP). WTP merupakan opini terbaik yang diberikan BPK dalam
pemeriksaan keuangan pemerintah.
Kinerja keuangan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dinilai sangat
baik hingga mendapatkan penghargaan tertinggi dari BPK berupa WTP
(Wajar Tanpa pengecualian). Namun prestasi ini harus terus dijaga dengan
kerja keras dan kedisiplinan perangkat pemerintah Provinsi NTB
(Administrator, 2015).
Hasil pemeriksaan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan semester II
(IHPS II) Tahun 2015 mengungkapkan hasil pemeriksaan atas 35 Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2014 dari 539 pemerintah
daerah yang wajib menyerahkan LKPD Tahun 2014. Hasil pemeriksaan atas
35 LKPD mengungkapkan 1 opini WTP (3%), 17 opini WDP (48%). 1 opini
TW (3%) dan 16 opini TMP (46%). Hasil pemeriksaan atas 504 LKPD 2014
telah dilaporkan dalam IHPS I Tahun 2015. (BPK, 2015).
Hasil pemeriksaan atas seluruh LKPD Tahun 2014 yang terdiri dari 539
LKPD, BPK memberikan opini WTP atas 252 (47%) LKPD, opini WDP atas
6
247 (46%) LKPD, opini TMP atas 35 (6%) LKPD, dan opini TW atas 5 (1%)
LKPD seperti terlihat dalam Gambar 1.1 sebagai berikut:
Sumber: IHPS BPK Semester II (2015)
Gambar 1.1
Grafik Opini atas 539 LKPD Tahun 2014
Dalam IHPS BPK Semester II Tahun 2015 disajikan perbandingan opini
pemerintah daerah pada tahun 2013 dan 2014 dapat dilihat pada tabel 1.1
dibawah ini:
Tabel 1.1
Perbandingan Opini 35 LKPD antara Tahun 2013 dengan Tahun 2014
No Entitas Opini Tahun 2013 Opini Tahun 2014
1 Labuhanbatu Utara WDP WTP
2 Mandailing Natal TMP WDP
3 Nias Barat TMP TMP
4 Nias Selatan TMP TMP
5 Nias Utara TMP WDP
6 Padang Lawas TMP WDP
7 Toba Samosir WDP WDP
8 Kota Tanjung Balai TMP WDP
9 Kupang TMP WDP
10 Lembata WDP WDP
11 Malaka - TMP
12 Nagekeo WDP WDP
Bersambung ke halaman berikutnya…
7
Tabel 1.1 (Lanjutan)
No Entitas Opini Tahun 2013 Opini Tahun 2014
13 Rote Ndao TMP WDP
14 Sikka WDP WDP
15 Tana Tidung WDP WDP
16 Seram Bagian Barat TMP TMP
17 Seram Bagian Timur TMP TMP
18 Kota Ambon WDP WDP
19 Biak Numfor WDP TW
20 Boven Digoel TMP TMP
21 Deiyai TMP TMP
22 Dogiyai TMP TMP
23 Intan Jaya TMP TMP
24 Keerom TMP TMP
25 Mamberamo Raya TMP TMP
26 Mamberamo Tengah TMP TMP
27 Nduga TMP WDP
28 Pegunungan Bintang WDP WDP
29 Puncak TMP TMP
30 Sarmi TMP TMP
31 Supiori WDP WDP
32 Tolikara TMP TMP
33 Waropen TMP TMP
34 Manokrawi Selatan - WDP
35 Pegunungan Arfak - WDP
Sumber: IHPS BPK Semester II (2015)
Berdasarkan tabel 1.1 terdapat 1 LKPD yang mengalami kenaikan dari
WDP menjadi WTP yaitu Kabupaten Labuhanbatu Utara Provinsi Sumatera
Utara. Kenaikan opini tersebut disebabkan Pemkab Labuhanbatu Utara telah
melakukan proses penyelesaian permasalahan kas di Bendahara Pengeluaran
melalui pembebanan sementara oleh Tim Penyelesaian Kerugian Daerah
(TPKD) dan telah melakukan rekonsiliasi aset tetap antara neraca dan KIB
8
(Kartu Inventaris Barang) Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) serta telah
menyajikannya dalam neraca per 31 Desember 2014 (BPK, 2015).
Adapun, 7 LKPD mengalami kenaikan opini dari TMP menjadi WDP
yaitu LKPD Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten
Padang Lawas, Kota Tanjung balai, Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote
Ndao, dan Kabupaten Nduga. Kenaikan itu dikarenakan entitas tersebut telah
melaksanakan perbaikan atas kelemahan LKPD tahun sebelumnya (BPK,
2015).
Berdasarkan uraian diatas masih banyak LKPD yang mendapatkan opini
selain WTP bahkan ada yang mendapatkan opini TMP. Hal ini menunjukkan
kinerja pemerintah daerah masih kurang baik.
Opini audit yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
dapat mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah menjadi lebih baik
sebagaimana yang telah dibuktikan dalam penelitian Suryaningsih dan
Sisdyani (2016), dan Masdiantini dan Erawati (2016) yang mengungkapkan
bahwa opini audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Namun, berbeda dengan Marfiana dan Kurniasih (2013) yang menyatakan
bahwa opini audit tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah.
Adanya pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), maka
perlu juga pengawasan yang dilakukan oleh pihak legislatif atau Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hal ini perlu dilakukan untuk
menghindari tindak kecurangan dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah.
9
Oleh karena itu, fungsi pengawasan DPRD dapat mempengaruhi kinerja
keuangan pemerintah daerah. Penelitian terkait dengan fungsi pengawasan
DPRD dilakukan oleh Noviyanti dan Kiswanto (2016), Saragih dan
Setyaningrum (2015), dan Kusumawardani (2012) yang mengungkapkan
pengawasan DPRD berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Arifianti, et al. (2013)
yang membuktikan fungsi pengawasan DPRD tidak berpengaruh terhadap
kinerja keuangan pemerintah daerah.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan adalah
karakteristik pemerintah daerah. Karakteristik pemerintah adalah identitas
yang dimiliki oleh setiap pemerintah daerah yang dapat membedakannya
dengan daerah lain. Perbedaan karakteristik antar daerah diasumsikan
mempunyai pengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah seperti
penelitian yang dilakukan oleh Masdiantini dan Erawati (2016), Noviyanti dan
Kiswanto (2016), Kusumawardani (2012), dan Lin, et al. (2010).
Karakteristik pemerintah daerah dapat diukur dengan ukuran (size)
daerah, tingkat kekayaan daerah, tingkat ketergantungan pada pusat
(Noviyanti dan Kiswanto, 2016).
Kinerja keuangan pemerintah daerah dipengaruhi oleh ukuran (size)
daerah ditemukan oleh sejumlah peneliti, antara lain Masdiantini dan Erawati
(2016), Kusumawardani (2012), dan Lin, et al. (2010). Hal ini berbeda dengan
penelitian Noviyanti dan Kiswanto (2016), dan Arifianti, et al. (2013) yang
10
menyatakan bahwa ukuran (size) daerah tidak berpengaruh terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah.
Selain dipengaruhi oleh ukuran (size) daerah, kinerja keuangan
pemerintah daerah juga dipengaruhi oleh tingkat kekayaan daerah sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lin, et al. (2010), dan Mustikarini
dan Fitriasari (2012). Sementara hasil penelitian Noviyanti dan Kiswanto
(2016), Artha, et al. (2015), Kusumawardani (2012), dan Coll, et al. (2006)
menunjukkan bahwa tingkat kekayaan daerah tidak berpengaruh terhadap
kinerja keuangan pemerintah daerah.
Karakteristik pemerintah daerah lainnya dilihat dari tingkat
ketergantungan pada pusat. Tingkat ketergantungan pada pusat berpengaruh
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah sesuai hasil penelitian yang
dilakukan oleh Noviyanti dan Kiswanto (2016), dan Coll, et al. (2006).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Artha, et al. (2015) tingkat
ketergantungan pada pusat tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Opini Audit, Fungsi Pengawasan DPRD, dan
Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah”. Menurut peneliti, topik ini sangat menarik untuk
diteliti, karena beberapa hal yaitu pertama, terjadinya ketidakkonsitenan dari
penelitian-penelitian sebelumnya dan belum banyak yang melakukan
penelitian terkait topik diatas. Kedua, peneliti ingin mengetahui
11
perkembangan dari kinerja keuangan pemerintah daerah dengan cakupan
objek penelitian yang lebih luas berdasarkan saran yang dikemukakan oleh
penelitian sebelumnya. Ketiga, penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi
kinerja keuangan pemerintah daerah untuk tujuan perbaikan kinerja di masa
mendatang.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dari penelitian yang
dilakukan oleh Noviyanti dan Kiswanto (2016). Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah variabel independen yang digunakan
Noviyanti dan Kiswanto (2016) adalah ukuran pemerintah daerah, tingkat
kekayaan daerah, tingkat ketergantungan pada pusat, belanja daerah, ukuran
legislatif, dan temuan audit, sedangkan peneliti menambahkan variabel opini
audit serta menghilangkan variabel belanja daerah dan temuan audit karena
terbatasnya data dan waktu. Populasi yang digunakan adalah pemerintah
daerah kabupaten/kota dengan tahun penelitian 2011-2013 sedangkan, peneliti
hanya menggunakan satu tahun anggaran. Variabel dependen Noviyanti dan
Kiswanto (2016) adalah kinerja keuangan pemerintah daerah yang diukur
dengan rasio efisiensi berbeda dengan peneliti yang menggunakan pengukuran
dengan rasio kemandirian.
Penelitian berikutnya mengacu pada Heriningsih dan Marita (2013).
variabel independen yang digunakan dalam penelitian Heriningsih dan Marita
(2013) adalah opini audit dan kinerja keuangan pemerintah daerah dengan
variabel dependen tingkat korupsi sedangkan, peneliti menambahkan variabel
fungsi pengawasan DPRD dan Karakteristik Pemerintah Daerah sebagai
12
variabel independen dan kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai variabel
dependen yang menjadi pembeda dari penelitian sebelumnya. Populasi pada
penelitian Heriningsih dan Marita (2013) adalah pemerintah kabupaten/kota di
Pulau Jawa periode 2008-2010 sedangkan, peneliti hanya menggunakan satu
tahun anggaran 2014 pemerintah kabupaten/kota di Indonesia.
Penelitian ini juga mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
Arifianti, et al. (2013). Peneliti, hanya menggunakan variabel fungsi
pengawasan DPRD dan ukuran daerah berbeda dengan penelitian Arifianti, et
al. (2013), variabel Independen yang digunakan yaitu kelemahan sistem
pengendalian internal, ketidakpatuhan peraturan pada pemerintah daerah,
tindak lanjut rekomendasi, pengawasan masyarakat, fungsi pengawasan
DPRD, ukuran aset, dan tipe pemerintah daerah. Populasi penelitian Arifianti,
et al. (2013) adalah seluruh pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia
dengan tahun anggaran 2011. Berbeda dengan peneliti yang menggunakan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2014. Proksi
Arifianti, et al. (2013) untuk variabel dependen kinerja pemerintah daerah
menggunakan skor kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah yang
dipublikasikan oleh Kementerian Dalam Negeri (kemendagri) berbeda dengan
peneliti yang menggunakan proksi rasio kemandirian dari Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD).
13
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang hendak
diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah opini audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah?
2. Apakah fungsi pengawasan DPRD berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah?
3. Apakah ukuran pemerintah daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah?
4. Apakah tingkat kekayaan daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah?
5. Apakah tingkat ketergantungan pada pusat berpengaruh terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah?
6. Apakah opini audit, fungsi pengawasan DPRD, ukuran pemerintah daerah,
tingkat kekayaan daerah, dan tingkat ketergantungan daerah secara
bersamaan berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut :
a. Pengaruh dari opini audit terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah.
14
b. Pengaruh dari fungsi pengawasan DPRD terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah.
c. Pengaruh dari ukuran pemerintah daerah dari kinerja keuangan
pemerintah daerah?
d. Pengaruh dari tingkat kekayaan daerah terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah?
e. Pengaruh dari tingkat ketergantungan pada pusat terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah?
f. Pengaruh dari opini audit, fungsi pengawasan DPRD, ukuran
pemerintah daerah, tingkat kekayaan daerah, dan tingkat
ketergantungan daerah secara bersamaan terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kontribusi Teoritis
1) Mahasiswa Jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai
bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk
menambah ilmu pengetahuan.
2) Masyarakat, sebagai sarana informasi tentang kinerja keuangan
pemerintah daerah yang merupakan hak bagi setiap masyarakat
untuk mengetahui bagaimana kinerja keuangan pemerintah daerah.
Serta dapat menumbuhkan kesadaran terhadap masyarakat untuk
melakukan pengawasan kinerja keuangan pemerintah daerah.
15
3) Penulis, sebagai sarana untuk memperluas wawasan serta
menambah referensi mengenai audit pemerintahan terutama
tentang pengaruh opini audit, fungsi pengawasan DPRD,
karakteristik pemerintah terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah.
b. Kontribusi Praktis
1) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagai tinjauan yang
diharapkan dapat dijadikan informasi untuk memberikan gambaran
tentang upaya dan peran auditor dalam melakukan pemeriksaan.
Sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah dan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2) Pemerintah Daerah, diharapkan dapat bermanfaat dalam
mempertahankan dan meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) serta memperbaiki kinerja keuangan pemerintah daerah
sehingga pemerintah daerah dapat menjadikan daerahnya menjadi
lebih maju, mandiri, terwujudnya tata kelola pemerintahan yang
baik serta mensejahterakan rakyatnya.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Agency Theory
Teori keagenan (agency theory) merupakan landasan teori dalam
penelitian ini karena dapat menjelaskan konsep tata kelola pemerintahan.
Mengacu pada teori keagenan dari Jensen dan Meckling (1976) yang
menyatakan bahwa hubungan keagenan sebagai kontrak, yang muncul
ketika satu orang atau lebih sebagai pemilik (principal) untuk
memperkerjakan orang lain (agent) agar dapat memberikan suatu jasa
kepada principal dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agent tersebut (Arifianti, et al., 2013).
Dalam lingkup pemerintahan daerah di Indonesia, terdapat beberapa
hubungan keagenan, yaitu antara masyarakat dan pemerintah daerah,
masyarakat dan DPRD, dan DPRD dan pemerintah daerah (Nuraeni,
2014).
Menurut Meisser, et al., (2006) dalam Masdiantini dan Erawati
(2016) hubungan keagenan ini mengakibatkan dua permasalahan yaitu
terjadinya asimetris informasi (information asymmetry), dan terjadinya
konflik kepentingan (conflict of interest).
Jensen dan Meckling mengidentifikasikan ada dua acara untuk
mengurangi masalah keagenan yaitu investor luar melakukan pengawasan
17
(monitoring), dan Manajer sendiri melakukan pembatasan atas tindakan-
tindakannya (bonding) (Kodrat dan Herdinata, 2009).
Pernyataan Jensen dan Meckling mengharuskan pemerintah daerah
melakukan pengawasan sehingga dapat mengurangi terjadinya masalah
keagenan. Hal ini dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) yang memberikan pengawasan jalannya penyelenggaraan
pemerintahan daerah serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang
melakukan pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) dan Kinerja Pemerintah Daerah.
Sesuai dengan tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi
salah satu pihak yang berperan besar dalam menjaga dan memastikan
keuangan negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Oleh karena itu, BPK RI akan memprioritaskan pemeriksaannya
yang dapat mendorong penggunaan keuangan negara secara transparan
dan akuntabel untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat (BPK, 2015).
Konteks sektor publik bahwa pengertian akuntabilitas sebagai
kewajiban pemegang amanah (pemerintah) untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan
segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada
pihak pemberi amanah (masyarakat) yang memiliki hak untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut. Pernyataan ini mengandung arti bahwa
dalam pengelolaan pemerintah daerah terdapat hubungan keagenan (teori
18
keagenan) antara masyarakat sebagai principal dan pemerintah daerah
sebagai agent (Noviyanti dan Kiswanto, 2016).
