pengaruh konversi minyak tanah ke gas elpiji bagi masyarakat indonesia
TRANSCRIPT
Pengaruh Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji bagi Masyarakat Indonesia
Penulis
Achmad Rudiyanto
29/04/2012
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalahini yang berjudul “Pengaruh Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji bagi Masyarakat Indonesia.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam membuat Makalahini agar memperoleh hasil yang terbaik, sehingga dapat dengan mudah dimengerti oleh pembaca.
Dalam makalah ini penulis akan membahas masalah konversi minyak tanah ke gas elpiji.
Penulis menyadari bahwa Makalahini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk lebih menyempurnakan Makalah ini di masa mendatang.
Akhir kata penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bekasi , 29 April 2012Achmad Rudiyanto
ii
DAFTAR ISI
HalamanJudul………………………………………………………………………....................................... iKata Pengantar……………………………………………………………....................................... iiDaftar Isi…………………………………………………………………….................................... iiiBAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………......................................... 11.1 Latar Belakang Masalah……………………………………….................................... 11.2 Ruang
Lingkup………………………………………………….. 21.3 Tujuan Penulisan……………………………………………….... 2BAB 2 LANDASAN TEORI……………………………………………...... 3 2.1 Penjelasan Singkat Bahan Bakar Minyak (BBM)…………............ 3 2.2 Permasalahan konversi minyak tanah ke gas elpiji………...…........ 3 2.3 Pembahasan konversi minyak tanah ke gas elpiji………………..... 4 2.4 Dampak positif konversi minyak tanah ke gas elpiji......................... 5 2.5 Dampak negatif konversi minyak tanah ke gas elpiji…………........ 5BAB 3 PENUTUP………………………………………………………….. 6 3.1 Kesimpulan…………………………………………………….... 6 3.2 Saran……………………………………………………………. 6DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...... 7 iii
BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang MasalahDi era modern saat ini perkembangan tekhnologi sangatlah cepat . terutama penggunaan kompor minyak sangatlah penting, khusunya untuk pengguna yang memakai kompor minyak , kebanyakan dari kalangan perempuan atau ibu-ibu untuk keperluan memasak dan sebagainya.Konversi minyak tanah ke gas elpiji mempunyai dampak positif dan negatif dari penggunanya, dengan kebijakan pemerintah yang kurang mengetahui benar situasi dilapangan langsung bagi rakyat menengah kebawah dengan mengkonversikan minyak tanah ke gas elpiji , dampaknya bisa dilihat langsung dari segi financial maupun segi pengetahuan yang baru mereka ketahui.Dari segi financial bagi rakyat menengah kebawah sangatlah jelas, mereka harus mengeluarkan Rp15.000 per 3kg, itu sangat membebankan mereka , dengan pendapatan yang tidak seberapa per-harinya , dan harus mengeluarkan pengeluaran yang lebih besar.Dari segi pengetahuan bagi rakyat menengah kebawah sangatlah terlihat. Dalam pengetahuan baru yang mereka dapat berupa tabung gas elpiji, yang mereka ketahui sebelumnya hanyalah minyak tanah yang mudah dipergunakan untuk memasak. Contoh banyak kasus yang belakangan ini terjadi. ledakan gas elpiji dikarenakan gas bocor, disini minimnya pengetahuan bagi rakyat menengah ke bawah tentang gas elpiji.Oleh karena itu penulis berupaya mengangkat topik yang berhubungan dengan masalah diatas. Yaitu dampak konversi minyak tanah ke gas elpiji bagi masyarakat Indonesia.
11.2 Ruang LingkupDalam Makalah ini penulis membatasi masalah untuk mengkonversikan minyak tanah ke gas elpiji.
1.3 Tujuan PenulisanTujuan dari pembuatan Makalah ini untuk para pembaca adalah dapat mengetahui dampak konversi minyak tanah ke gas elpiji, bisa berupa dampak positif bagi masyarakat , maupun dampak negatif yang diterima.
2BAB 2LANDASAN TEORI2.1 Penjelasan Singkat Bahan Bakar Minyak (BBM)Masyarakat Indonesia merupakan salah satu masyarakat dunia yang memiliki ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat tinggi. Baik itu untuk keperluan rumah tangga, transportasi maupun industri. Sehingga wajar bila negara berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan warga negaranya yang bersifat primer iniProgram ini ditugaskan kepada Pertamina, berkoordinasi dengan Departemen terkait. Idealnya, selisih antara pembelian minyak tanah dan elpiji bagi masyarakat dapat dimafaatkan untuk keperluan lain
dalam rangka meningkatkan daya beli, sementara bagi pemerintah selisih tersebut digunakan untuk pembiayaan lainnya yang lebih bermanfaat.Adanya kebijakan konversi tersebut salah satunya dipicu oleh beberapa rentetan kelangkaan minyak tanah di berbagai daerah baik di kota besar maupun di pedesaan. Harga minyak tanah menjadi melambung karena berbagai hal seperti masalah distribusi, penimbunan, panik dan sebab-sebab lainnya. Kebijakan pemerintah tentang konversi minyak tanah ke elpiji merupakan sebuah kebijakan yang cukup tepat.
Hal itu karena cadangan gas di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan minyak bumi, meski sebagian besar sudah dikonsesikan pada pihak asing. PT. PERTAMINA mencatat cadangan minyak tanah dalam minyak bumi Indonesia sangat sedikit dan bila diolah lebih lanjut dapat menjadi avtur yang bernilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan minyak tanah secara langsung.
2.2 Permasalahan konversi minyak tanah ke gas elpijiTerjadi permasalahan ketika kebijakan ini diterapkan dimasyarakat, yaitu adanya kecelakaan-kecelakaan disebabkan meledaknya tabung gas baik itu yang ukuran 3 kg, 12 kg, dan50 kg . Tidak lain disebabkan kecerobohan pengguna maupun akibat kebocoran tabung gas . Permasalahan lebih serius terjadi , LPG sama dengan bahan 3bakar lainnya seperti premium, solar, batubara dan lain sebagainya. Semuanya merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dalam waktu singkat, berarti suatu saat akan ada kelangkaan disebabkan berkurangnya sumber gas dunia.
Dengan adanya konversi minyak tanah ke penggunaan elpiji, ternyata hal ini bukan solusi bijak dalam mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap energi alam yang sulit untuk diperbaharui . Kemungkinan besar pemerintah suatu saat akan mencari lagi pengganti LPG ketika harga gas bumi ini naik melebihi harga minyak tanah. Apalagi kebijakan konversi ini berlangsung singkat, banyak masyarakat terutama masyarakat miskin yang tidak terbiasa menggunakan bahan bakar gas dipaksa untuk menggunakannya. Terutama bagi mereka yang bermukim di wilayah pedesaan.
