pengaruh karakteristik eksekutif dan dewan …

24
1 PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN KOMISARIS TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016-2018) Oleh: Dinar Sumarginingrum Fitriyawati Dosen Pembimbing: Abdul Ghofar, SE., M.Si., DBA., AK Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya ABSTRAK Agresivitas pajak adalah tindakan yang dirancang untuk mengurangi penghasilan kena pajak baik secara legal (tax avoidance) atau ilegal (tax evasion). Agresivitas pajak menjadi permasalahan umum di berbagai perusahaan di seluruh dunia yang terus terjadi berulang-ulang. Bocornya dokumen firma hukum Mossack Fonseca menegaskan banyaknya modus dalam merampok pundi-pundi negara dari pajak. Indonesia tak lepas dari permasalahan agresivitas pajak. Rendahnya tax ratio Indonesia di antara ekonomi Asia Pasifik mengindikasikan kepatuhan wajib pajak yang belum maksimal. Beberapa kasus agresivitas pajak di Indonesia dilakukan oleh perusahaan manufaktur. Dengan kontribusi yang besar terhadap total penerimaan pajak, realisasi penerimaan pajak dari sektor manufaktur tercatat melambat pada tahun 2018. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik eksekutif dan dewan komisaris terhadap penghindaran pajak. Sampel penelitian ini terdiri dari 44 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2016-2018 yang dipilih dengan metode purposive sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa eksekutif dengan karakter risk taker memiliki pengaruh positif terhadap agresivitas pajak. Karakteristik dewan komisaris yang terdiri dari keahlian keuangan tidak dapat mencegah agresivitas pajak, sedangkan persentase komisaris independen dan komisaris wanita menunjukkan hasil yang berlawanan.Variabel kontrol leverage berpengaruh, sedangkan ROA tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak. Kata Kunci: Agresivitas Pajak, Karakteristik Eksekutif, Corporate Governance, Dewan Komisaris

Upload: others

Post on 26-Mar-2022

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

1

PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN KOMISARIS

TERHADAP AGRESIVITAS PAJAK

(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Tahun 2016-2018)

Oleh:

Dinar Sumarginingrum Fitriyawati

Dosen Pembimbing: Abdul Ghofar, SE., M.Si., DBA., AK

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Brawijaya

ABSTRAK

Agresivitas pajak adalah tindakan yang dirancang untuk mengurangi penghasilan kena pajak

baik secara legal (tax avoidance) atau ilegal (tax evasion). Agresivitas pajak menjadi

permasalahan umum di berbagai perusahaan di seluruh dunia yang terus terjadi berulang-ulang.

Bocornya dokumen firma hukum Mossack Fonseca menegaskan banyaknya modus dalam

merampok pundi-pundi negara dari pajak. Indonesia tak lepas dari permasalahan agresivitas

pajak. Rendahnya tax ratio Indonesia di antara ekonomi Asia Pasifik mengindikasikan

kepatuhan wajib pajak yang belum maksimal. Beberapa kasus agresivitas pajak di Indonesia

dilakukan oleh perusahaan manufaktur. Dengan kontribusi yang besar terhadap total

penerimaan pajak, realisasi penerimaan pajak dari sektor manufaktur tercatat melambat pada

tahun 2018. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik eksekutif dan dewan

komisaris terhadap penghindaran pajak. Sampel penelitian ini terdiri dari 44 perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2016-2018 yang dipilih

dengan metode purposive sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa eksekutif

dengan karakter risk taker memiliki pengaruh positif terhadap agresivitas pajak. Karakteristik

dewan komisaris yang terdiri dari keahlian keuangan tidak dapat mencegah agresivitas pajak,

sedangkan persentase komisaris independen dan komisaris wanita menunjukkan hasil yang

berlawanan.Variabel kontrol leverage berpengaruh, sedangkan ROA tidak berpengaruh

terhadap agresivitas pajak.

Kata Kunci: Agresivitas Pajak, Karakteristik Eksekutif, Corporate Governance, Dewan

Komisaris

Page 2: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

2

ABSTRACT

Tax aggressiveness constitutes actions designed to reduce taxable income, both legally (tax

avoidance) or illegally (tax evasion). Tax aggressiveness is a recurring problem in companies

throughout the world. The leak of documents from the Mossack Fonseca law firm confirms the

many modes of robbing state revenue from taxes. Indonesia is inseparable from the issue of tax

aggressiveness. The low tax ratio of Indonesia compared to other Asia-Pacific economies

indicates that taxpayer compliance has not been maximized. Some cases of tax aggressiveness

in Indonesia are carried out by manufacturing companies. With a larger contribution to total

tax revenue, the realization of tax revenue from the manufacturing sector was found to have

slowed down in 2018. The aim of this study is to examine the effect of the characteristics of

executive and board commissioners on tax avoidance. The sample for this study consisted of

44 manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange in the period from 2016-

2018 that were selected using the purposive sampling method. The results of this study

indicated that executives with a risk-taker character have a positive effect on tax

aggressiveness. The characteristics of board commissioners attributed to financial expertise did

not prevent tax aggressiveness, while the percentage of independent commissioners and female

commissioners showed the opposite results. As the control variable, leverage influenced tax

aggresiveness, while ROA did not affect tax aggresiveness.

Key Words : Tax aggressiveness, Executive Characteristic, Corporate Governance, Board

of Commissioner

I. PENDAHULUAN Terdapat peningkatan tren kesadaran

investor tentang resiko agresivitas pajak

yang memiliki dampak merugikan pada

pengembalian investasi mereka. Menurut

Frank et al., (2009) agresivitas pajak

perusahaan adalah tindakan yang

dirancang untuk mengurangi penghasilan

kena pajak melalui perencanaan pajak, baik

yang diklasifikasikan atau tidak

diklasifikasikan sebagai penggelepan pajak

(tax evasion). Meskipun tidak semua

tindakan yang dilakukan bertentangan

dengan aturan, tetapi semakin perusahaan

memanfaatkannya, maka perusahaan

dianggap lebih agresif (Sari dan Martani,

2010). Sedangkan, Hanlon dan Heitzman

(2013) mendefinisikan agresivitas pajak

sebagai strategi penghindaran pajak untuk

mengurangi atau menghilangkan beban

pajak perusahaan dengan menggunakan

ketentuan yang diperbolehkan maupun

memanfaatkan kelemahan hukum dalam

peraturan perpajakan atau melanggar

ketentuan dengan menggunakan celah

yang ada namun masih di dalam grey area.

Oleh karena itu, negara kesulitan untuk

memberikan tindakan tegas, karena

perusahaan memanfaatkan ruang “abu-

abu” antara apa yang boleh dan tidak boleh

dilakukan oleh mereka dalam peraturan

perpajakan di Indonesia.

Upaya agresivitas pajak terjadi di

berbagai perusahaan di dunia. Pada 2016,

dunia dikejutkan dengan kebocoran

dokumen finansial berskala besar yang

berasal dari firma hukum Mossack Fonseca

yang berbasis di Panama atau yang disebut

“Panama Papers”. Pihak-pihak dalam

Page 3: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

3

Panama Papers terkait dengan berbagai

perusahaan gelap yang didirikan di wilayah

offshore (tax haven countries). Mereka

mengalirkan uang gelap secara rahasia

yang memungkinkan lahirnya banyak

modus dalam merampok pundi-pundi

negara dari pajak (www.kemenkeu.go.id).

Di Indonesia agresivitas pajak tercermin

dari rendahnya tax ratio. Hal tersebut

dikarenakan penghindaran dan

penggelapan pajak (tax avoidances and

evasions) merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi tax ratio selain kebijakan

perpajakan dan intensif serta pengecualian

yang diberikan kepada pelaku ekonomi dan

masyarakat (Kementerian Keuangan

Republik Indonesia, 2019). Tax ratio

adalah rasio antara penerimaan perpajakan

dengan Produk Domestik Bruto (PDB).

Tax ratio mencerminkan kebijakan

perpajakan suatu negara serta tingkat

kepatuhan warga negara dalam membayar

pajak. Tax ratio yang rendah

mengindikasikan kepatuhan pajak yang

belum maksimal. Pada tahun 2017,

persentase kepatuhan wajib pajak

Indonesia masih berada pada angka 68%

(Kementerian Keuangan Republik

Indonesia, 2019). Organization for

Economic Co-operation and Development

(OECD) menyatakan tax ratio Indonesia

berada diposisi terendah di antara ekonomi

Asia dan Pasifik pada tahun 2017 yaitu

sebesar 11,5%. Artinya porsi pajak yang

bisa dikumpulkan hanya sekitar 11% dari

total aktivitas perekonomian Indonesia.

Rendahnya tax ratio Indonesia,

menunjukkan upaya penghindaran pajak

oleh beberapa pihak di Indonesia.

Beberapa fenomena agresivitas pajak

dilakukan oleh industri manufaktur. Pada

tahun 2014 PT Coca Cola Company (CCI)

terlibat kasus penggelapan pajak dengan

melaporkan beban iklan fiktif dalam

pelaporan pajaknya sebesar Rp 566,84

milyar dari rentang tahun 2002 hingga

2006 (www.kompas.com). Di tahun 2019,

lembaga Tax Justice Network melaporkan

perusahaan tembakau milik British

American Tobacco (BAT) melakukan

penghindaran pajak melalui PT Bentoel

International Investama (RMBA) yang

berdampak pada kerugian negara sebesar

US$ 14 juta per tahun. BAT melakukan

pinjaman intra perusahaan dari tahun 2013

& 2015 dan melalui pembayaran kembali

ke Inggris untuk royalty, ongkos dan

layanan IT (www.nasional.kontan.co.id).