Teori keagenan ini dijadikan landasan teori dalam penelitian ini
untuk menjelaskan adanya konflik antara pemerintah daerah sebagai agent
dan masyarakat sebagai principal yang berkaitan dengan penggunaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dapat
menggambarkan kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia.
2. Good Public Governance
Pengertian Governance dapat diartikan sebagai cara mengelola
urusan-urusan publik. World Bank memberikan definisi governance
sebagai berikut (Mardiasmo, 2009):
“the way state power is used in managing economic and social
resources for development of society.”
Sementara itu, United Nation Development Program (UNDP)
mendefinisikan governance sebagai:
“the exercise of political, economic, and administrative authority to
manage a nation’s affair at all levels.”
Dalam hal ini, World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah
mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan
pembangunan masyarakat sedangkan, UNDP lebih menekankan pada
aspek politik, ekonomi, dan administratif dalam pengelolaan negara
(Mardiasmo, 2009).
Political governance mengacu pada proses pembuatan kebijakan
(policy/strategy/ formulation). Economic governance mengacu pada proses
19
pembuatan keputusan di bidang ekonomi yang berimplikasi pada masalah
pemerataan, penurunan kemiskinan, dan peningkatan kualitas hidup.
Administrative governance mengacu pada sistem implementasi kebijakan.
Jika mengacu pada program World Bank dan UNDP, orientasi
pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance.
(Mardiasmo, 2009).
Sementara itu, World Bank mendefinisikan good governance sebagai
suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang
efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi
baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran
serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas
usaha (Mardiasmo, 2009).
Mardiasmo (2009) berpendapat bahwa untuk mewujudkan good
public and corporate governance dalam rangka menciptakan kesejahteraan
masyarakat, maka diperlukan serangkaian reformasi di sektor publik
(public sector reform). Dimensi sektor publik tersebut tidak saja sekedar
perubahan format lembaga, akan tetapi mencakup pembaharuan alat-alat
yang digunakan untuk mendukung jalannya lembaga-lembaga publik
tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.
Mardiasmo (2009) menyatakan bahwa akuntabilitas publik adalah
kewajiban pihak pemegang amanat (agent) untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan
20
segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada
pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan
untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.
Menurut Bahrullah (2013) terdapat dua jenis akuntabilitas, yaitu:
a. Akuntabilitas keuangan, menekankan kepada pertanggungjawaban
integritas keuangan dan ketaatan terhadap peraturan perundangan
sehingga praktik-praktik penyimpangan, kecurangan dan Korupsi
Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam keuangan dapat dihindari.
b. Akuntabilitas kinerja, menekankan kepada pertanggungjawaban atas
penggunaan sumber daya publik secara efisien, efektif, dan ekonomis
dalam memberikan yang berkualitas sesuai harapan publik.
3. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006, kinerja adalah
keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas
terukur.
Rai (2011) menjelaskan ada suatu ungkapan yang mengambarkan
pentingnya pengukuran kinerja dihubungkan dengan perbaikan mutu
manajemen, yaitu:
“Jika sesuatu tidak dapat dikuantifikasi, maka sulit diukur
Jika sesuatu tidak dapat diukur, maka tidak dapat dievaluasi
Jika sesuatu tidak dapat dievaluasi, maka tidak dapat diperbaiki
Jika sesuatu tidak dapat diperbaiki, maka tidak akan ada kemajuan
Jika tidak ada kemajuan, maka untuk apa ada manajemen?”
21
Ungkapan di atas menunjukkan bahwa untuk mencapai kemajuan
organisasi perlu dilakukan perbaikan kinerja. Untuk memperbaiki perlu
dilakukan evaluasi. Cara untuk melakukan evaluasi adalah dengan
pengukuran kinerja. Agar dapat diukur maka kinerja harus dapat
dikuantifikasi (Rai, 2011).
Secara umum kinerja di sektor publik lebih sulit untuk dikuantifikasi
dibandingkan dengan sektor privat karena sebagian besar hasil kinerja
bersifat kualitatif. Contohnya adalah peningkatan keamanan, perbaikan
mutu kesehatan, atau peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kesulitan
dalam menguantifikasi kinerja merupakan salah satu alasan sulitnya
melakukan pengukuran kinerja sektor publik (Rai, 2011).
Pengukuran kinerja berfungsi untuk menilai sukses atau tidaknya
suatu organisasi, program, atau kegiatan. Pengukuran kinerja diperlukan
untuk menilai tingkat besarnya terjadi penyimpangan antara kinerja aktual
dan kinerja yang diharapkan. Dengan mengetahui penyimpangan tersebut,
dapat dilakukan upaya perbaikan dan peningkatan kinerja. Alasan yang
mendasari pentingnya pengukuran kinerja sektor publik terkait dengan
tanggung jawabnya dalam memenuhi akuntabilitas dan harapan
masyarakat. Organisasi sektor publik bertanggung jawab atas penggunaan
dana dan sumber daya dalam hal kesesuaiannya dengan prosedur, efisiensi,
dan ketercapaian tujuan (Rai, 2011).
Menurut Rai (2011), pengukuran kinerja pada sektor publik memiliki
beberapa tujuan sebagai berikut:
22
a. Menciptakan akuntabilitas publik
Dengan melakukan pengukuran kinerja, akan diketahui apakah
sumber daya digunakan secara ekonomis, efisien, sesuai dengan
peraturan, dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi
Pengukuran kinerja sangat penting untuk melihat apakahh suatu
organisasi berjalan sesuai dengan yang direncanakan atau menyimpang
dari tujuan yang ditetapkan.
c. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya
Pengukuran kinerja akan sangat membantu pencapaian tujuan
organisasi dalam jangka panjang serta membentuk upaya pencapaian
budaya kerja yang lebih baik di masa mendatang.
d. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai
Dengan adanya pengukuran atas kinerja pegawai, dapat diketahui
apakah mereka telah bekerja dengan baik atau sebaliknya. Pengukuran
kinerja dapat menjadi media pembelajaran bagi pegawai untuk
meningkatkan kinerja di masa mendatang dengan melihat cerminan
kinerja di masa lalu dan evaluasi kinerja di masa sekarang.
e. Memotivasi pegawai
Pengukuran kinerja dapat dijadikan alat untuk memotivasi
pegawai dengan memberikan imbalan kepada pegawai yang memiliki
kinerja yang baik.
23
Pengukuran kinerja organisasi publik dapat dilakukan dengan
menggunakan indikator kinerja. Konsep pengukuran kinerja pemerintah
dimulai dari pengukuran terhadap tingkat kehematan (ekonomi) dan
tingkat kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dalam kegiatan
pemrolehan (procurement), input, dilanjutkan dengan pengukuran tingkat
efisiensi dalam proses pengolahan input menjadi output dan diakhiri
dengan pengukuran tingkat efektivitas output terhadap program/kegiatan
yang sudah ditetapkan (outcome) (Rai, 2011).
Beberapa penelitian menggunakan pengukuran kinerja diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Rasio Kemandirian
Rasio ini menggambarkan ketergantungan daerah terhadap
sumber dana ekstern dan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian berarti
semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan
retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli
daerah yang akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
mesyarakat (Wakhyudi dan Tarunasari, 2013).
Menurut Halim dan Kusufi (2012) rasio kemandirian
menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai
sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada
masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber
keuangan yang diperlukan daerah.
24
Kemandirian daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya
pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan total
pendapatan transfer. Berikut rumus perhitungan rasio kemandirian:
Keterangan :
KNJ = Kinerja Keuangan PemerintahDaerah
i = Pemerintah Kabupaten/Kota
Kriteria untuk menentukan tingkat kemandirian pemerintah
daerah ditampilkan pada tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2. 1
Kriteria Rasio Kemandirian
Kemampuan
Keuangan Kemandirian (%)
Rendah Sekali 0 - 25
Rendah 25 - 50
Sedang 50 - 75
Tinggi 75 - 100
Sumber: Keputusan Mendagri No.690.900.327
Tahun 1996 dalam Soedarsa dan Putri (2014)
b. Rasio Efisiensi
Secara sederhana, efisiensi merupakan perbandingan antara
output dan input. Suatu organisasi dapat dikatakan efisien apabila
organisasi tersebut: (1) menghasilkan output yang lebih besar dengan
menggunakan input tertentu; (2) menghasilkan output tetap untuk
input yang lebih rendah dari yang seharusnya; (3) menghasilkan
produksi yang lebih besar dari penggunaan sumber dayanya; dan (4)
mencapai hasil dengan biaya serendah mungkin (Rai, 2011).
KNJ = 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐬𝐥𝐢 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡 𝐢
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐟𝐞𝐫 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡 𝐢
25
Noviyanti dan Kiswanto (2016) mengukur rasio efisiensi
dengan membandingkan antara output dan input, dengan output
adalah realisasi pengeluaran dan input adalah realisasi penerimaan.
Sedangkan, Masdiantini dan Erawati (2016) mengukur rasio efisiensi
dengan membandingkan antara realisasi biaya untuk memperoleh
pendapatan dengan realisasi pendapatan. Semakin kecil rasio
efisiensi berarti kinerja pemerintahan semakin baik.
Adapun kriteria untuk menetapkan efisiensi pengelolaan
keuangan daerah dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2. 2
Kriteria Penilaian Efisiensi Pengelolaan
Keuangan Daerah
% Kinerja
Keuangan Kriteria
100 ke atas
90 - 100
80 - 90
60 - 80
Dibawah 60
Tidak Efisien
Kurang Efisien
Cukup Efisien
Efisien
Sangat Efisien
Sumber: Kepmendagri No. 690.900.327 Tahun
1996 dalam Soedarsa dan Putri (2014)
c. Rasio Aktivitas Daerah
Rasio aktivitas menggambarkan bagaimana peranan pemerintah
memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin (operasional)
dan belanja pembangunan (modal) secara optimal. Diantaranya rasio
aktivitas adalah sebagai berikut (Halim & Kusufi, 2012):
26
1) Rasio Keserasian
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah
memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja
pembangunan secara optimal. Semakin tinggi prosentase dana
yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti prosentase belanja
investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk
menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung
semakin kecil. Secara sederhana, rasio keserasian itu dapat
diformulasikan sebagai berikut (Halim & Kusufi, 2012):
2) Penyerapan Dana per Triwulan
Penyerapan dana per triwulan menggambarkan kemampuan
pemerintah daerah dalam melaksanakan dan mempertanggung-
jawabkan secara periodik atas kegiatan yang direncanakan pada
masing-masing triwulan. Hal ini sesuai dengan Pasal 37
Peraturan Pemerintah Nomor 105 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah yang menegaskan
bahwa pemerintah daerah menyampaikan laporan triwulan
pelaksanaan APBD kepada DPRD. (Halim & Kusufi, 2012).
Rasio Belanja Rutin = 𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐚 𝐑𝐮𝐭𝐢𝐧
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐀𝐏𝐁𝐃
Rasio Belanja Pembangunan = 𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐚 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐮𝐧𝐚𝐧
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐀𝐏𝐁𝐃
27
3) Rasio pertumbuhan daerah
Rasio ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan
meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode-
periode berikutnya. Rasio pertumbuhan bagus maka
kesejahteraan masyarakat juga bagus sehingga menunjukkan
semakin bagus kinerja pemerintah daerah dalam mendorong
penerimaan PAD (Heriningsih dan Marita, 2013).
Dari beberapa rasio yang telah dijabarkan diatas maka,
penelitian ini hanya menggunakan salah satu rasio untuk
mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah yaitu rasio
kemandirian yang mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
Heriningsih dan Marita (2013).
4. Opini Audit
Opini Audit adalah hasil dari pemeriksaan yang telah dilakukan oleh
auditor atas audit laporan keuangan berdasarkan UU Nomor 15 Tahun
2004. Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004 menyatakan
bahwa opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai
kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan
yang didasarkan pada kriteria (i) kesesuaian dengan standar akuntansi
pemerintahan, (ii) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), (iii)
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (iv) efektivitas
sistem pengendalian intern.
28
Menurut, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (2007:PSP 03
Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan, paragraph 03) menyatakan
bahwa laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pemyataan
demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak
dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal jika
nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan audit harus
memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada,
dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor.
Pada tahap ini seorang auditor akan memberikan pendapatnya atas
laporan keuangan yang telah di auditnya. Menurut Bastian (2007) ada lima
jenis pendapat auditor diantaranya:
a. Pendapat Wajar tanpa Pengecualian
Pendapat wajar tanpa pengecualian dapat diberikan auditor
apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan
standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, dan tidak terdapat kondisi atau
keadaan tertentu yang memerlukan bahasa penjelas. Sementara,
pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas diberikan
apabila audit telah dilaksanakan atau diselesaikan sesuai dengan
standar auditing, penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum, tetapi terdapat keadaan atau kondisi
tertentu yang memerlukan bahasa penjelas. Kondisi atau keadaan
29
yang memerlukan bahasa penjelasan tambahan antara lain dapat
diuraikan sebagai berikut:
1) Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor
independen lain. Auditor harus menjelaskan hal ini dalam
paragraf pengantar untuk menegaskan pemisahan tanggung
jawab dalam pelaksanaan audit.
2) Adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan
oleh profesi atau pihak yang berwenang. Penyimpangan
tersebut adalah penyimpangan yang terpaksa dilakukan agar
tidak menyesatkan pemakai laporan keuangan hasil audit.
Auditor harus menjelaskan penyimpangan yang dilakukan
berikut estimasi terhadap pengaruh serta alasan dilakukannya
penyimpangan ini dalam satu paragraf khusus.
3) Laporan keuangan dipengaruhi oleh ketidakpastian yang
material.
4) Auditor meragukan kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
5) Auditor menemukan adanya suatu perubahan material dalam
penggunaan prinsip dan metode akuntansi.
b. Pendapat Wajar dengan Pengecualian
Pendapat Wajar dengan Pengecualian diberikan apabila:
30
1) Tidak ada bukti yang kompeten dan mencukupi atau adanya
pembatasan lingkup audit yang material tetapi tidak
memengaruhi laporan keuangan secara keseluruhan.
2) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan
dari prinsip akuntansi yang berlaku umum dan berdampak
material tetapi tidak memengaruhi laporan keuangan secara
keseluruhan. Penyimpangan tersebut dapat berupa
pengungkapan yang tidak memadai maupun perubahan dalam
prinsip akuntansi. Auditor harus menjelaskan alasan
pengecualian dalam satu paragaraf terpisah sebelum paragraf
pendapat.
c. Pendapat Tidak Wajar
Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak
menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor harus
menjelaskan alasan yang mendukung dikeluarkannya pendapat tidak
wajar, dan dampak utama dari hal yang menyebabkan pendapat tidak
wajar diberikan terhadap laporan keuangan. Penjelasan tersebut
harus dinyatakan dalam paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat.
d. Pendapat tidak memberikan pendapat
Pernyataan auditor untuk tidak memberikan pendapat ini layak
diberikan apabila:
31
1) Ada pembatasan yang sangat material terhadap lingkup audit,
baik oleh klien maupun karena kondisi tertentu.
2) Auditor tidak indepeden terhadap klien.
Pernyataan ini tidak dapat diberikan apabila auditor yakin
bahwa terdapat penyimpangan yang material dari prinsip akuntansi
yang berlaku umum. Auditor tidak diperkenankan mencantumkan
paragraf lingkup audit apabila ia menyatakan untuk tidak
memberikan pendapat. Ia harus menyatakan alasan mengapa
auditnya tidak berdasarkan standar yang ditetapkan oleh otoritas
yang berwenang dalam satu paragaraf penjelas.
e. Pendapat Tidak Penuh
Pendapat ini sebenarnya bukan merupakan suatu jenis pendapat
tersendiri. Pendapat tidak penuh adalah pendapat atas unsur tertentu
dalam laporan keuangan. Pendapat ini boleh dinyatakan jika auditor
menyatakan tidak memberikan pendapat atau menyatakan pendapat
tidak wajar atas laporan keuangan secara keseluruhan.