2.3 Pembahasan konversi minyak tanah ke gas elpijiSetiap tahunnya pemerintah menganggarkan dana lebih dari Rp 50 Trilyun untuk mensubsidi BBM: minyak tanah, premium dan solar. Dari ketiga jenis bahan bakar ini, minyak tanah adalah jenis bahan bakar yang mendapat subsidi terbesar, lebih dari 50% anggaran subsidi BBM digunakan untuk subsidi minyak tanah. Dari tahun ke tahun anggaran ini semakin tinggi, karena trend harga minyak dunia yang cenderung meningkat.
Secara teori, pemakaian 1 liter minyak tanah setara dengan pemakaian 0.57 kg elpiji. Dengan menghitung berdasarkan harga keekonomian minyak tanah dan elpiji, subsidi yang diberikan untuk pemakaian 0.57 kg elpiji akan lebih kecil daripada subsidi untuk 1 liter minyak tanah. Secara nasional, jika program konversi minyak tanah ke elpiji berhasil, maka pemerintah akan dapat menghemat 15-20 Trilyun subsidi BBM per tahun.
42.4 Dampak positif konversi minyak tanah ke gas elpiji1. Mengurangi kerawanan penyalahgunaan minyak tanah (minyak tanah oplosan)
2.Mengurangi polusi udara di rumah/dapur
3. Menghemat waktu memasak dan perawatan alat memasak
4. Dapat mengalokasikan minyak tanah untuk bahan bakar yang lebih komersil (misalnya bahan bakar pesawat/avtur)
5. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat
2.5 Dampak negatif konversi minyak tanah ke gas elpiji1. Minimnya masyarakat menengah ke bawah tentang pengetahuan tekhnologi baru berupa, kompor yang berbahan bakar gas.2.Sering terjadinya kasus ledakan gas elpiji di berbagai daerah.
3.Bagi rakyat menengah ke bawah , tambah menyulitkan pengeluaran mereka , yang harus mengeluarkan kocek yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang jauh dari penghasilan mereka, yaitu sebesar Rp15.000,00 untuk mendapatkan gas elpiji berukuran 3kg , Rp50.000,00 untuk mendapatkan gas elpiji berukuran 12kg dan Rp75.000,00 untuk mendapatkan gas elpiji berukuran 50kg.
5BAB 3PENUTUP3.1 KesimpulanPemerintah kurang siap dalam program pengalihan minyak tanah menjadi penggunaan elpiji, dimana pemerintah seharusnya terlebih dahulu meningkatkan kapasitas produksi dari Kilang Gas Alam milik pemerintah, sehingga kelangkaan elpiji tidak akan terjadi. Meskipun secara hitung-hitungan terjadi penghematan bagi masyarakat sehingga menyebabkan daya beli masyarakat semakin meningkat, tetapi yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah mencari energi alternatif massal yang mudah diperbaharui dan tidak bergantung kepada energi fosil yang sulit diperbaharui dan harganya yang relatif.
3.2 Saran1. Pemerintah secepatnya meningkatkan kapasitas produksi dari kilang-kilang Gas Alam milik pemerintah untuk mengatasi kelangkaan akan elpiji.
2. Pemerintah perlu melakukan negosiasi kepada Jepang untuk sementara mengurangi permintaan akan elpiji demi memenuhi kebutuhan elpiji di dalam negeri sampai pemerintah selesai membangun kilang-kilang Gas Alam baru yang kapasitasnya sesuai dengan kebutuhan akan export dan permintaan di dalam negeri.
3. Pemerintah perlu memperpanjang subsidi minyak tanah, jangan terburu-buru ditarik sehingga tidak menyulitkan masyarakat miskin.
6DAFTAR PUSTAKA
http://rumahcahayadita.blogspot.com/2010/11/kebijakan-konversi-minyak-tanah-ke.html.
7
Pengaruh Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji bagi Masyarakat IndonesiaSaturday, March 31, 2012 2:55 AM NAMA : Achmad RudiyantoNPM : 12109046KELAS : 3KA22
MERESENSI ARTIKEL BEBAS
<1> DATA PUBLIKASI
A. Judul Tulisan = Pengaruh Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji bagi Masyarakat Indonesia.B. Nama Penulis = rumahcahayaaditaC. Penerbit = http://rumahcahayadita.blogspot.com/2010/11/kebijakan-konversi-minyak-tanah-ke.htmlD. Tanggal Pengunduhan = 31– MARET – 2012
<2> RINGKASAN Dalam artikel ini membahas tentang konversi minyak tanah ke gas elpiji.
Masyarakat Indonesia merupakan salah satu masyarakat dunia yang memiliki ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat tinggi. Baik itu untuk keperluan rumah tangga, transportasi maupun industri. Sehingga wajar bila negara berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan warga negaranya yang bersifat primer ini dengan memberikan subsidi terhadap pembelian BBM.
Tahun 2007 hingga 2010 merupakan tahun dimana pemerintah gencar-gencarnya melakukan sosialisasi penggunanan gas Liquefied Petroleum Gas (LPG/elpiji) bagi konsumsi rumah tangga dan industri kecil sekaligus membagikan kompor gas beserta tabung gas elpiji yang berisi 3 kg secara gratis kepada masyarakat. Peraturan presiden republik Indonesia Nomor 104 tahun 2007 tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga LPG tabung 3 (tiga) kilogram dan Peraturan Menteri ESDM No. 21 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan penyediaan dan pendistribusian LPG Tabung 3 Kg, menjadi dasar hukum kebijakan tersebut.
Media massa baik cetak maupun elektronik banyak mengulas tentang konversi energi ini bahkan hingga sekarang iklan-iklan penggunaan kompor gas yang aman marak ditemui di media televisi lokal. Untuk mengurangi dampak sosial atas diberlakukannya program ini, pendistribusian elpiji dilakukan oleh eks Agen dan Pangkalan Minyak Tanah yang diubah menjadi Agen dan Pangkalan Elpiji 3 Kg.
Program ini ditugaskan kepada Pertamina, berkoordinasi dengan Departemen terkait. Idealnya, selisih antara pembelian minyak tanah dan elpiji bagi masyarakat dapat dimafaatkan untuk keperluan lain dalam rangka meningkatkan daya beli, sementara bagi pemerintah selisih tersebut digunakan untuk pembiayaan lainnya yang lebih bermanfaat.
Adanya kebijakan konversi tersebut salah satunya dipicu oleh beberapa rentetan kelangkaan minyak tanah di berbagai daerah baik di kota besar maupun di pedesaan. Harga minyak tanah menjadi melambung karena berbagai hal seperti masalah distribusi, penimbunan, panik dan sebab-sebab lainnya. Kebijakan pemerintah tentang konversi minyak tanah ke elpiji merupakan sebuah kebijakan yang cukup tepat.
Hal itu karena cadangan gas di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan minyak bumi, meski sebagian besar sudah dikonsesikan pada pihak asing. PT. PERTAMINA mencatat cadangan minyak tanah dalam minyak bumi Indonesia sangat sedikit dan bila diolah lebih lanjut dapat menjadi avtur yang bernilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan minyak tanah secara langsung.