Pajak merupakan faktor utama dalam

banyak keputusan perusahan. Kebijakan

manajerial yang dirancang untuk

mengurangi pajak perusahaan menjadi

semakin umum dilakukan perusahaan-

perusahaan di dunia. Menurut Coles et al.,

(2004), risiko perusahaan merupakan

cerminan dari kebijakan (policy) yang

diambil oleh pimpinan perusahaan. Policy

yang diambil pimpinan perusahaan bisa

mengindikasikan apakah mereka memiliki

karakter risk taking atau risk averse (Coles

et al., 2004). Semakin tinggi corporate risk

maka eksekutif semakin memiliki karakter

risk taker, demikian juga semakin rendah

corporate risk maka eksekutif akan

memiliki karakter risk averse. Hal ini

sesuai dengan Budiman dan Setiyono

(2012) bahwa tinggi rendahnya risiko

perusahaan ini mengindikasikan karakter

eksekutif apakah risk taker atau risk

averse. Paligorova (2010) mengartikan

risiko perusahaan (corporate risk)

merupakan volatilitas earning perusahaan,

yang bisa diukur dengan rumus deviasi

standar. Dengan demikian dapat dimaknai

bahwa risiko perusahaan merupakan

penyimpangan atau deviasi standar dari

earning baik penyimpangan itu bersifat

kurang dari yang direncanakan (downside

risk) atau lebih dari yang direncanakan

(upset potential), semakin besar deviasi

standar earning perusahaan

mengindikaskan semakin besar pula risiko

Page 4: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

4

perusahaan yang ada (Budiman dan

Setiyono, 2012).

Terkait dengan karakter eksekutif,

risk taker memiliki dorongan kuat untuk

memiliki penghasilan, posisi,

kesejahteraan dan kewenangan yang lebih

tinggi (Maccrimon dan Wehrung 1990) dan

demikian sebaliknya, risk averse akan

lebih memilih untuk menghindari segala

kesempatan yang berpotensi menimbulkan

risiko. Budiman dan Setiyono (2012)

menemukan adanya bukti bahwa risiko

perusahaan dapat menjadi cerminan

karakter eksekutif dalam pengambilan

keputusan pajak perusahaan. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa

eksekutif yang meiliki karakter risk taker

memiliki pengaru yang positif terhadap

penghindaran pajak.

Tindakan agresivitas pajak yang

dipandang sebagai salah satu tindakan

oportunis manajer dalam meningkatkan

kesejahteraan pribadi dan tindakan yang

dapat membawa risiko bagi perusahaan di

masa depan dapat diminimalisir dengan

adanya mekanisme Corporate

Governance. International Finance

Corporation (2014) mendefinisikan

Corporate Governance sebagai “struktur

dan proses untuk tujuan dan pengawasan

perusahaan”. Good Corporate Governance

(GCG) merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan kepatuhan pajak perusahaan

(Sartori, 2010; Lanis dan Richardson

2015). Prinsip-prinsip GCG akan

memberikan insentif bagi manajer untuk

menahan diri dari perilaku oportunis dan

bertindak sesuai kepentingan pemilik

perusahaan (shareholder). Dengan

demikian prinspip GCG dapat

menyelarasan kepentingan antara manajer

dan shareholder serta memberikan tingkat

transparasi yang lebih tinggi sehingga

mendorong manajer untuk mematuhi

sistem perpajakan.

Dalam pelaksanaan GCG, dewan

komisaris memiliki peran yang sangat

penting. Dewan komisaris adalah

mekanisme kontrol internal utama yang

bertanggung jawab untuk memantau

manajemen. Tugas utama dewan komisaris

adalah mengawasi kebijakan dan

pelaksanaannya oleh direksi serta memberi

nasihat kepada direksi. Dalam perusahaan

go-public dewan komisaris bertanggung

jawab melindungi dan meningkatkan

kepentingan pemegang saham (Byrd dan

Hickman, 1991). Menurut Erle (2008),

dewan komisaris memikul tanggung jawab

utama dan bertanggung jawab kepada

shareholder atas urusan pajak perusahaan.

Dengan demikian dewan komisaris harus

memastikan bahwa perusahaan memenuhi

tanggung jawab pajaknya.

Dewan komisaris tentunya memiliki

karakteristik yang berbeda dalam

menjalani fungsi pengawasan antara

perusahaan satu dan lainnya. Penelitian

terdahulu menggunakan beberapa proksi

untuk mewakili karakteristik dewan

komisaris pada agresivitas pajak

perusahaan. Lanis dan Richardson (2011)

menggunakan komposisi Board of

Director (BOD) yaitu proporsi outside

directors; Lanis dan Richardson (2015)

menggunakan diversitas gender; Khaoula

dan Ali., (2012) pada perusahaan di

Tunisia dan Zemzem dan Ftouhi (2013)

menggunakan ukuran dewan, independent

directors, duality, dan diversits gender;

Sedangkan Armstrong et al., (2014)

menggunakan financial experts dan

independent directors dalam BOD. BOD

dalam konteks Indonesia merupakan

padanan dari dewan komisaris. Board

berarti pihak yang ditunjuk oleh Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan

tugas utama melakukan representasi

pemegang saham (Machfoeds, 2006).

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

No.33/04/2014 mewajibkan komisaris

Page 5: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

5

independen berjumlah minimal 30% dari

jumlah seluruh anggota dewan komisaris.

Komisaris Independen adalah pihak yang

tidak terafiliasi dengan pemegang saham,

direktur, komisaris lainnya, dan tidak

memliki kedudukan rangkap pada

perusahaan yang terafiliasi dengan

perusahaan tercatat. Menurut Lanis dan

Richardson (2011) outside directors dapat

meningkatkan efektivitas dalam memantau

manajemen dan meningkatkan kapatuhan

pajak perusahaan. Hasil penelitian Lanis &

Richardson (2011) membuktikan proporsi

dewan independen mengurangi tindakan

agresivitas pajak. Namun, hasil penelitian

Zemzem dan Ftouhi (2013) menunjukkan

bahwa semakin tinggi proporsi komisaris

independen tidak mengurangi agresivitas

pajak.

Selama beberapa tahun terakhir,

terdapat peningkatan minat terhadap

diversitas gender pada susunan top

excecutive dan boards of directors

perusahaan di berbagai negara. Di

Norwegia, promosi diversitas gender

terjadi paling ekstrim, yang sejak Januari

2008 semua perusahaan yang listed harus

mematuhi kuota gender 40% untuk direktur

wanita atau dibubarkan. Spanyol

mengikuti jejak Norwegia pada tahun 2015

(Adams dan Ferreira, 2009), dan Perancis

pada 2017 (Khaoula dan Ali, 2012).

Diversitas gender pada jajaran dewan

komisaris akan mempengaruhi sususan

dewan komisaris yang nantinya akan

mempengaruhi implementasi corporate

governance yang jika diimplementasikan

dengan baik akan dapat mengurangi

agresivitas pajak perusahaan. Selain itu,

menurut Kusumastuti dkk (2007) wanita

memiliki sikap kehati-hatian yang sangat

tinggi, cenderung menghindari risiko, dan

lebih teliti dibandingkan pria. Hal tersebut

dapat mendorong dewan komisaris dalam

bertindak sesuai dengan kepentingan

terbaik pemegang saham sehingga

perusahaan terhindar dari kegiatan yang

berisiko. Zemzem dan Ftouhi (2013)

membuktikan bahwa semakin tinggi

persentase wanita dalam jajaran dewan

komisaris dapat mengurangi tingkat

agresivitas pajak perusahaan. Sedangkan,

Gunawan (2018) tidak menemukan

hubungan antara diversitas gender dan

agresivitas pajak.

Dewan komisaris mempunyai

tanggung jawab untuk mengawasi proses

laporan keuangan (Machfoeds, 2006).

Komite Nasional Kebijakan Governance

(KNKG) menyatakan salah satu komisaris

independen harus mempunyai latar

belakang akuntansi atau keuangan.

Pengetahuan atau keahlian keuangan akan

memungkinkan dewan komisaris untuk

memberikan saran berharga dan secara

bersamaan memantau manajer. Armstrong

et al., (2014) membuktikan adanya

hubungan positif antara jumlah dewan

yang memiliki keahlian keuangan

(financial expertise) dan penghindaran

pajak pada saat tingkat penghindaran pajak

rendah, namun memiliki hubungan negatif

saat tingkat penghindaran pajak tinggi.

Penelitian ini merupakan replikasi

dari penelitian Budiman dan Setiyono

(2012), Khaoula dan Ali (2012), dan

Armstrong et al., (2014). Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui bagaimana

karakteristik eksekutif yang diproksikan

dengan risiko perusahaan dapat

mempengaruhi kebijakan penghindaran

pajak perusahaan dan bagaimana

mekanisme internal corporate governance

yaitu dewan komisaris mempengaruhi

efektivitas pengawasan atas kebijakan

penghindaran pajak yang agresif. Karakter

eksekutif menjadi variabel dalam

penelitian ini karena adanya kesadaran

investor bahwa penghindaran pajak yang

agresif merupakan salah satu tindakan

berisiko yang memiliki dampak merugikan

bagi pengembalian investasi mereka,

Page 6: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

6

sehingga penting untuk mengetahui sejauh

mana eksekutif mempengaruhi kebijakan

perpajakan perusahaan. Selain itu,

penelitian terdahulu belum menunjukkan

hasil yang konklusif mendorong peneliti

dalam menguji kembali variabel karakter

eksekutif dan dewan komisaris terhadap

agresivitas pajak. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian sebelumnya terletak

pada periode rentang tahun sample

penelitian yaitu tahun 2016-2018 dan

penelitian dilakukan di Indonesia

khususnya pada sektor manufaktur.