Dalam penelitian ini opini yang digunakan adalah opini yang
diberikan oleh BPK RI. Peneliti mencoba memahami apakah opini terbaik
WTP yang didapatkan oleh pemerintah daerah dapat meningkatkan
kinerja.
5. Fungsi Pengawasan DPRD
Terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya
kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan,
32
pengendalian, dan pemeriksaan. Ketiga hal tersebut pada dasarnya berbeda
baik konsepsi maupun aplikasinya. Pengawasan mengacu pada tindakan
atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar eksekutif (yaitu
masyarakat dan DPR/DPRD) untuk turut mengawasi kinerja
pemerintahan. Pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakukan
oleh eksekutif (pemerintah) untuk menjamin dilaksanakannya sistem dan
kebijakan manajemen sehingga tujuan organisasi tercapai. Pemeriksaan
(audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki
independensi dan memiliki kompetensi professional untuk memeriksa
apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar kinerja yang
ditetapkan (Mardiasmo, 2009).
Pada tataran teknis aplikatif juga berbeda, pengawasan oleh
DPR/DPRD dilakukan pada tahap awal. Pengendalian dilakukan terutama
pada tahap menengah (operasionalisasi anggaran), yaitu level
pengendalian manajemen (management control) dan pengendalian tugas
(task control), sedangkan pemeriksaan dilakukan pada tahap akhir. Objek
yang diperiksa berupa kinerja anggaran (anggaran policy), dan laporan
pertanggungjawaban keuangan yang terdiri atas laporan dan nota
perhitungan APBN/APBD, neraca, dan laporan aliran kas (Mardiasmo,
2009).
Lembaga legislatif atau DPRD merupakan lembaga yang memiliki
posisi dan peran strategis terkait dengan pengawasan keuangan daerah.
Dilihat dari keuangan daerah maka menunjukkan kinerja pemerintah
33
daerah tersebut. Banyaknya jumlah anggota DPRD diharapkan dapat
meningkatkan pengawasan terhadap pemerintah daerah sehingga
berdampak dengan adanya peningkatan kinerja pemerintah daerah.
Semakin besar jumlah anggota legislatif diharapkan dapat meningkatkan
kinerja pemerintah daerah melalui adanya pengawasan (Noviyanti dan
Kiswanto, 2016).
6. Karakteristik Pemerintah Daerah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online,
karakteristik adalah mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan
tertentu (Setiawan, 2012). Dalam penelitian ini, menjelaskan karakteristik
pemerintah daerah dengan menggunakan ukuran pemerintah daerah yang
diukur dengan total aset di masing-masing pemerintah daerah, tingkat
kekayaan daerah yang diukur dengan perbandingan antara pendapatan asli
daerah dengan total pendapatan, dan tingkat ketergantungan kepada
pemerintah pusat yang diukur dengan dana alokasi umum dibandingkan
dengan total pendapatan seperti penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti
dan Kiswanto (2016), Artha, et al. (2015), dan Mustikarini dan Fitriasari
(2012). Berikut ini penjelasan dari masing-masing variabel:
a. Ukuran Pemerintah Daerah (Size)
Ukuran pemerintah daerah untuk mengetahui besar kecilnya
obyek dari pemerintah daerah tersebut (Noviyanti dan Kiswanto,
2016). Size dapat diukur dengan berbagai cara, antara lain jumlah
karyawan, total aset, total pendapatan, dan tingkat produksi
34
(Masdiantini dan Erawati, 2016). Total pendapatan digunakan
Masdiantini dan Erawati (2016) sedangkan, Noviyanti dan Kiswanto
(2016), Mustikarini & Fitriasari (2012) menggunakan total aset
sebagai proksi ukuran pemerintah daerah.
Ukuran yang besar dalam pemerintah akan memberikan
kemudahan kegiatan operasional yang kemudian akan
mempermudah dalam memberi pelayanan masyarakat yang
memadai. Selain itu, kemudahan di bidang operasional juga akan
memberi kelancaran dalam memperoleh Pendapatan Asli Daerah
(PAD) guna kemajuan daerah sebagai bukti peningkatan kinerja
(Kusumawardani, 2012).
Pemerintah daerah yang memiliki ukuran besar memiliki
tuntutan untuk melakukan pengungkapan kinerja keuangan. Karena
ukuran yang besar berarti total aset yang dimiliki pemerintah daerah
juga besar sehingga diperlukan pengungkapan kinerja agar
menghindari tindak penyelewengan atau peyalahgunaan wewenang.
b. Tingkat Kekayaan Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan
daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok
pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan,
yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah (Halim dan
Kusufi, 2012).
35
Tingkat kekayaan daerah dicerminkan dengan peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Peningkatan PAD merupakan akses
dari pertumbuhan ekonomi. Jumlah kenaikan kontribusi PAD akan
sangat berperan dalam kemandirian pemerintah daerah yang dapat
dikatakan sebagai kinerja pemerintah daerah (Noviyanti dan
Kiswanto, 2016).
Pemerintah daerah memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD)
beragam yang salah satunya tergantung dari kekayaan daerah yang
dimilikinya. Pemda yang memiliki PAD tinggi seharusnya akan lebih
bebas dalam memanfaatkan kekayaan asli daerahnya untuk
melakukan pengeluaran-pengeluaran daerah (belanja daerah) yang
dapat meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat sehingga
kinerjanya juga diharapkan semakin baik (Mustikarini dan Fitriasari,
2012).
c. Tingkat Ketergantungan pada Pusat (DAU)
Tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat dapat dilihat
dari penerimaan Dana Alokasi Umum. Undang-undang No. 33
Tahun 2004, DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerintahan kemampuan
keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi.
36
Pemerintah pusat akan memantau pelaksanaan alokasi DAU
sehingga dapat memacu pemerintah daerah agar meningkatkan
kinerja keuangannya (Noviyanti dan Kiswanto, 2016).
Penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan oleh daerah.
Penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) dan penerimaan umum
lainnya dalam APBD harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan
pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, seperti pelayanan di
bidang kesehatan dan pendidikan (Sudarsana dan Rahardjo, 2013).
Walaupun penggunaan DAU ditetapkan oleh Pemda, namun
dalam penggunaannya harus mengacu pada tujuan otonomi daerah
yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik (Artha, et al., 2015).
37
B. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya mengenai Opini Audit (X1), Fungsi Pengawasan DPRD (X2), Ukuran Pemerintah Daerah (X3),
Tingkat Kekayaan Daerah (X4), Tingkat Ketergantungan pada Pusat (X5), dan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Y) dapat
dilihat dalam tabel 2.3 sebagai berikut:
Tabel 2. 3
Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
No
Nama
peneliti
(Tahun)
Metode Penelitian X1 X2 X3 X4 X5 Y Hasil Penelitian
1. Noviyanti
dan
Kiswanto
(2016)
Metode Analisis: Regresi Multiple
Analsis dan Tes Asumsi Klasik.
Populasi: 43 daerah perkotaan pada
tahun 2011 sampai 2013.
Sampel: 129 unit analisis.
Varibel penelitian lainnya:
1. Belanja daerah, dan
2. Temuan audit
√ √ √ √ √ Hasil dari penelitian, diperoleh
kesimpulan bahwa level variabel
dependen terpusat dan pembiayaan
regional memberikan efek positif.
Pengukuran dari legislature
memberikan efek negatif dan
signifikan pada kinerja dari keuangan
pemerintahan daerah. Ukuran dari
pemerintahan daerah, tingkat dari
kekayaan daerah, penemuan audit
tidak memberikan efek pada kinerja
keuangan daerah.
Bersambung ke halaman berikutnya…
38
Tabel 2.3
(Lanjutan)
No
Nama
peneliti
(Tahun)
Metode Penelitian X1 X2 X3 X4 X5 Y Hasil Penelitian
2. Suryani-
ngsih dan
Sisdyani
(2016)
Metode Analisis: Regrei linier
berganda
Sampel yang digunakan: 295
kabupaten/kota di Indonesia.
Variabel penelitian lainnya:
1. Status daerah
2. Belanja modal
√ √ √ √ Variabel kemakmuran, status daerah,
dan belanja modal daerah tidak
berpengaruh pada kinerja keuangan,
sedangakan tingkat ketergantungan
pada pusat dan opini audit
berpengaruh pada kinerja keuangan
pemerintah daerah.
3. Masdian-
tini dan
Erawati
(2016)
Sampel yang digunakan: 8
kabupaten dan 1 kota di Provinsi
Bali. Pengumpulan data dilakukan
dengan metode observasi
nonpartisipan.
Metode analisis data: Regresi
Linier Berganda.
Variabel Penelitian lainnya:
1. Intergovernmental Revenue,
2. Temuan Audit
√ √ √ √ Ukuran pemerintah daerah dan opini
audit BPK berpengaruh positif
signifikan pada kinerja keuangan
pemerintah kabupaten/kota se-Bali.
Sementara variabel kemakmuran,
intergovernmental revenue dan
temuan audit BPK tidak berpengaruh
pada kinerja keuangan pemerintah
kabupaten/kota se-Bali.
Bersambung ke halaman berikutnya…
39
Tabel 2.3
(Lanjutan)
No
Nama
peneliti
(Tahun)
Metode Penelitian X1 X2 X3 X4 X5 Y Hasil Penelitian
4. Artha, et
al (2015)
Metode Analisis: Regresi linier
berganda
Sampel yang digunakan:
Kabupaten/Kota di Provinsi NTB.
Variabel penelitian lainnya:
1. Belanja Modal
2. Leverage
3. Temuan Audit
4. Belanja Modal,
5. Leverage, dan
6. Temuan Audit
√ √ √ √ Variabel tingkat kekayaan daerah,
tingkat ketergantungan kepada
Pemerintah Pusat, belanja modal,
leverage dan temuan audit BPK tidak
berpengaruh signifikan terhadap
kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah, sedangkan
ukuran pemerintah daerah
berpengaruh signifikan terhadap
kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah dengan arah
hubungan yang positif.
5. Saragih
dan
Setyaning-
rum
(2015)
Populasi penelitian: Pemerintah
Daerah di Indonesia Tahun 2011-
2012.
Variabel penelitian lainnya:
1. Latar belakang profesi kepala
daerah,
2. Latar belakang pendidikan
kepala daerah,
3. Motif Reelection, dan
4. Kompetisi Politik.
√ √ Hasil penelitian latar belakang profesi
kepala daerah, dan ukuran legislatif
berpengaruh positif signifikan,
sedangkan latar belakang pendidikan,
Kompetisi politik, dan motif
reelection berpengaruh tidak
signifikan.
Bersambung ke halaman berikutnya…
40
Tabel 2.3
(Lanjutan)
No
Nama
peneliti
(Tahun)
Metode Penelitian X1 X2 X3 X4 X5 Y Hasil Penelitian
6. Arifianti,
et al.,
(2013)
Metode analisis: Regresi linier
berganda
Sampel penelitian: 197 Kab/kota di
Indonesia tahun 2011
Metode analisis: variabel penelitian
lainnya:
1. kelemahan SPI,
2. Ketidakpatuhan terhadap
peraturan,
3. tindak lanjut sesuai
rekomendasi.
√ √ √ Fungsi pengawasan intern yang
dilakukan oleh DPRD tidak memberikan
dampak yang signifikan terhadap kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang akan datang. Hal ini
mengindikasikan bahwa anggota dewan
masih lebih mementingkan partainya
daripada kinerja daerahnya.
7. Kusumaw
ardani
(2012)
Metode analisis: Regresi linier
berganda
Proksi kinerja Pemda
menggunakan rasio keuangan
Sampel yang digunakan: 105 Kab/
kota di Indonesia Tahun 2009
Variabel penelitian lainnya:
Leverage.
√ √ √ √ Variabel size, kemakmuran, ukuran
legislatif, leverage secara simultan
mempengaruhi kinerja keuangan
pemerintah daerah, dan secara parsial
menunjukkan bahwa variabel size dan
ukuran legislatif berpengaruh terhadap
kinerja keuangan pemerintah daerah,
sedangkan kemakmuran dan leverage
tidak berpengaruh terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah.
Bersambung ke halaman berikutnya…
41
Tabel 2.3
(Lanjutan)
No
Nama
peneliti
(Tahun)
Metode Penelitian X1 X2 X3 X4 X5 Y Hasil Penelitian
8 (Lin, et
al., 2010)
Metode analisis: Data Envelopment
Analysis(DEA)
Sampel yang digunakan:
Pemerintah Daerah di China tahun
2005-2006
√ √ Variabel ukuran daerah berpengaruh
terhadap kinerja ekonomi pemerintah
di China
9 (Coll, et
al., 2006)
Metode analisis: Data Envelopment
Analysis(DEA) dan Free
Disposable Hull (FDH)
sampel yang digunakan: Comunitat
Valenciana (Spanyol)
√ √ √ Tingkat kekayaan Pemerintah daerah
tidak berpengaruh terhadap kinerja
pemerintah daerah sedangkan, tingkat
ketergantungan pemerintah dengan
pusat bepengaruh terhadap kinerja
pemerintah daerah.
Sumber: Data diolah dari berbagai sumber
42
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir adalah model konseptual yang berkaitan dengan
bagaimana seseorang menyusun teori atau menghubungkan secara logis
beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah. Teori tersebut mengalir
secara logis dari dokumentasi penelitian sebelumnya dalam bidang masalah.
Karena kerangka pemikiran tidak lain adalah mengidentifikasi jaringan
hubungan antar variabel yang dianggap penting bagi studi terhadap situasi
masalah apapun, sangat penting untuk memahami apa arti variabel dan apa
saja jenis variabel yang ada (Sekaran, 2014).
Adapun masalah-masalah yang dianggap penting dalam penelitian ini
adalah Opini Audit, Fungsi Pengawasan DPRD, Ukuran Pemerintah Daerah,
Tingkat Kekayaan Daerah, dan Tingkat Ketergantungan pada Pusat terhadap
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Berdasarkan uraian diatas gambaran
menyeluruh penelitian ini yang mengangkat penelitian mengenai pengaruh
Opini Audit, Fungsi Pengawasan DPRD, Ukuran Pemerintah Daerah, Tingkat
Kekayaan Daerah, dan Tingkat Ketergantungan pada Pusat terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah disajikan dalam Gambar 2.1 sebagai berikut:
43
Bersambung ke halaman berikutnya…
Diberlakukannya otonomi daerah
diperlukan pemeriksaan dan
pengawasan yang dilakukan oleh
pihak eksternal sehingga dapat
meningkatkan kinerja keuangan
pemerintah daerah
Teori Keagenan dan Good Public Governance
Kinerja keuangan pemerintah
daerah masih belum baik atau
tidak efisien.
GAP
Variabel Independen Variabel Dependen
Tingkat Ketergantungan
pada Pusat (X5)
Ukuran Pemerintah
Daerah (X3)
Tingkat Kekayaan (X4)
Opini Audit (X1)
Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Fungsi Pengawasan
DPRD (X2)
Karakteristik Pemerintah
Daerah
44
Gambar 2.1
(Lanjutan)
Gambar 2. 1
Skema Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis
1. Pengaruh Opini Audit terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah
Setiap tahun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selalu melakukan
audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan
memberikan opini sesuai dengan hasil laporan tersebut. Opini auditor
sering dijadikan sebagai pengukuran kinerja suatu daerah dalam
pengelolaan keuangan daerahnya yang berasal dari pihak eksternal,
sehingga seringkali terdapat gejala di daerah terkesan memburu predikat
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) (Suryaningsih dan Sisdyani, 2016).
Jika pemerintah daerah terlalu banyak mendapatkan predikat Wajar
Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Memberikan Pendapat (TMP),
bahkan Tidak Wajar (TW) membuktikan bahwa kinerja pemerintah daerah
tersebut tidak terlaksana dengan baik.