Permasalahan
Terjadi permasalahan ketika kebijakan ini diterapkan dimasyarakat, yaitu adanya kecelakaan-kecelakaan disebabkan meledaknya tabung gas baik itu yang ukuran 3 kg, 12 kg, dan 50 kg. Tidak lain disebabkan kecerobohan pengguna maupun akibat kebocoran tabung gas. Permasalahan lebih serius terjadi, LPG sama dengan bahan bakar lainnya seperti premium, solar, batubara dan lain sebagainya. Kesemuanya merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dalam waktu singkat, berarti suatu saat akan ada kelangkaan disebabkan berkurangnya sumber gas dunia.
Dengan adanya konversi minyak tanah ke penggunaan elpiji, ternyata hal ini bukan solusi bijak dalam mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap energi alam yang sulit untuk diperbaharui . Kemungkinan besar pemerintah suatu saat akan mencari lagi pengganti LPG ketika harga gas bumi ini naik melebihi harga minyak tanah. Apalagi kebijakan konversi ini berlangsung singkat, banyak masyarakat terutama masyarakat miskin yang tidak terbiasa menggunakan bahan bakar gas dipaksa untuk menggunakannya. Terutama bagi mereka yang bermukim di wilayah pedesaan dan masyarakat perkotaan berusia lanjut.
Pembahasan
Setiap tahunnya pemerintah menganggarkan dana lebih dari Rp 50 Trilyun untuk mensubsidi BBM: minyak tanah, premium dan solar. Dari ketiga jenis bahan bakar ini, minyak tanah adalah jenis bahan bakar yang mendapat subsidi terbesar, lebih dari 50% anggaran subsidi BBM digunakan untuk subsidi minyak tanah. Dari tahun ke tahun anggaran ini semakin tinggi, karena trend harga minyak dunia yang cenderung meningkat.
Secara teori, pemakaian 1 liter minyak tanah setara dengan pemakaian 0.57 kg elpiji. Dengan menghitung berdasarkan harga keekonomian minyak tanah dan elpiji, subsidi yang diberikan untuk pemakaian 0.57 kg elpiji akan lebih kecil daripada subsidi untuk 1 liter minyak tanah. Secara nasional,
jika program konversi minyak tanah ke elpiji berhasil, maka pemerintah akan dapat menghemat 15-20 Trilyun subsidi BBM per tahun.
<3> KEUNTUNGAN lain yang dapat diperoleh dari konversi minyak tanah ke elpiji adalah:
1. Mengurangi kerawanan penyalahgunaan minyak tanah (minyak tanah oplosan)
2. Mengurangi polusi udara di rumah/dapur
3. Menghemat waktu memasak dan perawatan alat memasak
4. Dapat mengalokasikan minyak tanah untuk bahan bakar yang lebih komersil (misalnya bahan bakar pesawat/avtur)
5. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat
<4> KERUGIAN lain yang dapat diperoleh dari konversi minyak tanah ke elpiji adalah: 1. Minimnya masyarakat menengah ke bawah tentang pengetahuan tekhnologi baru berupa, kompor yang berbahan bakar gas.2. Sering terjadinya kasus ledakan gas elpiji di berbagai daerah.
3.Bagi rakyat menengah ke bawah , tambah menyulitkan pengeluaran mereka , yang harus mengeluarkan kocek yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang jauh dari penghasilan mereka, yaitu sebesar Rp.15.000,00 untuk mendapatkan gas elpiji 3kg.
Pada tahun 2008, Wakil Presiden (Wapres) RI pada saat itu Yusuf Kalla (www.kemenkokesra.com) mengatakan program konversi minyak tanah ke gas elpiji ini akan menguntungkan semua pihak. Pemerintah akan ada penghematan subsidi BBM sebesar Rp 22 triliun rupiah per tahun, sedangkan konsumen atau rakyat akan ada penghematan sebesar Rp 20 s/d Rp 25 ribu per bulan per Kepala Keluarga. Hal itu didapatkan dari hitungan jika menggunakan minyak tanah satu liter setara dengan 0,4 kg elpiji.
Wapres mengeluarkan hitungan jika penggunaan minyak tanah sebanyak 20 liter minyak tanah per bulan per KK maka akan setara dengan 2,5 tabung. Dengan asumsi harga minyak tanah 7 sampai 8 ribu rupiah perliter sedangkan gas 15 ribu rupiah per tabung 3 kg. Namun, yang sangat tidak tepat adalah kurun waktu program konversi minyak tersebut terlalu pendek, hanya 4 tahun dan membiarkan orang miskin hidup tanpa subsidi. Apalagi pembelian gas elpiji tidak sama dengan membeli minyak tanah yang bisa dibeli perliter atau dicicil.
Sedangkan pembelian elpiji harus minimal 3 kg dan tidak bisa dicicil. Akibatnya masyarakat miskin yang tidak punya uang untuk membeli bahan bakar gas akan bertambah sulit kehidupannya. Pengalaman di banyak negara, konversi energi memerlukan waktu yang sangat lama. Misalnya, di Amerika Serikat memerlukan waktu hampir 70 tahun sejak tahun 1850–1920. Sedangkan konversi energi di Brasil memerlukan waktu selama 44 tahun dari tahun 1960–2004 (UN Millenium Project,2006).
Sehingga melihat begitu lamanya pengalaman negara lain tersebut, maka sudah sangat pasti kebijakan konversi energi yang dilakukan relatif instan di negeri ini akan kacau sebagaimana yang telah terjadi akhir-akhir ini. Hal itu karena minyak tanah bersubsidi akan segera ditarik dari wilayah terkonversi, padahal jaringan distribusi perdagangan elpiji pengganti belum tersedia maksimal. Sehingga wajar jika penolakan terhadap program konversi kemudian mencuat di banyak tempat. Belum lagi kecelakaan yang kerap terjadi akibat penggunaan kompor gas elpiji yang tidak tepat semakin menambah ketakutan masyarakat dalam melaksanakan kebijakan pemerintah tersebut.
Sebuah persoalan klasik berulang, bukan hanya kali ini saja rakyat kecil dikecewakan, tetapi hampir tiap program yang ditujukan bagi mereka seperti jaring pengaman sosial (JPS), bantuan langsung tunai (BLT), dan Askeskin selalu berakhir kelabu tidak jarang semakin menimbulkan permasalahan baru di negeri ini. Tidak mulusnya program konversi, lebih karena transisi energi yang melibatkan banyak faktor ternyata oleh pemerintah dianggap mudah sekadar proses konversi bahan bakar yang dianggapnya dapat tuntas hanya dengan membagi-bagikan kompor serta tabung gas gratis kepada penduduk miskin.
Harusnya masyarakat miskin bisa meniti ke tangga energi yang lebih modern secara bertahap dan permanen. Program konversi energi harus simultan dengan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan daya beli masyarakat. Meski orang miskin mau membayar energi yang mereka konsumsi, kemampuan mereka amat terbatas, bersaing dengan kebutuhan primer lainnya yang tidak kalah penting.