Peneliti menggunakan perusahaan

manufaktur sebagai objek penelitian

karena industri manufaktur masih memiliki

andil yang besar dalam menyumbangkan

pajak penghasilan (pph) nonmigas setiap

tahunnya yaitu mencapai 31,8% di tahun

2017 (www.kemenperin.go.id). Namun,

hingga Oktober 2018, penerimaan pajak

sektor manufaktur tumbuh melambat

11,94% secara tahunan (year on year)

dibanding tahun 2017 yang mencapai

18,06% year on year

(www.nasional.kontan.co.id). Penelitian

ini menggunakan variabel kontrol untuk

mengontrol dan menetralisir pengaruh

variabel luar yang tidak perlu terdahap

variabel independen dan atau variabel

dependen (Hadi dan Mangoting, 2014),

Variabel kontrol yang digunakan ada dua,

yaitu ROA dan Leverage. Kedua variabel

ini menurut penelitian Rusydi dan Martani

(2014) berpengaruh terhadap agresivitas

pajak.

Berdasarkan latar belakang di atas,

maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Pengaruh

Karakteristik Eksekutif dan Dewan

Komisaris terhadap Agresivitas Pajak

(Studi Empiris pada Perusahaan

Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia Tahun 2016-2018.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Agresivitas Pajak

Menurut Frank et al., (2009)

agresivitas pajak perusahaan adalah

tindakan yang dirancang untuk mengurangi

penghasilan kena pajak melalui

perencanaan pajak, baik yang

diklasifikasikan secara legal (tax

avoidance) atau ilegal (tax evasion).

Agresivitas pajak dapat dinilai dari

seberapa besar perusahaan memanfaatkan

celah-celah yang ada dalam peraturan

perpajakan yang berlaku. Meskipun tidak

semua tindakan agresivitas pajak

melanggar aturan, semakin banyak metode

yang digunakan oleh perusahaan dalam

melakukan penghindaran pajak akan

membuat perusahaan dianggap lebih

agresif (Sari dan Martani, 2010).

Keuntungan yang diperoleh dari

agresivitas pajak adalah penghematan

pajak yang cukup besar sehingga dapat

meningkatkan kekayaan pemegang saham

serta kompensasi manajemen. Sedangkan

biaya yang ditimbulkan meliputi potensi

penalti oleh fiskus pajak, biaya

implementasi (waktu/upaya

mengimplementasikan transaksi pajak).

Oleh karena itu, pemegang saham

cenderung melindungi kepentingan mereka

dari tindakan agresivitas pajak setelah

mempertimbangkan biaya, manfaat, dan

risiko yang akan ditanggung. Menurut

Lanis dan Richardson (2011) agresivitas

pajak bukanlah rekomendasi kebijakan

yang mutlak untuk perusahaan dan akan

tergantung pada biaya dan manfaat yang

ditimbulkan.

Risiko Perusahaan (Corporate Risk) dan

Karakter Eksekutif

Menurut Hartono (2008) dalam

Budiman dan Setiyono (2012) risiko ada

kaitannya dengan return yang diperoleh

perusahaan, bahwa risiko merupakan

penyimpangan atau deviasi dari outcome

yang diterima dengan yang diekspektasi.

Page 7: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

7

Menurut Coles et al., (2004) corporate

risk merupakan cerminan dari policy yang

diambil oleh pimpinan perusahaan. Policy

yang diambil pimpinan perusahaan bisa

mengindikasikan apakah mereka memiliki

karakter risk taking atau risk averse (Coles

et al., 2004). Semakin tinggi corporate risk

maka eksekutif semakin memiliki karakter

risk taker, dan sebaliknya. Hal ini sesuai

dengan Paligorova (2010) yang

menyatakan bahwa tinggi rendahnya risiko

perusahaan ini mengindikasikan karakter

eksekutif apakah termasuk risk taker atau

risk averse.

Terkait dengan karakter eksekutif,

Maccrimon dan Wehrung (1990)

menyatakan bahwa eksekutif dengan

preferensi risk taker memiliki keberanian

lebih dalam mengambil keputusan bisnis,

memiliki dorongan kuat untuk memiliki

penghasilan, posisi, kesejahteraan, dan

kewenangan yang lebih tinggi. Sedangkan

eksekutif dengan preferensi risk averse

apabila mendapatkkan peluang maka akan

memilih risiko yang lebih rendah (Low,

2006).

Definisi Corporate Governance

International Financial Corporation

(IFC) mendefinisikan corporate

governance sebagai “struktur dan proses

untuk tujuan dan pengawasan

perusahaan”. The Organization for

Economic Cooperation and Development

(OECD) dalam IFC (2014) memberikan

definisi yang lebih rinci tentang corporate

governance sebagai berikut:

“Sarana internal untuk mengoperasikan

dan mengendalikan perusahaan [...], yang

melibatkan serangkaian hubungan antara

manajemen perusahaan, dewan, pemegang

saham, dan pemangku kepentingan

lainnya.. Corporate governance juga

menyediakan struktur melalui tujuan yang

ditetapkan perusahaan, dan sarana untuk

mencapai tujuan tersebut dan memantau

kinerja. Good corporate governance harus

memberikan insentif yang tepat bagi dewan

dan manajemen untuk mengejar tujuan

yang menjadi kepentingan perusahaan dan

pemegang saham, dan harus memfasilitasi

pemantauan yang efektif, sehingga

mendorong perusahaan untuk

menggunakan sumber daya lebih efisien.”

Tidak ada definisi tunggal mengenai

corporate governance yang dapat

digunakan pada seluruh situasi dan

yurisdiksi. Berbagai definisi sangat

tergantung pada institusi atau penulis,

negara dan tradisi hukum. Menurut Forum

Corporate Governance Indonesia atau yang

disingkat FCGI (2001), tujuan dari

corporte governance adalah “untuk

menciptakan nilai tambah bagi semua

pihak yang berkepentingan (stakeholder)”.

Dengan demikian terminologi corporate

governance dapat dipergunakan untuk

menjelaskan peranan dan perilaku dari

dewan komisaris, direksi, pengurus

perusahaan, dan para pemegang saham.

Corporate Governance memiliki lima asas

yang harus diterapkan pada setiap aspek

bisnis dan di semua jajaran perusahaan

yaitu transparasi, akuntabilitas,

responsibilitas, Independensi serta

kewajaran dan kesertaraan. Asas corporate

governance menjadi pedoman untuk

mencapai sustainability perusahaan

dengan memperhatikan stakeholders.

Apabila perusahaan dapat menerapkan

GCG, maka pelayanan perusahaan kepada

stakeholder akan meningkat yang

tercermin dari pengambilan keputusan

terbaik bagi kepentingan perusahaan.

Sistem Corporate Governance

Secara umum, terdapat dua jenis sistem

corporate governance yang digunakan

oleh negara-negara di dunia. Sistem

tersebut yaitu one-tier board system dan

two-tier board system. One-tier board

system dianut oleh negara-negara seperti

Inggris dan Amerika Serikat. Sedangkan

sistem two-tier board banyak digunakan

Page 8: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

8

negara-negara Eropa, seperti Belanda dan

Jerman.

Dalam two-tier board system, stuktur

pemerintahan dibagi menjadi dua

kelompok. Kelompok pertama disebut

sebagai supervisory board (dewan

pengawas) atau di Indonesia dikenal

dengan sebutan dewan komisaris. Dewan

komisaris atau yang juga bisa disebut

direktur non-executive ini terdiri dari

dewan komisaris independen dan dewan

komisaris non-independent (Ticker, 2009

dalam Rasyidah, 2013). Direktur non-

executive atau komisaris independen tidak

melaksanakan kegiatan operasional sehari-

hari namun memiliki tanggung jawab yang

sama dengan direktur eksekutif sebagai

pelaksana kegitan operasional perusahaan

(Smithson, 2004 dalam Rasyidah 2013).

Komisaris independen memberikan

kepercayaan tambahan kepada investor

bahwa pertimbangan dewan komisaris

bebas dari suatu bias (International Finance

Corporation, 2014). Kelompok kedua ialah

executive board (dewan pelaksana). Dewan

pelaksana terdiri dari semua direktur

pelaksana seperti Chief Executive Officer

(CEO) yang mempunyai tugas memimpin

dan bertanggung jawab untuk kestabilan

perusahaan; Chief Financial Officer

(CFO), yang mengatur aktivitas keuangan

dalam korporasi; dan Chief Operating

Officer (COO) yang merupakan manajer

senior dan bertanggung jawab mengatur

operasional perusahaan setiap hari dan

melaporkannya kepada CEO serta manajer

lain di bawahnya (Ticker, 2009 dalam

Rasyidah, 2013).

Dalam one-tier board system, peran

dewan pengawas dan pelaksana dijadikan

dalam satu wadah. Wadah ini disebut

sebagai board of directors (Ticker, 2009

dalam Rasyidah, 2013). One-tier board

system memiliki dua kelompok utama,

yaitu direktur eksekutif dan direktur non-

eksekutif. Direktur non-eksekutif tidak

terlibat dalam operasional keseharian

perusahaan, namun memiliki tanggung

jawab yang sama dengan direktur

eksekutif. Apabila dibandingkan dengan

sistem two-tier board, maka fungsi dari

direktur non-eksekutif hampir sama

dengan dewan komisaris karena sama-

sama tidak terlibat dalam operasional

keseharian perusahaan. Direktur non-

eksekutif yang independen, memainkan

peran penting dalam memantau tindakan

manajer agar selaras dengan kepentingan

terbaik pemilik perusahaan.