Metode Analisis: Regresi Linier Berganda
Kesimpulan dan Saran
Hipotesis
45
Opini auditor menjadi pusat perhatian dalam setiap laporan kinerja
suatu entitas demikian juga dengan penelitian ini sehingga dengan
menggunakan penalaran bahwa jika pemerintah daerah memperoleh opini
WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) maka harapannya akan semakin bagus
kinerja pemerintah daerah dan pastinya korupsi tidak dapat terjadi
(Heriningsih, 2015).
Hasil penelitian yang dilakukan Suryaningsih dan Sisdyani (2016),
dan Masdiantini dan Erawati (2016) membuktikan opini audit berpengaruh
terhadap kinerja pemerintah daerah. Semakin baik opini audit yang
didapatkan pemerintah daerah maka akan semakin baik kinerja keuangan
pemerintah daerah. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis pertama
dalam penelitian ini adalah:
H1: Opini Audit berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah
2. Pengaruh Fungsi Pengawasan DPRD terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan lembaga
yang melakukan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan
daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah. Tujuan dari fungsi
pengawasan tersebut agar pemerintah daerah dapat mengalokasikan
anggaran yang ada dan dapat digunakan dengan sebagaimana mestinya.
DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan, diharapkan benar-
benar dapat memastikan bahwa pemerintah daerah berpihak pada
46
kepentingan publik, dan harus mampu mewujudkan tujuan dan
kepentingan bersama yang sudah disepakati dalam proses legislasi dan
penganggaran (Muhi, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Saragih dan Setyaningrum (2015)
menunjukkan semakin banyak anggota DPRD suatu daerah maka semakin
baik kinerja pemerintah daerah tersebut.
Penelitian ini dipertegas dalam Kusumawardani (2012) yang
menjelaskan semakin banyak anggota legislatif maka semakin ringan dan
mudah dalam melakukan fungsi pengawasan atas pengelolaan keuangan
daerah.
Dari penjelasan tersebut diharapkan banyaknya jumlah anggota
DPRD mampu untuk melakukan fungsi pengawasan dengan baik sehingga
dapat meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah menjadi lebih
baik. Oleh karena itu, hipotesis kedua penelitian ini adalah sebagai berikut:
H2: Fungsi Pengawasan DPRD berpengaruh positif terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah
3. Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah sebagai pemegang amanah (agent) memiliki
tujuan utama dalam melaksanakan program kerja yaitu memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat sebagai pemberi amanah
(principal) (Artha, et al., 2015).
47
Pemerintah dalam memberikan pelayanan yang baik kepada
masyarakat sangat didukung dengan aset yang besar. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Masdiantini dan Erawati (2016), size yang besar pada
pemerintah daerah akan memberikan kemudahan pelaksanaan kegiatan
maupun program-program pemerintah dalam memberi pelayanan
masyarakat yang memadai. Dengan adanya size yang besar, pemerintah
mempunyai kewajiban untuk meningkatkan akuntabilitas karena size yang
besar akan diikuti dengan resiko penyalahgunaan yang besar.
Hal ini dipertegas dalam penelitian Lin, et al. (2010), dan
Kusumawardani (2012) yang menunjukkan bahwa ukuran (size) Pemda
yang diukur dengan total aset berpengaruh positif terhadap kinerja Pemda
kabupaten/kota di Indonesia.
Semakin besar ukuran pemerintah daerah maka akan meningkatkan
kinerja keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan uraian diatas, maka
hipotesis ketiga penelitian ini adalah Ukuran Pemerintah Daerah
berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
H3: Ukuran Pemerintah Daerah berpengaruh positif terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah
4. Pengaruh Tingkat Kekayaan Daerah terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Tingkat kekayaan daerah dapat diukur dengan PAD karena
merupakan satu-satunya sumber keuangan yang berasal dari pengelolaan
sumber daya pada daerah tersebut (Artha, et al., 2015). Kemakmuran
48
dengan aset dan kekayaan yang besar tentu memiliki tekanan yang lebih
besar dari masyarakat, untuk dapat mengelola dan menggunakan sumber
daya yang dimiliki Pemda dalam rangka perbaikan kinerja (Suryaningsih
dan Sisdyani, 2016).
Hal ini dipertegas dalam penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2012)
yang menyatakan Pemda dengan ukuran PAD yang besar dituntut untuk
lebih baik dalam mengelola dan memanfaatkan aset serta kekayaan yang
dimilikinya demi pelayanan kepada masyarakat.
Semakin tinggi tingkat kekayaan daerah maka akan semakin baik
kinerja keuangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, hipotesis keempat
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
H4: Tingkat Kekayaan Daerah berpengaruh positif terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah
5. Pengaruh Tingkat Ketergantungan pada Pusat terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah
Disamping ukuran dan tingkat kekayaan Pemda, tingkat
ketergantungan keuangan Pemda kabupaten/kota terhadap Pemerintah
Pusat juga berbeda-beda yang diwujudkan dalam bentuk penerimaan Dana
Alokasi Umum (DAU). Pemerintah akan memantau pelaksanaan dari
alokasi DAU sehingga hal ini memotivasi Pemda untuk berkinerja lebih
baik. Dengan demikian, semakin tinggi ketergantungan Pemda kepada
masyarakatnya sehingga kinerja Pemda juga semakin meningkat
(Mustikarini dan Fitriasari, 2012).
49
Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian Mustikarini dan Fitriasari
(2012), Suryaningsih dan Sisdyani (2016), Coll, et al., (2006), dan
dipertegas dalam penelitian Noviyanti dan Kiswanto (2016) yang
menyatakan bahwa tingkat ketergantungan pada pusat berpengaruh
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Semakin tinggi tingkat ketergantungan pada pusat maka akan
semakin baik kinerja keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan penelitian
sebelumnya maka, hipotesis kelima penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:
H5: Tingkat Ketergantungan pada Pusat berpengaruh terhadap
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan serta pengaruh antara dua variabel atau
lebih. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen yaitu pengaruh opini audit, fungsi pengawasan
DPRD, dan karakteristik pemerintah daerah terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi penelitian ini adalah Pemerintah Daerah di Indonesia yang
berjumlah 542 pemerintah daerah berdasarkan Direktorat Jenderal Otonomi
Daerah Kementerian Dalam Negeri. Metode yang digunakan untuk
pengambilan sampel adalah menggunakan teknik purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
dan tujuan tertentu.
Adapun kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai
berikut:
1. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kabupaten/kota tahun
2014 yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baik yang
mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan
Pengecualian (WDP), Tidak Memberikan Pendapat (TMP) ataupun Tidak
Wajar (TW).
51
2. Memiliki data lengkap yang diinginkan peneliti seperti total aset,
pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, total pendapatan, dan
pendapatan transfer daerah dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK 2015.
3. Terdapat jumlah anggota DPRD yang dipublikasikan oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU) dengan situs www.kpu.go.id.
Dari kriteria diatas, maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini
sejumlah 152 pemerintah kabupaten/kota dari 542 pemerintah daerah yang
terdapat di Indonesia
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data-data pada penelitian ini, peneliti menggunakan
dua acara yaitu penelitian pustaka dan dokumentasi.
1. Penelitian Pustaka (Library Research)
Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang
sedang diteliti melalui buku, jurnal, skripsi, tesis, internet, dan perangkat
lain yang berkaitan dengan judul penelitian.
2. Dokumentasi
Data sekunder dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik
dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan,
mempelajari, dan mencatat data tersebut. Data sekunder merupakan
sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
melalui media perantara.
52
Data opini audit tertera dalam ikhtisar hasil pemeriksaan yang
diperoleh dari website Badan Pemerika Keuangan (BPK) yaitu
www.bpk.go.id.
Data fungsi pengawasan DPRD yang diukur dengan jumlah
angggota DPRD diperoleh dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU)
yaitu www.kpu.go.id.
Data karakteristik pemerintah daerah yang terdiri dari ukuran daerah,
tingkat kekayaan daerah, dan tingkat ketergantungan pada pusat diperoleh
dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
tahun 2015 yang diperoleh dari Pusat Informasi dan Komunikasi (PIK)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ukuran daerah yang diukur dari total aset pemerintah daerah terdapat
dalam neraca Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Tingkat kekayaan
yang diukur dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan
dengan total pendapatan. Serta, tingkat ketergantungan pada pusat yang
diukur dengan Dana Alokasi Umum (DAU) dibandingkan dengan total
pendapatan, dan kinerja keuangan pemerintah daerah yang diukur dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan total pendapatan
transfer daerah terdapat dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) di
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Tahun 2015.
53
D. Metode Analisis Data
Metode Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
statistik deskriptif, uji asumsi klasik, uji koefisien determinasi (R2), uji
statistik F, dan uji statistik t.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan deskripsi suatu data yang dilihat dari
rata-rata (mean), standar deviasi (standard deviation), dan maksimum-
minimum. Mean digunakan untuk memperkirakan besar rata-rata populasi
yang diperkirakan dari sampel. Standar deviasi digunakan untuk menilai
dispersi rata-rata dari sampel. Maksimum-minimum digunakan untuk
melihat nilai maksimum dan minimum dari populasi (Ghozali, 2013). Hal
ini perlu dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel yang
berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan sampel
penelitian.
2. Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan analisis regresi berganda terhadap data yang
diperoleh dalam penelitian, maka terlebih dahulu harus dilakukan uji
asumsi klasik untuk mendeteksi apakah data dalam penelitian ini terjadi
penyimpangan. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi, dan uji
heteroskedastisitas. Berikut rincian penjelasannya:
54
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai
residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka
uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah kecil. Ada dua cara untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu
dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2013).
Menurut Ghozali (2013) analisis grafik adalah salah satu cara
termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat
grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan
distribusi yang mendekati distribusi normal. Distribusi normal akan
membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan
dibandingkan dengan garis diagonal.
Jika distribusi data residual normal, maka garis yang
menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.
Sedangkan, uji statistik dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis
dan skewness dari residual. Nilai z statistik untuk skewness dapat
dihitung dengan rumus:
Zskewness = 𝑆𝑘𝑒𝑤𝑛𝑒𝑠𝑠
√6 /N
Sedangkan nilai z kurtosis dapat dihitung dengan rumus:
Zkurtosis = 𝐾𝑢𝑟𝑡𝑜𝑠𝑖𝑠
√24 /N
55
Dimana N adalah jumlah sampel, jika nilai Z hitung > Z tabel,
maka distribusi tidak normal. Misalkan nilai Z hitung > 2,58
menunjukkan penolakan asumsi normalitas pada tingkat signifikansi
0,01 dan pada tingkat signifikansi 0,05 nilai Z tabel = 1,96.
b. Uji Multikolonieritas
Menurut Ghozali (2013) uji multikolonieritas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar
variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi diantara variabel independen. Multikolonieritas dapat
dilihat dari nilai tolerance dan lawannya nilai variance inflation factor
(VIF).
Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolonieritas adalah nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai
variace inflation factor (VIF) ≥ 10 (Ghozali, 2013).
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, jika
berbeda disebut heteroskedastisitas (Ghozali, 2013).
Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heterokedastisitas diantaranya (Ghozali, 2013):
56
1) Melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat
(dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi
ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat
ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID
dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan
sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang
telah di studentized.
2) Uji Park, Park mengemukakan metode bahwa variance (s2)
merupakan fungsi dari variabel-variabel independen.
3) Uji Glejser, Glejser mengusulkan untuk meregres nilai absolut
residual terhadap variabel independen.
4) Uji White, White dapat dilakukan dengan meregres residual
kuadrat (U2t) dengan variabel independen, variabel independen
kuadrat dan perkalian (interaksi) variabel independen.
3. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar
variabel dependen dengan menggunakan variabel independen yang sudah
diketahui besarnya. Dalam penelitian ini, variabel independen yaitu opini
audit, fungsi pengawasan DPRD, ukuran pemerintah daerah, tingkat
kekayaan daerah, dan tingkat ketergantungan pada pusat. Variabel
dependen yaitu kinerja keuangan pemerintah daerah. Metode analisis data
akan dilakukan dengan bantuan aplikasi computer program SPSS versi 22.
57
Persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e
Dimana :
Y = Variabel Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
a = Konstanta
b = Koefisien regresi
X1 = Variabel Opini Audit
X2 = Variabel Fungsi Pengawasan DPRD
X3 = Variabel Ukuran Pemerintah Daerah
X4 = Variabel Tingkat Kekayaan Daerah
X5 = Variabel Tingkat Ketergantungan Pada Pusat
e = Standard error
4. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah nol dan satu. nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum
koefisien determinasi untuk data silang (crossesction) relatif rendah karena
adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan
untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai nilai koefisien
determinan yang tinggi (Ghozali, 2013).
58
5. Pengujian Hipotesis
a. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Menurut Ghozali (2013) uji statistik F pada dasarnya
menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel dependen/terikat. Hipotesis nol (Ho) yang hendak
diuji adalah apakah semua parameter dalam model sama dengan nol,
atau:
Ho : b1 = b2 =.......= bk = 0
Artinya, apakah semua variabel independen bukan merupakan
penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis
alternatifnya (HA) tidak semua parameter secara simultan sama
dengan nol, atau:
HA : b1 ≠ b2 ≠ ....... ≠ bk ≠ 0
Artinya, semua variabel independen secara simultan merupakan
penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Untuk menguji
hipoesis ini digunakan statistik F dengan kriteria pengambilan
keputusan sebagai berikut:
1) Quick lock: bila nilai F lebih besar daripada 4 maka Ho dapat
ditolak pada derajat kepercayaan 5%. Dengan kata lain, kita
menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa semua
variabel independen secara serentak dan signifikan
mempengaruhi variabel dependen.
59
2) Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F
menurut tabel. Bila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F
tabel, maka Ho ditolak dan menerima HA.
b. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)
Menurut Ghozali (2013), uji statistik t pada dasarnya
menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/
independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah suatu
parameter (bi) sama dengan nol, atau:
Ho : bi = 0
Artinya, apakah suatu variabel independen bukan merupakan
penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis
alternatifnya (HA) parameter suatu variabel tidak sama dengan nol,
atau:
HA : bi ≠ 0
Artinya, variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan
terhadap variabel dependen.
Cara melakukan uji t sebagai berikut:
1) Quick Lock: bila jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau
lebih, dan derajat kepercayaan sebesar 5%, maka Ho yang
menyatakan bi = 0 dapat ditolak bila nilai t lebih besar dari 2
(dalam nilai absolut). Dengan kata lain kita menerima hipotesis
60
alternatif, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen
secara individual mempengaruhi variabel dependen.
2) Membandingkan nilai statistik t dengan titik krisis menurut tabel.
Apabila nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi
dibandingkan nilai t tabel, kita menerima hipotesis alternatif yang
menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual
mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2013).
E. Operasional Variabel Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel
yang digunakan yang disertai dengan operasional serta cara pengukurannya.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan variabel-variabel yang terdiri
dari varibel terikat (dependent variable), dan variabel bebas (Independent
variable).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan pemerintah
daerah. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah opini audit, fungsi
pengawasan DPRD, ukuran pemerintah daerah, tingkat kekayaan daerah, dan
tingkat ketergantungan pada pusat. Adapun operasional dari masing-masing
variabel tersebut adalah sebagai berikut:
1. Variabel Terikat
Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang
menjadi perhatian utama peneliti. Tujuan peneliti adalah memahami dan
membuat variabel terikat, menjelaskan variabilitasnya, atau
memprediksinya. Dengan kata lain, variabel terikat merupakan variabel
61
utama yang menjadi faktor yang berlaku dalam investigasi. Melalui
analisis terhadap variabel terikat (menemukan variabel yang
mempengaruhinya) adalah mungkin untuk menemukan jawaban atas suatu
masalah (Sekaran, 2014).
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Proksi yang digunakan dalam
variabel ini adalah rasio kemandirian yang diukur dengan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dibandingkan dengan Total Pendapatan Transfer Daerah.