Sehingga harusnya subsidi atau jaring pengaman sosial tidak bisa serta-merta dihilangkan ketika mendorong transisi energi. Keberhasilan konversi ke gas elpiji di Brasil yang mencapai 98 persen pada 2004, salah satunya karena jaringan distribusi gas merata di seluruh pelosok negeri dengan harga subsidi yang sama di tiap wilayah. Tetapi di Indonesia berbeda, media televisi lokal (Metro tv program ”Suara Anda”) pernah memberitakan harga gas elpiji 3 kg bersubsidi berbeda-beda disetiap daerah ada yang Rp. 15 ribu/tabung dan juga ada yang lebih dari itu.
Penataan kebijakan energi akan sukses manakala mempertimbangkan kompleksitas persoalan yang dihadapi kaum miskin. Realita menunjukan Indonesia masih kekurangan pasokan gas untuk menggerakan urbin pembangkit listrik PLN sehingga harus mengimpor dari negara lain. Adanya kebijakan ini dikawatirkan terjadi kelangkaan elpiji seperti kelangkaan minyak tanah sebelumnya.
Di tengah ketidakjelasan jaminan pasokan gas tersebut, pemerintah nekat menggulirkan kebijakannya. Belum lagi soal kesiapan infrastruktur yang mendukung kebijakan konversi tersebut. Tata niaga dan infrastruktur stasiun pengisian gas elpiji yang dimiliki Pertamina, baru menjangkau kota-kota besar dan wilayah Indonesia bagian Barat dan Tengah seperti Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta. Jalur distribusi gas elpiji Pertamina ini masih terbatas.
Pemerintah perlu menghitung biaya pembangunan infrastruktur untuk daerah yang belum memiliki jaringan pengisisn gas tersebut. Untuk itu, pemerintah harus lebih matang dan cermat lagi berhitung, baik hitungan soal harga, distribusi, pasokan elpiji, daya beli masyarakat serta ongkos sosialnya. Jangan sampai masyarakat terus-menerus dijadikan objek kebijakan yang tidak tertata baik.
Secara garis besar sebab-sebab terjadinya kelangkaan minyak tanah dan elpiji yang kerap terjadi dimasyarakat adalah sebagai berikut:
1. Harga minyak bumi dunia naik jauh hingga mencapai 150% yakni mencapai lebih dari US $ 120 per barrel, hal ini dikarenakan semakin langkanya persediaan minyak bumi di dunia ini.
2. Karena harga minyak bumi mahal, maka harga minyak hasil pengolahan minyak bumipun juga meningkat drastis.
3. Pada mulanya minyak tanah disubsidi oleh permerintah untuk rakyat, tetapi oleh orang-orang kaya yang tidak bertanggung jawab, minyak tanah tersebut di export ke luar negeri, karena jauhnya beda harga bahan bakar minyak di dalam negeri dan di luar negeri, dimana harga bahan bakar minyak di dalam negara Indonesia jauh lebih murah dari harga bahan bakar minyak di luar negara Indonesia.
4. Karena hal tersebutlah, maka pemerintah menarik minyak tanah bersubsidi tersebut.
5. Dengan ditariknya minyak tanah bersubsidi, maka pemerintah menyediakan energi penggantinya, yakni elpiji.
6. Indonesia adalah negara pemilik cadangan Gas Alam nomor 1 di dunia.
7. Sejauh ini, penjualan Gas Alam hanyalah ke Jepang dan itupun dalam angka yang relatif kecil.
8. Kebijakan pemerintah mengganti untuk bahan bakar minyak tanah menjadi gas, pemerintah menyediakan kompor gas dan tabung gas serta persediaan gas awal untuk dibagikan kepada masyarakat.
9. Dengan meningkatnya kebutuhan gas (karena beralihnya penggunaan minyak tanah menjadi pengguna elpiji), pemerintah tidak meningkatkan kemampuan produksi dan distribusi dari kilang Gas Alam milik pemerintah.
10. Karena kapasitas produksi kilang Gas Alam pemerintah tidak di tambah, padahal kebutuhan gas dalam hal ini elpiji meningkat dengan sangat pesat, akibatnya kilang Gas Alam menjadi tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan akan elpiji dari masyarakat.
11. Karena kilang tidak mampu memproduksi elpiji sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka kemudian terjadilah kelangkaan elpiji di masyarakat.
Dari sebab-sebab tersebut diatas muncul persolan lama terulang kembali, kelangkaan gas menyebabkan penjual elpiji menaikan harga tanpa sepengetahuan pemerintah. Hal ini berakibat kerugian dipihak
masyarakat, disamping kesulitan mendapatkan bahan bakar elpiji, masyarakat juga harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli elpiji.
<5>KESIMPULAN
Pemerintah kurang siap dalam program pengalihan minyak tanah menjadi penggunaan elpiji, dimana pemerintah seharusnya terlebih dahulu meningkatkan kapasitas produksi dari Kilang Gas Alam milik pemerintah, sehingga kelangkaan elpiji tidak akan terjadi. Meskipun secara hitung-hitungan terjadi penghematan bagi masyarakat sehingga menyebabkan daya beli masyarakat semakin meningkat, tetapi yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah mencari energi alternatif massal yang mudah diperbaharui dan tidak bergantung kepada energi fosil yang sulit diperbaharui dan harganya yang relatif.
<5>SARAN
1. Pemerintah secepatnya meningkatkan kapasitas produksi dari kilang-kilang Gas Alam milik pemerintah untuk mengatasi kelangkaan akan elpiji.
2. Pemerintah perlu melakukan negosiasi kepada Jepang untuk sementara mengurangi permintaan akan elpiji demi memenuhi kebutuhan elpiji di dalam negeri sampai pemerintah selesai membangun kilang-kilang Gas Alam baru yang kapasitasnya sesuai dengan kebutuhan akan export dan permintaan di dalam negeri.
3. Pemerintah perlu memperpanjang subsidi minyak tanah, jangan terburu-buru ditarik sehingga tidak menyulitkan masyarakat miskin.
<6> http://rumahcahayadita.blogspot.com/2010/11/kebijakan-konversi-minyak-tanah-ke.html
ocoh
2.1 Pengertian Konversi
Pengertian konversi energi adalah perubahan bentuk energi dari yang satu menjadi
bentuk energi lain. Textbook buku fisika tentang hukum konservasi energi mengatakan bahwa
energi tidak dapat diciptakan (dibuat) ataupun di musnahkan akan tetapi dapat berubah bentuk
dari bentuk yang satu ke bentuk lainnya.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, konversi adalah perubahan di satu sistem pengetahuan
ke sistem yang lain perubahan pemilikan atas suatu benda, tanah, dan sebagainya, perubahan
suatu bentuk (rupa, dsb) kebentuk (rupa, dsb) yang lain.
Berdasarkan pengertian di atas, penulis berpendapat bahwa konversi minyak tanah ke
gas elpiji berarti pengalihan pemakaian bahan bakar minyak tanah ke gas elpiji.