Dewan Komisaris

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

No.33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan

Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan

Publik, menjabarkan bahwa yang

dimaksud dewan komisaris adalah organ

emiten atau perusahaan publik yang

bertugas melakukan pengawasan secara

umum dan/atau khusus sesuai dengan

anggaran dasar serta memberi nasihat

kepada direksi. Menurut Egon Zehnder

International (2000) dalam Forum for

Corporate Governance Indonesia (2001)

dewan komisaris merupakan inti dari

corporate governance yang ditugaskan

untuk menjamin pelaksanaan strategi

perusahaan, mengawasi manajemen dalam

mengelola perusahaan, serta mewajibkan

terlaksananya akuntabilitas. Forum for

Corporate Governance in Indonesia

(2001) menjabarkan tugas-tugas dewan

komisaris sebagai berikut:

1. Menilai dan mengarahkan strategi

perusahaan, garis-garis besar rencana

kerja, kebijakan pengendalian risiko,

anggaran tahunan dan rencana usaha;

menetapkan sasaran kerja; mengawasi

pelaksanaan dan kinerja perusahaan;

serta memonitor penggunaan modal

perusahaan, investasi dan penjualan

aset;

2. Menilai sistem penetapan penggajian

pejabat pada posisi kunci dan

Page 9: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

9

penggajian anggota Dewan Direksi,

serta menjamin suatu proses pencalonan

anggota Dewan Direksi yang transparan

dan adil;

3. Memonitor dan mengatasi masalah

benturan kepentingan pada tingkat

manajemen, anggota dewan direksi dan

anggota dewan komisaris, termasuk

penyalahgunaan aset perusahaan dan

manipulasi transaksi perusahaan;

4. Memonitor pelaksanaan governance,

dan mengadakan perubahan di mana

perlu;

5. Memantau proses keterbukaan dan

efektifitas komunikasi dalam

perusahaan.

Tugas dewan komisaris sering disebut

sebagai business oversight karena

menyangkut pemantauan terhadap

kemampuan perusahaan untuk bertahan

hidup, melakukan kegiatan bisnis, dan

tumbuh atau berkembang (Muntoro, 2006).

Oleh karena itu, kebijakan yang menjadi

perhatian dewan komisaris adalah yang

bersifat strategis dan penting (Muntoro,

2006).

Komisaris Independen

Komisaris independen adalah

komisaris yang tidak memiliki hubungan

bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang

saham pengendali, anggota direksi dan

dewan komisaris lain, serta dengan

perusahaan itu sendiri. Menurut Forum for

Corporate Governance Indonesia (2001)

kriteria komisaris independen adalah

sebagai berikut:

1. Komisaris Independen bukan

merupakan anggota manajemen;

2. Komisaris Independen bukan

merupakan pemegang saham mayoritas,

atau seorang pejabat dari atau dengan

cara lain yang berhubungan secara

langsung atau tidak langsung dengan

pemegang saham mayoritas dari

perusahaan;

3. Komisaris Independen dalam kurun

waktu tiga tahun terakhir tidak

dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai

eksekutif oleh perusahaan atau

perusahaan lainnya dalam satu kelompok

usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam

kapasitasnya sebagai komisaris setelah

tidak lagi menempati posisi seperti itu;

4. Komisaris Independen bukan merupakan

penasehat profesional perusahaan atau

perusahaan lainnya yang satu kelompok

dengan perusahaan tersebut;

5. Komisaris Independen bukan merupakan

seorang pemasok atau pelanggan yang

signifikan dan berpengaruh dari

perusahaan atau perusahaan lainnya yang

satu kelompok, atau dengan cara lain

berhubungan secara langsung atau tidak

langsung dengan pemasok atau

pelanggan tersebut;

6. Komisaris independen tidak memiliki

kontraktual dengan perusahaan atau

perusahaan lainnya yang satu kelompok

selain sebagai komisaris perusahaan

tersebut;

7. Komisaris Independen harus bebas dari

kepentingan dan urusan bisnis apapun

atau hubungan lainnya yang dapat, atau

secara wajar dapat dianggap sebagai

campur tangan secara material dengan

kemampuannya sebagai seorang

komisaris untuk bertindak demi

kepentingan yang menguntungkan

perusahaan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

No.33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan

Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan

Publik, menyatakan bahwa dalam hal

dewan komisaris terdiri dari lebih dari dua

anggota, jumlah komisaris independen

wajib paling kurang 30% dari jumlah

seluruh anggota dewan komisaris.

Diversitas Gender Dewan Komisaris

Sejak akhir 1990-an, partisipasi

wanita dalam jajaran dewan pengawas

(board of directors) semakin terkait dalam

Page 10: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

10

dunia bisnis dengan corporate governance

dan efektivitas organisasi yang lebih baik

(Ely dan Thomas, 2001). Menurut

Kusumastuti dkk (2007) wanita memiliki

sikap kehati-hatian yang sangat tinggi,

cenderung menghindari risiko, dan lebih

teliti dibandingkan pria.

Selama beberapa tahun terakhir,

minat terhadap diversitas gender pada

susunan top excecutive dan boards of

directors perusahaan di berbagai negara

mengalami peningkatan. Di Norwegia,

sejak Januari 2008 semua perusahaan yang

listed harus mematuhi kuota gender 40%

untuk direktur perempuan atau dibubarkan.

Peraturan ini diikuti Spanyol pada 2015

(Adams & Ferreira, 2009) dan Perancis

pada 2017 (Khaoula dan Ali, 2012).

Sedangkan negara berkembang seperti

India, China dan negara-negara Timur

Tengah (Tunisia dan Jordan) mulai

menyadari pentingnya mengembangkan

talent wanita di tingkat dewan (Singh, et

al., 2009).

Keahlian Keuangan (Financial

Expertise) Dewan Komisaris Selain peran dari komite audit,

tanggung jawab kualitas laporan keuangan

juga terletak pada dewan komisaris

(Prastiti dan Meiranto, 2013; Machfoeds,

2006). komisaris mempunyai tanggung

jawab untuk mengawasi proses laporan

keuangan. Komisaris bertemu secara rutin

dengan staff akuntansi dan auditor

eksternal untuk mereview laporan

keuangan, prosedur audit dan mekanisme

kontrol internal (Machfoeds, 2006).

Komite Nasional Kebijakan

Governance (2006) atau KNKG

menyinggung tentang latar belakang

akuntansi atau keuangan yang harus

dimiliki oleh komisaris independen tetapi

tidak memberikan kriteria yang pasti

mengenai latar belakang akuntansi atau

keuangan tersebut. Blue Ribbon Committee

(1999) dalam Chtourou et al., (2001)

mendefinisikan keahlian keuangan sebagai

pengalaman bekerja di bidang keuangan

atau akuntansi; sertifikasi profesional yang

diperlukan dalam akuntansi; pengalaman

lain yang sebanding atau latar belakang

yang dapat menghasilkan individual’s

financial sophistication, termasuk sedang

atau pernah menjadi CEO atau sebagai

senior dengan tanggung jawab pengawasan

keuangan. Keahlian keuangan dewan

komisaris dapat diperoleh melalui

pendidikan formal dan pengalaman dewan

komisaris dalam bidang keuangan.

Pengembangan Hipotesis

Pengaruh Karakter Eksekutif terhadap

Agresivitas Pajak

Menurut Coles et al., (2004) risiko

perusahaan (corporate risk) merupakan

cerminan dari kebijakan (policy) yang

diambil oleh perusahaan. Policy yang

diambil pimpinan perusahaan dapat

mengindikasikan apakah mereka memiliki

karakter risk taking atau risk averse (Coles

et al., 2004). Hal ini senada dengan

Paligorova (2010) yang menyatakan tinggi

rendahnya risiko perusahaan ini

mengindikasikan karakter eksekutif

apakah termasuk risk taker atau risk

averse. Budiman dan Setiyono (2012)

menemukan adanya bukti bahwa risiko

perusahaan dapat menjadi cerminan

karakter eksekutif dalam pengambilan

kebijakan penghindaran pajak perusahaan.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa semakin besar risiko perusahaan,

maka eksekutif perusahaan bersifat risk

taker dan semakin eksekutif bersifat risk

taker maka akan semakin tinggi tingkat

penghindaran pajak. Hasil penelitian

tersebut sesuai dengan penelitian Hanafi

dan Harto (2014). Sedangkan Mayangsari

(2015) menunjukkan bahwa karakter

eksekutif tidak memiliki efek apapun

dengan agresivitas pajak. Berdasarkan

Page 11: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

11

teori serta perbedaan penelitian terdahulu

maka hipotesis yang dikembangkan dalam

penelitian ini adalah:

H1: Eksekutif dengan karakter risk taker

berpengaruh positif terhadap agresivitas

pajak (berpengaruh negatif terhadap ETR)

Pengaruh Proporsi Komisaris

Independen terhadap Agresivitas Pajak

Menurut Lanis dan Richardson (2011)

bahwa outside directors dapat

meningkatkan efektivitas dalam memantau

manajemen dan meningkatkan kapatuhan

pajak perusahaan. Lanis & Richardson

(2011) dan Maharani dan Suardana (2014)

membuktikan.bahwa dewan yang lebih

independen dapat mencegah agresivitas

pajak seiring peningkatan tata kelola.

Namun penelitian Zemzem & Ftouhi,

(2013) dan Simorangkir dkk., (2018)

membuktikan bahwa tingginya proporsi

komisaris independen suatu perusahaan

tidak mengurangi tingkat agresivitas pajak.

Berdasarkan teori dan inkonsistensi hasil

penelitian terdahulu maka hipotesis yang

dikembangkan dalam penelitian ini adalah:

H2: komisaris independen berpengaruh

negatif terhadap agresivitas pajak

(berpengaruh positif terhadap ETR)

Pengaruh Diversitas Gender Dewan

Komisaris terhadap Agresivitas Pajak

Menurut Adams dan Ferreira (2009),

adanya wanita pada dewan akan

meningkatkan fungsi efektivitas dewan

dengan melakukan pengawasan yang lebih

intensif terhadap tindakan manajer. Dewan

wanita memiliki efek yang sama seperti

direktur independen (Adams dan Ferreira,

2009). Dari sisi perilaku sosiologis, gender

dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang.

Jackson dan Miliron (1986) dalam

Gunawan (2018) dan Hesseldine (1999)

menemukan bahwa gender dapat

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak

yang menunjukkan bahwa wanita lebih

patuh pajak daripada pria. Selain itu, dalam

pengambilan keputusan perusahan, Powell

dan Ansic (1997) menemukan bahwa

wanita lebih menghindari risiko daripada

pria dan juga mengadopsi strategi yang

berbeda dalam membuat keputusan

finansial. Hal ini didukung oleh

Kusumastuti, (2007), bahwa wanita

memiliki sikap kehati-hatian yang sangat

tinggi, cenderung menghindari risiko, dan

lebih teliti dibandingkan pria. Sifat risk

averse pada wanita membuat wanita

mengambil keputusan yang berisiko lebih

rendah sehingga akan mengurangi tingkat

agresivitas pajak.