Data diperoleh dari Laporan Hasil Pemeriksaan tahun 2015. Kinerja
pemerintah daerah dikatakan sangat baik apabila rasio yang dicapai lebih
dari 50 persen. Semakin kecil rasio kemandirian menggambarkan
kemampuan daerah dalam membiayai semua kegiatan pemerintahan
sangat tidak baik. Berikut rumusan untuk kinerja keuangan pemerintah
daerah:
Keterangan:
KNJ = Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
i = Pemerintah Kabupaten/Kota
2. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang memengaruhi variabel terikat
secara positif atau negatif yaitu, jika terdapat variabel bebas, variabel
terikat juga hadir, dan dengan setiap unit kenaikan dalam variabel bebas,
KNJ = 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐬𝐥𝐢 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡 𝐢
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐟𝐞𝐫 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡 𝐢
62
terdapat pula kenaikan atau penurunan dalam variabel terikat (Sekaran,
2014). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah opini audit, fungsi
pengawasan DPRD, dan karakteristik pemerintah daerah yang terdiri dari
ukuran pemerintah daerah, tingkat kekayaan daerah, dan tingkat
ketergantungan pada pusat.
a. Opini Audit (OPINI)
Opini audit dalam penelitian ini diukur dengan skala nominal.
Pada dasarnya opini audit yang baik di sektor privat maupun sektor
publik dibedakan menjadi empat kategori, Masdiantini dan Erawati
(2016) menggunakan variabel opini audit dengan pengukuran skala
ordinal yang diurutkan dari opini terburuk hingga opini terbaik yaitu
(1) Tidak Menyatakan Pendapat (TMP), (2) Tidak Wajar (TW), (3)
Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan (4) Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP).
Namun dalam penelitian ini pengukuran untuk opini audit
dikelompokkan dalam dua kategori berdasarkan penelitian
Heriningsih dan Marita (2013) yaitu opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) akan diberi nilai 1, dan opini selainnya (Wajar
Dengan Pengecualian, Tidak Wajar, dan Tidak Memberikan
Pendapat) diberi nilai 0.
WTP = 1; Non WTP = 0
63
b. Fungsi Pengawasan DPRD (FPDPRD)
Banyaknya jumlah anggota DPRD diharapkan dapat
meningkatkan pengawasan terhadap pemerintah daerah sehingga
berdampak dengan adanya peningkatan kinerja pemerintah daerah
(Noviyanti dan Kiswanto, 2016).
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan
umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 26 menyatakan
bahwa jumlah kursi DPRD kabupaten/kota ditetapkan paling sedikit
20 (dua puluh) dan paling banyak 50 (lima puluh).
Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 Pasal 26 ayat 2a
menyatakan bahwa kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai
dengan 100.000 (seratus ribu) orang memperoleh alokasi 20 (dua
puluh) kursi. Jumlah kursi DPRD kabupaten/kota didasarkan pada
jumlah penduduk kabupaten/kota.
Berdasarkan pemaparan diatas, variabel fungsi pengawasan
DPRD diproksikan dengan jumlah anggota DPRD. Data jumlah
anggota DPRD didapatkan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU)
dengan situs www.kpu.go.id. Pengukuran fungsi pengawasan DPRD
ini mengacu pada penelitian Arifianti, et al. (2013) berikut ini
perumusan fungsi DPRD:
Fungsi Pengawasan DPRD = Jumlah Anggota DPRD
64
c. Ukuran Pemerintah Daerah (SIZE)
Ukuran pemerintah daerah diukur dengan total aset yang
dimiliki pemerintah daerah dalam penelitian Noviyanti dan Kiswanto
(2016), Artha, et al. (2015), dan Mustikarini dan Fitriasari (2012).
Aset daerah merupakan sumber daya pemerintah daerah.
ukuran aset suatu daerah dapat mempengaruhi kinerja keuangan
dalam banyak hal (Munir, 2015). Berikut perumusan dalam ukuran
pemerintah daerah:
d. Tingkat Kekayaan Daerah (PAD)
Tingkat Kekayaan Pemerintah Daerah diukur dengan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena merupakan satu-satunya
sumber keuangan yang berasal dari pengelolaan sumber daya pada
daerah tersebut (Artha, et al., 2015).
Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah
adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di
dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendapatan Asli Daerah ini terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
zakat/infaq/shadaqah, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Ukuran Pemerintah Daerah = Total Aset (Rp. Miliar)
65
Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Noviyanti
dan Kiswanto (2016), Artha, et al. (2015), dan Mustikarini dan
Fitriasari, 2012 mengukur tingkat kekayaan daerah dengan
membandingkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan total
pendapatan. Maka pada penelitian ini variabel tingkat kekayaan
diukur dengan rumus dibawah ini:
e. Tingkat Ketergantungan pada Pusat (DAU)
Penelitian yang dilakukan oleh Noviyanti dan Kiswanto (2016)
dan Artha, et al. (2015), tingkat ketergantungan pada pusat diukur
dengan besarnya Dana Alokasi Umum (DAU) dibandingkan dengan
total pendapatan. Dana Alokasi Umum merupakan dana yang
berasal dari Anggaran Pemerintah Belanja Negara (APBN)
(Suryaningsih dan Sisdyani, 2016).
Tingkat ketergantungan menggambarkan ketergantungan
daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi tingkat
ketergantungan mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan
daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat
dan provinsi) semakin tinggi dan demikian pula sebaiknya
(Pamungkas, 2013).
Tingkat Kekayaan Daerah = PAD
Total Pendapatan
66
Berdasarkan uraian tersebut, maka tingkat ketergantungan pada
pusat diukur dengan menggunakan rumus:
Berikut ini adalah ringkasan operasionalisasi variabel
penelitian yang dapat dilihat dalam Tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3. 1
Operasional Variabel
Bersambung ke halaman berikutnya…
Variabel Akronim Indikator Sumber Data Skala
Varibel Dependen
Kinerja
Keuangan
Pemerintah
Daerah (Y)
(Heriningsi
h dan
Marita,
2013)
KNJ PAD/Total
pendapatan
transfer
daerah
LHP Tahun
2015 dari
Pusat
Informasi
dan
Komunikasi
(PIK) BPK
Rasio
Variabel Independen
Opini
Audit (X1)
(Herining-
sih dan
Marita,
2013)
OPINI 1 = WTP;
0 = Non
WTP
IHPS I dan
II Tahun
2015
diunduh dari
www.bpk.
go.id
Nominal
Fungsi
Pengawa-
san DPRD
(X2)
(Arifianti,
et al., 2013)
FPDPRD Jumlah
Anggota
DPRD
Jumlah
Anggota
DPRD
diunduh dari
www.kpu.
go.id
Rasio
Tingkat Ketergantungan pada Pusat = DAU
Total Pendapatan
67
Tabel 3. 1(Lanjutan)
S
Sumber: Data diolah (2016)
Variabel Akronim Indikator Sumber
Data Skala
Ukuran
Pemerintah
Daerah
(X3)
(Mustikari-
ni dan
Fitriasari,
2012)
SIZE Total Aset
(Rp. Miliar)
LHP Tahun
2015 dari
Pusat
Informasi
dan
Komunikasi
(PIK) BPK
Rasio
Tingkat
Kekayaan
Daerah
(X4)
(Noviyanti
dan
Kiswanto,
2016)
PAD PAD/Total
Pendapatan
LHP Tahun
2015 dari
Pusat
Informasi
dan
Komunikasi
(PIK) BPK
Rasio
Tingkat
Ketergantu
ngan
dengan
Pusat (X5)
(Noviyanti
dan
Kiswanto,
2016)
DAU DAU/Total
Pendapatan
LHP Tahun
2015 dari
Pusat
Informasi
dan
Komunikasi
(PIK) BPK.
Rasio
68
BAB 1V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum dan Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan populasi pemerintah daerah kabupaten/kota
yang ada di Indonesia pada tahun 2014. Sampel pemerintah daerah
kabupaten/kota yang berhasil diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 152
dengan total data 505 kabupaten/kota. Fokus penelitian ini adalah mengetahui
pengaruh opini audit, fungsi pengawasan DPRD, dan Karakteristik Pemerintah
Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah.
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling untuk
menentukan sampel, sehingga sampel dalam penelitian ini merupakan
pemerintah daerah kabupaten/kota yang memiliki kriteria yang sesuai dengan
tujuan penelitian. Data yang digunakan adalah opini audit, jumlah DPRD,
jumlah penduduk, total aset daerah, pendapatan asli daerah, dana alokasi
umum, total pendapatan, total pendapatan transfer daerah kabupaten/kota di
Indonesia.
Data opini audit diperoleh dari ikhtisar hasil pemeriksaan semester I dan
II Tahun 2015 yang dipublikasikan oleh BPK dengan situs www.bpk.go.id.
Data yang berkaitan dengan karakteristik pemerintah daerah seperti total aset
terdapat dalam neraca di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2015, serta total
pendapatan asli daerah, total dana alokasi umum, total pendapatan, dan total
pendapatan transfer daerah terdapat dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2015.
69
Sedangkan data untuk anggota jumlah DPRD diperoleh peneliti dari
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan situs www.kpu.go.id.
Adapun proses seleksi berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
ditampilkan dalam tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4. 1
Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria
No Kriteria Jumlah
1 Jumlah Pemerintah Daerah di Indonesia 542
2 Pemerintah yang tidak melaporkan Laporan
Keuangan (3)
3 Jumlah Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Tahun
2015 539
4 Jumlah Provinsi di Indonesia (34)
5 Jumlah Kabupaten/Kota 505
6 Pemerintah daerah Kabupaten/kota yang
dikeluarkan: (353)
Jumlah Kabupaten/Kota yang tidak terdapat
informasi jumlah anggota DPRD
318
Jumlah Kabupaten/Kota yang tidak memiliki
data lengkap atau tulisan data tidak jelas 16
Jumlah Data Outlier 19
7 Ukuran Sampel Akhir 152
Sumber: Data diolah (2016)
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara purposive
sampling, sehingga sampel dalam penelitian ini merupakan pemerintah daerah
kabupaten/kota yang memiliki kriteria tertentu sesuai dengan tujuan
penelitian.
Kabupaten/kota yang tidak terdapat informasi jumlah anggota DPRD
dikeluarkan karena tidak tersedia dalam situs Komisi Pemilihan Umum
(KPU). Kabupaten/kota yang tidak memperlihatkan Neraca atau Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2015
atau data yang diperoleh tidak terlihat atau tidak terbaca dengan jelas
70
dikeluarkan dari sampel, dan data yang memiliki nilai terlalu tinggi (ekstrim)
atau disebut juga data outlier sehingga dikeluarkan dari sampel.
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian
1. Statistik Deskriptif
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif menunjukkan jumlah
pengamatan (N) dari penelitian ini adalah berjumlah 152 sampel data.
Nilai terendah dari data ditunjukkan oleh skor minimum di dalam tabel,
sedangkan nilai tertinggi dari data ditunjukkan oleh skor maksimum. Mean
digunakan untuk mengukur nilai rata-rata dari data, dan standar deviasi
menunjukkan simpangan baku.
Tabel 4. 2
Hasil Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KNJ 152 .04 .29 .1207 .05839
FPDPRD 152 20 50 36.59 9.892
SIZE (Rp. Miliar) 152 806.57 8866.34 2663.3343 1332.45655
PAD 152 .03 .22 .1021 .04374
DAU 152 .33 .76 .5766 .08334
Valid N (listwise) 152
Sumber: Data diolah dengan SPSS 22 (2016)
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata kinerja keuangan pemerintah
daerah kabupaten/kota di Indonesia yang diukur dari rasio kemandirian
yaitu sebesar 12,07% dengan standar deviasi sebesar 0,05839.
Berdasarkan tabel 2.1 kriteria rasio kemandirian dengan nilai 0% - 25%
termasuk kriteria rendah sekali tingkat kemandirian daerah dan nilai 25%-
71
50% termasuk kriteria rendah tingkat kemandirian daerah. Statisitik
deskriptif menunjukkan terdapat 147 pemerintah kabupaten/kota yang
rasio kemandiriannya sebesar 0% - 25% terdiri dari 23 kota dan 124
kabupaten di Indonesia. Sisanya, 1 pemerintah kabupaten dan 4 kota
termasuk pada kriteria rendah dengan rasio kemandirian 25% - 50%. Hal
ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah sangat
kurang dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan,
dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak, dan
retribusi sebagai sumber keuangan yang diperlukan daerah. Tingkat
kemandirian suatu daerah rata-rata masih tergantung pada transfer dana
dari pemerintah pusat.
Rasio kemandirian yang paling tinggi sebesar 29% yang diperoleh
oleh Kota Magelang (Provinsi Jawa Tengah). Angka tersebut
menunjukkan bahwa kinerja keuangan Kota Magelang masih lebih baik
daripada pemerintah kabupaten/kota lainnya yang menjadi sampel pada
penelitian ini. Namun kinerja Kota Magelang masih termasuk kriteria
kurang baik.
Nilai minimun dari rasio kemandirian sebesar 4% yang diperoleh
pada Kabupaten Toba Samosir (Provinsi Sumatera Utara). Hal tersebut
menggambarkan bahwa Kabupaten Toba Samosir dalam membiayai
sendiri kegiatan pemerintahannya masih sangat kurang baik dan masih
tergantung pada transfer pemerintah pusat. Hal ini disebabkan karena
masing-masing pemerintah daerah belum dapat memaksimalkan potensi
72
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meliputi pajak daerah, dan retribusi
daerah. Untuk meningkatkan kemandirian keuangan, pemerintah daerah
harus memaksimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui
penetapan peraturan pemerintah daerah sehingga kinerja keuangan daerah
akan menjadi semakin baik.
Terlihat dalam tabel 4.2 rata-rata dari fungsi pengawasan DPRD
sebesar 36,59 dengan standar deviasi sebesar 9,892. Nilai minimum dari
fungsi pengawasan DPRD yaitu sebesar 20 yang terdiri dari 5 kabupaten
dan 5 kota. Hal ini mengindikasikan fungsi pengawasan DPRD di
kabupaten/kota tersebut kurang dalam mengawasi kinerja keuanngan
pemerintah daerah. Jumlah maksimum dari fungsi pengawasan DPRD
adalah 50 terdapat 1 kota dan 26 kabupaten yang memiliki 50 anggota
DPRD. Hal ini mengindikasikan fungsi pengawasan DPRD di
kabupaten/kota tersebut lebih ketat pengawasannya dikarenakan
banyaknya anggota DPRD yang mampu untuk mengawasi kinerja
keuangan pemerintah daerah.
Berdasarkan tabel 4.2 ukuran pemerintah daerah dengan total aset
(Rp. Miliar) yang lebih besar akan lebih kompleks dalam menjaga dan
mengelola asetnya. Aset pemda di pemerintah daerah kabupaten/kota di
Indonesia terbesar sejumlah Rp. 8.866,34 Miliar pada Kota Bandung
(Provinsi Jawa Barat) dan untuk aset terkecil terdapat pada Kabupaten
Bangli (Provinsi Bali) dengan jumlah aset sebesar Rp. 806,57 Miliar. Nilai
73
rata-rata aset yang dimiliki oleh kabupaten/kota di Indonesia dalam sampel
penelitian ini sebesar Rp. 2.663,3343 Miliar.
Tingkat kekayaan daerah yang diukur dari Pendapatan Asli daerah
(PAD) dibandingkan dengan Total Pendapatan. Pendapatan Asli Daerah
(PAD) merupakan tolok ukur kinerja keuangan pemerintah daerah selain
total aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Terlihat dalam tabel 4.2
nilai rata-rata tingkat kekayaan daerah adalah sebesar 10,21% dengan
standar deviasi sebesar 0,04374.