2.1.1 Penyebab Pemerintah Melakukan Kebijakan Konversi
Sudah hampir enam bulan minyak tanah menjadi barang langka yang selalu
diperebutkan. Kelangkaan ini diakibatkan adanya kebijakan pemerintah yang akan mengganti
minyak tanah dengan gas elpiji yang lebih ekonomis yang dapat menghemat pengeluaran negara
sampai Rp. 30 triliun. Dalam jangka
panjang, program ini lebih menjamin pasokan kebutuhan energi rumah tangga, jauh lebih
terjamin menggunakan gas elpiji daripada menggantungkan pada BBM, khususnya minyak
tanah.
Universitas Sumatera Utara
Pasalnya, cadangan gas di perut bumi jauh lebih besar dibandingkan minyak bumi.
Cadangan yang ada terbukti bahwa minyak bumi sekitar 4,5 miliar barel, sedangkan gas sekitar
188 TCF (trillion cubic feet). Apabila misalnya, cadangan minyak dan gas bumi tidak ditemukan
lagi, dengan tingkat produksi sekitar 350 juta barel minyak dan 3 TCF gas, diperkirakan minyak
akan habis dalam waktu 13 tahun. Sementara itu, gas baru habis dalam waktu yang jauh lebih
lama, sekitar 60 tahun lagi.
Komposisi konsumsi energi (energy mix) dunia ke depan secara pasti juga akan
mengurangi porsi minyak dan akan meningkatkan porsi gas elpiji. Hal ini karena gas jauh lebih
bersih dan ramah lingkungan dibandingkan minyak, sehingga kebutuhan energi tidak boleh
terlalu tergantung pada minyak.
Selain itu, pemakaian elpiji untuk rumah tangga lebih praktis, efisien, lebih bersih, dan
lebih menyenangkan. Upaya mendorong masyarakat, khususnya lapisan menengah bawah untuk
memakai elpiji dapat juga dilihat sebagai upaya meningkatkan mutu kehidupan masyarakat.
Masyarakat yang bisa menikmati jenis energi yang bersih ini tentu tidak hanya mereka dari
kelompok menengah atas, tetapi juga kelompok menengah ke bawah.
2.1.2. Kinerja Pemerintah dalam Pelaksanaan Kebijakan Konversi
Pemerintah memutuskan membantu kelompok masyarakat yang secara ekonomi masih
kurang mampu dengan memberikan kompor dan tabung elpiji 3 kg secara gratis. Di lain pihak,
Universitas Sumatera Utara
pemerintah mengharapkan akan terjadi penghematan subsidi BBM akibat proses substitusi
massal dari minyak tanah ke elpiji. Pemerintah juga mengurangi pasokan minyak tanah. Untuk
wilayah yang sudah memperoleh kompor dan botol 3 kg, pasokan minyak tanah dikurangi
hingga 70% wilayah di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, banyak rakyat miskin dan pedagang
kecil kelabakan Pemerintah mengawasi secara ketat produksi tabung dan kompor gas. Hal ini
dilakukan agar tabung gas yang diberikan kepada masyarakat tidak mudah bocor dan terbakar.
Pemerintah juga mengawasi secara ketat pasokan minyak tanah ke masyarakat agar tidak terjadi
penimbunan minyak tanah, Namun, implementasinya ternyata menimbulkan berbagai dampak
negatif yang sangat merugikan masyarakat. Konversi minyak tanah ke elpiji (liquefied petroleum
gas) ternyata banyak terjadi penyimpangan Daerah-daerah yang menjadi target konversi
mengeluh karena tiba-tiba minyak tanah menghilang. Jikapun ada, harganya mahal, sekitar Rp
6.000-an, karena tak ada lagi subsidi. Di berbagai karena depo minyak menghilang. Padahal
minyak tanah masih sangat dibutuhkan rakyat miskin yang tak mampu membeli gas, meski
tabung gas berisi tiga kilogram elpiji sudah diberikan gratis oleh pemerintah.
2.2 Pengertian Minyak Tanah
Minyak tanah (bahasa Inggris: kerosene atau paraffin) adalah cairan hidrokarbon yang
tak berwarna dan mudah terbakar. Dia diperoleh dengan cara distilasi fraksional dari petroleum
pada 150 °C and 275 °C (rantai karbon dari C12 sampai C15 (http//www).
Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang tidak larut/bercampur dalam air
(hidrofobik) tetapi larut dalam pelarut organik. Ada sifat tambahan lain yang dikenal awam:
terasa licin apabila dipegang. Dalam arti sempit, kata 'minyak' biasanya mengacu ke minyak
bumi (petroleum) atau produk olahannya: minyak tanah (kerosena). Namun demikian, kata ini
Universitas Sumatera Utara
sebenarnya berlaku luas, baik untuk minyak sebagai bagian dari menu makanan (misalnya
minyak goreng), sebagai bahan bakar (misalnya minyak tanah), sebagai pelumas (misalnya
minyak rem), sebagai medium pemindahan energi, maupun sebagai wangi-wangian (misalnya
minyak nilam).
Minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid, yaitu senyawa organik
yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,
misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya yang
polaritasnya sama.
Minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol, yang berarti “triester dari gliserol”.
Jadi minyak juga merupakan senyawaan ester. Hasil hidrolisis minyak adalah asam karboksilat
dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon
yang panjang dan tidak bercabang.
2.2.1.Jenis-jenis minyak
Dilihat dari asalnya terdapat dua golongan besar minyak: minyak yang dihasilkan
tumbuh-tumbuhan (minyak nabati) dan hewan (minyak hewani), dan minyak yang diperoleh dari
kegiatan penambangan (minyak bumi).
2.2.2. Minyak tumbuhan dan hewan
Minyak tumbuhan dan hewan semuanya merupakan lipid. Dari sudut pandang kimia, minyak
kelompok ini sama saja dengan lemak.
Minyak dibedakan dari lemak berdasarkan sifat fisiknya
pada suhu ruang: minyak berwujud cair sedangkan lemak berwujud padat. Penyusunnya
Universitas Sumatera Utara
bermacam-macam, tetapi yang banyak dimanfaatkan orang hanya yang tersusun dari dua
golongan saja
• Gliserida dan atau asam lemak, yang mencakup minyak makanan (minyak masak atau
minyak sayur serta minyak ikan), bahan baku industri sabun, bahan campuran minyak
pelumas, dan bahan baku biodiesel. Golongan ini biasanya berwujud padat atau cair
pada suhu ruang tetapi tidak mudah menguap.
• Terpena dan terpenoid, yang dikenal sebagai minyak atsiri, atau minyak eteris, atau
minyak esensial (bukan asam lemak esensial!) dan merupakan bahan dasar wangi-wangian (parfum) dan minyak gosok. Golongan ini praktis semuanya berasal dari
tumbuhan, dan dianggap memiliki khasiat penyembuhan (aromaterapi).[3]
. Kelompok
minyak ini memiliki aroma yang kuat karena sifatnya yang mudah menguap pada suhu
ruang (sehingga disebut juga minyak "aromatik").