Penelitian oleh Zemzem & Ftouhi

(2013) dan Khaoula dan Ali (2012) pada

perusahaan di Tunisia. membuktikan

adanya wanita dalam jajaran dewan

komisaris dapat mengurangi tingkat

agresivitas pajak perusahaan. Sedangkan

penelitian yang dilakukan oleh Khaoula

dan Ali (2012) di Amerika dan Gunawan

(2018) di Indonesia tidak membuktikan

adanya hubungan antara diversitas gender

terhadap agresivitas pajak. Berdasarkan

teori dan perbedaan hasil penelitian

sebelumnya, maka dirumuskan hipotesis

penelitian sebagai berikut:

H3: Diversitas gender dewan komisaris

berpengaruh negatif terhadap agresivitas

pajak (berpengaruh positif terhadap ETR)

Pengaruh Keahlian Keuangan Dewan

Komisaris

Armstrong et al (2014) menyatakan

bahwa dewan yang memiliki literasi

finansial dapat mencegah tingkat

penghindaran pajak yang ekstrem dan

membatasi keputusan penghindaran pajak

manajer. Hal ini didukung oleh Robinson

et al., (2012), bahwa proporsi dewan yang

memiliki keahlian akuntansi berkaitan

dengan perencanaan pajak yang lebih

umum namun mengurangi perencanaan

pajak yang berisiko. Komite Nasional

Kebijakan Governance (2006)

merekomendasikan salah satu komisaris

Page 12: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

12

independen yang termasuk anggota dewan

komisaris harus mempunyai latar belakang

akuntansi atau keuangan.

Armstrong et al., (2014) membuktikan

adanya hubungan positif antara jumlah

dewan yang memiliki keahlian keuangan

(financial expertise) dan penghindaran

pajak pada saat tingkat penghindaran pajak

rendah, namun memiliki hubungan negatif

saat tingkat penghindaran pajak tinggi.

Sedangkan Puspita dan Harto (2014) tidak

menemukan adanya hubungan antara

keahlian keuangan komite audit dan

agresivitas pajak. Berdasarkan teori dan

perbedaan hasil penelitian sebelumnya,

maka dirumuskan hipotesis penelitian

sebagai berikut:

H4: Keahlian keuangan dewan komisaris

berpengaruh negatif terhadap agresivitas

pajak (berpengaruh positif terhadap ETR)

Model Penelitian

Penelitian ini memiliki model sebagai

berikut:

z

III. METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam

penerlitian ini adalah penelitian kuantitatif

dengan pendekatan deskriptif .

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah

perusahaan manufaktur yang terdaftar di

BEI pada tahun 2016-2018. Pemilihan

populasi didasari oleh keterlibatan

beberapa perusahaan manufaktur dalam

kasus agresivitas pajak seperti PT Coca

Company pada tahun 2004 dan PT Bentoel

International Investama di tahun 2019,

besarnya andil perusahaan manufaktur

dalam penyumbangan pajak penghasilan

(pph) nonmigas yang mencapai 30% setiap

tahunnya, dan penerimaan sektor

manufaktur yang tumbuh melambat secara

tahunan (year on year) pada tahun 2018

dibandingkan 2017.

Pemilihan sampel dilakukan

menggunakan metode purposive sampling

dengan tujuan untuk mendapatkan sample

bedasarkan kriteria yang sesuai dengan

tujuan penelitian. Kriteria sampel dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sampel merupakan perusahaan

manufaktur yang terdaftar di BEI

selama tahun 2016-2018

2. Sampel menerbitkan laporan tahunan

secara lengkap

3. Sampel menggunakan rupiah dalam

pelaporannya

4. Sampel tidak mengalami kerugian

selama 2016-2018 dikarenakan dapat

menyebabkan adanya distorsi.

5. Perusahaan manufaktur yang memiliki

beban pajak positif karena pengaruh

masa lalu (Darmadi, 2013)

6. Nilai Effective Tax Rates (ETR) tidak

lebih dari 1 agar tidak ada masalah

dalam estimasi model (Gupta dan

Newberry, 1997).

Perusahaan manufaktur yang terdaftar

di BEI setiap tahunnya dari tahun 2016-

2018 adalah 168 perusahaan. Dari

keseluruhan sampel hanya 44 sampel

Variabel Independen

Karakter Eksekutif

Proporsi komisaris independen

Diversitas gender dewan

komisaris

Keahlian keuangan dewan

komisaris

Variabel

Kontrol

ROA

Leverage

Agresivitas

Pajak

Page 13: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

13

perusahaan yang memenuhi ke-6 kriteria.

Sehingga total sampel adalah 44

perusahaan x 3 tahun penelitian yaitu 132

sample.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data sekunder.

Sumber data penelitian ini merupakan data

sekunder berupa laporan keuangan dan

laporan tahunan perusahaan manufaktur

tahun 2016-2018 yang diperoleh dari

website resmi Bursa Efek Indonesia yaitu

www.idx.co.id.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah

dengan menggunakan dokumentasi. Dalam

penelitian ini, metode dokumentasi

dilakukan dengan mengumpulkan data-

data sekunder perusahaan manufaktur yang

diperoleh dari website milik BEI.

Pengukuran Variabel

Agresivitas Pajak

Agresivitas pajak diproksikan dengan

Effective Tax Rate (ETR). ETR mampu

merefleksikan perbedaan tetap antara

perhitungan laba buku dengan laba fiskal

(frank et al., 2009). Semakin besar ETR

berarti semakin rendah tingkat agresivitas

pajak. ETR dihitung dengan cara:

𝐸𝑇𝑅 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑎𝑥 𝑒𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒

𝑃𝑟𝑒 − 𝑡𝑎𝑥 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒

Karakter Eksekutif

Untuk mengetahui karakter eksekutif

maka digunakan risiko perusahaan

(corporate risk) yang dimiliki perusahaan

(Budiman dan Setiyono, 2012). Corporate

risk mencerminkan penyimpangan atau

deviasi standar dari earning baik

penyimpangan itu bersifat kurang dari yang

direncanakan atau lebih dari yang

direncanakan, semakin besar deviasi laba

perusahaan maka semakin besar risiko

perusahaan (Budiman dan Setiyono, 2012).

Tinggi rendahnya risiko perusahaan ini

mengindikasikan karakter eksekutif

apakah termasuk risk taker atau risk averse

(Budiman dan Setiyono, 2012). Paligorova

(2010) mengukur risiko perusahaan

melalui deviasi standar dari EBITDA

(Earnings Before Interest, Tax,

Depreciation and Amortization) dibagi

dengan total aset perusahaan. Berikut

adalah rumus perhitungan risiko

perusahaan:

𝑅𝑖𝑠𝑘 =

𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 (𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 +

𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 + 𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖)

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡

Proporsi Komisaris Independen

Komisaris Independen dapat diketahui

dari keterangan jabatan dalam susunan

dewan komisaris yang tercantum dalam

laporan tahunan perusahaan. Proporsi

komisaris independen diukur dengan

membagi total komisaris independen

dengan total dewan komisaris perusahaan

(Lanis dan Richardson, 2011)

Diversitas Gender Anggota Dewan

Komisaris

Diversitas gender anggota dewan

komisaris diukur dengan membagi total

dewan komisaris wanita dengan total

dewan komisaris (Zemzem dan Ftouhi,

2013).

Keahlian Keuangan (Financial Expertise)

Dewan Komisaris

Keahlian keuangan anggota dewan

komisaris diukur dengan membagi total

dewan komisaris yang memiliki keahlian

keuangan dengan total dewan komisaris.

Dalam penelitian ini dewan komisaris

dikatergorikan memiliki keahlian keuangan

jika informasi biografis dewan komisaris

dalam laporan tahunan memiliki latar

belakang pendidikan ekonomi, keuangan

dan/atau bisnis (Kusumastuti, 2017). Selain

itu, kriteria keahlian akuntansi dan keuangan

Page 14: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

14

juga mengadopsi kriteria Badalato et al.,

(2014) yang disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Keahlian

Akuntansi dan Keahlian Keuangan

Sumber: Badalato et al., (2014)

Variabel Kontrol

Profitabilitas (Return on Assets)

ROA mencerminkan kemampuan

perusahaan dalam memperoleh laba

melalui aktivitas ekonominya dengan

menggunkan aset yang dimilikinya.

Berikut ini adalah rumus ROA yang

diginakan Gupta dan Newberry (1997):

𝑅𝑂𝐴 =𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡

Leverage (Debt Ratio)

Leverage dalam penelitian ini dihitung

menggunakan debt ratio (rasio hutang).

Rasio ini menggambarkan hubungan total

hutang terhadap total aset perusahaan

dengan tujuan untuk mengukur seberapa

besar perusahaan mengandalkan hutang

untuk membiayai asetnya. Berikut adalah

rumus leverage yang juga digunakan oleh

Suyanto dan Supramo (2012):

𝐿𝑒𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 =𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡

Metode Analisis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan

analisis regresi linear berganda dengan

menggunakan persamaan regresi sebagai

berikut:

ETR = α+ β1RISK +β2IND+β3DIV

+β4EXP+β5ROA+ β6LEV+e

Keterangan :

ETR : agresivitas pajak

α : konstanta

β1-6 : koefisien regresi

RISK : standar deviasi EBITDA

IND : persentase komisaris

independen

DIV : persentase dewan komisaris

wanita

EXP : persentase dewan yang memiliki

keahlian keuangan

ROA : Laba sebelum pajak dibagi

dengan total aset

LEV : Total hutang dibagi dengan

total aset

e : Error

IV. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan output SPSS 21, angka

adjusted R2 atau koefisien determinasi

adalah 0.231. Hal ini berarti bahwa 23.1 %

variabel ETR akan dipengaruhi oleh

variabel bebas yang berupa risiko

perusahaan, proporsi komisaris

independen, diversitas gender dan variabel

kontrol yaitu ROA dan leverage.