Tingkat kekayaan daerah terendah terdapat pada Kabupaten Toba
Samosir (Provinsi Sumatera Utara) dengan nilai sebesar 3%. Hal ini
menggambarkan kekayaan pemerintah daerah yang dilihat dari pendapatan
asli daerahnya sangat kecil dibandingkan keseluruhan pendapatan yang
dimiliki. Oleh karena itu, mengindikasikan bahwa kinerja keuangan
pemerintah daerah di Kabupaten Toba Samosir kurang baik. Sedangkan,
Kota Magelang (Provinsi Jawa Tengah) merupakan daerah yang memiliki
tingkat kekayaan tertinggi dengan nilai sebesar 22%. Hal ini
menggambarkan pendapatan asli daerah yang dimiliki Kota Magelang
lebih besar dibandingkan dengan keseluruhan pendapatan yang dimiliki,
sehingga mengindikasikan kinerja keuangan pemerintah Kota Magelang
cukup baik.
Tingkat ketergantungan pemerintah daerah diukur dengan Dana
Alokasi Umum (DAU) dibandingkan dengan total pendapatan terlihat
dalam tabel 4.2 memiliki nilai rata-rata sebesar 57,66% dengan standar
74
deviasi 0,08334. Nilai terendah dari tingkat ketergantungan pada pusat
sebesar 33% diperoleh Kabupaten Muara Enim (Provinsi Sumatera
Selatan). Hal ini menggambarkan bahwa kemampuan keuangan
Kabupaten Muara Enim masih jauh dari yang diharapkan dalam hal
pemenuhan kebutuhan secara mandiri. Perlu peran serta dari pemerintah
pusat untuk meningkatkan kemandirian dan menurunkan tingkat
ketergantungan kabupaten tersebut. Karena hampir keseluruhan sumber
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) nya berasal dari
pendapatan transfer dan pendapatan lainnya.
Dengan kata lain, kinerja pemerintah Kabupaten Muara Enim sangat
kurang baik. Sedangkan, nilai tertinggi tingkat ketergantungan pada pusat
terdapat pada Kabupaten Kepulauan Mentawai (Provinsi Sumatera Barat)
dengan nilai sebesar 76%. Hal ini menggambarkan bahwa kinerja
keuangan Kabupaten Kepulauan Mentawai sudah cukup baik. Dalam hal
pemenuhan kebutuhan digunakan dana sendiri dan tidak sepenuhnya
tergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat.
2. Hasil Uji Asumsi Klasik
Tahapan dalam pengujian regresi berganda menggunakan beberapa
uji asumsi klasik yang harus dipenuhi meliputi: uji normalitas, uji
multikolonieritas, dan uji heterokedastisitas yang secara rinci dijelaskan
sebagai berikut:
75
a. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak sebab model regresi yang baik memiliki
data yang berdistribusi normal. Terdapat dua cara untuk mendeteksi
normalitas data, yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik.
Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan analisis
grafik histogram dan grafik normal plot serta uji statistik dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Berikut ini ditampilkan
grafik histogram dan grafik normal plot dari hasil pengujian
menggunakan SPSS.
Sumber: Data diolah dengan SPSS 22 (2016)
Gambar 4. 1
Hasil Uji Normalitas dengan Histogram
76
Berdasarkan grafik pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa grafik
histogram memberikan pola distribusi data yang normal dan berbentuk
simetris, tidak melenceng ke kanan atau ke kiri.
Sumber: Data diolah dengan SPSS 22 (2016)
Gambar 4. 2
Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Normal Plot
Berdasarkan gambar 4.2 di atas dapat dilihat bahwa grafik
normal P-Plot memberikan pola distribusi data yang normal, titik-titik
menyebar dan berhimpit di sekitar garis diagonal. Hasil uji normalitas
juga dapat dilihat dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
untuk meyakinkan bahwa data telah terdistribusi secara normal. Hasil
uji Kolmogorov-Sminov dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:
77
Tabel 4. 3
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 152
Normal Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation .00738131
Most Extreme Differences Absolute .072
Positive .072
Negative -.042
Test Statistic .072
Asymp. Sig. (2-tailed) .055c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
Sumber: Data diolah dengan SPSS 22 (2016)
Hasil uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji One
Sample Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat
bahwa nilai K-S sebesar 0,055 dengan jumlah sampel sebesar 152
sampel memiliki nilai signifikansi diatas 0,05 yang berarti nilai
residual terdistribusi secara normal dan memenuhi asumsi klasik.
b. Hasil Uji Multikolonieritas
Model regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya
gejala korelasi yang kuat di antara variabel bebasnya. Berikut hasil uji
multikolonieritas yang dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai berikut:
78
Tabel 4. 4
Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
OPINI .923 1.084
FPDPRD .665 1.503
SIZE (Rp. Miliar) .547 1.828
PAD .743 1.346
DAU .661 1.513
a. Dependent Variable: KNJ
Sumber: Data diolah dengan SPSS 22 (2016)
Berdasarkan tampilan output SPSS pada tabel 4.4 menunjukkan
nilai nilai tolerance lebih dari 0, 1dan Variance inflation Factor (VIF)
kurang dari 10. Model regresi bebas dari permasalahan
multikolonieritas apabila memiliki nilai VIF kurang dari 10 dan nilai
tolerance lebih dari 0,1, sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi
dalam penelitian ini tidak mengalami permasalahan multikolonieritas.
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi Heteroskedastisitas (Ghozali, 2013). Berdasarkan gambar
4.3 uji heteroskedastisitas menggunakan grafik scatterplot terlihat
bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas
maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa pada model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas.
79
Analisis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang cukup
signifikan oleh karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil
ploting. Semakin sedikit jumlah pengamatan semakin sulit
menginterpretasikan hasil grafik plots. Oleh sebab itu diperlukan uji
statistik yang lebih dapat menjamin keakuratan hasil (Ghozali, 2013).
Sumber: Data diolah dengan SPSS 22 (2016)
Gambar 4. 3
Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik Scatterplot
Penelitian ini mengggunakan uji glejser untuk mendeteksi
heterokedastisitas. Uji Heteroskedastisitas dengan uji glejser dilihat
jika variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi
variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas
(Ghozali, 2013). Hasil penelitian menggunakan uji glejser dapat dilihat
pada tabel 4.5 berikut ini:
80
Tabel 4. 5
Hasil Uji Heteroskedastisitas Metode uji glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) .013 .004 3.034 .003
OPINI .000 .001 .024 .292 .771
FPDPRD -7.344E-5 .000 -.151 -1.534 .127
SIZE (Rp. Miliar) 8.168E-8 .000 .023 .208 .835
PAD .011 .010 .099 1.061 .291
DAU -.011 .006 -.193 -1.952 .053
a. Dependent Variable: ABSUT
Sumber: Data diolah dengan SPSS 22
Hasil tampilan output SPSS pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa
koefisien parameter untuk variabel independen OPINI, FPDPRD,
SIZE, PAD, dan DAU tidak ada satupun yang signifikan secara
statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut Ut (AbsUt).
Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya diatas tingkat
kepercayaan 5% (Ghozali, 2013). Jadi, dapat disimpulkan bahwa
model regresi tidak terdapat Heteroskedastisitas.
3. Hasil Koefisien Determinasi (R2)
Pada penelitian ini, pengujian koefisien determinasi (R2) dilakukan
untuk mengukur variabel Independen dalam menerangkan variasi variabel
dependen. Pada model regresi berganda penggunaan Adjusted R Square
lebih baik dalam melihat seberapa jauh kemampuan model menerangkan
variasi variabel dependen jika dibandingkan dengan R2. Hasil uji Adjusted
R Square penelitian ini ditampilkan dalam tabel 4.6 sebagai berikut:
81
Tabel 4. 6
Hasil Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .992a .984 .983 .00751
a. Predictors: (Constant), DAU, OPINI, FPDPRD, PAD, SIZE
b. Dependent Variable: KNJ
Sumber: Data diolah dengan SPSS 22 (2016)
Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat diketahui angka koefisien korelasi
(R) menunjukkan nilai sebesar 0,992 yang berarti nilai (R) adalah besar,
karena memiliki nilai R yang mendekati angka 1. Hal ini menandakan
bahwa hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
adalah kuat.
Adapun nilai Adjusted R Square adalah sebesar 0,983. Hal ini berarti
sebesar 98,3% variabel dependen atau kinerja keuangan pemerintah
dipengaruhi oleh variabel independen, yaitu opini audit, fungsi
pengawasan DPRD, ukuran daerah, tingkat kekayaan daerah, dan tingkat
ketergantungan pada pusat. Nilai Adjusted R Square yang besar, berarti
kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
Sedangkan sisanya sebesar 1,7% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang
tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini.
82
4. Hasil Pengujian Hipotesis
a. Hasil Pengujian Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji F bertujuan mengetahui apakah seluruh variabel independen
secara bersama-sama (simultan) memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen. Signifikansi model regresi dalam
penelitian ini diuji dengan melihat nilai signifikansi (sig.) yang
terdapat pada tabel 4.7 sebagai berikut:
Tabel 4. 7
Hasil Uji F
ANOVAa
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression .507 5 .101 1797.730 .000b
Residual .008 146 .000
Total .515 151
a. Dependent Variable: KNJ
b. Predictors: (Constant), DAU, OPINI, FPDPRD, PAD, SIZE
Sumber: Data diolah dengan SPSS 22 (2016)
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa uji F menghasilkan nilai
signifikan sebesar 0,000. Karena probabilitas signifikansi jauh lebih
kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi variabel kinerja keuangan, atau dapat dikatakan bahwa
variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi kinerja
keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia.
b. Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Individual (Uji t)
Uji t bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh
variabel independen secara individual (parsial) yaitu opini audit, fungsi
83
pengawasan DPRD, ukuran daerah, tingkat kekayaan daerah, dan
tingkat ketergantungan pada pusat dalam menerangkan variabel
dependen yaitu kinerja keuangan pemerintah daerah. Signifikansi
model regresi dalam penelitian ini diuji dengan melihat nilai sig. pada
tabel 4.8 sebagai berikut:
Tabel 4. 8
Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) -.015 .007 -2.140 .034
OPINI .002 .001 .015 1.394 .165
FPDPRD -9.117E-5 .000 -.015 -1.204 .230
SIZE (Rp. Miliar) 1.793E-6 .000 .041 2.892 .004
PAD 1.303 .016 .976 80.395 .000
DAU .000 .009 .000 .029 .977
a. Dependent Variable: KNJ
Sumber: Data diolah dengan SPSS 22 (2016)
Berdasarkan tabel 4.8 diatas variabel opini audit (OPINI)
memiliki koefisien regresi sebesar 0,002. Nilai t hitung sebesar 1,394
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,165, maka dapat disimpulkan
bahwa opini audit tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah.
Hasil uji t untuk variabel fungsi pengawasan DPRD (FPDPRD)
terlihat dalam tabel 4.8 menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar
-9,117E-5. Nilai t hitung sebesar -1,204 dengan tingkat signifikansi
84
sebesar 0,230. Karena tingkat signifikansi di atas 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa fungsi pengawasan DPRD tidak berpengaruh
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Hasil uji t untuk variabel ukuran daerah (SIZE) menunjukkan
nilai koefisien regresi sebesar 1,793E-6. Nilai koefisien regresi yang
positif menunjukkan ukuran daerah (SIZE) berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Nilai t hitung sebesar
2,892 dengan tingkat signifikansi 0,004. Hal tersebut menunjukkan
tingkat signifikansi di bawah 0,05, sehingga dapat disimpulkan ukuran
daerah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah di Indonesia.
Hasil uji t untuk variabel tingkat kekayaan daerah (PAD)
menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 1,303. Nilai koefisien
regresi yang positif menunjukkan tingkat kekayaan daerah (PAD)
berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Nilai t hitung sebesar 80,395 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000.
Hal tersebut menunjukkan tingkat signifikansi di bawah 0,05, sehingga
dapat disimpulkan tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Hasil uji t untuk variabel tingkat ketergantungan pada pusat
(DAU) menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0,000. Nilai t
hitung sebesar 0,029 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,977. Hal
85
tersebut menunjukkan tingkat signifikansi di atas 0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tingkat ketergantungan pada pusat tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Berdasarkan tabel 4.8 maka model persamaan regresi berganda
adalah sebagai berikut:
KNJ = -0,015 + 0,002OPINI - 9,117E-5FPDPRD + 1,793E-6SIZE
(Rp. Miliar) + 1,303PAD + 0,000DAU + 0,007
Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa dari lima
variabel independen yang dimasukkan dalam model dengan
signifikansi 5% terdapat dua variabel yaitu ukuran daerah, dan tingkat
kekayaan daerah yang berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja
pemerintah daerah, sedangkan variabel opini audit, fungsi pengawasan
DPRD, dan tingkat ketergantungan pada pusat tidak berpengaruh
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
C. Hasil Uji Hipotesis dan Pembahasan
1. Pengaruh Opini Audit (OPINI) terhadap Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah (KNJ) (H1)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel opini audit
memiliki koefisien regresi sebesar 0,002 dengan nilai t hitung sebesar
1,394 dan tingkat signifikansi sebesar 0,165. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa opini audit tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah.
86
Opini atas audit yang diberikan kepada kabupaten/kota tidak
memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah,
sehingga hipotesis ke-1 tidak berhasil didukung.
Hasil penelitian ini tidak mendukung dengan penelitian sebelumnya
Masdiantini dan Erawati (2016), Suryaningsih dan Sisdyani (2016) yang
menyatakan opini audit berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah. Semakin baik opini audit maka semakin
mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah dibandingkan dengan
pemerintah daerah yang mendapatkan opini TW (Tidak Wajar) dan TMP
(Tidak Memberikan Pendapat).
Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Marfiana dan Kurniasih (2013) yang menyatakan bahwa
opini audit tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah.
Opini audit yang baik tidak dapat menjadi jaminan bahwa kinerja
keuangan pemerintah daerah bagus (Marfiana dan Kurniasih, 2013). Opini
audit yang baik tidak menjadi jaminan bagusnya kinerja keuangan
pemerintah daerah. Hal ini disebabkan opini audit yang diberikan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya menilai tata kelola keuangan
yang terdapat dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD),
apakah laporan yang telah dibuat oleh Pemerintah daerah telah dibuat
dengan sewajarnya dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Selain itu, proses audit yang dilakukan hanya mengambil
87
beberapa sampel bukan secara keseluruhan yang diperiksa karena
terbatasnya waktu.
2. Pengaruh Fungsi Pengawasan DPRD (FPDPRD) terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah (KNJ) (H2)
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar -
9,117E-5 dengan nilai t hitung sebesar -1,204 dan tingkat signifikansi
sebesar 0,230. Hasil tersebut menunjukkan bahwa fungsi pengawasan
DPRD tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD tidak memiliki pengaruh
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah, sehingga hipotesis ke-2
tidak berhasil didukung.
Hasil penelitian ini tidak mendukung dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Kusumawardani (2012), dan Saragih dan
Setyaningrum (2015) yang menyatakan fungsi pengawasan DPRD
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah. Artinya, semakin banyak angota DPRD suatu daerah maka
semakin baik kinerja keuangan pemerintah daerah tersebut begitupun
sebaliknya.
Namun, Noviyanti dan Kiswanto (2016) menyatakan bahwa ukuran
legislatif berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah anggota DPRD belum
tentu dapat meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah. Bahkan
malah semakin menurunkan kinerja keuangan pemerintah daerah. Peran
88
yang diharapkan pada anggota DPRD dalam kaitannya dengan kinerja
yaitu dalam hal pengawasan pelaksanaan kinerja oleh pemerintah daerah
kepada masyarakat. Seharusnya DPRD diharapkan dapat lebih sensitif dan
aktif dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat mengingat mereka
pun terpilih menjadi anggota DPRD karena pilihan masyarakat.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Arifianti, et al. (2013) yang menyatakan bahwa
pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap pemerintah daerah tidak
memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintah daerah atau kurang efektif. Pengawasan yang dilakukan belum
memberikan umpan balik yang substansial untuk mencegah terjadinya
penyimpangan atau melakukan koreksi perbaikan. Akibat DPRD yang
belum bekerja secara profesional dalam menjalankan fungsi pengawasan,
sehingga penyerapan anggaran yang dilakukan oleh pihak eksekutif
berjalan tanpa pengawasan yang berarti dan hasil pengawasan kurang
memberikan manfaat bagi pengelolaan pemerintahan daerah. Dengan kata
lain bahwa anggota DPRD terpilih belum optimal melakukan kinerja
pengawasan.
3. Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah (SIZE) terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah (KNJ) (H3)
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar
1,793E-6 dengan nilai t hitung sebesar 2,892 dan tingkat signifikansi
89
sebesar 0,004. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ukuran daerah
berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Ukuran pemerintah daerah memiliki pengaruh terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah. Hal ini berarti hipotesis ke-3 berhasil
didukung.
Hasil ini tidak mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Noviyanti dan Kiswanto (2016) yang menyatakan bahwa ukuran
pemerintah daerah tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah karena kenaikan atau penurunan ukuran pemerintah
daerah tidak mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah, hasil
penelitian menunjukkan bahwa peran total aset dalam meningkatkan
kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia belum dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan
penelitian Suryaningsih dan Sisdyani (2016), Kusumawardani (2012), dan
Coll, et al. (2006).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lin, et al. (2010), dan Mustikarini dan Fitriasari (2012) yang menyatakan
bahwa ukuran daerah (size) berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah. Hal ini dapat dijadikan pembenaran tentang size yang
besar dapat membantu kegiatan operasional pemerintah daerah yang
diiringi dengan meningkatnya kinerja keuangan pemerintah daerah.
Semakin besar ukuran daerah maka kinerja keuangan akan semakin baik,
90
karena pemerintah dapat membiayai sendiri semua kegiatan
pemerintahannya dengan tidak bergantung pada transfer pemerintah pusat.
4. Pengaruh Tingkat Kekayaan Daerah (PAD) terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah (KNJ) (H4)
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar
1,303. dengan nilai t hitung sebesar 80,395 dan tingkat signifikansi sebesar
0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat kekayaan daerah
berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Tingkat kekayaan daerah memiliki pengaruh terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah. Hal ini berarti bahwa hipotesis ke-4 berhasil
didukung.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Artha, et al. (2015), Noviyanti dan Kiswanto (2016) yang
menyatakan bahwa tingkat kekayaan daerah tidak berpengaruh terhadap
kinerja keuangan pemerintah daerah. Adanya hubungan negatif dan tidak
signifikan antara tingkat kekayaan daerah terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah menunjukkan semakin mandiri pemerintah daerah
dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat sehingga tingkat ketergantungan dengan
pihak eksternal menjadi rendah. Hal inilah yang membuat pemerintah
daerah tidak termotivasi untuk meningkatkan kinerja keuangannya karena
rendahnya tuntutan dari pihak eksternal.
91
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Lin, et al. (2010), dan
Mustikarini dan Fitriasari (2012) yang menyatakan bahwa tingkat
kekayaan daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah. Pemda dengan ukuran dan PAD yang besar dituntut untuk lebih
baik dalam mengelola dan memanfaatkan aset serta kekayaan yang
dimilikinya demi pelayanan kepada masyarakat.
5. Pengaruh Tingkat Ketergantungan pada Pusat (DAU) terhadap
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (KNJ) (H5)
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar
0,000 dengan nilai t hitung sebesar 0,029 dan tingkat signifikansi sebesar
0,977. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan
pemerintah daerah tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah.
Tingkat ketergantungan pada pusat tidak memiliki pengaruh terhadap
kinerja keuangan pemerintah daerah. Hal ini berarti bahwa hipotesis ke-5
tidak berhasil didukung.
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Marfiana dan
Kurniasih (2013), Noviyanti dan Kiswanto (2016) membuktikan bahwa
tingkat ketergantungan pada pusat berpengaruh positif terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah. Suryaningsih dan Sisdyani (2016) pun
membuktikan bahwa tingkat ketergantungan pada pusat berpengaruh
negatif signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Semakin
besar transfer dana perimbangan yang diterima dari pemerintah pusat akan
92
memperlihatkan semakin kuat pemerintah daerah bergantung kepada
pemerintah pusat untuk memenuhi kebutuhan daerahnya. Dana yang
diberikan oleh pemerintah pusat lebih banyak digunakan belanja yang
bersifat rutin dibandingkan belanja modal
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Artha, et al. (2015) dan
Sudarsana dan Rahardjo (2013) yang meneliti tingkat ketergantungan pada
pusat tidak berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah. Artha, et al.
(2015) menyatakan DAU yang dalam proporsi penerimaan daerah
merupakan sumber pendapatan paling besar diduga lebih banyak untuk
menutupi kebutuhan belanja pegawai sehingga pelaksanaan urusan
pemerintahan menjadi kurang memadai. Masalah lainnya terkait adanya
SILPA atau Sisa Anggaran Lebih Pemerintah Daerah pada akhir tahun
anggaran yang disebabkan karena tidak terserapnya anggaran belanja
daerah sehingga walaupun anggaran telah disediakan, namun tidak
digunakan oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang
bersangkutan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh opini audit, fungsi
pengawasan DPRD, ukuran pemerintah daerah, tingkat kekayaan daerah, dan
tingkat ketergantungan pada pusat terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah. Data sampel pengamatan sebanyak 152 pengamatan pemerintah
daerah kabupaten/kota di Indonesia periode 2014.
Hasil pengujian dan pembahasan pada bagian sebelumnya dapat
diringkas sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa opini audit tidak berpengaruh
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. hasil penelitian ini
mendukung penelitian Marfiana dan Kurniasih (2013). Tetapi,
bertentangan dengan penelitian Suryaningsih dan Sisdyani (2016) dan
Masdiantini dan Erawati (2016).
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi pengawasan DPRD tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini
bertentangan dengan penelitian Noviyanti dan Kiswanto (2016), Saragih
dan Setyaningrum (2015) dan Kusumawardani (2012). Namun, sesuai
dengan penelitian Arifianti, et al. (2013).
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran pemerintah daerah
berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Noviyanti dan Kiswanto
94
(2016), Suryaningsih dan Sisdyani (2016), Kusumawardani (2012), dan
Coll, et al. (2006). Tetapi, sejalan dengan penelitian Lin, et al. (2010), dan
Mustikarini dan Fitriasari (2012).
4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kekayaan daerah
berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Penelitian ini
tidak mendukung penelitian Artha, et al. (2015), Noviyanti dan Kiswanto
(2016). Namun, mendukung penelitian Lin, et al. (2010), dan Mustikarini
dan Fitriasari (2012).
5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan pada pusat
tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Hasil
penelitian ini bertentangan dengan penelitian Noviyanti dan Kiswanto
(2016), Suryaningsih dan Sisdyani (2016), Marfiana dan Kurniasih (2013).
Namun, sesuai dengan penelitian Artha, et al. (2015), Sudarsana dan
Rahardjo (2013).
6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa opini audit, fungsi pengawasan
DPRD, ukuran pemerintah daerah, tingkat kekayaan daerah, dan tingkat
ketergantungan pada pusat secara bersamaan berpengaruh terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah ditunjukkan dari nilai signifikan sebesar
0,000 dari uji F.
B. Saran
Penelitian mengenai kinerja keuangan pemerintah daerah di masa yang
akan datang diharapkan mampu memberikan hasil penelitian yang lebih
berkualitas, dengan mempertimbangkan saran dibawah ini:
95
1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan sampel seluruh
kabupaten/kota atau seluruh provinsi dengan menambahkan tahun
pengamatan sebelumnya, sehingga hasil penelitian dapat merealisasikan
kondisi pada seluruh pemerintah daerah di Indonesia.
2. Menambahkan variabel lain sebagai faktor yang diduga memiliki
keterkaitan dengan kinerja keuangan pemerintah daerah seperti status
daerah yang dikategorikan dengan provinsi, dan kabupaten/kota, variabel
temuan audit, atau jumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
3. Melakukan pemisahan pada setiap variabel berdasarkan kategori agar
mendapatkan hasil penelitian yang mendalam. Opini audit dapat
dipisahkan menjadi WTP, WDP, TW, dan TMP. Sedangkan, Variabel
tingkat ketergantungan pada pusat dikategorikan menjadi tinggi, sedang,
dan rendah.
96
DAFTAR PUSTAKA
Administrator, 2015. “DPRD Berikan Apresiasi atas Kinerja Pemerintah
Daerah,” artikel diakses tanggal 25 September 2016, dari
http://www.ntbprov.go.id/berita-dprd-berikan-apresiasi-ataskinerja
pemerintah-daerah.html
Anonim., 2015. “Komisi Pemilihan Umum,” artikel diakses tanggal 10 Oktober
2016, dari http://www.kpu.go.id/index. php/pages/detail/2015/352
---------., 2016. “Otonomi Daerah,” artikel diakses tanggal 10 Oktober 2016, dari
http://www.otda.kemendagri.go.id/ index.php/2014-10-27-09-15-39
Arifianti, Hermin., Payamta dan Sutaryo, 2013. Pengaruh Pemeriksaan dan
Pengawasan Keuangan Daerah terhadap Kinerja Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota di
Indonesia). Simposium Nasional Akuntansi XVI, hal. 2477-2505.
Artha, Risma. Diri., Basuki, Prayitno dan MT, Alamsyah., 2015. Pengaruh
Karakteristik Pemerintah Daerah dan Temuan Audit BPK Terhadap Kineja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Studi Empiris Pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di Provinsi NTB). Jurnal InFestasi, Volume 11, hal. 214-
229.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2015. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I
----------------------------------. 2015. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II
Bahrullah, Akbar., 2013. Akuntansi Sektor Publik: Konsep dan Teori. Jakarta:
CV. Bumi Metro Raya.
Bastian, Indra., 2007. Audit Sektor Publik. 2. Jakarta: Salemba Empat.
BPK, 2015. “BPK Mewujudkan Akuntabilitas Keuangan Negara dan
Kesejahteraan Rakyat,” artikel diakses tanggal 25 September 2016 dari
http://www.bpk.go.id/news/bpkmewujudkan-akuntabilitas-keuangan-
negara-dan-kesejahteraan-rakyat
Coll, Maria. T. B., Prior, Diego dan Ausina, E. T., 2006. On The Determinants of
Local Government Performance: A Two-Stage Nonparametric Approach.
European Economic Review, hal. 425-451.
97
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
21. Edisi 7. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul dan Kusufi, M. S., 2012. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi
Keuangan Daerah. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Heriningsih, Sucahyo., 2015. Analisis Kinerja Penyelenggara Pemerintah Daerah
dan Tingkat Korupsi Dianalisis Dari Opini Auditor. Jurnal University
Research Colloquium, hal. 86-95.
Heriningsih, Sucahyo dan Marita, 2013. Pengaruh Opini Audit dan Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Tingkat Korupsi Pemerintah
Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di Pulau
Jawa). Buletin Ekonomi, Volume 11, hal. 1-86.
Khabibi, Ikhwanul., 2015. “Selama 11 Tahun, Ada 56 Kepala Daerah yang
Terjerat Kasus Korupsi di KPK,”artikel diakses tanggal 20 Agustus 2016,
dari http://news.detik.com/berita/2984630/selama-11-tahun-ada-56-kepala-
daerah-yang-terjerat-kasus-korupsi-di-kpk
Kodrat, David. Sukardi dan Herdinata, Christian., 2009. Manajemen Keuangan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusumawardani, Media., 2012. Pengaruh Size, Kemakmuran, Ukuran Legislatif,
Leverage Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia.
Accounting Analysis Journal, hal. 27-35.
Lin, Ming. L., Lee, Yuan. D dan Ho, Tsai. N., 2010. Applying Integrated
DEA/AHP to Evaluate The Economic Performance Of Local Governments
In China. European Journal of Operational Research, hal. 129-140.
Mardiasmo, 2009. Akuntansi Sektor Publik. Edisi IV. Yogyakarta: ANDI .
Marfiana, Nandhya. dan Kurniasih, Lulus., 2013. Pengaruh Karakteristik
Pemerintah Daerah dan Hasil Pemeriksaan Audit BPK Terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Jurnal Universitas Sebelas
Maret. hal. 1-16.
Masdiantini, Putu. Riesty dan Erawati, Ni. Made. Adi., 2016. Pengaruh Ukuran
Pemerintah Daerah, Kemakmuran, Intergovenmental Revenue, Temuan,
dan Opini Audit BPK Pada Kinerja Keuangan. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana, Volume 14, hal. 1150-1182.
98
Muhi, Ali. Hanapiah., 2011. Optimalisasi Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintahan. Jurnal
Institut Pemerintahan Dalam Negeri, hal. 1-16.
Munir, Moh. Badrul., 2015. Pengaruh Profil Kepala Daerah Terhadap Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Tesis Universitas Sebelas Maret.
Mustikarini, Widya. Astuti dan Fitriasari, Debby., 2012. Pengaruh Karakteristik
Pemerintah Daerah dan Temuan Audit BPK Terhadap Kinerja Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun Anggaran 2007. Simposium
Nasional Akuntansi 15, hal. 1-22.
Noviyanti, Nur. Ade. dan Kiswanto, 2016. Pengaruh Karakteristik Pemerintah
Daerah, Temuan Audit BPK terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah. Accounting Analysis Journal, Volume 1, hal. 1-10.
Nuraeni, 2014. The Impact of Local Governments Characteristics to Audit Quality
Indonesia Perspectives. Finance and Banking Journal, Volume 16, hal.
87-103.
Rai, I Gusti. Agung., 2011. Audit Kinerja pada Sektor Publik. Jakarta: Salemba
Empat.
Saragih, Hidayah. Asfaro. dan Setyaningrum, Dyah., 2015. Pengaruh Pengawasan
Fungsional dan Legislatif Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah di
Indonesia Tahun 2011-2012. Simposium Nasional Akuntansi 18, hal. 1-26.
Sekaran, 2014. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Edisi 4 . Jakarta: Salemba
Empat.
Setiawan, Ebta., 2012. “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Kamus versi
online/daring (dalam jaringan),” artikel diakses tanggal 8 September
2016, dari http://kbbi.web.id/karakteristik .
Soedarsa, Herry. Goenawan dan Putri, Avrina. T. D., 2014. Analisis Kinerja
Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, Volume 5., hal. 59-70.
Sudarsana, Hafidh. Susila. dan Rahardjo, Shiddiq. Nur., 2013. Pengaruh
Karakteristik Pemerintah Daerah dan Temuan Audit BPK Terhadap
Kinerja Pemerintah Daerah (Studi Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di
Indonesia). Diponegoro Journal of Accounting, Volume 2, hal. 1-13.
99
Suryaningsih, Ni. Made. & Sisdyani, Eka. Ardhani., 2016. Karakteristik
Pemerintah Daerah dan Opini Audit Pada Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, Volume 15, hal. 1453-
1481.
Tambak, Ruslan., 2016. “Kantor Berita Politik,” artikel diakses tanggal 28
agustus 2016, dari http://www.rmol.co/read /2016/04/25/244473/Wapres-
JK-Akan-Serahkan-Penghargaan-Otda-Di-Kulon-Progo-
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Wakhyudi dan Tarunasari, Laila. Firda., 2013. Mengukur Kinerja Pemerintah
Daerah Melalui Rasio Keuangan Daerah. Jurnal Ilmiah Akuntansi
Kesatuan, Volume 1, hal. 139-150.