Beberapa minyak tumbuhan lainnya yang banyak digunakan
• Minyak ikan, kaya DHA, baik untuk kerja otak
• Margarin, bentuk padat karena perubahan cis menjadi transfer
• Biodiesel, bahan akar ramah lingkungan
2.3. Bahan bakar gas
Bahan bakar gas terdiri dari : LNG (Liquified Natural Gas) dan LPG (Liquified
Petroleum Gas) Bahan baker gas biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga dan indusri.
Universitas Sumatera Utara
Elpiji, LPG (liquified petroleum gas,harfiah: "gas minyak bumi yang dicairkan"), adalah
campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal darigas alam. Dengan menambah
tekanan dan menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair. Komponennya didominasi propana
dan butana . Elpiji juga mengandung hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil,
misalnya etana dan pentana .
Dalam kondisi atmosfer, elpiji akan berbentuk gas. Volume elpiji dalam bentuk cair lebih
kecil dibandingkan dalam bentuk gas untuk berat yang sama. Karena itu elpiji dipasarkan dalam
bentuk cair dalam tabung-tabung logam bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi
panas (thermal expansion) dari cairan yang dikandungnya, tabung elpiji tidak diisi secara penuh,
hanya sekitar 80-85% dari kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas
dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperatur, tetapi biasaya
sekitar 250:1.
Tekanan di mana elpiji berbentuk cair, dinamakan tekanan uap-nya, juga bervariasi tergantung
komposisi dan temperatur; sebagai contoh, dibutuhkan tekanan sekitar 220 kPa (2.2 bar) bagi
butana murni pada 20 °C (68 °F) agar mencair, dan sekitar 2.2 MPa (22 bar) bagi propana murni
pada 55°C (131 °F).
Menurut spesifikasinya, elpiji dibagi menjadi tiga jenis yaitu elpiji campuran, elpiji propana dan
elpiji butana. Spesifikasi masing-masing elpiji tercantum dalam keputusan Direktur Jendral
Minyak dan Gas Bumi Nomor: 25K/36/DDJM/1990. Elpiji yang dipasarkan Pertamina adalah
elpiji campuran.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Sifat elpiji
Sifat elpiji terutama adalah sebagai berikut:
• Cairan dan gasnya sangat mudah terbakar
• Gas tidak beracun, tidak berwarna dan biasanya berbau menyengat
• Gas dikirimkan sebagai cairan yang bertekanan di dalam tangki atau silinder.
• Cairan dapat menguap jika dilepas dan menyebar dengan cepat.
• Gas ini lebih berat dibanding udara sehingga akan banyak menempati daerah yang
rendah.
2.3.2. Penggunaan elpiji
Penggunaan Elpiji di Indonesia terutama adalah sebagai bahan bakar alat dapur (terutama
kompor gas). Selain sebagai bahan bakar alat dapur, Elpiji juga cukup banyak digunakan sebagai
bahan bakar kendaraan bermotor (walaupun mesin kendaraannya harus dimodifikasi terlebih
dahulu).
2.3.3. Bahaya elpiji
Salah satu resiko penggunaan elpiji adalah terjadinya kebocoran pada tabung atau instalasi gas
sehingga bila terkena api dapat menyebabkan kebakaran. Pada awalnya, gas elpiji tidak berbau,
tapi bila demikian akan sulit dideteksi apabila terjadi kebocoran pada tabung gas. Menyadari itu
Pertamina menambahkan gas mercaptan, yang baunya khas dan menusuk hidung. Langkah itu
sangat berguna untuk mendeteksi bila terjadi kebocoran tabung gas. Tekanan elpiji cukup besar
Universitas Sumatera Utara
(tekanan uap sekitar 120 psig), sehingga kebocoran elpiji akan membentuk gas secara cepat dan
merubah volumenya menjadi lebih besar.
2. Naptha atau Petroleum eter, biasa digunakan sebagai pelarut dalam industri.
3. Gasolin (bensin), biasa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.
4. Kerosin (minyak tanah), biasa digunakan sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga.
Selain itu kerosin juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan bensin melalui proses cracking.
Minyak tanah (bahasa Inggris: kerosene atau paraffin) adalah cairan hidrokarbon yang tak
berwarna dan mudah terbakar. Dia diperoleh dengan cara distilasi fraksional dari petroleum pada
150°C and 275°C (rantai karbon dari C12 sampai C15). Pada suatu waktu dia banyak digunakan
dalam lampu minyak tanah tetapi sekarang utamanya digunakan sebagai bahan bakar mesin jet
(lebih teknikal Avtur, Jet-A, Jet-B, JP-4 atau JP-8). Sebuah bentuk dari kerosene dikenal sebagai
RP-1dibakar dengan oksigen cair sebagai bahan bakar roket. Nama kerosene diturunkan dari
bahasa Yunani keros (κερωσ, wax ).
Biasanya, kerosene didistilasi langsung dari minyak mentah membutuhkan perawatan
khusus, dalam sebuah unit Merox atau, hidrotreater untuk mengurangi kadar belerangnya dan
pengaratannya. Kerosene dapat juga diproduksi oleh hidrocracker, yang digunakan untuk
mengupgrade bagian dari minyak mentah yang akan bagus untuk bahan bakar minyak.
Penggunaanya sebagai bahan bakar untuk memasak terbatas di negara berkembang, di mana dia
kurang disuling dan mengandung ketidakmurnian dan bahkan "debris".
Universitas Sumatera Utara
Bahan bakar mesin jet adalah kerosene yang mencapai spesifikasi yang diperketat,
terutama titik asap dan titik beku.
Kegunaan lain
Kerosene biasa di gunakan untuk membasmi serangga seperti semut dan mengusir kecoa.
Kadang di gunakan juga sebagai campuran dalam cairan pembasmi serangga seperti pada merk/
brand baygone.
5. Minyak solar atau minyak diesel, biasa digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel
pada kendaraan bermotor seperti bus, truk, kereta api dan traktor. Selain itu, minyak solar juga
digunakan sebagai bahan baku pembuatan bensin melalui proses cracking.
6. Minyak pelumas, biasa digunakan untuk lubrikasi mesin-mesin.
7. Residu minyak bumiyang terdiri dari :
• Parafin , digunakan dalam proses pembuatan obat-obatan, kosmetika, tutup botol,
industri tenun menenun, korek api, lilin batik, dan masih banyak lagi.