Sedangkan sisa sebesar 76,9 % variabel

ETR dijelaskan oleh sebab-sebab lain di

luar model regresi. Berdasarkan uji

ANOVA atau F test diperoleh F hitung

Keahlian

Akuntansi

Keahlian

Keuangan

Chief Finance

Officer

Banker

Accounting

Officer

Analyst

Chief Accountant Loan Officer

Controller Investment

Manager

Certified Public

Accountant

Fund Manager

Chartered

Accountant

Asset Manager

Financial Officer Treasuress

Head of

Accounting

Finance Director

Employment of

Audit Firm

Manager Finance

Vice President

Finance

Page 15: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

15

sebesar 7.556 dengan tingkat

signifikansinya sebesar 0.000/ Karena

signifikansi jauh lebih kecil dari 0.05 maka

model dapat digunakan untuk memprediksi

agresivitas pajak atau dapat disimpulkan

bahwa ke-6 variabel independen secara

bersama-sama berpengaruh terhadap

agresivitas pajak. Hasil uji hipotesis

ditunjukkan dalam tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Uji t / Parsial

Sumber: Data sekunder diolah (2019)

Pengujian hipotesis pertama

menunjukkan nilai t sebesar -3,455 dengan

signifikansi sebesar 0.001 < α = 0.05.

Dapat disimpulkan bahwa risiko

perusahaan berpengaruh signfikan

terhadap ETR. Dengan meningkatnya

RISK maka ETR akan mengalami

penurunan signifikan. Hal ini berarti

hipotesis pertama (H1) diterima. Dengan

demikian eksekutif dengan karakter risk

taker akan meningkatkan agresivitas pajak

perusahaan.Besarnya risiko yang diambil

oleh eksekutif perusahaan untuk

memaksimalkan laba akan menjadi pemicu

dalam melakukan agresivitas pajak karena

agresivitas pajak dapat memperbesar tax

savings. Hasil penelitian ini sesuai dengan

peneitian yang dilakukan oleh Budiman

dan Setiyono (2012) dan Hanafi dan Harto

(2014).

Pengujian hipotesis kedua

menunjukkan nilai t sebesar -2,270 dengan

signifikansi sebesar 0,025 < α = 0.05. Maka

komisaris independen berpengaruh

signifikan terhadap ETR. Dengan

meningkatnya IND maka ETR akan

mengalami penurunan signifikan. Hal ini

berarti hipotesis kedua (H2) ditolak. Hal ini

terjadi karena penambahan komisaris

independen hanya formalitas belaka

sehingga komisaris independen tidak dapat

menjalankan tugasnya dengan efektif. Hal

tersebut disebabkan karena perusahaan

publik di Indonesia umumnya berpola

kepemilikan yang terkonsentrasi dengan

basis hubungan keluarga (family

ownership) serta pada umumnya

bergabung dalam suatu jaringan kelompok

bisnis berbasis keluarga (family business

groups) (Lukviarman, 2004). Dengan

bercirikan keluarga sebagai pemilik

mayoritas perusahaan, maka peluang untuk

mendahulukan kepentingan pemilik

mayoritas diatas kepentingan pemilik

minoritas dan masyarakat menjadi sangat

besar. Penelitian ini mendukung penelitian

yang dilakukan Nugroho dan Firmansyah

(2017) dan Adam dkk (2018).

Pengujian hipotesis ketiga

menunjukkan nilai t sebesar -2,664 dengan

signifikansi sebesar 0.009 < α = 0.05,

maka dapat disimpulkan bahwa diversitas

gender dewan komisaris berpengaruh

secara signifikn terhadap ETR. Dengan

ditingkatkannnya DIV maka ETR akan

mengalami penurunan signifikan. Hal ini

berarti hipotesis ketiga (H3) ditolak.

Semakin tinggi persentase wanita dalam

jajaran dewan komisaris dapat

meningkatkan agresivitas pajak karena

wanita mengadopsi kebijakan kas yang

lebih konservatif (Suherman, 2017).

Schoubben dan Uytbergen (2014); Zeng

dan Wang (2015) dan Suherman (2017)

menemukan bahwa wanita dalam jajaran

dewan atau CEO wanita memiliki

pengaruh positif signifikan terhadap cash

holding. Penghindaran pajak merupakan

salah satu cara perusahaan meningkatkan

cash holding. Penelitian ini mendukung

penelitian Amri (2017) yang membuktikan

bahwa peningkatan kompensasi

Variabel

t

hitung Sig.

t

tabel

RISK -3,455 0,001

1,979

IND -2,270 0,025

DIV -2,664 0,009

EXP 1,290 0,200

ROA 0,473 0,637

LEV 4,852 0,000

Page 16: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

16

manajemen berpengaruh positif terhadap

penghindaran pajak apabila diberikan

kepada eksekutif yang memiliki

karakteristik gender dewan yang

terdiversifikasi.

Pengujian hipotesis keempat

menunjukkan nilai t sebesar 1,290 dengan

signifikansi sebesar 0.200 > α = 0.05,

maka dapat disimpulkan bahwa keahlian

keuangan terhadap tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap ETR. Hal ini

berarti hipotesis keempat (H4) ditolak. Hal

ini mengindikasikan bahwa keahlian

keuangan dewan komisaris tidak memberi

efek bagi komisaris untuk melakukan suatu

hal yang berhubungan dengan keuangan

perusahaan, termasuk di dalamnya

agresivitas pajak. Menurut peneliti, hal ini

dikarenakan dewan komisaris tidak dapat

menjalankan fungsi pengawasan secara

efektif karena masih banyaknya

perusahaan di Indonesia yang

terkonsentrasi pada kepemilikan

perusahaan keluarga sehingga pihak

mayoritas mendapatkan peluang yang lebih

tinggi dalam mempengaruhi keputusan

perusahaan. Dengan atau tanpa keahlian

keuangan, dewan komisaris merupakan

partner yang pasif bagi dewan direksi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian

Puspita dan Harto (2014) yang tidak

menemukan hubungan antara keahlian

akuntansi atau keuangan komite audit

dengan agresivitas pajak.

Variabel kontrol ROA menunjukkan nilai t

sebesar 0,473 dengan signifikansi sebesar

0,637 > α = 0.05, maka ROA tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

ETR. Agresivitas pajak dilakukan dengan

menurunkan pretax income sehingga beban

pajak perusahaan rendah, namun semua

perusahaan berupaya untuk memperoleh

laba yang tinggi. Oleh sebab itu,

perusahaan tidak melakukan agresivitas

pajak dengan cara menurunkan pretax

income karena hal tersebut akan

menurunkan rasio profitablitas perusahaan

(Hadi dan Mangoting, 2014). Hasil

penelitian ini mendukung hasil penelitian

Hadi dan Mangoting (2014); Cahyono dan

Raharjo (2016).

Variabel kontrol leverage

menunjukkan nilai t sebesar 4,852 dengan

signifikansi 0.000 < α = 0.05, maka

leverage berpengaruh secara signifikan

terhadap ETR. Dengan meningkatnya

leverage maka ETR akan mengalami

peningkatan yang tinggi. Semakin tinggi

penggunaan utang oleh perusahaan, maka

semakin banyak pihak eksternal yang

terlibat dalam kegiatan pendanaan

perusahaan (Aprianto dan Dwimulyadi,

2019). Dengan demikian, semakin tinggi

tingkat ketergantungan perusahaan atas

dana dari pihak ketiga. Pihak ketiga

sebagai kreditur akan mengawasi

perusahaan agar dapat melunasi

kewajibannya sehingga manajemen

perusahaan memiliki motivasi yang rendah

dalam praktik penghindaran pajak

dikarenakan adanya fungsi pengawasan

yang dilakukan kreditur (Aprianto dan

Dwimulyadi, 2019). Penelitian ini

mendukung penelitian Swingly dan

Sukartha (2015); Marfirah dan Syam

(2016) dan (Aprianto dan Dwimulyadi,

2019).

V. PENUTUP

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

variabel karakter eksekutif yang

diproksikan dengan risiko perusahaan,

komisaris independen yang diproksikan

dengan persentase komisaris independen

dan diversitas gender yang diproksikan

dengan persentase dewan wanita, dan

variabel kontrol Return on Asset terbukti

berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

Namun, penelitian ini tidak membuktikan

bahwa keahliah keuangan dewan komisaris

yang diproksikan dengan persentase dewan

Page 17: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

17

yang memiliki keahlian keuangan dan

variabel kontrol leverage yang diprosikan

dengan debt ratio memiliki pengaruh

terhadap agresivitas pajak.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan

yang perlu diperhatikan untuk penelitian

berikutnya yaitu pertama, sampel

penelitian terbatas pada 44 perusahaan

terpilih dari 168 perusahaan manufaktur

yang listing di BEI dan jangka waktu

penelitian hanya mengambil periode

observasi selama 3 tahun sehingga hasil

penellitian belum dapat menggambarkan

keadaan yang sebenarnya. Kedua, variabel

keahlian keuangan dewan komisaris gagal

membuktikan adanya pengaruh signifikan

terhadap agresivitas pajak sehingga masih

memerlukan variabel independen lain

untuk menentukan faktor yang

mempengaruhi agresivitas pajak. Hal ini

disebabkan oleh perhitungan variabel yang

belum secara spesifik memisahkan keahlian akuntansi, keahlian keuangan

atau keahlian pajak dewan komisaris

sehingga hasil penelitian belum dapat

menggambarkan keadaan yang

sebenarnya. Ketiga, variabel kontrol

ROA gagal membuktikan adanya

pengaruh signifikan terhadap

penghindaran pajak sehingga masih

memerlukan untuk mempertimbangkan

variabel kontrol lain di luar model

penelitian untuk menentukan faktor

yang mempengaruhi agresivitas pajak

di perusahaan manufaktur.