100
LAMPIRAN-LAMPIRAN
101
LAMPIRAN 1
Bukti Pengambilan data LHP BPK 2015
102
LAMPIRAN
Lampiran 1: Bukti Pengambilan data LHP BPK 2015
103
Lampiran 1: Lanjutan
104
LAMPIRAN 2
DATA SAMPEL
105
Lampiran 2. Data Sampel
NO KABUPATEN
/KOTA
OPINI
(X1)
FPDPRD
(X2)
SIZE (X3)
(Rp. miliar)
PAD
(X4)
DAU
(X5)
KNJ
(Y)
Provinsi Aceh
1 Aceh Utara 1 45 5212 0.1 0.43 0.12
2 Pidie Jaya 0 25 1287.91 0.05 0.6 0.05
3 Simeulue 0 20 1452.41 0.05 0.58 0.07
4 Kota Banda
Aceh
1 30 3981.53 0.15 0.54 0.21
5 Kota
Lhokseumawe
1 25 1294.71 0.06 0.61 0.07
6 Gayo Lues 0 20 1598.71 0.04 0.55 0.06
Provinsi Sumatera Utara
7 Asahan 0 45 3519.07 0.06 0.53 0.07
8 Dairi 0 35 2053.99 0.07 0.7 0.08
9 Nias 1 25 1861.05 0.13 0.67 0.15
10 Samosir 0 25 1766.39 0.06 0.72 0.07
11 Simalungun 0 50 1851.59 0.06 0.66 0.06
12 Kota Binjai 1 30 2902.87 0.09 0.65 0.1
13 Kota Pematang
siantar
0 30 2559.18 0.11 0.62 0.13
14 Kota Sibolga 0 20 1505.45 0.1 0.71 0.11
15 Kota Tebing
Tinggi
0 25 1714.15 0.05 0.66 0.06
16 Tapanuli
Tengah
1 35 1624.97 0.07 0.64 0.08
17 Toba Samosir 0 30 1717.78 0.03 0.65 0.04
Provinsi Sumatera Barat
18 Agam 0 45 2993.71 0.07 0.65 0.08
19 Kepulauan
Mentawai
0 20 1666.86 0.05 0.76 0.06
20 Pasaman 0 35 2281.97 0.09 0.67 0.1
21 Pasaman Barat 1 40 2179.19 0.08 0.66 0.09
22 Pesisir Selatan 0 45 1740.77 0.07 0.64 0.08
23 Solok 1 35 1831.96 0.05 0.66 0.06
24 Kota Padang 1 45 7885.04 0.16 0.55 0.2
Bersambung ke halaman berikutnya…
106
Lampiran 2. Data Sampel (Lanjutan)
NO KABUPATEN
/KOTA
OPINI
(X1)
FPDPRD
(X2)
SIZE (X3)
(Rp. miliar)
PAD
(X4)
DAU
(X5)
KNJ
(Y)
25 Kota Pariaman 0 20 1075.46 0.05 0.7 0.05
26 Kota
Payakumbuh 0 25 1209.9 0.11 0.68 0.12
27 Kota Sawah
Lunto 1 20 1001.16 0.1 0.68 0.11
28 Kota Solok 0 20 1513.52 0.06 0.72 0.06
29 Tanah Datar 1 35 1055.63 0.1 0.65 0.11
Provinsi Riau
30 Indragiri Hilir 0 46 4839.17 0.06 0.47 0.06
Provinsi Jambi
31 Batanghari 0 35 2264.51 0.07 0.56 0.08
32 Bungo 0 35 2155.63 0.1 0.56 0.12
33 Muaro Jambi 1 35 2797.96 0.06 0.57 0.07
34 Sarolangun 0 35 2617.43 0.06 0.58 0.06
35 Tanjung Jabung
Barat 1 35 3654.97 0.07 0.39 0.07
36 Tanjung Jabung
Timur 0 30 1888.5 0.04 0.49 0.04
37 Merangin 0 20 2289.58 0.06 0.61 0.07
Provinsi Bengkulu
38 Bengkulu
Selatan 1 25 1379.68 0.06 0.7 0.06
39 Seluma 0 30 1533.69 0.04 0.7 0.04
40 Rejang Lebong 1 30 1865.58 0.08 0.68 0.09
Provinsi Sumatera Selatan
41 Banyuasin 1 45 4165.08 0.06 0.45 0.07
42 Lahat 1 40 3169.86 0.08 0.41 0.1
43 Muara Enim
(Liot) 0 45 5125.47 0.08 0.33 0.09
44 Ogan Ilir 0 40 2710.14 0.05 0.52 0.05
45 Ogan Komering
Ilir 1 45 4004.73 0.09 0.59 0.11
Bersambung ke halaman berikutnya…
107
Lampiran 2. Data Sampel (Lanjutan)
NO KABUPATEN
/KOTA
OPINI
(X1)
FPDPRD
(X2)
SIZE (X3)
(Rp. miliar)
PAD
(X4)
DAU
(X5)
KNJ
(Y)
46 Ogan Komering
Ulu Selatan 0 40 2499.17 0.04 0.57 0.04
47 Kota Pagar
Alam 0 25 2145.1 0.05 0.43 0.06
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
48 Bangka 0 35 2080 0.1 0.54 0.11
49 Bangka Barat 0 25 1877.2 0.06 0.61 0.06
50 Bangka Tengah 0 25 1547.36 0.09 0.55 0.09
51 Belitung 0 25 3302.53 0.05 0.69 0.06
52 Belitung Timur 0 25 1112.68 0.11 0.58 0.13
53 Kota Pangkal
Pinang 1 30 2179.02 0.15 0.56 0.18
Provinsi Lampung
54 Lampung Timur 0 50 2501.29 0.05 0.61 0.06
55 Lampung Utara 0 45 2917.47 0.06 0.65 0.07
56 Kota Bandar
Lampung 1 50 3696.28 0.21 0.5 0.29
Provinsi Banten
57 Lebak 0 50 5440.95 0.14 0.56 0.16
Provinsi Jawa Barat
58 Bandung 1 50 8866.34 0.17 0.47 0.23
59 Ciamis 0 50 3579.14 0.09 0.53 0.11
60 Garut 0 45 3966.76 0.12 0.54 0.14
61 Majalengka 0 50 4145.93 0.11 0.53 0.14
62 Subang 0 50 4474.14 0.12 0.51 0.13
63 Sukabumi 0 50 4650.49 0.16 0.5 0.2
64 Kuningan 1 50 2363.36 0.11 0.59 0.12
65 Tasikmalaya 1 50 4287.14 0.06 0.53 0.08
Bersambung ke halaman berikutnya…
108
Lampiran 2. Data Sampel (Lanjutan)
NO KABUPATEN
/KOTA
OPINI
(X1)
FPDPRD
(X2)
SIZE (X3)
(Rp. miliar)
PAD
(X4)
DAU
(X5)
KNJ
(Y)
Provinsi Jawa Tengah
66 Batang 1 45 2695.43 0.14 0.56 0.17
67 Brebes 1 50 3101.58 0.13 0.58 0.16
68 Demak 0 50 2657.26 0.13 0.49 0.16
69 Grobogan 0 50 2545.4 0.14 0.57 0.16
70 Jepara 0 50 4652.97 0.14 0.56 0.17
71 Kebumen 0 50 3757.47 0.12 0.57 0.14
72 Kendal 0 45 3253.88 0.14 0.55 0.17
73 Pemalang 1 50 2984.12 0.13 0.61 0.15
74 Sukoharjo 1 45 2258.24 0.17 0.53 0.22
75 Kota Magelang 1 25 3305.99 0.22 0.57 0.29
76 Kota Surakarta 1 45 7663.46 0.22 0.47 0.29
77 Kudus 1 45 2749.88 0.15 0.49 0.18
78 Sragen 1 45 2684.38 0.14 0.54 0.18
79 Rembang 0 45 2029.65 0.13 0.53 0.16
80 Temanggung 0 45 2186.32 0.13 0.58 0.16
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
81 Bantul 0 45 3685.48 0.2 0.52 0.25
82 Gunung Kidul 0 45 2011.53 0.12 0.62 0.14
83 Kulon Progo 1 37 1728.45 0.14 0.57 0.17
Provinsi Jawa Timur
84 Jember 0 50 5818.72 0.16 0.55 0.19
85 Jombang 1 50 4525.65 0.16 0.53 0.2
86 Lamongan 1 50 4205.27 0.14 0.53 0.17
87 Lumajang 1 50 2608.31 0.13 0.58 0.15
88 Magetan 0 45 3065.11 0.1 0.57 0.11
89 Nganjuk 0 45 2147.66 0.14 0.55 0.16
90 Pacitan 1 40 1752.63 0.08 0.56 0.1
91 Pamekasan 1 45 2795.16 0.11 0.52 0.14
92 Pasuruan 1 50 3661.29 0.19 0.48 0.24
93 Ponorogo 0 45 3148.79 0.12 0.57 0.14
94 Probolinggo 0 45 2956.9 0.12 0.56 0.14
95 Kota Kediri 1 30 3214.93 0.17 0.53 0.21
Bersambung ke halaman berikutnya…
109
Lampiran 2. Data Sampel (Lanjutan)
NO KABUPATEN
/KOTA
OPINI
(X1)
FPDPRD
(X2)
SIZE (X3)
(Rp. miliar)
PAD
(X4)
DAU
(X5)
KNJ
(Y)
96 Kota Batu 1 25 1413.9 0.11 0.59 0.13
97 Kota Malang 0 25 6122.16 0.21 0.46 0.27
98 Kota Mojokerto 1 25 1899.31 0.15 0.55 0.18
99 Trenggalek 0 45 2408.14 0.09 0.54 0.1
100 Bangkalan 0 50 2685.69 0.08 0.52 0.1
101 Banyuwangi 1 50 3120.68 0.12 0.57 0.14
102 Bojonegoro 0 50 5282.31 0.12 0.37 0.14
103 Tulungagung 1 50 2567.87 0.13 0.51 0.15
104 Blitar 1 50 3389.72 0.1 0.53 0.12
105 Bondowoso 1 45 2605.55 0.09 0.54 0.11
Provinsi Bali
106 Bangli 0 30 806.57 0.1 0.61 0.11
107 Buleleng 0 45 1939.44 0.14 0.55 0.17
108 Jembrana 0 35 1758.94 0.11 0.59 0.12
109 Karangasem 1 29 1326.66 0.19 0.49 0.26
110 Tabanan 1 40 2855.12 0.2 0.53 0.25
111 Klungkung 0 30 894.81 0.12 0.57 0.14
Provinsi Nusa Tenggara Barat
112 Lombok Utara 0 30 999.69 0.14 0.58 0.17
113 Sumbawa 0 45 2621.36 0.11 0.63 0.12
114 Sumbawa Barat 1 25 1922.7 0.07 0.55 0.07
Provinsi Nusa Tenggara Timur
115 Flores Timur 0 30 1616.93 0.06 0.7 0.06
116 Manggarai 0 35 1748.21 0.09 0.65 0.1
117 Sumba Tengah 0 20 1061.3 0.05 0.73 0.05
118 Sumba Timur 0 30 2107.04 0.08 0.72 0.09
Provinsi Kalimantan Barat
119 Kapuas Hulu 0 30 2172.16 0.06 0.7 0.07
120 Landak 0 35 3081.74 0.09 0.6 0.11
121 Sambas 0 45 2532.95 0.1 0.63 0.11
Bersambung ke halaman berikutnya…
110
Lampiran 2. Data Sampel (Lanjutan)
NO KABUPATEN
/KOTA
OPINI
(X1)
FPDPRD
(X2)
SIZE (X3)
(Rp. miliar)
PAD
(X4)
DAU
(X5)
KNJ
(Y)
122 Sanggau 1 40 1551.24 0.07 0.63 0.08
123 Sekadau 0 30 1025.12 0.12 0.61 0.14
124 Sintang 0 35 1741.68 0.08 0.68 0.09
Provinsi Kalimantan Selatan
125 Balangan 1 25 2107.9 0.07 0.45 0.08
126 Hulu Sungai
Selatan 0 30 2553 0.09 0.53 0.1
127 Hulu Sungai
Tengah 1 30 2337.47 0.1 0.55 0.11
128 Tabalong 1 30 3512.99 0.12 0.42 0.14
129 Tanah Laut 1 35 3259.07 0.11 0.39 0.13
130 Kota Banjar
Baru 1 30 2516.26 0.15 0.46 0.17
131 Kota
Banjarmasin 0 45 3908 0.15 0.47 0.18
132 Barito Kuala 1 35 2491.07 0.07 0.52 0.08
133 Tapin 1 25 2296.78 0.06 0.44 0.06
Provinsi Kalimantan Tengah
134 Katingan 1 25 2161.55 0.14 0.55 0.17
135 Kotawaringin
Barat 1 30 3282.82 0.12 0.59 0.14
136 Kotawaringin
Timur 1 40 3391 0.13 0.61 0.16
137 Seruyan 1 25 3147.26 0.04 0.66 0.04
Provinsi Gorontalo
138 Boalemo 1 25 1327.64 0.07 0.69 0.07
139 Gorontalo 1 35 2123.14 0.11 0.65 0.13
140 Kota Gorontalo 0 24 1716.55 0.17 0.6 0.2
Provinsi Sulawesi Selatan
141 Barru 1 25 2189.9 0.06 0.68 0.07
142 Jeneponto 1 40 1740.9 0.06 0.67 0.06
Bersambung ke halaman berikutnya…
111
Lampiran 2. Data Sampel (Lanjutan)
NO KABUPATEN
/KOTA
OPINI
(X1)
FPDPRD
(X2)
SIZE (X3)
(Rp. miliar)
PAD
(X4)
DAU
(X5)
KNJ
(Y)
143 Luwu 0 35 1767.17 0.07 0.65 0.08
144 Sidenreng
Rappang 1 35 2261.52 0.08 0.65 0.09
145 Kota Palopo 1 25 950.32 0.12 0.64 0.13
146 Wajo 1 40 1769.58 0.09 0.57 0.1
Provinsi Sulawesi Tenggara
147 Wakatobi 0 25 1514.2 0.04 0.69 0.04
Provinsi Sulawesi Utara
148 Kota Manado 1 40 2537.74 0.2 0.55 0.25
149 Kota Tomohon 1 20 1243.68 0.04 0.71 0.04
Provinsi Sulawesi Tengah
150 Morowali 1 30 2012.13 0.05 0.61 0.06
Provinsi Maluku Utara
151 Kota Ternate 0 30 1914.67 0.07 0.69 0.08
Provinsi Papua Barat
152 Sorong 1 25 3248.35 0.07 0.38 0.07
Sumber: Data diolah (2016)
112
LAMPIRAN 3
Hasil Output SPSS
113
Lampiran 3. Hasil Output SPSS
1. Hasil Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KNJ 152 .04 .29 .1207 .05839
FPDPRD 152 20 50 36.59 9.892
SIZE (Rp. Miliar) 152 806.57 8866.34 2663.3343 1332.45655
PAD 152 .03 .22 .1021 .04374
DAU 152 .33 .76 .5766 .08334
Valid N (listwise) 152
2. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .992a .984 .983 .00751
a. Predictors: (Constant), DAU, OPINI, FPDPRD, PAD, SIZE
b. Dependent Variable: KNJ
3. Hasil Uji F
ANOVAa
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression .507 5 .101 1797.730 .000b
Residual .008 146 .000
Total .515 151
a. Dependent Variable: KNJ
b. Predictors: (Constant), DAU, OPINI, FPDPRD, PAD, SIZE
114
4. Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) dan Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -.015 .007 -2.140 .034
OPINI .002 .001 .015 1.394 .165 .923 1.084
FPDPRD -9.117E-5 .000 -.015 -1.204 .230 .665 1.503
SIZE (Rp. Miliar) 1.793E-6 .000 .041 2.892 .004 .547 1.828
PAD 1.303 .016 .976 80.395 .000 .743 1.346
DAU .000 .009 .000 .029 .977 .661 1.513
a. Dependent Variable: KNJ
5. Hasil Uji Normalitas dengan Histogram
115
6. Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Normal Plot
7. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 152
Normal Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation .00738131
Most Extreme
Differences
Absolute .072
Positive .072
Negative -.042
Test Statistic .072
Asymp. Sig. (2-tailed) .055c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
116
8. Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Scatterplot
9. Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Uji Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .013 .004 3.034 .003
OPINI .000 .001 .024 .292 .771
FPDPRD -7.344E-5 .000 -.151 -1.534 .127
SIZE (Rp. Miliar) 8.168E-8 .000 .023 .208 .835
PAD .011 .010 .099 1.061 .291
DAU -.011 .006 -.193 -1.952 .053
a. Dependent Variable: ABSUT