• Aspal , digunakan sebagai pengeras jalan raya
2.3 Tujuan Program Konversi Minyak Tanah ke Gas
Tujuan Program Konfersi Minyak tanah ke Gas adalah:
1.Menghema subsidi Negara di sektor BBM
2.Pnghematan konsumsi BBM karena masalah krisis energi dunia.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Pengertian Usaha kecil dan Pedagang Kecil
Di Indonesia tidak ada defenisi yang jelas mengenai apa itu defenisi industri kecil,
klasifikasi industri pengelompokannya sebagai berikut :
1. Industri sekala besar dan menengah
2. Industri sekala kecil
3. Industri rumah tangga
Pengelompokan ini menjadi lebih rumit lagi dengan kenyataan bahwa kategori-kategori
akan berbeda menurut defenisinya tergantung perusahaan-perusahaan itu berada dalam sector
pertanian, industry, perdagangan atau jasa. Dengan adanya keanekaragaman defenisi tersebut
maka, kajian merupakan konversi yang paling dekat mewakili konsep adalah “usaha kecil”
Bagaimana diartikan pada kajian-kajian negara lainnya yaitu sebagai berikut :
a. Dalam hubungan dengan data sekunder “industri-industri kecil” akan dimasukan dengan
usaha kecil dan menengah (UKM)
b. Dalam survei primer usaha kecil dan menengah akan memperoleh gambaran yang lebih
lengkap.
Skala perusahaan didefenisikan menurut jumlah pekerja adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Suatu perusahaan kecil mempekerjakan 1-10 pekerja
2. Suatu perusahaan skala menengah mempekerjakan 10-50 pekerja
3. Suatu perusahaan skala besar mempekerjakan 50 atau lebih pekerja
Menurut Undang-undang usaha kecil Nomor 9 Tahun 1995, usaha kecil didefenisikan
sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria-kriteria kekayaan
bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagai berikut :
a. Memiliki kekayaan (asset) bersih paling banyak Rp. 200.000.000, tidak termasuk tanah dan
bangunan, tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) paling banyak Rp. 1 Milyar
c. Milik warga Negara Indonesia
d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai atau terafiliasi baik langsung ataupun tidak langsung oleh usaha besar atau usaha
menengah, berbentuk usaha perorangan, badan usaha tidak berbadan hokum, atau usaha
berbadan hukum, termasuk koperasi. Harus diakui bahwa cakupan usaha kecil menurut
undang-undang ini sangat luas (Wantono, 2002 :4)
Berdasarkan Menteri keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha
kecil di defenisikan sebagai usaha perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/
usaha yang mempunyai penjualan/omset pertahun setinggi-tingginya Rp. 600.000.000 atau
aset/aktiva setingginya Rp. 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati terdiri dari:
a. Badan usaha (FA,CV,PT, dan Koperasi)
Universitas Sumatera Utara
b. Perorangan (Pengrajin/industry rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan,
penambang, pedagang barang dan jasa dan sebagainya).
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/4/KEP/Dir tanggal 4
April 1997 tentang pemberian kredit usaha kecil, usaha kecil di defenisikan sebagai usaha yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Memilki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000;
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar)
c. Milik warga Negara Indonesia
d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau
usaha besar.
e. Bentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang
tidak berbadan hukum, termasuk koperasi.
2.4.1 Masalah-masalah yang di Hadapi Usaha Pedagang Kecil
A. Permodalan
Hampir semua pelaku usaha kecil dan menengah mengakui bahwa permodalan
merupakan masalah klasik yang selalu dialami dalam usaha mengembangkan usaha kecil yang
mereka kelola, mereka mengeluhkan terbatasnya modal yang mereka miliki sehingga
tersendatnya usaha mereka.
B. Management
Universitas Sumatera Utara
Pengelolaan usaha kecil biasanya hanya bertumpu pada seorang saja, selain pemilik
modal, pelaku usaha biasa juga merangkap sebagai pekerja, tenaga administrasi dan sekaligus
pemasaran, kalaupun pelaku usaha ini memiliki karyawan, tanpa adanya pembagian kerja (Job
Description) yang jelas.
C. Kondisi Usaha
Pasca Otonomi Daerah di 134 kabupaten/kota di Indonesia telah menerbitkan 709 Perda
atau SK (Surat Keputusan) tentang retribusi yang dibebankan kepada dunia usaha. Di Sumatera
Utara sendiri tercatat ada 68 Perda, selanjutnya berdasrkan KPPOD (Komisi Pemantau Pelaksana
Otonomi Daerah) perda-perda ini dinilai akan memperburuk iklim usaha sekaligus berdampak
enggannya investor menanam modalnya ke daerah ini.
Di daerah ini, Deli Serdang, Simalungun dan Medan ada tiga kabupaten/kota dengan
produk perda retribusi terbanyak masing-masing 16, 11, 15 perda bermasalah yang memberatkan
kalangan dunia usaha kecil, di Medan diantaranya yaitu penggantian biaya cetak, pajak hiburan,
pajak reklame, retribusi bunga hias, retribusi izin trayek, retribusi izin usaha penggilingan padi
huller dan selain itu pada waktu lalu, warga Medan dikejutkan dengan dikeluarkan perda
retribusi parkir, pada ruas jalan strategis yang notabenenya adalah tempat usaha kecil dan
menengah, dimana setiap kendaraan berbagai jenis dikenakan biaya parker sebesar Rp.
7.500/jam. Retribusi ini bahkan dinilai sebagai retribusi parker termahal di Indonesia. Oleh
kalangan masyarakat seperti Ir. Soekirman dari BITRA Indonesia, namun karena protes yang
cukup keras dan asosiasi usaha dan masyarakat akhirnya pemberlakuannya di tunda.
D. Perizinan
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan tentang pengurusan perizinan usaha industry dan perdagangan telah diatur
dalam keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 408/MPP/KEP/10/1997 tentang
ketentuan dan tata cara pemberian tanda daftar usaha perdagangan (TDUP) dan Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP) yang berlaku selama perubahan yang bersangkutan menjalankan kegiatan
usaha perdagangannya.
Selain itu ada juga keputusan Menteri Perindag No. 255/MPP/KEP/7/1997 tentang
pelimpihan wewenang dan pemberian izin di bidang industry dan perdagangan sesuai dengan
surat edaran sekjen No. 771/SJ/9/1997 ditetapkan bahwa setiap perusahaan yang mengurus SIUP
baik kecil, menengah dan besar berkewajiban membayar biaya administrasi 0 rupiah (nihil)
artinya disini bahwa perizinan tidak dikenai biaya.
Persoalannya pasca otonomi daerah berbagai kewenangan telah dialihkan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah kota/kabupaten. Biaya-biaya pengurusan menjadi tanggung
jawab pemerintah pusat. Bertolak dengan ketentuan tersebut, Pemerintah kabupaten/pemerintah
kota melihat bahwa perizinan sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD), sehingga perizinan
dibuat dengan tarif tertentu disesuaikan dengan nilai investasi. Selama jangka waktu tertentu,
pelaku usaha kecil dan menengah ini harus memperbarui kembali, artinya mengeluarkan biaya
kembali untuk perizinan, ini bertentangan dengan SK Memperindag di atas yang menyebutkan
izin usaha yang berlaku selama kegiatan yang berlangsung.