Saran

Atas dasar keterbatasan tersebut,

diharapkan penelitian selanjutnya agar

pertama mempertimbangkan

menambah jumlah perusahaan sebagai

sampel penelitian agar hasil penelitian

mencerminkan keadaan yang

sebenarnya. Kedua, mempetimbangkan

menambah variabel independen di luar

model penelitian ini agar dapat

diketahui faktor-faktor lain yang

mempengaruhi agresivitas pajak,

seperti komite audit dan corporate

governance.Ketiga,mempertimbangka

n variabel kontrol diluar penelitian agar

dapat diketahui faktor yang

mempengaruhi agresivitas pajak.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, M., Fuadah, L. L., & Putri, S. P.

2018. The effect of corporate

governance mechanism on tax

aggressiveness with earnings

management as intervening

variable. Journal of Accounting,

Finance and Auditing Studies,

4(4), 11-26.

Adams, R. B., & Ferreira, D. 2009.

Women in the boardroom and

their impact on governance and

performance. Journal of

Financial Economics, 94, 291–

309.

Aljana dan Purwanto. 2017. Pengaruh

Profitabilitas, Struktur

Kepemilikan dan Kualitas Audit

Terhadap Manajemen Laba.

Diponegoro Journal of

Accounting, 6 (3), 1-15.

Amri, Muhtadin. 2017. Pengaruh

Kompensasi Manajemen

terhadap Penghindaran Pajak

dengan Moderasi Diversifikasi

Gender Direksi dan Preferensi

Resiko Eksekutif. Jurnal Aset

(Akuntansi Riset), 9(1), 2017, 1-

4.

Page 18: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

18

Armstrong, C. S., Blouin, J. L.,

Jagolinzer, A.D., & Larcker, D.

F. 2014. Corporate Governance,

Incentives, and Tax Avoidance.

Asroni, Robi. 2018. Analisis Pengaruh

Tata Kelola Perusahaan dan

Karakteristik Direktur Utama

Terhadap Tindakan Pajak

Agresif di Indonesia. SKRIPSI.

Program Sarjana Fakultas

Ekonomika dan Bisnis.

Universitas Diponegoro.

Badolato, P. G., D. C. Donelson, and

M. Ege.2014. Audit Committee

Financial Expertise and

Earnings Managements: The

Role of Status. Journal of

Accounting and Economics, 58

(2-3), 208-230.

Budiman, J., dan Setiyono. 2012.

Pengaruh Karakter Eksekutif

Terhadap Penghindaran Pajak

(Tax avoidance). Simposium

Nasional Akuntansi XV.

Banjarmasin, Indonesia, 20-23

September.

Byrd, J & Hickman, K, 1992. Do

Outside Directors Monitor

Managers? Evidence from

Tender and Bids. Journal of

Financial Economics,Vol.

32:192-222.

Cahyono, D.D., Andini, R. & Raharjo,

K. 2016. Pengaruh Komite

Audit, Kepemilikan Institusional,

Dewan Komisaris, Ukuran

Perusahaan (SIZE), Leverage

(DER) dan Profitabilitas (ROA)

Terhadap Tindakan

Penghindaran Pajak (Tax

Avoidance) Pada Perusahaan

Perbankan Yang Listing BEI

Periode Tahun 2011-2013.

Journal of Accounting.Vol 2, No.

2.

Carter, D. A., Simkins, B. J., &

Simpson, W. G. 2003. Corporate

governance, board diversity and

firm value. Financial Review,38,

33–53.

Chen, S., Chen, X., Cheng, Q., Shevlin,

T. 2010. Are family firms more

tax aggressive than non-family

firms?. Journal of Financial

Economics. 91, (1), 41-61.

Research Collection School Of

Accountancy.

Chtourou, S. M., J. Bedard., & L.

Courteau. 2001. Corporate

Governance and Earnings

Management.http:/www.ssrn.co

m.

Coca Cola Diduga Akali Setoran Pajak.

2014. Diakses dari:

https://ekonomi.kompas.com/rea

d/2014/06/13/1135319/Coca.Col

a.Diduga.Akali.Setoran.Pajak

Coles, Jeffrey L., Daniel, Naveen D.,

Naveen, Lalitha. 2004.

Managerial Incentives And Risk-

Taking. The Accounting Review,

J-33.

Croson, R., & Gneezy, U. 2009.

Gender Differences in

Preferences. Journal of

Economic Literature 47(2), 448–

474.

Darmadi, Iqbal Nul Hakim dan

Zulaikha. 2013. Analisis Faktor

Page 19: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

19

yang Mempengaruhi Manajemen

Pajak dengan Indikator Tarif

Pajak Efektif (Studi Empiris

pada Perusahaan Manufaktur

yang Terdaftar di BEI pada

tahun 2011-2013). Diponegoro

Journal of Accounting. Vol. 2,

No. 4, Hal 1-12.

Desai, M.A., & Dharmapala, D., 2007.

Corporate Tax Avoidance and

Firm Value. Journal of Financial

Economics.

Dwiharyadi, Anda. 2017. Pengaruh

Keahlian Akuntansi dan

Keuangan Komite Audit dan

Dewan Komisaris Terhadap

Manajemen Laba. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan

Indonesia. Vol.14 (1): 75-93.

Dwimulyani, Susi dan Muhammad

Aprianto. 2019. Pengaruh Sales

Growth dan Leverage Terhadap

Tax Avoidance dengan

Kepemilikan Institusional

Sebagai Variabel Moderasi.

Prosiding Seminar Nasional

Pakar ke 2 Tahun 2019.

Dyreng, Scott D., Hanlon, Michelle &

Maydew Edward L. 2010. The

Effect of Executives on Corporate

Tax Avoidance. The Accounting

Review, 85, 1163-1189.

Ely, R. J., & Thomas, D. A. 2001.

Cultural diversity at work: The

effects of diversity perspectives

on work group processes and

outcomes. Administrative

Science Quarterly, 46(2), 229–

273.

Erle, B. 2008. Tax risk management

and board responsibility.

Springer-Verlag, Berlin,

Heidelberg, pp. 205–220.

FCGI. 2001. Seri Tata Kelola

Perusahaan (Corporate

Governance), Jilid II, Peranan

Dewan Komisaris dan Komite

Audit dalam Pelaksanaan

Corporate Governance (Tata

Kelola Perusahaan).

www.fcgi.or.id

Frank, M., Lynch, L., & Rego, S. 2009.

Tax Reporting Aggressiveness

and Its Relation to Aggressive

Financial Reporting. The

Accounting Review Vol.84,

No.2, pp. 467-496.

Ghozali, I. 2016. Aplikasi Analisis

Multivariate Dengan Program

IBM SPSS 23. Edition 8.

Semarang: Diponegoro

University.

Gunawan, Elissa Virginia. 2018.

Pengaruh Karakteristik Dewan

Komisaris terhadap Aggressive

Tax Planning pada Perusahaan

yang terdaftar di BEI periode

2013-2015. Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Universitas

Surabaya. Vol 7(1): 407-431.

Gupta, S., & Newberry, K. 1997.

Determinants of the variability on

corporate effective tax rates:

evidence from longitudinal data.

Journal of Accounting and Public

Policy 16 (1), 1–34.

Hadi, Junaila dan Yenni, Mangoting.

2014. Pengaruh Struktur

Kepemilikan dan Karakteristik

Page 20: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

20

Dewan Terhadap Agresivitas

Pajak. Tax and Accounting

Review, Vol. 4, No. 2, 1-10.

Hanafi, Umi dan Puji, Harto. 2014.

Analisis Pengaruh Kompensasi

Eksekutif, Kepemilikan Saham

Eksekutif dan Preferensi Risiko

Eksekutif Terhadap

Penghindaran Pajak

Perusahaan. Diponegoro Journal

of Accounting ISSN. Vol.3,

No.2.

Hasseldine, J. 1999. Gender

Differences in Tax Compliance.

Asia-Pacific Journal of Taxation

3(2), 73–89.

IFC Mendukung Perempuan di Jajaran

Direksi Perusahaan di Indonesia.

2013. Diakses dari:

https://www.worldbank.org/in/ne

ws/feature/2013/07/31/ifc-

championing-women-on-

corporate-boards-in-indonesia.

Industri Manufaktur Penyumbang

Pajak Terbesar. 2018. Diakses

dari:https://kemenperin.go.id/arti

kel/18640/Industri Manufaktur-

Penyumbang-Pajak-Terbesar.

International Finance Corporation.

2014. The Indonesian Corporate

Governance Manual. First

Edition. Jakarta.

Kementerian Keuangan Republik

Indonesia. 2019.

MEDIAKEUANGAN

Transparansi Informasi

Kebijakan Fiskal. Vol. XIV,

No.138. Diakses dari:

https://www.kemenkeu.go.id/me

dia/11668/apbn-kita-januari-

2019.pdf.

Khaoula, A. 2013. Does Corporate

Governance Affect Tax

Planning? Evidence from

American Companies.

International Journal of

Advanced Research, 1(10), 864–

873.

Khaoula, A., & Ali, Z. M. 2012. The

Board Of Directors and The

Corporate Tax Planning:

Empirical Evidence from

Tunisia. International Journal

of Accounting and Financial

Reporting, 2(2), 142–157.

Komite Nasional Kebijakan

Governance. 2006. Pedoman

Umum Good Corporate

Governance Indonesia. Jakarta.

Kusumastuti.S., Supatmi, dan Perdana,

S. 2007. Pengaruh Board

Diversity terhadap Nilai

Perusahaan dalam Perspektif

Corporate Governance. Jurnal

Akuntansi dan Keuangan.

Vol.9(2): 88-98.

La Porta, Rafael & Lopez-De Silanez.

1999. Corporate Ownership

Around The World. Journal of

Finance, 54, 471-518.

Lanis, R., & Richardson, G. 2011. The

effect of board of director

composition on corporate tax

aggressiveness. Journal of

Accounting and Public Policy, 30

(1), 50–70.

Lanis, R., dan Richardson, G. 2012.

Corporate social responsibility

Page 21: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

21

and Tax Aggresiveness: an

Empirical Analysis. Journal of

Accounting and Public Policy 31:

86-108.

Low, Angie. 2006. Managerial Risk-

Taking Behavior and Equity-

Based Compensation. Fisher

College of Business Working

Paper, 03-003.

Lukviarman, Niki. 2014. Etika Bisnis

Tak Berjalan di Indonesia: Ada

Apa Dalam Corporate

Governance?. JSB No.9 Vol.2.

ISSN : 0853 – 7665.

MacCrimmon, Kenneth R. & Wehrung

Donald A. 1990. Characteristics

of Risk Taking Executives.

Management Science, pp 422.

Machfoeds, Mas’ud. 2006. Board

Duties. Jakarta: Lembaga

Komisaris dan Direktur

Indonesia.

Maharani,I.G.A.C., dan Suardana, K.A.

2014. Pengaruh Corporate

Governance, Profitabilitas, dan

Karakteristik Eksekutif Pada

Tax Avoidance Perusahaan

Manufaktur. E-jurnal Akuntansi

Universitas Udayana, Vol. 9, No.

2, hal 525-539.

Marfirah, Dina dan Fazli, Syam B.Z.

2016. Pengaruh Corporate

Governance dan Leverage

terhadap Tax avoidance pada

perusahaan manufaktur yang

teradaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2011-2015.

Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Akuntansi (JIMEKA), Vol. 1 No.

2, pp. 91-102.

Mayangsari, Cindy. 2015. Pengaruh

Kompensasi Eksekutif,

Kepemilikan Saham Eksekutif,

Preferensi Risiko Eksekutif dan

Leverage Terhadap

Penghindaran Pajak (Tax

Avoidance). Jom FEKON Vol.2,

No.2.

Muntoro, Ronny Kusuma. 2006.

Makalah: Membangun Dewan

Komisaris yang Efektif.

Universitas Indonesia.

Nugroho, S. A., dan Firmansyah, A.

2017. Pengaruh Financial

Distress, Real Earnings

Management, dan Corporate

Governance terhadap Tax

Aggressiveness. Journal of

Business Administration, 1(2),

17–36.

OECD. 2019. Revenue Statistics in

Asian and Pacific Economies.

Diakses dari:

https://www.oecd.org/tax/tax-

policy/revenue-statistics-asia-

pacific-brochure.pdf.

Paligorova, Teodora. 2010. Corporate

Risk Taking and Ownership

Structure. Bank of Canada

Working Paper.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No,

33/POJK.04/2014 tentang

Direksi dan Dewan Komisaris

Emiten atau Perusahaan Publik.

Perusahaan Cangkang, Celengan Sapi,

dan Tax Avoidance. 2017.

Diakses dari:

https://www.kemenkeu.go.id/pub

likasi/artikel-dan-

Page 22: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

22

opini/perusahaan-cangkang-

celengan-sapi-dan-tax-

avoidance/

Pitt, H.L. 2005. The Changing

Standards by Which Directors

will be Judged. St. John's Law

Review.

Powell, M. & Ansic, D. 1997. Gender

Differences in Risk Behavior in

Financial Decision-Making: An

Experimental Analysis. Journal of

Economic Psychology, Vol. 18,

pp. 605-628.

Prastiti, Anindyah dan Wahyu,

Meiranto. 2013. Pengaruh

Karakteristik Dewan Komisaris

dan Komite Audit Terhadap

Manajemen Laba. Diponegoro

Journal of Accounting, 2 (4), 1-

12.

Puspita, Silvia Ratih dan Puji Harto.

2014. Pengaruh Tata Kelola

Perusahaan terhadap

Penghindaran Pajak.

Diponegoro Journal of

Accounting ISSN (Online):

2337-3806 Vol.3, No. 2.

Putri, Citra Lestari dan Lautania, Maya

Febrianty. 2016. Pengaruh

Capital Intensity Ratio,

Inventory Intensity Ratio,

Ownership Structure Dan

Profitability Terhadap Effective

Tax Rate (ETR). Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Ekonomi Akuntansi

(Jimeka),Vol. 1, No.1.

Putri, Vidiyanna Rizal dan Putra Bella

Irwansyah. 2017. Pengaruh

Leverage, Profitability, Ukuran

Perusahaan Dan Proporsi

Kepemilikan Institusional

Terhadap Tax Avoidance. Jurnal

Ekonomi Manajemen Sumber

Daya. Vol. 19, No. 1.

Rasyidah, Resa. 2013. Perbandingan

Corporate Governance dengan

Sistem One-Tier Board di Inggris

dan AS Terkait Efektififas

Pencegahan Terjadinya Fraud

dalam Korporasi. Global &

Policy Journal of International

Relations.

Realisasi Penerimaaan Pajak Industri

Pengolahan Tumbuh Melambat

Hingga September 2018. Diakses

dari:

https://nasional.kontan.co.id/new

s/realisasi-penerimaan-pajak-

industri-pengolahan-tumbuh-

melambat-hingga-september-

2018.

Robinson, J.R., Y. Xue, & M.H. Zhang.

2012. Tax planning and financial

expertise in the audit committee.

Rodriguezand, Arias.2013. Do

Business Characteristics

Determine an Effective Tax

Rate?. The Chinese Economy,

45(6), 60-83.

Lanis, R., Richardson, G., & Taylor, G.

2015. Board of Director Gender

and Corporate Tax

Aggressiveness: An Empirical

Analysis. Journal of Business

Ethics, Springer, vol. 144 (3),

pages 577-596.

Rusydi, M. K., dan Martani, D. 2014.

Pengaruh Struktur Kepemilikan

Terhadap Aggressive Tax

Page 23: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

23

Avoidance. SNA 17 Universitas

Mataram, Lombok.

Sari, K. D., & Martani, Dwi. 2010.

Ownership Characteristic,

Corporate Governance, and Tax

Aggressiveness. The 3rd

Accounting and The 2nd

Colloquium. Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

Sartori, Nicola. 2010. Effect of

Strategic Tax Behaviours on

Corporate Governance.

Schoubben, Frederiek & Uytbergen,

Steve Van. 2014. The effect of

gender diversity on corporate

cash policy. Proceedings EFMA

Conference.

Sekaran, U. & Bougie, R. 2016.

Research Methods for Business.

Wiley.

Sihombing, Kennedy Samuel. 2014.

Analisis Fraud Diamond Dalam

Mendeteksi Financial Statement

Fraud: Study Empiris Pada

Peusahaan Manufaktur yang

Terdaftar di BEI. Fakultas

Ekonomi dan Bisnis, Universitas

Diponegoro.

Simorangkir, Y.N.L., Subroto dan

Andayani. 2018. Pengaruh

Corporate Social Responsibility

dan Komisaris Independen

terhadap Agresivitas Pajak.

Jurnal Manajemen &

Kewirausahaan, Vol.6, No.2.

Suedi, B., dan Warno. 2010. Pengaruh

Sistem Informasi terhadap

Kejujuran Laporan Keuangan

Manajer: Sebuah Persepektif

Perilaku. Jurnal STIE Semarang

2(1): 1-14.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Suherman. 2017. Pengaruh CEO

Wanita Terhadap Cash Holding

Perusahaan. Jurnal Ilmiah

Manajemen, Volume VII, No. 1.

Suyanto, Krisnata D., dan Supramono.

2012. Likuiditas, Leverage,

Komisaris Independen dan

Manajemen Laba Terhadap

Agresivitas Pajak Perusahaan.

Journal of Finance and Banking,

Vol 16, No. 02.

Swingly, C., & Sukartha, I.M. 2015.

Pengarauh Karakter Eksekutif,

Komite Audit, Ukuran

Perusahaan, Leverage, dan Sales

Growth pada Tax Avoidance. E-

Jurnal Akuntansi Universitas

Udayana 10.1.

Tambunan, Dessy Natalia dan Septiani.

2017. Pengaruh Penghindaran

Pajak Terhadap Cash Holding

Perusahaan dengan Leverage

dan Return on Asset (ROA)

Sebagai Variabel Moderasi.

Diponegoro Journal of

Accounting Vol.6, No.4 ISSN

(Online):2337-3806.

Tax Justice Laporkan Bentoel Lakukan

Penghindaran Pajak,Indonesia

Rugi US$ 14 juta. 2019. Diakses

dari:

https://nasional.kontan.co.id/new

s/tax-justice-laporkan-bentoel-

lakukan-penghindaran-pajak-

indonesia-rugi-rp-14-juta.

Page 24: PENGARUH KARAKTERISTIK EKSEKUTIF DAN DEWAN …

24

Terjensen, S., Sealy, R & Singh, V.

2009. Woman Directors on

Corporate Boards: A Review and

Research Agenda. Corporate

Governance: An International

Review, 2009, 17(3): 320–337.

Vafeas, N. 2000. Board Structure and

the Informativeness of Earnings.

Journal of Accounting and Public

Policy, 19 (2), 139-160.

Xie, B., Davidson, W.N., & Dadalt, P.J.

2003. Earnings Management and

Corporate Governance: The Role

of the Board and The Audit

Committee. Journal of Corporate

Finance, 9, 295-316.

Zemzem, Ahmed & Khaoula, Ftouhi.

2013. The Effect of Board of

Directors Characteristics on Tax

Aggressiveness. Journal of

Finance and Accounting Vol. 4,

No.4, pp. 140 -147.

Zeng, Sanyun & Lihong, Wang. 2015.

CEO gender and corporate cash

holdings. Are female CEOs more

conservative?. Asia-Pacific

Journal of Accounting &

Economics, vol.22 (4), pp.449-

474.