E. Jaringan Usaha dan Akses Pasar
Akses permasalahan yang tidak tertembus usaha kecil dan menengah ini sangat
dipengaruhi lemahnya penguasaan teknologi dan Informasi (IT) oleh pelaku UKM.
Universitas Sumatera Utara
F. Perlindungan Hukum
Perlindungan hokum juga menyentuh jaminan keamanan bagi pelaku usaha kecil dan
menengah untuk melakukan kegiatan usahanya. Pelaku usaha kecil dan menengah kerap
berhadapan dengan pihak-pihak yang mengaku dapat menjamin “keamanan” kalau si pelaku
usaha ini menyerahkan uang dengan besaran tertentu. Pihak ini biasanya menanamkan diri dari
aparat sendiri atau pemuda setempat atau organisasi kemasyarakatan Pemuda (OKP) (Abdullah,
2005 : 77)
G. Sumber Daya Manusia yang Rendah
Karena pengembangan potensi sumber daya manusia masih rendah, hal ini berakibat
pada kemampuan produktifitas menjadi rendah, kemampuan melihat peluang bisnis menjadi
terbatas. Etos kerja dan disiplin rendah, nilai tambah yang diperoleh setiap tenga kerja juga
menjadi rendah, manajement keuangan masih buruk bahkan tak tersentuh oleh pembukuan sama
sekali.
2.5 Pengertian Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi adalah Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor baik yang ada di dalam maupun yang ada di luar lingkungan keluarga yang
bersangkutan. Faktor internal yang menentukan tingkat kesejahteraan suatu keluarga antara lain
adalah kondisi kesehatan, tingkat pendidikan ilmu pengetahuan, keterampilan, penguasaan
teknologi, kemampuan ekonomi, fasilitasi pendidikan, produksi dan konsumsi, transportasi dan
komunikasi yang dapat mendukung bagi upaya pemenuhan kebutuhan kesejahteraan
Universitas Sumatera Utara
keluarganya. Menurut Konjaraningrat faktor pekerjaan, pendapatan dan pendidikan, faktor lain
yang ikut disertakan oleh para ahli adalah perumahan, kesehatan dan sosialisasi dalam
lingkungan masyarakat (Konjaraningrat 1990 :35)
Adapun karakteristik sosial ekonomi meliputi :
1. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha untuk membina kepribadian dan kemampuan jasmaniah dan
rohaniah yang dilakukan rumah tangga, sekolah dan dalam masyarakat agar kemampuannya
dapat mempertahankan dan mengembangkan hidup serta kelangsungan hidup masyarakat
(Abdullah, 1983 : 327).
2. Pendapatan rumah tangga
Pendapatan rumah tangga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga
yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perorangan dalam rumah
tangga. BPS membedakan pendapatan keluarga menjadi 2 (dua) yaitu :
a. Pendapatan berupa uang, yaitu pendapatan dari gaji/upah pekerjaan pokok, pekerjaan
sampingan, kerja lembur maupun dari usaha sendiri dalam hal ini diperoleh atas
pekerjaan suami atau isteri atau anggota keluarga lainnya.
b. Pendapatan berupa barang, pendapatan berupa beras, pengobatan serta transportasi
(Sumardi &Everest, 1982 : 93)
Universitas Sumatera Utara
3. Banyaknya keluarga
Banyaknya jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Dalam
hubungannya dengan pengeluaran rumah tangga, Sanjur (1992 : 20) menyatakan bahwa
besar keluarga yaitu banyaknya anggota suatu keluarga yang mempengaruhi pengeluaran
rumah tangga
4. Jenis Pekerjaan
Merupakan kategori profesi yang dilakukan suami, isteri maupun anggota keluarga lainnya
dalam mencari penghasilan dalam mendapatkan pendapatan ruma tangga
2.6 Kerangka Pemikiran
Minyak tanah LPG
Universitas Sumatera Utara
2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.7.1 Defenisi Konsep
Defenisi Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar
generalaisasi dari sejumlah karakter, ejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu
(Singarimbun, 1989 :43)
Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang digunakan maka
penulis membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut :
Pedagang kecil
Tidak berpengaruh Berpengaruh
Universitas Sumatera Utara
1. Kebijakan sosial adalah pengambilan keputusan-keputusan, pengaturan-pengaturan oleh
pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang muncul demi kesejahteraan
masyarakat.
2. Pedagang kecil adalah kegiatan yang dilakukan masyarakat yang berskala kecil.
3. Konversi adalah perubahan bentuk energi dari yang satu ke bentuk energi lain
(http//www.)
4. Minyak tanah adalah cairan hidrokarbon yang tak berwarna dan mudah terbakar
(http//www.)
5. LPG (liquified petroleum gas, harafiah: "gas minyak bumi yang dicairkan"), adalah
campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam (http//www.)
6. Sosial ekonomi adalah
2.7.2. Defeisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya
mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1986 :46).
Defenisi Operasional dalam penelitian ini adalah:
A.Variabel bebas(Indepentdent Variabel)
Variabel bebas (X) adalah segala gejala,faktor,atau unsur yang menentukan atau
mempengaruhi munculnya variabel ke dua yang di sebut variabel terikat.tanpa variabel ini maka
variabel ini maka variabel berubah sehingga muncul variabel terikat yang berbeda atau yang lain
atau bahkan sama sekali tidak ada yang muncul (Nawawi 1998:57)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
Program Konversi minyak tanah ke Gas oleh pemerintah pengaruh nya terhadap
pedagang kecil Akan tapi dalam penelitian ini,peneliti tidak meneliti variabel terikat ini karena
keterbatasan data dan sulit nya mendapatkan informasi tentang tujuan dari program pemerintah
ini
B. Variabel Terikat
Variabel terikat (Y) adalah sebuah gejala atau faktor maupun unsur yang ada atau
muncul di pengaruhi atau ditentukan aanya variabel bebas dan bukan karena ada variabel lain
(Nawawi, 1995 : 57) kehadiran program konversi minyak tanah ke gas diharapkan dapat
berpengaruh positif terhadap masyarakat khusus nya pedagang kecil seperti tujuan penelitian ini
Agar memudahkan peneliti mengadakan penelitian dilapangan, maka perlu
operasionalisasi konsep-konsep yang digunakan untuk menggambarkan perilaku atau gejala yang
dapat diamati dengan kata-kata yang dapat diuji dan diketahui kebenarannya oleh orang lain.
Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Jumlah kuota LPG untuk kecamatan Padang Bulan Medan
2. Distribusi
3. Jumlah outlet penjualan
2.8 Hipotesi
Hipotesis adalah generalisasi atau rumusan kesimpulan yang bersifat tentatif (sementara),
yang hanya apabila telah di uji kebenaranya (Nawawi, 1991)
Hipotesis yang di ajukan dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
Ho : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Program Konversi minyak tanah ke Gas
terhadap Pedagang Kecil
Ha : terdapat hubungan yang signifikan antara Program Konversi Minyak tanah ke Gas terhadap
Pedagang Kecil
Universitas Sumatera Utara